NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERTANDINGAN OLAH RAGA
Oleh : YOCE REZA FREDIAN RAVAIE RA. RETNO KUMOLOHADI.
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERTANDINGAN OLAHRAGA
Telah disetujui Pada Tanggal:
Dosen Pembimbing
( RA. Retno Kumolohadi S.Psi, M.Si, Psikolog )
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERTANDINGAN OLAHRAGA
Yoce Reza F. Ravaie R.A. Retno Kumolohadi INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pertandingan. Hipotesis yang diajukan adalah “ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pertandingan, dimana semakin tinggi kecerdasan emosi semakin rendah tingkat kecemasan menghadapi pertandingan.” Kecerdasan emosi adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Kecemasan menghadapi pertandingan adalah reaksi emosi sesaat pada waktu akan bertanding yang menimbulkan efek – efek negatif pada atlet. Subjek dari penelitian ini adalah atlet tenis lapangan yang berjumlah 80 orang. Metode pengumpulan data menggunakan angket kecerdasan emosi dan angket kecemasan. Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji korelasi product moment dari. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = - 0,355 dengan p = 0,001. Karena p < 0,01, maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pertandingan diterima.
Kata Kunci : Kecerdasan Emosi dan Kecemasan Menghadapi Pertandingan
Kleinmann (1988), yang menegaskan bahwa prestasi olahraga tidak cukup didekati secara somatik, karena meningkat atau merosotnya prestasi atlet justru banyak ditentukan oleh faktor psikologis. Gejala – gejala psikologis yang biasanya menyebabkan prestasi atlet menurun adalah rasa jenuh, kelelahan, tertekan, stress, kecemasan dan ketakutan akan gagal, emosi yang meledak – ledak dan sebagainya. Kecemasan menghadapi pertandingan sering terjadi pada atlet, tetapi ada beberapa atlet yang di dalam menghadapi pertandingan tidak mengalami efek cemas tersebut. Hal ini berkaitan dengan faktor pengalaman bertanding, percaya diri, optimisme, dan pengenalan diri atau kesadaran diri yang baik. Idealnya kecemasan yang berlebihan tidak terjadi pada atlet profesional. Kecemasan itu wajar bila tidak berlebihan karena dapat menjadi mekanisme pertahanan diri terhadap ancaman dari luar, namun bila berlebihan akan mengganggu stabilitas individu. Kecemasan yang normal dapat bermanfaat sehingga dapat membuat orang mampu menjadi giat dan bergerak cepat. Kadang – kadang tekanan kecemasan dapat membuat seseorang melakukan sesuatu hal yang luar biasa, akan tetapi kecemasan juga dapat berakibat merugikan, sebagai contoh orang yang dalam keadaan cemas berlebihan dapat menjadi depresi, merasa tidak ada harapan dan putus asa. Setyobroto (2002) menambahkan bahwa atlet harus meningkatkan stabilitas emosional khususnya menghadapi perasaan negatif seperti : kekecewaan, rasa khawatir, rasa takut kalah
dan
lain
sebagainya.
Kondisi
mental
yang
kurang
baik
akan
mengakibatkan atlet tidak dapat menanggung beban mental baik yang berasal dari lawan bertanding ataupun dari penonton.
Menurut Bar-On (Stein, & Book, 2002) Kecerdasan emosi mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Atlet yang memiliki kecerdasan emosi membuat mereka mampu mengatasi kecemasan dan ketegangan yang terjadi pada saat menghadapi pertandingan. Seorang atlet yang tidak memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mudah terpecah perhatiannya, karena emosi sebagai sumber kemampuan jiwa manusia akan mempengaruhi sumber kemampuan jiwa yang lain seperti atlet tersebuat akan menjadi cemas sehingga kinerjanya dilapangan menjadi kacau sehingga pada akhirnya atlet tersebut mengalami kekalahan. Pertanyaan penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pertandingan ?.
KECEMASAN Kecemasan adalah reaksi emosi (seperti : ketakutan, kekhwatiran, keprihatinan) terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan (seperti : ancaman, bahaya dan tuntutan dari luar yang bersifat abstrak) yang akan terjadi di masa depan, dan berdampak pada mental, fisik maupun kognitif dengan tingkatan atau intensitas yang berbeda. Spielberger (Setyobroto, 2001) menggambarkan kecemasan sebagai state anxiety atau trait anxiety. State anxiety adalah keadaan emosional yang terjadi mendadak (pada waktu tertentu) yang ditandai dengan kecemasan, takut, dan ketegangan, biasanya diikuti dengan perasaan cemas yang mendalam disertai dengan ketegangan. Sedangkan trait anxiety adalah rasa cemas yang merupakan sifat – sifat pribadi individu yang lebih menetap (sifat pembawaan) dan akan tampak pada berbagai peristiwa atau situasi dimana individu yang bersangkutan merasa
terancam. Kecemasan dalam menghadapi pertandingan merupakan salah satu dari state anxiety. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi pertandingan adalah reaksi emosi sesaat pada waktu akan bertanding yang menimbulkan efek – efek negatif pada atlet.
Jenis – Jenis Kecemasan Di Dalam Kompetisi Olahraga Menurut Davidson dan Schewartz (Setyobroto, 2002) kecemasan kompetitif dasar dibagi menjadi dua yaitu : a.
Kecemasan Kompetitif Dasar (competitive trait anxiety)
Menurut Silva & Weinberg (Setyobroto, 2002) bahwa kecemasan kompetitif dasar merupakan kecenderungan untuk mempresepsikan situasi kompetisi sebagai mengancam dan melakukan respons terhadap situasi tersebut dengan reaksi meningkatkan kecemasan sesaatnya memiliki perbedaan kecenderungan dalam mempersepsikan kompetisi sebagai suatu ancaman. b.
Kecemasan Kompetitif Sesaat (competitive state anxiety) Menurut Spielberger (Setyobroto, 2002) bahwa kecemasan yang ditimbulkan oleh suatu kompetisi olahraga yang dirasakan atlet sebelum suatu pertandingan dimulai. Kecemasan sesaat dibedakan berdasarkan dua komponennya yaitu : 1).
Kecemasan Kognitif Sesaat (cognitive state anxiety)
Kecemasan kognitif sesaat merupakan komponen mental dari kecemasan sesaat yang diakibatkan oleh adanya ketakutan terhadap penilaian negatif terhadap diri sendiri dan tindakan mengancam harga diri (Endler dalam Cox, 1994). 2).
Kecemasan Somatik Sesaat (somatic state anxiety)
Kecemasan somatik sesaat merupakan komponen fisiologis dan afeksi dari kecemasan sesaat yang langsung berhubungan dengan kesiagaan
Aspek – Aspek Kecemasan Aspek – aspek kecemasan adalah kecemasan menghadapi kompetisi dimana menurut Kroll (Bird&Cripe, 1986) yang dapat timbul pada individu dalam situasi kompetitif (situasi pertandingan) adalah sebagai berikut : a. Keluhan Somatik (Somatic Complains) Atkinson dkk (1996) berpendapat bahwa ada hubungan antara variabel – variabel kejiwaan dengan kesehatan fisik. b. Ketakutan akan kegagalan (Fear of Failure) Suatu respon kecemasan hampir selalu muncul apabila terdapat penilaian subjektif atlet akan adanya kemungkinan kegagalan. c. Perasaan tidak mampu ( Feelings of Inadequacy ) Kecemasan dapat menumbuhkan perasaan tidak mampu menghadapi lawan. Atlet biasanya akan merasa teknik maupun fisik yang tidak sebanding dengan lawan yang akan dihadapi (Murti, 2002). Hal ini biasanya timbul apabila atlet berhadapan dengan lawan yang memiliki rangking yang lebih tinggi. d. Kehilangan kontrol ( Lost of Control ) Kehilangan kontrol
ini berhubungan dengan persepsi yang muncul
bahwa atlet tidak dapat mengontrol apa yang sedang terjadi dan dia percaya bahwa prestasinya tergantung pada faktor keberuntungan. e. Kesalahan (Guilt) Melakukan kesalahan, baik itu kesalahan tidak perlu (unforced error) maupun dipaksa membuat kesalahan (forced error) merupakan hal yang biasa disetiap pertandingan.
Faktor yang mempengaruhi Kecemasan Faktor – faktor lainnya yang mempengaruhi kecemasan menurut Harsono (Gunarsa, 1989) dibagi menjadi dua yaitu : 1) Dari Dalam a) Atlet mengandalkan kemampuan teknis; bila seorang atlet mengandalkan kemampuan yang dimilikinya maka ia akan merasa kesulitan ketika dihadapkan
pada
situasi
yang
kurang
menguntungkan
ketika
pertandingan. Akibatnya atlet tersebut akan frustasi. b) Atlet merasa bermain baik sekali atau sebaliknya; bila perasaan ini menghinggapi atlet, maka akan mematahkan semangatnya menggapai sukses. c) Adanya pikiran negatif karena dicemooh atau dimarahi; adanya pikiran ini menimbulkan perasaan tertekan pada atlet sehingga menimbulkan frustasi yang mengganggu penampilan. d) Adanya pikiran percaya diri yang berlebihan sehingga atlet secara tidak langsung telah membebani dirinya untuk mewujudkan sesuatu yang mungkin diluar kemampuannya. 2) Dari Luar a) Rangsangan yang membingungkan; salah satu bentuk rangsangan yang membingungkan
adalah
komentar
para
official
yang
merasa
berkompeten. Hal ini sering membingungkan apabila atlet menerima komentar sekaligus. b) Pengaruh masa; penonton atau masa sangat berpengaruh pada suasana pertandingan baik secara positif maupun negatif. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kestabilan mental atlet pada saat bertanding.
c) Saingan yang bukan tandingannya; bila ini terjadi maka akan menimbulkan perasaan percaya diri yang berlebihan atau berkurangnya percaya diri, sehingga apabila mereka melakukan kesalahan maka akan sangat menyalahkan diri sendiri. d) Kehadiran atau Ketidak hadirin pelatih; dengan adanya dukungan pelatih maka atlet akan merasa mampu mengatasi situasi yang penting, tetapi sebaliknya ada pola atlet yang merasa terganggu situasi yang penting, tetapi sebalinya adapula atlet yang merasa terganggu dengan kehadiran selama bertanding.
Kecerdasan Emosi Goleman (2003) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa.
Aspek - Apek Kecerdasan Emosi Goleman (1995) mengklarifikasikan lima aspek yang terkandung dalam kecerdasan emosi yaitu : (1) Kesadaran diri (self awareness) menurut Goleman (1995) yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat; (2) Pengaturan Diri dilakukan bukan dengan menekan emosi melainkan mampu menyalurkan emosinya dan mengalihkan suasana hati melalui kegiatan positif seperti nonton,
membaca buku, berbelanja, dan menolong orang lain (Goleman, 1995); (3) Motivasi yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif dan mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Hal – hal yang dapat meningkatkan motivasi positif antara lain : 1). Harapan Harapan sangat bermanfaat dalam kehidupan. Harapan merupakan keyakinan adanya kemauan maupun cara mencapai sasaran yang telah ditetapkan Snyder (dalam Goleman, 1995). 2). Optimisme Optimisme merupakan sikap yang membuat seseorang tidak jatuh dalam kemasabodoan dan keputusasaan bila sedang dalam kesulitan. (4) Empati yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan
diri
dengan
orang
lain;
(5)
Ketrampilan
sosial
yaitu
mengendalikan emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan – keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. (Goleman,2000).
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Pertandingan Olah Raga Kondisi mental yang kurang baik dapat mengakibatkan atlet yang bersangkutan tidak dapat menanggung beban yang seharusnya ia dapat menanggungnya. Ketahanan mental perlu dimiliki oleh setiap atlet untuk dapat menghadapi situasi – situasi kritis dalam suatu pertandingan. Setiap atlet selalu akan menghadapi situasi psikologis, dengan mental yang kuat maka segala masalah psikologis tersebut dapat diperkecil dan diselesaikan. Gejala – gejala emosional yang terjadi pada atlet perlu selalu diperhatikan, karena semua gejala emosional
seperti
kecemasan,
ketakutan
dan
sebagainya
akan
dapat
mempengaruhi kondisi fisik atlet sehingga atlet yang bersangkutan tidak dapat bertanding dengan baik (Setyobroto, 2001). Kecemasan yang terjadi pada atlet perlu diperhatikan, karena gangguan emosional seperti kecemasan dapat mempengaruhi keseimbangan fisik secara keseluruhan yang berdampak pada pencapaian prestasi. Hipotesis Ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi pertandingan pada atlet tenis lapangan. Semakin tinggi kecerdasan emosi, maka semakin rendah tingkat kecemasannya.
Metode Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Siswa – siswi SLTP/SLTA Negeri Ragunan, Jakarta. pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Kecemasan dan skala Kecerdasan Emosi. 1. Skala Kecemasan.
Untuk mengukur kecemasan dasar atlet digunakan skala yang diadaptasi dari Sport Competition Anxiety Test (SCAT) dengan alasan bahwa SCAT merupakan alat ukur kecemasan yang memiliki latar belakang dunia olahraga dan digunakan untuk memprediksi kecemasan (Martens, Vealey & Burton, 1990). SCAT pertama kali dikembangkan oleh Martens (1977). Aitem – aitem dalam kuesioner ini terdiri atas item yang positif dan item yang negatif. Aitem – aitem
yang positif berisi perasaan – perasaan positif atlet dalam
menghadapi suatu pertandingan. Sedangkan aitem yang negatif berisi perasaan – perasaan negatif atlet yang timbul ketika akan menghadapi suatu pertandingan. Oleh penulis skala kecemasan tersebut dikembangkan kembali dengan memasukan tidak hanya faktor – faktor kecemasan negatif dan positif saja. Tetapi faktor lain yang dapat mempengaruhi kecemasan seorang atlet juga penulis masukkan kedalam skala tersebut. Skala Kecemasan tersebut tersebut terdiri dari 43 butir. 2. Skala Kecerdasan Emosi Skala Kecerdasan Emosi diatas disusun dalam bentuk skala model Likert. Skala Kecerdasan Emosi ini dibuat berdasarkan aspek-aspek dari Goleman (1995) dimana diharapkan dapat mengungkap kecerdasan emosi atlet sebelum pertandingan. Dalam skala tersebut disediakan empat pilihan jawaban yang masing – masing memiliki nilai tersendiri dengan arah pernyataannya apakah favorable ataukah unfavorable. Skala Kecerdasan Emosi tersebut tersebut terdiri dari 53 butir.
Metode Analisis Data Analaisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik korelasi Persons dengan bantuan SPSS 11, 01 for Windows
Hasil Penelitian Subjek Penelitian yang berhasil didapat berjumlah 86 orang. Uji reliabilitas terhadap skala Kecemasan menghasilkan koefisien a 0,8689. Sedangkan pada skala kecerdasan emosi diperoleh koefisien a 0,9270. Dengan demikian kedua skala tersebut dapat dikatakan reliabel, sehingga memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan gambaran umum pengkategorian seluruh subjek berdasarkan skor dapat dilihat pada table 1. Tabel 1. Pengkategorian Subjek Secara Keseluruhan Variabel
Kategori
Skor
Sangat Tinggi
X > 78,2
-
-
Tinggi
64,4 = X < 78,2
13
16,25
Sedang
50,6 = X <64,4
44
55
Rendah
36,8 = X = 50,6
23
28,75
Sangat Rendah
X < 36,8
-
-
Sangat Tinggi
X > 142,8
8
10
Tinggi
117,6 = X < 142,8
57
71,25
Kecerdasan
Sedang
92,4 = X < 117,6
15
18,75
Emosi
Rendah
67,2 = X = 92,4
-
-
Sangat Rendah
X < 67,2
-
-
Kecemasan
Frekuensi
Presentase
Dari tabel di atas diketahui subjek dalam penelitian ini memiliki kecemasan sedang, serta tingkat kecerdasan emosi yang tinggi. Uji
normalitas dengan menggunakan
teknik one - sample
Kolmogorof-Smirnov Test dari program SPSS 11.01 for Windows memperoleh hasil bahwa sebaran skor variable skala kecerdasan emosional adalah normal (K-SZ = 0.211 ; p > 0,05). Sedangkan untuk skala kecemasan adalah normal (K-SZ = 0,199 ; p > 0,05). Dari hasil uji linieritas diketahui bahwa hubungan skala kecemasan terhadap kecerdasan emosi terhadap adalah linier (F = 34,197 ; p = 0,00 ; p < 0,05). Analisis data dengan menggunakan teknik correlation dari Pearson pada program SPSS 11.01 for windows memperoleh koefisien korelasi r = -0,355 (p = 0,001 dengan p < 0,01) sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan menghadapi pertandingan hipotesis yang diajukan diterima. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah kecemasan menghadapi pertandingan.
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis korelasi secara umum diketahui bahwa Kecerdasan emosi mempunyai hubungan negatif dengan Kecemasan. Dimana diperoleh hasil bahwa besarnya koefisien korelasi r = -0,355
( p = 0,001
dengan p < 0,01 ) yang artinya, ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dimana semakin tinggi Kecerdasan Emosi maka cenderung semakin rendah Kecemasannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima.
Menurut Goleman (2002) kecerdasan emosi merupakan ketrampilan dan kemampuan
untuk
mengolah
perasaan
atau
emosi
untuk
memotivasi,
merencanakan dan meraih tujuan hidup. Kecemasan adalah salah satu masalah yang berhubungan dengan emosi, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengolahnya sehingga tidak menimbulkan akibat yang dapat merugikan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik mampu mengolah emosi yang ada di dalam dirinya sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang lebih positif. Ketrampilan mengatur emosi membuat atlet menjadi terampil dalam melepaskan diri dari perasaan negatif, sehingga kecemasan yang muncul pada saat menghadapi pertandingan akan dihilangkan atau diminimalkan. Kecerdasan emosi yang dimiliki membantu atlet keluar dari tekanan atau situasi yang tidak menyenangkan. Kecerdasan emosi dapat juga menyalurkan dorongan yang ada dalam diri secara benar. Kecerdasan emosi yang baik dapat meminimalisir ketakutan dan kekhawatiran yang timbul pada atlet tenis sebelum pertandingan. Kecemasan bila dalam taraf wajar dapat meningkatkan prestasi. Loehr (Murti, 2002) berpendapat bahwa besar kecilnya masalah tergantung bagaimana kita melihat masalah tersebut. Masalah yang ada bisa dianggap sebagai tantangan dan bencana. Kecemasan yang dialami oleh atlet dalam menghadapi pertandingan dapat dijadikan sebagai motivator maupun beban. Kecerdasan emosi yang baik mampu merubah kecemasan menjadi sesuatu yang positif. Kemampuan mengolah emosi dan menyalurkannya dorongan dengan benar maka dapat merubah kecemasan menjadi motivasi untuk berprestasi lebih tinggi lagi. Kecemasan akan kekalahan ataupun dampak lainnya akan membuat atlet menjadi termotivasi untuk berlatih lebih giat lagi dalam mempersiapkan diri
menghadapi pertandingan. Dorongan emosi (kecemasan) direspon positif oleh atlet dan dapat menyalurkannya dorongan itu ke arah yang tepat. Salah satu tokoh psikologi olahraga Setyobroto (2002) menjelaskan bahwa untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi, kondisi fisik dan mental harus dalam keadaan prima. Keseimbangan antara kekuatan fisik dan kekuatan mental dibutuhkan seorang atlet agar dapat mencapai prestasi maksimal dalam suatu pertandingan. Seorang atlet yang hanya mengandalkan kekuatan fisik ataupun teknis saja tidak akan mungkin dapat berprestasi dengan baik. Kekuatan mental dalam hal ini kecerdasan emosi diperlukan seorang atlet untuk mengolah ketegangan maupun kecemasan yang mungkin terjadi pada saat pertandingan. Stressor – stressor yang dapat memicu ketegangan dan kecemasan pada atlet dapat diolah sedemikian rupa oleh kecerdasan emosi yang dimiliki individu tersebut. Kesadaran diri dalam merespon suatu tindakan atau permasalahan adalah salah satu faktor yang menentukan perbuatannya. Dengan kata lain komponen kecerdasan emosi yaitu kesadaran diri merupakan salah satu faktor pendukung seorang atlet untuk mengelolah
permasalahan mental seperti
kecemasan dan tegangan yang terjadi pada saat sebelum, sedang atau setelah melakukan pertandingan. Kesadaran diri yang tinggi membuat atlet mampu berpikir secara jernih dan lebih realistik terhadap kemampuan yang dimilikinya. Sehingga kecemasan yang timbul dapat dinetralkan dengan bersikap optimis dan realistik. Hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa sumbangan efektif (R Squared) adalah sebesar 12,6 %, hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi hanya memberikan kontribusi sebesar 12,6 % terhadap
kecemasan atlet dalam menghadapi pertandingan. Data ini menunjukkan bahwa masih banyak faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan terjadi kecemasan dalam menghadapi pertandingan. Faktor – faktor tersebut antara lainnya motivasi dan harapan yang terlalu besar. Faktor lingkungan atau situasi lapangan pada saat pertandingan, seperti penonton, pelatih dan keluarga yang dapat menimbulkan kecemasan pada atlet, dan masih banyak faktor yang lainnya
A. Kesimpulan Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara Kecerdasan Emosi terhadap Kecemasan dalam menghadapi pertandingan. Secara umum didapatkan, semakin tinggi Kecerdasan Emosi seseorang, maka akan semakin rendah Kecemasan menghadapi pertandingan.
B. Saran-saran Berkaitan
dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan
saran – saran sebagi berikut: 1. Bagi Atlet dan Pelatih Melalui penelitian ini, diharapkan agar atlet dapat mengatur strategi tentang meningkatkan Kecerdasan Emosi sehingga Kecemasan tersebut dapat diminimalisir, salah satunya dengan mengikuti pelatihan – pelatihan Kecerdasan
Emosi.
Diharapkan
kepada
para
atlet
untuk
dapat
mempersiapkan diri baik dari segi fisik dan juga psikisnya sebelum menghadapi suatu pertandingan. Bahkan dianjurkan oleh penulis setiap atlet dapat membuat daftar bagaimana dan apa yang harus dilakukan sebelum pertandingan seperti berlatih sesuai dengan waktu pertandingan, memahami
kondisi lapangan pertandingan, apabila ada gangguan dalam pertandingan apa yang akan dilakukan, pola makan, dan juga pola istirahat yang teratur. Diajurkan juga kepada para atlet untuk dapat mendalami latihan relaksasi atau meditasi sebelum pertandingan. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Waktu pengambilan data hendaknya dilakukan pada saat menjelang pertandingan sehingga kondisi atlet benar – benar menghadapi
pertandingan.
Selain
itu
juga
dalam persiapan
disarankan
untuk
dapat
melengkapi penelitian tersebut dengan observasi dan wawancara tidak hanya pada atlet saja melainkan juga kepada ”key person” seperti pelatih atau orang tua atlet sehingga data dan hasil yang didapat lebih akurat.