1
NASKAH PUBLIKASI
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Karir
Oleh : KILAT T. B. H. E. WEDA 03320163 FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2008
2
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA KARIR
Kilat. T.B.H.E. Weda Ratna Syifa’a R
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kecerdasan emosi dengan konflik peran ganda pada wanita karir. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan peran ganda. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah tingkat konflik peran ganda. Subyek dalam penelitian ini adalah wanita karir yang telah bekerja minimal 2 tahun dan sudah berkeluarga. Status pendidikan minimal SMA. Karakteristik pekerjaannya adalah bekerja di dalam ruangan. Skala yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah merupakan pendapat dari Sekaran (1986), sedangkan kecerdasaan emosi diungkapkan dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasar aspek-aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2003). Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson. Data yang sudah didapat akan dianalisis menggunakan bantuan program SPSS versi 12.00 for windows Hasil analisis data korelasi Pearson pada program computer SPSS for windows 12.0, menunjukkan hubungan kecerdasan emosi dengan konflik peran ganda memiliki angka korelasi sebesar r = -0,510 dengan p = 0.000 (p<0,01) ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki hubungan negatif dengan konflik peran ganda pada wanita karir maka hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan konflik peran ganda pada wanita karir dapat diterima.
Kata kunci : Kecerdasan Emosi, Konflik Peran Ganda
3
A. Pengantar
Perkembangan saat ini menunjukkan telah terjadi pergeseran peran antara pria dan wanita. Jika pada jaman dulu mengurus rumah tangga adalah kewajian seorang wanita, semua itu kini telah bergeser. Rumah tangga merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita. Segala macam pekerjaan dalam rumah tangga seperti merawat dan mendidik anak, mencuci, membersihkan rumah, bahkan sampai menambah pemasukan, dikerjakan suami dan istri bersama-sama. Meskipun peran ganda wanita merupakan suatu isu lama yang seringkali dibicarakan, namun dalam kenyataannya isu tersebut masih merupakan realita penting yang paling rumit digeluti oleh kaum wanita dari semua kelas. Dengan berbagai ragam bentuk perjuangan untuk memperoleh kebebasan dan otonomi kaum wanita yang tersubordinasi, baik oleh struktur budaya maupun dogma, gerakan wanita yang
semakin marak di dunia, bermaksud mempertegas
kedudukan kaum wanita sebagai subyek yang otonom. Kaum wanita sebagaimana layaknya kaum pria, berhak turut menikmati hasil pembangunan dan berhak mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya. Wanita sudah selayaknya mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri dengan segenap potensinya, serta memperoleh peluang yang sama dengan kaum pria
untuk
menyumbang
kemampuannya.
Dengan
digalakkannya
usaha
pengintegrasian wanita dalam pembangunan,semestinya tidak ada lagi alasan apapun untuk menghalangi usaha wanita untuk berkarir.
4
Keadaan ideal yang ingin diperoleh oleh seorang ibu sebagai wanita karir adalah bisa tetap dekat dengan anak dan keluarga. Berusaha semaksimal mungkin untuk mendampingi anak-anak. Berhasil mengurus rumah tangga, anak-anak serta suami, tetapi tetap dapat menyalurkan kebutuhan mereka sebagai makhluk sosial kebutuhan untuk bersosialisasi, tetap mampu mandiri dari segi keuangan, pengembangan wawasan, serta perasaan dihargai dan bangga saat mereka bekerja menjadi wanita karir. Keinginan untuk menjalankan kedua peran tersebut dengan sempurna, terkadang saling bertentangan satu dengan lain, sehingga dapat menimbulkan konflik pada wanita bekerja.
A. Konflik peran ganda Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda dapat muncul dikarenakan dua peran yaitu peran sebagai ibu dan istri dalam rumah tangga dan peran sebagai pekerja dimana keduanya sama-sama menuntut pemenuhannya dalam waktu yang bersamaan. Bila salah satu peran sudah terpenuhi maka akan kesulitan untuk memenuhi peran yang lain. Hal seperti inilah yang menimbulkan perasaan bersalah, panic, dan perasaan yang tidak terkendali lainnya. Shaevitz (dalam hamid,2005) menyatakan bahwa perasaan bersalah tersebut mengakibatkan ketegangan-ketegangan yang berakibat memicu konflik dalam dirinya. Adapun tanda-tandanya adalah rasa tegang, cemas dan terancam, frustrasi, sukar berkonsentrasi pada pekerjaan, insomnia dan berpengaruh pada diri wanita. Seringkali wanita berperan ganda dihadapkan pada suatu dilema dan konflik antara memilih karir sebagai salah satu tujuan hidup atau menjadi ibu
5
rumah tangga yang baik. Mereka juga merasa bersalah dan khawatir karena dengan keterlibatannya dalam dunia kerja menyebabkan waktu untuk mengurusi kebutuhan rumah tangga menjadi sempit atau berkurang. Sumber konflik yang lainnya berasal dari kehidupan pekerjaan itu sendiri dimana beban pekerjaan sangat banyak dengan waktu yang sangat terbatas, persaingan kerja yang semakin ketat untuk saling mencapai prestasi tertinggi dan budaya perusahaan yang menuntut performance kerja yang tinggi dan profesionalitas. Aspek-aspek yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan pendapat dari Sekaran (1986), yang meliputi: a. Pengasuhan Anak Bagi ibu bekerja yang memiliki anak pra sekolah, salah satu fungsi dasar yang oleh tiap wanita adalah mengasuh dan merawat. Hal inilah yang berpeluang besar sekali untuk menimbulkan rasa bersalah dan kegelisahan b. Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga Terkurasnya tenaga dan kecakapan para ibu bekerja terhadap kecemasan dan kegelisahan atas kesehatan jasmani dan emosi anak-anak, contohnya banyak wanita sudah kehabisan tenaga pada awal hari kerja sebab mereka sebelumnya disibukkan untuk menyiapkan makan pagi sambil memperhatikan keluarga serta memberi nasihat pada anak-anak mereka. Sehingga beresiko menyebabkan wanita bekerja kurang dapat
6
fokus dan menurunnya kepuasan kerja serta meningkatnya kegelisahan akan perkembangan anak-anak. c. Komunikasi dan Interaksi dengan Suami dan Anak Komunikasi adalah unsur yang terpenting bagi terciptanya hubungan yang harmonis dalam keluarga. Shaevitz (Supradewi, 1994) mengemukakan bahwa komunikasi yang baik adalah kemampuan mengutarakan kebutuhan dan perasaan disisi lain. Dengan terpenuhinya kebutuhan komunikasi, maka wanita akan mendapatkan rasa aman dan dapat mengurangi rasa bersalah serta ketegangan yang sering terjadi. d. Waktu untuk Keluarga Keluhan umum dari wanita karir adalah masalah kekurangan waktu. Hal ini disebabkan karena harus menjalankan dua peran sekaligus. Jika salah satu dari peran tersebut tidak dapat berjalan dengan baik sesuai harapan ,maka timbulah perasaan bersalah kepada keluarga, dan tertekan sehingga akan menimbulkan konflik peran ganda. e. Menentukan Prioritas Konflik biasanya terjadi ketika ibu bekerja harus menentukan prioritas dan ibu tidak dapat memutuskan mana yang harus didahulukan. Di satu isi perempuan yang dengan naluri keibuannya ingin dekat dan mencukupi kebutuhan afeksi anak-anaknya, namun disisi lain perempuan juga dituntut untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya sendiri seperti aktualisasi diri, yakni dengan bekerja. Jauh dari hal itu semua bahwa memang setiap anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang
7
tuanya terutama figur ibu (Suryadi, 2004). Semua aspek yang telah dijelaskan berpotensi menimbulkan perasaan dilema serta menciptakan perasaan gelisah. f. Tekanan Karir dan Tekanan Keluarga Masalah pekerjaan yang dialami ibu bekerja sering mempengaruhi keadaan ibu ketika di rumah. Ketegangan suatu peran mempengaruhi kinerja peran yang lain ( Kossek & Ozeki, 1998) Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda. Persoalan yang dihadapi wanita yang berperan ganda dapat berupa hambatan maupun kesulitan yang mereka alami saat menjalankan kedua peran tersebut. Faktor-faktor yang dapat menjadi sumber konflik bagi wanita berperan ganda yaitu: g. Faktor internal Merupakan faktor yang timbul dalam diri pribadi wanita sendiri, misalnya bekerja bukanlah berasal dari keinginannya melainkan sebuah tuntutan untuk menunjang perekonomiannya. Hal ini dapat menimbulkan konflik bagi dirinya. h. Faktor eksternal Terdapat beberapa faktor dari luar yang mempengaruhi konflik peran ganda pada wanita karir, yaitu: 1) Jam Kerja Dalam penelitian Moeh dan McClain (Puspita, 2007) terbukti bahwa wanita yang bekerja full time menginginkan mempercepat jam kerjanya yang dapat mengurangi akibat konflik peran. Jadi dapat
8
disimpulkan bahwa wanita yang bekerja full time cenderung lebih memiliki konflik peran ganda dibandingkan dengan yang bekerja part time. 2) Jenis pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian oleh Valdes dan Gutek serta Gilbert dkk (dalam Puspita, 2007) telah ditunjukkan bahwa pekerjaan yang dimiliki status jabatan tinggi seperti jabatan profesional dan menejerial memiliki tingkat konflik peran ganda yang tinggi dibandingkan dengan wanita status pekerjaannya lebih rendah. Hal ini disebabkan adanya komitmen pekerjaan dan tuntutan karir yang lebih tinggi, sehingga dapat menyebabkan konflik peran ganda. 3) Jumlah anak Kehadiran anak dalam kehidupan perkawinan memerlukan perhatian tersendiri khususnya bagi sang ibu yang menerima tanggung jawab utama dalam mengasuh, merawat dan mendidik anak, oleh karena itu bagi wanita yang bekerja, kehadiran anak erat kaitannya dengan terjadinya konflik peran ganda. Valdez dan Gutek (Puspita, 2007) mengemukakan bahwa wanita dengan jabatan profesional managerial ternyata memiliki anak relatif sedikit dibandingkan dengan wanita dengan tingkat jabatan yang lebih rendah. 4) Usia anak Selain itu Holohan dan Gilbert (Puspita, 2007) menemukan adanya situasi yang menekan dan stress pada orang tua yang memiliki anak-
9
anak usia prasekolah, kelekatan orangtua dengan anak cenderung tinggi saat anak masih kecil. Jadi dengan bertambahnya usia anak dapat memperkecil kemungkinan timbul konflik peran ganda lebih lanjut dinyatakan bahwa tuntutan-tuntutan anak yang masih kecil dan kesulitan-kesulitan dalam membesarkan anak remaja merupakan tanggung jawab yang besar bagi para ibu. 5) Lama kerja setelah menikah Penelitian pada wanita kelas menengah dan profesional (Gilbert dalam Puspita, 2007) menemukan bahwa tingkat komitmen yang tinggi pada dua atau lebih dapat menghasilkan konflik peran ganda. 6) Pembantu rumah tangga atau pengganti peran ibu Dalam
penelitian
Stycos
dan
Welter
(Puspita,
2007)
mengemukakan bahwa konflik atau ketidakserasian antara peran wanita sebagai istri atau ibu dengan perannya sebagai karyawan dapat berkurang dengan cara adanya bantuan tenaga keluarga dan pembantu rumah tangga. i.
Faktor Relasional Masalah yang dihadapi oleh istri yang bekerja adalah masalah kebersamaan dengan anggota keluarga. Kesibukan yang menyita waktunya membuat sang ibu merasa dirinya tidak bisa berbicara secara terbuka, bertukar pikiran, mencurahkan pikiran dan perasaan pada anggota keluarganya sehingga dapat mengurangi keharmonisan hubungan antara dirinya dan anggota keluarganya
10
B. Kecerdasan emosi Goleman mendobrak konsep IQ menyatakan bahwa kecerdasan bila tidak disertai dengan pengolahan emosi yang baik tidak akan mengantarkan kesuksesan seseorang bahkan peranan IQ hanya sekitar 20 % untuk menopang kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% lainnya ditentukan oleh faktor lain diantaranya adalah kecerdasan emosi. 1. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi Salovey mencetuskan teori kecerdasaan emosi sekaligus membaginya menjadi lima wilayah utama, yaitu mengelola emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan (Goleman,1994) Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori kecerdasan emosi Goleman. Alasan memilih aspek-aspek tersebut adalah karena sesuai dengan kondisi yang akan diteliti, yaitu kehidupan peran ganda wanita sebagai ibu maupun wanita karir beserta konflik-konfliknya, dan juga karena teori ini merupakan teori yang telah mengalami pembaharuan serta dianggap lebih lengkap dari teori-teori sebelumnya. Aspek-aspek yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Kecakapan pribadi (personal competence). Kecakapan pribadi merupakan kecakapan yang menentukan bagaimana seseorang mengelola diri sendiri. Kecakapan ini terdiri dari dua dimensi, yaitu:
11
1) Kesadaran Diri (Self-Awareness) Dengan kesadaran diri seseorang akan mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan intuisi. Kesadaran diri meliputi tiga macam kecakapan, yaitu kesadaran diri secara emosi (emotional self-awareness), penilaian diri secara akurat (self-assessment), dan kepercayan diri (self-confidence) 2) Pengaturan Diri (Self-Management) Pengaturan diri dalam hal ini meliputi pengelolaan kondisi, impuls, dan sumber daya diri. Dimensi ini terdiri dari enam kecakapan, yaitu kendali
diri
(self-control),
dapat
dipercaya
(trustworthiness),
kesungguh-sungguhan (conscientiousness), adaptibilitas (adaptability), dorongan berprestasi(achievement drive), dan inisiatif (initiative) b. Kecakapan sosial (social competence). Menurut Goleman kecakapan sosial menentukan bagaimana seseorang menangani suatu hubungan. Kecakapan ini terdiri dari dua dimensi, yaitu: 1) Kesadaran Sosial (Social Awareness) Kesadaran sosial meliputi bagaimana seseorang membaca atau memahami orang lain dan kelompok secara akurat. Kecakapan yang dibutuhkan antra lain adalah empati (emphaty), orientasi melayani (service orientation), serta kesadaran organisasi (organizational awareness)
12
2) Pengaturan Hubungan (Relationship Management) Pengaturan hubungan meliputi kemampuan untuk mempengaruhi tanggapan yang dikehendaki pada orang lain. Kecakapan yang dibutuhkan
diantaranya
adalah
mengembangkan
orang
lain
(developing others), pengaruh (influence), komunikasi (comunication), manajemen
konflik
(conflict
managemen),
kepemimpinan
(leadership), katalisator perubahan (change catalyst), pengikat jaringan (building bonds), serta kolaborasi dan tim kerja (collaboration and teamwork) C. Keaslian penelitian Adapun penjelasan secara rinci mengenai keaslian penelitian adalah sebagai berikut : 1. Keaslian subyek penelitian Subyek yang diteliti adalah wanita karir yang telah bekerja minimal 2 tahun dan sudah berkeluarga. Status pendidikan minimal SMA. Karakteristik pekerjaannya adalah bekerja di dalam ruangan. Penelitian dilakukan di PT (PERSERO) ANGKASA PURA I 2. Keaslian topik Penelitian kali ini mengangkat topik kecerdasan emosi di tempat kerja dan mencoba melihat hubungannya dengan konflik yang biasa terjadi pada wanita dalam dunia kerja.
13
3. Keaslian teori Teori yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah milik Sekaran untuk variabel tergantung ( konflik peran ganda pada wanita karir ) dan Daniel Goleman untuk variabel bebas ( kecerdasaan emosi). 4. Keaslian alat ukur Dalam penelitian kali ini digunakan alat ukur berupa skala. Item-item dalam skala mewakili masing-masing aspek dari variabel bebas dan tergantung, yaitu kecerdasaan emosi dengan empat aspek dan konflik peran ganda dengan enam aspek. Dan seluruh aspek tersebut penulis menyusun blueprint sehingga menghasilkan skala dengan item-item yang orisinil.
B. Metode penelitian A. Subyek penelitian Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita yang telah menikah memiliki anak, berkewarganegaraan Indonesia, aktif bekerja sebagai pegawai swasta atau BUMN, dan berpendidikan minimal SMU atau sederajat. Karakteristik pekerjaannya adalah bekerja didalam ruangan, jam kerja tetap, lama kerja minimal 7 jam sehari. Batasan umur sekitar 25-50 tahun. Pemilihan karakteristik subyek ini dimaksudkan untuk menghindari adanya perbedaan kultural dan status sosial yang dapat mempengaruhi terbentuknya konflik peran ganda pada wanita karir.
14
B. Teknik pengambilan data Teknik pengambilan data menggunakan dua skala. Skala kecerdasan emosi diperoleh item yang valid 38 butir dari 48 butir jumlah item semula, sehingga diketahui jumlah item yang gugur adalah sebanyak 10 butir, yaitu item 4, 5, 9, 15, 17, 20, 23, 24, 39. Berdasarkan aspek kecerdasan emosi dari Goleman yaitu : Kecakapan pribadi (personal competence): Kesadaran Diri (Self-Awareness) & Pengaturan Diri (Self-Management) dan Kecakapan sosial (social competence) : Kesadaran Sosial (Social Awareness) & Pengaturan Hubungan (Relationship Management). Skala konflik peran ganda pada wanita karir diperoleh item yang valid 25 butir dari 48 butir jumlah item semula, sehingga diketahui jumlah item yang gugur adalah sebanyak 23 butir, yaitu item 5, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 37, 38, 39, 40, 43, 44, 45, 47, 48. Berdasarkan aspek konflik peran ganda dari Sekaran yaitu pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan suami dan anak, waktu untuk keluarga, menentukan prioritas dan tekanan karir dan tekanan keluarga. Metode penelitian menggunakan SPSS for windows 12.0, untuk menguji apakah ada hubun gan negatif antara kecerdasan emosi dan konflik peran ganda.
C. Hasil Penelitian
Hasil analisis data korelasi Pearson pada program computer SPSS for windows 12.0, menunjukkan hubungan kecerdasan emosi dengan konflik peran ganda memiliki angka korelasi sebesar r = -0,510 dengan p = 0.000 (p<0,01) hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki hubungan negatif dengan konflik
15
peran ganda pada wanita karir maka hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan konflik peran ganda pada wanita karir dapat diterima. D. Pembahasan
Penelitian ini membuktikan bahwa kecerdasan emosi memiliki hubungan yang negatif terhadap konflik peran ganda pada wanita karir semakin tinggi kecerdasaan emosi seseorang maka semakin rendah tingkatan konflik peran ganda yang dialaminya (r = -0,510 dengan p = 0,000). Konflik peran ganda pada wanita karir dalam penelitian ini dikaitkan dengan kecerdasan emosi karena kecerdasan emosi dapat bermanfaat bagi individu menghadapi konflik seperti contohnya konflik peran ganda. Selanjutnya kecerdasan emosi menurut Baron adalah sekumpulan kecakapan dan sikap yang jelas perbedaannya, namun saling tumpang tindih. Kumpulan ini dapat dikelompokan kedalam lima tema umum atau ranah, yaitu intrapribadi, antarpribadi, dan penangannan terhadap stress, penyesuaian diri dan suasana hati. Adapun tanda-tandanya adalah rasa tegang, cemas dan terancam, frustrasi, sukar berkonsentrasi pada pekerjaan, insomnia dan berpengaruh pada diri wanita. Seringkali wanita berperan ganda dihadapkan pada suatu dilema dan konflik antara memilih karir sebagai salah satu tujuan hidup atau menjadi ibu rumah tangga yang baik. Mereka juga merasa bersalah dan khawatir karena dengan keterlibatannya dalam dunia kerja menyebabkan waktu untuk mengurusi kebutuhan rumah tangga menjadi sempit atau berkurang. Dalam konflik peran ganda terlihat ciri-ciri yang jelas seperti perasaan bersalah, tegang atau fruztrasi.
16
Dalam penelitian dapat dijelaskan kategorisasi kecerdasan emosi yang sedang ada 13 orang (21%), yang memiliki kategorisasi kecerdasan emosi tinggi sebanyak 41 orang ( 66,12%) dan yang memiliki kategorisasi kecerdasan emosi sangat tinggi sebanyak 8 orang ( 12,90%) untuk kategorisasi konflik peran ganda sangat rendah hanya sebanyak 5 orang (8,06%), yang memiliki kategorisasi konflik peran ganda rendah ada 27 orang ( 43,6%), yang memiliki kategorisasi konflik peran ganda sedang ada 27 orang (43,6%) dan yang memiliki kategorisasi konflik peran ganda tinggi hanya sebanyak 3 orang (4,9%) secara garis besar terlihat dalam kecerdasan emosi mayoritas berada di kategori tinggi sedangkan pada konflik peran ganda mayoritas berada di kategori rendah dan sedang dengan persentasi yang sama persis ( 43,6%). Hal ini menunjukkan bahwa aspek kecerdasan emosi yang memberi pemecahan bagi konflik-konflik peran ganda yang terjadi pada wanita karir karena terbukti semakin tinggi kecerdasan emosi semakin rendah konflik peran ganda. Menurut Goleman kecakapan sosial menentukan bagaimana seseorang menangani suatu hubungan. Kecakapan ini terdiri dari dua dimensi, yaitu: kesadaran sosial (social awareness) dan pengaturan hubungan (relationship management). Dengan kemampuan yang telah dijabarkan maka wanita dapat mengatasi konflik peran ganda yang terjadi, ini terlihat dari banyaknya subyek yang diteliti berada dalam tingkat kecerdasan emosi sedang (21%), tingkat kecerdasan emosi tinggi (66,12%) dan tingkat kecerdasan emosi sangat tinggi (12,90%) serta (0%) hasil persentase yang berada dalam tingkatan kecerdasan emosi sangat rendah hasil yang sama juga diperoleh untuk tingkatan kecerdasan emosi rendah. Hal tersebut menunjukan karyawan PT Persero Angkasa Pura
17
mampu memanage konflik-konflik yang terjadi dalam peran gandanya sebagai ibu dan sebagai karyawan seperti mampu mengontrol perasaan gelisah, tidak fokus, frustrasi, serta mampu mengontrol ketegangan-ketegangan yang terjadi dikantor seperti tuntutan pekerjaan, hubungan dengan atasan maupun rekan kerja serta keinginan untuk terus meningkatkan kualitas pekerjaan dan keberhasilan pekerjaan. Tingkat konflik peran ganda pada penelitian ini mendapatkan sumbangan 26% dari kecerdasan emosi sementara 74% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diikut sertakan. Analisis tambahan yang disertakan menjelaskan bahwa aspek self awareness memiliki koefisien korelasi r sebesar 0.476 dengan p=0.000 (p < 0.01), pada aspek self management memiliki koefisien korelasi r sebesar -0.405 dengan p=0.000 (p < 0.01), pada aspek social awareness memiliki koefisien korelasi r sebesar -0.523 dengan p=0.000 (p < 0.01) dan aspek relationship management miliki koefisien korelasi r sebesar -0.431 dengan p=0.000 (p < 0.01). dari data diatas dapat dibaca bahwa aspek social awareness memiliki nilai koefisien korelasi r terbesar yang artinya aspek social awareness meiliki pengaruh yang paling besar dan dapat berfungsi sebagai prediktor bagi konflik peran ganda, aspek social awareness adalah aspek kecerdasan emosi yang berkaitan dengan bentuk pemahaman terhadap orang lain yaitu memahami atau membaca keinginan orang lain ataupun organisasi. Aspek ini yang memiliki pengaruh terbesar karena dengan kemampuan ini seseorang mampu menentukan besar kecilnya konflik peran ganda pada wanita karir.
18
E. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan konflik peran ganda dimana semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang semakin rendah konflik peran ganda yang dialaminya. Dalam Penelitian ini peneliti menemukan bahwa kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang membuat konflik peran ganda yang dialami oleh mereka rendah. Responden penelitian merasa telah memiliki tingkat kecerdasan emosi yang cukup memadai untuk menghadapi tekanan-tekanan konflik peran ganda. F. Saran Berdasarkan hasil yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini, maka dari itu peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: a. Saran bagi subyek penelitian Konflik peran ganda akan selalu ada dalam diri wanita yang berkeluarga dan bekerja sebaiknya untuk mampu melewatinya para wanita berusaha mengembangkan kecerdasan emosi yang telah dimiliki. Kecerdasan
emosi
bukan
merupakan
sesuatu
yang
tidak
bisa
dikembangkan sendiri atau perlu pelatihan khusus. Kecerdasan emosi dapat dikelola oleh tiap individunya dengan cara memahami kualitas diri dan memahami tipe lingkungan dimana individu ini berada sehingga terjadi sinergi antara kemampuan EQ dan konflik-konflik yang dialami.
19
b. Saran bagi PT Persero Angkasa Pura I Pada hasil penelitian disimpulkan bahwa jumlah karyawan yang mengalami konflik peran ganda hanya sedikit karena itu saran bagi pihak PT Persero Angkasa Pura sebaiknya menyediakan biro konsultasi psikologi bagi karyawan, sehingga apabila terjadi permasalahan karyawan mampu dibantu secara lebih personal c. Saran bagi penelitian selanjutnya 1. Kecerdasan emosi hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda, masih banyak faktor-faktor lain yang bisa dikembangkan. 2. Peneliti merekomendasikan agar dimasa mendatang penggunaan alat ukur lebih memperhatikan faktor kesederhanaan bahasa agar lebih sesuai dengan kondisi subyek penelitian dan agar lebih memudahkan pemahaman subyek terhadap pertanyaan dari penelitian yang nantinya akan berpengaruh pada hasil penelitian. 3. Penelitian juga merekomendasikan agar peneliti mendatang menyusun alat ukur dengan pembagian aspek dan indikator perilaku lebih jelas. Hal ini perlu dilakukan agar setiap aspek sesuai dengan pengertian masing-masing dapat terwakili dengan baik dan dapat meningkatkan validitas alat ukur
20
DAFTAR PUSTAKA Asmara, A. 2007. Peran Konflik Peran Ganda Karyawati ( ibu) dan Persepsi Pengembangan Karir dengan Stress Kerja Karyawati PT. Apac Inti Corpora Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dahesihsari, R & Seniati, A.N.L.2002. Hubungan Antara Peran Jenis Kelamin, Fear Of Success dan Kesukuan Bangsa dengan Komintment Dosen Perempuan Terhadap Organisasi, Anima Indonesian Psychologycal Journal, vol. 17 no. 4, hal 332-345 Goleman, Daniel. 2003. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Hartati, N. 2006., Mengembangkan Kecerdasan Emosi. Tazkiya Journal of psychology. vol 6. No 1 Hoffman, L. W. And Nye, F.I., 1974. Working Mothers San Fransisco : JosseyBass Publishers Katz, L, And Kahn, R.L. 1996. The Social Psychology Of Organization Newyork John Willey and Sons Koscek, E.E & Ozeki, C., 1998. W ork- Family Conflict, Policies & The Job – Life Satisfaction Relationship : A Review & Directions For Organizationl Behavior Human Resources Research. Journal Of Applied Psychology, Vol 83, no2 hal 139-149 Maharani. E. A. 2008. Hubungan antara Adult Attachment Dengan Manajemen Konflik dalam Pernikahan. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Melianawati, dkk. 2001. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Karyawan. Anima, Indonesian Psychology Journal, 1, 57-62. Puspita I.,N., 2007. Hubungan Konflik Peran Ganda Dengan Fear of Success pada Wanita Karir. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Putrianti, F.,G. 2007. Kesuksesan Peran Ganda Wanita Karir Ditinjau dari Dukungan Suami, Optimisme dan Strategi Coping. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Riasnugrahani .,M & Girsang .,F., 2007. Kecerdasan Dokter Muda di Universitas X Bandung. Jurnal Ilmiah Psikologi Arkhe Th. 12/No.1/(h. 34-40)
21
Rostiana. 1999. Deskripsi dan Dinamika Konflik Pada Boundary Role Person. Jurnal Ilmiah Psikologi Arkhe. Th 4, no.7 Sekaran, U., 1986. Dual- Career Families. San Fransisco: Jossey Bass Publisher Sudarsono. W.,A. 2006. Hubungan Antara Kinerja Kontekstual dengan Kecerdasan Emosi Karyawan Bank Bukopin. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Setiadi , A.,V., A., 2001. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Keberhasilan Bermain Game. Anima, Indonesian Psychological Journal vol 17, No.1, 42-56 Supradewi, R., 1994. Konflik Peran Ganda pada Ibu Bekerja Ditinjau dari Orientasi Peran Jenis. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Suryabrata. Sumadi. 2004. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Andi Offset Suryadi, D., Setiadarma .M.P., Wirawan .H.E., 2004. Gambaran Konflik Emosional Perempuan dalam Menentukan Prioritas Peran Ganda. Jurnal Ilmiah Psikologi “ARKHE”. Th. 9/no.1 hal 11-22 Wahyono, T.,2001. Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik. Anima, Indonesian Psychological Journal vol. 17, no.1,36-41 Young, A., Cheri. 1996. Emotions and http://www.socialresearchmethods.net.29/07/06
Emotional
Intelligence.
http://www.en.wikipedia.org. Emosional intelligence. 06/11/08 htttp:// www.angkasapura1.co.id. Angkasa Pura I- Indonesia Airport Business. 11/10/08 ---------, 2005. Antara Dilema dan Pilihan Apa Kata Mereka. Good Housekeeping, edisi Mei 2005. ---------, 2007. Inspiratif! Sembilan Perempuan dengan Beragam Kiprahnya yang Luar Biasa. Eve, edisi April 2007.