HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh: Hazmi Imama NIM. 107070002367
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2011 M
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh: HAZMI IMAMA NIM: 107070002367
Di bawah bimbingan: Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Netty Hartati, M.Si NIP : 19531002 198303 2001
Yufi Adriani, M.Psi NIP: 19820918 200901 2006
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 12 Desember 2011 Sidang Munaqasyah Dekan/ Ketua
Pembantu Dekan/Sekretaris
Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si NIP: 19561223 198303 2 001
Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522
Anggota:
Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi NIP: 19730328 200003 2003
Yufi Adriani, M.Psi
Dra. Netty Hartati, M.Si NIP: 19531002 198303 2001
NIP: 19820918 200901 2006
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hazmi Imama NIM
: 107070002367
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN ” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 9 Desember 2011
Hazmi Imama . NIM: 107070002367
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO: “ Jangan Mengharapkan Orang Lain Punya Andil Besar Untuk Mampu Memotivasi Kita, Karena Kekuatan Terbesar Dalam Penanaman Motivasi Adalah Bagaimana Kita Mampu Untuk
Mengelola Segala Sumber Daya Individu Yang Kita Miliki Dengan Baik “
(Hazmi Imama)
“Keberanian dan rasa takut adalah dua rahmat yang saling melengkapi.Engkau tak akan tumbuh tanpa keberanian, dan engkau tak akan selamat tanpa rasa takut. Maka, Beranikanlah dirimu, saat engkau merasa takut. Tapi, belajarlah untuk merasa takut, saat engkau merasa berani” “Mario Teguh”
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini ku persembahkan terutama kepada Kedua Orang Tuaku tercinta, serta ketiga saudaraku Kalian adalah orang-orang yang selalu memberikanku Keyakinan dan Kepercayaan bahwa aku pasti mampu untuk bertindak dan bersikap dengan bijaksana dalam menjalani kehidupan.
ABSTRAK
(A) (B) (C) (D)
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta November 2011 Hazmi Imama xix + 90 halaman + 11 lampiran (E) Hubungan Kecerdasan Emosi Dan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun. (F) Penelitian ini berawal dari pemikiran bahwa Kecemasan dalam menghadapi pensiun merupakan suatu pembahasan yang perlu mendapatkan perhatian, terutama bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementrian Agama RI yang akan menghadapinya. Menghadapi masa pensiun bukan merupakan hal yang mudah dan menimbulkan kecemasan bagi yang akan menjalaninya. Kecemasan itu muncul ketika individu merasa akan terjadi perubahan peran, nilai dan pola hidup individu secara menyeluruh. Bagi individu yang belum siap menghadapi pensiun dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan psikologis, finansial dan sosial yang mungkin terjadi akan menganggap bahwa pensiun merupakan suatu periode kepahitan, kegetiran dan sesuatu yang mengancam, karena terpaksa harus kehilangan hal-hal yang pernah menjadi miliknya. Pada saat inilah, kecerdasan emosi dan dukungan sosial memiliki peranan penting dalam kecemasan menghadapi pensiun. Bagaimana kecerdasan emosi dan dukungan sosial sebagai faktor yang berperan dalam diri individu dalam menghadapi kecemasannya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecemasan yang dialami pada pegawai Kementrian Agama RI Pusat saat menghadapi masa pensiun, dan bagaimana hubungan kecemasan tersebut dengan kecerdasan emosi dan dukungan sosial yang ada. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 8 variabel, yaitu 7 variabel sebagai independent variable (yakni, kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial, jenis kelamin, dan penghasilan), dan 1 variabel sebagai dependent variable, yaitu kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Teknik pengambilan sampel yang terdapat dalam penelitian ini menggunakan non-probability sampling dan jumlah sampel dalam penelitian ini, yaitu 85 orang pegawai Kementerian Agama Pusat. Uji validitas penelitian ini menggunakan SPSS 17.0 dan untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara dependent variable (DV) dan independent variable (IV), peneliti menggunakan uji analisis korelasi dengan Pearson Correlation dengan standar taraf signifikan 0,05 atau 5%, dan melanjutkan analisis data dengan melihat pengaruh IV terhadap DV dengan menggunakan uji analisis regresi berganda (Multiple Regression). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika membandingkan nilai p-value (0.000) dengan alpha (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel
kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi pensiun. Sedangkan, untuk variabel jenis kelamin dan penghasilan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Untuk hasil analisis regresi, didapatkan hasil bahwa proporsi varians dari kecemasan yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 62.8%, sedangkan 37.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Dari ketujuh IV yang diujikan hanya terdapat dua variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap kecemasan menghadapi pensiun, yaitu variabel kecerdasan emosi dan dukungan emosi, serta dalam pengujian proporsi varians, terdapat tiga variabel yang sumbangannya signifikan terhadap kecemasan menghadapi pensiun, yaitu variabel kecerdasan emosi, dukungan emosional, dan dukungan informasi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk lebih tenang dalam menghadapi masa pensiun. Hasil penelitian ini dapat membantu untuk menghindari kecemasan menghadapi pensiun. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi dan dukungan sosial yang tinggi, akan dapat mengurangi kecemasan yang dimilikinya, khususnya saat akan menghadapi masa pensiun. (G) Daftar Bacaan: 27, 21 buku; 5 jurnal; 1 website
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosi Dan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Netty Hartati, M.Si., Dosen Pembimbing I, yang telah peneliti anggap sebagai orang tua yang memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran, serta sumbangan pikiran yang bermanfaat untuk kemajuan Peneliti. 3. Yufi Adriani M.Si., Dosen Pembimbing II, yang merangkap sebagai Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Seminar Proposal, terima kasih atas peran ganda yang diberikan semenjak awal semester sampai saat ini, yang memahami tentang keluh kesah Peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan arahan dalam segala hal. 4. “Special Gift Thanks”, S. Evangeline I Suaidy, terima kasih untuk perhatian besar yang diberikan, dan kesediaan ibu membantu mengatasi masalah Peneliti saat menghadapi “pengalaman-pengalaman berharga” di masa perkuliahan. 5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan berharga kepada Peneliti, baik dalam hal akademis maupun aplikasi dalam menjalani hidup sehari-hari. 6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu Penulis dalam menjalani proses perkuliahan.
7. Seluruh Pihak Kementerian Agama Pusat, terutama untuk Bapak Kohar Tanjung dan Bapak Mahyudin. 8. Kedua orangtuaku tercinta, Drs.Zulasri.K dan Dra.Erna Rekan, tiada kata seindah doa yang Peneliti mohonkan pada Pencipta Segalanya, Allah SWT. Terima kasih untuk perhatian dan kasih sayang tiada tara yang tidak ada satu pun bisa gantikan, motivasi untuk selalu maju menggapai cita-cita, dan bantuan materi yang tidak terhingga. Terima kasih atas doa yang selalu dipanjatkan untuk buah hatimu. Love you so much “ PASANGAN TANGGUH ”. 9. Ketiga saudaraku terkasih dan tersayang, Nurza Auliya Rahmi, SE., Ahmad Luthfi Asri, SE., dan Zilla Zalila, beserta kakak iparku Ali Amin, MA. Aku merasa sempurna karena memiliki kalian semua. Terima kasih atas kehadiran kalian dalam menyemangati dan meyakini Peneliti bahwa tidak ada yang tidak dapat dilakukan dengan niat yang sungguh-sungguh. Untuk saudaraku terima kasih untuk canda tawa dan perselisihan kecil yang menyatukan kita. 10. Malaikat kecil Keluarga Besarku, Zayyan Prasasti Ramadhan, terima kasih telah hadir diantara kita, memberikan senyuman manis. 11. Keluarga Besar Mat Ali dan Umamah, terima kasih telah menganggapku sebagai anak, adik, saudara, dan teman. 12. Keluarga besar Cigadung, Bapak Muhammad Nu’man dan Ibu, terima kasih telah menjadi orang tua yang selalu mendoakan dan menyemangati Peneliti. 13. Untuk seseorang yang sudah kuanggap sebagaimana aku menyayangi saudara kandungku sendiri, sahabatku Mutia Kusuma Dewi, yang selalu menemani saat susah dan senang. Terima kasih atas setiap bantuan berarti yang diberikan, perhatian dan kasih sayang, kesabaran menghadapi mood Peneliti yang sering tidak stabil. 14. “Kembaranku”, Yusuf Hidayat,
yang menjadi sosok berarti dalam
keseharianku selama perkuliahan dan kehidupan sehari-hari. Terima kasih untuk kesabaran, rasa sayang dan ketenangan menghadapi Peneliti selama 3,5 tahun ini. Terima kasih untuk “ragam cerita cinta” dan pengalaman yang mampu mendewasakan Peneliti sampai saat ini.
15. Sahabat “satu rasa-satu hati”, Ratna Purijayanti. Terima kasih atas pengertian dan perhatian yang diberikan pada Peneliti selama ini, untuk canda tawa dan kasih sayang yang ada. 16. Bapak Ahmad Baydhowi, Ka Sarah, Ka Dwi Atmoko terima kasih untuk bantuan yang diberikan dalam kelancaran skripsi Peneliti, yang mau meluangkan waktu, menyemangati dan membantu Peneliti saat-saat sulit. 17. “GH Community”, Indah teman satu kamarku, terima kasih untuk kehadiran selama ini dalam setiap pagi-malam, berbagi cerita, jalan-jalan dan saling membantu dalam segala hal. Nuran dan Ex GH, Nita kucingku, terima kasih untuk keceriaan, rasa kekeluargaan, rasa kebersamaan. 18. Reza Farhan Muliawan (RFM). Terima kasih untuk perhatian, motivasi saat Peneliti down, dan semangat yang diberikan untuk menghibur Peneliti. 19. “The Gossipers” sejati, Afifah, Imel, Vya, Reny, dan Mami. Terima kasih untuk cerita dan kebersamaan selama perkuliahan, UINSert Investigasi dan gossip terheboh. 20. Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk cerita kelas kita dari yang biasa sampai yang terheboh. Terima kasih untuk kebersamaan, rasa sedih, suka, tegang, dan haru, selama 4 tahun ini. 21. Teman sesama bimbingan skripsi, Naya dan Ka’ Lukem. Terima kasih sudah menemani hari-hari Peneliti, menunggu bersama, serta berbagi informasi tentang skripsi kita. Terima kasih juga untuk Rifky, Gilang, Ipul, dan Eka. 22. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh
Allah SWT dan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Jakarta, 1 Desember 2011
Hazmi Imama
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Pembimbing .......................................................................... i Lembar Pengesahan Panitia Ujian ........................................................................ ii Lembar Orisinalitas .............................................................................................. iii Motto dan Persembahan ....................................................................................... iv Abstrak ................................................................................................................. vi Kata Pengantar ................................................................................................... viii Daftar Isi................................................................................................................. xi Daftra Tabel .........................................................................................................xv Daftar Gambar .................................................................................................... xvi Daftar Lampiran ................................................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................................1 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah..............................................................11 1.2.1 Pembatasan Masalah..............................................................................11 1.2.2 Perumusan Masalah ...............................................................................12 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................13 1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................................13 1.5 Sistematika Penulisan .....................................................................................14 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun ........................................................15 2.1.1 Pengertian Kecemasan..........................................................................15 2.1.2 Komponen-Komponen Kecemasan ....................................................17 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ................................19 2.1.4 Sumber-Sumber Kecemasan ...............................................................21
2.1.5 Pengertian Masa Pensiun ....................................................................23 2.1.6 Masalah Psikologis Dalam Menghadapi Masa Pensiun ....................24 2.1.7 Jenis-Jenis Pensiun .............................................................................26 2.2 Kecerdasan Emosi ..........................................................................................27 2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi ............................................................27 2.2.2 Komponen-Komponen Kecerdasan Emosi .........................................29 2.3 Dukungan Sosial ...........................................................................................31 2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial ...............................................................31 2.3.1 Komponen-Komponen Dukungan Sosial ............................................33 2.4 Kerangka Berpikir...........................................................................................36 2.5 Hipotesis Penelitian.........................................................................................41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................................44 3.2 Definisi Variabel, Definisi Konseptual, dan Operasional Variabel ...............44 3.2.1 Definisi Variabel ..................................................................................44 3.2.2 Definisi Konseptual .............................................................................45 3.2.3 Definisi Operasional ............................................................................47 3.3 Pengambilan Sampel ......................................................................................49 3.3.1 Populasi ...............................................................................................49 3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...........................................50 3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................50 3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................................52 3.5.1 Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun ...............................................52 3.5.2 Skala Kecerdasan Emosi ......................................................................53 3.5.3 Skala Dukungan Sosial.........................................................................54 3.6 Uji Alat Ukur (Tahap try-out) .......................................................................54
3.7 Uji Validitas ....................................................................................................55 3.8 Uji Reliabilitas ................................................................................................56 3.9 Metode Analisis Data......................................................................................57 3.10 Prosedur Penelitian.........................................................................................58 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif .........................................................................................60 4.1.1 Deskripsi Statistik Masing-Masing Variabel Penelitian......................60 4.1.2 Deskripsi Demografi Responden Penelitian.........................................62 4.2 Kategorisasi Variabel Penelitian .....................................................................64 4.2.1 Kategorisasi Skor Kecemasan .............................................................65 4.3. Uji Hipotesis Penelitian ..................................................................................67 4.3.1 Pengujian Proporsi Varians Masing-Masing Independen Variabel......78 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................81 5.2 Diskusi ..........................................................................................................82 5.3 Saran ...............................................................................................................86 5.3.1 Saran Metodologis ...............................................................................88 5.3.2 Saran Praktis ........................................................................................87 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................88 LAMPIRAN ........................................................................................................91
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Penempatan Pegawai Kementerian Agama Pusat ................................41 Tabel 3.2 Tabel Skor Skala Likert ........................................................................43 Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun.....................44 Tabel 3.4 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi .....................................................45 Tabel 3.5 Blue Print Skala Dukungan Sosial .......................................................46 Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian .................................................53 Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................................54 Tabel 4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan.......................55 Tabel 4.4 Kategorisasi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun...........................57 Tabel 4.5 Kategorisasi Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosi, dan Dukungan Penghargaan ..................................................................57 Tabel 4.6 Kategorisasi Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial dan Kecemasan .....................................................................................58 Tabel 4.7 Uji Korelasi Kecemasan Menghadapi Pensiun.....................................59 Tabel 4.8 Tabel R-Square Kecemasan Menghadapi Pensiun ...............................64 Tabel 4.9 Tabel Anova Kecemasan Menghadapi Pensiun....................................65 Tabel 4.10 Tabel Koefisien Regresi Masing-Masing Independent Variabel.........66 Tabel 4.11 Proporsi Varians Masing-Masing Independent Variabel....................70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun .............34 Gambar 4.1 Bar Chart Tingkat Penghasilan .........................................................56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
: Surat Keterangan Penelitian
Lampiran B
: Angket Kuesioner Penelitian Output Uji Korelasi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Outpur Perhitungan Regresi dengan Menggunakan SPSS 17.0
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, manusia akan mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Hurlock (1980) menyebutkan bahwa ada beberapa tahapan perkembangan yang dijalankan oleh manusia, yaitu periode prenatal, bayi, masa bayi, awal masa kanak-kanak, akhir masa kanak-kanak, masa puber atau pra-masa remaja, masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa tua atau usia lanjut. Masingmasing
tahapan
tersebut
mempunyai
tugas
perkembangan
dan
karakteristik yang berbeda-beda. Melalui tahap-tahap perkembangan tersebut, Hurlock (1980) ingin menjelaskan bahwa menjadi tua pada manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Dalam setiap periode yang dijalankan oleh manusia, terdapat peristiwa-peristiwa yang mencerminkan adanya proses transisi. Tidak jauh berbeda dengan masa pubertas yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa, usia dewasa tengah juga merupakan suatu masa transisi. Bagi orang yang berada dalam usia
setengah baya atau yang disebut juga dewasa madya, transisi dapat diartikan sebagai penyesuaian diri terhadap suatu perubahan, diantaranya: perubahan fisik, perubahan mental, perubahan minat, dan perubahan sosial (Hurlock, 1980). Pada umumnya usia setengah baya atau usia dewasa madya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa ini ditandai oleh adanya perubahan- perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, yang sering diikuti oleh penurunan daya ingat. Pada usia inilah, semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, salah satunya penyesuaian dalam bidang pekerjaan. Dalam melakukan
menjalani
usaha
untuk
kehidupan
sehari-hari,
mempertahankan
seseorang
hidup.
Usaha
perlu untuk
mempertahankan hidup bagi semua makhluk dimulai dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu makan dan minum. Dalam teori Maslow (Atkinson, 1983) memenuhi kebutuhan fisiologis adalah pemenuhan kebutuhan paling dasar yang dilakukan oleh seorang individu. Setiap individu harus melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan fisiologis ini. Jika suatu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan lain akan meningkat pada hierarki yang lebih tinggi (Atkinson, 1983). Salah satu usaha untuk mendapatkan makan dan minum adalah dengan bekerja. Dengan bekerja, seseorang mendapatkan imbalan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. Selain
itu, bekerja juga berguna untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri. Ada dua macam kebutuhan akan harga diri, yang pertama, yaitu kebutuhan akan kekuatan, penguasaan,kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua, yaitu kebutuhan- kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan diapresiasi orang lain (Sarwono, 2002). Bekerja dalam suatu kantor atau instansi memiliki periode dan waktu tertentu. Masa pekerjaan formal akan berakhir ketika seseorang memasuki usia tertentu, hal ini disebabkan oleh keadaan fisik atau kondisi fisik seseorang. Kondisi fisik manusia untuk bekerja memiliki batasan, semakin tua seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, makan beriringan dengan hal itu produktivitas kerja yang dimiliki pun akan semakin menurun. Pada saat itulah seseorang akan diminta berhenti dari pekerjaannya, atau pensiun dan beristirahat untuk menikmati hasil yang diperolehnya selama bekerja. Sehubungan dengan masa pemberhentian pada pegawai negeri sipil, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1979 pasal 28 disebutkan bahwa:
“Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan dibebaskan dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Berdasarkan ketetapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia ini, seseorang yang akan menghadapi masa pensiun berarti mengalami perubahan dalam pola hidup mereka, yaitu dari bekerja menjadi tidak bekerja. Manusia tidak selamanya dapat melakukan aktivitas secara formal, terutama bagi yang bekerja di kantor atau instansi tertentu. Pensiun merupakan akhir dari seseorang melakukan pekerjaannya. Pensiun seharusnya membuat orang senang karena bisa menikmati hari tuanya. Tetapi sebaliknya, Beverly (Hurlock, 1980) berpendapat bahwa pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena mereka tidak tahu kehidupan seperti apa yang akan mereka hadapi kelak. Kecemasan merupakan gangguan psikologis yang memiliki ciriciri seperti ketegangan motorik (gelisah, tidak relaks), hiperaktivitas (pusing, jantung berdebar-debar), dan pikiran serta harapan yang mencemaskan (Santrock, 2002). Lebih lanjut, David Sue (2010) mendefinisikan “anxiety a fundamental human emotion that produce bodiliy reactions that prepare us for “fight or flight” ; anxiety is anticipatory; the dreaded event or situation has not yet occurred”.
Dari definisi ini dapat diartikan bahwa kecemasan adalah emosi dasar manusia yang menghasilkan reaksi tubuh untuk mempersiapkan seseorang untuk “bertahan atau lari”. Kecemasan juga diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa orang cenderung merasa cemas ketika akan memasuki masa pensiun. Hal ini terjadi karena adanya sudut pandang yang negatif mengenai pensiun. Sebagai contoh ZA, merupakan salah pegawai fungsional dari Kementrian Agama Kota Padang. Ketika akan memasuki masa pensiunnya dalam jangka waktu yang tidak lama lagi, yaitu pada Juli 2011 mengaku merasakan cemas semenjak dua tahun yang lalu dan membuatnya merasa terganggu. ZA mengaku bahwa ia merasa takut kehilangan fasilitas yang telah dimiliki selama ini. Menurut keluarganya, terkadang subjek juga suka melamun sendiri, mengeluh, merasa sering cepat lelah, dan terkadang sering marahmarah tanpa alasan yang jelas. Padahal, biasanya subjek jarang marah dan mengeluh (berdasarkan hasil wawancara via telepon dengan keluarga ZA, pada 11 Mei 2011). Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa masa pensiun adalah masa yang sangat tidak menyenangkan, suram, tidak dihormati lagi, dan kehilangan semua fasilitas jabatan yang selama ini dinikmati. Berdasarkan contoh kasus ini, menunjukkan bahwa adanya kecemasan ketika akan menghadapi pensiun pada salah satu pegawai Kementerian Agama di atas. Orang pada usia madya ini memiliki tingkat kecemasan yang lebih besar. Hal ini dapat dijelaskan melalui fakta bahwa terjadi perubahan dalam pola hidup, perubahan peran dan perubahan konsep diri yang disertai dengan adanya ketegangan yang mengganggu dan merangsang emosi (Hurlock, 1980).
Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai perbedaan tingkat kecemasan menghadapi pensiun pegawai negeri sipil oleh Ratnasari (2009), mengungkapkan bahwa seseorang yang akan menghadapi masa pensiun mengalami perubahan dari kesibukan yang teratur, penghasilan yang mencukupi menjadi keadaan menganggur, penghasilan berkurang sedikit banyak akan menimbulkan goncangan mental. Goncangan ini akan terasa terutama bagi mereka yang mempunyai tanggungan keluarga seperti anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan banyak biaya, maka ketika akan pensiun merasakan beban hidup yang semakin berat. Kenyataan yang dihadapi oleh semua pensiunan pada dasarnya sama, pertama akan menghadapi masalah berkurangnya penghasilan dan ketidakstabilan kerja. Seorang yang memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan pokok dapat mengadakan penyesuaian yang lebih baik terhadap pensiun. Banyaknya waktu luang setelah pensiun pada pegawai yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan sering membuat bingung karena merasa tidak ada hal lain yang dapat dilakukannya untuk mengganti aktivitas kerja. Ratnasari (2009), menambahkan bahwa seorang pegawai negeri yang mempunyai pekerjaan sampingan selain pekerjaan pokok dapat mengadakan penyesuaian yang lebih baik terhadap pensiun. Perasaan kehilangan yang dirasakan ketika tiba waktu pensiun dapat tergantikan oleh pekerjaan sampingan tersebut. Idealnya masa pensiun tidak perlu ditanggapi dengan kecemasan, artinya seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa diambil
ketika masa pensiun tiba. Menurut Back (Santrock, 2002) hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah masalah emosional para pekerja terhadap pensiun itu sendiri. Jika ia mampu mengendalikan dorongan hati atau emosi dengan baik, maka ia akan menemukan banyak sisi positif yang bisa diambil. Disinilah dibutuhkan adanya kecerdasan secara emosional pada diri inidividu. Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mampu untuk mengendalikan dorongan hati atau emosi, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan mampu menjalin hubungan sosial dengan baik, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin (Goleman, 2000). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana dan Kumolohadi (2008) mengenai kecerdasan emosi, menggambarkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang,maka kecemasan yang dihadapi semakin menurun. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik,akan mampu mengolah emosi yang ada dalam dirinya
sehingga
menjadi
sesuatu
kekuatan
yang
lebih
positif.
Keterampilan dalam mengatur emosi akan membuat seseorang menjadi terampil dalam melepaskan diri dari perasaan negatif yang ada, sehingga kecemasan yang muncul pada saat akan menghadapi pensiun dapat diminimalkan. Sehingga kecerdasan emosi yang dimiliki akan membantu seseorang keluar dari tekanan atau situasi yang tidak menyenangkan.
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang cakap secara emosi, yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan (Goleman, 2000). Salovey (dalam Goleman, 2000) menambahkan bahwa kecerdasan emosi merupakan serangkaian keterampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan orang lain serta memakai perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan mencapai sesuatu dalam kehidupan seseorang. Orang-orang yang mendapat skor tinggi dalam kecerdasan emosional akan lebih mampu untuk mengerti dan mengelola reaksi emosional mereka dan dapat membantu mereka untuk beradaptasi dengan tuntutan hidup yang ada.
Selain memiliki kecerdasan emosi seperti yang telah dipaparkan pada paragraf di atas, dalam hubungan atau interaksi dengan orang lain, individu yang akan memasuki masa pensiun juga membutuhkan adanya dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Dukungan sosial dapat berasal dari teman kerja, keluarga, pasangan hidup dan teman di lingkungan sekitarnya. Sarafino
(1998)
mendefinisikan
dukungan
sosial
sebagai
kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain. Dukungan sosial ini terbagi ke dalam beberapa komponen diantaranya, dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan informasi, dukungan material, dan dukungan jaringan sosial. Komponen-komponen yang ada dalam dukungan sosial ini dapat menimbulkan pengaruh positif seperti dapat mengurangi kecemasan dan memelihara kondisi psikologis yang berada dalam tekanan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Kuncoro (2006) mengenai dukungan sosial, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang dimiliki oleh seseorang, makan semakin rendah kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Hal ini senada dengan pendapat Sarafino (1998) yang menyatakan bahwa dukungan sosial dapat membantu seseorang dalam menghadapi kecemasan juga dapat mencegah berkemangnya masalah yang timbul. Selain beberapa faktor yang telah dikemukakan di atas, terdapat faktor demografis yang ikut diteliti dalam penelitian ini, yaitu jenis kelamin dan penghasilan. Jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dari jurnal Suksesiati (2011) terlihat bahwa jenis kelamin memiliki kontribusi yang cukup besar dalam melihat kecemasan orangtua saat mendampingi anak di Ruang High Care Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Dalam jurnal Trismiati (2004), tentang Perbedaan tingkat kecemasan antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, terlihat bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kecemasan yang berbeda.
Sedangkan penghasilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan atau income yang dilihat dari hasil herih payah bekerja baik sebagai pegawai atau karyawan atau bantuan dari pihak lain. Dari fenomena dan penelitian-penelitian yang telah di paparkan sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana kecemasan yang dialami pada usia dewasa madya saat menghadapi masa pensiun, dan bagaimana hubungan kecemasan tersebut dengan kecerdasan emosi yang dimiliki, dukungan sosial, jenis kelamin dan penghasilan yang ada. Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul: “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Dukungan Sosial dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun”. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1
Pembatasan Masalah Untuk menghindari kesalahan persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut: a.
Kecemasan menghadapi masa pensiun yang dimaksud adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang terjadi saat individu mengalami
tekanan
perasaan
dan
pertentangan
batin.
Kecemasan yang diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu tersebut akan menghadapi masa pensiun. (Sue, 2010)
b.
Kecerdasan Emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, serta membina hubungan dengan orang lain. (Goleman, 2000). Komponen-komponen kecerdasan emosi adalah kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan hubungan interpersonal.
c.
Dukungan Sosial adalah adanya penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu, yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong (Sarafino,1998). dukungan
Bentuk-bentuk
emosional,
dukungan
dukungan
sosial
penghargaan,
berupa
dukungan
informasi dan dukungan jaringan sosial atau dukungan persahabatan (Sarafino, 1998). d.
Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai Kementerian Agama Pusat yang memiliki kriteria umur dalam rentang 50 - 55 tahun. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1979 pasal 28, batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil adalah pada usia 56 tahun).
1.2.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: 1) Apakah ada hubungan yang signifikan kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun?
2) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan emosional dengan kecemasan menghadapi masa pensiun? 3) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan penghargaan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun? 4) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan informasi dengan kecemasan menghadapi masa pensiun? 5) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan jaringan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun? 6) Apakah ada hubungan yang signifikan jenis kelamin dengan kecemasan menghadapi pensiun? 7) Apakah ada hubungan yang signifikan penghasilan dengan kecemasan menghadapi pensiun? 8) Dari beberapa variabel penelitian yang dianalisis manakah yang memiliki sumbangan paling besar dan signifikan dengan kecemasan menghadapi pensiun?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi, dukungan sosial, jenis kelamin, dan penghasilan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai Kementerian Agama Pusat.
1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis: untuk memperkaya khazanah kajian psikologi, terutama yang berkaitan dengan psikologi perkembangan dan psikologi klinis. 2) Manfaat praktis: diharapkan dapat menyumbangkan hasil pemikiran bagi individu dalam mengelola kecemasan yang dihadapinya, dan melihat bagaimana gambaran kecerdasan emosi dan dukungan sosial yang berhubungan dengan kecemasan mereka saat menghadapi masa pensiun.
1.5 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang dibahas dalam skripsi ini, maka penulis mengemukakannya dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB 1. Pendahuluan, mengemukakan latar belakang permasalahanpermasalahan penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaatnya, dan sistematika penulisan. BAB 2. Kajian Teori, berisi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori kecemasan, teori kecerdasan emosi, teori dukungan sosial, kerangka berpikir, dan hipotesa penelitian. BAB 3. Metode Penelitian, memaparkan pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, dan analisis data. BAB 4. Analisis Hasil Penelitian, yaitu mengemukakan tentang gambaran umum subjek, analisis deskriptif, dan hasil uji hipotesis.
BAB 5. Penutup, yaitu menyajikan tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran teoritis dan praktis. DAFTAR PUSTAKA
BAB II KAJIAN TEORI
2.1
Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun 2.1.1 Pengertian Kecemasan Salah satu fenomena psikologis yang sering dijumpai dalam kehidupan manusia adalah kecemasan. Dalam kehidupan seharihari,
kita
banyak
mengalami
peristiwa
yang
mungkin
menimbulkan kecemasan tersebut. Chaplin (1999) dalam kamusnya menjelaskan, bahwa anxiety atau kecemasan adalah perasaan campuran yang berisi ketakutan, kegelisahan, dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut, atau rasa takut serta kekhawatiran kronis pada tingkat ringan, ataupun kekhwatiran serta ketakutan yang kuat dan meluap-luap. Ada beberapa ahli yang berupaya untuk menjelaskan kecemasan. Menurut Atkinson (1983), kecemasan diartikan sebagai emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dengan tingkat yang berbeda. David Sue (2010) mendefinisikan: “anxiety is a fundamental human emotion that produce bodiliy reactions that prepare us for “fight or flight”; anxiety is anticipatory; the dreaded event or situation has not yet occurred”
Dari definisi ini dapat diartikan bahwa kecemasan adalah emosi dasar
manusia
yang
menghasilkan
reaksi
tubuh
untuk
mempersiapkan seseorang untuk “bertahan atau lari”. Kecemasan juga diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi (Sue, 2010). Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (dalam Fausiah, 2008) kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Lebih lanjut lagi, dalam Santrock (2002) dijelaskan bahwa kecemasan merupakan gangguan psikologis yang memiliki ciriciri
seperti
ketegangan
motorik
(gelisah,
tidak
relaks),
hiperaktivitas (pusing, jantung berdebar-debar), dan pikiran serta harapan yang mencemaskan. Davison & Neale (dalam Fausiah, 2008) menambahkan, kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Selanjutnya American Psychiatric Association (dalam Barlow, 2005) menambahkan bahwa: “anxiety is a negative mood state characterized by bodily symptoms of physical tension, and apprehension about the future”.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan suasana hati yang negatif yang ditandai dengan adanya gejala ketegangan fisik dan ketakutan akan masa depan. Kecemasan yang dirasakan timbul dari konflik yang ada di dalam diri seseorang terhadap sesuatu yang penyebabnya bisa disadari ataupun tidak. Dari beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan menghadapi masa pensiun adalah suatu emosi dasar yang dimiliki oleh manusia yang menghasilkan reaksi tubuh dalam mempersiapkan seseorang untuk “bertahan atau lari”, yang juga diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu tersebut akan menghadapi masa pensiun.
2.1.2
Komponen- Komponen Kecemasan Kecemasan menurut Sue (1986) dapat dimanifestasikan ke dalam empat komponen, yaitu: a. Secara kognitif ( pikiran) Komponen ini dapat bervariasi, dari rasa khawatir yang ringan sampai panik. Individu terus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali untuk berkonsentrasi
atau
mengambil
keputusan,
akan
menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut, dan ia juga akan mengalami kesulitan tidur. b. Secara motorik ( gerak tubuh)
Hal ini terjadi ketika seseorang menunjukkan gerakan yang tidak beraturan, seperti gemetaran sampai dengan goncangan tubuh yang berat. Perilaku yang ditampilkan seperti gelisah, menggigit bibir, menggigit kuku atau jari. Individu sering kali gugup dan mengalami kesulitan dalam berbicara. c. Secara somatik ( dalam reaksi fisik atau biologis) Ini dapat berupa gangguan pada anggota tubuh, seperti : sesak nafas, mulut kering, tangan dan kaki terasa dingin, diare, sering buang air kecil, jantung berdebar, berkeringat, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, dan kelelahan badan seperti pingsan. d. Secara afektif ( perasaan) Individu memiliki ketegangan dan cemas kronis. Dalam keadaan ini individu terus menerus dalam keadaan gelisah dan khawatir tentang suatu bahaya, tidak peduli seberapa baik hal yang akan terjadi. Komponen-komponen yang dikemukakan oleh David Sue (1986), adalah komponen yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam komponen ini, kecemasan dapat dimanifestasikan secara kognitif (pikiran), afektif (perasaan), motorik (gerak tubuh), dan somatik (berhubungan dalam reaksi fisik atau biologis.
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Menurut
Brill dan
Hayes dalam Ratnasari (2009)
disebutkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun adalah : 1.
Menurunnya pendapatan atau penghasilan, termasuk di dalamnya adalah gaji, tunjangan fasilitas dan masih adanya anak-anak yang belum mandiri yang membutuhkan biaya atau masih adanya tanggungan keluarga.
2.
Hilangnya status, baik status jabatan seperti pangkat dan golongan maupun status sosialnya, termasuk di dalamnya adalah hilangnya wewenang penghormatan orang lain atas kemampuannya pandangan masyarakat atas kesuksesannya.
3.
Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerjaa. Kerja memberikan kesempatan untuk bertemu orang-orang baru dan mengembangkan persahabatan, namun dengan tibanya masa pensiun hal ini kurang bisa dilakukan karena kondisi fisik dan ekonomi yang tidak memungkinkan sehingga tidak berhubungan seperti dulu.
4.
Datangnya masa tua, yaitu terutama menurunnya kekuatan fisik yaitu suatu perubahan pada sel-sel tubuh karena proses menua yang mempengaruhi turunnya kekuatan dan tenaga.
Dalam penelitian yang dilakukan Suksesiati (2011), dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kecemasan pada seseorang, yaitu : 1.
Jenis Kelamin Menurut Utama (2003), jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan lakilaki dan perempuan.
2.
Usia Fitrianingsih (1997), usia adalah masa hidup yang dinyatakan dalam satuan tahun dan sesuai dengan pernyataan responden. Usia dalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Usia juga bisa diartikan sebagai satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau makhluk.
3.
Tingkat Pendidikan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti, didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003) Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan, peneliti
menggunakan faktor jenis kelamin dan faktor penghasilan sebagai variabel demografis yang akan diteliti dalam penelitian ini.
2.1.4. Sumber-Sumber Kecemasan Spielberger (1966) menyebutkan bahwa lima komponen terjadinya kecemasan yaitu: 1. Evaluated Situation: Adanya situasi yang mengancam secara kognitif
sehingga
ancaman
ini
dapat
menimbulkan
kecemasan. Seperti adanya isu-isu atau gossip yang berkaitan dengan masa pensiun, pemberitaan negatif yang berhubungan dengan
perkembangan
karir
seseorang
yang
akan
menghadapi masa pensiun. 2.
Perception of Situation : munculnya berbagai persepsi akan situasi tersebut, situasi mengancam diberi penilaian oleh individu, biasanya penilaian ini mempengaruhi sikap dan pengalaman
individu,
yang
disertai
dengan
adanya
kecurigaan akan kemungkinan terjadi hal-hal yang buruk, dan kewaspadaan terhadap situasi tertentu. Seperti, penilaian individu bahwa saat mereka menghadapi masa pensiun, merupakan pertanda bahwa dia sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan tempat mereka bekerja. 3. Anxiety State of Reaction : individu mengganggap bahwa ada situasi
berbahaya
maka
kecemasannya
akan
timbul.
Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis pada seseorang yang akan
memasuki usia pensiun, seperti denyut jntung bertambah cepat, dan naiknya tekanan darah. 4. Cognitive Reaprasial Follows : individu kemudian menilai kembali persepsi mengenai masa pensiun tersebut, hal ini dilakukan dengan pemilihan bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang sesuai dengan meningkatnya aktivitas kognisi seperti mencari cara mengatasi rasa khawatir, panik, mencoba untuk tenang atau mencari cara untuk mengatasi meningkatnya aktivitas motorik seperti gemetar, gugup, mondar-mandir tidak tenang. 5. Coping : individu mencari jalan keluar dengan menerapkan salah satu bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang sesuai seperti menggunakan represi, proyeksi, atau dapat juga dengan cara rasionalisasi.
2.1.5
Pengertian Masa Pensiun Manusia bekerja tidak hanya untuk mendapatkan gaji ataupun upah, tetapi juga untuk mendapatkan kesenangan karena dihargai oleh orang-orang dalam lingkungannya. Akan tetapi kesenangan ini menjadi berkurang ketika orang tersebut memasuki masa pensiun. Masa pensiun merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui oleh manusia yang terjadi pada masa dewasa madya. Schwartz (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa pensiun
merupakan akhir pola atau masa transisi ke pola hidup baru, selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pensiun diartikan tidak bekerja lagi karena masa tugasnya telah selesai. Selain itu, terdapat beberapa ahli yang menjelaskan beberapa pengertian pensiun. Menurut Kail & Cavanaugh (2000) : “Retirement is a complex process by which people withdraw from full-time participation in an occupation”. Turner & Helms (1987) mengatakan bahwa: “ retirement means the end of formal work and beginning of a new role in life, one that has its own behavioral expectations and requires a redefinition of the self “. Dari definisi ini dapat diartikan bahwa pensiun adalah akhir dari pekerjaan formal dan permulaan suatu peran baru dalam kehidupan, yang meliputi pandangan mengenai dirinya dan menentukan tingkah laku yang diharapkan setelah memasuki masa pensiun. Selain itu, Parnes dan Nessel (dalam Eliana, 2003) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Dengan kata lain masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun adalah akhir dari suatu pekerjaan formal dan permulaan suatu peran baru dalam kehidupan seseorang.
2.1.6
Masalah Psikologis Dalam Menghadapi Masa Pensiun Masalah-masalah yang muncul akibat pensiun umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan seseorang dalam menghadapi masa pensiun.
Ketidaksiapan
ini
timbul
karena
adanya
kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang ditimbulkan akibat pensiun, seperti biaya pendidikan anak, kebutuhan untuk tempat tinggal yang layak, dan pemenuhan kebutuhan sehari- hari. Papalia (2008) menyebutkan bahwa pensiun merupakan salah satu diantara persoalan hidup yang paling krusial yang harus dipecahkan seseorang yang akan menghadapi masa pensiun.
Keputusan
pensiun
akan
mempengaruhi
situasi
keuangan, kondisi emosional, cara menghabiskan waktu, dan cara mereka berhubungan dengan teman dan keluarga. Kondisikondisi seperti itulah yang menyebabkan timbulnya kecemasan dalam diri individu yang akan menghadapi masa pensiun. Atkinson (1983) mengemukakan bahwa ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ditambahkan oleh Rumke (dalam Hurlock, 1980)
kecemasan sering muncul pada saat individu akan menghadapi masa pensiun, hal ini disebabkan dalam menghadapi masa pensiun, dalam diri individu terjadi goncangan perasaan yang begitu hebat karena individu harus meninggalkan pekerjaannya, teman-temannya, dan segala aktivitas lain yang mereka peroleh selama masih bekerja. Disamping
adanya
kecemasan,
individu
yang
akan
menghadapi masa pensiun juga memiliki perasaan khawatir, merasa tidak berguna, putus asa dan rendah diri. Perasaanperasaan inilah yang dapat mempengaruhi kondisi fisik maupun psikologis mereka.
2.1.7
Jenis-Jenis Pensiun Menurut Hurlock (1980), ada dua jenis pensiun yang umumnya dapat terjadi, yaitu: 1) Voluntary Retirement ( pensiun secara sukarela) Pada pensiun jenis ini, individu memutuskan untuk mengakhiri aktivitas bekerjanya secara formal dengan sukarela. Hal ini dilakukan bisa dengan alasan kesehatan atau keinginan untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan sesuatu yang lebih berarti dalam kehidupannya dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya. 2) Mandatory Retirement (pensiun berdasarkan peraturan atau kewajiban)
Pada pensiun jenis ini, pensiun dilakukan berdasarkan peraturan yang mengikat karyawan dimana terdapat batasan usia tertentu yang menandakan berakhirnya masa kerja individu secara formal. Pensiun yang dijalani berdasarkan aturan dari perusahaan adalah pensiun yang sering kali dilakukan oleh satu perusahaan berdasarkan aturan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dalam hal ini kehendak individu diabaikan, apakah dia masih sanggup atau masih ingin bekerja kembali.
2.2
Kecerdasan Emosi 2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi Emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya “jiwa yang menggerakkan kita” (Goleman, 2000). Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergulakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”. (Goleman, 2000). Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan pertama kali oleh Mayor dan Salovey pada tahun 1990. Dari tahun 1990 hingga saat ini, teori ini masih terus menerus berkembang. Selain mereka banyak ahli-ahli lain, seperti Goleman, Bar-On yang juga melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional. Salovey (dalam Goleman, 2000) memberikan definisi kecerdasan emosional sebagai berikut :
“Emotional intelligence refers to a set or skills hypothesize to contribute, to accurate appraisal of emotion in self and others and the use of feelings to motivate, plan, and achieve in one’s life”. Dari definisi diatas, Salovey mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan serangkaian keterampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan orang lain serta memakai perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan mencapai sesuatu dalam kehidupan seseorang. Bar-On (dalam Schulze & Roberts, 2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai suatu interrelasi dari kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengenal, menggunakan dan mengatur emosi dengan tepat dan produktif sehingga sesuai dengan tuntutan dan tekanan lingkungan. Sedangkan kecerdasan emosi atau yang lebih dikenal dengan istilah emotional intelligence menurut Goleman (2000) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta kemampuan
seseorang
dalam
mengkomunikasikan,
mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan, dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri dan perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungan dengan pihak lain.
Menurut Goleman (2000), Kecerdasan emosional terbentuk karena adanya kerja sama yang selaras antara kortek dan amigdala, antara pikiran dan perasaaan. Apabila rangsangan ini berinteraksi dengan baik, kecerdasan emosi akan meningkat. Dari beberapa pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang
dalam
mengenali,
mengelola,
dan
mengekspresikan dengan tepat emosi yang dimiliki, termasuk juga kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, serta membina hubungan dengan orang lain.
2.2.2 Komponen- Komponen Kecerdasan Emosi Menurut Goleman (2000) terdapat lima ciri kecerdasan emosi, yaitu: 1. Kesadaran Diri (Self-Awareness) Kemampuan mengenali emosi diri (self-awareness) adalah mengetahui keadaan dalm diri, hal yang lebih disukai, dan intuisi. Kompetensi dalam ciri pertama adalah mengenali emosi sendiri, mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan perasaan positif terhadap diri sendiri. Seseorang
yang mampu dalam
mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap.
2. Pengelolaan Emosi (Self-regulation) Mengelola emosi (Self-regulation) adalah mengelola keadaan dalam diri sendiri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi ciri kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negative, menjaga norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan. Hal ini termasuk
juga
pada
kemampuan
seseorang
untuk
mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah termasuk juga kemampuan dalam mengatasi ketegangan. 3. Motivasi diri (Motivation oneself) Memotivasi diri adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan, inisitif dan optimism yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, percaya diri, serta mempunyai dorongan untuk berprestasi. 4. Empati Empati yaitu kesadaran akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang lain. Ciri yang keempat ini terdiri dari kompetensi kemampuan untuk mengenali emosi orang lain (understanding other), yaitu kemampuan untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan
merasa senang dan dimengerti perasaannya, menciptakan kesempatan-kesempatan melalui pergaulan dalam berbagai macam orang. Mempunyai kesadaran akan kebutuhan dan kepentingan orang lain. Membina hubungan (Interpersonal relationship). 5. Hubungan Interpersonal (Interpersonal relationship) Membina hubungan (Interpersonal relationship) adalah kemampuan memahami orang lain, dan memelihara hubungan kita dengan orang lain. Kita bisa mengerti apa yang bisa memotivasi orang lain, bagaimana mereka bekerja, bagaimana kita bisa bekerjasama dengan orang lain. Komponen-komponen yang dikemukakan oleh Goleman (2000) ini, adalah komponen kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini, seperti kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan hubungan interpersonal.
2.3
Dukungan Sosial 2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial Dalam menghadapi situasi yang penuh dengan konflik dan tekanan, seseorang membutuhkan adanya dukungan sosial. Dukungan atau yang juga dikenal dengan istilah social support dalam
Chaplin
(1999),
dijelaskan
bahwa
sosial
adalah
menyinggung relasi diantara dua orang atau lebih individu, sedangkan dukungan diartikan sebagai: 1. Mengadakan atau
menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. 2. Memberikan dorongan atau pengorbanan semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuatan-keputusan. Ada beberapa tokoh yang memberikan pengertian tentang dukungan sosial. Menurut Sarafino (1998) dukungan sosial dapat diartikan sebagai kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain. Sedangkan menurut Gottlieb (dalam Smet,1994), dukungan sosial terdiri terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Selain itu, Ritter (dalam Smet, 1994) secara umum mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada bantuan emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh dari jaringan sosial seseorang. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan
bahwa
dukungan
sosial
merupakan
penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu, yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong, sehingga menimbulkan perasaan bahwa kita memiliki arti bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringan sosialnya.
2.3.2 Komponen-Komponen Dukungan Sosial Sarafino (1998) membagi dukungan sosial menjadi lima bentuk antara lain : 1) Dukungan Emosional (Emotional Support) Dukungan emosi mengacu pada bantuan yang berbentuk empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu yang akan menghadapi masa pensiun. Selain itu, dukungan emosional juga melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu tersebut, sehingga individu akan merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini meliputi perilaku seperti adanya perhatian dari anggota keluarga dan teman terdekat yang bersedia mendengarkan keluh kesah.
2) Dukungan Penghargaan (Esteem Support) Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif, serta dorongan untuk maju dan semangat bagi individu yang akan menghadapi masa pensiun. Dukungan ini berupa adanya ungkapan penilaian yang positif atas individu, bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu, dan berarti. 3) Dukungan
instrumental/material
(instrumental/material
support) Dukungan ini mengacu pada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara
praktis. Contohnya : pinjaman atau sumbangan dari orang lain atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu. 4) Dukungan Informasi (Information Support) Dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik kepada individu yang akan menghadapi masa pensiun. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan nasihat, saran atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. 5) Dukungan jaringan sosial atau dukungan persahabatan Bentuk dukungan ini akan membuat individu yang akan menghadapi masa pensiun merasa sebagai anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman senasib. Dukungan sosial ketika seseorang akan menghadapi masa pensiun adalah dimana ia memerlukan seseorang atau support group yang dapat meringankan beban hidupnya mulai dari butuhnya seseorang yang menemaninya, dan adanya tempat untuk berbagi. Komponen-komponen dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (1998), adalah komponen yang digunakan dalam penelitian ini. Komponen tersebut meliputi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial.
Selain itu, Sarafino (1998) menguraikan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perolehan dukungan sosial dari orang lain, yaitu: a) Penerima Dukungan (Recipients) Seseorang tidak akan memperoleh dukungan bila mereka tidak ramah, tidak mau menolong orang lain dan tidak membiarkan orang
lain
mengetahui
bahwa
mereka
membutuhkan
pertolongan. Ada orang yang kurang asertif untuk meminta bantuan, atau mereka berfikir bahwa mereka seharusnya tidak tergantung dan membebani orang lain, merasa tidak enak mempercayakan sesuatu pada orang lain atau tidak tahu siapa yang dapat dimintai bantuannya. b) Penyedia Dukungan (Provider) Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia tidak memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan oleh individu, penyedia dukungan sedang berada dalam keadaan stres dan sedang membutuhkan bantuan, atau mungkin juga mereka tidak cukup sensitif terhadap kebutuhan orang lain. c) Komposisi dan Struktur Jaringan Sosial (Hubungan individu dengan keluarga dan masyarakat) Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran, yaitu jumlah orang yang biasa dihubungi; frekuensi hubungan, yaitu seberapa sering individu bertemu dengan orang tersebut;
komposisi, yaitu apakah orang tersebut adalah keluarga, teman, rekan kerja, atau lainnya; dan keintiman, yaitu kedekatan hubungan individu dan adanya keinginan untuk saling mempercayai.
2.4
Kerangka Berpikir Menurut Fletcher dan Hansson (dalam Madarina, 2011) kecemasan menghadapi pensiun merupakan: “ … is general feeling that happens when someone go through the retirement phase that unpredictable and do not know beyond that” Kecemasan menghadapi pensiun merupakan perasaan umum dari ketakutan atau kecemasan yang berhubungan dengan konsekuensikonsekuensi pensiun di masa depan yang tidak pasti, tidak terprediksi, dan berpotensi mengganggu. Hal ini senada dengan konsep kecemasan yang dikemukakan oleh David Sue (2010) yang dimaknai sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum tentu akan terjadi. Bagi individu tertentu menghadapi masa pensiun merupakan hal yang tidak mudah dan sering menimbulkan masalah psikologis, karena pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang menakutkan atau tidak menyenangkan sehingga sebagian orang sudah merasakan kecemasan ketika akan menghadapinya karena mereka tidak tahu kehidupan seperti apa yang akan mereka hadapi kelak (Turner & Helms, 1987). Kecemasan itu bisa ditimbulkan karena kehilangan status,
kehilangan fasilitas, menurunnya penghasilan, merasa tidak dihargai lagi dan banyaknya waktu senggang yang akan dihadapi oleh pegawai tersebut pada saat ia pensiun.
Adapun faktor-faktor
kecemasan
menghadapi masa pensiun di antaranya, yaitu kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan jumlah penghasilan. Bagi individu yang akan menghadapi masa pensiun, kecerdasan emosi memiliki peranan penting dalam mengatasinya, yakni dengan menekankan pada kematangan jiwa yang dapat dibentuk dengan latihan untuk mendapatkan sikap-sikap yang diinginkan, seperti kesadaran diri, pengaturan dan pengelolaan emosi, memotivasi diri untuk bangkit, dan membina hubungan sosial yang baik, dalam mengatasi kecemasan yang dihadapinya. Dampak positif bagi individu tersebut, yakni kecemasan yang dialami individu akan terasa lebih ringan atau berkurang. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Paramasari (2007) menyatakan bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang negatif terhadap kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai. Jadi, dapat dikatakan individu yang memiliki kecerdasan emosi yang buruk atau rendah akan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan pendapat mengenai kecerdasan emosi menurut Salovey (dalam Goleman, 2000) yang menerangkan bahwa kecerdasan emosi merupakan serangkaian keterampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan orang lain serta memakai perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan mencapai sesuatu dalam kehidupan seseorang. Sebagai contoh, bagi Pegawai, khususnya Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang akan menghadapi masa pensiun, jika mereka memiliki kecerdasan emosi yang baik, maka dapat dikatakan mereka akan mampu mengatasi kecemasan yang berkembang dalam diri mereka. Selain kecerdasan emosi, ada faktor lain yang dapat digunakan untuk
mengatasi
permasalahan-permasalahan
kecemasan
dalam
menghadapi masa pensiun yaitu dengan adanya dukungan sosial. Dalam penelitian sebuah penelitian yang dilakukan oleh Komalasari (1995), mengenai kecemasan menghadapi pensiun dan dukungan sosial, menyatakan bahwa hasil korelasi antara dukuangan sosial dan kecemasan menghadapi pensiun memiliki hubungan negatif yang signifikan. Dengan perkataan lain semakin tinggi dukungan sosial individu , maka semakin rendah kecemasan individu dalam menghadapi pensiun. Hal ini tersebut sejalan dengan salah satu manfaat dari dukungan sosial menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) yaitu bermanfaat dalam hal emosi atau memberikan efek perilaku yang positif bagi pihak penerima. Dukungan
sosial
dapat
menimbulkan
pengaruh
positif
dalam
mengurangi kecemasan dan memelihara kondisi psikologis yang berada dalam tekanan.
Individu yang akan memasuki masa pensiun
memerlukan dukungan sosial. Dukungan sosial yang diperoleh, bisa berasal dari teman kerja, keluarga, pasangan hidup dan teman di lingkungan sekitarnya. Adanya dukungan sosial bagi individu yang akan memasuki masa pensiun merupakan hal yang penting, karena individu tersebut merasa dicintai,
diperhatikan dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi masa pensiun. Dalam Sarafino (1998), dukungan ini dapat diberikan berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial. Selain beberapa variabel yang telah dibahas, ada variabel lain yaitu variabel jenis kelamin dan penghasilan yang akan ikut diteliti dalam penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suksesiati (2011), jenis kelamin memiliki peranan dalam faktor yang mempengaruhi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Trismiati (2004) bahwa antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan, terdapat perbedaan dalam mengatasi kecemasan yang dimiliki. Myers (1983), mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan untuk penghasilan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2009), mengungkapkan bahwa seseorang yang akan menghadapi masa pensiun mengalami perubahan dari kesibukan yang
teratur,
penghasilan
yang
mencukupi
menjadi
keadaan
menganggur, penghasilan berkurang sedikit banyak akan menimbulkan goncangan mental. Goncangan ini akan terasa terutama bagi mereka yang mempunyai tanggungan keluarga seperti anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan banyak biaya, maka ketika akan pensiun merasakan beban hidup yang semakin berat.
Dari beberapa uraian yang telah dikemukakan, Peneliti ingin meneliti apakah dalam populasi normal yaitu pada pegawai Kementerian Agama Pusat, kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial serta adanya faktor demografis seperti jenis kelamin dan penghasilan, memiliki hubungan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Jika digambarkan maka akan terbentuk skema kerangka berpikir seperti ini:
Kecerdasan Emosi
Dukungan Emosional KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN Dukungan Penghargaan
DUKUNGAN SOSIAL Dukungan Informasi
Ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu akan menghadapi masa pensiun
Dukungan Jaringan Sosial
Jenis Kelamin
Penghasilan
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
2.5
Hipotesis Penelitian Bunyi hipotesis mayornya yaitu : “Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun”. Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu : Ha1 : Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan
menghadapi masa pensiun.
Ho1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ha2 : Ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosional dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ho2 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosional dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ha3 : Ada hubungan yang signifikan antara dukungan penghargaan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ho3: Tidak
ada
hubungan
yang
signifikan
antara
dukungan
penghargaan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ha4 : Ada hubungan yang signifikan antara dukungan informasi dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ho4 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan informasi dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ha5 : Ada hubungan yang signifikan antara dukungan jaringan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ho5 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan jaringan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ha6 : Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ho6 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ha7 : Ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ho7 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Creswell, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat atau frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain. Dengan pendekatan ini peneliti mengharapkan akan mendapatkan data yang lebih spesifik dan lebih akurat karena pendekatan kuantitatif menggunakan perhitungan statistik dan berwujud nilai atau skor.
3.2
Definisi Variabel, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Definisi variabel Menurut Arikunto (2010) variabel adalah suatu objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel juga merupakan suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih dari nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (dalam Gulo, 2005) menyebut variabel sebagai suatu konstruk (properties) atau sifat yang diteliti.
Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan menghadapi masa pensiun, kecerdasan emosi, dukungan sosial (yang terdiri dari 4 aspek), faktor demografis (jumlah tanggungan dan penghasilan). Kecemasan menghadapi pensiun dijadikan sebagai Dependet Variable (DV), yaitu variabel yang akan diteliti. Sedangkan kecerdasan emosi, dukungan sosial, faktor demografis (jenis kelamin dan penghasilan) dijadikan sebagai Independent Variable (IV), yang merupakan sehimpunan variabel yang digunakan untuk memprediksi atau menjelaskan mengapa ada fenomena kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
3.2.2 Definisi konseptual variabel Dependen Variabel (DV): Kecemasan menghadapi masa pensiun Kecemasan adalah ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu tersebut akan menghadapi masa pensiun, (Sue, 2010). Independen Variabel I (IV1): Kecerdasan emosi Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat emosi yang dimiliki, termasuk juga kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, serta membina hubungan dengan orang lain, (Goleman, 2000).
Independen Variabel II (IV2): Dukungan emosional Dukungan emosi adalah bentuk dukungan yang mengacu pada bantuan yang berbentuk empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu yang akan menghadapi masa pensiun. Independen Variabel III (IV3): Dukungan penghargaan Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif, serta dorongan untuk maju dan semangat bagi individu yang akan menghadapi masa pensiun. Independen Variabel IV (IV4): Dukungan informasi Dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik kepada individu yang akan menghadapi masa pensiun. Independen Variabel V (IV5): Dukungan jaringan sosial Dukungan jaringan sosial adalah bentuk dukungan yang membuat individu yang akan menghadapi masa pensiun merasa sebagai anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya. Independen Variabel VI (IV6): Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan laki-laki atau perempuan. (Utama, dalam Suksesiati, 2011).
Independen Variabel VII (IV7): Penghasilan Penghasilan adalah pendapatan atau income dari hasil jerih payah bekerja baik sebagai wirausaha maupun sebagai karyawan atau pegawai ataupun bantuan dari pihak lain, (Suksesiati,2011).
3.2.3 Definisi operasional variabel Adapun
beberapa
hal
yang
perlu
didefinisikan
secara
operasional, yaitu: Dependen Variabel (DV): Kecemasan menghadapi pensiun Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala kecemasan yang digunakan dalam pengukuran yang meliputi empat komponen (indikator), yaitu secara kognitif, afektif, motorik, dan somatik. Independen Variabel I (IV1): Kecerdasan emosi Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala kecerdasan emosi. Dalam skala ini terdapat empat subskala yang masing-masing mengukur kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan hubungan interpersonal. Independen Variabel II (IV2): Dukungan emosional Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan emosional. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti rasa empati, kepedulian dan perhatian yang diberikan pada peegawai yang akan menghadapi masa pensiun.
Independen Variabel III (IV3): Dukungan penghargaan Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan penghargaan. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti ungkapan penilaian positif yang diberikan kepada individu yang akan menghadapi masa pensiun, dorongan untuk maju dan semangat. Independen Variabel IV (IV4): Dukungan informasi Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan informasi. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti memberikan informasi baik berupa nasihat, saran, atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang ada. Independen Variabel V (IV5): Dukungan jaringan sosial Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan jaringan sosial. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti dukungan dari kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan individu yang akan menghadapi masa pensiun. Independen Variabel VI (IV6): Jenis Kelamin Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap jenis kelamin yang terdiri dari dua kategori, yaitu laki-laki dan perempuan.
Independen Variabel VII (IV7): Penghasilan Skor yang diperoleh dari jumlah penghasilan yang diterima oleh pegawai negeri kementerian agama, setelah dikurangi dengan jumlah tanggungan dari masing-masing pegawai tersebut.
3.3
Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi Arikunto (1997) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Dalam penelitian ini yang merupakan populasi adalah pegawai yang akan menghadapi masa pensiun (Usia yang ditetapkan pada masa ini yaitu yang memiliki kriteria umur 50-55 tahun) di Kementerian Agama Pusat yang berjumlah 164 orang, yang terklasifikasikan atas beberapa biro, yaitu sebagai berikut: Tabel 3.1 Penempatan Pegawai Kementrian Agama Pusat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penempatan Pegawai Biro Perencanaan Biro Kepegawaian Biro Keuangan dan BMN Biro Organisasi dan Tatalaksana Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri (KLN) Biro Umum Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Total
Jumlah Pegawai (Orang) 15 28 21 3 5 81 4 7 164
3.3.2
Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1997). Dalam penelitian ini, sampel yang akan digunakan sebanyak 85 orang pegawai Kementerian Agama Pusat. Sampel diambil dengan menggunakan teknik
non-probability
sampling yaitu pengambilan sampel dimana setiap objek penelitian yang diambil tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Sampel yang diambil adalah sampel yang telah memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti.
3.4
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode skala sebagai alat pengumpul data, yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala yang digunakan dalam penelitian ini memakai skala model Likert. Skala model Likert adalah suatu himpunan butir pernyataan sikap yang kesemuanya dipandang kira-kira sama dengan ’nilai sikap’, subjek menanggapi setiap butir dengan menggunakan taraf setuju (favorable) atau tidak setuju (unfavorable). Skor untuk butir-butir yang terdapat dalam skala dijumlahkan atau dijumlah rata-rata untuk mendapatkan skor setiap individu (Kerlinger, 2000). Pernyataan (item) dalam skala model Likert ini terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan alat ukur
model Likert antara lain adalah empat alternatif jawaban yang
disediakan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat
tidak setuju (STS). Untuk mengukur variabel-variabel penelitian ini peneliti menggunakan skala model Likert yang telah dimodifikasi yaitu dengan menghilangkan jawaban netral, agar mendorong reponden untuk memilih dan memutuskan respon negatif ataupun positif, sehingga terlihat “kecenderungan sentral” dari jawaban responden. Selanjutnya pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavorable diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju. Setiap katagori memiliki nilai sebagai berikut:
Tabel 3.2 Tabel Skor Skala Likert Item Favorable Skor Item Unfavorable Skor SS (Sangat Setuju) 4 STS (Sangat Tidak Setuju) 4 S (Setuju) 3 TS (Tidak Setuju) 3 TS (Tidak Setuju) 2 S (Setuju) 2 STS (Sangat Tidak Setuju) 1 SS (Sangat Setuju) 1 Dalam penelitian ini, subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari penelitian, kerahasian jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan terima kasih peneliti. b. Bagian data kontrol, berisi tentang data-data subjek seperi usia, dan jenis kelamin dan jumlah penghasilan.
c. Bagian inti, berisi tiga alat ukur penelitian yaitu alat ukur kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, alat ukur kecerdasan emosi, dan alat ukur dukungan sosial.
3.5
Instrumen Penelitian Untuk
memperoleh
data
dalam
peneiltian
ini,
peneliti
menggunakan alat pengumpulan data yang berupa skala sikap, dimana sampel diminta menanggapi pernyataan dengan memilih pilihan tertentu dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban. Dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala yang terdiri dari: skala kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, skala kecerdasan emosi, dan skala dukungan sosial.
3.5.1 Skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Skala kecemasan disusun dalam 20 item yang terbagi atas 4 komponen dari komponen-komponen kecemasan. Dalam penelitian ini digunakan skala model Likert. Adapun skala kecemasan untuk uji coba adalah sebagai berikut Tabel 3.3 Blueprint Skala kecemasan
No 1 2 3 4
Aspek Kognitif Afektif Motorik Somatik Jumlah
Butir Soal Favorable Unfavorable 1*,9,17* 5*,13* 2*,10*,18* 6*,14* 3,11*,19* 7,15* 4*,12*,20* 8*,16* 10 7
Jumlah 4 5 3 5 17
*) Item yang valid
3.5.2 Skala Kecerdasan Emosi Skala kecerdasan emosi disusun dalam 24 item yang terbagi atas 4 komponen dari komponen-komponen kecerdasan emosi. Dalam penelitian ini digunakan skala model Likert. Adapun skala kecerdasan emosi untuk uji coba adalah sebagai berikut
Tabel 3.4 Blueprint Skala kecerdasan emosi
No 1 2 3
Aspek
Kesadaran diri Pengelolaan emosi Motivasi diri Hubungan 4 interpersonal Jumlah *) Item yang valid
3.5.3
Butir Soal Favorable Unfavorable 1*,2*,3 4,5,6 7,8*,9* 10*,11,12 13*,14*,15* 16,17*,18*
Jumlah 2 3 5
19,20*,21
22,23*,24
2
8
5
12
Skala Dukungan Sosial Skala dukungan sosial disusun dalam 20 item yang terbagi atas 4 komponen dari komponen-komponen dukungan sosial. Dalam penelitian ini digunakan skala model Likert. Adapun skala dukungan sosial untuk uji coba adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5 Blueprint Skala dukungan social No
Aspek
1 2 3
Dukungan emosional Dukungan penghargaan Dukungan informasi Dukungan jaringan 4 sosial Jumlah *) Item yang valid
3.6
Butir Soal Favorable Unfavorable 1,2,3 13*,14*,15 4*,5*,6* 16,17 7*,8,9* 18,19
Jumlah 2 3 2
10,11*,12*
20
2
7
2
9
Uji Alat Ukur (Tahap Try Out) Sebelum penelitian dilaksanakan, penulis melakukan uji coba (try out) alat tes. Jumlah sampel yang digunakan untuk try out atau tahapan uji coba adalah sebanyak 30 orang pegawai yang memiliki kriteria umur yang berkisar antara 50-55 tahun. Hal ini berdasarkan pendapat Gay (dalam Sevilla, 1993) menawarkan ukuran minimum yang dapat diterima adalah 30 subjek. Semakin besar jumlah sampel maka kemungkinan terpilihnya sampel menyimpang akan lebih kecil. Selain itu, jika jumlah sampel cukup besar, maka distribusi frekuensi akan lebih mendekati normal. Uji coba alat ukur dilakukan dengan maksud untuk: 1. Sejauh mana pemahaman sampel terhadap pernyataan atau item-item yang diberikan. 2. Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total. Dan item yang valid akan digunakan pada penelitian sebenarnya. 3. Mengetahui tingkat reliabilitas instrument.
3.7. Uji validitas Menurut Azwar (2003), validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberi hasil ukur yang setuju dengan maksud dilakukannya, sebaliknya tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2003). Bagi skala-skala yang tiap itemnya diberi skor pada level interval seperti pada skala model Likert, dapat digunakan formula koefisien korelasi product-moment pearson (Azwar, 2006). Validitas suatu butir pernyataan dapat dihitung dengan menggunakan SPSS 17.0. Menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pernyataan. Kemudian item-item yang memiliki korelasi yang signifikan akan digunakan untuk skala final. Sedangkan item yang tidak memiliki korelasi signifikan tidak akan digunakan.
3.8.
Uji reliabilitas Menurut Azwar (2003) reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability, atau dengan kata lain reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh
hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2003). Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur,
yang
mengandung
makna
kecermatan
pengukuran.
Dalam
aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya. (Azwar, 2005). Pada penelitian ini pengukuran uji reliabilitas skala menggunakan uji Statistic Alpha Cronbach dengan menggunakan program aplikasi SPSS versi 17.0.
3.9. Metode Analisis Data Metode pengolahan data adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa data hasil penelitian dalam rangka menguji hipotesis. Dalam penelitian ini, untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan teknik analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah analisis tentang hubungan antara satu dependent variable dengan dua atau lebih independent variable (Arikunto, 2003). Sedangkan menurut Sugiyono (2009) analisis regresi berganda adalah analisis yang digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan naik atau turunnya variabel dependen, bila terdapat dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor. Analisis regresi ganda dilakukan bila jumlah variabel independen, yaitu minimal dua (Sugiyono, 2009).
Teknik analisis regresi berganda ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan dari variabel bebas (IV), yaitu kecerdasan emosi, dukungan sosial (mencakup dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial) dan faktor demografis ( jenis kelamin dan penghasilan) dengan kecemasan menghadapi masa pensiun (DV). Regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan lebih dari satu variabel bebas (independen; prediktor; X). Dalam analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu : R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari
1.
dependent variable (DV) yang bisa diterangkan oleh independent variable (IV). 2.
Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari independent variable (IV) yang bersangkutan.
3.
Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi tentang berapa harga Y jika nilai setiap independent variable (IV) diketahui.
3.10.
Prosedur Penelitian Secara garis besar penelitian dilakukan dalam: 1. Tahap persiapan a. Perumusan masalah yang akan diteliti
b. Menentukan variabel yang akan diteliti c. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian d. Menentukan subjek penelitian e. Persiapan alat pengumpulan data dengan menggunakan dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian yaitu berupa skala model Likert yang terdiri dari skala kecerdasan emosi, skala dukungan sosial, dan skala kecemasan menghadapi masa pensiun. f. Persiapan segala hal yang menyangkut perizinan. 2. Tahap uji coba alat ukur a. Melakukan uji coba terhadap alat ukur yang telah dibuat b. Memilih item-item dari skala yang valid dan reliable c. Memilih dan menyusun kembali item-item yang valid dan reliable untuk dijadikan alat ukur yang siap pakai dalam penelitian ini. 3. Tahap pelaksanaan a. Menentukan jumlah sampel penelitian. b. Memberikan penjelasan tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala dalam penelitian. c. Melaksanakan pengambilan data. 4. Tahap pengolahan data a. Melakukan skoring terhadap skala hasil jawaban responden b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan membuat tabel data c. Menganalisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis d. Membuat kesimpulan dan laporan hasil.
BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab berikut ini akan dibahas presentasi dan analisis data yang meliputi analisis deskriptif, kategorisasi , dan hasil uji hipotesis penelitian.
4.1
Analisis Deskriptif 4.1.1
Deskripsi statistik masing-masing variabel penelitian Sebelum diuraikan secara lebih detail tentang beberapa sub bab selanjutnya, perlu dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor murni (t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini ditujukan agar mudah dalam membandingkan antar skor hasil pengukuran variabelvariabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw score pada setiap variabel mesti diletakkan pada skala yang sama. Secara teknis komputasinya yang ditempuh adalah dengan melakukan tranformasi dari raw score menjadi z-score. Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score, semua skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses komputasi melalui formula T-score = 50 + 10.z (McCall dalam Crocker dan Algina, 1986). Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statististik deskriptif dari variabel-variabel dalam penelitian ini,
indeks yang menjadi patokan adalah nilai mean, median, standar deviasi (SD), nilai maksimal dan minimal dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian N Minimum Maximum Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Kecemasan Valid N (listwise)
85 85 85 85 85 85 85
11.72 22.04 14.19 21.26 27.79 32.17
69.59 68.49 63.91 63.82 62.59 87.44
Mean
Std. Deviation
50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 50.0000
10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 10.00000
Mengingat semua skor telah diletakkan pada skala yang sama, maka semua mean pada semua pada setiap skala adalah 50 dan standar deviasi adalah 10. Dari tabel 4.3 juga dapat diketahui skor terendah kecemasan adalah 32.17 dan skor tertinggi 87.44. Skor terendah pada variabel kecerdasan emosi yaitu 11.72 dan skor tertinggi 69. 59. Kemudian dalam dukungan emosi didapat skor terendah yaitu 22.04 dan skor tertinggi 68.49. Pada variabel dukungan penghargaan didapati skor terendah 14.19 dan skor tertinggi 63.91. Untuk dukungan informasi skor terendah adalah 21.26 dan skor tertinggi adalah 63.82. Terakhir untuk dukungan jaringan sosial skor terendah yang diperoleh yaitu 27.79 dan skor tertinggi 62.59. Nilai rentangan terbesar (nilai maximal-minimal) terdapat pada
kecemasan yaitu sebesar 53.83. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel yang paling heterogen hasilnya adalah variabel kecemasan.
4.1.2
Deskripsi demografi responden penelitian Berikut
ini
merupakan
deskripsi
demografi
responden yang terdiri dari, jenis kelamin dan jumlah penghasilan. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel 4.2 :
Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Jumlah Presentase Laki-laki
53
62,4%
Perempuan
32
37,6%
Total
85
100%
Dari tabel 4.2 , dapat dilihat bahwa terdapat 85 orang jumlah responden ssecara keseluruhan. Jumlah responden penelitian berjenis kelamin laki-laki terlihat lebih mendominasi daripada responden perempuan, dimana 53 responden adalah berjenis kelamin laki-laki dan 32 responden lainnya adalah perempuan. Deskripsi demografi responden yang selanjutnya dibahas dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan. Penghasilan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
penghasilan bersih, yang didapat setelah mengurangi dengan jumlah tanggungan yang ada. Deskripsi responden berdasarkan jumlah penghasilan dapat dilihat dari tabel 4.3: Tabel 4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan Jumlah Frekuensi Penghasilan Rendah 21 Sedang 42 Tinggi 22 Total 85
Pesentase 24.7 49.4 25.9 100.0
Jika dilihat dari jumlah penghasilan,
jumlah
responden yang memiliki penghasilan rendah berjumlah 21 orang dengan persentase 24.7%, dan jumlah responden yang memiliki penghasilan sedang berjumlah 42 dengan persentase 49.4%, sedangkan jumlah responden yang memiliki
penghasilan
tinggi
berjumlah
22
dengan
persentase 25.9%,. Selanjutnya, untuk melihat secara lebih jelas tentang pola sebaran tingkat penghasilan responden penelitian dapat dilihat dalam diagram 4.1:
Gambar 4.1 Bar chart tingkat penghasilan
Dari tabel dan diagram di atas juga dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki penghasilan yang tergolong kategori sedang. Sedangkan penghasilan yang tergolong kategori rendah dan tinggi berada di bawahnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa data menyebar dengan baik sehingga bagus untuk dilakukan analisis. 4.2
Kategorisasi Variabel Penelitian 4.2.1
Kategorisasi Skor Kecemasan Kategorisasi skor kecemasan digunakan untuk tujuan menempatkan individu ke dalam kelompokkelompok yang terpisah secara berjenjang menurut satu kontinum berdasar atribut yang diukur, seperti dari yang paling jelek sampai paling baik, paling rendah rendah sampai dengan paling tinggi, atau dari sangat tidak puas sampai dengan sangat puas (Azwar, 1999). Dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari skala T ini maka dapat ditetapkan norma seperti yang tertera pada tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Kategorisasi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Kategori
Rumus X<M–1 SD M – 1SD ≤ X≤M+1 SD X>M+1 SD
Rendah Sedang Tinggi
Jumlah Persentase Responden 7 8.2 %
Rumus T < 40
62
72.9%
16
18.8%
40 < T < 60 T > 60
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentase kategori untuk kecerdasan emosi, dukungan emosi, dukungan
penghargaan, dukungan
informasi, dukungan jaringan sosial, dan kecemasan menghadapi pensiun sebagaimana yang terangkum pada tabel 4.5 dan tabel 4.6 berikut: Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Kecerdasan Emosi, Dukungan emosi dan Dukungan Penghargaan KE
DE
DP
KATEGORISASI Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
Rendah
10
11.8
13
15.3
8
9.4
Sedang
64
75.3
64
75.3
68
80.0
Tinggi
11
12.9
8
9.4
9
10.6
Total
85
100.0
85
100.0
85
100.0
B Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki frekuensi skor kecerdasan emosi, dukungan emosi dan dukungan penghargaan berada pada kategori sedang. Sedangkan frekuensi skor yang termasuk
kategori rendah dan tinggi berada di bawahnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa data menyebar dengan baik sehingga bagus untuk dilakukan analisis. Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial dan Kecemasan DI
DJ
KCM
KATEGORISASI Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Rendah
11
12.9
11
12.9
7
8.2
Sedang
50
58.8
50
58.8
62
72.9
Tinggi
24
28.2
24
28.2
16
18.8
Total
85
100.0
85
100.0
85
100.0
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa sebagian
besar
responden
memiliki
frekuensi
skor
dukungan informasi, dukungan jaringan sosial, dan kecemasan menghadapi pensiun berada pada kategori sedang. Sedangkan frekuensi skor yang termasuk kategori rendah dan tinggi berada di bawahnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa data menyebar dengan baik sehingga bagus untuk dilakukan analisis. 4.3
Uji Hipotesis Penelitian Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 17.0. Teknik analisis regresi berganda ini dapat digunakan untuk mengetahui besarnya
Persentase
hubungan dari independent variable (IV) dan dependent variable (DV). Hasilnya dapat dilihat ke dalam tabel berikut 4.7 berikut ini: Tabel 4.7 Uji Korelasi Kecemasan Menghadapi Pensiun No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Jenis Kelamin Penghasilan Keuangan
Koef. Korelasi -0,746 -0,386 -0,336 -0,200 -0,209 -0,001 -0,104
P-Value 0,000 0,000 0,001 0,033 0,027 0,496 0,171
Dari tabel 4.7, untuk dapat melihat signifikan atau tidaknya koefisien korelasi yang dihasilkan, kita cukup membandingkan p-value (0.000) dengan alpha (0.05). Setelah itu, untuk melihat apakah terdapat hubungan antara IV dan DV kita dapat melihat koefisien pada tabel korelasi pearson correlation, maka dari koefisien korelasi yang dihasilkan akan terlihat signifikasi hubungannya terhadap DV (yakni, kecemasan menghadapi pensiun) dan sebaliknya. Dari hasil koefisen korelasi di atas, variabel kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial, memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi pensiun. Sedangkan variabel jenis kelamin dan penghasilan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi pensiun. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1.
Variabel Kecerdasan Emosi. Besarnya hubungan antara variabel kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun dapat diketahui melalui koefesien korelasi product moment yang besarannya adalah (-0.746). Untuk mengetahui apakah hubungan yang erat antara dua variabel ini kuat atau tidak, dapat diketahui dengan membandingkan p-value (0.000) dengan alpha (0.05). Jika p-value < alpha maka hipotesis nihil ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan kecemasan menghadapi pensiun. Nilai minus pada koefesien korelasi (-0.746) menunjukkan hubungan yang negatif antara kedua variabel. Artinya, semakin besar kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang akan membuat kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya.
2. Variabel Dukungan Emosi. Besarnya hubungan antara variabel dukungan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun dapat diketahui melalui koefesien korelasi product moment yang besarannya adalah (-0.386). Untuk mengetahui apakah hubungan yang erat antara dua variabel ini kuat atau tidak, dapat diketahui dengan membandingkan p-value (0.000) dengan alpha (0.05). Jika p-value < alpha maka hipotesis nihil ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosi dan kecemasan menghadapi pensiun. Nilai minus pada koefesien korelasi (-0.386) menunjukkan hubungan yang negatif antara kedua variabel. Artinya, semakin besar
dukungan
emosi
yang
dimiliki
seseorang
akan
membuat
kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya. 3. Variabel Dukungan Penghargaan. Besarnya hubungan antara variabel dukungan penghargaan dengan kecemasan menghadapi pensiun dapat diketahui melalui koefesien korelasi product moment yang besarannya adalah (-0.336). Untuk mengetahui apakah hubungan yang erat antara dua variabel ini kuat atau tidak, dapat diketahui dengan membandingkan p-value (0.001) dengan alpha (0.05). Jika p-value < alpha maka hipotesis nihil ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan penghargaan dan kecemasan menghadapi pensiun. Nilai minus pada koefesien korelasi (-0.336) menunjukkan hubungan yang negatif antara kedua variabel. Artinya, semakin besar dukungan penghargaan yang dimiliki seseorang akan membuat kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya. 4.
Variabel Dukungan Informasi. Besarnya hubungan antara variabel dukungan informasi dengan kecemasan menghadapi pensiun dapat diketahui melalui koefesien korelasi product moment yang besarannya adalah (-0.200). Untuk mengetahui apakah hubungan yang erat antara dua variabel ini kuat atau tidak, dapat diketahui dengan membandingkan p-value (0.033) dengan alpha (0.05). Jika p-value < alpha maka hipotesis nihil ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan informasi dan kecemasan menghadapi
pensiun. Nilai minus pada koefesien korelasi (-0.200) menunjukkan hubungan yang negatif antara kedua variabel. Artinya, semakin besar dukungan informasi yang dimiliki seseorang akan membuat kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya. 5.
Variabel Dukungan Jaringan Sosial. Besarnya hubungan antara variabel dukungan jaringan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun dapat diketahui melalui koefesien korelasi product moment yang besarannya adalah (-0.209). Untuk mengetahui apakah hubungan yang erat antara dua variabel ini kuat atau tidak, dapat diketahui dengan membandingkan p-value (0.027) dengan alpha (0.05). Jika p-value < alpha maka hipotesis nihil ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara
dukungan
jaringan
sosial
dan
kecemasan
menghadapi pensiun. Nilai minus pada koefesien korelasi (-0.209) menunjukkan hubungan yang negatif antara kedua variabel. Artinya, semakin besar dukungan jaringan sosial yang dimiliki seseorang akan membuat kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya. 6. Variabel Jenis Kelamin Besarnya hubungan antara variabel jenis kelamin dengan kecemasan menghadapi pensiun dapat diketahui melalui koefesien korelasi product moment yang besarannya adalah (-0.001). Untuk mengetahui apakah hubungan yang erat antara dua variabel ini kuat atau tidak, dapat diketahui dengan membandingkan p-value (0.496) dengan alpha (0.05). Jika p-value > alpha maka hipotesis nihil diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan kecemasan menghadapi pensiun. Fenomena ini sejalan dengan uji t ditujukan untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan antara responden lakilaki dan perempuan. Hasilnya terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat kecemasan menghadapi pensiun responden laki-laki dan perempuan. Artinya jenis kelamin tidak memiliki dampak yang signifikan dalam menentukan tinggi rendahnya tingkat kecemasan menghadapi pensiun. 7. Penghasilan Besarnya hubungan antara variabel penghasilan dengan kecemasan menghadapi pensiun dapat diketahui melalui koefesien korelasi product moment
yang besarannya adalah
(-0.104). Untuk
mengetahui apakah hubungan yang erat antara dua variabel ini kuat atau tidak, dapat diketahui dengan membandingkan p-value (0.171) dengan alpha (0.05). Jika p-value > alpha maka hipotesis nihil diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dan kecemasan menghadapi pensiun. Nilai minus pada koefesien korelasi (-0.104) menunjukkan hubungan yang negatif antara kedua variabel. Artinya, semakin besar penghasilan yang dimiliki seseorang akan membuat kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya.
Setelah melakukan uji korelasi, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara
signifikan terhadap DV, dengan melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing – masing IV. Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 berikut : Tabel 4.8 Tabel Rsquare Kecemasan Menghadapi Pensiun Model Summary Model 1
R .792(a)
R Square .628
Adjusted R Square .594
Std. Error of the Estimate 6.37128
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, JENDER, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi
Dari tabel 4.8, dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0.628 atau 62.8%. Artinya proporsi varians dari kecemasan yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 62.8%, sedangkan 37.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap kecemasan. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.9 Tabel Anova Kecemasan Menghadapi Pensiun
Model 1
Regression
Sum of Squares 5274.327
Df 7
Mean Square 753.475
Residual
3125.673
77
40.593
Total
8400.000
84
F 18.562
Sig. .000
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi b Dependent Variable: Kecemasan
Jika melihat kolom ke 6 dari kiri, dapat diketahui bahwa (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independen variabel terhadap kecemasan ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial, jenis kelamin dan penghasilan keuangan terhadap kecemasan menghadapi masa pensiun. Langkah
terakhir
adalah
melihat
koefisien
regresi
setiap
independen variabel. Jika nilai P < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap kecemasan. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.10, sebagai berikut:
Tabel 4.10 Tabel Koefisien Regresi Untuk Masing-Masing Independent Variabel Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients T
1
(Constant) Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Jenis Kelamin Penghasilan Keuangan a.
B 88.882
Std. Error 5.961
-.777
.090
-.180
Sig.
Beta 14.912
.000
-.777
-8.618
.000
.075
-.180
-2.405
.019
-.089
.098
-.089
-.912
.364
.165
.105
.165
1.560
.123
.120
.088
.120
1.369
.175
-.259
1.450
-.013
-.179
.859
-6.774241
.000
-.070
-.960
.340
Dependent Variable: Kecemasan
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.10 dapat disampaikan persamaan regresi sebagai berikut: Kecemasan = 88.882 -777 kecerdasan emosi – 180 dukungan emosi – 089 dukungan penghargaan +165 dukungan informasi +120 dukungan jaringan sosial -259 jenis kelamin -6.774241 penghasilan keuangan. Dari tabel 4.10, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig pada kolom yang paling kanan, jika p < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya terhadap kecemasan menghadapi pensiun dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya koefisien regresi kecerdasan emosi, dan dukungan emosi yang memiliki pengaruh signifikan, sedangkan variabel lain seperti, dukungan penghargaan, dukungan informasi,
dukungan jaringan sosial, jenis kelamin, dan penghasilan keuangan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini berarti bahwa dari 7 hipotesis minor hanya terdapat dua yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut: 1. Variabel Kecerdasan Emosi. Pada variabel ini, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.777 ( p < 0.05), yang berarti bahwa variabel kecerdasan emosi mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun secara negatif, dan signifikan. Jadi, semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang maka semakin rendah kecemasan dalam menghadapi pensiun. 2. Variabel Dukungan Emosi. Pada variabel ini, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.180 ( p < 0.05), yang berarti bahwa variabel dukungan emosi secara negatif mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun, dan signifikan. Jadi, semakin tinggi dukungan emosi seseorang maka semakin rendah kecemasan dalam menghadapi pensiun. 3. Variabel Dukungan Penghargaan. Pada variabel ini, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.089 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel dukungan penghargaan secara negatif mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun, dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi dukungan penghargaan seseorang maka semakin rendah kecemasan dalam menghadapi pensiun.
4. Variabel Dukungan Informasi. Pada variabel ini, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +0.165 (p > 0.05),
yang
berarti
bahwa
variabel
dukungan
informasi
mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun secara positif, dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi dukungan informasi seseorang maka semakin tinggi kecemasan dalam menghadapi pensiun. 5. Variabel Dukungan Jaringan Sosial. Pada variabel ini, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +0.120 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel dukungan jaringan sosial secara positif mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun, dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi dukungan jaringan sosial seseorang maka semakin tinggi kecemasan dalam menghadapi pensiun. 6. Variabel Jenis Kelamin Pada variabel ini, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.259 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel jenis kelamin mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun secara negatif, dan tidak signifikan. 7. Variabel Penghasilan Pada variabel ini, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -6.774241 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel penghasilan secara negatif mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun, dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin rendah kecemasan dalam menghadapi pensiun.
4.3.1 Pengujian proporsi varians masing–masing independent variabel Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variable terhadap kecemasan menghadapi masa pensiun. Pada tabel 4.10 kolom pertama adalah IV yang dianalisis satu per satu, kolom kedua merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada kecemasan menghadapi masa pensiun dapa t dilihat pada table 4.11 berikut: Besarnya proporsi varian DV yang merupakan sumbangan atau pengaruh dari masing-masing IV, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan proporsi varian setiap kali IV baru dimasukkan dalam persamaan. Bertambahnya R2 (R2 change) ini dapat dilihat pada tabel 4.11:
Tabel 4.11 Proporsi Varians untuk masing–masing Independent Variable Model Summary Change Statistics Model
R Square
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
.556
.556
103.844
1
83
.000
2
.596
.040
8.094
1
82
.006
3
.596
.000
.068
1
81
.795
4
.615
.019
4.020
1
80
.048
5
.623
.008
1.657
1
79
.202
6
.628
.004
.939
1
78
.335
7
.628
.000
.032
1
77
.859
Keterangan : X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
: Kecerdasan
Emosi Dukungan Emosional : : Dukungan Penghargaan : Dukungan Informasi : Dukungan Jaringan Sosial : Penghasilan : Jenis Kelamin
Dari tabel 4.11, dapat disampaikan informasi sebagai berikut : 1) Variabel kecerdasan emosi memberikan sumbangan sebesar 55.6% dalam varians kecemasan menghadapi masa pensiun. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 103.844 dan df = 1. 83. 2) Variabel dukungan emosional memberikan sumbangan sebesar 40 % dalam varians kecemasan menghadapi masa pensiun. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 8.094 dan df = 1. 82. 3) Variabel dukungan penghargaan memberikan sumbangan sebesar 0 % dalam varians kecemasan menghadapi masa pensiun. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = .068 dan df = 1. 81.
4) Variabel dukungan informasi memberikan sumbangan sebesar 19 % dalam varians kecemasan menghadapi masa pensiun. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 4.020 dan df = 1. 80. 5) Variabel dukungan jaringan sosial memberikan sumbangan sebesar 8 % dalam varians kecemasan menghadapi masa pensiun. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 1.657dan df = 1.79. 6) Variabel penghasilan memberikan sumbangan sebesar 4 % dalam varians kecemasan menghadapi masa pensiun. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = .939 dan df = 1, 78. 7) Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0 % dalam varians kecemasan menghadapi masa pensiun. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 0.032 dan df = 1, 77. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 3 IV, yaitu kecerdasan emosi, dukungan emosional dan dukungan informasi yang signifikan sumbangannya
terhadap
kecemasan
menghadapi
masa
pensiun,
sumbangan yang paling besar terdapat pada variabel kecerdasan emosi yaitu, 55.6%. Jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan IV (sumbangan proporsi varian yang diberikan). Dari tabel 4.11 diatas diketahui urutan IV yang signifikan memberikan sumbangan dari yang terbesar hingga yang terkecil ialah dukungan informasi dengan R2 change 0.048, dukungan emosional 0.006, dan kecerdasan emosi dengan R2 change 0.000.
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab lima peneliti akan memaparkan lebih lanjut mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1
Kesimpulan Setelah peneliti melakukan penelitian dan mendapatkan hasil serta menganalisis hasil-hasil yang didapat, maka pada bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil dari penelitian. Kesimpulan ini merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. Peneliti akan memaparkannya pada penjelasan berikut ini. Berdasarkan
hasil
analisis
data
serta
pengujian
hipotesis
menggunakan perhitungan Pearson Correlation yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah “ada hubungan yang signifikan dari kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Jika dilihat dari signifikan tidaknya koefisien regresi dari masingmasing IV, ditemukan bahwa hanya terdapat dua IV yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV, yaitu variabel kecerdasan emosi dan dukungan emosional.
5.2
Diskusi Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosi memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi pensiun dengan nilai koefesien korelasi product moment yang besarannya adalah
-0.746
(p<0.05),
yang
berarti
bahwa
kecerdasan
emosi
berhubungan secara negatif dengan kecemasan menghadapi masa pensiun, dan signifikan. Jadi, semakin besar kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang akan membuat kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Oktaviana dan Kumolohadi (2008), didapat kecerdasan emosi juga memiliki hubungan negatif dengan kecemasan menghadapi masa pensiun, termasuk dalam penelitan ini. Menurut peneliti, sesuai dengan pendapat Goleman (2000) hal tersebut dikarenakan kecerdasan emosi merupakan keterampilan dan kemampuan untuk mengolah perasaan atau emosi untuk memotivasi. Kecemasan adalah salah satu masalah yang berhubungan dengan emosi, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk untuk mengelolanya agar tidak menimbulkan akibat yang dapat merugikan diri pribadi. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan mampu mengelola emosi yang ada dalam dirinya sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang lebih positif. Keterampilan mengatur emosi akan membuat seseorang menjadi terampil dalam melepaskan diri dari perasaan negatif, sehingga kecemasan yang muncul pada saat akan menghadapi masa pensiun dapat diminimalkan.
Sehingga kecerdasan emosi yang dimiliki akan membantu seseorang keluar dari tekanan atau situasi yang tidak menyenangkan. Selanjutnya, dukungan sosial yang ditinjau dari beberapa dimensi yang dijadikan independent variable dalam penelitian ini, seperti dimensi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial. Dari keempat dimensi di atas, menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial yang ditinjau dari beberapa dimensi memiliki nilai koefesien korelasi
diantaranya: dukungan emosional
sebesar -0.386 dengan p-value 0.000, dukungan penghargaan sebesar 0.336 dengan p-value 0.001, dukungan informasi sebesar -0.200 dengan pvalue 0.033 dan dukungan jaringan sosial dengan koefisien korelasi -0.209 dengan p-value 0.027. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Hubungan yang terlihat pada dimensi-dimensi ini bernilai negatif, yang artinya semakin besar dukungan sosial yang dimiliki seseorang akan membuat kecemasannya menurun, begitu pun sebaliknya. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari dan Kuncoro (2009) yang berjudul “Kecemasan dalam menghadapi masa pensiun ditinjau dari dukungan sosial pada PT Semen Gresik (PERSERO) Tbk, dapat diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Hasil yang sama juga dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan Isnaini (2009), dimana terdapat hubungan negatif antara
dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada Pegawai Kanwil Departemen Hukum dan HAM di Jawa Timur. Menurut peneliti, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sarafino (1998) bahwa dukungan sosial dapat membantu seseorang dalam menghadapi kecemasan dan juga dapat mencegah berkembangnya masalah yang timbul. Sehingga, semakin tinggi dukungan sosial yang didapat semakin rendah kecemasan yang dialami oleh seorang individu. Kemudian, dalam penelitian ini terdapat variabel yang diukur berdasarkan jenis kelamin. Terdapat dua kelompok yaitu kelompok lakilaki dan kelompok perempuan. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kecemasan menghadapi pensiun. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan pvalue (0.496) dengan alpha (p > 0.05). Menurut peneliti hal ini disebabkan karena tidak berimbangnya jumlah responden antara laki-laki dan perempuan. Dari jumlah responden yang diteliti terlihat jelas bahwa jumlah laki-laki lebih mendominasi daripada jumlah perempuan. Berkaitan dengan kecemasan pada laki-laki dan perempuan, Myers, dalam Trismiati (2004) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki lebih aktif dan eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan (Power dalam Myers, 1983). Selanjutnya, James (dalam Smith, 1968) mengatakan bahwa perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan dari
lingkungan daripada laki-laki. Dari hasil penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perempuan mengalami kecemasan lebih tinggi daripada laki-laki. Berikutnya
mengenai
variabel
penghasilan
yang
dilihat
hubungannya dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan kecemasan menghadapi pensiun. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan pvalue (0.171) dengan alpha (p > 0.05). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hawari (1996) yang menyatakan bahwa dampak kondisi perekonomian sering memicu konflik karena pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. Keluarga yang memiliki pekerjaan dan penghasilan akan menjadi sistem pendukung untuk kesehatan jiwa masing-masing anggotanya, demikian sebaliknya jika jumlah penghasilan berkurang atau memang tidak mencukupi dalam setiap bulannya akan memunculkan stressor pada setiap anggotanya. Ketidaksesuaian
hasil
penelitian
ini
dengan
teori
yang
dikemukakan oleh Hawari (1996) dapat disebabkan karena adanya beberapa pegawai yang mungkin telah mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebelum datangnya masa pensiun. Hal itu dapat dilihat dari apakah pegawai tersebut memiliki pekerjaan sampingan atau tidak, atau apakah pegawai tersebut telah memiliki investasi yang memadai dan cukup menjanjikan, sehingga pegawai tidak terlalu memikirkan penghasilan yang didapat dari tunjangan pensiun pegawai negeri yang akan berkurang.
5.3
Saran Berdasarkan penulisan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan
beberapa
saran
untuk
bahan
pertimbangan
sebagai
penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa, yaitu berupa saran metodologis dan saran praktis.
5.3.1
Saran Metodologis 1) Pada penelitian ini masih banyak variabel yang terkait dengan kecemasan menghadapi masa pensiun yang tidak ikut dianalisis sebagai IV, seperti tingkat pendidikan, status kesehatan, dan status perkawinan. Padahal variabel tersebut penting untuk diteliti, khususnya studi mengenai kecemasan menghadapi pensiun, untuk melakukan pengolahan data dengan baik. 2) Penelitian
selanjutnya
dapat
diperkaya
dengan
melihat
perbandingan kecemasan menghadapi pensiun antara laki-laki dan perempuan. 3) Untuk
penelitian
selanjutnya
dapat
diperkaya
dengan
membandingkan antara kecemasan menghadapi pensiun bagi pegawai negeri sipil yang memiliki pekerjaan sampingan dan yang tidak memiliki pekerjaan sampingan.
5.3.2 Saran Praktis 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk lebih tenang dalam menghadapi masa pensiun. Hasil penelitian ini dapat membantu
untuk
menghindari
kecemasan
menghadapi
pensiun. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi dan dukungan sosial yang tinggi, akan dapat mengurangi kecemasan
yang
dimilikinya,
khususnya
saat
akan
menghadapi masa pensiun. 2) Penelitian selanjutnya agar dapat melakukan penelitian pada populasi yang lebih luas tidak hanya pada pegawai Kementerian
Agama,
tapi
dilakukan
di
Kementerian-
Kementerian lain yang lebih besar dan mengambil sampel dengan jumlah yang lebih banyak agar hasilnya lebih beragam
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita, dkk ( 1983). Pengantar psikologi (ed 8). Jakarta: Erlangga. Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment (2nd ed). Personal growth in a changing world. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Azwar, Saifuddin. (2000). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. (2003). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barlow, David; Durand. (2005). Abnormal psychology an integrative approach. United States. Thomson Wadsworth America Chaplin, J.P (2001). Kamus lengkap psikologi (Kartini Kartono, penrj.). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Crocker, Linda; Algina, James. (1986). Introduction to classical & modern test theory. USA: Library of congress Cataloging in Publication Data Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (2000). Jakarta : PT. Balai Pustaka. Eliana, Rika (2003). Konsep diri pensiunan. Program Studi Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Fausiah; Widury. (2008). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta : UI-Press, Universitas Indonesia. Goleman D. (2006). Emotional Intelligence: Kecerdasan emosional, mengapa EI lebih penting daripada IQ. Alih bahasa: T. Hermaya. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan. Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (ed. 5). Jakarta: Erlangga. Komalasari, Gantina. (1995). Abstrak: Kecemasan menghadapi pensiun: studi mengenai hubungan antara makna hidup, dukungan sosial, dan sikap dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada Pegawai Negeri Sipil di DKI Jakarta. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia: Depok. Madarina, Ellisa. (2011). Journal : Correlation between anxiety to retirement with entrepreneurial intention amongst male workers. 10th International Entrepreneurship Forum, Tamkeen, Bahrain, 9-11 January 2011. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Indonesia.
Oktaviana, Rina., Kumolohadi (2008). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai BRI. Naskah Publikasi. Universitas Islam Indonesia. Papalia, Wendoks,dkk. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Paramasari, Andina. (2007). Abstrak: hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada Pegawai Negeri Sipil sekretariat daerah Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Psikologi: Universitas Diponegoro. Santrock, J.W. (2002). Life-span development. Perkembangan masa hidup (ed. 5). Jakarta: Erlangga. Sarafino, E.P. (1998). Health psychology (3rd ed.). Canada: John Wiley & Sons, Inc. Sari dan Kuncoro (2009). Jurnal: Kecemasan dalam menghadapi masa pensiun ditinjau dari dukungan sosial pada PT Semen Gresik (PERSERO) Tbk. Fakultas Psikologi: Universitas Sulawesi Utara. Sarwono, Sarlito. (2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi. Jakarta : Bulan Bintang. Sevilla, Consuelo. (1993). Pengantar metode penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Smet, Bart. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Spielberger C.D (1966). Anxiety and behavior. New York : Academic Press. Sue, David., Derald Wing Sue., Stanley Sue. (1986). Understanding abnormal behavior. 2nd ed. USA : Houghton Mifflin Company. Sue, David., Derald Wing Sue., Stanley Sue. (2010). Understanding abnormal behavior. 9th ed. USA : Wadsworth. Suksesiati, Esti. (2011). Hubungan komunikasi perawat dengan kecemasan orangtua saat mendampingi anak selama masa perawatan di ruang high care rumah sakit fatmawati jakarta. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Sugiyono. (2009). Metode penelitian administrasi dilengkapi dengan metode R&D. Bandung : Alfabeta. Trismiati. (2004). Perbedaan tingkat kecemasan antara pria dan wanita akseptor kontrasepsi mantap di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. Universitas Bina Darma Palembang.
Turner, J.S., Helms,D.B. 1987. Life span development. New York : Hold Saunder
WEBSITE Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1979 pasal 28 (http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1979/32 HTM
LAMPIRAN
FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
IDENTITAS RESPONDEN Nama (Inisial)
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Jumlah Penghasilan
:
(Perempuan / Laki-Laki)*
Jumlah Tanggungan : )* - Coret yang tidak perlu
Assalamu’alaikum Wr,Wb. Saya adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Kerjasama yang saya harapkan adalah kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi beberapa pertanyaan. Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar atau salah. Adapun informasi atau data yang anda berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian saya dan akan DIJAMIN KERAHASIAANNYA. Atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terimakasih. Hormat Saya.
Hazmi Imama 107070002367
PETUNJUK PENGISIAN : Kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan. Sebelum mengisi pernyataan-pernyataanpernyataan tersebut, baca dan pahami terlebih dahulu. Kemudian berikanlah tanda Silang ( X ) pada salah satu dari keempat kolom di samping kanan pernyataan. Adapun pilihan kolom tersebut adalah sebagai berikut : SS
= bila anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut.
S
= bila anda Setuju dengan pernyataan tersebut.
TS
= bila anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.
STS
= bila anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.
Contoh : No. 1.
Pernyataan Saya merasa hidup saya lebih bermakna saat berkumpul
SS S TS STS SS
bersama keluarga
S
TS STS
Jawaban di atas (pada huruf SS), berarti bahwa anda Sangat Setuju dengan pernyataan Nomor 1. Mohon anda teliti kembali dalam mengisi kuesioner ini sehingga tidak ada pernyataan yang terlewatkan. 1. SKALA KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
PETUNJUK Bacalah dengan seksama setiap pernyataan, lalu berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang sesuai dengan diri anda
No. 1. 2.
3. 4 5. 6. 7.
8. 9. 10.
Pernyataan Masa pensiun yang semakin dekat membuat kepala saya sering pusing. Saya sering marah, setelah mengetahui masa pensiun yang akan segera datang. Masa pensiun yang tidak lama lagi membuat saya canggung dengan teman kantor yang lebih muda. Dada saya tertekan ketika mengetahui pensiun yang tidak lama lagi. Meskipun menjelang masa pensiun, daya konsentrasi yang saya miliki masih tinggi. Saya masih merasa nyaman meskipun masa pensiun akan segera datang. Saya akan ikut berpartisipasi dengan teman kantor yang sedang membahas masalah pensiun. Tubuh saya tetap sehat dan tidak mengalami gangguan meskipun menjelang masa pensiun. Saya adalah orang yang sulit dalam mengambil suatu keputusan. Saya mudah murung saat mengingat masa pensiun yang sudah semakin dekat.
SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS
SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS
SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS
11. 12.
13. 14.
Saya sering melamun setelah mendekati masa pensiun.
SS S TS STS
Karena mengetahui pensiun semakin dekat membuat ujung kaki dan
SS S TS STS
tangan saya terasa dingin. Walaupun masa pensiun semakin dekat saya masih bisa tidur dengan
SS S TS STS
nyenyak. Saya tetap bahagia meskipun masa pensiun sudah di depan mata.
SS S TS STS
Saya masih berbicara dengan lancar meskipun berhadapan dengan atasan 15.
16. 17. 18. 19. 20.
SS S TS STS
dan pegawai yang lebih muda. Walau masa pensiun akan segera datang, selera makan saya tidak
SS S TS STS
mengalami gangguan. Saya sering berpikir negatif mengenai masa pensiun.
SS S TS STS
Saya merasa takut karena masa pensiun yang tidak lama lagi akan segera datang. Pensiun yang semakin dekat membuat saya sering bingung. Saya kehilangan nafsu makan setelah mengetahui masa pensiun yang sudah semakin dekat.
SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS
2. SKALA KECERDASAN EMOSI PETUNJUK Bacalah dengan seksama setiap pernyataan, lalu berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang sesuai dengan diri anda
No. 1.
Pernyataan Saya dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh atasan dengan baik.
SS S TS STS SS S TS STS
2.
Saya percaya dengan kemampuan yang saya miliki.
SS S TS STS
3.
Saya mudah tersinggung dengan perkataan orang lain.
SS S TS STS
4.
5. 6.
Jika sedang malas bekerja, saya tidak dapat memotivasi diri sendiri. Saya tidak mampu untuk bersikap positif, ketika suasana hati sedang tidak baik. Kegagalan yang saya alami saat menyelesaikan pekerjaan,
SS S TS STS
SS S TS STS SS S TS STS
membuat saya putus asa. 7.
8.
9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Saya dapat mengendalikan amarah, saat berhadapan dengan orang lain yang berbeda pendapat. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan. Kritikan yang diberikan oleh pimpinan, dapat saya terima dengan senang hati. Saya merasa cemas jika saya dipanggil oleh pimpinan. Saya tidak mempertimbangkan perasaan orang lain dalam mengambil suatu tindakan. Saya akan menghindari tugas yang menurut saya sulit untuk dikerjakan. Ketekunan dalam bekerja adalah hal yang menjadi prioritas saya. Jika mendapat hambatan dalam bekerja, saya akan coba mencari penyelesaiannya. Saya berusaha memotivasi diri untuk tidak malas dalam bekerja. Prestasi rekan kerja yang lebih baik, membuat saya kurang percaya diri. Saya tidak yakin dengan kinerja yang saya miliki. Saya sulit untuk mencari solusi dalam mengatasi masalah yang saya hadapi.
SS S TS STS
SS S TS STS
SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS
SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS
19.
Saya mampu untuk bekerjasama dengan rekan kerja yang lain.
SS S TS STS
20.
Saya merupakan orang yang mudah bergaul dengan siapapun.
SS S TS STS
21.
Rekan kerja di kantor senang bekerjasama dengan saya.
SS S TS STS
22.
23. 24.
Saya lebih senang menyelesaikan pekerjaan tanpa meminta bantuan orang lain. Teman yang tekun dalam bekerja, tidak mempengaruhi saya untuk bekerja lebih giat. Hubungan saya dengan orang lain tidak terlalu baik.
SS S TS STS
SS S TS STS SS S TS STS
3. SKALA DUKUNGAN SOSIAL PETUNJUK Bacalah dengan seksama setiap pernyataan, lalu berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang sesuai dengan diri anda
No.
Pernyataan
SS S TS STS
1.
Pasangan saya dapat mengetahui kekhawatiran yang saya rasakan SS S TS STS karena pensiun yang tidak lama lagi.
2.
Teman kantor bersedia membantu, apabila saya sedang menghadapi SS S TS STS masalah yang berkaitan dengan pekerjaan.
3.
Pasangan saya membantu saya dalam mengatasi kecemasan yang SS S TS STS dialami saat akan menghadapi pensiun.
4.
Hasil pekerjaan saya yang memuaskan,membuat atasan merasa SS S TS STS bangga.
5.
Pasangan saya memberikan dorongan untuk bisa maju dan SS S TS STS mendapatkan hasil yang memuaskan.
6.
Teman kantor memberikan pujian atas hasil kerja saya yang cukup SS S TS STS memuaskan.
7.
Apabila saya sedang menghadapi masalah,teman kantor berusaha SS S TS STS untuk mencari solusinya bersama.
8.
Atasan memberikan nasehat apabila saya melakukan kesalahan.
9.
Saat putus asa dalam menghadapi masalah pekerjaan, pasangan saya SS S TS STS mampu memberikan nasehat yang meringankan beban.
10.
Saya dapat bertukar pikiran dengan teman kantor untuk meringankan SS S TS STS beban.
11.
Saya mengikuti aktivitas sosial untuk mengisi waktu luang.
SS
S
TS
STS
12.
Pasangan saya memberikan dukungan yang besar dalam karier saya.
SS
S
TS
STS
13.
Teman kantor saya tidak peduli akan kecemasan yang sedang saya SS S TS STS rasakan dalam menghadapi masa pensiun.
14.
Atasan saya tidak memberikan perhatian yang cukup kepada saya SS S TS STS saat akan menghadapi masa pensiun.
15.
Saat saya merasakan kekhwatiran karena pensiun yang sudah SS S TS STS
SS
S
TS
STS
semakin dekat, pasangan saya bersikap biasa saja. 16.
Saya merasa tidak dihargai saat atasan tidak memberikan tanggapan SS S TS STS positif atas hasil kerja saya.
17.
Pasangan saya tidak memberikan motivasi untuk bisa bekerja lebih SS S TS STS baik.
18.
Terkadang nasehat yang diberikan teman kantor membuat saya SS S TS STS merasa tersinggung.
19.
Dalam mengatasi kecemasan yang dialami, saya tidak menghiraukan SS S TS STS saran yang diberikan oleh pasangan saya.
20.
Saya tidak mendapatkan dukungan dari teman kantor saat mengalami SS S TS STS kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
LAMPIRAN 1
OUTPUT UJI KORELASI KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN DENGAN SPSS 17.0
Model Summary
Model 1
R
R Square
.792(a)
.628
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.594
6.37128
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi
Anova(b)
Model 1
Regression
Sum of Squares 5274.327
Df 7
Mean Square 753.475
Residual
3125.673
77
40.593
Total
8400.000
84
F 18.562
Sig. .000
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi b Dependent Variable: Kecemasan
Correlations
Pearson Correlation
Kecemasan Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Jenis Kelamin
Sig. (1tailed)
Penghasilan Keuangan Kecemasan Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Jenis Kelamin
N
Penghasilan Keuangan Kecemasan Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Jenis Kelamin Penghasilan Keuangan
Kecemasan
Kecerdasan Emosi
Dukungan Emosional
Dukungan Penghargaan
Dukungan Informasi
Dukungan Jaringan Sosial
Jenis Kelamin
Penghasilan Keuangan
1.000
-.746
-.386
-.336
-.200
-.209
-.001
-.104
-.746
1.000
.259
.510
.475
.452
-.029
.132
-.386
.259
1.000
-.006
-.099
.074
-.030
-.021
-.336
.510
-.006
1.000
.664
.414
.062
.139
-.200
.475
-.099
.664
1.000
.540
.020
.271
-.209
.452
.074
.414
.540
1.000
-.121
.268
-.001
-.029
-.030
.062
.020
-.121
1.000
-.008
-.104
.132
-.021
.139
.271
.268
-.008
1.000
.
.000
.000
.001
.033
.027
.496
.171
.000
.
.008
.000
.000
.000
.397
.115
.000
.008
.
.480
.185
.250
.393
.425
.001
.000
.480
.
.000
.000
.288
.103
.033
.000
.185
.000
.
.000
.429
.006
.027
.000
.250
.000
.000
.
.135
.007
.496
.397
.393
.288
.429
.135
.
.472
.171
.115
.425
.103
.006
.007
.472
.
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
85
LAMPIRAN 2
OUTPUT PERHITUNGAN REGRESI DENGAN SPSS 17.0
1. Regresi Mayor
Model Summary
Model 1
R
Adjusted R Square
R Square
.792(a)
.628
Std. Error of the Estimate
.594
6.37128
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi
Anova(b) Model 1
Regressio n Residual Total
Sum of Squares
df
Mean Square
5274.327
7
753.475
3125.673
77
40.593
8400.000
84
F
Sig.
18.562
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi b Dependent Variable: Kecemasan
.000(a)
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T
Sig.
Model B 1
(Constant)
5.961
-.777
.090
-.180
Beta 14.912
.000
-.777
-8.618
.000
.075
-.180
-2.405
.019
-.089
.098
-.089
-.912
.364
.165
.105
.165
1.560
.123
.120
.088
.120
1.369
.175
-.259
1.450
-.013
-.179
.859
-6.774241
.000
-.070
-.960
.340
Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Jenis Kelamin Penghasilan Keuangan
Std. Error
88.882
Coefficients(a) b.
Dependent Variable: Kecemasan
2. Regresi Minor Model Summary Model
R Square
Change Statistics R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
.556
.556
103.844
1
83
.000
2
.596
.040
8.094
1
82
.006
3
.596
.000
.068
1
81
.795
4
.615
.019
4.020
1
80
.048
5
.623
.008
1.657
1
79
.202
6
.628
.004
.939
1
78
.335
7
.628
.000
.032
1
77
.859
a Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi b Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional c Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan d Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi e Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial
f Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan g Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin
ANOVA(h)
Model 1
2
3
4
5
6
7
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
4668.549
1
4668.549
Residual
3731.451
83
44.957
Total
8400.000
84
Regression
5003.765
2
2501.883
Residual
3396.235
82
41.417
Total
8400.000
84
Regression
5006.620
3
1668.873
Residual
3393.380
81
41.894
Total
8400.000
84
Regression
5168.984
4
1292.246
Residual
3231.016
80
40.388
Total
8400.000
84
Regression
5235.368
5
1047.074
Residual
3164.632
79
40.059
Total
8400.000
84
Regression
5273.031
6
878.838
Residual
3126.969
78
40.089
Total
8400.000
84
Regression
5274.327
7
753.475
Residual
3125.673
77
40.593
Total
8400.000
84
F
Sig.
103.844
.000(a)
60.406
.000(b)
39.836
.000(c)
31.996
.000(d)
26.139
.000(e)
21.922
.000(f)
18.562
.000(g)
a Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi b Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional c Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan d Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi e Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial f Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan g Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin h Dependent Variable: Kecemasan.