HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN PADA PEGAWAI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V PEKANBARU – RIAU
Paramitha Hapsari Sukarti, Dr Rumiani S.Psi
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dukungan sosial demgan kecemasan menghadapi masa pensiun. Semakin tinggi dukungan sosial maka kecemasan akan semakin rendah dan semakin rendah dukungan sosial maka kecemasan akan semakin tinggi. Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja pada PT. Perkebunan Nusantara V dengan usia antara 45 – 50 tahun. Terdiri dari 17 subjek pada bagian Pembiayaan, 11 subjek pada bagian Teknik, 10 subjek pada bagian Pengolahan, 2 subjek pada bagian SDM, 1 subjek pada bagian Biro, 1 subjek pada bagian Tanaman, 1 subjek pada bagian SPI, 1 subjek pada bagian Gudang Sentral, 2 subjek pada bagian Akuntansi, 1 subjek pada bagian P2, 1 subjek pada bagian Pemasaran dan 1 subjek pada bagian Pengadaan. Alat ukur yang digunakan adalah skala dukungan sosial berdasarkan aspek – aspek yang dikemukakan oleh House (dalam House & Kahn, 1985) dan skala kecemasan yang dikemukakan oleh Bucklew (dalam Yulianita, 2003). Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS (Statistical Programme for Social Science) 13.00 for Window untuk menguji apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai. Hasil korelasi product moment dari Pearson menunjukkan angka korelasi sebesar r = - 0,247 dan p = 0,042 (p>0,05) yang artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai. Sehingga, hipotesis diterima.
Kata Kunci : Dukungan Sosial, Kecemasan
Latar Belakang Masalah
Disadari atau tidak, setiap pegawai wajib mengalami yang namanya pensiun. Mendengar kata pensiun sendiri orang umumnya langsung berkonotasi pada sejumlah situasi yang serba tidak enak, seperti: pendapatan berkurang drastis, kesehatan menurun, perasaan tidak berguna dan disingkirkan, serta merepotkan orang lain (Djatmiko;Swasembada, 2007). Bekerja merupakan salah satu kebutuhan manusia, sebab dengan bekerja akan dapat memenuhi kebutuhan hidup yaitu : (1). Kebutuhan fisik dan rasa aman yang berkaitan dengan pemuasan fungsi jasmaniah antara lain seperti rasa lapar, haus, tempat tinggal. (2). Kebutuhan sosial yang menunjukkan ketergantungan antara satu sama lain sehingga beberapa kebutuhan dapat terpuaskan karena ditolong oleh orang lain. (3). Kebutuhan ego yang berhubungan dengan keinginan untuk bebas mengerjakan sesuatu sendiri dan merasa puas bila berhasil menyelesaikannya. (Strause & Sayles, 1982). Betapa tidak, jika biasanya setiap pagi melakukan aktivitas rutin seperti bekerja maka setelah pensiun tiba – tiba rutinitas tersebut hilang. Kartini Kartono (1986) mengemukakan bahwa bekerja dan kerja adalah merupakan aktivitas dasar dan esensial dalam kehidupan manusia, sama halnya dengan bermain bagi anak – anak. Kerja memberikan kesenangan dan arti tersendiri bagi kehidupan manusia dewasa. Karena itu lingkungan kerja merupakan sentrum sosial yang memberikan penghargaan atau respek, status sosial dan prestise sosial. Dengan demikian bekerja memberikan kesejahteraan lahir dan batin bagi individu.
Pada dasarnya manusia bekerja menginginkan imbalan ekonomis dan psikologis. Imbalan ekonomis seperti gaji, insentif dan sebagainya sedangkan imbalan psikologis seperti penghargaan, kepuasan kerja dan kebanggaan diri (Gilmer, 1984). Tidak menutup kemungkinan masalah pensiun ini cukup membuat sebagian besar para pegawai atau pekerja di suatu perusahaan mengalami kecemasan. Sedikit berbeda dari kasus PHK, mungkin bagi pegawai yang di PHK masalah kecemasan tidak terlalu berkelanjutan karena mereka masih bisa mencari pekerjaan lain tapi untuk kasus pegawai yang akan menghadapi masa pensiun cukup sulit untuk mereka terima. Pastinya mereka akan berpikir bagaimana kehidupan mereka mendatang tanpa ada pekerjaan lagi dan kegiatan – kegiatan apa yang kira – kira akan mereka lakukan untuk mengganti aktivitas yang biasa mereka lakukan setiap hari. Hartati (2002) menyatakan bahwa berbagai reaksi terlihat pada individu dalam menghadapi masa pensiun. Hal ini tergantung dari kesiapan didalam menghadapinya. Ada tiga sikap ataupun reaksi yang diberikan: (1) menerima; (2) terpaksa menerima; (3) menolak. Sikap menerima mungkin disebabkan karena individu telah mempersiapkan diri menghadapi pensiun dan merasa hal tersebut wajar dan akan terjadi pada semua orang. Sikap terpaksa menerima kemungkinan disebabkan karena merasa dirinya masih produktif dan terpaksa mempersiapkan diri untuk pensiun meskipun tidak diinginkan. Sedangkan sikap menolak datangnya pensiun mungkin karena yang bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya harus
pensiun.Dan biasanya akan menampilkan diri seperti orang muda, atau tetap bekerja seperti dulu karena masih mempunyai tanggungan keluarga yang harus dibiayai. Ristanto (2007) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang juga menyebabkan para pensiunan mengalami kondisi terjerat hutang, antara lain: yang bersangkutan tidak mempersiapkan pengelolaan dengan baik selama masih menjadi pegawai untuk menghadapi masa pensiun, tidak ada penghasilan tambahan, seiring bertambahnya usia kondisi kesehatan pun menurun sehingga sering mengeluarkan biaya untuk pengobatan, pola hidup konsumtif yang terkadang masih sering terbawa padahal tanpa penghasilan tambahan uang pensiun sudah tidak sebesar gaji sewaktu masih menjadi pegawai, memulai usaha setelah pensiun sering mengalami kegagalan karena sebelumnya tidak memiliki pengalaman dan strategi dalam berbisnis. Persiapan yang baik dalam menuju masa pensiun dimulai dari perencanaan mengenai apa yang akan dilakukan seseorang setelah pensiun nanti. Taufik (Perencana Keuangan TGRM Consultant) berpendapat bahwa ada dua langkah yang harus diperhatikan dalam perencanaan pensiun. Pertama, mesti disadari bahwa masa pensiun harus bisa dinikmati dan menyenangkan. Kedua, dalam perencanaan pensiun harus membuat daftar aktivitas apa yang akan dilakukan selama masa pensiun. Tidak ada batasan pada usia berapa sebaiknya seseorang memikirkan pensiun tetapi alangkah baiknya waktu yang tepat untuk memulai merancang pensiun adalah sejak masih produktif bekarja. Sedangkan untuk pensiun sebaiknya pada umur 55-60 tahun
atau tergantung pada peraturan perusahaan masing-masing. Untuk hal – hal yang harus dipersiapkan dalam merancang masa pensiun yang sejahtera adalah : 1. Melakukan perencanaan finansial sejak dini dengan disiplin mengalokasikan sebagian pendapatan untuk investasi. 2. Menambah ilmu dan keterampilan disesuaikan dengan rencana aktivitas, misal membaca buku – buku yang terkait, kursus atau ikut pelatihan, bergabung
dalam
sebuah
organisasi
yang
menunjang
(Firdanianty;Swasembada, 2007). Seseorang yang memiliki penyesuaian diri paling baik terhadap pensiun adalah yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan dan memilki relasi sosial yang luas termasuk diantara teman-teman dan keluarga dan biasanya mereka puas dengan kehidupannya sebelum pensiun (Palmore dkk, 1985). Sedangkan orang-orang yang dengan penghasilan kurang layak dan kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri seiring dengan pensiun memiliki lebih banyak kesulitan untuk menghadapi pensiun (Stull & Hatch, 1984). Antara umur 60 dan 70, banyak orang sudah yang pensiun dari pekerjaannya. Untuk seseorang yang pekerjaannya berada dalam bidang yang fokus pada kehidupan, pensiun dapat menjadi masalah yang sangat sulit dan sangat tidak disukai. Sedangkan yang lainnya pensiun menjadi persoalan karena sering terjadinya masalah kemunduran kesehatan. Ada juga bagi beberapa orang yang menyukai kebebasan sehingga mereka merasa senang karena harus pensiun dan mengisi kehidupan mereka
dengan kegiatan – kegiatan yang menyenangkan, menjadi sukarelawan, dan menjalin persahabatan (Human Capital Initiative, 1993). Pada pegawai PT. Perkebunan Nusantara V Pekanbaru-Riau berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pegawainya mengungkapkan bahwa kecemasan yang terjadi muncul karena adanya ketakutan akan ketidaktercukupinya kebutuhan – kebutuhan keluarga baik untuk kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan mendadak seperti ada anggota keluarga yang sakit.. Saat masa pensiun datang mereka merasa cemas sekalipun mendapatkan uang pensiun karena masih ada anggapan bahwa jumlah uang yang diterima kurang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kondisi ini akan semakin parah bagi seseorang yang sebelumnya memangku sebuah jabatan dalam sebuah instansi. Sedikit menyinggung, bahwa seseorang yang tidak mampu menerima kenyataan bahwa mereka telah pensiun ditambah dengan tuntutan hidup keluarga dan perlakuan masyarakat sekitar akan semakin memperbesar resiko terkena Post Power Syndrom. Post Power Syndrom yaitu syndrom yang bisa menyerang siapa saja terutama orang yang mendekati masa pensiun dan cenderung terjadi pada orang yang pekerjaannya sangat dihormati oleh lingkungan biasanya syndrom ini dalam bentuk sekumpulan symptom – symptom penyakit, luka – luka dan kerusakan – kerusakan fungsi jasmaniah dan rohaniah yang progresif sifatnya, disebabkan karena orang tersebut sudah pensiun atau sudah tidak mempunyai jabatan lagi ( Kartini Kartono, 1986 ). Umumnya ini terjadi pada orang yang memilki jabatan penting diperusahaannya atau juga sebagai pemilik sebuah
perusahaan penting yang sangat berpengaruh besar pada lingkungan masyarakat sekitar. Pada kasus – kasus seperti ini, mungkin orang tersebut terbiasa untuk memerintah bawahannya tapi pada saat mereka telah pensiun mereka tidak memilki hak lagi untuk memerintah. Otomatis beban tersebut menjadi kecemasan yang harus ditanggung saat mereka mengahadapi masa pensiun tersebut. Beberapa hal yang sangat mungkin dilakukan untuk bisa mengurangi dampak kecemasan dalam menghadapi masa pensiun ini adalah peran dukungan sosial dari orang – orang terdekat, masyarakat dan lingkungan sosial. Dan sebagai seseorang yang akan menghadapi masa pensiun seharusnya membuka mata dengan mau menerima kenyataan bahwa masa kerja mereka telah berakhir dan tentunya selalu berpikiran positif dalm menjalani kehidupan kedepannya. Dengan melakukan perencanaan pensiun yang lebih baik dan secara dini, juga dapat mengurangi dampak kecemasan menghadapi pensiun, setidaknya kita memiliki harapan yang lebih besar untuk menjalani kehidupan yang lebih berkualitas, meski secara usia mungkin terus menurun produktivitasnya. Semua ini perlu direncanakan, sebab faktanya banyak pensiunan, karena merasa masih dibutuhkan masih saja bekerja. Padahal ini berbahaya kalau kondisi fisik, kesehatan dan metalnya tidak mendukung (Djatmiko;Swasembada, 2007).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan negatif antara persepsi dukungan sosial dengan kecemasan dalam mengahadapi masa pensiun pada pegawai perusahaan PT. Perkebunan Nusantara V Pekanbaru – Riau.
Manfaat Penelitian Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat memberikan pengetahuan tentang hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan saat akan pensiun khususnya bagi para pegawai perusahaan yang akan menghadapi masa pensiun agar dapat menjalankan masa pensiun dengan penuh ketenangan dan sejahtera. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dalam pengembangan ilmu psikologi diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan tentang permasalahan yang dihadapi pada saat memasuki masa pensiun dan juga dapat menyumbang konsep – konsep permasalahan yang menyangkut psikologi klinis dan psikologi industri.
Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan masalah ini telah dilakukan sebelumnya. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh David P. Valentiner, Charles J. Holahan and Rudolf H. Moos, pada tahun 1994 mengenai dukungan sosial yang berasal dari orang tua. Penelitian selanjutnya yaitu oleh Evelyne Fouquefeau and Anne Fernandez dari Univ. Francois Rabelais, Maria Constaca Paul dari Univ. of
Porto, Antonio Manuel Fonseca pada tahun 2004 mengenai dasar utama dari kepuasan dengan pensiun adalah kesehatan yang memadai dan mampu untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi. Untuk melengkapi penelitian yang telah ada, peneliti mencoba melakukan penelitian mengenai dukungan social dan kecemasan menghadapi pension dengan subjek pegawai PT. Perkebunan Nusantara V.
Tinjauan Pustaka Kecemasan Atkinson (1983) mengemukakan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Lazarus (1969) juga menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi individu terhadap hal – hal yang dihadapinya dimana kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan seperti kegelisahan, kebingungan yang berhubungan dengan subjek emosi. Kimmel (1990) memandang pensiun sebagai simbol sosial yang berupa titik utama dari perpindahan masa pertengahan ke masa akhir dari perkembangan seorang dewasa. Ia memandang pensiun sebagai masa transisi, sama seperti masa transisi pada anak SMA ataupun masa transisi pada sarjana perguruan tinggi. Pengertian pensiun secara umum adalah beralihnya hubungan kerja antara karyawan dengan organisasi tempatnya bekerja karena alasan telah habisnya masa kerja dan karyawan menerima pembayaran yang berupa kompensasi yang dibayarkan setiap bulannya sebagai balasan atas jasanya kepada organisasi tempatnya bekerja (Pass, 1994). Campbell (1988) menyatakan bahwa kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis yang banyak dijumpai dan merupakan sesuatu yang tidak asing lagi dalam masyarakat karena kecemasan merupakan pengalaman universal dan dialami oleh siapa saja. Flecther dan Hensen (dalam Uswatun,2000) mengatakan
bahwa kecemasan pada orang yang menghadapi masa pensiun merupakan keprihatinan atau kekhawatiran pada sesuatu yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi sebagai akibat datangnya masa pensiun. Aspek – aspek kecemasan menurut Bucklew (dalam Yulianita, 2003) adalah: a. Kecemasan psikologis yaitu kecemasan yang berwujud pada golongan kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan lainlain. b. Kecemasan fisiologis yaitu kecemasan yang sudah mempengaruhi fisik terutama pada fungsi sistem saraf seperti susah tidur, jantung berdebar, gemetar, keluar keringat dingin dan lain-lain. Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi pension menurut Brill dan Hayes (1981) adalah : 1. Menurunnya pendapatan atau penghasilan, termasuk di dalamnya adalah hilangnya tunjangan, fasilitas dan masih adanya anak-anak yang belum mandiri yang membutuhkan biaya atau masih adanya tanggungan keluarga. 2. Hilangnya status, baik status jabatan atau pekerjaan maupun status sosialnya, termasuk di dalamnya adalah hilangnya wewenang, penghormatan orang lain atas kemampuannya, dan pandangan masyarakat atas kesuksesannya. 3. Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerja. 4. Datangnya masa tua yaitu terutama menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
Jadi, dapat dikatakan kecemasan dalam menghadapi pensiun adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan di mana seseorang merasakan adanya ketakutan, tekanan dan kekhawatiran akan kehilangan pekerjaannya yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya.
Persepsi Dukungan Sosial Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian dengan bantuan indera (Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi 2006). Sarason dkk (1983) mengartikan dukungan sosial sebagai ada atau tidaknya seseorang yang dapat membantu, sebagai individu mengetahui bahwa dirinya dihargai dan dicintai. Sarafino mengemukakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian atau membantu orang lain yang didapat dari orang lain atau kelompok-kelompok lain (Smet,1994). Gaster, dkk (1986) mengemukakan bahwa dukungan sosial secara luas didefinisikan dengan tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya. House dan Kahn (Colen dan Syne, 1985) mengatakan dukungan sosial adalah tindakan yang bersifat membantu yang melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan instrumen dan penilaian positif pada individu dalam menghadapi permasalahannya.
Johnson dan Jhonson (1991) menyatakan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang bisa untuk dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Sedangkan dukungan sosial menurut Shinta (dalam Joko Kuncoro dan Eva Diana Sari, 2006) adalah pemberian informasi baik secara verbal maupun non verbal, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang di dapat dari hubungan seseorang yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai sehingga dapat menguntungkan bagi kesejahteraan individu yang menerima. Aspek - aspek yang meliputi dukungan sosial dikemukakan oleh House (dalam House & Kahn, 1985) antara lain : a. Dukungan Emosional yaitu dukungan dari orang sekitar dalam bentuk penghargaan, kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan perasaan didengarkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi baik masalah pribadi atau masalah yang berkaitan dengan pekerjaan. b. Dukungan Informasional yaitu dukungan yang diterima individu dalam bentuk informasi, nasihat, sugesti, arahan langsung dan saran yang berguna untuk mempermudah seseorang dalam menjalani hidup. c. Dukungan Penilaian yaitu dukungan yang diterima individu dalam bentuk penilaian, umpan balik dan perbandingan sosial dalam upaya mendukung perilakunya dalam kehidupan sosial.
d. Dukungan Instrumental yaitu dukungan yang diterima individu melalui waktu, uang, alat, tenaga dan modifikasi lingkungan yang tersedia untuk menolong individu. Sedangkan faktor – faktor yang meliputi dukungan sosial dikemukakan oleh Brehm dan Kassin yaitu : a. Kontak sosial Kontak sosial dapat dilakukan oleh sejimlah orang, misalnya kontak sosial dalam hubungan suami isteri, hubungan dengan kerabat, atau hubungan dengan teman dekat. b. Hubungan yang berkualitas Tersedianya hubungan dengan orang yang dekat akan membuat individu terhindar atau dapat mengatasi masalah (Brehm dan Kassin,1991). c. Tersedianya orang yang membantu Tersedianya orang yang membantu pada saat akan dibutuhkan sangat berarti sekali. Semakin banyak orang yang dapat membantu maka semakin sehatlah individu tersebut. d. Tersedianya bantuan Bantuan yang diterima individu akan mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh stres. Hal ini disebabkan terbentuknya keyakinan diri dengan keterlibatan dengan lingkungan sosialnya sehingga individu dapat menghadapi masalah yang ada bahkan dapat mengatasinya.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa persepsi dukungan sosial merupakan ada tidaknya bantuan yang diberikan seseorang melalui hubungan interpersonal dengan orang terdekat demi kesejahteraan manusia.
Hubungan Antara Persepsi Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Pada Pegawai Perusahaan Sebagian individu beranggapan bahwa masa pensiun adalah masa pergantian kegiatan dari melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang ke kegiatan yang dihubungkan dengan minat, bakat, keterampilan atau kesenangan individu. Akan tetapi tidak jarang pula yang beranggapan bahwa masa pensiun adalah masa istirahat, masa yang benar – benar dinikmati dari hasil pekerjaan yang selama ini telah dilakukan (Monks, et.al, 1982). Dukungan sosial akan semakin sangat diperlukan pada saat individu mempersiapkan diri untuk menghadapi datangnya masa pensiun, dimana masalah keuangan dan hilangnya kekuasaan menjadi salah satu sumber kecemasan menghadapi pensiun. Disinilah peran keluarga sangat dibutuhkan oleh individu untuk dapat membantu mengurangi ketegangan dan kecemasan dalam menghadapi pensiun. Pendekatan dalam menghadapi masa pensiun akan semakin bertambah sulit apabila perilaku keluarga tidak menyenangkan (Hurlock, 1996). Dukungan sosial melindungi seseorang dari keadaan yang menegangkan atau membuat stres. Apabila dukungan
sosial yang diterima cukup maka kesehatan fisik dan mental akan baik (Sarafino,1990). Individu yang memiliki gaya kelekatan aman adalah yang paling baik dalam mencari dukungan sosial dan mereka cenderung menerima dukungan sosial yang lebih besar dibandingkan mereka yang mempunyai gaya kelekatan yang lain (Davis,Morris & Kraus dkk., 1998; Mikulincer & Florian, 1995). Perempuan lebih cenderung untuk memberi dan menerima dukungan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan laki – laki (Berbee dkk, 1993; Porter, Marco dkk, 2000). Masa berhenti bekerja ini dapat dijalankan dengan baik apabila individu yang bersangkutan mampu memahami tahap perkembangan yang sedang dijalani dan mampu mencapai tugas perkembangan yang harus dipenuhi dalam menjalani tahap perkembangan tersebut (Erickson, 1989).
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah kecemasan menghadapi masa pensiun dan semakin rendah dukungan sosial maka semakin tinggi kecemasan menghadapi pensiun.
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung : Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun 2. Variabel Bebas
: Persepsi Dukungan Sosial
Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Kecemasan dalam menghadapi pensiun adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan di mana seseorang merasakan adanya ketakutan, tekanan dan kekhawatiran akan kehilangan pekerjaannya yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya. Aspek-aspek kecemasan yaitu kecemasan psikologis yang meliputi rasa tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan lain-lain. Kedua yaitu kecemasan fisiologis seperti susah tidur, jantung berdebar, gemetar, keluar keringat dingin dan lain-lain. 2. Dukungan Sosial Persepsi terhadap dukungan sosial merupakan ada tidaknya bantuan yang diberikan seseorang melalui hubungan interpersonal dengan orang terdekat yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Aspek-aspek dari persepsi dukungan sosial ini meliputi dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan penilaian. Dukungan emosional seperti : penghargaan, kasih sayang
dan perhatian sedangkan dukungan informasi sepert : nasihat dan saran yang berguna untuk mempermudah seseorang dalam menjalani hidup. Dukungan instrumental dapat berupa: uang, alat, kesempatan, waktu dan modifikasi lingkungan. Dukungan penilaian berupa: umpan balik dan membandingkan dengan orang lain. Faktor-faktor dukungan sosial antara lain yaitu: kontak sosial, tersedianya orang yang membantu, hubungan yang berkualitas dan tersedianya bantuan.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai perusahaan PT. Perkebunan Nusantara V yang akan memasuki masa pensiun. Sesuai dengan tinjauan pustaka dan tujuan penelitian maka pengambilan subjek penelitian ditentukan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut: a.
Berstatus pegawai PT.Perkebunan Nusantara V Pekanbaru-Riau
b.
Berasal dari berbagai bagian
c.
Usia 45 - 55 tahun
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan metode skala yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar peryataan yang diberikan pada responden dan dijawab langsung oleh responden sesuai dengan pendapat, keyakinan, atau keadaan dirinya (Hadi, 2000). Skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala dukungan sosial dan skala kecemasan menghadapi pensiun. a. Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun Skala kecemasan menghadapi pensiun disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Buklew (dalam Yulianita, 2003) yaitu: kecemasan secara psikologis seperti: tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan kecemasan secara fisiologis seperti: susah tidur, jantung berdebar, gemetar, keluar keringat dingin dan lain-lain. Angket skala kecemasan ini terdiri dari 50 aitem baik favourable maupun unfavourable yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan Bucklew (dalam Secord, 1976). Skala ini disusun dengan menggunakan skala Likert, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap subjek, objek atau peristiwa tertentu (Azwar, 2001). Untuk aitem favourable jawaban sangat sesuai (SS) skor yang diberikan adalah 4, untuk jawaban sesuai (S) skor yang diberikan 3, untuk jawaban tidak sesuai (TS) skor yang diberikan 2 dan untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 1. Sedangkan pada aitem unfavourable, besar skornya yaitu untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 4, untuk jawaban tidak sesuai (TS) diberi skor 3, untuk jawaban sesuai (S) diberi skor 2 dan untuk jawaban sangan sesuai (SS) diberi skor 1. b.Skala Persepsi Dukungan Sosial
Sedangkan untuk persepsi dukungan sosial akan diukur dengan skala dukungan sosial berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh House (dalam House & Kahn, 1985) yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan penilaian. Angket skala dukungan sosial terdiri dari 41 aitem baik yang favourable maupun unfavourable yang disusun berdasarkan aspekaspek yang dikemukakan oleh House (dalam house & Kahn) yang terdiri dari 4 faktor. Skala ini disusun dengan menggunakan skala Likert, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap subjek, objek atau peristiwa tertentu (Azwar, 2001). Untuk aitem favourable jawaban sangat sesuai (SS) skor yang diberikan adalah 4, untuk jawaban sesuai (S) skor yang diberikan 3, untuk jawaban tidak sesuai (TS) skor yang diberikan 2 dan untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 1. Sedangkan pada jawaban unfavourable, untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 4, untuk jawaban tidak sesuai (TS) diberi skor 3, untuk jawaban sesuai (S) diberi skor 2 dan untuk jawaban sangan sesuai (SS) diberi skor 1.
Metode Analisis Data Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Product Moment dari Pearson karena ingin mengetahui hubungan antar variabel yang hendak diukur yaitu hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Sedangkan perhitungan selanjutnya akan menggunakan
program statistik yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 13,00 for windows. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas skala Seleksi aitem dalam penelitian menggunakan parameter indeks daya beda aitem, yang diperoleh dari korelasi antara skor masing-masing item dengan skor total aitem, sehingga dapat ditentukan aitem yang layak dan tidak layak dimasukkan dalam skala penelitian. Dengan menggunakan batas kritis 0.3 maka aitem yang memiliki indeks daya beda aitem lebih besar atau sama dengan 0.3 layak untuk dimasukkan dalam skala penelitian. b. Reliabilitas Skala Uji reliabilitas terhadap kedua skala hanya dikenakan pada aitem-aitem yang telah memenuhi syarat validitas. Uji reliabilitas ini menggunakan teknik korelasi Alpha Cronbach pada program komputer SPPS 13.00 for windows XP. Setelah koefisiensi reliabilitas skala kecemasan menghadapi pensiun dihitung dan diperoleh koefisiensi reliabilitas Alpha (a ) sebesar 0,944 dengan demikian skala kecemasan menghadapi pensiun tersebut dapat dikatakan reliabel, sehingga memenuhi syarat untuk digunakan sebagai alat ukur untuk pengambilan data dalam penelitian ini. Sedangkan uji reliabilitas terhadap skala dukungan sosial menghasilkan Alpha (a ) sebesar 0,929, sehingga skala ini juga memenuhi syarat untuk digunakan sebagai alat ukur untuk pengambilan data dalam penelitian ini.
Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Deskripsi Subjek Penelitian No Deskripsi 1 Bagian : Pembiayaan Teknik Pengolahan SDM Biro Tanaman SPI Gudang Sentral Akuntansi P2 Pemasaran Pengadaan 2
Jenis kelamin ? Laki – laki ? Perempuan Jumlah Subjek
Jumlah 17 11 10 2 1 1 1 1 2 1 1 1
37 13 50
Deskripsi Data Penelitian Secara Keseluruhan Empirik Variabel Xmin Xmax Mean SD Kecemasan 32 85 58,18 13,570 Dukungan 60 94 73,42 7,066 Sosial Ket : Xmin = Skor Total Minimal Xmax = Skor Total Maksimal
Xmin 32 27
Deskripsi Kategorisasi Kecemasan Pada Subyek Penelitian Skor Kategori Frekwensi X = 33,754 Sangat rendah 1 33,754 < X = 50,038 Rendah 15 50,038 < X = 66,322 Sedang 20 66,322 < X = 82,606 Tinggi 13 X > 82,606 Sangat Tinggi 1
Hipotetik Xmax Mean 128 80 108
67,5
Prosentase 2% 30% 40% 26% 2%
SD 16 13,5
Deskripsi Kategorisasi Dukungan Sosial Pada Subyek Penelitian Skor Kategori Frekwensi X < 60,7012 Sangat rendah 1 60,7012 < X = 69,1804 Rendah 17 69,1804 < X = 77,6596 Sedang 19 77,6596 < X = 86,1388 Tinggi 12 X > 86,1388 Sangat Tinggi 1
Prosentase 2% 34% 46% 26% 4%
Uji Asumsi Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal atau tidak. Kaidah yang digunakan yaitu jika p > 0,05 maka sebaran data normal, sedangkan jika p < 0,05 maka sebaran data tidak normal. Uji normalitas dengan menggunakan teknik one sample Kolmogorof-Smirnov Test dari program SPSS 13.00 for Windows menunjukan nilai K-SZ sebesar 0,754 dengan nilai p = 0,620 (p>0,05) untuk kecemasan dan nilai K-SZ sebesar 0,666 dengan p = 0,767 (p>0,05) untuk dukungan sosial. Hasil uji normalitas ini menunjukan bahwa kecemasan dan dukungan sosial memiliki sebaran normal. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel dukungan sosial dan kecemasan memiliki hubungan yang linear. Hasil uji linearitas dengan menggunakan program SPSS 13.00 for Windows dengan teknik Compare Means
menunjukan F = 3,605 ; p = 0,068 (p>0,05). Berdasarkan analisis diatas dikatakan bahwa hubungan kedua variabel adalah tidak linear.
Uji Hipotesis Untuk mengetahui adanya hubungan negatif antara persepsi dukungan sosial dengan kecemasan maka digunakan uji korelasi dengan product moment dari Pearson dengan menggunakan program SPSS 13.00 for Windows. Hasil analisis data menunjukan korelasi antara variabel dukungan sosial dan kecemasan, nilai r = -0,247 dengan p = 0,042 (p<0,05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara dukungan sosial dengan kecemasan. Analisis korelasi determinasi pada korelasi antara persepsi dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun menunjukkkan angka sebesar 0,061 yang berarti dukungan sosial memberikan sumbangan sebesar 6,1% terhadap kecemasan.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang diajukan yaitu hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan kecemasan diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar -0,247 dengan p= 0,042 (p<0,05) dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan kecemasan yang signifikan. Artinya, semakin tinggi dukungan sosial maka
kecemasan menghadapi pensiun semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial maka kecemasan menghadapi pensiun semakin tinggi.
Hasil
deskripsi data dukungan sosial menunjukkan bahwa mean empirik > mean hipotetik, ini berarti dukungan sosial tergolong tinggi. Sedangkan deskripsi data penelitian kecemasan menghadapi pensiun menunjukkan bahwa mean empirik < mean hipotetik, ini berarti kecemasan tergolong rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecemasan yang rendah dalam menghadapi pensiun disebabkan karena para pegawai sebagai calon pensiun rata – rata memiliki penghasilan yang layak dan telah mempersiapkan masa pensiun mereka dengan baik jadi mereka tidak terlalu memilki beban saat nanti mereka pensiun. Peneliti mengakui pada penelitian ini masih terdapat kelemahan – kelemahan, yaitu kemampuan peneliti yang belum baik dalam membuat aitem – aitem penelitian sehingga masih ada pernyataan – pernyataan yang membingungkan subjek. Kelemahan dari penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian dengan topik yang sama agar hasilnya lebih baik lagi.
Penutup Kesimpulan Hipotesis penelitian yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara persepsi dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai diterima. Dengan hasil uji hipotesis yaitu (r) sebesar -0,247 dengan p= 0,042 (p<0,05).
Saran 1. Pegawai PT. Perkebunan Nusantara V ?
Diharapkan kepada pegawai berikutnya yang akan pensiun dapat tetap mempersiapkan masa pensiun mereka dengan baik, merencanakan keuangan untuk persiapan pensiun agar nantinya tidak menjadi beban saat masa pensiun tiba.
?
Untuk perusahaan diharapkan dapat mengadakan pelatihan menghadapi masa pensiun bagi para pegawai yang akan segera pension.
2.Peneliti selanjutnya ?
Peneliti sebaiknya menggunakan teori baru dan mencari aspek – aspek yang lebih sesuai dengan permasalahan, dengan memanambah referensi buku dan jurnal – jurnal terbaru.
?
Peneliti selanjutnya diharapkan bisa lebih tepat lagi dalam memilih waktu pengambilan data agar para subjek dapat benar – benar dalam kondisi siap
untuk menjawab angket yang diberikan sehingga hasil yang diharapkan bisa tercapai. ?
Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih teliti dalam pemilihan aitem dalam pembuatan skala yang sesuai dengan kondisi subjek sehingga nantinya hasil data yang diperoleh bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Offset
Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Brill, P.L & Hayes, J.P. 1981. Taming Your Turmoil: Managing the transition of Adult Life. Eaglewood Cliffs: Prentice-Hall Inc.
Chaplin, J.P. 1968. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Cohen, S. Syne, L.S. 1985. Social Support and Health. New York: academic Press Inc. Duffy, G.K. Afwater, E. 2002. Psychology for Living ( Seventh Edition). Upper Saddle River – New Jersey.
Fouquereau, E. Fernandez, A. Fonseca, A.M. Paul, M.C. Uotinen, V. 2005. Perceptions of Satisfaction With Retirement: A Comparison of Six European Union Countries. Journal of Psychology and Aging. 20. 524-528.
Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta. Andi Yogyakarta
Hartati, N. 2002. Post Power Syndrome Sebagai Gangguan Mental Pada Masa Pensiun. Artikel Tazkia Volume 2 nomor 1.
Hasanah, U. 2005. Hubungan Antara Kecemasan Menghdapi Pensiun Dengan Semangat Kerja. Naskah Publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: UII.
Hayen, W.J. Rybash, J.M, Roodin, P.A. 1999. Adult Development and Aging (Fourth Edition). Mc Graw – Hill Collage.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.
Johnson, D.W. Johnson, F.P. 1997. Joining Together, Group theory and Group Skill. Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc.
Kartono, K. 1986. Pengantar metodologi riset social. Bandung. Mandar Maju
Kimmel, D.C. 1990. Adulthood and Aging. New York: John Wiley & Sons.Inc.
Lazarrus, R.S.1996. Pattern of Adjusment ang Human Effectivness. Tokyo: Mc.Graw-Hill Kogokussha Ltd.
Parker,S. 1982. Work and Retirement. London : George – Allen and Unwin.
Rybash, J.W, Roodin, P, Santrock, J.W.1999. Adult Development and Aging, 4th Edition. New York: Win C.Brown.
Santrock, J.W. 2002. Live Span Development – Jilid II. Jakarta : Erlangga.
Sarafino, E.P. 1990. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction. New York: John Willey & Sons Inc.
Sari, E.D, Kuncoro, J. 2006. Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun Ditinjau dari Dukungan Sosial Pada PT.Semen Gresik (Persero) Tbk. Jurnal Psikologi Proyeksi, volume1, nomor1.
Secord, P.F. 1976. Understanding Social Life : An Introduction to Social Psychology. New Delhi: Mc Graw-Hill Publishng co, ltd. Strauss. George. Sayles. Leonard, R. 1980. Personal The Human Problem of Management, 4th Edition. New Delhi-Prentice Hall of India.
Swasembada. 2007. Merancang Masa Depan Pensiun Kaya Raya. Jakarta : PT. Temprint. No.18/XXIII.
Valentiner, D.P, Holahan, C.J, Moos, R.H. 1994. Social Support, Appraisals of Event Controllability and Coping: An Integrative Model. Journal of Personality and Social Psychology, 66, 1094-1102.
Wahyuningrum, A. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh. Naskah Publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : UII.
Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Edisi Revisi Ketiga. Yogyakarta. Andi Yogyakarta
Yulianita, I.N. 2003. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kecemasan Menghadapi Pensiun Karyawan Golongan Pimpinan diPertamina Unit Pengolahan III Plaju. Naskah Publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: UII.