NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PEMENUHAN KEBUTUHAN BERAFILIASI DENGAN KONFORMITAS PADA MAHASISWA SEMESTER PERTAMA
Oleh: Dahlia Rahayu Kusumadwewi Mira Aliza Rachmawati
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PEMENUHAN KEBUTUHAN BERAFILIASI DENGAN KONFORMITAS PADA MAHASISWA SEMESTER PERTAMA
Telah Disetujui Pada Tanggal
__________________
Dosen Pembimbing Utama
(Mira Aliza Rachmawati, S.Psi, M.Psi)
HUBUNGAN ANTARA PEMENUHAN KEBUTUHAN BERAFILIASI DENGAN KONFORMITAS PADA MAHASISWA SEMESTER PERTAMA
Dahlia Rahayu Kusumadewi Mira aliza Rachmawati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama. Semakin tinggi pemenuhan kebutuhan berafiliasi, maka semakin tinggi pula konformitas. Sebaliknya semakin rendah pemenuhan kebutuhan berafiliasi, maka semakin rendah konformitas. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester pertama Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia, yang berusia 18 tahun sampai 21 tahun. Teknik pengambilan sample dengan menggunakan metode random sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek dari Murray (Hall & Lindzey, 2004) yang berjumlah 24 aitem dan skala konformitas yang diadaptasi dan dimodifikasi dari skala konformitas yang digunakan oleh Riyadi (1993) yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Asch (1959), skala ini berjumlah 16 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara pemenuhan kebutuhan berafliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar
r = 0,530 dengan p =
0,001 (p<0,01) yang artinya ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama. Jadi hipotesis diterima
Kata kunci: Pemenuhan kebutuhan berafiliasi, konformitas
A. PENGANTAR Setiap dimulainya tahun ajaran baru, populasi di Daerah Istimewa Yogyakarta selalu bertambah, hal ini dikarenakan datangnya siswa-siswa lulusan SMU (Sekolah Menengah Umum) dari berbagai daerah yang ingin melanjutkan pendidikan mereka ke perguruan tinggi di Yogyakarta. Oleh sebab itu Yogyakarta disebut sebagai kota pelajar, karena selain banyak pelajar dan mahasiswa yang menuntut ilmu, Yogyakarta juga mempunyai puluhan perguruan tinggi dan lembaga pendidikan informal lainnya. Selain itu banyak fasilitas-fasilitas di Yogyakarta yang dapat memudahkan mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri, seperti adanya lembaga-lembaga pengembangan diri seperti Kapilawastu dan Abhiseka, serta pusat buku shopping yang menyediakan segala macam buku dengan harga murah. Daya tarik itulah yang membuat siswa-siswa lulusan SMU memilih Yogyakarta sebagai kota untuk melanjutkan pendidikan mereka. Siswa-siswa lulusan SMU tersebut akan mengalami perubahan status ketika mereka sudah masuk ke perguruan tinggi, yaitu status dari seorang siswa menjadi seorang mahasiswa. Perubahan status itu tidak hanya sekedar perubahan untuk sebuah nama tapi juga perubahan status dalam hal akademik, tanggung jawab dan interaksi sosial. Meichati (dalam Shahroza, 2004) merinci beberapa persoalan yang sering dihadapi mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademia, antara lain: (a) kesiapan dalam menghadapi dunia dan masyarakat baru, yaitu dalam pemilihan perguruan tinggi, pemilihan jurusan, daerah tempat belajar dan penyesuaian dengan lingkungan baru; (b) kesiapan dalam mengatur diri sendiri yang meliputi pengaturan waktu belajar, menambah pengalaman, masalah disiplin
diri dan kebiasaan-kebiasaan baik; (c) kesiapan dalam menghadapi persaingan, baik dalam pergaulan, berprestasi dan pengabdian di lingkungan masyarakat. White dan Watt (dalam Shahroza, 2004) berpendapat bahwa mahasiswa baru lebih sering mengalami gangguan perilaku karena berada pada masa transisi, yaitu masa peralihan dari sekolah menengah ke lingkungan perguruan tinggi. Hal senada juga diungkapkan oleh Oppenheimer (dalam Jufri, 1999) yang mengatakan bahwa mahasiswa tingkat bawah sering dilaporkan memiliki hambatan lebih banyak sehingga penyesuaian dirinya lebih rendah. Kenyataan ini dapat dipahami karena mahasiswa semester pertama dihadapkan pada situasi baru yang berbeda dengan situasi sebelumnya baik situasi akademik, sosial maupun emotional. Mahasiswa semester pertama juga mengalami ketegangan dan kesepian pada awal kuliah di perguruan tinggi yang timbul karena perpisahan dengan orangtua dan teman serta kecemasan tentang pembentukan kehidupan sosial yang baru (Sears, Freedman, Peplau, 1994). Untuk mengurangi masalah-masalah di atas, maka mahasiswa semester pertama harus mengembangkan hubungan dan membentuk kelompok sosial baru. Hal ini menuntut mereka untuk dapat segera menyesuaikan diri agar mahasiswa semester pertama dapat diterima dan disukai oleh kelompok sosialnya yang baru. Semester pertama perkuliahan biasanya mereka gunakan untuk mengenal dan melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan perguruan tinggi yang sedang mereka hadapi. Menurut Oppenheimer (dalam Jufri, 1999), salah satu bentuk dari penyesuaian diri adalah dengan melakukan konformitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sherif (1936) dan Jacobs & Campbell (1961) bahwa individu akan melakukan konformitas dan terpengaruh oleh orang lain ketika berada dalam situasi yang ambigu (Hewstone dkk, 1996). Hal senada juga diungkapkan oleh Kelly dan Thomas (dalam Aroson dkk, 2007) bahwa pada situasi yang membuat individu merasa asing dan ambigu serta tidak tahu secara pasti apa yang harus dikerjakan, maka individu tersebut akan cenderung untuk melakukan konformitas. Hal ini juga dirasakan oleh mahasiswa semester pertama, mereka merasa asing dan bingung berada di lingkungan perguruan tinggi yang baru mereka alami dan mahasiswa semester pertama juga masih membawa kebiasaan-kebiasaan mereka ketika di sekolah menengah, padahal kebiasaan-kebiasaan itu belum tentu sesuai dengan lingkungan perguruan tinggi. Dengan kondisi tersebut, maka mahasiswa semester pertama akan mencari informasi dari individu maupun kelompok mahasiswa lain yang lebih mengerti dengan situasi di perguruan tinggi dan mahasiswa semester pertama akan konform dengan kelompok tersebut. Jika dilihat dari usia, mahasiswa semester pertama termasuk ke dalam periode remaja, karena rata-rata individu yang baru masuk ke perguruan tinggi berusia 18 tahun. Dari banyak penelitian memang terungkap bahwa pada masa remaja, konformitas terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masa pertumbuhan lainnya. Hal tersebut dapat dimengerti mengingat pada masa remaja proses pemantapan diri sedang berlangsung sehingga remaja akan lebih rentan terhadap pengaruh perubahan dan tekanan yang ada disekitarnya. Pada konformitas seseorang menyesuaikan dirinya dengan kelompok sosialnya karena
adanya tekanan atau tuntutan dari kelompok tersebut baik secara nyata ataupun hanya dibayangkan (Baron & Byrne, dalam Rakhmat, 2004). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Asch (dalam Riyadi, 1993) bahwa remaja yang berada dalam suatu kelompok akan sulit untuk mengemukakan pendapat yang diyakini kebenarannya karena mengalami distorsi tindakan yaitu subjek akan tunduk pada kemauan kelompok karena merasa ada tekanan untuk tidak berbeda dengan kelompoknya. Efek dari konformitas ini tergantung dari kelompok yang akan jadikan teman oleh individu. Kalau kelompok tersebut memiliki sikap, pendapat, dan perilaku positif, maka individu cenderung akan berperilaku dan berpandangan positif. Efek positif akan membuat individu punya kemampuan dan keterampilan yang positif juga. Sebaliknya, kalau kelompok yang dijadikan teman oleh individu ini memiliki sikap, pendapat, dan perilaku negatif, maka individu akan cenderung berperilaku dan berpandangan negatif. Untuk nilai-nilai sosial yang dipegang teguh oleh sistem sosial dan untuk kebersihan moral, konformitas sangat diperlukan (Rakhmat, 2004). Tapi jika remaja selalu berpegang teguh pada konformitas maka akan menghambat remaja untuk menghasilkan hal-hal yang baru dan kreatif (Indria dan Nindyati, 2007). Apalagi remaja yang berstatus mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang memiliki tanggung jawab yang lebih, mengingat dipundak merekalah masa depan bangsa ini dipikul. Alangkah ironisnya bila generasi penerus tersebut memiliki perilaku konformitas yang tinggi, dimana mereka selalu mengikuti kelompok dan lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok yang pada akhirnya
akan menjadikan mereka generasi yang tidak kritis karena tidak mampu mengembangkan pola norma diri sendiri. Perilaku konformitas yang dilakukan remaja tersebut merupakan pencerminan dari kebutuhan yang dimiliki oleh remaja itu sendiri. Asumsi tersebut didasarkan pada pendapat Vernon (dalam Suharno, 1996) yang menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kecenderungan sikap konformitas terhadap kelompok adalah orang yang memiliki kebutuhan berafiliasi yang tinggi. Menurut Vernon, sumber kebutuhan berafiliasi adalah konformitas untuk memperoleh kepercayaan, afeksi dan empati dari orang lain atau kelompok. Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sistrunk dan Mc David (dalam Suharno, 1996) yang menemukan bahwa kebutuhan berafiliasi yang tinggi akan mempunyai tingkat konformitas yang tinggi daripada kebutuhan berafiliasi yang rendah. Penelitian dari Smart (dalam Harjanti, 2001) menunjukkan bahwa kebutuhan afiliasi berkorelasi positif dengan pembentukan kelompok. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi tinggi lebih berusaha masuk kelompok dan berusaha agar diterima oleh kelompok tersebut. Menurut De Montmollin (Hewstone dkk, 1996) pada dasarnya konformitas merupakan salah satu akibat dari pengaruh sosial yang terjadi ketika penilaian, opini, maupun sikap seseorang berubah karena dihadapkan pada opini, penilaian dan sikap orang atau kelompok lain. Esensi dari konformitas adalah tekanan dari kelompok yang mengakibatkan terjadinya penyesuaian, karena menurut Morgan, King dan Robinson (dalam Indria & Nindyati, 2007) konformitas berkaitan
dengan kecenderungan individu untuk mengubah pandangan atau perilakunya dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan tuntutan norma sosialnya. Murray (Hall dan Lindzey, 2004) mengemukakan bahwa kebutuhan afiliasi merupakan keinginan untuk mendekatkan diri, bekerja sama, saling menerima dan memberi kepada orang lain yang mempunyai persamaan dengan dirinya, menyenangkan orang lain dan mencari afeksi dari mereka, serta patuh dan setia kepada teman. Menurut Mc Clelland (As’ad, 2003) ciri-ciri tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berafiliasi yang tinggi akan nampak sebagai berikut, yaitu: lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaan daripada segi-segi tugas yang ada pada pekerjaan itu, melakukan pekerjaannya lebih efektif bila bekerjasama bersama orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif, mencari kesepakatan atau persetujuan dari orang lain, serta lebih suka bersama orang lain daripada sendirian.
B. METODE PENELITIAN 1. Subjek Penelitian Subjek dari penelitian kali ini adalah mahasiswa semester pertama Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswa semester pertama yang berusia antara 18 tahun sampai 21 tahun dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode skala, yaitu skala konformitas dan skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi. a. Skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi Skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi yang digunakan dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Murray (Hall & Lindzey, 2004) yang berjumlah 24 butir aitem. Skala ini disusun berdasarkan empat aspek yang terdiri dari: afeksi, kooperatif, kebersamaan dan sikap setia. b. Skala konformitas Skala konformitas ini merupakan adaptasi dan hasil modifikasi dari skala konformitas yang digunakan oleh Riyadi (1993). Skala ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Asch (1959). Skala konformitas ini terdiri 16 aitem yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: distorsi persepsi, distorsi tindakan, distorsi penilaian.
3. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif. Analisis data dilakukan dengan analisis korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program komputer SPSS 12,0 for Windows
C. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester pertama Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Dalam penelitian ini ada 35 subjek yang berusia antara 18 tahun sampai 21 tahun, laki-laki maupun perempuan. 2. Kategorisasi Skala 1. Skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi Tabel 1 Kriteria kategorisasi skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi Skor Kategorisasi Frekuensi X < 38,4 Sangat rendah 0 38,4 = X < 52,8 Rendah 0 52,8 = X < 67,2 Sedang 12 67,2 = X < 81,6 Tinggi 21 X > 81,6 Sangat tinggi 2
% 0 0 34,28 % 60 % 5,72 %
2. Skala konformitas Tabel 7 Kriteria kategorisasi skala konformitas Skor Kategorisasi X <25,6 Sangat rendah 25,6 = X < 35,2 Rendah 35,2 = X < 44,8 Sedang 44,8 = X < 54,4 Tinggi X > 54,4 Sangat tinggi
Frekuensi 0 0 31 4 0
% 0 0 88,58 % 11,42 % 0
3. Uji Asumsi a. Uji normalitas Hasil uji normalitas dengan menggunakan program SPSS 12,0 for Windows dengan teknik one sample Kolmogorof Smirnov menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 0,744 dengan p = 0,637 (p>0,05) untuk skala pemenuhan
kebutuhan berafiliasi dan nilai K-S-Z sebesar 1,037 dengan p = 0,232 (p>0,05) untuk skala konformitas. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa skala pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan skala konformitas memiliki sebaran normal. b. Uji linearitas Hasil uji linearitas dengan menggunakan program SPSS 12,0 for Windows dengan teknik Compare means menunjukkan F = 16,417 ; p = 0,001 (p<0,05). Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat dikatakan bahwa hubungan kedua variabel linear karena p<0,05, sehingga uji linearitas dapat terpenuhi. c. Uji korelasi Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan variabel konformitas nilai r = 0,530 dengan p = 0,001 (p<0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. d. Hasil Analisis Tambahan Untuk mengetahui aspek dari pemenuhan kebutuhan berafiliasi yang paling mempengaruhi konformitas dan besar sumbangan efektifnya, maka teknik yang digunakan adalah teknik Regression Linear dengan menggunakan program SPSS 12,0 for windows. Hasil yang diperoleh menunjukkan asoek yang paling berpengaruh adalah sikap setia dengan nilai R Square Change sebesar 0,344 atau 34,4 %.
4. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan yaitu ada hubungan positif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,530 dengan p = 0,001 (p<0,01), dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama. Jadi dapat diartikan semakin tinggi pemenuhan kebutuhan berafiliasi maka semakin tinggi pula tingkat konformitas pada mahasiswa semester pertama. Perubahan-perubahan yang dialami mahasiswa semester pertama, baik itu perubahan dalam hal akademik, perubahan tanggung jawab maupun perubahan dalam interaksi sosial, tentunya membuat mahasiswa semester pertama merasa asing dan bingung. Untuk itu mahasiswa semester pertama harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang baru. Salah satu bentuk dari penyesuaian diri yaitu dengan melakukan konformitas (Jufri, 1999). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sherif, Jacobs dan Campbell (Hewstone dkk, 1996) serta Kelly dan Thomas (Aroson dkk, 2007) yang menjelaskan bahwa pada situasi yang membuat individu merasa asing dan ambigu serta tidak tahu secara pasti apa yang harus dikerjakan, maka individu tersebut akan cenderung untuk melakukan konformitas. Menurut Palmer (Mappiare, 1993) remaja melakukan konformitas karena keinginan remaja untuk selalu berada dan diterima dalam kelompoknya.
Perilaku konformitas yang dilakukan remaja tersebut merupakan pencerminan dari kebutuhan yang dimiliki oleh remaja itu sendiri. Asumsi tersebut didasarkan pada pendapat Vernon (Suharno, 1996) yang menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kecenderungan sikap konformitas terhadap kelompok adalah orang yang memiliki kebutuhan berafiliasi yang tinggi. Keinginan berafiliasi juga timbul bila seseorang ingin disukai dan diterima sebagai anggota kelompok. McClelland (1987) juga mengatakan bahwa adanya kebutuhan berafiliasi tersebut dapat mendorong individu untuk memiliki pola perilaku yang cenderung sama dengan pola perilaku kelompoknya, atau dengan kata lain individu akan cenderung untuk melakukan konformitas terhadap kelompoknya. Lebih lanjut Mc Clelland (1987) mengatakan bahwa kebutuhan berafiliasi itu sangat baik dijelaskan dengan kata persahabatan. Pengukuran kebutuhan berafiliasi ditentukan oleh sifat-sifat menjalin, membina, atau memulihkan persahabatan dengan orang lain. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan berafiliasi pada mahasiswa semester pertama dapat menimbulkan
perilaku
konformitas.
Dimana
kebutuhan
berafiliasi
dan
konformitas mempunyai tujuan yang sama yaitu agar diterima dan disukai oleh kelompoknya. Hubungan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama terlihat kecil, yaitu kebutuhan berafiliasi memberikan sumbangan sebesar 28,1 % terhadap konformitas dan selebihnya sebesar 71,9 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar kebutuhan berafiliasi. Hal ini
sesuai yang diungkap oleh Rakhmat (2004) diantaranya adalah konteks situasi, kejelasan situasi, usia, ukuran kelompok dan stabilitas emosional. Hasil kategorisasi pada nilai masing-masing skala menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan berafiliasi berada pada kategori tinggi yaitu 21 subjek atau 60 % dari jumlah 35 subjek penelitian. Hal ini mungkin dikarenakan mahasiswa semester
pertama
belum
mempunyai
banyak
teman
sehingga
mereka
mengembangkan hubungan sosial dan membentuk pertemanan baru. Sebuah perkenalan dapat berarti banyak bagi individu, hal ini dapat berarti memahami, mengerti, mengenali serta menghayati lebih jauh segala sesuatu yang baru saja ditemui atau dijumpainya. Kehadiran teman-teman baru tersebut akan membuat para mahasiswa semester pertama merasa diterima dan disukai sehingga kebutuhan berafiliasinya dapat terpenuhi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1987) bahwa kebutuhan berafiliasi itu sangat baik dijelaskan dengan kata persahabatan. Pengukuran kebutuhan berafiliasi ditentukan oleh sifat-sifat menjalin, membina, atau memulihkan persahabatan dengan orang lain. Sedangkan skala konformitas berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 31 orang atau 88,58 % dari jumlah 35 subjek penelitian. Hal ini mungkin dikarenakan faktor usia dari subjek. Jika dilihat dari tahap perkembangannya, maka mahasiswa semester pertama termasuk ke dalam remaja akhir yang berusia 18 tahun sampai 21 tahun. Walaupun konformitas dilakukan individu pada segala umur, amun konformitas paling banyak dilakukan pada masa remaja khususnya masa remaja awal dan masa remaja tengah (Indria dan Nindyati, 2007).
Kebutuhan tersebut secara berangsur-angsur namun tetap akan menurun pada masa akhir remaja (Conger, 1991). Hal ini sesuai dengan pendapat Rakhmat (2004) yang mengatakan bahwa semakin tinggi usia individu maka semakin rendah tingkat konformitasnya. Hal lain yang memyebabkan rendahnya kategorisasi konformitas pada mahasiswa semester pertama mungkin dikarenakan mahasiswa tersebut melakukan konformitas tipe complience. Ini dilakukan karena mereka ingin masuk ke dalam kelompok sosial yang baru, sehingga mereka akan menyamakan persepsi, opini dan tingkah laku agar sama dengan kelompok barunya. Tapi konformitas ini dilakukan ketika mahasiswa semester pertama berada ditengah-tengah kelompok barunya tersebut dan mereka tidak akan merubah opini, persepsi dan tingkah lakunya jika tidak berada di tengah kelompok barunya. Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa aspek sikap setia merupakan aspek yang paling mempengaruhi konformitas yang terjadi pada mahasiswa semester pertama dengan sumbangan efektif sebesar 34,4 %. Sikap setia ini menunjukkan perilaku memelihara dan menerima hubungan persahabatan dengan orang lain. Edward (As’ad, 2003)mendukung asumsi di atas bahwa kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain dan setia terhadap temannya, berpartisipasi dalam kelompoknya dan suka menulis surat kepada teman-temannya. Murray (Hall & Lindzey, 2004) juga mengemukakan hal ysng sama bahwa kebutuhan afiliasi merupakan keinginan untuk mendekatkan diri, bekerja sama, saling menerima dan memberi kepada orang lain yang
mempunyai persamaan dengan dirinya, menyenangkan orang lain dan mencari afeksi dari mereka, serta patuh dan setia kepada teman. Kelemahan dalam penelitian ini adalah jumlah subjek yang terlalu sedikit, sehingga kurang bisa mewakili keadaan yang sebenarnya dari subjek. Dalam penelitian ini subjek yang digunakan hanya satu kelas sehingga terlalu homogen. Waktu yang kurang tepat juga merupakan kelemahan dari penelitian ini. Seharusnya penelitian dilakukan ketika subjek baru memulai masa perkuliahan, tapi karena keterbatasan dari peneliti maka penelitian baru dapat dilakukan ketika masa perkuliahan sudah berlangsung selama empat bulan.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama. Hal ini berarti semakin tinggi pemenuhan kebutuhan berafiliasi maka semakin tinggi tingkat konformitas yang dilakukan oleh mahasiswa semester pertama. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan konformitas pada mahasiswa semester pertama dapat diterima. 2. Saran-saran a. Bagi Para Mahasiswa Diharapkan mahasiswa dapat mengikuti kegiatan yang ada di kampus, sehingga kebutuhan berafiliasi akan terpenuhi. Kegiatan tersebut juga
diharapkan menjadi wadah untuk mengembangkan identitas diri mahasiswa semester pertama, sehingga mampu mengembangkan pola piker sendiri dan tidak terlalu bersikap konformis. b. Bagi Penelitian Selanjutnya ?
Penelitian yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan berafiliasi dan konformitas masih perlu diungkap khususnya berkaitan dengan faktorfaktor yang mempengaruhi kedua variabel tersebut. Selain itu perlu dilakukan penelitian lain dengan subjek berbeda, misalnya pada remaja yang baru masuk sekolah, sehingga menghasilkan berbagai macam variasi penelitian.
?
Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih teliti dalam pemilihan aitem untuk pembuatan skala dan penentuan seberapa banyak aitem yang disajikan agar sesuai dengan kondisi subjek.
?
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya lebih teliti dalam pemilihan subjek agar sesuai dengan penelitian yang akan diungkap dan ketepatan waktu penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aroson, E. Wilson, T.D., Akert, R.M,. 2007. Social Psychology. Sixth Edition. New Jersey: Pearson International Edition. As’ad, M. 2003. Psikologi Industri (edisi keempat). Yogyakarta : Liberty. Hall, C.S dan Lindzey, G. 1995. Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (Organismik-Fenomenologis). Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Indria, K. dan Nindyati, A.D. 2007. Kajian Konformitas dan Kreativitas Affective Remaja. Jurnal Provitae, Volume 3 No. 1, 85-107. Jufri, M. 1999. Efikasi Diri, Kemampuan Belajar dan Penyesuaian Diri Sebagai Prediktor Prestasi Akademik Mahasiswa Tahun Pertama. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Pasca Sarjana Psikologi Universitas Gajah Mada. Mappiare. 1983. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Monks,F.J., Knoers, A.M.P. dan Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Rakhmat, J. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset. Riyadi, A. 1993. Konformitas dalam Kelompok Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Mayoritas pada Remaja. Skripsi (Tidak Dterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Schult, D. 1986. Theories of Personality (thirs edition). California: Brooks/Cole Publishing Company. Sears, D.O., Freedman, J.L, dan Peplau, L.A. 1994. Psikologi Sosial Jilid 1 (edisi kelima). Jakarta : Erlangga. Shahroza, D. 2004. Hubungan Antara Kemandirian dengan Alienasi pada Remaja yang Berstatus Mahasiswa. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Suharno, H. 1996. Hubungan antara Motif berafiliasi, Motif Berprestasi dan Motif Berkuasa dengan Disiplin Tata Tertib Sekolah. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Pasca SarjanaPsikologi Universitas Gajah Mada.