NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS DZIKIR DENGAN DEPRESI PADA MAHASISWA
Oleh: DIAH MATOVANI FUAD NASHORI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS DZIKIR DENGAN DEPRESI PADA MAHASISWA
Telah Disetujui Pada Tanggal
---------------------------------------------
Dosen Pembimbing Utama
(H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si.)
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS DZIKIR DENGAN DEPRESI PADA MAHASISWA
Diah Matovani Fuad Nashori
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Semakin tinggi kualitas dzikir, maka semakin rendah depresi pada mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah kualitas dzikir, maka semakin tinggi depresi pada mahasiswa. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan serta Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, berstatus mahasiswa aktif, berusia 17-24 tahun, serta beragama Islam. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala yang terdiri dari ; (1) Skala Depresi yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nevid, dkk (2005), dan (2) Skala Kualitas Dzikir yang digunakan merupakan modifikasi dari Skala Dzikir yang disusun oleh Cahyadi (2003). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Product Moment dari Pearson dengan bantuan program komputer SPSS 12.0 for windows. Uji Product Moment dari Pearson dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Korelasi Product moment dari Pearson menunjukkan bahwa nilai r = -0.466 dengan nilai p = 0.000 (p<0.01), artinya terdapat hubungan negatif yang sangat sigifikan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Kualitas Dzikir, Depresi, Mahasiswa
Pengantar Latar Belakang Masalah Pada zaman modern ini, permasalahan dan problem hidup yang dihadapi oleh individu semakin kompleks. Beragam permasalahan tersebut sering berakibat buruk pada kesehatan mental individu yang akan berujung pada adanya gangguan mental atau kejiwaan. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Haryanto (2002) bahwa salah satu ciri masyarakat modern saat ini adalah begitu banyaknya gangguan kejiwaan, seperti stres dan depresi. Adanya perasaan depresi merupakan hal yang wajar bagi individu ketika berada dalam konteks peristiwa atau situasi yang menekan. Nevid, dkk (2005) memandang bahwa merupakan sesuatu yang normal dan tepat untuk merasa senang terhadap kejadian yang menggembirakan, juga sama normal dan sama tepatnya untuk merasa depresi karena kejadian yang menyedihkan. Individu yang mengalami depresi karena menghadapi kesulitan hidup, seharusnya memahami bahwa suasana perasaan tersebut akan berlalu. Individu seharusnya mampu menerima kenyataan hidup yang terjadi, mampu menemukan hikmah dari kejadian yang yang dialaminya, dan tidak merasakan kesedihan yang berlarutlarut, sehingga ia tetap mampu melanjutkan hidupnya. Akan tetapi, seringkali dalam masyarakat dijumpai individu yang begitu lemah atau tak berdaya dalam menghadapi kesulitan hidup. Saat harus berhadapan dengan kejadian yang menyedihkan atau kurang menyenangkan, individu tersebut cenderung akan merasakan kesedihan yang berlarut-larut dalam waktu yang lama, yang mana hal ini akan berujung pada depresi, sehingga individu tersebut cenderung kehilangan
daya dalam menjalani fungsi kehidupannya, bahkan banyak yang menganggap bahwa bunuh diri merupakan pilihan yang yang lebih baik daripada tetap hidup. Seperti yang diungkapkan oleh Bostwick dan Pankratz (Nevid dkk, 2005) bahwa resiko bunuh diri lebih besar di antara orang dengan gangguan mood yang parah, seperti depresi mayor dan gangguan bipolar. Begitu pula dengan Brent dan Kolko (Durand dan Barlow, 2006) yang mengemukakan bahwa sebanyak 60% dari seluruh kasus bunuh diri yang berhubungan dengan gangguan suasana perasaan yang sudah ada, 75% di antara kasus bunuh diri tersebut dilakukan oleh remaja. Seperti yang disimpulkan oleh Lewihnson, dkk (Durand dan Barlow, 2006) bahwa di kalangan remaja perilaku bunuh diri kebanyakan merupakan pengekspresian depresi berat. Depresi bisa melanda siapa saja dan tak mengenal batas umur. Gangguan mental emosional ini bisa terjadi pada siapa saja, dari kelompok sosial mana saja, dan pada segala rentang usia. Sebagai pemicu bunuh diri, angka penderita depresi tak kalah banyak. Olson (Nevid dkk, 2005) mengungkapkan bahwa diperkirakan 120 juta orang di seluruh dunia menderita depresi. Menurut APA (Nevid dkk, 2005) untuk gangguan depresi mayor, perkiraan prevalensi semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk pria. Sedangkan Kaelber (Hawari, 2004) menyatakan bahwa depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa yang banyak dialami orang antara umur 15-44 tahun, dan diperkirakan dewasa ini pada penduduk wanita yang mengalami depresi antara 10%-15% dan pada pria antara 5%-12%.
Tragisnya, pada kelompok umur remaja ternyata rentan terkena depresi. Hops dan Lewinsohn (Siswanto dan Prawitasari, 2003) menyebutkan bahwa gangguan depresi pada kelompok usia remaja diperkirakan sekitar 20% dari populasi tersebut. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Mutiarsi (Anggardini dan Anam, 2008) pada tahun 1987 tentang kasus depresi pada remaja pelajar dan mahasiswa yang datang ke RSUP DR. Sardjito untuk mendapatkan surat keterangan sehat mental, menunjukkan bahwa dari 264 pelajar dan mahasiswa dengan rentang usia antara 15-24 tahun terdapat 11,36% dinyatakan menderita depresi. Dalam penelitian ini, depresi pada mahasiswa penting untuk diteliti karena akan berpengaruh pada perkembangan akademik dan studi mahasiswa. Bagi mahasiswa yang menderita depresi akan mengalami salah satu gejala depresi yaitu kesulitan berkonsentrasi atau berpikir jernih, yang mana hal tersebut akan berdampak buruk pada perkembangan akademik dan studi dari mahasiswa yang bersangkutan. Seperti yang dikemukakan oleh Ayub (Hadi, 2004), bahwa depresi pada remaja akan mengakibatkan kesulitan pada penderitanya, yang terlihat dalam pencapaian
akademik
yang
buruk,
keterlambatan
dalam
perkembangan
psikososial, penyalahgunaan zat adiktif, percobaan bunuh diri atau melakukan tindakan bunuh diri. Depresi pada remaja juga dilaporkan erat berkaitan dengan kenakalan remaja. Bagi remaja yang berstatus mahasiswa juga tidak lepas dari mengalami depresi. Sebuah survei dengan sampel mahasiswa di University of North Iowa menunjukkan bahwa sekitar 30% mahasiswa melaporkan mengalami paling tidak
depresi ringan (Wong dan Whitaker dalam Nevid, dkk, 2005). Selanjutnya Harber dan Runyon (Siswanto dan Prawitasari, 2003), menyatakan bahwa perasaan depresi merupakan pengalaman yang cukup umum di kalangan mahasiswa. Diperkirakan kurang lebih satu dari empat populasi mahasiswa Amerika menderita beberapa simtom depresi. Begitu pula dengan hasil penelitian Beck dan Young (Siswanto dan Prawitasari, 2003), yang menunjukkan bahwa tiga perempat dari seluruh mahasiswa merasa depresi pada beberapa waktu selama tahun sekolah. Terdapat beberapa kasus mengenai depresi mahasiswa yang dimuat oleh media massa, baik media cetak maupun elektronik. Zaki (bukan nama sebenarnya) misalnya, remaja 23 tahun ini adalah seorang mahasiswa suatu perguruan tinggi di Bandung. Semenjak ibunya meninggal dunia karena penyakit kanker kandungan, ia selalu tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, susah tidur, dan selalu ingin pergi tanpa tujuan yang jelas. Anehnya adalah dia selalu sulit berkomunikasi dengan ayahnya meskipun dulunya ia selalu dekat. Ia merasa canggung atau segan untuk
mendekati
apalagi
berbicara
atau
bercanda
seperti
dulu
(http://sivalintar.tripod.com.8/4/08). Selain Zaki, terdapat pula Yuli (22). Mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandar Lampung nekat mengakhiri hidup dengan menenggak sepuluh butir Amoxilin karena depresi yang dialaminya. Beruntung nyawa wanita yang tinggal di Jalan Panglima Polim, Gedong Air, Tanjungkarang Barat ini bisa diselamatkan. Meskipun demikian, ia mengalami kejang-kejang dan dari mulutnya terus mengeluarkan busa. Saat ditanya alasan nekat hendak
mengakhiri hidup, Yuli hanya berkata singkat, “Depresi.“ Ketika disodori pertanyaan berikut, apa yang membuatnya hingga mengalami depresi, mahasiswa Program
Guru
Sekolah
Dasar
tersebut
enggan
menjawab
(http://www.lampungpost.com.8/4/08). Dari beberapa contoh kasus tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kedua remaja tersebut mengalami depresi yang ditandai dengan perilaku tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, susah tidur, selalu ingin pergi tanpa tujuan yang jelas, selalu sulit berkomunikasi, bahkan mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Nevid, dkk (2005) mengemukakan bahwa gangguan mood termasuk depresi dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain ; faktor-faktor biologis, yang meliputi predisposisi genetis, fungsi neurotransmiter yang terganggu, abnormalitas pada bagian otak yang mengatur kondisi mood, dan keterlibatan sistem endokrin yang memungkinkan dalam kondisi mood ; faktorfaktor sosial-lingkungan, yang mencakup peristiwa hidup yang penuh tekanan, seperti kehilangan seseorang yang dicintai atau lama menganggur ; faktor-faktor behavioral, yang meliputi kurangnya reinforcement dan interaksi yang negatif dengan orang lain, menghasilkan penolakan ; serta faktor-faktor emosional dan kognitif, yang mencakup kesulitan emosional dalam melakukan coping atas kehilangan orang yang dikasihi, kurangnya makna atau tujuan dalam kehidupan, cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif, atau suatu gaya atribusional yang cenderung depresi, serta dalam teori psikoanalisis klasik yang meyakini
bahwa depresi mewakili kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang dikasihi. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan depresi terjadi pada masa remaja. Bowlby (Santrock, 2003) meyakini bahwa ikatan antara ibu dan anak yang tidak memberikan rasa aman, tidak adanya cinta dan kasih sayang dalam pengasuhan anak, atau kehilangan salah satu orang tua di masa kanak-kanak, akan menciptakan set kognitif yang negatif. Pengalaman-pengalaman pada awal kehidupan, terutama yang berkaitan dengan kehilangan, akan menghasilkan skema kognitif yang akan dibawa terus sehingga mempengaruhi bagaimana pengalaman pada masa kehidupan selanjutnya diartikan. Ketika pengalaman baru ini juga berkaitan dengan kehilangan, maka kehilangan tersebut akan menjadi pemicu yang dengan segera menimbulkan depresi. Beck; Clark & Beck; Kovacs (Santrock, 2003) memandang bahwa individu mengalami depresi karena pada awal perkembangannya, ia memperoleh skema kognitif dengan karakteristik berupa rendahnya penilaian terhadap diri sendiri dan tidak ada keyakinan mengenai masa depan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Clark & Nelson (Santrock, 2003) terhadap mahasiswa perempuan, ditemukan bahwa perempuan yang mengalami depresi secara konsisten mengevaluasi prestasi mereka secara lebih negatif daripada seharusnya. Faktor lain yang dianggap juga penting dalam memahami depresi pada remaja adalah learned helplesness. Seligman, yang pertama kali mengajukan konsep
learned helplesness, telah membuat spekulasi bahwa depresi begitu
umumnya di kalangan remaja dan dewasa muda masa kini karena meluasnya
perasaan tidak berdaya, yang disebabkan karena meningkatnya penekanan pada diri sendiri, kemandirian, dan individualisme serta menurunnya penekanan pada hubungan dengan orang lain, keluarga, dan agama (Santrock, 2003). Menurut Obeidallah; Petersen & Ding; Petersen, dkk; Skinner & Robertson (Santrock, 2003) faktor lain dalam keluarga juga berpengaruh pada munculnya depresi pada remaja. Jacobsen; Lahey; & Strauss (Santrock, 2003) berpandangan bahwa terbatasnya hubungan dengan teman sebaya juga berhubungan dengan depresi pada remaja. Begitu pula dengan Vernberg (Santrock, 2003) yang menjelaskan bahwa ketiadaan hubungan yang dekat dengan seorang sahabat, hubungan yang sedikit dengan teman-teman, dan penolakan dari teman sebaya dapat meningkatkan kecenderungan munculnya depresi pada remaja. Ditambahkan oleh Compas & Grant (Santrock, 2003) bahwa pengalaman menghadapi perubahan yang sulit atau tantangan juga berhubungan dengan gejala depresi pada masa remaja. Selain faktor-faktor yang telah dikemukakan tersebut, terdapat faktor lain yang diduga peneliti memungkinkan ikut mempengaruhi timbulnya depresi, yaitu komitmen agama. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindenthal dan Star (Hawari, 2004) yang menunjukkan bahwa mereka (penduduk) yang religius (beribadah, berdoa, dan berdzikir) resiko untuk mengalami stres, cemas, dan depresi jauh lebih kecil daripada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya. Studi lain yang dilakukan oleh Abernethy, dkk (2002) mengenai religious coping dan depresi pada 156 pasangan pasien kanker paru, yang mana dijelaskan bahwa religious coping mengacu pada penggunaan
kepercayaan beragama dan prakteknya untuk mengatasi kondisi kehidupan yang stressfull, contohnya berdoa. Religious coping dapat membantu mengurangi tekanan pada situasi yang tidak dapat dikendalikan. Penelitian ini senada dengan penelitian sebelumnya, yang mana komitmen agama atau pun religious coping dihubungkan dengan berkurang atau menurunnya depresi. Bahkan dikatakan oleh Muthahari (Kasih, 1995) bahwa religiusitas dapat menyelamatkan manusia dari depresi. Dalam konsep Islam, aspek religiusitas yang fundamental adalah iman. Iman inilah nantinya yang akan membuat manusia mampu menghadapi penderitaan seberat apa pun, karena dengan iman yang sesungguhnya setiap masalah dapat diselesaikan (Kasih, 1995). Rukun iman dalam Islam yang utama adalah iman kepada Allah, yang mana hal tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan selalu berdzikir. Dzikir memiliki daya relaksasi yang dapat mengurangi ketegangan dan mendatangkan ketenangan jiwa. Lulu (2002) menyebutkan bahwa ketika dzikir telah menembus seluruh bagian tubuh bahkan ke setiap sel-sel dari tubuh itu sendiri, maka hal ini akan berpengaruh terhadap tubuh (pisik) dengan merasakan getaran rasa yang lemas dan menembus serta menelusupnya dzikir ke seluruh tubuh. Pada saat inilah tubuh manusia merasakan relaksasi atau pengendoran saraf sehingga ketegangan-ketegangan jiwa (stress) akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani akan terkurang bahkan bisa saja hilang sama sekali.
Dzikir yang diamalkan dengan sungguh-sungguh akan melahirkan keteduhan dan ketenangan jiwa serta lebih sabar dan tidak tertekan dalam menghadapi cobaan hidup. Seperti yang dikemukakan oleh Haryanto (2002) bahwa salah satu efek dzikir (ingat kepada Allah) adalah memberikan efek ketenangan, ketentraman, tidak cemas, stres, atau depresi. Seperti yang tercantum dalam surat Az-Zumar : 23 berikut ; öΝåκ®5u‘ šχöθt±øƒs† tÏ%©!$# ߊθè=ã_ çµ÷ΖÏΒ ”Ïèt±ø)s? u’ÎΤ$sW¨Β $YγÎ6≈t±tF•Β $Y6≈tGÏ. Ï]ƒÏ‰ptø:$# z|¡ômr& tΑ¨“tΡ ª!$# tΒuρ 4 â!$t±o„ tΒ ÏµÎ/ “ωöκu‰ «!$# “y‰èδ y7Ï9≡sŒ 4 «!$# Ìø.ÏŒ 4’n<Î) öΝßγç/θè=è%uρ öΝèδߊθè=ã_ ß,Î#s? §ΝèO ∩⊄⊂∪ >Š$yδ ôÏΒ …çµs9 $yϑsù ª!$# È≅Î=ôÒム“Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah.” Selain itu, firman Allah dalam surat Al-Ahqaf : 13 menjelaskan hal senada ; ∩⊇⊂∪ šχθçΡt“øts† öΝèδ Ÿωuρ óΟÎγøŠn=tæ ì∃öθyz Ÿξsù (#θßϑ≈s)tFó™$# §ΝèO ª!$# $oΨš/z’ (#θä9$s% tÏ%©!$# ¨βÎ) “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa.
Tinjauan Pustaka Pengertian Depresi Pada era globalisasi saat ini, permasalahan yang dihadapi oleh individu semakin beragam dan kompleks. Beberapa dari permasalahan atau persoalan hidup yang dihadapi tersebut dapat menyebabkan tekanan pada diri individu,
terutama bila ia tidak mampu mengatasinya. Yang menjadi masalah adalah apabila keadaan tertekan pada diri individu tersebut berlangsung lama dan akhirnya berujung pada depresi. Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Hal ini amat penting karena orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk akibatnya bagi suatu masyarakat, bangsa dan negara yang sedang membangun (Hawari, 2004). Burns (1988) mengatakan bahwa depresi sudah sedemikian meluasnya, sehingga dianggap sebagai gejala umum gangguan kejiwaan. Menurut Priest (1987), depresi adalah semacam kecemasan pada banyak cara dan merupakan suatu yang berkesinambungan. Depresi merupakan emosi dengan sisi kekuatan fisik. Depresi sering terjadi atau datang sesudah mengalami periode kekecewaan yang panjang. Selanjutnya, Nevid, dkk (2005) mengartikan depresi sebagai suatu gangguan mood yang disertai terjadinya satu atau lebih periode atau episode depresi tanpa ada riwayat terjadinya episode manik atau hipomanik alami. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan terjadinya satu atau lebih periode atau episode depresi, dan biasanya hadir setelah mengalami periode kekecewaan yang panjang.
Pengertian Kualitas Dzikir Pengertian kualitas Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), kualitas diartikan sebagai tingkat baik buruknya sesuatu. Selanjutnya, Chaplin (2004) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas (quality) adalah aspek dasar suatu perasaan atau penghayatan yang dapat dibedakan dari semua perasaan atau penghayatan lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas adalah tingkat baik buruknya suatu perasaan atau penghayatan. Pengertian dzikir Dalam agama Islam, iman kepada Allah swt. merupakan rukun iman yang utama dan termasuk amal shaleh. Bagi seorang muslim iman kepada Allah swt. dapat diwujudkan salah satunya adalah dengan berdzikir kepada Allah swt. Shihab (2006) mengungkapkan bahwa dzikir kepada Allah secara garis besar dapat dipahami dalam pengertian sempit dan dapat juga dalam pengertian luas. Dalam pengertian sempit adalah yang dilakukan dengan lidah saja. Dzikir dengan lidah ini adalah menyebut-nyebut Allah atau apa yang berkaitan denganNya, seperti mengucapkan Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, Hauqalah, dan lainlain. Bisa juga pengucapan lidah disertai dengan kehadiran kalbu, yakni membaca kalimat-kalimat tersebut disertai dengan kesadaran hati tentang kebesaran Allah yang dilukiskan oleh kandungan makna kata yang disebut-sebut itu. Dzikir dalam pengertian luas adalah kesadaran tentang kehadiran Allah di mana dan kapan saja, serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk ; kebersamaan dalam arti
pengetahuan-Nya terhadap apa pun di alam raya ini serta bantuan dan pembelaanNya terhadap hamba-hamba-Nya yang taat. Dzikir dalam peringkat inilah yang menjadi pendorong utama melaksanakan tuntunan-Nya dan menjauhi laranganNya, bahkan hidup bersama-Nya. Dzikir juga merupakan suatu perwujudan ibadah kepada Allah dengan mengingat-Nya dan mensyukuri nikmat-Nya, yang mana hal tersebut merupakan amalan yang sangat utama dan sangat disukai oleh Allah sehingga Allah pun akan mengingat hamba-Nya yang berdzikir. Hal ini selaras dengan firman Allah ; Ç∅tã 4‘sS÷Ζs? nο4θn=¢Á9$# āχÎ) ( nο4θn=¢Á9$# ÉΟÏ%r&uρ É=≈tGÅ3ø9$# š∅ÏΒ y7ø‹s9Î) zÇrρé& !$tΒ ã≅ø?$# ∩⊆∈∪ tβθãèoΨóÁs? $tΒ ÞΟn=÷ètƒ ª!$#uρ 3 çt9ò2r& «!$# ãø.Ï%s!uρ 3 Ìs3Ζßϑø9$#uρ Ï!$t±ósx'ø9$# “Dan dzikir kepada Allah sungguh tindakan yang sangat utama.” (QS. Al‘Ankabuut : 45) Serta sabda Nabi saw ; “Bahwasanya Allah berfirman : Hai anak Adam, bahwasanya engkau apabila engkau telah menyebut akan Aku, berarti engkau telah mensyukuri akan Aku, dan apabila engkau telah lupa akan Aku berarti engkau telah mengingkari nikmat dan ihsan-Ku.” (HR. Thabrany) Secara khusus Ash Shiddieqy (2006) menyebutkan bahwa definisi dzikir ialah menyebut Allah dengan membaca tasbih (subhanallahi), membaca tahlil (lailaha illallahu), membaca tahmid (alhamdulillahi), membaca taqdis (quddusun), membaca takbir (Allahu akbar), membaca hauqalah (la haula wala quwwata illa billahi), membaca hasbalah (hasbiyallahu), dan membaca doa-doa yang ma’tsur, yaitu doa-doa yang diterima dari Nabi saw. Sedangkan secara umum, AdzDzakiey (2005) mengartikan bahwa dzikir adalah suatu aktivitas yang bersifat ketuhanan berupa mengingat wujud Allah swt. dengan merasakan kehadiran-Nya
di dalam hati dan jiwa, dengan menyebut nama-Nya yang suci, dengan senantiasa merenungkan
hikmah
dari
penciptaan
segala
makhluk-Nya,
serta
mengimplementasikan keingatan itu ke dalam bentuk perilaku, sikap, gerak dan penempilan yang baik, benar dan terpuji, baik di hadapan-Nya maupun di hadapan makhluk-Nya. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa dzikir merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah dengan cara mengingat dan menyadari kehadiran-Nya baik melalui lisan, hati (qalbu), atau dengan lisan dan hati sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Al Quran dan Al Hadis. Pengertian kualitas dzikir Nashori (2005) mengemukakan bahwa kualitas berdzikir adalah keadaan yang menunjukkan kedalaman aktivitas berdzikir. Selanjutnya, Nashori (2006) juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas dzikir adalah penghayatan seseorang atas dzikir yang dilakukannya. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kualitas adalah tingkat baik buruknya suatu perasaan atau penghayatan. Sedangkan yang dimaksud dengan dzikir adalah suatu bentuk ibadah kepada Allah dengan cara mengingat dan menyadari kehadiran-Nya baik melalui lisan, hati (qalbu), atau dengan lisan dan hati sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Al Quran dan Al Hadis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas dzikir adalah tingkat baik buruknya penghayatan dalam mengingat Allah dan menyadari kehadiranNya.
Hubungan Antara Kualitas Dzikir dengan Depresi pada Mahasiswa Depresi merupakan salah satu penyakit kejiwaan. Menurut Sholeh dan Musbikin (2005) ada beberapa cara untuk mencegah munculnya penyakit kejiwaan dan sekaligus menyembuhkannya, melalui konsep-konsep dalam Islam. Salah satu dari upaya tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas dzikir. Sholeh dan Musbikin (2005) juga mengemukakan Al Quran berulang kali menyebut bahwa orang yang banyak berdzikir (menyebut nama Allah), hatinya akan tenang dan damai. Seperti yang tercantum dalam firman Allah ; ∩⊄∇∪ Ü>θè=à)ø9$# ’È⌡yϑôÜs? «!$# Ìò2É‹Î/ Ÿωr& 3 «!$# Ìø.É‹Î/ Οßγç/θè=è% ’È⌡uΚôÜs?uρ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah swt (dzikrullah). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d : 28) Ayat Al quran tersebut menjelaskan bahwa dzikir mengandung daya terapi-religius yang potensial untuk menggapai ketenangan dan ketentraman batin, serta dzikir yang dihayati dengan sungguh-sungguh akan melahirkan perasaan dekat dengan Allah dan menjadikan individu ikhlas dengan cobaan hidup karena menyadari bahwa cobaan yang diberikan Allah adalah bagian dari ujian terhadap keimanan serta menyadari bahwa Allah adalah Maha Mengasihi hamba-Nya dan akan menolong hamba-Nya yang kesusahan dan meminta pertolongan pada-Nya. Hal tersebut akan menjauhkan individu dari rasa sedih atau putus asa yang berlarut-larut karena meratapi cobaan hidup, yang mana hal tersebut dapat mencegah timbulnya depresi. Dzikir memiliki daya relaksasi yang dapat mengurangi ketegangan dan mendatangkan ketenangan jiwa. Lulu (2002) menyebutkan bahwa ketika dzikir
telah menembus seluruh bagian tubuh bahkan ke setiap sel-sel dari tubuh itu sendiri, maka hal ini akan berpengaruh terhadap tubuh (pisik) dengan merasakan getaran rasa yang lemas dan menembus serta menelusupnya dzikir ke seluruh tubuh. Pada saat inilah tubuh manusia merasakan relaksasi atau pengendoran saraf sehingga ketegangan-ketegangan jiwa (stress) akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani akan terkurang bahkan bisa saja hilang sama sekali. Dengan dzikir, bibit-bibit depresi seperti kegelisahan, keresahan, dan kecemasan dapat berkurang bahkan hilang. Seperti yang diungkapkan oleh AdzDzakiey (2005) bahwa salah satu hikmah dzikir kepada Allah swt adalah dapat melenyapkan kegelisahan, keresahan, dan kecemasan yang berada dalam hati. Lebih lanjut dikatakan oleh Lulu (2002) bahwa pengamalan dzikir akan berfungsi sebagai pencegah terhadap gangguan-gangguan kejiwaan atau ketegangan perasaan (stres). Karena dengan berdzikir seseorang akan terbiasa di dalam ketenangan dan ketentraman dengan merasa dekat dan merasa terlindungi oleh Allah. Begitu pula dengan Ancok (Haryanto, 2002) yang menjelaskan mengenai gate system theory, menurut teori ini rangsang sakit yang masuk ke dalam otak dapat dihambat oleh rangsang lain. Dalam hal ini, dzikrullah yang dihayati dengan sungguh-sungguh akan menutup rangsang sakit yang akan terbawa ke otak. Rangsang sakit tersebut dapat berupa rasa sedih atau perasaan bersalah, yang bila dibiarkan berlarut-larut akan berujung pada depresi.
Pentingnya peranan dzikir dalam mencegah depresi seperti dijelaskan oleh Sholeh dan Musbikin (2005) bahwa agama sangat membantu tercapainya kesehatan mental. Hal ini didukung oleh Meichati (1983) yang mengungkapkan bahwa hidup keagamaan yang dijalani dan dihayati individu akan memberikan kekuatan jiwa bagi dirinya dalam menghadapi cobaan dan tantangan hidup, memberikan bantuan moral dalam menghadapi krisis serta menumbuhkan sikap rela menerima kenyataan hidup sebagaimana yang telah ditakdirkan tuhan, sehingga ia mendapatkan keseimbangan mental. Dalam hal ini, dzikir merupakan perwujudan ibadah dalam agama Islam dan depresi merupakan salah satu penyakit mental. Jadi peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Hipotesis Ada hubungan negatif antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Semakin tinggi
kualitas dzikir, maka depresi pada mahasiswa
semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah kualitas dzikir, maka depresi pada mahasiswa semakin tinggi.
Metode Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Tergantung : Depresi Variabel Bebas
: Kualitas Dzikir
Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia dengan karakteristik antara lain ; berstatus mahasiswa aktif, berusia 17-24 tahun, serta beragama Islam. Metode Pengumpulan Data Skala depresi Skala depresi digunakan untuk mengukur depresi pada mahasiswa. Aspek depresi yang digunakan dalam skala ini menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Nevid, dkk (2005) yang meliputi perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, serta perubahan kognitif. Skala ini disusun dengan menggunakan metode Likert, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap subjek, objek, atau peristiwa tertentu (Azwar, 2001). Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk aitem yang favourable adalah 4 sampai dengan 1, sedangkan untuk aitem yang unfavourable adalah 1 sampai dengan 4. Ketentuan skoring untuk aitem yang favourable adalah skor 4 untuk jawaban yang Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk aitem unfavourable, skor 1 untuk jawaban yang Sangat Sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 4 untuk
jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Makin tinggi skor yang diperoleh, maka makin tinggi depresi pada mahasiswa. Skala kualitas dzikir Skala kualitas dzikir digunakan untuk mengungkap kualitas dzikir pada mahasiswa. Skala kualitas dzikir yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari skala dzikir yang disusun oleh Cahyadi (2003) berdasarkan aspekaspek dzikir yang meliputi niat, taqarrub, tadharru’, liqo’, ihsan, khauf, dan tawadhu’. Skala ini menggunakan metode Likert dalam penyusunannya dengan empat pilihan jawaban, antara lain : Tidak Pernah (TP), Jarang (JR), Sering (SR), dan Selalu (SL). Untuk aitem yang favourable, skor 4 diberikan pada respon Selalu (SL), skor 3 diberikan pada respon Sering (SR), skor 2 diberikan pada respon Jarang (JR), dan skor 1 diberikan pada respon Tidak Pernah (TP). Selanjutnya, untuk aitem yang unfavourable, skor 4 diberikan pada respon Tidak Pernah (TP), skor 3 diberikan pada respon Jarang (JR), skor 2 diberikan pada respon Sering (SR), dan skor 1 diberikan pada respon Selalu (SL). Makin tinggi skor yang diperoleh, maka makin tinggi kualitas dzikir pada mahasiswa. Metode Analisis Data Penelitian ini termasuk penelitian korelasional, yaitu penelitian yang mencari hubungan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Metode analisis data yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel-variabel tersebut adalah uji Product Moment dari Pearson bila memenuhi syarat linieritas dan normalitas, jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka menggunakan uji
korelasional Spearman. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 12.0 for windows.
Hasil Penelitian Hasil Analisis Data Data penelitian yang telah memenuhi asumsi linearitas dan normalitas kemudian dianalisa dengan teknik korelasi Product Moment Pearson. Hasil analisa menunjukkan koefisien korelasi r sebesar -0.466 dengan p=0.000 (p<0.01) pada uji satu ekor (1-tailed). Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang sangat signifikan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Artinya, semakin tinggi kualitas dzikir, maka semakin rendah depresi pada mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah kualitas dzikir, maka semakin tinggi depresi pada mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang mengungkapkan ada hubungan negatif antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa diterima. Koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0.217, artinya sumbangan efektif kualitas dzikir terhadap depresi adalah 21.7%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dzikir berpengaruh terhadap depresi sebesar 21.7%, sedangkan sisanya sebanyak 78.3% merupakan pengaruh variabel lain di luar variabel tersebut. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, diketahui bahwa koefisien korelasi antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa adalah -0.466 dengan p=0.000 atau p < 0.01 pada uji satu ekor (1-tailed). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
negatif yang sangat signifikan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Dalam hal ini, semakin tinggi kualitas dzikir mahasiswa maka semakin rendah depresi pada mahasiswa. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah kualitas dzikir mahasiswa maka semakin tinggi depresi pada mahasiswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Kartono (1989), yang menyatakan bahwa erat tidaknya hubungan manusia dengan Tuhan akan turut mempengaruhi tingkat kesehatan mental seseorang. Begitu pula dengan yang dikemukakan oleh Sholeh dan Musbikin (2005), bahwa agama sangat membantu tercapainya kesehatan mental. Menurut Beck (Semiun, 2006), individu-individu mengalami depresi karena mereka memiliki kemapanan-kemapanan kognitif yang negatif untuk menginterpretasikan diri mereka sendiri, dunia, dan masa depan mereka. Individu dengan kognisi negatif berpendapat bahwa dialah yang menyebabkan hal-hal negatif terjadi dalam kehidupannya. Kemapanan-kemapanan kognitif yang negatif tersebut akan megarah pada timbulnya emosi negatif pada individu, misalnya merasa bersalah, sedih, atau putus asa. Sementara itu, menurut Koenig (2008) ketaatan terhadap agama lebih kuat terhubung pada emosi positif (kesejahteraan yang lebih baik, kebahagiaan, optimisme, harapan, makna dan tujuan hidup) serta kualitas hidup yang lebih tinggi. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa ketaatan terhadap agama memiliki hubungan negatif dengan depresi yang sering ditandai dengan emosi negatif, seperti merasa tertekan, murung, sedih, putus asa, kehilangan semangat, dan muram. Dalam hal ini, pengamalan dzikir merupakan salah satu bentuk ketaatan seorang muslim terhadap agam Islam.
Ditambahkan oleh Haryanto (2002), dzikrullah memiliki efek seperti meditasi, misalnya memberikan efek ketenangan. Ketika dzikir telah menembus seluruh bagian tubuh bahkan ke setiap sel-sel dari tubuh itu sendiri, maka hal ini akan berpengaruh terhadap tubuh (pisik) dengan merasakan getaran rasa yang lemas dan menembus serta menelusupnya dzikir ke seluruh tubuh. Pada saat inilah tubuh manusia merasakan relaksasi atau pengendoran saraf sehingga ketegangan-ketegangan jiwa (stress) akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani akan terkurang bahkan bisa saja hilang sama sekali (Lulu, 2002). Bagi individu yang mengamalkan dzikir dalam kehidupannya akan menjadikannya sebagai individu yang
menjaga keimanan serta tidak
menyalahkan diri ketika harus menghadapi ujian hidup yang berupa peristiwaperistiwa yang tidak menyenangkan hati, melainkan akan tetap bersabar. Allah swt berfirman ; 3 ÉΟ≈yè÷ΡF{$# Ïπyϑ‹Îγt/ .ÏiΒ Νßγs%y—u‘ $tΒ 4’n?tã «!$# zΝó™$# (#ρãä.õ‹u‹Ïj9 %Z3|¡ΨtΒ $oΨù=yèy_ 7π¨Βé& Èe≅à6Ï9uρ öΝßγç/θè=è% ôMn=Å_uρ ª!$# tÏ.èŒ #sŒÎ) tÏ%©!$# ∩⊂⊆∪ tÏGÎ6÷‚ßϑø9$# ÎÅe³o0uρ 3 (#θßϑÎ=ó™r& ÿ…ã&s#sù Ó‰Ïn≡uρ ×µ≈s9Î) ö/ä3ßγ≈s9Î*sù ∩⊂∈∪ tβθà)Ï'ΖムöΝßγ≈uΖø%y—u‘ $®ÿÊΕuρ Íο4θn=¢Á9$# ‘ÏϑŠÉ)ßϑø9$#uρ öΝåκu5$|¹r& !$tΒ 4’n?tã tÎÉ9≈¢Á9$#uρ “Berilah kabar gembira kepada orang yang tunduk patuh (kepada Allah). Yaitu mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka dan sabar atas ujian yang menimpa mereka.” (QS. Al Hajj : 34-35) Ujian maupun cobaan hidup yang dihadapi tidak seharusnya dianggap sebagai beban dan menjadikan individu merasa sedih dan putus asa, yang akhirnya berujung pada depresi. Ujian maupun cobaan hidup tersebut semestinya diyakini sebagai sarana Allah untuk menguji keimanan dan ketaqwaan hamba-
Nya. Individu yang senantiasa berdzikir akan mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shalih ini. Hal itu akan menjadikan individu tersebut meyakini bahwa sebagai manusia yang diuji, tidak selamanya akan menghadapi kesulitan karena di balik itu ada kemudahan, serta Allah akan menjadi penolongnya. Seperti firman Allah berikut ; y7În/u‘ 4’n<Î)uρ ∩∠∪ ó=|ÁΡ$$sù |Møîtsù #sŒÎ*sù ∩∉∪ #Zô£ç„ Îô£ãèø9$# yìtΒ ¨βÎ) ∩∈∪ #ô£ç„ Îô£ãèø9$# yìtΒ ¨βÎ*sù ∩∇∪ =xîö‘$$sù “Maka sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah (urusan yang lain) dengan sungguhsungguh, dan hanya kepada Tuhanmu hendaklah engkau berharap.” (QS. Al Insyirah : 5-8) Sikap hidup seperti yang digambarkan di atas akan menjadikan individu optimis serta penuh harapan dalam menjalani hidup. Individu akan mengerjakan urusan yang tengah ditekuninya dengan sungguh-sungguh, karena meyakini bahwa Allah merupakan tumpuan harapan serta akan menjadi penolongnya di saat susah. Hal tersebut akan menimbulkan perasaan tenang dan menjauhkan individu dari rasa gelisah maupun khawatir yang berlebihan, sehingga individu akan terhindar dari depresi. Diterimanya hipotesis dalam penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa, sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gazaliyah (2003) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara dzikir dengan kesehatan mental. Semakin tinggi tingkat dzikir seseorang maka semakin tinggi kesehatan mentalnya, sebaliknya semakin rendah tingkat dzikir seseorang maka semakin rendah pula kesehatan
mentalnya. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ma, dkk (Yeung dan Chan, 2007) yang menunjukkan bahwa aktivitas religius dihubungkan dengan tingkat gejala depresi yang lebih rendah pada partisipan yang menderita kanker. Dalam penelitian ini, kualitas dzikir merupakan dimensi ritualistik/praktik dari religiusitas serta merupakan aktivitas religius bagi seorang muslim. Sedangkan depresi merupakan salah satu penyakit mental. Hasil kategorisasi kualitas dzikir menunjukkan sebagian besar subjek berada dalam kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 43 subjek atau mencapai 59.72% dari jumlah 72 subjek penelitian. Sebaliknya, hasil kategorisasi depresi menunjukkan mayoritas subjek berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 56 subjek dari 72 subjek penelitian atau mencapai 77.78%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diinterpretasikan bahwa mahasiswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki kualitas dzikir yang sangat tinggi. Kualitas dzikir yang sangat tinggi pada subjek tersebut terkait dengan depresi yang rendah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Daradjat (Bukhori, 2006) yang menyatakan bahwa agama dengan ketentuan dan hukum-hukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan dihindarkannya segala kemungkinan sikap, perasaan, dan kelakuan yang membawa pada kegelisahan. Peran agama sebagai terapi bagi gangguan jiwa digambarkan dalam ayat berikut ; ×πuΗ÷qu‘uρ “Y‰èδuρ Í‘ρ߉÷Á9$# ’Îû $yϑÏj9 Ö!$x'Ï©uρ öΝà6În/§‘ ÏiΒ ×πsàÏãöθ¨Β Νä3ø?u!$y_ ô‰s% â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'‾≈tƒ ∩∈∠∪ tÏΨÏΒ÷σßϑù=Ïj9 “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
Dalam hal ini, kualitas dzikir merupakan salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam yang akan menjadikan hati tenang dan damai. Individu yang senantiasa menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, yang mana salah satunya adalah dengan berdzikir, dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa atau mentalnya. Kelemahan dalam penelitian ini terletak pada jumlah aitem skala uji coba depresi dan kualitas dzikir yang dikeluhkan oleh beberapa subjek terlalu banyak. Selain itu, dalam skala depresi pada bagian petunjuk pengisian tidak dicantumkan durasi yang menjelaskan lamanya waktu aspek yang dikemukakan dalam pernyataan dialami oleh subjek. Mengingat bahwa individu dikatakan depresi apabila menunjukkan gejala depresi untuk periode waktu paling sedikit 2 minggu (APA dalam Nevid, dkk, 2005). Berikutnya, yang menjadi kelemahan penelitian adalah kategorisasi skor variabel depresi pada subjek penelitian. Pada penelitian ini, peneliti tidak membedakan kategorisasi skor variabel depresi pada subjek penelitian antara jenis kelamin pria dan wanita, melainkan hanya melakukan kategorisasi skor variabel depresi secara keseluruhan pada subjek penelitian. Kelemahan lainnya dari penelitian ini terletak pada skala kualitas dzikir. Yang mana terdapat beberapa aitem yang cenderung menimbulkan social desirability, sehingga dalam pengisian skala subjek cenderung menjawab bukan yang sebenarnya dari diri subjek karena pengaruh sosial yang besar dan menunjukkan bahwa mereka adalah yang terbaik (faking good).
Penutup Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif
yang
sangat signifikan antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kualitas dzikir, maka semakin rendah depresi pada mahasiswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kualitas dzikir, maka semakin tinggi depresi pada mahasiswa. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara kualitas dzikir dengan depresi pada mahasiswa diterima. Saran Bagi subjek penelitian (mahasiswa) Hendaknya para mahasiswa selalu mengamalkan dzikir dalam kehidupan sehari-harinya, yang mana dzikir merupakan sebuah bentuk ibadah yang paling mudah dan sederhana, tetapi memiliki pengaruh yang sangat positif terhadap kesehatan mental. Selain itu, hendaknya para mahasiswa selalu meyakini bahwa setiap masalah merupakan ujian keimanan dan Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Seperti yang tercantum dalam firman Allah ; βÎ) !$tΡõ‹Ï{#xσè? Ÿω $oΨ−/u‘ 3 ôMt6|¡tFø.$# $tΒ $pκön=tãuρ ôMt6|¡x. $tΒ $yγs9 4 $yγyèó™ãρ āωÎ) $²¡ø'tΡ ª!$# ß#Ïk=s3ムŸω 4 $uΖÎ=ö6s% ÏΒ šÏ%©!$# ’n?tã …çµtFù=yϑym $yϑx. #\ô¹Î) !$uΖøŠn=tã ö≅Ïϑóss? Ÿωuρ $oΨ−/u‘ 4 $tΡù'sÜ÷zr& ÷ρr& !$uΖŠÅ¡®Σ $uΖ9s9öθtΒ |MΡr& 4 !$uΖôϑymö‘$#uρ $oΨs9 öÏ'øî$#uρ $¨Ψtã ß#ôã$#uρ ( ϵÎ/ $oΨs9 sπs%$sÛ Ÿω $tΒ $oΨù=Ïdϑysè? Ÿωuρ $uΖ−/u‘ ∩⊄∇∉∪ šÍÏ'≈x6ø9$# ÏΘöθs)ø9$# ’n?tã $tΡöÝÁΡ$$sù “Allah
tidak
membebani
seseorang
kesanggupannya.” (QS. Al Baqarah : 286)
melainkan
sesuai
dengan
Bagi peneliti selanjutnya Peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya yang berminat dengan topik yang sama hendaknya mampu meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam penelitian ini. Apabila hendak menggunakan metode penelitian kuantitatif, dalam penyusunan aitem disarankan untuk menggunakan pernyataan yang tidak terlalu panjang serta menggunakan jumlah aitem yang tidak terlalu banyak. Pada penelitian ini, peneliti tidak membedakan kategorisasi skor variabel depresi pada subjek penelitian antara jenis kelamin pria dan wanita. Jadi, disarankan bagi peneliti selanjutnya agar melakukan kategorisasi skor variabel depresi pada subjek penelitian dibedakan antara jenis kelamin pria dan wanita, mengingat bahwa prevalensi depresi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria.
DAFTAR PUSTAKA
Abernethy, A.D., Chang, T., Seidlitz, L., Evinger, J.S., & Duberstein, P.R. 2002. Religious Coping and Depression Among Spouses of People With Lung Cancer. http://psy.psychiatryonline.org.24/03/08. Adz-Dzakiey, H.B. 2005. Prophetic Intelligence ; Kecerdasan Kenabian. Yogyakarta : Penerbit Islamika. Anggardini, A.S.D. & Anam, C. 2008. Hubungan Antara Kecenderungan Depresi Dengan Pola Makan Sehat Pada Remaja. Humanitas, Volume 5, Nomor 1, 3646. Ash-Shiddieqy, M.H. 2006. Pedoman Dzikir dan Doa. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. Azis, A. 2007. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Depresi Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Azwar, S. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bukhori, B. 2005. Dzikir dan Agresivitas Santri. Jurnal Psikologi Islami, Volume 1, Nomor 2, 141-152. Bukhori, B. 2006. Kesehatan Mental Mahasiswa Ditinjau Dari Religiusitas Dan Kebermaknaan Hidup. Psikologika, Volume XI, Nomor 22, 93-105. Burns, D.D. 1988. Terapi Kognitif : Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi. Jakarta : Penerbit Erlangga. Cahyadi, A. 2003. Hubungan Antara Kualitas Dzikir Dengan Kontrol Diri Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Chaplin, J.P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. _____. 2004. Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya : Terjemahan. Yogyakarta : UII Press.
Durand, V.M. & Barlow, D.H. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Gazaliyah. 2003. Hubungan antara Dzikir Dengan Kesehatan Mental Pada Peserta Mujahadah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta : Tugu Publisher. Haryanto, S. 2002. Psikologi Shalat : Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat. Yogyakarta : Mitra Pustaka. Hawari, D. 2004. Al Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa. Kartono, K. 1989. Kesehatan Mental Dalam Islam. Jakarta : Rajawali. Kasih, P.F. 1995. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Depresi Pada Remaja Berjilbab dan Remaja Tidak Berjilbab di Beberapa SLTA di Yogyakarta. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Koenig, H.G. 2008. Religious Practices http://www.heritage.org.24/01/09.
and
Health
:
Overview.
Lulu. 2002. Dzikir dan Ketenangan Jiwa : Studi Pada Majelis Dzikrul Ghofilin, Cilandak, Ampera Raya, Jakarta. Tazkiya, Volume 2, Nomor 1, 51-61. Matthews, D.A., McCullough, M.E., Larson, D.B., Koenig, H.G., Swyers, J.P., & Milano, M.G. 1998. A Review of the Research and Implications for Family Medicine. http://psy.psychiatryonline.org.24/03/08. Meichati, S. 1983. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Nashori, F. 2005. Hubungan Antara Kualitas Dzikir Dengan Pemaafan Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Undip, Volume 2, nomor 1, 40-47. Nashori, F. 2006. Hubungan Antara Kualitas dan Kualitas Dzikir Dengan Kelapangdadaan mahasiswa. http://www.msi-uii.net.26/08/08. Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga. Nunik. 2008. Depresi : Mahasiswa http://www.lampungpost.com.8/4/08.
tenggak
10
Butir
Amoxilin.
_____. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Priest, R. 1987. Bagaimana Cara Mencegah dan Mengatasi Stres dan Depresi. Semarang : Dahara Prize. Santrock, J. W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga. Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Kanisius. Shihab, M.Q. 2006. Wawasan Al-Qur’an Tentang Dzikir dan Doa. Jakarta : Penerbit Lentera Hati. Sholeh, M. & Musbikin, I. 2005. Agama Sebagai Terapi : Telaah Menuju Ilmu Kedokteran Holistik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Siswanto & Prawitasari, J.E. 2003. Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional Terhadap Simtom-Simtom Depresi Pada Mahasiswa. Sosiohumanika, 16A(1), 25-42. Subandi. 1997. Tema-Tema Pengalaman Beragama Pengamal Dzikir. Psikologika, Nomor 3, Tahun II, 7-18. Surya, M. 2008. Depresi Terselubung. http://sivalintar.tripod.com.8/4/08. Yeung, W.J. & Chan, Y. 2007. The Positive Effects of Religiousness on Mental Health in Physically Vulnerable Populations : A Review on Recent Empirical Studies and Related Theories. http://www.psychosocial.com.24/01/09. http : //www.uii.ac.id. 15/1/08.
IDENTITAS PENULIS
Nama
:
Alamat Rumah :
Diah Matovani JL. KH. Ahmad Dahlan Perumahan Griya Permata I No. 19 Kel. Karang Pule Kec. Ampenan, Mataram-NTB
Nomor HP
:
0852 924 99155 0819 037 22355