www.parlemen.net KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dibentuk sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, yang salah satu landasan yuridis pembentukannya adalah UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan. Pembentukan UU No. 22/1999 yang diselimuti oleh semangat reformasi di segala aspek kehidupan bernegara, berlangsung secara cepat sehingga pada akhirnya dirasakan ada substansi atau praktek penyelenggaraannya yang kurang sesuai dengan jiwa dan semangat berdemokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya kekurangan dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah telah disadari oleh para wakil rakyat yang duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang melahirkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Bersamaan dengan itu dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2000 telah dilakukan Perubahan Kedua UUD 1945 yang antara lain telah merubah Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dengan Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B sehingga dikeluarkannya Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tersebut sejalan dengan perubahan UUD 1945. Salah satu butir rekomendasi menyebutkan: "sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18 UUD 1945...." Atas dasar amanat TAP MPR di atas, kebutuhan untuk melakukan revisi terhadap UU No. 22/1999 tidak terelakkan, apalagi Pasal 18 UUD 1945 yang menjadi dasarnya, pada perubahan kedua UUD 1945 telah disempurnakan dan ditambah menjadi semakin jelas dan rinci Selanjutnya, dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, mengamanatkan untuk pembangunan hukum perlu melakukan penyempurnaan berbagai perundang-undangan. Salah satu indikator kinerja dalam program nasional pembentukan peraturan perundang-undangan adalah ditetapkannya UU tentang Penyempurnaan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi DPR RI Periode sekarang yang akan berakhir pada Tahun 2004 yang menyelesaikan tugas penyempurnaan UU No. 22/1999. Banyak hal yang memerlukan peninjauan dan penyesuaian dalam UU nomor 22 tahun 1999, namun yang diutamakan dalam perubahan pertama ini adalah mengenai pemilihan Kepala Daerah dengan Wakil Kepala Daerah dengan segala aspek yang terkait dengan perubahan tersebut. Hal ini sudah dimulai dengan perubahan dari UU nomor 4 tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menjadi UU nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang didalamnya tidak lagi tercantum kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah. Perubahan kedua UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pemakaian kata demokratis tersebut memiliki dua makna, yaitu baik pemilihan langsung maupun tidak langsung melalui DPRD kedua-duanya demokratis. Pada Perubahan Kedua UUD 1945 belum diputuskan sistem pemilihan Presiden dan wakil Presiden yang baru diputuskan pada Perubahan Ketiga tahun 2001 dan Perubahan Keempat tahun 2002. Dengan sistem pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 pada umumnya menganut sistem pemilihan langsung. Model pemilihan kepala daerah saat ini menurut UU No. 22/1999 secara umum ditentukan dipilih tidak langsung oleh rakyat tetapi melalui lembaga perwakilan yaitu DPRD. Model-model lainnya bersifat pengaturan secara khusus seperti untuk undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Istimewa Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam), yaitu UU nomor 18 tahun 2001 yang mengatur pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur melalui pemilihan langsung dan ketentuan khusus dalam undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Irian Jaya (Papua) melibatkan lembaga Majelis Rakyat Papua. (UU nomor 21/2001) Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 pada saat ini terdapat banyak permasalahan, terutama menyangkut masalah Kepala Daerah. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah sering menjadi permasalahan di beberapa Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Permasalahan pada pimpinan daerah ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu pelaksanaan program pembangunan di daerah. Oleh karena itu, perlu dirumuskan kembali model pemilihan kepala daerah serta hubungan antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan memperhatikan adanya model pemilihan kepala daerah secara langsung yang diatur dalam undang-undang tentang otonomi khusus Nanggroe Aceh Darussalam, dan penafsiran historis tahapan-tahapan perubahan UUD 1945, Pengaturan sistem pemilihan langsung dalam RUU ini merupakan sistem yang berlaku umum, dengan tetap membuka kemungkinan adanya UU khusus bagi daerah-daerah terteptu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 B UUD 1945 yang mengakui adanya daerah khusus dan bersifat istimewa. Pemilihan Iangsung kepala daerah oleh rakyat akan membawa beberapa implikasi lainnya yang perlu diatur substansinya dalam undang-undang pemerintahan daerah seperti menyangkut tugas dan wewenang DPRD, hubungan antara DPRD dan Kepala Daerah, serta penyelenggara pemilihan kepala daerah. Beberapa ketentuan atau materi pokok dalam RUU ini meliputi: 1. Pemilihan langsung pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah oleh rakyat. Pasangan terpilih didasarkan pada perolehan jumlah suara sah Iebih dari 50 (lima puluh) persen. Dalam hal tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 (lima puluh) persen, dilakukan pemilihan putaran kedua hanya untuk pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua. Pengaturan ketentuan peroleh suara dukungan mayoritas di atas lima puluh persen ini diharapkan dapat memberikan legitimasi politik yang kuat bagi kepala daerah terpilih sehingga dapat menciptakan pemerintahan yang lebih stabil di daerah. Dengan pemerintahan yang stabil akan dimungkinkan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan ketertiban yang menjadi pendorong bagi pembangunan di daerah. 2. Yang berhak mengajukan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terdiri atas partai politik, gabungan partai politik atau perseorangan. Syarat bagi partai atau gabungan partai itu adalah yang memiliki wakil di DPRD daerah pemilihan kepala daerah, meskipun hanya satu kursi. Ketentuan ini mencerminkan bahwa keberadaan dan dukungan dari rakyat bagi partai di daerah bersangkutan tidak perlu diragukan. Persyaratan adanya wakil yang duduk di DPRD ini mengingat kondisi bahwa tidak semua partai politik yang ada di pusat memiliki perwakilan di daerah atau sebaliknya. Adanya calon perseorangan dibuka untuk pencalonan kepala daerah karena dalam UUD 1945 tidak ada batasan seperti halnya untuk presiden yang menetapkan hanya partai politik yang dapat mengajukan calon karena batasan UUD 1945. Selain partai politik, organisasi yang besar seperti birokrasi pemerintahan atau organisasi militer dan organisasi bisnis dapat melahirkan kader-kader untuk menjadi pemimpin di daerah. Untuk perseorangan ada syarat harus mendapat dukungan pemilih sekurangkurangnya sama dengan nilai bilangan pembagi pemilihan (BPP) untuk satu kursi DPRD dan bagi daerah yang dibagi lebih dari satu daerah pemilihan, yang dipergunakan adalah bilangan pembagi yang terendah di daerah bersangkutan. Dengan adanya syarat dukungan seharga BPP, keberadaaan calon perseorangan tersebut telah mendapat legitimasi politik dari rakyat yang setara dengan calon dari partai politik. 3. Penyelenggara pemilihan langsung kepala daerah adalah KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota, yang selanjutnya disebut KPU Daerah (KPUD), sebagaimana dimaksud dalam UU No. 12/2003 tentang Pemilu, yang oleh UU ini diberikan tugas dan kewenangan tambahan. Penyerahan penyelenggaraan pemilu kepada KPUD selain dimungkikan secara yuridis juga dengan harapan dalam pelaksanaannya bisa berlaku secara profesional karena telah menjadi satu-satunya lembaga formal yang Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
4.
5.
6.
7.
8.
menyelenggarakan pemilihan untuk anggota DPR, DPD, DPRD, dan Presiden/wakil presiden. Oleh karena seluruh kegiatan pemilihan hanya berlangsung di daerah, termasuk pengumuman hasilnya, menjadikan KPU yang diatur dalam UU nomor 12 tahun 2003 secara nasional melakukan koordinasi agar terdapatnya keseragaman peraturan yang dibuat oleh KPUD. Dengan demikian Undang-undang ini memberikan wewenang tambahan dan khusus kepada KPU dan aparat dibawahnya sebagaimana susunannya diatur dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2003. Kepala Daerah menurut RUU ini tidak lagi mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemerintahan kepada DPRD, namun tetap dapat diusulkan oleh DPRD untuk diberhentikan apabila melanggar beberapa ketentuan seperti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela serta apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Kepala Daerah. Mekanismenya diatur bahwa DPRD harus menyampaikan pendapatnya kepada Mahkamah Agung untuk diputus pada tingkat pertama dan terakhir serta final. Hasil putusan MA apabila menyatakan kepala daerah terbukti melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela atau tidak rnemenuhi syarat sebagai kepala daerah, DPRD meneruskan usul pemberhentian atas dasar putusan Mahkamah Agung tersebut kepada Presiden untuk eksekusinya secara administratif. Keputusan Presiden atas usul pemberhentian kepala daerah harus sesuai dengan putusan Mahkamah Agung dimaksud yang sekaligus menjadi awal untuk menghitung pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang baru apabila pemberhentian tersebut terhadap kedua pejabat daerah tersebut. Biaya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menjadi beban APBD masing-masing daerah. Sedangkan biaya kampanye ditanggung oleh masing-masing pasangan. Dana kampanye dapat diperoleh balk dari pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan maupun pihak lain yang tidak mengikat seperti perseorangan atau badan hukum swasta. Sumbangan dari perseorangan tidak boleh melebih lima puluh juta rupiah, dan dari badan hukum swasta tidak boleh melebihi tiga ratus lima puluh juta rupiah. Pembatasan sumbangan ini perlu ada pembatasan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya money politics. Perubahan yang berhubungan dengan mekanisme penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah pada dasarnya mengacu pada konsep pemilihan Presiden/Wakil Presiden, namun disesuaikan dengan konteks daerah, bukan konteks nasional. Perubahan yang berhubungan dengan DPRD menurut RUU ini disesuaikan dengan pengaturannya dalam UU Nomor 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan DPRD, dengan mengubah substansi yang terkait dengan pertanggungjawaban dan pemilihan kepala daerah. Sesungguhnya untuk ke depan perlu pemikiran untuk mengatur Susunan dan Kedudukan DPRD hanya pada satu UU yaitu tentang Pemerintahan Daerah karena DPRD merupakan bagian dari pemerintahan daerah. Tidak seperti sekarang ini diatur Oalam dua UU yaitu UU nomor 22 tahun 2003 dan UU nomor 22 tahun 1999. Padahal MPR, DPR, dan DPD adalah lembaga negara yang bukan menjadi bagian pemerintah pusat. Untuk masa peralihan pada awal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara Iangsung ini sejak UU ini berlaku, diatur dua pembagian batasan waktu yaitu pertama bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum pemilu DPRD 2004 yaitu antara berlakunya UU ini dan pelantikan Anggota DPRD hasi) Pemilu 2004 dilaksanakan, ditangguhkan pelaksanaannya dan Pemerintah menunjuk seorang pejabat sementara. Selanjutnya pemilihan di daerah bersangkutan dilakukan selambat-Iambatnya 3 (tiga) bulan setelah pelantikan DPRD hasi) pemilu 2004. Kedua, kepala daerah/wakil kepala daerah yang telah menjabat sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) bulan dari masa jabatannya 60 (enam puluh) bulan, dinyatakan berakhir masa jabatannya dan dilakukan pemilihan kepala daerah berdasarkan Undang-undang ini selambat-Iambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan DPRD hasi) Pemilu 2004. Masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelum berlakunya Undangundang ini dihitung sebagai masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah menurut undangundang ini untuk menghitung sudah berapa kali seseorang menjabat kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Demikian secara ringkas keterangan pengusul atas Rancangan Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta, 10 September 2003 Para Pengusul
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Sifat
:
Penting
Derajat
:
Segera
Lampiran
:
1 (satu eksemplar)
Perihal
:
Penyampaian Usul Inisiatif Baleg atas RUU Tentang Perubahan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Jakarta, 10 September 2003
KEPADA YTH. PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Bersama ini, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan dengan hormat, Usul Inisiatif Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar pengajuan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif tersebut adalah sebagai berikut: 1. UU No. 22 Tahun 1999 disusun berdasarkan UUD 1945 sebelum perubahan. Setelah dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, khususnya yang mengatur tentang pemerintahan daerah yaitu BAB VI Pemerintahan Daerah Pasal 18, 18 A dan 18 B, maka Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah perlu menyesuaikan dengan perubahan tersebut. 2. Ketetapan MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, dalam salah satu butir rekomendasinya menyebutkan "sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah." 3. UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, mengamanatkan untuk pembangunan hukum perlu melakukan penyempurnaan berbagai perundang-undangan. Salah satu indikator kinerja dalam program nasional pembentukan peraturan perundang-undangan adalah ditetapkannya UU tentang Penyempurnaan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 pada saat ini terdapat banyak permasalahan, terutama menyangkut masalah Kepala Daerah. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah sering menjadi permasalahan di beberapa Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Salah satu upaya untuk mengatasai permasalahan tersebut adalah dengan penyelenggaraan Pemilihan Langsung Kepala Daerah oleh masyarakat. Pemikiran ini dilandasi oleh penafsiran hitoris perubahan UUD 1945 bahwa makna kepala daerah dipilih secara demokratis pada perubahan kedua itu sesuai dengan model pemilihan Presiden yang menjadi bagian dalam perubahan keempat UUD 1945. Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, Badan Legislasi DPR-RI memandang perlu mengadakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan mengajukan Usul Inisiatif Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sesuai dan berdasarkan hak konstitusional dan normatif DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf d Peraturan Tata Tertib DPR-RI. Atas perhatian dan perkenannya, kami ucapkan banyak terima kasih.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net