www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
915. 916.
KETERANGAN PEMERINTAH
c. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. (2)
Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
917.
a. Hasil pajak daerah;
918.
b. hasil retribusi daerah;
919.
c. hasil pengelolaan dipisahkan: dan
920.
d. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.
kekayaan
daerah
yang
921.
(3)
Pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a. dan b. ditetapkan dengan Undang-undang yang pelaksanaannya di Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
922.
(4)
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
923.
(5)
Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah ditetapkan Undang-Undang. Pasal 100
924.
(1)
Dana Perimbangan, sebagaimana dalam Pasal 99 terdiri dari:
925.
a Dana Bagi Hasil;
926.
b. Dana Alokasi Umum; dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
dimaksud
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
927-
c. Dana Alokasi Khusus
928.
(2)
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. dialokasikan dari APBN kepada Daerah tertentu dalam rangka pendapatan pelaksanaan desentralisasi untuk:
929.
a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional;
930.
b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan Daerah tertentu.
931.
(3)
Penyusunan program dan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah dan pengusulan DAK dari Daerah yang disampaikan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Gubernur. Pasal 101
932.
(1)
Pemerintah Daerah dapat membentuk, menggabungkan, melepaskan kepemilikan atau membubarkan badan usaha milik daerah.
933.
(2)
Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu badan usaha milik Pemerintah dan/atau non Pemerintah.
934.
(3)
Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha miiik Daerah.
935.
(4)
Pelaksanaan Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH Pasal 102
936.
(1)
Belanja Daerah diprioritaskan untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan dalam kerangka pelaksanaan kewajiban Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasai 28.
937.
(2)
Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisa standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasa l 103
938.
Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insent:if dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan investor yang diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 104
939.
(1)
Menteri Keuangan menetapkan jumlah kumulatif defisit anggaran Daerah secara nasional.
940.
(2)
Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian Defisit anggaran setiap Daerah, berdasarkan jumlah kumulatif defsit Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
941.
(3)
Dalam hal Daerah mengalami defisit anggaran, sumber pembiayaannya dapat dipenuhi dari:
942.
a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;
943.
b. dana cadangan;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
944.
c. hasil penjualan dipisahkan; dan
945.
d. pinjaman daerah.
kekayaan
KETERANGAN PEMERINTAH Daerah
yang
Pasal 105 946.
(1)
Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) huruf d, bersumber dari Pemerintah, emerintah Daerah lain, lembaga perbankan/non perbankan, dan/atau masyarakat.
947.
(2)
Daerah dalam melakukan pinjaman mempertimbangkan batas maksimal pinjaman daerah secara nasional untuk tahun anggaran berjalan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
948.
(3)
Daerah dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib memenuhi persyaratan :
949.
a. Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75 % dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
950.
b. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah selama jangka waktu peminjaman; dan
951.
c. Tidak mempunyai pengembalian pinjaman.
952.
(4)
tunggakan
atas
Pengendalian atas batas maksimal pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terpenuhinya persyaratan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah. Pasal 106
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
953.
(1)
Pinjaman daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD kecuali pinjaman jangka pendek dalam rangka menjaga likuiditas Kas Daerah.
954.
(2)
Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman yang berasal dari luar negeri secara langsung.
955.
(3)
Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dan penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Pemerintah.
956.
(4)
Untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan, Daerah dapat menerbitkan obligasi yang dinyatakan dalam mata uang rupiah.
957.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) obligasi Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
958.
Paragraf Ketiga APBD Pasal 107
959.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pasai 108
960.
(1)
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan.
961.
(2)
Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut organisasi, fungsi, dan, jenis
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH pendapatan/ belanja.
962.
(3)
Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) dirinci menurut sumber dan penggunaan pembiayaan. Pasal 109
963.
(1)
Jumlah pendapatan yang dicantumkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
964.
(2)
Jumlah belanja yang dicantumkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.
965.
(3)
Jumlah pembiayaan yang dicantumkan dalam APBD sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran. Pasal 110
966.
(1)
Kepala Daerah dalam penyusunan RAPBD menjabarkan lebih lanjut Arah Kebijakan Umum serta prioritas dan plafon anggaran tahun anggaran berkenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (3) sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
967
(2)
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pejabat Pengguna Anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk tahun berikutnya berdasarkan penjabaran Arah Kebijakan Umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan pendekatan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH kinerja.
968.
(3)
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
969.
(4)
Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada DPRD untuk mernperoleh persetujuan.
970.
(5)
Tatacara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Pasal 111
971.
(1)
Kepala Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
972.
(2)
Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD berdasarkan Arah Kebijakan Umum sebagaimana dimaksud Pasal 97 ayat (3), serta prioritas dan plafon anggaran.
973.
(3)
Pengambilan keputusan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang berkenaan dilaksanakan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
974'
(4)
Atas dasar keputusan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah menyiapkan Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dan Rancangan Dokumen Pelaksanaan Agggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
975.
(5)
Tatacara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dalam Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Pasal 112
976.
(1)
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) dan Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (4) sebelum disahkan oleh Gubernur, disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk dievaluasi.
977.
(2)
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada Pemerintah Provinsi yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
978.
(3)
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 884 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubemur sebagaimana dimaksud
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH pada ayat (1) disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur.
979.
(4)
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sehagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Pemerintah menyampaikan pemberitahuan disertai dengan a!asan-alasannya.
980.
(5)
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Gubernur bersama DPRD menyempurnakannya.
981.
(6)
Gubernur berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD, menetapkan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD dan Keputusan Gubemur tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
982.
(7)
Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD ditetapkan menjadi Keputusan Gubernur Pasal 113
983.
(1)
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (4) sebelum disahkan oleh Bupati/Walikota, disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
984.
(2)
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan selambat lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
985.
(3)
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati/Walikota.
986.
(4)
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Gubemur menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasan-alasanny a.
987.
(5)
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bupati/Walikota bersama DPRD menyempumakannya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
988.
(6)
Bupati/Walikota berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD, menetapkan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD dan Keputusan Bupati/Walikota tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
989.
(7)
Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD ditetapkan menjadi Keputusan Bupati/Walikota.
990.
(8)
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD dan Keputusan Bupati/Walikota mengenai Penjabaran APBD kepada Pemerintah. Pasal 114
991.
(1)
DPRD apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) tidak mengambil keputusan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
992.
(2)
Keputusan Kepa!a Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi Kabupaten/Kota.
993.
(3)
Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya untuk memperoleh persetujuan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD tidak disetuiui DPRD.
994.
(4)
Apabila dalam batas waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD, Menteri Dalam Negeri/Gubernur belum memberikan pengesahan, Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dapat ditetapkan menjadi Keputusan Kepala Daerah.
995.
(5)
Keputusan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD pada ayat (4) dijadikan dasar penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran satuan kerja peranqkat daerah.
996.
Paragraf Keempat Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal115
997.
(1)
Belanja DPRD terdiri dari belanja Pimpinan dan anggota DPRD serta belanja Sekretariat DPRD.
998.
(2)
Belanja Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH pada ayat (1) digunakan penyelenggaraan tugas, kewajiban DPRD.
untuk menunjang wewenang, dan
999.
(3)
Be!anja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat DPRD berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.
1000.
(4)
Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 116
1001.
(1)
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.
1002.
(2)
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat Daerah berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
1003.
(3)
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1004.
Paragraf Kelirna Perubahan APBD Pasal 117
1005.
(1)
Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
1006.
a. perkembangan yang tidak sesuai asumsi kebijakan umum APBD;
dengan
1007.
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan
1008.
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
1009.
(2)
Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen dokumen pendukungnya kepada DPRD.
1010.
(3)
Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD dilakukan pada waktu yang menurut ukuran rasional dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
1011.
(4)
Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD dan Keputusan Kepala Daerah mengenai Penjabaran Perubahan APBD sebelum dilaksanakan, dievaluasi yang tata caranya mengikuti ketentuan proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD.
1012.
(5)
Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dapat melakukan pengeluaran belanja untuk penanggulangan keadaan darurat yang terjadi setelah tanggal penetapan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan melaporkannya dalam aporan Realisasi APBD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
1013.
KETERANGAN PEMERINTAH
Paragraf Keenam Penata-usahaan Keuangan Daerah Pasal 118
1014.
(1)
Semua penerimaan dan pengeluaran APBD dilakukan melalui rekening Kas Daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
1015.
(2)
Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat Keputusan Otorisasi oleh Kepala Daerah atau Surat Keputusan lain yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi.
1016.
(3)
Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran Daerah.
1017.
(4)
Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD, dan Pejabat Daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja Daerah untuk tujuan-tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pasal 119
1018.
(1)
Kepala Daerah atas persetujuan DPRD dapat melakukan suatu tindakan pengeluaran mendahului pengesahan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD untuk pengeluaran yang tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD sehingga diperlukan perubahan anggaran, kecuali pengeluaran untuk penanggulangan keadaan darurat.
1019.
(2)
Tindakan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Bahwa salah satu tujuan dari kebijakan desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH Kepala Daerah dengan menyatakan alasanalasannya yang kuat apabila penundaan atas pengeluaran-pengeluaran tersebut akan merugikan kepentingan Daerah.
KETERANGAN PEMERINTAH dalam rangka mengembangkan daya saing daerah. Mengingat Core Competency masing-masing daerah saling berbeda maka mutlak diperlukan adanya kerjasama. Disamping itu bahwa penyelenggaraaan Otonomi Daerah juga harus mempertimbangkan efisiensi dalam pengelolaan urusan yang cakupan layanannya berdampak lebih dari satu daerah.
Pasal 120 1020.
(1)
Uang milik Daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan Daerah.
1021.
(2)
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang:
1022.
a. Penghapusan tagihan Daerah, sebagian atau seluruhnya; dan
1023.
b. penyelesaian perkara perdata.
1024.
(3)
1025.
Bunga Deposito, bunga atas penempatan uang di Bank, jasa giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan Daerah. Paragraf Ketujuh Pertanggungjawaban APBD Pasal 121
1026.
(1)
Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Dalam rangka merevitalisasi pemerintah dalam memfasilitasi
peran daerah
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK dan/ atau aparat pengawas fungsional pemerintah secara berjenjang.
1027.
(2)
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah.
1028.
(3)
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 122
1029.
(1)
Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagairnana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhimya tahun anggaran yang bersangkutan untuk dievaluasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah daerah.
1030.
(2)
Bahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) berasal dari pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah dan DPRD yang tata cara penyediaannya diatur berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
1031.
(3)
Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH otonom, maka untuk penyelesaian perselisihan antar daerah diselesaikan pada tingkat pemerintah, tidak perlu sampai kepada MA.
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
Kabupaten/Kota. 1032.
(4)
1333.
Ringkasan Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipublikasikan kepada masyarakat. Paragraf Kedelapan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 123 1034.
(1)
Tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada ketentuan perundangundangan.
1035.
(2)
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah.
1036.
(3)
Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan, kecuali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
1037.
(4)
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan pelelangan kecuali dalam halhal tertentu
1038.
(5)
Pelepasan barang milik Daerah dalam bentuk hibah, penyertaan modal, kemitraan atau dijual dilakukan setelah dihapuskan dari inventaris kekayaan Daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Dalam rangka efektifitas penanganan kawasan perkotaan, pemerintah berpendapat untuk pengaturan kawasan perkotaan perlu dibuat pengelompokan kawasan perkotaan dalam rangka pembinaan dan fasilitasi pengembangan.
www.parlemen.net NO 1039.
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH (6)
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 124
1040.
(1)
Barang milik Daerah yang tidak memiliki nilai ekonomis dapat dihapuskan dari daftar inventaris Daerah untuk dijual, dihibahkan dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
1041.
(2)
Pengelolaan barang milik Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
1042.
Paragraf Kesembilan Dana Cadangan Pasal125
1043.
(1)
Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu.
1044.
(2)
Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan Daerah, kecuali Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Darurat dan Dana Pinjaman.
1045.
(3)
Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.
1046.
(4)
Sumber penerimaan dana cadangan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran atas beban dana cadangan diadministrasikan dalam APBD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
1047
KETERANGAN PEMERINTAH
Paragraf Kesepuluh Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 126
1048.
(1)
Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundangundangan.
1049.
(2)
Sistern dan prosedur pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
1050.
Bagian Kesembilan Kerjasama Daerah Pasal 127
1051.
(1)
Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama antar Daerah yang diatur dengan keputusan bersama Kepala Daerah.
1052.
(2)
Selain kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Pengaturan tentang desa perlu dilakukan dengan memperhatikan hukum adat dan hak -hak tradisional sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat. Oleh karena itu dalam hal pengangkatan kepala desa dapat diberlakukan ketentuan yang bersifat spesifik untuk beberapa daerah. Disamping itu perubahan dari desa menjadi kelurahan dan sebaliknya harus betul-betul mempertimbangkan kondisi masyarakat adat dan nilai-nilai tradisional yang masih hidup. Pemerintah mereformulasi dari ketentuan yang sudah diatur dalam UU No.
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH 22 Tahun 1999
1053.
(3)
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) yang membebani APBD dan masyarakat harus mendapatkan persetujuan DPRD.
1054.
(4)
Pedoman pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 128
1055.
(1)
Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
1056.
(2)
Tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
1057.
Bagian Kesepuluh Penyelesaian Perselisihan Pasal 129
1058.
(1)
Perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi diselesaikan oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah.
1059.
(2)
Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Pemerintah.
1060.
(3)
Keputusan Pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
merupakan keputusan yang bersifat final. Pasal 130 1061.
(1)
Perselisihan antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya, antar Provinsi, maupun antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di luar wilayahnya diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri.
1062.
(2)
Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Presiden.
1063.
Bagian Kesebelas Kawasan Perkotaan Pasal 131
1064.
Kawasan perkotaan dibentuk dan diakui dalam rangka menyediakan fasilitas pusat pelayanan dan distribusi pelayanan masyarakat dengan mempertimbangkan proses akulturasi masyarakat perkotaan serta mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat, warisan budaya, dan modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat. Pasal 132
1065.
(1)
Kawasan Perkotaan dikelompokkan kawasan perkotaan yang merupakan:
dalam
1066.
a. kota;
1067.
b. bagian Daerah Kabupaten;
1068.
c. perubahan dari Kawasan Perdesaan menjadi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH Kawasan Perkotaan;
1069.
d. bagian dari dua atau lebih Daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik perkotaan.
1070.
(2)
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh Pemerintah Kota
1071.
(3)
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab pada Bupati.
1072.
(4)
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh Daerah terkait.
1073.
(5)
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikelola oleh lembaga metropolitan yang dibentuk oleh Kabupaten/Kota di kawasan metropolitan. Pasal 133
1074.
Urusan pemerintahan di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan dikawasan tersebut. Pasal 134
1075.
Kawasan perkotaan diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu ke dalam bentuk kawasan perkotaan besar, sedang, dan kecil.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
Pasal 135 1076.
(1)
Pemerintah Daerah dalam Kawasan Perkotaan, masyarakat termasuk swasta.
mengembangkan mengikutsertakan
1077.
(2)
Pemerintah Daerah memfasilitasi proses akulturasi masyarakat perkotaan dengan tetap mengakui, rrenghormati, melindungi adat istiadat dan warisan budaya, serta modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat.
1978.
(3)
Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perkotaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban. Pasal 136
1079.
Ketentuan Iebih Ianjut mengenai kawasan perkotaan sebagaimana dmaksud pada Pasal 131, Pasal 132, Pasal 133, P asal 134 dan Pasal 135, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
1080.
Bagian Keduabelas Pemerintahan Desa
1081.
Paragraf Kesatu Pembentukan, Penghapusan, dan/atau Penggabungan Desa Pasal 137
1082
(1)
Desa dapat dibentuk, dihapus dan/atau digabung berdasarkan kriteria tertentu dengan memperhatikan asal usulnya dan atas prakarsa masyarakat.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
1083.
(2)
Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan masyarakat dengan menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan urusan yang sudah ada pada kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai perkembanqan masyarakat setempat.
1084.
(3)
Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa induk.
1085
(4)
Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa.
1086.
(5)
Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa masing masing.
1087.
(6)
Pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 138
1088.
(1)
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) di Kabupaten/Kota dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Perwakilan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
1089.
(2)
Pendanaan yang diakibatkan dari perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
1090.
Paragraf Kedua Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa Pasal 139
1091.
(1)
Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa yang merupakan lembaga pemerintahan desa.
1092.
(2)
Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa.
1093.
(3)
Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.
1094.
(4)
Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota.
1095.
(5)
Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun.
1096.
(6)
Kepala Desa dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pasal 140
1097.
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat:
1098.
a.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
1099.
b.
setia dan taat kepada Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
1100.
c.
tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau kegiatan organisasi terlarang lainnya;
1101.
d.
berpendidikan sekurang-kurangnya Lanjutan Tingkat Pertama berpengetahuan yang sederajat;
1102.
e.
berumur sekurang-kurangnya 25 tahun;
1103.
f.
sehat jasrnani dan rohani;
1104.
g.
berkelakuan baik, jujur, dan adil;
1105.
h.
tidak pemah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
1106.
i.
tidak dalam status terdakwa dan/atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
1107.
j.
tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan;
1108.
k.
tidak sedang menjadi anggota partai politik;
1109.
l.
belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali;
1110.
m.
mengenal desanya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat;
1111.
n.
bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;
1112.
o.
memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam Peraturan Daerah. Pasal 141
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Sekolah dan/atau
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
1113.
(1)
Kepala Desa dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk.
1114.
(2)
Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji.
1115.
(3)
Susunan kata-kata sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujurjujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 142
1116.
Kewenangan Desa mencakup:
1117.
a.
kewenangan yang sudah melekat pada desa;
1118.
b.
kewenangan undangan.
1119.
c.
tugas pembantuan Pemerintah Daerah;
1120.
d.
penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum.
sesuai
peraturan dari
perundang-
Pemerintah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
dan
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
Pasal 143 1121.
Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah:
1122.
a.
memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
1123.
b.
memberdayakan masyarakat desa;
1124.
c.
membina perekonomian desa;
1125.
d.
memelihara ketenteraman dan ketertiban serta kerukunan masyarakat Desa;
1126.
e.
mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
1127.
f.
menyusun dan membahas Peraturan bersarna Badan Perwakilan Desa, mensahkan Peraturan Desa;
Desa dan
1128.
g.
membuat Keputusan Kepala melaksanakan Peraturan Desa;
untuk
1129.
h.
menggali dan mengembangkan serta melestarikan adat istiadat yang beradab; dan
1130.
i.
mewakili Desanya di dalarn dan di Iuar pengadilan dan dapat
Desa
Pasal 144 1131.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Kepala Desa:
1132,
a.
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat; dan
1133.
b.
menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Badan Perwakilan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
Desa. Pasal 145 1134.
Kepala Desa dilarang:
1135.
a.
membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, 7 anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain;
1136.
b.
melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan jabatannya.
1137.
c.
melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
1138.
d.
merangkap jabatan sebagai anggota Badan Perwakilan Desa dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
1139.
e.
menjadi anggota partai politik; dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 belum diatur pemberdayaan masyarakat desa, padahal otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka untuk mencapai salah satu tujuan yakni pemberdayaan masyarakat. Oleh karenanya Pemerintah memandang dalam perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah pertu tambahan pengaturan
www.parlemen.net NO 1140
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH f.
KETERANGAN PEMERINTAH
melakukan kegiatan lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 146
1141.
(1)
Kepala Desa berhenti karena :
1142.
a. meninggal dunia
1143.
b. mengajukan permohonan permintaan sendiri; atau
1144.
c. diberhentikan.
1145
(2)
berhenti
atas
Kepala desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
1146.
a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru;
1147.
b. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji;
1148.
c. tidak dapat melaksanakan tugas berkelanjutan atau berhalangan tetap;
1149.
d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman ; pidana serendah-rendahnya (5 lima) tahun;
1150.
(3)
secara
Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh Bupati/Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa. Pasal 147
1151.
(1)
Dalam hal Kepala Desa berhenti sementara, Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH untuk melaksanakan tugas sehari-hari.
1152.
(2)
Dalam hal Kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dan/atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota sebagai pelaksana tugas Kepala Desa selamalamanya 1 (satu) tahun.
1153.
(3)
Badan Perwakilan Desa melaksanakan pemilihan Kepala Desa selambat -lambatnya dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
1154.
(4)
6 (enam) bulan sebelum berakhimya masa jabatan Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa. Pasal 148
1155.
(1)
Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.
1156.
(2)
Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota.
1157.
(3)
Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
1158.
(4)
Badan Perwakilan Desa melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
1159.
(5)
Masa jabatan Anggota Badan Perwakilan Desa adalah 5 (lima) tahun.
1160.
(6)
Anggota BPD dilarang:
1161.
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain; 1162.
b. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
1163.
c. merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan
1164.
d. menjadi anggota partai politik. Pasal 149
1165.
(1)
Dalam penetapan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan Perwakilan Desa dan Kepala Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
1166.
(2)
Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang sederajat dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
1167.
(3)
Peraturan Desa sebelum disosialisasikan kepada masyarakat.
1168.
Paragraf Ketiga
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
ditetapkan,
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH Pemberdayaan Masyarakat Desa Pasal 150
1169.
(1)
Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan melalui pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat, kapasitas sumberdaya manusia, kelembagaan, dan kesisteman.
1170.
(2)
Pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meningkatkan ketahanan dan peran serta aktif masyarakat dalam mewujudkan kemandirian.
1171.
(3)
Pendekatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan, pendidikan keterampilan, peningkatan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat, pemberian stimulan dan sarana penunjang.
1172.
(4)
Pendekatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk lembaga masyarakat sesuai dengan kebutuhan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
1173.
(5)
Pendekatan kesisteman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan yang berpihak dan melindungi masyarakat serta peningkatan kemampuan manajemen.
1174.
Paragraf Keempat Keuangan Desa Pasal 151
1175.
(1)
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.
1176.
(2)
Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan Desa.
1177.
(3)
Sumber Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
1178.
a. pendapatan asli Desa;
1179.
b. bagi hasil pajak dan retribusi Pemerintah Kabupaten/Kota;
1180.
c. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
1181.
d. sumbangan dari pihak ketiga;
1182.
e. pinjaman desa.
1183.
(4)
Dalam pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa setiap tahun menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
1184.
(5)
Pedoman penyusunan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/Walikota berpedoman pada peraturan perundang-undanqan.
1185.
(6)
Pemerintah Desa dapat membentuk badan usaha milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH undangan.
1186.
(7)
Pemerintah Desa dapat melakukan pungutan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa Pasal 152
1187.
(1)
Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulannya dan/atau tunjangan lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa.
1188.
(2)
Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkansetiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
1189.
(3)
Anggota Badan Perwakilan Desa diberikan tunjangan sesuai kemampuan Keuangan Desa. Tunjangan yang diterima Anggota Badan Perwakilan Desa ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
1190
Paragraf Kelima Pembinaan dan Pengawasan Desa Pasal 153
1191.
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.
1192.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara fasilitasi berupa pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, arahan, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan, pelatihan, dan dukungan pendanaan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO 1193.
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH (3)
1194.
KETERANGAN PEMERINTAH
Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa. Paragraf Keenam Kerjasama dan Perselisihan Desa Pasal 154
1195.
(1)
Desa dapat mengadakan kerjasama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama.
1196.
(2)
Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerjasama. Pasal 155
1197.
(1)
Perselisihan antar Desa dan/atau masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat.
1198.
(2)
Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan oleh Bupati/Walikota yang keputusannya bersifat final.
1199.
antar
Paragraf Ketujuh Kawasan Perdesaan Pasal 156
1200.
(1)
Kawasan perdesaan dapat dibentuk di wilayah Kabupaten dan/ atau antar Kabupaten dan Kota.
1201.
(2)
Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola bersama yang dibentuk oleh Kabupaten dan Kota terkait.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
1202.
(3)
Urusan pemerintahan di kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan di kawasan tersebut.
1203.
(4)
Pemerintah Daerah dalam kawasan perdesaan masyarakat dan swasta.
1204.
(5)
Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perdesaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.
1205.
(6)
Pengaturan lebih lanjut kawasan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
mengembangkan mengikutsertakan
perdesaan
Pasal 157 1206.
(1)
Peiaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 156 diatur dengan Peraturan Daerah Kabuoaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
1207.
(2)
Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat desa sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan.
1208.
(3)
Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat
1209.
BAB IV
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH 1210
Bagian Kesatu Hubungan Wewenang Pasal 15
1211.
(1)
Urusan pemerintahan yang dapat diserahkan kepada Daerah dibagi antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi, dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan sesuai dengan kepentingan, aspirasi, dan prakarsa masyarakat setempat berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
1212.
(2)
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah ada yang bersifat wajib dan pilihan.
1213.
(3)
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan penyerahan sumber pendanaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
1214.
(4)
Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan adalah urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri, yustisi, pertahanan,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah mutlak diatur tentang hubungan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa otonomi daerah bersumber dari penyerahan dan/atau pengakuan oleh Pemerintah. Mengingat pencapaian tujuan negara dibebankan pencapaiannya kepada Pemerintah maka sudah seharusnya Pemerintah Daerah yang merupakan subordinat dari Pemerintah Nasional senantiasa mengembangkan sinergisitas hubungan antar tingkat pemerintahan. lnilah urgensi perlunya pengaturan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar daerah:
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
keamanan, moneter, .fiskal nasional, agama, dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya. 1215.
(5)
Bagian tertentu urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup:
1216.
a. pengaturan mengenai norma, standar dan prosedur penyelenggaraan urusan Pemerintah dan kebijakan lain yang berskala nasional;
1217.
b. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
atas
1218.
c. manajemen Pegawai berskala nasional;
yang
1219.
d. urusan pemerintah yang bersifat:
Negeri
Sipil
1220.
1)
penciptaan stabilitas nasional untuk peningkatan kemakmuran dan perlindungan rakyat serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara;
1221.
2)
lintas necara dan lintas Provinsi;
1222.
3)
strategis yang berskala nasional;
1223.
4)
pengakuan keimigrasian;
1224.
5)
penegakan peraturan perundangundangan dan kebijakan nasional serta sosialisasinya pada tingkat nasional dan internasional;
1225.
6)
perlindungan Hak-hak Asasi Manusia;
1226.
7)
peningkatan kualitas pelayanan umum
kewarganegaraan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
dan
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
dan adil bagi sernua warga negara; 1227.
8)
penyediaan pelayanan umum yang berupa dokumen negara yang seragam/sama bagi semua penduduk;
1228.
9)
peningkatan efisiensi atas terselenggaranya pelayanan masvarakat yang berskala nasional;
1229.
10) penciptaan iklim yang kondusif untuk menjalin kerjasama antar provinsi dan antar negara dalam mengembangkan perekonomian nasional;
1230.
11) penggunaan/pengelolaan teknologi yang memiliki resiko tinggi;
1231.
12) pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kepentingan nasional;
1232.
13) penyebaran profesional nasional;
1233.
14) penyediaan kesempatan memperoleh pekerjaan yang nasional dan internasional;
1234.
15) penyediaan tenaga kerja yang mempunyai daya saing nasional dan internasional;
1235.
16) pelestarian aset nasional;
1236.
17) pengamanan pelaksanaan dan sosialisasi perjanjian internasiona! atas nama negara;
sumber daya manusia yang strategis secara
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
untuk berskala
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
1237.
18) penetapan dan pengamanan kebijakan perdagangan luar negeri;
1238.
19) prasarana dan sarana nasional:
1239.
20) penetapan kriteria Pahlawan nasional;
1240.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 16
1241.
(1)
Provinsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala regional.
1242.
(2)
Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meiiputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.
1243.
(3)
Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
1244.
a. pengendalian lingkungan berdampak regional;
hidup
1245.
b. pengelolaan perkembangan dan administrasi kependudukan yang berskala regional;
1246.
c. penanganan wabah penyakit menular dan serangan hama yang cakupannya regional;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
yang
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
1247.
d. perencanaan struktur tata ruang wilayah provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/Kota;
1248.
e. perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan dalam cakupan regional;
1249.
f. pendidikan dan pelatihan bidang tertentu dan alokasi sumber daya manusia potensial yang cakupannya regional;
1250.
g. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di wilayah Provi nsi;
1251.
h. penyediaan pelayanan sosial untuk menanggulangi masalah-masalah sosial lintas kabupaten/kota;
1252.
i. pelayanan bidang ketenagakerjaan untuk menanggulangi masalah-masalah ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
1253.
j. melaksanakan pelayanan dasar yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota yang tata cara pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundangundangan;
1254.
k. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
1255.
l. penyelenggara, pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang diserahkan lebih lanjut
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
KETERANGAN PEMERINTAH
www.parlemen.net NO
RUU DPR RI
RUU PEMERINTAH
KETERANGAN PEMERINTAH
oleh Pemerintah. 1256.
(4)
Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
1257.
(5)
Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan Daerah. Pasal 17
1258.
(1)
Kabupaten dan Kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) serta Pasal 16, dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
1259.
(2)
Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.
1260.
(3)
Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan:
1261.
a. perlindungan negara;
hak-hak
konstitusional
1262.
b. perlindungan kepentingan nasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus nasional
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
warga