Narasi Belanja Pemerintah Daerah Dan Peningkatan Pelayanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan Gregorius D.V. Pattinasarany Bank Dunia Desentralisasi telah diikuti secara nyata oleh peningkatan transfer keuangan dari pusat ke daerah. Peningkatan transfer pusat ke daerah yang secara riil mencapai 114 persen pada tahun awal desentralisasi (2001) telah meningkatkan peran belanja daerah dari semula hanya 7,5 persen belanja pemerintah secara nasional (sebelum desentralisasi) menjadi rata-rata lebih dari 30 persen (paska desentralisasi). Peningkatan peran daerah tersebut diperkirakan akan terus terjadi seiring semakin kuatnya jaminan belanja transfer pusat ke daerah. Meskipun demikian, peningkatan belanja transfer ke daerah belum dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan. Hal ini terlihat dari masih tingginya belanja untuk keperluan belanja rutin baik untuk pegawai maupun untuk non-pegawai dibanding belanja untuk program/kegiatan pembangunan. Kecuali pada tahun 2006, porsi belanja daerah untuk pembangunan kurang dari 42 persen, sementara lebih dari 58 persen untuk belanja rutin. Kecuali pada tahun 2006, keleluasaan daerah untuk membangun selalu tergerus oleh kebutuhan belanja rutin daerah. Pada tahun 2001, 100 persen dari pendapatan DAU diperuntukkan untuk belanja rutin pemerintah daerah. Pada periode tahun 2003 sampai 2005, total belanja rutin daerah melebihi pendapatan DAU. Hal ini berarti untuk membiayai belanja rutin pada periode tersebut, pemerintah daerah telah menggunakan baik sumber DAU maupun Non-DAU (PAD, Bagi Hasil, dll). Baru pada tahun 2006, akibat pertumbuhan DAU yang lebih tinggi dari pertumbuhan belanja pegawai, pemerintah daerah untuk pertama kalinya memiliki cukup banyak keleluasaan fiskal untuk membangun. Namun demikian, kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan. Pada periode tahun 2007 sampai 2009, celah fiskal dari DAU kembali mengecil karena pertumbuhan belanja pegawai kembali lebih tinggi dibanding pertumbuhan DAU. Sektor administrasi umum dan pengawasan masih mendominasi belanja sektoral pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Selain masih didominasi oleh belanja rutin dan pegawai, belanja pemerintah untuk sektor-sektor strategis (pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur) juga masih mengalami keterbatasan. Hal ini disebabkan karena baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, belanja pemerintah daerah masih didominasi oleh sektor administrasi umum dan pengawasan. Sejak desentralisasi, rata-rata 39 persen belanja di tingkat Propinsi dialokasikan untuk sektor aparatur dan pengawasan, disusul oleh sektor infrastruktur 23,5 persen, dan sektor pendidikan 11,6 persen. Di tingkat 1
kabupaten/kota, pada periode 2005-2008, sektor aparatur pemerintahan mendominasi pengeluaran pemerintah (rata-rata 30 persen per tahun) disusul oleh pendidikan dan infrastruktur. Di negara-negara maju, sektor aparatur pemerintahan dan pengawasan biasanya memperoleh porsi 5 % dari total pengeluaran Belanja sektor pendidikan dan kesehatan di daerah masih didominasi oleh belanja pemerintah pusat. Sampai tahun 2009, porsi belanja sektor pendidikan di daerah yang bersumber dari pemerintah pusat meningkat hampir dua kali lipat, yakni dari 29,7 persen dari total belanja pendidikan di daerah tahun 2001 menjadi 47 persen pada tahun 2009. Sementara di sektor kesehatan, peningkatan juga terjadi meskipun tidak sebesar di sektor pendidikan, yakni dari 34,7 persen menjadi 43,2 persen. Di satu sisi belanja pemerintah pusat dapat menambah kekurangan belanja barang dan jasa serta belanja modal kedua sektor tersebut di tingkat daerah, namun disisi lain memerlukan peningkatan koordinasi untuk menghindari tumpang-tindih (overlapping). Belanja pendidikan dan kesehatan selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun namun masih perlu dioptimalkan. Meskipun meningkat setiap tahunnya, belanja pendidikan perintah kabupaten/kota sebagian besar dipakai untuk belanja gaji pegawai (termasuk gaji guru) sehingga keleluasaan untuk belanja barang dan jasa, serta modal menjadi terbatas. Meskipun secara proporsional terhadap total belanja pendidikan daerah sangat minim,pemerintah provinsi memiliki keleluasaan belanja pendidikan yang cukup besar karena tidak dibebani gaji guru. Koordinasi antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota perlu ditingkatkan. Sementara pada urusan kesehatan, walaupun ada peningkatan belanja namun secara relatif belanja kesehatan masih kecil dibandingkan pendidikan dan infrastruktur. Secara umum, belanja pendidikan harus lebih diarahkan pada peningkatan akses masyarakat miskin untuk tingkat pendidikan menengah pertama dan menengah atas. Secara nasional, akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dasar sudah menunjukkan perbaikan. Hal ini ditandai dengan semakin meratanya akses pendidikan dasar pada seluruh kelompok pendapatan rumah tangga seiring dengan peningkatan akses pendidikan secara keseluruhan. Namun demikian, pada tingkat pendidikan menengah pertama, meskipun terdapat peningkatan akses pendidikan kelompok masyarakat miskin, namun tingkat kesenjangan antar kelompok termiskin dan kelompok terkaya masih sangat tinggi. Pada tingkat pendidikan menengah atas, tingkat kesenjangan jauh lebih tinggi lagi. Perbandingan akses pendidikan menengah pertama dan atas pada seluruh provinsi menunjukkan peningkatan masih belum signifikan. Selain itu, masih terdapat 5 provinsi yang menunjukakn adanya penurunan akses penduduk miskin terhadap pendidikan menengah dan atas. Pada sektor kesehatan, tantangan utama terletak pada pemanfaatan fasilitas kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah. Secara umum, pemerintah telah berhasil meningkatkan akses masyarakat termiskin 2
terhadap pelayanan kesehatan gratis. Meskipun demikian, tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan masih sangat rendah pada seluruh kelompok pendapatan. Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain : (i) adanya masalah aksesibilitas fasilitas kesehatan terutama untuk daerah terpencil ; atau (ii) masih rendahnya fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah dibanding fasilitas kesehatan yang disediakan oleh swasta.
Studi Biaya Layanan Dasar Untuk Kesehatan Pembelajaran Untuk Daerah
Dr. Untung Suseno Sutarjo Kementerian Kesehatan RI Dr. Stephanus Indrajaya, M.Sc., Ph.D. GIZ PAF 1. Pendahuluan Desentralisasi mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001 dimana sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang didesentralisasikan. Ini berarti bahwa penyelenggaraan layanan kesehatan berada di tangan Pemerintah Daerah. Banyak tantangan dihadapi dalam tahun-tahun pertama pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan khususnya dalam menjamin pencapaian berbagai target status kesehatan penduduk. Selain itu, Pemerintah Pusat juga mengembangkan scheme Layanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin yang diawali pada tahun 2005 (Askeskin) yang kemudian pada awal tahun 2008 berkembang menjadi Jamkesmas. Kegiatan ini diselenggarakan secara langsung oleh Kementerian Kesehatan sampai saat ini.Selain itu program kesehatan lain yang bersifat preventif dan promotif tetap harus dijalankan, khususnya program terkait pengendalian penyakit menular dan tidak menular. Salah satu aspek yang sangat penting adalah dukungan pembiayaan bagi terselenggaranya program kesehatan. Pada tahun 2008, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Permenkes no. 828/Menkes/2008 tentang Standar Layanan Minimal (SPM) – sekelompok layanan kesehatan yang wajib 3
disediakan oleh Pemerintah Daerah, lengkap dengan target yang harus dicapai. Disparitas antar Daerah baik pencapaian target saat ini, kondisi geografis, kapasitas fiskal Daerah yang bervariasi menimbulkan pertanyaan berapa besar kebutuhan pendanaan untuk membiayai pencapaian target SPM tersebut. Sehubungan dengan hal diatas, Pusat Kajian dan Pembangunan Kesehatan di Departemen Kesehatan pada tahun 2007 mengusulkan adanya studi khusus untuk menjawab isu seputar kebutuhan pembiayaan ini. Pembiayaan studi ini didukung oleh GTZ bersama-sama dengan AusAid dan secara tehnis didukung oleh GTZ/GIZ, Oxford Policy Management (UK) bekerjasama dengan UGM untuk mendisain keseluruhan studi ini. 2. Studi Pembiayaan Fasilitas Kesehatan Tujuan dari studi ini adalah menghitung biaya produksi suatu layanan. Biaya produksi adalah semua biaya yang dibutuhkan untuk terselenggaranya layanan tertentu. Dalam bidang kesehatan hal ini diterjemahkan sebagai biaya langsung (obat dan bahan medis habis pakai, biaya staf) dan biaya tidak langsung (overhead) baik pada tingkat fasilitas langsung maupun dari tingkat yang lebih tinggi. Studi ini terdiri dari 2 fase: Fase pertama berupaya menjawab langsung kebutuhan penghitungan biaya normatif untuk penyelenggaraan layanan SPM. Fase kedua adalah studi empirik di fasilitas kesehatan di Indonesia untuk memperoleh gambaran besarnya biaya produksi di fasilitas kesehatan dan mencari faktor penentu (determinan utama) terjadinya variasi biaya ini. Fase kedua meliputi pengambilan data secara prospektif selama satu tahun di 15 provinsi, 235 puskesmas di 30 kabupaten/kota, 121 RS pemerintah dan sekitar 100 RS swasta di 15 provinsi terpilih. Pengambilan sampel dilakukan secara Stratified Random sampling untuk menjamin agar sampel representatif secara nasional. 3. Studi pembiayaan Normatif untuk SPM Studi pembiayaan normatif adalah studi untuk menghitung besarnya kebutuhan dana yang secara normatif diperlukan untuk menyelenggarakan layanan sesuai dengan target SPM. Normatif berarti semua layanan diberikan sesuai dengan standar yang berlaku atau sesuai dengan kesepakatan para ahli (expert). a. Karakteristik model •
Model yang dikembangkan adalah model penghitungan yang spesifik pada tingkat kabupaten/kota, dengan menggunakan software yang mudah digunakan (user friendly). Dengan pertimbangan ini dipilih model berbasis Excel yang dilengkapi dengan fasilitas Macro.
4
•
Penghitungan didasarkan pada pola morbiditas (kejadian penyakit) dan biaya layanan per episode kondisi/penyakit dengan menghitung biaya normatif dari semua komponen yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan layanan tersebut
•
Agar bisa dihitung, semua layanan SPM diterjemahkan dalam kondisi medik yang sesuai. Karena itu, dari 18 butir SPM terdapat beberapa kondisi yang tidak bisa dilakukan penghitungan yaitu: layanan bagi orang miskin, sistem rujukan, gawat darurat dan desa siaga. Sisanya dikembangkan menjadi 29 layanan yang kemudian dihitung biaya produksinya (gambar 1).
Gambar 1. Layanan SPM yang dilakukan penghitungan •
Skenario berdasarkan NEED dan DEMAND terhadap layanan. Bisa juga melakukan simulasi pencapaian target setiap tahun
•
Output: Biaya yg dibutuhkan di tingkat kab/kota– total, per episode, per kecamatan, per jenis pengeluaran (staff, overhead dll)
5
Gambar 2. Model penghitungan b. Kerangka pikir Kerangka pikir menggunakan pendekatan alur bagaimana pasien /masyarakat menggunakan fasilitas kesehatan yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Kerangka alur pemanfaatan fasilitas kesehatan Pada setiap langkah, dicari berapa persen kondisi bersangkutan terjadi. Data ini diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) atau data populasi yang lain. Jika data kabupaten tidak diperoleh, digunakan data tingkat provinsi, nasional atau inetrnasional. c. Tampilan model dan output
6
Gambar 4. Tampilan software
Gambar 5. Tampilan output Dari tampilan ini dapat dilihat besarnya biaya yang dibutuhkan untuk tahun 2015 di Kabupaten Lombok Barat: biaya untuk layanan Ibu, layanan Anak, Keluarga Berencana, dan Penyakit menular tertentu. d. Keterbatasan •
Penghitungan tidak dilakukan terhadap seluruh SPM
•
Penyakit tidak menular tidak dihitung karena tidak termasuk dalam SPM
7
•
Baseline data – belum tentu kab/kota tetapi tingkat provinsi atau nasional (Riskesdas, DHS)
•
Asumsi untuk sisi demand side (elastisitas demand) berdasarkan studi lain yang perlu penelitian lebih lanjut
•
Pemberi layanan sebenarnya bisa sektor publik atau swasta, dalam model ini hanya menggunakan sektor publik
•
Overhead didasarkan pada observasi terbatas di kabupaten/kota – hasil Fase II akan memperbaiki hal ini
•
Model ini fokus pada layanan langsung, kebutuhan untuk program yang bersifat preventif promotif serta kelengkapan manajemen baru secara terbatas dilakukan.
•
Model hanya menghitung biaya tetapi tidak memperhatikan costeffectiveness
beberapa
4. Kesimpulan a. Model penghitungan biaya normatif dapat dilakukan untuk layanan kesehatan dasar, khususnya SPM dengan keterbatasan yang disampaikan diatas b. Dengan memasukkan karakteristik kabupaten/kota secara lebih akurat, dapat dilakukan penyempurnaan model ini khususnya yang terkait dengan daerah yang sulit dijangkau c. Kebutuhan biaya merupakan kebutuhan seluruhnya baik berasal dari sumber pemerintah (pusat dan daerah) dan juga pengeluaran masyarakat (out of pocket). Hasil perhitungan ini yang dikaitkan dengan potret pengeluaran untuk kesehatan pada tingkat daerah (district health account) akan memberikan gambaran yang lebih menyeluruh terhadap kebutuhan dana yang harus disediakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah d. Penghitungan diatas melibatkan berbagai asumsi dan kedalaman pengertian tentang langkah-langkah untuk memberikan layanan serta informasi yang lebih baik di tingkat daerah. Informasi yang diperoleh dari studi pembiayaan fasilitas kesehatan fase 2 akan memberikan masukan bagi penyempurnaan model ini.
8
Praktek Dan Inovasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Di Bidang Pelayanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan Noldy Tuerah Bappeda Sulawesi Utara I.
Otonomi Daerah dan Komitmen Internasional MDGs
Untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, maka dengan dikeluarkannya Undangundang nomor 22 tahun 1999, pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dan karena tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, diperbarui dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004, yang memberikan seluas-luasnya kepada daerah, dengan diberikan hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan memperhatikan aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global. Sudah 10 tahun lebih asas otonomi dan tugas perbantuan dilaksanakan dengan mendapat dukungan perimbangan keuangan pusat dan daerah seperti diatur (terakhir) dengan Undang Undang nomor 33 tahun 2004, namun pelaksanaannya masih menimbulkan berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi pemerintah daerah untuk dapat memberi makna atas kesempatan membangun daerahnya. Menyadari tersebut Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara di era otonomi daerah selama tahun 2005-2011 berupaya dan terus membuktikan komitmen dan keseriusan dalam memberikan pelayanan kepada publik yang lebih baik, dengan cara melibatkan kemampuan setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk melakukan i) inovasi pelayanan publik melalui melaksanakan pembangunan berkesinambungan dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan dan berkeadilan; ii) peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam meningkatan penyelenggaraan pemerintah daerah, prestasi yang telah dicapai antara lain dalam: 1) pembangunan sumber daya manusia yang menempati posisi kedua tertinggi sesudah DKI Jakarta, 2) pengelolaan keuangan daerah memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian oleh BPK RI, dan provinsi terbaik dalam Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah tahun 2009 dengan memperoleh penghargaan presiden pada bulan April 2011. Selain itu, dengan memaknai pelayanan publik merupakan bentuk pemenuhan hak masyarakat atas standar pelayanan sebagai jaminan 9
kepastian bagi penerima pelayanan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam memberi pelayanan kepada publik, membakukan standar pelayanan publik untuk wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Mendasari pada Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melengkapi standar pelayanan kepada publik, sekurang-kurangnya meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan termasuk didalamnya sarana dan prasarana serta kompetensi petugas pemberi pelayanan. Berkaitan dengan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan di Sulawesi Utara pada tahun 2011 saat ini sendang pencapaian Millenium Development Goals yang menjadi acuan penentuan prioritas program pembangunan. Adapun status capaian millennium development goals di Sulawesi Utara dapat diuraikan sebagai berikut.
10
Matriks Pencapaian MDGs Sulawesi Utara Target MDGs MDG-1 Menanggulangi Kemiskinan
Capaian Sulawesi Utara • Menurunnya tingkat kemiskinan (11ystem11ic 1USD/kapita): dari 11,79% (th 2000) menjadi 9,1% (th 2010) ~ 206,72 ribu Jiwa. • Menurunnya tingkat kemiskinan sebesar 0,69% pada tahun terakhir, dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin sebanyak 219.570 jiwa (9,79%) dibandingkan tahun 2009. Dengan tingkat kemiskin pada tahun 2010 mencapai 10,14% (130.350 jiwa) di perdesaan dan 7,75% (76.370 jiwa) di perkotaan. • Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dibandingkan tahun 2009, dan perhitungan target sudah masuk dalam range target MDGs nasional 8-10% pada tahun 2014. • Prevalensi kekurangan gizi balita mencapai 10,8% (tahun 2010) dari 15,5% target MDGs pada tahun 2015, dengan balita gizi buruk sebesar 3,8% dari target nasional sebesar 3,6% pada tahun 2010 mendasari referensi jumlah balita 191.225 bayi pada tahun 2009.
11
Kebijakan, Program Strategis dan Inovasi Sulawesi Utara serta dukungan Peningkatan Kapasitas • Peningkatan pendapatan per kapita • Rencana Aksi • Peraturan Gubernur Sulawesi Utara nomor 62 tahun 2011 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Percepatan Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) serta Adapatasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (Climate Change). • Program strategis: (i) perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); (ii) pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya; (iii) peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan 11ystem dan (iv) perbaikan penyediaan proteksi 11ystem bagi kelompok termiskin di
antara yang miskin. • Program Strategis: (i) perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; (iii) penguatan tatakelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan Rasio APM perempuan terhadap laki-laki pada tahun 2010 sebesar • Program utama: (1) 99,73 untuk sekolah dasar dan 101,99 untuk sekolah menengah peningkatan kualitas hidup dan pertama. peran perempuan dalam Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada usia 15-24 pembangunan; (2) tahun mencapai 100,14. perlindungan perempuan Proporsi kursi anggota DPRD perempuan di provinsi sebesar 25% terhadap berbagai tindak kekerasan; dan (3) peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Angka kematian bayi tahun 2010 menurun menjadi 29 per 1000 • Memperkuat 12ystem kelahiran hidup, sehingga target 23 per 1000 kelahiran hidup pada kesehatan dan meningkatkan tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. akses pelayanan kesehatan Angka kematian anak pada tahun yang sama mencapai 42 pada masyarakat miskin dan sedangkan target MDGs pada tahun 2015 sebesar 32. daerah terpencil. Pada tahun 2010 angka kematian ibu melahirkan (MMR) sebesar 140 • Program strategis: (1) Pemenuhan pelayanan maksudnya 140 per 100 ribu kelahiran hidup? Dari target atenatal dan peningkatan pencapaian MDGs pada tahun 2015 sebesar 102 per 100ribu pertolongan persalinan oleh kelahiran hidup. tenaga kesehatan
MDG-2 • APK (angka partisipasi kasar) SD/MI termasuk Paket A mencapai Mencapai 112,88% (tahun 2010) dan APM (angka partisipasi murni) 96,1%. Pendidikan Dasar Untuk SMP/MTs termasuk Paket B pada tahun yang sama mencapai untuk Semua APK 105,68% dan APM 78,43%.
MDG-3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
•
MDG-4 Menurunkan Angka Kematian Anak
•
MDG-5 Meningkatkan Kesehatan Ibu
•
• •
•
12
• • •
MDG-6 • Tingkat prevalensi cenderung meningkat dengan jumlah kasus yang • Memerangi dilaporkan meningkat 3 kali lipat antara tahun 2008 dan 2010. HIV/AIDS, Malaria • Menurunnya sebesar 14,72% (tahun 2010) angka kejadian malaria dan Penyakit per 1000 penduduk. Menular Lainnya • Pengendalian Tuberkulosis mencapai target
• • MDG-7
• Masih jauh dari harapan, dengan rasio luas kawasan tertutup terus 13
berkompetensi bidan; (2) meningkatkan pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmet-need melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi Perluasan pelayanan kesehatan berkualitas apa kongkritnya Pelayanan 13ystem13ic yang komprehensif Peningkatan pelayanan KB dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat Pencegahan dan pengarusutamaan pengendalian penyakit ke dalam 13ystem pelayanan kesehatan terpadu di daerah kepulauan, kawasan perbatasan dan wilayah terpenci. Meningkatkan promosi kesehatan dalam upaya kesadaran masyarakat Melibatkan bersama seluruh komponen dalam penyelesaian Kesehatan Luar Biasa (KLB)
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
meningkat • Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) pada tahun 2010 mencapai % dari target MDGs nasional berkurang 26% pada tahun 2020. • Proporsi jumlah rumah tangga dengan akses kelanjutan terhadap air minum layak, di perkotaan dan perdesaan mencapai % dari target 68,87% • Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak, perkotaan dan perdesaan mencapai % dari target nasional 62,41%
14
II.
Peran Provinsi Sulawesi Utara untuk Penyelenggaraan Pelayanan Dasar Bidang Pendidikan dan Kesehatan Tahun 2011 1. Fasilitasi kajian dan analisa pedoman program pembangunan kesehatan daerah, misalnya pedoman penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak melalui Pergub No 22 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi, dan Balita (KIBBLA). Pergub ini mengatur tentang mekanisme sosialisasi, implementasi, komplain, dan pengawasan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak yang dikoordinasi langsung oleh Gubernur dengan biaya pelaksanaan program dialokasikan melalui APBD Provinsi. 2. Fasilitasi dan asistensi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja yang responsif gender lintas SKPD dan lintas kabupaten dan kota. Contoh, asistensi penyusunan rencana kerja responsif gender di Badan Pendidikan dan Latihan Provinsi dan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi. 3. Penyempurnaan data SPM kesehatan dan pendidikan juga melakukan rencana aksi untuk menjawab persoalan Angka Kematian Ibu dan persoalan pendidikan terutama di daerah kepulauan di 5 Kabupaten dan Kota kerjasama Bappeda (Provinsi dan Kabupaten/Kota), Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan BASICS-CIDA. Model ini selanjutnya di diseminasi dan direplikasi di 10 kabupaten dan kota lainnya. Kegiatan diseminasi dan replikasi ini diprakarsai oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. 4. Koordinasi dengan kabupaten kepulauan untuk alokasi dan distribusi tenaga kesehatan di wilayah kepulauan. Contoh, beasiswa tenaga dokter S1 sebanyak 15 orang dari Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud yang dibiayai melalui APBD provinsi. 5. Koordinasi dan fasilitasi pengembangan guru SD untuk mengikuti pendidikan basic science, matematika, dan bahasa Inggris. Contoh, beasiswa dan fasilitasi overseas training guru SD dari Sulawesi Utara ke Australia. Program ini adalah inisiatif pemerintah provinsi dan bekerjasama dengan universitas di Brisbane, Australia. 6. Koordinasi yang bersifat lintas satuan kerja perangkat daerah serta lintas wilayah kabupaten dan kota untuk cross sectoral planning seperti pelaksanaan program Usaha Kesehatan Sekolah, dan program Sanitasi Masyarakat. 7. Fasilitasi kerjasama pembangunan pemerintah daerah Sulawesi Utara dengan stakeholders (dunia usaha, lembaga donor, LSM, dan perguruan tinggi) terkait program dan kegiatan pendidikan dan kesehatan. Contoh, Program PEACH/World Bank untuk studi pengeluaran publik di Sulawesi Utara, Program Capacity Development untuk perencanaan berbasis komunitas (bottom up planning) difasilitasi oleh JICA, dan program BASICS yang didukung oleh CIDA. 8. Inisiasi dan fasilitasi kajian biaya standard pelayanan minimal (SPM) pendidikan dasar dan kesehatan di 3 kabupaten dan kota (Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Kepulauan Sitaro, dan dan Kota Bitung. Kegiatan ini adalah pemerintah provinsi (Bappeda, 15
Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan), Perguruan Tinggi, dan BASICS-CIDA.
Narasi Metode Analisa Anggaran dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Dasar di Daerah Bastian Zaini Bank Dunia Summary tentang metodologi PEACH Analisis Keuangan Publik dan Penyelarasan Kapasitas (Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization - PEACH) adalah program dukungan terhadap pemerintah daerah dalam peningkatan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD). Dalam pelaksanaannya PEACH merupakan kerjasama antara Pemerintah Daerah, Lembaga Penelitian setempat, dan Bank Dunia, CIDA, dan AusAID. PEACH terbagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap Analisis Keuangan Publik (PEA) dan tahap Penyelarasan Kapasitas (CH) yang merupakan kelanjutan dari tahap PEA dimana berbagai temuan dilanjukan dengan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas yang relevan. Dalam pelaksanaannya ada 3 metodologi utama yang digunakan dalam PEA: 1. Metodologi pengumpulan data anggaran yang komprehensif dimana tim peneliti mengumpulkan data anggaran dalam jangka waktu yang tertentu dan untuk setiap pemerintah daerah di provinsi tertentu. Bersama itu juga dikumpulkan data sosial ekonomi yang relevan. 2. Metodologi pengolahan data anggaran dimana seluruh data yang dikumpulkan dimasukan ke dalam tabel kompilasi (Budget Master Table BMT) yang mencakup seluruh data anggaran pemerintah provinsi/kabupaten/kota di provinsi tersebut. 3. Metodologi analisis yang digunakan adalah metodologi analisis anggaran yang sederhana dengan berdasarkan BMT yang telah disusun oleh tim peneliti. Analisis ini dikombinasikan dengan analisis capaian sosial ekonomi untuk melihat apakah perkembangan anggaran tersebut diikuti oleh perkembangan capaian sosial ekonomi yang terkait.
16
Pembelajaran dari Pendekatan BASICS dan Penerapan DPRD Kabupaten Kepulauan Sitaro pada Analisa APBD 2011 Berdasarkan Pelayanan Dasar Djibton Tamudia DPRD Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Pendekatan yang dilakukan Lebih dari separuh anggota DPRD mendapat pelatihan analisa anggaran selama tiga hari. Pelatihan ini menekankan banyak praktek dan topik antara lain hakekat anggaran untuk siapa? anggaran berbasis kinerja dan responsif gender, analisa akar masalah dengan mengunjungi masyarakat miskin, kemudian analisa KUA/PPAS dan APBD. Anggota DPRD diberikan pekerjaan rumah utk analisa APBD Pelatihan ini diikuti coaching di Kabupaten Sitaro untuk melakukan analisa APBD Sitaro bersama sama dengan seluruh anggota DPRD Kab kepulauan Sitaro. Hampir semua anggota melakukan analisa APBD ini Dalam Analisa APBD, RKA dan KUA/PPAS Ada beberapa model analisa yang dijelaskan yaitu : 1. Analisa Makro 1: Keberpihakan belanja . Untuk melihat kemana alokasi sebagian besar belanja : 2. Analisa Makro 2 : Pro pelayanan dasar (MDGs dan SPM), responsif gender (untuk melihat apakah anggaran menjawab akar masalah untuk capaian MDGs dan SPM (kaitan dengan pendidikan dan kesehatan) dan apakah memadai. 3. Analisa Efisiensi. Untuk mencermati anggaran dan melihat apakah bisa lebih efisien, sehingga anggaran hasil efisiensi tersebut bisa direlokasikan ke anggaran pelayanan dasar: 4. Analisa Konsistensi antara KUA-PPAS dan APBD untuk pelayanan dasar. Untuk mencermati apakah konsisten antara kebijakan anggaran, pagu dan APBD. Analisa ini bisa juga dengan melihat konsistensi dengan RPJMD dan RKPD. 5. Analisa prioritas daerah. Untuk membandingkan anggaran, apakah prioritas persoalan daerah direalisasikan dlm anggaran Kekuatan dan Kelemahan Metode 17
Kekuatan metodenya: sederhana, mudah untuk dipahami dan dipraktekkan. Bisa menjadi bekal bagi diskusi dengan eksekutif secara substansi. Bisa melakukan analisa APBD yang tebal dalam waktu kurang dari 2 jam. Kelemahannya: tidak melihat dengan sangat detail, karena untuk detail butuh waktu cukup lama. Proses pembahasan APBD 2011 Diawali dengan memeriksa kekonsistenan dokumen perencanaan terlebih dahulu yang terdapat pada KUA APBD dan PPAS 2011 serta panduan untuk penyusunan APBD 2011 yang tertuang dalam Permendagri 37 tahun 2010 dimana MDGS merupakan salah satu kebijakan yang diarustamakan dari pemerintah pusat. Selanjutnya dalam pembahasan di telaah terlebih dahulu data-data dari eksekutif yang berhubungan dengan angka kemiskinan mapun angka angka yang berhubungan dengan database sektor pendidikan dan kesehatan . Juga untuk SKPD yang memiliki Budget Besar (5 SKPD) termasuk pendidikan dan kesehatan diminta untuk membawa dokumen RKA. Terjadi perdebatan yang alot dalam pembahasan mencari akar masalah dan solusisolusi termasuk yang berhubungan dengan MDGs. Dengan kurun waktu kurang lebih seminggu pembahasan dilakukan bahkan sampai terdapat perdebatan sampai dini hari Tips-tips untuk analisa anggaran -
Jangan kecil hati dengan APBD yang tebal, karena bisa dengan singkat membuat analisa sederhana tapi cukup tajam Jika DPRD paham substansi, eksekutif menghargai dan anggaran pelayanan dasar bisa berubah Perhatikan anggaran karena kerap tidak mendukung persoalan pelayanan dasar. DPRD akan pintar analisa anggaran jika mau mencoba praktek analisa Memperhatikan dengan penuh keseriusan Dari semua SKPD yang dibahas secara fokus dimulai dengan 3 SKPD yaitu Pendidikan, kesehatan dan Pekerjaan Umum. Selalu menekankan pro rakyat Hal hal yang dibutuhkan masyarakat di kategorikan super prioritas, sangat prioritas dan prioritas Apa yang yang telah dibahas , sebelum mengambil keputusan perlu dilakukan cross cek
Identifikasi Isu yang berhubungan dengan masalah yang berhubungan dengan MDGs:: • • • • • •
Kemampuan Sumber Daya Manusia Lokal masih perlu ditingkatkan Kondisi daerah rawan bencana (Gurung Karangetang yang frekuensi letusannya tinggi) dan karakterisik kepulauan yang menjadi salah satu faktor keengganan dokter tenaga ahli untuk di rekrut. Ke tidak akuratan data angka kemiskinan maupun database sektor pendidikan dan kesehatan yang penting untuk perencanaan Penyebaran guru yang belum merata serta masih terdapat anak putus sekolah. Kondisi pustu yang telah dibangun 23 dan Puskesmas 10 buah masih kekurangan tenaga bidan yang berjumlah 49 dimana rata rata memiliki tingkat pendidikan hanya D2. Terdapat peningkatan kasus malaria dari penemuan penderita secara mikroskopis tahun 2009 sebanyak 286 slide yang diperiksa meningkat menjadi 790 slide dengan kasus positif tahun 2010 sebanyak 159 mrenjadi 519 pada tahun 2010 18
•
Angka kematian Ibu melahirkan 1 kasus dan angka kematian bayi sebanyak 4 di tahun dan. Jumlah gizi buruk 4 kasus di tahun 2010.
Perubahan kebijakan program/kegiatan serta budget yang terjadi di APBD 2011 dibandingkan APBD 2010 diantaranya: • • •
•
• • • • •
•
•
Anggaran urusan Pendidikan naik menjadi Rp 122.748.690.627 dari tahun sebelumnya Rp 100.938315.250,- sedangkan urusan kesehatan naik menjadi 43.159.481.064 dari tahun sebelumnya Rp 42.418.464.009 Adanya penambahan jumlah tenaga medis dalam perekrutan Tenaga PNS Rolling PNS dalam rangka Pemerataan tenaga pendidik dan Tenaga Medis yang berkualitas ke daerah kantong kemiskinan dengan penambahan % insentif tunjangan tambahan penghasilan. Termasuk penempatan bidan di kampung kampung yang infrastruktur polindesnya telah dibangun Beasiswa bagi penduduk miskin maupun beasiswa yang berprestasi dalam rangka peningkatan kapasitas termasuk bidan yang masih berstrata D2. (termasuk anggaran penyediaan Beasiswa bagi Keluarga Tidak Mampu Rp 70.200.000. dari sebelumnya yang belum ada) Penambahan perekrutan dari 2 dokter spesialis menjadi 4 dan juga perekrutan tenaga dokter spesialis dengan sitem kotrak bulanan. Terdapat penambahan item Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Bagi Ibu hamil dan Keluarga Kurang mampu dari tahun sebelumnya yang belum ada Belanja pegawai pada Program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak mejadi Rp. 20.320.000 yang tahun sebelumnya hanya berjumlah Rp 2.950.000 Penyelenggaraan Paket A dan Paket B Rp 160.912.800 dari tahun sebelumnya yang belum ada dalam APBD. Dalam Program Perbaikan Gizi Masyarakat: Rp 592.257.300 dari tahun sebelumnya Rp 345.517.200,- Juga terdapat tambahan kegiatan : Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin dan Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP) , Anemia Gizi Besi , Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro lainnya selain dari kegiatan Pemberdayaan Masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi Pemberantasan penyakit menular ditengah kondisi daerah kepulauan ditekankan pada pencegahan. Budget dalam Program Pencegahan Penyakit Menular menjadi : Rp 895.274.700,-dari tahun sebelumnya berjunlah Rp Rp 853.536.000,Yang berhubungan dengan isu gender pada kesehatan dimana kesehatan ibu diperhatikan terdapat penambahan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin dan Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP) , Anemia Gizi Besi , Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro lainnya Rp. 32.037.300 disamping yang berhubungan langsung dengan SKPD Pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana berupa kegiatan : Fasilitasi Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan (P2TP2), Program Peningkatan Peran Serta dan kesetaraaan gender dalam pembangunan, Kegiatan penyuluhan bagi Ibu Rumah tangga Dalam Membangun keluarga Rp. 249.830.000 dari tahun sebelumnya Rp 112.920.000,-,
Berikut ini adalah contoh praktis resume kertas kerja yang dilakukan dalam Lokakarya BASICS terhadap APBD Kabupaten Kepulauan Sitaro 2010. ANALISA MAKRO : Analisa Anggaran Pro Pelayanan Dasar 19
Sebagai pendahuluan di hitung prosentase antara Biaya langsung dan Tidak langsung dari Belanja APBD yang terdapat dalam lampiran I APBD dimana : Total Belanja
: Rp 350.077.859.569
Belanja Tidak langsung
:Rp 143.244.216.983 (40,1 %)
Belanja Langsung
:Rp. 206.853.642.586 (59,09 %)
% Belanja Langsung > % Belanja Tidak langsung indikator awal berpihak pada masyarakat walau diketahui bahwa perlu melihat lebih detail Selanjutnya dengan mengadakan penelusuran alokasi yang berhubungan dengan pelayanan dasar melalui langkah langkah dibawah ini : 1.Prosentase alokasi seKtor Pendidikan dari APBD Total dengan melihat lampiran II APBD dari Belanja APBD. % Belanja Urusan Pendidikan terhadap Total Belanja : Rp 100.938.315.250,(Lampiran II APBD) 28, 83 % > 20 %
2. Perbandingan Belanja Langsung dan Belanja Tidak langsung urusan pendidikan. Belanja langsung : Rp 33.334.035.200 dan Belanja Tidak langsung : Rp 67.604.280.050 Belanja Langsung kurang dari belanja Tidak langsung. 3. Alokasi urusan Pendidikan dari APBD Total dengan melihat lampiran II APBD Total Belanja Urusan Kesehatan
: Rp 42.418.646.009,- (Lampiran II APBD)
% Belanja Urusan Kesehatan terhadap Total Belanja : 12, 13 % > 5 % tetapi < 15% 4. Perbandingan pendidikan. Belanja langsung 17.612.070.709
Belanja Langsung
danbelanja Tidak langsung urusan
: Rp 24.806.393.300 dan Belanja Tidak langsung : Rp
Belanja Tidak Langsung kurang dari belanja langsung. 5. Kegiatan utk mengatasi Angka kematian Ibu/AKI dan Prosentasenya dari anggaran kesehatan Program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak jumlah : Rp 188.486.450,Prosentasenya terhadap Jumlah Belanja Urusan Wajib Kesehatan APBD : 0,44 % 6. Kegiatan untuk mengurangi Angka Kematian Bayi utk Laki laki dan Perempuan dan prosentasenya.
20
Ada. Program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak -
Belanja Pegawai Rp. 2.950.000 Belanja Barang dan Jasa Rp 185.000.000
Menjadi catatan yang perlu diperhatikan bahwa Belanja pegawai untuk tenaga kesehatan dalam program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak hanya mendapat Rp. 2.950.000 / tahun untuk seluruh wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro 7. Kegiatan utk mengurangi gisi buruk? dan Jumlahnya prosentasenya Ada. Dalam Program Perbaikan Gizi Masyarakat: Rp 345.517.200,0,82 %
8.Kegiatan utk mengatasi penyakit menular utk Laki-laki dan Perempuan (malaria, DBD, HIV/AIDS, TBC) serta Prosentasenya. Ada. Dalam Program Pencegahan Penyakit Menular : Rp 853.536.000,2,01 %
9.Kegiatan untuk menjawab Drop Out SD , SMP, SMA Dan Prosentasenya % dari anggaran pendidikan? Di APBD tidak ada tercantum Program Kejar paket A, PAket B dan paket C. ini yang menjadi salah satu perhatian. 10.Kegiatan untuk mengatasi buta huruf Dan Berapa prosentasenya dari Urusan pendidikan. Tidak ada. Catatan : Prosentase Penduduk yang berusia > 15 tahun melek huruf (tidak buta aksara) sebesar 99,63 % yang sisanya telah berusia lanjut. 11. Kegiatan-kegiatan utk mengatasi persoalan spesifik akan ketimpangan gender selain di atas? (komposisi gender SMP, meningkatkan partisipasi politik perempuan, pembuatan data terpilah, issu trafficking dll) dan besarnya. Catatan : di urusan wajib kesehatan secara umum ada program peningkatan kesehatan ibu melahirkan dan anak juga pada urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak terdapat kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan peran serta gender dan Kesetaraan Gender Rp 112.920.000,-,. 12. Alokasi yang memadai untuk Puskesmas di luar belanja pegawai. dan prosentasenya dari anggaran kesehatan. Ada . Urusan Kesehatan misalnya, puskesmas berupa Program Pengadaan, Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/piskesmas pembantu dan jaringannya: 20,8 %
21
13. Program/kegiatan untuk masyarakat miskin pada sektor pendidikan dan kesehatan. Kegiatan dalam bentuk apa dan besar jumlahnya. Untuk Pendidikan tidak ditemukan beasiwa untuk orang miskin di APBD. Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin Kegiatan Pelayanan kesehatan akibat Gizi buruk/busung Rp. 23.500.000,APBD 2010
APBD 2011 Lampiran I
Lampiran I Total Belanja
Total Belanja
: Rp 350.077.859.569
Belanja Tidak langsung e Belanja Langsung
: Rp 423.782.488.021,74
:Rp 143.244.216.983 (40,1 %)
Belanja Tidak langsung
:Rp 170.520.752.542,74 (40,24 %)
:Rp. 206.853.642.586 (59,09)
Belanja Langsung
:Rp. 253.261.735.479 (59,76 %)
% Belanja Langsung > % Belanja Tidak langsung
% Belanja Langsung > % Belanja
Total Belanja Urusan Pendidikan (Lampiran II APBD)
Total Belanja Urusan Pendidikan (Lampiran II APBD)
: Rp 100.938.315.250,‐
% Belanja Urusan Pendidikan terhadap Total Belanja : 28, 83 %
:
Rp
122.784.690.627,‐
% Belanja Urusan Pendidikan terhadap Total Belanja : 28, 97 % 28, 97 % > 20 %
28, 83 % > 20 % Urusan Pendidikan
Urusan Pendidikan
Belanja langsung : Rp 33.334.035.200
Belanja langsung : Rp 48.767.532.298
Belanja Tidak langsung : Rp 67.604.280.050
Belanja Tidak langsung : Rp 73.981.158.329
Total Belanja Urusan Kesehatan (Lampiran II APBD)
:
Rp
42.418.646.009,‐
Total Belanja Urusan Kesehatan (Lampiran II APBD)
:
Rp
43.159.481.064,‐
% Belanja Urusan Kesehatan terhadap Total Belanja : 12, 13 %
% Belanja Urusan Kesehatan terhadap Total Belanja : 10, 18 %
12, 13 % > 5 %
10, 18 % > 5 %
Belanja langsung : Rp 24.806.393.300
Belanja langsung : Rp 26.952.147.198
Belanja Tidak langsung : Rp 17.612.070.709
Belanja Tidak langsung : Rp 16.207.333.866
Program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak jumlah : Rp 188.486.450,‐
Program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak jumlah : Rp 160..033.800,‐
Prosentasenya terhadap Jumlah Belanja Urusan Wajib Kesehatan APBD : 0,37 %
Prosentasenya terhadap Jumlah Belanja Urusan Wajib Kesehatan APBD 0,44% : 0,44 Program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak
Catatan terdapat penambahan item Penyuluhan Kesehatan Bagi Ibu hamil dan Keluarga Kurang mampu Serta perekrutan Spesialis kebidanan dan kandungan Program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak
-
Belanja Pegawai Rp. 2.950.000
-
Belanja Pegawai Rp. 20.320.000
-
Belanja Barang dan Jasa Rp 185.000.000
-
Belanja Barang dan Jasa Rp 139.713.800
catatan yang perlu diperhatikan bahwa Belanja pegawai untuk tenaga kesehatan dalam program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak mendapat Rp. 2.950.000 / tahun untuk seluruh wilayah Kap.Kep. Sitaro Program Perbaikan Gizi Masyarakat: Rp 345.517.200, dengan 0,82 % dari urusan kesehatan.
untuk tenaga kesehatan dalam program Peningkatan Keselamatan ibu melahirkan dan anak Meningkat mendapat Rp. 20.320.000/ tahun untuk seluruh wilayah Kap.Kep. Sitaro Program Perbaikan Gizi Masyarakat: Rp 592.257.300,‐ 1,37 % dari urusan kesehatan. Terdapat tambahan kegiatan : Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin dan Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP) , Anemia Gizi Besi , Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro lainnya selain dari kewgiatan Pemberdayaan Masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi yang sam tahun sebelumnya
Program Pencegahan Penyakit Menular : Rp 853.536.000,‐ atau prosentasenya 2,01 % dari urusan kesehatan.
Program Pencegahan Penyakit Menular : Rp 895.274.700,‐ atau 2,07 % dari urusan kesehatan.
22
Penyelenggaraan Paket A dan Paket B tidak ada
Ada. Penyelenggaraan Paket A dan Paket B Rp 160.912.800B
Program pemberantasan buta huruf tidak ada
Catatan : Prosentase Penduduk yang berusia > 15 tahun melek huruf (tidak buta aksara) sebesar 99,63 % yang sisanya telah berusia lanjut. Program yang berkaitan dengan isu gender : di secara umum di urusan kesehatan program KIA juga pada urusan pemberdayaan peremuan dan perlindungan anak : kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan peran serta gender dan Kesetaraan Gender Rp 112.920.000,‐,.
Program yang berkaitan dengan isu gender misalnya ‐ Selain pada program peningkatan kesehatan ibu melahirkan dan anak juga pada program, perbaikan gizi masyarakat : Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin dan Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP) , Anemia Gizi , Besi , Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), dan kekurangan zat gizi mikro lainnya Rp. 32.037.300 ‐ Fasilitasi Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan (P2TP2), Program Peningkatan Peran Serta dan kesetaaraaan Jender dalam pembangunan, Kegiatan penyuluhan bagi Ibu Rumah tangga Dalam Membangun keluarga Rp. 249.830.000
Alokasi yang memadai untuk puskesmas yang memadai untuk puskesmas diluar belanja pegawai berupa Program Pengadaan, Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya sebesar Rp 8.823.054.150 atau 20,8 %
Alokasi yang memadai untuk puskesmas diluar belanja pegawai berupa Program Pengadaan, Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya sebesar Rp 7.327.669.000 atau 16,98 %
Untuk Program Beasiswa Pendidikan untuk orang miskin Penyediaan Beasiswa bagi Keluarga Tidak Mampu Rp 70.200.000. tidak ada tercantum.. Untuk Kesehatan, salah satunya Program Pelayanan Kesehatan Pendudfuk Miskin Kegiatan Program Pelayanan Kesehatan Penduduuk Miskin Kegiatan Pelayanan kesehatan akibat Gizi buruk/busung Rp. Pelayanan kesehatan akibat Gizi buruk/busung Rp. 25.050.000,‐ 23.500.000,‐
Metode Analisa Anggaran: 23
Siklus & Kebijakan Anggaran Daerah Yuna Farhan Seknas FITRA Anggaran merupakan instrumen ekonomi penting Pemerintah. Anggaran menggambarkan prioritas kebijakan sosial dan ekonomi dibandingkan dokumen lainnya, menerjemahkan kebijakan, komitmen politik, dan tujuan dalam memutuskan dimana anggaran harus dialokasikan dan bagaimana dapat diperoleh. Seberapa besar keberpihakan pemerintah terhadap penanggulangan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan dan isu-isu lain dapat tergambarkan dari kebijakan anggaran. Berbagai isu apapun sangat terkait dengan kebijakan anggaran yang ada. Tanpa adanya dukungan anggaran, kebijakan dan program prioritas hanya sebatas wacana. Sebagai kebijakan publik, kini anggaran menjadi salah satu arena penting untuk dipengaruhi. Kalangan masyarakat sipil yang bekerja dalam isu anggaranpun kaya dengan berbagai alat dalam melakukan analisa anggaran. Berbeda dengan advokasi pada isu lainnya, keakuratan data dan analisa merupakan kunci advokasi anggaran menjadi sulit terbantahkan. Dengan analisa anggaran, kita dapat melihat kesungguhan pemerintah terhadap programprogram kesejahteraan seperti pendidikan dan kesehatan, memprediksikan suatu keadaan berdasarkan kebijakan anggaran yang ada, dan tata kelola anggaran yang membuka ruang keterlibatan. Dalam konteks ini, pengalaman FITRA melakukan analisa anggaran dilakukan untuk menilai dari sisi proses siklus anggaran dan dari sisi substansi kebijakan anggaran. Metode Analisa Siklus Anggaran Analisa anggaran pada siklus anggaran mencakup penilaian tata kelola anggaran mulai dari tahap penyusunan, pembahasan atau penetapan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Indikator penilaian siklus anggaran mencakup prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.
24
Standar yang digunakan untuk mengukur keempat dimensi di atas mengacu pada standar internasional dalam pengelolaan anggaran, kerangka hukum, serta kegunaan dalam melakukan advokasi anggaran. Sementara dokumen yang menjadi objek dari penilaian mencakup 20 dokumen pada setiap tahapan penganggaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan mencakup studi dokumen dengan melakukan uji akses terhadap ketersediaan dokumen, wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan expert judgement.1 Grafik
Indeks Siklus Anggaran Daerah 2009 Indeks yang diperoleh ditemukan, bahwa daerah dengan APBD yang tidak terlalu besar mengelola anggaran dengan baik, sementara daerah dengan APBD yang cukup besar mengelola anggaran dengan kurang baik. Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan antara wilayah kota dan kabupaten dalam peringkat indeks, termasuk daerah-daerah Jawa dan non Jawa. Penilaian siklus anggaran ini menjadi referensi daerah sebagai data dasar perbaikan pada siklus pengelolaan anggaran maupun advokasi yang diperlukan masyarakat sipil daerah. Secara tidak langsung, proses penilaian kinerja siklus anggaran ini mampu meningkatkan kapasitas masyarakat sipil dalam memahami siklus anggaran. Metode Analisa Kebijakan Anggaran Daerah
Wawancara mendalam dilakukan pada informan pengambil kebijakan dan stakeholder terkait perencanaan penganggaran. Seperti Kepala Bapeda, Keuangan Daerah, Badan Anggaran, Dinas Pendidikan, PU dan Kesehatan, dan Pemberdayaan Perempuan, DPRD, LSM, Media Massa, dll. Hasil wawancara mendalam diverfikasi kembali dalam FGD yang melibatkan informan wawancara mendalam, Sementara Expert Judgetmen dilakukan oleh assessor berdasarkan data verifikasi, wawancara mendalam dan FGD. 1
25
Analisa kebijakan anggaran dapat dilakukan pada setiap dokumen anggaran berdasarkan kebutuhan dan analisa yang akan dilakukan. Namun, FITRA biasanya menitikberatkan pada dokumen utama, yakni APBD murni, APBD perubahan dan realisasi APBD, dengan jangka waktu tiga tahun terakhir. Hal ini penting untuk melihat kebijakan anggaran secara menyeluruh. Secara umum analisa anggaran dapat dilakukan pada setiap tahap anggaran tergantung dari tujuan dan metode analisa yang akan digunakan. Pada dokumen penyusunan dan pembahasan seperti RKA-SKPD, KUA PPAS dan RAPBD, analisa bertujuan untuk melihat kesesuaian antara usulan kegiatan di Musrenbang dengan kebijakan anggaran. Analisis ini dapat mengidentifikasi seberapa besar usulan Musrenbang yang diakomodasi dan pada tahap atau dokumen mana usulan tersebut semakin menghilang. Dalam konteks dokumen RKA SKPD, analisa lebih dalam dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penerima manfaat berdasarkan jender, terutama pada format RKA-SKPD 2.2.1., selain analisis kecukupan anggaran berdasarkan kinerja yang akan dicapai dengan input anggaran. Pada dokumen lain seperti rancangan penjabaran APBD, analisa dapat dilakukan dengan metode efisiensi teknis, untuk mengidentifikasi anggaran yang dapat dihemat dan direalokasi untuk usulan program yang berasal dari Musrenbang. Misal, menganalisis biaya makan-minum dan pengadaan ATK diseluruh SKPD, atau usulan biaya dibandingkan dengan standar harga/harga pasaran, hasilnya bisa direalokasi untuk usulan Musrenbang. Pada dokumen KUA-PPAS dan RAPBD analisa dapat dilakukan untuk melihat kesesuaian antara prioritas kebijakan dengan konsistensinya terhadap anggaran baik berdasarkan menurut jenis maupun urusan. Misalnya, jika Pemda memiliki prioritas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kita perlu melihat apakah belanja modal mendapatkan porsi yang memadai dan kearah mana peruntukannya. Tahap pembahasan anggaran ini juga dapat dilakukan dengan melakukan analisa trend pertumbuhan. Misalnya, bagaimana trend pertumbuhan belanja pelayanan publik pada saat tahun PemiluKada berlangsung, atau apakah urusan pendidikan dan kesehatan mengalami trend pertumbuhan sigifikan secara nominal, riil atau prosentase. Dokumen
Tujuan
Metode
RKA SKPD
Kesesuaian usulan kegiatan, alokasi, penerima manfaat & indikator kinerja
Analisis penerima manfaat berdasarkan jender, analisis konsistensi usulan rencana, anggaran vs kinerja
KUA – PPAS
Kesesuaian prioritas vs kebijakan Anggaran
Realisasi vs proyeksi pendapatan, prioritas vs alokasi menurut urusan & jenis
R/APBD
Efisiensi & efektvitas, usulan kegiatan
Efisiensi standar harga, efektivitas alokasi menurut jenis, menurut urusan dan antar urusan
APBD-P
Kelayakan perubahan proyeksi pendapatan, belanja, pembiayaan
Realisasi vs target pendapatan, penyerapan belanja, realisasi SiLPA pembiayaan
26
LKPJ & BPK
Kinerja realisasi pendapatan dan penyerapan anggaran
Trend analisis kelompok, jenis, urusan, temuan berulang
Pada saat dokumen anggaran telah ditetapkan analisa lebih ditujukan untuk penelusuran kesesuaian antara anggaran dan realisasi, serta mempengaruhi kebijakan pada perubahan anggaran. Pada tahap pertanggungjawaban, analisa terutama melihat adanya temuan berulang berdasarkan audit BPK maupun analisa komparasi antara anggaran dan dokumen realisasi. Misalnya, untuk mengidentifikasi kinerja pendapatan daerah.
Metode
Teknik
Analisis Konsistensi
Prioritas, Arah Kebijakan, Usulan Musrenbang Vs APBD
Analisis Relevansi & Efektivitas
Trend Alokasi Anggaran Vs Indikator Capaian, Ketercukupan Anggaran
Analisis Komparasi
Komparasi Proporsi antar Urusan, Komparasi Daerah Lain
Analisis Kepatuhan
Kepatuhan Alokasi terhadap Peraturan Perundang-undangan
Analisis Efisiensi Teknis
Mata Anggaran Standar Harga, Anggaran Penunjang (makan/minum, ATK, laptop, kendaraan dinas
Contoh Analisis •
Analisis Retribusi Kesehatan
Dari hasil analisis di 42 Kab/Kota, retribusi kesehatan menjadi idola untuk mendongkrak PAD (Pendapatan Asli Daerah), padahal sebagian besar pengguna layanan kesehatan adalah kelompok miskin dan kelompok perempuan. Artinya, kelompok perempuan dan miskin merupakan penyumbang terbesar pendapatan daerah.
27
Sumber : Data Diolah Seknas FITRA dari 42 Kab/Kota Laporan Analisis Anggaran Daerah 2010 •
Analisis Pemanfaatan Alokasi Anggaran Pendidikan Grafik. Rata-rata Pemanfaatan Anggaran Pendidikan 2007-2009 (harga Konstan 2007) Ko ta Banjar Polewali M andar Bo jo nego ro M alang Aceh Barat Serdang Bedagai Garut Sidrap Kota Blitar Kota Parepare Boyo lali Situbondo Lo mbo k Barat
Ko ta Padang Panjang Bo ne Ko ta Semarang Semarang Ko ta Go rontalo Ko ta Surakarta Ko ta Bandar Lampung Wajo Aceh Besar Cilacap Ko ta Palangkaraya Do mpu Kendal Pasuruan Lo mbo k Timur Ko ta Padang Kota Surabaya Ko ta Po ntianak Kota Palu Sumbawa Barat Sumedang Ko ta Dumai Go ro ntalo Utara Pekalo ngan Ko ta Pekalo ngan
0%
20%
40%
Inf ras truktur Dasar Peningkatan A ks es Mas y arakat A dmin Perkantoran
60%
80%
100%
Peningkatan Mutu A paratur
Selama 3 tahun terakhir, kebijakan anggaran pendidikan masih didominasi peruntukannya untuk infrastruktur, selain kewajiban DAK untuk infrastruktur, hal ini juga disebabkan belum berubahnya orientasi belanja pendidikan. Langkah Praktis Analisa Anggaran • • • •
•
•
•
Menyiapkan nota keuangan daerah (dokumen APBD, 3 tahun terakhir), RPJMD, RKPD, KUA, PPAS, Renja SKPD, dan peraturan terkait ditingkat pusat (PP 58, 109, Permendagri 26/2006 dan Permendagri 13/2006, dll) Membuat prosentase distribusi alokasi penerimaan menurut sumber penerimaan dan pengeluaran Memetakan berdasarkan program, kegiatan dan mengklasifikasi berdasarkan pihak yang diuntungkan Mengelompokan urusan instansi/dinas yang pengguna anggaran terbesar, menelaah obyek dan sasaran pembiayaannya, dan membandingkannya dengan pos anggaran terkecil atau pos anggaran yang menyentuh langsung ke masyarakat Melihat spesifikasi program tertentu, serta rasionalisasi item dalam program yang akan dianalisis dengan melihat apakah input atau alokasi anggaran rasional dengan output yang akan dicapai, termasuk indikator dari output, outcome, benefit dan impact (dalam RKA-SKPD) Membuat catatan kritis berdasarkan aspek efisiensi (rasional anggaran = input/output atau B/C ratio), aspek normativ (kepatutan dengan peraturan terkait), aspek efektifitas (input/outcome dan impact atau memenuhi ASB) Membuat rekomendasi dan masukan berdasarkan permasalahan yang ditemukan
Tidak Ada Rumus Baku Analisis Anggaran: Ketajaman Melakukan Analisis Berkembang dengan Semakin Seringnya Melakukan Analisis
28
Transparansi Anggaran Di Kabupaten Boalemo Ir. H. Iwan Bokings, M.M. Pemerintah Kabupaten Boalemo Makalah ini mengemukakan inovasi apa saja yang telah dilakukan di Kabupaten Boalemo kaitannya dengan transparansi anggaran. Baik untuk diketahui bahwa Boalemo adalah Kabupaten di Provinsi Gorontalo, terbentuk berdasarkan UU No. 50 Tahun 1999 yang berpenduduk 140.034 jiwa yang tersebar di 7(tujuh) Kecamatan dan 82 Desa dengan memiliki keragaman budaya yang dicirikan oleh berbagai jenis bahasa dan etnis yang terdiri dari suku/etnis Gorontalo, Arab, Minahasa, Sangihe Talaut, Jawa Tondano, Bajo, Jawa, Madura, Mataram serta Bali. Kebijakan dengan disahkannya Peraturan Daerah Kab. Boalemo No 6 tahun 2004 tentang Transparansi Pelayanan Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Boalemo, menjadi dasar hukum bagi upaya perbaikan pelayanan umum yang bebas dari korupsi. Perumusan kebijakan Pemerintah Daerah sebagai upaya peningkatan pelayanan publik, diawali dengan kegiatan kunjungan kerja Bupati & Wakil Bupati di dusun (tidur di Dusun) dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat dalam pemenuhan pelayanan dasar baik pelayanan kesehatan, pendidikan maupun pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat miskin. Bagi para pejabat Pemda Eselon II dan III diwajibkan untuk tidur di rumah orang miskin selama semalam (Pro-poor Attitude), Di samping melihat secara langsung kondisi KK Miskin diharapkan dapat memotivasi pejabat agar lebih peduli untuk memprogramkan Pengentasan Kemiskinan di Unit Kerjanya (Pro-poor Experiment) dan diharuskan melakukan pendampingan terhadap satu keluarga miskin. 29
Berdasarkan hasil jaring aspirasi, Pemda merumuskan berbagai kebijakan yang selanjutnya di dalam penetapan kebijakan tersebut dilaksanakan konsultasi publik dengan melibatkan berbagai stakeholder yang terdiri dari unsur aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama serta tokoh wanita yang dikemas dalam penyelenggaraan “FORUM RAKYAT BERTANYA”. Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik, Bupati Boalemo memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada publik untuk melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program di lapangan dengan membuka layanan pengaduan melalui SMS langsung ke Nomor HP pribadi Bupati dan tidak dibangunnya Pagar & Pos Jaga di Rumah Dinas untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat bertemu langsung dgn Bupati (Mengalokasikan waktu selepas ba’da subuh (Pukul. 05.30 – 08.00) untuk menerima aspirasi masyarakat). Bagi SKPD yang melaksanakan kegiatan fisik, diwajibkan mencantumkan nama dan Foto Ka SKPD, KPA, PPTK serta Kontraktor pelaksana yang disertai dengan No Hp-nya pada papan proyek. Jika terdapat kejanggalan dalam pelaksanaannya, masyarakat dapat langsung menghubungi para pelaksana kegiatan. Pengelolaan keuangan daerah guna mewujudkan transparansi, Pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan dengan publikasi Dokumen Penggunaan Anggaran (DPA) melalui pemampangan DPA masing-masing SKPD dan Anggaran Bupati/Wakil Bupati yang dipajang di Ruang Tamu, sehingga stakeholder/publik dapat mengakses DPA yang akan dilaksanakan oleh SKPD. Khusus untuk Bupati/Wakil Bupati disertai dengan realisasi penggunaan dana Tahun Anggaran sebelumnya. Kebijakan Transparansi anggaran lainya yaitu dengan menyebarluaskan ringkasan dokumen APBD sampai ke tingkat dusun dan dipublikasikan melalui media cetak. Pemda Boalemo dalam mengimplementasikan Transparansi sebagai upaya peningkatan kepuasan publik, mewajibkan setiap unit pelayanan mencantumkan secara transparan tentang besaran biaya pelayanan dan waktu penyelesaiannya sehingga customer mendapatkan kenyamanan/kepastian dalam mengurus perijinan, demikian halnya pada unit pelaksana pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu). Proses pengadaan barang dan jasa, semua tahapan lelang dilaksanakan mengikuti prosedur seperti tercantum dalam Keppres No.80/2003. Kebijakan Transparansi dalam hal pengadaan barang dan jasa yaitu Pemaparan hasil tender oleh panitia tender di depan Muspida sebelum di umumkan. Selanjutnya kontraktor pemenang diwajibkan memaparkan detail kegiatan pada masyarakat sebelum proyek di mulai. Dalam rangka meningkatkan pelayanan di sektor pendidikan senantiasa mengupayakan pelaksanaan proses belajar mengajar memiliki hubungan yang sinergis antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Dari aspek keuangan menyangkut pembiayaan pendidikan dibuat lebih transparan melalui pemampangan Biaya Operasional Sekolah maupun kegiatan Dana alokasi Khusus yang ditempelkan secara terbuka di depan sekolah sehingga mudah diakses oleh seluruh komponen masyarakat khususnya Komite pendidikan. Transparansi dalam pelaksanaan rekrutmen CPNS, Pada tahun 2003 saat kewenangan rekrutmen CPNS didesentralisasi ke daerah, Pemda Boalemo melaksanakan pemeriksaan hasil ujian secara transparan dihadapan publik dengan melibatkan aparat kepolisian dan kejaksaan sebagai tim pemeriksa. Proses ini menggunakan bantuan media, dimana di depan gedung dipasang televisi sehingga semua masyarakat bisa mencermati proses mengapa seseorang dipilih dan mengapa yang lain tidak. Hasil ujian tidak menimbulkan protes masyarakat sedikitpun dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Namun karena seluruh daerah rekrutmennya bermasalah, hanya Kab. Bulukumba dan Boalemo yang tidak bermasalah., maka kewenangan rekrutmen PNS ditarik kembali ke Pusat. Sejak saat itu rekrutmen PNS disentralisasi kembali. Pada tahun 2010 rekrutmen PNS secara transparan dengan mengumumkan nilai hasil ujian peserta yang dicetak baliho dan dipampang di 30
alun-alun kota Kabupaten Boalemo sehingga peserta ujian CPNS diharapkan merasa puas terhadap hasil yang diperoleh meskipun tidak lulus ujian. Dari berbagai kebijakan Transparansi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo, merupakan titik awal untuk memastikan bahwa setiap pihak mendapat informasi yang sama dan karena itu upaya penyembunyian yang dilakukan oleh aparat dapat ditangkal sejak dini. Adapun tantangan bagi Pemda terhadap kebijakan transparansi yang telah dilaksanakan adalah membuktikan komitmennya kepada publik dalam upaya pemberantasan korupsi sehingga memperoleh dukungan yang optimal dari masyarakat. Pelaksanaan Transparansi anggaran yang telah dilaksanakan oleh Pemda Boalemo dalam upaya peningkatan pelayanan dasar adalah pengalokasian anggaran untuk pembangunan bidang pendidikan di atas 20 % dari total APBD dalam setiap tahunnya, sehingga seluruh lapisan masyarakat mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama dan bermutu. Alokasi anggaran pembangunan bidang kesehatan Rata-rata (%) pertahun (TA. 2001 s/d TA. 2011) sebesar 17,86 % alokasi dana kesehatan terhadap belanja langsung APBD Boalemo, diharapkan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana pelayanan kesehatan terpenuhi secara bertahap. Upaya pemerintah daerah di dalam pemenuhan kebutuhan sarana penyehatan lingkungan melalui penyediaan sarana air bersih setiap tahunnya meningkat dengan pengalokasian yang proporsional. Pembelajaran yang didapat kaitan antara transparansi anggaran dan peningkatan pelayanan dasar adalah mendorong aparat dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Dengan cara ini aparat diharapkan memiliki kepekaan dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat. Responsif gender bisa dilihat bahwa setiap kebijakan baru dikonsultasi publikan dan memastikan bahka kaum perempuan dan laki laki hadir dan memberikan pendapat Dengan kebijakan Transparansi yang telah dilaksanakan oleh Pemda, masyarakat menanggapinya sangat baik karena masyarakat bisa mengetahui dan menilai Program/kegiatan yang sudah dan yang akan dilaksanakan. Menurut Dewan/DPRD ; dengan kebijakan transparansi memberikan tanggapan positif dan seiring dengan apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Tanggapan dari SKPD kebijakan tersebut perlu diapresiasi sebagai bagian dari komunikasi publik sekaligus pertanggungjawaban kepada publik sehingga masyarakat mempunyai ruang dan wadah untuk dapat mengevaluasi dan merupakan bentuk pengawasan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan. Sedangkan tanggapan kontraktor menyatakan bahwa pada awalnya menolak dengan kebijakan tersebut, namun karena telah menjadi kebijakan Pemda maka kontraktor dalam pelaksanaan pekerjaan dilapangan lebih hati-hati karena masyarakat telah diberikan peluang oleh Pemda untuk memberikan masukan jika terjadi adanya kejanggalan pekerjaan dilapangan. Keberlanjutan terhadap transparansi anggaran adalah membangun sikap dan perilaku sistem yang kemudian diikuti secara konsisten untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik yaitu sistem birokrasi yang transparan bagi rakyatnya, mengetengahkan profesionalisme dan ditegakkan hukum secara konsekuen tanpa adanya perbedaan. Jika publik sudah terbiasa dengan informasi public secara transparan, maka diharapkan siapapun pemimpinnya, masyarakat akan tetap mengharapkan standard yang sama bahkan lebih tentang transparansi anggaran ini.
Transparansi Anggaran di Kota Surakarta2 Rokhmad Munawir3 2
Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Anggaran untuk Peningkatan Pelayanan Dasar ‘Praktek dan Inovasi Daerah untuk Mencapai MDGs melalui penerapan SPM’ di Jakarta, 3-5 Mei 2011. 3 Program Officer pada Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta
31
Pattiro Surakarta Fungsi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warga ditempuh dengan melahirkan regulasi (kebijakan) yang adil dan alokasi/distribusi sumberdaya yang adil pula. Artinya, penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik harus diwujudkan dalam rangka lahirnya sebuah pembuatan dan penerapan kebijakan pemerintah yang adil tersebut. Dan guna mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (akuntabel) maka proses partisipasi dan transparansi menjadi penting dalam mendukung terwujudnya akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Kata transparansi selalu berkaitan dengan kata partisipasi dan akuntabilitas. Ketiganya adalah pilar dalam Good Governance atau tata pemerintahan yang baik. Dan sejak era reformasi bergulir tiga kata tersebut menjadi topik populer yang menjadi perbincangan pada hampir semua tingkatan masyarakat Indonesia. Prinsip ini harus ditegakkan pada semua unit pemerintahan, sebab transparansi biasanya akan diikuti dengan terbangunnya kepercayaan publik pada pengelola negara yang pada gilirannya kepercayaan dan keterbukaan tersebut akan diikuti oleh tumbuh-kembangnya partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik maupun pada implementasi dan kontrolnya. Pada jangka panjang, akan meringankan beban pembangunan dan memperbaiki efisiensi maupun ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal (utang). Prinsip transparansi menjadi bagian vital dalam sistem akuntabilitas. Tegaknya prinsip transparansi dalam praktik tata kelola pemerintahan akan memberi dukungan yang diharapkan oleh sistem akuntabilitas yang baik. Muara dari bekerjanya sistem akuntabilitas yang baik adalah legitimasi politik terhadap keberadaan negara yang tumbuh dari kepercayaan publik. Oleh karena itu, prinsip ini harus ditumbuh-kembangkan di seluruh bagian dan hierarki pemerintahan sehingga legitimasi politik tersebut dapat tercapai. Sebab pada hakikatnya, transparansi berarti adanya kebijakan yang memungkinkan pengawasan oleh publik yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah kebijakan yang dibuat dan disusun atas preferensi publik. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap warga masyarakat untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai dari keberadaan kebijakan tersebut.4 Perjuangan membuka pintu dan kran transparansi penganggaran di Surakarta Agenda mendorong implementasi good governance di Kota Surakarta sudah dimulai sejak dekade 2000an. Banyak kalangan kelompok masyarakat sipil baik LSM, akademisi, mahasiswa dan ormas memperbincangkan hal tersebut dari forum formal maupun melalui pertemuan informal. Namun harus diakui bahwa pada awal-awalnya, dalam mendorong keterbukaan (transparansi) baik perencanaan dan penganggaran daerah tersebut masih cukup sulit. Kalangan birokrasi masih belum sepenuhnya menerima. Perjuangan membuka pintu dan kran transparansi penganggaran di Surakarta baru sedikit menemukan titik terang ketika momen pergantian pimpinan daerah. Pimpinan daerah terpilih hasil Pilkada Langsung 2005, memiliki komitmen yang cukup kuat untuk mentransparansikan penganggaran di Kota Surakarta.
4
Buku Pedoman Penguatan Pegamanan Program Pembangunan Daerah, BAPPENAS dan DEPDAGRI, 2002
32
Momentum ini kemudian disambut oleh kalangan kelompok masyarakat sipil di Kota Surakarta untuk berkonsolidasi. Pattiro Surakarta, sebagai salah satu bagian dari kelompok masyarakat sipil di Kota Surakarta mengambil peran lebih serius untuk mendorong transparansi anggaran tersebut dengan melakukan diskusi-diskusi intensif bersama kelompok masyarakat sipil (LSM, akademisi, ormas), eksekutif (Bappeda dan Kantor Keuangan) dan juga legislatif. Selain itu, Pattiro Surakarta juga mulai mengintensifkan diskusi dengan Walikota/Wakil Walikota guna membangun komitmen transparansi anggaran tersebut. Dari hasil diskusi-diskusi tersebut akhirnya menghasilkan sebuah model media untuk mempublikasikan anggaran daerah berupa poster. Dalam poster tersebut memuat program kegiatan dan alokasi anggaran berdasarkan pada kewilayahan dan unit kerja pengguna anggaran.
Tanggapan pemangku kepentingan Kota Surakarta, pada waktu itu, cukup beragam. Kalangan LSM dan akademisi menilai bahwa media ini merupakan gebrakan baru dalam transparansi anggaran di Surakarta. Sementara itu, kalangan birokrasi masih belum semuanya dapat menerima dan memahami hal tersebut sebagai bagian dari kewajiban mereka dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Masyarakat Kota Surakarta secara umum pada waktu itu juga masih belum banyak memberikan respon, sehingga dampak secara langsung memang belum dapat dirasakan. Belum ada feedback yang secara nyata dihasilkan oleh masyarakat. Akan tetapi, setidaknya hal tersebut sedikit banyak telah menjadi sebuah awalan bagi masyarakat untuk menjadi lebih tahu tentang seluk-beluk APBD serta alokasi anggaran pembangunan yang akan berjalan di wilayahnya. Hal-hal itulah yang menjadi tantangan ketika awal-awal proses transparansi anggaran di Kota Surakarta mulai dilakukan. Sehingga mau tidak mau, Pattiro Surakarta harus bertanggung jawab atas gagasan yang telah bergulir tersebut. Penguatan kelompok masyarakat untuk lebih memahami arti penting transparansi anggaran dalam kerangka pengawasan publik adalah agenda selanjutnya yang harus dikawal dan dilakukan oleh Pattiro Surakarta sebagai bagian dari organisasi masyarakat sipil. Disamping itu, harus terus mendorong keberlanjutan agenda tersebut menjadi sebuah agenda kebijakan tahunan pemerintah Kota Surakarta. Pasca penerbitan media yang disebut di atas pada tahun 2005, Pattiro Surakarta masih terus menerus melakukan asistensi teknis dan pengawalan guna memastikan bahwa media yang diluncurkan tersebut benar-benar menjadi agenda tahunan Pemkot Surakarta. Hasilnya adalah sampai pada saat ini Pemkot Surakarta masih mengagendakan penerbitan media transparansi anggaran tersebut. Harus diakui bahwa perjuangan panjang pada saat itu berbeda dengan situasi sekarang di mana transparansi telah mendapatkan jaminan hukum dengan keberadaan UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sehingga ini tentunya akan lebih memudahkan upaya mendorong transparansi anggaran. Meskipun demikian, kesadaran birokrasi sebagai penyedia informasi serta kesadaran masyarakat dalam meminta dan memanfaatkan informasi yang tersedia masih harus didorong. 33
Pembelajaran yang diperoleh dari proses transparansi anggaran di Kota Surakarta dari awal hingga kini adalah bahwa transparansi anggaran dapat dilakukan jika dan hanya jika semua pihak (eksekutif, legislatif, masyarakat) mau terbuka dan saling mendukung serta saling belajar dan mengingatkan. [*]
Transparansi Penyusunan dan Pembahasan APBD Kabupaten Sumba Timur – Nusa Tenggara Timur Drs. Gidion Mbilijora, M.Si. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur 1. Latar belakang Tujuan dari pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu masyarakat harus mendapat tempat yang strategis dalam pembangunan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan dan evaluasi. Menyadari betapa pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan daerah, maka pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur terus berupaya melibatkan peran masyarakat dalam setiap proses pembangunan daerah sejak perencanaan hingga penganggaran hal ini dimaksudkan agar masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pembangunan daerah sehingga kedepan dapat bertindak sebagai subyek pembangunan daerah. Keterlibatan masyarakat dimulai sejak proses perencanaan program/kegiatan di tingkat Desa/Kelurahan sampai dengan tingkat Kabupaten (delegasi kecamatan dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) melalui mekanisme Musrenbang. Di samping itu keterlibatan Anggota DPRD masing-masing Daerah Pemilihan (DAPIL) sejak Musrenbang Desa/Kelurahan sampai dengan Musrenbang Kabupaten memberikan andil yang positip dalam pembangunan daerah. 2. Penyusunan APBD Penyusunan APBD diawali dengan penyusunan KUA dan PPAS berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah disepakati bersama melalui Musrenbang Kabupaten. KUA dan PPAS yang disusun oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di sampaikan kepada DPRD untuk dibahas pada tingkat Komisi DPRD dengan mitra SKPD, hal ini dilakukan dengan maksud untuk melihat konsistensi antara perencanaan dan penganggaran pada SKPD di samping itu untuk membahas program dan kegiatan mendesak lainnya berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh DPRD. Dengan demikian KUA dan PPAS tersebut memungkinkan untuk dirubah baik untuk penambahan/pengurangan anggaran program dan kegiatan atau kegiatan yang mendesak serta dibutuhkan oleh masyarakat berdasarkan dinamika perkembangan kebutuhan dan kondisi masyarakat/daerah, mengingat RKPD yang ada disusun berdasarkan dinamika masyarakat yang berkembang pada saat pelaksanaan Musrebang Kabupaten. 3. Pembahasan APBD bersama DPRD Setelah KUA dan PPAS disempurnakan berdasarkan hasil rapat komisi DPRD dengan mitra SKPD di sampaikan kepada DPRD untuk dibahas bersama 34
pada Sidang Paripurna DPRD, yang selanjutnya dituangkan dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangi oleh Pimpinan DPRD dengan Bupati. Proses pembahasan KUA dan PPAS serta RAPBD bersama dengan Raperda APBD dilaksanakan secara terbuka dan diliput oleh media massa (pers) dan Radio melalui siaran langsung baik Radio milik Pemerintah Daerah maupun Radio milik swasta, dengan demikian masyarakat dapat mengikuti secara langsung proses pembahasan RAPBD serta kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan, target-target yang hendak dicapai serta program/kegiatan, yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Mekanisme ini dilakukan sebagai upaya memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan tanggapan serta masukan terhadap kebijakan serta program/kegiatan yang dirancang oleh pemerintah daerah melalui mekanisme sosialisasi dan dialog publik. APBD di on airkan melalui radio juga dengan maksud agar masyarakat yang menjadi konstituen mengetahui apa yang dibicarakan anggota dewan yang dipilihnya. 4. Dialog Publik Sebelum Perda tentang APBD ditetapkan, dilakukan sosialisasikan melalui tatap muka serta melalui media Radio, hal ini dimaksud agar masyarakat dapat memberikan tanggapan terhadap kebijakan pembangunan daerah serta program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, dengan tujuan agar masyarakat sedini mungkin ikut berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan daerah sejak proses perencanaan, penganggaran sampai dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Hal ini dilakukan sebagai upaya menggiring masyarakat agar dapat bertindak sebagai subyek pembangunan daerah serta sebagai bagian dari control publik terhadap pelaksanaan pembangunan daerah dalam upaya menciptakan Good Governance. Media lain yang dilakukan dalam upaya mensosialisasikan kebijakan dan program pembangunan daerah adalah melalui leaflet (informasi pembangunan) dan kelender meja yang berisikan capaian pembangunan serta target yang hendak dicapai. 5. Dampak yang diperoleh Proses perencanaan dan penganggaran yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur selama ini memberikan dampak yang cukup baik terhadap pembangunan daerah hal ini dapat dilihat dari proses penyusunan APBD yang tidak mengalami kendala dalam pembahasan bersama DPRD. Hal ini terjadi karena sejak proses perencanaan program/kegiatan (musrenbang tingkat Desa/kelurahan s/d tingkat Kabupaten) sampai dengan pembahasan dan penetapan APBD selalu melibatkan DPRD selaku wakil rakyat. Dengan demikian fungsi anggaran dan fungsi kontrol DPRD dapat berjalan optimal, di samping itu adanya komunikasi yang harmonis antara legislative dan eksekutif memberikan dampak terhadap pelaksanaan pembangunan daerah. Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah selama ini mendapat dukungan DPRD serta masyarakat, hal ini dapat dibuktikan salah satunya kebijakan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Subsidi biaya Pendidikan semua siswa pada tingkat SD – SLTA memberikan dampak meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) SD dari 77,85 persen tahun 2005/2006 meningkat menjadi 125,52 persen pada tahun 2009/2010, sedangkan untuk SLTP dari 46,49 persen menjadi 86,40 persen dan tingkat SLTA dari 28,89 persen menjadi 65,28 persen. Di samping itu masih terdapat penduduk yang buta huruf sebanyak 13,66 persen. Sedangkan untuk sektor Kesehatan ditempuh kebijakan subsidi bagi keluarga miskin diluar JAMKESMAS melalui Pengobatan/perawatan gratis (JAMKESDA) pada semua Puskesmas dan Rumah sakit di Sumba Timur, di samping itu meningkatkan status Empat Puskesmas menjadi Puskemas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) hal ini memberikan dampak pada meningkatnya usia harapan hidup penduduk dari 60,7 tahun pada tahun 2004 menjadi 61,62 tahun pada tahun 2008, Meningkatnya kunjungan Ibu Hamil (K4) pada tenaga kesehatan dari 58,8 persen pada tahun 2005 meningkat menjadi 63,7 persen pada tahun 2008, meningkatnya persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari 65,5 persen tahun 2005 meningkat menjadi 76,1 35
persen pada tahun 2008, menurunnya jumlah kematian bayi dari 39 kasus tahun 2005 menurun menjadi 28 kasus pada tahun 2008. 6. Tantangan yang dihadapi Penyusunan anggaran yang transparan disatu sisi memberikan dampak meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah namun disatu sisi lainnya pemerintah daerah memiliki keterbatasan sumber pendapatan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang begitu kompleks dan beragam serta membutuhkan pelayanan yang cepat. Di samping itu pola pemukiman penduduk yang menyebar serta kondisi geografi daerah yang berbukit menjadi tantangan dalam memberikan pelayanan terutama pelayanan dasar dan penyampaian informasi pembangunan. 7. Penutup Demikian beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur – NTT dalam upaya melibatkan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan daerah dengan harapan kedepan masyarakat akan dapat bertindak sebagai subyek sekaligus daerah pembangunan daerah. Sekian dan Terima Kasih
Transparansi Anggaran : Pengalaman Pemerintah Wakatobi Ir. Hugua Pemerintah Kabupaten Wakatobi Pendahuluan Kabupaten Wakatobi adalah daerah otonom baru yang dibentuk pada tanggal 18 Desember 2003, dahulunya merupakan bagian dari Pemerintahan Kabupaten Buton. Wakatobi terletak pada posisi yang unik namun unggul yakni seluruh wilayahnya masuk dalam kawasan Taman Nasiuonal Wakatobi. Disisi lain Kabupaten Wakatobi terletak pada posisi strategis (geostrategis) yakni pada pusat segitiga karang dunia yang mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Luas Wakatobi 1.4 juta hektar, dimana 97% adalah perairan, hanya 3 % terdiri dari daratan.. Menyadari posisi tersebut maka visi pemerintah Kabupaten Wakatobi adalah:“Terwujudnya Surga Nyata Bawah Laut di Jantung Segitiga Karang Dunia”. Visi tersebut mengandung nilai-nilai atau makna sebagai berikut : Surga Nyata menunjukkan arti simbolik yang bermakna kesejahteraan dan kemakmuran baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan masyarakat wakatobi bermoral dan berdaya saing tinggi. Bawah Laut, menunjukkan potensi utama yang dimiliki oleh Kabupaten Wakatobi yang menjadi leading sektor pembangunan Wakatobi yakni potensi sumberdaya dan jasa lingkungan perikanan dan kelautan. 36
Jantung Segitiga karang dunia, menunjukkan letak wakatobi yang strategis (geostrategis) yakni pada pusat segitiga karang dunia yang mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (Operation Wallacea, 2006). Pelaksanaan Anggaran di Kabupaten Wakatobi Sejak tahun 2007 Pemerintah Daerah menginisiasi beberapa terobosan terkait transprasni angaran agar program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sesuai fakta lapangan yang ditemukan bersama masyaralkat kemudian dituangkan dalam skema pembangunan seperti disajikan pada gambar-1. Perencanaan dan penganggaran semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus mengacu pada skema diatas dalam penyusunan Rencana Kerja SKPD sampai pada penyusunan APBD yang dijabarkan selanjutnya pada skema APBD Wakatobi (gambar-2). Berdasarkan amanat UU 24/2005 tentang sistem perencanaan Nasional proses perencanaan telah diatur, namun khusus di Wakatobi dikembangkan proses penyesuaian agar hasil yang dicapai sesuai dengan kondisi (fakta) yang ada dalam masyarakat. Untuk itu diterapkan perencanaan berbasis fakta. Salah satu yang mungkin perlu kami “share” kepada teman-teman bahwa “ Penyusunan rencana kerja SKPD” dimana sebelum penyusunan Renja, setiap SKPD harus turun ke lapangan untuk mencari fakta-fakta yang membutuhkan solusi sesuai Tugas pokok masing-masing SKPD. Walaupun sebenarnya masingmasing Desa telah menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Pengalaman Wakatobi dalam pelaksanaan proses perencanaan dapat dilihat pada gambar-3. Pelaksanaan anggaran yang dilakukan di Wakatobi tentunya sama dengan daerah lain, yakni dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: • • • •
Asistensi dalam penyusunan anggaran setiap SKPD sesuai dengan kemampuan daerah, dilakukan oleh Tim Anggaran Daerah, hasilnya dituangkan dalam KUA-PPAS yang diusulkan pembahasannya di DPRD. Melakukan Pembahasan KUA-PPAS bersama DPRD Wakatobi yang melibatkan (Badan anggaran DPRD, TAPD, dan semua SKPD. Pemda dan DPRD senantiasa memprioriraskan Usulan Masyarrakat hasil Musrenbang masuk dalam dokumen PPAS, selanjutnya ditindaklanjuti di APBD. Memastikan sasaran, lokasi dan target capaian hasil musrenbang dan disampaikan kepada masyarakat pada saat musrenbang berikutnya.
Model Transparansi Anggaran di Kabupaten Wakatobi Untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas publik dalam proses perencanaan dan penganggaran, Pemda Wakatobi telah mempublikasikan berbagai data dan informasi pembangunan melalui berbagai media baik Cetak dan Elektronik. Salah satu bentuk sosialisasi APBD yang unik di Wakatobi adalah melalui pembuatan baliho. Pemajangan baliho dilakukan di berbagai tempat strategis seperti kantor bupati, bandara dan jalan-jalan utama Wakatobi. Visualiasi kegiatan sosialisasi APBD kepada masyarakat dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini.
37
Informasi Pencapaian MDG Wakatobi dipasang pada Ruang Lobbi Kantor Bupati Wakatobi
Informasi Ringkasan APBD di pasang pada Gedung Dharma Wanita Wakatobi (the only ’co nvention building in wakatobi), Lapangan Merdeka, Kantor Pos, Bandar Udara, Rumah Sakit, Pasar Sentral dll
”APBD Wakatobi” In front of Post Office Building in Wakatobi.
38
”APBD Wakatobi” Infront of Post Office Bandar Udara Matahora Wakatobi Penutup Demikian informasi singkat pelaksanaan anggaran di Wakatobi, semoga bermanfaat adanya. Terima kasih.
Penerapan Anggaran Pelayanan Dasar , Analisa Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dan Implikasinya Pada Anggaran Di Kota Tarakan, Kalimantan Timur dr. H. Khairul, M.Kes Dinas Kesehatan Kota Tarakan
PENDAHULUAN Kota Tarakan sebagai salah satu kota yang merupakan bagian dari Propinsi Kalimantan Timur bagian utara memiliki kedudukan dan peran yang 39
penting baik dalam lingkup nasional maupun propinsi karena letak geografisnya yang strategis. Jika dilihat dari letak Kota Tarakan berdasarkan Peta Dunia, terlihat bahwa Kota Tarakan berbatasan dengan Negara Malaysia, Brunei, dan Philiphina. Sebagai pintu gerbang untuk wilayah Utara Kalimantan Timur maka Kota Tarakan dipilih sebagai basis pertahanan dan keamanan TNI-AL dan TNIAU. Kota Tarakan berada di Pulau Tarakan dengan luas wilayah keseluruhan sebesar 657,33 Km2 dimana 38,2% atau 250,80 Km2 berupa daratan dan 61,8% atau 406, 53 Km2 berupa lautan dengan jumlah penduduk sebesar 230.000 jiwa. Wilayah administrasi pemerintahan Kota Tarakan terdiri atas 4 Kecamatan (Tarakan Barat, Timur, Tengah dan Utara) dengan 20 Kelurahan (Mamburungan, Mamburungan Timur, Pantai Amal, Kampung Enam, Kampung Empat, Gunung Lingkas, Lingkas Ujung, Kampung I/SKIP, Pamusian, Sebengkok, Selumit, Selumit Pantai, Karang Balik, Karang Rejo, Karang Anyar, Karang Anyar Pantai, Karang Harapan, Juata Kerikil, Juata Permai, dan Juata Laut). A. INDIKATOR SPM NASIONAL Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM serta Permendagri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM. Menindaklanjuti hal tersebut di atas, Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota, dimana ditetapkan 4 jenis pelayanan minimal yaitu : pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, dengan 18 indikator seperti tersebut di bawah ini : JENIS PELAYANAN DASAR
SPM INDIKATOR
PELAYANAN KESEHATAN DASAR
NILAI
THN
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4.
95%
2015
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani.
80%
2015
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
90 %
2015
Cakupan pelayanan Nifas
90%
2015
Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani.
80%
2010
Cakupan kunjungan bayi.
90%
2010
Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI).
100%
2010
Cakupan pelayanan anak balita.
90%
2010
Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan
100%
2010
40
keluarga miskin. Cakupan Balita gizi buruk mendapat perawatan.
100%
2010
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat.
100%
2010
Cakupan peserta KB Aktif.
70%
2010
Cakupan Penemuan dan penanganan penderita penyakit.
100%
2010
Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin.
100%
2015
Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin.
100%
2015
Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yg harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kab/Kota.
100%
2015
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB
Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi <24 jam.
100%
2015
PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Cakupan Desa Siaga Aktif.
80 %
2015
PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
B. INDIKATOR SPM TAMBAHAN KOTA TARAKAN Sejalan dengan RENSTRA Dinas Kesehatan Kota Tarakan dan Perda No. 4 Tahun 2010 tentang Sistem Kesehatan Kota, maka Standar Pelayanan Minimal berdasarkan Permenkes tersebut di a tas masih dianggap belum memadai untuk mencapai RENSTRA dan penyelesesaian masalah lokal sehingga dirumuskanlah SPM versi Kota Tarakan dengan penanmbahan 4 pelayanan yaitu : pelayanan penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan , pelayanan kesehatan khusus, pelayanan pencegahan penyakit menular dan tidak menular, dan pelayanan kesehatan lingkungan dan 16 indikator . JENIS PELAYANAN DASAR
SPM
INDIKATOR PELAYANAN KESEHATAN DASAR
NILAI
THN
Cakupan Bayi Berat Lahir Rendah yang Ditangani
100%
2014
Cakupan Balita mendapat Vit. A 2 kali setahun
90%
2014
Cakupan ASI Eksklusif
80%
2014
41
PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Cakupan Akseptor KB baru
80%
2014
Cakupan Bumil mendapat 90 Tablet Fe
80%
2014
Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Sehat
65%
2014
JENIS PELAYANAN DASAR
SPM INDIKATOR
NILAI
THN
PELAYANAN PENYEDIAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
Persentase Ketersediaan Obat Sesuai Kebutuhan.
100%
2014
Persentase Obat Generik Berlogo Dalam Persediaan Obat
100%
2014
PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Persentase Rumah Sehat
85%
2014
Persentase Keluarga yang Memiliki Akses Terhadap Air Bersih
85%
2014
Persentase Tempat-Tempat Umum yang Dibina
85%
2014
Cakupan kesembuhan penderita TB BTA (+)
> 85%
2014
>0,5/10rb
2014
Cakupan Penemuan Kasus PTM di Puskesmas dan RS
100%
2014
Cakupan Pelayanan Kesehatan Kerja
80%
2014
Cakupan Pelayanan Gangguan Jiwa
15%
2014
PELAYANAN PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR
PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS
Cakupan Penemuan Kasus Penyakit Kusta per 10.000 penduduk
Latar belakang penambahan 4 pelayanan dengan 16 indikator tersebut karena merupakan kebutuhan dasar masyarakat, pelayanan yang langsung diterima dan dirasakan masyarakat, komitment nasional/global, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, tolok ukur kemandirian masyarakat, menjadi masalah pelayanan kesehatan perkotaan, dan mempunyai daya ungkit tinggi dalam pencapaian rencana strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kota Tarakan dan Millenium Development Goals (MDGs). Penyusunan dilakukan dengan melakukan brainstrorming melibatkan seluruh jajaran eselon III dan IV di 42
lingkup Dinas Kesehatan Kota Tarakan. Waktu pencapaian target SPM tambahan versi Kota Tarakan tersebut dibatasi sampai tahun 2014 sesuai dengan RPJMD Kota Tarakan dan Renstra Dinas Kesehatan Kota Tarakan. Penetapan target pencapaian tahun 2014 mengacu pada pencapaian target program Nasional Non SPM, komitmen global , dan kebutuhan lokal bidang kesehatan dengan mempertimbangkan : a. Faktor eksternal : program politis walikota/wakil wali kota terpilih, ketersediaan anggaran Pemerintah Daerah, sosial budaya, keamanan, perekonomian daerah, geografis, dan lain-lain); b. Faktor internal : Sumber Daya Manusia, sarana/prasaran yang tersedia, dan lain-lain) Penetapan target tahunan pencapaian SPM (Nasional dan Tambahan Kota Tarakan) dilakukan melalui langkah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data awal bersumber dari facilities based (puskesmas, puskesmas pembantu, pondok bersalin desa, posyandu, klinik kesehatan, dan RS)dan non facilities based (dokter praktek, bidan praktek); 2. Penentuan target setiap tahun berdasarkan trend peningkatan cakupan setiap tahun dengan mempertimbangkan berbagai faktor baik internal maupun eksternal seperti telah disebutkan di atas; 3. Target dibuat secara kuantitatif dalam bentuk prosentasi atau angka mutlak.
JENIS PELAYANAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
INDIKATOR CAPAIAN KINERJA
TAHUN 2006
TAHUN 2009
76.17%
77.27%
100%
100%
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
74.39%
88.42%
Cakupan pelayanan Nifas
74.39%
88.42%
100%
100%
60.57%
100%
70%
80%
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani.
Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani. Cakupan kunjungan bayi. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI).
22 April 2011
INDIKA.CAPAIA N
Dinkes Kota Tarakan
PENCAPAIAN TAHUN SEBELUMNYA 2006
2007
2008
15
TARGET PENCAPAIAN SASARAN (RENSTRA)
2009
43
201 0
201 1
201 2
201 3
201 4
Cakupan Pertolong Persalinan oleh Nakes yg memiliki kompeten.
74.3 9
75.1 0
74.3 6
88.4 2
89
89
90
90
90
Sumber : Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Kota Tarakan Tahun 2006-2009 Renstra Dinas Kesehatan Kota Tarakan Tahun 2010 - 2014 Indikator Sasaran Pencapaian Program Renstra - Dinas Kesehatan Kota Tarakan INDIKA. CAPAIAN
TARGET PENCAPAIAN SASARAN 2010
Cakupan Pertolong an Persalinan oleh Nakes yg memiliki kompeten si
89
2011 2012 89
90
PROGRAM
2013
2014
90
90
Program Peningkatan Kesehatan Ibu
KEGIATAN
Penjaringan Ibu Hamil Pendataan Bumil Kemitraan Bidan dan Dukun Focus Group Discussion Kasus Kematian Ibu Sharing DSOG dengan Peer Group Bumil Risti Pelatihan PONED bagi Petugas
22 April 2011
Kemitraan Asuransi K h t
Premi Asuransi Kesehatan Masyarakat 25 (J i K h t
Dinkes Kota Tarakan
C. PENGINTEGRASIAN RENCANA PENCAPAIAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
SPM
DALAM
DOKUMEN
Langkah-langkah penyusunan rencana pencapaian SPM dalam dokumen perencanaan dan penganggaran adalah sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana pencapaian SPM sampai tahun 2014 dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM bidang kesehatan serta dituangkan dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan selanjutnya kedalam RPJMD Kota Tarakan; 2. RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM bidang Kesehatan akan menjadi pedoman dalam penyusunan KUA APBD dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA); 3. Paparan khusus di panggar eksekutif dan legislatif berbasis data (evidenced based )
44
STATUS SPM DALAM PERENCANAAN RPJMD
Indikator Kinerja Kunci
Renja SKPD
Renstra RKPD
L A K I P
- APBD Kota - APBD Propinsi - APBN / BOK/Jamkesmas Jampersal
KUA – RKA SKPD
Prioritas SPM Nas+Kota
- SPM - Pelayanan Non SPM
MONEV
Urutan penyusunan kebutuhan anggaran pencapaian indikator SPM dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat analisis situasi dari indikator-indikator setiap jenis pelayanan 2. Setiap indikator ditetapkan langkah2 kegiatan yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam pencapaian indikator SPM 3. Setiap langkah kegiatan ditetapkan variabel2 kegiatan 4. Setiap variabel ditetapkan komponen yang mempengaruhi pembiayaan 5. Antar komponen disusun dalam formula/rumus dan dikalikan unit cost untuk setiap variabel/komponen kegiatan berdasarkan HSU dan HSPK 6. Menghitung seluruh kegiatan tanpa memandang sumber biaya (APBD II, APBD I , APBN, Loan, swasta, Jamkesmas Jampersal dll). Tidak menghitung biaya investasi besar, hanya menghitung investasi sarana dan prasarana yang melekat langsung dengan keterlaksanaan langkah-langkah kegiatan penerapan SPM. Tidak menghitung kebutuhan belanja tidak langsung atau belanja rutin.
Pengintegrasian Urusan Pemerintah
Pelayanan Dasar
Analisis keuangan & kondisi umum daerah
Urusan pilihan Urusan bersama
SPM Urusan wajib
Urusan mutlak
Menjadi salah satu faktor dalam menggambarkan
Renja - SKPD
Menjadi acuan dalam penyusunan RKPD
RKA - SKPD Rancangan RPJMD Renstra - SKPD - Visi, misi & tujuan - Strategi & kebijakan Program, indika si kegiatan, presta si kerja berbasis SPM
- Strategi pembangunan daerah - Arah kebijakan keuangan daerah - Program prioritas daerah
Penetapan PERDA ttg RPJMD
45
Kondisi umum daerah - Urusan pemerintahan kewenangan daerah - Faktor geografis - Perekonomian daerah - Kondisi sosial budaya - Prasarana dan sarana - Pemerintyahan umum - Prestasi kerja pelayanan publik berbasis SPM - Program wk/wwk terpilih
D. PROPORSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, ANGGARAN DINAS KESEHATAN, DAN PROPORSI ANGGARAN SPM E. Walaupun belum memenuhi ketentuan konstitusi (UUNo. 36 /2009 tentang ANGGAR AN 2007
2008
2009
2010
2011
APBD KOTA
APBD KESEHATAN
BELANJA PENUNJAN G LAIN
BELANJA LANGSUNG
BELANJA SPM
1.109.000.000.00 0
16.089.157.45 1
7.133.311.72 2
8.955.845.72 9
1.822.534.00 7
(1,5%)
(44,34%)
(55,66%)
(20,35%)
35.041.578.44 8
15.269.061.0 00
19.772.517.4 48
4.503.456.44 8
(2,4%)
(43,57%)
(56,43%)
(22,78%)
58.380.412.13 8
24.930.402.7 85
33.450.009.3 53
8.519.606.56 8
(4,0%)
(42,70%)
(53,30%)
(25,47%)
94.691.471.97 7
41.981.435.2 17
52.710.036.7 50
10.728.601.5 33
(6,4%)
(44,33%)
(55,67%)
(20,35)
101.539.326.3 94
42.910.630.9 47
58.628.695.4 47
15.718.064.5 00
(7,1%)
(42,26%)
(57,74%)
(26,81%)
1.474.000.000.00 0
1.460.000.000.00 0
1.480.000.000.00 0
1.430.000.000.00 0
Kesehatan dan Perda No. 4/2010 tentang Ssitem Kesehatan Kota) yaitu anggaran kesehatan dari APBD sebesar 10% dan APBN 5% namun trend anggaran untuk kesehatan dari tahun ke tahun cendrung meningkat, demikian juga halnya untuk proporsi belanja langsung dibanding belanja tidak langsung serta proporsi belanja untuk pemenuhan kegiatan indikator SPM, sebagaimana tersebut dibawah ini : Tahun 2007 : berdasarkan Keputusan Menteri 1091/Menkes/SK/X/2004 dengan 47 Indikator SPM.
Kesehatan
Nomor
Tahun 2008-2010 : berdasarkan Peraturan Menteri 741/MENKES/PER/VII/ 2008 dengan 18 Indikator SPM.
Kesehatan
Nomor
Tahun 2011: berdasarkan Permenkes Nomor 741/2008 dan RENSTRA Dinas Kesehatan Tahun 2010-2014 dengan i 34 Indikator SPM.
46
Perkembangan Jumlah Anggaran Indikator SPM Kota Tarakan 30,0
26,81%
25,47% 20,35%
22,78%
20,35%
20,0 PERSEN SPM
10,0
0,0 2007
2008
2009
2010
2011
F. EVALUASI PENCAPAIAN TARGET SPM Evaluasi dilakukan setiap bulan pada hari Selasa minggu III yang dirangkaikan dengan saat rapat staf dan pada hari Rabu minggu I saat rapat pimpinan Dinas Kesehatan Kota Tarakan. G. DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SPM TERHADAP KEBIJAKAN LOKAL Penerapan SPM
memicu munculnya inovasi program local diantaranya :
1. Pencanangan Asuransi Kesehatan Masyarakat dengan menggratiskan biaya pelayanan kesehatan untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan misalnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. 2. Pencanangan Puskesmas dan klinik bersalin 24 jam dalam rangka meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. 3. Perluasan pelayanan bukan hanya pada sarana kesehatan dan posyandu misalnya pelayanan kesehatan bayi, balita dan anak pada TK dan SD; 4. Penerapan ISO 9001-2000/2008 Dinas Kesehatan dan 7 Puskesmas; 5. Penerapan complain handling melalui survey kepuasan pelanggan dengan pihak ketiga dan Citizen Charter (Janji Perbaikan) 6. Penerapan SISTEM INFORMASI KESEHATAN (SIK) On Line; 7. Puskesmas dan Klinik Bersalin 24 Jam H. DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SPM TERHADAP KEBIJAKAN NASIONAL Penerapan SPM berdampak terhadap pencapaian target program Nasional yaitu: 1. Penyeragaman standar pelayanan dasar yang menjadi hajat hidup setiap warga negara khususnya penduduk miskin, kelompok rentan, dan daerah miskin ;
47
Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100,00
100,00
90,00
88,98
80,00
78,89
70,00 60,00 50,00 2008
2009
2010
2. Percepatan pencapaian target-target nasional dan internasional (MDGS) seperti penurunan angka kematian bayi/ibu, gizi buruk, pencegahan penyakit menular;
Trend Angka Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 25,00 90,0 85,0 80,0 75,0
89,01
20,00
19,88
15,00
80,78
12,20
77,27
70,0
10,00 5,00
2008 2009 2010
5,80
0,00
Tahun 2008 - 2010
Triwulan I Tahun 2011 JAN FEB MARET
48
Trend Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 100,00 94,87 90,00
88,42
80,00 74,36 70,00 60,00 50,00 2008
2009
2010
Trend Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani 100,00
100,00 90,00 80,00 73,67
70,00
82,83
60,00 50,00 2008 2009 2010
Trend Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI). 100,00 95,00 90,00 80,00
80,00
70,00 65,00 60,00 50,00 2008
2009
49
2010
Trend Cakupan Penjaringan Kesehatan sisw a SD dan setingkat 93,43
87,16
81,10
2008
2009
2010
Trend Cakupan Peserta KB Aktif 90,00 76,18
75,00 60,00
56,08
45,00 30,00
36,24
15,00 2008
2009
2010
Penemuan Penderita Pneumonia Balita 60,00 54,73
50,00 40,00 33,11
30,00 20,00
21,43
10,00 0,00 2008
2009
50
2010
Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif 47,28
41,13
32,91
2008
2009
2010
3. Terbangunnya komitmen antara pemerintah,legislatif,masyarakat dan stakeholders lainnya guna kesinambungan pembangunan kesehatan 4. Memudahkan standarisasi pembiayaan kegiatan 5. Penerapan program mendukung peningkatan kapasitas instansi khususnya peningkatan kemampuan SDM , kemampuan sistem perencanaan, arah dan target program, sistem Monev sehingga akan meningkatkan kepercayaan public. I. PERMASALAHAN DALAM PENCAPAIAN SPM 1. Masih ada indikator dengan definisi operasional tidak jelas dan sulit dicapai (mis : yandas dan rujukan pasien miskin, penanganan penderita penyakit, ASI exclusive,MP ASI Gakin) berdampak pada pencapaian indikator SPM; 2. Kebijakan lokal daerah dalam penentuan anggaran, beberapa kegiatan dalam SPM ditetapkan sebagai tupoksi dan tidak di biayai seperti transport lokal, honor, dan lain-lain; 3. Belum adanya penetapan SPM Propinsi secara legal yang dapat di adopsi ke dalam SPM Kota; 4. Dukungan anggaran dari pusat tidak ada kecuali dana jamkesmas dan BOK (mulai tahun 2010 ini); 5. Data penduduk dari BPS terlambat dan sering berubah 6. Crude Birth Rate (CBR) masih menggunakan data Propinsi, sehingga sering kali jumlah target program akan sulit dilaksanakan karena jumlah target tidak sesui dengan angka riil di lapangan; 7. Belum semua sarana kesehatan swasta mengirim laporan hasil kegiatan; 8. Dukungan LS terkait belum optimal seperti laporan KB dari Sub PPKBD, penataan pemukiman, akses air bersih, program TB di RS; 9. Adanya kebijakan nasional tentang flapon harga obat yang tidak disesuaikan dengan kondisi daerah ; 10. Sinkronisasi penganggaran antara pusat daerah belum berjalan baik; 11. Perilaku pelaksana program sehingga perlu WASKAT khususnya dalam penyusunan anggaran 51
J. LESSON LEARNED 1. Penetapan jenis pelayanan dan indikator SPM dapat disesuaikan dengan kondisi,kapasitas dan kebutuhan daerah sehingga ada penambahan jenis pelayanan dan indikator . 2. Penentuan dan pengembangan jenis pelayanan serta indikator SPM melalui analisis situasi dari masing-masing unit. 3. Perencanaan berbasiskan data sesuai dengan target yang ingin dicapai melalui penerapan SIK on line. 4. Setiap unit dan individu di Dinas Kesehatan mempunyai target kinerja masing-masing yang dievaluasi setiap bulan sekali. 5. Standar pelayanan minimal menjadi alat penilaian kinerja suatu organisasi bahkan daerah. 6. Perda No. 4 /2010 tentang Sistem Kesehatan Kota telah memuat jenis pelayanan dan indikator SPM 7. Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) diberikan untuk meningkatkan kinerja pegawai sehingga beberapa kegiatan dalam rangka pencapaian SPM tidak lagi mendapatkan biaya seperti uang transport lokal dan honor petugas. K. REKOMENDASI 1. Perlunya dukungan pendanaan dari Pusat karena kemampuan dan kebijakan pendanaan masing-masing daerah berbeda-beda. 2. Perlu penerapan rewards and punishment system terhadap provinsi dan kab/kota dalam rangka pencapaian target-target SPM. 3. Perlunya penegasan pemerintah pusat terhadap Pemerintah daerah dalam rangka penguatan penerapan SPM dan pendanaannya dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah 4. Perlu revisi definisi operasional indikator-indikator tertentu PENUTUP Demikianlah tadi telah kami jelaskan beberapa hal tentang penerapan SPM
52
Praktek / Inovasi Daerah Di Bidang Pelayanan Dasar
Prof. Dr. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr. Pemerintah Kabupaten Bantaeng Secara umum hak dasar masyarakat, yang merupakan akumulasi dari berbagai kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah, meliputi: (1) layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas; (2) layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas; (3) kesempatan kerja dan lapangan usaha; (4) ketersediaan pangan terjangkau dan aman; (5) layanan perumahan dan sanitasi; (6) akses air bersih; (7) kepastian pemilikan dan penguasaan tanah; (8) sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (9) rasa aman dan tenteram; (10) partisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Khusus di Kabupaten Bantaeng/Provinsi SulSel, berbagai upaya dalam hal peningkatan pelayanan dasar telah dilaksanakan. Dalam kurun waktu 2 tahun 7 bulan implementasi RPJMD, pemerintah daerah telah berupaya maksimal mendorong peningkatan pelayanan dasar mulai dari (1) bidang kesehatan melalui pelayanan mobile 24 Jam oleh Tim Brigade Siaga Bencana, pembangunan sarana dan prasarana kesehatan khususnya untuk layanan dasar (puskesmas rawat inap); (2) bidang pendidikan melalui penyediaan sarana transportasi (bus sekolah), pembelajaran bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar guna mengantipasi arus globalisasi dan AC-FTA; (3) bidang kesempatan kerja dilaksanakan melalui pemberian kemudahan bagi investor yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten Bantaeng, sehingga telah terbangun beberapa industry termasuk industry pengolahan ikan untuk tujuan ekspor Jepang, Industri Pengisian Bulk Elpiji untuk enam Kabupaten tetangga (Selayar, Bulukumba, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto dan Takalar), Industri Pengolahan Cuka dari Malaysia, dan beberapa industry skala international yang dalam tahap pembangunan termasuk Industri Pengolahan Tapioka dari Cina dan Pengolahan Pakan Ternak dari Korea; (4) ketersediaan pangan yang terjangkau dan aman, ditempuh melalui upaya peningkatan produksi bahan pangan khususnya padi dan jagung, dengan system legowo 2 : 1, upaya diversifikasi bahan pangan melalui penanaman talas safira, selain dapat dikonsumsi juga merupakan komoditi ekspor yang sangat menjanjikan; (5) Bidang perumahan dan sanitasi dilaksanakan melalui pembangunan rumah nelayan, pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA), serta pembangunan rumah layak huni; (6) bidang penyediaan akses air bersih telah dilaksanakan melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) untuk melayani dua Kecamatan yang selama ini belum menikmati air bersih; (7) Kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, dilaksanakan melalui kerjasama dengan Badan Pertanahan untuk pelaksanan pensertifikatan tanah dan lahan masyarakat, (8) Bidang lingkungan hidup melalui gerakan Jum’at Bersih dan Sabtu menaman; (9) perwujudan rasa aman dan tentram dilaksanakan melalui peningkatan intensitas koordinasi antar forum pimpinan daerah dan forum kerukukan umat beragama; (10) Peningkatan partisipasi masyarakat, didorong melalui penetapan Perda tentang Mekanisme Perencanaan dan system penganggaran partisipatif Dari berbagai upaya yang telah dikemukakan diatas dalam peningkatan pelayanan dasar di Kabupaten Bantaeng, maka secara spesifik inovasi yang dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah “Penyediaan Brigade Siaga 53
Bencana (Pelayanan Kesehatan dan Kebencanaan 24 Jam) melalui Call Center 113” Upaya penyediaan sarana dan prasarana layanan kesehatan, yang dilaksanakan pemerintah selama ini, belumlah optimal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Bidang Kesehatan, selain karena faktor keterbatasan Sumber Daya Manusia khususnya tenaga medis di daerah pelosok, disisi lain untuk saat sekarang faktor ketersediaan anggaran yang cukup terbatas untuk biaya operasional dan penunjang lainnya bagi petugas kesehatan. Oleh karena itu, Untuk mengatasi fenomena di bidang kesehatan tersebut, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng bersama DPRD melakukan formulasi kebijakan dalam bentuk Penyediaan Brigade Siaga Bencana yang meliputi Pelayanan Kesehatan, Kebakaran dan Kebencanaan Selama 24 Jam. Brigade Siaga Bencana, yang dibentuk sejak tahun 2009 memberikan layanan kepada seluruh lapisan masyarakat hingga ke pelosok desa, dalam wilayah Kabupaten Bantaeng, dan bahkan melayani Kabupaten tetangga (Jeneponto dan Bulukumba) jika menghubungi melalui Call Center 113. Untuk mendukung pelayanan selama 24 Jam, maka Brigade Siaga Bencana telah dilengkapi dengan tenaga professional yang terdiri atas 16 orang dokter, 16 orang perawat dan 3 orang sopir. Sedangkan untuk peralatan pendukung termasuk mobil ambulance yang lengkap dengan peralatan sebanyak 5 (lima) unit, yang terdiri atas 3 (tiga) unit Bantuan dari Pemerintah Jepang, 1 (satu) unit dari Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan dan 1 (satu) unit bantuan dari Asuransi Kesehatan (ASKES). Beberapa penyakit yang telah dilayani dalam kurun waktu hingga tahun 2010, meliputi 10 penyakit antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)
Ispa / Asma Diare Gastritis / Colik Abdomen Suspekthypoid / Demam Berdarah Dengue (DBD) Myalgia Hipertensi / Stroke Kehamilan / Partus Infeksi Saluran Kencing (ISK) Diabetes Militus, dan Kecelakaan Lalu Lintas.
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat selama tahun 2009 – 2010, telah dilayani sebanyak 1.620 orang, dengan rincian sebagai berikut : 1)
Pasien Kecelakaan Lalu Lintas
:
339 Orang
2)
Pasien dirawat dirumah/medikasi
:
156 Orang
3)
Pasien dirujuk ke puskesmas
:
456 Orang
4)
Pasien dirujuk ke RSUD Bantaeng
:
631 Orang
5)
Pasien dirujuk ke Makassar
:
35 Orang
6)
Pasien melahirkan dimobil
:
3 Orang
Jumlah
:
1.620 Orang
Terkait biaya operasional (anggaran) Brigade Siaga Bencana, secara keseluruhan bersumber dari APBD Kabupaten Bantaeng yang meliputi biaya operasional kendaraan (ambulance), makan minum petugas, dan pengadaan/pembelian obat. Pelayanan yang diberikan oleh Brigade Siaga Bencana diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat “gratis”, tanpa memandang status social, besaran alokasi anggaran selama dua tahun terakhir yakni Rp. 557.970.000,- untuk tahun 2010 dan sebesar Rp. 460.370.000,- untuk tahun 2011 ini. 54
Selama dua tahun keberadaan Brigade Siaga Bencana, beberapa manfaat yang diperoleh oleh masyarakat dan pemerintah daerah antara lain : penanganan gawat darurat selama 24 jam, resiko kematian Ibu dan anak serta penyakit dari penyebab lainnya dapat ditekan dimana angka kematian Ibu dari 362/100.000 Kelahiran pada tahun 2009 menjadi 154/100.000 kelahiran pada tahun 2010, untuk angka kematian anak dari 20/1000 kelahiran hidup menjadi 3,9/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 sedangkan angka harapan hidup penduduk juga mengalami peningkatan dari 71 tahun pada tahun 2009 menjadi 72 tahun pada tahun 2010, berbagai manfaat secara garis besar tersebut, tentunya berkontribusi terhadap mencapaian target MDGs. Untuk mencapai tujuan keberadaan BSB tersebut, maka tentunya selain Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab utama, pemerintah daerah mendorong masyarakat sipil untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat tentang keberadaan Call Center 113. Selain beberapa hal yang telah dikemukakan tersebut diatas tentang Brigade Siaga Bencana (BSB), yang terpenting adalah bagaimana mendorong keberlanjutan program ini, oleh karena itu upaya penetapan Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah menjadi bagian penting dalam menjaga kesinambungan operasional Tim Brigade Siaga Bencana Kabupaten Bantaeng. Oleh karena itu, tercapainya tujuan pembangunan bidang kesehatan berupa derajat kesehatan masyarakat yang optimal ditandai dengan adanya kemampuan untuk hidup sehat bagi penduduk, terselenggaranya upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu, merata dan dapat diterima serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat, wajib menjadi perhatian bagi setiap pemerintah daerah. Dengan masyarakat yang sehat tentunya beimplikasi terhadap peningkatan produktivitas yang pada akhirnya akan dapat berfikir dan berinovasi dalam peningkatan kesejahteraannya. Kesehatan, sebagai modal dasar dalam pembangunan, karena masyarakat yang sehat dalam berbagai aspek kehidupan akan memberikan wahana tersendiri bagi pemerintah, dalam menjalankan roda pemerintahan, melaksanakan pembangunan dan melakukan pembinaan kemasyarakatan.
55
Perencanaan dan Penganggaran Berbasis Masyarakat
Amiruddin Idris Bappeda Kota Parepare
“Penganggaran tanpa perencanaan adalah pemborosan Perencanaan tanpa penganggaran adalah omong kosong”
I. Pendahuluan Perda Perencanaan dan Pengangaran berbasis masyarakat adalah jawaban terhadap banyaknya kekecewaan masyarakat terhadap metode perencanaan yang telah ada dewasa ini yaitu dengan mekanisme Musrembag (mulai dari musrembang kelurahan sampai dengan Musrembang Kota). Banyak usulan-usulan masyarakat yang disampaikan melalui Musrembang, ternyata tidak dapat diakomodir, bahkan ada usulan yang telah bertahun-tahun terus di masukkan, tetapi tetap tidak masuk di APBD. Pada akhir tahun 2008 telah muncul ide dari Bappeda untuk melakukan perubahan terhadap pendekatan perencanaan pembangunan yang ada saat ini, dimana dengan pendekatan perencanaan yang dapat membuat masyarakat lebih mempunyai rasa memiliki terhadap proses pembangunan di daerah. Sesuai dengan prinsif good governance, perencanaan pembangunan harus lebih partisipatif yaitu dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran dalam pembangunan daerah. Pendekatan perencanaan yang perlu dilakukan adalah bagaimana memberikan jaminan kepastian bagi masyarakat, tanpa harus mengubah pola pengelolaan keuangan sesuai dengan aturan yang berlaku, dengan demikian masyarakat cukup diberi hak usul, bukan hak pengelolaan anggaran. 56
II. Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 1 Tahun 2010 Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perencanaan dan Penganggaran Berbasis Masyarakat memuat dasar-dasar dan mekanisme perencanaan dan penganggaran secara umum, dengan spesifkasi : 1. Penetapan Pagu Indikatif 2. Pembentukan Fasilitatir Kelurahan 3. Pembentukan Forum Delegasi Masyarakat (FDM) 4. Penetapan Kewajiban Rekomendasi bagi semua usulan anggaran ke Pusat Pagu Indikatif adalah penetapan plafon anggaran untuk SKPD dan untuk usulan masyarakat dengan mempertimbangkan indikasi tertentu, yang terdiri atas: 1. Pagu Sektoral untuk SKPD 2. Pagu Wilayah untuk Kecamatan (untuk masyarakat, bukan SKPDnya) Pagu wilayah adalah besaran plafon anggaran untuk membiayai hak usul dari masyarakat, yang ditetapkan berdasarkan indikator tertentu dengan didahului perhitungan pagu minimal Pagu Wilayah ditentukan berdasarkan besaran Belanja Langsung (BL) setelah dikurangi dengan DAK dan semua bentuk dana pusat lainnya. • •
Misalnya: BL = 200 M, sedangkan DAK dll = 20 M, maka dasar pembagian pagu = 200 M – 20 M = 180 M Jumlah BL sebesar 180 M dibagi dengan jumlah Kecamatan yang ada (untuk Parepare, 4 Kecamatan) = 45 M
Disepakati bahwa pagu minimal adalah 50% dari alokasi pagu, maka besaran pagu minimal adalah 45 m x 50% = 22,5 M. Pagu minimal Kecamatan adalah 22,5 M dibagi 22 Kelurahan = 1,22 M per Kelurahan. Pagu minimal Kecamatan adalah 1,22 M dikalikan dengan jumlah kelurahan di Kecamatan bersangkutan • •
50% sisa pagu selanjutnya dibagi menggunakan indikator yang ditetapkan Jika pagu minimal 22,5 M dibagi dengan 22 Kelurahan yang ada, maka setiap Kelurahan mendapatkan pagu minimal 1,22 M
Indikator yang digunakan akan bergantung pada kondisi, karakteristik, dan potensi masing-masing Kecamatan, misalnya: jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah UMKM, Rumah Tangga Miskin, jumlah petani/nelayan, kontribusi PBB, dsb yang dinilai berdasarkan besaran persentase. Untuk Parepare, setelah diberlakukan indikator maka setiap Kelurahan mendapatkan pagu sebesar 2,1 M (jumlah ini merupakan pagu minimal 1,22 M ditambah hasil hitungan berdsasarkan indikator) Besaran dan Penggunaan Pagu Wilayah • • • •
•
Besaran pagu wilayah setiap tahun diberlakukan setelah mendapatkan persetujuan DPRD (melalui sebuah nota kesepakatan) Pagu wilayah yang telah disepakati ditetapkan dengan Peraturan Walikota disertai dengan ketentuan penggunaannya Pagu wilayah sudah harus ditetapkan setelah selesai Musrenbang Kelurahan dan sebelum Musrenbang Kecamatan Ketentuan penggunaan pagu antara lain: harus ditujukan untuk kepentingan taskin (minimal 40 KK/kelurahan, 20%), penguatan usaha kecil skala RT/kelompok (minimal 30%), pelestarian lingkungan hidup (15%), pengembangan SDM masyarakat (15%), sosial-budaya (10%) dan prasarana (maks. 10%) Tahapan Forum SKPD
57
• •
•
•
Pada Forum SKPD dipertemukan antara usulan masyarakat (pagu wilayah dengan Renja SKPD (pagu sektoral) SKPD wajib mendahulukan usulan masyarakat apabila terdapat duplikasi dengan Renja SKPD (jika usulan sama maka SKPD yang melakukan subtitusi kegiatan). SKPD tidak diperkenankan mengurangi besaran anggaran yang berasal dari pagu wilayah (usulan masy.) Kegiatan yang diusulkan masy. ditempatkan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok SKPD, misalnya: usulan 300 juta untuk pengadaan hand tractor bagi 10 kelompok tani ditempatkan di Dinas Pertanian; bantuan modal 150 juta untuk pembuatan kue-kue bagi 10 RTM, ditempatkan di Dinas Perindag, dst. Jadi anggaran SKPD adalah Pagu Sektoral ditambah dengan Pagu Wilayah (yang diusulkan oleh masy. ke SKPD-nya)
Dengan demikian, maka akan terlihat, SKPD mana yang paling dibutuhkan masyarakat secara konkret. Kami akan menghapuskan asumsi bahwa ada SKPD-SKPD tertentu yang memang harus dominan anggarannya. SKPD yang akan mendapatkan porsi anggaran yang besar, dan karena itu masuk dalam kelompok SKPD dominan, akan ditentukan oleh pagu wilayah yaitu seberapa banyak pagu wilayah yang diusulkan ke SKPD bersangkutan. III. Fasilitator Kelurahan Fasilitator Kelurahan (Faskel) adalah warga masy yang diusulkan dari setiap kelurahan (satu orang), yang akan bertugas sebagai perpanjangan tangan Bappeda dalam hal: • • •
Memfasilitasi warga dalam penyusunan usulan pagu wilayah Memfasilitasi warga dalam berkomunikasi/berkonsultasi dengan SKPD Membantu Bappeda mengarahkan usulah kegiatan masy agar tetap mengacu ke dokumen perencanaan yang ada (RPJP, RPJM, RTRW, dll) atau, agar sesuai dengan aturan yang ada (dalam pengelolaan anggaran, misalnya bagaimana mengacu ke HPS barang, besaran standar honorarium dll.)
Faskel dilatih dan disertifikasi oleh lembaga terkait, dan ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Walikota IV. Forum Delegasi Masyarakat Forum Delegasi Masyarakat (FDM) adalah wakil masyarakat yang dipilih pada saat Musrenbang Kecamatan, yang akan bertugas mewakili masyarakat dalam mengawal usulan. FDM dilibatkan mulai dari saat penyusunan RKPD, dan selanjutnya dalam penyusunan KUA, PPAS dan RAPBD. FDM wajib dihadirkan dalam pembahasan KUA, PPAS dan RAPBD pada semua proses pembahasan di legislatif (Badan Anggaran, Komisi, Gabungan Komisi). FDM tidak memiliki hak suara dalam pembahasan di legislatif, tetapi pihak legilslatif wajib menyediakan ruang konsultasi paling lambat 1 x 24 jam setelah suatu sidang pembahasan selesai. FDM dipilih setiap tahun, 2 orang persetiap Kecamatan, dan ditetapkan dengan Keputusan Walikota. V. Rekomendasi untuk Dana Usulan Semua bentuk pengusulan permintaan dana ke Pemerintah Pusat yang diajukan oleh SKPD harus terlebih mendapatkan persetujuan TAPD (melalui Bappeda) disertai dengan bukti konfirmasi dengan Badan Anggaran DPRD. 58
Kepala Bappeda (setelah membahas dengan semua anggota TAPD), menerbitkan rekomendasi persetujuan untuk usulan SKPD ke Pemerintah Pusat. SKPD pengusul harus melakukan konfirmasi atau koordinasi ke Badan Anggaran. Jika terdapat pengurusan yang tidak disertai rekomendasi Bappeda, dan dananya turun, maka TAPD dan Banggar memiliki hak untuk menolak penempatan dana tersebut dalam RAPBD atau RAPBD-P. VI. Penutup Pada pendekatan pagu indikatif wilayah ini masih perlu dicermati untuk penyempurnaan lebih jauh, dan hanya mungkin berhasil apabila didukung oleh semua pihak (stakeholder). Diharapkan dengan model seperti ini, perencanaan benar-benar sudah sesuai dengan kebutuhan dan dapat menekan pemborosan, termasuk dapat lebih meningkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah. Bukan nilai anggaran itu sendiri yang penting melainkan nilai keterbukaan dan kemitraaan serta penempatan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan yang menjadi tujuan yang hendak dicapai. Parepare, 29 April 2011
Mendekatkan Layanan Dasar Ke Warga Di Desa Kopang Rembiga, Lombok Tengah - Nusa Tenggara Barat5 Abdillah6 Sekretaris Desa Kopang Rembiga – Lombok Tengah, NTB GAMBARAN UMUM DESA KOPANG REMBIGA Desa Kopang Rembiga adalah salah satu desa di Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah, Propinsi Nusa Tenggara Barat yang terletak di bagian tengah pulau Lombok. Wilayah desa terbagi menjadi 17 dusun, Pusat Desa Kopang Rembiga merupakan Ibukota Kecamatan, jarak dari pusat desa ke Ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah adalah 12 Km dan ke Ibu Kota Propinsi berjarak 34 km. Dari total luas wilayah desa yang mencapai 709 Ha, terbagi menjadi beberapa peruntukan lahan, antara lain: sawah 509 Ha, pemukiman Sebuah pengalaman disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Anggaran untuk Peningkatan Pelayanan Dasar‐Praktek & Inovasi Daerah untuk Mencapai MDGs melalui penerapan SPM. Jakarta 3‐5 Mei 2011 6 Sekretaris Desa Kopang Rembiga dan Pengurus organisasi “Berugak Dese”, 59 5
103 Ha, tanah kebun/perkebunan 77,30 Ha, dan lainnya 19,70 Ha. Desa Kopang Rembiga termasuk desa dengan topografi dataran rendah yaitu berada pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata 1.100 mm/tahun, sedangkan suhu udara berkisar antara 20-320 Celcius. Jumlah penduduk desa yaitu 15.761 jiwa terdiri dari laki-laki 7.611 dan perempuan 8.150, dengan jumlah KK 4.522. Jumlah warga miskin tergolong tinggi lebih dari 50%, yaitu 2.674 KK (Monografi desa, 2010). Sebagian besar masyarakat Desa Kopang Rembiga penganut agama Islam, sehingga banyak terdapat sarana peribadatan berupa masjid dan musholla/langgar/surau. Selain sebagai tempat beribadah, juga digunakan masyarakat untuk musyawarah kampung. FAKTA-FAKTA SOSIAL Berbagai kondisi social dalam pelayanan dasar adalah: Pelayanan kesehatan warga masih diskriminatif. Dimana sangat jelas perbedaan perlakuan petugas PUSKESMAS terhadap orang miskin pengguna Jamkesmas dan Jamkesda dengan pasien umum yang biasanya dari kalangan menengah. Bukan hanya itu, faktanya dari 2.674 KK miskin, belum semua memiliki kartu Jamkesmas dan Jamkesda. Dari 20 Posyandu yang ada, juga hanya mampu memberikan pelayanan untuk penimbangan bayi dan balita serta pemeriksaan ibu hamil. Fakta lain adalah program-program pembangunan yang banyak masuk ke desa, belum cukup signifikan mendorong perubahan kesejahteraan warga. Pelaksanaan pembangunan tersebut kurang melibatkan warga dan Pemerintahan Desa, merupakan salah satu faktor penyebabnya. Sehingga warga terkesan apatis dan pembangunan terkesan berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan pengawasan yang memadai. Hal lain yang terjadi adalah biaya pelayanan sambungan PLN baru, sangat tinggi. Ternyata banyak calo yang bermain sehingga masyarakat harus membayar dengan harga yang tidak sesuai standar PLN. Berdasarkan kondisi sosial tersebut, mendorong beberapa orang untuk berinisiatif membentuk organisasi warga. Organisasi tersebut berfungsi sebagai mitra strategis Pemdes dalam mendorong dan mewujudkan pembangunan yang lebih baik. Organisasi warga tersebut bernama “Berugak Dese” BERUGAK DESE SEBAGAI DINAMISATOR LOKAL Lahirnya “Berugak Dese” sebagai organisasi masyarakat sipil lokal memberi warna tersendiri dalam dinamika pembangunan desa Kopang Rembiga dan bahkan desa lain di wilayah Kecamatan Kopang. “Berugak Dese” berdiri atas dasar kebutuhan masyarakat yang menginginkan perubahan terhadap layanan atas hak-hak dasar masyarakat, terutama dalam bidang pelayanan kesehatan. Para pendiri dan penggerak Berugak Dese terdiri dari berbagai unsur dan latar belakang, diantaranya Pemerintah Desa dan Kabupaten, masyarakat biasa termasuk penggiat LSM. Kepedulian personal sebagai relawan untuk memfasilitasi perubahan terhadap kondisi social masyarakat dan pelayanan hak-hak dasar dilakukan melalui pendekatan dengan melibatkan actor-aktor kunci. Kepedulian tersebut mendorong lahirnya semangat kebersamaan dalam memperjuangkan perubahan dalam layanan pembangunan. ACCESS yang memberi dukungan, secara konsisten melakukan pendampingan dan penguatan kapasitas bagi personal “Berugak Dese”. Berbagai bentuk pelatihan dan magang serta study banding sudah diterima Berugak Dese baik yang melalui mitra strategis ACCESS maupun mitra lain yang menjadi mitra Berugak Dese. Jenis pelatihan sangat beragam dari yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi hingga praktek-praktek dalam pendekatan pembangunan.
60
Pelatihan yang pernah diterima adalah Pelatihan Pelatih, Pelatihan Fasilitator tentang perencanaan partisipatif dengan pendekatan CLAPP-GSI7, Asset Based Approach, Apresiatif Inkuiry, Pengorganisasian, Penanggulangan HIV/AIDS, Pendokumentasian, Vibrant Fasilitator, Pembaharu kampong, dll. Berbagai lokakarya pernah diikuti oleh Berugak Dese baik dalam kapasitas sebagai nara sumber maupun peserta seperti Strength Based Approach, Tata Kepemerintahan Lokal Demokratis, Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif dan pembuatan foto novella. Sedangkan untuk study banding, Berugak Dese melakukannya ke Jogyakarta untuk mempelajari pola layanan kesehatan. Berbagai konsultasi juga dilakukan sebagai bagian dari proses sharing pembelajaran. PERAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI Sejak dilatih tentang CLAPP-GSI oleh Mitra Samya8, maka Berugak Dese menetapkan bahwa gender dan sosial inclusive harus menjadi prinsip dalam pengembangan organisasi dan pengembangan program di lapangan. Dalam prakteknya, Berugak Dese menerapkan dengan memastikan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai porsi yang sama baik dalam bersuara, pengambilan keputusan, pelaksanaan program kegiatan maupun dalam mengisi ruang, peluang dan kesempatan yang ada. Praktek nyata dalam Berugak Dese yaitu bahwa Pimpinan Berugak Dese adalah seorang perempuan. Dalam keseharian pelayanan pembangunan desa, seperti di kantor desa jika ada kegiatan dan urusan konsumsi tidak hanya menjadi bagian tugas perempuan semata. Dalam memfasilitasi tidak hanya bagian tugas laki-laki serta yang hadir dalam rapat-rapat harus seimbang antara laki dan perempuan, termasuk tema-tema diskusi GSI juga memfokuskan kepada dampak bagi perempuan dan orang miskin. PERUBAHAN MEMBANGGAKAN Atas upaya keras Pemerintahan Desa bersama warga dengan mengoptimalkan seluruh aktor dan sumber daya pembangunan yang ada di desa termasuk Berugak Dese, perkembangan kondisi membanggakan yang dapat dirasakan adalah: •
Desa Kopang Rembiga saat ini memiliki 100 orang Kader Posyandu yang tidak hanya memfasilitasi berfungsinya ke 5 meja. Namun mereka juga aktif dan secara terus menerus mendorong keterlibatan warga dalam prosesproses pembangunan di desa, termasuk meningkatkan kesadaran keswadayaan mereka. Tidak berlebihan jika pemerintah desa memberikan perhatian dan penghargaan serta menjadikan mereka sebagai salah satu aktor penting dalam pembangunan desa.
•
Layanan Petugas kesehatan (Puskesmas) dan Kader Kesehatan lebih merata, berkualitas, tidak lagi membeda-bedakan dan lebih responsif terhadap kebutuhan warga. Sebanyak 6.588 jiwa (2.021 KK) warga Kopang Rembiga yang saat ini memiliki kartu Jamkesmas dan Jamkesda, merasakan perubahan pelayanan tersebut. Sementara 653 KK miskin yang tidak terakomodir dalam Jamkesmas dan Jamkesda menggunakan Bansosda Kabupaten, dengan menggunakan Surat Keterangan Miskin yang dibuat oleh Pemerintahan Desa. Pelayanan yang dilakukan oleh 20 Posyandu, juga
Kependekan dari Community Led Actions Participatory Process‐Gender and Social Inclusive, adalah sekumpulan metode yang memastikan partisipasi warga terutama kelompok miskin dan perempuan dalam pengelolaan pembangunan desa sejak mengembangkan perencanaan baik untuk lima tahun (RPJMDes) maupun tahunan (RKPDes), penganggaran serta pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi program pembangunan desa. 8 Merupakan salah satu organisasi yang menjadi Mitra Strategis ACCESS dalam memberikan pelayanan pengembangan kapasitas untuk perencanaan dan penganggaran partisipatif. 61 7
semakin meningkat dengan berfungsinya ke-5 meja dan penyediaan obatobatan generik. •
Satu dusun di Desa Kopang Rembiga sudah bebas dari kebiasaan buang air besar di sembarang tempat dan 16 dusun lainnya akan dituntaskan dalam tahun 2012 melalui sharing dana dengan PNPM-MPk 50%-50%. Fasilitas MCK yang ada saat ini dan sudah digunakan yaitu jamban keluarga sebanyak 3.147, Jamban umum sebanyak 16 Unit. Sebanyak 3.899 KK sudah mengakses jamban sehat. Sementara yang belum akses jamban sehat ada 623 KK. Seiring dengan meningkatnya akses sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat, maka 2 tahun terakhir ini, masyarakat mampu menekan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita sampai 0.
•
Kesadaran warga untuk mendorong terpenuhinya hak dasar serta keterlibatan dalam berbagai proses perencanaan pembangunan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan juga makin meningkat. Terutama warga miskin dan perempuan yang selama ini kurang terlibat. Upaya pengawasan dan kontrol baik secara lisan maupun tulisan, juga semakin meningkat. Ini ditandai dengan berfungsinya kelembagaan desa dan forumforum warga (Forum Kader, Gapoktan, BPD). Forum tersebut sebagai wadah untuk penyampaian informasi-informasi pembangunan desa (rencana, realisasi dan pengawasan).
•
Pelayanan sambungan listrik masyarakat dari PT. PLN Persero, juga mengalami perubahan. Kini biaya yang dikenakan kepada pelanggan baru, sesuai dengan standar harga yang ditetapkan. Tidak ada lagi calo-calo yang bermain.
•
RPJM-Des Kopang Rembiga (2008-2012) telah dijadikan sebagai satu-satunya acuan pembangunan desa menuju satu desa satu rencana. Artinya tidak ada rencana pembangunan desa lain selain RPJMDes yang sudah di Perdeskan. Pemerintah Desa bersama warga mengawal agar semua program yang masuk ke desa melalui satu pintu dan terintegrasi. Saat ini program Desa yang terintegrasi adalah NICE, PNPM-MPk, ACCESS, Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni-BPMD, Pemicuan PHBS-Berugak Dese dan Dikes, DPRD, BP2KB.
•
Rp. 394.000.000,- RAPB-Des 2011 dirumuskan oleh Pemerintahan Desa dengan mengacu pada kebutuhan prioritas yang dihasilkan dari Musrenbang-Des 2010 dengan porsi 23,17 % (Rp. 73.000.000) untuk orang miskin dari belanja tidak langsung (Rp. 315.050.000).
PRESTASI YANG MEMBANGGAKAN •
Mantan Kepala Desa Kopang Rembiga Periode 2006 - 2012 terpilih menjadi Anggota DPRD Loteng Periode 2009-2014.
•
Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara demokratis dan jurdil dengan memastikan visi & misi kepala desa selaras dengan visi & misi desa yang tertuang dalam RPJM-Des dan memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kelompok-kelompok miskin yang selama ini terpinggirkan.
•
Kopang Rembiga merupakan salah satu desa yang luar biasa. Apa yang diungkapkan Bapak Sujana Royat (Deputi Menteri Koordinasi Kesejahteraan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan-Kepala Tim Pengendali PNPM Mandiri) “Berugak Dese” [sebuah organisasi rakyat sipil di Desa Kopang Rembiga yang didanai ACCESS] merupakan cerminan dari Indonesia yang progresif. Ini adalah salah satu contoh dari tata kepemerintahan yang baik di tingkat masyarakat. Ini adalah sebuah desa di mana masyarakat menciptakan forum dan mengembangkan visi mereka sendiri untuk pembangunan desa yang termasuk dalam Rencana Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Ini adalah bukti bahwa donor dapat bekerja sama dan saling menghargai satu sama lainnya. Jenis pembangunan ini adalah arah yang kita ingin pemerintah ambil dalam ‘pemberdayaan tata kepemeritahan yang baik’ di semua tingkatan”. Fakta-fakta tersebut yang 62
menyebabkan banyak pihak tertarik datang belajar langsung seperti (UNDPAceh, Kab. Jembrana – Bali, dari Kabupaten Bima, TKPKRI, Bappenas, AusAID, Word Bank, dll). •
Beberapa aktor pembangunan desa yang tergabung dalam Berugak Dese menjadi utusan bintang pelayanan publik di Kendari dan bintang perencanaan penganggaran di Makasar. Mereka menjadi salah satu nara sumber dalam kegiatan tersebut. Selain itu aktor pembangunan desa Kopang Rembiga juga terlibat sebagai nara sumber dalam berbagai kegiatan di Kabupaten dan Propinsi NTB.
FAKTOR PENDUKUNG YANG BERKONTRIBUSI PADA PERUBAHAN 1. Berugak Dese9, sejak awal berdirinya diharapkan sebagai mitra strategis pemerintahan desa, ternyata memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap berbagai gerakan perubahan sosial yang terjadi di Desa Kopang Rembiga. Lembaga ini aktif melakukan berbagai upaya untuk mendorong terjadinya perubahan pembangunan desa yang lebih mensejahterakan masyarakat terutama bagi yang selama ini kurang mendapatkan manfaat dari pembangunan. Peran strategis juga dimainkan “Berugak Dese” untuk membantu memperkuat jaringan dan relasi pemerintahan desa dengan berbagai aktor pembangunan berpengaruh di desa, kecamatan dan kabupaten. Berbagai perubahan sosial dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, tidak lepas dari peran-peran yang dimainkan, baik di tingkat warga maupun pemerintahan desa dan aktor-aktor pembangunan lainnya. Hubungan dan kerjasama “Berugak Dese” dan Pemerintahan Desa memang saling membutuhkan dan saling memperkuat. Inilah kunci keberhasilan dan sukses mereka dalam membangun kolaborasi dan kerjasama. Akhirnya “Berugak Dese” menjadi mitra strategis pemerintahan desa Kopang Rembiga dan 5 Desa yang berada di Kecamatan Kopang-Kabupaten Lombok Tengah yaitu Kopang Rembiga, Montong Gamang, Bebuak, Lendang Are dan Waje Geseng. 2. ACCESS, sebagai program yang konsern terhadap berbagai upaya membangun keberdayaan warga dan organisasinya, memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap prestasi dan perubahan yang dicapai Kopang Rembiga. Secara langsung, Pemerintahan Desa merupakan salah satu aktor yang mendapatkan berbagai kesempatan mengembangkan kapasitas dan jaringan dalam berbagai kegiatan yang difasilitasi ACCESS. Secara tidak langsung, bersama mitra strategisnya ACCESS, melakukan pengembangan kapasitas “Berugak Dese” baik secara personal maupun kelembagaan. Berbagai ruang, kesempatan dan pembelajaran meningkatkan kapasitas, relasi dan jejaring dengan berbagai pihak, di berbagai level baik lokal maupun Regional dan Nasional. Kolaborasi dan kerjasama dengan berbagai aktor pembangunan juga difasilitasi baik di tingkat desa, Kabupaten dan propinsi. Promosi dan penyebar luasan cerita-cerita sukses “Berugak Dese” dan Kopang Rembiga, secara terus menerus dilakukan. Melalui media cetak dan Elektronik di tingkat Lokal, Regional, Nasional dan Internasional, terus dilakukan. 3. Pemerintah kecamatan dan kabupaten, terbuka dalam melakukan pengintegrasian Renja SKPD, untuk mendukung dan merealisasikan program pembangunan desa sesuai RPJM-Desa. Pemerintah juga menerima kontrol warga yang diorganisir oleh Berugak Dese sebagai bahan untuk meningkatkan kwalitas pelayanan mereka. Ruang-ruang yang disediakan nama sebuah organisasi masyarakat sipil local yang dibentuk oleh Fasilitator dan Kader‐kader desa, Kepala Desa (Bapak H. Rais) dan Pemerintahan Desa yang lain. 63 9
pemerintah untuk pemerintah desa dan mitra-mitranya termasuk Berugak Desa, serta aktor-aktor pembangunan semakin luas. Iklim inilah yang memicu meningkatnya rasa saling percaya dan mendorong terbangunnya dialogdialog warga dengan pemerintah yang lebih dialogis. Pemerintah,terutama pemerintah kabupaten aktif mempromosikan dan mempublikasikan ceritacerita sukses Kopang Rembiga dimanapun dan kepada siapapun. DPRD juga melakukan sinergi reses dengan musyawarah warga bersama pemerintah desa, untuk memperkuat hasil-hasil musrenbang. 4. Proyek-proyek lain (NICE dan PNPM-MPk), menempatkan diri sebagai salah satu aktor pembangunan desa dan terbuka membangun sinergi dan integrasi untuk merealisasikan rencana pembangunan desa yang tertuang dalam RPJM-Desa. Dengan tetap konsisten dalam mengawal prinsip dan nilai yang diperjuangkan bersama, yaitu mendorong partisipasi warga dan menggunakan aset lokal sebagai sumber menemukan solusi program.
KEBERLANJUTAN Berugak Dese secara konsisten terus memperkuat kemitraan dengan Pemerintah dan pihak lain, terutama program-program yang masuk ke desa dan pihak yang memiliki visi dan misi sama dengan Berugak Dese. Jejaring yang sudah terbangun terus diperkuat dan juga dilakukan komunikasi dengan berbagai pihak untuk memperluas jaringan. Promosi yang sudah terjadi secara otomatis merupakan jaringan baru yang akan diajak Berugak Dese sebagai mitra. Berbagai regulasi yang memberi ruang OMS untuk bekerjasama terus di advokasi. Dalam konteks program di desa, Berugak Dese dalam kesehariannya secara terus menerus melakukan pendampingan terhadap kader, Fasilitator Desa dan actor-aktor pembangunan lainnya kemudian mengembangkannya menjadi penggerak utama pembangunan desa. PEMBELAJARAN UTAMA Sebagai organisasi masyarakat sipil yang memiliki basis, maka perubahan pelayanan dasar akan terjadi dengan baik jika ada pendekatan khusus kepada actor yang memberi layanan, pihak lain yang memiliki kapasitas dan pemegang kebijakan seperti Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Pelayanan dasar berkualitas hanya terjadi jika ada peran serta warga sebagai penerima layanan dan komitmen dari pemberi layanan untuk memberikan yang terbaik. Pelayanan dasar akan semakin dekat dengan warga penerima layanan jika ada interaksi dinamis antara penerima layanan dengan pemberi layanan. Interaksi tersebut memerlukan proses fasilitasi dan mediasi seperti apa yang dilakukan Berugak Dese. Pengakuan terhadap eksistensi Berugak Desa sebagai mitra strategis pemerintah dalam mengupayakan pembangunan yang lebih baik, karena Berugak Desa selalu berusaha menjaga kepercayaan pihak lain, memiliki semangat belajar yang luar biasa untuk selalu menghasilkan perubahanperubahan dengan berbagai kontribusi dan keswadayaannya.
64
Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa Secara Partisipatif, Transparan Dan Akuntabel
Desa Rappoa Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng-Sulawesi Selatan10
Irwan Darfin11 Kepala Desa Rappoa Kabupaten Bantaeng – Sulsel Gambaran Umum Desa Rappoa Desa Rappoa adalah salah Satu Desa yang terletak + 124 km dari Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan, + 4 km dari Ibu Kota Kabupaten Bantaeng dan 3,5 km dari Ibu Kota Kecamatan Pa’jukukang. Desa Rappoa memilik batas-batas wilayah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Batu Karaeng Kec. Pa’jukukang Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lumpangan Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Lamalaka Kec. Bantaeng
Kondisi geografis Desa Rappoa cenderung datar dengan ketinggian 250 meter dari permukaan laut, berada di samping selatan Laut Flores. Wilayah Desa pada umumnya beriklim dengan suhu rata-rata berkisar antara 22-35ºC dengan tingkat curah hujan 65 mm/tahun. Keadaan Penduduk Desa Rappoa adalah sebagai berikut : NO
DATA PENDUDUK
JENIS
JUMLAH
10
Sebuah Pengalaman disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Anggaran untuk Peningkatan Pelayanan Dasa-‘Praktek dan Inovasi Daerah untuk Mencapai MDGs melalui penerapan SPM’. Jakarta, 3-5 Mei 2011.
adalah Kepala Desa Rappoa, Kecamatan Pa’jukukang, Kab. Bantaeng‐Sulawesi Selatan periode 2009‐2015. 65
11
KELAMIN LK PR 1 2 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Jiwa Jumlah KK KK Miskin Petani Nelayan PNS TNI/Polri Wiraswasta Buruh
800 375 187 185 45 24 6 124 32
841 87 59 47 29 -
1641 422 246 185 45 68 6 153 32
Sumber: Monografi Desa Rappoa (up date pebruari 2011 )
Selain data kependudukan yang tertera pada tabel di atas, di Desa Rappoa juga memiliki update data klasifikasi usia, klasifikasi pendidikan, data kelompok-kelompok masyarakat yang terpajang di bagan data umum Desa Rappoa.
Sejarah Singkat Desa Nama Rappoa diambil dari sebuah kata dalam bahasa Makassar yakni “Rappo” yang berarti Pinang, karena di desa ini dulunya terdapat banyak pohon pinang yang dipelihara masyarakat. Rappoa, sebelum menjadi desa definitif, adalah sebuah dusun dari Desa Biangkeke yang diperintah oleh Jannang atau Kepala Dusun. Secara resmi Desa Rappoa terbentuk pada tahun 1997. Sejak terbentuknya, Desa Rappoa telah dipimpin 3 Kepala Desa yaitu Drs. Muh. Rusdi sebagai Kepala Desa Pertama Tahun 1997–1999 (Persiapan) dan berlanjut pada periode 1999–2004, pada tahun 2004–2009 dipimpin oleh Kepala Desa kedua adalah Ilham Canning, ST dan pada Oktober 2009 pemilihan secara demokratis mengamanahkan Kepada Irwan Darfin sebagai Kepala Desa Ketiga yang masa pemerintahannya sampai pada tahun 2015 nanti. Tahun 1997-2006, Desa Rappoa hanya memiliki 3 dusun yakni Boddong, Rappoa dan Dusun Tonrokassi. Pada akhir tahun 2006, Kepala Desa memekarkan menjadi 5 dusun yakni Sapa-sapa dan Kampong Toa sebagai dusun tambahan.
Pelaksanaan Pemerintahan dan Pembangunan Kegiatan Awal Pemerintahan Sejak terpilih menjadi Kepala Desa pada 12 Oktober 2009, dan dilantik secara resmi pada 29 Oktober 2009 berdasarkan SK Bupati Bantaeng Nomor: 100/486/X/2009, maka prioritas pertama yang dilakukan adalah konsultasi dan koordinasi dengan berbagai pihak dan pembenahan Pemerintahan dan Pembangunan Desa, antara lain: 1. Konsultasi dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan urusan Pemerintahan Desa dan urusan Pemberdayaan Masyarakat seperti BPM dan PemDes Kab. Bantaeng, Kabag Pemerintahan Setda Kab. Bantaeng, Yajalindo, Jaringmas termasuk PO ACCESS. 2. Rapat koordinasi dengan seluruh Jajaran Staf dan Aparat Desa, BPD dan LPM 3. Rekrutmen Staf Desa dengan melakukan tes kemampuan: - Membaca Al Qur’an - Bacaan Sholat - Wawasan tentang Desa Rappoa - Tes Kepribadian - Tata cara pelayanan publik 4. Melakukan Pergantian posisi
KAUR, Kepala Dusun, RK dan RT
5. Penataan Lembaga Desa, BPD, LPM, PKK dan Majelis Taklim Beberapa kegiatan pengembangan kapasitas Staf Desa untuk memberikan pelayanan kepada kebutuhan masyarakat yaitu dengan cara, 66
pembagian posisi staf desa mulai dari Sekretaris Desa sampai pada Kepala Urusan. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada masing-masing bagian untuk membuat bahan presentasi. Bahan dipaparkan pada pertemuan staf yang dihadiri oleh Perwakilan BPD dengan mengangkat tema “bagaimana pelayanan publik yang baik”. Di Desa Rappoa, semua pimpinan staf melakukan kerja sesuai job masing-masing, diatur dalam SK Kepala Desa Nomor 13 Tahun 2010 tentang tugas dan fungsi Staf Desa. Pada awal pemerintahan, Pemerintah Kabupaten Bantaeng melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM & PD) bekerja sama dengan ACCESS dan Yayasan Jalarambang Indonesia (Yajalindo) melakukan kegiatan Penyusunan Dokumen RPJMDes untuk semua desa yang ada di Kabupaten Bantaeng. Momen tersebut digunakan untuk merancang kegiatan desa 5 tahunan. Proses penyusunan RPJMDes ini sangat disenangi masyarakat karena berkaitan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan mereka. Proses penyusunan RPJMDes yang dilakukan adalah: 1. Sosialisasi alur kegiatan yang akan dilakukan oleh Fasilitator selama pendampingan dalam penyusunan RPJMDesa. 2. Focus Group Discusion (FGD) tentang Pemetaan Indikator Kemiskinan12. 3. Melakukan Sensus Sosial berdasarkan aspek dan indikator peringkat kesejahteraan masyarakat13. Kemudian dilanjutkan dengan Pleno Desa tentang hasil sensus social. 4. Pembuatan Peta Sosial Masyarakat berdasarkan hasil sensus social. 5. FGD tingkat kelompok perempuan sebanyak 3 kali untuk penggalian Informasi khusus kebutuhan perempuan dalam perencanaan desa 5 tahun kedepan. 6. Musyawarah Desa tentang pemetaan kebutuhan Khusus Perempuan. 7. FGD tingkat dusun, dilakukan selama 5 kali yakni penggalian informasi disetiap dusun berkaitan dengan perencanaan program desa untuk 5 tahun kedepan meliputi bidang: Pemerintahan dan lembaga desa, Sarana prasarana, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. 8. Musyawarah Desa untuk menyepakati Program 5 tahunan Desa. 9. Pembuatan dan pembahasan Draft RanPerDes tentang Dokumen RPJMDes (KPM dibantu Fasilitator Pendukung), hingga pengesahan Peraturan Desa tentang RPJMDes oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa Proses Perencanaan Perencanaan Pembangunan Desa yang berkaitan dengan PNPM, sudah diintegrasikan Pemerintah Daerah dengan perencanaan regular melalui musrenbang desa pada tahun 2011. Waktu yang dialokasikan selama 2 hari, hari pertama musrenbang khusus perempuan dan hari kedua musrenbang reguler. Dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip Good Governance atau Tata Kepemerintahan yang baik (Partisipatif, Transparan dan Akuntabel), maka dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat harus melalui musyawarah Desa, melibatkan seluruh komponen masyarakat antara lain, Pemerintah Desa, Anggota BPD, Pengurus LPM, Tokoh Masyarakat, Tokoh agama, Tokoh Pemuda dan Kelompok-kelompok Perempuan.
Indikator kemiskinan sesuai persepsi masyarakat Desa Rappoa. Indikator local dimaksud adalah bentuk rumah, pekerjaan, lahan, ternak, kendaraan, pendidikan, penerangan dan pola makan. 12
Proses ini untuk memetakan tingkat kesejahteraan warga. Di Desa Rappoa ditemukan 4 kategori yaitu kaya, sedang, miskin dan miskin sekali. 13
67
Dalam merencanakan pembangunan di desa, setiap tahunnya dilakukan melalui Musrenbang Desa Tahunan yang menghasilkan Rencana Kegiatan Program Desa (RKPDes). Didalamnya terdapat skala prioritas kegiatan program yang akan dilakukan di desa baik yang akan dibiayai APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN (diusulkan melalui Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten) maupun yang akan dibiayai oleh APBDes dan Program-Program yang masuk ke desa seperti PNPM. Khusus yang akan dibiayai APBDes, selanjutnya dibawa pada Rapat Program Desa yang melibatkan Unsur Pemdes, BPD, Kepala Dusun, LPM dan Pengurus Kelompok yang ada di desa. Setelah merampungkan usulan dusun dalam Rapat Program Desa, minimal 5 program utama kegiatan fisik, selanjutnya untuk perencanaan penganggaran diserahkan kepada LPM untuk membuat RAB kegiatan tersebut, (Perencanaan Penganggaran menggunakan Pagu ADD tahun sebelumnya sambil menunggu pagu anggaran tahun berjalan) Pada saat penerimaan Pagu Anggaran Desa, maka Pemerintah Desa melakukan sosialisasi melalui pengumuman di Masjid dan menempelkan pamflet pada tempat-tempat yang dianggap strategis. Hal tersebut merupakan sesuatu yang baru dilakukan di Desa Rappoa. Selama ini Pagu Anggaran Desa hanya diketahui oleh Kepala Desa dan Sekretaris Desa. Fase selanjutnya adalah Rapat Penganggaran dilaksanakan setelah menerima Pagu Anggaran dari Pemda. Pemerintah Desa membentuk Tim Anggaran yang di SKkan Kepala Desa, bernama Tim 18 dengan Komposisi 3 Unsur Pemdes, 7 BPD, 5 Kepala Dusun dan 3 LPM. Dalam rapat penganggaran ini, selain menetapkan Anggaran Kegiatan fisik yang dirancang LPM, dibahas pula tentang Keperluan Operasional Kantor yang dibuat oleh Sekdes dan Kaur masing-masing. Anggaran PKK dibahas pula oleh Pengurus PKK. Ada 30 % anggaran operasional adalah hak BPD dibahas sendiri oleh Anggota BPD. Hasil ini ditetapkan sebagai Draf Rancangan Peraturan Desa, selanjutnya diumumkan pada masyarakat melalui Musrenbang Desa. Anggaran Desa Rappoa Tahun Anggaran 2010. NO
SUMBER ANGGARAN
JUMLAH ANGGARAN
KETERANGAN
1
Bagi Hasil Pajak Tahun 2009
2.778.600
Silpa
2
Bagi Hasil Retribusi tahun 2009
2.873.700
Silpa
3
Dana Penyisihan Pajak Tahun 2009
4.900.000
Silpa
4
Bagi Hasil Pajak Tahun 2010
3.390.000
5
Bagi Hasil Retribusi Tahun 2010
3.283.000
6
Dana Penyisihan Pajak 2010
5.041.246
7
Pendapatan Asli Desa
1.800.000
8
Alokasi Dana Desa
9
Tunjangan Aparat Desa
128.337.000 69.000.000
JUMLAH TOTAL
221.403.546
Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa Rappoa, Tahun Anggaran 2010.
Rencana Anggaran Desa Rappoa Tahun Anggaran 2011 adalah: NO
SUMBER ANGGARAN
JUMLAH ANGGARAN (Rp)
Dana penyisihan pajak propinsi 2011
5,359,268
2.
Bagi Hasil Pajak Kabupaten Tahun 2011
4.755.000
3.
Bagi Hasil Retribusi Tahun 2011
7.640.400
4.
Dana Penyisihan Pajak 2011
5.041.246
1.
68
KETERANGAN
5.
Pendapatan Asli Desa
6.
Alokasi Dana Desa
7.
Tunjangan Aparat Desa
2.000.000 159.106.400 65.000.000
JUMLAH TOTAL
248.902.314
Sumber: Lampiran Surat Kepala Dinas PPKAD Kabupaten Bantaeng, Penyampaian Pagu Sementara 2011
Rencana Belanja Desa Rappoa Tahun 2011 adalah: NO A
KEGIATAN
Type
VOLUME
SATUAN (Rp)
33,430,000
Operasional Kantor 1
Honor Staf 11 Orang
2
Alat Tulis Kantor
JUMLAH (Rp)
Bulan
12
1,100,000
13,200,000
a. Kertas HVS 70 Gram
Rim
12
40,000
480,000
b. Tinta Data Printer Canon
Dos
10
25,000
250,000
c. Tinta Data Printer HP1006 Laserjet
Set
3
175,000
525,000
d. Map Snactler
Buah
100
2,000
200,000
e. Hetter
Buah
4
5,000
20,000
f. peluru Hetter
Dos
12
2,000
24,000
g. Printer Canon iP2770
Buah
1
800,000
800,000
i. Map Plastik
Buah
25
3,500
87,500
j. Pelubang kertas
Buah
1
25,500
25,500
k. Kalkulator
Buah
1
100,000
100,000
l. Foto Copy/Penggandaan
Lembar
200
518,000
k. Pengadaan Buku Kas
Buah
1
175,000
175,000
3
Pengadaan Instalasi Listrik
Unit
1
5,500,000
5,500,000
4
Honor PTPKD 1 Orang
Bulan
12
350,000
4,200,000
5
Honor Bendahara Desa 1 Orang
Bulan
12
350,000
4,200,000
6
Biaya perjalanan Dinas Dalam Daerah
Kali
20
40,000
800,000
7
Biaya perjalanan Dinas Luar Daerah
kali
3
400,000
1,200,000
8
Honor Panitia Musrenbang
Paket
a. Penanggungjawab
Orang
1
250,000
260,000
b. Ketua Panitia
Orang
1
150,000
150,000
c. Fasilitator
Orang
2
125,000
250,000
d KPM
Orang
3
69
2590
NO
KEGIATAN
Type
e Perlengkapan dan Konsumsi B 1
Orang
VOLUME
4
SATUAN (Rp)
JUMLAH (Rp)
75,000
225,000
60,000
240,000 14,300,000
Operasional BPD Tunjangan a. Ketua BPD 1 Orang
Bulan
12
225,000
2,700,000
b. Wakil Ketua BPD 1 Orang
Bulan
12
175,000
2,100,000
c. Sekertaris BPD 1 orang
Bulan
12
125,000
1,500,000
d. Anggota BPD 4 Orang
Bulan
12
400,000
4,800,000
2
Uang Sidang Anggota BPD 7 Orang
Kali
5
245,000
1,225,000
3
Uang Makan Minum BPD 7 Orang
Kali
5
105,000
525,000
4
Uang Snack BPD 7 Orang
Kali
5
52,500
262,500
5
Biaya Makan Minum sidang Terbuka BPD
Paket
1
1,000,000
1,000,000
6
Alat Tulis Kantor a. Kertas HVS 70 Gram
Rim
2
40,000
80,000
b. Foto Copy Penggandaan
Lembar
200
83,000
c Map Plastik
Buah
3,500
24,500
C
415 7
111,376,400
Pemberdayaan 1
Pembuatan Penjemuran Rumput Laut Dusun Rappoa
Buah
1
5,000,000
5,000,000
2
Pengadaan MCK Dusun Sapa-sapa
Buah
1
10,000,000
10,000,000
3
Pembangunan Balai Pembibitan Rumput Laut Dusun Tonrokassi
Unit
1
22,416,400
21,316,400
4
Pembuatan Poskamling Dusun Kampong Toa
Unit
1
5,500,000
5,500,000
5
Jasa Kebersihan Lingkungan Desa a. Penanggungjawab 1 Orang
Bulan
12
225,000
2,700,000
b. Ketua RT 10 Orang
Bulan
12
750,000
9,000,000
c. Petugas Penjaga Pintu Air Palappa 3 Orang
Bulan
12
180,000
2,160,000
d. Petugas Pembersih Kuburan Masyarakat 1 org
Bulan
12
60,000
720,000
a Penanggungjawab 1 Orang
Bulan
12
230,000
2,760,000
b Anggota 5 Orang
Bulan
12
6
Jasa Pengendalian Keamanan Lingkungan
70
NO
KEGIATAN
Type
VOLUME
JUMLAH (Rp)
500,000
6,000,000
1,000,000
3,000,000
7
Pengadaan Gerobak Sampah
Buah
8
Bantuan Bedah Rumah Tidak Layak Huni
Paket
9
Bantuan Operasional PKK
Paket
1
10,000,000
10,000,000
10
Bantuan Operasional LPM
Paket
1
1,500,000
1,500,000
11
Pengadaan Tanah untuk Posyandu
unit
1
2,000,000
2,000,000
12
Pengadaan Meja Ketua Posyandu
Buah
1
500,000
500,000
13
Pengadaan Meja Pokja Posyandu
Buah
4
240,000
960,000
14
Pemberian Makanan Tambahan 3 Posyandu
Bulan
12
180,000
2,160,000
15
Kegiatan keagamaan a. Maulid Nabi Besar Muhammad SAW
Paket
1
1,500,000
1,500,000
b. Isra Mi'raj
Paket
1
1,000,000
1,000,000
c. 1 Muharram 1433. H
Paket
1
1,000,000
1,000,000
16
Pengadaan Alat Kesenian
Paket
1
5,000,000
5,000,000
17
Pengadaan Peralatan Olahraga
Paket
1
1,500,000
1,500,000
18
Honor Kader PPKBD a. Penanggungjawab 1 Orang
Bulan
12
50,000
600,000
b. Koordinator PPKBD
Bulan
12
25,000
300,000
c. Anggota 5 Orang
Bulan
12
100,000
1,200,000
A
3
SATUAN (Rp)
14,000,000
5,359,268
Dana penyisihan Pajak Propinsi 1
Pengadaan Pakaian Seragam BPD
Orang
7
300,000
2,100,000
2
Pengadaan Pakaian Batik Seragam Kepala Dusun
Orang
5
150,000
750,000
3
Pengadaan Kain Keki Pakaian Kantor Staf
Orang
16
100,000
1,600,000
4
Insentif Kolektor Pajak
Paket
1
909,268
909,268
B 1
Bagi Hasil Pajak Kabupaten
4,755,000
Belanja Perawatan Kendaraan bermotor
4,755,000
a. Ban Luar
Buah
2
300,000
600,000
b. Ban Dalam
Buah
2
50,000
100,000
c. Busi
Buah
1
15,000
15,000
71
NO
KEGIATAN
Type
3 C
SATUAN (Rp)
JUMLAH (Rp)
Set
1
250,000
250,000
a. Oli
Kilo
12
40,000
480,000
b. bensin
Liter
180
4,500
810,000
Pengadaan Sound System
Paket
2,500,000
2,500,000
d. Ranta 2
VOLUME
Pengadaan Bahan Bakar
1
7,640,400
Bagi Hasil Retribusi 1
Biaya Makan Minum Musrenbang
Paket
1
1,200,000
1,200,000
2
Biaya Makan Minum Rapat Koordinasi
Paket
1
1,200,000
1,200,000
3
Biaya Perbaikan Peralatan/fasilitas kantor
Paket
1
5,240,000
5,240,000
D
2,000,000
Pendapatan Asli Desa 1
Biaya Rapat Staf 17 Orang
Kali
12
127,500
1,530,000
2
Musyawarah Desa
Kali
2
235,000
470,000
E.
65,400,000
Tunjangan Aparat Desa 1
Tunjangan Kepala Desa
Bulan
12
1,250,000
15,000,000
2
Tunjangan Sekertaris Desa
Bulan
12
750,000
9,000,000
3
Tunjangan KAUR 3 Orang
Bulan
12
1,950,000
23,400,000
4
Tunjangan Kepala Dusun 5 Orang
Bulan
12
1,500,000
18,000,000
Sumber: Pengajuan Rancangan APBDes Desa Rappoa Tahun Anggaran 2010.
Dari rencana belanja tahun Anggaran 2011, dapat dilihat meningkatnya kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan warga seperti pengadaan MCK, Pembangunan Posyandu, Pemberian makanan tambahan pada kegiatan Posyandu, dan rehabilitasi rumah tidak layak huni. Untuk mendukung kegiatan ekonomi warga khususnya usaha budi daya rumput laut dengan mengadakan penjemuran dan Balai Pembibitan Rumput Laut yang rencananya akan diserahkan ke Pengelola BUMDes untuk dikelola, demikian pula untuk mendukung kegiatan PKK dalam rangka peningkatan kapasitas perempuan, kegiatan-kegiatan LPM dan Pembinaan Kepemudaan melalui pengadaan peralatan kesenian dan peralatan olahraga.
Proses Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari Anggaran ADD adalah sebagai berikut: 1. Proses Pencairan Dana dilakukan secara bertahap berdasarkan Surat Keputusan Bupati 2. Penerimaan honor bagi seluruh penerima dilaksanakan secara serentak di Kantor Desa melalui undangan yang dikeluarkan Sekdes sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa. 3. Pembelanjaan Operasional Kantor dilakukan oleh Kaur masing-masing 4. Pemberian Bantuan hibah diserahkan masyarakat (PKK, Sanggar Seni, dll.)
72
langsung
secara
simbolis
dihadapan
5. Anggaran yang berkaitan dengan Kegiatan Fisik diserahkan langsung kepada LPM sebagai Pelaksana Kegiatan Desa berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa dengan Pertimbangan dan Persetujuan BPD melalui Rapat Pemdes dengan BPD. 6. Khusus Kepada penerima bantuan hibah, terlebih dahulu membuat proposal dan diajukan kepada Kepala Desa selanjutnya untuk LPM sebagai Pelaksana Kegiatan Fisik membuat RAB dan mempersentasekan desain dan anggaran dihadapan Pemdes dan BPD.
Dalam konteks belanja Desa Rappoa tahun anggaran 2010, dapat dilihat seperti lampiran-1. Pada tahun anggaran 2010 nampak penganggaran masih banyak mengarah pada upaya pembenahan Kantor Desa dan peningkatan kapasitas aparat untuk menunjang pelayanan publik yang akan dilakukan pada masyarakat desa. Selain itu pembinaan social untuk pendidikan anak usia dini, pembinaan pemuda, pembinaan perempuan dan pembinaan masyarakat miskin juga dilakukan melalui pembinaan PAUD, Karang Taruna, PKK dan kegiatan bedah rumah tidak layak huni. Selain itu, dilakukan pengadaan tenda untuk memenuhi kebutuhan warga yang mengadakan pesta, syukuran atau sedang berkabung. Pengelolaannya telah diserahkan pada Pengelola BUMDes untuk dikembangkan menjadi Usaha Jasa Penyediaan Peralatan Pesta dengan ketentuan terdapat pengecualian sewa bagi warga desa dan diluar desa khususnya warga desa yang tergolong miskin yang dikenakan gratis. Selain APBDes, pada Tahun Anggaran 2010 melalui APBD Kabupaten telah dilakukan perbaikan pagar sekolah Taman Kanak-Kanak dengan anggaran sebesar Rp. 103 juta, Kegiatan Keaksaraan Fungsional untuk 7 kelompok beranggotakan 70 orang, Pemberian Bea Siswa untuk 10 orang anak mulai tingkatan SD, SLTP dan SLTA dengan total Bea Siswa Rp. 7.650.000,- dari Dompet Duafa. Hal ini tidak terlepas dari pelibatan pihak sekolah yang ada di desa untuk terlibat dalam musrenbang desa.
Proses Pertanggunggjawaban Pada Fase Pertanggungjawaban hal-hal yang dilakukan adalah : 1. Secara administrasi, semua bentuk pengeluaran harus menggunakan kwitansi yang dikeluarkan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PPTPKD). 2. Pembayaran dilakukan Bendahara Desa berdasarkan disposisi Kepala Desa dan PPTPKD. 3. Seluruh bentuk pembelanjaan yang dikeluarkan kepada pihak terkait, Kaur, BPD, LPM, PKK dan lain-lain membuat laporan pertanggungjawaban masingmasing, selanjutnya diserahkan kepada PPTPKD. 4. Rangkuman pertanggungjawaban per-termin PPTPKD diumumkan Kepala Desa melalui Masjid dan Penempelan Pamflet di tempat-tempat strategis tentang uraian belanja desa. 5. Untuk Pertanggungjawaban Tahunan Pemerintah Desa Rappoa melaksanakan amanah Permendagri Nomor 35 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pasal 1 Ayat 7. Yakni Pembacaan LKPD dihadapan masyarakat melalui Rapat BPD. Desain rapat terbuka ini diserahkan sepenuhnya kepada BPD. Hal ini juga merupakan sesuatu yang baru dilakukan sejak Desa Rappoa terbentuk.
Perubahan Signifikan Selama kurang lebih 1 tahun 6 bulan memimpin Desa Rappoa, terdapat banyak perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, diantaranya : 1. Perubahan Perilaku Masyarakat khususnya kalangan Remaja dan Pemuda yang sebelumnya Rappoa merupakan persentase tertinggi laporan di kepolisian sebagai wilayah yang rawan terhadap kenakalan remaja. Dalam 73
kurun waktu 1 tahun terakhir ini Pemerintah Desa mampu menekan sehingga Rappoa masuk dalam kategori wilayah yang aman dari kenakalan remaja. 2. Peran Lembaga Desa BPD dan LPM yang selama ini hanya sebatas papan nama di desa kini posisinya semakin kuat ditengah-tengah masyarakat karena adanya kewenangan yang diberikan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. 3. Kaum Perempuan yang selama ini menjadi sasaran empuk para rentenir, semakin cerdas dalam memanfaatkan keberadaan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang difasilitasi oleh PNPM Mandiri sehingga keberadaan rentenir berkedok koperasi yang kami anggap liar semakin berkurang. 4. Kaum perempuan yang selama ini kurang terlibat untuk pengambilan keputusan dalam musyawarah desa, kini sudah memiliki kesempatan sama dengan laki-laki dalam memberikan usulan maupun kritikan pada proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. 5. Partisipasi Perempuan dalam kegiatan desa semakin jelas dan terarah karena adanya beberapa kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap bulannya, seperti Penyuluhan KB, Pengajian Majelis Taklim, arisan dan pertemuan kelompok SPP. 6. Pelayanan Publik dalam ruang lingkup internal kantor Desa Rappoa semakin nyaman dirasakan oleh masyarakat karena pelayanan publik ditekankan pada Kantor Desa sebagai Service Publik dimana pelayanan administrasi untuk pengantar Pengurusan KTP, Kartu Keluarga, Akte Kelahiran, Izin Keramaian, dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) tidak dipungut bayaran (gratis). Ketidakberadaan Kepala Desa di kantor tidak menghambat pelayanan administrasi tersebut di atas, karena sudah ada blanko yang telah ditandatangani dan jika harus diprint out sudah ada tanda tangan kades yang bisa ikut tercetak. Namun demikian, seluruh administrasi yang keluar tetap dilaporkan kepada Kades melalui telepon. 7. Antusias masyarakat dalam setiap musyawarah desa maupun pada kegiatan-kegiatan desa yang membutuhkan swadaya masyarakat mulai tumbuh dan dinamis. 8. Pemerintah Kabupaten sangat mengapresiasi pengelolaan administrasi pemerintahan dan keuangan Desa Rappoa sehingga dalam berbagai kesempatan baik camat, Kepala BPM & PD, maupun Bupati menyampaikan kepada desa-desa lain untuk bisa belajar ke Desa Rappoa.
Keterlibatan Berbagai PIhak Kami sangat menyadari bahwa apa yang kami hasilkan dan telah banyak diapresiasi banyak pihak, tidak terlepas dari kontribusi positif berbagai pihak antara lain : 1. Bupati dan Wakil Bupati Bantaeng yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi dan apresiasi atas apa yang telah dilakukan di desa. Demikian pula SKPD terkait khususnya BPM & PD, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Anggaran Daerah (DPPKAD), Bawasda dan Camat Pa’jukukang yang senantiasa memberikan konsultansi kepada Pemerintah Desa berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. 2. Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) khususnya Jaringan Masyarakat Sipil (Jaringmas) Bantaeng dan Yajalindo yang telah banyak mendampingi Desa Rappora dalam mengembangkan BUMDes dan peningkatan kapasitas warga dan aparat desa dalam menyusun perencanaan (RPJMDes) dan penganggaran desa secara partisipatif, transparan dan akuntabel, serta staf ACCESS yang senantiasa mendorong dan menantang untuk melakukan halhal yang berbeda (inovatif) dengan desa-desa lainnya.
74
3. DPRD Kabupaten Bantaeng, yang sangat merespon usulan-usulan program (melalui musrenbang), sehingga telah banyak usulan-usulan Desa Rappoa yang terealisasi melalui APBD Kabupaten, APBD Propinsi maupun APBN. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya kepercayaan warga terhadap musrenbang desa tahunan. 4. PNPM-MP, senantiasa bersinergi dengan Pemerintah Desa baik dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program sehingga sarana dan prasarana yang dibangun dapat lebih bermanfaat. Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dapat mengurangi ketergantungan warga pada praktek-praktek rentenir.
Pembelajaran Penting Dari proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan khususnya sebagai Kepala Desa yang baru menjabat kurang lebih 1 tahun 6 bulan sungguh banyak pembelajaran yang telah didapatkan, antara lain : 1. Komitmen yang kuat sangat penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance, baik oleh pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan desa maupun masyarakat desa. 2. Efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa juga ditentukan oleh sinergitas semua pihak terkait, baik eksekutif maupun legislative serta pihak-pihak lain seperti OMS dan program-program yang terselenggara di desa. 3. Peningkatan kapasitas baik bagi aparat desa, lembaga-lembaga kemasyarakatan dan kepemudaan di desa maupun bagi warga desa sehingga terdapat keseimbangan kapasitas dalam berkontribusi pada penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. 4. Apresiasi bagi keberhasilan inovasi yang telah dilakukan dapat lebih mendorong semangat untuk bisa lebih kreatif dan inovatif dan mendorong pihak-pihak lain untuk dapat menerapkan hal yang sama dilokasi yang berbeda. 5. Penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan pembangunan secara partisipatif, transparan dan akuntabel akan meminimalkan konflik antara masyarakat dan pemerintah. Disisi lain akan menghindarkan pemerintahan dari praktek-praktek yang menyimpang dan tidak sesuai ranah hukum.
Penutup Demikian pemaparan ini kami sampaikan dan dengan penuh kesadaran bahwa apa yang kami lakukan di Desa Rappoa masih jauh dari cita-cita Otonomi Desa yang diimpikan. Namun minimal telah memberikan pembelajaran pada kami Kepala Desa yang baru menjabat kurang lebih satu tahun enam bulan dengan bermodalkan pengalaman organisasi kepemudaan seperti IPNU, BKPRMI dan KNPI serta pernah aktif sebagai fasilitator lapangan Yajalindo dan mengorganisir kegiatan-kegiatan di Jaringan Masyarakat Sipil (Jaringmas) Bantaeng. Pengalaman tersebut banyak memberikan dorongan untuk menerapkan prinsip-prinsip Tata Kepemerintahan Lokal Demokratik sebagaimana komitmen pada masyarakat dan pada teman-teman para aktivis sebelum menjadi Kepala Desa.
75
Pengalaman Pengawasan Anggaran oleh Masyarakat Pattiro Serang Peran partisipasi masyarakat dalam penganggaran untuk pelayanan publik akan maksimal mulai dari perencanaan, implementasi program maupun pengawasan, bila dua hal ini terwujud diantaranya: PERTAMA, dari sisi pemerintah memberi ruang dengan membuat system tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan empat pilar utama Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas dan Keterbukaan Informasi. Pemangku kepentingan (termasuk publik) terlibat dalam pengambilan keputusan, atas dasar kebebasan berkumpul dan berpendapat, serta kapasitas 76
untuk berpartisipasi secara konstruktif (Partisipasi), sedangkan Transparansi atas dasar arus informasi yang bebas. Proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan. Informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau, begitu juga dengan prinsip Akuntabilitas. Para pengambil keputusan bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan dan dari apakah bagi organisasi itu keputusan tersebut bersifat ke dalam atau ke luar. Ketiga prinsip tersebut terwujud jika Keterbukaan Informasi baik dari sisi supply (ketersediaan dokumen/peyampaian informasi) ke masyarakat, maupun dari sisi demand (masyarakat pro aktif meminta informasi yang dibutuhkannya).
Dengan kata lain, prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak mungkin dijalankan tanpa adanya keterbukaan informasi. Sebagai contoh : partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penyusunan anggaran tidak akan terjadi, jika masyarakat tidak mengetahui informasi tentang proses dan kapan serta dimana masyarakat dapat terlibat dalam proses perumusan anggaran. Begitu juga dengan transparansi dan akuntabilitas, kedua prinsip ini justru mensyaratkan adanya keterbukaan informasi sebagai hak asasi publik yang memungkinkan publik dapat mengakses dan menggunakan informasi untuk menilai kinerja sebuah penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga keterbukaan informasi merupakan akuntabilitas. KEDUA, di sisi lain perlu adanya penguatan komunitas dengan memaksimalkan sumberdaya masyarakat serta memberi ruang seluas-luasnya kepada warga untuk berpartisipasi pada setiap tahapan pembuatan kebijakan, sehingga muncul respon atau penilaian dari masyarakat terhadap pemerintah dan penyedia pelayanan publik yang tentunya akan mendorong peningkatan mutu dari pelayanan publik itu. Karena itu, pengorganisasian komunitas, peningkatan kapasitas komunitas untuk memberikan umpan balik terhadap pelayanan publik yang diberikan menjadi penting untuk dilakukan. Di beberapa daerah telah muncul kelompok-kelompok komunitas yang memperjuangkan hak-hak warga seperti Pekalongan, Kendal, Serang dan Lebak dalam bentuk Community Center atau pusat informasi warga (PIW). Community Center /PIW adalah forum bersama warga masyarakat yang berfungsi sebagai pusat informasi, layanan, pendampingan dan kegiatan masyarakat. Community Center terdiri atas komunitas warga baik laki-laki maupun perempuan dari berbagai kalangan, kelompok, umur, pekerjaan, dan lokasi tempat tinggal. Community Center secara khusus juga bisa terdiri dari latar belakang yang sama, seperti pekerjaan, jender, kelompok umur, maupun lokasi tempat tinggal. Community Center merupakan salah satu bentuk institusi warga yang tumbuh, hidup dan berkembang di tengah-tengah komunitas masyarakat. Community Center dikelola oleh para pegiatnya yakni warga setempat yang 77
memiliki kepedulian terhadap permasalahan-permasalahan yang dialami oleh masyarakat serta memiliki kemauan untuk berorganisasi dan berbuat bersama untuk kepentingan bersama. A. Peran Community Center bagi Keterbukaan Informasi Publik Peran dan fungsi Community Center untuk keterbukaan informasi publik secara umum dapat berwujud: 1. Sebagai Pusat Informasi bagi Masyarakat Community Center yang terbentuk dengan kesadaran akan pentingnya informasi ini diharapkan dapat berperan dalam mengupayakan akses masyarakat miskin dan perempuan. Informasi tersebut dapat berupa informasi yang berhubungan dengan mata pencaharian masyarakat, baik sebagai petani, nelayan, pedagang, buruh, pelajar maupun yang terkait dengan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan sebagainya. Untuk menjalankan fungsi ini, Community Center mengupayakan untuk mencari, meminta dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari berbagai Badan Publik/Dinas setempat, dari sumber-sumber informasi dan media yang tersedia maupun dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang ada. Kemudian, Community Center akan mengemas informasi tersebut agar mudah dimengerti, menarik dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan atau menyebarkan informasi tersebut kepada masyarakat, melalui pertemuan warga atau melalui selebaran, seperti yang dilakukan Aminudin, pegiat CC kecamatan Kasemen yang membagikan informasi prosedur pencatatan administrasi pernikahan resmi oleh KUA mulai dari biaya sampai syarat-syarat lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi banyaknya angka pernikahan siri (nikah dibawah tangan) yang tentunya akan merugikan wanita. Atau juga yang dilakukan Pak Ahmad Sarbini membagikan informasi prosedur persyaratan pengobatan gratis dirumah sakit baik melalui Jamkesda maupun SKTM (surat keterangan tidak mampu) dari kelurahan. Karena banyaknya penolakan dari rumah sakit terhadap warga kurang mapu dengan alasan administrasinya tidak lengkap. Lain lagi yang dilakukan Pak Kani Miharja, pegiat CC kecamatan Cibadak, dengan sukarela membantu memediasi warga yang ingin mendapatkan informasi. Pak Kani juga sering mengingatkan pejabat di kecamatan maupun di kelurahan agar bersikap terbuka dan memberikan kemudahan kepada warga saat mengakses informasi (sumber: Radar Banten Senin, 24 Mei 2010). 2. Sebagai Pusat Kegiatan Masyarakat Community Center dalam hal ini dapat difungsikan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Masyarakat dapat berkumpul, berbincang dan mendiskusikan persoalan yang mereka hadapi untuk kemudian membuat aktivitas-aktivitas bersama guna mengatasi persoalan tersebut. Dalam kegiatan ini, masyarakat tidak akan terlepas dari kegiatan untuk mencari, meminta, dan mendapatkan informasi yang mereka butuhkan sehingga kegiatan bersama Community Center ini juga dapat diarahkan untuk belajar dan berlatih bersama guna meningkatkan kapasitas dan kemampuan warga. Contohnya seperti yang dialami Community Center kecamatan Kasemen selain CC sebagai tempat diskusi warga, CC juga dimanfaatkan sebagai tempat reses Anggota DPRD, sehingga warga dengan leluasa bisa menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi sebagai bentuk penyampaian aspirasi kepada wakil mereka di DPRD. 3. Sebagai Pendamping Masyarakat 78
Community Center harapannya dalam konteks kebebasan informasi dapat berperan sebagai pendamping masyarakat, baik dalam memanfaatkan program dan layanan dari pemerintah maupun dalam melakukan pemberdayaan dan penguatan masyarakat seperti yang dialami Ibi Khodijah, seorang ibu rumah tangga yang kegiatan kesehariannya hanya mengurusi suami dan anak-anak, salah satu pegiat CC FARMAS (Forum Aspirasi Masyarakat) kecamatan Walantaka…..saya dulu berhadapan dengan pejabat seperti lurah atau camat itu takut Pak, karena nggak biasa, tapi setelah saya bergabung dengan CC bersamasama menjadi berani. Ibu Khadijah mendatangi puskesmas untuk mempertanyakan kegiatan posyandu di desa Ibu Khadijah yang tidak ada pemberian makanan tambahan untuk bayi dan balita, padahal di desa lain ada dan setelah Ibu Khadijah bertanya ke puskesmas kegiatan posyandu berikutnya di desa Ibu Khadijah ada pemberian makanan tambahan bagi bayi dan balita. Selain itu, Ibu Khodijah turut serta beraudiensi dengan Komisi IV DPRD Kota Serang bersama-sama dengan pegiat cc lainnya untuk menyampaikan aspirasi pembangunan jalan di wilayah mereka. 4. Menjadi Mediator Antara Masyarakat dan Pemerintah Community Center dalam tingkatan tertentu dapat berfungsi sebagai mediator yang menghubungkan antara kepentingan masyarakat dengan pemerintah setempat. Community Center dapat dimanfaatkan pemerintah daerah setempat untuk menyampaikan program-program pemerintah yang sedang dilakukan. Hal ini terjadi di Kabupaten Lebak. Pada awalnya CC hanya terbentuk di 5 (lima) kecamatan melalui program Pattiro, tapi karena kegiatan-kegiatan CC ini banyak memberikan dampak positif baik ke warga maupun ke pemerintah, maka pemdaLebak mengakomodasi dengan membentuk CC di 28 Kecamatan dengan fungsi CC sebagai mediator penyampai programprogram pemerintah sekaligus juga CC sebagai pengawas programprogram yang terindikasi penyelewengan. Kerja CC bermitra dengan KTP (Komisi Transparansi dan Partisipasi) Kabupaten Lebak. 5. Sebagai Wadah untuk Mengupayakan Perubahan Kebijakan (Advokasi) Community Center diharapkan menjadi wadah yang solid bagi masyarakat untuk melakukan advokasi guna mengupayakan perubahan kebijakan. Misalnya advokasi mendorong terwujudnya good governance seperti yang dilakukan community center berikut ini: • Desa Terumbu melakukan tracking pembangunan jalan di wilayah mereka. Dalam papan plang proyek pembangunan jalan tertulis panjang jalan yang akan dibangun sepanjang 4300 meter. Setelah dibangun, para pegiat Community Center mengukur jalan tersebut bersama warga lainnya dan ternyata hasil pengukuran hanya sepanjang 2000 meter (hilang 2300 meter). Akhirnya masalah tersebut diadukan oleh warga ke DPRD dan DPRD langsung melakukan sidak ke wilayah pembangunan jalan tersebut. Hasil sidak DPRD membenarkan hasil pengukuran warga. Selanjutnya DPRD memangil Dinas PU yang bertanggungjawab atas proyek pembangunan jalan ini. Dari hasil mediasi, Dinas PU mengakui kesalahannya dengan alasan terjadi kesalahan dalam penulisan plang papan nama seharusnya menurut Dinas PU tertulis 2000 meter bukan 4300 meter, tapi Dinas PU berjanji akan membangun sisa jalan sepanjang 2300 meter dan sekarang jalan tersebut telah dibangun dengan panjang total 4300 meter. Dari pengalaman ini, seandainya warga tidak kritis, mungkin sisa jalan sepanjang 2300 meter tidak pernah akan dibangun. Selain itu, Community Center desa Terumbu juga membuat posko pengaduan pungutan sekolah. Hal ini dilatarbelakangi banyaknya 79
•
•
pengaduan ke CC terkait banyaknya jenis pungutan sekolah terhadap siswa, mulai dari uang pendaftaran, LKS, ujian, rapot, kegiatan olahraga, daftar ulang dan lain-lain. Akhirnya dengan adanya posko pengaduan ini, sekolah tidak lagi melakukan pungutan terhadap siswa. Petani-petani miskin di desa Curug Manis, Kecamatan Curug, yang tergabung dalam Community Center mengeluhkan program pupuk bersubsidi di wilayah mereka yang pembagiannya tidak merata. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengakses dan medapatkannya. Tetapi mereka kebingungan masalah ini harus diadukan ke siapa, karena mereka tidak punya pengalaman berhubungan dengan badan publik. Akhirnya Community Center, berbekal UU KIP bahwa masyarakat berhak untuk mendapat informasi, memfasilitasi mereka untuk berdiskusi dengan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Pertanian Kecamatan Curug untuk mempertanyakan masalah tersebut. Dari hasil tanya jawab dalam diskusi diketahui bahwa mereka tidak mendapatkan pupuk bersubsidi, karena tidak tergabung dalam kelompok tani. Dari hasil diskusi, para petani ini menyadari bahwa sampai kapanpun mereka tidak akan mendapatkan pupuk bersubsidi, sebelum membentuk kelompok tani. Para petani miskin inipun akhirnya tahu bahwa pembentukan kelompok-kelompok tani yang ada pada saat itu dilakukan secara tertutup oleh kepala desa dan RT. Bahkan para RT ini menjadi ketua kelompok tani, karena memang pembentukannya ditunjuk langsung oleh kepala desa tanpa melibatkan petani. Selanjutnya petani yang tergabung dalam Community Center bersepakat membuat kelompok tani baru. Dari hasil musyawarah yang dilakukan oleh para petani secara demokratis terpilihlah Pak Maswad sebagai Ketua dan Ahmad Sarbini sebagai wakil ketua dengan jumlah anggota sebanyak 32 orang dan luas lahan 15 ha. Selanjutnya kelompok tani ini mendaftarkan diri ke kepala desa, tetapi ditolak oleh kepala desa dengan alasan kelompok tani di desa mereka sudah banyak dan tidak ada pembentukan kelompok baru lagi. Dengan jawaban kepala desa seperti itu, tanpa putus asa akhirnya mereka, dengan didampingi Community Center, mengakses informasi tata cara pembentukan kelompok tani ke dinas pertanian Kota Serang. Ternyata dari hasil mengakses informasi ini, mereka diperbolehkan membentuk kelompok tani baru, karena dengan jumlah anggota tani sebanyak 32 orang dan luas lahan 15 ha lebih dari cukup untuk memenuhi persyaratan pembentukan kelompok tani. Setelah kelompok tani ini dibentuk dan diresmikan oleh UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Pertanian, akhirnya para petani sebanyak 32 orang ini bisa medapatkan pupuk bersubsidi yang tentunya bisa meringankan biaya penggarapan sawah mereka. Tinggar merupakan salah satu desa yang mendapat alokasi dana dari APBD 2008 sebesar 50 juta rupiah yang diperuntukan bagi pembangunan infrastruktur desa. Awalnya, warga setempat mengira bahwa dana tersebut adalah sumbangan kepala desa setempat. Warga mendapat kejelasan bahwa dana tersebut berasal dari APBD, setelah mendapat informasi dari pegiat Pattiro yang kebetulan melakukan analisis APBD bersama warga yang tergabung dalam Community Center yang didampingi Pattiro. Beberapa warga yang mendapat informasi tersebut kemudian mengadakan pertemuan dengan masyarakat, juga menghadirkan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda setempat. Melalui forum tersebut, warga sepakat untuk mengusut keberadaan dana yang mereka sebut sebagai fresh money tersebut. Perwakilan warga berusaha untuk menanyakan hal ini, namun kepala desa yang dimaksud sulit ditemui. Akhirnya, selang 80
beberapa waktu, warga memiliki kesempatan untuk bertemu dan menanyakan keberadaan dana tersebut, terjadi perdebatan yang cukup sengit: kepala desa mengaku telah menurunkan 36 truk batu kali yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan, namun pengakuan warga baru 7 truk yang terealisasi di lapangan. Perdebatan menemui jalan buntu, akhirnya warga berencana untuk mengklarifikasi informasi tersebut ke kecamatan. Persoalan ini rupanya tercium di kalangan media, hingga muncul pemberitaan yang menyatakan adanya dugaan penyelewengan dana alokasi infrastruktur untuk desa. Mendengar pemberitaan ini, pihak kecamatan memanggil sekelompok warga tersebut untuk meminta penjelasan. Pihak kecamatan kemudian menawarkan diri untuk memediasi persoalan yang terjadi. Hasil dari mediasi tersebut, akhirnya kepala desa yang dimaksud mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada segenap warga, serta berjanji akan melanjutkan pembangunan jalan desa sesuai dengan dana yang dialokasikan di APBD. Hingga kini, warga sudah menikmati dan memanfaatkan fasilitas jalan di desa mereka tanpa merasa berjasa terhadap kepala desa yang sebelumnya mengakui dana tersebut sebagai bantuan pribadi.
Abstrak: Partisipasi Masyarakat Pattiro Serang Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi (public access to information) merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka (open government). Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, terbuka, dan partisipatif. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Pada tataran badan usaha, konsep pengelolaan yang baik (good corporate governance) juga sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan penting. Tata kelola yang baik memiliki sejumlah indikator antara lain keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas, efektivitas, dan koherensi (Icel-Yayasan Tifa, 2009:4). Pemerintahan yang terbuka berisi badan-badan publik yang terbuka kepada masyarakat dalam rangka pelayanan. Sedangkan transparansi memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengetahui proses perumusan dan pelaksanaan sebuah kebijakan. Transparansi memungkinkan publik untuk mengawasi dan menilai jalannya sebuah kebijakan dengan memastikan alokasi dan peruntukan sebuah kebijakan secara tepat, efisien serta sesuai dengan kerangka anggaran yang ditentukan. Pemerintahan yang dinamis dan responsif bergantung pada bagaimana pemerintah mampu menjadi inspirasi, memanfaatkan dan memupuk keterlibatan yang mantap dari seluas mungkin sektor-sektor yang ada di masyarakat. Partisipasi masyarakat memungkinkan pemerintah untuk benarbenar responsif terhadap perubahan-perubahan dalam segala situasi dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan dalam menjalankan mandatnya untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat membantu menciptakan suatu kerangka umum bagi pengambilan keputusan, komunikasi, dan pemecahan masalah. Dan yang lebih penting, partisipasi 81
masyarakat akan memberikan tingkat komitmen yang lebih luas dan memanfaatkan kemampuan yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan bersama tadi. Dengan demikian, partisipasi masyarakat merupakan cara yang efektif untuk mendorong dan mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab bagi pemerintahan dan pembangunan. Sedangkan akuntabilitas merupakan suatu kondisi dimana penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggunggugatkan di hadapan publik secara administatif maupun secara politik. Baik dari segi pengambilan kebijakan, pelaksanaan hingga pelaporan dari sebuah kebijakan. Aspek akuntabilitas memungkinkan publik untuk mengukur berhasil tidaknya pelaksanaan sebuah kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Efektifitas, Efisiensi dan Keadilan Anggaran Pelayanan Publik Dasar14 Febri Hendri A.A Indonesia Corruption Watch Keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya diukur dari berapa banyak koruptor yang berhasil dipenjara atau kerugian negara yang berhasil diselamatkan, akan tetapi juga diukur dengan seberapa berkualitas pelayanan publik yang diberikan kepada warga negara. Negara berkewajiban menyediakan pelayanan publik yang layak bagi warga negara, sebagaimana diatur dalam pasal 34 ayat (3) UUD 1945 amandemen keempat. Pasal tersebut berbunyi, “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Penjabaran lebih lanjut atas pasal ini adalah disahkannya UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam undang-undang ini diatur hak dan kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik serta hak dan kewajiban warga negara dalam pelayanan publik tersebut. Meski telah memiliki dasar hukum yang kuat, akan tetapi pelayanan publik di Indonesia masih belum berkualitas. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya keluhan pengguna pelayanan publik pada penyelenggara pelayanan publik. Warga negara pengguna pelayanan publik sering 14
Makalah ini disampaikan dalam Lokakarya Nasional Pengelolaan Anggaran untuk Peningkatan Pelayanan Dasar ‘Praktek dan Inovasi Daerah untuk Mencapai MDGs melalui penerapan SPM’ (Hotel Santika Premiere Jakarta, 3-5 Mei 2011)
82
mengeluhkan pelayanan yang berbelit-belit, birokratis, pungutan liar, diskriminasi dan pelaksana yang kurang ramah pada mereka. Meski sering mendapatkan pelayanan yang kurang baik, akan tetapi pengguna
Ruang Belajar/kelas Ruang Perpustakaan Tempat Bermain/fasilitas Olah raga Ruang UKS Ruang Koperasi Sekolah/kantin/warung Fasilitas ruang belajar
Ada, dengan kondisi baik 54.00 20.33
Ada, dengan kondisi buruk 45.33 9.00
Tidak ada
Tidak Total menjawab
0.33 69.33
0.33 1.33
51.33
26.00
22.00
0.67
10.67
4.67
82.33
2.30
14.00
10.33
74.00
1.67
47.33
48.00
3.33
1.33
100.0 100.0 100.0
100.0 100.0 100.0
pelayanan publik tetap menggunakan pelayanan tersebut. Warga negara pengguna pelayanan publik terutama dari kelompok miskin tidak memiliki banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tulisan ini dibatasi membahas bagaimana efektifitas dan efisiensi anggaran pelayanan publik dasar. Dua pelayanan publik dasar yang dimaksud adalah pelayanan pendidikan dan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Dua pelayanan ini merupakan kebutuhan dasar warga yang wajib dipenuhi oleh negara. Warga negara membutuhkan pelayanan dasar publik pendidikan untuk mengembangkan potensi diri dan kemampuannya untuk memperbaiki kehidupannya. Sedangkan pelayanan publik kesehatan dibutuhkan untuk menjaga tubuhnya senantiasa sehat dan mendukung berbagai aktivitas sehari-hari. Pembahasan efektifitas dan efisiensi anggaran pelayanan publik dasar didasarkan pada pengalaman ICW dalam mengawasi pelayanan publik di Kabupaten Garut, Tangerang, dan Provinsi DKI Jakarta. Tulisan ini akan menggunakan kabupaten Jembrana sebagai pembanding atas pelayanan publik di tiga daerah tersebut. Potret Pelayanan Publik Dasar Secara umum dapat digambarkan bahwa pelayanan publik dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan daerah masih belum memadai. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator penilaian yang disampaikan oleh warga pengguna pelayanan publik dalam survey CRC (Citizen Report Cards) yang diselenggarakan oleh ICW. Tabel penilaian orang tua murid SD di Kabupaten Garut atas fasilitas dan sarana belajar sekolah Tahun 2007.
83
Buku pelajaran pokok Alat peraga praktek
15.67 23.67
3.33 19.67
80.67 56.00
0.33 0.67
100.0 100.0
Orang tua murid sering tidak puas atas pelayanan sekolah seperti fasilitas, sarana dan pengajaran oleh guru. Berdasarkan hasil survey CRC ditemukan bahwa masih banyak sekolah yang memiliki fasilitas dan sarana yang dibawah standar yang ditetapkan oleh Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang standar sarana dan prasarana sekolah. Selain itu, sekolah juga masih memiliki guru yang belum sarjana (S1). Hal tersebut juga masih belum sesuai dengan standar kompetensi yang disyaratkan oleh standar nasional pendidikan.
Sumber : hasil survey CRC Pendidikan ICW 2007, Tangerang
Hal yang sama juga terjadi pada pelayanan kesehatan oleh rumah sakit. Berdasarkan survey CRC Kesehatan ICW selama periode 2009 dan 2010 ditemukan banyak keluhan pasien miskin pemegang kartu JPS Gakin dan SKTM atas pelayanan rumah sakit. Keluhan mereka antara lain terkait dengan pelayanan administrasi rumah sakit, penolakan, diskriminasi, permintaan uang muka, sikap perawat, dan lain sebagainya. Tabel persentase keluhan pasien miskin Jakarta tahun 2009 dan 2010. Keluhan Tahun Ada Tidak Ada 2009 62.0 38.0 2010 69.5 30.5
atas pelayanan rumah sakit Total 100.0 100.0
Sumber : Hasil survey CRC KEsehatan ICW tahun 2009 dan 2010
Secara umum, memang terdapat penurunan keluhan pelayanan rumah sakit oleh pasien miskin Jakarta. Apakah hal tersebut karena adanya kaitannya dengan anggaran kesehatan yang disalurkan untuk rumah sakit di Jakarta ? Efektifitas dan Efisiensi Anggaran Hasil survey dapat digunakan untuk melihat efektifitas dan efisiensi anggaran pelayanan publik dasar. Selain itu, SPM (Standar Pelayanan Minimal) juga dapat digunakan untuk melihat apakah anggaran tersebut sudah efektif dan efisien. Akan tetapi, meski SPM bidang pelayanan publik dasar telah digariskan oleh pemerintah pusat, masih banyak pemerintah daerah yang belum sepenuhnya menerapkannya. Hal ini terjadi karena SPM masih sulit diintegrasikan dengan anggaran, karena selama ini penyusunan anggaran didasarkan pada plafon anggaran, sehingga kinerja anggaran dintentukan oleh besaran anggaran dan bukan pada target perencanaan yang telah ditetapkan. Kabupaten Kabupaten Provinsi DKI Daerah Garut Tangerang Jakarta Angka Harapan Hidup 64,8 65,4 72,9 84
(tahun) Angka Melek Huruf (%) Rata-Rata Lama Bersekolah (tahun) Rasio Belanja APBD/Penduduk (Rp ribu) Belanja Langsung (Rp Miliar) Belanja Belanja Tidak APBD Langsung (Rp Miliar)
98,9
95,3
98,8
7,1
8,9
10,8
621,0
471,5
2.289,2
280,4
740,2
4.816,6
1.198,2
950,2
14.694,5
Sumber : BPS, Statistik Kesejahteraan Kabupaten Kota Indonesia 2009, Kabupaten Garut Dalam Angka 2010, Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2009, Provinsi DKI Jakarta Dalam Angka 2010.
Selain itu, penerapan SPM membutuhkan data kuantitatif akuntansi yang memadai ketika menghitung besaran anggaran. Sebagian besar daerah masih belum efektif menyusun program dalam pelayanan publik. Hal tersebut terlihat dari jenis program serta alokasi anggaran yang dibelanjakan untuk sektor pelayanan publik. Sebagai contoh, sebagian besar daerah masih bermasalah dengan angka putus sekolah atau angka melanjutkan pendidikan yang tinggi. Akan tetapi, masalah ini tidak tercermin dalam alokasi anggaran daerah. Anggaran daerah justru membelanjakan dana untuk operasional birokrasi dan perkantoran. Padahal, jika tujuan dan anggaran daerah adalah untuk mengurangi angka putus sekolah, maka seharusnya program beasiswa serta bantuan lain seperti transportasi atau faktor-faktor yang mendorong putus sekolah harus menjadi prioritas anggaran pendidikan. Sebaliknya, sebagian daerah justru memperbesar anggaran untuk pembangunan atau gedung rehabilitasi sekolah. Efektifitas anggaran pelayanan publik juga ditentukan kemampuan birokrasi atau kelembagaan pemerintah daerah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa rekrutmen birokrasi pemerintah daerah sering bermasalah yang berujung pada kemampuan birokrasi tersebut pada pengelolaan anggaran pelayanan publik dasar. Disisi lain efisiensi anggaran pelayanan publik dasar juga bermasalah. Hal ini terlihat dalam pengalokasian anggaran pendidikan di kabupaten Garut tahun anggaran 2009 yang diduga terjadi pemborosan dan anggaran ganda (double budget). Dalam anggaran sebesar Rp 695,0 miliar lebih, terdapat belanja tidak langsung sebesar Rp 605,3 miliar dan belanja langsung sebesar Rp 89,7 miliar. Jadi, belanja langsung untuk pendidikan hanya sekitar 12,9 persen dari total belanja APBD pendidikan dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan tidak langsung yakni sebesar RP 81,1 persen dari total belanja APBD pendidikan. Indikasi anggaran ganda dan pemborosan terlihat misalnya dalam perjalanan dinas didalam dan luar daerah. Hampir disemua program terdapat perjalanan dinas dan berpotensi berulang dalam berbagai alokasi belanja dalam anggaran pendidikan lainnya. Begitu juga dengan belanja surat kabar/majalah dalam administrasi perkantoran yang ternyata juga telah dialokasikan dalam belanja pada masing-masing UPTD. Selain itu dalam pelayanan publik kesehatan juga ditemukan pemborosan. Dalam pembayaran klaim JPK Gakin DKI Jakarta tahun 2009 misalnya ditemukan kelebihan pembayaran untuk pembelian obat. Pihak rumah sakit mengklaim obat generik melebihi standar harga yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan15.
Hasil Audit BPK Perwakilan Jakarta atas pengelolaan JPK Gakin pada Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2009. 85 15
Selain pemborosan, anggaran pelayanan publik dasar tidak efektif dan efisien karena maraknya praktek korupsi didalamnya. Berdasarkan pemantauan ICW selama periode 2004-2008, terdapat 142 kasus korupsi pendidikan yang ditindak oleh penegak hukum (KPK, Kejaksaan, Kepolisian) dengan kerugian negara mencapai Rp 243 miliar. Korupsi ini terjadi pada berbagai jenis anggaran pendidikan seperti dana rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana sekolah. Selain itu, korupsi juga terjadi pada dana operasional sekolah dengan jumlah kasus sebanyak 33 kasus dengan kerugian minimum sebesar Rp 12,8 miliar. Sementara itu, sektor kesehatan juga tidak luput dari praktek korupsi. Berdasarkan pemantauan ICW selama periode 2004-2009 ditemukan sebanyak 42 kasus korupsi yang berhasil ditindak penegak hukum dengan kerugian negara mencapai 127 miliar. Kasus korupsi terutama terjadi pada pembangunan gedung, pengadaan obat dan alat kesehatan (alkes) untuk rumah sakit dan Puskesmas. Penegak hukum berhasil menindak sebanyak 11 kasus pengadaan alkes dengan kerugian negara mencapai Rp 49 miliar. Oleh karena itu, anggaran pelayanan publik dasar seharusnya dikelola secara transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih luas. Transparansi wajib dilakukan sejak perencanaan seperti penetapan indikator kinerja anggaran sampai pada pertanggung jawaban anggaran. Akses masyarakat perlu dibuka secara luas terhadap seluruh tahapan ini. Selain itu, masyarakat juga perlu diberi kesempatan untuk mempengaruhi penyusunan program, penetapan prioritas pembangunan serta pengawasan atas pengelolaan anggaran. Kesimpulan dan Rekomendasi Pemilihan program kerja, penetapan skala prioritas anggaran, kemampuan birokrasi, serta upaya serius menekan praktek korupsi sangat menentukan efektifitas dan efisiensi pengelolaan anggaran pelayanan publik dasar. Perumusan dan penetapan program kerja yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat miskin lebih mendorong peningkatan efektifitas pengelolaan anggaran pelayanan publik dasar. Begitu juga dengan penetapan skala prioritas dalam menyusun anggaran yang lebih berorientasi pada kebutuhan dasar masyarakat akan menentukan apakah indikator keberhasilan dapat dipenuhi. Lebih dari itu, upaya untuk meningkatkan kemampuan birokrasi dan upaya mengurangi pemborosan serta menekan berbagai praktek korupsi dalam pengelolaan anggaran pelayanan publik dasar sangat menentukan efektifitas dan efisiensi pengelolaan anggaran pelayanan publik dasar tersebut. Selain itu, transparansi dan partisipasi dalam perencanaan, penanganggaran, implementasi, monitoring dan evaluasi anggaran pelayanan publik perlu ditingkatkan. Hal ini diyakini akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran karena akan mengurangi praktek kecurangan yang dapat terjadi.
86
Kelompok Perempuan Sebagai Inisiator Perbaikan Pelayanan Puskesmas Penimbung Kec. Gunung Sari Kab.Lombok Barat 16 Kustiyah17 KONDISI DESA KEKERI Desa Kekeri merupakan salah satu desa dari 15 desa di Kecamatan Gunung Sari, dengan jarak sekitar 5 km dari ibukota kecamatan. Desa Kekeri terdiri dari 3 dusun yaitu dusun Dusun Kekeri, Dusun Gegutu Dayan Aik dan dusun Kekeri Timur. Sedangkan jumlah penduduk desa Kekeri yaitu 4.465 jiwa, perempuan adalah 2.273 jiwa dan laki-laki 2.192 jiwa. Jumlah KK 1.204 dan jumlah Rumah Tangga Miskin adalah 574 RTM. Mata pencaharian utama penduduk adalah buruh lepas (tani dan bangunan), Petani dan menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan Negara tujuan Saudi dan Malaysia. Sebagai desa yang 47% penduduknya miskin maka untuk pelayanan kesehatan penduduk desa Kekeri menggunakan Jamkesmas dan Jamkesda. Puskesmas Penimbung menjadi pusat pelayanan termasuk 9 desa lain di wilayah kecamatan Gunung Sari. Warga sering mengeluhkan pelayanan yang diberikan Puskesmas. Hal-hal yang sering dikeluhkan oleh warga adalah petugas yang tidak ramah, petugas yang tidak ada ditempat, masih dipungutnya biaya oleh oknum petugas untuk pengguna Jamkesmas maupun Jamkesda. Karena banyaknya keluhan tersebut, maka warga melalui kelompok perempuan di desa Kekeri menginisiasi terbentuknya kelompok warga yang disebut Community Center “Mandiri” Desa Kekeri. KELOMPOK PEREMPUAN SEBAGAI INISIATOR PERUBAHAN LAYANAN PUSKESMAS Pada tahun 2007, 3 orang perempuan Desa Kekeri (Sri Rahmadani, Kustiyah dan Johra) mengajak warga untuk berpikir bersama agar layanan di puskesmas menjadi baik. Mereka berpendapat bahwa layanan puskesmas yang buruk akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan anak. Karena mereka sadar bahwa pengguna utama layanan puskesmas adalah perempuan. Namun beberapa kondisi kegiatan untuk peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak seperti kegiatan posyandu tidak aktif. Sehingga di Desa Kekeri pada saat itu diketemukan 3 anak yang mengalami gizi buruk.
Pengalaman dibagikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Anggaran untuk Peningkatan Pelayanan Dasar-Praktek dan Inovasi Daerah untuk Mencapai MDGs melalui penerapan SPM Jakarta 3-5 Mei 2011. 17 Pendiri Community Center MANDIRI, Desa Kekeri, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat-NTB 87 16
Para perempuan tersebut kemudian mengajak kumpul 30 orang warga untuk menggagas pembentukan kelompok warga. Bersama Jaringan Masyarakat Sipil Lombok Barat, pada bulan Sept. 2006 terbentuk kelompok warga yang diberi nama Community Center (CC) “Mandiri” dengan warga yang tercatat sebagai anggota sebanyak 30 orang. Dalam diskusi tersebut juga disepakati fungsi dari CC adalah sebagai Pusat Pengaduan warga di tingkat desa, pusat Informasi dan pusat pembelajaran warga. Setelah terbentuk CC Mandiri maka warga intens melakukan diskusi, seperti mengundang Dinas Kesehatan Kab. Lombok Barat untuk mensosialisasikan tentang program jaminan social bidang kesehatan (pada saat itu Askeskin). Pada saat diskusi dengan dinas tersebut, warga mendapatkan informasi tentang pembiayaan untuk kesehatan bagi penerima ASKESKIN. Warga juga menyampaikan kepada Dinas Kesehatan bahwa ada oknum petugas di Puskesmas Penimbung yang meminta bayaran sebesar Rp. 10.000,untuk pemeriksaan gigi. Selain melakukan diskusi maka para perempuan yang tergabung dalam Community Center juga mensosialisasikan kerja-kerja yang dilakukan oleh CC dengan cara mereka sendiri yang mereka namakan dengan “Pendekatan ke Warga ala Perempuan”. Artinya sosialisasi dan pemberian informasi ke warga tidak selalu dilakukan dengan mengumpulkan warga tetapi juga dengan aktivitas yang dilakukan oleh perempuan. Ibu Kustiyah yang seorang pedagang nasi rawon, disaat pergi ke pasar untuk berbelanja selalu bercerita tentang CC. Kepada para pembeli nasi rawon, Bu Kustiyah juga menceritakan tentang fungsi-fungsi dari CC. Demikian juga dengan Johra dan Ibu Sri Rahmadani. Johra yang berprofesi sebagai guru honorer mensosialisasikan CC dengan mendatangi rumah ke rumah. Selain itu setiap bertemu warga baik di jalan maupun di sekolah, Johra juga mensosialisasikan CC. Ibu Sri Rahmadani yang aktif di desa karena dia sebagai anggota BPD maka di setiap pertemuan di desa mensosialisasikan tentang kerja dan fungsi CC. Dari beberapa keluhan yang disampaikan warga kepada CC terutama tentang pelayanan di Puskesmas maka CC Mandiri menginisiasi untuk adanya MoU antara warga dengan Puskesmas Penimbung. Untuk mewakili semua kepentingan warga maka CC juga mulai mengajak laki-laki untuk bergabung. Karena warga juga sadar bahwa perbaikan layanan dan untuk kesetaraan gender maka harus juga melibatkan laki-laki. Selanjutnya dimulailah pendekatan kepada laki-laki seperti mengajak penghulu desa, tokoh agama dan kadus untuk terlibat dalam CC. Hingga saat ini jumlah anggota CC “Mandiri” sebanyak 45 orang dengan jumlah perempuan 34 orang dan laki-laki 9 orang. Agar keluhan warga atas layanan puskesmas tidak terulang maka pada Agustus 2007, CC ”Mandiri” Kekeri membuat kesepakatan bersama (MoU) dengan Puskesmas Penimbung. Hal-hal yang diatur dalam Mo tersebut seperti jam buka puskesmas yang jelas, sikap petugas yang tidak boleh diskriminatif, keberadaan petugas yang tetap ada di jam layanan puskesmas, keterbukaan informasi untuk layanan bagi pasien miskin dan perempuan serta penanganan keluhan. MoU tersebut ternyata membuat perubahan yang efisien terhadap pelayanan puskesmas Penimbung. Bahkan saat ini Puskesmas Penimbung merupakan salah satu Puskesmas terbaik di Kabupaten Lombok Barat dengan kategori sebagai dokter teladan, penanganan malaria terbaik, suster teladan dan pelayanan puskesmas teladan. Para pegiat CC merupakan mitra dari puskesmas untuk kerja-kerja dan pelaksanaan program puskesmas di desa. Dengan adanya CC maka posyandu yang sempat tidak aktif, saat ini kembali aktif dan kinerjanya lebih meningkat. Bahkan Puskesmas mengatakan bahwa dari 5 meja layanan posyandu sudah 4 meja dikerjakan oleh warga/kader posyandu yang juga merupakan relawan CC. Sejalan dengan aktifnya kegiatan-kegiatan di masyarakat, maka perubahan kondisi di desa 88
Kekeri nampak lebih baik. Saat ini tidak ada lagi gizi buruk, layanan di puskesmas pun menjadi lebih baik. Dari hasil survey yang dilakukan oleh JMS pada tahun 2010 tentang efektifitas layanan puskesmas maka perubahan yang ada seperti dalam keterbukaan informasi, terlihat dalam tabel berikut : Tabel – 1. Keterbukaan Akses Informasi pada Pelayanan Puskesmas di wilayah Lombok Barat-NTB
Akses Informas i
Puskesm as Menintin g
Puskesm as Penimbu ng
Puskesm as Narmada
Puskesm as Gerung
Puskesm as Kediri
Puskesm as Sedayu Kuripan
Jm h
Jm h
Jm h
Jm h
Jm h
Jm h
%
%
%
%
%
%
Sangat Terbuka
28
56
18
36
6
12
10
20
7
16
2
5
Terbuka
13
26
22
44
18
36
17
34
18
40
17
45
Tertutup
7
14
8
16
14
28
10
20
20
44
20
50
Sangat Tertutup
2
4
2
4
12
24
13
26
0
0
0
0
Sumber: Hasil survey Jaringan Masyarakat Sipil Kabupaten Lombok Barat (2010).
Dari tabel tersebut terlihat bahwa keterbukaan informasi di Puskesmas Penimbung cukup tinggi. Keterbukaan informasi ini terjadi karena puskesmas maupun warga sudah saling menjadi mitra dan saling bekerjasama. Hal ini juga terungkap dari pernyataan kepala Puskesmas Penimbung yaitu dr.I Made Arimbawa yang menyatakan bahwa pada saat bertugas di Puskesmas Penimbung tahun 2004, kesulitan untuk mendekati warga. Setelah adanya CC, puskesmas juga belajar tentang mendekati warga dan bekerja bersama warga. Dari survey JMS juga terlihat bagaimana tingkat kepuasan warga terhadap layanan puskesmas seperti. Tabel – 2. Tingkat Kepuasan Warga Terhadap Pelayanan Puskesmas di Wilayah Lombok Barat Puskesm as Menintin g
Puskesm as Penimbu ng
Puskesm as Narmad a
Puskesm as Gerung
Puskesm as Kediri
Puskesm as Sedayu Kuripan
Jm h
%
Jm h
Jm h
Jm h
Jm h
Jm h
Sangat Baik
12
24
5
10
8
16
7
14
5
11
4
10
Baik
21
42
22
44
16
32
13
26
11
24
18
48
Cukup Baik
13
26
19
38
17
34
17
34
20
45
10
26
Buruk
2
4
4
8
7
14
8
16
8
18
3
8
Sangat Buruk
2
4
0
0
2
4
5
10
1
2
3
8
Kepuasan Pengguna Layanan Puskesmas
%
%
%
Sumber: Hasil Survey Jaringan Masyarakat Sipil Lombok Barat (2010).
89
%
%
Warga merasa pelayanan di puskesmas Penimbung baik sebanyak 44% dan sangat baik 10%, berarti kepercayaan warga terhadap Puskesmas Penimbung cenderung baik. Memang dengan adanya MoU, memperbaiki pelayanan di Puskesmas. Warga juga menginginkan agar pelayanan kesehatan yang baik tidak hanya di puskesmas tetapi juga sampai di rumah sakit. Maka saat ini CC Mandiri bersama-sama 12 CC lain di JMS, sedang mengupayakan adanya kebijakan pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten. Dari CC Mandiri duduk 2 orang sebagai delegator untuk Tim Advokasi Kabupaten. Warga merasakan manfaat dari kerja-kerja CC Mandiri selama ini, sehingga desa memberikan apresiasi. Apresiasi yang diberikan adalah memasukkan program-program kerja CC dalam RPJM desa. Bahkan ADD tahun 2010 mendukung CC dengan membelikan meubeler (almari) untuk menyimpan dokumen-dokumen CC. Desa juga menyediakan satu local ruang untuk secretariat CC Mandiri. Bahkan para relawan CC menjadi delegator perempuan dalam Musrenbang desa sampai kecamatan. Ternyata kepedulian 3 orang perempuan desa yang merasa khawatir dengan kondisi perempuan di desanya telah membawa perubahan yang besar. Tidak hanya dirasakan oleh perempuan saja tetapi juga oleh semua unsur warga termasuk laki-laki. Pembelajaran yang dapat diambil dari perjalanan CC “Mandiri” adalah bahwa perbaikan layanan public dapat diwujudkan jika melibatkan semua unsur warga dengan melihat potensi yang dimiliki oleh desa tersebut. Selain itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan sesuatu yang kecil/sederhana namun membawa perubahan yang besar serta kegiatan yang dilakukan haruslah menjawab kondisi yang terjadi.
90
MENINGKATKAN ALOKASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH UNTUK PEMBANGUNAN Pemanfaatan RPJM-Desa sebagai Basis Perencanaan Pembangunan di Sumba Timur - NTT
Kondisi Perencanaan Pembangunan Saat itu • • • • •
Semua desa dan kelurahan di Sumba Timur (140 Desa dan 16 Kelurahan) belum memiliki dokumen Rencana Pembangunan Jangka MenengahDesa/ Kelurahan (RPJM-Desa/ Kelurahan). Proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah-Desa (RKP-Desa) masih bersifat elitis, formalistik, partisipasi masyarakat (terutama perempuan, orang miskin, kaum marginal masih sangat minim) Isi/ substansi RKP-Desa: lebih banyak daftar keinginan dari pada kebutuhan, lebih banyak untuk pembangunan fisik daripada penguatan kapasitas SDM, swadaya masyarakat kurang Proses Musrenbang-desa: tidak ada persiapan masyarakat, musrenbangdusun jarang dilakukan, Musrenbang-Desa hanya dihadiri oleh utusanutusan tertentu saja, tidak meliubatkan masyarakat secara keseluruhan. RKP-Desa disusun tidak berdasarkan pada RPJM-Desa-padahal RPJMDesa merupakan rujukan dan induk progarm bagi RKP-Desa
91
ACCESS Memperkenalkan Community Led Assessment and Planning Process – Gender and Poverty Inclusive (CLAPP-GPI): Salah satu perwujudan penerapan prinsip-prinsip perencanaan dan penganggaran desa
Kalau bisa !! Kenapa tidak mencoba ? • Tahun 2006 ada 2 desa ( Desa Kamanggi, Matawai katingga) yang difasilitasi oleh ACCESS-Mitra SamyaLSM Lokal menyusun RPJM-Desa • Tahun 2007: ada 9 desa dan 2 kelurahan, difasilitasi menyusun RPJM-Desa/ Kelurahan • Total: ada 11 desa/ 2 kelurahan yang sudah memiliki dokumen perencanaan pembangunan
92
Setelah, 2-3 tahun berlalu, bagaimana pemanfaatannya dan perubahan-perubahan apa yang telah terjadi di desa/kelurahan?
PEMBUKTIAN Kepuasan masyarakat Terhadap Pemanfataan RPJM-Desa/ Kelurahan Survei LSM ? Apa Kata Masyarakat ?
Hasil Survei Kepuasan Warga ( Temuan LSM)
93
Pendidikan • Adanya peningkatan pada kuantitas-kualitas dari sisi supply – penyedia layanan seperti: – Penambahan tenaga guru – insentif bagi guru honor – Pembangunan gedung (TK, SD dan SMP), rehab gedung, penambahan ruang kelas, rehab mess guru, penambahan bangku murid, dan lain-lain
• Adanya peningkatan pada sisi demand – penerima layanan, seperti: – – – –
Akses masyarakat terhadap pendidikan lebih mudah Partisipasi sekolah untuk pendidikan dasar meningkat Angka/ persentasi kelulusan SD meningkat. Anak yang melanjutkan pendidikan ke pendidikan lebih tinggi meningkat (SMP dan SMA). – Kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak meningkat. – Beban orang tua untuk menyekolahkan anak menurun – Swadaya masyarakat untuk membuat sekolah meningkat
• Bantuan dari PNPM (pakaian seragam, sepatu, Alat Tulis Menulis, bea siswa dan PMTAS, fasilitas pendidikan) memperkuat peningkatan sisi supply dan demand
Kesehatan • • • • •
• •
• • •
Pelatihan kader posyandu (kataka) Adanya Penambahan ruang rawat inap di Puskesmas (kamanggih) Adanya bantuan insentif bagi kader posyandu (mauramba, meurumba) Adanya program kelambunisasi (meurumba, mauramba, laimbonga, kamanggih): Adanya program air bersih: pipanisasi (mauramba, kambata bundung, matawai katingga, kotak kawau) dan sumur (kamanggih, mauramba, kawangu, praihambuli) Adanya PMTAS (Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (mauramba, kotak kawau, laimbonga, matawai katingga, praihambuli, kawangu, kambata bundung, ndapayami) Adanya PMT ibu hamil, bayi balita, ibu menyusui (mauramba, kambata bundung kotak kawau, laimbonga, matawai katingga, praihambuli, kawangu, ndapayami); Adanya pembangunan dan rehab gedung pustu dan polindes (mauramba,meurumba, kambata Bundung,matawai katingga) : Pembangunan gedung posyandu (praihamuli, kamanggih) Adanya penambahan tenaga medis/ perawat dan bidan (mauramba, meurumba, kambatabundung, kataka, kamanggih, mauramb)
94
•
Ekonomi
Adanya peningkatan ketersediaan sarana produksi pertanian, misalnya: – Pengadaan motor air (kawangu,kotak kawau,kataka) – Pengadaan hand tractor(ndapayami, matawai maringu, kotak kawau) – Pengadaan handsprayer (kotak kawau) – Pengadaan bibit kacang kedele (kambata bundung,) – Pengadaan bibit kacang tanah dan jagung (kawangu, kotak kawau, matawai katingga, praihamuli) – Pengadaan pupuk kimia (kawangu, matawai katingga, kataka) – Pengadaan herbisida/ rundup (laimbonga) – Pengadaan bibit bawang merah, putih (meurumba, mauramba, kamanggih) – Pengadaan bibit sayur(meurumba, mauramba, kambata bundung) – Pengadaan pacul/ cangkul (kawangu, kambata bundung)
•
• – – – – –
–
• – – – – –
Dengan adanya sarana pertanian dapat berpengaruh terhadap: – Adanya perluasan lahan pertanian – ekstensifikasi – Adanya peningkatan produksi pertanian – Adanya ketersediaan pangan rumah tangga – Ada peningkatan pendapatan rumah tangga
Adanya peningkatan sarana usaha produktif, misalnya: Pengadaan ikan air tawar (meurumba, mauramba, kambata bundung, praihambuli) Pengadaan mesin jahit ( kambata bundung, kataka) Pengadaan pukat tembang 1 inchi (kawangu) Pengadaan benang tenun (kawangu) Pengadaan ternak besar, sedang, kecil (mauramba, meurumba, kambata bundung, kamanggih, ndapayami, matawai maringu, matawai katingga, laimbonga, kotak kawau, praihambuli, kawangu) Kelompok UBSP / SPP (matawai katingga, kotak kawau, praihamuli) Dengan adanya peningkatan sarana usaha produktif dapat berpengaruh terhadap; Adanya perluasan usaha produktif Adanya peningkatan produksi usaha produktif Akses terhadap modal usaha (uang) lebih mudah Ada peningkatan pendapatan rumah tangga Adanya pengurangan angka kemiskinan
Sarana dan Prasarana/ Infrastruktur Dasar • •
• •
• •
Adanya pembangunan Cek DAM (kataka, meurumba, ndapayami), Embung (kataka), saluran irigasi (ndapayami, kawangu): Adanya program listrik masuk desa: Perluasan jaringan listrik (kamanggih), Pengadaan Genset (kambata bundung, meurumba, mauramba, ndapayami, kataka, laimbonga, kotak kawau, kawangu), PLTS ( kataka, mauramba); Adanya program peningkatan kualitas jalan, pembukaan badan jalan (mauramba, kambata bundung, ndapayami, praihamuli, kawangu) dan peningkatan badan jalan (kambata bundung,laimbonga,kawangu); Pembangunan bronjong pelindung erosi (kawangu):
Adanya pembangunan kantor desa (kambata bundung, meurumba, mauramba, kamanggih, laimbonga, kotak kawau, matawai katingga) Pembangunan gedung BPP (Badan Penyuluhan Pertanian) di praihambuli, kamanggi:
95
Relasi Gender, kepemimpinan perempuan, partisipasi perempuan •
Adanya partisipasi perempuan dalam pembangunan; – Fasilitator desa perempuan telah menjadi anggota DPRD kab Sumba Timur (kamanggih) – Perempuan sering dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan formal maupun informal desa – Perempuan makin berani untuk menyampaikan pendapatnya saat pertemuan, terlibat dalam pengambilan keputusan – Adanya pelatihan yang mendorong kepemimpinan perempuan (Ndapayami) – Semakin banyak perempuam terlibat dalam pemerintahan desa dan menduduki posisi-posisi strategis (kepala desa, sekretaris desa, Ketua Kelompok) – Muncul dan berkembangnya kelompok-kelompok perempuan (UBSP, SPP, kelompok tenun). – Perempuan terlibat aktif dalam Musrenbang (dusun/ lingkungan, desa/ kelurahan dan kecamatan) – Pengakuan laki-laki atas kapasitas perempuan dalam pertemuanpertemuan desa
Sosial-Budaya-Agama •
•
•
• •
Adanya peningkatan kesadaran warga untuk menjaga kelestarian budaya: sarana tari-tarian dan kerajinan tangan (Kamanggih) Adanya peningkatan layanan keagamaan (pembangunan gedung gereja (kambata bundung, kamanggih) Adanya penguatan kapasitas aparat desa-kel (Tupoksi) (kamanggih, meurumba) sehingga meningkatkan kualitas pelayanan Adanya penguatan kapasitas kelompok (kamanggih) Adanya pendataan tanah untuk memperkuat status kepemilikan (kambata bundung)
Lingkungan •
•
•
96
Adanya pemisahan padang gembala dan kebun rakyat melalui pengadaan kawat duri dan pembuatan pagar pemisah antara padang ternak dan kebun rakyat (kambata bundung, matawai maringu, matawai katingga, praihambungi, kawangu): Pengadaan dan penanaman anakan: kopi, jambu mente, jati, gamalina, sukun, mahoni, kalengkeng, mangga di semua desa: mencegah erosi, penyerapan air, ketersediaan kayu bakar dan bangunan rumah, buahbuahan, dan lain-lain Adanya pembangunan Kebun Bibit Desa (KBD): matawai katinggah: akses terhadap bibit tanaman umur panjang lebih mudah
Peningkatan Alokasi Anggaran Pemerintah daerah Untuk Pembangunan APB-Des, APBD II, APBD II- DAK/APBN
Respek PEMDA terhadap RPJM-Desa TA 2007 :
Itu baru benar Boss !
TA 2008 : TA 2009 :
Grafik Peningkatan Alokasi Anggaran Pemerintah Daerah Untuk Pembangunan Implementasi RPJMDesa 11 Desa dan 2 Kelurahan di Kabupaten Sumba Timur 6,401,479,330 7,000,000,000 6,000,000,000 5,000,000,000 4,000,000,000
2,587,786,660
Series1
3,000,000,000 837,150,000 2,000,000,000 1,000,000,000 Tahun 2007
Tahun 2008
97
Tahun 2009
Terima Kasih
98