UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH BELANJA KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH DAN TINGKAT KORUPSI TERHADAP INDIKATOR KESEHATAN DI INDONESIA
SKRIPSI
ELDI RAHMADAN 1006763395
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DEPOK JUNI 2014
Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh: Nama
: Eldi Rahmadan
NPM
: 1006763395
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Pengaruh Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah dan Tingkat Korupsi terhadap Indikator Kesehatan di Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Rus’an Nasrudin S.E., MIDEC
(
)
Penguji
: Teguh Dartanto S.E., M.Ec., Ph.D
(
)
Penguji
: DR. Sartika Djamaluddin S.E., M.Si
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 27 Juni 2014
Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Eldi Rahmadan
NPM
: 1006763395
Program Studi : Ilmu Ekonomi Departemen
: Ilmu Ekonomi
Fakultas
: Ekonomi
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Pengaruh Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah dan Tingkat Korupsi terhadap Indikator Kesehatan di Indonesia” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 27 Juni 2014 Yang menyatakan
( Eldi Rahmadan )
Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Pengaruh Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah dan Tingkat Korupsi terhadap Indikator Kesehatan di Indonesia
Eldi Rahmadan, Rus’an Nasrudin
1. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Salah satu usaha pemerintah sebuah negara untuk memperbaiki tingkat kesehatan penduduknya adalah melalui pengalokasian belanja dalam fungsi kesehatan. Hasil dari studi terdahulu mengenai pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah terhadap indikator kesehatan yang berbeda-beda menimbulkan dugaan adanya keterlibatan dari korupsi. Penelitian ini menguji hipotesis mengenai signifikansi pengaruh belanja kesehatan pemerintah serta tingkat korupsi terhadap angka morbiditas sebagai representasi indikator kesehatan di Indonesia. Studi ini menggunakan metode regresi panel berdasarkan data tingkat kabupaten/kota di Indonesia tahun 2008 dan 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja kesehatan pemerintah secara signifikan mempengaruhi angka morbiditas, sementara tingkat korupsi belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas.
The Impact of Local Government Health Expenditure and the Level of Corruption on Health Indicator in Indonesia
Abstract
One of the efforts made by the government to increase a country’s health indicators is by the allocation of health function expenditure. Different arguments from previous studies regarding the relationship between government health expenditure and health indicators results in a presumption of the involvement of corruption. This research tries to analyze the impact of government health expenditure and the level of corruption on morbidity rate as a representation of health indicator in Indonesia. Using panel regression method based on the district/municipality level data from 2008 and 2010, this research shows that there is a significant impact of government health expenditure on morbidity rate. On the other side, the level of corruption doesn’t show a significant impact on morbidity rate.
1 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Keywords: corruption; government expenditure; health; morbidity
Pendahuluan
Kesehatan merupakan sebuah isu yang hampir selalu menjadi perhatian pemerintah negara-negara di dunia. Tingkat kesehatan warga negara yang baik dapat memacu kehidupan yang lebih produktif, sekaligus dapat menjadi cerminan kemajuan dan pembangunan manusia negara yang bersangkutan. Haq dan Sen (1990) menggunakan kesehatan sebagai salah satu komponen penentu human development index (indeks pembangunan manusia), yang hingga kini masih dijadikan salah satu acuan penentu kualitas dari human capital sebuah negara. Kesehatan juga memegang peranan penting dalam menunjang capaian indikator-indikator ekonomi sebuah negara. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa kesehatan memiliki peran penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Gauri (2003) menunjukkan bahwa konsumsi atas kesehatan dan pendidikan dapat memacu produktivitas rumah tangga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akram, Padda, dan Khan (2008) menunjukkan bahwa indikator kesehatan memegang peranan yang penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Dengan pentingnya peran kesehatan dalam peningkatan kualitas human capital serta capaian indikator-indikator ekonomi, sebagai sebuah negara berkembang yang selalu dihadapkan dengan tuntutan peningkatan indikator ekonomi, sudah seharusnya pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang besar terhadap tingkat kesehatan penduduknya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memperbaiki tingkat kesehatan penduduk Indonesia adalah melalui pengalokasian belanja dalam fungsi kesehatan. Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia, belanja kesehatan merupakan salah satu fokus belanja pemerintah yang dikategorikan berdasarkan fungsinya. Dalam kurun waktu tahun 2005 s.d. 2012, belanja kesehatan pemerintah Indonesia mengalami peningkatan sebesar sekitar 163%. Pertanyaan menarik yang cukup sering muncul adalah apakah peningkatan belanja kesehatan yang sangat pesat sebanding dengan peningkatan capaian indikatornya.
2 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Besaran belanja kesehatan yang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir nyatanya belum berhasil menempatkan Indonesia pada posisi yang membanggakan jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam hal angka harapan hidup, sampai pada tahun 2012, Indonesia masih berada pada urutan keenam dari sepuluh negara anggota ASEAN. Dalam hal ini, posisi Indonesia masih berada dibawah negara-negara tetangga seperti Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Paparan data di atas seakan memperlihatkan bahwa meski pemerintah Indonesia telah mengalokasikan besaran belanja yang besar dan terus meningkat dalam fungsi kesehatan, capaian indikator kesehatan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir belum mengalami perkembangan yang cukup sebanding. Berdasarkan hal tersebut, efektivitas belanja kesehatan di Indonesia menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas. Pada dasarnya, setiap pemerintah negara di dunia berusaha untuk menentukan besaran belanja yang sesuai untuk menghasilkan luaran secara efektif dan efisien. Beberapa studi sebelumnya telah membahas pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah terhadap capaian indikator-indikator kesehatan, dan berbagai studi tersebut masih memperlihatkan hasil yang cukup beragam. Perbedaan hasil studi tersebut menimbulkan sebuah dugaan bahwa mungkin masalah hubungan antara belanja kesehatan dengan capaian indikator kesehatan bukan hanya terletak pada sisi besaran belanja, melainkan juga pada sisi kualitas dan implementasi belanja pemerintah. Okpala dan Okpala (2006) menduga bahwa tidak signifikannya peran belanja publik terhadap indikator luarannya dapat disebabkan oleh tingkat korupsi yang tinggi serta performa pemerintahan yang buruk. Rajkumar dan Swaroop (2008) menduga bahwa peran belanja publik yang tidak signifikan dapat disebabkan oleh terjadinya efek crowding out dari penyediaan barang publik oleh swasta serta faktor pemerintahan yang buruk (seperti kebocoran belanja publik dan kualitas institusional yang buruk). Kualitas pemerintahan serta tingkat korupsi menjadi hal yang penting untuk dibahas sebagai salah satu faktor penentu capaian indikator luaran kesehatan. Rajkumar dan Swaroop (2008) melakukan studi antar negara mengenai hubungan antara belanja publik serta peran dari korupsi dan pemerintahan dengan capaian indikator luarannya. Farag, Nandakumar, Wallack, Hodgkin, Gaumer, dan Erbil (2013) juga melakukan studi antar negara mengenai hubungan antara belanja publik pada sektor kesehatan terhadap capaian indikator luarannya dengan melibatkan pentingnya faktor pemerintahan. Dalam kasus Indonesia, studi mengenai pengaruh belanja publik dan faktor korupsi terhadap capaian indikator luarannya dilakukan oleh Suryadarma (2012), yang menggunakan kasus sektor pendidikan. Studi-studi tersebut 3 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
memperlihatkan bahwa tingkat korupsi menjadi faktor yang penting dalam menentukan capaian indikator luaran dari belanja publik. Setelah Indonesia menerapkan sistem desentralisasi fiskal, pemerintah tingkat daerah di Indonesia memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola pendapatan maupun belanja daerahnya. Kewenangan atas pengelolaan pendapatan dan belanja daerah tersebut salah satunya mencakup sektor kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan kesehatan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, efektivitas dari belanja kesehatan pemerintah pada tingkat daerah kabupaten/kota di Indonesia juga menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Fenomena korupsi sendiri hingga saat ini kerap ditinjau sebagai salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia. Berdasarkan pemeringkatan negara terkorup yang dirilis oleh Transparency International pada tahun 2012, Indonesia berada pada peringkat 118 dari 176 negara (peringkat yang semakin rendah merepresentasikan kondisi negara yang semakin korup). Sektor kesehatan di Indonesia pun tidak luput dari ancaman tindak pidana korupsi. Tempo (2014) menyebutkan bahwa Indonesian Corruption Watch (ICW) setidaknya mencatat sebanyak 122 kasus korupsi yang terjadi pada sektor kesehatan sepanjang periode tahun 2001 s.d. 2013. Berdasarkan pentingnya capaian indikator kesehatan di Indonesia, hasil studi terdahulu mengenai hubungan antara belanja kesehatan pemerintah dengan capaian indikator kesehatan yang belum konsisten, besarnya peran pemerintahan tingkat daerah dalam sektor kesehatan, serta dugaan adanya peran dari korupsi, penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis mengenai signifikansi pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah dan tingkat korupsi terhadap indikator kesehatan pada daerah tingkat kabupaten/kota di Indonesia.
Tinjauan Teoritis
Sejak tahun 2000, Indonesia menerapkan sistem desentralisasi fiskal. Penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan munculnya Undang-Undang No. 22 Tahun 4 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang selanjutnya diperbaharui oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan penerapan sistem desentralisasi fiskal, pemerintah tingkat daerah di Indonesia memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola pendapatan maupun belanja daerahnya, tak terkecuali pada sektor kesehatan. Urusan kesehatan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Dalam struktur APBD, belanja kesehatan merupakan salah satu fokus belanja pemerintah daerah yang dibagi berdasarkan fungsinya. Pengelolaan urusan baik dalam hal operasional maupun keuangan yang berada pada tingkat pemerintahan yang lebih rendah diharapkan akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pelayanan kesehatan di Indonesia, yang selanjutnya akan meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia. Sebagai salah satu sumber utama pendanaan dalam penyediaan layanan dan fasilitas kesehatan di Indonesia, belanja kesehatan pemerintah diduga memiliki peranan penting dalam menunjang capaian indikator kesehatan di Indonesia. Peningkatan belanja kesehatan pemerintah diharapkan akan membawa perbaikan pada layanan dan fasilitas kesehatan. Layanan dan fasilitas kesehatan yang semakin baik diharapkan akan diiringi oleh perbaikan tingkat kesehatan penduduk di Indonesia. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mendefinisikan tindak pidana korupsi sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Transparency International Indonesia (2008) mendefinisikan korupsi sebagai tindak penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan pribadi. Dari setidaknya 30 jenis tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindak korupsi berdasarkan-Undang No. 31 Tahun 1999, Transparency International Indonesia mengelompokkannya menjadi tujuh jenis kategori umum, yakni segala tindakan dari perangkat publik yang menimbulkan kerugian finansial, penggelapan, pemerasan, penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang publik, konflik kepentingan dalam pengadaan barang publik, serta gratifikasi. Hubungan antara korupsi dengan dengan tingkat indikator kesehatan dapat dijelaskan melalui beberapa kemungkinan argumen. Yang pertama, terjadinya fenomena korupsi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan dalam pengadaan barang publik 5 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
pada sektor kesehatan dapat mengakibatkan tidak optimalnya penyediaan layanan dan fasilitas kesehatan. Penyediaan layanan dan fasilitas pendukung kesehatan yang tidak optimal pada suatu daerah akan berdampak buruk bagi capaian indikator kesehatan masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Yang kedua, merujuk pada studi Tanzi dan Davoodi (1997), tingginya tingkat korupsi dapat diikuti dengan tingginya belanja investasi publik yang tidak efektif, rendahnya belanja operasional dan biaya pemeliharaan, serta akan berdampak pada rendahnya kualitas infrastruktur. Berdasarkan argumen tersebut, terjadinya fenomena korupsi pada sektor kesehatan dapat berakibat pada rendahnya kualitas infrastruktur kesehatan. Kualitas infrastruktur kesehatan yang rendah tentunya dapat memberikan dampak yang buruk bagi capaian indikator kesehatan masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah terhadap capaian indikator-indikator kesehatan. Gupta, Verhoeven, dan Tiongson (1999) menggunakan data 50 negara transisi dan berkembang pada periode tahun 1993-1994 dalam studinya, dan menunjukkan bahwa persentase belanja kesehatan primer terhadap total belanja kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indikator kesehatan berupa angka kematian bayi dan angka kematian balita. Studi dari Baldacci, Guin-Siu, dan de Mello (2002) menggunakan data dari 111 negara transisi dan berkembang dalam periode tahun 1985 s.d. 1998, dan menunjukkan hasil yang berbeda-beda terkait pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah terhadap indikator kesehatan. Penelitian mengenai pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah terhadap capaian indikator-indikator kesehatan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan studi kasus Indonesia. Hasil studi dari Pradipta (2003), Hardian (2007), dan Sirait (2010) menunjukkan bahwa belanja kesehatan pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indikator kesehatan berupa angka kematian bayi. Studi dari Sari (2006) menunjukkan bahwa belanja kesehatan pemerintah berpengaruh signifikan terhadap indikaor kesehatan berupa contact rate. Studi dari Utami (2007) serta Waluyo (2010) menunjukkan bahwa belanja kesehatan pemerintah secara signifikan mempengaruhi indeks pembangunan manusia. Alamsyah (2009) menunjukkan bahwa variabel interaksi antara belanja kesehatan dengan kehadiran tenaga kelahiran terlatih berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi. Alfilianto (2009) menunjukkan bahwa dana alokasi khusus dari pemerintah pusat mempengaruhi angka kematian bayi dan angka harapan hidup pada tingkat daerah. Hasil yang cukup berbeda dalam kasus Indonesia dikemukakan oleh Suhri (2005), yang mengungkapkan
6 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
bahwa belanja kesehatan pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap indikator kesehatan berupa angka kematian bayi maupun angka harapan hidup. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, studi mengenai pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah terhadap capaian indikator-indikator kesehatan dengan melibatkan faktor kualitas pemerintahan atau tingkat korupsi juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Rajkumar dan Swaroop (2008) melakukan studi antar negara mengenai hubungan antara belanja publik serta peran korupsi dan pemerintahan dengan capaian indikator luarannya, dan memperlihatkan bahwa peran korupsi dan pemerintahan secara signifikan mempengaruhi capaian indikator pendidikan dan kesehatan. Farag, Nandakumar, Wallack, Hodgkin, Gaumer, dan Erbil (2013) juga melakukan studi antar negara mengenai hubungan antara belanja publik pada sektor kesehatan terhadap capaian indikator luarannya dengan melibatkan pentingnya faktor pemerintahan, dan menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa. Dalam kasus Indonesia, studi mengenai pengaruh belanja publik dan faktor korupsi terhadap capaian indikator luarannya dilakukan oleh Suryadarma (2012), yang menggunakan kasus sektor pendidikan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa belanja publik dan faktor korupsi berperan penting dalam meningkatkan indikator pendidikan di Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan regresi panel berdasarkan data tingkat daerah kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2008 dan 2010. Pengujian yang dilakukan mencoba menganalisis dampak dari variabel penjelas utama berupa belanja kesehatan pemerintah dan indikator korupsi terhadap variabel terikat berupa indikator kesehatan. Model ekonometrika yang digunakan merujuk kepada model yang digunakan dalam penelitian terdahulu oleh Rajkumar dan Swaroop (2008), Suryadarma (2012), dan Farag, Nandakumar, Wallack, Hodgkin, Gaumer, dan Erbil (2013). Model yang di gunakan diekspresikan dalam bentuk sebagai berikut.
7 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
dimana
merupakan angka morbiditas di daerah pada tahun ,
merupakan belanja kesehatan pemerintah (dalam bentuk logaritma natural) di daerah tahun ,
merupakan indeks persepsi korupsi di daerah
vektor dari variabel-variabel kontrol di daerah
pada tahun ,
pada tahun , dan
pada
merupakan
merupakan error term
dari model. Variabel-variabel kontrol yang akan digunakan diantaranya
yang
merupakan produk domestik regional bruto riil (dalam bentuk logaritma natural) di daerah pada tahun ,
yang merupakan angka melek huruf dewasa di daerah
pada tahun ,
yang merupakan variabel dummy daerah yang bernilai 0 untuk kabupaten/kota di luar Pulau Jawa dan bernilai 1 untuk kabupaten/kota di dalam Pulau Jawa, serta
yang merupakan variabel dummy yang bernilai 0 untuk tahun 2008
dan bernilai 1 untuk tahun 2010. Seperti yang tertera pada model dan keterangan di atas, indikator kesehatan sebagai varibel terikat direpresentasikan oleh angka morbiditas, yaitu persentase jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya aktivitas terhadap jumlah penduduk di dalam suatu daerah.. Penggunaan angka morbiditas sebagai representasi indikator kesehatan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tingkat kesehatan masyarakat yang lebih menyeluruh dibandingkan dengan bentuk indikator kesehatan lainnya. Variabel penjelas utama pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah belanja kesehatan pemerintah, yaitu besaran belanja pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota yang diklasifikasikan menurut fungsi kesehatan. Variabel penjelas utama kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks persepsi korupsi, yaitu sebuah indeks representasi dari tingkat korupsi yang diperoleh berdasarkan survei atas persepsi para pelaku bisnis atau badan usaha mengenai fenomena korupsi yang terjadi pada pemerintahan daerah. Indeks persepsi korupsi merupakan indikator representasi tingkat korupsi yang hingga saat ini paling mungkin digunakan. Nilai indeks persepsi korupsi berkisar antara 0 (daerah terindikasi sangat korup) s.d. 10 (daerah terindikasi sangat bersih). Variabel-variabel kontrol yang digunakan antara lain produk domestik regional bruto riil, angka melek huruf dewasa, variabel dummy daerah (Jawa/non-Jawa), serta variabel dummy tahun. Seluruh variabel penjelas yang digunakan diduga memiliki pengaruh yang bersifat negatif dengan angka morbiditas, atau dengan kata lain memiliki pengaruh yang bersifat positif terhadap tingkat indikator kesehatan penduduk.
8 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Hasil Penelitian
Tabel 1. menunjukkan rangkuman statistik deskripsi dari data variabel terikat serta variabel penjelas yang digunakan dalam dalam penelitian ini (diluar variabel interaksi dan variabel dummy). Data dari variabel terikat serta variabel penjelas tersebut merupakan data tingkat daerah kabupaten/kota di Indonesia dalam tahun 2008 dan 2010 yang termasuk dalam observasi penelitian.
Tabel 1. Rangkuman Statistik Deskripsi dari Data Observasi
Variables Angka Morbiditas (%)
Mean 32,68
Std. Dev. 7,53
Min 16,05
Max 49,75
Obs. 107
73.700,00
51.400,00
1.780,00
295.000,00
84
4,71
0,74
2,97
6,71
91
PDRB Riil (Juta Rupiah)
8.530.000,00
13.000.000,00
474.000,00
87.800.000,00
107
Angka Melek Huruf (%)
96,95
3,30
81,50
99,87
107
Belanja Kesehatan Pemerintah (Juta Rupiah) IPK
Sumber: olahan pribadi.
Angka morbiditas sebagai variabel terikat memiliki nilai rata-rata sebesar 32,68%, dengan nilai terendah sebesar 16,05% (Kota Bekasi pada tahun 2010) dan nilai tertinggi sebesar 49,75% (Kota Palembang pada tahun 2008). Variabel penjelas belanja kesehatan pemerintah memiliki nilai rata-rata sebesar Rp73,7 miliar, dengan nilai terendah Rp1,78 miliar (Kota Serang pada tahun 2008) dan nilai tertinggi Rp295 miliar (Kota Medan pada tahun 2010). Variabel penjelas indeks persepsi korupsi memiliki nilai rata-rata sebesar 4,71, dengan nilai terendah 2,97 (Kota Kupang pada tahun 2008) dan nilai tertinggi 6,71 (Kota Denpasar pada tahun 2010). Variabel kontrol PDRB riil memiliki nilai rata-rata sebesar Rp8,53 triliun, dengan nilai terendah sebesar Rp474 miliar (Kabupaten Solok pada tahun 2008) dan nilai tertinggi sebesar Rp87,8 triliun (Kota Surabaya pada tahun 2010). Variabel kontrol angka melek huruf memiliki nilai rata-rata sebesar 96,95%, dengan nilai terendah 9 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
sebesar 81,50% (Kabupaten Jember pada tahun 2008) dan nilai tertinggi sebesar 99,87% (Kota Pekanbaru pada tahun 2010). Hasil Regresi model empiris pengaruh belanja kesehatan pemerintah dan korupsi terhadap angka morbiditas ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Regresi Model Empiris Pengaruh Belanja Kesehatan Pemerintah dan Korupsi terhadap Angka Morbiditas
Dependent Variable :
Angka Morbiditas
Independent Variables: Belanja Kesehatan Pemerintah (ln) IPK
Regresi 1 -1,937286
Regresi 2 -4,19832
(1,869937)
(1,878984)
-0,7878258
-0,4364512
(0,8537157)
(0,9279472)
-0,5897768
-0,8630729
(0,9886186)
(0,9515353)
PDRB Riil (ln) Angka Melek Huruf
-0,4755204
**
***
(0,2738602) Dummy Jawa/Non-Jawa
4,6639
**
(2,178038) Dummy Tahun
-1,139743 (1,244055)
Constant
R-square Number of Observation
100,5434
208,3861
(37,82813)
(53,16179)
0,0522
0,2292
69
69
*
* signifikan pada ** signifikan pada *** signifikan pada
Regesi 1 menguji pengaruh dari variabel penjelas belanja kesehatan pemerintah (dalam bentuk logaritma natural) dan indeks persepsi korupsi terhadap variabel terikat angka morbiditas, dengan hanya melibatkan variabel kontrol berupa PDRB riil (dalam bentuk logaritma natural). Berdasarkan pengujian F statistic (Chow Test), pengujian Breusch-Pagan Lagrange Multiplier, serta pengujian Hausman, model terbaik yang dapat digunakan untuk 10 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
persamaan regresi 1 adalah model regresi random effects. Hasil pengujian regresi 1 menunjukkan bahwa baik pada tingkat signifikansi 1%, 5%, maupun 10%, variabel belanja kesehatan pemerintah, indeks persepsi korupsi, serta variabel kontrol PDRB riil tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap terhadap variabel terikat angka morbiditas. Nilai R-square sebesar 0,0522 berarti bahwa variabel belanja kesehatan pemerintah, indeks persepsi korupsi, dan PDRB riil hanya memiliki kemampuan untuk menerangkan variasi yang terjadi pada variabel terikat angka morbiditas sebesar 5,22% persen. Regesi 2 menguji pengaruh dari variabel penjelas berupa belanja kesehatan pemerintah (dalam bentuk logaritma natural) dan indeks persepsi korupsi terhadap variabel terikat berupa angka morbiditas dengan melibatkan variabel-variabel kontrol berupa PDRB riil (dalam bentuk logaritma natural), angka melek huruf dewasa, variabel dummy daerah (Jawa/non-Jawa), serta variabel dummy tahun. Berdasarkan pengujian F statistic (Chow Test), pengujian Breusch-Pagan Lagrange Multiplier, serta pengujian Hausman, model terbaik yang dapat digunakan untuk persamaan regresi 2 adalah model regresi random effects. Hasil pengujian regresi 2 menunjukkan bahwa variabel belanja kesehatan pemerintah dalam bentuk logaritma natural berpengaruh signifikan terhadap angka morbiditas pada tingkat signifikansi 5%. Variabel kontrol angka melek huruf dewasa dan variabel dummy daerah (Jawa/NonJawa) juga berpengaruh signifikan terhadap angka morbiditas, masing-masing pada tingkat signifikansi 10% dan 5%. Di sisi lain, variabel indeks persepsi korupsi, variabel PDRB riil dalam bentuk logaritma natural, dan variabel dummy tahun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas baik pada tingkat signifikansi 1%, 5%, maupun 10%. Nilai R-square sebesar 0,2292 dari regresi 2 menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam model regresi 2 memiliki kemampuan utnuk menerangkan variasi yang terjadi pada variabel terikatnya sebesar 22,92%. Berdasarkan kriteria goodness of fit, dibandingkan dengan model regresi 1, model regresi 2 dapat menerangkan variasi yang timbul pada variabel terikat dengan lebih baik. Berdasarkan hal tersebut, penulis memilih model regresi 2 sebagai model regresi terbaik yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Pembahasan
11 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Berdasarkan pengujian regresi terbaik dengan model yang ditentukan, variabel belanja kesehatan pemerintah (dalam bentuk logaritma natural) menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap angka morbiditas. Dengan kata lain, peningkatan belanja kesehatan pemerintah berengaruh positif terhadap tingkat kesehatan penduduk. Belanja kesehatan dapat menjadi representasi dari keseriusan pemerintah dalam mengurus sektor kesehatan di daerah yang bersangkutan. Belanja kesehatan merupakan instrumen dasar dari pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan, baik dalam bentuk fasilitas kesehatan secara langsung maupun tidak langsung. Peningkatan belanja kesehatan yang diikuti oleh peningkatan penyediaan layanan kesehatan dapat memberikan hasil yang positif bagi tingkat kesehatan penduduk daerah yang bersangkutan. Koefisien estimasi variabel belanja kesehatan pemerintah (dalam bentuk logaritma natural) sebesar -4,19832 berarti bahwa setiap peningkatan belanja kesehatan pemerintah sebesar 1%, ceteris paribus, akan menyebabkan penurunan angka morbiditas sebesar 4,2%. Variabel indeks persepsi korupsi tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas. Meski begitu, nilai dan arah pengaruh koefisien estimasi dari variabel indeks persepsi korupsi sesuai dengan hipotesis awal. Indeks persepsi korupsi memiliki arah hubungan yang negatif dengan angka morbiditas, atau dengan kata lain, tingginya tingkat korupsi berkorelasi negatif dengan capaian indikator kesehatan. Dampak dari indeks persepsi korupsi yang tidak signifikan terhadap angka morbiditas sebagai indikator kesehatan dapat dijelaskan melalui beberapa kemungkinan. Yang pertama, dampak dari fenomena korupsi di Indonesia memang mungkin tidak terjadi secara signifikan pada sektor kesehatan. Yang kedua, terdapat kemungkinan bahwa variabel indeks persepsi korupsi yang digunakan belum dapat menjelaskan fenomena korupsi dengan baik, terutama pada sektor kesehatan di Indonesia secara spesifik. Meski hingga saat ini indeks persepsi korupsi merupakan indikator terbaik yang dapat digunakan untuk merepresentasikan fenomena korupsi di Indonesia, indeks persepsi korupsi masih memiliki keterbatasan. Indeks persepsi korupsi merupakan sebuah indeks yang didasarkan kepada persepsi pelaku bisnis atau badan usaha mengenai fenomena korupsi yang terjadi pada pemerintahan daerah, atau dengan kata lain bukan merupakan catatan jumlah kerugian dari fenomena korupsi secara nominal. Indeks persepsi korupsi juga masih bersifat umum, belum dapat diklasifikasikan menurut sektornya. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa indeks persepsi korupsi belum dapat menggambarkan fenomena korupsi pada sektor kesehatan secara spesifik. 12 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Variabel PDRB riil (dalam bentuk logaritma natural) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas meski nilai dan arah pengaruh koefisien estimasi dari variabel ini sesuai dengan hipotesis awal. Tidak signifikannya pengaruh dari variabel PDRB riil terhadap angka morbiditas dapat menjadi cerminan bahwa besarnya perekonomian sebuah daerah ternyata tidak menjadi faktor penentu capaian indikator kesehatan daerah yang bersangkutan. Variabel angka melek huruf dewasa memiliki pengaruh negatif dan siginifikan terhadap angka morbiditas. Hal tersebut dapat berarti bahwa meningkatnya tingkat pendidikan akan mendorong perbaikan tingkat kesehatan masyarakat. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan semakin mengerti akan cara-cara menjaga kesehatan, sehingga cenderung jarang mengalami keluhan penyakit. Koefisien estimasi variabel angka melek huruf dewasa sebesar -0,4755 berarti bahwa setiap 1% peningkatan angka melek huruf dewasa, ceteris paribus, akan menyebabkan penurunan angka morbiditas sebesar 0,48%. Variabel dummy daerah (Jawa/non-Jawa) memiliki pengaruh positif dan siginifikan terhadap angka morbiditas. Koefisien estimasi regresi variabel dummy daerah (Jawa/non-Jawa) sebesar 4,6639 memiliki arti bahwa rata-rata angka morbiditas pada kabupaten/kota di Pulau Jawa 4,66% lebih tinggi dibandingkan dengan angka morbiditas pada kabupaten/kota di luar Pulau Jawa. Di sisi lain, variabel dummy tahun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas. Hal tersebut berarti bahwa perbedaan tahun tidak menyebabkan adanya perbedaan rata-rata angka morbiditas.
Kesimpulan
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah dan faktor korupsi terhadap indikator kesehatan pada daerah tingkat kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan pengujian regeresi panel berdasarkan data daerah tingkat kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2008 dan 2010, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini. Belanja kesehatan pemerintah menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap indikator kesehatan berupa angka morbiditas. Peningkatan belanja kesehatan pemerintah sebesar 1%, ceteris paribus, akan mendorong penurunan angka morbiditas sebesar 4,2%. 13 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Dengan kata lain, peningkatan belanja kesehatan pemerintah akan berdampak positif terhadap capaian indikator kesehatan penduduk. Peningkatan belanja kesehatan yang diikuti oleh peningkatan penyediaan fasilitas serta layanan kesehatan dapat memberikan hasil yang positif bagi tingkat kesehatan penduduk daerah yang bersangkutan.. Meski menunjukkan arah pengaruh koefisien estimasi yang sesuai dengan hipotesis awal, indeks persepsi korupsi tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap indikator kesehatan berupa angka morbiditas. Pengaruh indeks persepsi korupsi yang tidak signifikan terhadap angka morbiditas diduga dapat terjadi karena dampak dari fenomena korupsi di Indonesia memang mungkin tidak terjadi secara signifikan pada sektor kesehatan. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa variabel indeks persepsi korupsi yang digunakan sebagai representasi dari tingkat korupsi belum dapat menjelaskan fenomena korupsi dengan baik, terutama pada sektor kesehatan di Indonesia secara spesifik. Selain belanja kesehatan pemerintah, variabel lain yang secara signifikan mempengaruhi indikator kesehatan berupa angka morbiditas diantaranya adalah angka melek huruf dewasa dan variabel dummy daerah (Jawa/non-Jawa). Variabel angka melek huruf dewasa memiliki hubungan negatif dengan angka morbiditas. Kabupaten/kota yang berlokasi di Pulau Jawa cenderung memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota yang berlokasi di luar pulau Jawa. Di sisi lain, variabel PDRB riil serta variabel dummy tahun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas.
Saran
Penelitian mengenai pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah dan faktor korupsi terhadap capaian indikator kesehatan pada tingkat kabupaten/kota di Indonesia ini masih memiliki berbagai keterbatasan, baik dari segi data hingga masalah waktu. Penulis memiliki beberapa saran untuk peneliti-peneliti berikutnya yang melakukan studi dalam tema sejenis. Yang pertama, penelitian berikutnya diharapkan dapat menggunakan lingkup observasi yang lebih besar, baik dalam segi rentang waktu maupun cakupan daerah. Lingkup observasi yang lebih besar diharapkan akan dapat menggambarkan fenomena pengaruh dari belanja 14 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
pemerintah dan faktor korupsi terhadap indikator kesehatan dengan lebih baik. Yang kedua, tidak signifikannya pengaruh dari korupsi terhadap indikator kesehatan pada studi ini salah satunya diduga terjadi karena variabel indeks persepsi korupsi belum dapat menggambarkan menggambarkan fenomena korupsi pada sektor kesehatan di Indonesia dengan baik. Oleh karena itu, penulis juga menyarankan percobaan penggunaan variabel lain sebagai representasi tingkat korupsi pada penelitian-penelitan selanjutnya. Yang ketiga, mengingat bahwa penyediaan layanan kesehatan di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, selain membahas peran dari belanja pemerintah, penelitian berikutnya juga dapat berfokus kepada peran dari sektor privat sebagai determinan indikator kesehatan. Terakhir, penelitian berikutnya juga dapat terus memperbaiki model penelitian untuk menambah kemampuan model dalam menjelaskan fenomena yang sesungguhnya. Hal tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan kontrol terhadap variabel-variabel yang belum dapat terobservasi oleh model yang digunakan dalam penelitian ini.
Kepustakaan
Akram, N., Padda, I.U.H., & Khan, M. (2008). The Long Term Impact of Health on Economic Growth in Pakistan. The Pakistan Development Review, 47, 4, Papers and Proceedings PARTS I and II Twenty-fourth Annual General Meeting and Conference of the Pakistan Society of Development Economist Islamabad, 487-500. Islamabad: Pakistan Institute of Development Economics. Alamsyah, B. (2009). Public Health Expenditure, Skilled Birth Attendance, and Mortality in Indonesia: What Does Provincial Data Say? FEUI:
Infant
Tesis.
Alfilianto. (2009). The Impact of Fiscal Decentralization on Health Outcomes in Indonesia. FEUI: Tesis. Baldacci, E., Guin-Siu, M., & De Mello, L. (2002). More on the Effectiveness of Public Spending on Health Care and Education: A Covariance Structure Model. IMF Working Paper WP/02/90. International Monetary Fund.
15 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Farag, M., Nandakumar, A.K., Wallack, S., Hodgkin, D., Gaumer, G., & Erbil, C. (2013).
Health
Expenditures,
Health
Outcomes
and
the
Role
of
Good
Governance. International Journal of Health Care Finance and Economics, 13, 33-52. New York: Springer Science + Business Media. Gauri, V. (2004). Social Rights and Economics: Claims to the Health Care and
Education
in Developing Countries. World Development, 32, 3, 465-477. Washington DC: The World Bank. Gupta, S., Verhoeven, M., & Tiongson, E. (1999). Does Higher Government Spending Buy Better Results in Education and Health Care? IMF Working Paper WP/99/21. International Monetary Fund. Haq, M.U., & Sen, A. (1990). Human Development Report 1990. New York: Oxford University Press. Hardian, L.Q. (2007). Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pembangunan Manusia Pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan di Indonesia. FEUI: Tesis. TEMPO.CO. (Januari 2014). Korupsi Sektor Kesehatan Capai Rp594M. Dipetik pada 3 Juni 2014 dari http://www.tempo.co/read/news/2014/01/27/063548709/Korupsi-Sektor-KesehatanCapai-Rp-594-M Okpala, A., & Okpala, C. (2006). The Effects of Public School Expenditure and Parental Education on Youth Literacy in Subsahara Afrika. Journal of Third World Studies, XXIII, 2, 203. Association of Third World Studies. Pradipta, A. (2003). Analisis Pengaruh Pengeluaran Bidang Kesehatan dan Pendidikan Pemerintah Propinsi-Propinsi di Indonesia. FEUI: Tesis. Rajkumar, A.S., & Swaroop, V. (2008). Public Spending and Outcomes: Does Governance Matter? Journal of Development Economics, 86, 96-111. Washington, DC: Elsevier. Sari, K. (2006). Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Akses Layanan Kesehatan dan Pendidikan. FEUI: Tesis. Sirait, R.A. (2010). Pengaruh Pengeluaran Publik Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Barat terhadap Angka Kematian Bayi: Analisis Data Panel. FEUI: Tesis.
16 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014
Suhri, S. (2005). Pola Ketimpangan Kesehatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infant Mortality Rate dan Life Expectancy di Indonesia. FEUI: Tesis. Suryadarma, D. (2012). How Corruption Diminishes The Effectiveness of Public Spending on Education in Indonesia. Buletin of Indonesian Economic Studies, 48, 1, 85-100. Tanzi, V., & Davoodi, H. (1997). Corruption, Public Investment, and Growth. IMF Working Paper WP/97/139. International Monetary Fund. Transparency International Indonesia. (2008). Measuring Corruption in Indonesia: Indonesian Corruption Perception Index 2008 and Bribery Index. Jakarta: Transparency International Indonesia. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Utami, D.R. (2007). Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) di Bidang Pendidikan dan Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. FEUI: Tesis. Waluyo, A. (2010). Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pembangunan Manusia dan Pengurangan Kemiskinan. FEUI: Tesis.
17 Pengaruh belanja..., Eldi Rahmadan, FE UI, 2014