Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
MUTU SUSU KARAMEL ASAL SUSU PECAH SELAMA PENYIMPANAN (The Quality of Caramel Milk of Break Milk During Storage) ABUBAKAR1 dan M. ILYAS2 1
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor 2 Jurusan Peternakan Universitas Djuanda, Bogor
ABSTRACT Broken milk hasn’t been utilized for food, most of the time people just that it away. Therefore this study was done in attempt to find away in utilizing broken milk. In this study milk caramel was made and then studied its quality during storage. This study was done based on Factorial Complete Random design with three factors and three time repetitions. The factors were: A (two milk condition: fresh and broken), B (wrapping and no wrapping used), C (five storage times: 0, 2, 4, 6 and 8 weeks. The quality of milk caramel was observed based on organoleptic test (color, aroma, softness and taste), nutrition content (water fat, protein and ash). The result showed that both fresh milk caramel and broken milk caramel are acceptable organoleptically and can last for 8 weeks wrapped and unwrapped. Fresh milk caramel contains: 9.43% water, 2.1% ash, 19.20% protein and 25.64% fat. While broken milk caramel contains: 8.18% water, 2.23% ash, 19.15% protein and 25.55% fat. Key Words: Quality Caramel Milk, Break Milk, Storage ABSTRAK Pemanfaatan susu pecah hingga saat ini belum banyak dilakukan, malahan kadang kala susu pecah dibuang begitu saja. Oleh karena itu perlu dicari upaya pemanfaatannya. Penelitian pemanfaatan susu pecah untuk dibuat karamel telah dilakukan dengan melihat mutunya selama penyimpanan. Penelitian ini menggunakan RAL pola faktorial dengan perlakuan 3 faktor: faktor A, kondisi susu terdiri.dari 2 taraf (A1 = menggunakan susu segar), (A2 = menggunakan susu pecah), faktor B, pengemasan susu karamel terdiri dari 2 taraf (B1 = tanpa kemasan), (B2 = dikemas kertas minyak), faktor C, lama penyimpanan terdiri dari 5 taraf (C1 = 0 minggu), (C2 = 2 minggu), (C3 = 4 minggu), (C4 = 6 minggu) dan (C5 = 8 minggu), dengan ulangan 3 kali. Parameter mutu yang diukur pada produk susu karamel meliputi: uji organoleptik (warna, rasa, aroma dan keempukan), dan mutu gizi: kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu karamel asal susu pecah dan susu segar dapat diterima baik secara organoleptik oleh panelis. Mutu gizi susu karamel asal susu pecah: kadar air 8,81%, kadar abu 2,23%, kadar protein 19,15% dan kadar lemak 25,55%. Sementara itu, mutu gizi susu karamel asal susu segar: kadar air 9,43%, kadar abu 2,10%, kadar protein 19,29% dan kadar lemak 25,64%. Susu karamel asal susu pecah dan susu segar baik yang dikemas kertas minyak maupun tidak dikemas dapat dipertahankan mutunya selama penyimpanan 8 minggu. Kata Kunci: Mutu Karamel, Susu Pecah, Penyimpanan
PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah untuk memenuhi target gizi nasional dari hasil ternak (4,5 g/kapita/hari), terutama kebutuhan akan protein hewani dari daging (7,6 g/kapita/hari), telur (3,5 g/kapita/hari) dan susu (4,6 g/kapita/hari). Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang dapat
350
diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, kuda, kambing dan hewan lainnya. Komponen-komponen yang penting dalam air susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa mikroba (LAMPERT, 1980). Menurut DIRJEN PETERNAKAN (2004), produksi susu di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 498,3 ribu ton dan meningkat menjadi 541,0 ribu ton
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
pada tahun 2004. Sedangkan konsumsi susu secara keseluruhan pada tahun 2003 mencapai 1425,6 ribu ton dan meningkat menjadi 1649,5 ribu ton pada tahun 2004, dimana konsumsi susu ini sebagian besar masih harus impor baik pada tahun 2003 maupun tahun 2004. Komposisi susu dapat dikatakan sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, temperatur dan umur sapi, akan tetapi angka rata-rata untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah sebagai berikut: kadar air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, kadar abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K (HANDERSON, 1981). Susu harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kebersihan, karena susu merupakan media yang paling baik bagi petumbuhan mikroba, selain itu susu mudah pecah dan rusak bila penanganannya kurang baik, sehingga masa simpannya selatif singkat. Pemanfaatan susu pecah hingga saat ini belum banyak dilakukan, kebanyakan dibuang begitu saja. Oleh karena itu perlu dicari upaya pemanfaatan susu pecah untuk mengurangi kerugian peternak atau bahkan dapat meningkatkan pendapatan dengan usaha pengolahan susu pecah tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dan dikembangkan adalah dengan pembuatan susu karamel. Produk susu karamel dibuat dengan campuran susu, gula serta penambahan flavor (vanili, kopi dan lain-lain) sebagai penambah cita rasa. Meskipun susu dapat diolah menjadi susu karamel, namun dalam penyimpanannya masih dibatasi oleh waktu dan keadaan lingkungan. MATERI DAN METODE Bahan utama dalam penelitian ini adalah susu pecah dan susu segar, dengan bahan pembantu berupa gula, mentega, vanili dan NaHCO3. Penelitian ini menggunakan RAL pola faktorial (STEEL dan TORRIE, 1998) dengan perlakuan 3 faktor: faktor A, kondisi susu terdiri dari 2 taraf (A1 = menggunakan susu segar), (A2 = menggunakan susu pecah), faktor B, pengemasan susu karamel terdiri dari 2 taraf (B1 = tanpa kemasan), (B2 = dikemas
kertas minyak), faktor C, lama penyimpanan terdiri dari 5 taraf (C1 = 0 minggu), (C2 = 2 minggu), (C3 = 4 minggu), (C4 = 6 minggu) dan (C5 = 8 minggu), dengan ulangan 3 kali. Parameter mutu yang diukur pada produk susu karamel meliputi mutu gizi: kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak selama penyimpanan serta uji organoleptik (uji penerimaan menggunakan 30 orang panelis terhadap warna, rasa, aroma, keempukan), Dalam penelitian ini pengujian organoleptik yang digunakan adalah pengujian penerimaan, yaitu uji kesukaan (SUKARTO, 1985). Untuk parameter warna, aroma dan rasa, panelis mengemukakan tingkat kesukaan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3=agak tidak suka, 4 = biasa, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka. Untuk parameter keempukan: 1 = sangat keras, 2 = keras, 3 = agak keras, 4 = biasa, 5 = agak renyah, 6 = renyah, dan 7 = sangat renyah. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis organoleptik Warna Berdasarkan penilaian penerimaan panelis terhadap karamel asal susu segar dan susu pecah didapatkan rata-rata skor warna 5,25 dan 5,15 (agak suka sampai suka). Hasil analisis statistik didapatkan bahwa tidak terdapat beda nyata antara warna karamel susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas selama penyimpanan 2 minggu hingga 8 minggu. Hal ini berarti warna susu karamel asal susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas tidak dipengaruhi kondisi susu dan lama penyimpanan (2–8 minggu). Menurut LAMPERT (1980) penyimpanan susu setelah mengalami pengolahan tidak mempengaruhi warna produk, apalagi dalam keadaan dikemas karena pengemasan dapat mempertahankan warna. Rasa Berdasarkan penilaian penerimaan panelis terhadap karamel asal susu segar dan susu pecah didapatkan rata-rata skor rasa 5,45 dan
351
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
5,50 (agak suka sampai suka). Hasil analisis statistik didapatkan bahwa tidak terdapat beda nyata antara rasa karamel susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas selama penyimpanan 2 minggu hingga 8 minggu. Hal ini berarti rasa susu karamel asal susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas tidak dipengaruhi kondisi susu susu dan lama penyimpanan (2–8 minggu). Menurut ADNAN (1994) dan SINGH et. al (1988) susu setelah mengalami pengolahan tidak mengalami perubahan rasa, kecuali adanya penambahan bahan tertentu Aroma Berdasarkan penilaian penerimaan panelis terhadap karamel asal susu segar dan susu pecah didapatkan rata-rata skor aroma 5,20 dan 5,05 (agak suka sampai suka). Hasil analisis statistik didapatkan bahwa tidak terdapat beda nyata antara aroma karamel susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas selama penyimpanan 2 minggu hingga 8 minggu. Hal ini berarti aroma susu karamel asal susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas tidak dipengaruhi oleh kondisi susu dan lama penyimpanan (2–8 minggu). Aroma susu olahan/karamel cenderung stabil selama tidak mengalami penurunan mutu gizi dan kemasan tetap baik selama penyimpanan (ALFA, 1992). Hal ini berkaitan erat dengan pengaruh lingkungan sekitar produk olahan, dalam hal ini karamel selama disimpan pada suhu kamar, dimana selama penelitian kondisi kemasan tetap baik demikian pula temperatur disekitarnya tetap terkontrol. Selanjutnya
menurut TAMIME dan DEETH (1989) aroma dari produk olahan susu dipengaruhi oleh kandungan lemak dan protein dari susu. Keempukan Berdasarkan penilaian penerimaan panelis terhadap karamel asal susu segar dan susu pecah didapatkan rata-rata skor keempukan 5,25 dan 5,30 (agak renyah sampai renyah). Hasil analisis statistik didapatkan bahwa tidak terdapat beda nyata antara keempukan karamel susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas selama penyimpanan 2 minggu hingga 8 minggu. Hal ini berarti tingkat keempukan susu karamel asal susu segar dan susu pecah baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas tidak dipengaruhi oleh kondisi susu dan lama penyimpanan (2–8 minggu). Keempukan produk berkaitan erat dengan kadar air dan karakteristik produk olahan susu. Karamel susu yang dihasilkan dari penelitian ini mempunyai kadar air yang relatif stabil selama penyimpanan, hanya kadar air produk asal susu pecah yang cenderung lebih rendah. Menurut HELFERICH dan WESTHOFF (1980) keempukan produk olahan susu sangat dipengaruhi oleh komposisi susu, umur hewan, perlakuan, pengemasan dan aktivitas bakteri. Analisis mutu gizi Kadar air Rataan kadar air susu karamel baik yang dikemas maupun tanpa dikemas asal susu segar dan susu pecah selama penyimpanan tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan kadar air susu karamel (%) Lama penyimpanan (minggu)
Susu segar (A1) Tanpa kemasan (B1)
Susu pecah (A2)
Dikemas (B2)
Tanpa kemasan (B1)
Dikemas (B2)
0 (C1)
9,43
9,43
8,81
8,81
2 (C2)
10,48
10,12
10,30
9,98
4 (C3)
10,83
10,61
9,09
8,71
6 (C4)
12,19
11,27
9,07
8,88
8 (C5)
10,23
9,74
9,22
9,08
352
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pengaruh kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan pangan, karena air mempengaruhi sifat-sifat fisik, perubahan-perubahan kimia dan pembusukan oleh mikroorganisme (BUCKLE et al., 1987). Rataan kadar air susu karamel hasil penelitian sebelum penyimpanan adalah 9,43% yang berasal dari susu segar dan sebesar 8,81% yang berasal dari susu pecah. Selanjutnya dikatakan bahwa berdasarkan kandungan airnya karamel dibagi dalam karamel keras (kadar air 6%), karamel sedang (kadar air 8%) dan karamel lunak (kadar air 10%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata (p<0,05) kadar air antara karamel asal susu segar (A1) dengan karamel asal susu pecah (A2), dimana rataan kadar air dari karamel susu segar 10,42% dan rataan kadar air karamel susu pecah 9,19%. Lama penyimpanan (C) dan interaksi asal susu (A) dan lama penyimpanan (C) berbeda nyata (p<0,05), dimana kadar air terendah pada penyimpanan 0 minggu yaitu 9,117% dan tertinggi pada lama penyimpanan 6 minggu yaitu 10,335%. Interaksi asal susu (A) dan kemasan (B), interaksi kemasan (B) dan lama penyimpanan (C), dan interaksi asal susu (A), kemasan (B) dan lama penyimpanan (C) tidak nyata terhadap kadar air karamel yang dihasilkan. Dari semua perlakuan, yang memiliki kadar air terendah pada minggu 0 adalah susu karamel yang berasal dari susu pecah yaitu 8,81% dan yang paling tinggi adalah sampel susu karamel yang berasal dari
susu segar pada minggu ke-6 yaitu sebesar 12,19%. Kadar air karamel susu segar mengalami peningkatan dari minggu 0 sampai minggu ke-5, kemudian menurun pada minggu ke-8, baik pada produk yang dikemas maupun yang tidak dikemas. Akan tetapi pada produk karamel susu segar yang tidak dikemas, kenaikan kadar airnya lebih tinggi dari pada kadar air susu karamel yang dikemas. Kadar air karamel susu pecah meningkat pada minggu ke-2, kemudian menurun sampai minggu ke-6 dan meningkat lagi sampai minggu ke-8. Menurut PASKAWATY (1997), kadar air karamel susu selama penyimpanan 2 bulan (8 minggu) mengalami peningkatan terlebih dahulu, kemudian menurun. Hal ini terjadi pada karamel susu yang dikemas maupun yang tidak dikemas. Peningkatan dan penurunan kadar air karena absorbsi air permukaan produk. Semakin luas permukaan dan butir padatan akan semakin banyak air yang diabsorbsi yang akan menyebabkan peningkatan kadar air. Besarnya absorbsi kadar air merupakan kesetimbangan tekanan uap air dalam makanan dan uap air udara sekeliling, dengan demikian besarnya absorsi uap air dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu lingkungan (SYARIEF dan HALID, 1993). Selanjutnya menurut ROBINSON (1991) absorbsi air pada produk olahan susu dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme sehingga mempengaruhi mutu produk. Grafik kadar air karamel hasil penelitian tertera pada Gambar 1.
14
Kadar air (%)
12 10
0
8
2
6
4
4
6
2
8
0
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
Kombinasi perlakuan
Gambar 1. Kadar air karamel hasil penelitian
353
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Kadar abu Rataan kadar abu susu karamel baik yang dikemas maupun tanpa dikemas asal susu segar dan susu pecah selama penyimpanan tertera pada Tabel 2. Hasil analisis statistik terhadap kadar abu menunjukkan bahwa asal susu (A) dan lama penyimpanan (C) berbeda nyata (p< 0,05), dimana kadar abu karamel asal susu pecah lebih tinggi dibandingkan susu karamel asal susu segar. Sementara itu, pengemasan (B) tidak berbeda nyata terhadap kadar abu susu karamel. Demikian juga interaksi asal susu (A) dan pengemasan (B), interaksi asal susu (A) dan lama penyimpanan (C), pengemasan (B) dan lama penyimpanan (C), interaksi asal susu (A), pengemasan (B) dan lama penyimpanan (C) tidak nyata. Kadar abu pada karamel susu pecah lebih tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kandungan mineral yang ada dalam susu, karena adanya perbedaan komposisi asal susu yang digunakan dalam penelitian. Menurut BUCKLE et al. (1987)
kadar abu pada bahan pangan olahan sangat tergantung pada asal bahan baku yang digunakan. Dari analisis sampel kadar abu menurun sampai minggu ke-6 dan meningkat pada minggu ke-8, baik pada karamel yang berasal dari susu pecah maupun susu segar, dimana kenaikan dan penurunan ini bisa dikatakan hampir stabil selama penyimpanan. Grafik kadar abu karamel hasil penelitian, tertera pada Gambar 2. Kadar protein Protein merupakan salah satu zat penting bagi tubuh, disamping berfungsi sebagai bahan pembangun juga sebagai pengatur dalam tubuh (HANDERSON, 1981). Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (SYARIEF dan IRAWATI, 1988). Rataan kadar protein susu karamel baik yang dikemas maupun tanpa dikemas asal susu segar dan susu pecah selama penyimpanan tertera pada Tabel 3.
Tabel 2. Rataan kadar abu susu karamel (%) Susu segar (A1)
Lama penyimpanan (minggu)
Susu pecah (A2)
Tanpa kemasan (B1)
Dikemas (B2)
Tanpa kemasan (B1)
Dikemas (B2)
0 (C1)
2,17
2,17
2,23
2,23
2 (C2)
1,92
2,09
2,05
2,09
4 (C3)
1,90
1,83
2,02
2,03
6 (C4)
1,87
1,80
1,98
2,03
8 (C5)
1,96
2,05
2,04
2,23
Kadar abu (%)
2.5 2
0
1.5
2
1
4
0.5
6 8
0
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
Kombinasi perlakuan
Gambar 2. Kadar abu karamel hasil penelitian
354
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 3. Rataan kadar protein susu karamel (%) Lama penyimpanan (minggu)
Susu segar (A1)
Susu pecah (A2)
Tanpa kemasan (B1)
Dikemas (B2)
Tanpa kemasan (B1)
Dikemas (B2)
0 (C1)
19,29
19,29
19,15
19,15
2 (C2)
19,14
19,25
19,01
19,08
4 (C3)
18,92
19,22
18,88
19,00
6 (C4)
18,83
19,14
18,80
18,98
8 (C5)
18,81
19,06
18,68
18,89
Kadar protein (%)
Hasil analisis statistik terhadap kadar protein menunjukkan bahwa asal susu (A), pengemasan (B) dan lama penyimpanan (C) berbeda nyata (p< 0,05). Rataan kadar protein karamel asal susu segar lebih tinggi dibandingkan kadar protein karamel asal susu pecah. Kadar protein karamel yang dikemas lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa dikemas. Kadar protein karamel sebelum disimpan lebih tinggi dibandingkan dengan setelah mengalami penyimpanan. Interaksi antara asal susu (A) dan pengemasan (B), antara asal susu (A) dan lama penyimpanan (C), antara pengemasan (B) dan penyimpanan (C), antara asal susu (A), pengemasan (B) dan lama penyimpanan (C) tidak nyata. Dari hasil analisis kadar protein susu karamel menurun dari minggu 0 sampai minggu ke-8. Penurunan yang paling besar terjadi pada produk yang
tidak dikemas, tetapi penurunannya tidak terlalu cepat. Penurunan kadar protein biasanya disebabkan karena adanya reaksi antar gugus pereduksi dengan asam amino yang merupakan pembentuk protein dan juga dari aktivitas mikroorganisme yang masih hidup pada susu olahan/karamel susu (ROBINSON, 1991 GARRIGGA et al., 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu karamel yang dikemas kadar proteinnya lebih tinggi. Menurut PASKAWATY (1997) pengemasan dapat menjamin kestabilan kadar protein karamel selama penyimpanan, karena dengan pengemasan reaksi antar gugus pereduksi dengan asam amino pembuat protein dan aktivitas mikoorganisme yang ada dalam karamel susu yang dikemas dapat ditekan. Grafik kadar protein karamel hasil penelitian, tertera pada Gambar 3.
19.4 19.3 19.2 19.1 19 18.9 18.8 18.7 18.6 18.5 18.4 18.3
0 2 4 6 8
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
Kombinasi perlakuan
Gambar 3. Kadar protein karamel hasil penelitian
355
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
antara asal susu (A), pengemasan (B) dan lama penyimpanan (C) tidak berbeda nyata. Hasil analisis terhadap karamel susu baik dari susu segar maupun dari susu pecah kadar lemaknya cenderung meningkat selama penyimpanan. Hal ini terjadi pada semua perlakuan. Lemak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida yang pada umumnya mempunyai sifat tidak larut dalam air dan merupakan bahan padat dalam suhu kamar, serta kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap (SINGH et al., 1988). Menurut PASKAWATY (1997), kadar lemak susu karamel cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Grafik kadar lemak karamel hasil penelitian, tertera pada Gambar 4.
Kadar lemak Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut non polar seperti benzene, etil ether, chloroform ataupun alkohol. Dalam sel jaringan mahluk hidup lemak berfungsi sebagai penyimpan energi, struktur membrane, kulit pelindung serta sebagai system transportasi (GIRINDRA, 1990). Rataan kadar lemak susu karamel baik yang dikemas maupun tanpa dikemas asal susu segar dan susu pecah selama penyimpanan tertera pada Tabel 4. Dari hasil analisis statistik terhadap kadar lemak susu karamel menunjukkan bahwa lama penyimpanan (C) berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar lemak susu karamel, sedangkan asal susu (A), pengemasan (B) serta interaksi Tabel 4. Rataan kadar lemak susu karamel (%) Lama penyimpanan (minggu)
Susu segar (A1)
Susu pecah (A2)
Tanpa kemasan (B1)
Dikemas (B2)
Tanpa kemasan (B1)
Dikemas (B2)
0 (C1)
25,64
25,64
25,55
25,55
2 (C2)
25,90
26,01
25,90
25,95
4 (C3)
26,12
26,29
26,23
26,38
6 (C4)
26,32
26,45
26,39
26,53
8 (C5)
26,42
26,63
26,50
26,71
Kadar lemak (%)
27 26.5
0 2
26
4
25.5
6 8
25 24.5 A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
Kombinasi perlakuan
Gambar 4. Kadar lemak karamel hasil penelitian
356
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KESIMPULAN DAN SARAN
HANDERSON, J.L. 1981. The Fluid Milk Industri. 3rd Ed. Connecticut: AVI Publishing Inc.
Susu karamel asal susu pecah dan susu segar mutunya dapat diterima baik secara organoleptik oleh panelis. Kandungan zat gizi susu karamel asal susu pecah tidak berbeda nyata dengan zat gizi susu karamel asal susu segar. Mutu susu karamel asal susu pecah dan susu segar baik yang dikemas kertas minyak maupun tidak dikemas dapat dipertahankan mutunya selama penyimpanan 8 minggu. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap pembuatan susu karamel dengan berbagai cita rasa (flavor) yang disukai panelis.
HELFERICH, W and D. WESTHOFF. 1980. All about yoghurt. Prentice Hall inc Inglewood Cliff New Jersey.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPERT. C.M. 1980. Modern Dairy Product. New York Publishing, Co. Inc. PASKAWATY, D. 1997. Perbaikan proses pembuatan caramel susu dengan penambahan Natrium bicarbonate (NaHCO3). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. ROBINSON, R.K. 1991. Dairy Microbiology Vol. I. Applied Science Pub. London. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1998, Prinsip dan Prosedure Statistik Suatu Pendekatan Biometri. Gramedia, Jakarta.
ADNAN, M. 1994. Kimia dan teknologi pengolahan air susu. Penerbit Andi Offset Yogyakarta.
SUKARTO, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
ALFA. 1992. Dairy Handbook. Dairy and Food Enginering. Division Sweden. pp. 161–181.
SYARIEF, R. dan A. IRAWATI. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
BUCKLE, K.A., RA. EDWARDS. G.H. FLEET and M. WOOTON. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan HARI PURNOMO dan ADIONO. UI Press, Jakarta. DITJEN PETERNAKAN. 2004. Buku Statistik Peternakan. Ditjen Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. GARRIGA, M, M. HUGES, T. AYMERICH and J.M. MONFORT. 1993. Bacteriogenic activity of lactobacilli from fermented milk. J. Appl. Bact 73: 140–141.
SYARIEF, R dan HALID. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arca, Jakarta. SINGH, J. and H. CHANDER, 1988, Effect of Processing Temperature and Heat Treatment of Milk from Cow and Buffalo. J. Food Protection. 24: 39–40. TAMIME, A.Y. and H.C. DEETH. 1989. Dairy technology and biochemistry. J. Food Protection 73: 93.
GIRINDRA, A. 1990. Biokimia Umum. Gramedia, Jakarta.
357