MODUL PERKULIAHAN
ORGANIZATION THEORY AND DESIGN
POKOK BAHASAN : Manajemen Konflik
Fakultas Pascasarjana
Program
Tatap
Studi
Muka
Magister
13
Kode MK
Disusun Oleh
35008
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA.
Manajemen Abstract
Kompetensi
Manajemen Konflik
Mahasiswa memahami tentang mata kuliah dan tinjauan umum tentang manajemen konflik.
2015
1
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
Manajemen Konflik 1. Konflik antar Kelompok Dalam Organisasi 2. Power dan organisasi 3. Jenis Konflik : Konflik Fungsional dan Disfungsional 4. Proses Politik di Organisasi 5. Menggunakan Kekuasaan dan Politik 6. Manajemen Konflik
2015
2
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
1. Konflik Antar Kelompok Dalam Organisasi Konflik antarkelompok memerlukan tiga bahan : Identifikasi kelompok, perbedaan kelompok yang dapat diteliti dan Frustasi. Konflik dalam kelompok dapat didefinisikan sebagai suatu kebiasaan yang terjadi diantara kelompok ketika anggota mengidentifikasikan suatu kelompok dan berpendapat bahwa kelompok lain akan menghalangi pencapaian tujuan atau harapan kelompok mereka. Tingkah laku yang terjadi diantara grup organisasi ketika satu grup mencoba untuk mendorong posisi dalam hubungannya dengan grup lain. Konflik sama dengan kompetisi, tetapi lebih keras. Kompetisi berarti persaingan antar grup dalam pengejaran hadiah yang biasa, sementara konflik menduga secara langsung campur tangan tujuan akhir.
Konflik horizontal Konflik horizontal terjadi diantara kelompok atau departemen pada tingkat hirarki atau level yang sama, seperti antara line dengan staf. Kordinasi horizontal pada beberapa jenis dibutuhkan untuk mengurangi konflik dan menciptakan kolaborasi.
Konflik Vertikal Konflik Vertikal muncul pada pembuatan pengawasan, kekuatan, tujuan, dan upah serta keuntungan. Sumber yang biasanya muncul berada antara kepala eksekutif dengan bagian regional atau franchise. Tempat terjadinya konflik dalam kelompok Konflik dalam kelompok yang terjadi di arahan vertikal dan horizontal telah dipelajari dalam berbagai rangkaian. Percobaan dan konsultasi dapat mengamati konflik dan tes metode untuk mengurangi atau menyelesaikan konflik. Penyelidikan ini dilengkapi dengan beberapa pandangan yang mendalam tentang tingkah laku dinamik yang terjadi didalam dan antara grup. 2. Power dan organisasi Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kapasitas bahwa A harus mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A. Definisi Robbins menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai “kapasitas” atau “potensi”. Seseorang bisa saja punya kekuasaan tetapi tidak menerapkannya. Kekuasaan punya fungsi bergantung. Semakin besar ketergantungan B atas A, semakin besar kekuasaan A
2015
3
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
dalam hubungan mereka. Ketergantungan, pada gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada B dan pentingnya alternatif tersebut bagi B dalam memandang kendali A. Menurut Robbins, sumber kekuasaan dikategorikan ke dalam 2 lokus, yaitu: (1) Kekuasaan Formal dan (2) Kekuasaan Personal. Kekuasaan Formal didasarkan posisi individu dalam organisasi. Kekuasaan formal juga bisa datang dari kemampuan seorang pejabat melakukan tindak koersif, reward, juga otoritas. Kekuasaan personal datang dari individu sendiri. Mereka tidak harus punya posisi formal untuk berkuasa. Orang-orang yang kompeten bekerja, kendati bukan manajer atau pimpinan, bisa berkuasa. Kekuasaan ini datang dari karakteristik unik mereka. Taksonomi jenis dan sumber kekuasaan dari Robbins adalah sebagai berikut:
2015
4
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
Douglas Fairholm mengklasifikasi 10 jenis kekuasaan yang banyak diaplikasikan hingga saat ini, yang menurutnya adalah: 1) Reward Power Reward
Power
adalah
kekuasaan
yang
didasarkan
kemampuan
seseorang
menyediakan keuntungan bagi sesuatu atau orang lain. Kekuasaan mengalir dari individu yang mampu menyediakan reward yang dibutuhkan orang lain. Kemampuan ini memungkinkan pemilik kekuasaan mengendalikan perilaku orang lain dan mencapai hasil yang diharapkan sejauh adanya kebutuhan orang lain tersebut akan reward yang disediakan olehnya. Penggunaan kekuasaan reward biasanya dilakukan oleh orang di tingkatan tertinggi hirarki organisasi. Mereka biasanya punya akses pada material, informasi atau upah psikologis (senyum, perhatian, pujian, kata-kata manis). Manajemen tingkat menengah dan para supervisor juga biasanya memiliki jenis kekuasaan ini. Sebaliknya, pekerja juga dapat menerapkan kekuasaan reward ini kepada atasannya, dengan cara menerapkan energi dan skill yang mereka miliki guna menyelesaikan pekerjaan yang diharapkan seorang manajer. Karena manajer bergantung pada kinerja pekerja, maka pekerja dapat menyetir perilaku manajer agar sesuai keinginan mereka.
2) Coercive Power Coercive Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas kemampuan seseorang menyediakan dampak hukuman pada target akibat ketidakpatuhannya. Kekuasaan ini terletak pada kemampuan seseroang untuk memerintahkan kepatuhan lewat cara fisik. Seperti reward, kekuasaan jenis ini memungkinkan pemimpin mempengaruhi perilaku orang lain akibat kemampuannya menerapkan hasil yang tidak diinginkan. Ketidakpatuhan atas orang yang punya jenis kekuasaan koersif menghasilkan penerapan hukuman dalam bentuk menahan reward yang diinginkan. Ini merupakan situasi kekuasaan koersif, kekuasaan yang mengikuti model militer.
3) Expert Power Expert Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan dan pengetahuan khusus yang dimiliki seseorang di mana target atau orang lain kerap menggunakan atau bergantung kepadanya. Orang selalu menghargai kompetensi, dan sebab itu Expert Power merupakan sumber kekuasaan yang penting untuk diterapkan. Kekuasaan mengalir dari orang yang punya skill, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain. 2015
5
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
Jika orang merengek agar seorang pekerja mau menggunakan skill yang ia miliki untuk membantu mereka, maka pekerja tersebut punya kekuasaan. 4) Legitimate Power Legitimate Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas perasaan orang lain bahwa pelaku kekuasaan punya otoritas dan hak untuk mempengaruhi tindakan mereka. Perasaan ini merupakan hasil yang diterima dari organisasi formal atau warisan historis. Kekuasaan hadir pada mereka yang ditunjuk oleh organisasi untuk memberi perintah. Delegasi otoritas melegitimasikan hak seseorang memaksakan kepatuhan pada mereka yang menyatakan wajib untuk mentaati sumber kekuasaan (organisasi). Persepsi legitimasi di benak target kekuasaan bersifat kritis. Baru setelah target ini yakin bahwa pemberi perintah punya hak yang legitimate untuk memerintah sajalah mereka akan patuh. 5) Identification Power with Other Hubungan seseorang dengan orang lain yang punya kekuasaan menular pada orang yang berhubungan tersebut. Sebab itu, kekuasaan yang ada merujuk pada penguasa lain. Jenis kekuasaan ini bisa datang lewat hubungan personal seperti sekretaris atau asisten administrasi yang kerap kerja bareng boss eksekutif. Jika orang yang mendekatkan diri dengan kekuasaan tersebut juga meniru gagasan, norma, metode, dan tujuan dari orang berkuasa, kekuasaan orang tersebut akan bertambah. 6) Critical Power Pada tingkat lain, seseorang berkuasa hingga derajat mana kontribusi orang tersebut bersifat kritis bagi individu lain atau bagi organisasi. Bilamana orang lain berhasrat pada energi, sumberdaya, dan keahlian seseorang, hingga derajat tersebut pula ia punya kekuasaan atas mereka. Seseorang juga menerapkan kekuasaan sejauh orang tersebut terhubung dengan sumber daya yang mereka kuasai.
7) Social Organization Power Sumber kekuasaan lainnya adalah organisasi sosial. Kekuasaan juga diturunkan lewat hubungan terstruktur di mana seseorang mengkombinasikan kekuatan individual mereka guna memenuhi tujuan kelompok. James MacGregor Burns menyatakannya dalam kata-kata “kekuasaan seorang pemimpin mengalir dari kekuasaan pengikut.” Pencapaian tujuan hanya
2015
6
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
dapat terselenggara ketika satu individu berhasil memobilisasi dan mentransformasi pengikut, yang pada gilirannya mentransformasikan kekuasaan tersebut kepada pemimpin. 8) Power Using Power Kekuasaan juga bisa bersumber tatkala seseorang menggunakan kekuasaan-nya. Kekeliruan menerapkan kekuasaan dapat berakibat hilangnya kekuasaan. Sebaliknya, penggunaan kekuasaan cenderung meningkatkan kekuasaan itu sendiri. Persepsi dari orang lain seputar kekeliruan seorang pengguna kekuasaan bisa menghasilkan berkurangnya dukungan. Kekeliruan bertindak atau sering melakukan kekuasaan secara sembrono bisa mengikis kekuasaan dan dukungan dari orang lain yang kita butuhkan agar kekuasaan kita langgeng. Kekuasaan, pada dirinya sendiri, adalah sumber bagi kekuasaan lainnya. 9) Charismatic Power Karisma yang digambarkan Max Weber dan Referent Power diidentifikasi menyediakan dasar teoretis bagi dasar kekuasaan. Orang yang punya karisma biasanya punya personalitas menyenangkan, menarik, dan mendorong orang mau mematuhi si pemilik karisma. Orang yang punya kharisma biasanya ada di lingkar tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses pada orang-orang berpengaruh di dalam komunitas.
10) Centrality Power Penempatan strategis individu ke dalam organisasi juga merupakan sumber kekuasaan. Lokasi fisik di jantung kegiatan atau interaksi dengan orang-orang berkuasa menambah perkembangan dan penggunaan efektif dari kekuasaan. Sentralitas kekuasaan ini penting dalam konteks kekuasaan, baik secara fisik ataupun sosial.
3. Jenis Konflik : Konflik Fungsional dan Disfungsional Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
Konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
Konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict) o
2015
7
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
4. Proses Politik dalam Organisasi Richard L. Daft mendefinisikan politik organisasi sebagai “kegiatan yang melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan (power) dan sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala terdapat ketidakmenentuan ataupun ketidaksetujuan seputar pilihan-pilihan yang tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif. Proses Politik dalam Organisasi
Manajer percaya perilaku politik muncul di domain keputusan tertentu, seperti perubahan struktural, tetapi tidak hadir dari keputusan lain, seperti penanganan keluhan karyawan.
Kebanyakan manajer memiliki pandangan negatif terhadap politik dan percaya bahwa politik akan lebih sering sakit daripada membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Manajer percaya bahwa perilaku politik adalah umum di hampir semua organisasi.
Kebanyakan manajer berpikir bahwa perilaku politik terjadi lebih sering di atas daripada tingkat yang lebih rendah dalam organisasi
5. Menggunakan Kekuasaan, Politik, dan Kolaborasi Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah: 2015
8
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak;
Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan;
Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi kemunculannya;
Kekuasaan
melibatkan
kebergantungan,
terdapat
kebebasan
atau
faktor
kebergantungan-ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan.
Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki;
Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki;
Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan; dan
Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa menggunakan kekuasaan-nya.
Richard L. Daft mengidentifikasi 3 wilayah dimana politik organisasi terangsang untuk muncul. Wilayah-wilayah tersebut adalah : (1) Perubahan Struktural; (2) Suksesi Manajemen; dan (3) Alokasi Sumber Daya. 1) Perubahan Struktural. Perubahan struktural, misalnya reorganisasi jabatan, hubungan otoritas dan kekuasaan. Reorganisasi seperti perubahan tugas dan wewenang, juga berdampak atas dasar kekuasaan akibat ketidakmenentuan strategis. Untuk alasan ini, reorganisasi membawa ke arah maraknya kegiatan politik dalam organisasi. Para manajer secara aktif menawar dan menegosiasi guna memelihara wewenang dan kekuasaan yang mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa kegiatan politik yang eksplosif. 2) Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen eksekutif baru, promosi, dan transfer pegawai punya signifikansi politik yang besar, khususnya pada level organisasi puncak dimana ketidakmenentuan demikian tinggi dan jaringan kepercayaan, kerjasama, dan komunikasi di antara eksekutif adalah penting. Keputusan rekrutmen
dapat
ketidaksetujuan.
melahirkan Manajer
dapat
ketidakmenentuan, menggunakan
pertentangan
perekrutan
dan
wacana, promosi
dan guna
memperkuat jaringan aliansi dan koalisi dengan menempatkan orang-orangnya sendiri dalam posisi kunci. 2015
9
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
3) Alokasi Sumber daya. Alokasi sumber daya adalah arena politik ketiga. Alokasi sumber daya memotong seluruh sumber daya yang dibutuhkan bagi kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya. Sumber daya adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah satu sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-proses politik membantu menyelesaikan dilema ini. Taktik memainkan politik dalam organisasi 1) Meningkatkan ketidakmampuan mengganti. Jika dalam suatu organisasi hanya ada satusatunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai memiliki ketidakmampuan mengganti. 2) Dekat dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa 3) Membangun koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan keinginanya 4) Mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dua taktik untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan menghadirkan ahli dari luar. 5) Menyalahkan atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya. 6) Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya. 7) Menciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang sejenisnya.
2015
10
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
6. Manajemen Konflik Aldag, R.J dan Stearns, T.M (1987). Konflik adalah ketidaksepakatan antara dua atau lebih
individu
atau
kelompok
sebagai
akibat
dari
usaha
kelompok
lainnya
yang
mengganggu pencapaian tujuan. Dengan kata lain konflik timbul karena satu pihak mencoba merintangi atau mengganggu pihak lain dalam usahanya mencapai tujuan.
Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu: a. Merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah: Minta bantuan orang luar Menyimpang dari peraturan (going against the book) Menata kembali struktur organisasi Menggalakkan kompetisi Memilih manajer yang cocok b. Meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif c. Menyelesaikan konflik
Metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah:
Dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak.
Kompromi
Pemecahan masalah secara menyeluruh
Spiegel (1994), menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik : a. Berkompetisi Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan –bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan. 2015
11
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
b. Menghindari konflik Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut. c. Akomodasi Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini. d. Kompromi atau Negosiasi Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masingmasing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution) e. Berkolaborasi atau Bekerja sama Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pemecahan sama-sama
menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang
sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
2015
12
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Utama : Daft RL. 2007. Understanding the Theory and Design of Organization. Thompson. Southwesyern Jones, Gareth. 2004. Organization Theory, Design, and Change. Upper Saddle River (New Jersey). Pearson Education Inc. Robbins, Stephen P. 2002. Organization Theory, Concept, and Cases. French Forest (New South Wales). Pearson Education Australia. Tambahan : Aldag, R. J., &Kuzuhara, L. W. (2002). Organizational behavior and management: An integrated skills approach. Cincinnati, OH: South-Western Thomson Learning. Hellriegel, D., Slocum, J. W., & Woodman, R. W. (2001). Organizational behavior, (9th ed.). Cincinnati, OH: South-Western Thomson Learning. Whetten, D. A., & Cameron, K. S. (2002). Developing management skills, (5th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall. Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour: Global and Southern African Perspectives, 2nd Edition (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty) Ltd., 2009) p.15
2015
13
OTD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA. http://www.mercubuana.ac.id