Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia Oleh: Loeziana Uce1
Abstrak
Artikel ini bermaksud untuk mengkaji tentang model pengorganisasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia. Sebagai salah satu unsur pendidikan, kedudukan pengorganisasian kurikulum memainkan peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan pelaksaaan suatu program pendidikan. Tulisan ini secara teoretis akan membahas tentang beberapa model pengorganisasian kurikulum oleh para pakar secara komprehensif, yang menjadi landasan dasar dalam menentukan arah dan kebijakan kurikulum pendidikan atau pada satuan pendidikan di Indonesia berikut kelebihan dan kekurangannya.
Kata kunci: Model, Organsasi, Kurikulum
1
Aceh
Penulis adalah dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Ar-Raniry Banda
Loeziana Uce
I. Pendahuluan Di
antara
unsur
pendidikan
yang
urgen
kedudukanya
adalah
kurikulum.Oemar menjelaskan kurikulum memiliki tiga konsep penting; sebagai substasi, sebagai sistem, dan bidang studi.Ini sejalan dengan difinisinya “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mecapai tujuan pendidikan.”2Pengorganisasian kurikulum
mengandung makna filosofis
terhadap kemajuan dan perkembangan suatu bangsa. Setiap bangsa memiliki orientasi tersendiri dalam merancang kurikulum. Idealnya suatu negara memiliki filosofi yang kokoh dalam menentukan model kurikulum pendidikannya sejalan dengan filosofi kenegaraan yang dianut oleh bangsa tersebut, dengan mengemban misi kesejahtraan, kemakmuran, dan ikut serta dalam persaingan perkembangan teknologi pada zaman globalisasi agar negara tersebut dapat mengimbangangi negara-negara lain secara ekonomi, dan dalam bidang pekembangan teknologi serta pengembangan SDM. Pencapaian tujuan pendidikan sangat didukung oleh pola dan model kurikulum yang diterapkan oleh suatu negara tersebut.Maka dari itu, penetapan dan penggunaan kurikulum perlu di analisis serta ditinjau dari berbagai aspek sehingga kurikulum tersebut tidak bertolak belakang dengan karakteristik filosofi suatu negara. Organisasi kurikulum, merupakan bentuk bahan pelajaran disusun dan disampaikan kepada murid-murid. Organisasi kurikulum juga merupakan suatu dasar yang penting dalam pembinaan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena itu, bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara penyampaiannya kepada
2
E. Mulyasa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Cet II (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 46
116
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
subjek didik. Pada dasarnya model apapun kurikulumnya sangat ditentukan pada kemamampuan guru. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh nasution, Selain dari itu organisasi kurikulum menentukan juga peranan guru dalam pembinaan kurikulum.
II. Pembahasan Dalam tulisan singkat ini penulis akan mejelaskan secara teoritis beberapa model pengorganisasian kurikulum berdasarkan para pakar kurikulum, sehingga menjadi landasan dasar dalam menentukan kebijakan kurikulum pendidikan atau pada satuan pendidikan di Indonesia Berikut akan diuraikan beberapa model organisasi kurikulum dalam pandangan tokoh
1. Model Humanistik Konsep Dasarkurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J.Rousseau (Romantic Education.3Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana menagajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu.
Kurikulum
humanistik
memiliki
karakteristik
khusus
yang
membedakannya dengan model lain, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi, dan evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman ataupun pengetahuan berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Karakteristik
kurikulum
humanistikyang menonjol adalah suasanapembelajaran yang dituntut memiliki hubungan emosional yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus
3
Uyoh Sadulloh Pengantar Filsafat Pendidikan, Cet. I (Bandaung: Alfabeta, 2009), hal.
143.
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014
117
Loeziana Uce
mampu menciptaka hubungan yang hangat dengan murid, juga mampu memberi sumber. Sesuai dengan prinsip yang dianut, karakteristik yang dimiliki oleh kurikulum humanistik adalah
menekankan integrasi, yang kesatuan prilaku
bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Selain itu kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan. Kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuaens murid-murid kurang mempunyai kesempatan
untuk
memperluas
dan
memperdalam
aspek-aspek
perkembangannya. Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett (1975, hlm. 121-139) dengan langkah-langkah sebagai berikut: a.
Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
b.
Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan.
c.
Pelaksanaan
kegiatan,
para
siswa
diberi
pengalaman
yang
menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan. d.
Penyempurnaan,
pembahasan
hasil-hasil
yang
telah
dicapai,
penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjutnya.
2. Model Rekontruksi Sosial Kurikulum rekonstruksi sosial berada dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhataian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan
118
masyarakat.
Theodore
Brameld,
pada
awal
tahun
1950-an
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi sosial.4 Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana pembaharuan masyarakat. Para rekonstruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaiman masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsesnus sosial. a) Ciri Umum Kurikulum Rekonstruksi sosial. Kurikulum rekontruksional sosial memiliki tiga ciri umum, yaitu: -
Asumsi.
-
Masalah-masalah sosial yang mendesak.
-
Pola-pola organisasi.
b) Komponen-komponen Kurikulum Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda. - Tujuan dan isi kurikulum. - Metode. - Evaluasi. c) Pelaksanaan Pengajaran Rekonstruksi Sosial Pengajaran rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Salah satu badan yang banyak mengembangkan baik teori maupun praktik pengajaran rekonstruksi sosial adalah Paulo Freire. Mereka banyak membantu 4
Uyoh Sadulloh Pengantar Filsafat Pendidikan..., hal 167
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014
119
Loeziana Uce
pengembangan daerah-daerah Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan
mereka
menggalakan
gerakan
budaya
akal
budi
(conscientization). Dengan gerakan Conscientization mereka membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya dalam konteks kondisi masyarakat mereka. Keterbatasan dan potensi yang mereka miliki. Harold G. Shane seorang profesor dari Universitas Indiana Amerika Serikat, mewakili teman-temannya para Futurolog menggunakan perencanaann masa yang akan datang (future planning) sebagai dasar penyususnan kurikulum. Shane
menyarankan
kecenderungan
para
(trends)
pengembang
perkembangan.
kurikulum,
agar
Kecenderungan
mempelajari
utama
adalah
perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
3. Model Teknologis Abad dua puluh ditandai dengan perkembangaan teknologi yang pesat. Perkembangan teknologi mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangnnya yang digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video casssette, overhead projector, film slide, dan motion film, mesin pengajaran, komputer, CD-rom dan internet.5 Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan.
5
Zainal Arifin Konsep Dan Model Pengembangan Kurikulum, Cet I (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 83.
120
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools tecnology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology). a) Beberapa Ciri Kurikulum Teknologis Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:Tujuan, Metode, penegasan tujuan, Pelaksanaan pengajaran, Pengetahuan tentang hasil, Organisasi bahan ajar, dan Evaluasi. Program pengajaran teknologis sangat menekankan efesiensi dan efektivitas. Program dikembangkan melalui bebrapa kegiatan uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat dicapai. Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan, kurikulum teknologis tidak terlepas dari beberapa keterbatasan atau kelemahan. Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan bahan ajar yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi) juga bahan ajar yang bersifat efektif. b) Pengembangan Kurikulum Dalam pengembangan kurikulum model lama, menurut para ahli teknologi pendidikan, penyusunan kurikulum, penyusunan buku-buku serta perangkat kurikulum lainnya lebih bersifat seni dan didasarkan atas kepentingsn politik daripada landasn-landasan ilmiah dan teknologis. Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu: (1) prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain, (2) hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama. Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014
121
Loeziana Uce
III. Model Organisasi Kurikulum Dalam Tatanan Teoretis 1. Separated Subjet Curriculum Sebutan separated subject curriculum dikarenakan bahan pelajaran yang disajikan dalam subjet atau matapelajaran yang terpisah-pisah, yang satu pisah dari yang lain. Organisasi separated subjet curriculum dianggap berasal dari zaman yunani kuno. Orang Yunani telah mengajarkan berbagai bidang studi seperti kesustraan, matematika, filsafat dan ilmu pengetahuan ditambah dengan musik dan atlntik.orang yunani menerimanya dari seorang Yunani sambil mengadakan perubahan. Mereka mengadakan dua trivium (gramatika, retorika dan logika) dan kuadrivium (arithmetika, geometri, astronomi, dan musik) yang kemudian dikenal sebagai “the seven liberal arts” yang diberikan pada pendidikan umum.
a. Kelebihan separated-subject curriculum 1. Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis. 2. Organisasi kurikulum ini sederhana: mudah disusun mudah ditambah atau mudah dikurangi jumlah pelajaran yang diperlukan (mudah direorganisir). 3. Penilaian lebih mudah karena biasanya bahan pelajaran ditentukan berdasarkan buku-buku pelajaran tertentu sehingga dapat diadakan ujian umum atau tes hasil belajar yang seragam (uniform) diseluruh negara. 4. Kurikulum ini memudahkan guru dalam melaksanakan pengajaran karena
bersifat
“Subject
Centered”;
guru-guru
yang
sudah
berpengalaman dan menguasi seluruh bahan pelajaran dari buku maka pekerjaannya menjadi rutin setiap tahun hanya mengulang yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
122
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
5. Kebanyakan orang beranggapan bahwa sekolah adalah persiapan masuk perguruan tinggi; di perguruan tinggi biasanya organisasi kurikulum sesuai dengan prinsip terpisah-pisah itu. Jadi organisasi kurikulum sekolah dasar dan menengah dengan begitu sesuai dengan organisasi di Perguruan Tinggi. 6
b. Kelemahan Separated Subject Curriculum Di samping ada hal-hal positif, separate Subject Curriculum mendapat kritik-kritik sebagai berikut: 1. Mata pelajaran terlepas-lepas satu sama lain hal ini tidak sesuai dengan kehidupan yang sebenarnya. 2. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 3. Dari sudut psykhologis kurikulum demikian mengandung kelamahan; banyak terjadi verbelitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak didik. 4. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggalan zaman. 5. Kurikulum ini kurang mengembangkan kemampuan berpikir. Meskipun kurikulum ini masih sangat umum dipakai dimana-mana karena karena banyak mengandung kebaikan, namun banyak pula ditemukan kelamahan jika dilihat dari sudut pendidikan modern. Kritikan-kritikan yang muncul sebagai pertayaan tentunya berdasarkan sudut pandang seseorang mengenai pendidikan dan pengajaran.Sebagaimana kelamahan-kelamahan kurikulum yang telah disebutkan di atas.
6
B. Suryosubroto Tatalaksana Kurikulum,cet VI (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal 2
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014
123
Loeziana Uce
c. Ciri-ciri Separated Subject Curriculum Dilihat bentuk/model separate Subject Curriculum memiliki ciri khas yang dapat membedakan dengan model kurikulum lain. Adapaun ciri-ciri tersebut dapat dilihat dari beberpa sudut pandang, misalnya seperti di bawah ini: 1. Dilihat dari segi tujuan. Ada beberapa keuntungan di antaranya: -
Dapat mencapai pengetahuan secara mendalam
-
Dapat mengambil standar pengetahuan peserta didik
dibanyak
tempat. -
Dapat menyeragamkan fasilitas yang digunakan.
Namun demikian ada juga beberapa kekurangannya antara lain: -
Pengetahuan bidang lain yang didapatkan berkurang.
-
Sarana pendidikan yang .
-
Kurikulum kurang fleksibel.
2. Dilihat dari sumber bahan keuntungannya: -
Disediakan dari pusat
-
Luas cakupan bahan terbatas.
-
GBPP dari pusat.
-
Bahan mudah diatur secara sistematis.
Kekurangannya: -
Buku acuan kurang diperhatikan.
-
Bahan yang disusun urutannya oleh penulis buku, kadang-kadang kurang memperhatikan factor psikolgis.
3. Dilihat dari sudut metode mengajar keuntungannya: -
Bentuk pengajaran secara progresif linier.
-
Lebih simple karena tidak banyak menggunakan metode
Kekurangan: 124
Metode yang digunakan bersifat teacher centered. Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
-
Banyak metode yang digunakan bersifat tradisional.
-
Metode dril, ceramah dan hafalan kurang dapat membentuk kepribadaian.
-
Kegiatan belajar bersifat ekspositorik
-
Dan sebagainya.
4. Dilihat dari segi guru keuntungannya: -
Persiapan bahan relatif mudah.
-
Bahan sudah siap dipakai.
-
Tak perlu mengadakan bahan banding
-
Dan sebagainya.
Kekurangannya: -
Kurang kreatif.
-
Kalau ketinggalan buku, guru tidak dapat mengajar.
-
Dibatasi waktu penyampaiannya.
-
Tunduk pada aturan yang dibuat, artinya tidak boleh menyimpang dari kurikulum.
-
Dan seterusnya.
5. Dilihat dari segi peserta didik keuntungannya: -
Beban tugas tidak terlalu banyak.
-
Dapat belajar secara sistematis.
-
Dan sebagainya.
Kekurangannya: -
Tidak membedakan perbedaan individual
-
Anak dianggap tong kosong yang akan ada kotak-kotak ilmu pengetahuan yang perlu di isi.
-
Tidak bernisiatif.
-
CBSA tidak berlaku.
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014
125
Loeziana Uce
-
Dan sebagainya.7
Separate Subject Curriculum, merupakan model kurikulum yang memisah-misahkan
mata
pelajaran
sedemikian
rupa,
sehingga
setiap
matapelajaran dapat dikembangkan menjadi anak cabang ilmu pengetahuan dan anak cabang berkembang lagi menjadi cucu cabang dan seterusnya. Sehingga pada akhirnya setiap cabang dari matapelajaran tersebut menjadi mata pelajaran yang berdiri sendri.
2.
Correlated Curriculum Pada dasarnya organisasi kurikulum ini menghendaki agar mata
pelajaran itu satu sama lain ada hubungan, bersangkut paut (Correlated) walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan yang lain masih dipertahankan. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep-konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya. 8 Prinsip berhubungan satu sama lain (korelasi) ini dilaksanakan dengan beberapa cara: 1. Antara dua pelajaran diadakan hubungan secara insidental. 2. Memperbincangkan masalah-masalah tertentu dalam berbagai macam pelajaran. 3. Mempersatukan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas masing-masing. Pengorganisasian correlated curriculum merupakan cara menggabungkan atau mengkolerasikan antara dua atau lebih matapelajaran yang pokok bahasannya atau sub pokok bahasannya mempunyai tujuan pembahasan yang sama atau permasalahan yang sama. Pokok bahasan dan sub pokok bahasan
7
H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Cet I. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h al. 35 8 Nana Syaodih Sukmadinata Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, Cet VIII (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2006), hal. 84.
126
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
dapat tuntas dan menyeluruh. Kolerasi bidang studi tersebut dapat terjadi sebagai berikut: 1. Korelasi antara pokok bahasan dengan bidang studi yang sejenis, misalnya: -
Dalam bidang ilmu sosial, meliputi berbagai mata pelajran: sejarah, ilmu bumi, ekonomi, sosiologi dan sebagainya.
-
Dalam bidang matematika, meliputi berbagai matapelajaran: Aljabar, ilmu hitung, ilmu ukur dan sebagainya.
-
Dalam bidang studi keterampilan, meliputi berbagai matapeljaran: keterampilan batu, bambu, listrik dan sebagainya.
2. Kolerasi antara pokok bahasan di luar bidang studi yang tidak sejenis, misalnya: “candi borobudur”. Untuk membahas Candi Borobudur perlu pembahasan mengenai: -
Letak dan siapa yang mendirikan
:dibahas
oleh
matapelajaran
sosiologi,antropologi
dan
sejarah. - Pemilihan batu untuk candi
:dibahas
oleh
matapelajaran
ilmu alam. - Bentuk candi
: dibahas oleh ilmu arsistek.
3. Korelasi perpaduan atau yang disebut dengan fusi, bentuknya berupa
braod fileds yang berarti pembahasan suatu masalah dengan cara yang luas dengan beberapa ciri antara lain: A. Tujuan pengajaranditujukan untuk memecahkan masalah secara bulat, utuh dan luas. B. Bahan pembelajaran diutamakan yang memiliki kriteria keluwesan seperti: a. Bahan dapat disusun secara fleksibel b. Sumber bahan tidak jelas
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014
127
Loeziana Uce
c. Penyusunan pokok pembahasan tidak terpancang pada suatu bidang pengetahuan. C. Metode mengajar : a. Menggunakan pendekatan student centered b. CBSA dapat terlaksana secara wajar c. Tidak membosankan. D. Evaluasi : a. Evaluasi produk b. Evaluasi proses. E. Guru : a. Guru dituntut untuk lebih keratif, inisiatif dan tidak terpancang pada waktu b. Guru akan mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam c. Pelaksanaan secara team teachingagar tidak melelahkan. F. Peserta Didik : a. Peserta didik mempunyai pengetahuan yang praktis dan luas b. Disesuaikan dengan minatnya c. Peserta didik tidak hanya diasah otaknya saja, tetapi secara keseluruhan.9 Berdasarkan referensi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model
correlated curriculum dapat dikorelasikan dalam tiga bentuk, korelasi antar kelompok matapelajaran dengan bidang studi yang sejenis, korelasi antar kelompok bahasan di luar bidang studi yang tidak sejenis dan korelasi fusi (perpaduan).
9
H. Dakir Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Cet I. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal 41.
128
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
Model Pengorganisasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
a. Manfaat Correlated Currikulum Model Correlated Currikulummemiliki manfaat tersendiri, dengan model pengembagan Correlated Currikulum setiap matapelajaran digabungkan ataupun antara satu matapelajaran dihubungkan dengan matapelajaran lain, model ini kurikulum ini dapat ditemukan beberapa manfaat sebagaimana disebutkan di bawah ini: 1. Dengan korelasi pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu). 2. Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah. 3. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut. 4. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertian dan prinsipprinsip
bukan
pengetahuan
akan
fakta.
Dengan
begitu
akan
memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi muridmurid.10 Suatu manfaat yang besar dapat diambil dari model kurikulum ini, anak didik bisa menemukan multi pengetahuan dari satu matapelajaran, tiap matapelajaran diajarkan secara correlated, jadi anak didik disamping menemukan ilmu tertentu dari materi pokok juga menemukan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan materi tersebut.
IV.
Beberapa Kelemahan Correlated curriculum Di samping manfaat yang telah disebutkan di atas, model Correlated
curriculum dapat pula ditemukan beberapa kekurangan, antaranya: 1. Sulit untuk menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari sebab dasarnya subject centered. 10
B. Suryosubroto Tatalaksana Kurikulum..., hal. 4.
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014
129