Media Teknik Sipil, Volume XII, Januari 2012 ISSN 1412-0976
MODEL DRAINASE SWAKARSA MASYARAKAT PERKOTAAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR (STUDI KASUS KOTA SURAKARTA) Widi Suroto1), Suparno2) Adi Yusuf Muttaqien3), Agus Heru Purnomo4) 1),4) Dosen
Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Uiversitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutamai 36A, Surakarta 57126; Email:
[email protected] 2)Dosen
3)Dosen
........................................?
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Uiversitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutamai 36A, Surakarta 57126; Telp. 0271-634524. Email:
[email protected]
Abstract Good and bad, high and low drainage network system performance is largely determined by people's participation in governance, especially with the lack or absence of funding from local government. The purpose of this study were: 1) Determine the level of public understanding of the functions of a sustainable drainage system and the level of public participation in the management of network systems drainase.2) to formulate solutions to the drainage network rehabilitation priorities compiled Policy Support System (DSS) based on community participation 3) Formulate Model Drainage Urban Community Self Karsa. In this research method used is descriptive evaluative. Data analysis was performed with a qualitative descriptive method and weighting method. In formulating policy priority rehabilitation Support Systems using Analytical Hierarchy Process (AHP). Community participation towards sustainable management of the drainage network and independent support was very good, it can be shown by: Understanding support both the 85.95% already understand the system and network functions and only 14.05% are not yet understood. Concern for the well drainage network system management (90.07%), only 9.93% were unfavorable. Ability Study Area communities to make Rain Water Infiltration wells (Srah) high, 87.87% of the states were able to make Srah, 12.13% said less capable. Drainage network system performance in Study Area as a whole system is not good, although it must frequent rehabilitation agency channel in some places to cope with flooding. This was seen in the percentage condition of damaged drainage network system does not function in each zone, a condition in Z-1 = 88.58%, conditions in Z-2 = 88.46%, konsisi in Z-4 = 89, 99% and the conditions in the Z-5 = 82.77%. While the results of the analysis indicate that the implementation of the concept of the creation of sustainable drainage wells Rainwater Infiltration in terms of the technical aspects are very qualified. This is caused by the groundwater <3m from the ground and soil permeability Koefisient <3m from the ground. Because not involve the community, the rehabilitation of damaged drainage network should be implemented and paid by the city in stages. Policy Support System for the rehabilitation of drainage network gives priority order based on the weight of the high participation, high weighted degree of damage, the service area of the high weight and low weight budget plan. Community participation is the basis of performance in the management of sustainable drainage systems in the study area can be demonstrated by the high contribution criteria for participation in the rehabilitation of the drainage network. In each zone, the criteria of participation contributed the greatest weight, ie above 50%, the AHP. Keywords: Flood, sustainable drainage, public participation, Priority, rehabilitation, self drainage model initiative.
Abstrak Baik buruknya, tinggi rendahnya kinerja sistem jaringan drainase sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya, apalagi dengan minimnya atau tidak adanya dana dari pemerintah Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Menemukenali tingkat pemahaman masyarakat akan fungsi sistem drainase yang berkelanjutan serta tingkat kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sistem jaringan drainase.2) Merumuskan solusi prioritas rehabilitasi jaringan drainase dengan menyusun Sistem Pendukung Kebijakan (SPK) yang berbasis partisipasi masyarakat 3) Merumuskan Model Drainase Swa Karsa Masyarakat Perkotaan. Pada penelitian ini metode yang dipakai adalah deskriptif evaluatif. Analisis data dilakukan dengan metode diskriptif kualitatif dan metode pembobotan. Dalam merumuskan Sistem Pendukung Kebijakan prioritas rehabilitasi menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP). Partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan jaringan drainase yang berkelanjutan dan mandiri ternyata sangat mendukung baik, hal ini dapat ditunjukkan berdasarkan : Pemahaman dukungan baik yaitu 85,95% sudah mengerti sistem dan fungsi jaringan dan hanya 14,05% yang belum mengerti. Kepedulian terhadap pengelolaan sistem jaringan drainase baik (90,07 %), hanya 9,93 % yang kurang baik. Kesanggupan masyarakat Wilayah Studi untuk membuat Sumur Resapan Air Hujan tinggi, 87,87 % sedangkan sebesar 12,13 % yang menyatakan kurang sanggup. Kinerja sistem jaringan drainase di Wilayah Studi secara keseluruhan sistem kurang baik, meskipun harus sering dilakukan rehabilitasi badan saluran di beberapa tempat guna menanggulangi terjadinya banjir. Hal ini terlihat pada persentase kondisi sistem jaringan drainase yang rusak tidak berfungsi di masing-masing Zona, yaitu kondisi di Z-1 = 88,58%, kondisi di Z-2 = 88,46%, konsisi di Z-4 = 89,99% dan kondisi di Z5 = 82,77%. Sedangkan hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi konsep drainase yang berkelanjutan dengan pembuatan Sumur Resapan Air Hujan ditinjau dari aspek teknis sangat memenuhi syarat. Hal ini disebabkan oleh muka air 55
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
tanah < 3m dari permukaan tanah dan Koefisient Permeabilitas tanah < 3m dari permukaan tanah. Dikarenakan tidak melibatkan masyarakat , maka rehabilitasi jaringan drainase yang rusak harus dilaksanakan dan ditanggung oleh Pemerintah kota secara bertahap. Sistem Pendukung Kebijakan untuk melakukan rehabilitasi jaringan drainase memberikan urutan prioritas berdasarkan pada tingginya bobot partisipasi masyarakat, tingginya bobot tingkat kerusakan, tingginya bobot luas daerah layanan dan rendahnya bobot rencana anggaran biaya. Partisipasi masyarakat yang merupakan basis dalam pengelolaan kinerja sistem jaringan drainase yang berkelanjutan di Wilayah Studi dapat ditunjukkan pada tingginya kontribusi kriteria partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi jaringan drainase. Pada masingmasing Zona, kriteria partisipasi masyarakat memberikan kontribusi bobot paling besar, yaitu diatas 50 %, pada metode AHP. Kata Kunci : Banjir, Drainase yang berkelanjutan, Partisipasi masyarakat,
Prioritas, rehabilitasi, Model drainase swa karsa.
1.
Buruknya penanganan sampah kota serta tidak memadainya infrastruktur pengendali air permukaan; Perubahan / instabilitas iklim yang disertai badai tropis. Penyimpangan iklim yang disebut gejala El Nino dan La Nina, gejala ketidakteraturan dan ekstremitas cuaca. Kenaikan suhu mejadikan gejala El Nino dan La Nina menjadi dominan, dan yang mengacaukan iklim terutama di kawasan Pasifik;
LATAR BELAKANG
•
Sesungguhnya kejadian banjir adalah hasil interaksi manusia dan alam yang keduanya saling memengaruhi dan dipengaruhi. Penyebabnya tidak hanya melibatkan alam, tetapi juga manusia; juga lokal dan global. Dengan demikian penyebabnya bukan hanya masalah teknis, tetapi juga nonteknis. Menurut hasil Penelitian awal kelompok (tim) tentang Identifikasi Penyebab Banjir di kota Surakarta tahun 2007 menyimpulkan bahwa penyebab banjir antara lain : • Curah hujan yang sangat tinggi. pada tahun 2007, Rata-rata curah hujan di Surakarta adalah 2.200 mm, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah Desember, Januari, dan Februari, jauh lebih tinggi dibanding dengan kota lain yang sering jadi korban bencana banjir ( BMG tahun 2007 mencatat curah hujan di Kota Pontianak Oktober 182,0 mm selama 17 hari, September 308,9 mm selama 21 hari, November 351,3 mm selama 22 hari, dan Desember 421,6 mm selama 25 hari. Pada tahun 2005, untuk bulan September 229,6 mm selama 16 hari, Oktober 538,3 mm selama 23 hari, dan November tercatat sebanyak 234,8 mm. selama 18 hari ); • Kerusakan kawasan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Bengawan Solo; • Saluran air yang tidak berfungsi dengan baik, karena banyak yang tersumbat, ditutup, atau dicaplok menjadi lahan rumah sehingga aliran air menjadi tersumbat atau tidak lancar; • Tanah yang mempunyai daya serapan air yang buruk; • Kian meluasnya permukaan tanah yang tertutup / ditutup. Terjadi perubahan tata air permukaan karena perubahan rona alam yang diakibatkan oleh pemukiman, industri dan pertanian. • Tingginya sedimentasi, yang menyebabkan sungai dan parit cepat mendangkal; • Permukaan air tanah yang tinggi (daerah datar). Jumlah curah hujan melebihi kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga air mengalir pada permukaan;
•
Banjir yang terjadi dengan waktu yang lama mengakibatkan terganggunya sejumlah besar aktifitas masyarakat. Sejumlah infrastruktur penting menjadi rusak, demikian pula kerusakan biofisik yang diakibatkannya. Korban jiwa dan kerugian materi pun sering mengikuti setiap terjadi bencana banjir. Oleh karena itu perlu dilakukan rekayasa antisipasi bencana banjir, yaitu dengan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam mengurangi resiko yang diakibatkan bencana Banjir.
2.
TUJUAN Kegiatan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan tentang partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, berdasarkan data yang diperoleh dari survai dan kajian berbagai literatur, keluaran yang diharapkan adalah: a. Rumusan mengenai Model Drainase Swa Karsa Masyarakat Perkotaan Dalam Penanggulangan Bencana Banjir. b. Rekomendasi kebijakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, sesuai tingkat keterlibatannya pada tiap tahapan kegiatan, mulai dari penyusunan konsep kebijakan, hingga pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Kajian ini difokuskan pada aspek non teknis. Untuk mempertajam analisis, ruang lingkup kajian ini dibatasi pada: 1. Pengumpulan dan analisis data tentang kebijakan dan regulasi yang terkait dengan kebijakan drainase perkotaan;
55
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
2. Analisis tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan tingkat ketertarikan, pengaruh, dan kepentingannya dalam penanggulangan bencana banjir; 3. Penyusunan rekomendasi kebijakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.
3.
Kegiatan survai dan kajian literatur dilaksanakan dengan mengumpulkan data dan informasi tentang peraturan perundangan, dokumen kebijakan lainnya, hasil kajian, dan kebijakan penanggulangan banjir yang sudah diterapkan. Selain itu, dilakukan wawancara singkat dan terarah dengan responden dari unsur-unsur: (1) pemerintah (decision/ policy makers); (2) profesional (intermediaries); (3) masyarakat umum (beneficiaries). Dari survai dan kajian literatur tersebut, diperoleh data tentang kebijakan dan program penanggulangan banjir, peraturan perundangan terkait penanggulangan banjir, kondisi satuan wilayah sungai, sistem pengelolaan sumberdaya air, kebijakan penanggulangan banjir yang diterapkan, kendala dalam penanggulangan banjir, serta partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, baik pada in-stream maupun off- stream. Hasil survai dan kajian literatur tersebut dipetakan ke dalam matriks kebijakan dan regulasi dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.
METODOLOGI Metode adalah suatu cara yang dilakukan dalam suatu studi ( penelitian ), menurut Supriharyono (2002 ), bahwa : “Metode adalah suatu cara bagaimana melakukan penelitian yang baik dan benar untuk mencapai tujuan”. Pada Penelitian ini akan diuraiakan tentang beberapa aspek yang terkait dengan metode penelitian yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini. Beberapa aspek tersebut meliputi : lokasi dan waktu penelitian, metode penelitian, sampling dan teknik pengambilan sampel, sumber data dan teknik pengambilan data, teknik pengolahan data dan teknik analisis data.
Gambar...... 56
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
4.
Penduduk wanita yang bekerja mencapai angka sebesar 43,99% dari penduduk yang bekerja. Ini menunjukkan bahwa peran perempuan di kota Surakarta cukup tinggi dalam peningkatan kesejahteraan keluarga. Sistem jaringan drainase di Surakarta (Wilayah Perencanaan) merupakan satu kesatuan sistem yang saling berhubungan, namun untuk mempermudah pengelolaannya terkait dengan sumber daya manusia dan sumber dana yang terbatas, baik dari pemerintah Surakarta maupun masyarakat. Maka pada penelitian ini sistem jaringan ini dibagi dalam 5 (lima) sub sistem. Dasar pertimbangan dari pembagian sub sistem ini adalah :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,06 km² yang terbagi dalam 5 kecamatan, yaitu : Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar kliwon, Jebres dan Banjarsari. Dari beberapa kecamatan ini terbagi lagi menjadi 51 kelurahan. Jumlah RW tercatat sebanyak 595 dan jumlah RT sebanyak 2.669. Dengan jumlah KK sebesar 130.440 KK, maka rata-rata jumlah KK setiap RT berkisar sebesar 49 KK setiap RT. Sebagian besar lahan dipakai sebagai tempat pemukiman sebesar 61,68%. Sedangkan untuk kegiatan ekonomi juga memakan tempat yang cukup besar juga yaitu berkisar antara 20% dari luas lahan yang ada. Kota Surakarta yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar 26.50C, kelembaban udara ratarata 75.6%, tekanan udara berkisar antara 1007 34 – 1011 QFF, dan kecepatan angin rata-rata berkisar 5 Knot. Curah hujan rata-rata perbulan adalah berkisar 14.88 mm/bulan atau sekitar 178.5 mm/tahun.
a. Arah aliran air pada saluran drainase. b. Koneksitas antara saluran penerima dengan saluran pengumpul. b. Pembagian wilayah dan luas daerah layanan pengaliran yang proporsional. Sebagian besar pengelolaan jaringan drainase perkotaan atau suatu kawasan di Indonesia tidak melibatkan masyarakat, sedangkan pemerintah hanya mengelola jaringan drainase pada jalan-jalan protokol di perkotaan. Demikian halnya pengelolaan jaringan drainase di Wilayah studi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Surakarta.
Kota Surakarta tergolong wilayah yang memiliki topografi yang relatif datar. Hal ini terlihat dari Tabel 2 yang menunjukkan kemiringan lahan tiaptiap kecamatan yang terdapat di Kota Surakarta. Kota Surakarta berdasarkan atas penggunaan lahannya, terdiri dari perumahan, jasa, perusahaan, industri, tanah kosong dan tegalan, sawah, kuburan, lapangan olah raga, taman kota, dan lainlain seperti yang diperlihatkan gambar di bawah ini;
Dengan segala keterbatasannya baik sumber daya manusia maupun pendanaannya, masyarakat Wilayah studi saat ini berusaha mengatasi terjadinya banjir di beberapa tempat dengan tindakan antara lain : a. Pembersihan
sedimentasi pada badan saluran, b. Perbaikan adanya kerusakan fisik saluran serta c. Pembuatan sudetan gorong-gorong setempat dan dilakukan secara parsial. Pada kondisi yang demikian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan parameter yang dominan dalam melakukan analisis kinerja sistem jaringan drainase di Wilayah studi ini, terutama dalam hal pengambilan keputusan kebijakan prioritas rehabilitasi.
Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun 2008 mencapai 12.849 jiwa/km2. Tabel 5 menunjukkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dan sex ratio di tiap kelurahan di kecamatan Laweyan. Tabel 6 menunjukkan banyaknya penduduk menurut tingkat pendidikan, dan Tabel 7 menunjukkan banyaknya kelurahan, RT, RW, dan kepala keluarga di Surakarta.
Berdasarkan hasil wawancara dan sarasehan penjelasan sistem dan fungsi drainase (FGD) yang berkelanjutan dengan pengurus RT / RW diteruskan dengan penyampaian kuisioner kepada masyarakat sebagai responden, selanjutnya akan diuraikan partisipasi masyarakat pada keseluruhan sistem maupun masing-masing sub sistem. Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
Jumlah penduduk bekerja di kota Surakarta pada tahun 2008 mencapai 251.101, atau sebesar 48,01% dari seluruh penduduk kota Surakarta. 57
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
•
• •
ini terlihat dalam tabel bahwa 79 orang atau 88,88 % masyarakat menyatakan setuju, 9 orang atau 11,12 % yang menyatakan tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner, Berdasarakan jumlah responden ( sesuai dengan tabel skor partisipasi masyarakat ), maka jumlah skor skala sikapnya adalah 482 dengan rata-rata 5,1, dapat disimpulkan kedalam sikap yang sama yaitu setuju, mencerminkan bahwa kesanggupan masyarakat untuk membuat SRAH tinggi. Hal ini dapat dijelaskan, dalam sarasehan antara peneliti dengan pengurus RT / RW dan beberapa responden pada waktu pengisian kuisioner, bahwa dilingkungan permukiman yang dibangun oleh masyarakat sendiri SRAH seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, sebagian besar masyarakat setuju dengan alasan walaupun pekarangan rumah dipenuhi dengan bangunan dan pembuatan SRAH setiap unit dianggap lebih menyelesaikan atau paling tidak mengurangi debit air larian tanah ketika terjadi hujan deras.
Pemahaman terhadap sistem dan fungsi jaringan drainase yang berkelanjutan, selanjutnya disingkat pemahaman. Kepedulian dalam pengelolaan jaringan drainase, selanjutnya disingkat kepedulian. Kesanggupan Pembuatan Sumur Resapan Air Hujan, selanjutnya disingkat kesanggupan. Pemahaman masyarakat Wilayah Studi terhadap sistem dan fungsi jaringan drainase yang berkelanjutan sudah bagus. Hal ini terlihat dalam tabel bahwa 86 Responden yang menjawab kuisoner ternyata yang setuju sebesar hampir 90 %, sedangkan yang 10 % kurang setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dalam kuisoner, maka jumlah skor skala sikapnya adalah 456 dengan rata-rata 5,16 dapat disimpulkan kedalam sikap yang sama yaitu setuju, hal ini mencerminkan bahwa pemahaman masyarakat tentang sistem dan fungsi drainase yang berkelanjutan sudah memadahi. Sesuai dengan kondisi dilapangan sedimentasi pada saluran relatif sedikit, pembuangan sampah oleh masyarakat tidak kedalam saluran tapi sudah ketempat penampungan dan tempat pembuangan sampah sementara.
Data curah hujan yang digunakan selama 6 tahun dari tahun 2007 hingga tahun 2011, merupakan data curah hujan maksimum harian yang terletak disekitar lokasi studi Data hujan yang diambil adalah hujan terbesar pada setiap tahun pengamatan, setelah diolah dengan menggunakan cara Poligon Thiessen dan berdasarkan persamaan (2.5) maka didapat hasil koefisien = 0,31. 53 Selanjutnya hasil analisis hujan maksimum harian rata-rata seperti yang ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.
Kepedulian masyarakat Wilayah Studi terhadap pengelolaan sistem jaringan drainase tinggi. Hal ini terlihat dalam tabel bahwa 65 orang atau 82,27 % masyarakat menyatakan setuju, hanya 14 orang atau 17,73 % yang menyatakan tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner. Berdasarkan jumlah responden ( sesuai dengan tabel skor partisipasi masyarakat ), maka jumlah skor skala sikapnya adalah 481 dengan rata-rata 5,40 dapat disimpulkan kedalam sikap yang sama yaitu setuju, hal ini mencerminkan bahwa kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan 50 drainase yang berkelanjutan tinggi. Sesuai dengan kegiatan masyarakat di tingkat kepengurusan RW ada seksi bangunan dan seksi lingkungan hidup yang membawahi kegiatan pemeliharaan infrastuktur, kegiatan bersih-bersih lingkungan ( jalan, saluran, pekarangan, fasilitas umum / sosial ) di tingkat RT dilaksanakan minimal 2 kali dalam sebulan secara gotong royong ( kerja bakti ).
Merujuk pada konsep drainase yang berkelanjutan alternatif tindakan struktur yang dipilih pada penelitian ini adalah dengan pembuatan Sumur Resapan Air Hujan (SRAH), merupakan konsepsi perancangan drainase air hujan yang berasaskan pada konservasi air tanah. Pada hakekatnya adalah perancangan suatu sistem drainase yang mana air hujan jatuh di atap / perkerasan, ditampung pada suatu sistem resapan air, sedangkan hanya air dari halaman bukan perkerasan yang perlu ditampung oleh sistem jaringan drainase. Berdasarkan data dilapangan dan kriteria perencanaan SRAH yang tertuang dalam SK SNI T-06-1990-F. diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, tentang Tata Cara Perencanaan Teknik SRAH Untuk Lahan Pekarangan, didapat hasil seperti pada tabel.14 dibawah ini.
Kesanggupan masyarakat Wilayah Studi untuk membuat Sumur Resapan Air Hujan rendah. Hal
58
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
Tabel 14. ................... No.
JENIS KRITERIA
DATA DI LOKASI
STANDAR
KETERANGAN
01
Kedaan muka air tanah
Rata-rata 3 m dibawah permukaan tanah
> 3m
TMS
02
Jenis tanah, Permeabilitas tanah (k)
Geluh / lanau 10 024 , 1− x cm / jam
2,0-6,5 cm/jam
TMS
03
Jarak SRAH ke tangki septik
Rata-rata 5 m
Minimal 2 m
MS
Catatan : TMS : Tidak memenuhi syarat, MS : Memenuhi syarat.
Pada Tabel di atas terlihat bahwa perbandingan kriteria perencanaan SRAH antara kondisi di lapangan dengan standar PU memperlihatkan kedaan muka air tanah yang didapat dari informasi pengembang dan pengamatan pada sumur-sumur penduduk dilokasi penelitian menunjukkan ratarata 3 m dibawah muka tanah, hal ini tidak memenuhi syarat dibanding dengan standar PU ( >3 m ). Demikian juga dengan hasil penyelidikan tanah dilokasi penelitian oleh Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, (2011). Menunjukkan bahwa untuk jenis tanah silty clay ( lanau berlempung ) dengan nilai koeficient permeabilitas ( k ) = 1,024 X 10 -6 x cm/jam, adalah sangat kecil sehingga masuk dalam katagori poor drainage sampai dengan practically imprevious, kemampuan untuk meloloskan air sangat jelek sehingga tidak memenuhi standar PU, nilai k = 2,0-6,5 cm/jam untuk jenis tanah lanau berlempung.
RAB rehabilitasi per Ha jaringan drainase di Z-1 sebesar Rp 53,62 juta di Z-2 sebesar Rp 23,88 juta , di Z-3 sebesar Rp 35,58 juta, di Z-4 sebesar Rp 6,31 jutadan di Z-5 sebesar Rp 11,39 juta. RAB rehabilitasi di Z-1 paling besar terlihat paling besar dikarenakan adanya rehabilitasi pada Drainase Utara Selatan (DUS Kn 13) yang tidak memenuhi kapasitas pembebanan debit aliran, kapasitas dirubah dari saluran tipe 2 menjadi saluran tipe 1. Hasil akhir dari pembobotan kriteria dan alternatif tersebut diatas akan memberikan jawaban daerah mana yang diprioritaskan secara berurutan untuk dilakukan rehabilitasi dengan terlebih dahulu dilakukan analisis dengan metode Analitical Hierarchy Process (AHP). Alasan dipilihnya metode AHP, menurut Marimin (2004) adalah AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelasakan proses pengambilan keputusan, yaitu : •
Berdasarkan hasil analisis diatas dan berdasarkan pada hasil analisis sub bab partisipasi masyarakat dimana menunjukkan tingkat kesanggupan pembuatan SRAH yang tinggi, maka pembuatan SRAH sangat mungkin bisa dilaksanakan. Kemudian dalam hal pelaksanaan konsepsi drainase yang berkelanjutan di Wilayah Studi bisa dilakukan dengan baik, tetapi disebabkan keterbatasan waktu dan dana hal tersebut tidak dilakukan pada penelitian.
•
•
Penentuan kriteria yang paling dominan akan sangat mempengaruhi hasil akhir. Hasil akhir dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan yang komplek dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan yang lebih kecil.
AHP menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, jika demikian maka penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang.
Untuk menanggulangi genangan atau banjir yang terjadi di beberapa lokasi dan upaya peningkatan kinerja jaringan drainase antara lain dengan melakukan rehabilitasi kerusakan, pembersihan sedimetasi dan pembuatan bak kontrol di hulu gorong-gorong, Sumur Resapan Air Hujan. Berdasarkan analisis RAB didapatkan hasil sebagai berikut :
5.
SIMPULAN
Beradasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 59
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
A. Partisipasi masyarakat Wilayah Studi terhadap pengelolaan jaringan drainase yang berkelanjutan adalah baik, hal ini dapat ditunjukkan berdasarkan :
B. Kinerja sistem jaringan drainase di Wilayah Studi secara keseluruhan sistem baik, meskipun harus dilakukan rehabilitasi badan saluran di beberapa tempat guna menanggulangi terjadinya banjir. Hal ini terlihat pada persentase kondisi sistem jaringan drainase di masing-masing Zona, yaitu kondisi di Z-1 = 88,58%, kondisi di Z-2 = 88,46%, konsisi di Z-4 = 89,99% dan kondisi di Z-5 = 82,77%. Sedangkan hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi konsep drainase yang berkelanjutan dengan pembuatan Sumur Resapan Air Hujan ditinjau dari aspek teknis sangat memenuhi syarat. Hal ini disebabkan oleh muka air tanah < 3m dari permukaan tanah dan Koefisient Permeabilitas tanah < 3m dari permukaan tanah;
• Pemahaman masyarakat Wilayah Studi terhadap sistem dan fungsi jaringan drainase yang berkelanjutan sudah baik, 85,95% masyarakat sudah mengerti sistem dan fungsi jaringan drainase yang berkelanjutan dan hanya 14,05% yang belum mengerti . Sesuai dengan kondisi di lapangan sedimentasi pada saluran relatif sedikit, pembuangan sampah oleh masyarakat tidak ke dalam saluran tapi sudah ketempat penampungan dan tempat pembuangan sampah sementara ( TPS ). • Kepedulian masyarakat Wilayah Studi terhadap pengelolaan sistem jaringan drainase baik, 90,07 % masyarakat selalu membersihkan dan memelihara saluran drainase, hanya 9,93 % yang tidak melakukan hal tersebut. Sesuai dengan kegiatan masyarakat di tingkat kepengurusan RW ada seksi bangunan dan seksi lingkungan hidup yang membawahi kegiatan pemeliharaan infrastuktur, kegiatan bersih-bersih lingkungan ( jalan, saluran, pekarangan, fasilitas umum / sosial ) kemudian di tingkat RT kegiatan tersebut dilaksanakan minimal 2 kali dalam sebulan secara gotong royong ( kerja bakti ). Jika ada saluran yang rusak direhabilitasi dengan biaya yang diambilkan dari kas RT ( tabungan warga ).
C. Dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia dan sumber dana pada masyarakat Wilayah Studi apalagi tidak ada dana stimulan dari Pemerintah Kota Surakarta, maka rehabilitasi jaringan drainase yang rusak kurang mendapat perhatian masyarakat. Sistem Pendukung Kebijakan untuk melakukan rehabilitasi jaringan drainase memberikan urutan prioritas berdasarkan pada tingginya bobot partisipasi masyarakat, tingginya bobot tingkat kerusakan, tingginya bobot luas daerah layanan dan rendahnya bobot rencana anggaran biaya. D. Partisipasi masyarakat yang merupakan basis dalam pengelolaan kinerja sistem jaringan drainase yang berkelanjutan di Wilayah Studi dapat ditunjukkan pada tingginya kontribusi kriteria partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi jaringan drainase. Pada masingmasing sub sistem, kriteria partisipasi masyarakat memberikan kontribusi bobot paling besar, yaitu diatas 50%, pada metode AHP.
• Kesanggupan masyarakat Wilayah Studi untuk membuat Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) tinggi, 57,87 % masyarakat menyatakan sanggup membuat SRAH, 42,13 % yang menyatakan kurang sanggup. Hal ini dapat dijelaskan bahwa lingkungan perumahan yang dibangun oleh masyrakat sendiri, mestinya harus dijaga dan diselaraskan dengan kondisi alam lingkungan yang punya potensi banjir, masyarakat tidak keberatan walaupun pekarangan rumah sudah dipenuhi dengan bangunan dan pembuatan SRAH setiap unit beserta fasilitasnya dianggap relatif murah, yaitu Rp 2.750.000,-
6.
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan kesimpulan tersebut diatas maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai barikut : a.
60
Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan aspek teknis pembuatan Sumur Resapan Air Hujan sebagai upaya implementasi konsep drainase yang berkelanjutan di Wilayah Studi sangat dapat dilaksanakan, hal ini didukung kesanggupan pembuatan SRAH oleh masyarakat yang
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
tinggi. Maka disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memilih alternatif tindakan mengatasi bencana banjir yang tepat. Sesuai dengan kondisi yang ada, misalnya tipe penyimpanan di dalam lokasi (in-site storage). Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk prediksi kedepan terhadap banjir Sungai Bengawan Solo yang luapannya bisa menggenagi Wilayah Studi. b.
c.
Kodoatie, Robert. (2003), Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, Penerbit Pustaka Pelajar, Jogyakarta. Kurniasari. (2005), Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja KRD Pandanwangi dalam Menunjang Pergerakan Penumpang SoloSemarang, Skripsi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Pada saat pelaksanaan rehabilitasi, disamping perbaikan yang rusak, pembuatan bak kontrol dan pembersihan sedimentasi, sangat penting dilakukan adalah pembuatan lubang ( pemasangan pipa ) dengan diameter 10 cm untuk mengalirkan air di bawah pedestrian yang dibuat pertamanan dan atau permukaan saluran yang ditutup cor beton, minimal setiap 2 meter. Lubang tersebut berfungsi untuk mengalirkan air hujan masuk kedalam badan saluran, sehingga tidak melimpas di jalan dan menggenangi lahan.( hasil FGD bersama warga ).
Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. (2006), Pengujian Koefisien Permeabilitas Tanah (k) Petumahan Josroyo Indah. Laporan Hasil Penyelidikan Tanah. Marimin. (2004), Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk, Penerbit PT Grasindo. Pratondo, BJ. (2003), Sistem Pengendalian Banjir Di Jabotabek Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Pranoto, SA. (2005), Materi Kuliah Operasional dan Pemeliharaan Sistem Drainase, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Magister Teknik Sipil.
Rumusan Sistem Pendukung Kebijakan prioritas rehablitasi jaringan drainase di Wilayah Studi ini dapat dijadikan rujukan untuk pengajuan dana stimulan kepada Pemerintah kota Surakarta secara bertahap pada setiap tahun anggaran.
Sri, Harto, BR. (1993), Analisis Hidrologi, penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Sobriyah. (2005), Sistem Pendukung Keputusan Pada Penentuan Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi di DIY. Gema Teknik Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
Sosialisasi konsep drainase yang berkelanjutan kepada masyarakat, baik dengan tindakan pembuatan SRAH maupun tindakan struktural yang lain diharapkan untuk selalu dilakukan oleh instansi yang terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat pemerhati lingkungan, maupun Perguruan Tinggi melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Guna menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi air tanah melalui perwujudan Model Drainase Swa Karsa Masyarakat Perkotaan Dalam Penanggulangan Bencana Banjir.
7.
Sobriyah dan Wignyasukarto, Budi. (2001), Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Banjir untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah. Makalah pada Kongres VII dan PIT VIII Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI), Malang 2001. Sujana. (1992). Metode Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Sumbangan, Baja. (2002), Aplikasi Sistem Informasi Geografi, Jurnal Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas.
Hariyadi. (2005), Penetapan Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi Dengan Pendekatan AHP pada Saluran Induk Colo Timur Di Wilayah Sragen. Skripsi, tidak dipublikasikan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
Sunjoto. (1987), Sistem Drainase Air Hujan yang Berwawasan Lingkungan, Makalah Seminar Pengkajian Sitem Hidrologi dan Hidrolika, PAU Ilmu Teknik Universitas Gajah Mada.
Ismiyati. (2004), Statitistika dan Aplikasinya, Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang.
Supriharyono. (2002), Intisari Materi Kuliah Metodologi Penelitian, Program Pasca 61
Widi Suroto, dkk., 2012. Model Drainase Swakarsa…. Media Teknik Sipil, Vol. XII, No. 1, Hal 55 - 62
Sarjana Universitas Diponegoro Magister Teknik Sipil.
Sitem Drainase, Makalah pada Kongres VII dan PIT VIII Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI), Malang 2001.
Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Penerbit Andi, Jogyakarta.
Yudhiantari. (2002), Ekowisata Sebagai Alternatif Dalam Pengembanagan Wisata yang Berkelanjutan. Tesis Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Wignyosukarto, Budi, (2001), Pemanfaatan Decision Support System Untuk Perencanaan.
62