KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN
TESIS
Oleh
RUMIRIS RAMARITO NAINGGOLAN 067011078/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN
Untuk Memperoleh Gelar magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
RUMIRIS RAMARITO NAINGGOLAN 067011078/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Koperasi merupakan organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang tidak merupakan konsentrasi modal. Keanggotaan koperasi berdasarkan sukarela yang mempunyai kepentingan, hak dan kewajiban yang sama. Salah satu bentuk koperasi adalah koperasi simpan pinjam yang membantu anggotanya dibidang perkreditan. Padahal ketersediaan modal yang berasal dari anggota relatif tidak mencukupi. Sehingga koperasi memerlukan bantuan melalui pola swamitra, yaitu suatu bentuk kerjasama atau kemitraan dengan Bank Bukopin untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha simpan pinjam koperasi untuk meningkatkan kinerja koperasi dan menambah permodalan koperasi agar dapat lebih berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Koperasi Swamitra, bagaimana kekuatan hukum perjanjian kredit dengan menggunakan akta fidusia yang tidak di daftarkan, serta penyelesaian sengketa apabila debitur melakukan wanprestasi. Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan gejala yang telah ada dan atau yang sedang berlangsung. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif terhadap perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada koperasi swamitra, yang di dukung dengan proses wawancara. Dalam memberikan pinjaman koperasi swamitra mewajibkan adanya jaminan. Terhadap jaminan atas benda bergerak pengikatannya dalam bentuk “perjanjian penyerahan hak dan milik dalam kepercayaan atas barang-barang (fiduciaire eigendoms overdracht)” yang di legalisasi oleh notaris, akan tetapi tidak didaftarkan ke Departemen Hukum dan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Hal ini dikarenakan jika didaftarkan akan memerlukan biaya yang memberatkan debitur yang rata-rata berasal dari golongan usaha kecil menengah. Sehingga mengakibatkan kepentingan kreditur tidak dilindungi secara sempurna. Apabila terjadi kredit macet atau kredit bermasalah, maka penyelesaiannya dilakukan secara musyawarah antara kreditur dengan debitur. Hal ini dikarenakan prinsip koperasi yang mengutamakan kesejahteraan anggotanya dan bersifat kekeluargaan.
Kata Kunci: Jaminan Kredit, Jaminan Fidusia, Koperasi Swamitra
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRACT
Cooperative is an organization of social people’s economy whose members are the people or cooperative corporate body that is capital concentrated. The members of cooperative are the volunteers with the same interst, right and obligation. One of the forms of cooperative is savings and loan cooperative that helps its members in the sector of credit whereas the avaibility of capital contributed by its members is relatively insufficient that cooperative needs financial assistance through the “pola swamitra”, a form of cooperation or partnership with Bank Bukopin to develop and modernize the savings and loan business of cooperative that it can develop more. The purpose of this descriptive study with normative juridical approach is to examine how credit agreement with fiduciary transfer of ownership guarantee is implemented by Koperasi Swamitra (a cooperative which cooperates with financial institution such as bank), what dispute solution should be taken if the debtor neglects the substance of the agreement signed. The data for this study were obtained thourgh interviews. In giving a loan, Koperasi Swamitra requires a guarantee. In terms of guarantee in the form of moveable goods, the receipt is in the form of “right and property transfer agreement based on trust in the material goods” (fiduciaire eigendoms overdracht) which is legalized by a notary but it is not registered in the Department of Law and Human Rights as regulated in Article 11 of Law No. 42/1999 on Fiduciary Transfer of Ownership Guarantee because the registration fees will burden the debtors who commonly belongs to the small and medium scale business group. This situation makes the interest of creditor imperfectly protected. In case the non-performing loan occurs, the creditor and debtor will solve the problem through deliberation because the principle of cooperative prioritizes the welfare of its members and a family atmosphere.
Keywords: Credit Guarantee, Fiduciary Transfer of Ownership Guarantee, Koperasi Swamitra
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Syallom.... Puji syukur atas berkat dan karunia yang telah Tuhan berikan, sehingga penulis dapat menyusun tesis ini ini dengan judul ”KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN.” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan petunjuk yang penulis terima dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis dengan segenap kesungguhan hati serta rasa hormat menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN; Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, dan Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn atas kesediaannya memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran sejak dari awal penyusunan proposal sampai selesainya penulisan tesis ini. Teristimewa sekali penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapaku Alopsen Nainggolan dan Mama Reni Cornelia Marpaung tercinta; Bapaudaku Arifin Nainggolan, SH dan Inanguda Ir. Marthalena Simanungkalit, Namboruku Bethesda Nainggolan dan Amangboru P. Sianipar; yang telah memberikan dukungan, doa, semangat, dorongan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di MKn ini. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulisan tesisnya: Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Prof Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Para Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Kakak-kakakku dan adik-adikku, Dorly Rhomatua dan Rumondang Anna Verawati, Humbang Edi Suseno, dan Vivian Ernawaty, serta B’Bobby dan B’Jon yang telah memberikan dorongan, doa dan motivasi untuk dapat berbuat lebih baik. Keluargaku yang sangat istimewa di Pinang, Mamatua dan Bapa Ketua, Tante Mouly, K’Debby dan B’Deni, K’Rini dan B’Alex, yang bersedia memberikan tempat untuk berteduh, doa, perhatian, serta kesabaran yang sangat luar biasa dalam menghadapi sikap, sifat dan keberadaanku. Rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Khususnya untuk teman-teman Grup C angkatan 2006. Serta semua pihak yang telah membantu Penulis yang tidak dapat disebutkan nama dan jabatannya satu persatu.
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyusunan tesis ini jauh dari sempurna, yang semuanya tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan serta pemahaman penulis. Untuk semua ini penulis dengan hati terbuka mengharapkan saran maupun kritik yang dapat memberikan manfaat dan dorongan bagi peningkatan kemampuan penyusunan dimasa yang akan datang.
Medan, Agustus 2008
Penulis
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Rumiris Ramarito Nainggolan
Tempat/Tanggal Lahir
: Pontianak/11 September 1981
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Kristen Protestan
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: JL. Gusti Hamzah Gg. Pancasila V No. 60A Pontianak, Kalimantan Barat
Nama orang tua
: Alopsen Nainggolan (Bapak) Reni Cornelia Marpaung (Mama)
PENDIDIKAN
Tahun 1994
: Tamat SD Negeri 03 Mempawah, Kalimantan Barat
Tahun 1997
: Tamat SMP Suster Pontianak, Kalimantan Barat
Tahun 2000
: Tamat SMU Negeri 02 Pontianak, Kalimantan Barat
Tahun 2005
: Tamat Strata 1 (satu) Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta
Tahun 2008
: Tamat Strata 2 (dua) Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................... i ABSTRACT ................................................................................................................... ii KATA PENGANTAR................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ....................................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A. Latar Belakang............................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10 E. Keaslian Penelitian....................................................................................... 10 F. Kerangka Teori dan Konsepsi ...................................................................... 11 G. Metode Penelitian ........................................................................................ 25 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA ............................... 28 A. Koperasi Swamitra....................................................................................... 28 B. Perjanjian Kredit .......................................................................................... 36 C. Jaminan Pemberian Kredit........................................................................... 46 D. Jaminan Fidusia ........................................................................................... 52 E. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Koperasi Swamitra ...................................................................................... 62 BAB III KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI SWAMITRA DENGAN MENGGUNAKAN AKTA FIDUSIA YANG TIDAK DI DAFTARKAN ................................................................ 73 A. Pendaftaran Jaminan Fidusia ....................................................................... 73 B. Kekuatan Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan .......................... 80 C. Akibat Hukum Akta Fidusia Yang Tidak Didaftarkan ................................ 82 BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA APABILA DEBITUR MELAKUKAN WANPRESTASI SEDANGKAN AKTA FIDUSIANYA TIDAK DIDAFTARKAN............................................................................. 85 A. Wanprestasi Dalam Perjanjian..................................................................... 85 B. Akibat Hukum Wanprestasi......................................................................... 87 C. Proses Penyelesaian Apabila Debitur Wanprestasi ..................................... 90 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 95 A. Kesimpulan .................................................................................................. 95 B. Saran ............................................................................................................ 96 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 98
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 mempengaruhi pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional yang diharapkan dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut maka semakin dirasakan kebutuhan akan tersedianya dana. Karena tidak dapat dipungkiri pembangunan tidak akan terlaksana apabila tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Pada kenyataannya, terdapat masyarakat yang kelebihan dana tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengusahakannya, sedangkan di sisi lain ada kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berusaha namun terhambat oleh karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali. Guna mempertemukan keduanya diperlukan lembaga yang bertindak selaku kreditur yang menyediakan dana bagi debitur. Khusus dalam memenuhi kebutuhan akan dana, perusahaan yang bergerak dibidang keuangan (lembaga keuangan) memegang peranan sangat penting. 1 Lembaga keuangan mempunyai kegiatan untuk membiayai permodalan suatu bidang usaha di samping usaha lain seperti menampung uang yang sementara waktu belum digunakan oleh pemiliknya. 1
Mustafa Siregar, Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbankan, Medan, USU Press, 1991, hlm 34 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Secara garis besar, lembaga keuangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga pembiayaan. 1. Lembaga keuangan bank, merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya. Yang termasuk lembaga keuangan bank meliputi Bank Indonesia, Bank Umum, dan Bank Pembangunan Rakyat. 2. Lembaga Keuangan Bukan Bank, merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan dibidang keuangan yang secara langsung maupun tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya kepada masyarakat guna membiayai investasi perusahaan. Lembaga keuangan bukan bank diatur dengan undang-undang yang mengatur masing-masing bidang jasa keuangan bukan bank. Bidang usaha yang termasuk lembaga keuangan bukan bank meliputi, asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksadana, dan bursa efek. 1. Lembaga pembiayaan, merupakan badan usaha yang melakkan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Yang dapat melakukan kegiatan dalam lembaga pembiayaan adalah bank, lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan pembiayaan. Pasal 9 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor. 1251/KMK.013/1988 menyatakan bahwa perusahaan pembiayaan sebagaimana disebutkan di atas harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi. 2 Suatu lembaga keuangan merupakan lembaga yang mengerjakan salah satu dari dua hal yaitu pertukaran barang-barang dan jasa-jasa dengan penggunaan uang atau kredit, dan yang kedua dengan membantu menyalurkan tabungan sebagian masyarakat yang membutuhkan dana untuk investasi.
2
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm 9-13
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam menyalurkan investasinya, masyarakat membutuhkan suatu wadah. Wadah tersebut dapat berupa perusahaan yang dapat terdiri dari beragam bentuk perusahaan dan bergerak dalam berbagai bidang usaha, mulai dari perdagangan, industri, pertanian, peternakan, perumahan, keuangan dan usaha-usaha lainnya. Berbagai bentuk badan usaha dapat dijumpai di Indonesia, yang sebagian besar merupakan bentuk badan usaha peninggalan Belanda yang beberapa di antaranya telah diganti dengan sebutan bahasa Indonesia. Walaupun masih ada sebagian yang masih menggunakan nama aslinya, misalnya firma dan CV (Commanditaire Vennootschap). 3 Secara lebih terperinci, kegiatan usaha di Indonesia terdiri atas: 1. Perusahaan Perorangan 2. Persekutuan, terdiri atas: a. Persekutuan Firma b. Persekutuan Komanditer 3. Perseroan Terbatas 4. Perusahaan Negara dan Perusahaan daerah 1. Koperasi 4 Masing-masing bidang usaha memiliki karakteristik tersendiri, misalnya usaha perdagangan sangat berbeda dengan usaha peternakan. Demikian pula usaha perumahan berbeda dengan pertanian, walaupun berbeda antara satu sama lainnya, masing-masing bidang usaha memiliki persamaan. Persamaan yang paling mendasar adalah kebutuhan setiap perusahaan akan tersedianya dana untuk membiayai permodalan.
3
Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006, hlm 1 4 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian (Sejarah, Teori, &Praktek), Jakarta, Ghalia indonesia, 2002, hlm 103 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Salah satu lembaga yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap adalah lembaga perbankan. Usaha keuangan yang dilakukan di samping menyalurkan dana atau memberikan pinjaman (kredit) juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. Dalam pemberian kredit diperlukan adanya jaminan karena jaminan merupakan salah satu syarat untuk dikabulkannya permohonan atas permintaan kredit. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, menetapkan suatu ketentuan mengenai jaminan dalam pemberian kredit. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut: “Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.” 5 Dari ketentuan pasal tersebut nampak jelas bahwa jaminan sangat penting sekali dalam pemberian kredit dan juga merupakan suatu keharusan karena bagi perbankan, setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada pengusaha selalu mengandung resiko, oleh karena itu perlu unsur pengaman dalam pengembaliannya. Unsur pengaman (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability). 6 Sehingga Bank Indonesia menetapkan suatu ketentuan mengenai jaminan sebagai bentuk pengaman
5
Undang-Undang Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, 2002, hlm 14 Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, Jakarta, Bina Aksara, 1989, hlm 4 6
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
kredit dalam praktek perbankan. Jaminan dalam rangka pemberian kredit dapat dibedakan atas dua bagian yaitu jaminan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tidak bergerak atau benda tetap. Sehubung dengan hal tersebut di atas, maka yang akan dibahas di sini adalah berkenaan dengan jaminan benda bergerak khususnya yang disebut dengan Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia ini merupakan salah satu pasangan accessoir yang mutlak dari perjanjian kredit dan bukan karena dikehendaki saja oleh para pihak. Perjanjian dikuasai oleh ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1131 yang menyatakan: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Sedangkan mengenai lembaga jaminan fidusia itu sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang Fidusia. Sebelum di keluarkannya Undang-undang Fidusia, eksistensi fidusia sebagai jaminan diatur berdasarkan yurisprudensi. Konstruksi fidusia berdasarkan yurisprudensi adalah penyerahan hak-hak milik kepercayaan. Dalam khasanah ilmu hukum penyerahan kebendaan ini dikenal dengan constitutum possessorium; yang merupakan suatu bentuk penyerahan dimana barang yang diserahkan dibiarkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan, jadi yang diserahkan hanya haknya saja. 7 Sedangkan di dalam Pasal 612 Kitab 7
Oey Hoey Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, hlm 44-45. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa penyerahan suatu benda bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata. Akan tetapi penyerahan secara constitutum possessorium tetap dapat dilakukan secara sah oleh karena pada dasarnya para pihak bebas memperjanjikan yang mereka kehendaki. 8 Constitutum possessorium tersebut dalam hal ini fidusia pada prinsipnya dilakukan melalui proses tiga fase: 1. Fase perjanjian obligatoir (Obligatoir Overeenskomst) Diawali oleh perjanjian obligatoir, berupa perjanjian pinjam uang dengan jaminan fidusia di antara pihak debitur dan kreditur. 2. Fase perjanjian kebendaan (Zakelijke Overeenkomst) Selanjutnya diikuti oleh perjanjian kebendaan berupa penyerahan hak milik dari debitur kepada kreditur. Dalam hal ini dilakukan secara constitutum posessorium. Yakni penyerahan hak milik tanpa menyerahkankan fisik benda. 3. Fase perjanjian pinjam pakai Dimana dalam hal ini benda objek fidusia yang hak miliknya sudah berpindah dari kreditur dipinjam pakaikan kepada debitur setelah diikat dengan jaminan fidusia benda tersebut tetap saja dikuasai secara fisik oleh pihak debitur. 9 Yang dimaksudkan dari konstruksi tiga fase ini adalah “jaminan” terhadap hutang, bukan dimaksudkan sebagai peralihan hak milik. Akan tetapi, Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada prinsipnya tetap memberlakukan fidusia dengan konsep penyerahan hak milik, tidak semata-mata jaminan saja. Hal ini terlihat antara lain dari pengakuan pembentuk undang-undang lewat penjelasan resmi atas Pasal 17, yang menyatakan bahwa “Fidusia ulang oleh pemberi fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia karena hak kepemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada penerima fidusia” 8 9
Ibid, hlm 45 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, hlm 5-6
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dengan lembaga yang berbentuk koperasi simpan pinjam yang menghimpun dana dari para anggotanya kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggota koperasi dan masyarakat umum. Para anggota koperasi simpan pinjam menyimpan uangnya yang sementara belum digunakan, kemudian oleh pengurus koperasi uang tersebut disalurkan kepada para anggotanya atau masyarakat umum melalui kredit dengan tujuan untuk membantu para anggotanya. Dari sinilah perjanjian utang piutang atau pemberian kredit terjadi. Koperasi-koperasi yang ada di Indonesia dalam memberikan pinjaman kepada para anggotanya tidak berskala besar, dan itupun terbatas pada barang-barang atau benda-benda yang diperlukan untuk meningkatkan hasil usahanya. Koperasi swmitra memberikan pinjaman kepada anggotanya, bisa dalam skala besar maupun kecil dengan syarat bagi setiap anggota yang ingin meminjam harus memberikan jaminan berupa benda bergerak. Dalam membantu anggotanya dan menjalankan usahanya koperasi juga membutuhkan dana, padahal ketersediaan modal yang berasal dari anggota relatif tidak mencukupi. Sehingga koperasi memerlukan bantuan guna ketersediaan dana tersebut. Banyak cara yang ditempuh untuk membantu sektor koperasi, salah satunya adalah seperti apa yang dilakukan oleh Bank Bukopin yang bermitra dengan beberapa koperasi di Kota Medan melalui pola Swamitra. Swamitra merupakan nama dari suatu bentuk kerjasama atau kemitraan untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha simpan pinjam koperasi. Melalui kerjasama antara Bank Bukopin dengan koperasi, maka sistem yang digunakan oleh koperasi swamitra adalah sistem perbankan. Hal ini berguna untuk meningkatkan kinerja koperasi dan menambah permodalan koperasi Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
agar dapat lebih berkembang serta membuka peluang sukses permodalan bagi koperasi yang selama ini banyak menghadapi kendala. Salah satu koperasi yang ikut ambil bagian dalam kerjasama tersebut adalah Koperasi Karyawan Bank Bukopin Medan (KKBM) yang terletak di jalan Sei-Blumai Medan baru, merupakan koperasi unit simpan pinjam yang menggunakan pola swamitra dalam pengembangan usahanya. Koperasi yang secara etimologi merupakan suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada, dengan bekerjasama secara kekeluargaan, menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. 10 Sehingga dapat dikatakan koperasi bukan merupakan kumpulan modal dan harus mengabdi kepada kemanusiaan bukan kepada suatu kebendaan. Koperasi merupakan suatu bentuk kerjasama atau gotong royong yang berdasarkan asas kesamaan derajat, hak dan kewajiban, serta kesadaran para anggotanya tanpa adanya paksaan atau intimidasi dengan tujuan kepentingan bersama para anggotanya. 11 Tujuan utama koperasi adalah untuk membangun perekonomian rakyat. Koperasi yang keanggotaannya bersifat sukarela dan terbuka, memiliki cirri khas yaitu selalu diawasi oleh para anggota yang mempergunakan jasa-jasa koperasi dan dengan
10
R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo, 2000, hlm 1 11 Ibid, hlm 2-3 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
adanya persamaan hak dan kewajiban yang menunjukkan dasar dari koperasi yaitu demokrasi. 12 Koperasi merupakan lembaga atau badan yang berbentuk sosial. Berdasarkan hal tersebut timbul pemikiran penulis bahwa apabila koperasi dibentuk berdasarkan pada asas kekeluargaan dan gotong royong maka yang menyebabkan adanya lembaga fidusia dalam tubuh koperasi yang tujuannya untuk mempertinggi kesejahteraan dan kepentingan para anggotanya tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahas serta mengangkatnya menjadi sebuah karya tulis/tesis yang berjudul: KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka timbul beberapa pertanyaan yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini: 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Koperasi Swamitra? 2. Bagaimana kekuatan hukum perjanjian kredit pada koperasi swamitra dengan menggunakan akta fidusia yang tidak didaftarkan? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila debitur melakukan wanprestasi sedangkan akta fidusianya tidak didaftarkan?
12
Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006, hlm 8 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Koperasi Swamitra 2. Untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian kredit pada koperasi swamitra dengan menggunakan akta fidusia yang tidak didaftarkan. 3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila debitur melakukan wanprestasi sedangkan akta fidusianya tidak didaftarkan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut: 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan akademik dibidang hukum pada umumnya maupun dibidang keperdataan dan jaminan pada khususnya. 2. Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wacana dan sumber informasi serta bahan masukan bagi masyarakat khususnya anggota koperasi, Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
serta dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan dan peraturan-peraturan baru.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran yang dilakukan di kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN” belum pernah dijumpai dan belum pernah dilakukan penulis-penulis lain sebelumnya. Adapun penulisan tentang lembaga jaminan fidusia pernah dilakukan oleh beberapa penulis tetapi cakupan dan lokasi penelitiannya berbeda, maka penulisan ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan preposisi-preposisi yang telah diuji kebenarannya. Apabila berpedoman kepada teori maka seorang ilmuwan akan dapat menjelaskan, aneka macam gejala sosial yang dihadapinya walaupun hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi. 13 Teori menggambarkan keteraturan atau hubungan dari gejala-gejala yang tidak berubah di
13
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-PRESS, 1986, hlm 6
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
bawah kondisi tertentu tanpa pengecualian. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang dihadapi. 14 Dalam menganalisa penulisan ini digunakan teori sistem dari Mariam Darus Badrulzaman yang mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum. 15 Adapun yang dimaksud dengan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butirbutir, pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan, pegangan teoritis. 16
a. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku Ke-III Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan judul “Perikatan”. Kata perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata “perjanjian”. Dimana kata perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
14
Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000, hlm 57-58. Snelbecker menyatakan ada empat fungsi suatu teori, yaitu (1) mensistematikan penemuan-penemuan penelitian,(2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis membimbing peneliti untuk mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, dan (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan mengapa. 15 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1983, hlm 15 16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hlm 80 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
tuntutan itu”. 17 Sedangkan perjanjian dapat diartikan: “sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 18 Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”. Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain undang-undang. Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja, tetapi mencakup sampai kepada lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, namun memiliki sifat yang berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil atau uang. 19 Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan di atas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu: 1)
Syarat subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan yang meliputi, a)
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
17
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Internusa, 1992, hlm 1 Ibid, hlm 1 19 Mariam Darus Badrulzaman dan kawan-kawan, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung,Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 65 18
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
2) Syarat obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum yang meliputi, a) Suatu hal (obyek) tertentu. b) Sebab yang halal. Kesepakatan di antara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undangundang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab Undangundang Hukum Perdata mengenai keharusannya adanya suatu obyek dalam perjanjian dan Pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajibannya adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Syarat tersebut merupakan syarat objektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum. Mengenai kapan suatu perjanjian dikatakan terjadi antara para pihak, dalam ilmu hukum kontrak dikenal beberapa teori, yaitu: 1) Teori Penawaran dan Penerimaan Bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam perjanjian tersebut. 2) Teori Kehendak Teori ini berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam perjanjian, maka yang berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku. 3) Teori Pernyataan Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut teori ini, apabila ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang berlaku. Sebab masyarakat menghendaki apa yang dinyatakan itu dapat dipegang. 4) Teori Pengiriman Menurut teori ini suatu kata sepakat dapat terbentuk pada saat dikirimnya suatu jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu perjanjian, karena sejak saat pengiriman tersebut, sipengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu. 5) Teori Pengetahuan Menurut teori ini, suatu kata sepakat telah terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya tersebut telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi pengiriman jawaban saja oleh pihak yang menerima tawaran dianggap masih belum cukup, karena pihak yang melakukan tawaran masih belum mengetahui diterimanya tawaran tersebut. 6) Teori Kepercayaan Teori ini mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap telah terjadi manakala ada pernyataan yang secara obyektif dapat dipercaya. 20 Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang perlu diketahui, antara lain: 1) Asas kebebasan berkontrak. Pasal 1320 angka 4 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan hak kepada para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan apa saja dengan siapa saja, selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2) Asas Konsensualitas
20
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 8 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dengan sistem terbuka yang dianut Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hukum perjanjian memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian yang akan mengikat mereka sebagai undang-undang, selama dan sepanjang dapat dicapai kesepakatan oleh para pihak dan dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan debitur (yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu. Ketentuan mengenai ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 3) Asas Personalia Asas ini diatur dan dapat ditemui dalam Pasal 1315 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 21 yang dipertegas dengan Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Maksud dari asas ini, bahwa perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuatnya. Secara spesifik ketentuan pasal ini menunjuk kewenangan bertindak seseorang untuk dan atas nama dirinya sendiri. Selanjutnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak menyebutkan tentang jenis-jenis perjanjian. Jenis-jenis perjanjian hanya ada dalam teori, adapun jenisnya adalah: 1) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak. 21
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty, 1986,
hlm 33 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memenuhi prestasinya atau pelaksanaan hak dan kewajiban secara timbal balik sehingga pada saat yang sama suatu pihak memiliki hak dan sekaligus memiliki kewajiban. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang pemenuhan kewajiban dan haknya hanya sepihak saja. Jadi pihak yang satu hanya berkewajiban saja (tidak berhak) dan pihak yang lain hanya berhak saja (tidak berkewajiban) 2) Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama (benoemd) adalah perjanjian yang sudah ada atau sudah ditentukan namanya secara khusus di dalam undang-undang. Hak dan kewajiban para pihakpun sudah diatur dalam undang-undang. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII Kitab Undangundang Hukum Perdata. Perjanjian tidak bernama (onbenoemd overeenskomst) adalah perjanjian yang tidak ditentukan namanya atau tidak diatur dalam undang-undang, tetapi terdapat dan berlaku dalam masyarakat. Perjanjian ini lahir berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak. 3) Perjanjian obligator dan kebendaan. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang baru haknya pada tahap menimbulkan hak dan kewajiban saja. Pada saat perjanjian ini lahir para pihak sudah
terikat
untuk
melaksanakannya,
tetapi
belum
mengakibatkan
berpindahnya hak milik atas benda. Hak milik atas benda baru berpindah setelah dilakukan penyerahan benda (levering). Perjanjian penyerahan benda Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
yang mengakibatkan berpindahnya hak milik atas benda itu disebut dengan perjanjian kebendaan. 4) Perjanjian konsensuil, riil dan formil. Perjanjian konsesuil adalah perjanjian yang sudah lahir pada saat terjadinya kata sepakat artinya sejak terjadi kesepakatan perjanjian, perjanjian itu telah menimbulkan hak dan kewajiban. Kalau perjanjian mensyaratkan harus ada penyerahan atau levering maka perjanjian seperti itu disebut perjanjian riil. Kalau masih disyaratkan perjanjian itu dibuat secara tertulis baik menurut format tertentu atau tidak maka perjanjian seperti ini disebut perjanjian formil.
b. Perjanjian Kredit Perjanjian pada umumnya dibuat dengan maksud dan tujuan yang beraneka macam, salah satu tujuan tersebut berkaitan dengan pemberian atau permintaan kredit. Istilah kredit dikenal dalam bahasa Yunani “Credere” yang berarti percaya atau to believe atau to trust. 22 Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Maksud dari kepercayaan bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit yang merupakan penerima kepercayaan mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. 22
H. Moh. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial (Konsep Teknik & Kasus), Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm 12 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sedangkan pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perbankan menyatakan: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga”. Dalam Undang-undang Perbankan tidak ditemukan istilah dari “perjanjian kredit”. Istilah perjanjian kredit dapat kita lihat dalam instruksi pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bank yang menyatakan bahwa dalam setiap pemberian kredit bentuk apapun bank wajib menggunakan akad perjanjian kredit. 23 Secara umum jenis-jenis kredit dapat dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang dilakukan, antara lain: 1) Berdasarkan tujuan/kegunaannya, a) Kredit konsumtif adalah kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarganya, kredit ini tidak produktif. b) Kredit modal kerja (kredit perdagangan) yaitu kredit yang dipergunakan untuk meningkatkan modal usaha debitur. c) Kredit investasi yaitu kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif tetapi baru akan menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama, biasanya kredit ini diberikan graceperiod, misalnya kredit untuk perkebunan kelapa sawit. 2) Berdasarkan sektor perekonomian, a) Kredit pertanian yaitu kredit yang diberikan kepada perkebunan, peternakan, dan perikanan b) Kredit perindustrian yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam industri kecil, menengah, dan besar c) Kredit pertambangan yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan d) Kredit ekspor impor yaitu kredit yang diberikan kepada eksportir dan importir beraneka barang e) Kredit koperasi yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi f) Kredit profesi yaitu kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi seperti dokter dan guru 3) Berdasarkan agunan/jaminannya, 23
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992,
hlm 21 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
a) Kredit agunan orang yaitu kredit yang diberikan dengan agunan seseorang terhadap debitur bersangkutan b) Kredit agunan efek yaitu kredit yang diberikan dengan agunan efekefek dan surat-surat berharga c) Kredit agunan barang yaitu kredit yang diberikan dengan agunan barang tetap, barang bergerak dan logam mulia, kredit ini harus memperhatikan hukum perdata Pasal 1132 sampai dengan 1139 d) Kredit agunan dokumen yaitu kredit yang diberikan dengan jaminan dokumen transaksi, seperti letter of credit (L/C) 4) Berdasarkan penarikan dan pelunasan a) Kredit rekening koran (kredit perdagangan) kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan kebutuhan; penarikan dengan cek, bilyet giro atau pemindah bukuan. Pelunasannya dengan setoran-setoran bunga dihitung dari saldo harian pinjaman saja bukan dari besarnya plafond kredit. Kredit rekening koran baru dapat ditarik setelah plafond kredit disetujui. c) Kredit berjangka yaitu kredit yang penarikannya sekaligus sebesar plafondnya. Pelunasan dilakukan setelah jangka waktunya habis. Pelunasan bisa di lakukan secara cicilan atau sekaligus tergantung kepada perjanjian. 24 5) Berdasarkan jangka waktunya, a) Kredit jangka pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun, digunakan untuk keperluan modal kerja. b) Kredit jangka menengah, jangka waktunya berkisar satu sampai tiga tahun. Biasanya digunakan untuk investasi. a) Kredit jangka panjang, jangka waktunya berkisar 3 sampai 5 tahun digunakan untuk investasi jangka panjang. 25
Tujuan utama dalam pemberian kredit adalah untuk mendapatkan keuntungan atau profitability yang diterima dalam bentuk bunga. Selain itu harus disesuaikan dengan dasar falsafah negara. Khususnya bagi bank pemerintah yang akan melaksanakan tugasnya sebagai agen pembangunan yang artinya : 24
H. Malayu SP. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2001, hlm
88-90 25
Thomas Suyatno, dan kawan-kawan, Dasar Dasar Perkreditan, Jakarta, STIE Perbanas & Gramedia Pustaka Utama, 1995 hlm 26 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
1) Turut mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan. 2) Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. 1) Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. 26 Adapun tujuan pemberian kredit yang lainnya adalah: 1) Bagi kreditur (bank) a) Pemberian kredit merupakan sumber utama pendapatan. b) Pemberian kredit merupakan perangsang produk-produk lainnya dalam persaingan. c) Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuidasi, solvabilitas dan profitabilitas. 2) Bagi debitur a) Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan performance (kinerja) usaha semakin baik daripada sebelumnya. b). Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan. 3) Bagi Masyarakat. a) Kredit mengurangi pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja dan pemerataan pendapatan. e) Kredit meningkatkan fungsi pasar karena adanya peningkatan daya beli. 27 Sedangkan kredit itu sendiri memiliki fungsi, sebagai berikut :
26 27
Ibid, .hlm 15 H. Moh. Tjoekom, Op Cit, hlm 5
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
1) Untuk meningkatkan daya guna uang, apabila uang disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna, dengan pemberian kredit uang tersebut untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit. 2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, dengan pemberian kredit uang itu akan beredar dari wilayah satu ke wilayah yang lain. 3) Untuk meningkatkan daya guna barang, dengan pemberian kredit kepada debitur dapat digunakan untuk mengelola barang yang tadinya tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. 4) Meningkatkan peredaran barang. Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lain. 5) Sebagai alat stabilitas ekonomi, dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. 6) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha. 28
a. Jaminan Fidusia Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Undang-undang khusus yang mengatur tentang hal ini yaitu Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, juga menggunakan istilah “fidusia”. Dengan demikian fidusia sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum. Fidusia, menurut asal katanya berasal dari kata fides yang berarti “kepercayaan” 29 . Dari definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa fidusia adalah suatu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan, bukan sebagai gadai dan bukan juga sebagai pemindahan hak milik, tetapi ikatan timbal balik atas dasar kepercayaan. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pengertian dari fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
28 29
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Rajawali Pers, 2003, hlm 97 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta, Rajawali Pers, 2000, hlm
113 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sedangkan istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie, mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihan di samping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barangbarangnya. Menurut Hartono Hadisoeprapto jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajian yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 30 Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengertian dari pada jaminan fidusia adalah “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat di bebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi perlunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.” 31 Jaminan fidusia ini demi hukum hapus sebagai mana yang terdapat dalam pasal 25 Undang-undang Fidusia yaitu: 1) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia. 2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. 3) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya hutang atau karena
30
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004, hlm 21-22 31 H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 2004, hlm 149 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
pelepasan hak maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. Hapusnya hutang ini antara lain dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur. Apabila objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut.
2. Konsepsi Konsep berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan. 32 Konsepsi merupakan salah waktu bagian terpenting deri teori konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut dengan operational definition. Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius), dari suatu istilah yang dipakai dan dapat ditemukan suatu kebenaran. 33 Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih.
32
Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2000, hlm 122 33 Rusdi Malik, Penemu Agama Dalam Hukum Di Indonesia, Jakarta, Universitas Trisakti, hlm 15 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Hukum Jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 34 Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi perlunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 35 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. 36
G. Metode Penelitian Untuk menjawab permasalahan yang di uraikan di atas maka diperlukan suatu metode penelitian. Kata metode berasal dari bahasa yunani “methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 37 Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Sifat penelitian 34
Salim HS, Op Cit, hlm 6 H. Riduan Syahrani, Op Cit, hlm 149 36 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian 37 Koenjtaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm 16 35
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sifat penelitian ini adalah Deskriptif yang berupaya memberikan, menghimpun data dan informasi yang telah ada atau telah terjadi di lapangan, bertujuan untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan gejala yang telah ada dan atau yang sedang berlangsung. 38 2. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif atau penelitian kepustakaan yaitu penelitian hukum dengan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari hukum positip yang berlaku, yang merupakan sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum secara horizontal terhadap perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada koperasi swamitra. Karena merupakan sebuah kegiatan ilmiah yang didasarkan atas metode sistematika serta pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum, sehingga perlu dilakukan proses wawancara untuk mendukung penelitian kepustakaan. 3. Alat Pengumpulan Data Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan yang lebih ditekankan pada pengambilan data sekunder.39 Dari sudut informasi maka bahan pustaka dapat dibagi dalam tiga kelompok, sebagai berikut:
38
Nana Sudjana dan H. Awal Kusumah MS, Proposal Penelitian Di Perguruan Tinggi, Bandung, Sinar Baru Albensindo, 2000, hlm 85-86 39 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali, 1985, hlm 15 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat dengan fokus utama berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dokumen dan lain-lain yang berhubungan dengan jaminan fidusia. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan pustaka yang memberi penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer berupa ulasan hukum dan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. c. Bahan hukum tersier/ bahan penunjang, yaitu bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal ilmiah. 4. Analisis Data Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya diadakan pengelompokan data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu yang dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa yang kemudian dikaitkan dengan data lainnya.
40
sampai pada penarikan kesimpulan yang diraih dengan cara
deduktif sehingga dapat menjawab permasalahan yang ditetapkan.
40
Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1999,
hlm 106 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA
A. Koperasi Swamitra 1. Sejarah Koperasi Swamitra Sebagai bank yang memiliki misi berpihak kepada koperasi dan usaha kecil, Bank Bukopin telah merintis dan mengembangkan usaha konsep kemitraan dengan koperasi atau lembaga keuangan mikro (LKM) yang dikenal dengan nama “swamitra” Melalui kerjasama swamitra, anggota koperasi yang bergabung sebagai anggota swamitra dapat memperoleh akses terhadap permodalan, pengelolaan likuiditas yang efektif, transaksi keuangan yang efisien dan penerapan teknologi yang modern. Selain itu diharapkan dapat menumbuh kembangkan usaha simpan pinjam di kalangan anggota koperasi guna memacu pertumbuhan usaha dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitarnya. Kesemuanya tersebut sangat mendukung pemberdayaan dan pertumbuhan koperasi serta usaha kecil di dalam wadah swamitra. Swamitra merupakan nama dari suatu bentuk kerjasama atau kemitraan antara Bank Bukopin dengan koperasi untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha simpan pinjam melalui pemanfaatan jaringan teknologi dan dukungan sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pada awal berdirinya, unit simpan pinjam swamitra berada di Jakarta yang kemudian berkembang dan membuka cabang di Sumatera Utara. Cabang unit simpan pinjam swamitra yang pertama kali di Sumatera Utara adalah unit simpan pinjam swamitra cabang Simalingkar dan unit simpan pinjam Pusat Pasar, kemudian diikuti dengan unit simpan pinjam swamitra cabang Petisah, cabang Medan Deli, cabang Medan Baru, kemudian berlanjut dibeberapa daerah lainnya seperti misalnya unit simpan pinjam di daerah kabupaten Deli Serdang. Dengan dilakukannya sistem teknologi dan manajemen swamitra, maka diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan anggota kepada koperasi untuk melakukan penghimpunan dana. Swamitra didukung oleh sistem operasional yang memadai dan manajemen yang telah dipersiapkan oleh Bank Bukopin serta dikelola oleh tenaga-tenaga koperasi yang telah dilatih secara khusus, sehingga para nasabah swamitra dapat tetap mempunyai waktu lebih banyak untuk memikirkan kemajuan usaha mereka. Sasaran swamitra adalah pedagang besar, pengrajin, petani, pedagang kecil dan perorangan yang membutuhkan modal untuk keperluan usaha yang produktif.
2. Aktivitas koperasi swamitra Koperasi swamitra Medan Baru pada awalnya hanya beranggotakan karyawan Bank Bukopin, itulah sebabnya koperasi ini bernama Koperasi Karyawan Bank Bukopin yang telah mendapat pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi oleh Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia Nomor: 261/BH/PAD/KWK.2/XI/1997 yang ditetapkan di Medan pada tanggal 24 November Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
1997. 41 Dalam perkembangannya koperasi tidak hanya menerima anggota yang merupakan karyawan Bukopin saja, tetapi juga menerima masyarakat yang berada di sekitarnya sebagai anggota walaupun bukan merupakan karyawan bukopin. Koperasi ini bergerak dalam bidang simpan pinjam yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan usaha simpan pinjam dikalangan anggota koperasi guna memacu pertumbuhan usaha dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitarnya. Selain itu, untuk membuka akses permodalan bagi anggota koperasi yang selama ini banyak menghadapi kendala dalam kerjasama dengan bank atau lembaga keuangan lainnya. 42 Koperasi Karyawan Bank Bukopin, sejak berdirinya sampai saat ini telah mempunyai anggota sekitar 150 orang yang merupakan karyawan Bank Bukopin serta masyarakat di sekitarnya, yang menyetujui isi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan koperasi yang berlaku, serta diwajibkan membayar simpanan wajib dan simpanan pokok. 43 Meskipun koperasi bukan merupakan kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha maka di dalam menjalankan usahanya koperasi memerlukan modal. Menurut Pasal 41 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan bahwa modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari;
41
Wawancara dengan Supriyanto, Manajer Operasional Koperasi Swamitra, di Medan, 07 Agustus 2008 42 Ibid, 12 Mei 2008 43 Ibid, 07 Agustus 2008 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Simpanan pokok b. Simpanan wajib c. Dana cadangan d. Hibah Sedangkan untuk modal pinjaman dapat berasal dari: a. Anggota b. Koperasi lain dan/atau anggotanya c. Bank dan lembaga keuangan lainnya d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya e. Sumber lain yang sah Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko. Untuk koperasi swamitra, para anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota memberikan uang sejumlah Rp 50.000,- yang disebut sebagai simpanan pokok dan tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Selanjutnya para anggota juga diwajibkan untuk memberikan simpanan perbulan sejumlah Rp 20.000,-. Selain dari kedua simpanan tersebut para anggota juga dapat menyimpan dananya di koperasi dalam bentuk tabungan. Dana-dana tersebutlah yang digunakan oleh koperasi untuk membantu anggotanya yang membutuhkan permodalan baik untuk pengembangan usaha, pembelian barang kebutuhan ataupun untuk hal-hal yang menurut koperasi layak untuk diberikan pinjaman. Dalam perjalanannya didorong oleh kebutuhan anggota yang semakin meningkat maka ketersediaan dana Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
yang dimiliki oleh koperasi semakin dirasakan kurang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. Selain itu pengelolaan koperasi yang pada saat itu masih bersifat sederhana kurang dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada para anggotanya. Sehingga dirasakan perlunya kerjasama dengan pihak lain yang dalam hal ini Bank Bukopin untuk membantu koperasi dalam hal penyediaan permodalan dan teknologi manajemen. Maka pada tanggal 10 September 2007 dilakukan kerjasama yang bernama Swamitra antara Koperasi Karyawan Bank Bukopin dengan Bank Bukopin.
3. Struktur Organisasi Dalam
menjalankan
program-program
kegiatannya
koperasi
swamitra
mempunyai beberapa bagian antara lain: a. Manajer Operasional (MO) b. Credit Support (BCS) c. Operational (Teller) d. Kolektor (Collect) e. Internal Control (IC) f. Manajer Komersial (MK) g. Pembina Kredit (AO) Adapun tugas masing-masing bagian di atas adalah sebagai berikut: a. Manajer Operasional (MO)
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
1) Bertugas dan bertanggung jawab kepada kepala operasional kantor pusat Bank Bukopin 2) Memimpin koperasi swamitra bidang operasional 3) Menyusun program kerja tahunan untuk pengembangan swamitra 4) Mengelola
sumber
daya
manusia/karyawan
yang
berada
di
bawah
kepemimpinannya 5) Melaksanakan, memonitoring, dan mengevaluasi pengelolaan likuiditas koperasi swamitra 6) Membina hubungan yang baik dengan pihak terkait 7) Menyusun dan memberikan laporan secara bulanan kepada pengurus koperasi dan Bank Bukopin b. Credit Support (BCS) 1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi 2) Menganalisa dan memberikan laporan dari aspek yuridis mengenai subyek dan obyek hukum calon nasabah 3) Melakukan penilaian terhadap agunan yang dijaminkan oleh nasabah dan membuat memo penilaiannya 4) Mendokumentasikan pinjaman (filling), mulai dari permohonan pinjaman sampai dengan pelunasan pinjaman 5) Melakukan penyimpanan agunan yang dijaminkan
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
6) Mempersiapkan akad/perjanjian pinjaman dan jaminan dengan calon nasabah baik secara di bawah tangan maupun secara notaril, setelah mendapat persetujuan dari kredit komite 7) Mempersiapkan dokumen pendropingan pinjaman 8) Mendukung Pembina kredit dalam melakukan proses pinjaman 9) Melakukan tugas-tugas relevan lain yang diberikan oleh manejer operasi 10) Membina hubungan yang baik dengan pihak terkait 11) Menyusun dan memberikan laporan secara bulanan kepada pengurus koperasi dan Bank Bukopin c. Operational (Teller) 1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi 2) Memberikan pelayanan penarikan dan setoran simpanan 3) Melakukan administrasi dan pembukuan simpan pinjam, sampai dengan neraca dan laba/rugi 4) Melakukan pencairan/pendropingan terhadap pinjaman yang telah disetujui 5) Memberikan informasi yang berkaitan dengan koperasi swamitra 6) Melakukan administrasi dan memonitoring surat menyurat intern dan ekstern koperasi swamitra 7) Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh manajer operasi d. Kolektor (Collect) 1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
2) Melaksanakan fungsi penagiahan 3) Membantu permodalan kredit (AO) dalam melakukan evaluasi pinjaman 4) Membantu credit support dalam transaksi 5) Menmbantu Pembina kredit (AO) dalam melakukan monitoring kualitas pinjaman 6) Melakukan administrasi pembukuan tagihan 7) Membantu fungsi pemasaran produk simpan pinjam 8) Menjaga komunikasi dan hubungan baik dengan nasabah 9) Melakukan tugas-tugas relevan lain yang diberikan oleh manajer operasional e. Internal Control (IC) 1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi 2) Melakukan kontrol terhadap operasional koperasi swamitra, membantu mengawasi penyusunan laporan serta kegiatan operasional lainnya secara harian, mingguan, bulanan, dan triwulan, berlandaskan pada tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian 3) Memberi informasi dan masukan operasional kepada manajer operasional dan Bank Bukopin 4) Melakukan tugas-tugas relevan lain yang diberikan oleh manajer operasional f. Manajer Komersial (MK) 1) Bertugas dan bertanggung jawab kepada Group Lines Bussiness (GLB) kredit mikro wilayah Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
2) Menyusun program kerja tahunan berupa rencana ekspansi kredit dan mobilisasi dana/simpanan 3) Melakukan pembinaan kepada AO 4) Melakukan penilaian performance AO untuk menangani portofolio kredit 5) Melaksanakan monitoring kredit kepada nasabah 6) Membina hubungan baik dengan pihak ekstern
g. Pembina Kredit (AO) 1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi 2) Melaksanakan fungsi pemasaran, menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui produk simpan pinjam 3) Menganalisa pinjaman yang diajukan oleh anggota atau anggota luar biasa khususnya dari aspek karakter dan kapabilitas (kemampuan) 4) Mengevaluasi dan membina nasabah yang terarah mendapatkan pinjaman 5) Memenuhi/mencapai target penyaluran dana dan penagihan pinjaman yang telah di tentukan sebelumnya 6) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer komersil 7) Melaksanakan fungsi pemasaran, menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui produk simpan pinjam 8) Membantu credit support dalam menilai agunan yang dijaminkan
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
9) Bersama manajer komersil dan credit support melakukan eksekusi jaminan apabila nasabah wanprestasi dan telah disetujui oleh kredit komite
B. Perjanjian Kredit 1. Perjanjian Kredit Secara Umum Kebutuhan dana bagi seseorang memang merupakan pemandangan sehari-hari, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, maupun dalam hal berusaha diberbagai bidang bisnis. Dilain pihak banyak juga orang atau kumpulan orang-orang atau lembaga maupun badan hukum yang justru kelebihan dana meskipun hanya bersifat sementara. Sehingga dana yang berlebihan tersebut perlu diinvestasikan dengan cara yang paling menguntungkan secara ekonomis ataupun sosial. Untuk mempertemukan keduanya terciptalah suatu institusi yang akan bertindak selaku kreditur yang akan menyediakan dana bagi debitur. Dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit. Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang (kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitur) dilain pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak.
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa, “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga” Dapat dikatakan dasar timbulnya kredit menurut Undang-undang Perbankan adalah perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan debitur. Sehingga istilah kredit memiliki arti yang khusus yaitu meminjamkan uang. Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dikatakan bahwa perjanjian pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Demikian memberikan suatu wawasan tersendiri bahwa perjanjian kredit merupakan suatu jenis perjanijian tersendiri yang pada umumnya dibentuk oleh ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata. Maka pada prinsipnya perjanjian kredit tidak berbeda dengan perjanjian-perjanjian lainnya, karena di dalam perjanjian kredit juga dijumpai hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak baik kreditur maupun debitur, elemen kesepakatan, kemampuan bertindak dari para pihak, suatu sebab yang halal dan tentang sesuatu yang tertentu. Sehingga perjanjian kredit pun wajib
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
memenuhi ketentuan umum mengenai perjanjian yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata buku III Pasal 1233-1864 44 Pada prinsipnya kredit mengandung empat unsur yaitu: a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa yang akan benarbenar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Dalam arti nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang diterima pada masa yang akan datang. c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakian lama kredit diberikan semakin tinggi tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka hasil selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. c. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi dapat juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun sekarang didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uang yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan 45 Sedangkan menurut H. Moh. Tjoekam, unsur-unsur kredit adalah: a. Waktu, ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya b. Kepercayaan, melandasi pemberian kredit oleh pihak kreditur kepada debitur bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikannya sesuai kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak. c. Penyerahan, pihak kreditur menyerahkan nilai ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikannya setelah jatuh tempo. d. Resiko, adanya resiko yang akan timbul sepanjang jarak antara saat memberikan dan pelunasannya. 44
Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997, hlm 23 45 Thomas Suyatno, Op Cit, hlm 14 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Persetujuan atau perjanjian, yang menyatakan bahwa antara kreditur dengan debitur terdapat suatu persetujuan dan dibuktikan dengan suatu perjanjian. 46 Djuhaendah Hasan menyatakan bahwa antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat perbedaan diantaranya yaitu: a. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan, biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas. b. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pemberi pinjaman dapat oleh individu. c. Pengaturan dalam perjanjian kredit berbeda dengan pinjam meminjam. Perjanjian pinjam meminjam berlaku ketentuan umum dari Buku III, Bab XIII KUH Perdata. Sedangkan perjanjian kredit selain berlaku ketentuan KUH Perdata juga berlaku ketentuan Undang-Undang Perbankan. d. Pada Perjanjian Kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam hanya berupa bungan saja dan bunga inipun harus ada apabila diperjanjkan. a. Pada perjanjian kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan baik materiil maupun immaterial. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam jaminan merupakan pengaman bagi kepastian pelunasan hutang dan inipun baru ada apabila diperjanjikan dan jaminan ini hanya merupakan jaminan secara fisik atau materil saja. 47 Menurut Mariam Darus perjanjian kredit adalah “Perjanjian Pendahuluan” dari penyerahan uang, ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima
46
H. Moh. Tjoekam, Op Cit, hlm 2-3 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas, Pemisahan Horizontal, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hlm 174-175 47
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual obligatoir, sedangkan penyerahan uang bersifat riil. 48 Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kredit adalah pemberi dan penerima kredit. Dalam bidang perkreditan, pemberi kredit di sebut kreditur dan yang bertindak sebagai debitur tentunya adalah siapa saja yang mengambil kredit pada kreditur Bentuk dan format perjanjian ini dalam prakteknya diserahkan sepenuhnya kepada para pihak yang bersangkutan, namun demikian ada hal-hal yang harus menjadi pedoman yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas. Selain itu perjanjian tersebut harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus memuat secara jelas mengenai besarnya jumlah kredit serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit. Bentuk hukum perjanjian kredit tergantung pada sudut pandang mana pendekatan dilakukan. Dilihat dari materi dan isi perjanjian kredit merupakan perjanjian baku maupun perjanjian standar, karena hampir dari seluruh klausul-klasul yang dimuat dalam perjanjian kredit tersebut telah dibakukan, pada dasarnya isi dari perjanjian kredit telah dipersiapkan terlebih dahulu tanpa diperbincangkan dengan pemohon dan pemohon hanya dimintakan pendapat apakah dapat menerima syaratsyarat yang tercantum di dalam perjanjian tersebut. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, “Perjanjian kredit tidak mempunyai bentuk yang berlaku umum, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian 48
Mariam Darus Badrulzaman, Op Cit, hlm 32
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
kredit misalnya berupa definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian (terutama dalam perjanjian kredit dengan pihak asing atau dikenal dengan loan agreement), jumlah dan batas waktu pinjaman, pembayaran kembali pinjaman (repayment), mengenai apakah si peminjam berhak mengembalikan dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan yang ada, penetapan bunga pinjaman, dan dendanya bila debitur lalai membayar bunga, terakhir dicantumkan berbagai klausula seperti hukum yang berlaku untuk perjanjian tersebut.” 49
2. Perjanjian kredit di Swamitra Untuk memperoleh pinjaman kredit di swamitra selain telah terdaftar sebagai anggota koperasi juga harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu: a. Pas foto 3 x 4 suami isteri sebanyak dua lembar b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk suami isteri sebanyak lima lembar c. Foto copy Kartu Keluarga sebanyak lima lembar d. Map sebanyak dua lembar e. Foto copy surat izin usaha f. Foto copy dokumen, bukti kepemilikan yang akan menjadi jaminan g. Data-data keuangan, laporan rugi laba, catatan penjualan dan pembelian harian dan data harga yang dianggap perlu, akan tetapi dalam proses analisa pihak bank dapat meminta data-data lain yang dibutuhkan sepanjang itu berkaitan dengan proses kredit tersebut Untuk jenis jaminan yang dapat di agunkan pada koperasi swamitra terdiri dari:
49
Ibid, hlm 21
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Surat tanah (sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, akta camat) b. Kendaraan (mobil, sepeda motor) c. Surat kios, stand Untuk sertifikat hak guna bangunan, maka hak guna bangunan tersebut minimal masih tersisa lima tahun dan melampirkan surat izin bangunan serta foto copy Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir. Untuk Akta Camat, maka debitur wajib melampirkan surat keterangan tidak silang sengketa dari pejabat yang berwenang. Untuk kendaraan bermotor maka debitur wajib menyerahkan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotornya. Perjanjian kredit di swamitra dibuat dalam bentuk yang telah ditetapkan oleh swamitra, dengan jangka waktu yang di tetapkan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Tapi pada umumnya jangka waktu peminjaman adalah satu tahun, dengan bunga 2,5% perbulan. 3. Sifat Perjanjian Kredit Perjanjian kredit apabila dilihat dari sifatnya merupakan perjanjian konsensual, artinya dengan ditandatanganinya perjanjian kredit antara debitur dengan kreditur tidak menyebabkan debitur dapat menarik kredit melainkan harus memenuhi syaratsyarat penarikan terlebih dahulu. Misalnya debitur harus menyerahkan barang jaminan yang telah di ikat sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau menyerahkan jaminan yang cukup. Perjanjian kredit dapat dikonstruksikan sebagai perjanjian pokok karena didalam perjanjian dapat terlaksana dengan adanya jaminan maka tidak dapat berdiri Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
sendiri. Hal ini dikarenakan perjanjian kredit tersebut pada umumnya selalu diikuti dengan perjanjian ikutan (accessoir) berupa perjanjian jaminan. 50 Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Mengingat pemberian kredit mengandung resiko maka pemberian kredit harus di landasi oleh keyakinan kreditur atas kemampuan debitur untuk dapat melunasi hutangnya tepat pada waktunya dan jumlah yang sesuai dengan yang diperjanjikan. Sehingga dalam mengucurkan kredit, dilakukan dengan berpegang pada beberapa prinsip sebagai berikut: a. Prinsip kepercayaan Dalam pemberian kredit hendaknya di barengi dengan kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur dan sekaligus kepercayaan bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya
b. Prinsip kehati-hatian Prinsip ini merupakan salah satu perwujudan dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Sebelum memberikan pinjaman kepada debitur, pihak kreditur melakukan beberapa langkah atau disebut juga sebagai prosedur pemberian kredit
50
Eugenia Liliawati Moejono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harvavindo, 2003, hlm 18 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
yaitu dengan melakukan pengumpulan informasi, penilaian (analisis) kredit, keputusan kredit, pelaksanaan (pencairan) kredit. 51 c. Prinsip 7 P yaitu: 1) Personality, merupakan pencarian data tentang kepribadian si peminjam seperti riwayat hidupnya (kelahiran, pendidikan, pengalaman, usaha atau pekerjaan), hobinya, keadaan keluarga (isteri/suami, anak) social standing (pergaulan dalam masyarakat serta bagaimana pendapat masyarakat tentang diri si peminjam), serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian si peminjam. 2) Purpose, mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit. Apakah digunakan untuk berdagang, berproduksi atau untuk membeli rumah. Dan apakah tujuan penggunaan kredit itu sesuai dengan line of business kreditur bersangkutan. 3) Prospect, maksudnya adalah harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan usaha si peminjam selama beberapa bulan/tahun, perkembangan keadaan ekonomi/ sector usaha si peminjam, kekuatan keuangan perusahaan si peminjam pada masa lalu dan perkiraan masa mendatang. 4) Payment, mengetahui bagaimana pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari perhitungan tentang prospect, kelancaran penjualan, dan pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengembaliannya. 52 4) Party, mengklasifikasikan nasabah kedalam identifikasi atau golongangolongan tertentu berdasarkan moral, karakter dan loyalitasnya, dimana setiap klasifikasi nasabah. 5) Profitability, menganalisis bagaimana kemampuan nasabah mendapatkan laba diukur perperiode, apakah konstan atau meningkat dengan adanya pemberian kredit 5) Protection, bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindunganperlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang atau jaminan asuransi. 53 d. Prinsip 5C, dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan atas 51
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Jakarta, Bumi Aksara, 1992, hlm 240 Muchdarsyah Sinungan, Op Cit, hlm 240-242 53 H. Malayu SP. Hasibuan, Op Cit, hlm 108 52
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, maka sebelum memberikan kredit pihak perbankan melakukan penilaian terhadap penerima pinjaman atau debitur yang meliputi: 1) Character (watak), hampir sama dengan personality. Dengan melihat kepribadiannya maka dapat diketahui apakah ia dapat memenuhi kewajibannya atau tidak 2) Capacity (kemampuan), seorang calon debitur juga harus diketahui kemampuannya dalam mengelola bisnisnya sehingga dapat diprediksikan kemampuan untuk melunasi hutangnya. 3) Capital (modal), pemodalan dan kemampuan keuangan dari calon debitur memiliki hubungan langsung dengan tingkat kemampuannya dalam melunasi kredit. 4) Colateral (agunan), jaminan ini bersifat sebagai jaminan tambahan karena jaminan utama kredit adalah kepribadian calon nasabah 5) Condition (prospek usaha dari debitur), kondisi perekonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor penting untuk dianalisa sebelum kredit diberikan terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur. Untuk dapat memperoleh pinjaman kredit dari koperasi Swamitra, seorang calon debitur harus melengkapi syarat-syarat yang telah ditetapkan, salah satunya adalah terdaftar sebagai anggota koperasi. Sehingga yang bukan merupakan anggota Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
koperasi swamitra harus mendaftar terlebih dahulu sebagai anggota koperasi swamitra dan memiliki tabungan di koperasi tersebut. hal ini disebabkan karena koperasi mengutamakan anggotanya. 54
D. Jaminan Pemberian Kredit Kebutuhan akan tersedianya dana dalam praktek bisnis memunculkan suatu lembaga yang bertindak sebagai penyedia dana. Dana tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar negeri yang biasanya disalurkan melalui lembaga perbankan maupun lembaga keuangan. Kedua lembaga ini bersifat sebagai perantara keuangan (financial intermediaries) yaitu perantara antara pemilik dana dengan peminjam dana. 55 Oleh karena penyedia dana (kreditur) meminjamkan uangnya kepada peminjam dana (debitur), sehingga demi menjaga kelancaran pengembalian dana tersebut diikat dengan hak jaminan. Jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggung sehingga jaminan dapat di artikan sebagai tanggungan. Dalam hal ini yang di maksud adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang. Tanggungan atas segala perikatan seseorang di sebut sebagai jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang di sebut jaminan secara khusus. 56
54
Wawancara dengan Supriyanto,SE, Manajer Operasional Koperasi Swamitra, di Medan, 12
Mei 2007 55 56
Arie Sukamti Hutagalung, Transaksi Berjamin, Jakarta, Fakultas Hukum UI, 2005, hlm 649 Oey Hoey Tiong, Op Cit, hlm 14
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pengaturan umum tentang jaminan diatur dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, dimana ditentukan bahwa segala kebendaan pihak yang berutang (debitur) baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan menurut Undang-undang Perbankan diberi arti sebagai “keyakinan akan itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang di perjanjikan.” 57 Di dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 s.d. 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda” 58 Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah “sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.” 59
57
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm 282 58 H. Salim, Op Cit, hlm. 22 59 Ibid Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dengan adanya pemberian jaminan oleh pihak debitur kepada kreditur, dimaksudkan dapat memberikan keyakinan bahwa kredit akan dilunasi sesuai dengan perjanjian. Untuk dapat memberikan keyakinan tersebut maka sesuatu yang menjadi jaminan tersebut harus memenuhi persyaratan baik secara hukum/yuridis maupun secara ekonomis yang baik dan benar. Syarat-syarat hukum/yuridis meliputi: 1. Jaminan harus mempunyai wujud nyata (tangiable) 2. Jaminan harus merupakan milik debitur dengan bukti surat-surat autentiknya 3. Jika jaminan berupa barang yang dikuasakan pemiliknya harus ikut menandatangani akad kredit 4. Jaminan tidak sedang dalam proses pengadilan 5. Jaminan bukan sedang dalam keadaan sengketa 1. Jaminan bukan yang terkena proyek pemerintah 60 Syarat-syarat ekonomis jaminan: 1. Jaminan harus mempunyai nilai ekonomis pasar 2. Nilai jaminan kredit harus lebih besar dari pada plafond kreditnya 3. Marketability yaitu jaminan harus mempunyai pasar yang cukup luas atau mudah dijual 4. Ascertainability of value yaitu jaminan kredit yang diajukan oleh debitur harus mempunyai standar harga tertentu (harga pasar) 3. Transferable yaitu jaminan kredit byang diajukan debitur harus mudah di pindah tangankan baik secara fisik maupun secara hukum 61 Oleh
karena
lembaga
jaminan
mempunyai
tugas
melancarkan
dan
mengamankan pemberian kredit, maka jaminan yang baik (ideal) adalah: 1. Yang dapat secara mudah membantu memperoleh kredit itu oleh pihak yang memerlukannya 2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya 1. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwabarang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila 60 61
H. Malayu SP Hasibuan, Op Cit, hlm 110 Ibid, hlm 111
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit 62 Setiap pemberian kredit mengandung resiko tidak lancarnya pembayaran kembali terhadap kredit yang telah disalurkan, untuk itu perlu diantisipasi dengan pemberian jaminan yang cukup aman. Oleh karena jaminan ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan perjanjian kredit, maka sifat dari perjanjian ini adalah accessoir yaitu perjanjian yang mengikuti perjanjian pokok. Barang-barang yang diterima kreditur sebagai jaminan harus dikuasai atau diikat secara yuridis, baik berupa akta di bawah tangan maupun akta otentik. Kegunaan jaminan adalah untuk: 1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut apabila debitur cidera janji, yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian 2. Menjamin agar debitur berperan serta di dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya, dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya 1. Memberikan dorongan kepada debitur/tertagih untuk memenuhi perjanjian kredit, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syaratsyarat yang telah di setujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah di jaminkan kepada 63 Menurut sifatnya ada jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan ada
62
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hlm 3 63 Thomas Suyatno, Op Cit, hlm 88 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
juga jaminan yang bersifat khusus yaitu jaminan atas pelunasan kewajiban hutang debitur kepada keditur tertentu, baik secara kebendaan maupun perorangan. Timbulnya jaminan khusus dikarenakan adanya perjanjian yang khusus diadakan antara debitur dan kreditur, yang berupa: 1. Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajibankewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan diluar (tanpa) pengetahuan si berhutang tersebut. 1. Jaminan kebendaan adalah suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (hutang) seorang debitur, baik berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan orang ketiga.64 Jaminan yang bersifat kebendaan dilembagakan dalam bentuk hipotik, hak tanggungan, fidusia dan gadai. Jaminan kebendaan ini merupakan hak kebendaan yang wajib memenuhi asas pencatatan dan asas publisitas agar dapat melahirkan hak mutlak atas kebendaan yang dijaminkan tersebut. Adapun ciri-ciri jaminan kebendaan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 4.
Berhubungan langsung atas kebendaan tertentu Dapat dipertahankan terhadap siapapun Selalu mengikuti bendanya (droit de suit) Dapat dialihkan Memberikan hak mendahului (droit de preference) kepada pemegang hak jaminan kebendaan tersebut atas penjualan kebendaan yang dijaminkan secara hal kebendaan tersebut jika debitur melakukan wanprestasi atas kewajibannya terhadap kreditur. 65
Jaminan kebendaan dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Gadai atas deposito 64
Hartono Hadi Soeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta, Liberty, 1984, hlm 50 65 Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, Op Cit, hlm 80 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Hak tanggungan atas tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya 3. Jaminan fidusia atas benda-benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang telah ada atau yang akan ada di kemudian hari 4. Hipotik atas kapal laut 20 m3 (dua puluh meter kubik) dan pesawat udara 5. Borgtoct / personal guarantee 6. Tanggung menanggung 1. Perjanjian garansi 66 Di luar negeri lembaga jaminan dibagi menjadi dua macam yaitu: 1. Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya (possessory security) 2. Lembaga jaminan tanpa menguasai bendanya. 67 Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya adalah suatu lembaga jaminan, dimana benda yang dijaminkan berada pada penerima jaminan. Lembaga jaminan ini dibagi menjadi empat macam, yaitu: a. Mortgage, yaitu pembebanan jaminan atas benda tak bergerak b. Chattel mortgage, yaitu mortgage atas benda-benda bergerak. Umumnya ialah mortgage atas kapal laut dan kapal terbang dengan tanpa menguasai bendanya c. Fiduciary transfer of ownership, yaitu perpindahan hak milik atas kepercayaan yang dipakai jaminan hutang e. Leasing, yaitu suatu perjanjian dimana si peminjam (ease) menyewa barang modal untuk usaha tertentu dengan pembayaran secara angsuran. 68 Penggolongan ini di maksudkan untuk mempermudah pihak debitur untuk membebani hak-hak yang akan digunakan dalam pemasangan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
E. Jaminan Fidusia 66
H.Salim, Op Cit, hlm 25 Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta, Liberty, 2003, hlm 25-28 68 H. Salim, Op Cit, hlm 27 67
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Pengertian jaminan fidusia Jaminan fidusia dilatarbelakangi oleh ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat. Dengan adanya berbagai kelemahan pada lembaga gadai, dalam praktek timbul lembaga baru yaitu fidusia. Subekti mengatakan bahwa “dalam fidusia terkandung kata fides yang berarti kepercayaan, pihak yang berhutang percaya bahwa pihak berpiutang memiliki barangnya itu hanya untuk jaminan.” 69 Mahadi menjelaskan bahwa “kata fidusia berasal dari kata Latin yang merupakan kata benda yang artinya kepercayaan terhadap terhadap seseorang atau sesuatu, pengharapan yang besar. Selain itu terdapat kata “fidio” yang merupakan kata kerja yang berarti mempercayai seseorang atau sesuatu.” 70 Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik.” Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa hak milik atas benda yang diberikan sebagai jaminan, dialihkan oleh pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan, sehingga selanjutnya hak atas benda jaminan ada pada kreditur penerima 69
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Yang Didambakan, Bandung, Alumni, 2004,
70
Ibid
hlm 39 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
jaminan. Ciri inilah yang membedakan lembaga jaminan fidusia dari lembaga jaminan gadai. Pada gadai, benda jaminan sepanjang penjaminan itu berlangsung tetap menjadi milik debitur pemberi gadai. Dengan berpegang kepada kata-kata “atas dasar kepercayaan” pada pengertian fidusia menurut Undang-undang Jaminan Fidusia di atas, dapat ditafsirkan bahwa dengan penyerahan itu kreditur tidak benar-benar menjadi pemilik atas benda jaminan, bahwa dengan berpegang pada penafsiran yang selama ini berlaku, hal itu berarti bahwa pemberi jaminan fidusia percaya, bahwa kalau nanti hutang yang diberikan dengan jaminan fidusia dilunasi, maka hak milik atas benda jaminan akan kembali kepada pemberi jaminan fidusia. 71 Sedangkan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Jaminan Fidusia, yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tidak berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan tertentu, yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Pengertian di atas menurut Riduan syahrani, menggambarkan bahwa jaminan fidusia merupakan hak kebendaan yang memberikan jaminan pelunasan (pembayaran) 71
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002,
hlm 160 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
utang debitur kepada kreditur. Utang debitur kepada kreditur di maksud bisa terjadi karena perjanjian maupun karena undang-undang yang berupa: a. Utang yang telah ada b. Utang yang timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan garansi bank e. Utang yang pada saat eksekusi dapat di tentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. 72 Lahirnya lembaga ini dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, pedagang menengah, pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya Apabila kita mengkaji perkembangan yurisprudensi dan peraturan perundangundangan, yang menjadi dasar hukum berlakunya fidusia, dapat disajikan sebagai berikut: a.
Arrest Hoge Raad 1929, tertanggal 25 Januari 1929 tentang Bierbrouwerij Arrest (negeri Belanda) b. Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia) a. Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 Lembaran Negara Republik Indonesia 1999 Nomor 168 tentang Jaminan Fidusia, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Serta Seperangkat Peraturan Pelaksanaannya 73 Beberapa prinsip utama dari Jaminan Fidusia: a. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya b. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur 72 73
Riduan Syahrani, Op Cit, hlm 149-150 H. Salim, Op Cit, hlm 60-61
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
c. Apabila hutang sudah dilunasi, maka obyek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia a. Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah hutangnya maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia 74 Menurut Oey Hoey Tiong, konstruksi fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur sedangkan penguasaan fisik atas barang itu tetap pada debitur (constitutum Posesorium), dengan syarat bahwa bilamana debitur melunasi utangnya maka kreditur harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada debitur. 75
2. Asas-Asas Jaminan Fidusia Secara umum ada beberapa asas yang berlaku bagi Hak Jaminan, baik Gadai, Fidusia, Hak Tanggungan, dan Hipotik. Menurut Sutan Remy Sjahdeni, asas-asas tersebut adalah: a. Hak Jaminan memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditur pemegang hak jaminan terhadap para kreditur lainnya b. Hak jaminan merupakan hak accessoir terhadap perjanjian pokok yang dijamin tersebut. Perjanjian pokok yang dijamin itu ialah perjanjian utang piutang antara kreditur dan debitur. Artinya apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka perjanjian hak jaminan demi hukum berakhir pula c. Hak jaminan memberikan hak separatis bagi kreditur pemegang hak jaminan itu. Artinya benda yang dibebani dengan jaminan itu bukan merupakan harta pailit dalam hal debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan d. Hak jaminan merupakan hak kebendaan. Artinya, hak jaminan itu akan selalu melekat di atas benda tersebut (atau selalu mengikuti benda tersebut) kepada siapapun juga benda beralih kepemilikannya. Sfat kebendaan dari hak jaminan diatur dalam Pasal 528 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. e. Kreditur pemegang hak jaminan mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya. Artinya, kreditur pemegang hak jaminan itu berwenang untuk menjual sendiri, baik berdasarkan penetapan 74 75
Munir Fuady, Op. Cit, hlm 4 Oey Hoey Tiong, Op Cit, hlm 8
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
pengadilan maupun berdasarkan kekuasaan yang diberikan undang-undang, benda yang dibebani dengan hak jaminan tersebut untuk melunasi piutangnya kepada debitur g. Karena hak jaminan merupakan hak kebendaan, maka hak jaminan berlaku bagi pihak ketiga. Oleh karena hak jaminan berlaku bagi pihak ketiga, maka terhadap hak jaminan berlaku asas publisitas. Artinya hak jaminan tersebut harus didaftarkan di kantor pendaftaran hak jaminan yang bersangkutan. Asas publisitas tersebut dikecualikan bagi hak jaminan gadai. 76 Sedangkan menurut Tan Kamello berdasarkan Undang-undang Jaminan Fidusia, asasasas jaminan fidusia antara lain: a. Bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya b. Bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada (droit de suite atau zaaksgevolg) c. Bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lain disebut asas asesoritas d. Bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada (kontinjen) e. Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada f. Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain g. Bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subyek dan obyek jaminan fidusia h. Bahwa pemberian jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas obyek jaminan fidusia i. Bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan ke kantor Pendaftaran fidusia j. Bahwa benda yang dijadikan obyek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun itu diperjanjikan k. Bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia dari pada kreditur yang mendaftarkan kemudian l. Bahwa pemberi jamianan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai itikad baik e. Bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi 77
76
Sutan Remy Sjahdeni, Hak Jaminan Dan Kepailitan, Jakarta, Makalah yang di sampaikan dalam sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, 9-10 Mei 2000, hlm 7 77 Tan Kamello, Op Cit, hlm159-170 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut M.Yahya Harahap yang dikutip oleh H.P. Panggabean mengenai asas jaminan fidusia itu antara lain: a. Asas Spesialitas (fixed loan), asas ini ditegaskan dalam Pasal 1 dan 2 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Benda obyek jaminan fidusia merupakan agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Dengan demikian harus jelas tertentu benda obyek jaminan fidusia serta dapat dipastikan atau diperhitungkan jumlah hutang debitur (verrekiningbaar, deductable). b. Asas Assessor, jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian hutang. Dengan demikian keabsahan perjanjian pokok dan penghapusan benda obyek jaminan fidusia tergantung pada penghapusan perjanjian pokok. c. Asas hak Preferen, memberi kedudukan hak yang didahulukan kepada penerima fidusia (kreditur) terhadap kreditur lainnya. Kualitas hak didahulukan penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi d. Yang dapat memberikan fidusia harus pemilik benda jika benda itu milik pihak ketiga, maka pengikatan jaminan fidusia tidak boleh dengan kuasa substitusi, tetap harus langsung pemilik pihak ketiga yang bersangkutan e. Dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasa atau wakil penerima fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium f. Larangan melakukan fidusia ulang terhadap benda obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar. Apabila obyek jaminan fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum obyek jaminan fidusia telah beralih kepada penerima fidusia. Oleh karena itu, pemberian fidusia ulang merugikan kepentingan penerima fidusia e. Asas Droit de Suite, jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang jadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda itu berada, kecuali keberadaannya berdasarkan penglihatan hak atas piutang (cessie), dengan demikian hak atas jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak (in rem) 78 Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian hutang piutang dan hal ini juga sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 78
H.P. Panggabean, Efektifitas Penegakan Hukum Terhadap Lembaga Fidusia (Masalah Law Enforcement Terhadap UU Nomor 42 Tahun 1999), Bandung, makalah yang disampaikan dalam acara Up Grading And Refresing Course, 27 Mei 2000, hlm 25 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Undang-undang Jaminan Fidusia yaitu “jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi” perjanjian yang menimbulkan hutang piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam maupun perjanjian lainnya. Dapat dikatakan bahwa dasar dari fidusia adalah suatu perjanjian, perikatan yang menimbulkan fidusia mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia terdapat suatu hubungan perikatan, yang menerbitkan hak bagi kreditur untuk meminta penyerahan barang jaminan dari debitur (secara constitutum possessorium) b. Perikatan tersebut adalah perikatan untuk memberikan sesuatu, karena debitur menyerahkan suatu barang kepada (secara constitutum possessorium) kreditur c. Perikatan dalam rangka pemberian fidusia merupakan perikatan yang assessoir, yakni merupakan perikatan yang membuntuti perikatan lainnya (perikatan pokok berupa perikatan hutang piutang) d. Perikatan fidusia tergolong ke dalam perikatan dengan syarat batal. Karena jika hutangnya dilunasi, maka hak jaminannya secara fidusia menjadi hapus e. Perikatan fidusia tergolong dalam perikatan yang bersumber dari suatu perjanjian, yakni perjanjian fidusia f. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian yang tidak disebut secara khusus dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Karena itu, perjanjian ini tergolong dalam perjanjian yang tidak bernama (onbenoemde overeenkomst) a. Namun demikian tentu saja perjanjian kredit tersebut tetap tunduk kepada ketentuan bagian umum dari perikatan yang terdapat dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata. 79
3. Subyek dan Obyek Jaminan Fidusia
79
Oey Hoey Tiong, Op Cit, hlm 32
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Antara obyek jaminan fidusia dan subyek jaminan fidusia mempunyai kaitan yang erat. Adapun yang menjadi subyek dari jaminan fidusia adalah mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan fidusia, yang dalam hal ini terdiri atas pemberi dan penerima fidusia. Pasal 1 angka (5) Undang-undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa, “pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.” Dan berdasarkan Pasal 1 angka (6) Undang-undang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa, “penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia,” Sehubungan dengan penyebutan “perseorangan” sebagai pemberi fidusia dan penerima fidusia, maka hal ini sama dengan pemberi fidusia sebagai debitur perseorangan atau individu dan penerima fidusia sebagai debitur perseorangan atau individu dalam suatu pengikatan jaminan fidusia. Namun demikian, yang bertindak sebagai pemberi jaminan fidusia adalah baik debitur sendiri maupun pihak ketiga. Dalam hal pemberi jaminan adalah debitur sendiri, maka disebut debitur pemberi fidusia, sedangkan dalam hal yang memberikan jaminan adalah pihak ketiga, maka disebut pihak ketiga pemberi fidusia. 80
80
Ibid, hlm 181
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Antara obyek jaminan fidusia dengan subyek jaminan fidusia mempunyai kaitan yang erat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, obyek jaminan fidusia dibagi dua macam yaitu: a. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud c. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan 81 Yang dimaksud dengan bangunan di sini adalah dalam kaitannya dengan bangunan rumah susun, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang rumah susun. Sedangkan menurut J.Satrio, bahwa yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah: a. Benda bergerak b. Benda tidak bergerak c. Khusus yang berupa bangunan, yang tidak dibebani dengan hak tanggungan m. Dan harus bisa dimiliki dan dialihkan 82 Menurut Undang-undang Fidusia Pasal 1 huruf 2 dan 3, serta Pasal 3 adapun benda-benda yang dapat dijadikan objek jaminan fidusia adalah : a. Benda tersebut harus dimiliki dan dialihkan secara hukum. b. Dapat atas benda berwujud. c. Dapat juga atas benda tidak berwujud termasuk piutang. d. Benda bergerak. e. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan.
81 82
H. Salim HS, Op. Cit, hlm 64 J. Satrio, Op. Cit, hlm 179
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
f. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian hari. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri. Pasal 2 Undang-undang Fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Di pertegas dalam Pasal 3 menyatakan bahwa Undangundang jaminan fidusia ini tidak berlaku terhadap: a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftarkan. Namun bangunan di atas milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 dapat dijadikan objek jaminan fidusia. b. Gadai. Pihak pemberi fidusia sebagai pemilik benda adalah pemilik benda yang dibebani jaminan fidusia sehingga berwenang mengalihkan hak kepemilikan benda tersebut, akan tetapi apabila benda yang menjadi obyek jaminan fidusia itu benda bergerak yang tidak terdaftar menurut undang-undang seperti barang perhiasaan sangat sulit bagi penerima fidusia untuk menyelidiki apakah pemberi fidusia benarbenar sebagai pemilik atas benda itu, karena Pasal 1977 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan barangsiapa yang menguasai suatu kebendaan bergerak, ia dianggap sebagai pemilik. 83 83
Riduan Syahrani, Op Cit, hlm 151
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pasal 24 Undang-undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas tindakan atau kelalaian pemberi fidusia, baik yang timbul dari hubungan kontrak atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. 84
F. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi Swamitra Jaminan fidusia secara operasional pembebanannya dilaksanakan melalui dua tahap yaitu, tahap pemberian jaminan fidusia dan tahap pendaftaran jaminan fidusia. Pada tahap pemberian jaminan fidusia terdapat perjanjian untuk pelunasan atas hutang tertentu yang dituangkan dalam akta jaminan fidusia. Akta jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa, “pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.” Dalam akta jaminan fidusia tersebut selain dicantumkan hari, tanggal dan waktu pembuatan akta tersebut, juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 Undang-undang Jaminan Fidusia yaitu:
84
Ibid, hlm 152
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan. 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian dan hutang yang dijamin dengan fidusia. Kemudian mengenai benda yang menjadi pokok jaminan fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut dan dijelaskan mengenai bukti kepemilikannya. 3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Uraian tersebut cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut 4. Nilai pinjaman 1. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. 85
Pembebanan jaminan fidusia tersebut ada beberapa fase yaitu: 1. Adanya perjanjian pokok kredit, pembebanan fidusia bersifat perjanjian accessoir, yaitu pembebanan hapus apabila perjanjian pokoknya hapus 2. Perjanjian yang bersifat konsensual dan obligatoir, perjanjian kredit antara kreditur dan debitur dengan jaminan fidusia. Di antara pemberi fidusia dan penerima fidusia diadakan perjanjian dimana ditentukan bahwa debitur meminjam sejumlah uang dengan janji akan menyerahkan hak miliknya secara fidusia sebagai jaminan kepada pemberi kredit. 3. Adanya penyerahan constitutum possesorium, adanya perjanjian kebendaan di antara pihak pemberi dan penerima fidusia dilakukan penyerahan secara constitutum possesorium dimana benda tetap dikuasai oleh pemberi fidusia. Fase ini mengandung penyerahan semu, sebab benda fidusia tersebut masih berada tetap dalam kekuasaan pemberi fidusia. Penyerahan ini ditentukan sebagai cara yang sah untuk melahirkan hak jaminan kebendaan yang baru, walaupun penyerahannya tidak merupakan penyerahan yang nyata yang dikenal bagi benda bergerak. 1. Adanya perjanjian pinjam pakai, di dalam akta notaris harus disebutkan bahwa kreditur dan debitur terjadi peristiwa pinjam pakai terhadap barang
85
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Op Cit, hlm 135
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
yang difidusiakan. Bahwa pemilik fidusia meminjam pakaikan hak miliknya yang telah berada di dalam kekuasaan penerima fidusia. 86 Agar para anggota koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya memperoleh kredit dalam rangka mengembangkan usahanya, maka harus dilalui beberapa prosedur yaitu: 1. Tahap pendekatan 2. Tahap permohonan resmi 3. Tahap identifikasi 4. Tahap penilaian terhadap calon debitur 5. Tahap legalisasi 6. Tahap realisasi 7. Tahap hubungan kredit Untuk lebih jelasnya maka saya akan berusaha menguraikan satu persatu dari tahapan-tahapan tersebut. 1. Tahap pendekatan Calon debitur menghadap kepada bagian kredit koperasi swamitra, kemudian pihak koperasi mengadakan wawancara langsung dengan calon debitur dan menanyakan usaha calon debitur serta jaminan yang akan dijadikan nantinya. Setelah wawancara maka pihak swamitra akan mendatangi calon debitur sebagaimana kita ketahui bahwa pada hakikatnya tugas pokok koperasi swamitra adalah menerima dan memberi kredit. Pada tahap ini pihak swamitra ingin 86
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai, dan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hlm 90-92 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
mengetahui keadaan calon debitur, serta keadaan calon usahanya. Pendekatan ini dilakukan dengan tujuan agar pihak swamitra mempunyai keyakinan bahwa calon debitur mempunyai keyakinan dan kesanggupan untuk melunasi hutangnya. 2. Tahap permohonan resmi Dalam tahap ini pihak swamitra memberikan formulir kepada calon debitur untuk diisi. Pihak pemohon atau calon debitur sesudah mengisi permohonan harus juga melengkapi syarat-syarat administrasi yang dibutuhkan pihak swamitra seperti : 1. KTP suami istri bagi yang sudah berkeluarga 2. Surat nikah 3. Kartu keluarga 4. BPKB asli dan foto copi STNK 1. Surat izin usaha atau surat keterangan dari lurah 87 3. Tahap identifikasi Setelah permohonan beserta datanya diterima oleh pihak swamitra, maka pihak swamitra melakukan tinjauan ke lapangan untuk melihat kebenaran isi dari permohonan yang telah diajukan serta memeriksa secara langsung apa yang telah disampaikan, serta melihat prospek usaha dari calon debitur itu sendiri, apakah layak untuk diberikan pinjaman atau tidak. Setelah dilakukan pengecekan ternyata pihak pemohon tidak layak untuk diberikan pinjaman maka pihak swamitra akan 87
Wawancara dengan Supriyanto,SE, Manajer Operasional Koperasi Swamitra, di Medan, 12
Mei 2007 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
menolak secara langsung permohonan tersebut, selain pengecekan prospek usaha dari calon debitur juga meneliti tentang keabsahan dari barang yang dijadikan jaminan, yaitu antara lain: a. Diteliti keabsahan dan keaslian dokumen tanda bukti kepemilikan dari benda yang dijadikan jaminan. b. Diteliti kepemilikan atas benda jaminan tersebut, apakah milik debitur atau milik pihak ketiga. a. Pengumpulan informasi mengenai diri si pemohon 88 Setelah pengecekan ke lapangan ternyata calon nasabah layak untuk diberikan pinjaman maka pihak swamitra akan membuat proposal yang akan diajukan ke Bank Bukopin selaku penyandang dana, beserta syarat-syarat administrasi yang telah diberikan oleh calon nasabah atau debitur tersebut. 4. Tahap penelitian terhadap calon debitur Gunanya apabila calon nasabah atau debitur mempunyai kepribadian yang baik dan niat yang buruk serta bertanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman nantinya. Selain penilaian terhadap calon nasabah juga diperlukan penilaian terhadap barang jaminan, guna penilaian ini adalah untuk mengetahui resikoresiko yang melekat pada barang jaminan, dan untuk mengetahui kemungkinankemungkinan pembayaran kredit tersebut. Analisis kredit dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
88
Ibid
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Mengetahui resiko-resiko yang melekat pada proses kegiatan perkreditan itu sendiri, sehingga jauh sebelum kredit itu digunakan oleh debitur, pihak swamitra telah mampu mengantisipasinya. Dan keyakinan Swamitra atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Begitu juga dengan jaminan yang diberikan calon nasabah. b. Pihak swamitra akan melihat prospek dari usaha calon debitur dengan melihat keadaan yang telah ada dan memperkirakan perputaran usahanya. c. Jaminan merupakan hal paling penting dalam pemberian kredit, tanpa jaminan pihak swamitra tidak bisa memberikan kredit. Karena jaminan ini diperlukan agar dapat memberikan kepastian kepada pihak swamitra akan pengembalian kredit yang diberikan, meskipun debitur nantinya melakukan wanprestasi, akan tetapi dengan adanya jaminan ini akan dapat menjadi salah satu sumber pelunasan kredit yang tidak dapat dikembalikan. 5. Tahap legalisasi Apabila proposal yang diajukan oleh pihak swamitra beserta jaminan yang akan dijadikan agunan nantinya, disetujui oleh pihak Bank Bukopin dan dana yang diminta juga tersedia di Bank Bukopin maka proses pelaksanaan perjanjian dilaksanakan di swamitra. Sebelum menanda tangani perjanjian kredit dengan jaminan fidusia maka pihak swamitra selaku kreditur atau penerima fidusia memberikan akta jaminan fidusia yang sudah berisikan pasal-pasal yang ditetapkan sendiri oleh pihak swamitra. Dengan kepala akta yang berjudul: “Perjanjian Penyerahan Hak Dan Milik Dalam Kepercayaan Atas Barangbarang (Fiduciaire Eigendoms Overdracht)” Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
dimana dalam akta tersebut disebutkan: “Bahwa untuk menjamin ketertiban pembayaran lunas seluruh kewajiban Penjamin kepada kreditur tersebut, maka penjamin menerangkan dengan ini menyerahkan secara fiduciair kepada kreditur berupa barang sebagai berkut..............” Kemudian pihak debitur atau pemberi fidusia hanya tinggal mengisi identitas diri, jumlah pinjaman dan bentuk jaminan yang diberikan oleh debitur atau pemberi fidusia. Karena bentuk perjanjian kredit ini adalah bentuk perjanjian tidak bernama atau baku, dimana perjanjian tidak bernama atau baku adalah perjanjian yang tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tetapi berlaku di dalam masyarakat. Apabila pihak debitur menyetujui isi dari pasal-pasal yang telah ditetapkan oleh pihak swamitra, maka dilakukanlah penanda tanganan perjanjian oleh kedua belah pihak. Baik pihak debitur maupun pihak kreditur. Sejak ditandatangani perjanjian tersebut oleh kedua belah pihak maka masing-masing pihak sudah terikat dalam suatu hubungan hukum. Kedua belah pihak harus mentaati semua isi perjanjian sebagaimana yang diatur dalam asas-asas perjanjian yaitu asas personalia yang artinya perjanjian adalah undang-undang bagi yang membuatnya, sebagaimana ditemui dalam Pasal 1315 dan dipertegas dalam Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penandatanganan perjanjian tersebut harus dilegalisasi oleh notaris, bahasa yang dipakai dalam perjanjian tersebut adalah bahasa Indonesia sebagaimana Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan fidusia yang memuat : a. Hari, tanggal dan waktu penanda tanganan akta perjanjian fidusia b. Identitas para pihak c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia d. Nilai jaminan e. Nilai benda yang dijadikan objek jaminan Bentuk jaminan benda bergerak yang diterima Koperasi Karyawan Bank Bukopin Medan Swamitra adalah kendaraan roda empat maupun roda dua, maka barang jaminan tersebut haruslah merupakan milik pribadi calon debitur itu sendiri. Apabila kendaraan tersebut bukan milik sendiri maka harus ada surat kuasa tertulis dari pemilik kendaraan (jaminan). Jaminan tersebut biasanya dihargai setengah dari harga pasar. 6. Tahap realisasi Setelah perjanjian kredit ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan sudah dilegalisasi oleh notaris maka sudah menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak, yaitu hak yang harus diterima oleh debitur berupa uang pinjaman, sebanyak yang sudah disepakati dalam perjanjian kredit, kewajiban bagi kreditur yaitu menyerahkan uang sebanyak yang sudah disepakati. Pada tahap ini sudah menimbulkan hubungan kredit antara debitur dengan kreditur dan dana yang ditentukan sudah dapat dicairkan oleh pihak debitur. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Meminjam di koperasi swamitra harus ada jaminan. Kredit yang diberikan koperasi swamitra jangka waktunya terkait dengan penurunan dari harga jual barang jaminan. Dalam perjanjian kredit ini yang disebut sebagai debitur adalah pemberi fidusia dan swamitra sebagai kreditur disebut sebagai penerima fidusia. Sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit tersebut, pemberi fidusia diwajibkan untuk memberi jaminan fidusia atas barang milik pemberi fidusia untuk kepentingan penerima fidusia agar lebih menjamin dan menanggung terbayarnya dengan baik segala sesuatu yang terhutang dan harus dibayar oleh debitur sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini: Untuk memenuhi ketentuan tentang pemberian jaminan yang ditentukan dalam perjanjian kredit tersebut, maka pemberi dan penerima fidusia telah sepakat dan setuju dengan ini mengadakan perjanjian sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Fidusia Pasal 5 dan 6 yang berbunyi : Pasal 5, Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat baik dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. 89
89
Sebelum terbitnya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, secara praktis masyarakat telah mengakui dan atau melakukan pengikatan atas benda bergerak secara fidusia yang dibuat dengan akta di bawah tangan dan/atau dalam bentuk Standart Form dengan menjadikan yurisprudensi sebagai acuannya. Pasal 391 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyuruh wali pengawas atau Balai Harta Peninggalan untuk melaksanakan beleggen (pengembangan) uang pihak ketiga, yang pelaksanaannya didasarkan pada S 1872/166 tentang Instruksi Balai jo BB 5849. Bentuk pelaksanaan pengembangan tersebut diserahkan secara bebas kepada BHP, Balai Harta Peninggalan Makasar melaksanakan dengan Hipotik sedang balai Harta Peninggalam Medan melaksanakannya dengan Fidusia. Hal ini berlangsung sampai tahun 1983. Kemudian dalam perkembangannya sekitar tahun 1984 (pada saat Menteri Kehakiman dijabat oleh Ismail Saleh, SH ) pengembangan tersebut tidak diperbolehkan lagi. Sejak saat itu, uang pihak ketiga tersebut dimasukkan kedalam Deposito di BDN atas nama Balai Harta Peninggalan, hal ini dimaksudkan agar tidak adanya dugaan korupsi akibat praktek pengembangan tersebut. Akan tetapi bunga dari deposito tersebut dapat digunakan sebagai Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Terhadap pembuatan akta jaminan fidusia yang dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 6, Akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurangkurangnya memuat: 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia. 3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 4. Nilai penjamin dan 5. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Jadi berdasarkan uraian di atas dapat terlihat bahwa antara Undang-undang Fidusia dan prakteknya sejalan atau sesuai. Akan tetapi di dalam pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan, bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Mengingat jumlah pinjaman yang diberikan oleh koperasi swamitra tidak besar, maka jaminan fidusia tidak didaftarkan karena dalam pendaftarannya sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sedangkan pihak peminjam ratarata golongan usaha kecil menengah. Jika perjanjian tersebut didaftarkan sesuai dengan ketentuan Undang-undang fidusia, maka jumlah pinjaman tersebut akan berkurang dan tidak sesuai dengan tujuan koperasi itu sendiri sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-
biaya perjalanan dinas Balai Harta Peninggalan. Wawancara dengan Notaris Syahril Sofyan, di Medan, 07 Agustus 2008 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
undang koperasi ÿaitu, “Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”. Perjanjian kredit ini harus dilegalisasi oleh Notaris untuk mendapatkan kekuatan hukum, sebab hanya Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sebagaimana yang terdapat dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang Fidusia. Notaris membuat akta itu berdasarkan kesepakatan diantara pihak koperasi swamitra sebagai kreditur dan pihak peminjam sebagai debitur. Jadi isi dari akta tersebut merupakan kesepakatan yang timbul di antara kedua belah pihak, kemudian kesepakatan tersebut disalin oleh Notaris ke dalam bentuk akta jaminan fidusia yang memuat pasal-pasal yang harus disetujui dan ditaati oleh kedua belah pihak. Persetujuan antara kreditur dengan debitur atas pemberian kredit yang diberikan oleh pihak kreditur kepada debitur dengan jaminan fidusia tersebut, setelah di setujui oleh kedua belah pihak dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka debitur selaku peminjam harus menyerahkan surat asli dan fotokopi benda yang di jadikan jaminan fidusia berupa BPKB, STNK dan lainnya kepada pihak kreditur.
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI SWAMITRA DENGAN MENGGUNAKAN AKTA FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN
B. Pendaftaran Jaminan Fidusia Dengan dilakukannya pendaftaran akta jaminan fidusia maka melahirkan kekuatan eksekutorial jaminan fidusia tersebut. Pengaturan mengenai pendaftaran fidusia, terdapat dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa akta jaminan fidusia wajib didaftarkan, dengan demikian pendaftaran akta jaminan fidusia bersifat imperative, yang meliputi akta jaminan fidusia yang berada dalam negeri maupun yang diluar negeri. 1. Tujuan Pendaftaran Pendaftaran dilakukan untuk memenuhi asas publisitas dan keterbukaan (disclosure, openbaar). Oleh karena itu segala keterangan mengenai obyek jaminan fidusia yang ada pada kantor pendaftaran fidusia, semuanya terbuka untuk umum. Pendaftaran fidusia bertujuan untuk sebagai jaminan kepastian terhadap kreditur lain mengenai kebenaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia tersebut.
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pasal 12 ayat (1) mengatur, pendaftaran dilakukan di tempat kedudukan penerima fidusia sesuai dengan asas actor sequitor forum rei, tempat pendaftarannya di Kantor Pendaftaran Fidusia. Mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia menurut Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Jaminan Fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan untuk pertamakalinya didirikan di Jakarta. Kemudian secara bertahap sesuai dengan kebutuhan, didirikan di ibukota provinsi di seluruh Indonesia: a. Kantor pendaftaran fidusia provinsi meliputi setiap daerah tingkat II yang ada di provinsi tersebut. b. Pendirian kantor pendaftaran fidusia di daerah tingkat II disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 tahun 2000 jo Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.PR.07.10 tahun 2001 jo Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.10 tahun 2002: b. Sejak tanggal 1 April 2001 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sudah tidak lagi melakukan pendaftaran sertifikat jaminan fidusia dan pendaftaran dilaksanakan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
kantor wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia. e. Sejak tanggal 8 Juli 2002 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum difungsikan untuk melakukan perubahan, penghapusan/pencoretan dan mengeluarkan sertifikat pengganti atas sertifikat yang terdaftar dan didaftar pada Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan melakukan pemantauan dan pembinaan teknis terhadap pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 90 2. Tata cara pendaftaran fidusia Menurut Pasal 1 butir 2, kantor pendaftaran fidusia berfungsi untuk menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia, menerbitkan sertifikat jaminan fidusia, dan menyerahkan sertifikat jamianan fidusia. Pasal 2 mengatur mengenai syarat permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang diajukan kepada menteri secara tertulis, dalam bahasa Indonesia melalui kantor pendaftaran fidusia dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Permohonan pendaftaran dilengkapi dengan salinan akta notaris tentang pemberian
90
http://www.depkumham.go.id/NR/rdonlyres/F93C4144-9EB1-436A-BCA901CC876B4D09/0/TATACARAPENDAFTARANFIDUSIA.html, Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, Penghapusan/Pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia Dan Pengajuan Permohonan Sertifikat Pengganti Jaminan Fidusia. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
jaminan fidusia, surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran fidusia, dan bukti pembayaran fidusia. Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengisi formulir, mengenai bentuk dan isinya ditetapkan dengan keputusan menteri. Menurut Pasal 13 ayat (1) permohonan dilakukan oleh penerima fidusia, boleh kuasanya, bisa juga wakilnya secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Permohonan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia memuat: a. Identitas pemberi fidusia dan penerima fidusia, yang meliputi: 1) Nama lengkap 2) Tempat tinggal atau tempat kedudukan 3) pekerjaan b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia c. Data perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia d. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia e. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Setelah permohonan diserahkan, selanjutnya pejabat penerima pendaftaran jaminan Fidusia memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan. Apabila tidak lengkap maka langsung dikembalikan. Apabila lengkap, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) memberi peringatan, bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
fidusia dalam buku daftar fidusia. Pencatatan pendaftaran dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan. Penjelasan Pasal 13 ayat (3) memberi peringatan, bahwa kantor pendaftaran fidusia tidak boleh melakukan penilaian terhadap kebenaran yang tercantum dalam pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Kantor pendaftaran fidusia hanya melaksanakan pengecekan data yang dimaksud Pasal 13 ayat (2). Permohonan tersebut dilengkapi dengan: a. salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia b. surat kuasa pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia a. bukti pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia. 91 Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, pejabat yang menerima permohonan memeriksa kelengkapan permohonan pendaftaran jaminan fidusia, apabila tidak lengkap maka pejabat tersebut harus langsung mengembalikan berkas kepada pemohon dengan tujuan agar pemohon dapat melengkapinya sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Apabila persyaratan permohonan telah lengkap maka menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, pejabat mencatat jaminan fidusia 91
Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
dalam buku daftar jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pemohonan. Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal pendaftaran dalam buku daftar fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia. Penegasan lebih lanjut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 Undang-undang Jaminan Fidusia yang menyatakan apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia, maka kreditur yang lebih dahulu mendaftarkannya adalah penerima fidusia. Hal ini penting diperhatikan oleh kreditur yang menjadi pihak dalam perjanjian jaminan fidusia, karena hanya penerima fidusia, kuasa atau wakilnya yang boleh melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Dalam melakukan pendaftaran fidusia, dikenakan biaya pendaftaran fidusia yang disesuaikan dengan besarnya nilai penjaminannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
nilai penjaminan < Rp 50 juta :Rp 50.000,nilai penjaminan < Rp 50 juta s/d Rp 100 juta :Rp 100.000,nilai penjaminan > Rp 100 juta s/d Rp 250 juta :Rp 200.000,nilai penjaminan > Rp 250 juta s/d Rp 500 juta :Rp 500.000,nilai penjaminan > Rp 500 juta s/d Rp 1 milyar :Rp1.000.000,nilai penjaminan > Rp1 milyar s/d Rp 2,5 milyar:Rp2.000.000,nilai penjaminan > Rp2,5 milyar s/d Rp 5 milyar :Rp3.000.000,nilai penjaminan > Rp5 milyar s/d Rp 10 milyar :Rp5.000.000,nilai penjaminan > Rp 10 milyar :Rp7.500.000,-
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Kemudian pejabat tersebut menerbitkan Sertifikat Jaminan fidusia, yang kemudian diserahkan kepada pemohon pada tanggal yang sama dengan tanggal pencatatan permohonan pendaftaran jaminan fidusia. Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar fidusia. Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia memuat beberapa penegasan bahwa, dalam sertifikat jaminan fidusia di cantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sebagai landasan hukum title eksekutorial. Pencantuman title eksekutorial ini menimbulkan akibat hukum bahwa sertifikat jaminan fidusia disamakan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga pada sertifikat jaminan fidusia melekat kekuatan eksekutorial apabila pemberi fidusia melakukan cidera janji atau wanprestasi. Lebih lanjut dalam Pasal 15 ayat (2) mengatakan, yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial atas sertifikat jaminan fidusia adalah eksekusi dapat di laksanakan tanpa melalui pengadilan oleh karena itu langsung dapat di laksanakan penjualan di muka umum oleh penerima fidusia. Kekuatan eksekusinya memberi hak parate eksekusi kepada kreditur dengan demikian apabila debitur cidera janji, memberi hak kepada kreditur menjual obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (recht van eigenmachtige verkoop). Menurut penjelasan Pasal 15 ayat (3), pemberian hak menjual obyek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri merupakan ciri kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi apabila debitur cidera janji. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tehadap substansi sertifikat jaminan fidusia tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan. Perubahan substansi maksudnya adalah terjadi perubahan obyek jaminan fidusia berikut dokumen yang terkait, perubahan penerima jaminan fidusia berikut dokumen terkait, perubahan penerima jaminan fidusia, perubahan perjanjian pokok yang di jamin dengan jaminan fidusia dan perubahan nilai jaminan. Apabila terjadi hal tersebut, berdasarkan Pasal 16 Undang-undang Jaminan fidusia maka prosedur yang harus dilakukan adalah: a. penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran fidusia b. Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia. Selanjutnya fidusia ulang oleh pemberi fidusia baik debitur maupun penjamin pihak ketiga tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar karena hak kepemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada penerima fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-undang Jaminan fidusia.
C. Kekuatan Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Pembebanan jaminan fidusia dalam aspek operasionalnya dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu tahap pemberian jaminan fidusia dan tahap pendaftaran jaminan fidusia. Pembebanan jaminan fidusia yang didahului dengan janji untuk memberikan Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
jaminan fidusia sebagai pelunasan atas hutang tertentu yang dituangkan dalam akta jaminan fidusia. Akta jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia bahwa, “pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.” Dalam akta jaminan fidusia tersebut selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut.” J. Satrio menyatakan bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (1) sulit diterima sebagai ketentuan hukum yang memaksa karena di dalam Pasal 37 Undang-undang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa semua fidusia yang telah ada perlu disesuaikan dengan Undang-undang Jaminan Fidusia. Sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna terhadap para pihak dan ahli waris maupun orang yang mendapatkan hak darinya (Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). 92 Setelah penandatanganan akta pembebanan jaminan fidusia oleh para pihak yang berkepentingan, maka selanjutnya dilakukan pendaftaran akta pembebanan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa, “benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.” 92
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002, hlm 201-202 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sebenarnya tidak ada ketentuan di dalam Undang-undang Jaminan Fidusia yang mengatakan, bahwa fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah. Hanya saja untuk memberlakukan ketentuan yang ada di dalam Undang-undang Jaminan Fidusia tersebut, maka haruslah dipenuhi syarat benda jaminan fidusia itu didaftarkan. Sedangkan fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa menikmati keuntungan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 37 ayat (3) Undang-undang Jaminan Fidusia.93 Pasal 37 menyatakan apabila dalam jangka waktu enampuluh hari terhitung sejak berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik di dalm maupun di luar kepailitan dan atau likuidasi. Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Jaminan Fidusia maka akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat yaitu: 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, dan tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian dan hutang yang dijamin dengan fidusia 3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Uraian tersebut cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut. 4. Nilai penjaminan. 2. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. 94 93 94
Ibid, hlm 242-243 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Loc Cit
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
D. Akibat Hukum Akta Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditur maka dibuatlah akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke kantor Pendaftaran fidusia. Setelah dilakukan pendaftaran maka kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.” Dengan demikian memiliki kekuatan eksekutorial langsung apabila debitur melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditur (parate eksekusi), hal ini sesuai dengan Undangundang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Bagaimana dengan perjanjian fidusia yang tidak dibuat dengan akta notaris serta tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia atau dengan kata lain dibuat di bawah tangan. Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Akan tetapi suatu akta dibawah tangan tetap memiliki kekuatan bukti hukum sepanjang para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut, namun agar memiliki kekuatan yang lebih kuat, akta tersebut tetap harus dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan menimbulkan akibat hukum. Apabila kreditur melakukan eksekusi secara sepihak karena menganggap memiliki hak, akan tetapi dengan tindakan tersebut debitur dapat dikatakan bahwa kreditur bertindak sewenang-wenang
apalagi
jika
debitur
telah
melaksanakan
sebagian
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
dari
kewajibannya sesuai dengan yang di perjanjikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa di atas barang tersebut terdiri dari sebagian hak kreditur dan sebagian lagi merupakan hak debitur, apalagi mengingat bahwa pembiayaan atas obyek jaminan fidusia didasarkan atas penilaian yang tidak penuh sesuai dengan nilai barang, atau eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat di kategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti kerugian.
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA APABILA DEBITUR MELAKUKAN WANPRESTASI SEDANGKAN AKTA FIDUSIANYA TIDAK DIDAFTARKAN B. Wanprestasi Dalam Perjanjian Mengingat kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung risiko, maka pemberian kredit dilandasi atas kemampuan, kesanggupan dan itikad baik dari kreditur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, koperasi sebagai kreditur perlu melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha nasabah debitur. Karena dengan proses analisis kredit yang baik diharapkan kredit yang diberikan kepada debitur akan berjalan lancar dan dapat dikembalikan tepat pada waktunya. Akan tetapi pada kenyataannya harapan tersebut tidak selamanya dapat terwujud mengingat kredit yang telah diberikan tetap mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pengembaliannya. Prestasi merupakan isi dari perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka ia dikatakan wanprestasi (kelalaian). 95 Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dapat terjadi karena, tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dilakukan dengan semestinya, menjalankan hal yang dijanjikan akan tetapi terlambat
95
H. Riduan Syahrani, Op. Cit, hlm 218
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
melaksanakannya, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehingga dapat dikatakan wanprestasi seorang debitur dapat berupa, samasekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, keliru memenuhi prestasi. Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga macam perbuatan yang digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi: 2. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit dan atau beserta bunganya, 3. Debitur membayar sebagian angsuran kredit dan atau beserta bunganya. Pembayaran angsuran kredit tidak di persoalkan apakah debitur telah membayar sebagian kecil atau sebagian besar angsuran. Walaupun debitur kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet. 2. Debitur membayar lunas kredit dan atau beserta bunganya setelah jangka waktu yang di perjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk debitur membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah di setujui kreditur atas permohonan debitur.96 Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari sudut eksternal maupun internal. Faktor terjadinya kredit bermasalah yang bersifat internal pada umumnya berkaitan dengan pihak analisis kurang teliti sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya atau mungkin salah dalam melakukan perhitungan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas kredit atau yang menyebabkan kredit bermasalah adalah keadaan perekonomian tidak mendukung perkembangan usaha namun disatu sisi debitur
96
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta, Djambatan, 1995, hlm 131-132
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
mempunyai kemauan atau itikad untuk membayar akan tetapi disisi lain ada pula debitur yang tidak mempunyai kemauan atau itikad untuk tidak membayar.
C. Akibat Hukum Wanprestasi Menurut Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka pihak yang ingkar janji atau wanprestasi dapat dibebani untuk memenuhi perjanjian atau dibatalkannya perjanjian disertai dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Ini juga dapat diartikan bahwa pihak yang ingkar janji dapat hanya dibebani kewajiban ganti kerugian saja atau pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi saja. 97 Apabila terjadi wanprestasi, maka kreditur dapat memilih antara tuntutantuntutan sebagai berikut: 1. pemenuhan perjanjian 2. pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi 3. ganti rugi saja 4. pembatalan perjanjian 1. pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi 98 Apabila debitur dan atau pemberi fidusia cidera janji (wanpretasi), hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan benda persediaan tersebut demi hukum menjadi obyek jaminan fidusia pengganti dari obyek jaminan fidusia yang dialihkan (Pasal 21 Undang-undang Jaminan Fidusia) 97 98
Ignatius Ridwan Widyadharma, Op Cit, hlm 65 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1992, hlm 53
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang bukan merupakan benda persediaan kecuali dengan persetujuan terlebih dahulu dari penerima fidusia (Pasal 23 (2) Undang-undang Jaminan Fidusia) Apabila penerima fidusia setuju, pemberi fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang. Namun, persetujuan tersebut tidak berarti penerima fidusia melepaskan jaminan fidusia (Pasal 23 (1) Undang-undang Jaminan Fidusia). Apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia, hak didahulukan (preferen) sebagaimana di sebutkan di atas di berikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia (Pasal 8 Undang-undang Jaminan Fidusia) Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia apabila pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut, jika perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwajib. Pasal 30 Undang-undang Jaminan Fidusia. Namun setiap janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi obyek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji batal demi hukum (Pasal 33 Undang-undang Jaminan Fidusia)
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Apabila hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada penerima fidusia. Akan tetapi, apabila hasil eksekusi untuk pelunasan utang, debitur tetap bertanggung jawab atas sisa utang yang belum terbayar (Pasal 34 Undang-undang Jaminan Fidusia ) Sebelum terbitnya Undang-undang Jaminan Fidusia masalah pendaftaran bukanlah merupakan suatu kewajiban, tetapi setelah terbitnya Undang-undang Jaminan Fidusia, pendaftaran tersebut memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hokum. Walaupun pendaftaran jaminan fidusia demikian penting, dalam praktek perkreditan masih terdapat perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Menurut Tan Kamello, perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan perjanjian kebendaan bagi jaminan fidusia tersebut, sehingga karakter kebendaan seperti droit de suite dan hak preferensi tidak melekat pada kreditur pemberi jamianan fidusia. Sehingga dapat dikatakan, konsekuensi yuridis bagi kreditur yang tidak mendaftarkan akta jaminan fidusia tidak mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang Jaminan Fidusia. 99 Berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Jaminan fidusia, bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia pada
99
Tan Kamello, Op. Cit, hlm 213 & 216
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
saat didaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia menyebabkan jaminan tersebut tidak berfungsi sebagai jaminan. Obyek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial baik obyek jaminan yang dijaminkan oleh pengusaha UKM maupun usaha besar, artinya jaminan tersebut tidak dapat menjamin atau dijadikan pelunasan kredit yang karena telah diterima debitur karena tidak memiliki asas publisitas dan spesialitas untuk melindungi kedudukan kreditur apabila kredit tersebut macet (debitur wanprestasi). Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menjamin pelunasan utang debitur tersebut pihak penerima fidusia hanya dilindungi oleh ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata. 100
D. Proses Penyelesaian Apabila Debitur Wanprestasi Dari sudut pandang perbankan, upaya yang ditempuh oleh bank apabila kredit yang diberikan tersebut mengalami masalah atau tergolong dalam kredit bermasalah, maka dalam hal ini bank perlu melakukan penyelamatan (rescue) sehingga tidak menimbulkan
kerugian.
Penyelamatan
yang
dilakukan
dengan
memberikan
keringanan jangka waktu atau angsuran terutama bagi kredit terkena musibah atau melakukan penyitaan bagi kredit yang sengaja lalai untuk membayar. 101
100
Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan” 101 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hlm 241 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Upaya penyelesaian terhadap kredit bermasalah dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu negosiasi dan litigasi. 2. Penyelesaian melalui negosiasi, artinya kredit yang tadinya bermasalahan atau macet diadakan kesepakatan baru sehingga terhindar dari masalah. Bentuk negosiasi penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh sebagai berikut: b. Rescheduling (penjadwalan kembali), Memperpanjang jangka waktu kredit sehingga debitur mempunyai waktu lebih longgar untuk mencari penyelesaiaan yang lebih menguntungkan, atau dengan cara memperpanjang jangka waktu angsuran sehingga angsuran menjadi lebih ringan sesuai dengan kemampuannya. c. Reconditioning (mengubah persyaratan) 2) Kapitalisasi bunga yakni dengan cara bunga dijadikan hutang pokok 3) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu maksudnya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjaman tetap harus dibayar 4) Penurunan suku bunga agar meringankan beban debitur. Misalnya: bunga pertahun 18% di turunkan menjadi 16% pertahun dan tergantung pertimbangan bank bersangkutan. Akibatnya berpengaruh kepada jumlah angsuran semakin mengecil sehingga meringankan debitur 5) Pembebasan bunga diberikan kepada debitur yang tidak mampu lagi membayar kredit, akan tetapi wajib bagi debitur membayar pokok pinjaman sampai lunas. d. Restructuring (penataan kembali) Tindakan menambah fasilitas kredit bagi debitur atau dengan cara menambah equity (modal sendiri) yaitu dengan menyetor fresh money, akan tetapi ini biasanya gagal karena banyak pemilik perusahaan yang tidak mampu. Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan khusus, yakni Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998 yakni upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya ini dilakukan melalui tindakan sebagai berikut: 1) Penurunan suku bunga kredit 2) Pengurangan tunggakan bunga kredit 3) Pengurangan tunggakan pokok kredit 4) Perpanjangan jangka waktu kredit Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
5) Penambahan fasilitas kredit 6) Pengambilalihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku 4) Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur. 102 Restrukturisasi kredit hanya dapat dilakukan terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik dan pada saat itu diperkirakan akan mengalami kesulitan melakukan pembayaran pokok dan bunga kredit. Setelah dilakukan upaya penyelamatan kredit dengan cara yang telah disebutkan di atas, ternyata tidak diperoleh hasil yang diharapkan, maka kreditur akan melakukan tindakan penagihan kepada debitur yang bersangkutan, baik secara tertulis maupun dengan kontak langsung dengan debitur. Namun ada juga ditempuh penyelesaian di luar jalur hukum, penagihan kredit macet dengan menggunakan jasa debt collector, yaitu orang atau badan yang tidak berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Penyelesaian secara litigasi, penyelesaian kredit terhadap debitur seperti ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu a. Mengajukan gugatan ke pengadilan negeri sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata, atau permohonan eksekusi grosse akta a. Penyelesaian melalui panitia urusan piutang negara khusus bagi kredit yang menyangkut kekayaan negara 103 Eksekusi jaminan fidusia berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia hanya mengenal dua cara eksekusi (meskipun perumusannya seakan-akan menganut tiga cara) yakni: 102 103
Gunarto Suhardi, hlm 105 Lembaga Keuangan Bank, hlm 71-72
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Melaksanakan title eksekusi dengan menjual obyek jaminan fidusia melalui lelang atas kekuasaan penerima fidusia sendiri dengan menggunakan parate eksekusi 7. Menjual obyek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar kesepakatan pemberi dan penerima fidusia. 104 Sementara menurut Tan Kamello bahwa kemudahan pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa” pada sertifikat jaminan fidusia. Dengan title eksekutorial ini menimbulkan konsekuensi yuridis bahwa jaminan fidusia mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Selain melalui title eksekutorial, dapat juga dilakukan dengan cara melelang secara umum dan di bawah tangan. 105 Untuk koperasi swamitra dalam menyelesaikan kredit macet atau kredit bermasalah, yang dilakukan terhadap debiturnya adalah dengan mengutamakan penyelesaian antara debitur dengan kreditur secara musyawarah tanpa keterlibatan dari pihak lain. Hal ini dikarenakan prinsip koperasi yang mengutamakan kesejahteraan anggotanya dan bersifat kekeluargaan. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, di koperasi tersebut terdapat empat kredit yang bermasalah.106 Dikatakan bermasalah apabila pada bulan yang bersangkutan, debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar cicilan hutangnya pada bulan yang
104
Bachtiar Sibarani, Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Jakarta, Makalah yang disampaikan pada seminar Sosialisasi Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, 2000, hlm 21 105 Tan Kamello, Op Cit, hlm 170 106 wawancara dengan Suheri, Credit Support Koperasi Karyawan Bank Bukopin Swamitra, di Medan, 07 Agustus 2008 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
bersangkutan sehingga harus diingatkan oleh pihak koperasi selaku kreditur. Apabila pada bulan berikutnya tetap terjadi tunggakan, maka kreditur memberikan surat peringatan yang pertama (SP-1), dengan kata lain surat peringatan yang pertama ini diberikan apabila debitur selama dua bulan berturut-turut tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar cicilan. Selanjutnya jika pada bulan berikutnya juga tidak ada tanggapan dari debitur maka kreditur memberikan surat peringatan yang kedua (SP-2). Kemudian apabila tidak ada tanggapan juga maka diberikan surat peringatan yang ketiga (SP-3), tetap juga tidak ada tanggapan maka kreditur memberikan surat teguran (sommatie) yang dibuat oleh pengacara untuk selanjutnya dibawa ke pengadilan. Pada saat SP-1 diberikan biasanya pihak koperasi berusaha melakukan pendekatan, untuk mengetahui apa yang menyebabkan debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya dan akan diketahui bagaimana itikad debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Yang terjadi selama ini adalah pinjaman yang bermasalah tidak pernah sampai ke pengadilan, Karena dengan adanya pendekatan yang dilakukan oleh pihak kreditur serta keterbukaan dari pihak debitur, maka biasanya dicari jalan keluar yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya dengan mengurangi atau bahkan menghapuskan beban bunga yang harus dibayar oleh debitur, ada juga yang diberikan perpanjangan waktu dalam pembayaran cicilan, selain itu ada juga dengan menjual benda yang dijadikan jaminan atas persetujuan kedua belah pihak.
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan 1. Pelaksanaan perjanjian kredit di koperasi swamitra di lakukan dengan jaminan benda bergerak dan tidak bergerak. Terhadap jaminan benda bergerak koperasi swamitra melakukan pengikatan dengan “perjanjian penyerahan hak dan milik dalam kepercayaan atas barang-barang (fiduciaire eigendoms overdracht)” yang dilegalisasi oleh notaris dan tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan Undang-undang Jaminan Fidusia Pasal 14 ayat (3) menyatakan bahwa jaminan fidusia baru dikatakan lahir atau diakui keberadaannya setelah dilakukannya pendaftaran. 2. Kekuatan hukum perjanjian kredit dengan menggunakan akta fidusia yang tidak didaftarkan pada koperasi swamitra tidak sepenuhnya memberikan perlindukan hukum terhadap kreditur karena perjanjian tersebut tidak dilakukan di hadapan notaris dan tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia di Departemen Hukum dan HAM dengan alasan bahwa pinjaman yang diberikan di koperasi swamitra relatif kecil, dan jangka waktu kreditnya hanya berlangsung tidak lebih dari satu tahun. Sehingga apabila dilakukan pendaftaran maka akan diberikan biaya tambahan yang dinilai memberatkan anggota serta tidak sesuai dengan prinsip dan tujuan koperasi untuk mensejahterakan anggotanya. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Penyelesaian sengketa apabila debitur wanprestasi sedangkan akta fidusia tidak didaftarkan adalah dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah antara kreditur dengan debitur tanpa melibatkan pihak lain. Maksudnya adalah dengan menyelesaikan secara bersama antara pihak koperasi selaku kreditur dengan anggotanya selaku debitur, dengan duduk bersama mencari jalan keluar yang terbaik. Hal ini dikarenakan prinsip koperasi yang mengutamakan kesejahteraan anggotanya dan bersifat kekeluargaan.
C. Saran 2. Agar dapat memberikan perlindungan hukum terhadap koperasi selaku kreditur dan anggotanya selaku debitur, maka perjanjian kredit di koperasi swamitra khususnya untuk jaminan benda bergerak dilakukan dengan lembaga jaminan fidusia yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Selain itu perlu dilakukannya peningkatan pengetahuan terhadap pegawai dan atau pengurus koperasi tentang peraturan perundangundangan terbaru terutama yang berkaitan dengan kegiatan perkreditan sehingga pelaksanaan kegiatan simpan pinjam di koperasi dapat lebih maksimal. 3. Untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditur maka sebaiknya para pihak melakukan pengikatan jaminannya dengan akta notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Setelah dilakukan pendaftaran maka kreditur akan Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
memperoleh
sertifikat
jaminan
fidusia
berirah-irah
“Demi
Keadilan
Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.” Irah-irah inilah yang memberikan title eksekutorial, yakni title yang mensejajarkan kekuatan akata tersebut dengan putusan pengadilan apabila debitur melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditur (parate eksekusi), hal ini sesuai dengan Pasal 15 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Selain itu disarankan agar Departemen Hukum dan HAM memberikan keringanan atau menghapuskan biaya pendaftaran Jaminan Fidusia untuk pinjaman kredit yang besarnya di bawah Rp. 50.000.000,-. 4. Apabila terjadi permasalahan dalam penyelesaian kredit selain melakukan penyelesaian secara kekeluargaan, ada baiknya dalam perjanjian kredit antara para pihak dan dalam pengikatan jaminannya dibuat klausul-klausul yang mengatur mengenai penyelesaian yang dapat dipilih oleh debitur apabila terjadi permasalahan dalam penyelesaian kredit.
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku – buku Badrulzaman, Mariam Darus, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1983 _______________________, Bab-Bab Tentang Credit Verband, Gadai dan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991 _______________________, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, _______________________, dan kawan-kawan, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001 Fathorazzi, M, dan Hendipiris, Kapan dan Bilamana Berkoperasi, UNRI Press, Pekanbaru, 1997 Fuady, Munir, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. __________, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001 Firdaus, Muhammad dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian (Sejarah, Teori, & Praktek), Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002 Hasan, Djuhaendah, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas, Pemisahan Horizontal, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996. Hendrojogi, Koperasi Azas – azas Teori dan Praktek, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997 Hasibuan, H. Malayu SP, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2001 Hutagalung, Arie Sukamti, Transaksi Berjamin, Jakarta, Fakultas Hukum UI, 2005 HS, H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Hadikusuma, R.T. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo, 2000 Harjono, Dhaniswara K, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Rajawali Press, 2003 ______, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003 Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2000 Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Yang Didaftarkan, Bandung, Alumni, 2004 Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994 Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty, 1986 Moleong, J. Lexy, Metodelogi Penelitin Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000 Moejono, Eugenia Liliawati, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harvavindo, 2003. Masjchoen, Soedewi Sri, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta, Liberty, 2003 Malik, Rusdi, Penemu Agama Dalam Hukum Di Indonesia, Jakarta, Universitas Trisakti, Soeprapto, Hartono Hadi, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta, Liberty, 1984 Sinungan, Muchdarsyah, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1989. Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
___________________, Manajemen Dana Bank, Jakarta, Bumi Aksara, 1992 Siregar, Mustafa Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbankan, Medan, USUPress, 1991 Subagyo, Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1999. Sudjana, Nana, dan H. Awal Kusumah MS, Proposal Penelitian Di Perguruan Tinggi, Bandung, Sinar Baru Albensindo, 2000 Satrio, J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2002 Syahrani, H. Riduan, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 2004 Soekamto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali, 1985 ________________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-PRESS, 1986 Subekti. R, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1992 ________, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996 ________, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 1986 Suyatno, Thomas, dan kawan-kawan, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta, STIE Perbanas & Gramedia Pustaka Utama, 1995 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008 Supramono, Gatot, Perbankan Dan Masalah Kredit, Jakarta, Djambatan, 1995 Tiong, Oey Hoey, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Jakara, Ghalia Indonesia, 1985 Tjoekam, H. Moh., Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial (Konsep Teknik & Kasus), Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1999
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2001 Wasis, Perbankan Pendekatan Managerial, Semarang, Satya Wacana, 1980, Widiyanti, Ninik, dan Y.W. Sunindia, Koperasi dan Perekonomian Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1988 Widyadharma, Ignatius Ridwan, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997 Wijaya, Gunawan, dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Rajawali Press, Jakarta, 2001
B.
Peraturan Perundang – Undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata S 1847-23 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Koperasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 02 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 168 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889 Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 170 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4005
C.
Makalah dan Karya Tulis
Panggabean, H.P, Efektifitas Penegakan Hukum Terhadap Lembaga Fidusia (Masalah Law Enforcement Terhadap UU Nomor 42 Tahun 1999), Bandung, makalah yang disampaikan dalam acara Up Grading And Refresing Course, 27 Mei 2000 Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sjahdeni, Sutan Remy, Hak Jaminan Dan Kepailitan, Jakarta, Makalah yang di sampaikan dalam sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, 9-10 Mei 2000, hlm 7 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai, dan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991 Sibarani, Bachtiar Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Jakarta, Makalah yang disampaikan pada seminar Sosialisasi Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, 2000
D.
Internet
http://www.depkumham.go.id/NR/rdonlyres/F93C4144-9EB1-436A-BCA901CC876B4D09/0/TATACARAPENDAFTARANFIDUSIA.html,
Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, Penghapusan/Pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia Dan Pengajuan Permohonan Sertifikat Pengganti Jaminan Fidusia, 12 Mei 2008
Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 USU e-Repository © 2008