Topik Utama METODE SCREENING DAN RANKING DALAM PENENTUAN LOKASI EKSPLORASI MIGAS KAWASAN TIMUR INDONESIA Tri Muji Susantoro dan Herru Lastiadi Setiawan Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "Lemigas"
[email protected]
SARI Metode screening dan ranking merupakan satu cara yang bisa dilakukan dalam rangka meminimalisir kegagalan dalam kegiatan eksplorasi migas. Metode ini dilakukan untuk memilih lokasi yang melalui proses penilaian/scoring dengan dua tahap, yaitu tahap pertama berdasarkan data geologi dan geofisika (G & G) dan tahap kedua berdasarkan keberadaan data dan posisi geografis. Pada tahap pertama scoring dilakukan berdasarkan data indikasi migas, sistem petroleum, intensitas tektonik, ketebalan sedimen, tipe cekungan, umur sedimen dan jenis lempeng/ basement, sedangkan tahap kedua scoring menggunakan data kegiatan eksplorasi, seismic lines spacing, dimensi cekungan, open area dan lokasi (onshore/offshore). Berdasarkan scoring tahap pertama diperoleh peringkat cekungan dari 46 cekungan sedimen di KTI. Hasil seleksi tahap pertama, kemudian dilakukan seleksi tahap kedua untuk memperoleh peringkat cekungan 20 besar terbaik. Hasil yang diperoleh adalah 5 cekungan produksi (Banggai, Bintuni, Salawati, Seram, dan Bone) yang masih mempunyai peluang untuk eksplorasi migas. Area terbuka yang masih luas terutama di Banggai dan Bone. Cekungan lainnya adalah Cekungan Makassar Selatan dan Laut Timor yang merupakan peringkat empat dan sepuluh merupakan cekungan yang sudah ada penemuan hidrokarbon. Pada cekungan Makassar Selatan ditemukan Lapangan Ruby Gas, sedangkan di Laut Timor ditemukan lapangan Abadi. Cekungan-cekungan lainnya yaitu Berau, Palung Aru, Cendrawasih, Timor, Memberamo, Iwur, Akimeugah, Sahul, Manui, Sula, Spermonde, Buton dan Gorontalo secara umum berstatus cekungan yang belum ada penemuan hidrokarbon. Kata kunci : KTI, oil film, ranking, scoring, screening, wildcat
1. PENDAHULUAN Eksplorasi migas merupakan kegiatan yang padat modal, beresiko tinggi dan juga membutuhkan teknologi yang tinggi. Oleh karena itu dalam rangka perencanaan eksplorasi migas diperlukan pertimbangan yang matang mengenai lokasi yang akan dikaji. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan kegiatan eksplorasi.
Faktor utama untuk kegiatan eksplorasi adalah faktor geologi dan geofisika ( G & G) yang meliputi indikasi migas, petroleum system, intensitas tektonik, ketebalan sedimen, tipe cekungan, umur sedimen dan jenis lempeng/basement. Selain itu juga ada faktor pendukung lainnya meliputi keberadaan data dan geografi (data eksplorasi, spasi garis seismik, dimensi cekungan, wilayah terbuka dan lokasi di darat atau laut).
Metode Screening dan Ranking Dalam Penentuan Lokasi Eksporasi ..... ; Tri Muji Susantoro, Herru L.S
15
Topik Utama Kawasan Timur Indonesia (KTI) mempunyai potensi sumber daya minyak dan gas bumi yang besar, namun mempunyai kendala infrastruktur dan resiko yang tinggi sehingga para investor masih ragu dan enggan menggarapnya (kabarenergi.com, 2013). Sementara itu rasio sukses dalam pengeboran migas di Indonesia rata-rata 43 persen. Berdasarkan data SKK Migas periode 2010-2012 dari 165 sumur pemboran eksplorasi sebanyak 71 sumur berhasil menemukan hidrokarbon. Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam rangka meminimalisir kegagalan dalam kegiatan eksplorasi adalah dengan menggunakan metode screening dan ranking untuk memilih area cekungan yang akan dikaji dalam rangka eksplorasi migas. Metode screening dan ranking merupakan suatu proses untuk memilih lokasi melalui proses penilaian dengan menggunakan berbagai faktor parameter untuk tujuan tertentu. Pada proses ini diharapkan menghasilkan lokasi yang secara matematis (ranking) mempunyai peluang paling besar dibanding dengan area lainnya. Kajian ini dilakukan dalam rangka mengaplikasikan metode screening dan ranking dalam rangka menentukan lokasi kegiatan eksplorasi di kawasan Timur Indonesia/ KTI. Hal ini dilakukan guna mendukung program pemerintah mengenai percepatan eksplorasi di KTI. Hasil dari metode ini diharapkan dapat memperoleh informasi cekungan yang merupakan area terbuka dan mempunyai potensi migas dengan faktor kegagalan lebih sedikit. Analisis dilakukan secara spasial menggunakan sistem informasi geografis dengan digitasi dan mengolah peta dari berbagai sumber yang kemudian dilakukan analisis dan penilaian terhadap peta-peta tersebut. Tumpang susun (overlay) dilakukan untuk menghasilkan rekomendasi area eksplorasi migas. 2. EKSPLORASI MIGAS Pada awalnya pencarian migas dimulai dari pengamatan mengenai kondisi permukaan.
16
Lokasi dari sesar di permukaan sangat penting karena mengindikasikan adanya potensi perangkap struktur yang mungkin berada di bawah permukaan di dalam batuan reservoir. Pengamatan mengenai antiklin dan perangkap struktur lainnya dapat digunakan sebagai indikasi adanya potensi perangkap di dalamnya. Secara alami rembesan minyak di permukaan tanah dan sebaran oil film di perairan merupakan bukti langsung yang sangat bermanfaat. Namun pada lokasi seperti ini sebagian besar sudah diidentifikasi dan dieksplorasi, sehingga sekarang para eksplorasionis menggunakan beberapa cara untuk mencari migas, yaitu geofisik, penginderaan jauh dan pemboran wildcat (http://dnr.louisiana.gov, 1999). Abiikar (2013) menyatakan hal yang menjadi pertanyaan mendasar dalam eksplorasi migas di area frontier adalah apakah migas sudah terbentuk di area tersebut?, apakah ada batuan induk yang cocok di area tersebut?, apakah ada tudung (sealing)?, apakah ada struktur yang cocok?. Apabila hal tersebut di atas ada semua, tetapi tidak ditemukan migas yang komersial maka kemungkinannya dikarenakan model geologi yang kurang tepat sehingga terjadi kesalahan pemboran, data yang digunakan tidak mencukupi, dan perlu adanya pengembangan teknologi dalam survei seismik. Menurut Taylor, I.L (2004) ada tujuh tahapan utama dalam siklus produksi migas, yaitu (1) pemetaan prospek, (2) sewa lahan dan akses lokasi, (3) pengeboran, (4) pengembangan lapangan dan produksi, (5) transportasi, (6) pengolahan dan pengilangan serta (7) pemasaran. Tiga tahap pertama dinamakan fase eksplorasi dan empat tahap selanjutnya adalah fase produksi atau ekstraksi. Pada umumnya sumur wildcat yang telah dibor tidak diperoleh minyak ataupun tidak komersial. Pengeboran wildcat yang sukses rata-rata 10% untuk 20 tahun yang lalu dan sekarang diperkirakan mencapai 56%. Tahap satu sampai tiga membutuhkan banyak waktu sebelum menjadi usaha yang sukses kemudian melangkah ke tahap empat sampai tujuh (Gambar 1).
M&E, Vol. 11, No. 4, Desember 2013
Topik Utama Pada dekade ini 40% dari minyak dan gas di dunia diharapkan dapat dihasilkan dari laut dalam (deep water). Laut dalam didefinisikan sebagai laut dengan kedalaman lebih dari 1.500 meter. Sejak tahun 1995 sejumlah sumur telah dibor pada laut yang dalamnya lebih dari 200 meter dan terus meningkat secara eksponensial (Marsh, 2013). Gambar 2 adalah jumlah sumur di laut dalam per wilayah di seluruh dunia. Di Indonesia, potensi sumber daya migas nasional saat ini masih cukup besar yang terakumulasi dalam 60 cekungan sedimen. 38 cekungan sudah dilakukan kegiatan eksplorasi
dan sisanya sama sekali belum dilakukan eksplorasi. Di mana pada cekungan yang telah dieksplorasi pada 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon dan 9 cekungan belum diproduksi walaupun telah diketemukan kandungan hidrokarbon. Sedangkan 15 cekungan sisanya belum diketemukan kandungan hidrokarbon. Kondisi di atas menunjukkan bahwa peluang kegiatan eksplorasi di Indonesia masih terbuka lebar, terutama dari 22 cekungan yang belum pernah dilakukan kegiatan eksplorasi , di mana sebagian besar berlokasi di laut dalam (deep sea) terutama di KTI (KESDM, 2011).
Gambar 1. Siklus produksi minyak dan gas bumi (Taylor, I.L., 2004)
Gambar 2. Sumur dalam per-wilayah (Marsh, 2013).
Metode Screening dan Ranking Dalam Penentuan Lokasi Eksporasi ..... ; Tri Muji Susantoro, Herru L.S
17
Topik Utama KESDM (2011) menyatakan ditinjau dari rasio penemuan cadangan, Indonesia termasuk wilayah yang cukup menjanjikan dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya, yaitu mencapai rata-rata sekitar 30% faktor keberhasilannya (success ratio) dari kegiatan eksplorasi, termasuk deliniasi rata-rata 38%. Sedangkan untuk sumur taruhan (wildcat) ratarata lebih tinggi dari 10%. Sebagian besar lokasi cekungan yang menarik untuk pengembangan blok baru terletak di KTI dan berlokasi di offshore. 3. METODOLOGI Kajian ini dilakukan di KTI dengan batas wilayah kajian adalah dari Selat Makassar ke arah timur sampai dengan Papua. Cekungan sedimen yang digunakan dalam kajian ini merupakan cekungan sedimen 86 yang dibuat oleh BP MIGAS dan LAPI ITB (2008) yang didukung oleh perguruan tinggi. Jumlah cekungan pada lokasi kajian sebanyak 46 cekungan. Adapun cekungan tersebut meliputi Akimeugah, Arafura, Banda, Banggai, Berau, Biak, Bintuni, Bone, Buli Bay, Buru, Buru Barat, Buton, Celebes, Cendrawasih, Flores, Gorontalo, Iwur, Kalosi, Kau Bay, Lariang, Laut Timor, Makasar Selatan, Manui, Meervlakte, Memberamo, Minahasa, Obi Selatan, Obi Utara, Palung Aru, Sahul, Salawati, Sangihe, Sangihe, Sawu, Sengkang Barat, Seram, Spermonde, Sula, Sula Selatan, Sumba, Tanimbar, Teer, Timor, Tukang Besi, Weber, Weda bay dan Wetar. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada kajian ini meliputi pengumpulan data, digitasi data atau peta berbasis sistem informasi geografis, penilaian atau scoring terhadap parameter yang digunakan untuk screening dan pembobotannya, evaluasi dan analisis hasil screening dan ranking. Digitasi dilakukan pada data atau petapeta yang akan digunakan untuk screening sehingga mempunyai posisi geografis sesuai dengan posisi di permukaan bumi yang sebenarnya. Data atau peta tersebut dibedakan menjadi dua bagian, yaitu yang terkait dengan
18
data geologi dan geofisika ( G & G) dan data yang terkait dengan keberadaan data dan lokasi geografi. Data yang terkait dengan G & G yang digunakan yaitu indikasi migas, sistem petroleum, intensitas tektonik, ketebalan sedimen, tipe cekungan, umur sedimen dan jenis lempeng/basement. Sedangkan data yang terkait dengan keberadaan data di suatu cekungan dan posisi geografis meliputi data kegiatan eksplorasi, seismic lines spacing, dimensi cekungan, open area dan lokasi (onshore/offshore). Pemberian nilai dan bobot dalam rangka screening dilakukan pada setiap parameter data yang digunakan untuk screening tersebut. Scoring dan ranking dilakukan dalam dua tahap, yaitu melakukan scoring dengan berdasarkan data geologi dan geofisik sehingga diperoleh peringkat setiap cekungan. Hasil peringkat tersebut dilakukan scoring lagi untuk data 20 besar dengan berdasarkan keberadaan data dan posisi geografis. Adapun detil kriteria, nilai dan bobot setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Pertimbangan yang digunakan dalam pemberian nilai dan bobot tiap parameter merupakan hal penting akan menentukan hasil akhir. 4. HASIL DAN DISKUSI Scoring tahap I berdasarkan data geologi dan geofisika diperoleh peringkat seperti Tabel 3. Dari hasil tersebut terlihat bahwa cekungan produksi dan penemuan mendominasi dan menduduki peringkat satu sampai dengan tujuh. Hal ini terjadi karena berdasarkan data geologi dan geofisika cekungan-cekungan tersebut memenuhi kriteria tahap I. Di mana pada setiap kategori mempunyai nilai maksimal. Faktor pembeda dari cekungan tersebut terutama pada ketebalan sedimen, umur sedimen dan intensitas tektonik. Peringkat cekungan tersebut secara berurutan adalah: Cekungan Salawati, Bintuni, Laut Timor, Bone, Banggai, Seram, Makasar Selatan, Iwur, Berau, Akimeugah, Palung Aru, Memberamo, Timor, Cendrawasih, Spermonde,
M&E, Vol. 11, No. 4, Desember 2013
Topik Utama Tabel 1. Kriteria, nilai dan bobot setiap parameter untuk tahap I berdasarkan data geologi dan geofisika NO
1
PARAMETER
KRITERIA
Tidak ada Oil/gas seep Indikasi Migas (Show/Rembesan) Oil/gas show Oil/gas seep/show
2
Sistem Petroleum
3
Intensitas Tektonik
4
Ketebalan Sedimen
5
Tipe Cekungan
6
Umur Sedimen
7
Jenis Lempeng/Basement
Discovery 1 elemen 2 elemen 3 elemen 4 elemen 5 elemen Intensive Moderate Rare <1000 1000-2000 2000-3000 3000-4000 >4000 Single History Poly History Neogene Paleogene Mezozoik Paleosoik Proterozoik Oceanic Transitional Continental
Sahul, Buton, Manui, Gorontalo, Sula, Teer, Arafura, Lariang, Sangihe, Tanimbar, Weda bay, Kau Bay, Sawu, Sengkang Barat, Meervlakte, Kalosi, Tukang Besi, Biak, Wetar, Celebes, Minahasa, Obi Utara, Buru Barat, Banda, Buru, Buli Bay, Obi Selatan, Flores, Weber, Sula Selatan dan Sumba. Berdasarkan hasil scoring tahap I dilakukan seleksi lanjutan (tahap II) melalui scoring berdasarkan keberadaan data dan posisi geografis. Seleksi tahap II ini juga secara tidak
NILAI
BOBOT
1 3 6
0,25
8 10 1 2 5 8 10 1 5 10 1 4 6 8 10 1 6 1 3 5 7 10 1 3 5
0,20
0,1
0,15
0,10
0,10
0,10
langsung mempertimbangkan faktor ekonomis, yaitu lokasi onshore/offshore, di mana semakin ke arah laut dalam tentunya akan membutuhkan biaya yang besar untuk kegiatan eksplorasi migas, terutama pemboran sumur. Hal tersebut digunakan untuk membuat kriteria di mana semakin ke arah laut dalam, maka prioritas eksplorasi semakin rendah. Dasar lain yang digunakan adalah luas area terbuka (open area) dan dimensi cekungan yang dapat dilakukan untuk kegiatan eksplorasi migas. Semakin banyak area terbuka dan dimensi cekungan yang
Metode Screening dan Ranking Dalam Penentuan Lokasi Eksporasi ..... ; Tri Muji Susantoro, Herru L.S
19
Topik Utama Tabel 2. Kriteria, nilai dan bobot setiap parameter untuk tahap II berdasarkan keberadaan data dan posisi geografis
NO
PARAMETER
1
Data Kegiatan Eksplorasi
2
Seismic Lines Spacing
3
Dimensi Cekungan
4
Open Area (Wilayah Terbuka)
5
Lokasi Onshore/Offshore
KRITERIA Gravity/Aeromagnetik/Geologi Permukaan
1
Seismik Seismik dan Sumur Jarang (50 km) 10 -50 km 5- 10 km <5 km Small Medium Large Giant >50% Terisi WK MIGAS 30 – 50% Terisi WK MIGAS <30% Terisi WK MIGAS Tidak ada WK Migas Deep Offshore (200 m)
5 10 1 3 7 10 1 3 7 10 1 3 7 10 1
Shallow Offshore (<200M)
4
Offshore- Onshore Onshore- Offshore Onshore
6 8 10
besar maka peluang eksplorasi semakin besar, sehingga memudahkan dalam memilih lokasi yang akan dikaji. Keberadaan data baik regional seperti gravity, magnetik dan sesimik penting artinya untuk memulai eksplorasi migas. Berdasarkan data gravity minimal dapat diperkirakan ketebalan sedimen pada suatu cekungan. Cekungan yang dilakukan proses tahap II ini hanya dibatasi pada peringkat 1 - 20. Pengambilan data dengan peringkat 20 besar tersebut dilakukan untuk memperoleh peringkat cekungan terbaik untuk dilakukan eksplorasi di KTI. Peringkat 20 besar untuk seleksi tahap II adalah cekungan Cekungan Salawati, Bintuni, Laut Timor, Bone, Banggai, Seram, Makasar
20
NILAI
BOBOT
0,30
0,20
0,20
0,15
0,15
Selatan, Iwur, Berau, Akimeugah, Palung Aru, Memberamo, Timor, Cendrawasih, Spermonde, Sahul, Buton, Manui, Gorontalo, Sula (Tabel 4), Hasil seleksi tahap II berdasarkan keberadaan data dan posisi geografis diperoleh cekungan Banggai, Bintuni, Salawati, Makasar Selatan, Seram, Bone, Berau, Palung Aru, Cendrawasih, Laut Timor, Timor, Memberamo, Iwur, Akimeugah, Sahul, Manui, Sula, Spermonde, Buton dan Gorontalo. Hasil seleksi dengan scoring tahap II memperlihatkan bahwa cekungan Banggai, Bintuni, Salawati, Seram dan Bone merupakan cekungan produksi yang masih mempunyai peluang untuk eksplorasi migas. Area terbuka yang masih luas seperti di Banggai dan Bone menjadi kesempatan untuk
M&E, Vol. 11, No. 4, Desember 2013
Topik Utama Tabel 3. Ranking/peringkat cekungan tahap I berdasarkan data geologi dan geofisika
ID
CEKUNGAN
Indikasi migas (Shows/ Rembesan) 0.25
Petroleum System
Ketebalan Sedimen
Intensitas Tektonik
Tipe Cekungan
Umur Sedimen
Jenis Lempeng/ Basement
Nilai
1
Salawati
0.2
0.15
0.05
0.1
0.07
0.1
0.92
2
Bintuni
0.25
0.2
0.15
0.05
0.1
0.07
0.1
0.92
3
Laut Timor
0.25
0.2
0.15
0.05
0.1
0.07
0.1
0.92
4
Bone
0.25
0.2
0.15
0.05
0.1
0.05
0.1
0.90
5
Banggai
0.25
0.2
0.12
0.05
0.1
0.05
0.1
0.87
6
Seram
0.25
0.2
0.09
0.05
0.1
0.07
0.1
0.86
7
Makasar Selatan
0.25
0.2
0.15
0.01
0.1
0.05
0.1
8
Iwur
0.15
0.1
0.15
0.1
0.1
0.07
0.1
0.77
9
Berau
0.2
0.04
0.12
0.1
0.1
0.07
0.1
0.73
10
Akimeugah
0.2
0.04
0.15
0.1
0.1
0.07
0.06
0.72
11
Palung Aru
0.25
0.04
0.12
0.01
0.1
0.07
0.1
0.69
12
Memberamo
0.2
0.1
0.15
0.05
0.1
0.03
0.02
0.65
13
Timor
0.2
0.04
0.06
0.05
0.1
0.07
0.1
0.62
14
Cendrawasih
0.2
0.04
0.15
0.05
0.1
0.03
0.02
0.59
15
Spermonde
0.15
0.04
0.12
0.05
0.1
0.03
0.1
0.59
16
Sahul
0.025
0.04
0.12
0.1
0.1
0.1
0.1
0.585
17
Buton
0.15
0.04
0.015
0.1
0.1
0.07
0.1
0.575
18
Manui
0.075
0.04
0.06
0.1
0.1
0.07
0.1
0.545
19
Gorontalo
0.075
0.02
0.12
0.05
0.1
0.05
0.1
0.515
20
Sula
0.2
0.04
0.015
0.05
0.1
0.07
0.02
0.495
21
Teer
0.075
0.04
0.12
0.1
0.1
0.03
0.02
0.485
22
Arafura
0.025
0.02
0.06
0.1
0.1
0.07
0.1
0.475
23
Lariang
0.075
0.1
0.06
0.01
0.1
0.03
0.1
0.475
24
Sangihe
0.025
0.02
0.15
0.1
0.1
0.05
0.02
0.465
25
Tanimbar
0.075
0.02
0.06
0.05
0.1
0.07
0.06
0.435
26
Weda bay
0.025
0.02
0.12
0.1
0.1
0.05
0.02
0.435
27
Kau Bay
0.025
0.02
0.09
0.1
0.1
0.07
0.02
0.425
28
Sawu
0.025
0.02
0.15
0.05
0.1
0.05
0.02
0.415
29
Sengkang Barat
0.075
0.04
0.015
0.01
0.1
0.07
0.1
0.41
30
Meervlakte
0.025
0.02
0.15
0.05
0.1
0.03
0.02
0.395
31
Kalosi
0.075
0.02
0.015
0.01
0.1
0.07
0.1
0.39
32
Tukang Besi
0.025
0.02
0.06
0.1
0.1
0.06
0.02
0.385 0.385
0.86
33
Biak
0.025
0.02
0.12
0.05
0.1
0.05
0.02
34
Wetar
0.025
0.02
0.015
0.05
0.1
0.07
0.1
0.38
35
Celebes
0.025
0.02
0.06
0.1
0.1
0.05
0.02
0.375
36
Minahasa
0.025
0.02
0.06
0.1
0.1
0.05
0.02
0.375
37
Obi Utara
0.025
0.02
0.06
0.1
0.1
0.03
0.02
0.355
38
Buru Barat
0.075
0.02
0.015
0.05
0.1
0.07
0.02
0.35
39
Banda
0.025
0.02
0.06
0.05
0.1
0.07
0.02
0.345
40
Buru
0.025
0.02
0.06
0.05
0.1
0.07
0.02
0.345
41
Buli Bay
0.025
0.02
0.015
0.1
0.1
0.05
0.02
0.33
42
Obi Selatan
0.025
0.02
0.06
0.05
0.1
0.05
0.02
0.325
43
Flores
0.025
0.02
0.06
0.05
0.1
0.05
0.02
0.325
44
Weber
0.025
0.02
0.06
0.01
0.1
0.07
0.02
0.305
45
Sula Selatan
0.025
0.02
0.015
0.05
0.1
0.07
0.02
0.3
46
Sumba
0.025
0.02
0.015
0.05
0.1
0.05
0.02
0.28
Metode Screening dan Ranking Dalam Penentuan Lokasi Eksporasi ..... ; Tri Muji Susantoro, Herru L.S
21
Topik Utama Tabel 4. Peringkat cekungan untuk tahap II berdasarkan keberadaan data dan lokasi geografis NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
CEKUNGAN Banggai Bintuni Salawati Makasar Selatan Seram Bone Berau Palung Aru Cendrawasih Laut Timor Timor Memberamo Iwur Akimeugah Sahul Manui Sula Spermonde Buton Gorontalo
BOBOT 0.84 0.83 0.79 0.77 0.76 0.72 0.67 0.66 0.62 0.60 0.60 0.58 0.52 0.51 0.49 0.44 0.34 0.33 0.32 0.25
eksplorasionis mengkaji lebih detail untuk melihat peluang akumulasi migas di cekungan tersebut. Cekungan Makassar Selatan dan Laut Timor yang merupakan peringkat empat dan sepuluh merupakan cekungan yang sudah ada penemuan hidrokarbon. Pada cekungan Makassar Selatan ditemukan Lapangan Ruby Gas, sedangkan di Laut Timor ditemukan Lapangan Abadi. Cekungan-cekungan lainnya yaitu Berau, Palung Aru, Cendrawasih, Timor, Memberamo, Iwur, Akimeugah, Sahul, Manui, Sula, Spermonde, Buton dan Gorontalo secara umum berstatus cekungan yang belum ada penemuan hidrokarbon. Pada cekungan ini perlu dilakukan dengan strategi khusus sebelum melakukan
22
KETERANGAN Cekungan Produksi Cekungan Produksi Cekungan Produksi Cekungan dengan Penemuan Cekungan Produksi Cekungan Produksi Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Cekungan dengan Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan Belum Ada Penemuan
eksplorasi migas. Salah satu caranya seperti yang dijelaskan oleh Whaley (2009). Whaley (2009) menyatakan TGS-NOPEC Geophysical Company (TGS) telah melakukan kajian pada wilayah frontier Indonesia pada area lebih dari setengah juta kilometer persegi. Pada kajian tersebut dilakukan pemetaan batimetri dan pengambilan sampel dasar laut untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya seeps (rembesan). Separuh lebih dari 1.238 sampel core yang diambil mengandung hidrokarbon. Hal ini membuktikan bahwa sistem petroleum sudah bekerja di lokasi tersebut. Dinyatakan lebih lanjut dengan menggunakan data tersebut perusahaan migas dapat membedakan antara peluang dan daerah fokus seismik serta ke depannya untuk eksplorasi lebih lanjut pada area yang paling
M&E, Vol. 11, No. 4, Desember 2013
Topik Utama prospek. Menggunakan pendekatan ini yaitu integrasi data dasar laut dengan seismik akan membuka cekungan frontier untuk eksplorasi migas baru dan memungkinkan penilaian resiko yang lebih baik untuk setiap elemen sistem petroleum. 5. KESIMPULAN Penggunaan scoring dapat dilakukan untuk memudahkan proses seleksi cekungan migas yang akan dilakukan kegiatan eksplorasi. Kelengkapan data akan mempengaruhi hasil scoring, dimana semakin detail dan lengkap datanya maka hasil seleksi semakin baik. Proses scoring pada tahap pertama berdasarkan data geologi dan geofisika dilakukan untuk menghasilkan cekungan yang secara sistem petroleum memang mempunyai peluang yang besar adanya migas. Scoring tahap kedua berdasarkan keberadaan data dan posisi geografis dilakukan dengan tujuan untuk menyeleksi hasil tahap pertama yang lebih mudah dan murah untuk kegiatan eksplorasi. Hasil seleksi menunjukkan bahwa peringkat 20 besar untuk seleksi tahap II adalah cekungan Cekungan Salawati, Bintuni, Laut Timor, Bone, Banggai, Seram, Makasar Selatan, Iwur, Berau, Akimeugah, Palung Aru, Memberamo, Timor, Cendrawasih, Spermonde, Sahul, Buton, Manui, Gorontalo, Sula Ucapan Terima Kasih Terima kasih kami ucapkan kepada Ir. Sudarman Sofyan, Dr. Eko Budi Lelono, Dr. Imam B. Sosrowidjoyo dan TIM Focus Group Discussion Badan Litbang ESDM (PPPTMGB LEMIGAS & Puslitbang Geologi Kelautan) yang telah memberikan arahan dan masukkan tentang screening dan ranking untuk eksplorasi migas di Kawasan Timur Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Abiikar, A, 2013, Somalia: Potential Frontier for Oil and Gas Exploration in 2013. London, UK.
[email protected]. http:// www.rangeresources. com.au/search.asp? q=Somalia. http://dnr.louisiana.gov, 1999, Exploration: How Oil and Gas Are Found. http:// dnr.louisiana.gov/assets/TAD/education/ BGBB/5/techniques.html Kabarenergi.com, 2013, Infrastruktur Jelek dan Resiko Tinggi. Investor Enggan Eksplorasi Migas di Indonesia Timur, http:// kabarenergi.com/berita-investor-engganeksplorasi-migas-di-indonesia-timur-.html. KESDM, 2011, Peluang Investasi Sektor ESDM. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, www.esdm.go.id Migasreview.com, 2013, Tiga Sumur Eksplorasi di Wilayah Indonesia Timur Temukan Cadangan Migas, http://migasreview.com/ tiga-sumur-eksplorasi-di-wilayah-indonesiatimur-temukan-cadanganmigas.html#sthash.78FnZcCP.dpuf. Marsh, 2013, Managing Risk on the New Frontiers of Energy Exploration, Industry Perspective, Marsh Risk Management Research, Marsh & McLennan Companies. Taylor, I.L., 2004, Methods of Exploration and Production of Petroleum Resources, U.S. Geological Survey, Reston. Virginia. USA. Geology. Vol. V. Enclypodia/Encyclopadia of Life Support Systems (EOLSS). Whaley, J. 2009, A new Approach to Deepwater Frontier Exploration. Geo Expro. http:// www.tgs.com/uploadedFiles/News-nMedia_Zone/Media_Zone/ Publication_ Section /Publications/A_New_Approach_to_ Deepwater_ Frontier_ Exploration.pdf.
Metode Screening dan Ranking Dalam Penentuan Lokasi Eksporasi ..... ; Tri Muji Susantoro, Herru L.S
23