METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang dengan metode survei deskriptif-korelasional. Menurut Kerlinger dan Lee (2000), penelitian survei mengkaji populasi (universe) yang besar dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi tersebut.
Salah
satu
keuntungan
utama
dari
penelitian
survei
adalah
memungkinkannya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar. Wallace (Singarimbun & Effendi, 2006), menggambarkan penelitian survei sebagai suatu proses untuk mentransformasikan lima komponen ilmiah dengan menggunakan enam kontrol metodologis, komponen-komponen informasi ilmiah tersebut adalah: (1) teori, (2) hipotesa, (3) observasi, (4) generalisasi empiris, dan (5) penerimaan/penolakan hipotesis. Kontrol metodologis adalah: (1) deduksi logika, (2) interpretasi, penyusunan instrumen, penyusunan skala dan penentuan sampel, (3) pengukuran penyederhanaan data, dan perkiraan parameter, (4) pengujian hipotesis, inferensi logika, (5) formulasi konsep, dan (6) formulasi proposisi dan penataan proposisi. Menurut Whitney (Nazir, 1983), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Dalam penelitian ini diidentifikasi dan dianalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi penyuluh dalam menjalankan perannya sebagai penyuluh pertanian. Konsep persepsi yang digunakan adalah konsep Litterer yakni pengertian tentang peran PPL dalam penyuluhan pertanian. Hasilnya diharapkan akan memberikan gambaran keberadaan faktor-faktor tersebut serta peran-peran yang dipersepsikan oleh penyuluh pertanian dalam menjalankan tugasnya. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan April hingga Agustus 2011 di empat kabupaten Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang. Lokasi penelitian dipilih mengingat Provinsi Banten merupakan daerah pemekaran baru yang memiliki potensi pertanian yang cukup baik.
74
75
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penyuluh pertanian PNS yang ada di Provinsi Banten. Menurut data dari Kementerian Pertanian 2011, jumlah penyuluh PNS yang ada di Provinsi Banten adalah 345 orang yang tersebar di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Lebak 70 orang, Kabupaten Pandeglang 105 orang, Kabupaten Serang 92 orang, dan Kabupaten Tangerang 78 orang. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling yang diproporsikan sesuai jumlah penyuluh di masing-masing lokasi. Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1993), yaitu: N n = ------------------------1 +N Keterangan: n = besarnya sampel N = besar populasi e = batas eror (8%) Batas eror yang digunakan adalah delapan persen, sehingga dengan menggunakan rumus di atas, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 110 orang. Data jumlah sampel berdasarkan proporsi populasi di masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data sampel penelitian No 1
Lokasi Penelitian Kabupaten Lebak
Populasi (orang) 70
Sampel (orang) 22
2
Kabupaten Pandeglang
105
33
3
Kabupaten Serang
92
30
4
Kabupaten Tangerang
78
25
Jumlah
345
110
Data dan Instrumentasi Data Data yang dihimpun dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara dan pengisian kuesioner, sedangkan data sekunder merupakan data
76
yang diperoleh dari sumber-sumber terkait yang mendukung dan melengkapi data primer. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian dijelaskan secara rinci sebagai berikut: (I) Karakteristik penyuluh: (1) Umur
adalah
usia penyuluh
hingga
penelitian
dilakukan, diukur
menggunakan skala rasio dalam satuan tahun, yang dibulatkan ke tahun di tanggal ulang tahun terdekat. (2) Pendidikan adalah jumlah tahun yang ditempuh penyuluh dalam menyelesaikan proses belajar di sekolah formal, diukur menggunakan skala rasio dalam satuan tahun. (3) Masa kerja adalah jumlah tahun yang sudah dialami oleh penyuluh untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai penyuluh pertanian, diukur menggunakan skala rasio dalam satuan tahun. (4) Pelatihan adalah proses belajar yang pernah diikuti penyuluh berupa pelatihan yang relevan dengan pekerjaan sebagai penyuluh pertanian dinyatakan dalam jumlah kumulatif hari efektif pelatihan, dengan skala rasio dalam satuan hari. (5) Pendapatan adalah jumlah rupiah yang diperoleh penyuluh dalam satu bulan terakhir saat penelitian dilakukan, diukur menggunakan skala rasio dan dinyatakan dalam satuan rupiah. (II)Lingkungan fisik: (1) Kelembagaan adalah dukungan lembaga terhadap tugas dan peran yang dijalankan oleh penyuluh. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan
kategori sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (2) Makna pekerjaan adalah penilaian penyuluh terhadap pekerjaan sebagai penyuluh dan dampaknya terhadap masyarakat. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (3) Luas wilayah binaan adalah jumlah wilayah yang menjadi binaan penyuluh dalam melaksanakan perannya sebagai penyuluh. Diukur menggunakan skala rasio, kemudian dikelompokkan dengan kategori sangat rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
77
(4) Jumlah petani binaan adalah banyaknya petani yang menjadi binaan penyuluh dalam melaksanakan perannya sebagai penyuluh pertanian. Diukur menggunakan skala rasio, kemudian dikelompokkan dengan kategori sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi. (5) Pembinaan/supervisi adalah penilaian penyuluh terhadap efektivitas pembina
(keahlian
manajemennya,
pengetahuan,
kesuksesan
dan
kemampuan dalam memecahkan masalah) dan hubungan interpersonal yaitu baik-buruknya hubungan dengan pengawasnya misalnya, dapat belajar dari pengawas tersebut, bagaimana pengawas mendukungnya dan pengawas tersebut secara jujur berkeinginan untuk mendengarkan berbagai saran dan memberikan penghargaan untuk suatu
hasil bekerja yang baik. Diukur
menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (6) Pengembangan karir adalah penilaian penyuluh terhadap kesempatan pengembangan karir seperti pelatihan, pendidikan, seminar dan kegiatan pengembangan diri lainnya serta kesempatan untuk promosi atau naik pangkat. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (III) Lingkungan sosial ekonomi; (1) Lingkungan kerja adalah penilaian penyuluh terhadap kondisi lingkungan kerja termasuk kecukupan dan kemudahan akses terhadap sarana prasarana kerja. Diukur dalam skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik.. (2) Peluang kemitraan adalah potensi yang tersedia bagi penyuluh untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha yang berhubungan dengan pertanian seperti pelaku usaha sarana produksi usahatani. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (3) Akses terhadap sumberdaya ekonomi adalah keterjangkauan sumberdaya perekonomian yang berhubungan dengan usahatani padi seperti modal dan pemasaran. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan kategori, yakni:
sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik.
78
(4) Akses terhadap media adalah kemampuan penyuluh mendapatkan informasi usahatani padi yang dibutuhkan terkait tugas dan perannya sebagai penyuluh pertanian. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan kategori, yakni:
sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (IV) Motivasi: (1) Motivasi berprestasi adalah dorongan yang dimiliki penyuluh untuk meningkatkan prestasi kerjanya dalam penyuluhan pertanian padi. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (2) Motivasi berafiliasi adalah dorongan yang dimiliki penyuluh untuk terus mengembangkan diri, dorongan untuk selalu ikut serta dalam setiap kesempatan untuk maju, keinginan untuk diterima oleh orang lain dalam lingkungan kerja, dan keinginan untuk dihormati dalam lingkungan kerjanya. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan kategori, yakni:
sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (3) Motivasi kekuasaan adalah dorongan yang dimiliki oleh penyuluh untuk mendapatkan kedudukan dan kekuasaan dalam lingkungan kerjanya. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (V) Persepsi penyuluh pertanian lapang (PPL) tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi, diukur menggunakan skala Likert dengan kategori: 1, 2, 3, dan 4. Peran-peran tersebut adalah: (1) Pendidik (2) Komunikator (3) Konsultan (4) Motivator/pendorong (5) Pendamping (6) Perencana (7) Analisator (8) Ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan (9) Ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan (10) Ahli teknik pertanian
79
(11) Ahli analisis bisnis/kewirausahaan (12) Fasilitator/ahli fasilitasi. (VI)
Perilaku penyuluh pertanian lapang tentang budidaya padi sawah: (1) Pengetahuan adalah kemampuan kognitif penyuluh pertanian lapang tentang budidaya padi sawah. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi. (2) Sikap adalah penilaian penyuluh pertanian lapang tentang budidaya padi sawah. Diukur menggunakan skala ordinal, dengan kategori: sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju.
Instrumentasi Instrumen diperlukan untuk mendapatkan data yang akurat dari responden sehingga diperoleh gambaran yang tepat tentang keseluruhan populasi. Instrumen penelitian yang dibangun terdiri atas enam bagian. Bagian pertama berisi tentang karakteristik penyuluh pertanian lapang (PPL), bagian kedua tentang penggalian data lingkungan fisik, bagian ketiga tentang lingkungan sosial ekonomi, bagian keempat tentang motivasi, bagian kelima tentang persepsi PPL mengenai perannya, dan bagian keenam tentang penggalian data perilaku PPL mengenai budidaya padi sawah. Instrumentasi bagian I diukur menggunakan skala pengukuran rasio, sebagian lainnya menggunakan skala ordinal, berupa pengukuran persepsi. Teknik pengukuran persepsi dalam penelitian ini menggunakan skala Likert dengan tingkatan skor 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat
setuju).
Penggunaan
empat
tingkatan
skala
bertujuan
untuk
menghilangkan peluang responden untuk memilih nilai netral, sehingga dengan tingkatan skala tersebut dapat diperoleh data persepsi yang lebih akurat. Selain itu, kuesioner persepsi dibuat dengan menggunakan pernyataan positif dan pernyataan negatif. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas Instrumen Kesahihan atau validitas instrumen dapat diperoleh jika pertanyaanpertanyaan pada kuesioner tersebut mampu mengungkapkan apa yang ingin diukur. Upaya untuk memperoleh instrumen yang valid dilakukan dengan uji
80
validitas. Validitas yang diuji adalah validitas kerangka (construct validity). Validitas kerangka diperoleh dengan menetapkan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian, kemudian atas dasar konsep-konsep itulah disusun tolok ukur operasionalnya. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006), langkahlangkah pengujian validitas konstrak adalah sebagai berikut: (1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur. Suatu konsep selalu memiliki konstrak. Konstrak tersebut harus dicari dengan berbagai cara berikut ini: (a) Mencari definisi dan rumusan tentang konsep yang diukur, yang telah ditulis para ahli dalam literatur. Jika sekiranya telah ada rumusan yang cukup operasional untuk digunakan sebagai alat pengukur, maka rumusan tersebut dapat langsung dipakai. Bila rumusan belum operasional, maka tugas peneliti merumuskannya seoperasional mungkin. (b) Kalau sekiranya di dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi atau rumusan konsep yang diukur, maka tugas penelitilah untuk membuat definisi dan rumusan konsep tersebut. Untuk lebih mematangkan definisi dan rumusan tersebut, peneliti harus mendiskusikannya dengan para ahli lain. Pendapat para ahli lain ini kemudian disarikan ke dalam bentuk rumusan yang operasional. (c) Menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur. Dari jawaban yang diperoleh, peneliti dapat membuat kerangka konsep dan kemudian menyusun pertanyaan yang operasional. (2) Melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada sejumlah responden. (3) Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi product moment Pearson, yang rumusnya sebagai berikut: N(∑XY) – (∑X ∑Y) r = ----------------------------------------------√ [N∑X2 – (∑X)2] [N∑Y2 – (∑Y)2] Keterangan: r = koefisien korelasi product momentPearson N = Jumlah pengamatan dari masing-masing variabel X = mean dari variabel X Y = mean dari variabel Y
81
Untuk memudahkan penghitungan, digunakan program SPSS versi 18. Hasil uji validitas tersaji pada Lampiran 2, yang menunjukkan instrumen penelitian dinyatakan valid dengan nilai koefisien validitas di atas 0,60. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana
suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Alat ukur bila dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut reliabel.
Reliabilitas menunjukkan
konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama (Singarimbun dan Effendi, 2006). Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah dengan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (Marzuki et al., 2000) dengan formula: Σσi2
k r =
(1 k–1
) σ
2
Keterangan: r = Koefisien reliabilitas yang dicari k = Jumlah butir pertanyaan (soal) σi2 = Varians butir pertanyaan (soal) σ2 = Varians skor tes Tingkat reliabilitas instrumen ditentukan berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 – 1 (Azwar, 2003). Adapun nilai hasil uji reliabilitas dikelompokkan sebagai berikut: (1) Kurang reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,00 – 0, 20 (2) Agak reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,21 – 0,40 (3) Cukup reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,41 – 0,60 (4) Reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,61 – 0,80 (5) Sangat reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,81 – 1,00 Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen penelitian secara keseluruhan berada pada alpha = 0,976. Dengan demikian instrumen
82
penelitian dinyatakan sangat reliabel. Data hasil analisis reliabilitas terlampir pada Lampiran 2. Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur menggunakan kuesioner sebagai alat untuk memperoleh data. Selain itu, dilakukan wawancara mendalam kepada beberapa informan untuk mendapatkan data pendukung. Kegiatan pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dibantu tenaga enumerator. Adapun proses pengumpulan data, sumber data, dan teknik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Sumber data dan teknik pengumpulan data penelitian No 1 2
Data dan Informasi yang Ingin Diperoleh Demografi wilayah
3
Data penyuluh pertanian lapang Karakteristik penyuluh
4
Kelembagaan
5
Makna pekerjaan
6
Luas wilayah binaan
7
Jumlah petani binaan
8
Pembinaan dan supervisi
9
Pengembangan karir
10
Lingkungan kerja
11
Peluang kemitraan
12 13
Akses terhadap sumberdaya ekonomi Akses terhadap media
14
Motivasi
15
Persepsi penyuluh tentang perannya
Sumber Data/Informasi Pemprov Banten, Pemda Kabupaten Pemprov Banten, Pemda Kabupaten Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL)
Teknik Pengumpulan Data Studi dokumentasi Studi dokumentasi Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara, pengisian kuesioner
83
Analisis Data Analisis data yang terkumpul menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Untuk analisis statistik deskriptif menggunakan frekuensi, persentase, rataan skor, total rataan skor dan tabulasi silang, kemudian dilakukan analisis statistika inferensial untuk melihat hubungan antar variabel terikat dengan variabel bebas adalah dengan menggunakan analisis korelasi rank Spearman (Siegel, 1994). Untuk memudahkan pengolahan data digunakan program SPSS versi 18. Selain itu, untuk menentukan prioritas strategi pengembangan peran penyuluh pertanian digunakan analisis SWOT dan analisis AHP. Menurut Rangkuti (2008), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi korporasi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities),
namun secara
bersamaan
dapat
meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) analisis data, dan (3) pengambilan keputusan. Pengumpulan data dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti penyuluh, LSM, ketua kelompok tani, dan pemerintah setempat. Analisis berjenjang (analytic hierarchy process/AHP) bertujuan untuk menentukan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analisis secara berjenjang dan terstruktur atas variabel keputusan (Dermawan, 2009).