METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN WA L I S O N G O SEMARANG
Oleh: ZAENAL ARIFIN NIM: 3 1 0 2 2 3 4
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008
TANDA TERIMA NASKAH UJIAN MUNAQOSAH
Nomor
Nama Penguji
1
Dra.Siti Mariyam, M.Pd.
2
Anis Sundusiyah, M.A.
3
Ahmad Muthohar, M.Ag.
4
Abdul Kholiq, M.Ag.
Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH
IAI N WALISON GO SE M AR AN G
Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka km. 2 ngaliyan Semarang 50159 Telp. (024) 7601295
PENGESAHAN Nama
: Zaenal Arifin
NIM
: 3102234
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi : METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung) Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal : 25 Juli 2008 _________________ dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) guna memperoleh gelar Sarjana dalam ilmu Tarbiyah. Semarang, 16 Agustus 2008 Penguji Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dra.Siti Mariyam, M.Pd. NIP. 150 257 372
Anis Sundusiyah, M.A. NIP. 150 327 114
Penguji I
Penguji II
Ahmad Muthohar, M.Ag. NIP. 150 276 929
Abdul Kholiq, M.Ag. NIP. 150 279 762
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. NIP.150 231 369
Ahmad Mahgfurin, M.Ag.,M.A NIP. 150 302 217
BLANKO BUKTI PENYERAHAN SKRIPSI
Nama
: ZAENAL ARIFIN
NIM
: 3102234
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Benar-benar telah menyerahkan skripsi pada
Penguji I Tanta tangan
Ahmad Muthohar, M.Ag. NIP. 150 276 929
Penguji II Tanta tangan
Abdul Kholiq, M.Ag. NIP. 150 279 762
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. NIP.150 231 369
Ahmad Mahgfurin, M.Ag.,M.A NIP. 150 302 217
Perpustakaan Institut Tanta tangan
Perpustakaan Fakultas Tanta tangan
Lokasi Penelitian Tanta tangan
Semarang, 16 Agustus 2008
MOTTO
ﻢ ﻋﻈِﻴ ﺮ ﺟ ﹶﺃﺪﻩ ﻨﻪ ِﻋ ﻭﹶﺃﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻨ ﹲﺔﺘﻢ ِﻓ ﺩ ﹸﻛ ﻭﻟﹶﺎ ﻭﹶﺃ ﻢ ﺍﹸﻟ ﹸﻜﻣﻮ ﺎ ﹶﺃﻧﻤﻮﺍ ﹶﺃﻋﹶﻠﻤ ﺍﻭ (28 : )ﺍﻻﻨﻔﺎل “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar” 1
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995), hal. 264.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan maunahNya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Uswatun Hasanah Nabi Muhammad SAW, Rasulku adalah ittiba’ yang setia menerima diriku menjadi umatnya. Shalawat dan salam mudah-mudahan terlimpah kan kepadanya. Semoga kita termasuk umat yang mendapat syafa’atnya kelak di yaumul akhir. Amien. Berkat karunia dan ridha Allah SWT, penulis telah menyelesaikan Skripsi dengan judul Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Komunitas (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung). Skripsi ini di susun dengan sungguhsungguh sehingga berwujud seperti sekarang ini. Pada waktu penyusunannya, banyak pihak terlibat di dalamnya baik langsung atau tidak langsung. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih atas andil beratnya dalam mencari dan menelusuri sumber kajian penelitian ini. Berikut ini ada beberapa pihak yang tidak bisa dilewatkan dalam ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya mengingat sifatnya yang khusus, yaitu: 1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Ed selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. selaku Pembimbing I dan Ahmad Mahgfurin, M.Ag.,M.A. selaku Pembimbing II yang telah arahan, memberikan masukan dan solusi yang diperlukan selama proses penelitian dan pembuatan skripsi ini. 3. Bapak Mulyoto selaku Kepala Desa Gesing, Bapak Sumarno selaku tokoh masyarakat dan terima kasih juga kepada seluruh masyarakat Desa Gesing khususnya keluarga muslim (Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman) yang telah membantu memberikan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Kepada Bapak-Ibu, kakak dan adik-ku tercipta yang telah senantiasa memberi dorongan baik moril maupun spiritual dalam penyusunan skripsi ini 5. Teman-temanku di Koperasi Mahasiswa “Walisongo” yang juga senantiasa menemaniku, terima kasih atas kebersamaannya.
6. Sahabat-sahabat PMII Cabang Kota Semarang; Zen, Huda, Asep, Evi, Izaty, De-mokar, Handiq, Ritono, Irzal, Udin, Shabiq dan sahabat-sahabat lainnya, yang telah memberi kesempatan dan motivasi pada saya dalam proses penulisan skripsi ini. Kepada semuanya penulis sampaikan terima kasih disertai do’a semoga amal baiknya diterima disisi Allah SWT. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat adanya.
Semarang, 14 Juli 2008
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii HALAMAN MOTTO ........................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................
v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii ABSTRAK ............................................................................................................ xi PERNYATAAN .................................................................................................... xii
BAB I ..................................................................................................................... : ................................................................................................................................ PENDAHUL UAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Penegasan Istilah ...........................................................................
4
C. Rumusan Masalah .........................................................................
6
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi ..........................................
7
E Telah Pustaka ................................................................................
8
F. Metodologi Penulisan Skripsi ....................................................... 10
BAB II
:
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
A. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ............................................. 17 1. Dasar Pendidikan Akhlak ....................................................... 17 2. Tujuan Pendidikan Akhlak ...................................................... 17 3. Aspek Pendidikan Akhlak ....................................................... 24 4. Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga ............................. 26 B. Metode Pendidikan Akhlak ........................................................... 30 1. Pengertian Metode .................................................................. 30 2. Pengertian Pendidikan Akhlak ................................................ 32
3. Beberapa Pendapat Tentang Metode Pendidikan Akhlak ...... 34
BAB III : DESKRIPSI TENTANG METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA A. Gambaran Umum Desa Gesing ....................................................... 47 1. Letak Geografis Desa .............................................................. 47 2. Monografi dan Demografi Desa .............................................. 48 3. Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................ 52 4. Keadaan Sosial Budaya ........................................................... 52 5. Keadaan Sosial Keagamaan .................................................... 52 6. Lembaga Pemerintahan dan Lembaga Desa ........................... 53 B. Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Lingkungan Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung ............................................................... 55
BAB IV : ANALISIS METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK KELUARGA
DALAM
A. Efektifitas Metode ......................................................................... 62 1. Segi Psikologis ....................................................................... 63 2. Segi Sosiologis ....................................................................... 65 3. Segi Religius ........................................................................... 66 B. Implikasi Metode ........................................................................... 68 1. Implikasi Terhadap Keluarga .................................................. 68 2. Implikasi terhadap sekolah ...................................................... 69 3. Implikasi terhadap masyarakat ................................................ 70 BAB V :
KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 72 B. Saran-saran .................................................................................... 73 C. Penutup .......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada : Ayahanda dan Ibunda tercinta serta Keluarga yang senantiasa mengasuh dan membimbing serta mencurahkan kasih sayang dan do’anya. Pak De dan Mbok De, Pak Lek dan Mak Lek; terima kasih atas segala pengorbanannya selama ini, semoga menjadi amal saleh dan diridlai oleh Allah SWT. Kakakku dan adik-adikku tersayang yang telah memberikan dorongan dan motivasi serta do’anya. Sahabat-sahabat sejatiku, senasib dan seperjuangan satu angkatan khususnya paket e’, terima kasih atas semangatmu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mulai Rayon Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang sampai Cabang Kota Semarang yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
NOTA PEMBIMBING Lampiran : 5 Eksemplar
Semarang, 14 Juli 2008
Hal
Kepada Yth.
: Naskah Skripsi a.n. sdra :
Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah
Zaenal Arifin
IAIN Walisongo Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah kami mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: Zaenal Arifin
NIM
: 3102234
Jurusan : Pendididikan Agama Islam/PAI Judul
: METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
Dengan
ini
kami
mohon
agar
naskah
skripsi
saudara
tersebut
dapat
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag.
Ahmad Mahfurin, M.Ag.,M.A
NIP.150 231 369
NIP. 150 302 217
ABSTRAK
Zaenal Arifin (Nim : 3102234). Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Komunitas Kristen (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung) Penelitian ini bertujuan untuk : 1).Mengetahui dan memaparkan metode pendidikan ahklak anak dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung; 2).Untuk menelaah secara kritis terhadap metode pendidikan ahklak anak dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan metode Deskriptif Analisis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pendidikan akhlak sebaiknya diberikan kepada anak sedini mungkin, agar anak dalam hidupnya mempunyai akhlak yang baik. Dan pemberi informasi yang awal tentang pendidikan akhlak itu adalah orang tua (ayah dan ibu). Sebab ia merupakan pembentuk karakter anak. Oleh karena itu orang tua harus mengusahakan membentuk lingkungan yang dapat dijadikan teladan bagi anaknya, meskipun faktor hereditas juga berperan. Pendidikan akhlak harus menggunakan teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal. Untuk itu dibutuhkan dukungan faktor, seperti pendidik, anak didik, metode, dan tujuan. Metode yang digunakan oleh keluarga (orang tua) dalam mendidik anaknya sebagaimana yang diterapkan pada keluarga yang berada di lingkungan komunitas Kristen dalam mendidik akhlak putra-putrinya adalah sebagai berikut : a). Pendidikan dengan keteladanan (Uswatun Khasanah); b). Pendidikan dengan nasihat (Mauidhoh Khasanah); c). Pendidikan dengan pembiasaan; dan d). Pendidikan dengan pengawasan. Metode-metode pendidikan akhlak yang dilakukan pada keluarga muslim itu efektif. Hal ini dapat ditinjau dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius. Secara psikologis yaitu anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi. Untuk itu bagi orang tua (pendidik) agar dapat memberikan keteladanan, nasehat, dan semangat bagi anak-anaknya. Dari perspektif sosiologi, bahwa manusia merupakan manusia yang mendidik dan harus dididik. Anak harus dididik agar perkembangannya berjalan secara wajar. Tinjauan religius yaitu orang tua harus menjaga amanat dari Allah SWT. Sebaik mungkin. Karena keselamatan keluarganya berada dalam tanggung jawabnya.
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa bumi manusia ini hanyalah satu, sementara penghuninya terkotak-kotak kedalam berbagai suku, agama, ras, bangsa, profesi budaya dan golongan. Mengingkari kenyataan adanya pluralitas ini sama halnya dengan mengingkari kesadaran kognitif kita sebagai manusia. Begitu juga ketika kita bicara agama, kata agama selalu tampil dalam bentuk plural (religions). Di balik pluralitas itu terdapat
ciri
umum
yang
sama,
yang
menjadi
karakter
agama.
Membayangkan bahwa dalam kehidupan ini hanya terdapat satu agama, tampaknya hanya merupakan ilusi dan impian semata. Dan memang yang diperlukan manusia bukanlah menjadi satu dan sama dalam hal agama, tapi bagaimana mensikapi pluralitas agama itu secara dewasa dan cerdas.1 Kenyataan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita sekarang ini tidak bisa di pungkiri, banyak kejadian-kejadian anarkis, bentrok antar masa yang menjadi pemicu salah satunya adalah terkait dengan isu SARA. Konflik agama semacam ini memang meningkat setelah rezim orde baru (Soeharto) jatuh.2 Sejarah juga menyebutkan bahwa relasi antara muslim dengan nasrani diagambarkan sebagai hubungan yang mudah pecah (fragile relation). Artinya, sumbu perpecahan dan konflik yang melibatkan masyarakat muslim dan nasrani diwilayah nusantara sangat mudah meledak walupun hanya dipicu oleh persoalan-persoalan sepele yang bernuansa sentimen agama.3 Merebaknya konflik yang ada di tengah masyarakat ternyata tidak hanya berkembang pada di intra agama seperti di intra umat Islam atau intra umat Kristen, tetapi juga antar agama seperti Islam versus Kristen. Ini tentunya bisa mengganggu kerukunan umat beragama di Indonesia yang selama ini terus diupayakan oleh para tokoh dan penganut agama.4
1
Munawar Ahmad Anees dkk, Dialog Muslim Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2000),
hlm.v. 2 Azyumardi Azra, Dialog Emansipatoris Untuk Kerukunan Umat Beragama dalam Opini Seputar Indonesia, 1 Agustus 2008, hlm.5. 3 Untuk lebih jelasnya baca Abdul Khaliq dkk, Peran Sosial Gereja Dalam Konteks Relasi Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal Semarang, (Semarang; Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang), 2007. 4 1 Ibid.
2 Melihat pada perbedaan agama khususnya Islam dan Kristen adalah dua di antara agama-agama besar di dunia. Kedua agama tersebut menjadi landasan bagi peradaban-peradaban dunia yang pernah ada. Lebih dari itu, akar sejarah Islam dan Kristen berasal dari nabi yang sama yaitu Nabi Ibrahim. Dalam sejarah agama, Islam, Kristen dan Yahudi dikelompokkan kedalam apa yang disebut dengan agama-agama Ibrahim (Abrahamic Religions). Secara teologis, agama-agama Ibrahim di ciri khasi dengan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa (monoteisme), meskipun ketiga agama tersebut mempunyai konsep monoteisme yang berbeda-beda. Oleh karena itu, monoteisme ini dapat dianggap sebagai titik temu agama-agama Ibrahim.5 Agama Islam merupakan kelanjutan dari agama Kristen dan Yahudi. Islam tidak mengklaim sebagai agama baru. Islam menegaskan apa yang telah dibawa agama Kristen dan Yahudi Islam mengakui kebenaran dan keabsahan agama tersebut untuk membawa umatnya menuju keselamatan. Dengan pengakuan ini, Islam mendesak penganutnya untuk menjadi bagian dari pengakuan itu, artinya adalah menjadi kewajiban kaum muslim untuk menyatakan keimanan mereka pada agama-agama tersebut. Al-qur’an sebagai kitab suci umat Islam, tidak pernah membatalkan agama-agama sebelumnya.6 Menilik pada kehidupan di masyarakat yang ada sekarang ini banyak lingkungan antar umat beragama hidup berdampingan, meskipun mereka lebih mengedepankan nilai-nilai agama yang mereka anut tetapi unsur kebersamaan dan toleransi antar mereka juga menjadi suatu hal yang penting dan patut untuk di jaga. Terlebih dalam setiap agama tidak ada yang mengajarkan agar umatnya saling bertengkar, membenci, menghasut dan menyuruh kepada hal yang menyesatkan. Sebagai contoh dalam agama Islam dan Kristen, kedua agama ini adalah agama-agama moral, yakni keduanya mendefinisikan hubungan manusia-Tuhan dalam ketentuan-ketentuan moral, bukan ketentuan kultik
5 Mahmud Mustafa Ayoub, Mengurai Konflik Islam-Kristen, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hlm.v. 6 Ibid.
3 atau agnostik.7 Konsep ajaran yang ada dalam agama untuk mengedepankan prilaku baik terhadap sesama sepatutnya dibina dan dikembangkan, sehingga proses komunikasi dan toleransi antar umat beragama akan terwujud. Disamping itu hal itu juga tidak lepas dari apa yang telah diatur dalam pancasila dan undang-undang dasar 1945 sebagai aturan yang berlaku di negara ini. Kembali pada kehidupan masyarakat kita, bahwa proses kehidupan yang terjadi dimasyarakat juga tidak bisa lepas dengan dunia pendidikan yang diterapkan di masyarakat. Pendidikan merupakan masalah penting dalam kehidupan manusia. Ia tidak dapat di pisahkan dari kehidupan baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Pada dasarnya pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi atau kemampuan individu sebagai manusia sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidup.8 Dengan demikian pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan hitam putihnya manusia dan keberadaan akhlak juga menjadi kualitas manusia. Artinya, baik buruknya akhlak merupakan salah satu indikator berhasil atau tidaknya pendidikan. Para ahli pendidikan membagi lingkungan pendidikan menjadi tiga bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.9 Ketiga lingkungan ini bagaikan mata rantai yang tidak dapat dihilangkan dan saling mempengaruhi, serta harus saling bekerja sama demi keberhasilan pendidikan anak secara optimal. Suatu proses pendidikan akan berhasil apabila di antara komponen yang ada (keluarga, sekolah, dan masyarakat) tersebut saling bekerja sama. Di antara ketiga komponen tersebut yang mempunyai pondasi terpenting adalah keluarga. Keluarga merupakan arsitektur bagi pembentukan pribadi anak.10 Waktu anak banyak berkumpul dengan keluarganya. Pola tingkah laku, pikiran, sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang hampir sama 7
Munawar Ahmad Anees dkk, Op.cit, hlm.69. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm. 2. 9 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hlm. 118. 10 J. Drost, SJ, tt, Willie Koen (ed), Menjadi Pribadi Dewasa dan Mandiri, (Yogyakarta: Kanisius,1993), hlm. 19. 8
4 pada anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, tradisi kebiasaan sehari-hari baik sikap hidup, cara berfikir, dan filsafat hidup keluarga itu sangat besar pengaruhnya dalam proses membentuk tingkah laku dan sikap anggota keluarga, terutama anak-anak.11 Hal ini disebabkan anak-anak merupakan peniru ulung yang sangat tajam baik melalui penglihatan, pendengaran dan tingkah laku lainnya dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Apabila lahan peniruan itu bagus, maka anak akan tumbuh sesuai dengan harapan orang tuanya yaitu anak yang mempunyai akhlak yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam dan sesuai dengan aturan sosial masyarakat. Dan sebaliknya, jika lingkungan peniruan itu jauh dari nuansa ajaran agama Islam dan tidak menghargai aturan masyarakat yang ada, maka dengan sendirinya anak akan terbentuk seperti yang ada di lingkungan dimana ia bertempat tinggal. Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Contoh yang terdapat pada prilaku dan sopan santun orang tua dalam hubungan dan pergaulan antara ibu dan Bapak, perlakuan orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Kemudian untuk membentuk akhlak mulia dan menumbuhkan anak mengenal kebajikan, mengingini kebaikan, serta mengamalkan secara nyata, di samping itu mengenal keburukan dan akibat-akibatnya, serta keberanian dan kemampuan melawannya adalah tujuan yang hendak dicapai oleh pendidik di dimanapun. Dan dasar yang paling kuat untuk membentuk akhlak mulia terletak di dalam keluarga. Maka dari itu ibu dan bapak harus dapat bekerjasama dengan dalam mendidik anak-anaknya supaya anak dapat berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Melihat pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bangsa Indonesia di kenal sebagai sosok bangsa pluralistik yang memiliki berbagai nuansa kemajemukan yang mewujud dalam kelompok-kelompok etnis dengan kekhasan latar belakang bahasa daerah, tradisi, adat istiadat, seni, budaya, dan agama.12 Salah satunya adalah perbedaan agama, daimana kita 11
Kartini Kartono dan Jenny Andri, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 167. 12 Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002), hlm. 229.
5 dapat mengambil sebuah hikmah positif bahwa sebagai warga Negara yang baik kita akan berlomba dalam melakukan kebajikan dan tidak saling bermusuhan. Selain itu dalam perspektif Islam dasar-dasar untuk hidup bermasyarakat yang pluralistik secara religius, sejak semula memang telah dibangun13 sehingga pertentangan-pertentangan yang tidak membawa pada sebuah kerukunan layak dihindarkan. Adanya sebuah lingkungan masyarakat yang berbeda agama menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga muslim untuk dapat menjaga prilaku atau akhlak anak-anaknya dan sekaligus agama yang dianutnya. Terlebih dalam keluarganya dimana seorang anak akan dididik dan diarahkan agar mempunyai akhlak yang sesuai dengan ajaran yang ada dalam Islam. Contoh tersebut dapat dilihat pada Desa Desa Gesing14, salah satu Dusun di Desa tersebut dihuni oleh penduduk yang mayoritas beragama Kristen. Meski demikian kehidupan masyarakat di sana berjalan harmonis. Kerukunan antar agama pun seolah tidak ada masalah yang berarti. Namun demikian perasaan kurang nyaman dalam melakukan aktivitas agama tampak kurang bebas dan leluasa layaknya masyarakat Islam yang berada dalam lingkungan mayoritas.15 Berangkat dari latar belakang di atas, penulis tertarik meneliti tentang Metode Pendidikan Ahklak Anak Dalam Keluarga Muslim di Lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung.
B. Penegasan Istilah Sebelum membahas lebih lanjut dalam penyusunan skripsi ini dan untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap judul skripsi ini, maka
13
Tarmizi Taher, Agama Dalam Transformasi Bangsa, (Jakarta : Hikmah, 2003) , hlm. 48. Desa Gesing terdiri dari Sembilan Rw (Rukun Warga) dan sembilan Rw tersebut masuk kedalam sembilan Dusun:: 1). Dusun Ploso, 2). Dusun Patemon, 3). Dusun Sarangan, 4). Dusun Gesing, 5). Dusun Maluwih, 6). Dusun Giyanten, 7). Dusun Delok, 8). Dusun Sodong, 9). Dusun Madureso dan dari sembilan dusun tersebut yang warga non muslim (Kristen) mendominasi adalah dusun gesing. Dari data yang ada menyebutkan jumlah penduduk di dusun tersebut adalah 927 orang. Dari jumlah tersebut 282 orang beragama Islam sedangkan yang beragama Kristen sejumlah 645 orang, Diambil dari: Keterangan Data Kelurahan Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung, 3 Maret 2008. 15 Hal tersebut di ungkapkan oleh Bpk. Sumarno selaku tokoh masyarakat yang dalam hal ini beragama Islam, di Dusun Gesing Desa Gesing, wawancara pada tgl 3 Maret 2008. 14
6 penulis perlu menguraikan istilah-istilah yang dianggap penting untuk menghindari kesalah pahaman dalam skripsi ini. 1. Metode Metode berasal dari bahasa Inggris “Methode” yang berarti cara atau lebih luasnya adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.16 2. Pendidikan Akhlak Menurut John Dewey, secara etimologi pendidikan adalah: “Etymologically, the word education means just a process of leading or bringing up”.17 Artinya: “Secara etimologi, kata pendidikan berarti jalan atau cara untuk memimpin atau membimbing”. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan di artikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.18 Sedangkan kata akhlak berasal dari bahasa Arab jamak dari khuluq yang berarti “budi pekerti, perangai, tingkah laku”.19 Pengertian tersebut diambil dari al-Qur’an:
(4 :ﻴ ِﻢ )ﺍﻟﻘﻠﻢﻋ ِﻈ ﻠﹸ ٍﻖﻌﻠﹶﻰ ﺧ ﻚ ﹶﻟ ﻧﻭِﺇ Artinya: Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS. Al-Qalam: 4)20 Pendidikan
Akhlak
adalah
“pendidikan
yang
berorientasi
membimbing dan menuntun kondisi jiwa khususnya agar dapat menumbuhkan akhlak dan kebiasaan yang baik sesuai dengan aturan akal manusia dari syariat agama.”21 3. Anak 16
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, hlm. 232. 17 John Dewey, Democracy and Education, (New York, The Mucmilian Company, 1964), hlm. 10. 18 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), cet.pertama ed.3, hlm. 263. 19 Hamzah Ya’kub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 11. 20 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995), hlm. 960. 21 Fakultas Tarbiyah, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal, 97.
7 Anak adalah keturunan yang kedua.22
Berdasarkan
masa
periodisasi perkembangannya dapat dibagi menjadi 3 yaitu : Masa bayi 0-1 tahun (periode fital), Masa kanak-kanak 0-5 tahun (periode osteris), Masa anak sekolah yaitu berumur +6-12 tahun.23 Pengertian anak di sini penulis batasi yaitu masa kanak-kanak yang menurut Zakiah Daradjat adalah manusia yang berumur 0-12 tahun.24 4. Keluarga Keluarga adalah “suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama
atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga”.25 Sedangkan secara paedagogies keluarga diartikan sebagai lembaga pertama dan utama yang dialami seseorang di mana proses belajar yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu.26
5. Komunitas Komunitas adalah kelompok organisme (orang) yang hidup dan berinteraksi di daerah tertentu: masyarakat,27 sedangkan komunitas yang di maksud dalam penelitian ini adalah komunitas masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama kristen.
C. Rumusan Masalah Masalah adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada dalam kenyataan.28 Permasalahan dalam suatu penelitian perlu dikemukakan sebab akan membatasi pembahasan, sehingga analisis data tidak
22
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, , op. cit., hlm. 30.
23
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosdakarya, 2003), hlm. 56. 24 Zakiah Daradjat, Pembinaan mental keagamaan dalam keluarga,dalam Sumarsono, Skon dan Risman Musa (eds), Keluarga sakinah, ditinjau dari aspek iman dan ibadah, (Jakarta :BKKBN, 1982), hlm. 17 . 25 Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan Konseling Keluarga, (Yogyakarta, ,Menara Mas Offset 1994), hlm. 11. 26 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 64. 27 Hasan Alwi, Op.cit,hlm.586. 28 Yatim Raharjo, Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar, (Surabaya: SIE, 1996), hlm. 1.
8 akan meluas. Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, adalah: 1. Bagaimanakah relasi antara Islam dan Kristen di Dusun Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung ? 2. Bagaimanakah pendidikan agama anak pada kelurga muslim Dusun Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung ? 3. Bagaimankah metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung ?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui relasi antara Islam dan Kristen di Dusun Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. 2. Untuk mengetahui pendidikan agama anak pada kelurga muslim Dusun Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung 3. Untuk mengetahui dan memaparkan metode pendidikan ahklak anak dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Sedangkan hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi manfaat baik dalam kehidupan masyarakat, maupun untuk khazanah perpustakaan, antara lain: 1. Dapat memberi sedikit masukan kepada pembaca dalam membina dan menumbuhkembangkan pendidikan akhlak. 2. Penelitian ini dapat menghasilkan rumusan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak. 3. Menerapkan nilai-nilai akhlak pada diri masing-masing terutama pada Tuhannya sesuai anjuran al-Qur’an sehingga diharapkan agar tercipta suasana yang kondusif dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkepribadian luhur yang di jiwai keimanan dan ketakwaan, sehingga nantinya akan tercipta kehidupan masyarakat aman, tenteram dan damai dalam ridha-Nya.
9
E. Telaah Pustaka Banyak sekali buku yang membahas mengenai akhlak maupun pendidikan anak, sebagai pedoman penulis menggunakan beberapa buku yang dapat dijadikan referensi di antaranya adalah buku “Manhaj Pendidikan Anak Muslim” bukunya Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa yang diterjemahkan oleh Abdillah Obid dan Yessi HM, buku ini menjelaskan berbagai macama metode pembinaan prilaku anak muslim, dengan mengarahkan anak tersebut untuk menjadi generasi terbaik ditengah-tengah masyarakat, melindungi anak muslim dari berbagai aliran dari ajaran-ajaran Islam. Kemudian buku “Pengantar Studi Akhlak” bukunya Zahrudin AR, dalam buku ini dijelaskan bagaiman pentingnya sebuah akhlak dalam kehidupan. Dengan mempelajari ilmu akhlak yang nantinya tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri (seseorang) melainkan juga sangat menentukan tata kehidupan suatu masyarakat, bahkan kehidupan berbagsa dan bernegara. Berdasarkan hasil survei kepustakaan yang penulis lakukan ada beberapa penelitian yang mengkaji tentang pendidikan akhlak terutama pendidikan akhlak pada anak, Penelitian tersebut di antaranya: Penelitian A. Bahaudin (3197221) mahasiswa Fafkultas Tarbiyah angkatan 1997 yang berjudul : “Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan Tentang Metode Moral Anak Dalam Keluarga”. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa : Pendidikan moral harus diberikan kepada anak sedini mungkin, agar anak dalam hidupnya mempunyai moral yang baik. Ulwan berpendapat bahwa pendidikan moral harus menggunakan teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal. Untuk itu dibutuhkan dukungan faktor, seperti pendidik, anak didik, metode, dan tujuan. Menurut Ulwan, metode yang harus digunakan oleh para pendidik termasuk orang tua sebagaimana yang diterapkan oleh Rasulullah saw. dalam mendidik putra-putri dan para sahabatnya, adalah : Pendidikan dengan keteladanan, Pendidikan dengan adat kebiasaan, Pendidikan dengan nasihat, Pendidikan dengan memberikan perhatian, Pendidikan dengan memberikan hukuman. Skripsi Mustaqim (3199045) mahasiswa Fafkultas Tarbiyah angkatan 1999 dengan judul : “Metode Pembiasaan dalam Pendidikan Akhlak Bagi Anak
(Telaah
Psikologi
Perkembangan)”
dari
hasil
penelitiannya
10 disimpulkan bahwa : Penggunaan metode pembiasaan dalam pendidikan anak adalah dengan menanamkan nilai moral dan akhlak oleh orang tua kepada anak dengan berbagai latihan-latihan dan pembiasaan yang bersifat kontinyu dan dimulai sejak anak baru dilahirkan. Karena penanaman dan penerapan metode pembiasaan pendidikan akhlak perlu penerapan merupakan dimensi praktis dalam upaya pembentukan (pembinaan) dan persiapan anak untuk menghadapi berbagai persoalan baik agama maupun hidup bermasyarakat. Konsep
Pembiasaan
dalam
pendidikan
akhlak
adalah
dengan
menerapkan pendidikan akhlak yang sudah terbiasakan oleh anak menjadi suatu perbuatan yang sudah terbiasa, sehingga kebiasaan tersebut menjadi mapan serta relatif otomatis melalui pengulangan yang terus menerus. Proses penanaman pendidikan akhlak dengan menggunakan pendekatan metode pembiasaan dapat dilakukan dengan melihat dan menyesuaikan tingkat perkembangan maupun periodisasi anak. Dan pembiasaan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak dapat dimulai sejak anak baru dilahirkan yang biasa disebut periode bayi (usia 0-2 tahun), periode kanakkanak (usia 3-5 tahun), periode anak (6-12 tahun). Sebagai salah satu contohnya dalam menanamkan dan membiasakan bayi baru dilahirkan adalah dengan menanamkan nilai-nilai ke-Tuhanan kepada anak dengan disunahkan agar bayi di adzankan dan di iqamahkan, setelah itu dicukur rambutnya kemudian diberi nama. Setelah anak dilahirkan maka anak tersebut tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, pembiasaan selanjutnya adalah penanaman nilai pendidikan akhlak secara praktis yang berhubungan langsung antara interaksi anak dan masyarakat. Serangkaian peristiwa tersebut menandakan bahwa nilai-nilai pendidikan terutama pendidikan akhlak dapat dilaksanakan dengan melihat tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
F. Metodologi Penulisan Skripsi Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif,
dimana penelitian ini mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga. Bogdam dan Tylor dalam Moleong mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
11 menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini mengarah pada latar belakang dari individu tersebut secara holistik (utuh). Sehingga dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, akan tetapi perlu memandang nya sebagai bagian dari suatu keutuhan.29 Proses penelitian kualitatif bersifat siklus, artinya penelitian dilakukan berulang-ulang. Jumlah periode pengulangan tergantung pada tingkat kedalaman dan ketelitian yang dikehendaki, untuk itu makin lama penelitian akan semakin terfokus pada masalah yang sebenarnya terjadi pada objek atau subjek penelitian. Dengan dilakukannya penelitian secara berulang-ulang pada objek atau subjek yang sama, tetapi setting informasi yang objektif, valid, dan konsisten. Dengan demikian masalah penelitian yang sebenarnya terjadi pada objek atau subjek penelitian dapat terjawab.30 Disini penulis menggunakan jenis penelitian studi kasus yang memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang diselidiki terdiri dari satu unit (satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai kasus. Karena sifat yang mendalam dan mendetail itu, studi kasus umumnya menghasilkan gambaran yang “Longitudinal”, yakni hasil pengumpulan dan analisa data kasus dalam satu jangka waktu. Kasus dapat terbatas pada satu orang, satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa, satu desa ataupun satu kelompok manusia dan kelompok objek lain-lain yang cukup terbatas, yang dipandang sebagai kesatuan. Dalam hal itu, segala aspek kasus tersebut mendapat perhatian sepenuhnya dari penyelidik. Termasuk di dalam perhatian penyelidik itu ialah segala sesuatu yang mempunyai arti dalam riwayat kasus, misalnya peristiwa terjadinya, perkembangannya, dan perubahan nya. Dengan demikian studi kasus akhirnya memperlihatkan kebulatan dan keseluruhan kasus, termasuk bila diperlukan kebulatan siklus hidup kasus dan keseluruhan interaksi faktor-faktor dalam kasus itu.31
29
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2002),
hlm.3. 30
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 1998), hlm. 10. Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Tekhnik, (Bandung: Tarsito, 1998), hlm. 143. 31
12
1. Sumber Data Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Selain itu sumber data biasanya juga disebut subjek penelitian. Menurut Tatang M. Amirin, yang dinamakan dengan subjek penelitian adalah seseorang atau sesuatu yang mengenai nya ingin diperoleh keterangan.32 Sedangkan menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.33 Subjek penelitian sebagai sumber data utama untuk menggali informasi tidak hanya manusia, akan tetapi juga peristiwa dan situasi yang diobservasi dapat juga dijadikan sebagai sumber informasi sesuai dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam hal ini sebagian besar berupa data kualitatif, informasi ataupun data tersebut akan digali dari beragam sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini yang meliputi : a. Informan ( nara sumber ) Dalam penelitian kualitatif posisi informan sangat penting sebagai individu yang memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini penulis akan mencari informasi yang tepat dan detail sesuai dengan kriteria tema yang ada. Oleh karena penelitian penulis tentang metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing, maka penulis memilih Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman yang tinggal di Desa Gesing menjadi nara sumber (informan) dari penelitian ini. b. Peristiwa atau aktifitas Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari mengamati peristiwa yang berkaitan dengan sasaran penelitian. Aktifitas yang dilakukan penulis yaitu melakukan observasi langsung ke rumah Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman untuk mengetahui sejauh mana kedua orang tua tersebut dalam mendidik akhlak pada anak-anaknya. 32
M. Tatang Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Grafindo Persada, 1995),
hlm. 93. 33
Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 112.
13 2. Instrumen Penelitian Pada prinsipnya meneliti adalah pengukuran terhadap fenomena sosial atau alam. Oleh karena prinsip meneliti adalah pengukuran, maka ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasa dinamakan dengan istilah instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati.34 Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman observasi, hal ini adalah berkenaan dengan penelitian kualitatif dimana jenis instrumen tersebut sangat diperlukan bagi peneliti untuk meneliti tentang metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Observasi/ pengamatan Menurut Margono observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.35 Sedangkan Sutrisno Hadi mengatakan bahwa observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.36 Teknik observasi itu sendiri masih dibagi lagi menjadi beberapa jenis diantaranya: observasi partisipan, non partisipan, sistematis, non sistematis, eksperimen dan non eksperimen. Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan sistematis (berstruktur), artinya penulis tadi mengambil sebagian dari kehidupan yang diobservasi, namun
34
Sogiyono, Op.cit., hlm. 84. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm. 158. 36 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm. 136. 35
14 sudah ada format observasi yang tersusun secara tertulis. dalam hal ini observer secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat.37 Adapun observasi/ pengamatan disini adalah terkait dengan metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. b. Interview/wawancara Menurut Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. secara garis besar ada 2 macam interview, yaitu interview berstruktur dan interview tidak berstruktur. Adapun interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview tak terstruktur. Responden terdiri atas mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. biasanya mereka memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan. pertanyaan tadi disusun terlebih dahulu, malah disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari responden. pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. wawancara ini berjalan
lama 38
berikutnya.
dan
seringkali
dilanjutkan
pada
kesempatan
Interview/ wawancara peneliti disini adalah wawancara
dengan keluarga Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman serta beberapa tokoh dan lingkungan masyarakat sekitar. c. Dokumen Menurut Gupa, Lincoln dan Moleong dokumen adalah setiap bahan tertulis/film lain dari record, yang dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyelidik.39 Tehnik dokumen ini penulis gunakan untuk mencari data-data tentang Desa Gesing, buku-buku yang terkait dengan judul skripsi dan data-data tentang metode pendidikan akhlak Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang dikumpulkan dalam penelitian ini maka tehnik pengembangan data yang bisa digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu tehnik triangulation yang dikembangkan. Tehnik triangulation adalah tehnik pemeriksaan keabsahan
37
Margono, Op.cit, hlm. 161-162. Lexy J. Moleong, Op.cit, hlm.139. 39 Ibid. hlm. 161. 38
15 data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.40 4. Analisis Data Penelitian kualitatif menggunakan data secara induktif. Analisis induktif ini digunakan karena beberapa alasan; Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagaimana yang terdapat dalam data. Kedua, analisis induktif lebih dapat membuat responden menjadi eksplisit dan dapat dikenal. Ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar lainnya. Keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubunganhubungan dan terakhir, analisis demikian dapat memperhitungkan nilainilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.41 Adapun analisis data yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah data triangulasi dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengumpulan data Dalam hal ini peneliti mengumpulkan seluruh data yang diperoleh di lapangan. adapun data tersebut diperoleh dari hasil observasi, interview yang dilakukan oleh peneliti melalui berbagai sumber yang dianggap lebih kompeten. b. Penyeleksian data Dari
data-data
yang
telah
terkumpul,
peneliti
seleksi
berdasarkan rumusan masalah yang ada sehingga data tadi tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
c. Pemaparan data Setelah dilakukan penyeleksian data, kemudian penulis memaparkan data berdasarkan apa yang terjadi di lapangan yang kemudian menjadi sebuah bentuk paparan data. d. Penarikan kesimpulan/ verifikasi, penyajian
40
Ibid, hlm. 178. Ibid. hlm. 5.
41
16 Langkah terakhir dari analisis data ini adalah penulis melakukan kesimpulan/verifikasi dan pengujian dari data yang telah diperoleh untuk dapat dibuat suatu hasil dari penelitian.
17
G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mempermudah penjelasan, pembahasan dan penelaahan pokok – pokok masalah yang dikaji, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan Bab ini merupakan gambaran secara global mengenai seluruh ini dari skripsi ini yang meliputi: Latar belakang masalah, Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi, Telaah Pustaka, Metodologi Penulisan Skripsi, dan Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB II
: Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga yang meliputi meliputi : Pertama yaitu; Metode Pendidikan Akhlak yang didalamnya memuat tentang Pengertian metode, pengertian pendidikan akhlak, dan Beberapa pendapat tentang metode pendidikan akhlak. Kedua Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga yang didalamnya memuat tentang Dasar pendidikan akhlak, Tujuan pendidikan akhlak, Aspek pendidikan akhlak dan pendidikan akhlak anak dalam keluarga.
BAB III : Diskripsi Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga yang meliputi : Pertama yaitu; Gambaran Umum Desa Gesing yang meliputi gambaran secara khusus Dusun Gesing meliputi letak geografis, monografi dan demografi, keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial budaya, keadaan sosial keagamaan, lembaga pemerintah dan lembaga desa. Kedua yaitu; Metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim dilingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung BAB IV
: Analasis terhadap Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga yang meliputi : Efektifitas metode dan Implikasi metode yang digunakan untuk pendidikan akhlak anak dalam keluarga
18 muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. BAB V
: Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan skripsi ini, saran-saran, dan penutup.
19 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1991. Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1995. J. Drost, SJ, tt, Willie Koen (ed), Menjadi Pribadi Dewasa dan Mandiri, Yogyakarta: Kanisius,1993. Kartini Kartono dan Jenny Andri, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, Bandung: Mandar Maju, 1989. Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002. Tarmizi Taher, Agama Dalam Transformasi Bangsa, Jakarta : Hikmah, 2003. Data Kelurahan Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung, di ambil pada tgl 3 Maret 2008. Wawancara dengan Bapak Sumarno pada tgl 3 Maret 2008. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999. John Dewey, Democracy and Education, New York, The Mucmilian Company, 1964. Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1993. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995. Fakultas Tarbiyah, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosdakarya, 2003. Zakiah Daradjat, Pembinaan mental keagamaan dalam keluarga,dalam Sumarsono, Skon dan Risman Musa (eds), Keluarga sakinah, ditinjau dari aspek iman dan ibadah, Jakarta :BKKBN, 1982. Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan konseling keluarga, Yogyakarta, ,Menara Mas Offset 1994. Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Yatim Raharjo, Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar, Surabaya: SIE, 1996. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2002. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 1998. Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Tekhnik, Bandung: Tarsito, 1998. M. Tatang Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Grafindo Persada, 1995. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2004. Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
20
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM DI KOMUNITAS KRISTEN (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
IA IN WA L I S O N G O SEMARANG
Oleh: ZAENAL ARIFIN NIM: 3 1 0 2 2 3 4
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008
PROPOSAL SKRIPSI
21
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA (Studi Kasus Pada Keluarga Di Lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pengajuan tugas akhir (Skripsi) Program strata satu (S.1) Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
IAIN WA L I S O N G O SEMARANG
Oleh: Zaenal Arifin NIM: 3102234
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008
22
DAFTAR PUSTAKA
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN KOMUNITAS KRISTEN (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK (Studi Kasus Pada Keluarga Di Lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN KOMUNITAS KRISTEN (Studi Kasus di Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
1) Untuk mengetahui pendidikan ahklak anak dalam keluarga yang berada di lingkungan komunitas kristen. 2) Untuk mengetahui hambatan pendidikan ahklak anak dalam keluarga yang berada di lingkungan komunitas kristen. 3) Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan pendidikan anak dalam keluarga yang berada di lingkungan komunitas kristen. aspek-aspek pendidikan akhlak, keberhasilan pendidikan akhlak dalam keluarga.
1) Untuk mengetahui hambatan pendidikan ahklak anak dalam keluarga yang berada di lingkungan komunitas kristen.
23 2) Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan pendidikan anak dalam keluarga yang berada di lingkungan komunitas kristen.
24 3) Bagaimana metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga ? 4) Seperti apa metode pendidikan ahklak anak dalam keluarga di lingkungan komunitas kristen ?
BAB II METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA A. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga 1. Dasar Pendidikan Akhlak Dasar pendidikan akhlak adalah tidak lain yaitu dasar ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Islam telah memberikan aturan-aturan dengan menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan yang termuat dalam al-Qur’an dan al-Hadits.1 a. Al-Quran Al-Qur’an sendiri sebagai dasar utama dalam tataran tingkah laku dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Al-Qur’an memberikan petunjuk pada jalan kebenaran, mengarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia, maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai mana firman Allah SWT dalam QS. al-Ahzab ayat 21:
ﻡ ﻮ ﻴﺍﹾﻟﻪ ﻭ ﻮ ﺍﻟﻠﱠﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥﻨ ﹲﺔ ﱢﻟﻤﺴ ﺣ ﻮ ﹲﺓ ﺳ ﻮ ِﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹸﺃﺭﺳ ﻢ ﻓِﻲ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ (21 :ﻪ ﹶﻛﺜِﲑﹰﺍ )ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺮ ﺍﻟﻠﱠ ﻭ ﹶﺫ ﹶﻛ ﺮ ﺍﹾﻟﺂ ِﺧ Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.2 b. Al-Hadits Selain al-Qur’an, Hadits juga merupakan sumber dan dasar yang monumental bagi Islam, yang sekaligus menjadi penafsir di 1
Hamzah Ya’kub, Op. cit., hlm. 49.
2
Departemen Agama RI., Op.cit, hlm. 670.
18
19
bagian yang komplementer terhadap al-Qur’an. Hadits sebagai pedoman perbuatan, ketetapan dan ucapan Nabi Saw. merupakan cermin akhlak yang luhur, sebagaimana firman Allah dalam surat alHasyr ayat 7:
ﻭِﻟﺬِﻱ ﻮ ِﻝﺮﺳ ﻭﻟِﻠ ﻯ ﹶﻓِﻠﻠﱠ ِﻪﻫ ِﻞ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﺮ ﻦ ﹶﺃ ﻮِﻟ ِﻪ ِﻣﺭﺳ ﻋﻠﹶﻰ ﷲ ُ ﺎ ﹶﺃﻓﹶﺎ َﺀ ﺍﻣ ﻦ ﻴﺑ ﻭﹶﻟ ﹰﺔﻳﻜﹸﻮ ﹶﻥ ﺩ ﻲ ﻟﹶﺎ ﺴﺒِﻴ ِﻞ ﹶﻛ ﺑ ِﻦ ﺍﻟﺍﲔ ﻭ ِ ﺎ ِﻛﻤﺴ ﺍﹾﻟﻰ ﻭﺎﻣﻴﺘﺍﹾﻟﻰ ﻭﺮﺑ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ ﻮﺍﺘﻬﻧ ﻓﹶﺎﻨﻪﻋ ﻢ ﺎ ﹸﻛﻧﻬ ﺎﻭﻣ ﻩ ﺨﺬﹸﻭ ﻮ ﹸﻝ ﹶﻓﺮﺳ ﺍﻟﺎﻛﹸﻢﺎ ﺀَﺍﺗﻭﻣ ﻢ ﻨ ﹸﻜﺎ ِﺀ ِﻣﺍﹾﻟﹶﺄ ﹾﻏِﻨﻴ (7 :ﺏ)ﺍﳊﺸﺮ ِ ﺪ ﺍﹾﻟ ِﻌﻘﹶﺎ ﺷﺪِﻳ ﻪ ﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﺍﻭ Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kotakota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orangorang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al-Hasyr: 7)3 Ayat di atas diperkuat dengan hadits Nabi yang menyatakan pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia, bahkan diutusnya Rasul untuk menyempurnakan akhlak yang baik sebagaimana sabdanya:
ﻋﻦ ﳏﻤﺪ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﺍﰉ,ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﲪﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳛﻲ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻋﻦ ﺍﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ,ﺳﻠﻤﺔ 4 (ﺃﻛﻤﻞ ﺍﳌﺆﻣﻨﲔ ﺇﳝﺎﻧﺎ ﺃﺣﺴﻨﻬﻢ ﺧﻠﻘﺎ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ Artinya: “Ahmad bin Hambal berkata, telah bercerita Yahya bin Sa’id, dari Muhammad bin Umar dari Abu Salmah, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: orang mukmin yang paling sempurna 3 4
Departemen Agam RI, Op.cit, hlm. 916.
Abu Daud Sulaiman ibn al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abu Daud, Juz 3, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1996).
20
imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Daud). Jika telah jelas bahwa al-Qur’an dan al-Hadits adalah merupakan pedoman hidup yang menjadi azas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber moral dalam Islam. 2. Tujuan Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak merupakan suatu hal yang penting dari sebuah proses kehidupan. Masyarakat sendiri menyadari bahwa dewasa ini banyak tingkah laku atau perbuatan manusia di luar batas norma-norma agama sehingga mereka terjebak ke dalam krisis akhlak. Terkait dengan hal tersebut, maka pendidikan akhlak sebagai fondasi ajaran Islam merupakan suatu jalan alternatif yang dapat memecahkan masalah-masalah kejiwaan. Hal itu, tidak saja berkaitan dengan persoalan kehidupan manusia, tetapi juga berhubungan dengan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Bila melihat pernyataan tersebut, tentu dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak mempunyai tujuan yang strategis untuk membangun dan mengembangkan pola hidup manusia ke arah yang positif. Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1). Tujuan umum Menurut Barnawi Umar, tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi: a. Untuk memperoleh irsyad yaitu dapat membedakan antara amal yang baik dan buruk b. Untuk mendapatkan taufik sehingga perbuatannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan akal sehat c. Untuk mendapatkan hidayah, artinya gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji dan menghidari perbuatan buruk.5 5
Bamawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1995), Cet ke-12, hlm. 14.
21
2). Tujuan khusus Secara spesifik bahwa pendidikan akhlak bertujuan untuk membimbing siswa ke arah sikap yang positif yang dapat membantu berinteraksi sosial dengan baik dan selalu taat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.6 Menurut Ahmad Amin, tujuan pendidikan akhlak adalah bukan hanya pandangan/teori-teori, bahkan setengah dari tujuan itu ialah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup suci dan menghadirkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah kepada sesama manusia.7 Lebih tegas lagi M. Athiyyah menjelaskan bahwa tujuan pendidikan moral dan akhlak dalam Islam adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.8 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah mencapai kebahagiaan hidup umat manusia dalam kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat.9 Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT:
ﺎﻭِﻗﻨ ﻨ ﹰﺔﺴ ﺣ ﺮ ِﺓ ﻭﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ ﻨ ﹰﺔﺴ ﺣ ﺎﻧﻴﺪ ﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺎ ﺀَﺍِﺗﻨﺑﻨﺭ ﻳﻘﹸﻮ ﹸﻝ ﻦ ﻣ ﻢ ﻬ ﻨﻭ ِﻣ (201 :ﺎ ِﺭ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺭﺓﺏ ﺍﻟﻨ ﻋﺬﹶﺍ Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah: 201)10 6
Fakultas Tarbiyah, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 136.
7
Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 6-7.
8
M. Athiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 114. 9
Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ (Yogyakarta: UII Press, 1998), hlm. 96.
10
Departemen Agam RI, Op. cit., hlm. 49.
22
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kita hidup di dunia hanyalah semata-mata mencari ridha-Nya, melalui berbuat dan amal saleh yang merupakan dasar akhlak. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat adalah tujuan hidup utama semua manusia. Kebahagiaan di dunia merupakan tujuan hidup sementara yang harus dicapai untuk menuju tujuan yang lebih tinggi, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dalam rangka mencapai kebahagiaan akhirat. Akhlak karimah yang melekat pada diri seseorang akan mengantarkannya sampai tujuan yang dimaksud. 3. Aspek Pendidikan Akhlak Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki bentuk sebaikbaiknya, baik secara jasmaniah maupun secara rohaniah, ia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial dan religius. Oleh karena itu ia mempunyai kewajiban-kewajiban baik terhadap Tuhan, sesama dan terhadap diri sendiri. Sehubungan dengan kenyataan ini Rasulullah SAW bersabda :
ﺎﺱﻴﺌﺔ ﺍﳊﺴﻨﺔ ﲤﺤﻬﺎ ﻭﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﻖ ﺍﷲ ﺣﻴﺜﻤﺎ ﻛﻨﺖ ﻭﺍﺗﺒﻊ ﺍﻟﺴﺍﺗ (ﲞﻠﻖ ﺣﺴﻦ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ Artinya :“Takutlah engkau kepada Allah dimana saja engkau berada, dan susul (tutup) lah sesuatu kejahatan itu dengan kebaikan, pasti akan menghapusnya bergaullah sesama manusia dengan budi pekerti yang baik” (HR. At-Tarmidzi).11 Sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia, sempurna dan ditugaskan sebagai pengatur alam se isinya, mempunyai tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang baik terhadap Tuhannya, terhadap manusia dan masyarakat serta terhadap alam sekitarnya.12
11
Syyid Ahmad Affandi, Mukhtarul Al-Hadis Sunnah Nabawiyyah, Cet VI, (Surabaya: 1948),
12
Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, (Semarang: Duta Grafika, 1987), hlm. 132.
hlm. 5.
23
Berdasarkan uraian di atas maka materi pendidikan akhlak anak yang akan menjadi materi pokok pembahasan penulis ketengahkan dalam suatu ruang lingkup yang sangat sederhana, sebagai berikut : a. Akhlak terhadap Tuhan (Allah) dengan pembahasan shalat dan puasa. b. Akhlak terhadap sesama dengan pembahasan tolong menolong sesama manusia dan bersifat jujur. c. Akhlak terhadap alam dengan pembahasan kasih sayang terhadap binatang. Berikut ini akan diuraikan tentang aspek-aspek pendidikan akhlak : a). Akhlak terhadap Allah Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai penciptanya. Konsekuensi logis dari keyakinan terhadap Allah bagi manusia adalah kewajiban mematuhi hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, setiap orang yang telah mengikrarkan dirinya beriman kepada Allah, ada beberapa ibadah yang harus dilakukan sebagai upaya untuk mendekatkan hubungan dengan Tuhan, yaitu shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Dalam hal ini akan dijelaskan dua hal saja yaitu shalat lima waktu dan puasa Ramadan. 1) Shalat lima waktu Asal makna shalat menurut bahasa Arab berarti do’a, sedangkan yang dimaksud di sini yaitu suatu sistem ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Berdasarkan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu.13 Shalat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang telah mencapai usia baligh.
13
Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 178.
24
Ada lima macam shalat fardhu yang harus dikerjakan oleh setiap muslim sehari semalam yaitu, shalat dzuhur, ashar, maghrib, isya’, dan subuh. Kewajiban shalat telah jelas diperintahkan oleh Allah dalam al-Qur'an,
akan
tetapi
masih
bersifat
umum,
sedangkan
operasionalnya dijelaskan dalam sunnah fi’liyah Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman :
(103 : )ﺍﻟﻨﺴﺄ$Y?θè%öθ¨Β $Y7≈tFÏ. š⎥⎫ÏΖÏΒ÷σßϑø9$# ’n?tã ôMtΡ%x. nο4θn=¢Á9$# ¨βÎ) 4 nο4θn=¢Á9$# (#θßϑŠÏ%r'sù Artinya :“Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa) sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS. AnNisa’ : 103).14 Selain shalat fardhu atau wajib ada lagi shalat sunnah. Jika shalat fardhu harus dilaksanakan oleh orang Islam, sedangkan shalat sunnah adalah jika orang Islam mengerjakan akan mendapat pahala, tapi jika tidak dilaksanakan tidak mendapat dosa. Ada bermacam-macam sholat sunnah seperti sholat rawatib (qabliyah dan ba’diyah), sholat witir, tahajud, tarawih (bulan ramadlan) dan lain sebagainya. Kedudukan shalat dalam Islam sangat penting karena shalat merupakan tiang agama. Maka dapat positif dari shalat yang apabila didirikan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan antara lain : 15 1. Alat pendidikan, rohani manusia yang efektif, memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan dan kesadaran. 2. Dari segi disiplin, sholat merupakan pendidikan positif menjadikan manusia dan masyarakatnya teratur. 14 15
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm., hlm. 635.
Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 202.
25
3. Shalat penting untuk kesehatan (hygiene) 4. Akan terhindar dari berbagai perbuatan dosa, jahat dan keji. 2) Puasa Ramadhan Ibadah puasa termasuk salah satu syari’at Allah untuk manusia, agar dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Puasa dalam bahasa Arab disebut “saumun” atau “siyaaman”, artinya menahan diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, menahan bicara yang jelek dan seterusnya. Menurut istilah puasa ditujukan kepada menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama (jima’/coitus)
suami
istri
mulai
dari
terbit
fajar
sampai
terbenamnya matahari, dengan niat melaksanakan perintah Tuhan serta mengharap ridlo-Nya.16 Sebagaimana difirmankan Allah tentang diwajibkannya berpuasa dalam surat Al-Baqarah : 183 sebagai berikut :
|=ÏGä. $yϑx. ãΠ$u‹Å_Á9$# ãΝà6ø‹n=tæ |=ÏGä. (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ (183 : ) ﺍﻟﺒﻘﺮﺍﺓtβθà)−Gs? öΝä3ª=yès9 öΝà6Î=ö7s% ⎯ÏΒ š⎥⎪Ï%©!$# ’n?tã Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah : 183).17 Sama seperti ibadah shalat, puasa ada juga yang wajib dan sunnah, puasa yang dimaksud pada ayat di atas adalah puasa wajib, yaitu puasa Ramadhan. Sedangkan puasa sunnah ialah puasa yang dilakukan di luar pada bulan Ramadhan. Banyak sekali macam puasa sunnah, antara
16
Ibid, hlm. 200-202.
17
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 44.
26
lain yang sering dilakukan oleh banyak orang yaitu puasa hari Senin dan Kamis, puasa Zulhijah dan lain sebagainya. b). Akhlak terhadap sesama Di samping makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk sosial artinya makhluk yang senantiasa membutuhkan peran serta orang lain dalam melangsungkan kehidupannya secara harmonis. Dalam interaksi sosial ini harus dilandasi dengan akhlak yang mulia, dengan demikian diharapkan ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan yang bakal tercipta di tengah-tengah situasi pergaulan. Karena hidup bahagia adalah hidup sejahtera yang diridloi Allah SWT, serta disenangi sesama makhluk.18 Banyak sekali rincian yang berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya bentuk larangan melakukan hal-hal yang negatif, melainkan juga berkaitan dengan perintah untuk berlaku baik terhadap sesama manusia,19 seperti dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Furqan ayat 63:
ﺎ ِﻫﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟﺠﻢﺒﻬﺎ ﹶﻃﻭِﺇﺫﹶﺍ ﺧ ﺎﻮﻧ ﻫ ﺽ ِ ﺭ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﻮ ﹶﻥﻤﺸ ﻳ ﻦ ﻤ ِﻦ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺣ ﺮ ﺩ ﺍﻟ ﺎﻭ ِﻋﺒ (63 :ﺎ )ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥﺳﻠﹶﺎﻣ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS. al-Furqan: 63)20 Manusia hendaknya saling menghormati dan bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Karena bagaimanapun manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini dan kerja sama dan saling tolong menolong itu sangat dibutuhkan. 18
Barnawie Umarie, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1978), hlm. 2.
19
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. (Semarang: Toha Putra, 1999),
hlm. 60. 20
Ibid., hlm. 568.
27
Berikut ini adalah beberapa akhlak anak kepada sesama, antara lain : 1) Tolong menolong Tolong menolong adalah ciri kehalusan budi, kesucian jiwa, ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman, penuh solidaritas dan penguat persahabatan dan persaudaraan.21 Orang yang senang memberikan pertolongan, segala langkahnya akan mudah, pintu kebahagiaan akan terbuka baginya dan biasanya orang lain pun akan senang memberikan pertolongan. Apabila orang yang berbuat baik dan dalam taqwa kepada Allah, harus kita bantu dan kita dukung. Dukungan itu merupakan sugesti dan dorongan semangat yang searah dan tidak langsung dari segi pendidikan termasuk pengembangan daya kreasi dan kemampuannya untuk mempersembahkan bhaktinya kepada Allah yang berguna untuk masyarakat dan dirinya. Memberikan
pertolongan
janganlah
karena
suatu
pengharapan, tetapi berikanlah dengan ikhlas sebagai tugas kemanusiaan guna mencari ridlo Allah. Firman Allah SWT :
Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ
.(2:
)ﺍﳌﺎﺋﺪﺍﺓ
Artinya :“Dan bertolong-tolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan” (QS. Al-Maidah : 2).22 Kewajiban tolong menolong bukan hanya dari segi moril, melainkan juga dalam segi materi, yang bersifat kebutuhan pokok manusia yang bersifat dururi untuk menjaga kelestarian hidup manusia. 21
Ibid, hlm. 53.
22
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 157.
28
2) Jujur Jujur artinya dalam hati, tentunya hal itu harus sesuai dengan apa yang telah Allah SWT tetapkan. Kejujuran adalah pilar utama keimanan. Kejujuran adalah kesempurnaan, kemuliaan, saudara keadilan, roh pembicaraan, lisan kebenaran, sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan, sebenarbenarnya segala sesuatu.23 Dengan jujur pula orang akan menempuh kehidupan dengan selamat, sahabat yang baik adalah kejujuran sebab ia berdaya membawa kita kepada kebahagiaan. Karena itu wajib lah agar memiliki sifat jujur dan berusaha untuk menjauhi sifat dusta, sebab jujur adalah suatu jalan menuju surga, sedangkan dusta adalah suatu yang menjerumuskan diri ke dalam neraka, apa yang anda katakan sesuai dengan apa yang ada. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
$yδω‹Å2öθs? y‰÷èt/ z⎯≈yϑ÷ƒF{$# (#θàÒà)Ζs? Ÿωuρ óΟ›?‰yγ≈tã #sŒÎ) «!$# ωôγyèÎ/ (#θèù÷ρr&uρ (91 : )ﺍﻟﻨﺤﻞ Artinya :“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpahmu itu sesudah mengumpulkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)” (QS. An-Nahl : 91).24 c). Akhlak Terhadap Alam Yang dimaksud akhlak kepada alam adalah berbuat baik terhadap apa yang ada di luar diri. Bagi seseorang yang disebut lingkungan ialah apa yang mengelilingi nya seperti rumah, pekarangan, pohon, hewan, gunung, laut dan sebagainya.25
23 Khalil Al-Musawi, Kaifa Tabni Syakh Shiyyafak, Alih Bahasa Ahmad Subandi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, (Jakarta: Lentera, 1998), hlm. 28. 24
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 415.
25
Amin Syakur, Op.cit, hlm. 145.
29
Manusia sebagai khalifah, pengganti dan pengelola alam diturunkan ke bumi ini agar membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam se isinya, termasuk lingkungan dan manusia secara keseluruhan. Dalam hal ini Allah berfirman :
.(77 : )ﺍﻟﻘﺼﺺt⎦⎪ωšøßϑø9$# =Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ) ( ÇÚö‘F{$# ’Îû yŠ$|¡xø9$# Æö7s? Ÿωuρ Artinya :“…..Dan janganlah kamu berbuat kerusukan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orng yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashas : 77) Larangan mutlak merusak ini harus dijalankan oleh manusia, sebab kalau tidak maka akan muncul malapetaka yang akan menimpa dirinya. Dalam pembahasan ini penulis hanya menguraikan satu masalah yaitu tentang kasih sayang kepada hewan. Kasih sayang adalah perasaan halus dan belas kasihan di dalam hati yang membawa kepada perbuatan yang utama, memberi maaf dan berbuat baik.26 Dalam hal ini penulis mengambil sample berupa makhluk hewan karena kalau kita kaji ajaran ikhsan dalam Islam, maka moralitas yang dikehendakinya bukan hanya terbatas pada bangsa manusia saja melainkan hewan-hewan yang disekeliling kita. Perbuatan ini dipandang sebagai kelakuan yang baik dan berpahala. Kecuali terhadap binatang yang merusak seperti tikus, kalajengking, anjing gila, dan lainlain. Yang dibenarkan syara’ untuk dibunuh, maka binatang-binatang selain itu tidaklah patut diperlakukan sewenang-wenang misalnya dengan menyiksa.27 4. Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Manusia hidup dan berkembang tidak bisa lepas dengan yang namanya pendidikan. Proses penyelenggaraan pendidikan itu sebagai 26
Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Alih Bahasa Moh. Rifa’i (Semarang: Wicaksana, 1992), hlm. 422. 27
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah Suatu Pengantar, Cet. VI, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 171.
30
fungsi untuk mempertahankan eksistensi serta kontinuitasnya dalam hidup. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk memelihara kehidupan manusia.28 Melalui proses pendidikan tersebut,
generasi
selanjutnya diupayakan mengetahui atau mengerti tentang seluk beluk yang dialami para pendahulunya, baik cara berjalan, makan, mandi, dan seterusnya. Segala bentuk warisan tersebut, akan tetap eksis selama para anak cucunya melestarikan budaya nenek moyangnya. Pendidikan akhlak di sini adalah segala upaya yang diberikan oleh orang tua/ keluarga kepada anaknya baik melalui bimbingan atau arahan agar anak (didik) dapat bertingkah laku sesuai dengan akhlak yang ada. Sebagaimana kita tahu bahwa keluarga merupakan tempat berkembangnya individu, keluarga merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber pendidikan anak,29 dan keluarga merupkan kelompok manusia pertama yang menjalankan hubungan-hubungan kemanusiaan secara langsung terhadap anak.30 Untuk mengetahui pengertian keluarga yang di maksud dalam penelitian ini, sebelumnya peneliti akan memberikan sedikit gambaran pengertian keluarga baik dari sudut pandang yuridis formal, sosiologis, dan paedagogies. 1.
Tinjauan yuridis formal Pengertian keluarga secara yuridis formal adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.31
28
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), hlm. 33. Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh: Abdillah Obid dan Yessi HM, (Jakarta : Mustaqim, 2004), hlm.42. 29
30 31
Ibid, hlm. 43.
Sayekti Pujosuwarno., Bimbingan Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Menara Mas Offset, 1994), hlm. 11.
31
2.
Sudut pandang sosiologis Secara sosiologis keluarga diartikan sebagai unit terkecil atau umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masingmasing anggotanya.32
3.
Perspektif paedagogie Secara paedagogies keluarga diartikan sebagai lembaga pertama dan utama yang dialami seseorang di mana proses belajar yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu.33 Berkaitan dengan penelitian ini, maka pengertian keluarga yang di
maksud adalah dari perspektif paedagogie. Sebab dalam hal ini peran keluarga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya dalam membimbing dan membina generasi mendatang, terutama dalam pendidikan akhlak. Pendidikan (akhlak) dapat dilakukan di lembaga formal ataupun lembaga informal. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa dalam dunia pendidikan ada tiga pusat pendidikan atau yang disebut tri pusat pendidikan yang harus diperhatikan, yaitu
keluarga, sekolah, dan
masyarakat.34 Ketiga lembaga ini tidak berdiri sendiri atau terpisah, melainkan saling berkaitan atau bekerja sama dan merupakan satu rangkaian yang bertujuan demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu membentuk manusia seutuhnya sehat lahir batin atau sehat jasmani rohani bagi generasi muda (anak didik). Pendidikan keluarga merupakan tanggung jawab orang tua kepada anak. Anak merupakan amanah dari Allah SWT. yang harus dijaga, dirawat, dan diperhatikan segala kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani atau rohani. Adanya tanggung 32
Quraish Shihab, Membumikam Al-quran, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 255.
33
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 64.
34
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantern Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press Cet.I, 1997), hlm. 21.
32
jawab orang tua kepada anaknya dikarenakan adanya sifat lemah pada diri anak. Anak lahir dalam kondisi serba tidak berdaya, belum mengerti apaapa dan belum dapat menolong dirinya sendiri. Ia memerlukan tempat bergantung. Tidak ada tempat bergantung yang aman sesuai kodratnya sebagai anak, kecuali kepada orang yang sangat menyayanginya yaitu kedua orang tuanya.35 Pendidikan keluarga termasuk pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seseorang lahir sampai mati.36 Keluarga atau masyarakat terkecil merupakan tempat pertama dan utama pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Karena sebelum anak menerima bimbingan dari sekolah, ia lebih dahulu memperoleh bimbingan dari keluarganya, terutama ibu bapaknya. Pendidikan dalam keluarga merupakan pondasi pembentuk watak kepribadian anak. Dalam kehidupan kesehariannya, anak banyak berkumpul dengan keluarga. Segala tingkah laku orang tua terutama orang tuanya akan ditiru oleh anak, sebab anak merupakan peniru yang ulung. Bila obyek peniruannya jelek, orang tua tidak memberikan kasih sayang yang memadai dan tidak memberikan teladan yang baik, serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap kedua orang tuanya akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik, saling menghormati, menyayangi, jalinan yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat masa bodoh, selalu memberikan contoh yang bernuansa ajaran Islami, maka semua itu akan tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa akan meniru segala perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore hari. Keteladanan yang diberikan pada masa kanak-kanak awal seharusnya berasal dari bapak dan ibunya, karena seorang anak sering
35 36
Ibid., hlm. 22. Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987), hlm.35.
33
tidak menghiraukan orang lain. Ketika anak melihat selain orang tuanya sendiri mengerjakan sesuatu, ia tidak akan mudah terpengaruh, apalagi kalau kedua orang tuanya tidak sejalan dengan orang tersebut.37 Namun sebaliknya anak tidak dapat menghindar dari perbuatan orang tua. Atau dengan kata lain, satu pekerjaan yang dikerjakan berulang-ulang oleh orang tua, akan memberikan pengaruh pada diri anak.38 Orang tua yang bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya akan memberikan pengarahan dan dasar yang benar kepada anaknya, yakni dengan menanamkan ajaran agama dan akhlaqul karimah. Berdakwah dalam keluarga lebih utama dibandingkan dengan di tempat lain. Keselamatan keluarga merupakan tanggung jawab orang tua. Jangan sampai pendidikan keluarga terabaikan karena kepentingan yang lain. Adalah tidak bijak, memberikan penerangan kepada orang lain, sementara keluarganya berantakan. Hal semacam ini dilarang dalam ajaran Islam. Dalam sejarah perkembangan Islam juga dapat diketahui bahwa sebelum berdakwah kepada masyarakat luas, Rasulullah SAW diperintahkan untuk berdakwah kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi keagamaan dan keselamatan keluarga harus lebih diprioritaskan. Pada hakekatnya dari kebaikan dan keselamatan keluarga akan muncul kebaikan dan keselamatan masyarakat dan negara.39 Telah diserukan kepada orang-orang beriman untuk menjaga keselamatan keluarganya dari api neraka, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Tahrim :
(6: )ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ... ﺍﺎﺭﻢ ﻧ ﻴ ﹸﻜﻫﻠِــ ﻭﹶﺍ ﻢ ـﻔﹸﺴـَـ ﹸﻜ ْ ﺁ ﺍﹶﻧﺍ ﹸﻗﻮﻨﻮﻣ ﻦ ﺃ ﻳﺎ ﺍﹾﻟ ِﺬﻳﻬﻳﺂ
37 Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, tth, “Menumbuhkan Sikap sosial, moral, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,Cet.I,, 1998), hlm. 34. 38 Ibid. 39 Wahjoetomo, Op. cit., hlm. 24.
34
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS.al-Tahrim: 6).40 Dalam al-Qur’an surat al-Syu’araa’ juga disebutkan :
( 214 : ) ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀš⎥⎫Î/tø%F{$# y7s?uϱtã ö‘É‹Ρr&uρ Artinya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (QS.al-Syu’araa’: 214).41 Untuk mendapatkan anak yang mempunyai perilaku yang baik tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi orang tua harus mempersiapkan tahapan-tahapan yang harus diajarkan kepada putra putrinya agar tujuannya tercapai. Sehingga anak akan mempunyai akhlak yang baik dan berprilaku sesuai dengan ajaran agama. B. Metode Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Metode Secara letterlek kata “metode” berasal dari bahasa Greek (Yunani) yang terdiri dari kata “meta” yang berarti melalui, dan “hodos” yang berarti jalan.42 Dalam bahasa Inggris metode disebut “Methode” yang berarti cara atau lebih luasnya adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.43 Ada lagi yang mengatakan bahwa: “metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan”.44 2. Pengertian Pendidikan Akhlak Untuk mengetahui pendidikan akhlak, sebaiknya mengetahui terlebih dahulu pengertian pendidikan dan akhlak baik secara etimologi 40
Departemen Agama RI, Op. cit, hlm. 951.
41
Ibid, hlm. 589.
42
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 97.
43
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, hlm. 232. 44
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hal. 39.
35
maupun terminologi agar pemahaman tentang pendidikan akhlak tidak terjadi tumpang tindih. a. Pendidikan Menurut John Dewey, secara etimologi pendidikan adalah: “Etymologically,
the word education means just a process of leading 45
or bringing up”.
Artinya: “Secara etimologi, kata pendidikan berarti
jalan atau cara untuk memimpin atau membimbing”. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia kata pendidikan di artikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.46 Di dalam bahasa arab pendidikan sama artinya dengan kata altarbiyah, yang berasal dari tiga akar kata yaitu: pertama
ﻳﺮﺑﻮ- ﺭﺑﺎyang
berarti tambah, tumbuh dan berkembang, kedua, ﻳﺮﰉ- ﺭﰊdengan wazan (bentuk)
ﳜﻔﻲ- ﺧﻔﻲberarti menjadi besar dan ketiga, berasal dari kata
ﺏ ﻳﺮ- ﺏ ﺭ
dengan wazan (bentuk)
ﺪ ﳝ- ﺪ ﻣ
berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntut, menjaga dan memelihara.47 Sedangkan pendidikan dalam bahasa Yunani disebut paedagogie yang merupakan gabungan dari kata “pain” (anak) dan “again” (membimbing). Jadi paedagogie adalah bimbingan yang diberikan kepada anak.48 Sedangkan secara terminologi pengertian pendidikan banyak dikemukakan oleh para ahli, di antaranya: 45
John Dewey, Democracy and Education, (New York, The Mucmilian Company, 1964), hlm. 10.
46
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), cet.pertama ed.3, hlm. 263. 47 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dari Metode Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka, 1989), hlm. 30. 48
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 69.
36
1). Menurut Federik J. Mc. Donald, Educational in the sense used here, is a process or an activity which Islam directed at producting desirable changes in the behaviour of human beings.49 Pendidikan merupakan sebuah proses/ aktivitas yang menunjukkan pada proses perubahan yang diinginkan di dalam tingkah laku manusia. 2). Menurut Musthafa al-Ghulayani, pendidikan diartikan sebagai berikut:
ﺎ ِﺀﺑﻤ ﺎﻴﻬﺳ ﹾﻘ ﻭ ﻦ ﻴﺎ ِﺷِﺌﺱ ﺍﻟﻨ ِ ﻮ ﻔﹸﻰ ﻧ ﺿﹶﻠ ِﺔ ِﻓ ِ ﻕ ﺍﹾﻟﻔﹶﺎ ِﻼ ﺧ ﹶ ﹾﺍ ﹶﻻﺮﺱ ﻲ ﹶﻏ ﹸﺔ ِﻫﺮِﺑﻴ ﺍﹶﻟﺘ ﻮﻥﹸ ﺗﻜﹸ ﺲ ﹸﺛﻢ ِ ﻨ ﹾﻔﺕ ﺍﻟ ِ ﻣﻠﹶﻜﹶﺎ ﻦ ﻣﹶﻠ ﹶﻜ ﹰﺔ ِﻣ ﺢ ﺼِﺒ ﻰ ﺗﺣﺘ ﺤ ِﺔ ﻴﺼ ِ ﻨﺍﻟﺎ ِﺩ ﻭﺭﺷ ﹾﺍ ِﻹ 50 ِ ﻮ ﹶﻃ ﻨ ﹾﻔ ِﻊ ﺍﹾﻟﻤ ِﻞ ِﻟ ﻌ ﺍﹾﻟﺣﺐ ﻭ ﺮ ﻴﳋ ﻭﹾﺍ ﹶ ِ ﻠ ﹶﺔﺿﻴ ِ ﺎ ﺍﹾﻟﻔﹶﺎﺗﻬﺮ ﻤ ﹶﺛ .ﻦ Artinya: “Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air”. 3). Menurut Sholeh Abdul ‘Aziz Abdul Majid, pendidikan sebagai berikut: 51
ﺇﻥ ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﻫﻲ ﺍﳌﺆﺛﹼﺮﺍﺕ ﺍﳌﺨﺘﻠﻔﺔ ﺍﻟﹼﱴ ﺗﻮﺟﻪ ﻭﺗﺴﻴﻄﺮ ﻋﻠﻰ ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻟﻔﺮﺩ
Artinya: “Pendidikan adalah sebagai macam aktivitas yang mengarah pada pembentukan kepribadian individu”. 4). Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan sebagai suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak menuju terbentuknya kepribadian yang utama.52 49
Federic J. Mc. Donald, Educational Psychology, (Fransisco: Wadswosth Publishing Compani Inc., 1959), hlm. 4. 50
Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm. 189.
51
Sholeh Abdul ‘Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Thurku at-Tadris, (Mesir: al-Ma’aarif, 1979), hlm. 13. 52
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980), hlm. 19.
37
5). Menurut Poerbakawatja, Pendidikan itu adalah usaha sadar secara disengaja
dari
orang
dewasa
untuk
dengan
pengaruhnya
meningkatkan si anak kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatan.53 Dari beberapa pengertian pendidikan di atas dapat dipahami bahwa pendidikan adalah segala usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan sadar untuk memberikan bimbingan baik jasmani maupun rohani yang melalui penanaman nilai-nilai dan diarahkan kepada pembentukan sikap, tata laku, dan kepribadian yang baik melalui pengajaran, pelatihan, pembiasaan dan pemberian petunjuk dan nasehat dan lain sebagainya agar menjadi manusia yang utama dan baik, berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. b. Akhlak Dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (berdasarkan etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliqnya dan terhadap sesama manusia.54 Kata akhlak ( )اﺧﻼقberasal dari bahasa arab, bentuk jamak dari kata mufrodnya khuluq (ٌﺧُﻠﻖ ُ ) yang berarti “budi pekerti”.55 Sinonimnya adalah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin, etos yang berarti kebiasaan. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin juga mores yang berarti kebiasaannya.56 Kata akhlak walaupun terambil dari
bahasa
Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai 53
Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 257.
54
Soegardaa Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 12.
55
Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlak Mulia (Suatu Pengantar), (Bandung: Diponegoro, 1988), hlm. 11. 56
Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hlm. 26.
38
sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul.57
(4 :ﻴ ِﻢ )ﺍﻟﻘﻠﻢﻋ ِﻈ ﻠﹸ ٍﻖﻌﻠﹶﻰ ﺧ ﻚ ﹶﻟ ﻧﻭِﺇ Artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi 58 pekerti yang agung” (QS Al-Qalam: 4). Sedangkan dalam kamus istilah agama akhlak diartikan sebagai: sikap mental atau watak, terjabarkan dalam bentuk; berpikir, berbicara, bertingkah laku dan sebagainya sebagai ekspresi jiwa.59 Demikian beberapa tinjauan etimologi yang beragam dari kata akhlak. Jadi berdasarkan sudut pandang kebahasaan definisi akhlak dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan “budi pekerti”, kesusilaan, sopan santun, tata krama (versi bahasa Indonesia) sedang dalam bahasa Inggrisnya disamakan dengan istilah moral atau ethic.60 Adapun pengertian akhlak secara terminologi terdapat beberapa pendapat, di antaranya: 1). Menurut al-Ghazali
ﺍﳋﻠﻖ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻦ ﻫﻴﺌﺔ ﰱ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺭﺍﺳﺤﺔ ﻋﻨﻬﺎ ﺗﺼﺪﺭ .ﺔﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺑﺴﻬﻮﻟﺔ ﻭﻳﺴﺮ ﻣﻦ ﻏﲑ ﺣﺎﺟﺔ ﺇﱃ ﻓﻜﺮ ﻭﺭﻭﻳ 61
Artinya: Akhlak adalah bentuk atau sifat yang tertanam di dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.
57
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhui Atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 250. 58Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995), hlm. 960. 59
M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: Bonafida Cipta Pratama, 1991), hlm.19.
60
Wojowarsito, dkk dikutip dalam bukunya Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 2. 61
Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin Juz III, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 58.
39
2). Menurut Ibn Miskawih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu).62 3). Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kebiasaan kehendak, ini berarti bahwa kehendak itu bila telah melalui proses membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.63 4). Menurut Abuddin Nata, akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi melakukan pertimbangan dan pemikiran.64 5). Elizabeth B. Hurlock memberikan batasan tentang akhlak dalam bukunya Child Development sebagai berikut : Behaviour which may be called “Have Morality” not only conforms to social standards but also Is carried out varuntarily, it comes with the transition from external to internal outority and consists of conduct regulated from within.65 Artinya: ”Tingkah laku yang boleh dikatakan sebagai moral yang sebenarnya itu buka hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga harus dilaksanakan dengan sukarela. Tingkah laku itu terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada ketetapan hal dalam bertindak yang diatur dari dalam (diri)”. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan para tokoh di atas menurut redaksinya berbeda namun pada intinya adalah sama. Dengan demikian suatu perbuatan itu dapat dikatakan akhlak jika perbuatan tersebut dilakukan secara terus menerus atau diulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan. Akhlak merupakan sumber segala perbuatan yang sewajarnya, artinya bahwa segala tindakan yang tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat dilihat itu adalah gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa. 62 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 4. 63
Ibid, hlm. 62.
64
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 5.
65
Elisabeth B. Hurlock, Child Development, Edisi VI, (Tokyo: MC. GrowHill , 1978), hlm. 386.
40
Akhlak merupakan perbuatan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan yang dihayati dari kenyataan hidup keseharian. Dari perbuatan itu lahir perasaan akhlak yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang bermanfaat dan tidak berguna, maka timbul bakat akhlaqi yang merupakan kekuatan jiwa dari dalam yang mendorong manusia untuk melakukan yang baik dan menghindari yang buruk. Perbuatan akhlak memiliki tujuan membentuk kesadaran berakhlak dari dalam diri manusia itu sendiri. Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan/kebiasaan secara mudah dan gampang tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. Tentunya akhlak yang demikian itu bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Bila kehendak jiwa menimbulkan perbuatan/kebiasaan yang baik menurut akal dan syara’ maka disebut sebagai akhlak yang baik (akhlak mahmudah), tetapi kalau menurut akal dan syara’ tidak baik maka disebut akhlak tidak baik (akhlak mazmumah). Dari beberapa pengertian pendidikan dan akhlak di atas dapat dipahami
bahwa
pendidikan
akhlak
adalah
suatu
proses
menumbuhkembangkan fitrah manusia dengan dasar-dasar akhlak, keutamaan perangai dan tabiat yang diharapkan, dimiliki dan diterapkan pada diri manusia serta menjadi adat kebiasaan. Untuk menguatkan pendidikan akhlak tersebut dapat dilakukan dengan memperluas pikiran, membaca dan menyelidiki tokoh yang berpikir luar biasa dan yang lebih penting adalah memberi dorongan agar seseorang melakukan perbuatan yang baik. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Imam al-Ghazali:
41
ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﳍﻴﺌﺔ ﲝﻴﺚ ﺗﺼﺪﺭ ﻋﻨﻬﺎ ﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺍﳉﻤﻴﻠﺔ ﺍﶈﻤﻮﺩﺓ ﻋﻘﻼ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺎﺩﺭ ﻋﻨﻬﺎ ﺍﻷﻓﻌﺎﻝ.ﻭﺷﺮﻋﺎ ﲰﻴﺖ ﺗﻠﻚ ﺍﳍﻴﺌﺔ ﺧﻠﻘﺎ ﺣﺴﻨﺎ 66 .ﺍﻟﻘﺒﻴﺤﺔ ﲰﻴﺖ ﺍﳍﻴﺌﺔ ﺍﻟﱴ ﻫﻰ ﺍﳌﺼﺪﺭﺧﻠﻘﺎ ﺳﻴﺌﺎ Artinya: “Apabila sifat itu sekiranya melahirkan perbuatanperbuatan baik dan terpuji menurut akal pikiran dan syara’ itu dinamakan akhlak yang baik dan apabila menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jelek sifatnya yang menjadi sumber itu dinamakan akhlak yang buruk”. Dari uraian pengertian pendidikan dan pengertian akhlak di atas, dapat ambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan tentang tingkah laku dan perbuatan manusia yang dilaksanakan oleh manusia yang lebih dewasa dalam pemikiran yang merupakan kehendak yang dibiasakan. Kebiasaan ini tanpa adanya suatu paksaan ataupun pertimbangan pemikiran terlebih dahulu. Pendidikan akhlak adalah suatu proses pembiasaan, penanaman, dan
pengajaran
pada
manusia
dengan
tujuan
menciptakan
dan
menyukseskan tujuan tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridaan, keamanan, rahmat dan mendapat kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada orang-orang yang baik dan bertakwa.67 3. Beberapa Pendapat Tentang Metode Pendidikan Akhlak Berikut ini beberapa pendapat mengenai metode pendidikan akhlak diantaranya : 1. Metode pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazalali sebagaimana dikupas oleh M. Abdul Qasem adalah : 68
66
Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, (Beirut: Darul Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 58.
67
Oemar al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam¸terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 346. 68
M. Abdul Queseem, Etika Al-Ghazali, Terj. Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1988), hlm. 92-94.
42
a. Dengan pelatihan Cara ini ialah dengan melakukan latihan-latihan perbuatan yang bersumberkan akhlak yang baik. Agar seseorang mempunyai perangai yang pemurah. b. Dengan peniruan Secara alamiah manusia memiliki sifat peniru. Watak atau tabiat seseorang bisa saja dipengaruhi oleh orang lain, baik dalam hal kebaikan atau keburukannya. Demikian juga jika seseorang bergaul dengan orang-orang yang saleh dalam jangka waktu yang lama, maka tanpa disadari di dalam dirinya akan tumbuh kebaikan yang dimilikinya oleh orang yang saleh tersebut. Juga banyak belajar dari mereka. 2. Metode pendidikan akhlak menurut Muhammad Quthb, yang terdiri dari:2569 a. Pendidikan dengan keteladanan (Uswatun Khasanah) Keteladanan merupakan metode yang efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual dan sosial. Dalam hidupnya, manusia membutuhkan figur teladan yang dapat dicontohnya, karena pada dasarnya kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia. Pendidikan dituntut untuk bisa tampil sebagai teladan bagi anak didiknya. Rasulullah manusia.
70
merupakan
teladan
terbesar
bagi
umat
Bahkan kunci keberhasilan dakwah Rasulullah adalah
karena beliau langsung tampil sebagai suri tauladan dan melaksanakan apa yang telah diajarkannya kepada umatnya. Beliau juga melaksanakan apa yang diajarkan oleh al-Qur’an. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat al-Ahzab ayat 21; 25Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salim Harun, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), hlm. 329.69 70
Ibid.
43
(21 :ﻨ ﹲﺔ )ﺍﻷﺣﺰﺏﺴ ﺣ ﻮ ﹲﺓ ﺳ ﻮ ِﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹸﺃﺭﺳ ﻢ ﻓِﻲ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ Artinya : Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..(al-Ahzab: 21)71 Dalam metode peneladanan ini ada dua macam cara, yaitu sengaja dan tidak sengaja, keteladanan yang tidak sengaja adalah, keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan. Sedangkan keteladanan yang disengaja adalah memberikan contoh membaca yang baik, melakukan sholat yang benar.72 b. Pendidikan dengan nasihat (Mauidhoh Khasanah) Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Nasehat akan membawa pengaruh ke dalam jiwa seseorang dan akan menjadi sesuatu yang sangat besar dalam pendidikan rohani.73 Nasihat merupakan metode yang efektif dalam usaha pembentukan keimanan, menanamkan nilai-nilai moral, spiritual dan sosial, karena nasihat dapat membukakan mata hati anak akan hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia. Metode inilah yang digunakan oleh Luqmanul Hakim untuk mendidik anaknya. Bahkan al-Qur’an secara keseluruhan adalah berisi nasihat bagi umat Islam. Sebagai contoh, diantaranya ketika Luqmanul Hakim mengajarkan larangan menyekutukan Allah kepada anaknya.
71
Departemen Agama RI, Op.cit. hlm. 644.
72
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991), hal. 143. 73
Muhammad Qutb, Op.cit, hlm. 334.
44
ﻢ ﻙ ﹶﻟ ﹸﻈ ﹾﻠ ﺮ ﺸ ﻙ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟ ﺸ ِﺮ ﺗ ﻟﹶﺎﻨﻲﺑ ﺎ ﻳﻳ ِﻌﻈﹸﻪ ﻮ ﻭﻫ ﺑِﻨ ِﻪﺎ ﹸﻥ ﻟِﺎﻭِﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹸﻟ ﹾﻘﻤ (13 :ﻢ )ﻟﻘﻤﺎﻥ ﻋﻈِﻴ Artinya : Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S. Luqman: 13)74
c. Pendidikan dengan pembiasaan Pembiasaan
adalah
alat
pendidikan
yang
penting.
Penanaman nilai-nilai moral dan agama akan lebih berhasil kalau anak diberi pengalaman langsung melalui pembiasaan, terutama bagi anak-anak yang masih kecil, karena anak-anak belum mengetahui apa yang dikatakan baik dan buruk. Oleh karena itu sebagai permulaan dan pangkal pendidikan, hendaknya sejak dilahirkan anak harus dibiasakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang bernilai religius. Anak dibiasakan mendengar dan mengucapkan kalimat thayyibah, melaksanakan shalat lima waktu, membaca alQur’an dan kebiasaan-kebiasaan positif lainnya. Karena kalau kebiasaan sudah terbentuk, ia akan memudahkan kebiasaan yang dibiasakan itu serta menghemat waktu dan perhatian.75 Pembiasaan terhadap hal-hal yang positif, penting artinya bagi pembentukan watak anak, karena pembiasaan itu akan terus berpengaruh sampai hari tua. d. Pendidikan dengan hukuman Hukuman adalah alat pendidikan yang merupakan reaksi dari pendidik terhadap perbuatan yang telah dilakukan oleh anak 74 75
Departemen Agama RI, Op.cit., hlm. 654.
Ahmad Amin, “al-Akhlak”, terj.. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 24.
45
didik. Hukuman dapat digunakan sebagai metode pendidikan dalam keluarga sepanjang tidak membahayakan bagi anak. Hukuman dijatuhkan atas perbuatan buruk atau jahat yang dilakukan oleh anak. Menurut teori perbaikan, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Maksud hukuman itu adalah agar anak jangan mengulangi kesalahan yang sama. Memperbaiki si anak, baik lahiriah maupun batiniah. Hukuman diterapkan kalau metode alih sudah tidak membawa hasil, seperti kalu anak melalaikan shalat, padahal ia sudah sepuluh tahun, ia tidak mau mendengarkan nasihat orang tuanya, barulah ia dipukul. Agama Islam memberi arahan dalam memberi hukuman (terhadap anak/peserta didik) hendaknya memperhatikan hak-hak sebagai berikut :76 1) Jangan mengukum ketika marah. Karena pemberian hukuman ketika marah akan lebih bersifat emsosional yang dipengaruhi nafsu syathaniyyah. 2) Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hukum. 3) Jangan sampai merendahkan derajad dan martabat orang yang bersangkutan, misalnya dengan menghina atau mencacai maki di depan orang lain. 4) Jangan menyakiti secara fisik, misalnya menampar mukanya atau menarik bajunya, dan sebagainya. 5) Bertujuan mengubah prilakunya yang kurang/tidak baik. Kita menghukum karena anak/ peserta didik berprilaku tidak baik. Selain beberapa pendapat tentang metode pandidikan akhlak diatas berikut beberapa metode pendidikan yang dapat dilakukan oleh seorang muslim : 76
21-22.
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm.
46
a. Pendidikan dengan kisah/ cerita Dalam upaya membentuk watak dan prilaku anak, slah satu cara yang digunakan adalah dengan melalui cerita-cerita atau kisah-kisah yang mendidik merupakan kisah yang memuat unsur keteladanan prilaku yang baik. Pentingnya metode kisah/ cerita ini sebagaimana diungkapkan oleh M. Quraisy Shihab, sebagaimana berikut : “Salah satu metode yang digunakan Al-Qur’an untuk mengarahkan manusia ke arah yang dikehendaki adalah dengan menggunakan “kisah”. Setiap kisah menunjang materi yang disajikan baik kisah tersebut benar-benar terjadi maupun kisah-kisah simbolik.77 Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Metode ini menampilkan suatu cerita atau sejarah faktual dari kehidupan manusia, dengan perilakunya dapat dijadikan sebagai contoh untuk ditiru.78 b. Pendidikan dengan pengawasan Pengawasan sangat dominan dalam pembentukan akhlak bagi anak, karena hilangnya pengawasan membawa ketidakberhasilan dalam pembinaannya. Metode ini dalam pendidikan akhlak dapat berwujud kata-kata verbal seperti pesan, nasehat, anjuran, lamaran, pemberian, peringatan, ancaman dan lain-lain. Namun bisa juga dengan perbuatan seperti teladan, pembiasaan tindakan dan latihan. Dengan demikian dalam usaha mendidik prilaku anak, seorang pendidik harus mampu memilih serta menggunakan metode sebagai penanaman nilai tersebut. 77 78
M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 175.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet.1, hlm.97.
47
Dari beberapa metode yang ada diatas, tidak semuanya langsung dapat diterapkan secara tepat untuk mendidik akhlak anak dalam keluarga. Sehingga tepatlah kiranya jika pendidikan atau pembinaan akhlak pada anak dilakukan sesuai dengan kondisi dan keberadaan anak pada saat itu terlebih melihat pada kondisi lingkungan yang ada.
C. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga 1. Dasar Pendidikan Akhlak Dasar pendidikan akhlak adalah tidak lain yaitu dasar ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Islam telah memberikan aturan-aturan dengan menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan yang termuat dalam al-Qur’an dan al-Hadits.79 a. Al-Quran Al-Qur’an sendiri sebagai dasar utama dalam tataran tingkah laku dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Al-Qur’an memberikan petunjuk pada jalan kebenaran, mengarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia, maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai mana firman Allah SWT dalam QS. al-Ahzab ayat 21:
ﻮﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥﻨ ﹲﺔ ﱢﻟﻤﺴ ﺣ ﻮ ﹲﺓ ﺳ ﻮ ِﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹸﺃﺭﺳ ﻢ ِﻓﻲ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ (21 :ﻪ ﹶﻛﺜِﲑﹰﺍ )ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺮ ﺍﻟﻠﱠ ﻭ ﹶﺫ ﹶﻛ ﺮ ﻡ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ ﻮ ﻴﺍﹾﻟﻪ ﻭ ﺍﻟﻠﱠ 79
Hamzah Ya’kub, Op. cit., hlm. 49.
48
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.80 b. Al-Hadits Selain al-Qur’an, Hadits juga merupakan sumber dan dasar yang monumental bagi Islam, yang sekaligus menjadi penafsir di bagian yang komplementer terhadap al-Qur’an. Hadits sebagai pedoman perbuatan, ketetapan dan ucapan Nabi Saw. merupakan cermin akhlak yang luhur, sebagaimana firman Allah dalam surat alHasyr ayat 7:
ﻭِﻟﺬِﻱ ﻮ ِﻝﺮﺳ ﻭﻟِﻠ ﻯ ﹶﻓِﻠﻠﱠ ِﻪﻫ ِﻞ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﺮ ﻦ ﹶﺃ ﻮِﻟ ِﻪ ِﻣﺭﺳ ﻋﻠﹶﻰ ﷲ ُ ﺎ ﹶﺃﻓﹶﺎ َﺀ ﺍﻣ ﻦ ﻴﺑ ﻭﹶﻟ ﹰﺔﻳﻜﹸﻮ ﹶﻥ ﺩ ﻲ ﻟﹶﺎ ﺴﺒِﻴ ِﻞ ﹶﻛ ﺑ ِﻦ ﺍﻟﺍﲔ ﻭ ِ ﺎ ِﻛﻤﺴ ﺍﹾﻟﻰ ﻭﺎﻣﻴﺘﺍﹾﻟﻰ ﻭﺮﺑ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ ﻮﺍﺘﻬﻧ ﻓﹶﺎﻨﻪﻋ ﻢ ﺎ ﹸﻛﻧﻬ ﺎﻭﻣ ﻩ ﺨﺬﹸﻭ ﻮ ﹸﻝ ﹶﻓﺮﺳ ﻢ ﺍﻟ ﺎﻛﹸﺎ ﺀَﺍﺗﻭﻣ ﻢ ﻨ ﹸﻜﺎ ِﺀ ِﻣﺍﹾﻟﹶﺄ ﹾﻏِﻨﻴ (7 :ﺏ)ﺍﳊﺸﺮ ِ ﺪ ﺍﹾﻟ ِﻌﻘﹶﺎ ﺷﺪِﻳ ﻪ ﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﺍﻭ Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kotakota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orangorang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al-Hasyr: 7)81 Ayat di atas diperkuat dengan hadits Nabi yang menyatakan pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia, bahkan diutusnya Rasul untuk menyempurnakan akhlak yang baik sebagaimana sabdanya:
80
Departemen Agama RI., Op.cit, hlm. 670.
81
Departemen Agam RI, Op.cit, hlm. 916.
49
ﻋﻦ ﳏﻤﺪ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﺍﰉ,ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﲪﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳛﻲ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻋﻦ ﺍﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ,ﺳﻠﻤﺔ 82 (ﺃﻛﻤﻞ ﺍﳌﺆﻣﻨﲔ ﺇﳝﺎﻧﺎ ﺃﺣﺴﻨﻬﻢ ﺧﻠﻘﺎ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ Artinya: “Ahmad bin Hambal berkata, telah bercerita Yahya bin Sa’id, dari Muhammad bin Umar dari Abu Salmah, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Daud). Jika telah jelas bahwa al-Qur’an dan al-Hadits adalah merupakan pedoman hidup yang menjadi azas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber moral dalam Islam. 2. Tujuan Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak merupakan suatu hal yang penting dari sebuah proses kehidupan. Masyarakat sendiri menyadari bahwa dewasa ini banyak tingkah laku atau perbuatan manusia di luar batas norma-norma agama sehingga mereka terjebak ke dalam krisis akhlak. Terkait dengan hal tersebut, maka pendidikan akhlak sebagai fondasi ajaran Islam merupakan suatu jalan alternatif yang dapat memecahkan masalah-masalah kejiwaan. Hal itu, tidak saja berkaitan dengan persoalan kehidupan manusia, tetapi juga berhubungan dengan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Bila melihat pernyataan tersebut, tentu dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak mempunyai tujuan yang strategis untuk membangun dan mengembangkan pola hidup manusia ke arah yang positif. Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 3). Tujuan umum
82
Abu Daud Sulaiman ibn al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abu Daud, Juz 3, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1996).
50
Menurut Barnawi Umar, tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi: a. Untuk memperoleh irsyad yaitu dapat membedakan antara amal yang baik dan buruk b. Untuk mendapatkan taufik sehingga perbuatannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan akal sehat c. Untuk mendapatkan hidayah, artinya gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji dan menghidari perbuatan buruk.83 4). Tujuan khusus Secara spesifik bahwa pendidikan akhlak bertujuan untuk membimbing siswa ke arah sikap yang positif yang dapat membantu berinteraksi sosial dengan baik dan selalu taat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.84 Menurut Ahmad Amin, tujuan pendidikan akhlak adalah bukan hanya pandangan/teori-teori, bahkan setengah dari tujuan itu ialah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup suci dan menghadirkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah kepada sesama manusia.85 Lebih tegas lagi M. Athiyyah menjelaskan bahwa tujuan pendidikan moral dan akhlak dalam Islam adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.86 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah mencapai kebahagiaan hidup umat manusia dalam 83
Bamawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1995), Cet ke-12, hlm. 14.
84
Fakultas Tarbiyah, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 136.
85
Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 6-7.
86
M. Athiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 114.
51
kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat.87 Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT:
ﺎﻭِﻗﻨ ﻨ ﹰﺔﺴ ﺣ ﺮ ِﺓ ﻭﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ ﻨ ﹰﺔﺴ ﺣ ﺎﻧﻴﺪ ﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺎ ﺀَﺍِﺗﻨﺑﻨﺭ ﻳﻘﹸﻮ ﹸﻝ ﻦ ﻣ ﻢ ﻬ ﻨﻭ ِﻣ (201 :ﺎ ِﺭ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺭﺓﺏ ﺍﻟﻨ ﻋﺬﹶﺍ Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah: 201)88 Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kita hidup di dunia hanyalah semata-mata mencari ridha-Nya, melalui berbuat dan amal saleh yang merupakan dasar akhlak. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat adalah tujuan hidup utama semua manusia. Kebahagiaan di dunia merupakan tujuan hidup sementara yang harus dicapai untuk menuju tujuan yang lebih tinggi, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dalam rangka mencapai kebahagiaan akhirat. Akhlak karimah yang melekat pada diri seseorang akan mengantarkannya sampai tujuan yang dimaksud. 3. Aspek Pendidikan Akhlak Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki bentuk sebaikbaiknya, baik secara jasmaniah maupun secara rohaniah, ia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial dan religius. Oleh karena itu ia mempunyai kewajiban-kewajiban baik terhadap Tuhan, sesama dan terhadap diri sendiri. Sehubungan dengan kenyataan ini Rasulullah SAW bersabda :
ﺎﺱﻴﺌﺔ ﺍﳊﺴﻨﺔ ﲤﺤﻬﺎ ﻭﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﻖ ﺍﷲ ﺣﻴﺜﻤﺎ ﻛﻨﺖ ﻭﺍﺗﺒﻊ ﺍﻟﺴﺍﺗ (ﲞﻠﻖ ﺣﺴﻦ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ 87
Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ (Yogyakarta: UII Press, 1998), hlm. 96.
88
Departemen Agam RI, Op. cit., hlm. 49.
52
Artinya :“Takutlah engkau kepada Allah dimana saja engkau berada, dan susul (tutup) lah sesuatu kejahatan itu dengan kebaikan, pasti akan menghapusnya bergaullah sesama manusia dengan budi pekerti yang baik” (HR. At-Tarmidzi).89 Sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia, sempurna dan ditugaskan sebagai pengatur alam se isinya, mempunyai tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang baik terhadap Tuhannya, terhadap manusia dan masyarakat serta terhadap alam sekitarnya.90 Berdasarkan uraian di atas maka materi pendidikan akhlak anak yang akan menjadi materi pokok pembahasan penulis ketengahkan dalam suatu ruang lingkup yang sangat sederhana, sebagai berikut : d. Akhlak terhadap Tuhan (Allah) dengan pembahasan shalat dan puasa. e. Akhlak terhadap sesama dengan pembahasan tolong menolong sesama manusia dan bersifat jujur. f. Akhlak terhadap alam dengan pembahasan kasih sayang terhadap binatang. Berikut ini akan diuraikan tentang aspek-aspek pendidikan akhlak : d). Akhlak terhadap Allah Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai penciptanya. Konsekuensi logis dari keyakinan terhadap Allah bagi manusia adalah kewajiban mematuhi hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, setiap orang yang telah mengikrarkan dirinya beriman kepada Allah, ada beberapa ibadah yang harus dilakukan sebagai upaya untuk mendekatkan hubungan dengan Tuhan, yaitu shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Dalam hal ini akan dijelaskan dua hal saja yaitu shalat lima waktu dan puasa Ramadan.
89
Syyid Ahmad Affandi, Mukhtarul Al-Hadis Sunnah Nabawiyyah, Cet VI, (Surabaya: 1948),
90
Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, (Semarang: Duta Grafika, 1987), hlm. 132.
hlm. 5.
53
3) Shalat lima waktu Asal makna shalat menurut bahasa Arab berarti do’a, sedangkan yang dimaksud di sini yaitu suatu sistem ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Berdasarkan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu.91 Shalat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang telah mencapai usia baligh. Ada lima macam shalat fardhu yang harus dikerjakan oleh setiap muslim sehari semalam yaitu, shalat dzuhur, ashar, maghrib, isya’, dan subuh. Kewajiban shalat telah jelas diperintahkan oleh Allah dalam al-Qur'an,
akan
tetapi
masih
bersifat
umum,
sedangkan
operasionalnya dijelaskan dalam sunnah fi’liyah Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman :
$Y7≈tFÏ. š⎥⎫ÏΖÏΒ÷σßϑø9$# ’n?tã ôMtΡ%x. nο4θn=¢Á9$# ¨βÎ) 4 nο4θn=¢Á9$# (#θßϑŠÏ%r'sù (103 : )ﺍﻟﻨﺴﺄ$Y?θè%öθ¨Β Artinya :“Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa) sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS. AnNisa’ : 103).92 Selain shalat fardhu atau wajib ada lagi shalat sunnah. Jika shalat fardhu harus dilaksanakan oleh orang Islam, sedangkan shalat sunnah adalah jika orang Islam mengerjakan akan mendapat pahala, tapi jika tidak dilaksanakan tidak mendapat dosa. Ada bermacam-macam sholat sunnah seperti sholat rawatib (qabliyah dan ba’diyah), sholat witir, tahajud, tarawih (bulan ramadlan) dan lain sebagainya. 91 Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 178. 92
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm., hlm. 635.
54
Kedudukan shalat dalam Islam sangat penting karena shalat merupakan tiang agama. Maka dapat positif dari shalat yang apabila didirikan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan antara lain : 93 1. Alat pendidikan, rohani manusia yang efektif, memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan dan kesadaran. 2. Dari segi disiplin, sholat merupakan pendidikan positif menjadikan manusia dan masyarakatnya teratur. 3. Shalat penting untuk kesehatan (hygiene) 4. Akan terhindar dari berbagai perbuatan dosa, jahat dan keji. 4) Puasa Ramadhan Ibadah puasa termasuk salah satu syari’at Allah untuk manusia, agar dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Puasa dalam bahasa Arab disebut “saumun” atau “siyaaman”, artinya menahan diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, menahan bicara yang jelek dan seterusnya. Menurut istilah puasa ditujukan kepada menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama (jima’/coitus)
suami
istri
mulai
dari
terbit
fajar
sampai
terbenamnya matahari, dengan niat melaksanakan perintah Tuhan serta mengharap ridlo-Nya.94 Sebagaimana difirmankan Allah tentang diwajibkannya berpuasa dalam surat Al-Baqarah : 183 sebagai berikut :
|=ÏGä. $yϑx. ãΠ$u‹Å_Á9$# ãΝà6ø‹n=tæ |=ÏGä. (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ
(183 : ) اﻟﺒﻘﺮاةtβθà)−Gs? öΝä3ª=yès9 öΝà6Î=ö7s% ⎯ÏΒ š⎥⎪Ï%©!$# ’n?tã 93 Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 202. 94
Ibid, hlm. 200-202.
55
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah : 183).95 Sama seperti ibadah shalat, puasa ada juga yang wajib dan sunnah, puasa yang dimaksud pada ayat di atas adalah puasa wajib, yaitu puasa Ramadhan. Sedangkan puasa sunnah ialah puasa yang dilakukan di luar pada bulan Ramadhan. Banyak sekali macam puasa sunnah, antara lain yang sering dilakukan oleh banyak orang yaitu puasa hari Senin dan Kamis, puasa Zulhijah dan lain sebagainya. e). Akhlak terhadap sesama Di samping makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk sosial artinya makhluk yang senantiasa membutuhkan peran serta orang lain dalam melangsungkan kehidupannya secara harmonis. Dalam interaksi sosial ini harus dilandasi dengan akhlak yang mulia, dengan demikian diharapkan ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan yang bakal tercipta di tengah-tengah situasi pergaulan. Karena hidup bahagia adalah hidup sejahtera yang diridloi Allah SWT, serta disenangi sesama makhluk.96 Banyak sekali rincian yang berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya bentuk larangan melakukan hal-hal yang negatif, melainkan juga berkaitan dengan perintah untuk berlaku baik terhadap sesama manusia,97 seperti dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Furqan ayat 63:
95
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 44.
96
Barnawie Umarie, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1978), hlm. 2.
97
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. (Semarang: Toha Putra, 1999),
hlm. 60.
56
ﺎ ِﻫﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟﺠﻢﺒﻬﺎ ﹶﻃﻭِﺇﺫﹶﺍ ﺧ ﺎﻮﻧ ﻫ ﺽ ِ ﺭ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﻮ ﹶﻥﻤﺸ ﻳ ﻦ ﻤ ِﻦ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺣ ﺮ ﺩ ﺍﻟ ﺎﻭ ِﻋﺒ (63 :ﺎ )ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥﺳﻠﹶﺎﻣ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS. al-Furqan: 63)98 Manusia hendaknya saling menghormati dan bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Karena bagaimanapun manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini dan kerja sama dan saling tolong menolong itu sangat dibutuhkan. Berikut ini adalah beberapa akhlak anak kepada sesama, antara lain : 1) Tolong menolong Tolong menolong adalah ciri kehalusan budi, kesucian jiwa, ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman, penuh solidaritas dan penguat persahabatan dan persaudaraan.99 Orang yang senang memberikan pertolongan, segala langkahnya akan mudah, pintu kebahagiaan akan terbuka baginya dan biasanya orang lain pun akan senang memberikan pertolongan. Apabila orang yang berbuat baik dan dalam taqwa kepada Allah, harus kita bantu dan kita dukung. Dukungan itu merupakan sugesti dan dorongan semangat yang searah dan tidak langsung dari segi pendidikan termasuk pengembangan daya kreasi dan kemampuannya untuk mempersembahkan bhaktinya kepada Allah yang berguna untuk masyarakat dan dirinya. Memberikan
pertolongan
janganlah
karena
suatu
pengharapan, tetapi berikanlah dengan ikhlas sebagai tugas kemanusiaan guna mencari ridlo Allah. Firman Allah SWT : 98 99
Ibid., hlm. 568. Ibid, hlm. 53.
57
È ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ .(2: )ﺍﳌﺎﺋﺪﺍﺓβ≡uρô‰ãèø9$#uρ Artinya :“Dan bertolong-tolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan” (QS. Al-Maidah : 2).100 Kewajiban tolong menolong bukan hanya dari segi moril, melainkan juga dalam segi materi, yang bersifat kebutuhan pokok manusia yang bersifat dururi untuk menjaga kelestarian hidup manusia. 2) Jujur Jujur artinya dalam hati, tentunya hal itu harus sesuai dengan apa yang telah Allah SWT tetapkan. Kejujuran adalah pilar utama keimanan. Kejujuran adalah kesempurnaan, kemuliaan, saudara keadilan, roh pembicaraan, lisan kebenaran, sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan, sebenarbenarnya segala sesuatu.101 Dengan jujur pula orang akan menempuh kehidupan dengan selamat, sahabat yang baik adalah kejujuran sebab ia berdaya membawa kita kepada kebahagiaan. Karena itu wajib lah agar memiliki sifat jujur dan berusaha untuk menjauhi sifat dusta, sebab jujur adalah suatu jalan menuju surga, sedangkan dusta adalah suatu yang menjerumuskan diri ke dalam neraka, apa yang anda katakan sesuai dengan apa yang ada. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
100 101
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 157.
Khalil Al-Musawi, Kaifa Tabni Syakh Shiyyafak, Alih Bahasa Ahmad Subandi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, (Jakarta: Lentera, 1998), hlm. 28.
58
$yδω‹Å2öθs? y‰÷èt/ z⎯≈yϑ÷ƒF{$# (#θàÒà)Ζs? Ÿωuρ óΟ›?‰yγ≈tã #sŒÎ) «!$# ωôγyèÎ/ #( θèù÷ρr&uρ
(91 : )ﺍﻟﻨﺤﻞ Artinya :“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpahmu itu sesudah mengumpulkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)” (QS. An-Nahl : 91).102 f). Akhlak Terhadap Alam Yang dimaksud akhlak kepada alam adalah berbuat baik terhadap apa yang ada di luar diri. Bagi seseorang yang disebut lingkungan ialah apa yang mengelilingi nya seperti rumah, pekarangan, pohon, hewan, gunung, laut dan sebagainya.103 Manusia sebagai khalifah, pengganti dan pengelola alam diturunkan ke bumi ini agar membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam se isinya, termasuk lingkungan dan manusia secara keseluruhan. Dalam hal ini Allah berfirman :
.(77 : )ﺍﻟﻘﺼﺺt⎦⎪ωšøßϑø9$# =Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ) ( ÇÚö‘F{$# ’Îû yŠ$|¡xø9$# Æö7s? Ÿωuρ Artinya :“…..Dan janganlah kamu berbuat kerusukan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orng yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashas : 77) Larangan mutlak merusak ini harus dijalankan oleh manusia, sebab kalau tidak maka akan muncul malapetaka yang akan menimpa dirinya. Dalam pembahasan ini penulis hanya menguraikan satu masalah yaitu tentang kasih sayang kepada hewan. Kasih sayang adalah
102
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 415.
103
Amin Syakur, Op.cit, hlm. 145.
59
perasaan halus dan belas kasihan di dalam hati yang membawa kepada perbuatan yang utama, memberi maaf dan berbuat baik.104 Dalam hal ini penulis mengambil sample berupa makhluk hewan karena kalau kita kaji ajaran ikhsan dalam Islam, maka moralitas yang dikehendakinya bukan hanya terbatas pada bangsa manusia saja melainkan hewan-hewan yang disekeliling kita. Perbuatan ini dipandang sebagai kelakuan yang baik dan berpahala. Kecuali terhadap binatang yang merusak seperti tikus, kalajengking, anjing gila, dan lainlain. Yang dibenarkan syara’ untuk dibunuh, maka binatang-binatang selain itu tidaklah patut diperlakukan sewenang-wenang misalnya dengan menyiksa.105 4. Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Manusia hidup dan berkembang tidak bisa lepas dengan yang namanya pendidikan. Proses penyelenggaraan pendidikan itu sebagai fungsi untuk mempertahankan eksistensi serta kontinuitasnya dalam hidup. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk memelihara kehidupan manusia.106 Melalui proses pendidikan tersebut,
generasi
selanjutnya diupayakan mengetahui atau mengerti tentang seluk beluk yang dialami para pendahulunya, baik cara berjalan, makan, mandi, dan seterusnya. Segala bentuk warisan tersebut, akan tetap eksis selama para anak cucunya melestarikan budaya nenek moyangnya. Pendidikan akhlak di sini adalah segala upaya yang diberikan oleh orang tua/ keluarga kepada anaknya baik melalui bimbingan atau arahan agar anak (didik) dapat bertingkah laku sesuai dengan akhlak yang ada. Sebagaimana kita tahu bahwa keluarga merupakan tempat berkembangnya individu, keluarga merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber
104
Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Alih Bahasa Moh. Rifa’i (Semarang: Wicaksana, 1992), hlm. 422. 105 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah Suatu Pengantar, Cet. VI, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 171. 106
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), hlm. 33.
60
pendidikan anak,107 dan keluarga merupkan kelompok manusia pertama yang menjalankan hubungan-hubungan kemanusiaan secara langsung terhadap anak.108 Untuk mengetahui pengertian keluarga yang di maksud dalam penelitian ini, sebelumnya peneliti akan memberikan sedikit gambaran pengertian keluarga baik dari sudut pandang yuridis formal, sosiologis, dan paedagogies. Tinjauan yuridis formal Pengertian keluarga secara yuridis formal adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.109 a. Sudut pandang sosiologis Secara sosiologis keluarga diartikan sebagai unit terkecil atau umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masingmasing anggotanya.110 b. Perspektif paedagogie Secara paedagogies keluarga diartikan sebagai lembaga pertama dan utama yang dialami seseorang di mana proses belajar yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu.111
107 Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh: Abdillah Obid dan Yessi HM, (Jakarta : Mustaqim, 2004), hlm.42. 108
Ibid, hlm. 43.
109
Sayekti Pujosuwarno., Bimbingan Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Menara Mas Offset, 1994), hlm. 11. 110
Quraish Shihab, Membumikam Al-quran, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 255.
111
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 64.
61
Berkaitan dengan penelitian ini, maka pengertian keluarga yang di maksud adalah dari perspektif paedagogie. Sebab dalam hal ini peran keluarga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya dalam membimbing dan membina generasi mendatang, terutama dalam pendidikan akhlak. Pendidikan (akhlak) dapat dilakukan di lembaga formal ataupun lembaga informal. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa dalam dunia pendidikan ada tiga pusat pendidikan atau yang disebut tri pusat pendidikan yang harus diperhatikan, yaitu masyarakat.
112
keluarga, sekolah, dan
Ketiga lembaga ini tidak berdiri sendiri atau terpisah,
melainkan saling berkaitan atau bekerja sama dan merupakan satu rangkaian yang bertujuan demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu membentuk manusia seutuhnya sehat lahir batin atau sehat jasmani rohani bagi generasi muda (anak didik). Pendidikan keluarga merupakan tanggung jawab orang tua kepada anak. Anak merupakan amanah dari Allah SWT. yang harus dijaga, dirawat, dan diperhatikan segala kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani atau rohani. Adanya tanggung jawab orang tua kepada anaknya dikarenakan adanya sifat lemah pada diri anak. Anak lahir dalam kondisi serba tidak berdaya, belum mengerti apaapa dan belum dapat menolong dirinya sendiri. Ia memerlukan tempat bergantung. Tidak ada tempat bergantung yang aman sesuai kodratnya sebagai anak, kecuali kepada orang yang sangat menyayanginya yaitu kedua orang tuanya.113 Pendidikan keluarga termasuk pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seseorang lahir sampai mati.114 Keluarga atau masyarakat terkecil
112
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantern Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press Cet.I, 1997), hlm. 21. 113 Ibid., hlm. 22. 114 Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987), hlm.35.
62
merupakan tempat pertama dan utama pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Karena sebelum anak menerima bimbingan dari sekolah, ia lebih dahulu memperoleh bimbingan dari keluarganya, terutama ibu bapaknya. Pendidikan dalam keluarga merupakan pondasi pembentuk watak kepribadian anak. Dalam kehidupan kesehariannya, anak banyak berkumpul dengan keluarga. Segala tingkah laku orang tua terutama orang tuanya akan ditiru oleh anak, sebab anak merupakan peniru yang ulung. Bila obyek peniruannya jelek, orang tua tidak memberikan kasih sayang yang memadai dan tidak memberikan teladan yang baik, serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap kedua orang tuanya akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik, saling menghormati, menyayangi, jalinan yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat masa bodoh, selalu memberikan contoh yang bernuansa ajaran Islami, maka semua itu akan tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa akan meniru segala perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore hari. Keteladanan yang diberikan pada masa kanak-kanak awal seharusnya berasal dari bapak dan ibunya, karena seorang anak sering tidak menghiraukan orang lain. Ketika anak melihat selain orang tuanya sendiri mengerjakan sesuatu, ia tidak akan mudah terpengaruh, apalagi kalau kedua orang tuanya tidak sejalan dengan orang tersebut.115 Namun sebaliknya anak tidak dapat menghindar dari perbuatan orang tua. Atau dengan kata lain, satu pekerjaan yang dikerjakan berulang-ulang oleh orang tua, akan memberikan pengaruh pada diri anak.116 Orang tua yang bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya akan memberikan pengarahan dan dasar yang benar kepada anaknya, yakni dengan menanamkan ajaran agama dan akhlaqul karimah. Berdakwah dalam keluarga lebih utama dibandingkan dengan di tempat lain. Keselamatan 115
Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, tth, “Menumbuhkan Sikap sosial, moral, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,Cet.I,, 1998), hlm. 34. 116 Ibid.
63
keluarga merupakan tanggung jawab orang tua. Jangan sampai pendidikan keluarga terabaikan karena kepentingan yang lain. Adalah tidak bijak, memberikan penerangan kepada orang lain, sementara keluarganya berantakan. Hal semacam ini dilarang dalam ajaran Islam. Dalam sejarah perkembangan Islam juga dapat diketahui bahwa sebelum berdakwah kepada masyarakat luas, Rasulullah SAW diperintahkan untuk berdakwah kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi keagamaan dan keselamatan keluarga harus lebih diprioritaskan. Pada hakekatnya dari kebaikan dan keselamatan keluarga akan muncul kebaikan dan keselamatan masyarakat dan negara.117 Telah diserukan kepada orang-orang beriman untuk menjaga keselamatan keluarganya dari api neraka, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Tahrim :
(6: )ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ... ﺍﺎﺭﻢ ﻧ ﻴ ﹸﻜﻫﻠِــ ﻭﹶﺍ ﻢ ـﻔﹸﺴـَـ ﹸﻜ ْ ﺁ ﺍﹶﻧﺍ ﹸﻗﻮﻨﻮﻣ ﻦ ﺃ ﻳﺎ ﺍﹾﻟ ِﺬﻳﻬﻳﺂ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS.al-Tahrim: 6).118 Dalam al-Qur’an surat al-Syu’araa’ juga disebutkan :
( 214 : ) ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀš⎥⎫Î/tø%F{$# y7s?uϱtã ö‘É‹Ρr&uρ Artinya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (QS.al-Syu’araa’: 214).119 Untuk mendapatkan anak yang mempunyai perilaku yang baik tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi orang tua harus mempersiapkan tahapan-tahapan yang harus diajarkan kepada putra putrinya agar tujuannya tercapai. Sehingga anak akan mempunyai akhlak yang baik dan berprilaku sesuai dengan ajaran agama. 117 118 119
Wahjoetomo, Op. cit., hlm. 24. Departemen Agama RI, Op. cit, hlm. 951. Ibid, hlm. 589.
64
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986. John Dewey, Democracy and Education, New York, The Mucmilian Company, 1964. Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dari Metode Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka, 1989. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Federic J. Mc. Donald, Educational Psychology, Fransisco: Wadswosth Publishing Compani Inc., 1959 Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, Pekalongan: Rajamurah, 1953. Sholeh Abdul ‘Aziz Abdul majid, At-Tarbiyah wa Thurku at-Tadris, Mesir: al-Ma’aarif, 1979. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1980. Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1982. Soegardaa Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999. Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlak Mulia (Suatu Pengantar), Bandung: Diponegoro, 1988. Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhui Atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 2000. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995. M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, Jakarta: Bonafida Cipta Pratama, 1991. Wojowarsito, dkk dikutip dalam bukunya Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin Juz III, Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th. Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Elisabeth B. Hurlock, Child Development, Edisi VI, Tokyo: MC. GrowHill , 1978. Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, Beirut: Darul Ihya al-Kutub al-Ilmiah, t.th. Oemar al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam¸terj. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. M. Abdul Queseem, Etika Al-Ghazali, Terj. Mahyuddin, Bandung: Pustaka, 1988. Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salim Harun, Bandung: Al-Ma’arif, 1993. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991. Ahmad Amin, “al-Akhlak”, terj.. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005. M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Bandung : Mizan, 1996. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
65
Abu Daud Sulaiman ibn al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abu Daud, Juz 3, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1996. Bamawie Umary, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1995. Fakultas Tarbiyah, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. “Al-Akhlak”, terj.. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak¸ Jakarta: Bulan Bintang, 1979. M. Athiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2003. Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ Yogyakarta: UII Press, 1998. Syyid Ahmad Affandi, Mukhtarul Al-Hadis Sunnah Nabawiyyah, Cet VI, Surabaya: 1948. Amin Syukur, Pengantar Studi Akhlak, Semarang: Duta Grafika, 1987. Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, Bandung: Al-Ma’arif, 1989. Nasruddin Razak, Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam sebagai suatu Aqidah dan Way of Life, Bandung: Al-Ma’arif, 1989. Barnawie Umarie, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1978. Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Semarang: Toha Putra, 1999. Khalil Al-Musawi, Kaifa Tabni Syakh Shiyyafak, Alih Bahasa Ahmad Subandi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, Jakarta: Lentera, 1998. Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Alih Bahasa Moh. Rifa’I, Semarang: Wicaksana, 1992. Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah Suatu Pengantar, Cet. VI, Bandung: Diponegoro, 1993. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986. Sayekti Pujosuwarno., Bimbingan Konseling Keluarga, Yogyakarta: Menara Mas Offset, 1994. Quraish Shihab, Membumikam Al-quran, Bandung: Mizan, 1993. Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan luar sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantern Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema Insani Press Cet.I, 1997. Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, Padang: Angkasa Raya, 1987. Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, tth, “Menumbuhkan Sikap sosial, moral, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, Yogyakarta: Mitra Pustaka,Cet.I,, 1998.
BAB III DESKRIPSI TENTANG METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA
Sebelum penulis uraikan hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang subjek penelitian yang telah penulis lakukan. Dalam hal ini, penulis membagi subjek penelitian menjadi dua yaitu pertama, Bapak Syafiq yang mempunyai dua orang anak, dan kedua, Bapak Sukiman yang juga mempunyai dua orang anak. Setelah penulis mengadakan observasi dan wawancara terhadap keluarga Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman, maka dalam bab ini, penulis akan memaparkan hasil temuan penelitan. Pertama, memaparkan kondisi Desa Gesing. Kedua, memaparkan bagaimana interaksi antara Islam dan Kristen di Desa Gesing. Ketiga memaparkan bagaimana pendidikan agama anak dalam keluarga muslim dilakukan dan keempat bagaimana pelaksanaan metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen. A. Gambaran Umum Desa Gesing 1. Letak Geografis Desa Desa Gesing merupakan salah satu dari 16 Desa yang ada di Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung, Desa ini terletak pada ketinggian + 650 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 816 Ha. Jarak dari pusat Kecamatan ke Desa Gesing adalah 2 KM, sedangkan jarak ke Kabupaten Temanggung mencapai 15 Km, Adapun luas wilayah dibatasi oleh : Sebelah Utara
: Desa Banjarsari
Sebelah Selatan : Desa Kandangan Sebelah Barat
: Desa Malebo
Sebelah Timur : Desa Kembang Sari Wilayah yang ada dibagi menjadi 9 RW dan 27 RT, dengan 9 dusun terdiri dari :
64
65
No
Nama Dusun
a.
Ploso
b.
Patemon
c.
Sarangan
d.
Gesing
e.
Maluwih
f.
Giyanten
g.
Delok
h.
Sodong
j.
Madureso
Dusun Gesing sendiri terletak ditengah desa, posisinya berada diantara dusun-dusun yang lain sehingga cukup memudahkan penduduk dusun lain untuk datang kesitu. Dusun Gesing yang juga merupakan dukuh sentra home industri terbanyak, disana banyak ditemui usaha rumah tangga makanan ringan seperti pisang aroma, keripik singkong, ketela dan lainnya. Dalam hal perkebunan
Dusun Gesing
adalah daerah yang sangat terkenal
dibandingkan dengan dusun lain karena di Dusun ini merupakan salah satu pengahasil kopi terbaik di Kabupaten Temanggung. Dari industri rumah tangga dan kondisi pertanian yang cukup maju tersebut banyak menyerap sebagian tenaga kerja yang ada di Dusun Gesing baik dari para pemuda, bapak-bapak, ibu-ibu dengan dibantu anak-anaknya. Secara geografis letak Dukuh Gesing adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara dibatasi Desa Kandangan b. Sebelah selatan dibatasi Dusun Patemon c. Sebelah barat dibatasi Dusun Sarangan d. Sebelah timur dibatasi Dusun Maluwih 2. Monografi dan Demografi Desa
66
Berdasarkan data Monografi Desa Gesing periode Maret 2008 keseluruhan penduduk Desa Gesing berjumlah 4788 Jiwa yang terdiri dari 2352 laki-laki dan 2436 Perempuan. Sedangkan jumlah kepala keluarga di Desa Gesing sebanyak 1354 KK. Berikut tabel yang menggambarkan kondisi tersebut : No
Kelompok Umur (tahun)
L+P
a.
00 – 04
284 Orang
b.
05 – 09
300 Orang
c.
10 – 14
343 Orang
d.
15 – 19
356 Orang
e.
20 – 22
339 Orang
f.
25 – 29
324 Orang
g.
30 – 34
318 Orang
h.
35 – 39
323 Orang
j.
40 – 44
316 Orang
k.
45 – 49
320 Orang
l.
50 – 54
306 Orang
m.
55 – 58
284 Orang
n.
59 tahun ke atas
975 Orang
Jumlah
4788 Orang
Tingkat pendidikan penduduk Desa Gesing berdasarkan data yang ada dari laporan statistik Desa pada Bulan Maret 2008 sebagai berikut : No
Jenjang Pendidikan
L+P
a.
Belum sekolah
399 Orang
b.
Usia 7 – 45 th tidak pernah sekolah
215 Orang
c.
Pernah sekolah SD tapi tidak tamat
101 Orang
d.
Lulus SD
1922 Orang
e.
Lulus SLTP
1521 Orang
f.
Tamat SLTA
508 Orang
67
g.
Tamat D1
70
Orang
h.
Tamat D2
28
Orang
j.
Tamat D3
11
Orang
i.
Tamat S1
13
Orang
Jumlah
4788 Orang
Jumlah Lembaga Pendidikan Formal & Non Formal di Desa Gesing adalah 16 (Enam Belas), dengan perincian sebagai berikut: No Lembaga Pendidikan
Keterangan
a.
Sekolah Dasar (SD)
5
b.
Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ)
5
c.
Taman kanak-kanak (TK)
5
d.
Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP)
1
Jumlah
16
Mata pencaharian masyarakat Desa Gesing adalah : No
Pekerjaan
L+P
a.
Bertani sendiri
1687 Orang
b.
Buruh Tani
992 Orang
c.
Buruh / Swasta
312 Orang
d.
Pegawai Negeri
50 Orang
e.
Pengrajin
62 Orang
f.
Pedagang
44 Orang
g.
Peternak
23 Orang
h.
Montir
7 Orang
Jumlah
3177 Orang
Dengan
demikian
dapat
diambil
kesimpulan
bahwa
mata
pencaharian mayoritas warga Desa Gesing adalah bertani, baik sendiri maupun sebagai buruh tani.
68
Mayoritas masyarakat Desa Gesing beragama Islam. Berikut data pemeluk agama di Desa Gesing: No
Agama
L+P
1
Islam
4140 Orang
2
Kristen Katholik
22 Orang
3
Kristen Protestan
625 Orang
4
Hindu
1 Orang
Jumlah
4788 Orang
Sedangkan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberadaan Dusun Gesing yang secara keseluruhan warganya berjumlah 927 orang. Dari jumlah tersebut 282 orang beragama Islam sedangkan yang beragama Kristen sejumlah 645. Sehingga yang dimaskud penulis dalam penelitian ini adalah komunitas Kristen di Dusun Gesing. Adapun Sarana Tempat Ibadah di Desa Gesing
Kecamatan
Kandangan Kabupaten Temanggung sebagai berikut : No Tempat ibadah
Keterangan
1
Masjid
10
2
Musholla
5
3
Gereja
1
Jumlah
16
3. Keadaan Sosial Ekonomi Kondisi Ekonomi di Desa Gesing pada umumnya cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari hasil tanaman pangan, buah-buahan, tanaman obat, perkebunan kehutanan, peternakan, perikanan, dan juga hasil makanan khas dari Gesing yang terkenal yaitu pisang aroma. Dengan melihat banyaknya hasil tersebut, Desa Gesing cukup potensial di dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat Desa Gesing. Pemilikan lahan pertanian juga merata pada sebagian besar penduduk, hanya sebagian kecil penduduk yang tidak memiliki lahan persawahan dan
69
menggantungkan hidupnya dengan menjadi buruh tani. Hasil padi merupakan sumber penghasilan pokok masyarakat Desa Gesing. 4. Keadaan Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Gesing umumnya berjalan cukup baik. Hal ini disebabkan kondisi sosial masyarakat Desa Gesing yang mempunyai toleransi antar umat beragama yang sangat tinggi yaitu diantara umat muslim dengan non muslim (Kristen). Mayoritas Penduduk beragama Islam dan beraliran Ahlussunah wal jamaah. Selain itu masyarakat Desa Gesing masih mempertahankan nilai-nilai gotong royong, keakraban dan kebersamaan. Kerjabakti dan berbagai kegiatan masyrakat diikuti dengan antusias oleh warga. 5. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat Desa Gesing tergolong memiliki tingkat religiusitas cukup tinggi. Berbagai peringatan hari keagamaan diselenggarakan dihampir semua tempat ibadah. Tradisi haul, ziarah kubur, tahlil, barzanji, manaqib dan pengajian diselenggarakan secara rutin di tiap-tiap dusun, bahkan di tingkat RT. Selain itu, banyak warga yang merupakan alumni pondok pesantren. Hal ini memberikan warna tersendiri dalam berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan. Masyarakat juga memiliki berbagai grup rebana dan qasidah sebagai kegiatan alternatif pemuda Desa Gesing. 6. Lembaga Pemerintahan dan Lembaga Desa Desa Gesing merupakan salah satu Desa di Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung yang wilayah pemerintahannya meliputi sembilan Dusun. Tiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun atau kadus. Desa Gesing terdiri dari 27 RT dan 9 RW. Dalam struktur Pemerintahan Desa terdapat Badan Musyawarah Perwakilan Desa atau BPD yang bertugas mengawasi Kepala Desa dalam menjalankan sistem pemerintahan Desa. Beberapa hal yang perlu diketahui tentang BPD adalah:
70
1. Badan Perwakilan Desa dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat sistem Pemerintahan Desa sebagai wujud keikutsertaan Masyarakat dalam Pemerintahan Desa. 2. Pembentukan
Badan
dimusyawarahkan
oleh
Perwakilan Kepala
Desa Desa
dan
Keanggotaannya
dengan
Pemuka-pemuka
masyarakat. 3. Badan Perwakilan Desa memusyawarahkan setiap rencana yang diajukan oleh Kepala Desa sebelum ditetapkan menjadi keputusan desa. 4. Jumlah anggota Badan Perwakilan Desa sedikitnya 9 orang dan paling banyak 15 orang. 5. Struktur kepengurusan Badan Perwakilan Desa (BPD) periode tahun 2001-2006 terdiri dari :
Ketua
: Heri Supeno
Wakil Ketua
: Suyatno
Bidang Pemerintahan Keuangan : Ketua
: Sukriyadi
Anggota
: Siskabul Qomari
Bidang Pembangunan dan Ekonomi : Ketua
: Zaenal Cholis
Anggota
: Triyono Juweni
Bidang Kemasyarakatan : Ketua
: Iwan Budiyanto
Anggota
: Sugiyono Suwandi Siswanto
71
Dalam menjalankan tugas sehari-hari dalam operasionalnya dibentuk Lembaga Pembangungan Masyarakat Desa (LPMD) yang tugasnya membantu Kepala Desa dan BPD. Adapun susunan Pengurus LPMD adalah sebagai berikut : Ketua
: Al- Muhyiddin
Ketua I
: Istiyono
Ketua II
: Prasojo
Sekretaris
: Aris Pratiknyo
Bendahara
: Winarto
Seksi I
: Slamet Sujadi
II
: Marwadi
III
: Suyanto
IV
: Jaswadi
V
: Budi Purwanto
B. Relasi Antara Islam dan Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, proses komunikasi dan hubungan antar agama (Islam-Kristen) yang terjadi di Desa Gesing cukup baik. Namun demikian itu tidak bisa lepas dari sejarah sekaligus nuansa keberagamaan masyarakat yang berkembang sebelumnya. Melihat ke sejarah yang ada sebagaimana yang disebutkan dalam penelitian Abdul Khaliq dkk dalam penelitiannya “Peran Sosial Gereja Dalam Konteks Relasi Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal Semarang“, bahwa relasi atau perjumpaan agama-agama khususnya muslimnasrani di wilayah nusantara memang tidak bisa dibilang mulus harmonis tanpa struggles, atau juga sebaliknya sepenuhnya selalu vis-a vis konfrontatif anarkis dan menumpahkan darah. Potret hubungan penganut ke dua agama Ibrahimi tersebut dapat dikatakan sangat dinamis, tidak saja kadang
72
menampilkan kompetisi, konfrontasi dan prasangka.1 Sikap harmoni dan toleransi, umumnya terlihat pada sikap sosial warga kedua agama itu yang terintegrasi dalam kesatuan sosial warga kedua agama itu yang terintegrasi dalam kesatuan sosial, persaudaraan suku dan bangsa. Pada bagian tertentu terkadang menampilkan sisi ketegangan-ketegangan berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.2 Demikian yang terjadi pada masyarakat Gesing, meskipun saat ini masyarakat terlihat rukun dan sangat toleran namun proses ketegangan, prasangka antar kedua belah pihak, hal ini pada masa sebelumnya tidak sesekali terjadi. Pada awal kali desa ini berdiri (era belanda) terdapat beberapa kelompok non muslim (Kristen) yang sering kali keluar masuk Desa. Melalui proses keluar masuk desa ini ternyata mereka membawa misi dan tujuan khusus yang tidak hanya sekedar datang dan pergi begitu saja. Misi yang mereka emban adalah dalam rangka dakwah (dalam bahasa Islam) untuk menyebarkan keyakinan dan agama yang mereka bawa. Seiring berjalannnya waktu proses komunikasi dan interaksi yang terjadi antara masyarkat dan kelompok pendatang berjalan dengan baik, tanpa terasa perkembangan dan jumlah masyarakat yang tadinya masih abangan (belum tahu agama) sedikit demi sedikit berkurang, sedangkan perkembangan agama kristen meningkat. Masyarkat Islam yang juga masih sedik (belum mempunyai pengaruh) pada saat itu mulai tergugah, kemudian muncul sebuah “prasangka” dan kekawatiran di beberapa kalangan Islam dalam menaggapi hal itu. Maka reaksi ini kemudian memancing beberapa kalangan muslim baik yang ada di dalam dan di luar desa untuk meminimalisir hal tersebut, meskipun ini sebenarnya telah “telat” karena saking sudah pesatnya agama ini
1
Abdul Khaliq dkk dalam penelitiannya “Peran Sosial Gereja Dalam Konteks Relasi Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal Semarang“, (Semarang; Pusat Penelitian Iain Walisongo Semarang, 2007), hlm. 39. 2
Ibid
73
berkembang. Bahkan dari beberapa masyarakat penduduk Islam yang masih lemah imannya ikut-ikutan masuk (pindah agama) mengikuti tetanggatetangga dan saudara mereka karena diyakini agama yang baru lebih menjanjikan dan meyakinkan. Ada beberapa sebab hal yang bisa memunculkan sentimen antar agama diantaranya, pertama: akibat fanatisme sempit yang mengarah pada fundamentalisme. Kedua: syiar agama sepihak yang telah berani masuk terlalu jauh ke dalam penganut kelompok agama tertentu. Ketiga: kecemburuan terhadap kegiatan tertentu yang dianggap sebagai usaha ekspansi dan mendesak komunitas yang ada sebelumnya.3 Jika salah satu dari ketiga tersebut diatas terjadi maka tidak jarang akan timbul ketegangan-ketegangan yang sepatutnya tidak perlu. Demikian di Desa Gesing, dari sini lah munculnya ketengangan dan juga prasangkaprasangka negatif antar kedua belah pihak. Kalau sudah begini maka kaum minorotas akan “minder” dan tdak bisa berbuat apa-apa. Berbicara masalah “kekuatan” biasanya mayoritas lebih dominan, namun kenyataanya disini minoritas “tidak mau kalah” dengan reaksi-reaksi “adu mulut” yang terjadi, sampai keteganggan ini hampir berdampak pada benturan fisik meskipun pada akhirnya bisa reda. Ini menunjukkan bahwa kalau sudah berbicara masalah keyakinan/ iman seseorang atau suatu kelompok maka faktor apapun tidak peduli akan dilakukannya. Orang akan cenderung sentimen dan mudah tersinggung ketika keimanan atau keyakinanya dipermainkan atau di ganggu oleh oang lain, dan ini biasanya yang sering muncul dalam isu-isu ketengangan pada masyarkat kita adalah berujung pada SARA yang kemudian jatuh pada kekerasan. Proses pengupayaan dialog dan hubungan baik antara kedua belah pihak ini terus diupayakan, dalam hal ini yang lebih berperan adalah para tokoh masyarakat (punggawa desa) dan tokoh agama dari kedua belah pihak. Dengan komunikasi dan pendekatan secara baik kedua belah pihak akhirnya
3
Baca Penelitian Abdul Kholiq dkk.
74
sepakat dengan memberikan kebebasan beragama sebagaimana yang diatur dalam negara, kedua belah pihak sepakat untuk mengutamakan hidup berdampingan dan menjalin kerukunan bersama. Yang terjadi sekarang adalah kekompakan dan gotong royong yang kuat pada dusun tersebut. Bahkan
75
ketikan orang Islam mempunyai hajad sekalipun mereka tidak enggan membantu untuk mensukseskan acara tersebut, terlebih ketika hajad itu menjadi tanggung jawab mereka bersama maka masyarakat secara kompak bekerja sama tanpa harus melihat mana yang Islam dan mana yang kristen. Untuk meredam titik temu antar kedua agama tersebut paling tidak ada enam titik temu yang harus di lakukan, pertama agar umat Islam dan Kristen berlomba-lomba mengungkapkan keberagamaanya secara kontekstual dan tidak terus menerus mengikatkan diri secara kaku denga tradisi dan warisan, entah dari barat atau timur tengah. Kedua umat Kristen dan Islam terus membangun ketersediaanya untuk mengakui keterbatasan masing-masing dalam hal agama, bahkan dalam memahami wahyu, firman dan kehendak Tuhan. Ketiga agar umat Islam dan Kristen tidak terus memenrus membenarkan diri dalam setiap permasalahan. Keempat agar umat Islam dan Kristen bersedia memperkuat komitmen untuk melanjutkan dialog secara mandiri. Kelima agar umat Islam dan Kristen bersedia bersama-sama melihat permasalahan bagsa ini. Keenam, agar umat Islam dan Kristen bersedia belajar terus menerus dari sejarah-termasuk hal-hal yang pahit dan kurang menyenagkan, dan dari kesalahan yang dilakukan pada masa lalu.4
C. Pendidikan Agama Anak Pada Keluarga Muslim Dusun Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Pelaksanaan pendidikan agama pada anak oleh keluarga yang dilakukan oleh keluarga Bapak Sukiman dan Bapak Syafiq adalah dengan memberikan pengetahuan dan pondasi yang kokoh pada anak-anak nya. Anakanak diberikan pengetahuan sedini mungkin. Dasar-dasar yang terkait dengan keyakinan dan iman mulai pertama kali diberikan kepada anak, ini dilakukan sejak pertama kali anak bisa mulai berbicara dan mengenal lingkungannya. Anak dilatih dengan mengucapkan
4
Aritonag disebutkan dalam penelitian Abdul Khaliq dkk dalam penelitiannya “Peran Sosial Gereja Dalam Konteks Relasi Muslim-Nasrani: Studi Peran Sosial Gereja Katredal Semarang“, (Semarang; Pusat Penelitian Iain Walisongo Semarang, 2007), hlm. 54.
76
kata-kata yang baik seperti dibiasakan megucap kata Allah, istighfar dan lain sebagainya. Disamping itu penanaman keyakinan kepada Allah dan rasulnya (lebih lengkapnya rukun iman) sedini mungkin diberikan dan ditanamkan pada anak. Ini akan berpengaruh terhadap anak nanti, terlebih ketika anak suatu saat akan bertanya dengan melihat kondisi lingkungan yang beda yaitu adanya teman, saudara atau tetangga yang memeluk keyakinan berbeda dengan menyembah selain Allah. Maka anak anak terlebih dulu mempuyai iman dan keyakinan yang tidak salah karena ia telah meyakini akan Islam. Agama adalah hal yang penting dalam kehidupan manusia, oleh sebab itu apapun yang terjadi keyakinan agama wajib di pertahankan. Keluarga menjadi penanggung jawab awal bagi anak-anaknya, sehingga keiman anak bisa dikatakan terletak pada bagimana keluarga bisa mengarahkannya. Orang tua (keluarga) juga memberikan perhatian kepada anak-anak nya dalam mengasah pengetahuan agama yang mereka miliki. Anak-anak disamping diarahkan oleh keluarga dalam memegang teguh pada keyakinan yang ia miliki proses pendidikan untuk mendukung pengetahuan dan wawasan mereka terhadap
agama
patut
dikembangkan.
Itu
terbukti
dengan
mereka
menyekolahkan anak-anak mereka pada madrasah-madrasah, dan orang tua menyuruh anaknya agar aktif dalam kegiatan-kegiatan majlis ta’lim yang sudah ada. Kegiatan madrasah dan majlis ta’lim yang diadakan oleh orang-orang tua di desa gesing melalui ustadz-ustadz yang kompeten tidak semata bersifat rutinitas saja, akan tetapi kegiatan ini bertujuan untuk memperkokoh keimanan dan sekaligus mensyi’arkan ajaran Islam. Melalui tenaga pengajar dari dalam (para alumni pondok pesantren) dan dari luar (para tokoh desa sekitar) anak di didik dengan pengetahuan agama sebaik mungkin, mereka diberi motivasi dan pengetahuan agama yang cukup untuk bekal kehidupan mereka dimasyarakat. Dari kenyataan yang terjadi madrasah ini berjalan selama dua kali dalam sehari. Pertama anak mengaji di waktu sore hari dan ke dua di malam hari. Namun demikian mereka tidak sebatas mengikuti kegiatan rutinitas
77
harian. Kegiatan lain yang anak-anak ikuti yaitu dengan adanya jama’ah rutin setiap malam rabu yaitu dengan membaca tahlil dan yasin yang dipimpin oleh ustadz dan ustadzah dan setelah tahlil dan yasin selesai anak mendapatkan materi dan pengetahuan tambahan tentang Iman dan Islam. Upaya lain yang dilakukan oleh beberapa keluarga (orang tua) muslim di Desa Gesing untuk pendidikan agama anak-anaknya adalah melalui jalur pesantren, dari beberapa keluarga yang ada di Desa Gesing disamping perhatian terhadap pendidikan umum menjadi prioritas, pendidikan agama juga lebih di utamakan. Terlebih melihat lingkungan yang mereka hadapi disitu adalah komunitas beda agama yang notabene lebih banyak. Dengan pendidikan agama yang dilakukan orang tua melalui jalur pesantren (dalam bahasa jawanya mondok), diharapkan setelah anak pulang dari pondok pesantren bisa membangun dan meningkatkan keimanan dan wawasan agama bagi keluarga dan bagi lingkungan pada umumnya. Disamping itu hal penting yang menjadi perhatian orang tua dalam keseharian adalah anak bagaimana bisa mengamalkan apa yang menjadi kewajiban mereka atas agama yang ia miliki yaitu Islam, ibadah dan perbuatan-perbuatan agama yang wajib ia lakukan sepertihalnya shalat, puasa, shadaqah (zakat) sampai pada rukun Islam yang keenam yaitu haji anak tahu dan mewujudkan (mengamalkannya) sesuai dengan aturan syarat yang berlaku. Pendidikan agama yang dilakukan keluarga pada lingkungan kristen memang berbeda dengan keluarga muslim pada umumnya. Meskipun secara materi sama, namun dalam cara penyampaian dan pendampingan terhadap anak lebih intens dan sering dilakukan, disamping sedini mungkin anak harus diberikan pendidikan dan wawasan agama secara matang proses penyikapan terhadap lingkungan juga menjadi hal penting yang selalu dilakukan oleh orang tua. Dengan begitu diharapkan anak dapat berprilaku dewasa dalam menyikapi lingkungannya.
78
D. Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Lingkungan Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Setelah peneliti mengadakan observasi dan wawancara terhadap keluarga Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman serta orang-orang yang ada di sekelilingnya maka akan penulis sampaikan tentang hasil penelitian yang telah peneliti dapatkan. Pelaksanaan Metode Pendidikan Akhlak Anak Dalam Keluarga Muslim di Komunitas Kristen Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak berjalan ketika berada di rumah. Sedangkan ketika anak berada di luar rumah anak cenderung banyak mendapatkan pendidikan yang mereka dapat melalui lembaga pendidikan formal yang ada di sekolah, madrasah maupun pendidikan di lingkungan. Namun demikian pantauan orang tua terhadap anak tidak bisa lepas begitu saja, anak selallu diperhatikan ketika mereka habis bermaian atau melakukan aktivitas lainnya sehingga pengawasan terhadap anaka selalu bisa terjaga. Orang tua dalam mendidik anaknya mempunyai harapan agar anaknya menjadi anak yang shaleh, taat pada Allah dan Rasul-Nya serta berbudi pekerti yang luhur. Anak tidak terpengaruh dengan kondisi lingkungan yang berbeda dengan agamanya dan anak bisa mempunyai akhlak yang baik, shaleh dan senantiasa berbakti kepada Allah dan orang tua, meskipun harus tetap menjaga kerukunan dan kebersamaan dengan lingkungan yang berbeda agama.5 Cara yang dilakukan dalam mendidik anak sebaiknya juga diterapkan secara hati-hati, tidak semena-mena dan yang lebih penting nantinya tidak akan menghambat pertumbuhan anak khususnya dalam hal mental. Karena bagaimanapun ketika orang tua memperlakukan anaknya dengan baik suatu ketika bila nanti anaknya sudah besar dia juga akan bisa tahu dan melihat hasil
5
Wawancara dengan Bapak Sukiman pada hari Rabu tgl 5 Maret 2008
79
didikan yang telah dilakukan orang tuanya tersebut kepada dirinya. Baik itu ketika dia melihat kepada lingkungan sekitar atau ketika ia sudah berkeluarga nanti. Kelahiran anak merupakan amanat dari Allah SWT kepada bapak dan ibu yang harus dijaga, dirawat, dan diberikan pendidikan. Itu semua merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua kepada anaknya. Anak dilahirkan tidak dalam keadaan lengkap dan tidak pula dalam keadaan kosong. Ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Memang ia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa, akan tetapi anak telah dibekali dengan pendengaran, penglihatan, dan kata hati.6 Dengan diberikannya penglihatan, pendengaran, dan kata hati tersebut, diharapkan orang tua mampu membimbing, mengarahkan, dan mendidiknya dengan ekstra hati-hati karena anak sebagai peniru yang ulung. Oleh karena itu semaksimal mungkin orang tua memberikan pelayanan terhadap anaknya. Pelayanan yang maksimal akan menghasilkan suatu harapan bagi bapak ibunya, tiada lain suatu kebahagiaan hasil jerih payahnya. Sebab anak adalah sumber kebahagiaan, kesenangan, dan sebagai harapan dimasa yang akan datang.7 Harapan-harapan orang tua akan terwujud, tatkala mereka mempersiapkan sedini mungkin pendidikan yang baik sebagai sarana pertumbuhan dan perkembangan bagi anak. Dalam melaksanakan pendidikan akhlak anak dalam keluarga agar berhasil, maka harus memenuhi faktor-faktornya. Di antara salah satu faktornya adalah menggunakan metode yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Dalam mendidik anak, tentunya harus ada kesepakatan antara bapak dan ibu sebagai orang tua, akan dibawa kepada pendidikan yang otoriter atau 6
Muhammad ‘Ali Quthb, Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan, “Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam”, (Bandung : Diponegoro, Cetakan II, 1993), hlm. 11. 7
Muhammad Ali al-Hasyimi, The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim Woman as Defined in The Qur’an and sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah Ideal pribadi Islami dalam al-Qur’an dan as-Sunnah”, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, Cetakan I, 2000), hlm. 250-251.
80
pendidikan yang demokratis atau bahkan yang liberal, sebab mereka penentu pelaksana dalam keluarga. Seorang muslim sepatutnya mencontoh teladan yang telah diberikan Rasul SAW, dalam memuliakan putra putrinya. Beliau dalam mendidik anakanaknya melalui ajaran wahyu Ilahi yaitu dengan penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya. Dengan pemberian kasih sayang tersebut, diharapkan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab anak merupakan aset masa depan. Sebagai orang tua dapat meneladani ajaran-ajaran Rasul SAW tersebut, melalui para tokoh, pemikir dan pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam yang dapat memberikan gambaran yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Melalui hal tersebut seorang muslim dapat menerima beberapa pandangannya untuk mendidik anak dalam keluarga melalui metode-metode yang harus diterapkan dalam pendidikan anak termasuk dalam hal pendidikan akhlak khususnya keluarga muslim yang berada dalam lingkungan komunitas non muslim. Apabila metode-metode tersebut diterapkan, niscaya apa yang menjadi harapan bersama sebagai muslimin yaitu tumbuhnya para generasi Islam yang tangguh dan sebagai penebar kebenaran. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam pelaksanaan pendidikan (akhlak) keluarga maka harus memenuhi beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan isi atau materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang baik. Di antara metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim yang di terapkan dalam keluarga di lingkungan komunitas Kristen adalah sebagai berikut : a
Pendidikan dengan percontohan Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan
81
belum terbentuk.8 Seorang anak akan mencontoh berbuat baik ketika kedua orang tuanya juga berprilaku baik.9 Adapun ketika Bapak atau Ibu berprilaku kurang baik yang tidak patut dilakukan di depan anak (seperti marah atau yang lainnya) maka anak akan melihat itu sebagai sebuah pelajaran bagi mereka, yang suatu saat akan ditiru.10 Contoh yang diberikan orang tua dalam mendidik akhlak anak disini lebih ditekankan pada akhlak terhadap Allah, seperti halnya sholat, puasa, shadaqah dan yang lainnya. Dalam keseharian misalnya seorang bapak harus bekerja sama dengan ibu untuk selalu memberi contoh melakukan kewajiban shalat, ibadah wajib tersebut selama lima waktu dalam sehari patut dicontohkan pada anak. Dalam melaksanakan shalat anak diberi contoh agar sebisa mungkin berjamaah (di masjid) sehingga shalat yang dikerjakan akan lebih afdhol dan banyak hikmahnya.11 Melihat kondisi lingkungan masyarakat yang berbeda seperti di Desa Gesing dimana jumlah penduduk lebih banyak non muslimnya, maka dalam hal apapun, tingkah laku yang berbeda dengan ajaran agama patut diarahkan.12 Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan, menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak. Sedangkan
ayah
mempengaruhi
anaknya
melalui
sifatnya
yang
mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.13 Anak hendaknya dilatih untuk selalu melakukan perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama, latihan itu dapat dilakukan dengan 8 Haya Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, terj. Amir Hamzah Fachrudin, “Ensiklopedi Wanita Muslimah”, (Jakarta : Darul Falah, Cet. IV, 1998), hlm. 247. 9
Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq pada hari Selasa, tgl 4 Maret 2008.
10
Wawancara dengan Bapak Sukiman pada hari Rabu tgl 5 Maret 2008
11
Ibid.
12
Ibid
13
Abdurrahman ‘Isawi, Anak dalam Keluarga, (Jakarta : Studia Press, Edisi II, 1994),
hlm. 35.
82
contoh (keteladanan) yang diberikan oleh orang tua dalam kesehariannya. Seperti halnya dalam bentuk keimanan, ibadah (shalat), santun (ukhuwah), dan berani melakukan yang benar.14 Pada diri anak terdapat potensi imitasi dan identifikasi terhadap seorang tokoh yang dikagumi nya, sehingga kepada mereka seorang pendidik atau orang tua harus mampu memberikan suri tauladan yang baik. Keteladanan ini sangat efektif digunakan, yaitu contoh yang jelas untuk ditiru, sehingga nilai-nilai keimanan dan keislaman tidak dapat terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang ada meski dalam komunitas Kristen sekalipun. b
Pendidikan dengan nasihat (saran) Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik. Sikap orang tua dalam lingkungan juga kerap menjadi perhatian anak, baik itu ketika berada dalam keluarga atau bergaul dengan lingkungan sekitar (Kristen) sekalipun. Dalam hal ini saran (nasihat) menjadi hal penting karena anak akan cenderung mendengarnya. Dengan cara memberikan saran (nasehat) dengan baik yang diberikat orang tua kepada anaknya maka anak akan mengikuti apa yang orang tua katakan. Metode ini cukup efektif dalam usaha pembentukan keimanan, menanamkan nilai-nilai moral, akhlak, spiritual dan sosial, karena nasihat dapat membukakan mata hati anak akan hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia. Metode inilah yang digunakan pada keluarga Bapak Sukiman dalam mendidi anaknya. Sebagai contoh ketika anak sedang bermain
14
Wawancara dengan Bapak Syafiq pada hari selasa tgl 4 Maret 2008
83
bersama teman-teman yang berada dalam lingkungannya, karena waktu sholat telah tiba maka anak disuruh untuk sesegera melakukan sholat tersebut. Ketika waktunya mengaji meskipun anak sedang nonton tv anak diberikan pengertian untuk melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu.15 Nasehat (saran) yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya agar anak selalu rajin dalam beribadah, mengerjakan shalat pada waktunya dan jangan terlalu banyak bermain diluar tanpa tujuan yang yang jelas, maka akan melatih anak untuk disiplin dan berprilaku baik. c
Pendidikan dengan pembiasaan Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter anak. Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama baik itu di keluarga maupun di sekolah madrasah sebagai sarana teoritis dari orang tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua senantiasa memberikan pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan. Anak dibiasakan dengan mendengar kata-kata yang baik, melaksanakan kewajiban (ibadah) dengan teratur dan dibiasakan melakukan hal-hal positif setiap harinya.16 Apabila anak dalam lingkungan (keluarganya) yang baik, memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi dan terbuka antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang–orang disekitarnya meski mereka berada dalam lingkungan orang yang mayoritas beragama non muslim. Disamping itu pengawasan dari 15
Ibid
16
Wawancara dengan Bapak Sukiman, pada hari Rabu, tgl 5 Maret 2008 .
84
bapak dan ibu sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.17 Pembiasaan ini dilakukan oleh orang tua ketika masih kecil, lewat prilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua agar anak kelak ketika sudah besar sudah terbiasa. Sebagai contoh dalam hal ucapan, sejak anak berlatih berbicara anak sudah dibiasakan mendengarkan dan juga memakai kata-kata yang santun yang diberikan oleh orang tua agar dalam ucapan/ kata-kata yang biasa digunakan anak tidak bertentangan dengan agama. Selain itu anak juga dibiasakan untuk mengenal istilah-istilah agama dan sekaligus diberi tahu akan hal itu. Kebiasaan anak mulai kecil untuk pergi ke majlis taklim, berjamaah dan lainnya sangat baik untuk dilakukan oleh orang tua agar nantinya anak paham dan tahu betul akan Islam. d
Pendidikan dengan pengawasan (monitoring) Pengawasan sangat penting dalam pembentukan akhlak bagi anak ketika berada dalam lingkungan agama yang berbeda, karena hilangnya pengawasan akan berakibat pada ketidakberhasilan pada apa yang menjadi tujuan bahkan sebaliknya akan berakibat pada hal-hal yang mungkin tidak diinginkan. Contohnya ketika anak sedang mulai senang bermain bersama teman-teman yang ada disekitarnya, mereka akan cenderung mencontoh apa yang dia lihat dan teman-temannya lakukan. Kebiasaan anak berada dalam lingkung beda agama akan juga berpengaruh terhadap apa yang anak perbuat. Misalkan dalam segi pengucapan, kebiasaan anak mengucapkan kata-kata yang baik (seperti astahfirullah, alhamdulillah dan lain sebagainya) itu akan dilakukan jika sudah terbiasa. Namun sebaliknya jika anak terbiasa mendengar kata-kata yang bertentangan dengan agama maka ia akan berpotensi mengikuti apa yang sering didengarnya.
17
Ibid
85
Melihat hal demikian keluarga Bapak Syafik selalu berusaha memantau anaknya dengan harapan anak bisa dapat ter perhatikan dan tidak mudah terpengaruh oleh ajaran dan prilaku yang tidak sesuai dengan agama Islam. Dan hal terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menguatkan pondasi akhlak pada anak.18 Perhatian orang tua terhadap anaknya ketika bergaul dengan teman yang berada dalam lingkungan patut diperhatikan. Karena anak akan lebih mudah meniru apa yang mereka lihat dibanding dengan yang mereka terima secara teori.19 Apabila orang tua mampu bersikap penuh kasih sayang dengan memberikan perhatian dan ke pengawasan yang cukup pada anaknya, niscaya mereka akan menerima pendidikan dari orang tuanya dengan penuh perhatian juga.
18
Wawancara dengan Bapak Syafiq, pada hari Selasa, tgl 4 Maret 2008 .
19
Ibid.
86
Wawancara dengan Bapak Sukiman pada hari Rabu tgl 5 Maret 2008 Muhammad ‘Ali Quthb, Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan, “Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam”, Bandung : Diponegoro, Cetakan II, 1993. Muhammad Ali al-Hasyimi, The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim Woman as Defined in The Qur’an and sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah Ideal pribadi Islami dalam al-Qur’an dan as-Sunnah”, Yogyakarta : Mitra Pustaka, Cetakan I, 2000. Haya Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, terj. Amir Hamzah Fachrudin, “Ensiklopedi Wanita Muslimah”, Jakarta : Darul Falah, Cet. IV, 1998. Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq pada hari Selasa, tgl 4 Maret 2008. Abdurrahman ‘Isawi, Anak dalam Keluarga, Jakarta : Studia Press, Edisi II, 1994.
BAB IV ANALISIS METODE PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM
Uraian sebelumnya mengantarkan kepada pemahaman bahwa metode pendidikan akhlak yang dipraktekkan pada keluarga muslim di lingkungan komunitas Kristen Desa Gesing, perlu dipertahankan dan di lestarikan. A. Efektifitas Metode Kata efektifitas berasal dari kata dasar efektif, yang berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan.1 Akibat yang dimaksud adalah bahwa setelah metode-metode pendidikan akhlak tersebut diberikan atau diinformasikan kepada anak, maka orang tua berharap supaya ada perubahan pada diri anak tersebut yakni ia menjadi anak yang berakhlak baik sesuai ajaran Islam, baik dari segi ranah kognitif, afektif, ataupun psikomotorik. Sebagai seorang muslim seharusnya dalam mengarungi kehidupan di dunia ini tetap berpijak dan berlandaskan kepada sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Dengan menerapkan sumber ajaran tersebut, niscaya kebahagiaan dan keselamatan akan dicapai. Tujuan yang diinginkan akan terwujud tatkala mau berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan segala perintah-Nya. Diantara perintah Allah SWT yang harus dijalankan adalah belajar, sebab melalui media belajar tersebut akan memperoleh banyak pengetahuan dan pengalaman dalam hidup. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Alaq yang berbunyi:
(4:ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘﹶﻠ ِﻢ )ﺍﻟﻌﻠﻖ ﻋﻠﱠ ﺍﱠﻟﺬِﻯ Artinya: ”Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam”.(al-Alaq: 4)2 1
Pariata Westra, et. Al., Ensiklopedi Administrasi, (Jakarta: Air Agung Putera, 1989), hlm.
149. 2
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995), hlm. 1079.
84
85
Pendidikan akhlak yang dilakukan keluarga muslim yang berada di lingkungan komunitas Kristen dalam hal ini peneliti mengambil dua kasus yang ada yaitu keluarga bapak Syafiq dan bapak Sukiman. Adapun metodemetode yang diterapkan adalah : pendidikan dengan percontohan, pendidikan dengan nasihat (saran), pendidikan dengan pembiasaan, dan pendidikan dengan pengawasan (monitoring).3 Dengan metode-metode pendidikan akhlak tersebut diharapkan mampu menghasilkan para generasi penerus yang taat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu dengan metode pendidikan akhlak itu anak diharapkan anak dapat berperilaku sopan santun, tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan yang lebih penting (utama) tingkah laku yang wajib dilakukan anak adalah dapat menerapkan nilai-nilai agama Islam guna untuk mempertahankan keyakinan sekaligus menyebarkan syi’ar Islam yang telah ada padanya.4 Dari hasil penelitian yang didapatkan berikut bagaimanakah efektivitas metode-metode tersebut ditinjau dari segi psikologis sosiologis, dan religius. 1. Segi psikologis Salah satu sifat dari anak adalah meniru. Ia akan menirukan segala tingkah laku orang tuanya melalui informasi yang dilihat nya, didengarnya atau pendek kata orang tua merupakan obyek peniruan bagi anak. Sebab orang tua bagi anak adalah sebagai sosok yang disegani. Terlebih ketika masih kanak-kanak (anak) akan senantiasa menuruti perintah dari orang tua, sebab dalam masa ini di tangan orang tua lah pendidikan (pembinaan) mental atau akhlak anak bertumpu. Usia anak ketika masa itu (umur 0-6 tahun) ditandai dengan prilaku anak suka berkumpul dengan kelompok, menjelajah, bertanya, dan meniru.
3 4
Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman. Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman.
86
Bagi orang tua ini adalah masa usia sulit dan masa usia bermain.5 Untuk itu orang tua patut waspada dan membimbing nya dengan baik agar tidak terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik. Apabila orang tua senantiasa memberikan bimbingan (teladan) yang baik di hadapan anak-anaknya, maka hal itu akan berpengaruh pada diri anak, lambat laun anak akan meniru apa yang orang tua ajarkan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Quthb ”anak tidak dapat menghindar dari orang tua. Dengan kata lain, tidak mungkin satu pekerjaan yang dikerjakan berulang-ulang oleh orang tua tidak memberikan pengaruh pada diri anak.”.6 Memasuki masa usia sekolah dasar (umur 6-12 tahun), peran orang tua semakin besar. Pada usia ini, anak-anak cenderung berkumpul dengan teman sebayanya. Orang tua tidak lagi sebagai figur yang dikagumi, karena pendapat kelompok lebih diikuti dari pada pendapat orang tua.7 Sedangkan bagai orang tua/pendidik masa itu adalah periode kritis,8 kecenderungan yang ia dapatkan akan membentuk kebiasaannya sampai dewasa nanti. Alangkah baiknya jika anak pada masa itu disamping didik dalam keluarga atau sekolah umum anak juga disekolahkan di sekolah agama madrasah seperti TPA, Diniyah ataupun lembaga yang sejenisnya. Melihat lingkungan masyarakat penduduk setempat yang banyak beragama Kristen dan orang Islam menjadi kelompok yang jumlahnya lebih sedikit, maka penguatan mental sekaligus pondasi spiritual harus diperkokoh. Dengan metode-metode pendidikan akhlak yang diterapkan pendidik/orang tua harus benar-benar berperilaku dan memberikan contoh yang sesuai dengan tuntunan agama sehingga lewat ajaran dan pengetahuan pendidikan yang anak dapatkan mereka tidak minder dengan lingkungan atau teman-temannya yang tidak beragama Islam. Dengan 5
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 2005), hlm. 68. Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, Terjemah Ibnu Burdah ”Menumbuhkan sikap sosial, akhlak, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet I, 1998), hlm.34. 7 Heri Jauhari Muchtar, Op.cit, hlm. 68. 8 Ibid. 6
87
penanaman pengetahuan keyakinan terhadap anak sudah dimulai sejak kecil, bahwa anak tidak perlu terpengaruh dengan lingkungan, dan meyakinkan bahwa agama dan keyakinannya lah yang paling benar tanpa harus menyalahkan agama lain dan tetap harus menjaga toleransi dan hubungan baik maka anak akan tergugah dan percaya diri dengan apa yang ia punyai dan yang dilakukannya. 2. Segi sosiologis Proses pembentukan pribadi anak merupakan kewajiban orang tua. Ibu dan bapak harus mempersiapkan diri jauh sebelum anak lahir, untuk menentukan arah yang baik dalam mendidik anak. Ibu dan bapak juga harus menyadari arti pentingnya kerjasama dalam berkeluarga. Ibu sebagai mitra setia yang aktif dan bapak sebagai penanggung jawab utama dalam keluarganya. Salah satu bentuk ikatan kerjasama tersebut adalah mendidik anakanaknya. Dalam mendidik anak-anaknya jangan sampai terjadi salah paham, dalam arti bapak dan ibu harus seiring sejalan bukan sebaliknya bertolak belakang. Sebagai contoh ketika waktunya tiba bapak menyuruh anaknya untuk sekolah madrasah (TPQ), ke masjid dan belajar sekalipun maka ibu pun juga harus demikian sehingga terdapat kesinambungan yang sama, sehingga diharapkan dalam mendidik anak (putra-putrinya) ada sebuah tujuan yang sama. Keluarga merupakan masyarakat terkecil dan di tempat itu pula pendidikan pertama dan utama dilakukan, atau keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak. Bapak ibu sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik. Untuk memperoleh terdidik yang baik tentunya melalui proses yang lama dan butuh kesabaran. Orang tua merupakan obyek peniruan bagi anak. Apabila orang tua mempersiapkan diri dengan baik, dalam memberikan teladan yang baik, saling menghormati, saling menyayangi, menjalin hubungan dengan kerabat keluarga yang lain, tidak bersifat masa bodoh, selalu memberikan contoh bernuansa ajaran Islam, dan pendek kata orang tua selalu tampil
88
baik dihadapan anaknya, maka semua itu akan terukir (tertulis) dalam diri anak, dan ia senantiasa akan meniru apa-apa yang dilihat nya dan yang didengarnya. Rasa kebersamaan yang dipraktekkan dalam keluarga, baik bapak ibu dengan anak atau dengan saudara yang lainnya akan berdampak terhadap perilaku anak. Dengan memberikan ajaran tingkah laku yang baik, berarti orang tua memberikan yang terbaik buat anaknya. Dengan melihat pada kondisi masyarakat muslim yang lebih kecil (minoritas) perilaku orang tua ketika berada di lingkungan juga menjadi contoh bagi anak, orang tua hendaknya hendak nya bisa menjaga dan menerapkan ukhuwah yang baik dengan tetangga muslim atau non muslim dalam bermasyarakat sesuai dengan ajaran agama Islam. Metode-metode pendidikan akhlak yang di lakukan oleh keluarga bapak Syafiq dan bapak Sukiman memang sudah efektif meskipun masih ada beberapa hal yang perlu ditambah dan di perhatikan. Ini terlihat dalam kehidupan anak dalam kesehariannya yang bisa menyesuaikan diri meskipun berada dalam lingkungan mayoritas masyarakat beragama Kristen. Namun demikian juga dibutuhkan peran masyarakat muslim yang ada disekitarnya. Karena suatu pendidikan (akhlak) akan berhasil apabila lembaga-lembaga yang berkompeten terlibat, tidak terkecuali peran masyarakat muslim ketika berada dalam lingkungan yang masyarakatnya lebih banyak menganut agama Kristen. Apabila tiap-tiap anggota masyarakat muslim sudah mampu menerapkan ajaran akhlak Islam, maka apabila ada kesalahan dari anggota masyarakat muslim yang lain akan dikoreksi sebagai langkah bersama untuk mencegah kemungkinan kesalahan yang ada, bukan sebaliknya yaitu masa bodoh terhadap kesalahan yang terjadi pada lingkungannya. Kepada para tokoh masyarakat dan tokoh agama hendaknya selalu mencari inisiatif positif untuk memupuk dan mengembangkan solidaritas antar warga sehingga kerukunan dan kebersamaan akan selalu tercipta meski terdapat
89
lingkungan yang berbeda agama dengan tanpa melihat antara minoritas maupun mayoritas. 3. Segi religius Orang tua adalah pemegang amanat dari Allah SWT. Oleh karena itu ia harus menjaga amanat tersebut sebaik mungkin. Agar penjagaan dan perawatan amanat tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan keteladanan yang baik. Untuk menerapkan keteladanan itu diupayakan sedini mungkin oleh orang tuanya. Keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan agama termasuk di dalamnya yaitu pendidikan akhlak. Keteladanan dalam pendidikan akhlak pada periode kanak-kanak awal sebaiknya berasal dari orang tuanya sendiri. Karena pendidikan tersebut merupakan pendidikan pertama kali yang diperoleh anak dari keluarganya. Sebab secara agamis hal tersebut merupakan konsekuensi orang tua dalam menerima amanat-Nya. Oleh karena itu amanat tersebut harus dijaga demi keselamatan diri dan keluarganya. Sebagaimana firman Allah dalam al-qur’an :
(6: )ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ... ﺍﺎﺭﻢ ﻧ ﻜ ـ ﹸﻫِﻠﻴ ﻭﹶﺍ ﻢ ـ ﹸﻜـ ﹸﻔﺴ ْ ﺁ ﺍﹶﻧﺍ ﹸﻗﻮﻨﻮﻣ ﻦ ﺃ ﻳﺎ ﺍﻟﱠ ِﺬـﻬ ّ ﺂﻳﻳ Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …”.9 Orang tua juga harus memberikan nasihat kepada putra-putrinya. Setiap anak (manusia) membutuhkan nasihat. Sebab dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap, oleh karena itu nasihat harus diulang-ulang.10 Sehingga anak tidak mudah terpengaruh dan mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya yang berada disekitar, dengan keberadaan lingkungan yang berbeda agama tentunya membawa potensi anak untuk selalu melihat pada perbedaan tersebut.
9
Departemen Agama. RI,. Op. cit., hlm. 951. Muhammad Quthb, t.th. Terj. Salman Harun ”Sistem Pendidikan Islam”, al-Ma`arif, Bandung, 1993, hlm. 334. 10
90
Pergaulan anak ketika berada dalam lingkungan masyarakat juga patut mendapat pengawasan yang cukup dari orang tua, waktu dan tempat mereka bermain akan berpengaruh terhadap prilaku mereka dalam keseharian. Untuk itu dengan metode-metode yang diterapkan oleh keluarga diharapkan anak mampu memegang teguh keyakinan dan akhlaknya yang ada dalam Islam, terlebih lagi anak diharapkan dapat memberikan teladan dan contoh yang baik bagi teman-temannya sehingga lingkungan (masyarakat Kristen) akan simpatik dan menirunya.11 B. Implikasi Metode Implikasi metode pendidikan akhlak yang dilakukan oleh keluarga bapak Syafiq dan bapak Sukiman adalah sebagai berikut : 1. Implikasi terhadap keluarga Tujuan pendidikan akhlak adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup umat manusia dalam kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat.12 Untuk itu perhatian keluarga dalam mendidik akhlak terhadap putra-putrinya menjadi nomor satu yang patut diperhatikan. Melalui keluarga anak didik dan dibesarkan, kemudian melalui keluarga pula anak pertama kali belajar dan mendapatkan pengaruh dari segala kehidupannya. Betapa tidak ketika anak mulai bagun tidur sampai ke tempat tidur kembali anak mendapatkan pengaruh dan informasi dari lingkungan kelurganya, dengan harapan kelak bisa menjadi anak yang bisa berbakti kepada orang tua dan masyarakat terutama bagi agamanya. Meskipun anak lahir dibekali potensi bawaan, namun tanpa adanya intervensi dari pihak luar, terutama ayah ibunya potensi bawaan tersebut tidak ada artinya. Dengan adanya anak, maka rasa tanggung jawabnya sebagai orang tua, secara kodrati adalah untuk mengarahkan, mengawasi dan membimbing serta melindungi anaknya semaksimal mungkin dalam
11 12
Hasil wawancara dengan Bapak Sukiman. Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ (Yogyakarta: UII Press, 1998), hlm. 96.
91
pertumbuhan
dan
perkembangannya,
terutama
dalam
masalah
13
pembentukan jiwa keberagamaan anak.
Dalam pandangan Islam anak adalah amanah yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak menerima. Karena manusia merupakan milik Allah SWT, mereka harus mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan dirinya kepada Allah SWT.14 Untuk membentuk akhlak yang baik orang tua harus kerjasama, hidup rukun agar proses dalam rumah tangga berjalan sejuk dan nyaman. Dengan kenyamanan dalam keluarga maka ibu dan bapak akan lebih mudah mengarahkan dan memberikan contoh yang baik kepada anaknya. Apabila dalam keluarga terjadi suatu pertentangan maka dampaknya terhadap anak juga akan kurang baik. Bisa-bisa anak akan lebih condong pada kehidupan yang ada di sekiranya. Ketika melihat lingkungan sekitar orang-orang dan tema pergaulannya berbeda agama maka yang dikuatirkan jika pondasi agamanya lemah dan akhlak juga lemah maka akan berbahaya untuknya. Sebab pembentukan akhlak yang baik tak jauh dari masalah agama yang anak miliki. Islam telah memberikan perhatian terhadap anak-anak muslim dengan porsi yang sangat besar. Karena, perhatian tersebut telah diajarkan Islam semenjak anak belum dilahirkan ke dunia. Hal tersebut tampak dalam anjuran untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk anak. Sehingga pendidikan
anak di
dapat
membentuk
lingkungan
kepribadian
keluarganya.
Itulah
dan
mendapatkan
lingkungan
yang
memperhatikan anak dan mengkaderkannya untuk menjadi individu yang sempurna,
mampu
menjalankan
kewajiban
terhadap
dirinya,
masyarakatnya, umat manusia secara keseluruhan dan lebih-lebih kepada Tuhan yang telah menciptakannya. Sehingga dengan begitu ia akan 13
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 204. M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 103. 14
92
mendapatkan
keridhaan
dan
kebahagiaan.15
Dengan
keberadaan
lingkungan kristen yang ada peran keluarga dalam mendidik anak-anaknya akan bertambah, dan menambah daya tahan tersendiri. Sebab dengan kondisi tersebut jika anak sudah besar kelak akan tahu dan dapat membandingkan antara yang benar dan sebaliknya. 2. Implikasi terhadap sekolah Sekolah sebagai lembaga pendidikan fungsinya adalah sebagai pelanjut dari pendidikan keluarga.16 Status sekolah sebagai pelanjut dalam pendidikan dalam keluarga, maka para orang tua harus selektif dalam menempatkan atau memilih lembaga sekolah bagi anaknya, lebih-lebih sebagai seorang muslim. Karena apabila orang tua hanya asal-asalan dalam memilih sekolah akan berefek negatif pada anak. Sifat sekolah sebagai pelanjut pendidikan keluarga, sebisa mungkin memberikan yang terbaik bagi anak didiknya, baik segi intelektual, sosial dan moral agamanya. Sebagai contoh, dalam pemberian moral agama pihak sekolah harus senantiasa mengoreksi anak didiknya apabila ada kekeliruan keluarga dalam memberikan pendidikannya. Sebagaimana yang disinyalir oleh Zakiah Daradjat bahwa sekolah hendaknya mengupayakan diri menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan pengembangan mental moral anak didiknya, selain itu juga sebagai tempat pemberian pengetahuan, pendidikan ketrampilan dan pengembangan bakat dan kecerdasan.17 Melihat pada masyarakat lingkungan muslim yang kecil orang tua perlu memberikan perhatian dalam pendidikan meski dalam pendidikan formal sekalipun. Proses pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dalam sekolah hendaknya bisa memilih sekolah yang lebih mengutamakan pendidikan agama meskipun dalam hal pengetahuan umum anak tidak boleh ketinggalan. Beberapa langkah yang telah dilakukan keluarga sudah
15
Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh: Abdillah Obid dan Yessi HM, (Jakarta : Mustaqim, 2004), hlm. 26. 16 Jalaluddin, Op. Cit., hlm. 205. 17 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 21.
93
tepat, dengan menyekolahkan anaknya dibangku sekolah madrasah yang berkualitas yang ada di Desa Gesing. Terbukti madrasah yang ada secara kwalitas tidak kalah dengan sekolah-sekolah umum yang ada, bahkan dalam prestasi sekalipun madrasah ini dapat mengungguli sekolah lain sampai di tingkat kabupaten sekalipun.18 Namun demikian, bukan berarti dengan sendirinya tanggung jawab orang tua sebagai pendidik di keluarganya masih perlu dan tetap menjadi yang utama. Tapi dalam keadaan ini (anak usia sekolah dasar) tanggung jawab orang tua semakin bertambah dengan semakin luas pula kehidupan sosial anak. Posisi orang tua senantiasa memberikan arahan dan bimbingan guna keselamatan kehidupan anaknya baik dalam lingkungan masyarakat terlebih kelak dikemudian hari. 3. Implikasi terhadap masyarakat Peran masyarakat sangat penting dalam proses pendidikan (akhlak) karena masyarakat merupakan salah satu dari pusat pendidikan. Kebanyakan kita menempatkan masyarakat dalam posisi ketiga setelah pendidikan keluarga dan pendidikan sekolah. Sebab keberadaannya mempengaruhi
perkembangan
anak,
yang
salah
satunya
berupa
pembentukan jiwa keberagamaan nya. Hal ini terjadi, apabila adanya keserasian antara ketiga lapangan pendidikan tersebut, sehingga akan berdampak positif.19 Melihat kondisi masyarakat yang berbeda terlebih pada segi agama yang mayoritas lingkungan beragama Kristen tentunya mempunyai kendala tersendiri dalam mendidik anak. Namun demikian justru menjadi sebuah motivasi tersendiri bagi keluarga maupun lingkungan muslim untuk dapat membuktikan bahwa akhlak dan ajaran Islam lebih baik dan diakui kebenarannya. Disamping itu sebuah pembuktian juga bahwa
18
Hasil wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyyah) Desa Gesing. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan keempat, 2000), hlm. 208. 19
94
agama Islam mengedepankan ukhuwah dan Islam adalah agama rahmatallilalamin.20 Masyarakat harus berperan menjadi pengontrol pendidikan akhlak. Sebab menjadi salah satu dari ketiga komponen (keluarga, sekolah dan masyarakat) tersebut sebagai kesatuan yang integral dalam menyukseskan pendidikan akhlak. Untuk memupuk rasa sosial ini memang dibutuhkan kesadaran yang tinggi dari tiap-tiap individu masyarakat muslim, bahwa ia juga mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan. Apabila hal itu terealisasi dalam kehidupan masyarakat yang penduduknya mayoritas beragama Kristen yaitu wujud dari amar makruf nahi mungkar, untuk Membumikan ajaran Ilahi Rabbi akan terwujud dalam kehidupan ini.
20
Hasil wawancara dengan Bapak Sukiman.
95
Asy- Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, diterjemahkan oleh: Abdillah Obid dan Yessi HM, Jakarta : Mustaqim, 2004. Pariata Westra, et. Al., Ensiklopedi Administrasi, Jakarta: Air Agung Putera, 1989. Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Al-Wa’ah, 1995. Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman. Hasil wawancara dengan Bapak Syafiq dan Bapak Sukiman. Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, Bandung : Rosda Karya, 2005. Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait Fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, Terjemah Ibnu Burdah ”Menumbuhkan sikap sosial, akhlak, dan spiritual Anak dalam Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, cet I, 1998), hlm.34. Muhammad Quthb, t.th. Terj. Salman Harun ”Sistem Pendidikan Islam”, al-Ma`arif, Bandung, 1993. Sidik Tora, dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam¸ Yogyakarta: UII Press, 19981Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.. M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1997. Hasil wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyyah) Desa Gesing. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan keempat, 2000), hlm. 208.
Disamping itu upaya untuk mengusahakan supaya masyarkata, termasuk pemimpin dan para penguasanya menyadari betapa pentingnya masalah moral
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan tentang metode pendidikan akhlak anak dalam keluarga muslim di komunitas Kristen Desa Gesing Temanggung di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini : 1. Pendidikan akhlak merupakan pilihan penting yang diberikan kepada anak sedini mungkin, sehingga anak mempunyai akhlak yang baik yang dijalankan dalam kehidupan. Orang tua adalah pemberi informasi yang awal tentang pendidikan akhlak itu yang dapat membentuk karakter anak. Dalam konteks itu peran orang tua adalah mengusahakan pembentukan lingkungan yang dapat dijadikan teladan bagi anak, dengan tidak mengabaikan faktor hereditasnya. 2. Pendidikan akhlak memerlukan penggunaan teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal. Dalam konteks itu dibutuhkan dukungan faktor seperti pendidik, anak didik, metode, dan tujuan. Metode pendidikan akhlak yang digunakan oleh keluarga (orang tua) muslim dalam mendidik anaknya yang berada di lingkungan komunitas Kristen adalah dengan; pendidikan dengan percontohan, Pendidikan dengan nasihat (saran), pendidikan pembiasaan dan pendidikan pengawasan (monitoring). 3. Metode-metode pendidikan akhlak yang dilakukan pada keluarga adalah sangat efektif, baik ditinjau dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius. Secara psikologis si anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi, sehingga orang tua (pendidik) dapat memberikan keteladanan, nasehat, dan semangat bagi anak-anaknya; Dari perspektif sosiologi, bahwa manusia merupakan manusia yang mendidik dan harus dididik. Anak harus dididik agar perkembangannya berjalan secara wajar; dan dari tinjauan religius bahwa orang tua harus menjaga amanat dari Allah SWT secara baik, dimana keselamatan keluarganya berada dalam tanggung jawabnya. 95
96
B. Saran Dari kesimpulan diatas dapat diajukan saran sebagai berikut : 1. Kepada orang tua di lingkungan komunitas Kristen atau non muslim; agar tetap bersemangat dan beriman yang tinggi dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai ke-Islaman pada anak-anak yang dilakukan kapanpun dan dimanapun berada. 2. Para tokoh masyarakat; agar tetap suka bersatu, saling memberi dan menerima dalam hal kebaikan untuk perkembangan pengetahuan masyarakat muslim sehingga nilai-nilai dakwah dan pendidikan Islam dapat berkembang dan menjadi teladan dalam lingkungannya. 3. Masayarakat umum; bahwa metode-metode yang telah digunakan dalam mendidik anak hendaknya dipertahankan dan dikembangkan karena tantangan masyarakat kedepan akan jauh lebih berat dibandingkan dengan sekarang ini.
C. PENUTUP Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, Taufik, hidayah dan maunah-Nya penulisan skripsi ini telah terselesaikan seperti wujud sekarang. Disadari bahwa pemaparan hasilnya masih memiliki keterbatasan maka saran dan kritik yang membangun guna perbaikan skripsi ini senantiasa penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Zaenal Arifin
Tempa, tanggal lahir : Kendal, 22 April 1982 Nim
:3102234
Alamat asal
: RT.02 RW.01 Ds. Kalibogor Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal 51363
Alamat sekarang
: Jl. Nusa Indah I No.14 Ngaliyan Semarang
Hp
: 085 290 569 908
Pendidikan 1. SD Negeri Kalibogor Sukorejo lulus tahun 1995 2. MTs NU 013 Arrahmat Sukorejo lulus tahun 1998 3. MA Darul Amanah Sukorejo lulus tahun 2002 4. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang angkatan 2002
CURRICULUM VITAE
I. PERSONAL DATA Nama
: Zaenal Arifin
Tempat & Tgl Lahir
: Kendal, 22 April 1982
Alamat asal
RT.02 RW.01 Ds. Kalibogor Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal 51363
Alamat sekarang
: Jl. Nusa Indah I No.14 Ngaliyan Semarang
No. Telp
: 085 290 569 908
Status
: Single
Riwayat pendidikan
: 1. SD Negeri Kalibogor Sukorejo lulus tahun 1995 2. MTs Arrahmat Sukorejo lulus tahun 1998 3. MA Darul Amanah Sukorejo lulus tahun 2002 4. IAIN Walisongo Semarang
II. PENGALAMAN KERJA 1. Pengelola Rental Komputer Mitra Com Ngaliyan Semarang 2. Manajer Koperasi Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang 3. Marketing Seputar Indonesia Group
Hormat Saya,
( Zaenal Arifin )