KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
HANIFAH IHSANIYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Petani Gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2010
Hanifah Ihsaniyati NRP I 352070061
ABSTRACT
HANIFAH IHSANIYATI. THE NEED AND INFORMATION SEEKING BEHAVIOR AMONG PEASANTS (The Case of Rowo Village, Kandangan Subdistrict, Temanggung Regency). Under the Supervision of DJUARA P LUBIS and DJOKO SUSANTO. Information has a very important role in our efforts to reach goals. It serves to reduce uncertainty, particularly as input to solve problems, make decisions, plan and improve knowledge. The objectives of this study were 1) to identify the peasants’ need for information, 2) to examine the behavior of peasants in seeking information, 3) to find out the constraints faced by the peasants when they look for information and satisfy the information need. The research used a qualitative approach with a constructivism paradigm. It was found in the research site that despite limited land ownership and natural limitations or constraints, the peasants at Rowo Village did not accept such condition as it is or gave up to the limitations. They kept working hard in cultivating their land to the best of their knowledge and capacity. To keep surviving, apart from working on the field, they did other activities (non-farming). To maintain all of the jobs they were serious engaged in, information had become an important factor. Their need for informations was inseparable from the problems they experience in both farming and non-farming activities. They need not only farming but also non-farming informations. To meet the need for informations, they tried to get information by visiting many sources of information. The information seeking behavior pattern among the peasants were different depending on the information needed, types of farming activities, and types of jobs other than farming activities. However, while seeking information, they faced a number of constraints (personal, interpersonal, and environmental). Keywords: information need, information seeking behavior, peasants
RINGKASAN HANIFAH IHSANIYATI. KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan DJOKO SUSANTO. Informasi berperanan sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Untuk bertahan hidup, meningkatkan kesejahteraan, dan untuk dapat bersaing dengan yang lain petani gurem membutuhkan informasi. Sesuai paradigma baru pembangunan dan komunikasi informasi yang akan disajikan oleh lembaga pemasok (peneliti) dan penyalur informasi (penyuluh pertanian, lembaga informasi lain) harus digali dari kebutuhan informasi yang benar-benar dirasakan petani gurem, digali dari sudut pandang petani gurem, dan sesuai dengan masalah dan kondisi yang benar-benar dialami mereka. Sejauh ini belum diketahui dengan jelas kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi petani gurem. Selain itu perlu juga ditemukan kendalakendala yang ditemui petani ketika melakukan pencarian informasi, guna mendapatkan solusi. Oleh sebab itu untuk mengetahui kebutuhan, perilaku pencarian informasi petani gurem, serta kendala yang dialami oleh petani gurem dalam menemukan informasi, penulis mengadakan penelitian ini. Penelitian tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi dengan pendekatan berbeda yaitu memfokuskan informasi dari sudut pandang orang yang diteliti, mengartikan informasi dari sisi paradigma kognitif, menggunakan pendekatan kualitatif, menggunakan petani gurem pada lahan marjinal sebagai subyek penelitian, dan melihat kebutuhan informasi petani gurem meliputi informasi pertanian dan non pertanian. Penelitian Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Petani Gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung) perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Menemukan kebutuhan informasi petani gurem dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain, (2) Mengungkapkan perilaku pencarian informasi petani gurem dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain, (3) Mengungkapkan kendala-kendala yang dialami petani gurem dalam usaha pencarian informasi dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain. Realitas di lokasi penelitian menunjukkan bahwa meskipun memiliki keterbatasan kepemilikan lahan dan menghadapi keterbatasan alam, petani gurem di Desa Rowo tidak ‘nrimo’ atau pasrah dengan keadaan. Untuk mempertahankan hidup, selain bekerja menjalankan usahatani mereka juga melakukan berbagai pekerjaan lain di luar usahatani. Dari data penelitian, peneliti menduga ada dua golongan petani gurem yaitu petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR). Usahatani /pekerjaan lain yang ditekuni petani gurem PRT cenderung lebih komersial, beresiko tinggi, membutuhkan modal besar, garapan/pekerjaan rumit, membutuhkan curahan pikiran/konsentrasi dan tenaga yang lebih besar. Usahatani/pekerjaan lain yang ditekuni petani gurem PRR cenderung lebih rendah resiko, tidak membutuhkan modal besar, garapan/pekerjaan relatif mudah, tidak membutuhkan banyak curahan pikiran dan konsentrasi. Untuk kelangsungan semua pekerjaan yang mereka tekuni dan menigkatkan kesejahteraan, informasi menjadi sesuatu yang penting. Kebutuhan informasi dirasakan sebagai kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan keinginan untuk menyelsaikan masalah yang dihadapi baik pada pekerjaan usahatani maupun pekerjaan lain di luar usahatani. Dari data
penelitian, peneliti menduga kebutuhan informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Petani gurem PRT membutuhkan informasi yang lebih bersifat fluktuatif, akurat, perlu pemenuhan segera (berkaitan dengan waktu), berkaitan dengan untung/rugi secara ekonomis maupun non ekonomis, perlu pemantauan terus menerus. Petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) membutuhkan membutuhkan informasi yang cenderung lebih stabil, rutin dan biasa, relatif rendah resiko, dan bagi petani gurem relatif tidak mendesak. Untuk memenuhi kebutuhan informasi, petani gurem di Desa Rowo berusaha mencari/menemukan informasi dengan mendatangi/menggunakan sumber informasi. Dari data penelitian, peneliti menduga perilaku pencarian informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Perilaku pencarian informasi petani gurem PRT lebih kompleks, meliputi banyak tahap/kegiatan pencarian informasi, lebih aktif, lebih berhati-hati, dan bersifat siklis (melingkar/berputar). Perilaku pencarian informasi petani gurem PRR lebih sederhana, linier, tidak melakukan banyak tahap/kegiatan pencarian informasi. Semakin banyak dan kompleks kegiatan pencarian informasi yang dilakukan petani gurem, maka semakin beragam dan banyak sumber informasi yang didatangi/digunakan. Dalam usaha mencari/menemukan informasi yang dibutuhkan petani gurem di Desa Rowo menemui kendala. Kendala-kendala dalam pencarian informasi yang ditemui petani gurem di Desa Rowo meliputi kendala yang bersifat intern (personal) dan ekstern (interpersonal dan lingkungan). Dari data penelitian, peneliti menduga kendala dalam pencarian informasi yang ditemui petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Kendala dalam pencarian informasi yang ditemui petani gurem PRT lebih bersifat ekstern yaitu meliputi kendala interpersonal (ketidakpercayaan, ketidakterbukaan, ketidakakraban) dan lingkungan (keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian, alur dan waktu pencarian yang panjang, keterbatasan akses petani terhadap media audio dan cetak, jarak dengan sumber informasi). Kendala dalam pencarian informasi yang ditemui untuk pencarian/penggunaan informasi, karakter/sifat ”tidak memaksakan diri”, rasa sungkan/pekewuh, usia. Ada satu kendala interpersonal yang ditemui sebagian petani gurem PRR yaitu ketidakterbukaan sumber informasi.
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PETANI GUREM (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
HANIFAH IHSANIYATI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis Dr.Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Judul Tesis
:
Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Petani Gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)
Nama
:
Hanifah Ihsaniyati
NRP
:
I 352070061
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua
Prof (R).Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 21 Mei 2010
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas rahmat, karunia, dan lindungan-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini sesuai harapan penulis. Penelitian yang saya lakukan berjudul “Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Petani Gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung)”. Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Prof (R).Dr.Ign.Djoko Susanto, SKM selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, dan arahan dengan penuh kesabaran. Ibu Dr. Ir. Sarwititi S Agung, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan berharga untuk penyempurnaan tesis ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Mbak Lia dan Mbak Heti (sekretariat KMP), teman-teman seperjuangan (Wiwin, Mb Eli, Uni, Mas Fuad, Bu Lolita, Bu Lina, Ria, Gita, Bu Retno, Pak Ojat, Pak Hosea, Pak Ipung, Dewi, Bu Suraya). Terimakasih atas bantuan dan kebersamaan selama penelitian di lapang penulis haturkan kepada yang terhormat Kepala Desa Rowo (Pak Tamamun) beserta seluruh perangkat desa (Pak Aziz, Pak Tri Budi, Pak Nasrodi, Pak Bagiyana, Pak Sururi, Pak Tahlisul, Pak Sunoto, Pak Faizun, Pak Mutaqo, Pak Turyanto, Pak Kumaedi, Pak Prawoto, Mbak Mun), dan keluarga Aziz M (Mas Aziz, Mb Nur, Farikh, Risna). Kepada seluruh informan yang telah bersedia menemani penulis berbincang-bincang dihaturkan terimakasih. Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Sebelas Maret, Dekan Fakultas Pertanian UNS, dan Ketua Jurusan PKP UNS yang telah memberikan izin mengikuti pendidikan pascasarjana di IPB. Yang tersebut terakhir tetapi sesungguhnya yang paling utama penulis haturkan terimakasih dan rasa sayang yang sedalam-dalamnya kepada suami tercinta Anton Sulistyo Widyarto dan buah hati tersayang Ahza Barrazahwan Widyarto atas izin, kesabaran, dukungan, kekuatan, ketenangan, dan rasa cinta yang diberikan kepada penulis. Penulis haturkan terimakasih atas doa dan dukungan dari Ibunda Siti Suidah, Bapak Ngatman, Ibu Sutilah, dan segenap keluarga. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Untuk itu segala keterbukaan kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat. Amin. Bogor, Juni 2010 Hanifah Ihsaniyati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung, sebuah kota kecil di Jawa Tengah, pada tanggal 2 Maret 1980 dari Bapak Muh Dumami (Alm) dan Ibu Siti Suidah. Penulis adalah anak ke lima dari enam bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada tahun 1998 hingga 2003 pada Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dengan predikat cumlaude. Selain rajin mengikuti perkuliahan saat menjadi mahasiswa strata satu (S1), penulis juga aktif dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan dan menjadi asisten beberapa mata kuliah praktikum. Penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan program Magister Sains (S2) Sekolah Pascasarjana IPB pada Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian (KMP) pada tahun 2007 dengan sponsor Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis diterima sebagai staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Desember 2004 dan mulai aktif bekerja pada Januari 2005. Selain mengajar, penulis juga melakukan beberapa penelitian, program pengabdian kepada masyarakat, aktif di Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) UNS, menjadi dosen pembimbing Praktek Lapang, dan menjadi pembina Unit Kegiatan Kemahasiswaan (UKM) di program S1.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xvi
1
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
2
Latar Belakang........................................................................ Perumusan Masalah ............................................................... Tujuan Penelitian .................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................. Definisi Konseptual .................................................................
1 4 5 5 5
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
Informasi ................................................................................. Kebutuhan Informasi ............................................................... Perilaku Pencarian Informasi .................................................. Kendala Dalam Pencarian Informasi ....................................... Petani Gurem pada Lahan Marjinal.........................................
7 11 15 24 25
3
KERANGKA BERPIKIR ................................................................
29
4
METODE PENELITIAN 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
5
Pilihan Paradigma Penelitian .................................................. Metode Penelitian ................................................................... Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ................................. Penentuan Subyek Penelitian ................................................. Data dan Teknik Pengumpulan Data....................................... Teknik Analisis Data................................................................ Kredibilitas dan Dependabilitas (Reliabilitas) Penelitian ..........
33 33 34 35 38 43 43
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian...........................................
45
5.1.1 Kondisi Sosio-demografi dan Infrastruktur .....................
45
5.1.2 5.1.3 5.1.4 5.1.5
49 49 50
Tanah Sawah dan Petani Gurem .................................. Kekeringan di Desa Rowo ............................................. Makna Hidup dan Bekerja Bagi Petani Gurem .............. Makna Lahan Sawah dan Profesi Petani Bagi Petani Gurem ........................................................................... 5.1.6 Usahatani Lahan Sawah dan Pola Tanam .................... 5.1.6.1 Usahatani Padi ............................................... 5.1.6.2 Usahatani Jagung........................................... 5.1.6.3 Usahatani Hortikultura ....................................
51 53 54 56 57
5.1.6.4 Usahatani Tembakau...................................... 60 5.1.6.5 Usahatani Singkong, Ketela Rambat, dan Kacang Tanah ............................................................. 62 5.1.7 Pekerjaan Lain di Luar Usahatani yang Ditekuni Petani Gurem .......................................................................... 63 5.1.8
Kegiatan Kelompok Tani dan Fasilitas Penyuluhan Pertanian.....................................................................
69
5.2 Kebutuhan Informasi Petani Gurem ........................................
70
5.2.1 Kebutuhan Informasi Petani Gurem Secara Umum ......
71
5.2.2 Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT)................................................................. 5.2.2.1 Petani Hortikultura (Cabai, Tomat, Kembang Kol) 5.2.2.2 Petani Tembakau ........................................... 5.2.2.3 Pengrajin/Pebisnis Keranjang Tembakau ....... 5.2.2.4 Usaha Warung................................................ 5.2.2.5 Usaha Camilan ............................................... 5.2.3 Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR).............................................................. 5.2.3.1 Petani Jagung ................................................ 5.2.3.2 Petani Hortikultura (Caisim dan Kacang Panjang) 5.2.3.3 Petani Singkong, Ketela Rambat, dan Kacang Tanah ............................................................. 5.2.3.4 Pengrajin Keranjang Sayur/Buah/Bunga......... 5.2.3.5 Tukang Rongsok ............................................ 5.2.3.6 Sopir............................................................... 5.2.3.7 Ojek................................................................ 5.2.3.8 Tukang Kayu .................................................. 5.2.3.9 Pengrajin Batu Bata........................................ 5.2.3.10 Guru Honorer ................................................. 5.2.3.11 Buruh Tani...................................................... 5.2.3.12 Pedagang Roti Keliling (Sales Roti) ................ 5.2.3.13 Pedagang Bibit ............................................... 5.2.3.14 Tenaga Kerja Wanita (TKW)...........................
75 75 80 82 85 86 88 88 91 91 92 94 96 96 97 98 100 102 104 106 107
5.2.3.15 Serabutan.......................................................
108
5.3 Perilaku Pencarian Informasi Oleh Petani Gurem ................... 5.3.1 Perilaku Pencarian Informasi Oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) ................................... 5.3.1.1 Memulai (starting)........................................... 5.3.1.2 Merangkaikan (chaining) ................................ 5.3.1.3 Menelusur (browsing) .....................................
108 112 112 114 117
5.3.1.4 5.3.1.5 5.3.1.6 5.3.1.7
Mengawasi (monitoring) ................................. Membeda-bedakan (differentiating) ................ Menyarikan (extracting) .................................. Memverifikasi (verifying) .................................
119 120 123 124
5.3.1.8 Menyelesaikan (ending)..................................
126
5.3.2 Perilaku Pencarian Informasi Oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) ......................................................................... 127 5.3.2.1 Memulai (starting)........................................... 128 5.3.2.2 Merangkaikan (chaining) ................................ 130 5.3.2.3 Menelusur (browsing) ..................................... 130 5.3.2.4 Mengawasi (monitoring) ................................. 131 5.3.2.5 Menyelesaikan (ending)..................................
132
5.4 Kendala Dalam Pencarian Informasi ....................................... 133 5.4.1 Kendala yang Ditemui Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) Dalam Pencarian Informasi ..................... 133 5.4.1.1 Ketidakpercayaan........................................... 134 5.4.1.2 Ketidakterbukaan............................................ 134 5.4.1.3 Ketidakakraban............................................... 135 5.4.1.4 Keterbatasan Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian 135 5.4.1.5 Alur dan Waktu Pencarian yang Panjang........ 138 5.4.1.6 Keterbatasan Akses Petani terhadap Media Audio dan Cetak ...................................................... 139 5.4.1.7 Jarak Sumber Informasi.................................. 139 5.4.2 Kendala yang Ditemui Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) Dalam Pencarian Informasi .................. 140 5.4.2.1 Keterbatasan Ekonomi Dalam Pencarian/ Penggunaan Informasi.................................... 140 5.4.2.3 Karakter/sifat .................................................. 141 5.4.2.4 Rasa Sungkan atau Pekewuh......................... 141 5.4.2.5 Ketidakterbukaan............................................ 142 5.4.2.6 Usia ................................................................ 142 5..5 Ikhtisar ................................................................................... 6
142
SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan................................................................................ 6.2 Saran .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
155 156
DAFTAR TABEL Halaman 1
Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian .............................
42
2
Pedoman Wawancara....................................................................
165
3
Kebutuhan Informasi Petani Gurem Di Desa Rowo Secara Umum
171
4
Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resko Tinggi (PRT) di Desa Rowo .....................................................................
5
Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) di Desa Rowo.....................................................................
6
176
Sumber Informasi Yang Didatangi/Digunakan Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) di Desa Rowo................................................
9
175
Kegiatan Perilaku Pencarian Informasi oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) di Desa Rowo ..........................
8
172
Kegiatan Perilaku Pencarian Informasi oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) di Desa Rowo .............................
7
171
177
Sumber Informasi Yang Didatangi/Digunakan Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) di Desa Rowo............................................
179
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Model Perilaku Pencarian Informasi (Sumber : Wilson dan Christina 1996)..........................................................................
20
2
Segitiga Sense Making (Dervin 1992) ................................................ 22
3
Metafor Sense Making (Dervin 1992, diacu dalam Pannen 1996)..... 23
4
Kerangka Berpikir Penelitian .............................................................. 32
5
Peneliti Diskusi Bersama Seluruh Kepala Dusun (kadus) Desa Rowo di Balai Desa Rowo.................................................................. 36
6
Wawancara Dilakukan Kapan dan Dimana Saja (Selengkapnya Lihat di Lampiran 2) .......................................................................... 40
7
Diskusi Kelompok Peneliti dengan Informan ...................................... 41
8
Jalan di Desa Rowo ........................................................................... 46
9
Gedung TK dan SD di Desa Rowo..................................................... 47
10 Gedung Polindes dan Balai Desa Rowo ............................................ 47 11 Lahan Sawah di Desa Rowo yang Tidak Dilengkapi Saluran Irigasi... 48 12 Suasana Penduduk Desa Rowo Mengantri Air Bersih pada Musim Kemarau ............................................................................................ 50 13 Lahan Sawah yang Ditanami Jagung................................................. 56 14 Tanaman Cabai yang Diusahakan Petani Gurem di Desa Rowo ...... 57 15 Tanaman Tomat yang Diusahakan Petani Gurem di Desa Rowo...... 60 16 Lahan Sawah yang Ditanami Tembakau............................................ 61 17 Usahatani Singkong Oleh Petani Gurem di Desa Rowo.................... 62 18 Pintu Gerbang Desa Rowo ................................................................ 63 19 Aktivitas Petani Gurem Desa Rowo sebagai Pengrajin Keranjang Tembakau (Selengkapnya Lihat di Lampiran 2) ................................. 65 20 Aktivitas Petani Gurem sebagai Pengrajin Keranjang Sayur/Buah (Selengkapnya Lihat di Lampiran 2)................................................... 66 21 Usaha Warung Petani Gurem di Desa Rowo ..................................... 67
22 Usaha Batu Bata Petani Gurem di Desa Rowo .................................. 67 23 Pagi-pagi Petani Gurem Siap Berangkat Me’rongsok’ ke Daerah Lain 68 24 Pagi Hari, Petani Gurem Saat Akan Berangkat Menjadi Buruh Mencangkul ke Wilayah Lain ............................................................. 68 25 Salah Satu Makanan Ringan (camilan) yang Diusahakan Petani Gurem................................................................................................ 69 26 Petani Gurem Mencari Informasi Pinjaman Modal ke Lembaga Kredit Terdekat (BMT Al Aziz) ...................................................................... 114 27 Petani Gurem Mencari Informasi ke Teman Sesama Petani yang Ditemui di Sawah ............................................................................... 116 28 Petani Gurem Mencari Informasi Pinjaman Modal dengan Mendatangi Pengurus Dana PUAP di Rumah ....................................................... 117 29 Petani Gurem Menelusur Informasi Penanganan Hama Penyakit Tanaman ke Toko Pertanian.............................................................. 118 30 Petani Gurem Memantau Perkembangan Harga Keranjang Tembakau dengan Bertanya kepada Teman Sesama Pengrajin ......................... 120 31 Petani Gurem Melakukan Verifikasi Informasi Pinjaman Modal dengan Berdiskusi Bersama Istri .................................................................... 125 32 Petani Gurem Memantau Perkembangan Harga Keranjang Sayur/Buah Melalui Teman Seprofesi ................................................................... 132 33 Aktivitas Wawancara Peneliti dengan Informan.................................. 169 34 Aktivitas Petani Gurem saat Menjadi Pengrajin Keranjang Tembakau di Musim Tembakau .............................................................................. 170
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Pedoman Wawancara....................................................................
165
2
Foto-foto Penelitian........................................................................
169
3
Ringkasan Kebutuhan Informasi Petani Gurem di Desa Rowo
4
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung..........................
171
Rincian Perilaku Pencarian Informasi Oleh Petani Gurem ............
175
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Informasi berperan sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Menurut
Dervin dan Nilan (1986) yang dikutip oleh Kurniadi (2004) informasi berfungsi mengurangi ketidakpastian, khususnya sebagai masukan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, merencanakan, dan meningkatkan pengetahuan. Dengan informasi yang baik seseorang atau suatu organisasi akan memiliki keunggulan posisi untuk bersaing. Pada masa ekonomi sulit, tekanan hidup begitu berat dirasakan terutama bagi rakyat kecil seperti petani gurem. Bagi petani gurem, informasi menjadi sumberdaya penting dalam upaya bertahan hidup, meningkatkan kesejahteraan dan untuk dapat bersaing dengan yang lain. Van den Ban dan Hawkins (1999) mengemukakan bahwa bagi petani, mengakses informasi dari berbagai sumber akan membuka wawasan dan membangkitkan motivasi dan kinerja berdasarkan ide-ide baru yang diperoleh. Seiring dengan paradigma baru pembangunan saat ini, informasi yang akan disajikan oleh lembaga-lembaga pemasok dan penyalur informasi (pusat informasi, penelitian, penyuluhan), harus digali dari kebutuhan informasi yang benar-benar dirasakan, dipikirkan dan dikehendaki oleh petani. Kebutuhan informasi tersebut digali dari sudut pandang petani, informasi yang sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang mereka alami. Kata ”kebutuhan informasi” berasal dari tiga kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis (kebutuhan makan, tempat tinggal, dan lain-lain); kebutuhan psikologis (kebutuhan akan rasa aman, dan lain-lain); kebutuhan kognitif
(kebutuhan
akan
perencanaan
sesuatu,
belajar
tentang
suatu
ketrampilan). Lebih lanjut Wilson dan Christina (1996) menjelaskan bahwa tiga kebutuhan tersebut dengan informasi adalah saling berhubungan. Kebutuhan informasi bukan merupakan kebutuhan utama atau primer namun merupakan kebutuhan sekunder yang timbul karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer atau kebutuhan dasarnya. Dengan kata lain, kebutuhan informasi mengiringi kebutuhan hidup yang sedang dirasakan (Wilson 1981, diacu dalam Handajani 2004). Pada era informasi sekarang ini, keterbatasan akses petani terhadap informasi menjadi hal yang sangat memprihatinkan. Karena dengan keterbatasan
tersebut, mereka akan selalu kalah dalam persaingan dengan tengkulak, pedagang, dan pelaku agribisnis lain. Untuk itu, penyediaan informasi dan peningkatan akses petani terhadap informasi perlu dilakukan. Perilaku pencarian informasi petani dapat menjadi dasar bagi upaya peningkatan akses petani terhadap informasi. Untuk mengkaji kebutuhan dan perilaku pencarian informasi, telah banyak penelitian yang dilakukan. Menurut Putubuku (2008), penelitian tentang kebutuhan informasi diawali oleh para ilmuwan perpustakaan dan informasi pada 1948, di antaranya adalah penelitian Dervin di tahun 1972, 1973, dan 1980-an; Belkin, Ellis, Krikelas, Kuhlthau di tahun 1980-an. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hasyim (1999), Budiyanto (2000), Wijayanti (2000), Kurniadi (2004), Handajani (2004), Fisher et al (2004), Baker (2004). Secara umum obyek penelitian-penelitian tersebut adalah ilmuwan, peneliti, profesional, mahasiswa, dan kaum intelektual lainnya. Konsep penelitiannya berkiblat pada kajian ilmu perpustakaan dan informasi. Untuk menambah khasanah keilmuan diperlukan penelitian serupa dengan obyek penelitian yang berbeda. Penelitian berikutnya tidak hanya meneliti kebutuhan dan perilaku komunikasi kaum elit dan intelektual dengan perpustakaan sebagai sistem informasi. Untuk itu, penelitian tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem yang mengkaji masyarakat sebagai sistem informasi perlu dilakukan. Di sisi lain, selama ini program pengembangan teknologi dan informasi pada lahan kering dan sawah tadah hujan relatif tertinggal dan bahkan kurang diprioritaskan dibanding lahan irigasi, sehingga menjadikan petani di lahan tersebut semakin terpuruk dan akhirnya masuk ke dalam perangkap kemiskinan (Zakaria dan Swastika 2004). Kondisi riil di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kebijakan komunikasi yang dijalankan pemerintah daerah Temanggung (Dinas Pertanian Kabupaten Temanggung dan Balai Penyuluh Pertanian/BPP Kandangan) belum memihak petani gurem di Desa Rowo. Programa penyuluhan pertanian BPP Kandangan tidak disusun bersama petani. Di sisi lain, petani gurem di Desa Rowo memiliki kebutuhan informasi yang belum terpenuhi. Mereka berbeda dengan petani kaya (memiliki dan atau menguasai lahan lebih dari satu hektar) yang dapat mengakses informasi. Misalnya informasi pinjaman modal hanya dapat diakses oleh petani kaya yang mampu memberikan agunan/jaminan sebagai syarat peminjaman modal. Petani kaya juga memiliki jaminan lebih besar untuk dapat
2
memanfaatkan informasi. Tidak demikian untuk petani gurem di Desa Rowo. Mereka memiliki keterbatasan ekonomi dan sumber daya sehingga tidak dapat memenuhi agunan tersebut. Sementara
itu,
berbagai
hasil
penelitian
mengungkapkan
bahwa
masyarakat tani, yang secara umum berlahan sempit dan bermodal kecil bahkan ada yang tidak memiliki lahan, terutama yang berada di lahan marginal (lahan kering atau sawah tadah hujan), tidak semata-mata mengandalkan sumber pendapatannya dari sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain melakukan kegiatan usaha tani komoditas pertanian (on-farm), petani biasa melakukan kegiatan di luar usaha tani tetapi masih berkaitan dengan pertanian (off-farm) dan kegiatan lain di luar pertanian (non-farm) (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 2007). Kondisi riil di Desa Rowo juga menggambarkan hal yang sama dengan penelitian tersebut. Untuk bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan, selain menjalankan usahatani, petani gurem di Desa Rowo melakukan berbagai pekerjaan di luar usahatani. Dengan demikian agar petani berlahan sempit pada lahan marjinal (sawah tadah hujan) dapat tetap bertahan hidup, meningkatkan kesejahteraan, dan meningkatkan daya saing; maka mereka tidak hanya membutuhkan informasi pertanian, tetapi mereka membutuhkan pula informasi lain yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Penelitian untuk mengetahui kebutuhan dan atau perilaku komunikasi petani, antara lain penelitian Sudradjat (1998), Iskandar (1999),
Suryantini
(2000), Ma’mir (2001), Kifli (2002), Indraningsih (2002), Hanafi (2002), Wijayanti (2003),
Yusmasari
(2003),
Ellyta
(2006).
Penelitian-penelitian
tersebut
memandang informasi dari sudut pandang peneliti (observer) dan informasi diartikan dalam arti fisik. Penelitian-penelitian tersebut banyak menampilkan atau membahas kebutuhan informasi dan atau perilaku komunikasi petani terhadap informasi pertanian. Hampir semua penelitian di atas menggunakan pendekatan kuantitatif dengan disain survei. Belum banyak penelitian tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi yang memfokuskan informasi dari sudut pandang orang yang diteliti, mengartikan informasi dari sisi paradigma kognitif, menggunakan pendekatan kualitatif, menggunakan petani gurem lahan marjinal (sawah tadah hujan) sebagai subyek penelitian, dan melihat kebutuhan informasi petani gurem
3
meliputi informasi pertanian dan non pertanian. Sejauh ini belum diketahui dengan jelas kebutuhan informasi serta perilaku pencarian informasi petani gurem pada lahan sawah tadah hujan. Selain itu perlu juga ditemukan kendalakendala yang ditemui petani ketika melakukan pencarian informasi, guna mendapatkan solusi. Oleh sebab itu penelitian Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Petani Gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten
Temanggung)
perlu
dilakukan dengan
pendekatan
berbeda.
Pendekatan berbeda tersebut bukan untuk menggantikan pendekatan pada penelitian-penelitian
sebelumnya.
Hasil-hasil
penelitian
sebelumnya
akan
mempertajam fokus penelitian ini. 1.2
Perumusan Masalah Dari uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka dapat dibuat
rumusan masalah yaitu untuk bertahan hidup, petani gurem yang berlahan sempit dan berada pada lahan marjinal (sawah tadah hujan) bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain. Untuk
bertahan hidup,
meningkatkan kesejahteraan, dan untuk dapat bersaing dengan yang lain petani gurem membutuhkan informasi. Sesuai paradigma baru pembangun dan komunikasi, informasi yang akan disajikan oleh lembaga pemasok dan penyalur informasi (lembaga informasi, peneliti, penyuluh pertanian) harus digali dari kebutuhan informasi yang benar-benar dirasakan petani gurem, digali dari sudut pandang petani gurem, dan sesuai dengan masalah dan kondisi yang benarbenar dialami mereka. Sejauh ini belum diketahui dengan jelas kebutuhan informasi, perilaku pencarian informasi, dan kendala yang menyertai pencarian informasi petani gurem. Dari rumusan masalah di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1. Apa kebutuhan informasi petani gurem dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain? 2. Bagaimana perilaku pencarian informasi petani gurem untuk memenuhi kebutuhan informasi ? 3. Apa kendala-kendala yang dialami petani gurem dalam usaha pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi?
4
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi
petani
gurem
(Kasus
Desa
Rowo
Kecamatan
Kandangan
Kabupaten
Temanggung) adalah : 1. Menemukan kebutuhan informasi petani gurem dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain.
2. Mengungkapkan perilaku pencarian informasi petani gurem untuk memenuhi kebutuhan informasi.
3. Mengungkapkan kendala-kendala yang dialami petani gurem dalam usaha pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi. 1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat terutama untuk : 1. Sebagai masukan bagi lembaga penyuluhan pertanian sebagai satu-satunya lembaga informasi pertanian di Kabupaten Temanggung, peneliti, pemerintah desa, pengurus GAPOKTAN/kelompok tani, lembaga keuangan dan kredit (BRI Unit Kandangan, BMT, dan lembaga keuangan lain), dan petani sendiri agar dapat melihat apa saja kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem di Desa Rowo. Selain itu, dengan mengetahui kendala yang ditemui petani gurem di Desa Rowo dalam pencarian informasi maka dapat dicari solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. 2. Sebagai acuan dalam menentukan kebijakan pembangunan bagi pemerintah daerah setempat. 3. Sebagai acuan bagi peneliti lain, khususnya yang berminat melakukan penelitian menyangkut masalah yang relevan. 4. Sebagai media belajar dan bahan kajian bagi peneliti sendiri tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem. 1.5
Definisi Konseptual
1. Informasi yaitu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di saat petani
gurem
berada
dalam
situasi
bermasalah,
yang
mengurangi
ketidakpastian, diciptakan petani gurem dalam pikirannya, bersifat subyektif, berguna dan berharga dalam usaha petani gurem untuk memenuhi
5
kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain. 2. Kebutuhan informasi yaitu kesenjangan (gap) antara pengetahuan yang dimiliki petani gurem dengan keinginan untuk menyelesaikan masalah dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu saat bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain, sebagai sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban dan menimbulkan ketidakpastian. 3. Perilaku Pencarian Informasi diartikan sebagai perilaku atau strategi seseorang (petani) dalam upaya mendapatkan jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang muncul di saat berada dalam situasi problematik, upaya pemenuhan
kebutuhan
informasi
untuk
mengurangi
ketidakpastian/kegundahan menambah pengetahuan pada saat bekerja di usahatani dan luar usahatani; yang meliputi (1) memulai (starting), (2) merangkaikan (monitoring),
(chaining), (5)
(3)
menelusur
membeda-bedakan
(browsing),
(4)
mengawasi
(differentiating),
(6)
menyarikan
(extracting), (7) memverifikasi (verifying), (8) menyelesaikan (ending). 4. Kendala dalam pencarian informasi yaitu kendala-kendala baik dari dalam (intern) maupun luar (ekstern) diri petani gurem, yang ditemui ketika individu petani gurem tersebut melakukan usaha pencarian informasi yang akan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
memenuhi
kebutuhan dasar yaitu pada saat bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain. 5. Petani gurem (peasant) yaitu seseorang yang untuk bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan, memiliki dan atau menguasai lahan yang secara kumulatif kurang dari 0,5 hektar, menjalankan usahatani dan sekaligus juga menekuni pekerjaan lain di luar usahatani.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Informasi Teskey yang dikutip oleh Pendit (1992) membedakan antara data,
informasi, dan pengetahuan seperti berikut ini : a. Data adalah hasil dari observasi langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan; ia merupakan entitas (entity) yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Entitas ini merupakan perlambangan yang mewakili objek atau konsep dalam dunia nyata. Misalnya, “temperatur” merupakan perlambangan dari suatu keadaan tertentu dalam alam semesta. Sebuah data tentang temperatur, misalnya adalah “air mendidih pada temperatur 100 derajat celcius”. Data ini bisa disimpan dalam bentuk lebih kongkrit, misalnya dalam bentuk tertulis, grafis, elektronik, dan sebagainya. b. Informasi adalah kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan-hubungan entitas di atas. Jadi, misalnya “air mendidih pada temperatur 100 derajat; bakteri kolera mati pada lingkungan bertemperatur 100 derajat; maka “sebelum minum, masaklah air sampai mendidih, agar terhindar dari kolera”, adalah satu informasi yang direkayasa otak manusia ketika ia menemukan data tentang temperatur air dan tentang bakteri kolera. c. Pengetahuan adalah model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat diubah-ubah oleh informasi yang diterima pikiran manusia. Misalnya, pengetahuan manusia tentang kolera selama ini telah diisi (dan diubah-ubah) sepanjang jaman oleh berbagai informasi tentang penyakit itu dan cara pencegahannya. Dalam dunia ilmu pengetahuan dan ilmu informasi, terjadi perubahan dalam cara memandang informasi, yaitu paradigma kognitif dan paradigma fisik. Dalam paradigma kognitif, informasi dipandang sebagai sesuatu yang subjektif, individual dan tidak dapat disentuh, yang terjadi melalui proses konstruksi dalam diri manusia. Kunci utama pada paradigma kognitif adalah individu pemakai. Dalam hal ini, informasi merupakan sesuatu yang diciptakan (constructed or created) oleh individu pemakai (Ellis, 1992). Paradigma fisik memandang informasi sebagai suatu obyek, berada di luar manusia dan dapat disentuh misalnya dalam bentuk buku, majalah, tesis dan bahan pustaka lainnya. Paradigma fisik memfokuskan diri pada bentuk-bentuk nyata dalam suatu sistem
informasi. Informasi juga dikolaborasikan dalam kaitannya dengan fungsinya. Beberapa fungsi informasi adalah mengurangi ketidakpastian, khususnya sebagai
masukan
perencanaan
untuk
pemecahan
masalah,
pembuatan
keputusan,
dan peningkatan pengetahuan. Pada konsep ini informasi
berfungsi untuk menjelaskan suatu tugas dan mencapai tujuan (Dervin, 1992). Dalam upaya memahami istilah informasi, beberapa ahli merumuskan pengertian antara lain menurut Fabiosoff yang dikutip oleh Kaniki (1992) bahwa informasi merupakan
sesuatu yang mengurangi ketidakpastian. McFadden
(1999) dan Davis (1999) yang dikutip oleh Kadir (2003) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut. Senada dengan itu, Porat (1977) yang dikutip oleh Kurniadi (2004) mendefinisikan informasi sebagai data
yang
diorganisir
dan
dikomunikasikan.
Kemudian
Kaniki
(1992)
merumuskan informasi sebagai ide, fakta, karya imajinatif pikiran, data yang berpotensi untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah serta jawaban atas pertanyaan yang dapat mengurangi ketidakpastian. Definisi di atas lebih melihat informasi sebagai produk, benda kongkrit yang berada di luar individu (eksternal). Pada paradigma fisik ini, komunikasi yang terjadi dipandang sebagai proses transfer informasi dari pihak yang lebih mengerti kepada pihak yang kurang mengerti. Informasi tersebut bersifat objektif. Menurut Lien (1996), informasi obyektif yaitu bagian dari dunia informasi yang diperlukan untuk suksesnya pencapaian tujuan pencari informasi, tidak peduli apakah pencari informasi menyadarinya atau tidak. Banyak penelitian komunikasi yang menggunakan paradigma fisik. Misalnya, penelitian tentang respon petani terhadap informasi pada media cetak atau elektronik, respon petani terhadap informasi yang disampaikan penyuluh. Ada juga penelitian yang memandang informasi dari sudut pandang pengamat (peneliti). Informasi dalam penelitiannya diartikan sebagai informasi yang objektif. Penelitian Wijayanti (2003) tentang kebutuhan informasi petani tanaman hias menampilkan informasi dari sudut pandang peneliti (observer). Informasi yang dikaji adalah informasi objektif, yaitu informasi yang secara ideal harus dimanfaatkan oleh petani, dipandang dari perspektif peneliti. Peneliti mengartikan informasi sebagai data atau produk yang sudah tersedia di luar individu petani. Penggalian kebutuhan informasi petani dilakukan dengan menyebar kuisioner kepada100 orang responden. Analisis data dilakukan secara kuantitatif, dengan
8
mengukur tingkat kebutuhan informasi dengan memberi skor pada setiap informasi. Misalnya, 1 = tidak dibutuhkan; 2 = agak dibutuhkan; 3 = dibutuhkan; 4 = sangat dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan informasi petani tanaman hias meliputi : informasi teknologi, permodalan, tempat usaha, saprodi, dan pasar. Secara umum tingkat kelima kebutuhan petani akan informasi tersebut berada dalam kategori tinggi. Wiener mengartikan informasi sebagai sebuah sarana untuk mencapai efektivitas dalam hidup, dan kita bersandar padanya untuk memperoleh efektivitas tersebut. Kemudian Miller mendefinisikan informasi sebagai sebuah kebutuhan, kebutuhan yang hadir pada saat kita dihadapkan pada suatu pilihan. Semakin banyak pilihan yang hadir sebagai alternatif, semakin kuat pula kebutuhan kita akan informasi. Definisi lainnya adalah dari Shannon, informasi adalah sesuatu yang membuat pengetahuan kita berubah, yang secara logis mensahkan perubahan, memperkuat atau menemukan hubungan yang ada pada pengetahuan yang kita miliki (Kurniawan 2002). Mengamati definisi-definisi di atas, informasi dipandang lebih berperan sebagai sebuah komponen daripada sebuah produk dalam suatu perubahan. Sebagai komponen, informasi akan menempatkan dirinya di tengah-tengah proses informasi berada dalam posisi penggerak yang mendorong terjadinya perubahan. Termasuk di sini bahwa informasi menjadi komponen perubahan dalam kehidupan petani gurem pada lahan sawah tadah hujan. Menurut Krikelas (1983) informasi adalah suatu rangsangan yang menciptakan ketidakpastian, membuat seseorang sadar akan kebutuhan dan menciptakan suatu perubahan dalam tingkat atas derajat tertentu. Sementara itu menurut Pannen (1996) informasi adalah jawaban yang memberikan individu jalan keluar dari permasalahan. Selanjutnya menurut Mangindaam dkk (1993) dalam Hasyim (1999) informasi merupakan alat untuk membantu seseorang mengatasi situasi problematik sehingga seseorang dapat kembali meneruskan perjalanan kognitifnya. Sedangkan menurut Dervin (1992) informasi adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat seseorang berada dalam situasi problematika. Definisi informasi tersebut mengartikan informasi sebagai sebuah jawaban yang diperlukan individu di saat mengalami situasi bermasalah dalam melintasi ruang dan waktu. Informasi pada definisi di sini dipandang dalam paradigma kognitif yaitu sebagai sesuatu yang diciptakan dalam pikiran individu dan berada
9
di dalam individu (internal). Sehingga informasi tersebut bersifat subjektif, yaitu bagian dari dunia informasi yang menurut si pencari informasi berguna baginya, ada dalam status aktif yang menggerakkan proses berpikir si pemakai informasi. Era paradigma pembangunan saat ini (empowerment : pemberdayaan) menuntut lembaga pelayanan informasi (misalnya : lembaga penyuluhan, pusat informasi pedesaan) dapat melayani kebutuhan informasi petani. Pada paradigma ini, informasi harus digali dari perspektif petani bukan perspektif agen pembangunan atau peneliti. Informasi yang dihasilkan pun benar-benar berasal dari petani, bukan informasi yang sudah ditentukan oleh pihak luar. Ada proses ’dialog’ antara petani dengan agen pembangunan atau peneliti. Komunikasi yang ada diartikan sebagai proses pertukaran informasi antar pelaku komunikasi. Sebaiknya pendekatan yang dipakai tidak lagi berorientasi pada peneliti atau sumber melainkan berorientasi kepada pemakai (petani). Untuk itu, penelitian ini mencoba membantu lembaga-lembaga tersebut memperoleh masukan tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem pada lahan sawah tadah hujan di daerahnya. Penelitian ini akan berorientasi kepada pemakai (petani). Menurut Pannen (1996), asumsi dasar yang melandasi penelitian-penelitian berorientasi kepada pemakai adalah : a. Informasi adalah sesuatu alat berharga dan berguna bagi individu dalam usahanya untuk bertahan hidup. Informasi berguna dan berharga karena dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi. Jika individu bergerak dalam suatu ruang dan waktu, maka informasi mampu menjelaskan dan memprediksi realitas dalam ruang dan waktu tersebut, sehingga individu dapat terus bergerak dengan efektif. b. Adanya ’universal truth’ tentang pemakai. Jika pemakai mempunyai atribut sama, maka ia akan membutuhkan dan menggunakan informasi yang sama, dan nilai informasi tersebut, juga akan sama bagi setiap pemakai. Dokter akan memerlukan informasi yang sama dimanapun ia berada dan dalam situasi apapun. Jika seseorang dokter memerlukan informasi x dan informasi yang sama diberikan kepada dokter-dokter lain, maka informasi x tersebut akan sama (obyektif). c. Perbedaan antar pemakai, dan antara pemakai dengan sistem informasi merupakan tujuan penelitian.
10
Dari beberapa definisi informasi di atas, informasi dalam penelitian ini adalah informasi yang dipandang dari paradigma kognitif, yaitu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di saat petani gurem berada dalam situasi bermasalah, yang mengurangi ketidakpastian, diciptakan petani gurem dalam pikirannya, bersifat subjektif, berguna dan berharga dalam usaha petani gurem untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain. Pendekatan kognitif mempunyai nuansa yang berbeda dengan pendekatan yang lainnya. Pendekatan kognitif menekankan bahwa individu (petani) yang bergerak melintasi ruang dan waktu, kemudian mengalami kesenjangan, akan berusaha menjembatani kesenjangan tersebut. Dalam usahanya tersebut, individu selalu menggunakan dan menciptakan informasi. Individu juga mempunyai kebebasan untuk menciptakan informasi tersebut dari segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Pendekatan kognitif berfokus pada bagaimana seseorang menciptakan ’sense’, pada pemanfaatan informasi pada situasi yang unik. Walaupun demikian, pendekatan kognitif tidak dimaksudkan untuk menggantikan pendekatan lainnya. Lebih tepat jika dikatakan bahwa pendekatan kognitif adalah untuk melengkapi pendekatan lainnya. Sehingga penelitian ini akan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. 2.2
Kebutuhan Informasi Nicholas (2000) menjelaskan bahwa kebutuhan informasi muncul ketika
seseorang berkeinginan memenuhi satu atau lebih dari tiga kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, tempat tinggal, dan lainnya); kebutuhan psikologis (kekuasaan,
rasa aman);
dan kebutuhan kognitif
(pendidikan, perencanaan). Meskipun bukan merupakan kebutuhan primer, kebutuhan informasi merupakan hal yang penting karena keberhasilan seseorang dalam memenuhi salah satu atau semua kebutuhan dasar dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan informasi. Menurut Dictionary for Library and Information yang disusun oleh Reitz (2004), kebutuhan informasi adalah kesenjangan dalam pengetahuan seseorang yang dialami pada tingkat kesadaran tertentu sebagai ”pertanyaan” yang timbul untuk mendapatkan jawaban. Krikelas (1983) mengartikan kebutuhan informasi sebagai pengakuan seseorang atas adanya ketidakpastian dalam dirinya. Rasa ketidakpastian ini mendorong seseorang untuk mencari informasi. Sedangkan
11
menurut Kuhlthau (1991) yang dikutip oleh Kurniadi (2004) mengatakan kebutuhan informasi menjadi akibat munculnya kesenjangan pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Senada dengan hal tersebut, Belkin yang dikutip oleh Dervin dan Nilan (1986) mendefinisikan kebutuhan informasi sebagai suatu kondisi dan situasi yang muncul ketika dalam diri seseorang terjadi kekosongan. Dalam kondisi seperti ini seseorang tidak mempunyai cukup pengetahuan dan konsepsi yang sesuai atau cocok untuk melakukan pekerjaan, penyelesaian masalah atau pemecahan ketidakpastian. Wersig yang dikutip oleh Pendit (1992) memunculkan teori bahwa kebutuhan informasi dipicu oleh apa yang dinamakan sebagai a problematic situation. Ini merupakan situasi yang terjadi dalam diri manusia yang dirasakan tidak memadai oleh yang bersangkutan untuk mencapai tujuan tertentu dalam hidupnya. Hal yang dimaksud dengan situasi problematik dalam penelitian ini adalah situasi pada saat petani merasakan kekurangan informasi dalam rangka melaksanakan kegiatan usahatani dan usaha lain dalam rangka tujuan subsistensinya. Menurut Line (1969) yang dikutip oleh Nicholas (2000) bahwa kebutuhan informasi tampak ketika disadari terdapat informasi yang dibutuhkan oleh seseorang. Belkin (1989) yang dikutip oleh Nicholas (2000) menjelaskan bahwa kebutuhan informasi tumbuh ketika seseorang menyadari adanya kesenjangan antara pengetahuan dengan keinginan untuk memecahkan masalah. Sementara itu menurut Nicholas (2000) bahwa kebutuhan informasi adalah perlu agar seseorang dapat bekerja secara efektif, efisien, nyaman dan bahagia. Hampir semua orang tidak menyadari kebutuhan akan informasi setiap saat sampai mereka mengalami masalah atau kesulitan atau di bawah tekanan. Kebutuhan emosional dan kognitif pada kondisi ini harus dipenuhi atau sebagian dapat dipenuhi dengan memperoleh dan menggunakan informasi. Akar permasalahan dari perilaku pencarian informasi adalah konsep kebutuhan informasi. Sebenarnya kebutuhan tersebut merupakan pengalaman subjektif yang hanya ada di benak orang yang memerlukannya, yang karenanya tidak dapat diketahui secara langsung oleh seseorang. Pengalaman akan kebutuhan ini hanya dapat ditemukan melalui proses deduksi dari perilaku atau melalui laporan dari orang yang melakukannya. Dalam rangka memenuhi
12
kebutuhan-kebutuhan tersebut, orang memerlukan informasi (Wilson dan Christina 1996). Selanjutnya model yang diperkenalkan Wilson ini berdasarkan pada dua proposisi. Pertama adalah bahwa kebutuhan informasi bukanlah kebutuhan utama atau primer tetapi merupakan kebutuhan sekunder yang timbul karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer atau kebutuhan dasarnya. Proposisi kedua adalah bahwa dalam usahanya menemukan informasi untuk memuaskan kebutuhannya, pencari informasi menghadapi kendala (barriers). Kebutuhan informasi terdiri dari tiga macam. Pertama, kebutuhan informasi yang tidak disadari (dormand needs atau unrecognised needs). Kebutuhan ini dialami oleh mereka yang seringkali tidak mengetahui informasi apa yang mereka butuhkan. Mereka tidak meyadari ada kesenjangan informasi. Mereka juga tidak mengetahui bahwa informasi baru memberikan sesuatu tentang apa yang telah mereka ketahui. Mereka akan menyadari ada kebutuhan informasi tertentu jika mengalami masalah tertentu. Misalnya, seseorang tidak mengetahui jika ia menderita suatu penyakit. Pengecekan kesehatan memberikan kesadaran kepadanya untuk menjalani terapi kesehatan (berobat). Informasi tentang pengobatan adalah informasi yang tidak disadari sebelum ia mengetahui tentang gangguan kesehatannya. Kedua, kebutuhan informasi yang tidak diekspresikan (unexpressed needs). Kebutuhan ini dialami oleh mereka yang sadar membutuhkan informasi tertentu, tetapi tidak dapat atau tidak mau melakukan sesuatu untuk memenuhinya. Ketiga, kebutuhan informasi yang diekspresikan (expresed needs), yaitu kebutuhan yang disadari dan diupayakan dipenuhi oleh mereka yang sadar akan kesenjangan antara pengetahuan dan keinginan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (Nicholas 2000). Jika kita mengidentifikasi kebutuhan informasi, maka perlu diperhatikan halhal berikut :(1) kebutuhan informasi adalah konsep yang relatif; (2) kebutuhan informasi berubah setiap saat; (3) kebutuhan informasi berbeda-beda dari satu orang dengan orang lain; (4) kebutuhan informasi tergantung dari lingkungan dimana orang tersebut berada; (5) mengukur kebutuhan informasi adalah hal yang sulit; (6) kebutuhan informasi sering sekali diperlukan dalam waktu yang cepat; (7) kebutuhan informasi sering berubah setelah menerima beberapa informasi (Chowdhury 2004). Nicholas
(2000)
menguraikan
banyak
faktor
yang
mempengaruhi
kebutuhan informasi, yaitu (1) jenis pekerjaan; (2) latar belakang budaya atau
13
bangsa; (3) kepribadian; (4) tingkat kesadaran informasi/ pelatihan; (5) jenis kelamin; (6) usia; (7) ketersediaan waktu individu, (8) akses yaitu sejauhmana menelusur informasi secara internal atau eksternal; (9) sumberdaya atau keuangan; (10) informasi yang berlebihan. Kaniki (1992) menyampaikan bahwa kebutuhan informasi bervariasi tergantung dari pengguna (user), waktu, tujuan, tempat, alternatif yang tersedia dan sebagainya. Beberapa penelitian telah mengawali perilaku pencarian informasi
sebagian
kelompok
pada
usaha
untuk
mengidentifikasi
dan
memprediksi kebutuhan informasinya. Salah satu ahli yang telah melakukan penelitian tentang kebutuhan informasi adalah Brenda Dervin dengan pendekatan sense making yang amat terkenal
itu.
Sebagai
sebuah
pendekatan
penelitian,
sense-making
dikembangkan oleh Dervin dan kolega-koleganya lebih dari 36 tahun yang lalu (sekitar tahun 1972). Sense-making adalah satu dari sekian pendekatan penelitian yang banyak diterapkan dalam ilmu komunikasi sekaligus dapat diterapkan dalam ilmu perpustakaan dan informasi. Sense-making sudah dipakai untuk
mendapatkan
deskripsi
yang
jelas
tentang
kebutuhan
berdasarkan persepsi pemakai dalam berbagai kasus, seperti
informasi kebutuhan
informasi pasien kanker, kebutuhan informasi pemakai perpustakaan, kebutuhan informasi peneliti, dan kebutuhan informasi pemakai komputer. Selain itu, pendekatan ini dapat digunakan untuk menggambarkan kendala dan bantuan yang diinginkan dalam mencari informasi (Dervin, 1992). Sebagai metode, sense-making digunakan untuk menelaah kebutuhan, pencarian, penggunaan informasi dari sudut persepsi individu pemakai. Sensemaking mempunyai beberapa kelebihan, antara lain : a. Metode ini memberikan kesempatan untuk dapat mengungkap kebutuhan dan pencarian informasi seseorang sesuai yang ada dalam sense (pikiran) seseorang. b. Metode ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem pelayanan informasi yang sesuai dengan sense (pikiran) pengguna yang sebenarnya (Dervin dan Nilan 1986; Pannen 1996) Premis dasar metode sense-making (Dervin dan Nilan 1986; Pannen 1996) adalah : a. Individu pemakai harus diperlakukan sebagai individu yang unik (individuality)
14
b. Setiap individu pemakai bergerak melintasi ruang dan waktu yang unik (situationality) c. Informasi adalah sesuatu yang dapat membantu individu untuk make sense terhadap situasinya (utility of information) d. Ada pola umum yang dapat disimpulkan tentang persepsi orang terhadap situasi yang dialaminya. Penelitian kebutuhan informasi banyak diteliti oleh ilmuwan ilmu informasi dan perpustakaan. Kurniadi (2004) dan Budiyanto (2000) meneliti kebutuhan dan perilaku pencarian informasi peneliti bidang ilmu sosial dan kemanusiaan. Handajani (2004) meneliti kebutuhan informasi pejabat fungsional di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Wijayanti (2000) dan Hasyim (1999)meneliti kebutuhan dan perilaku pencaria informasi staf pengajar (dosen). Suryantini (2000) meneliti tentang kebutuhan informasi penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adala survei yang bersifat deskripsi korelasional, dengan mengambil sejumlah 60 orang dari 189 orang penyuluh pertanian secara acak sebagai responden. Data penelitian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Kebutuhan informasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kesenjangan (gap) antara pengetahuan yang dimiliki petani gurem dengan keinginan untuk menyelesaikan masalah dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu saat bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain, sebagai sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban dan menimbulkan ketidakpastian. 2.3
Perilaku Pencarian Informasi Alasan kebutuhan di atas menyebabkan petani melakukan tindakan untuk
mencari informasi. Tindakan inilah yang menyebabkan adanya perilaku pencarian informasi. Perilaku adalah aspek yang dapat menggambarkan ”mengapa” hingga ”bagaimana” dan ”untuk apa” sesuatu dilakukan manusia (Wersig, diacu dalam Kurniadi 2004). Perilaku pencarian informasi dimulai dari adanya kesenjangan dalam diri pencari informasi, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Kesenjangan ini dirumuskan dalam bentuk Anomalous State of Knowledge atau disingkat ASK (Belkin dan Vickery 1985, diacu dalam Kurniadi 2004).
15
Perilaku pencarian informasi (information seeking behavior) merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu (Wilson 2000). Menurut Pannen (1996), perilaku pencarian informasi merupakan perilaku seseorang yang selalu terus bergerak berdasarkan lintas waktu dan ruang, mencari informasi untuk menjawab segala tantangan yang dihadapi, menentukan fakta, memecahkan masalah, menjawab pertanyaan dan memahami suatu masalah. Perilaku pencarian informasi dimulai dari adanya kesenjangan dalam diri pencari informasi, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Sedangkan menurut Krikelas (1983), perilaku pencarian informasi adalah kegiatan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan informasi. Manusia akan menunjukkan perilaku pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku
pencarian
informasi
dimulai
ketika
seseorang
merasa
bahwa
pengetahuan yang dimilikinya saat itu kurang dari pengetahuan yang dibutuhkannya. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut seseorang mencari informasi dengan menggunakan berbagai sumber informasi. Sejak seseorang merasa membutuhkan informasi, pada saat itu sebenarnya pencari informasi telah menunjukkan perilakunya. Perilaku merupakan salah satu dari perwujudan sikap, baik yang nampak maupun tersembunyi. Perilaku pencarian informasi dapat dilihat melalui pemilihan sumber informasi. Sumber informasi terdiri dari sumber informasi internal dan sumber eksternal. Sumber internal dapat berupa memori catatan pribadi, hasil pengamatan. Sedangkan sumber eksternal adalah berupa sumber informasi yang didapat dengan cara hubungan langsung dengan sumber informasi terekam, tertulis, atau manusia lain (Krikelas 1983, diacu dalam Kurniadi 2004). Dalam memilih sumber informasi, beberapa hal yang sering dijadikan pertimbangan, antara lain : ketersediaan sumber informasi, kemudahan sumber informasi diperoleh, kemudahan sumber informasi digunakan, dan biaya pemanfaatan sumber informasi (Hasyim 1999). Salah satu tujuan penelitian Iskandar (1999) yaitu mengetahui sumber informasi teknologi yang digunakan oleh petani kentang di Kecamatan Pengalengan Dati II Bandung. Dalam penelitiannya, Iskandar menggunakan pendekatan positivistik dengan metode survei dengan menyebarkan kuisioner kepada 90 responden petani kentang yang dipilih secara acak. Salah satu hasil
16
temuannya yaitu sumber informasi teknologi yang digunakan oleh petani kentang meliputi teman sesama petani, tengkulak, petani maju, penyuluh pertanian, pengurus koperasi. Purnaningsih (1999) meneliti tentang pemanfaatan sumber informasi usahatani sayuran oleh petani. Pendekatan yang digunakan yaitu positivistik dengan menetapkan beberapa hipotesis untuk diuji secara korelasional. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar respoden di Desa Cipendawa memilih teman sebagai sumber informasi, sedangkan di Desa Sukatani memilih orang tua/kerabat dan teman sebagai sumber informasi. Responden di Desa Sukatani tidak memilih penyuluh dan pemasok barang sebagai sumber informasi. Ma’mir (2001) juga meneliti perilaku petani sayuran dalam pemanfaatan sumber informasi. Desain penelitian adalah survei terhadap 100 orang petani sayuran. Data dianalisis secara kuantitatif dan beberapa hipotesis yang ditetapkan diuji secara korelasional. Temuan penelitian ini antara lain tingkat pemanfaatan sumber informasi agribisnis tanaman sayuran yang paling tinggi, baik prosentase jumlah petani dan intensitas keterdedahan informasi tanaman sayuran maupun pemanfaatan informasi adalah melalui saluran interpersonal disusul kemudian media elektronik dan media cetak. Penelitian perilaku komunikasi dan penggunaan sumber informasi juga diteliti oleh Yusmasari (2003). Salah satu tujuan penelitiannya yaitu mengetahui perilaku komunikasi masyarakat sekitar kawasan Mangrove yaitu di Desa Pematang Pasir Kecamatan Ketapang Lampung Selatan berkaitan dengan informasi manfaat dan pelestarian mangrove. Ia melakukan teknik wawancara terstruktur, menyebar kuisioner, dan menguji korelasi antar vaiabel dengan menetapkan
74
orang
petambak
sebagai
responden.
Hasil
penelitian
menunjukkan masyarakat di lokasi penelitian terdedah dengan sumber informasi interpersonal, media cetak, dan media elektronik. Dalam hasilnya, penelitian tersebut juga menyebutkan ada tiga kelompok masyarakat yaitu 1) masyarakat dengan keterdedahan tinggi terhadap sumber informasi yaitu yang mencari dan menerima informasi, 2) keterdedahan sedang yaitu yang hanya menerima informasi, dan 3) keterdedahan rendah yaitu yang tidak keduanya baik mencari maupun menerima informasi. Kifli (2002) meneliti tentang perilaku komunikasi petani padi. Salah satu tujuan penelitiannya yaitu menguraikan perilaku komunikasi petani padi di Desa Kalibuaya Kecamatan Tegalsari Kabupaten Karawang dalam penerapan
17
usahatani tanaman pangan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan uji korelasional. Salah satu hasil temuan menunjukkan sebagian besar (88,7 persen) responden menggunakan Petugas Penyuluh Lapang (PPL) sebagai sumber utama informasi. Penelitian Sudradjat (1998) ”senada” dengan penelitian Kifli (2002). Penelitiannya berjudul Perilaku Pemanfaatan Saluran Komunikasi dalam Penerapan Teknologi PHT di Kalangan Petani Kabupaten Sukabumi. Salah satu tujuan
penelitian
adalah
mengetahui
sejauhmana
pemanfaatan
saluran
komunikasi melalui SLPHT di Kabupaten Sukabumi. Desain penelitian yang digunakan adalah survei terhadap 150 orang petani peserta SLPHT dan 90 orang pemandu (PHP, PPL, Petandu). Penelitian ini juga menguji hipotesishipotesis yang bersifat korelasional. Penelitian perilaku komunikasi juga banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti jaringan komunikasi seperti penelitian Ellyta (2006), Hanafi (2002), dan Indraningsih (2002). Secara garis besar tujuan penelitian ketiga penelitian tersebut yaitu mengetahui keragaan jaringan komunikasi (perilaku komunikasi menemui sumber informasi berkaitan dengan masalah pertanian. Ketiga penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan menetapkan hipotesishipotesis untuk diuji secara korelasional. Marquis
dan
Allen
(1989),
mendefinisikan
penggunaan
informasi
(information use) sebagai perilaku. Data dikoleksi dengan berbagai perilaku seperti bertanya pada seseorang, mengamati kejadian, melihat dokumendokumen. Dengan kata lain penggunaan informasi adalah perilaku pencarian informasi yang memandu penggunaan informasi dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang. Terdapat beberapa pola perilaku pencarian informasi. Di antaranya adalah pola yang ditemukan olah Carol Collier Kuhlthau. Kuhlthau (2004a;2004b) menjelaskan bahwa ada tujuh kegiatan dalam model Proses Penelusuran Informasi (Information Search Process / ISP), yaitu ; (1) inisiasi (initiation) adalah merenungkan
penentuan
tugas,
masalah,
atau
proyek
kemudian
mengidentifikasi pertanyaan atau masalah yang akan ditelusuri jawabannya: ketidakpastian; (2) seleksi (selection) yaitu menyeleksi topik tertentu, masalah atau jawaban terhadap suatu pertanyaan:optimisme; (3) eksplorasi (exploration) adalah menghadapi perasaan yang tidak konsisten dan tidak nyaman terhadap suatu gagasan dan informasi:kebingungan;(4) formulasi (formulation) yaitu
18
menentukan suatu fokus perspektif terhadap informasi yang dihadapi:kejelasan; (5) koleksi (collection) adalah mengumpulkan dan mendokumentasikan informasi yang
telah
ditetapkan:keyakinan;
(6)
presentasi
(presentation)
yaitu
menghubungkan dan memperluas perspektif fokus untuk mempresentasikan kepada khalayak apa yang telah dipelajari:memuaskan atau mengecewakan. Sementara itu model perilaku pencarian informasi yang dikembangkan oleh Ellis, Cox, dan Hall (1993), yaitu : (1) memulai (starting) : dilakukan oleh pengguna yang mulai mencari informasi, misalnya menanyakan kepada sejawat yang lebih ahli dalam hal informasi tersebut; (2) merangkaikan (chaining) : mengikuti mata rantai atau mengaitkan daftar literatur yang ada pada rujukan inti, meliputi mengaitkan ke belakang (backward chaining) dan mengaitkan ke depan (forward chaining); (3) menelusur (browsing) : menelusur secara tidak langsung atau semi terstruktur karena telah mengarah pada bidang yang diminati ; (4) membeda-bedakan (differentiating): kegiatan membedakan sumber informasi untuk menyaring informasi berdasarkan sifat kualitas rujukan, secara selektif mengidentifikasi sumber informasi yang relevan; (5) mengawasi (monitoring): memantau perkembangan yang terjadi terutama dalam bidang yang diminati dengan cara mengikuti sumber secara teratur; (6) menyarikan (extracting): menyaring informasi dari sumber informasi relevan; (7) memverifikasi (verifying): melakukan pengecekan atau penilaian apakah informasi yang didapat telah sesuai
dengan
yang
diinginkan
(pengecekan
akurasi
informasi);
(8)
menyelesaikan (ending): mengakhiri pencarian informasi. Sedangkan model perilaku pencarian informasi yang lain diperkenalkan oleh Wilson dan Christina (1996) yang disebut dengan a model of information seeking behaviour. Model ini menekankan pada dua proposisi yaitu :(1) kebutuhan informasi bukan merupakan kebutuhan utama atau primer namun merupakan kebutuhan sekunder yang timbul karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer atau dasarnya; (2) dalam usaha menemukan informasi untuk memuaskan kebutuhannya, pencari informasi menghadapi kendala (barriers). Kemudian Wilson dan Christina (1996) menyebutkan kendala sebagai variabel penghalang (intervening variables). Kendala tersebut adalah : kendala dari dalam individu
(diri
environmental
sendiri),
hubungan
(lingkungan).
interpersonal
Kendala
individu
(antara
individu),
dan
merupakan
faktor
yang
menghambat pencarian informasi yang berasal dari dalam diri pencari informasi, misalnya faktor sifat, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Kendala
19
interpersonal timbul ketika individu berinteraksi dengan individu lain saat melakukan pencarian informasi. Sedangkan kendala lingkungan berasal dari lingkungan sekitar individu pencari informasi, misalnya fasilitas yang membatasi akses informasi, alur pencarian informasi yang rumit, waktu yang lama dalam mengakses informasi, situasi politik ekonomi, kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
Pada Gambar 1 terlihat model perilaku pencarian informasi
menurut Wilson (1981;1996) . KONTEKS KEBUTUHAN INFORMASI
PERILAKU PENCARIAN INFORMASI
KENDALA
LINGKUNGAN PERAN SOSIAL
Starting Chaining Browsing Differentiating Monitoring Extracting Verifying Ending
INDIVIDU Kebutuhan fisiologis, afektif, kognitif
(Ellis,Cox,and Hall)
lingkungan
personal
interpersonal
Gambar 1 Model Perilaku Pencarian Informasi (Wilson dan Christina 1996) Penelitian tentang perilaku pencarian informasi juga telah dikembangkan oleh Dervin dengan pendekatan sense-making sejak 1972. Sense-making adalah salah satu konsep dan metode yang dapat digunakan untuk merancang dan mengevaluasi pelayanan jasa perpustakaan, dokumentasi, dan informasi berdasarkan pendekatan kognitif. Pendekatan kognitif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme. Kunci utama pendekatan kognitif adalah individu pemakai. Dalam pendekatan kognitif, informasi adalah sesuatu yang diciptakan oleh individu pemakai (Dervin 1992). Menurut Dervin (1992), pendekatan kognitif mempunyai karakteristik (1) Berfokus pada pemakai sebagai orang yang selalu mencipta dan aktif, (2) Berorientasi pada situasi yang unik dari setiap individu pemakai, (3) Holistik memandang Mementingkan kesenjangan
segala proses (gap),
sesuatu kognisi
(permasalahan) pemakai
kebutuhan,
dan
dari
dalam
berbagai
segi,
mendefinisikan
penggunaan
(4)
situasi,
informasi,
(5)
20
Mempertimbangkan pola umum yang terlihat dari beragam situasi yang unik dari individu, (6) Bersifat lebih kualitatif. Dalam pengertian umum, sense-making diartikan sebagai perilaku internal maupun eksternal yang memungkinkan individu mengkonstruksi dan merancang perjalanannya melintasi ruang dan waktu. Sense-making secara konseptual merupakan seperangkat metode yang digunakan untuk mengkaji proses penciptaan sense oleh individu-individu dalam perjalanan melintasi ruang dan waktu. Perilaku penciptaan sense adalah perilaku komunikasi yang dapat berlangsung pada semua tataran komunikasi (intrapersonal, interpersonal, komunikasi massa, komunikasi antar budaya dan sosial). Perilaku pencarian dan penggunaan informasi (information seeking and use behaviour) adalah inti dari sense-making (Dervin, 1983). Adapun beberapa asumsi dalam metode sense-making, antara lain : a. Pada kenyataannya, sesuatu itu tidaklah lengkap tetapi lebih dipenuhi dengan ketidaklengkapan atau ketidakberlanjutan (kesenjangan). b. Kondisi ketidakberlanjutan tersebut karena sesuatu pada dasarnya tidak berhubungan. Pada dasarnya, sesuatu itu selalu berubah. Situasi pada titik ruang dan waktu tertentu adalah unik bagi yang mengalaminya. c. Proses komunikasi diartikan sebagai pertukaran informasi antar pelaku komunikasi, dan bukan sebagai transfer informasi dari orang yang lebih tahu kepada orang yang belum tahu. d. Penggunaan informasi dan sistem informasi oleh seseorang (human information use) dipelajari dari perspektif yang diteliti (actor), bukan dari perspektif peneliti. e. Penggunaan
informasi dan sistem
informasi oleh
seseorang
harus
dikonseptualisasikan sebagai perilaku; pengambilan langkah-langkah yang diambil seseorang untuk meng’konstruk’ sense yang sesuai dunia mereka. f.
Penggunaan informasi oleh seseorang dikonseptualisasikan sebagai proses yang dinamis.
g. Informasi bukanlah sesuatu yang bebas melainkan merupakan hasil dari pengamatan manusia. h. Informasi merupakan hal yang subjektif. i.
Pencarian dan penggunaan informasi dipandang sebagai aktivitas seseorang mengkonstruksi sense (Dervin, 1992).
21
Pendekatan yang digunakan oleh sense making adalah konstruktivisme. Untuk itu, maka penelitian tidak didasarkan pada definisi komunikasi secara tradisional, yaitu komunikasi diartikan sebagai transfer informasi dari orang yang ahli ke yang kurang ahli. Oleh karena pendekatan tradisional tidak memfokuskan pada perilaku ”mengkonstruksi” tetapi lebih kepada penggunaan sumber informasi pada pekerjaan dan jaringan. Di sisi lain, sense making memfokuskan pada bagaimana seseorang menggunakan pengamatan yang lain sebaik pengamatan sendiri
untuk mengkonstruksi dan
menggunakannya
untuk
memandu perilaku (Dervin, 1992). Ada tiga peubah dalam metode sense making, yaitu : situasi (situation), kesenjangan (gap), dan penggunaan informasi (use). Situasi adalah konteks ruang dan waktu pada saat sense (pikiran) seseorang dikonstruksi. Kesenjangan sering diterjemahkan sebagai kebutuhan informasi atau secara operasional adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat seseorang melintasi ruang dan waktu. Sementara itu uses menunjuk pada kondisi seseorang menciptakan sense (pikiran) baru. Uses juga diartikan sebagai information use, yaitu tindakan-tindakan fisik maupun mental yang dilakukan seseorang ketika seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki sebelumnya. Dengan kata lain, penggunaan informasi adalah perilaku pencarian informasi yang memandu penggunaan informasi dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang. Use juga sering diartikan sebagai manfaat atau nilai informasi. Pada Gambar 2 terlihat model pendekatan sense making dari Brenda Dervin, dan Gambar 3 memperlihatkan Metafor sensemaking dari Brenda Dervin.
SITUATION
GAP
USES
Gambar 2 Segitiga Sense Making (Dervin, 1992)
22
Gambar 3 Metafor Sense Making (Dervin 1992, diacu dalam Pannen 1996)
Menurut teori sense making, pada saat melintasi ruang dan waktu, seseorang menghadapi situasi bermasalah. Situasi problematik ini terjadi karena adanya kesenjangan. Kesenjangan adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat seseorang berada dalam situasi problematik. Kesenjangan inilah yang disebut
dengan
kebutuhan
informasi.
Kebutuhan
informasi
mendorong
seseorang melakukan pencarian informasi sehingga kebutuhan informasinya dapat terpenuhi dan seseorang dapat melanjutkan perjalanan melintasi ruang dan waktu. Pencarian informasi yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut (Dervin 1992). Strategi pencarian informasi dapat dibedakan menjadi strategi yang berkaitan dengan diri sendiri dan strategi yang berkaitan dengan orang lain (Mangindaan dkk 1993, diacu dalam Hasyim 1999). Strategi yang berkaitan dengan diri sendiri adalah strategi yang banyak mengandalkan pada kemampuan diri sendiri dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya : membaca dan belajar, berusaha sendiri, serta bertanya kepada diri sendiri. Strategi yang berkaitan dengan orang lain adalah strategi yang melibatkan orang lain dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya bertanya kepada teman dan bertanya kepada otoritas. Sementara itu, strategi pencarian informasi dapat pula dibedakan menjadi strategi yang berkaitan dengan benda dan strategi yang berkaitan dengan lembaga. Strategi yang berkaitan dengan benda adalah
23
strategi yang memanfaatkan benda dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya membaca koran/buku/brosur, melihat katalog, mencari pada koleksi pribadi, dan merawak di pangkalan data. Strategi yang berkaitan lembaga adalah strategi yang memanfaatkan lembaga dalam upaya mendapatkan informasi, misalnya ke toko buku, perpustakaan atau lembaga informasi lainnya (Suwanto 1997, diacu dalam Hasyim 1999). Dalam upaya mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan tersebut, menurut Dervin (1983) dapat digunakan kategori 5W + 1H (who, what, when, where, why, dan how). Pertanyaan dapat disebut berkategori who manakala pertanyaan berkenaan dengan orang, what manakala pertanyaan berkenaan dengan benda, when manakala pertanyaan berkenaan dengan waktu, where manakala pertanyaan berkenaan dengan tempat, why manakala pertanyaan berkenaan dengan
alasan,
dan
how
manakala
pertanyaan
berkenaan
dengan
cara/prosedur/ketrampilan. Di samping dapat dikagorikan berdasarkan kategori 5W + 1H tersebut, pertanyaan dapat pula dikategorikan berdasarkan fokus pertanyaannya (entity focus). Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penelitian ini mengartikan perilaku pencarian informasi sebagai perilaku atau strategi seseorang (petani) dalam upaya mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di saat berada dalam situasi problematik, upaya pemenuhan kebutuhan informasi untuk mengurangi kesenjangan, ketidakpastian, dan menambah pengetahuan dalam dirinya pada upaya memenuhi kebutuhan dasar yaitu bekerja di usahatani dan luar usahatani. Model perilaku pencarian informasi pada penelitian ini mencoba menggabungkan model perilaku pencarian informasi dari Ellis et al, pendekatan sense-making dari Brenda Dervin, dan Tom D Wilson. 2.4
Kendala dalam Pencarian Informasi Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orang akan mengalami suatu
kendala dalam pencarian informasi. Kendala tersebut disebabkan oleh faktor internal dan atau faktor eksternal. Bagi setiap orang tingkat berat atau ringan kendala tersebut berbeda-beda. Segala tindakan manusia didasarkan pada suatu keadaan yang dipengaruhi oleh lingkungan, pengetahuan, situasi dan tujuan yang ada pada diri manusia (Wersig, diacu dalam Pendit 1992). Wilson dan Christina (1996) mengatakan bahwa dalam pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, petani akan menemui kendala. Kendala
24
tersebut dapat dikategorikan menjadi kendala dari dalam individu (diri sendiri), hubungan interpersonal (antara individu), dan environmental (lingkungan). Kendala individu merupakan faktor yang menghambat pencarian informasi yang berasal dari dalam diri pencari informasi, misalnya faktor sifat, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Kendala interpersonal timbul ketika individu berinteraksi dengan individu lain saat melakukan pencarian informasi. Sedangkan kendala lingkungan berasal dari lingkungan sekitar individu pencari informasi, misalnya fasilitas yang membatasi akses informasi, alur pencarian informasi yang rumit, waktu yang lama dalam mengakses informasi, situasi politik ekonomi, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Kendala dalam pencarian informasi pada penelitian ini adalah kendalakendala baik dari dalam maupun luar diri petani gurem, yang ditemui ketika individu petani gurem tersebut melakukan usaha pencarian informasi yang akan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. 2.5
Petani Gurem pada Lahan Marjinal Dari berbagai referensi dan literatur yang mengupas tentang kaum tani,
diperoleh keterangan bahwa petani di negara kita dapat digolongkan ke dalam empat pengertian, yakni petani besar, petani kecil, petani gurem dan petani buruh/buruh tani. Petani besar umumnya menggambarkan tentang sosok petani yang umumnya memliki lahan sawah di atas satu hektar. Petani kecil menggambarkan jati diri petani yang memiliki lahan antara 0,5 – satu hektar. Petani gurem memiliki lahan antara 0,1 - 0,5 hektar, dan petani buruh adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki lahan sawah (Sastraatmadja 2009). Berdasar Sensus Pertanian Tahun 2003 banyaknya rumah tangga petani gurem (RTPG) meningkat cukup tajam yakni sekitar 9,4 juta RTPG menjadi 13,3 juta RTPG dalam periode 1993-2003. Sekitar tiga-per-empat dari jumlah RTPG berada di Pulau Jawa (Winoto dan Hermanto S 2007). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak petani kecil yang menggantungkan hidupnya pada lahan yang sempit. Petani gurem di Indonesia secara umum memiliki karakteristik/ciri-ciri yang cenderung memiliki kesamaan dengan petani di Afrika Tropis maupun Afrika Tengah, antara lain : (1) termasuk petani miskin dan cenderung terpinggirkan; (2) bersifat konvensional/subsisten dan turun temurun; (3) tingkat pendidikannya
25
rendah dan sulit mengadopsi inovasi baru; (4) memilih keselamatan dan terlalu memperhitungkan resiko dari usaha taninya apabila menerapkan penggunaan sarana produksi lain yang tidak menjadi kebiasaannya (Karen 2008). Catatan panjang sejarah Indonesia, secara umum menunjukkan kondisi petani kita yang serba suram. Petani selalu digambarkan sebagai kelompok sosial yang lemah baik secara politik maupun ekonomi, tidak memiliki tanah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sebagai penyakap tidak memiliki posisi tawar di hadapan pemilik tanah, sebagai petani gurem yang miskin seringkali ditindas atau diintimidasi untuk melepaskan hak atas tanahnya, bahkan seringkali dipaksa untuk menanam komoditas tertentu sesuai kehendak penguasa, dan masih banyak lagi gambaran buruk lainnya (Husodo 2004). Dalam sebuah karyanya Scott (1981) The Moral Economy of the Peasant, digambarkan bahwa bagaimanapun sesungguhnya petani ibarat orang yang selamanya berdiri terendam dalam air sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun sudah cukup menenggelamkannya. Menurutnya petani adalah golongan orang-orang pasif. Mengapa pasif? Karena petani paling khawatir terhadap perubahan. Dunia yang diangankan oleh petani adalah kestabilan. Kestabilan adalah kepastian. Secara dialektis Scott (1981) juga memberikan deskripsi bahwa persepsi moral merupakan dasar dari setiap tindakan petani dalam aktivitasnya. Secara moral petani tidak akan mengambil tindakan yang berbahaya, beresiko tinggi dan mengancam tingkat subsistensi mereka.
kehidupan petani (peasant) adalah
masyarakat yang harmoni dan stabil. Komunitas petani ini adalah suatu kelompok sosial yang memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan keterikatan antar individunya. Kaum ekonomi moral memandang kemanan sebagai sesuatu yang paling penting mengingat bahwa petani miskin dan selalu dekat dengan garis bahaya, sehingga penurunan sedikit saja terhadap produksi dapat menimbulkan bencana besar bagi kelangsungan hidup rumahtangga mereka. Perhatian besar terhadap subsistensi dan keamanan ini dinamakan prinsip “dahulukan selamat” (“safety first”) yaitu para petani enggan mengambil resiko (averse to risk) dan lebih memusatkan diri pada usaha menghindarkan jatuhnya
produksi,
bukan kepada
usaha
memaksimumkan
keuntungan-
keuntungan harapan. Dalam pandangan ekonomi moral para petani itu anti pasar, lebih menyukai pemilikan harta bersama daripada pemilikan pribadi, dan tidak menyukai pembelian dan penjualan.
26
Di sisi lain, secara dialektis pula Popkin (1986) justru menunjukkan bahwa bukan soal moral yang paling menentukan setiap tindakan petani melainkan rasionalitas kerjanya. Dalam pandangan Popkin petani bukan tidak mau mengambil resiko dalam segala tindakannya. Persepsi petani kerap kali justru dipengaruhi oleh aspek-aspek spekulatif dan perhitungan untung rugi yang sangat cerdik. Antara Scott dan Popkin ada perbedaan cara pandang terhadap petani, namun tidak disebutkan bahwa petani tidak membutuhkan informasi. Petani sebagai manusia, seperti manusia lain, petani juga rasional, memiliki harapanharapan, keinginan-keinginan dan kemauan untuk hidup lebih baik. Petani juga memiliki naluri untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan dasar (subsistensi) dan mempertahankan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, petani melakukan usaha atau upaya-upaya seperti berusaha tani atau berusaha lain di luar pertanian. Dalam usaha tersebut petani akan mengalami situasi problematik dan ada kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
harapan-harapan
yang
akan
dicapai.
Kesenjangan
tersebut
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban, inilah yang disebut
dengan
kebutuhan
informasi.
Jadi,
sebagai
manusia,
petani
membutuhkan informasi untuk menggapai harapan-harapannya. Dalam pembangunan, petani sebagai aktor sosial sebaiknya tidak hanya dilihat sebagai objek pasif dari sebuah intervensi namun dianggap sebagai partisipan aktif yang memproses informasi dan ikut membentuk strategi dalam menghadapi berbagai aktor lokal dan institusi atau personel luar (Boot 1994, diacu dalam Hidayaturrahman 2000), sehingga ketika melihat kebijakan pemerintah (aras makro) yang berhubungan dengan petani sebagai pelaksana lapangan (aras mikro) tidak harus terbatas pada intervensi dari atas, model top down atau oleh pemerintah, agen-agen pembangunan tetapi harus juga melihat pada aras mikro dimana petani sebagai aktor. Hal ini disebabkan kelompokkelompok lokal secara aktif merumuskan dan berusaha mewujudkan program pembangunan hasil rencananya sendiri yang sering berbenturan dengan kepentingan otoritas sentral dan agen-agen pembangunan (Long dan Ploeg 1989, diacu dalam Hidayaturrahman 2000).
27
3 KERANGKA BERPIKIR Informasi merupakan sumberdaya penting
bagi individu maupun
organisasi. Seperti definisi Dervin (1986) dalam Kurniadi (2004) informasi berfungsi mengurangi ketidakpastian, khususnya sebagai masukan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, merencanakan dan meningkatkan pengetahuan. Dalam paradigma kognitif, informasi dipandang sebagai sesuatu yang subyektif, individual dan tidak dapat disentuh, yang terjadi melalui proses konstruksi dalam diri manusia. Kunci utama pada paradigma kognitif adalah individu pemakai. Dalam hal ini, informasi merupakan sesuatu yang diciptakan (constructed or created) oleh individu pemakai (Ellis 1992). Pada saat melintasi ruang dan waktu, seseorang menghadapi situasi bermasalah. Situasi problematik ini terjadi karena adanya kesenjangan. Kesenjangan adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat seseorang berada dalam situasi problematik. Ada kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan harapan-harapan yang menjadi tujuannya. Kesenjangan inilah yang disebut dengan kebutuhan informasi. Kebutuhan informasi mendorong seseorang melakukan pencarian informasi sehingga kebutuhan informasinya dapat terpenuhi dan seseorang dapat melanjutkan perjalanan melintasi ruang dan waktu. Pencarian informasi yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut (Dervin 1992). Perilaku pencarian informasi (information seeking behavior) merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu (Wilson 2000). Perilaku adalah aspek yang dapat menggambarkan ”mengapa” hingga ”bagaimana” dan ”untuk apa” sesuatu dilakukan manusia (Wersig, diacu dalam Kurniadi 2004). Menurut Pannen (1996), perilaku pencarian informasi merupakan perilaku seseorang yang selalu terus bergerak berdasarkan lintas waktu dan ruang, mencari informasi untuk menjawab segala tantangan yang dihadapi, menentukan fakta, memecahkan masalah, menjawab pertanyaan dan memahami suatu masalah. Perilaku pencarian informasi dimulai dari adanya kesenjangan dalam diri pencari informasi, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan informasi yang diperlukan.
Model perilaku pencarian informasi yang dikembangkan oleh Ellis, Cox, dan Hall (1993), yaitu : (1) memulai (starting) : dilakukan oleh pengguna yang mulai mencari informasi, misalnya menanyakan kepada sejawat yang lebih ahli dalam hal informasi tersebut; (2) merangkaikan (chaining) : mengikuti mata rantai atau mengaitkan daftar literatur yang ada pada rujukan inti, meliputi mengaitkan ke belakang (backward chaining) dan mengaitkan ke depan (forward chaining); (3) menelusur (browsing) : menelusur secara tidak langsung atau semi terstruktur karena telah mengarah pada bidang yang diminati ; (4) membeda-bedakan (differentiating): kegiatan membedakan sumber informasi untuk menyaring informasi berdasarkan sifat kualitas rujukan, secara selektif mengidentifikasi sumber informasi yang relevan; (5) mengawasi (monitoring): memantau perkembangan yang terjadi terutama dalam bidang yang diminati dengan cara mengikuti sumber secara teratur; (6) menyarikan (extracting): menyaring informasi dari sumber informasi relevan; (7) memverifikasi (verifying): melakukan pengecekan atau penilaian apakah informasi yang didapat telah sesuai dengan yang diinginkan (pengecekan akurasi informasi); (8) menyelesaikan (ending): mengakhiri pencarian informasi. Dalam usaha mencari informasi tersebut, petani gurem menemui kendala. Wilson dan Christina (1996) mengatakan bahwa dalam pencarian, seseorang akan menemui kendala. Kendala tersebut dapat dikategorikan menjadi kendala dari dalam individu (personal), hubungan antara individu (interpersonal), dan lingkungan (environmental). Untuk bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan, petani gurem bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain di luar usahatani. Dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar tersebut, petani gurem menemui masalah. Kondisi di saat petani gurem ingin menyelesaikan masalah yang ditemui dan pengetahuan mereka tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tersebut dinamakan kebutuhan informasi. Kebutuhan informasi petani gurem dirasakan sebagai pertanyaan-pertanyaan di benak/pikiran yang memerlukan jawaban dan jika dipenuhi akan berkurang ketidakpastian/kegundahan dalam diri. Kebutuhan informasi petani gurem melekat pada masalah yang dihadapi baik saat menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain. Alasan kebutuhan informasi tersebut menyebabkan petani melakukan tindakan untuk mencari informasi. Tindakan inilah yang menyebabkan adanya perilaku pencarian informasi. Untuk memenuhi kebutuhan informasi atau mencari
30
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di pikiran/benak mereka, petani gurem berusaha mencari/menemukan informasi dengan melakukan kegiatan pencarian dan mendatangi/menggunakan sumber informasi. Mereka melakukan beberapa atau banyak tahap/kegiatan pencarian informasi. Kegiatan pencarian tersebut dapat meliputi (1) memulai, (2) merangkaikan, (3) menelusur, (4) mengawasi, (5) membeda-bedakan, (6) menyarikan, (7) memverifikasi, (8) menyelesaikan. Dalam menjalankan kegiatan pencarian informasi tersebut petani gurem mendatangi atau menggunkan berbagai sumber informasi. Namun pada saat melakukan usaha pencarian informasi petani gurem menemui
kendala.
Kendala
yang
ditemui
meliputi
kendala
personal,
interpersonal, dan lingkungan. Kendala personal yang ditemui antara lain keterbatasan ekonomi, karakter/sifat, rasa sugkan (pekewuh), usia. Kendala interpersonal meliputi ketidakpercayaan, ketidakterbukaan, ketidakakraban. Kendala lingkungan antara lain keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian, alur dan waktu pencarian yang panjang, keterbatasan akses petani terhadap media audio dan cetak, jarak dengan sumber informasi. Kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini .
31
Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
PERILAKU PENCARIAN INFORMASI KEBUTUHAN INFORMASI
• Bekerja di usahatani • Bekerja di luar usahatani
Memulai (starting) Merangkaikan (chaining) Menelusur (browsing) Mengawasi (monitoring) Membeda-bedakan (differentiating) Menyarikan (extracting) Memverifikasi (verifying) Menyelesaikan (ending)
KENDALA-KENDALA DALAM PENCARIAN INFORMASI Personal • keterbatasan ekonomi • karakter/sifat • rasa sungkan (pekewuh) • usia Interpersonal • ketidakpercayaan • ketidakterbukaan • ketidakakraban lingkungan • keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian • alur dan waktu pencarian yang panjang • keterbatasan akses petani terhadap media audio dan cetak. • jarak sumber informasi
Gambar 4 Kerangka Berpikir Penelitian
32
4 METODE PENELITIAN 4.1
Pilihan Paradigma Penelitian Paradigma adalah seperangkat keyakinan dasar yang mencerminkan suatu
pandangan duniawi (worldview) mengenai sifat dasar ”dunia nyata”, tempat individu di dalamnya, dan rentang pertalian yang dimungkinkan dengan dunia tersebut ataupun bagian-bagiannya (Denzin dan Lincoln 1994, diacu dalam Sitorus
2003).
Lincoln dan Guba dalam
Denzin dan Lincoln
(2000),
mengemukakan empat paradigma utama yang bersaing dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai asumsi-asumsi yang mendasarinya, yaitu positivisme, postpositivisme, teori kritis, dan konstruktivisme. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Hal ini dikaitkan dengan pertimbangan. Secara ontologis (sifat realita), aliran ini menyatakan bahwa realitas sosial adalah wujud bentukan (construstion) individuindividu subyek yang terlibat dalam penelitian yaitu terutama tineliti dan peneliti, bersifat subyektif dan majemuk. ”Subyektif” di sini berarti ”melihat dari sudut pandang tineliti sebagai subyek penelitian”. Karena realitas sosial bersifat subyektif, maka secara epistemologi (hubungan antara peneliti dan tineliti) terjadi interaksi sosial yang dinamis, informal, dan akrab. Hubungan antara peneliti dan tineliti dirumuskan sebagai hubungan ”subyek-subyek”, bukan hubungan ”subyek-obyek” seperti pada penelitian kuantitatif. Dalam arti bahwa antara peneliti dan tineliti memiliki kedudukan sebagai orang yang sama-sama belajar dan memaknai realitas sosial yang diteliti, bahkan kadang peneliti bisa menjadi orang yang diteliti. Sedangkan secara metodologis, proses penelitiannya bersifat induktif
yang
berorientasi
pada
pengembangan
pola
dan
teori
untuk
mendapatkan pemahaman yang bersifat kontekstual atas suatu kejadian atau gejala sosial (Creswell 1994; Sitorus 2003). 4.2
Metode Penelitian Senada dengan pemilihan paradigma di atas, penelitian ini memfokuskan
pada pendekatan kualitatif (qualitative approach). Pendekatan kualitatif bersifat ”emic’ artinya memperoleh data bukan ”sebagaimana seharusnya”, bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan ”sebagaimana adanya” yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh sumber data (Sugiyono 2008).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif guna menemukan kebutuhan informasi petani, mengungkapkan perilaku pencarian informasi, dan kendala yang dihadapi saat proses pencarian informasi tersebut. Dalam penelitian kualitatif deskriptif, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun data, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi, 2006). Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus, dengan pertimbangan bahwa : (1) pertanyaan penelitian berkenaan dengan ”bagaimana” dan ”mengapa” (deskripsi), (2) penelitian ini memberikan peluang yang
besar
bagi peneliti untuk mengungkap gejala sosial sebagaimana adanya, (3) menyangkut peristiwa atau gejala sosial kontemporer dalam konteks kehidupan nyata (Yin 1996). Menurut Yin (1996) studi kasus bermanfaat untuk pengembangan teori (generalisasi analitis), bukan untuk menghitung frekuensi (generalisasi statistik). Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus instrumental. Menurut Stake (1994) yang dikutip oleh Sitorus (2003), studi kasus instrumental yaitu kajian atas suatu kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu atau untuk penyempurnaan teori. Kasus berfungsi sebagai pendukung atau instrumen untuk membantu peneliti dalam memahami suatu permasalahan tertentu. 4.3
Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Desa Rowo
Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah dengan pertimbangan. Pertama, Desa Rowo merupakan desa yang termasuk luas dalam kepemilikan lahan kering dan sawah tadah hujan di Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. Kedua, hubungan baik antara peneliti dengan masyarakat dan pamong desa setempat yang telah terjalin memudahkan peneliti dalam menjalankan penelitian serta mempermudah perolehan data/informasi dan komunikasi dalam proses penelitian sehingga dapat berjalan dengan lancar. Ketiga, lokasi penelitian dekat dengan kecamatan tempat kelahiran dan tempat peneliti dibesarkan, hal ini diharapkan dapat mengurangi hambatan psikologis maupun budaya antara peneliti dan subyek penelitian. Waktu pengumpulan data dilakukan bulan April sampai dengan Agustus 2009. Tinggal dan berinteraksi dengan masyarakat Desa Rowo selama empat bulan, rasanya tidak cukup untuk mengungkap dan memahami seluruh gejala
34
dan situasi sosial yang terjadi di Desa Rowo. Peneliti tinggal di rumah salah satu perangkat desa yang tidak lain juga saudara peneliti. Selama tinggal di lokasi penelitian (Dusun Mangunsari), peneliti selalu berdiskusi dengan saudara dan keluarganya tentang narasumber dan Desa Rowo. Empat bulan tinggal di Desa Rowo membuat peneliti dekat dan semakin akrab dengan masayarakat Desa Rowo terutama tineliti. Kedekatan dan keakraban tersebut menambah kepercayaan tineliti dan masyarakat kepada peneliti, sehingga diharapkan tineliti dapat memberikan keterangan (data) yang benar dan jujur. 4.4
Penentuan Subjek Penelitian Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley
dinamakan situasi sosial yang terdiri atas tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity). Dalam penelitian ini, tidak digunakan istilah populasi tetapi situasi sosial tertentu yaitu kebutuhan dan perilaku pencarian/penemuan informasi (aktivitas) petani gurem (pelaku) pada lahan sawah tadah hujan (tempat) (Sugiyono 2008). Subyek penelitian dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian. Subyek penelitian dalam penelitian ini dinamakan informan. Informan dalam penelitian kualitatif bukan disebut sampel statistik yang harus mewakili kondisi populasi untuk kepentingan generalisasi populasi, melainkan subyek penelitian yang dipilih sesuai pertimbangan dan tujuan penelitian yaitu mengembangkan konsep/teori (Sugiyono 2008). Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi/realitas sosial yang diteliti. Penentuan informan dilakukan secara sengaja yaitu dipilih sesuai pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono 2008). Selain secara sengaja (purposive) sesuai pertimbangan dan tujuan tertentu, penentuan informan dilakukan dengan teknik bola salju (snowball sampling), yaitu suatu metode sampling nonprobability yang sering digunakan dalam penelitian lapangan di mana masing-masing orang yang diwawancarai memberikan
informasi
tentang
siapa
saja
yang
memungkinkan
untuk
diwawancarai selanjutnya, dengan pertimbangan dan tujuan tertentu sesuai kebutuhan penelitian, sampai didapatkan informasi yang memadai.
35
Pada saat pertama peneliti datang ke lokasi penelitian, peneliti tidak langsung melakukan aktivitas pengambilan data dari informan. Selama tiga minggu pertama tinggal di Desa Rowo, peneliti mencoba beradaptasi dan mengenal Desa Rowo dengan berjalan-jalan dari satu dusun ke dusun yang lain, menyusuri jalan-jalan desa, ke sawah, ke pasar terdekat, ke tempat-tempat fasilitas umum. Agar lebih dekat dan diterima masyarakat setempat, peneliti kadang ke masjid untuk solat berjamaah dan mengikuti pengajian, berbincangbincang dengan tetangga, belanja dan mengobrol di warung-warung terdekat. Proses adaptasi peneliti lakukan guna mengetahui gambaran umum Desa Rowo dan persiapan mental peneliti secara pribadi (keyakinan diterima masyarakat). Dari proses adaptasi dan pengamatan peneliti mendapatkan beberapa gambaran umum tentang kondisi fisik dan non fisik Desa Rowo. Kondisi fisik di antaranya kondisi pemukiman, jalan, masjid, sekolah, balai desa, polindes, dan yang tidak kalah penting adalah lahan sawah. Sedangkan kondisi non fisik meliputi aktivitas petani bekerja di sawah, aktivitas pekerjaan di luar usahatani, interaksi masyarakat, bahasa yang digunakan, rutinitas penduduk Desa Rowo, pertemuan-pertemuan (forum) masyarakat yang ada, karakter masing-masing dusun, dan sebagainya. Gambaran umum Desa Rowo selengkapnya akan diuraikan pada Bab Kondisi Umum Wilayah Penelitian. Setelah beradaptasi selama beberapa minggu, untuk mendapatkan namanama petani gurem calon informan yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan, peneliti berdiskusi dengan semua kepala dusun atas persetujuan Kepala Desa Rowo. Diskusi tersebut diadakan di Balai Desa Rowo. Seluruh kepala dusun memberi tanggapan baik dan dukungan kepada peneliti.
Gambar 5 Peneliti Berdiskusi Bersama Seluruh Kepala Dusun (kadus) Desa Rowo di Balai Desa Rowo
36
Dari diskusi didapatkan daftar calon informan yang tersebar di enam dusun yang ada. Namun seiring dengan perkembangan data dan situasi, daftar informan bertambah dan mengalami perubahan pada beberapa informan. Situasi yang menyebabkan perubahan pada daftar informan, yaitu kriteria calon informan yang tidak cocok dengan fokus penelitian dan kendala komunikasi antara peneliti dengan calon informan. Kriteria yang tidak cocok tersebut bahwa calon informan bekerja di uar usahatani (pengrajin batu bata) dan sudah tidak lagi menjadi petani. Kendala komunikasi yang terjadi dengan calon informan yaitu gangguan fisik (pendengaran) calon informan, kesibukan calon informan sehingga susah ditemui. Informan penelitian adalah petani gurem yang selain bekerja menjalankan usahatani
juga
menekuni
pekerjaan
lain
di
luar
usahatani
dan
seseorang/lembaga yang mendukung data penelitian. Seseorang/lembaga tersebut yaitu pemerintah desa (kepala desa, sekretaris desa, kepala dusun), sesepuh desa, penyuluh pertanian, ketua kelompok tani, ketua Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN), toko pertanian, lembaga keuangan dan kredit yang diakses petani (Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri/PNPM Mandiri, Pengembangan Usaha Agrobisnis Pedesaan/PUAP, BMT Al Aziz, BRI Unit Kandangan), kader posyandu, dan tengkulak. Selanjutnya informan berkembang sesuai perkembangan data penelitian. Besarnya jumlah informan dalam penelitian ini didasarkan pada pernyataan Powell (1999) yang dikutip oleh Kurniadi (2004) bahwa tidak ada formula yang paling benar yang memberikan pedoman mengenai besarnya informan (subyek penelitian). Kedalaman dan kekayaan data merupakan hal yang dianggap paling penting karena pemahaman terhadap masalah yang diteliti merupakan tujuan utama penelitian kualitatif. Jumlah informan yang berhasil ditemui peneliti sejumlah 46 orang yang terdiri dari 25 orang petani gurem (13 orang petani, 10 orang wanita tani, dua orang taruna tani), delapan orang perangkat desa, dua orang penyuluh pertanian, satu orang ketua GAPOKTAN, dua orang ketua kelompok tani, empat orang dari lembaga keuangan/kredit dan pengelola dana program pemerintah, dua orang dari toko pertanian, satu orang kader posyandu, satu orang tengkulak, Hasil penelitian tidak akan digeneralisasikan ke populasi karena penentuan informan tidak dilakukan secara acak (random). Hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk kasus situasi sosial tersebut. Hasil penelitian dapat
37
ditransferkan atau diterapkan ke situasi sosial (tempat) lain apabila situasi sosial lain tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti (Sugiyono 2008). Menurut keterangan Kepala Desa Rowo yang peneliti temui di kantornya, ada beberapa desa di Kabupaten Temanggung yang memiliki kemiripan kondisi alam/wilayah dan aktivitas pekerjaan rumahtangga petani dalam memenuhi kebutuhan dasar. Menurut keterangan beliau, desa-desa tersebut yaitu Desa Baledu dan Samiranan di Kecamatan Kandangan; Desa Ngadimulyo, Margowati, Wonosroyo di Kecamatan Kedu; Desa Jambon Kecamatan Gemawang. 4.5
Data dan Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh
dengan
wawancara,
pengamatan,
dan
diskusi
kelompok
dengan/kepada informan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumendokumen seperti Daftar Isian Potensi Desa, Programa Penyuluhan Pertanian BPP Kandangan Tahun 2009. Dalam
penelitian
ini,
data
dikumpulkan
dengan
triangulasi
teknik
pengumpulan data. Triangulasi teknik pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan diskusi kelompok. Triangulasi sumber data juga dilakukan dengan memakai berbagai sumber data dengan teknik yang sama. Pengumpulan data dengan triangulasi dilakukan sekaligus untuk menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data (Sugiyono 2008). Tujuan triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Stainback 1988, diacu dalam Sugiyono 2008). Teknik wawancara dilakukan kepada infoman. Wawancara kepada informan dilakukan secara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan teknik khusus yaitu the micro - moment time line interview. Teknik ini merupakan teknik utama dalam pendekatan sense-making (Dervin 1983;1992). Suatu topik tertentu digali lebih dalam melalui pertanyaan pendalaman. Pertanyaan pendalaman secara langsung menurut Moleong (2006) bermaksud menggali lebih dalam untuk keperluan : 1) Penjelasan jika pewawancara memerlukan informasi mengenai berbagai aspek atau dimensi dari suatu pertanyaan.
38
2) Kesadaran kritis jika sampel ditanyakan untuk memutuskan atau lebih kritis lagi, menanggapi sesuatu, menilai, atau memberikan contoh tentang sesuatu. Kata tanya dalam hal ini adalah apa, mengapa, dan bagaimana. 3) Klarifikasi jika pewawancara memerlukan lagi informasi tentang hal yang dipersoalkan sebelumnya. Sebelum wawancara dengan seluruh informan, selama dua minggu peneliti didampingi oleh kadus di masing-masing dusun melakukan pendekatan dengan calon informan dengan mengunjungi mereka di rumah, memperkenalkan diri, dan melakukan perbincangan ringan seputar keluarga. Setelah mengenal lebih jauh dengan informan, pada kunjungan berikutnya (sesuai kesepakatan) peneliti melakukan wawancara sesuai pedoman wawancara dengan perbincangan santai. Pedoman Wawancara dapat dilihat di Lampiran 1. Teknik wawancara dilakukan secara tidak terstruktur di mana wawancara bersifat ’lepas’ dan informal dengan informan, namun terlebih dahulu dibuat pokok-pokok pertanyaan. Wawancara dilakukan sesuai kesepakatan dengan informan meliputi waktu dan tempat wawancara. Tempat wawancara dilakukan di rumah, sawah, atau tempat bekerja informan sesuai kesepakatan. Setiap informan memiliki kesempatan yang berbeda tentang waktu wawancara. Wawancara dilakukan pada pagi, siang, sore, dan malam hari sesuai waktu luang yang dimiliki informan dan peneliti. Untuk melakukan wawancara siang hari, jarak tidak menjadi masalah bagi peneliti. Pada siang hari, peneliti sanggup menuju tempat wawancara dengan berjalan kaki. Peneliti menuju rumah/tempat kerja informan bahkan yang berjarak kurang lebih 1,5 kilometer dengan berjalan kaki. Karena tidak semua informan memiliki telepon genggam, maka tidak jarang peneliti datang ke rumah informan tetapi tidak dapat bertemu dengan informan (Jawa : kecelik). Sehingga peneliti kembali ke tempat informan pada waktu yang lain. Berbeda dengan wawancara terhadap beberapa informan seperti toko pertanian, tengkulak, penyuluh pertanian, karyawan BRI, peneliti menuju tempat mereka bekerja dengan angkutan umum dengan jarak yang berbeda-beda, yang paling jauh ke Kecamatan Parakan yaitu 50 menit perjalanan menggunakan dua kali angkutan umum. Sedangkan untuk wawancara malam hari dengan jarak rumah informan yang relatif jauh, peneliti diantar oleh saudara dengan sepeda motor. Dalam satu hari peneliti mengunjungi dan melakukan wawancara dengan informan maksimal sebanyak empat kali dengan informan yang berbeda. Mengingat kondisi
39
kesehatan peneliti yang sedang hamil dan sering sakit, kadang dalam sehari tidak melakukan wawancara.
Gambar 6 Wawancara Dilakukan Kapan dan Dimana Saja (Selengkapnya Lihat di Lampiran 2)
40
Teknik pengamatan dilakukan untuk melengkapi data dan informasi yang tidak dapat diperoleh dari teknik wawancara. Diskusi kelompok dilakukan di ujung pengumpulan data yaitu pada tanggal 4 Agustus 2009 jam 19.30 sampai dengan selesai di rumah dimana peneliti tinggal di Desa Rowo. Diskusi kelompok tersebut dilakukan untuk mengklarifikasi data dan informasi penelitian yang telah diperoleh dari wawancara dengan subyek tineliti. Diskusi kelompok dihadiri oleh informan penelitian.
Gambar 7 Diskusi Kelompok Peneliti Dengan Informan
41
Sebagai pendukung penyimpanan data dari ketiga teknik yang dipakai, maka peneliti membuat catatan harian, rekaman wawancara, dan foto-foto. Catatan harian yang dimaksud berisi data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara mendalam dalam bentuk uraian rinci maupun kutipan langsung Tabel 1. Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian Teknik Pengumpulan Data yang dikumpulkan Data Pengamatan (observasi) • Aktivitas petani dalam kegiatan bekerja menjalankan usahatani dan pekerjaan lain d luar usahatani. • Pola interaksi petani-petani, petani-pedagang, petani-penyuluh, petani-anggota keluarga yang lain, petani-kelompok tani • Kondisi agro-ekologi (lahan pertanian) • Kondisi fisik desa dan infrastruktur • Sistem transportasi dan komunikasi • Sistem pertanian dan irigasi • Kondisi kekeringan di Desa Rowo Wawancara
• • • • • • • • • • • • •
Diskusi kelompok
Kondisi personal (umur, pendidikan, pendapatan) Kepemilikan lahan pertanian dan pola tanam Penggunaan lahan dan alasannya Peran usahatani dalam menopang ekonomi keluarga Kegiatan bekerja di luar sektor pertanian (non pertanian) Peran sektor non pertanian dalam menopang ekonomi keluarga Aktivitas bekerja di usahatani dan luar usahatani Pendapatan di usahatani dan luar usahatani Pandangan hidup (makna hidup, bekerja, informasi, makna lahan pertanian, makna usahatani) Permasalahan dalam bekerja di usahatani (on farm) dan luar usahatani Kebutuhan informasi petani gurem Bagaimana perilaku pencarian informasi petani Kendala-kendala yang ditemui petani dalam menemukan/mencari informasi
• Mengklarifikasi tentang kebutuhan informasi petani • Mengklarifikasi tentang perilaku pencarian informasi • Mengklarifikasi tentang kendala-kendala dalam pencarian/penemuan informasi.
42
4.6
Teknis Analisis Data Analisis data dilakukan terus menerus selama penelitian berlangsung,
bahkan sejak pengumpulan data dimulai dan sebelum data benar-benar terkumpul sampai dengan penulisan laporan penelitian.
Unit analisis dalam
penelitian ini adalah individu. Hal ini berkaitan bahwa kebutuhan dan perilaku pencarian informasi bersifat individu dan subyektif. Tahap-tahap analisis data meliputi: 1)
Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian maka data yang telah direduksi memberikan gambaran yang jelas, mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Setelah melakukan reduksi data, peneliti memilah-milah dan akhirnya menemukan pola-pola dalam golongan petani gurem di Desa Rowo, kebutuhan infomasi setiap golongan, perilaku pencarian informasi setiap golongan, dan kendala pencarian informasi setiap golongan.
2)
Penyajian data yaitu menyajikan data dalam berbagai bentuk seperti cuplikan percakapan, narasi, deskripsi situasi sosial, foto dengan tujuan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Menurut Miles dan Huberman 1984) bahwa data kualitatif disajikan dalam bentuk narasi, bukan dalam bentuk angka. Hal ini lebih menggambarkan dan menjelaskan proses yang terjadi dalam konteks lokal tertentu. Data penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi yang dilengkapi dengan kutipan-kutipan pernyataan narasumber dan foto-foto.
3)
Interpretasi data yaitu peneliti memberikan penafsiran/interpretasi atas data yang ada dalam penelitian, selanjutnya membuat hipotesa berdasarkan datum di lapang.
4)
Pengambilan kesimpulan dan verifikasi yaitu menyimpulkan dan mengecek ulang data-data yang telah direduksi dan disajikan (Miles dan Huberman 1984; Creswell 1994)
4.7
Kredibilitas dan Dependabilitas (Reliabilitas) Penelitian Uji kredibilitas atau dalam penelitian kuantitatif disebut validitas dilakukan
untuk menguji apakah datum penelitian yang telah dikumpulkan adalah benar
43
(valid). Dengan kata lain apakah data yang peneliti sajikan dalam laporan benarbenar terjadi di lapang. Untuk menguji kredibilitas penelitian ini digunakan triangulasi. Triangulasi meliputi triangulasi sumber, teknik pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan sumber-sumber data tersebut. Member check dilakukan dengan diskusi kelompok informan dan peneliti. Diskusi kelompok dengan informan dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2009 di rumah salah satu informan yang sekaligus tempat tinggal peneliti selama di lokasi penelitian. Triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Teknik yang digunakan dapat berupa wawancara atau pengamatan. Namun ternyata tidak semua data (hasil konstruk antara peneliti dan tineliti) dapat diuji kebenarannya (kredibilitas). Misalnya konstruk yang dihasilkan peneliti pada saat penyusunan laporan penelitian di bogor
yaitu
dugaan-dugaan
(hipotesa)
yang dihasilkan setelah selesai
menganalisis data dan menyajikannya. Contoh lain yaitu hasil diskusi pada ujian tesis tanggal 21 Mei 2010 yang menghasilkan konstruk berkaitan dengan hasil penelitian. Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya maka kedua hal tersebut tidak dapat dimintakan kesepakatan dengan sumber-sumber data (informan). Secara ontologis, paradigma konstruktivism memandang realitas sosial adalah wujud bentukan (construstion) individu-individu subyek yang terlibat dalam penelitian yaitu terutama tineliti dan peneliti. Karena keterbatasan waktu, Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas disebut dependabilitas. Suatu penelitian
yang
dependabel
adalah
apabila
mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut dependabilitas dilakukan dengan mengaudit
orang
lain
dapat
(Sugiyono 2008). Uji
terhadap keseluruhan proses
penelitian.
44
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kondisi umum wilayah penelitian menggambarkan keadaan umum Desa
Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah, yang meliputi kondisi sosio demografi dan infrastruktur, tanah sawah dan petani gurem, kekeringan di Desa Rowo, makna hidup dan bekerja bagi petani gurem, makna lahan sawah dan profesi petani bagi petani gurem, usahatani lahan sawah dan pola tanam, pekerjaan lain di luar usahatani yang ditekuni petani gurem, kegiatan kelompok tani dan fasilitas penyuluhan pertanian. 5.1.1
Kondisi Sosio-demografi dan Infrastruktur Desa Rowo adalah salah satu desa dari 16 desa yang ada di
Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. Secara keseluruhan luas Desa Rowo 235 hektar. Desa Rowo berbatasan dengan Desa Jambon Kecamatan Gemawang di sebelah Utara,
Desa
Malebo Kecamatan Kandangan di sebelah Timur, Desa Baledu Kecamatan Kandangan di sebelah Selatan, dan Desa Ngadimulyo Kecamatan Kedu di sebelah Barat. Desa Rowo berpenduduk 2.242 jiwa yang terdiri dari 1.058 jiwa lakilaki dan 1.184 jiwa perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 597 keluarga. Pendidikan formal yang berhasil ditamatkan sebagian besar penduduk Desa Rowo adalah Sekolah Dasar (SD). Jumlah rumahtangga di Desa Rowo adalah 597 keluarga, 400 kepala keluarga berprofesi sebagai petani. Dari 400 rumahtangga petani (RTP) yang memiliki lahan, ada 370 rumahtangga petani (RTP) dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar. Fasilitas fisik di Desa Rowo yang penulis uraikan di sini meliputi jalan, jembatan, alat transportasi dan komunikasi, gedung sekolah, masjid, gedung balai desa, pusat kesehatan, dan saluran irigasi. Sebagian besar jalan-jalan utama di Desa Rowo telah beraspal kecuali jalan di Dusun Purwosari yang masih jalan berbatu (makadam) dan jalan tanah. Jalan utama sawah juga telah diperlebar untuk mempermudah aktivitas pertanian. Jalan antar desa terdiri dari jalan aspal, jalan makadam, dan
jalan tanah. Jembatan yang ada menghubungkan antara Desa Rowo dengan Desa Ngadimulyo Kecamatan Kedu. Jembatan ini mempermudah akses Desa Rowo ke Kecamatan Kedu tetapi belum ada angkutan umum yang melalui jalan ini. Angkutan umum hanya ada di jalan utama menuju ke kota kecamatan terdekat dan kota kabupaten. Ada 18 armada angkutan (kopata) yang beroperasi melalui Desa Rowo menuju kota Kecamatan Kandangan dan ibukota Kabupaten Temanggung. Komunikasi didukung dengan adanya jaringan telepon semua operator meskipun sinyal operator tertentu kurang kuat.
Gambar 8 Jalan di Desa Rowo
Ada dua buah gedung sekolah dasar dan dua gedung Taman Kanak-kanak (TK). Salah satu Sekolah Dasar belum memiliki toilet dan perpustakaan. Fasilitas pendidikan di kedua TK seperti alat peraga edukatif sangat minim. Banyak dijumpai hampir semua penduduk beragama Islam. Gedung balai desa sebagai kantor bagi pemerintah desa dilengkapi gedung pertemuan. Kegiatan desa banyak dlakukan di gedung pertemuan ini.
46
Gambar 9 Gedung TK dan SD di Desa Rowo Di Desa Rowo terdapat gedung poliklinik desa (Polindes) yang dilayani bidan desa dan mantri kesehatan. Untuk melayani kesehatan ibu, anak, dan lansia terdapat bidan desa dan posyandu. Menurut kader posyandu (NM) lebih dari separuh dari jumlah ibu hamil atau mempunyai balita tidak mengunjungi posyandu guna memeriksakan kehamilan atau imunisasi atau sekedar menimbang balita mereka. Imunisasi bayi juga tidak dilakukan mereka ke bidan atau dokter. Sebagian besar ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya baik di bidan maupun dokter. Kurang dari separuh dari semua ibu melahirkan meminta pertolongan persalinan kepada bidan desa, persalinan separuh yang lain ditolong oleh dukun bayi/beranak.
Gambar 10 Gedung Polindes dan Balai Desa Rowo
47
Sawah di Desa Rowo tergolong sawah tadah hujan. Sarana irigasi tidak dijumpai di lahan sawah di desa ini. Letak sumber mata air/sungai jauh sehingga mempersulit pembangunan jaringan irigasi. Perlu biaya yang sangat besar untuk pembangunan jaringan irigasi tersebut. Keterbatasan fasilitas irigasi dan alam ini mempengaruhi cara berusahatani petani gurem di Desa Rowo.
Gambar 11 Lahan Sawah Tadah Hujan di Desa Rowo yang Tidak Dilengkapi Saluran Irigasi Pasar di sekitar desa yang lebih mudah dijangkau dan merupakan tempat berdagang hasil pertanian sebagian warga Desa Rowo yaitu pasar Desa Malebo, pasar Desa Kandangan, pasar kota Temanggung, pasar Kecamatan Kedu, dan pasar Kecamatan Parakan. Pasar Malebo dan Kandangan hanya ada pada hari pasaran Jawa tertentu sedangkan pasar kota Temanggung, pasar Kecamatan Kedu, dan pasar Kecamatan Parakan dibuka setiap hari. Lembaga kredit dan keuangan yang dekat dengan Desa Rowo adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Al Aziz dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Kandangan. Kedua lembaga keuangan tersebut melayani perkreditan bagi petani dan usaha mikro dengan syarat tertentu. Menurut keterangan customer service (CS) BRI Unit Kandangan dan manajer BMT Al Aziz (AM) sebagian dari nasabah adalah petani Desa Rowo. Sebagian besar petani meminjam uang kepada kedua lembaga keuangan tersebut untuk modal usaha keranjang tembakau dan usahatani.
48
5.1.2
Tanah Sawah dan Petani Gurem Desa Rowo yang terdiri dari 65 hektar (28 persen) tanah sawah
yang ditanami padi, 121 hektar (51 persen) tanah tegal yang ditanami tanaman perkebunan (kopi, sengon), dan sisanya merupakan tanah pemukiman dan fasilitas umum. Lahan sawah berundak-undak sesuai topografi Desa Rowo yang bergelombang. Lahan sawah yang ditanami padi berdampingan dengan lahan kering yang banyak ditanami tanaman perkebunan seperti kopi dan sengon. Desa Rowo memiliki suhu yang sejuk dengan tujuh bulan hujan (BPMD Kabupaten Temanggung 2008). Tanah milik petani di Desa Rowo terdiri dari tanah sawah yang dapat ditanami padi dan tegal. Kepemilikan lahan sawah oleh sebagian besar petani sempit. Sebagian besar petani di Desa Rowo tergolong petani gurem yang memiliki lahan sawah kurang dari 0,5 hektar (lima kisukan). Lahan sawah ini merupakan lahan hak milik baik dari hasil membeli pada orang lain atau warisan dari orang tua. Namun ada beberapa petani yang selain memiliki dan menggarap sendiri juga menyewa lahan sawah pada petani lain untuk mereka kelola. Kepemilikan tegal/ladang oleh petani juga tidak luas. Penelitian ini akan memfokuskan pada lahan sawah yang ditanami padi yang selanjutnya disebut lahan sawah. Tanah sawah yang ditanami padi (65 hektar) tergolong sawah tadah hujan. Pertumbuhan tanaman di sawah tersebut sangat tergantung dari adanya air hujan. Jika hujan tidak turun (musim kemarau) maka petani terancam gagal panen bahkan tidak bisa menanam apa-apa. Berbeda dengan petani pada daerah irigasi baik yang dapat bebas menentukan tanaman yang akan diusahakan. Sebagian besar rumahtangga petani di Desa Rowo dapat disebut petani gurem. Sebagian besar (92,5 persen) rumahtangga petani di Desa Rowo memiliki tanah pertanian kurang dari 0,5 hektar, dan kurang dari satu persen memiliki tanah pertanian lebih dari satu hektar (BPMD Kabupaten Temanggung 2008). Menurut informan, pendapatan dari hasil pertanian tidak mencukupi kebutuhan hidup sekeluarga. Mereka dihadapkan pada keterbatasan kepemilikan lahan dan keterbatasan alam. 5.1.3
Kekeringan di Desa Rowo Pada musim kemarau, tidak hanya lahan sawah yang kekurangan
air melainkan sebagian sumur-sumur di Desa Rowo kering terutama di Dusun Mangunsari dan Mulyosari. Sebagian penduduk terpaksa mencuci dan mandi
49
di tempat pemandian umum ’sebendo’
1
yang terletak di tengah sawah
(kurang lebih 500 meter dari pemukiman). Untuk itu, pemerintah daerah (PDAM) secara berkala membagikan air bersih kepada warga Desa Rowo.
Gambar 12 Suasana Penduduk Desa Rowo Mengantri Air Bersih pada Musim Kemarau 5.1.4
Makna Hidup dan Bekerja Bagi Petani Gurem Dalam mempertahankan hidup mereka memiliki prinsip hidup dan
prinsip hidup mereka bermacam-macam. Prinsip tersebut dapat diartikan sebagai bagaimana petani gurem memandang atau memaknai hidup ini. Misalnya, prinsip tetap berusaha dan kepasrahan pada Sang Pencipta. “Dalam hidup yang penting berusaha Mbak….biar Allah yang memberi rezeki “, kata Rd. Informan (MD) menambahkan dengan pernyataan “Semua dan dimana pun Bumi Allah….pasti akan ada rezeki dimana pun.” Prinsip ini yang melandasi mereka bersedia melakukan berbagai pekerjaan.
1
sebendo adalah nama sumber mata air yang masih tetap mengeluarkan air meskipun musim kemarau, dibangun seperti pemandian umum. Namun kadang persediaan air di sebendo juga menipis akibat musim kemarau yang panjang dan banyaknya warga Desa Rowo yang menggunakan air di sebendo.
50
Meskipun mereka giat melakukan berbagai pekerjaan, tetapi tampaknya mereka tidak memaksakan diri (ngoyo) sehingga kesehatan terabaikan, seperti pernyataan “Yang penting awak sehat Mbak.....hidup jadi bahagia “, kata SM. Dalam bekerja dan berusaha mereka juga tidak senang mencari musuh melainkan senang jika memiliki banyak saudara. Informan (NR) menyatakan “Saya senang jika banyak saudara ”, dan dikuatkan oleh pernyataan “Yang penting hidup tentrem dan bahagia”, kata Th. Prinsip tidak merugikan orang lain juga ada “Yang penting aktivitas bekerja tidak mengganggu orang lain, Mbak.....semua untuk ibadah, jadi tenang rasanya”, kata Th. Mereka memandang kecukupan ekonomi tidak selalu berarti cukup atau berlimpah materi. Rasa cukup tidak memiliki ukuran yang pasti tetapi akan dirasakan di dalam hati masing-masing orang. Mereka menyerahkan (pasrah) kecukupan kebutuhan hidup kepada Tuhan. “Gusti Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang kan Mbak…….jadi saya percaya pasti akan dicukupkan oleh Allah dengan keadaan sekarang ” , kata Id. “Jika kita berusaha, nanti Allah juga akan memberi rezki ”, kata SM menambahkan. 5.1.5
Makna Lahan Sawah dan Profesi Petani Bagi Petani Gurem Pengalaman menjadi petani gurem dengan lahan sempit dan
dihadapkan pada keterbatasan alam selama ini mempengaruhi pendapat dan perasaan mereka tentang profesi petani. Menurut sebagian dari mereka petani bukan merupakan profesi yang menjanjikan masa depan terutama petani yang menggarap sawah tadah hujan seperti di Desa Rowo. Berikut pengakuan informan : “Wah…kalo petani tidak bisa Mbak dijadikan pekerjaan pokok.....karena secara ekonomi menurut saya tidak menjanjikan...Profesi petani hanya mengandalkan keberuntungan, Mbak...terutama di sawah tadah udan seperti Desa Rowo. Beda Mbak kalo ada irigasi....pertanian pasti bisa diandalkan” (Id)
Pandangan yang berbeda diutarakan oleh informan lain bahwa petani memiliki banyak aktivitas yang merepotkan. “Jadi petani itu repot Mbak...mulai dari ngolah tanah, ngrabuk (memupuk) dan lain-lain” , kata Mr. Hal yang akan menghibur mereka adalah keuntungan dari usahatani yang telah dijalankan dan rasa tenteram karena dapat memiliki beras meskipun sedikit. Berikut ungkapan informan tentang hal ini :
51
“Perasaan saya menjadi petani, Mbak......tergantung.....asal punya modal...pikiran jadi tenang dan senang.......yang bikin bahagia kalo pas panen dan laku terjual Mbak..ha ha..ha.”, kata Id dengan selera humornya.
Meskipun menjanjikan
petani
dengan
dianggap
pendapatan
sebagai yang
kecil
pekerjaan dan
yang
tidak
pekerjaan
yang
merepotkan (rekoso), tetapi alasan memperoleh/menambah pendapatan menjadi pendorong mereka melakukan pekerjaan sebagai petani. Berikut pernyataan informan : “Saya mau mengerjakan sawah, meski hasilnya tidak ’cucuk’ (menguntungkan)....tetap akan saya lakukan....La ya untuk nambah pendapatan to Mbak “, kata SM.
Meskipun lahan sawah yang mereka miliki sempit dan merupakan lahan tadah hujan, mereka tetap bekerja di sawah karena sawah memiliki makna tersendiri bagi orang desa termasuk petani di Desa Rowo.
Bagi
orang desa, kepemilikan lahan sawah menjadi prioritas karena hati mereka menjadi tenang dengan memiliki dan mengolah sawah. Seperti pernyataan informan yang berhasil penulis rekam berikut ini : “Bagi wong ndeso lebih tenang Mbak jika punya lahan...apalagi luas...ha ha. Saya tetap nyawah Mbak meski tidak ’cucuk’.....untuk tambah-tambah itu Mbak..yang penting beras kan Mbak. Jika punya beras hati tenang”, kata SM
Selain itu mereka baru akan merasa tenteram jika menanam sesuatu di sawah tersebut. “Kalau ada tanaman di sawah...ati marem Mbak “, kata Th. Salah satu tanaman tersebut adalah padi yang tidak lain akan menjadi beras. Beras menjadi makanan pokok yang harus ada. Ada anekdot jawa mengatakan “durung diarani mangan nek durung mangan sego.” (belum disebut makan kalau belum makan nasi). Hal ini dibenarkan oleh pendapat informan yang mengatakan “Bagi petani yang penting pangan, Mbak”, kata Kh. Informan ain menyatakan bahwa ia merasa ayem (tenteram) jika ada gabah (beras) meskipun pendapatan petani tidak menentu, pernyataan berikut dapat menggambarkannya : “Rasa-rasanya sulit Mbak jadi petani, jika untung lumayan tapi jika tidak ya rekoso Mbak. Jika tidak ada modal, petani memprihatinkan..... Tapi meski begitu perasaan saya tetep ayem karena paling tidak ada gabah, Mbak”
Bagi sebagian besar informan, profesi petani tetap menjadi pekerjaan andalan dan pokok bagi petani gurem di Desa Rowo. Kebutuhan sehari-hari terutama beras dipenuhi dari pekerjaan di sawah. “Petani bagi
52
saya ya pekerjaan pokok, Mbak....la wong kebutuhan sehari-hari dipenuhi dari situ, he he” , kata Rd. Informan lain (Mj) juga memiliki pandangan yang sama, ia mengatakan “Jadi petani lumayan Mbak.....bisa untuk nyambung hidup...terutama padi untuk konsumsi sendiri.” Selain itu, menurut mereka pendapatan dari profesi petani lumayan jika dilakukan dengan sungguhsungguh,
seperti
pernyataan
“Jika
dikerjakan
dengan
sungguh-
sungguh…jadi petani itu ya lumayan, Mbak” , kata NR. Di samping sebagai pekerjaan pokok, profesi petani juga sudah menjiwa di dalam diri petani gurem. Mereka menyatakan bahwa petani merupakan pekerjaan yang menyenangkan. Menurut mereka bahwa menjadi petani tidak membutuhkan pemikiran yang rumit dan tidak terikat. Berikut ungkapan perasaan salah satu informan yang penulis temui di rumahnya : “Saya seneng Mbak jadi petani...sudah menjiwa...he he..Menjadi petani itu enak..tidak terlalu berpikir keras seperti pedagang atau pegawai, tidak terikat....ya pokoknya bagi saya enak dan nyaman di hati...pikiran juga tenang.Saya kangen Mbak jika tidak ke sawah.” (Rd)
Meskipun pendapatan petani kecil tetapi informan merasakan ketentraman, salah satu informan (Sb) mengatakan “Meski hasilnya sedikit tapi bisa merata Mbak...tentrem rasanya. Jadi petani memang harus sabar, he he”. 5.1.6
Usahatani Lahan Sawah dan Pola Tanam Pandangan petani gurem terhadap pertanian dan profesi petani
mempengaruhi bagaimana mereka bekerja di usahatani. Hal ini juga berkaitan dengan bagaimana mereka memandang sebuah permasalahan yang ada pada pekerjaan usahatani dan penyelesaiannya. Bagaimana mereka
memandang
atau
memaknai
usahatani
tertentu
akan
mempengaruhi pilihan komoditi yang diusahakan. Usahatani yang dikerjakan oleh masing-masing petani berbedabeda sesuai dengan minat dan kemampuan. Permasalahan yang mengiringi aktivitas petani gurem dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan bekerja di usahatani (on farm) pun bermacam-macam. Masalah yang dirasakan mereka berbeda-beda sesuai kondisi dan situasi yang dialami. Pilihan komoditi yang diusahakan tergantung dari pengetahuan
53
dan pengalaman mereka selama ini. Perhitungan untung rugi menjadi salah satu pertimbangan mereka memilih salah satu komoditi. Berikut pernyataan salah satu informan : “Kenapa kok berbeda, menurut saya tergantung perhitungan masing-masing Mbak....untung ruginya gitu lah...selain itu tergantung pengalaman juga to Mbak.” (Id)
5.1.6.1 Usahatani Padi Tanaman yang menurut petani wajib ditanam di sawah tadah hujan adalah padi. Dalam satu tahun, petani di Desa Rowo hanya dapat bertanam padi satu kali daam setahun yaitu pada musim hujan (September s.d Januari). Jika bertanam padi pada waktu selain bulan tersebut maka hasil panen tidak akan maksimal, seperti yang dialami oleh informan (Rd). Pada bulan Juni 2009 dimana tidak turun hujan, hasil panen padi Rd sangat sedikit. Selain kekurangan air, padi Rd juga terserang tikus. Terpaksa Rd memanen padinya yang masih hijau. Padi menjadi andalan bagi semua petani gurem di Desa Rowo karena hanya dapat dipanen satu kali dalam satu tahun. Bagi petani gurem, hasil panen padi akan mencukupi kebutuhan pangan keluarga mereka selama beberapa bulan tergantung dari hasil panen dan kebutuhan masing-masing rumahtangga. Mereka akan merasa tenang jika kebutuhan pangan bisa terpenuhi. Berikut pernyataan informan yang berhasil diperoleh, ” Yang penting bisa makan, Mbak.....adem rasanya kalau kebutuhan makan sudah tercukupi. Yang penting ada beras. ” kata SM. .Petani gurem tidak menyewakan lahan pada petani lain. Menurut mereka bahwa curahan waktu dan tenaga sendiri masih cukup untuk mengelola sawah sempit yang dimiliki. Pada usahatani padi, mereka juga mengerjakan sendiri lahan sawahnya kecuali pada pekerjaan tertentu. Pekerjaan tertentu tersebut antara lain menanam padi (tandur), menyiangi (matun), dan panen padi (derep). Informasi tentang ketersediaan tenaga kerja dari luar rumahtangga, mereka dapatkan dengan berkomunikasi dengan tetangga dan saudara dekat agar mengerjakan pekerjaan yang dimaksud dengan memberikan imbalan berupa uang bagi pekerjaan
54
tandur dan matun, bagian panen (bawon) bagi pekerjaan derep. Demikian sebaliknya, mereka juga akan dimintai bantuan oleh tetangga dan saudara dekat untuk mengerjakan pekerjaanpekerjaan tersebut. Pekerjaan tandur dan matun biasa dikerjakan oleh perempuan, sedangkan derep dapat dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan. Meskipun pendapatan dari berusahatani padi kecil, tetapi menurut beberapa petani gurem di Desa Rowo yang penulis temui bahwa
bertanam
padi
tetap
lebih
menguntungkan.
Ukuran
menguntungkan tidak hanya dilihat dari jumlah uang atau keuntungan materiil yang diperoleh, tetapi juga kemudahan budidaya dan sedikitnya curahan pikiran dalam berusahatani. Dari beberapa pertimbangan tersebut yang paling penting menurut mereka bahwa beras yang dihasilkan dapat mencukupi kebutuhan pokok
pangan
mereka
selama
beberapa
bulan.
Mereka
menyayangkan jika tidak menanam padi yang hanya dapat dipanen satu kali dalam satu tahun tersebut. Berikut pernyataan salah satu informan : “Lebih menguntungkan menanam padi, Mbak. Hasilnya jelas ada dan gampang…... La sayang Mbak kalo tidak menanam padi…..lumayan untuk kebutuhan sendiri…tidak perlu beli beras, he he he”, kata Rd.
Petani gurem memilih padi karena menurut mereka mudah dalam penggarapannya. Mereka memiliki harapan bahwa hasil panen padi akan menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Pada dasarnya mereka merasa tidak ada masalah dalam cara budidaya karena mereka telah menjalankan cara budidaya padi tersebut bertahun-tahun dan turun temurun. Setelah musim padi, petani di Desa Rowo akan berusahatani sesuai minat dan kemampuan masing-masing. Jagung diminati oleh banyak
petani
penggarapannya.
dengan
alasan
murah
Tanaman musiman
dan
mudah
dalam
seperti tembakau juga
menjadi pilihan banyak petani.
55
5.1.6.2 Usahatani jagung Selain padi, sebagian besar rumahtangga petani gurem di Desa Rowo suka menanam jagung. Meskipun hasil dari usahatani jagung sangat minim, jagung tetap menjadi pilihan bagi sebagian besar petani. Sebagian dari mereka mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok pengganti beras jika persediaan panen beras telah habis. Menurut mereka menanam jagung memiliki resiko yang kecil. Jaminan kepastian panen dan garapan yang mudah menjadi alasan petani memilih jagung pada usahataninya. Selain itu curahan pikiran dan konsentrasi dalam menanam jagung lebih sedikit dibanding tembakau atau hortikultura. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini : “ La kalau jagung kan tidak perlu mikir nemen-nemen, mbak……Kalau lombok itu nak nik-nak nik dan butuh perhatian serius….jadi tidak bisa disambi yang lain”, kata Rd.
Gambar 13 Lahan Sawah yang Ditanami Jagung
Namun ada sebagian rumahtangga petani gurem yang enggan menanam jagung. Mereka berpikir keuntungan menanam jagung kecil. Pendapatan dari berusahatani jagung sedikit bahkan dapat dikatakan hanya menutup biaya produksi saja. Laba yang ada sangat sedikit sekali jika dibagi dengan umur jagung. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan salah satu informan berikut :
56
“Hasil jagung itu sangat minim, Mbak. Misalnya jika hasil jagung terjual 400 ribu, maka biaya yang dikeluarkan sebesar 250 ribu, jadi labanya hanya 150 ribu. Itu biaya tenaga kerja tidak dihitung lo Mbak.....La wong pakai tenaga sendiri, he he.....150 ribu itu nggak besar Mbak....La tanem jagungya kan kurang lebih tiga bulan...trus kalau dibagi tiga apa cukup Mbak untuk maem sehari-hari ?”, kata Id.
Laba yang ada bukan merupakan laba yang besar karena untuk mendapatkan laba tersebut dibutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan. Dalam tiga bulan tersebut, petani gurem harus tetap memenuhi kebutuhan hidup. Jika tidak dibarengi dengan melakukan pekerjaan lain, maka mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar. 5.1.6.3 Usahatani hortikultura
Gambar 14 Tanaman Cabai yang Diusahakan Petani Gurem di Desa Rowo
Tidak hanya tanaman pangan seperti padi dan jagung yang diusahakan oleh petani gurem di Desa Rowo. Tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, kembang kol, caisim, kacang panjang, dan jagung manis juga diusahakan oleh sebagian petani gurem. Tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, caisim, kembang kol, dan buah-buahan hanya diminati oleh sebagian petani. Banyak petani
57
tidak bersedia menanam sayuran dan buah-buahan dengan alasan mahal dan banyak resiko. Menurut informan, menanam cabai memang memiliki resiko yang lebih besar daripada padi atau jagung. Resiko yang harus dihadapi antara lain modal yang besar, serangan hama penyakit, dan ketidakpastian harga. Modal yang besar harus dipersiapkan untuk mendapatkan hasil panen cabai yang baik, seperti pernyataan informan (Sd) yang mengatakan “Modal untuk cabai banyak, Mbak ”. Keinginan petani di Desa Rowo untuk menanam cabai sering tidak terwujud karena keterbatasan modal yang mereka miliki. Tentang hal ini informan (NR) menyatakan “Sebenarnya saya ingin juga menanam brokoli atau lombok, tapi gak ada modal yang cukup.”, yang dikuatkan oleh pengakuan Id ”Jika ada modal, sebenarnya saya pengen menanam cabai, Mbak ”. Petani enggan berusahatani cabai (lombok) karena harus menyiapkan modal yang cukup atau siap menghadapi serangan hama penyakit.
Tidak
sedikit dari mereka menjadi urung untuk menanam cabai karena keterbatasan modal. Sehingga lahannya dibiarkan kosong atau ditanami jagung meskipun menurut mereka hasilnya lebih sedikit. Menurut informan bahwa mereka dapat berusahatani cabai hanya jika ada modal yang cukup. Resiko lain menanam cabai adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman tersebut diperlukan upaya yang terus menerus dan serius agar hasil panen memuaskan. Curahan waktu dan pikiran pun diperlukan untuk hal itu. Petani menyebut kerepotan upaya terus menerus ini ”nak nik-nak nik” seperti pernyataan informan yang telah ditampilkan sebelumnya. Selain itu, upaya untuk mengatasi hama rumit dan juga memerlukan modal yang menurut petani cukup besar. Seperti apa yang dikatakan oleh informan (Ih), “Saya tidak tanam cabai karna garapannya rumit Mbak....modalnya juga besar.” Untuk itu cabai menjadi komoditi yang dihindari sebagian besar petani di Desa Rowo karena modal yang besar dan garapan yang rumit.
58
Dari pengamatan dan wawancara diketahui bahwa petani gurem di Desa Rowo selalu mengandalkan obat pembasmi hama pabrikan untuk memberantas hama penyakit tanaman yang muncul. Usaha pencegahan belum dilakukan oleh mereka seperti sanitasi atau pergiliran tanaman. Penyuluh pertanian pendamping Desa Rowo membenarkan hal ini, ia mengatakan “ Petani perlu mengetahui pencegahan hama sebelum terserang…….La petani tu belum sadar jika perlu usaha preventif.”
Menurut pengamatan
pemilik toko pertanian bahwa petani belum menerapkan dosis obat pembasmi hama dan mengatur aliran air dengan tepat sehingga menurutnya hama penyakit tanaman cepat menyebar. Berikut pernyataannya : “Biasanya petani itu sebenarnya mengalami penyakit tanaman yang biasa….tapi mungkin karena dosis dan aliran air yang tidak tepat…….ya penyakit dan hama semakin banyak…menyebar.”
Hal ini yang mereka sebut resiko, bahwa berusahatani cabai membutuhkan curahan waktu dan konsentrasi yang lebih dibanding padi. Resiko ini yang membuat sebagian petani enggan menanam cabai, seperti pernyataan informan berikut ini : “Sebetulnya menanam hortikultura lebih menguntungkan, Mbak…..tetapi karena harganya itu ndak mesti….…malah kadang tiba-tiba ‘anjlok’….jadinya saya sering males.” , kata Id
Komoditi hortikultura yang diusahakan petani gurem di Desa Rowo tidak hanya cabai/lombok, tetapi juga tomat, kembang kol, caisim, dan kacang panjang. Permasalahan yang mereka hadapi untuk tomat dan kembang kol hampir sama dengan cabai yaitu keterbatasan modal, serangan hama penyakit, dan harga yang kadang ”anjlok”, komoditi yang mudah busuk.
59
Gambar 15 Tanaman Tomat yang Diusahakan Petani Gurem di Desa Rowo Kembang
kol
atau
sebagian
petani
di
Desa
Rowo
menyebutnya ”brokoli” tidak banyak ditanam oleh petani di Desa Rowo. Hanya petani gurem tertentu yang menanamnya karena komoditi ini memiliki banyak resiko seperti ; serangan hama penyakit, mudah busuk, pengelolaan rumit, modal cukup besar, dan harga yang kadang ”anjlok”. Petani gurem tertentu tersebut tidak mudah menyerah seperti kisah salah satu informan berikut : Kh (42 tahun) adalah seorang petani gurem yang bekerja di sawah. Ia termasuk pelopor dalam menanam hortikultura di Desa Rowo. Selain bertani, ia membuat batu bata untuk kebutuhan sendiri dan dijual. Pekerjaan di sawah sangat disukainya. Ia pernah mananam kembang kol dan hasil tanamannya bagus, tetapi begitu dipanen harga jualnya sangat rendah yaitu Rp 400 per kilogram. Sehingga ia mengalami kerugian. Menurut pengakuannya bahwa ia sangat senang bertanam sayuran seperti kembang kol. Namun kerugian yang dialami membuatnya harus berpikir ulang untuk menanam kembang kol lagi. Selain harga yang rendah, masalah yang dialami petani kembang kol adalah serangan ulat. Narasumber kami yang lain ingin menanam kembang kol tetapi merasa kurang dalam pengetahuannya mencegah dan mengatasi hama ulat.
Caisim dan kacang panjang diusahakan petani sebagai tanaman selingan atau tumpangsari dengan tanaman lain. Menurut informan garapan kedua jenis sayuran tersebut relatif mudah. 5.1.6.4 Usahatani tembakau Selain tanaman pangan dan hortikultura, tembakau juga menjadi pilihan sebagian petani untuk memperoleh hasil yang lebih
60
baik dari lahan sawah tadah hujan miliknya. Menurut keterangan informan bahwa pendapatan dari usahatani tembakau cukup tinggi. Namun begitu, usahatani tanaman ini juga memiliki resiko di antaranya serangan hama penyakit dan kondisi cuaca.
Gambar 16 Lahan Sawah yang Ditanami Tembakau
Dalam satu tahun, musim tanam di Desa Rowo terdiri dari tiga musim. Sebagian besar petani hanya bersedia dan mampu menanam padi dan jagung. Padi ditanam pada bulan hujan yaitu Desember sampai dengan Maret. Tembakau dibudidayakan pada bulan Mei hingga Agustus. Cabai diusahakan pada waktu yang berbarengan dengan tembakau, tetapi memiliki rentang waktu yang lebih lama, yaitu di bulan Mei sampai dengan Oktober. Jagung diusahakan pada bulan September hingga Desember. Sayuran seperti caisim dan kembang kol ditanam pada bulan yang berbarengan
dengan
tembakau
atau
tumpang
sari
dengan
tembakau. Sebagian besar petani menerapkan pola tanam jagung – padi – kosong. Banyak faktor yang mempengaruhi di antaranya yaitu kemauan, modal, dan kondisi lahan sawah. Pada musim kemarau (April hingga September) banyak lahan sawah yang kekeringan sehingga tidak dapat ditanami. Pola tanam lain yang diterapkan
oleh
sebagian
petani adalah jagung –
padi –
tembakau/cabai/sayuran/kacang tanah. Faktor yang mempengaruhi pola ini di antaranya adalah kondisi lahan yang mendukung, tekad dan kemauan petani, dan ketersediaan modal usahatani.
61
Petani gurem di Desa Rowo tidak selalu memanen sendiri hasil pertaniannya. Kadang sistem tebasan menjadi pilihan manakala hal itu lebih menguntungkan, seperti pernyataan informan (Sb) yang mengatakan “ Kalau kira-kira tanamannya baik…ya lebih baik dijual kiloan, tapi kalau hasilnya buruk…nggih (ya)…saya tebaskan, Mbak.” 5.1.6.5 Usahatani Singkong, Ketela Rambat, dan Kacang Tanah Meskipun menurut informan garapan usahatani singkong, ketela rambat, dan kacang tanah mudah; tetapi tidak banyak petani mengusahakan komoditi ini sebagai tanaman pokok. Mereka menanam
ketiiga
komoditi
tersebut
sebagai
selingan
atau
tumpangsari dengan tanaman pokok. Berikut pernyataan informan: ” La....kalau singkong dan telo rambat itu harganya murah Mbak......paling ya ditanam di galengan (pinggir pesemaian)...........kacang tanah....... gampang banget garapannya, Mbak”, kata Rd.
Gambar 17 Usahatani Singkong oleh Petani Gurem di Desa Rowo
62
5.1.7 Pekerjaan Lain di Luar Usahatani yang Ditekuni Petani Gurem Desa Rowo memiliki keunikan tersendiri dibanding desa-desa lain di sekitarnya bahkan dibanding desa-desa di Kabupaten Temanggung. Tampak dari pintu gerbang luar Desa Rowo terlihat sepi, tetapi ramai di dalamnya. Selain menggarap sawah, sebagian besar petani gurem melakukan pekerjaan lain dalam mencari nafkah. Berbagai macam pekerjaan digeluti oleh petani gurem bahkan seorang petani gurem/satu rumahtangga dapat melakukan lebih dari dua macam pekerjaan. Pekerjaan lain yang digeluti tersebut seperti pengrajin keranjang sayur/buah, pengrajin keranjang tembakau, usaha/pengrajin batu bata, pedagang bibit, pedagang roti keliling, warungan, sopir, guru honorer, tukang rongsok, tukang ojek, usaha camilan, buruh tani, tukang kayu, TKI/TKW, dan serabutan.
Gambar 18 Pintu Gerbang Desa Rowo Alasan utama mereka mengeluti pekerjaan di luar usahatani tidak lain adalah untuk menambah pendapatan keluarga. Pendapatan dari menjadi petani sangat kecil sehingga tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Petani hasilnya kecil, Mbak ”, kata Sy. Sawah tadah hujan yang sempit ( <
0,5 hektar) tidak mencukupi kebutuhan dasar rumahtangga. Pekerjaan apapun akan dilakukan guna memperoleh pendapatan keluarga sebanyak-banyaknya. Informan (Sb) menambahkan “Yang penting sehat, meski harus kerja sana sini....apa saja, Bu. Pekerjaan apa saja tidak masalah, Bu……yang penting ada hasilnya ”. Mereka juga tidak malu melakukan pekerjaan kasar seperti buruh tani, tukang batu, tukang rongsok, atau buruh ngangsak (mengais sisa panen di sawah). Berikut pernyataan salah satu informan :
63
“Mencari untuk kebutuhan pokok...apa saja kami lakukan, Mbak.....rongsok juga ga papa....La tidak ada buruh lain. Kita hanya bisa berusaha kok ya....jadi apa saja akan saya lakukan untuk mencukupi kebutuhan.””, kata SM.
Informan lain menambahkan, “Saya apa aja mau, Mbak, yang penting gimana anak-anak saya bisa makan dan sekolah. Apa saja akan saya lakukan. Kalau suami saya manut-manut saja. ….La..gimana Mbak….kalau saya tidak gerak….karena hasil pertanian tidak seberapa ”, kata R.
Aktivitas mencari nafkah untuk menambah pendapatan keluarga tidak hanya dilakukan oleh kepala keluarga, tetapi juga oleh anggota keluarga seperti istri dan anak yang masuk usia produktif. Dalam satu rumahtangga petani gurem minimal ada dua pekerjaan yang ditekuni termasuk salah satunya adalah sebagai petani. Berikut beberapa contoh : Rumahtangga Th (55 tahun) memiliki 3 aktivitas mencari nafkah yaitu petani, tukang kayu, dan pedagang (sales) roti keliling. Pekerjaan sebagai petani dijalani oleh Th beserta istri (Am), tukang kayu dilakukan oleh Th sendiri, dan pedagang roti keliling ditekuni oleh anaknya N (23 tahun). Selain itu, kadang Am (42 tahun) menggoreng kedelai untuk dijual anaknya (N) bersama roti yang didagangkan. Rumahtangga Id (38 tahun) adalah seorang petani muda yang ulet dan memiliki semangat tinggi untuk maju. Lahan sawah yang ia garap dan miliki seluas 0,3 ha. Pendapatan dari sawah tidak cukup untuk menghidupi istri (Ev) dan kedua anaknya. Untuk menambah pendapatan, selain menjadi petani ia membuat keranjang tembakau pada musim tembakau. Ev (30 tahun) juga bertekad membantu suami mencari tambahan pendapatan dengan menjadi guru TK honorer. Th (55 tahun) adalah seorang ayah/suami yang menggeluti pertanian sekaligus seorang tukang kayu. Bersama istri (Am) ia bekerja di sawah yang mereka miliki (0,125 ha). Sawah yang diusahakan dan sesekali menerima pesanan membuat kusen pintu dan jendela tidak cukup memenuhi kebutuhan rumahtangga. Anak laki-laki mereka satusatunya (N) tidak tinggal diam. N (23 tahun) menjadi pedagang roti keliling (sales roti). Sesekali Am menggoreng kedelai dan menitipkan pada N untuk didagangkan. Karena pendapatan dari bekerja di sawah yang ia miliki (kurang dari 0,1 ha) sangat pas-pasan, rumahtangga SM (55 tahun) memutuskan untuk melakukan pekerjaan di luar usahatani yaitu menjadi tukang rongsok bersama istrinya (Sp). Justru Sp (45 tahun) lah yang paling rajin berangkat me’rongsok’ setiap hari menuju daerah-daerah di sekitar Kabupaten Temanggung. Daerah tujuan me’rongsok’ yaitu Ambarawa, Salatiga, Magelang, Sleman, Kendal, Sukoharjo, dan derah-daerah lain di Jawa Tengah dan DIY. Dalam rumahtangga Sb (53 tahun) tidak menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Sawah yang mereka miliki (0,2 ha) tidak cukup memenuhi kebutuhan Sb beserta istri dan keempat anaknya. Dari keempat anaknya hanya ada satu yang telah memasuki usia produktif yaitu Ppt (21 tahun). Sb bertani dibantu oleh Ppt. Sb adalah seorang
64
yang tekun bekerja. Ia mau mengerjakan pekerjaan apa saja yang dimintakan padanya. Selain bertani, ia menerima pekerjaan apa saja seperti : tukang batu, ngerit pasir, membuat paving, membuat jalan, tukang pijit, buruh tani, dan banyak lagi. Pekerjaan-pekerjaan ini ia sebut serabutan. Meskipun demikian, pendapatan dari pekrjaanpekerjaan tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan dasar mereka. Selain untuk makan, Sb harus membiayai sekolah ketiga anaknya yang lain. Untuk itu, Ppt ikut membantu menambah pendapatan keluarga dengan membuat batu bata. Agar dapat dikerjakan dengan pekerjaan lain, batu batu dibuat di sebelah rumah. Pada musim tembakau, keluarga ini juga memanfaatkan kesempatan untuk meraih untung dengan membuat keranjang tembakau. Bersama ibunya (St), Ppt menekuni membuat keranjang.
Jika berjalan menyusuri jalan-jalan desa baik jalan aspal, makadam, maupun tanah akan tampak berbagai aktivitas penduduk dalam bekerja terutama di musim tembakau. Hampir di setiap depan rumah ada bambu yang tergeletak, pelepah pisang kering (debog) yang bertumpuk, atau keranjang tembakau siap angkut.
Gambar 19 Aktivitas Petani Gurem Desa Rowo sebagai Pengrajin Keranjang Tembakau (Selengkapnya Lihat di Lampiran 2)
65
Profesi pengrajin keranjang sayur/buah (harian) dan keranjang tembakau (musiman) banyak ditekuni oleh rumah tangga petani gurem di Dusun Mangunsari dan Mulyosari.
Gambar 20 Aktivitas Petani Gurem sebagai Pengrajin Keranjang Sayur/Buah (Selengkapnya Lihat di Lampiran 2)
66
Usaha warung hampir merata dijumpai di semua dusun meskipun begitu jumlah warung terbanyak ada di Dusun Mulyosari. Ada sedikit tukang ojek dan TKW yang dijumpai di Desa Rowo. Profesi sopir juga ditekuni oleh beberapa kepala keluarga petani gurem sebagai pekerjaan sampingan. Usaha batu bata banyak dilakukan oleh rumah tangga petani di Dusun Tentrem.
Gambar 21 Usaha Warung Petani Gurem di Desa Rowo
Gambar 22 Usaha Batu Bata Petani Gurem di Desa Rowo
67
Tukang rongsok juga menjadi pilihan tidak sedikit rumahtangga petani gurem, dan profesi ini dijumpai merata di semua dusun. Tukang kayu juga ditekuni oleh beberapa kepala keluarga di Desa Rowo. Pekerjaan serabutan dilakukan beberapa kepala keluarga petani gurem.
Gambar 23 Pagi-pagi Petani Gurem Siap Berangkat Me’rongsok’ ke Daerah Lain Pagi hari sebagian dari mereka sudah keluar berjalan kaki menuju Kecamatan Kedu untuk bekerja sebagai buruh macul (mencangkul) atau ngangsak (mengais sisa panen padi). Pedagang keliling (sales roti) ditekuni beberapa pemuda dalam rangka membantu perekonomian keluarga. Beberapa pedagang bibit (musiman) dan usaha camilan kecil-kecilan dijumpai di masing-masing dusun
Gambar 24 Pagi Hari, Petani Gurem Saat Akan Berangkat Menjadi Buruh Mencangkul ke Wilayah Lain
68
Gambar 25 Salah Satu Makanan Ringan (camilan) yang Diusahakan Petani Gurem
5.1.8 Kegiatan Kelompok Tani dan Fasilitas Penyuluhan Pertanian Pertemuan
GAPOKTAN
diadakan
setiap
selapan
(35
hari).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh pengurus GAPOKTAN. Hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain pembagian pupuk dan benih, sosialisasi
program
pemerintah,
misalnya
Pengembangan
Usaha
Agrobisnis Pedesaan (PUAP). Pada pertemuan tersebut, penyuluh pertanian mendampingi kelompok guna melakukan pembinaan seperti saat penyusunan
dan
pencairan
dana
PUAP.
Pengurus
kelompok
merencanakan pertemuan kelompok tani ’ditempelkan’ pada pertemuan warga yang telah rutin dilaksanakan seperti yasinan. Namun pertemuan tersebut tidak selalu ada di setiap kegiatan yasinan (seminggu sekali) melainkan jika ada program tertentu dari pemerintah seperti pembagian pupuk dan sosialisasi program pemerintah. Petani gurem di Desa Rowo menginginkan ada forum khusus penyuluhan pertanian. Keterangan informan menyebutkan bahwa mereka senang jika ada penyuluhan pertanian. Namun menurut mereka kegiatan GAPOKTAN dan kelompok tani tidak menyentuh seluruh petani. Meskipun sebenarnya Di sisi lain, ketua GAPOKTAN menyatakan bahwa belum memungkinkan jika diadakan forum penyuluhan pertanian yang berdiri sendiri. Berikut pernyataannya : “Pertemuan GAPOKTAN atau kelompok tani belum bisa secara khusus membicarakan petani, Mbak.Misal ada masalah pertanian, kadang ada petani yang menyampaikannya lewat pertemuan yasinan, rempon-rempon, dan ngendong bayi. ”
69
Alhasil kegiatan kelompok tani hanya berupa sosialisasi program pemerintah. Ketua GAPOKTAN dan kelompok tani mengakui bahwa belum berupaya keras mengajak petani-petani anggota kelompok untuk bersamasama memikirkan pertanian. Untuk mendukung usahatani, ada lembaga informasi pertanian yaitu Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Lembaga tersebut terletak kurang lebih tiga kilometer dari Desa Rowo atau 15 menit jika ditempuh dengan angkutan umum. Penyuluh pertanian yang membina Desa Rowo datang sebulan sekali ke Balai Desa dan saat ada pertemuan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN). Pembinaan penyuluh pertanian meliputi kelompok tani dan GAPOKTAN. Tentang keterbatasan akses petani terhadap penyuluh dan penyuluhan pertanian selengkapnya dapat dibaca di Bab Kendala dalam Pencarian Informasi. 5.2 `Kebutuhan Informasi Petani Gurem Kebutuhan informasi diartikan sebagai kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan harapan untuk menyelesaikan masalah. Petani gurem sadar memiliki kebutuhan informasi manakala berhadapan dengan masalah dan keinginan
memecahkan
masalah.
Semakin
tinggi
kesenjangan
antara
pengetahuan yang dimiliki dengan keinginan untuk memecahkan masalah maka semakin kuat petani gurem merasakan adanya kebutuhan informasi. Kebutuhan informasi petani gurem adalah hasil olah pikir mereka yaitu pertanyaanpertanyaan dalam pikiran/benak saat mereka berusaha menyelesaikan masalah yang menimbulkan ketidakpastian/kegundahan/rasa penasaran/rasa ingin tahu yang memerlukan jawaban. Penelitian ini memfokuskan pada kebutuhan informasi yang muncul manakala petani gurem menghadapi masalah pada saat bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain di luar usahatani. Sedangkan pekerjaan usahatani difokuskan pada lahan sawah untuk tanaman pangan dan hortikultura bukan tegalan/tanah kering untuk lahan perkebunan. Dari data penelitian, penulis menduga kebutuhan informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Sebelum menguraikan hal tersebut, penulis akan menguraikan kebutuhan petani gurem di Desa Rowo secara umum.
70
5.2.1 Kebutuhan Informasi Petani Gurem Secara Umum Kebutuhan informasi petani gurem melekat pada masalah yang sedang dihadapi. Permasalahan yang dialami setiap golongan petani gurem di Desa Rowo berbeda. Namun ada kondisi umum yang mereka alami yaitu keterbatasan alam dan kepemilikan lahan. Mereka memiliki lahan sawah yang sempit ditambah lagi pertumbuhan tanaman tergantung dari ada tidaknya air hujan. Permasalahan utama petani pada lahan sawah tadah hujan di Desa Rowo adalah keterbatasan air. Hal tersebut diutarakan oleh sebagian besar informan, seperti pernyataan salah satu informan (Ih) berikut “Masalah sawah di sini itu ndak ada air, Mbak”. Pernyataan tersebut ditambahkan oleh pernyataan ketua GAPOKTAN berikut ini, “Masalah utama di sini air, Mbak.....Menurut saya yang dibutuhkan petani adalah bagaimana cara menaklukkan alam. ” Menurut informan bahwa pertumbuhan tanaman di sawah sangat tergantung dari ada tidaknya air hujan. Menurut mereka, hal ini mempengaruhi cara bertanam. Jika musim kemarau dan tidak turun hujan maka sebagian besar lahan sawah tidak dilewati air, sehingga sebagian besar dari mereka tidak dapat menanam apapun. Selain itu saluran irigasi teknis tidak dijumpai di Desa Rowo. ”Jika akan dibangun saluran irigasi maka membutuhkan biaya yang sangat besar karena letak sumber air yang jauh dari desa”, kata salah satu perangkat desa. Padahal menurut
informan
pertanian
menjadi
andalan
sumber
pendapatan
rumahtangga petani di Desa Rowo. Keterbatasan alam membuat petani gurem di Desa Rowo tidak bebas berusahatani sesuai dengan keinginannya seperti yang dialami petani di wilayah dengan irigasi baik, misalnya di Kecamatan Kedu. Hal ini diketahui dari pernyataan informan (Sd) “Tidak ada irigasi bikin tidak mantap tandurtandur……tidak berani ngambil resiko, Mbak.”, dikuatkan oleh informan lain (Kh) yang mengatakan “ Sebenarnya jika ada irigasi..….pertanian akan baik..sehingga petani bebas mau menentukan apa saja.” Petani di Desa Rowo dihadapkan pada lahan sawah yang tergantung pada adanya air hujan karena saluran irigasi tidak ditemui di desa ini. Sebagian dari mereka tidak berani mengambil resiko lebih besar dengan menanam komoditi yang menurut mereka banyak resiko.
71
Hasil dari lahan sawah yang sempit dan ditambah lagi merupakan sawah tadah hujan dirasakan sangat kecil oleh petani gurem. Pendapatan yang kecil tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Pernyataan jujur informan berikut ini dapat menggambarkannya. Sy mengakui, “Jadi petani.....ngeri Mbak.....hasilnya tidak banyak terutama bagi petani kecil seperti saya.” dan dikuatkan oleh pengakuan informan lain (R), “Hasil dari pertanian pas-pas an, Mbak.” Menurut informan bahwa benar mereka memiliki pertanyaanpertanyaan dalam benak mereka selama berusahatani di sawah tadah hujan. Selama ini petani gurem merasa telah berusahatani dengan maksimal, tetapi pendapatan yang didapat dari usahatani masih dirasakan kurang.
Meskipun
demikian,
mereka
tetap
memiliki
keinginan
memaksimalkan potensi lahan sawah yang dimiliki meskipun sedikit. Mereka tidak pasrah begitu saja dengan keadaan. Mereka mengaku tetap mengelola sawah dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuan yang dimiliki. Keterbatasan alam tidak membuat semua petani gurem di lahan sawah tadah hujan pasrah pada keadaan. Sebagian petani gurem di Desa Rowo mempunyai tekad untuk tetap berusahatani secara maksimal meskipun
usahatani
tersebut
memiliki
resiko
yang
tinggi.
Berikut
pernyataan salah satu informan yang berusahatani cabai (lombok). “Saya orangnya tidak asal ‘nrimo’ Mbak…..Saya siap menghadapi resiko sesuai kemampuan saya. Jika ada penemuan atau info baru saya setuju dan selalu ingin mencoba.” (Id)
Berkaitan dengan keterbatasan alam yang mereka alami, mereka bertanya-tanya dalam diri tentang tanaman atau usaha apa yang cocok dan menguntungkan untuk ditanam di sawah tadah hujan seperti lahan sawah yang mereka usahakan. Seperti pernyataan informan (S) berikut ini, “Adakah tanaman yang paling menguntungkan untuk ditanam di Desa Rowo ini, Mbak? “ Seperti yang telah diuraikan sebelumnya meskipun pertanian menjadi andalan sumber pendapatan rumahtangga petani gurem di Desa Rowo, tetapi menurut mereka pendapatan dari pertanian tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, sebagian dari mereka selalu ingin memiliki usaha atau pekerjaan sampingan lain untuk menambah pendapatan.
Namun pengetahuan
tentang usaha atau
72
pekerjaan sampingan lain selain yang telah dimiliki sekarang tidak cukup untuk menjawab keinginan mereka. Sebagian dari mereka merasa membutuhkan informasi tentang usaha atau pekerjaan lain untuk menambah pendapatan selain yang telah mereka miliki. Tentang hal ini informan (Ppt) mengatakan, “Saya masih membutuhkan informasi tentang pekerjaan lain yang lebih enak dan menguntungkan, Mbak.” dan begitu juga dengan pernyataan informan lain (Id), ”Jika ada pekerjaan yang lebih baik dan menjanjikan masa depan...ya saya juga pengen Mbak”. Hal lain yang juga mengganjal di hati petani gurem di Desa Rowo adalah harga pupuk yang menurut mereka mahal. Bahkan karena keterbatasan ekonomi kadang mereka tidak memupuk tanaman secara lengkap. Misalnya menurut informan pengeluaran untuk membeli pupuk satu kisukan (0,125 hektar) pada usahatani padi secara umum kurang lebih sebesar Rp 250.000. Biaya total produksi padi sebesar Rp 500.000. Jadi biaya untuk pupuk mencapai 50 persen dari total biaya produksi. Padahal hasil dari panen padi jika diuangkan semua sebesar Rp 1.500.000. Keuntungan Rp 1.000.000 tersebut adalah pendapatan petani selama tiga bulan (masa tanam padi). Berkaitan dengan keinginan petani gurem untuk memaksimalkan potensi lahan, mereka ingin tetap dapat memupuk lahan sawah yang diusahakan. Selama ini mereka masih tergantung pada pupuk anorganik buatan pabrik. Di sisi lain sebagian dari mereka menyadari bahwa pupuk organik lebih baik dari pupuk anorganik dan mereka memiliki keinginan menggunakan pupuk organik. Namun mereka tidak menggunakan pupuk organik karena menurut mereka harga pupuk tersebut mahal. ”Harga pupuk mahal, Mbak....Sebenarnya yang terbaik ya pupuk kandang, Mbak.” kata Kh.
Selain itu, dari wawancara diketahui bahwa ketersediaan pupuk
kandang di Desa Rowo tidak mencukupi kebutuhan petani gurem akan pupuk kandang. Kebutuhan petani gurem akan pupuk kandang lebih tinggi dari ketersediaan pupuk kandang di Desa Rowo. Meskipun harga pupuk pabrikan mahal dan pupuk kandang jumlahnya terbatas, petani gurem tetap membutuhkan pupuk untuk hasil tanaman yang lebih baik. Mereka ingin tetap dapat memupuk tetapi dengan harga yang lebih murah dan dengan pupuk organik. Menurut mereka tanpa pupuk hasil panen tidak akan maksimal. Seperti pernyataan informan (Mj), “Jika
73
pupuk yang ada banyak dan memadai, maka saya yakin hasilnya akan baik.” Namun pengetahuan mereka tidak cukup untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Menurut pengakuan dari informan dan hasil diskusi kelompok dengan sebagian besar informan bahwa mereka memiliki pertanyaan-pertanyaan dalam benak yaitu tentang dimana dapat memperoleh pupuk organik yang murah. Selain itu mereka juga bertanya dalam pikiran mereka bagaimana dapat membuat pupuk organik sendiri yang lebih murah dari buatan pabrik. Berikut pernyataan Kepala Desa saat menghadiri diskusi kelompok. ”Mbak, dari hasil diskusi tadi.........kami ingin tahu tentang cara membuat pupuk organik seperti yang ditampilkan tadi.......sebaiknya kita copy di CD dan dibagikan ke petani”
Komoditi yang sama-sama diusahakan oleh petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan Pengambil Resiko Rendah (PRR) yaitu padi. Padi menjadi andalan bagi semua petani di Desa Rowo. Ada hal yang masih menjadi persoalan yaitu serangan hama penyakit. Menurut mereka serangan hama penyakit mengurangi produksi dan kualitas padi. Hama yang masih menjadi masalah bagi petani di Desa Rowo adalah tikus. Tanaman padi mereka sering diserang tikus akibatnya beberapa dari informan kami mengalami gagal panen. Usaha pemberantasan tikus yang telah mereka coba yaitu memburu tikus secara masal (gropyokan) dan memberi tikus dengan racun. Tanaman padi mereka kadang juga diserang ulat batang (sundep) dan wereng. Untuk mencegah sundep mereka menabur garam di pesemaian, sedangkan untuk memberantas sundep dan wereng mereka telah menyemprotkan obat pembasmi hama yang disarankan toko pertanian. Berbagai
macam
usaha
yang
petani
gurem
jalankan
untuk
memberantas hama menurut mereka belum berhasil maksimal karena hama tersebut masih menyerang terutama tikus. Mereka ingin mengetahui cara mencegah dan memberantas hama tikus yang lebih efektif atau dalam bahasa mereka “mandi”. Mereka mengakui bahwa pengetahuan dan pengalaman mereka selama ini belum cukup menjawab persoalan yang tengah dihadapi. Mereka membutuhkan informasi tentang cara yang efektif mencegah dan memberantas hama tikus, sundep, dan wereng pada tanaman padi.
74
5.2.2
Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) Petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) menyadari memiliki
kebutuhan informasi manakala mereka merasakan pengetahuan mereka tidak cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran/benak di saat ingin menyelesaikan masalah yang ditemui pada saat bekerja. Usahatani atau pekerjaan lain yang dtekuni petani gurem PRT di Desa Rowo cenderung lebih komersial; beresiko tinggi; membutuhkan modal besar;
garapan/pekerjaan
rumit;
membutuhkan
curahan
pikiran,
konsentrasi, dan tenaga yang lebih besar. Usahatani /pekerjaan lain yang mereka tekuni tersebut antara lain usahatani cabai, usahatani tembakau, usahatani kembang kol, usahatani tomat, pengrajin/pebisnis keranjang tembakau, usaha camilan, dan usaha warung. 5.2.2.1 Petani Hortikultura (Cabai, Tomat, Kembang kol) Dengan keterbatasan alam (kekurangan air) dan kepemilikan lahan yang sempit (< 0,5 hektar), petani gurem PRT tetap bertekad berusahatani cabai, tomat, atau kembang kol yang beresiko tinggi. Mereka mengaku tidak takut menghadapi berbagai resiko yang melekat pada komoditi yang diusahakan seperti : modal yang besar, serangan hama penyakit, garapan yang rumit. Cabai menjadi komoditi yang tidak pernah terlewatkan untuk diusahakan oleh petani hortikultura pada musimnya. Tomat dan kembang kol sebagai komoditi yang diusahakan oleh sebagian petani hortikultura yang lain. Komoditi cabai, tomat, dan kembang kol ditanam petani gurem PRT sebagai tanaman pokok, bukan tanaman selingan atau tumpangsari dengan tanaman lain. Tidak banyak petani gurem di Desa Rowo yang menanam cabai. Namun bagi petani gurem PRT bertanam cabai lebih menguntungkan. Selain itu, menurut mereka sebenarnya cabai atau tanaman hortikultura lain dapat tumbuh di tanah sawah Desa Rowo. Salah satu informan (Mr) menyatakan bahwa jika dikelola dengan baik, usahatani cabai lebih menguntungkan dibanding bertanam padi atau jagung. Misalkan hasil panen padi setiap satu kisukan (0,125 hektar) adalah Rp 700.000, sedangkan cabai yaitu Rp
75
2.000.000 (modal biasa = Rp 500.000). Oleh karena itu tidak sedikit petani yang menyukai usahatani cabai. Informan lain menambahkan dengan pernyataan berikut : “Sebetulnya yang paling menguntungkan menurut saya bertanam lombok (cabai), Mbak….jika memang ada modal cukup………Sebenarnya saya paling suka menanam lombok” , kata Kh
Informan lain juga memiliki pendapat yang hampir sama, Th menyatakan “Pendapatan bertanam cabai lumayan Mbak ”, dan dikuatkan oleh informan lain berikut : “ Sebenarnya tanah di sini cocok kok Mbak untuk lombok.......Jika dibanding padi dan jagung, lebih baik saya tanam lombok, Mbak......Hasilnya lebih cepat dan saya pernah Mbak memanen sampai 15 kali petik”, jelas Mr
Meskipun modal yang dibutuhkan besar tetapi petani gurem PRT tetap memiliki keinginan untuk menanam cabai seperti yang dinyatakan informan (Kh), “Jika ada modal, saya lebih baik tanam sayuran.....soal laku atau tidak.... ya ....saya serahkan Allah saja.” Namun yang menjadi kendala mereka sekali lagi adalah keterbatasan modal. Modal yang dibutuhkan relatif besar, tetapi petani cabai mengaku
akan
mendapatkan
mengusahakan
keuntungan
adanya
modal
sebesar-besarnya.
tersebut
Mereka
guna
bersedia
berhutang pada seseorang atau lembaga keuangan/kredit untuk membiayai usahatani cabai. Seperti yang dinyatakan salah satu informan (Sb). Ia mengatakan Mbak.”
Kemudian
dengan
“Jika tidak ada modal, ya pinjam, penuh
semangat
informan
lain
menambahkan, berikut pernyataannya : “Berapa pun modal yang saya punya, meski pinjam sana sini.....saya berani kok Mbak bertanam lombok........karena saya punya harapan hasilnya akan baik kok Mbak”
Menurut keterangan informan bahwa modal menanam cabai bervariasi. Secara bertingkat mereka menyebutnya modal biasa, modal ringan, dan modal tinggi. Modal biasa berarti petani mengeluarkan uang sejumlah Rp 500.000 untuk membiayai usahatani cabai seluas kurang lebih 0,125 hektar (satu kisukan) dari pengolahan tanah hingga panen. Modal disebut modal ringan jika petani
76
mengeluarkan Rp 2.000.000. Sedangkan modal dikatakan modal tinggi jika petani membiayai usahatani cabainya sejumlah Rp 4.000.000. Salah satu informan yang seorang petani cabai memiliki keinginan tinggi untuk berusahatani cabai, tetapi karena keterbatasan ekonomi akhirnya ia mengusahakan tanaman cabai dengan modal seadanya.
Menurutnya
dengan
modal
seadanya
hasil
yang
didapatkan juga tidak akan maksimal. Namun ia tidak berani meminjam modal kepada lembaga keuangan yang ia kenal karena menurutnya suku bunga yang ditetapkan lembaga tersebut tinggi dan memberatkan petani kecil seperti dirinya. Suku bunga yang ditetapkan lembaga keuangan tersebut adalah 2,5 persen per bulan. ” Kalau bunganya satu persen.....saya pikir enteng Mbak bagi petani kecil seperti saya”, kata Id. Menurut catatan wawancara dengan sebagian informan bahwa mereka ingin sekali mendapatkan pinjaman modal yang rendah suku bunga atau bahkan tanpa suku bunga. Selain itu mereka juga ingin dapat memperoleh pinjaman modal dengan cara yang mudah. Namun mereka mengaku belum mengerti harus kemana mendapatkan pinjaman modal yang mereka maksud tersebut. Mereka membutuhkan informasi tentang pinjaman modal rendah suku bunga. Informasi tersebut meliputi dimana, bagaimana caranya dapat memperoleh pinjaman dan kepada siapa dapat memperoleh informasi tentang pinjaman tersebut. Berikut pernyataan informan (Id), “Saya pengen ada lembaga keuangan yang bisa meminjamkan modal dengan bunga ringan…….yah syukur-syukur tanpa bunga, Mbak ”. Masalah lain yang dirasakan petani cabai yaitu serangan hama penyakit tanaman. Informan menyatakan
“Masalah utama
tanaman lombok itu hama, Mbak……sehingga biaya yang terbesar ada di pembasmian hama itu ”, kata Id. Dari wawancara dan diskusi kelompok dengan informan bahwa serangan hama penyakit pada tanaman cabai masih menjadi masalah yang belum terpecahkan hingga kini. Gejala serangan hama yang sering muncul yaitu patek (busuk basah), bule, keriting, dan layu (layu bakteri). Dari beberapa hama tersebut, salah satu hama yang
77
sering menyerang dan belum dapat teratasi adalah yang sering mereka sebut dengan patek (busuk basah) pada buah cabai. Mereka telah melakukan berbagai cara guna mencegah dan mengatasi patek tersebut. Dari mereka ada yang mencoba berbagai obat pabrikan pembasmi hama, menyemprot dengan ramuan sendiri, dan ada juga yang membasmi hama dengan resep dari teman sesama petani. Namun sampai saat ini masalah tersebut belum terpecahkan secara tuntas. Informan
menyadari
perlunya
informasi
tentang
cara
mengatasi hama dan merasa membutuhkan informasi tersebut. Berikut pernyataan informan : ” Petani miskin tidak tahu Mbak cara ngatasi hama..... Padahal sebagai wong cilik yang kurang pengetahuan, petani butuh diberi ilmu dan informasi. Saya senang Mbak kalau tahu banyak info ”, curhat Sb
Salah satu informan (Kh) menambahkan, “Saya pengen sekali Mbak mengerti bagaimana cara membasmi pateken…….Selama ini belum ada Mbak yang nemu obatnya”. Mereka mulai gemas dengan keadaan yang dialami. Rasa penasaran pun mulai memuncak sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam diri. Seperti pernyataan informan berikut : “Gemes Mbak....sudah coba-coba kok tidak berhasil. Paling hanya ada solusi untuk coba-coba itu....jadi sampai saat ini ya tidak ada kepastian obat yang benar-benar mujarab untuk patek dan bule itu, Mbak ”, katanya.
Keinginan petani cabai untuk segera menyelesaikan masalah sangat besar. Namun mereka merasa pengetahuan dan pengalaman mereka tidak cukup menjawab pertanyaan dalam benak yang muncul yaitu
bagaimana
mencegah
dan
memberantas
hama
yang
menyebabkan patek (busuk basah) pada buah cabai dan tomat. Permasalahan hama pada tanaman cabai dan tomat yang belum dapat diselesaikan petani di Desa Rowo secara tuntas tidak hanya patek, tetapi juga bule (daun menguning), keriting, trip daun, dan layu. Mereka juga mengakui memiliki kebutuhan informasi tentang cara mencegah dan memberantas hama penyakit tersebut. Selain modal dan serangan hama penyakit, resiko yang dihadapi petani hortikultura adalah ketidakpastian dan fluktuasi harga
78
bahkan harga yang kadang tiba-tiba ”anjlok”. Mereka tidak takut dengan ketidakpastian harga cabai yang bahkan sering ”anjlok”. Tentang hal ini informan (Mr) menyatakan “ Nggak ......saya nggak takut…..Meski harga cabai tidak menentu dan bahkan sering anjlok…saya tidak takut, Mbak”, disusul oleh pendapat informan lain yang mengatakan “Namanya juga usaha Mbak...jadi saya hanya berharap harga cabai akan baik ”, tambah Mj. Pernyataan serupa juga terlontar dari informan yang lain lagi. Berikut pernyataannya : “ Meski harga tidak pasti….tapi saya tetap menanam cabai, Mbak.….karena saya tetap berharap dan punya harapan akan laku terjual. Yang penting tinggal usaha saja… selanjutnya pasrahkan pada Allah. “ (Id).
Menurut informan, mereka selalu membutuhkan informasi tentang harga cabai, tomat, dan kembang kol. Untuk hal tersebut mereka mengaku harus selalu memantau perkembangan harga komoditi hortikultura guna mengatur strategi usahatani. Sebelum dan selama musim tanam hortikultura, mereka memantau perkembangan harga dan varietas hortikultura tertentu yang sedang laku di pasaran. Untuk itu, komunikasi terus dilakukan oleh petani dan pedagang, begitu sebaliknya. Sebagian petani hortikultura memiliki masalah dalam hal pemasaran. Selama ini mereka menjual cabai hanya kepada tetangga, sesama petani, atau pedagang kecil. Mereka memiliki keinginan hortikultura miliknya dapat dijual ke pembeli lain dengan harga yang lebih tinggi. Namun mereka tidak mengetahui di mana dapat menjumpai pembeli tersebut. Mereka mengaku membutuhkan informasi tentang hal tersebut. Sebagian informan yang memiliki keinginan untuk mencoba membudidayakan cabai rawit besar (gajah) yang sedang laku di pasaran. Mereka ingin mencoba karena mendengar kabar bahwa jenis cabai tersebut sedang laku di pasaran dengan harga tinggi. Namun mereka merasa belum mengetahui cara budidaya yang benar. Mereka bertanya dalam diri apakah ada kesamaan budidaya cabai rawit gajah tersebut dengan cara budidaya cabai yang biasa mereka tanam selama ini. Informasi tentang budidaya cabai rawit putih besar (gajah) sedang mereka butuhkan. Seperti yang diungkapkan salah
79
satu informan (Mj), ia mengatakan “Saya pengen banget…..tahu tentang bagaimana menanam cabe rawit putih, brokoli (kembang kol), dan jagung manis“. Permasalahan yang dialami petani tomat di Desa Rowo juga serangan hama yang mereka sebut patek (busuk basah) dan keriting. Menurut informan patek membuat tomat menjadi busuk dan tidak laku dijual, sedangkan daun keriting akan menghambat tanaman tomat tidak dapat berbuah. Salah satu informan kami mengaku bahwa berbagai obat pembasmi hama telah dicoba. Namun belum berhasil mengatasi hama tersebut. Sama halnya dengan usahatani cabai, petani gurem di Desa Rowo juga masih penasaran dengan cara mengatasi serangan hama pada tomat. Sebagian informan lain ingin mengetahui cara yang baik dalam membudidayakan kembang kol. Ia pernah mendengar budidaya kembang kol atau sayuran lain dengan mulsa plastik. Namun ia belum benar-benar mengerti bagaimana cara budidaya kembang kol dengan mulsa plastik. “ Iya Mbak….saya pengen tahu itu….bedanya pake plastik dan tidak….saya pengen coba menanam kembang kol ”, kata Mj. 5.2.2.2 Petani Tembakau Usahatani tembakau juga memiliki resiko tinggi seperti cabai. Resiko tersebut meliputi modal besar;
garapan yang rumit;
membutuhkan curahan konsentrasi dan tenaga yang besar; perlu perhatian terus menerus; kualitas dan harga tembakau tergantung dari kondisi cuaca; dan serangan hama penyakit. Modal besar dibutuhkan petani tembakau untuk mengelola usahatani tembakau. Menurut informan modal tidak hanya untuk pupuk dan bibit, tapi juga obat pencegah dan pembasmi hama. ”Kalau tembakau itu sering bolak balik nyemprot (memberantas hama dengan cara semprot) Mbak......belum lagi untuk pupuk dan bibit.......modalnya itu Mbak........ya saya berharap semoga hasilnya bagus ”, kata Sb
Untuk memenuhi upaya terus menerus dalam mengusahakan komoditi tembakau tersebut, informan mengaku selalu membutuhkan modal untuk usahatani tembakau. Jika sedang ada uang, ia merasa
80
tidak masalah. Namun sebaliknya ia mencari pinjaman modal di saat keuangan terbatas. Ia mengaku membutuhkan informasi pinjaman modal. Berikut pernyataan informan : ”Biasanya pinjam saudara Mbak...kalau pas nggak ada uang....tapi malu Mbak terus-terusan pinjam.......Ya kalau ada yang mau meminjamkan modal pada saya....saya terima Mbak.....syukur-syukur yang bunganya kecil.....Dimana ya Mbak?”, kata Sd.
Menurut informan serangan hama penyakit yang menyerang tanaman tembakau di Desa Rowo antara lain rengit, lugut, luwuk, dan daun menggulung. ”Dalam bertanam tembakau....perlu upaya serius dan menerus Mbak....gampang banget terserang hama......”, kata Sb, seorang petani tembakau. Ia menambahkan dengan pernyataan berikut : ” Kalau hama ulat....tidak masalah Mbak...tinggal (dibunuh dengan jari) saja.....tapi kalau daun menguning di awal tanam...duh susah Mbak.....yang ada dan kadang susah dibasmi itu ada rengit, lugut, daun menggulung.”
dipites sudah sering luwuk,
Informan mengaku ingin mengetahui cara lain mengatasi hama penyakit yang sering menyerang tanaman tembakau tersebut. Mereka telah mencoba beberapa obat pembasmi hama, tetapi belum menyelesaikan masalah mereka. Mereka mengaku tidak mengetahui cara lain memberantas hama tersebut. ”Sebenarnya bagaimana to Mbak....cara mengatasi rengit terutama rengit ireng (hitam) dan daun menggulung.”, tanya Mj. Ia tampak gelisah dengan pertanyaan di benaknya tersebut. Harga tembakau tergantung dari kondisi cuaca. Jika curah hujan tinggi maka dipastikan harga tembakau sangat rendah. ”Kalau hujan...ya dipastikan harga tembakau anjlok, Mbak”, kata Sd. Informan lain menambahkan dengan mengatakan, ”Kalau hujan itu kehendak Allah....ya ini memang masalah tapi gimana lagi...”. Untuk itu, informan selalu memantau perkembangan harga tembakau. ”Saya selalu butuh Mbak informasi harga tembakau sekarang berapa.....biar bisa menyesuaikan”.
81
5.2.2.3 Pengrajin/Pebisnis Keranjang Tembakau2 Musim
tembakau
menjadi
waktu
yang
benar-benar
dimanfaatkan sebagian besar petani gurem di Desa Rowo untuk memperoleh keuntungan.
Pekerjaan menjadi
pengrajin/pebisnis
keranjang tembakau hanya berlangsung selama musim tembakau yaitu tiga hingga empat bulan. Pada musim keranjang tembakau, Desa Rowo berubah menjadi desa yang ramai dan hidup dari pagi, siang, dan malam hari. Para pengrajin/pebisnis keranjang sibuk dengan pekerjaannya dari pagi hingga malam bahkan dini hari. Pekerjaan ini banyak ditekuni penduduk terutama di Dusun Mulyosari dan Mangunsari. Hampir di setiap rumah tampak aktivitas membuat keranjang. Terlihat juga banyak bambu menumpuk, keranjang yang sudah jadi, maupun pelepah pisang yang ditimbun. Tidak hanya lakilaki dewasa yang terlibat dalam pekerjaan ini tetapi juga wanita dan remaja. Pekerjaan menjadi pengrajin tembakau dilakukan oleh petani gurem di Desa Rowo sekali dalam satu tahun yaitu pada musim tembakau (Mei – September). Pada musim tersebut, sebagian besar kondisi lahan sawah sedang tidak ada air karena hujan tidak turun, sehingga mereka tidak dapat menanam padi atau tanaman lain yang membutuhkan banyak air. Karena kondisi tersebut sebagian petani gurem memilih untuk mengerjakan pekerjaan lain yang lebih menghasilkan seperti membuat keranjang tembakau. Seperti yang dijalankan oleh beberapa informan petani yang memilih membuat keranjang tembakau daripada bekerja di sawah pada musim tembakau. Mereka tidak menanam tembakau atau cabai seperti sebagian petani gurem yang lain. Banyak petani gurem melakukan pekerjaan ini dengan alasan utama memperoleh tambahan pendapatan dan ada yang sebagian 2 Pengrajin keranjang tembakau yaitu seseorang (petani gurem) yang membuat keranjang tembakau mulai dari menyediakan bamboo sebagai bahan baku, menyiapkan bahan anyaman, menganyam, memasang pelepah pisang kering/debog (njarumi), hingga menjual ke pedagang/juragan. Keranjang tembakau yang digarap petani gurem di Desa Rowo terdiri dari dua macam. Pertama, keranjang belum lengkap (wudohan) yaitu keranjang jadi tetapi belum dilengkapi dengan pelepah pisang (debog), dan biasanya dibeli oleh juragan/pebisnis keranjang tembakau. Kedua, keranjang tembakau lengkap yaitu keranjang tembakau siap pakai yang telah dilengkapi dengan pelepah pisang. Sedangkan pebisnis keranjang tembakau yaitu seseorang (petani gurem) yang mengelola modal, bahan baku, tenaga kerja, dan memikirkan strategi pemasaran keranjang tembakau.
82
mengisi waktu luang. Mereka merasa menyesal jika melewatkan musim tembakau tanpa membuat keranjang tembakau. Seperti pernyataan informan (Ppt) yang menyatakan “ Wah ya milih mbuat keranjang, Mbak…..eman-eman jika tidak.” Harga keranjang tembakau yang cukup tinggi menjadi daya tarik bagi rumahtangga petani gurem di Desa Rowo menggeluti usaha ini. Jika sedang beruntung (cuaca mendukung), pendapatan dari menjadi pengrajin keranjang tembakau atau bisnis keranjang tembakau menurut mereka tinggi. Meskipun untuk memperolehnya, mereka harus bekerja keras pagi-siang-malam. Ilustrasi pendapatan yang dapat diperoleh pengrajin keranjang tembakau dapat dilihat sebagai berikut : Dari sebatang bambu seharga Rp 11.500 dan biaya pembuatan tali Rp 2.500 per pasang dapat dihasilkan sepasang (satu kepok) keranjang tembakau seharga Rp 25.000. Keranjang seharga Rp 25.000 adalah keranjang yang belum siap pakai (wudohan) karena belum dipasangi dengan pelepah pisang yang kering (debog). Istilah memasang pelepah pisang pada keranjang mereka sebut ’njarumi’. Biaya untuk membeli debog dan tenaga kerja ’njarumi’ kurang lebih Rp 20.000 per pasang. Sedangkan keranjang lengkap yang siap pakai laku terjual Rp 80.000 hingga Rp 180.000 tergantung kualitas dan beratnya. Sehingga keuntungan yang didapat petani Rp 47.000 hingga 147.000 per pasang. Namun biaya tenaga kerja tidak dihitung padahal mereka bekerja siang malam dan meninggalkan pekerjaan lain.
Untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya mereka harus menyediakan modal untuk membeli bahan baku seperti bambu dan pelepah pisang kering (debog). Bambu dapat diperoleh di wilayah sekitar seperti Kecamatan Kedu, tetapi pelepah pisang harus dibeli ke daerah lain seperti Ambarawa bahkan Magetan Jawa Timur agar harganya murah. Di Desa Rowo pun sebenarnya ada yang menjual debog tetapi harganya dapat mencapai Rp 500 per lembar. Selain itu mereka harus membayar tenaga kerja untuk ’njarumi’. Sedangkan pendapatan mereka sebagai petani tidak cukup untuk menyediakan modal
bagi
usaha
keranjang
tembakau.
Mereka
mengalami
keterbatasan modal. Untuk itu, beberapa informan yang penulis temui mengaku membutuhkan pinjaman modal untuk usaha tersebut. Ada sebagian dari mereka berani meminjam modal ke bank konvensional (BRI) dengan bunga 2,5 persen per bulan angsuran dibayarkan sekali
83
dengan jangka waktu semusim (empat bulan). Namun sebagian dari informan yang lain belum mengetahui lembaga keuangan atau seseorang yang dapat meminjamkan modal pada mereka dengan suku bunga rendah. Mereka mengaku membutuhkan informasi tentang pinjaman modal dengan suku bunga rendah. Modal dibutuhkan petani tidak hanya untuk membeli bahan baku dan membayar tenaga kerja, tetapi juga untuk menghidupi keluarga selama membuat keranjang tembakau. Hal ini dikarenakan mereka tidak memperoleh pendapatan karena tidak mengerjakan sawah atau pekerjaan lain saat menekuni usaha keranjang. Konsumen atau pembeli keranjang tembakau adalah petani tembakau atau pedagang besar (juragan). Petani tembakau yang berlangganan membeli keranjang di Desa Rowo setiap tahunnya berasal dari Kecamatan Parakan, Ngadirejo, Kedu, dan Temanggung. Setiap daerah memiliki ketentuan sendiri tentang ukuran dan berat keranjang yang diinginkan. Sehingga dalam satu Desa Rowo, pengrajin keranjang juga bermacam-macam dalam membuat tipe keranjang tergantung darimana asal pembelinya. Menurut wawancara yang peneliti lakukan dengan informan bahwa permasalahan yang terjadi terkait dengan pembeli adalah pembayaran keranjang yang tidak tertib bahkan ada yang berhutang sampai tiga tahun dalam jumlah jutaan rupiah. Seperti yang terjadi pada salah satu informan yaitu Id. Sampai saat ini ia masih penasaran mengapa pembeli tersebut belum melunasi hutangnya bahkan terkesan melupakannya. Pertanyaan dalam benaknya tersebut tidak hanya membuat hatinya gundah tetapi juga merugi karena modal tidak kembali. Masalah lain yang dihadapi pengrajin keranjang tembakau adalah cuaca yang tidak bersahabat. Jika hujan sering turun maka harga tembakau ”anjlok” sehingga keranjang tembakau pun tidak akan laku. Petani tembakau tidak akan membeli keranjang karena mereka mengalami gagal panen. Untuk masalah ini, mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan menerima bahwa hal ini merupakan kehendak Sang Pencipta.
84
5.2.2.4 Usaha Warung Tidak berbeda dengan pengrajin keranjang sayur, pekerjaan ini juga menjadi pilihan ibu/istri dalam rumah tangga petani gurem. Selain membantu suami di sawah (sebagai wanita tani) mereka membuka warung. Lokasi warung ada di rumah sehingga menurut mereka bisa sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mengawasi anak-anak atau dalam bahasa mereka dapat ’disambi’ dengan pekerjaan lain. Hal ini banyak menjadi pertimbangan ibu/istri dalam memilih pekerjaan sampingan untuk membantu menambah pendapatan rumahtangga. Namun yang menjadi alasan utama mereka yaitu menambah pendapatan rumahtangga terutama untuk kebutuhan makan sehari-hari dan uang saku sekolah anak. Bahkan ada yang menjadikan warung tersebut sebagai sumber terbesar pendapatan rumahtangga. “Warung ini untuk sumber pendapatan keluarga
kami…..ya
untuk
makan
Mbak
terutamanya…untuk
nyangoni anak juga ”, aku R. Salah satu informan, sebut saja R telah lama memulai usaha warungan meskipun kecil. Jumlah warung kecil seperti miliknya ada banyak di Desa Rowo. Warung tersebut menyediakan kebutuhan sehari-hari rumahtangga seperti sayuran, bumbu dapur, sembako, sabun, dan jajan anak-anak. Dengan modal seadanya ia memulai usaha kecil-kecilan ini. Semakin hari usaha warungnya semakin berkembang. Meskipun tidak besar, tetapi warung tersebut tidak sepi dari pembeli. Setiap hari selalu ada yang membeli kebutuhan seharihari di warung. Mengembangkan usaha pasti menjadi impian bagi pemilik warung seperti dia. Namun lagi-lagi keterbatasan ekonomi menjadi
alasan
keinginan
tersebut
tidak
segera
terwujud.
Permasalahan utama yang dirasakan adalah keterbatasan modal. Selama ini modal yang ia pinjam dari tetangga sedikit sehingga tidak mencukupi untuk mengembangkan usaha tetapi hanya cukup untuk kulakan. Selama ini juga ia meminjam pada bank perkreditan tetapi menurutnya bunga yang ditetapkan tinggi. Ia mengaku membutuhkan pinjaman modal dari seseorang atau lembaga keuangan yang rendah suku bunga. Namun informan tidak mengetahui harus kemana dapat
85
memperoleh pinjaman tersebut dan kepada siapa dapat memperoleh informasi perihal tersebut. Mereka mengaku membutuhkan informasi tentang alternatif lembaga keuangan atau koperasi lain yang dapat meminjamkan modal padanya. Selain keterbatasan modal, masalah yang R jumpai adalah pelanggan yang tidak segera membayar hutang bahkan ada yang sudah tiga tahun belum membayar. Hutang pelanggan R sampai jutaan rupiah. Menurutnya, jika dagangan warung selalu dihutang maka ia akan terus merugi karena tidak dapat mengembangkan warung. Meskipun begitu, menurut keterangan R bahwa pelangannya tersebut tetap belanja sehari-hari di warungnya. Ia mengaku penasaran mengapa pelanggannya tersebut tidak segera membayar. Namun karakter R yang memiliki perasaan tidak enak hati atau dalam bahasa jawa ”pekewuh”, maka ia tidak berani menanyakan langsung kepada pelanggan. Ia membutuhkan informasi tentang alasan pelanggan tidak segera membayar utang. 5.2.2.5 Usaha Camilan Untuk
menambah pendapatan keluarga, beberapa petani
gurem (terutama wanita tani) di Desa Rowo menjalankan usaha sebagai pembuat camilan (makanan rigan) seperti emping, keripik singkong, balok singkong, kerupuk, dan kue-kue khas jawa. Menurut mereka pendapatan dari pekerjaan sebagai petani gurem tidak cukup memenuhi kebutuhan rumahtangga. Seperti pernyataan salah satu informan (A) yang mengatakan “Buat-buat krupuk gini....ya itu Mbak...untuk tambah-tambah. La gimana....kalo dari petani saja tidak cukup Mbak ” Usaha
menambah
pendapatan
rumahtangga
dengan
membuat dan menjual kue-kue dan makanan ringan banyak dijalankan oleh para istri termasuk pada rumahtangga informan. Yang menjalankan usaha camilan dalam rumahtangga informan adalah istri. Ia menjalankan usaha ini sendiri dan tidak menggunakan tenaga luar rumahtangga. Pembelian bahan baku, pembuatan, dan pemasaran dilakukan sendiri oleh istri. Sedangkan suami tetap menekuni usahatani.
86
Camilan
berupa keripik
dan
kue-kue
buatan informan
dipasarkan ke warung-warung kecil di sekitar rumah dan tetangga. Dari hubungan yang dijalin dengan pemilik warung dan tetangga tersebut, informan dapat sekaligus memasarkan hasil pertanian yang dijalankan suami. Warung dan tetangga menjadi pembeli sayuran hasil panen di sawah yang digeluti suaminya. Meskipun terjual murah namun menurut pengakuannya hasil dari menjual kacang panjang dan caisim dapat menambah pendapatan rumahtangga. Informan telah menjalankan usaha ini selama 13 tahun. Permasalahan yang kadang dan masih dijumpai dalam hal produksi adalah keterbatasan bahan baku singkong dan mahalnya bahan baku kerupuk gandum. Sawah yang diusahakan suami tidak ditanami singkong tetapi cabai yang menurut mereka lebih menguntungkan. Petani lain di Desa Rowo pun jarang yang memilih menanam singkong. Sehingga jika di desa tidak ditemukan singkong, informan terpaksa membeli singkong di pasar kota kabupaten. Selain jauh dan membutuhkan biaya transportasi, harga singkong di pasar kota Temanggung menurutnya tergolong mahal. Ia ingin mendapatkan bahan baku singkong yang murah dan dekat dengan rumahnya. Namun ia tidak mengetahui lokasi lain yang menyediakan singkong dengan harga yang lebih murah dan dekat. Untuk jangka panjang, informan memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha tersebut. Ia berkeinginan memasarkan camilan buatannya ke daerah lain seperti Wonosobo. Ia menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan produksi keripik dan kerupuk yang ia buat. Namun ada harapan yang belum terpenuhi yaitu dalam hal pemasaran. Ia ingin ada seseorang yang bersedia memasarkan produk kerupuk dan keripik buatannya. Ia ingin mengetahui kemana dapat memasarkan makanan ringan tersebut. Selain itu ia ingin mengetahui siapa yang bersedia memasarkannya. Masalah lain yang sering dan masih dirasakan informan dalam menjalankan usaha ini yaitu kekurangan modal. Selama ini informan menutup kekurangan tersebut dengan meminjam modal dari dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri/PNPM-Mandiri (dahulu disebut Program
Pengembangan Kecamatan/PPK). Ia
87
meminjam modal ke PPK dengan suku bunga dua persen per bulan, sama dengan yang disebutkan pengurus dana PPK/PNPM Mandiri. Informan masih membutuhkan pinjaman modal dari sumber lain dengan suku bunga yang lebih rendah dan prosedur yang mudah seperti saat ia mengajukan pinjaman modal ke PPK. Namun ia belum mengetahui dimana atau kepada siapa dapat memperoleh pinjaman modal yang rendah suku bunga dan mudah dalam pengajuannya. Ia membutuhkan informasi tentang pinjaman modal tersebut. Banyak petani yang membutuhkan informasi serupa. Menurut wawancara dengan pengelola dana PNPM Mandiri dan pengamatan peneliti diketahui bahwa masih sedikit petani yang dapat mengakses informasi tentang keberadaan dan kegunaan dana PNPM Mandiri tersebut. 5.2.3
Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) Kebutuhan informasi petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR)
di Desa Rowo melekat pada masalah yang dihadapi di saat bekerja baik saat menjalankan usahatani mapun pekerjaan lain. Usahatani /pekerjaan lain yang mereka tekuni cenderung lebih rendah resiko, tidak membutuhkan modal besar, garapan/pekerjaan relatif mudah, tidak membutuhkan banyak curahan pikiran dan konsentrasi yang lebih besar. Usahatani/pekerjaan lain yang mereka tekuni tersebut antara lain usahatani jagung, usahatani caisim, usahatani kacang panjang, usahatani ketela pohon, usahatani kacang tanah, pengrajin keranjang sayur/buah, sopir, ojek, tukang rongsok, tukang kayu, pengrajin batu bata, buruh tani, pedagang bibit, pedagang roti keliling (sales roti), guru honorer, TKI/TKW, serabutan. 5.2.3.1 Petani Jagung Dari hasil wawancara dengan informan meskipun pendapatan dari usahatani jagung kecil, mereka mempunyai tekad tetap bersungguh-sungguh dalam mengelola sawah. Mereka memiliki harapan hasil panen jagung akan bagus. Namun ternyata sering hasil panen tidak maksimal karena serangan hama. Gejala serangan hama yang sering ditemui adalah daun memutih (”bule”) dan ulat batang.
88
Petani gurem di Desa Rowo telah menyemprotkan berbagai obat pembasmi hama yang dibeli di toko pertanian, tetapi belum menuntaskan permasalahan. Mereka ingin mengetahui apakah ada cara lain yang lebih efektif membasmi hama, mereka menyebutnya ”mandi”’. Kebutuhan informasi yang mereka rasakan yaitu informasi tentang cara mencegah dan memberantas hama yang menyebabkan ”bule”’ (daun memutih) dan ulat batang pada jagung. Bagi sebagian informan yang lain keterbatasan ekonomi memaksa mereka tidak dapat melakukan usaha pencegahan dan pemberantasan terhadap hama. Mereka membiarkan saja tanaman yang terserang hama terutama bagi mereka yang memiliki luas lahan yang sangat sempit yaitu kurang dari 0,1 hektar. “Ya saya biarkan…La gimana ya Mbak, duitnya ndak ada…..Lah ya wong sawahnya juga sempit” , kata SM yang juga seorang tukang rongsok. Sehingga selain dihadapkan pada masalah serangan hama, mereka juga dihadapkan pada keterbatasan modal. Sebagian petani menjual jagung dengan sistem tebasan. Petani memilih menebaskan jagung karena mereka berpikir hal tersebut lebih mudah, ringan, tidak repot, dan tentu saja tidak perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja untuk panen. Pembeli datang sendiri ke lokasi sawah dan atau pemilik jagung. Pembeli adalah sesama petani/tetangga atau pedagang dari luar desa. Jagung siap panen seluas satu kisukan (0,125 hektar) lahan sawah laku ditebas sebesar Rp 400.000 hingga Rp 500.000. Menurut petani harga sejumlah tersebut belum memenuhi harapan. Mereka berharap jagung hasil panen dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi. Selain penebas, mereka ingin memiliki alternatif pembeli lain yang bersedia membeli jagung dengan harga yang lebih tinggi. Demikian juga dengan jagung manis yang mereka jual kilo-an. Mereka mengaku ingin mengetahui alternatif-alternatif tengkulak yang bersedia membeli jagung manis mereka. Berikut pernyataan salah satu informan ”Kemarin panenan jagung manis saya nggak laku Mbak....yang saya jemur itu lo Mbak.....Tidak ada yang mau beli.....siapa ya Mbak yang mau membeli jagung manis....siapa tahu lain kali saya tanam lagi”, kata Id seorang petani cabai yang juga mengusahakan jagung manis.
89
Namun hingga kini keinginan tersebut belum terwujud. Mereka mengakui bahwa pengetahuan dari pengalaman mereka selama ini tidak cukup menjawab pertanyaan dalam pikirannya yaitu tentang alternatif pembeli lain. Informasi tentang pembeli lain yang dapat membeli jagung dengan harga tinggi, mereka akui sebagai informasi yang dibutuhkan. Salah satu informan (Id) mengatakan dengan penuh harap ”Seandainya ada yang seperti Pak D (tengkulak cabai)....tapi untuk jagung......sepertinya belum ada, Mbak.” Petani
masih
berusahatani
sendiri-sendiri
dan
kadang
menanam jagung untuk kebutuhan sendiri. Belum ada pengelolaan yang baik sehingga jagung belum menjadi komoditas bisnis. Hal ini penulis ketahui dari pernyataan penyuluh pertanian pendamping Desa Rowo berikut ini : “Begini Mbak, pemerintah ingin memasukkan manajemen ke petani..Nah disitu maksudnya bertanam jagung bukan untuk dimakan tetapi ke depannya harus berorientasi bisnis, modal sudah ada 100 juta….Nah, petani di Rowo belum menganalisa produktivitas jagung. Petani bertanam jagungnya asal-asalan “, katanya
Di sisi lain petani gurem merasa pemerintah atau mereka menyebutnya ’wong dhuwuran’ belum mengajarkan sesuatu kepada petani. Mereka merasa masih bodoh sehingga perlu dibimbing. Salah satu informan (Sb) berbagi rasa dengan penulis, “Petani di desa ini bodho (bodoh)
Mbak...tapi yang dhuwuran tidak menularkan
ilmunya...gimana mau maju ya Mbak” Menurut
pengamatan
dan
wawancara
bahwa
kegiatan
pembinaan petani oleh pemerintah belum dirasakan oleh semua petani. Karena pendampingan yang dilakukan penyuluh masih terbatas pada masalah teknis pencairan dana, pupuk, dan benih. Pendampingan yang ada belum menyentuh manajemen usahatani. Selain itu pendampingan yang dilakukan terbatas pada pengurus kelompok tani dan GAPOKTAN. Penulis telah menguraikan hal ini pada topik sebelumnya yaitu tentang kondisi pertanian di Desa Rowo dan akan penulis uraikan kembali secara lebih lengkap pada Bab Kendala dalam Pencarian Informasi.
90
Dalam mengusahakan ketela pohon, petani gurem di Desa Rowo mengaku tidak menghadapi masalah dan tidak ada yang membuat mereka penasaran, gundah/resah, atau sekedar ingin mengetahui sesuatu tentang usahatani ketela pohon. Demikian juga dengan kacang tanah, mereka merasa tidak menghadapi masalah apa pun dalam berusahatani komoditi tersebut. “ Kalau tanam kacang tanah itu gampang kok Mbak…….tidak perlu mikir banget-banget…”, kata Rd. 5.2.3.2 Petani Hortikultura (Caisim dan Kacang Panjang) Selain
menanam
cabai,
tomat,
kembang
kol;
petani
hortikultura juga menanam caisim dan kacang panjang. Komoditikomoditi tersebut bukan komoditi pokok, tetapi merupakan tanaman selingan atau tumpangsari dengan komoditi pokok yang diusahakan. Resiko hama penyakit, harga yang murah, komoditi yang mudah busuk melekat pada tanaman caisim dan kacang panjang. Menurut pengakuan informan dan diskusi kelompok dengan informan bahwa mereka tidak banyak mengalami masalah dalam budidaya caisim dan kacang panjang. Budidaya sayur-sayuran tersebut pun mereka katakan mudah. Serangan hama atau penyakit pada komoditi ini juga dapat mereka tangani. Namun ada hal yang masih mengganjal dalam hati mereka yaitu harga sayur-sayuran tersebut murah. Salah satu informan menyatakan bahwa selama ini sayur-sayuran miliknya hanya dijual ke warung-warung kecil sekitar rumah dan tetangga dekat dengan harga murah. Sayur caisim dijual Rp 600 hingga Rp 700 per ikat, sedangkan kacang panjang Rp 2000 per ikat. Mereka ingin sayuran mereka terjual dengan harga tinggi. Namun mereka mengaku tidak memiliki pengetahuan bagaimana membuat sayuran dapat terjual dengan harga tinggi. Mereka mengaku membutuhkan informasi tentang kemana dapat menjual sayuran dengan harga lebih tinggi. Selain itu, mereka juga membutuhkan informasi tentang bagaimana dapat menjual sayuran dengan harga lebih tinggi.
91
5.2.3.3 Petani Singkong, Ketela Rambat, dan Kacang Tanah Menurut wawancara dan diskusi kelompok dengan informan, petani gurem di Desa Rowo tidak merasakan ada masalah dengan usahatani singkong, ketela rambat, dan kacang tanah. Pengelolaan dan garapan ketiga komoditi tersebut mereka anggap mudah. Selain itu, bagi mereka ketiga komoditi tersebut bukan tanaman komersial. Mereka mengaku tidak memiliki kebutuhan informasi berkaitan dengan komoditi tersebut. 5.2.3.4 Pengrajin Keranjang Sayur/Buah/Bunga Pertimbangan lain bagi rumahtangga petani gurem memilih pekerjaan sampingan adalah bahwa pekerjaan tersebut mudah dikerjakan dan dekat dengan rumah atau dapat dikerjakan di rumah. Pekerjaan menjadi pengrajin dapat dilakukan oleh ayah/suami, ibu/istri, maupun anak. Namun yang lebih pokok mengerjakan adalah istri/ibu. Laki-laki bertugas memotong bambu dan membuatnya hingga menjadi lembaran-lembaran siap untuk dianyam, sedangkan perempuan meneruskan pekerjaan tersebut dengan memperhalus lembaran hingga menganyam lembaran-lembaran tersebut menjadi keranjang. Bagi sebagian pengrajin, pekerjaan membuat keranjang dilakukan dengan santai sambil ngobrol dengan anggota keluarga yang lain atau tetangga. Rumahtangga Rd (61 tahun) adalah seorang petani yang juga menekuni pekerjaan menjadi pengrajin keranjang sayur/buah. Rd terutama istri membuat keranjang sayur/buah setiap hari kecuali pada musim tembakau. Pada musim tersebut mereka memilih membuat keranjang tembakau karena mereka pikir pendapatan yang diperoleh lebih tinggi. Pekerjaan membuat keranjang sayur dilakukan di sela-sela waktu dan tidak memaksakan diri atau dalam bahasa mereka ’ngoyo’. Rd tetap bekerja di sawah dan kadang dibantu juga oleh istrinya. Menurut mereka pendapatan dari membuat keranjang ini cukup tinggi, mereka menyebutnya lumayan. Dari satu batang bambu seharga Rp 11.000 dapat dibuat menjadi 25 pasang keranjang (50 buah) dengan harga Rp 3000 per pasang. Jadi keuntungan yang diperoleh kurang lebih Rp 64.000 per bambu. Namun keuntungan tersebut belum termasuk biaya tenaga kerja karena mereka menggunakan tenaga sendiri. Dalam satu hari rumahtangga Rd dapat membuat lima pasang/kepok keranjang sayur/buah. Jenis keranjang apakah keranjang buah, sayur atau bunga tergantung dari pesanan pembeli.
92
Pengrajin menjual keranjang sayur kepada pembeli, mereka menyebutnya juragan. Mereka tidak perlu menjual keranjang ke pasar tetapi pembeli yang datang langsung ke lokasi pengrajin di Desa Rowo. Pembeli adalah pedagang pengumpul keranjang yang akan menjual keranjang ke pedagang sayur di pasar atau petani sayuran. Pembeli berasal dari berbagai daerah yaitu Yogyakarta (keranjang salak), Kecamatan Kaloran (keranjang sayur), Kecamatan Bulu (keranjang sayur), dan Desa Mergowati Kecamatan Kedu (keranjang sayur). Penentuan harga dilaksanakan saat pembeli datang ke Desa Rowo seminggu sekali. Selain melakukan pembelian, pembeli menentukan pesanan keranjang untuk berikutnya beserta harga. Pembeli atau juragan tidak hanya membeli tetapi juga kadang menyediakan bambu sebagai bahan baku. Pada saat penentuan harga tidak semua pengrajin berkumpul untuk melakukan negosiasi harga, tetapi hanya beberapa pengrajin (empat hingga lima orang) yang memiliki waktu luang. Perkumpulan tersebut tidak bersifat formal, tetapi sangat akrab dan dipenuhi tawa dan canda, mereka menyebutnya rempon. Secara umum yang melakukan negosiasi dalam rempon tersebut adalah wanita baik ibu/istri atau anak perempuan yang membuat keranjang. Selanjutnya para pengrajin yang mengikuti pertemuan segera menyebarkan hasil perbincangan kepada pengrajin yang lain secara gethok tular (dari mulut ke mulut). Penjualan keranjang tidak harus dilakukan seminggu sekali tetapi dapat dilakukan sesuai kebutuhan rumahtangga. Jika mereka telah memiliki stok keranjang yang sudah jadi dan membutuhkan uang segera, maka mereka dapat langsung menghubungi pembeli dengan telepon genggam yang mereka miliki. Pembeli akan datang untuk melakukan pembelian. Sebaliknya, jika sewaktu-waktu pembeli sangat membutuhkan keranjang, maka ia dapat menghubungi pengrajin untuk melakukan pembelian. Petani
gurem
di
Desa
Rowo
telah
bertahun-tahun
menjalankan pekerjaan ini. Mereka mengaku tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan maupun pemasarannya. Informan (Rd) menyatakan “Kegiatan sudah berjalan, Mbak…..asal ada pembeli,
93
harga cocok, dan bahan baku oke….Saya rasa tidak ada masalah.” Meskipun begitu mereka selalu ingin mengetahui perkembangan harga keranjang setiap minggunya apakah ada kenaikan atau tidak. Mereka berharap ada kenaikan harga sehingga keuntungan yang mereka peroleh akan bertambah. Harga keranjang akan naik jika stok keranjang di Desa Rowo menipis seperti yang terjadi pada musim tembakau. Hal ini terjadi karena banyak dari pengrajin keranjang sayur beralih ke keranjang tembakau. Mereka melakukannya karena memperhitungkan hasil yang diperoleh dari keranjang tembakau lebih tinggi dari keranjang sayur/buah. Selain perkembangan harga, jenis keranjang yang dipesan pembeli (apakah keranjang sayur, buah, atau bunga) menjadi kebutuhan informasi yang menurut mereka harus dipantau. 5.2.3.5 Tukang Rongsok Pekerjaan sampingan apa saja akan dilakukan petani gurem di Desa Rowo untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga termasuk menjadi tukang rongsok. Tukang rongsok merupakan pekerjaan yang menantang. Ada anggapan dari masyarakat bahwa pekerjaan sebagai tukang rongsok merupakan pekerjaan yang rendah karena berhubungan dengan barang bekas. Namun tidak bagi informan. SM (55 tahun) adalah seorang petani yang menggarap lahan miliknya yang sempit yaitu kurang dari 0,1 ha (< satu kisukan). Dalam bertani, kadang ia dibantu oleh istri (Sp). Hasil dari sawah sangat tidak mencukupi kebutuhan mereka dan anakanak. Rumahtangga SM hidup serba pas-pasan. Hasil pertanian sangat tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. “ La gimana ya bu.....gabah panenan paling hanya untuk makan 10 hari......gimana kalau tidak bergerak ke yang lain...”, kata Sp. Kondisi rumah mereka secara fisik serba pas-pasan dan sangat sederhana. Dinding juga masih terbuat dari papan dan tidak banyak perabot rumah yang dimiliki. Karena ketiadaan biaya, anak-anak mereka hanya mengenyam pendidikan formal sampai tingkat SLTP. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk kebutuhan makan sehari-hari saja tidak cukup. Untuk itu, SM beserta istri (Sp) terutama Sp (45 tahun) nekad mencari tambahan pendapatan dengan menjadi tukang rongsok ke berbagai daerah tujuan. Mereka bersedia melakukan pekerjaan tersebut karena menurutnya pendapatan dari me’rongsok’ lumayan. Seperti pernyataan mereka berikut ini, “Eman-eman Mbak jika tidak berangkat ngrosok.... Hasil dari ngrosok lumayan Mbak….bagi kami….daripada nganggur. Kebutuhan juga tidak terpenuhi
94
jika tidak bekerja begini, he he.” Jika sedang beruntung, mereka dapat mengantongi keuntungan Rp 10.000 hingga Rp 20.000 per hari. Tetapi tidak jarang mereka kurang beruntung karena dalam satu hari tidak mendapatkan barang rongsok yang dijual kepada juragan. Aktivitas sebagai tukang rongsok dimulai pada pagi hari (07.30 WIB) menuju daerah tujuan dan pulang pada sore hari pukul 17.50 WIB. Daerah tujuan SM beserta istri dan teman-teman satu tim adalah daerah-daerah di sekitar Temanggung seperti Wonosobo, Kendal, Magelang, Ambarawa, Sumowono, Salatiga, Yogyakarta bahkan hingga ke Sukoharjo. Mereka berkeliling dari rumah ke rumah mencari barang rongsok/bekas seperti besi, alumunium, seng, kertas, kardus, sepatu, kursi. Mereka bekerja pada juragan rongsok yang berada di Kecamatan Temanggung dengan berbagai pertimbangan. Pertama, menurut mereka iuran transportasi yang lebih murah dibanding juragan lain. Dengan keterbatasan ekonomi yang mereka alami, iuran transportasi Rp 10.000 lebih ringan dibanding pada juragan lain yaitu Rp 13.000. Kedua, lokasi penampungan barang rongsok milik juragan tersebut nyaman (tidak kepanasan/kehujanan). Ketiga, sikap ramah dan baik hati juragan dibanding juragan lain. Juragan mereka sering memberi pinjaman modal untuk mencari barang rongsok dan juga kebutuhan lain.
Menurut pengakuan mereka kehujanan, kepanasan, dan kelelahan menjadi hal wajar yang mereka jumpai sehari-hari saat melakukan pekerjaan ini. Ada hal yang selalu mereka hadapi dan menjadi masalah. Pertama, keterbatasan modal yang menghambat mereka untuk beraktivitas. Untuk membeli barang rongsok di rumahrumah penduduk dibutuhkan modal uang, sedangkan informan tidak memiliki modal untuk itu sehingga sering mereka meminjam pada juragan. Kedua, keberadaan barang rongsok belum diketahui dengan pasti bahkan menurut pengakuan mereka akhir-akhir ini jumlah barang tersebut semakin sedikit. Untuk mengetahui hal tersebut, mereka berkeliling dan mendatangi setiap rumah untuk menanyakan ada tidaknya barang rongsok tersebut. Ketiga, harga barang rongsok yang
sewaktu-waktu
dapat
berubah.
Jika
harga
naik
maka
keuntungan bagi tukang rongsok semakin besar. Sebaliknya, jika harga turun maka uang yang dibawa pulang akan lebih sedikit. Harga barang rongsok tidak tetap tetapi berubah sesuai perkembangan harga pasaran barang rongsok. Dalam pikiran, mereka kadang memiliki pertanyaan tentang harga barang rongsok yang terkini. Untuk itu mereka kadang berkomunikasi dengan tukang
95
rongsok pada juragan lain untuk menanyakan harga barang rongsok pada juragan lain sebagai perbandingan. Jika mengetahui harga di juragan lain lebih tinggi maka mereka akan mengkomunikasikan hal tersebut kepada juragan mereka agar dapat menyesuaikan harga. 5.2.3.6 Sopir Masalah yang kadang dan masih dirasakan oleh sopir angkut seperti Mj adalah kendaraan yang rusak. Kendaraan yang rusak atau Mj menyebutnya ”rewel” akan mengganggu pekerjaannya menjadi sopir. Jika rusaknya tidak parah maka ia akan memperbaikinya sediri. Tetapi
jika
masalah
kerusakan
kendaraan
serius
maka
ia
membawanya ke bengkel. Jika ia tidak melakukan pekerjaan tersebut maka pendapatan rumahtangganya menjadi berkurang. Karena alasan utama ia bekerja menjadi sopir adalah menambah pendapatan keluarga yang tidak cukup hanya dari pekerjaan di sawah. 5.2.3.7 Ojek Banyak pilihan pekerjaan di luar usahatani yang dapat dikerjakan oleh petani gurem. Pilihan pekerjaan di luar usahatani didasari oleh pertimbangan masing-masing petani gurem. Salah satu pertimbangan petani gurem bekerja di luar usahatani adalah bahwa pekerjaan tersebut dapat dikerjakan di saat pekerjaan di sawah sedang tidak ada. Seperti yang dilakukan oleh beberapa informan yang selain bertani juga berprofesi sebagai tukang ojek, tukang rongsok, tukang kayu, buruh tani, atau pengrajin batu bata. Meskipun pendapatan dari pekerjaan sampingan tersebut tidak dapat dipastikan tetapi tetap dijalankan guna mendapatkan tambahan pendapatan. Dapat diketahui dari informan (Ih) yang menyatakan “Saya ngojek untuk tambah-tambah itu Mbak meski hasilnya tidak pasti.......tapi yang penting sudah usaha ” Menurut pengakuan informan, pendapatan mereka akan meningkat pada musim kopi dan lebaran. Karena pada masa-masa tersebut banyak penumpang menggunakan jasa mereka. Sebagian besar pelanggan mereka adalah pedagang pasar.
96
Permasalahan selalu ada pada setiap profesi yang digeluti, demikian juga pada profesi tukang ojek. Mereka mengakui ada beberapa masalah yang dialami di antaranya adalah penumpang yang membayar tidak sesuai tarif, premanisme di pangkalan ojek dan oleh penumpang, pelanggan yang berhutang upah ojek, kerusakan kendaraan. Mereka menyatakan bahwa masalah-masalah di atas sudah menjadi resiko bagi tukang ojek. Namun tidak ada pilihan pekerjaan lain yang dapat mereka lakukan saat ini meskipun mereka mengaku sebenarnya ingin memiliki pekerjaan lain yang lebih baik. Namun mereka merasa tidak mengetahui harus kemana dan dimana dapat memperoleh pekerjaan tersebut. 5.2.3.8 Tukang Kayu Pekerjaan apapun akan dilakukan oleh petani gurem di Desa Rowo guna menambah pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Ketrampilan
yang
dimiliki
akan
dimanfaatkan
untuk
mendapatkan uang. Seperti salah satu informan yang selain bertani juga berprofesi sebagai tukang kayu. Ketrampilan pertukangan kayu diperoleh informan dari saat dahulu ia bekerja beberapa bulan di Jepara. Menurut pengakuannya, hasil dari menjadi tukang kayu lumayan untuk menambah pendapatan. Menurutnya pendapatan sebagai petani tidak mencukupi kebutuhan keluarganya. Ia juga mengaku bahwa menyukai kedua profesi tersebut. “Antara sawah dan pertukangan…..saya sama-sama suka, Mbak ” , kata Th. Sebagai tukang kayu, informan melayani pesanan membuat kusen pintu dan jendela. Bahan baku kayu berasal dari pemesan. Ia memperoleh Rp 5.000 hingga Rp 6.000 untuk setiap meter kayu yang diolahnya. Meskipun tidak banyak, tetapi menurutnya lumayan untuk menambah pendapatan rumahtangga. Pelanggannya pun hanya tetangga dekat dan saudara. Tidak ada showroom atau ruang khusus untuk produksi. Ia memanfaatkan ruangan rumah yang tidak luas dan tidak memproduksi kusen jika tidak ada pesanan. Informan mengaku senang jika semakin banyak orang yang menggunakan jasanya. Namun ia tidak mengetahui siapa yang bersedia menggunakan
97
jasanya. Ia juga tidak mengetahui harus mencari kemana pelanggan barunya. Selain tentang pelanggan baru, hal yang menjadi harapan informan adalah mengembangkan usaha pertukangan tersebut. Ketiadaan modal memaksa harapan tersebut belum terwujud. Namun informan merasa tidak berani untuk meminjam modal besar untuk usaha
pertukangan
ini.
Ia
memperhitungkan
bahwa
waktu
pengembalian modal untuk usaha ini tidak secepat jika ia berusaha keranjang tembakau. Ia mengaku lebih memilih usaha keranjang tembakau daripada pertukangan. 5.2.3.9 Pengrajin Batu Bata Selain menambah pendapatan, alasan lain petani gurem memiliki pekerjaan atau usaha sampingan adalah memanfaatkan lahan yang ada di sekitar rumah dan bahwa pekerjaan sampingan tersebut dapat dilakukan berbarengan dengan pekerjaan lain. “Usaha batu bata...buat masa depan...oke lah. Menurut saya menguntungkan Mbak asal ditekuni...lumayan Mbak untuk menambah pendapatan keluarga.....dan juga bisa disambi kok Mbak dengan pekerjaan lain ”, kata Ppt. Pada salah satu rumahtangga yang menjadi informan kami, sebut saja keluarga Sb (53), pekerjaan membuat batu bata dilakukan oleh anak laki-laki nya (Ppt) yang telah memasuki usia produktif tetapi belum menikah. Pekerjaan membuat batu bata dilakukan di sebelah rumah. Ppt memilih lokasi usaha di depan rumah dengan harapan dapat melakukan pekerjaan lain seperti membantu bapaknya merumput atau bekerja di sawah. Pada musim tembakau usaha batu bata dikerjakan Ppt berbarengan dengan membuat keranjang tembakau bersama ibunya. Ia mengatakan Selain bertani, Kh (42 tahun) juga membuat batu bata di belakang rumah. Ia memilih belakang rumah dengan pertimbangan lebih dekat dengan rumah sehingga dapat mengawasi kedua anaknya yang masih kecil. Istri Kh (Ir) tidak tinggal bersama Kh dan anak-anaknya. Ir (30 tahun) menjadi TKW di Malaysia. Semua pekerjaan di luar usahatani dikerjakan rumahtangga ini untuk menambah pendapatan.
Menurut informan bahwa awalnya mereka melihat tetangga yang telah terlebih dahulu membuat batu bata kemudian mencoba. Mereka belajar bagaimana membuat dan memasarkan. Mereka membuat batu bata di lahan sendiri dan dekat dengan tempat tinggal.
98
Tempat tersebut sebagai tempat pembakaran dan pemasaran batu bata. Selama ini informan mencampur adonan batu bata dengan cangkul dimana bahan baku terdiri dari tanah (mengandung liat), air, dan sedikit grajen (serbuk kayu). Mereka tidak memakai banyak grajen karena menurut mereka harga grajen tersebut mahal yaitu Rp 2.500 per bagor. Padahal untuk membuat batu bata diperlukan banyak sekali bagor serbuk kayu. Meskipun sebenarnya mereka mengetahui bahwa dengan grajen hasil batu bata akan menjadi lebih baik, tetapi mereka tidak melakukannya karena keterbatasan modal. Keterbatasan modal menjadi masalah bagi iforman. Modal juga diperlukan untuk membeli kayu guna membakar ribuan batu bata. Menurut keterangan informan bahwa mereka membeli kayu di depo kayu dengan harga kurang lebih Rp 370.000 per rit. Satu rit kayu dapat membakar 5.000 batu bata. Untuk membeli kayu bakar tersebut informan harus mencari pinjaman uang ke seseorang/lembaga keuangan. Mereka mengaku membutuhkan pinjaman modal untuk usaha ini. Namun mereka tidak mengerti harus pinjam kepada siapa dan mereka menghendaki pinjaman yang tidak berbunga atau rendah suku bunga. Yang mereka ketahui bahwa bank dan lembaga perkreditan yang ada di sekitar mereka menetapkan bunga tinggi dan agunan. Sedangkan mereka sendiri tidak memiliki barang berharga yang dapat dijadikan agunan. Di sisi lain, informan yang lain menyatakan bahwa terdapat dana yang dapat dipinjamkan ke petani tanpa agunan yaitu dana PNPM Mandiri. Menurutnya dana tersebut dapat diperuntukkan untuk usahatani, usaha perempuan, dan usaha lain. Berkaitan dengan kayu bakar untuk produksi, informan juga menyatakan sering mengalami penundaan jadwal pembakaran karena ketersediaan kayu di depo terbatas. Ia mengaku harus selalu mengetahui kapan ada stok kayu di depo sehingga ia dapat mengatur jadwal pembakaran. Masalah lain yang dirasakan informan berkaitan dengan pembuatan batu bata adalah batu bata yang sering pecah dan hasil pembakaran yang tidak sempurna. Menurut informan, ia harus mengulang produksi batu bata jika banyak hasil batu bata yang
99
pecah. Menurutnya dengan hal tersebut tidak hanya waktu yang terbuang, tenaga pun juga berkurang. Informan menyatakan ingin dapat membuat batu bata yang tidak mudah pecah sehingga tidak banyak membuang waktu dan tenaga. Namun ia juga mengaku tidak memiliki cukup pengetahuan untuk menjawab permasalahannya. Pertanyaan
dalam
pikirannya
belum
bisa
terjawab
dengan
pengetahuan yang telah dimiliki selama ini. Informan yang lain menyatakan masalah yang dihadapi yaitu dari batu bata yang dibakar hanya 57 % yang matang dengan sempurna. Padahal ia merasa telah melakukan pembakaran dengan baik. Ia sangat penasaran dengan sebab
pembakaran
yang
tidak
sempurna
tersebut.
Ia
ingin
mengetahui cara membakar yang tepat sehingga prosentase batu bata matang yang dihasilkan akan lebih banyak lagi. Hal lain yang tidak kalah penting adalah harga batu bata. Informan menyatakan bahwa harga batu bata sering berubah-ubah. Menurutnya, perubahan harga tersebut harus selalu ia ketahui agar ia dapat menyesuaikan harga batu bata dengan harga pasaran. 5.2.3.10 Guru Honorer Meskipun pendapatan menjadi guru Taman Kanak-kanak (TK) honorer sangat sedikit, tetapi bagi salah satu informan pekerjaan ini tetap dilakukan. Salah satu yang menjadi alasan adalah untuk menambah pendapatan/pemasukan rumahtangga. Pada rumahtangga Id (38 tahun), pekerjaan sebagai guru TK honorer dilakukan oleh istri (Ev). Selain bertani, Id juga membuat keranjang tembakau pada musim tembakau. Semua pekerjaan dilakukan guna memperoleh lebih banyak pemasukan rumahtangga. Pendapatan dari usahatani tidak cukup memnuhi kebutuhan dasar mereka beserta anak-anak. Selain membantu suaminya bertani di sawah, pekerjaan menjadi guru TK honorer dilakukan Ev setiap hari dari jam 7.00 hingga 12.00. Ia telah bekerja selama 2,5 tahun. Kegiatan di sekolah Ev adalah mengajar. Dengan teman sesama guru TK ia melakukan pekerjaan seperti menerima murid baru, mengajar, menangani administrasi, mencari dana, dan mengikuti pelatihan-pelatihan. Sebagai guru TK honorer, ia menjalankan pekerjaan ini dengan senang hati. Menurut pengakuannya bahwa lebih baik mengajar daripada menganggur di rumah. Selama menjadi guru TK, Ev menghadapi banyak permasalahan. Masalah utama yang dirasakan informan adalah honor yang sangat sedikit (Rp 75.000 per bulan) dan tidak rutin dibayarkan setiap bulan. Honor yang sedikit dirasakan informan tidak cukup memenuhi
100
kebutuhan rumahtangga paling hanya untuk menambah uang jajan anaknya yang masih TK. Ditambah lagi honor yang tidak dibayarkan rutin setiap bulan. Honor tersebut dibayarkan tiga bulan sekali.
Menyambung dari cerita di atas, berkaitan dengan masalah pertama, informan merasa penasaran dengan alasan honor yang tidak dibayarkan setiap bulan. Menurutnya sebenarnya honor tersebut dapat dibayarkan oleh kepala yayasan setiap bulan. Namun pengetahuannya tidak cukup untuk menjawab pertanyaan dalam benaknya tersebut. Ia hanya menebak-nebak dan belum ada kepastian. Masalah ke dua yang dirasakan informan yaitu minimnya alat bantu peraga edukatif yang menunjang proses belajar mengajar di TK. Menurut pengakuan informan dan pengamatan peneliti, tidak banyak ditemukan Alat Permainan Edukatif (APE) bahkan nyaris tidak ada. Keterbatasan dana menjadi sebab tidak adanya alat peraga dan permainan edukatif baik dalam maupun luar ruang. Selain itu, hal tersebut juga mendukung tidak adanya fasilitas toilet dan UKS di sekolah.
Hal
ini
menyusahkan
guru
dan murid.
Para
guru
berkeinginan membeli APE tersebut, tetapi dana yang ada sangat minim. Sehingga mereka ingin mendapatkan APE yang murah tetapi berkualitas. Mereka ingin mengetahui dimana atau kepada siapa dapat membeli APE murah tetapi berkualitas. Informan tidak memiliki cukup referensi tentang lokasi pembelian APE yang dimaksud. Informan membutuhkan informasi tentang tempat/seseorang dimana mereka dapat membeli APE dengan harga murah tetapi berkualitas. Masalah ke tiga, secara pribadi informan memiliki masalah dalam hal teknik mengajar. Menurutnya, bagi guru TK paling tidak harus bisa menggambar, memiliki banyak koleksi lagu anak-anak, dan koleksi permainan yang menyenangkan. Informan merasa belum memenuhi harapan tersebut. Ia merasa tidak dapat menggambar dan tidak memiliki banyak koleksi lagu anak dan permainan. Ia adalah lulusan SLTA, berkarakter pendiam tetapi penyayang dan memiliki kemauan belajar yang tinggi. Ia ingin mengetahui teknik menggambar yang benar. Ia juga ingin mengetahui banyak koleksi lagu-lagu anak dan
berbagai
permainan.
Menurut
catatan
wawancara,
ia
101
membutuhkan
informasi
tentang
kepada
siapa/dimana
dapat
memperoleh ilmu teknik menggambar, koleksi lagu dan permainan anak. Masalah ke empat informan mengakui tidak menguasai dalam hal mengatasi anak yang bermasalah seperti anak bandel dan anak manja. Menurutnya anak bandel tidak pernah menurut apa yang dikatakan guru dan mengganggu teman-teman sekelas. Sedangkan anak manja yang sering dihadapi informan adalah anak yang tidak mau sekolah sendiri tetapi selalu ditemani oleh orangtua. Informan ingin menguasai cara mengatasi anak bermasalah. Ia membutuhkan informasi
tentang
bagaimana
mengatasi
anak
bermasalah,
kemana/kepada siapa ia dapat memperoleh informasi tersebut. Berkaitan dengan hal ini, ia ingin melihat teknik mengajar pada sekolah TK/RA yang bagus. Namun sebelumnya ia ingin memperoleh informasi dimana TK/RA yang terbaik tersebut. 5.2.3.11 Buruh Tani Buruh tani juga menjadi profesi lain yang ditekuni oleh sebagian petani gurem di Desa Rowo. Alasan utama mereka pun untuk mencari penghasilan guna mencukupi kebutuhan rumahtangga. Pekerjaan yang sering dilakukan oleh seorang buruh tani adalah mencangkul (macul), menanam padi (tandur), menyiangi (matun), panen (derep), dan mengais sisa panen padi (ngangsak). Buruh macul selalu dilakukan oleh laki-laki dewasa, tandur dan derep oleh wanita dewasa, matun oleh laki-laki dan wanita dewasa, dan ngangsak oleh wanita dewasa. Pekerjaan menjadi buruh dapat dilakukan di dalam Desa Rowo maupun di luar desa. Namun yang lebih menarik adalah buruh tani yang bekerja untuk juragan di luar Desa Rowo. Buruh tani yang banyak dikerjakan oleh petani gurem Desa Rowo untuk juragan di luar desa adalah buruh macul dan ngangsak. Mereka bekerja sebagai buruh di Kecamatan Kedu yang terletak tujuh kilometer dari Desa Rowo melalui jalur alternatif. Jika kita menyusuri persawahan desa-desa di Kecamatan Kedu, maka akan menemui banyak buruh tani dan mereka berasal dari Desa Rowo. Menurut
102
keterangan informan bahwa Desa Rowo terkenal banyak memiliki buruh tani yang handal. Pekerjaan buruh tani berat tetapi pendapatan dari pekerjaan tersebut sedikit. Buruh macul yang terdiri dari tiga orang akan dibayar secara borongan sebesar Rp 300.000. Pekerjaan ini tidak selalu ada sehingga tidak dapat diandalkan sebagai pekerjaan rutin. Pendapatan yang diperoleh tergantung dari ada tidaknya seseorang yang meminta bantuan. Informan (Sy) menggambarkan perasaan menjadi buruh dengan kalimat berikut, “Ngeri jadi buruh, Mbak ”. Salah satu informan penelitian, sebut saja Sy telah bertahuntahun menjadi buruh macul di Kecamatan Kedu. Ia melakukan pekerjaan tersebut seiring dengan menggarap sendiri lahan sawah tadah hujan sempit yang dimiliki. Berbeda dengan tanah sawah miliknya, lahan sawah di Kecamatan Kedu sebagian besar beririgasi baik. Sehingga petani di Kecamatan Kedu bebas menentukan komoditi yang mau ditanam. Menurut pengamatan yang penulis lakukan bahwa mayoritas sawah di Kecamatan Kedu ditanami padi. Menurut informan, ada beberapa permasalahan yang dijumpai saat melakukan pekerjaan buruh tani. Masalah pertama, keterbatasan ekonomi sehingga tidak dapat membayar uang transportasi menuju lokasi pekerjaan. Untuk menuju lokasi pekerjaan ia berjalan kaki sejauh tujuh kilometer melewati jalan alternatif yang berkelok-kelok dan naik turun. Jika melalui jalur alternatif Kandangan – Kedu pada senja hari, maka akan berpapasan dengan para buruh tani pulang menuju rumahnya di Desa Rowo. Tidak ada angkutan umum yang melewati jalur tersebut. Ia pun tidak memiliki alat tranportasi seperti sepeda ontel apalagi sepeda motor. Jika harus menempuh jalur utama melalui kota Kecamatan Kandangan, maka Sy harus menempuh perjalanan mengggunakan angkutan umum selama 45 menit dengan dua kali naik angkutan. Bukan soal waktu yang membuat
Sy
tidak
bersedia
melakukannya,
tetapi
karena
keterbatasan ekonomi yang membuatnya tidak sanggup membayar ongkos angkutan umum. Ia menyayangkan (eman-eman) jika uang yang dipunyai digunakan untuk tranportasi. Ia berpikir lebih baik digunakan untuk kebutuhan pangan mereka. Kadang ia mendapat
103
tumpangan tranportasi sepeda motor dari tetangga yang bekerja di Kecamatan Kedu. Setiap malam ia selalu ingin mengetahui apakah esok hari akan mendapat tumpangan atau tidak. Ia selalu merasa membutuhkan informasi tentang siapa yang bersedia memberi tumpangan padanya menuju lokasi pekerjaan menjadi buruh tani. Hasil pertanian di sawah sendiri yang tidak mencukupi kebutuhan hidup memperkuat tekad Sy untuk bekerja sebagai buruh tani di tempat yang jauh. Tetapi ia berharap ada tempat kerja menjadi buruh tani (macul) yang lebih dekat. Namun ada kesenjangan antara pengetahuannya saat ini dengan harapan. Ada sebuah pertanyaan dalam pikirannya tentang pilihan pekerjaan lain atau tempat kerja yang lebih dekat. “Kalau ada pilihan lain….ya….pengen yang lain, Mbak. Syukur-syukur yang deket”, kata Sy. Kondisi ini lah yang disebut kebutuhan informasi. Masalah kedua, informan harus datang sendiri menuju lokasi pekerjaan jika menginginkan bekerja sebagai buruh tani. Setiap menuju lokasi hanya ada satu pertanyaan dalam benaknya yaitu siapa yang bersedia menggunakan tenaganya untuk mengolah sawah seperti
macul dan matun.
Meskipun merupakan pekerjaan yang
berat dan hasilnya sedikit, tetapi buruh tani menjadi pekerjaan yang harus dilakukan demi sesuap nasi. Dengan menjadi buruh tani di luar Desa Rowo, informan mengaku memiliki banyak kenalan petani baik sesama buruh yang berasal dari satu desa maupun petani lain yang dijumpai di lokasi pekerjaan termasuk juragannya. Kenalan dan pengalaman yang didapat di lokasi pekerjaan mendukung usahatani yang dikerjakan sendiri di lahan sawah miliknya. Ia mengaku belajar banyak dari para petani di Desa Danurejo Kecamatan Kedu dimana ia bekerja. 5.2.3.12 Pedagang Roti Keliling (Sales Roti) Pekerjaan sampingan juga dilakukan oleh anak-anak mereka yang telah memasuki usia produktif. Alasan mereka melakukan berbagai pekerjaan tersebut tidak lain untuk mencari tambahan pendapatan rumahtangga. Seperti salah satu rumahtangga informan Th (55 tahun) yang pernah penulis ceritakan sebelumnya. Th dan istri
104
bekerja di sawah sekaligus ayah bekerja sebagai tukang kayu di selasela pekerjaan sawah, sedangkan anak laki-laki mereka (N) selain membantu pekerjaan di sawah, ia berdagang roti secara berkeliling dari daerah satu ke daerah lain. Informan (N) tidak membuat sendiri roti yang dijual melainkan mengambil pada agen roti di Desa Kenteng, sedangkan roti tersebut diproduksi di Kabupaten Kebumen. Kemudian ia menjualnya dengan berkeliling dari warung ke warung di daerah Kecamatan Candiroto dan Kecamatan Ngadirejo yang terletak satu jam perjalanan dari Desa Rowo dengan sepeda motor. Ia menitipkan roti ke warung-warung dengan
pembayaran
secara
tunai
maupun
kredit.
Kemudian
seminggu kemudian ia akan mengambil hasil penjualan roti yang dititipkan berikut mengganti roti yang belum laku dan telah kadaluarsa dengan roti yang baru. Mengganti roti kadaluarsa dengan roti yang baru tersebut tidak menjadi tanggung jawab agen roti tetapi informan selaku pedagang keliling. Semakin banyak roti yang tidak laku dan kadaluarsa, maka semakin besar informan menanggung kerugian. Informan mengaku sering menanggung rugi karena hal ini. Namun ia tetap melakukannya demi nama baik dan kelangsungan pekerjaan yang digeluti. Saat ini agen roti tempat informan bekerja mengurangi ketahanan roti sehingga rotinya tidak lebih awet dari yang sebelumnya. Dengan demikian, informan harus berupaya lebih keras untuk ”memutar” roti yang dijual agar tidak semakin banyak menanggung kerugian. Di sisi lain, informan mengaku bahwa pasar telah jenuh dengan produk roti yang ia jual. Sehingga ada keinginan informan untuk berpindah ke agen roti lain. Namun ia tidak mengetahui dimana agen roti yang dapat memenuhi harapannya. Ia memiliki pertanyaan di benaknya yaitu bagaimana dapat bekerja di tempat tersebut. Namun untuk saat ini (saat penelitian) informan mengaku sedang memiliki keinginan untuk menambah jumlah warung tempat ia menitipkan roti. Ia ingin memperluas pasar. Namun ia tidak mengetahui lokasi warung tersebut. Ia membutuhkan informasi tersebut. Informan pernah mencari informasi tersebut ke pemilik
105
warung yang telah menjadi langganannya. Namun mereka menolak memberikan informasi dan melarang informan untuk menitipkan roti ke warung lain. Alasan yang melandasi mereka adalah persaingan bisnis. Mereka tidak ingin memiliki banyak pesaing dan takut jika roti yang ada di warung mereka menjadi tidak laku. 5.2.3.13 Pedagang Bibit Selain pengrajin keranjang tembakau, pekerjaan musiman yang dilakukan sebagian petani gurem adalah berdagang bibit. Pekerjaan ini marak dilakukan pada musim hujan (September – Februari) berbarengan dengan musim menanam (tandur) baik padi maupun tanaman ladang seperti kopi dan sengon. Bibit yang banyak diusahakan petani gurem di Desa Rowo dan laku dijual yaitu sengon, kopi, dan berbagai tanaman buah. Tujuan mereka melakukan pekerjaan ini tidak lain adalah menambah pendapatan rumahtangga. “Saya dagang bibit ya…untuk tambah-tambah itu Mbak….buat uang saku anak ” , kata NR. Meskipun berdagang bibit mereka tetap melakukan pekerjaan di sawah. Menurutnya usahatani padi yang sedang dikerjakan tidak membutuhkan banyak curahan pemikiran dan waktu sehingga dapat dibarengi dengan melakukan pekerjaan lain seperti berdagang bibit. NR (46 tahun) dan istri (Ym) adalah salah satu informan yang menjadi pedagang bibit di musim tertentu. Mereka kompak melakukan pekerjaan tersebut. Menjadi pedagang bibit di musim tertentu mereka lakukan untuk menambah pendapatan rumahtangga. Hasil pertanian dari tanah seluas 0,3 hektar tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka dan ketiga anak mereka yang masih sekolah. Musim berdagang bibit berbarengan dengan musim tanam padi (tandur). Menurut mereka usahatani tidak membutuhkan curahan tenaga dan pikiran yang besar sehingga mereka dapat berdagang bibit pada musim yang sama. Banyak petani gurem lain di Desa Rowo yang juga melakukan pekerjaan seperti mereka.
NR dan istri kulakan bibit di Kabupaten Kebumen yang terletak kurang lebih lima jam perjalanan menggunakan kendaraan sendiri. Mereka memilih jauh sampai ke Kebumen untuk mendapatkan bibit dengan harga yang lebih murah. Bibit yang sering mereka beli adalah sengon dan kopi. Karena tidak memiliki kendaraan sendiri, untuk kulakan mereka harus menyewa kendaraan tetangga beserta
106
sopirnya. Biaya sewa berikut sopir tersebut sebesar Rp 250.000. Menurut keterangan informan mereka sebenarnya berharap kulakan di tempat yang lebih dekat tetapi harga juga murah. Karena hal tersebut akan memperkecil biaya dengan kata lain menambah keuntungan. Namun sampai saat ini mereka belum mengetahui alternatif tempat kulakan yang lebih dekat dan lebih murah. Informasi tentang tempat kulakan bibit yang murah dan lebih dekat sangat dibutuhkan rumahtangga NR. Mereka menjual bibit di depan rumah dan juga berkeliling ke daerah lain seperti Kecamatan Ngadirejo, Parakan, dan Kedu. Untuk aktivitas ini pun mereka menyewa kendaraan dan sopir. Mereka harus terus berusaha (ikhtiar) dengan jalan berkeliling ke desa-desa di daerah-daerah yang telah disebut di atas. “ Yang penting ikhtiar, Mbak ”, kata NR. Saat berkeliling mereka belum mengetahui siapa yang akan membeli bibit yang mereka bawa kecuali pelanggan yang telah memesan terlebih dahulu. Pertanyaan tentang siapa calon pembeli baru selalu ada dalam pikiran mereka, yang menimbulkan kegundahan dalam diri. Kegundahan tersebut akan hilang jika pertanyaan dalam benaknya tersebut terjawab. 5.2.3.14 Tenaga Kerja Wanita (TKW) Menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri juga menjadi pilihan sebagian istri/ibu dalam rumahtangga petani gurem di Desa Rowo. Kurangnya pendapatan dari hasil pertanian di lahan sawah tadah hujan yang sempit menjadi pendorong mereka menjalani profesi TKW. Tujuan mereka tidak lain adalah memperoleh tambahan pendapatan rumahtangga. Pendapatan menjadi TKW yang besar menjadi penarik bagi mereka. Meskipun dalam menjalankan profesi tersebut mereka harus jauh dari keluarga. Seperti yang dialami salah satu informan penelitian (In) yaitu seorang ibu/istri yang sebelumnya membantu suami bekerja di sawah kemudian bekerja menjadi TKW. Pendapatan
menjadi
TKW
diandalkan
informan
untuk
membangun rumah. Informan (Kh) menyatakan menyetujui istrinya bekerja di luar negeri agar dapat mencukupi semua kebutuhan. Kontrak kerja menjadi TKW dilakukan untuk jangka waktu dua tahun.
107
Informan (memperoleh gaji Rp 1.750.000 per bulan, dan jumlah ini cukup besar bagi mereka. Sehingga pendapatan istri selama ini dapat digunakan untuk membangun rumah tembok. Informasi yang selalu dibutuhkan mereka selama ini adalah peluang bekerja di luar negeri yang meliputi lokasi dan jenis pekerjaan. 5.2.3.15 Serabutan Demi mendapatkan tambahan pendapatan, pekerjaan apapun akan
dilakukan
petani
gurem
asalkan
pekerjaan
tersebut
menghasilkan. Salah satu informan selain bertani di sawahnya yang sempit, ia juga bersedia bekerja apapun yang ditawarkan asal menghasilkan dan halal. Ia menyebutnya serabutan. Pekerjaan serabutan yang dilakukan antara lain kuli bangunan, kuli angkut, buruh tani, tukang pijat, dagang hewan, ngerit pasir, membuat batako dan paving, dan sebagainya. Ia banyak memiliki ketrampilan dan jujur sehingga banyak orang senang memintanya untuk bekerja. Ia mengaku tidak perlu mempromosikan atau menawarkan diri pada orang lain karena orang lain yang akan datang sendiri kepadanya. Informan kami tergolong orang yang fleksibel, sopan, pemberani, dan bertekad kuat termasuk dalam hal bertani. Ia mengaku tidak mengalami
masalah
dalam
menjalankan
aktivitas
pekerjaan
serabutan. 5.3 Perilaku Pencarian Informasi Oleh Petani Gurem Perilaku pencarian informasi oleh petani gurem di Desa Rowo dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan informasi untuk mendukung aktivitas pekerjaan usahatani maupun di luar usahatani guna memenuhi kebutuhan dasar. Arti lain dari perilaku pencarian informasi yaitu upaya menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di benak/pikiran petani gurem saat berada pada situasi bermasalah yang mereka temui pada pekerjaan usahatani maupun luar usahatani guna mengurangi ketidakpastian, kegundahan, penasaran, maupun sekedar menambah pengetahuan. Perilaku pencarian informasi adalah perilaku komunikasi. Sehingga kendala yang dijumpai pada pencarian informasi petani gurem juga diselesaikan dengan komunikasi. Petani gurem menemukan
108
informasi dengan berpikir, bertanya, menjawab, memberi komentar, menanyakan kembali, mengklarifikasi, dan aktivitas-aktivitas komunikasi yang lain. Sikap dan perilaku petani gurem terhadap kebutuhan informasi tergantung dari bagaimana mereka memaknai informasi. Usaha informan dalam memenuhi kebutuhan informasi dipengaruhi oleh cara mereka memandang/memaknai informasi. Informan memaknai informasi sebagai sesuatu yang penting bahkan ada yang menganggap sangat penting bagi kelangsungan usahatani atau pekerjaan lain yang dikerjakan. Berikut cuplikan pernyataan informan yang sedang menghadapi tanaman cabai yang terserang busuk basah (patek). Informan
(Mj)
mengaku
”Informasi...penting,
Mbak...Kalau
tidak
ditangani...bagaimana bisa tumbuh dengan baik tanamannya ”. Demikian juga dengan pernyataan berikut “Ha ya…penting, Mbak. Hasil tidak akan baik jika kita tidak tahu informasi ”, kata Sb. Informasi merupakan hal yang akan mengobati kegundahan dan rasa kecewa dalam hati. Petani merasa akan kecewa jika tidak menemukan informasi yang dibutuhkan, seperti yang diungkapkan salah satu informan penelitian berikut ini : ”Informasi.....wah ya penting Mbak, bahkan sangat penting. Alasannya...ya biar pertanian berhasil baik. Selama saya bisa, saya akan berusaha mencarinya meski harus ke kota. Jika tidak terpenuhi, Mbak.....wah ya kecewa” , kata Id
Petani gurem juga memaknai informasi sebagai sesuatu yang wajib ada. Informasi menjadi inspirasi. ” Informasi menjadi sumber inspirasi bagi saya, Mbak ”, kata informan (Ppt) yang seorang pengrajin batu bata. Jika kebutuhan informasi tidak terpenuhi maka kegiatan usaha atau pekerjaan yang dijalankan tidak dapat berkembang. Informasi juga menjadi sesuatu yang menimbulkan rasa penasaran sebelum kebutuhan informasi dipenuhi. Kebutuhan informasi akan diusahakan dipenuhi meskipun dengan pengorbanan. Tentang hal ini informan menambahkan dengan pernyataan berikut : “Demi informasi, saya mau mencarinya meski jauh dan butuh pengorbanan...…ke Nguwet juga ga papa Mbak….biar tidak penasaran….” tegas Ppt.
Selain hal di atas, informasi juga dimaknai sebagai sesuatu yang menambah pengetahuan, seperti pernyataan informan (SM) yang mengatakan ” Informasi ya penting Mbak....untuk tambah-tambah pengetahuan ”. Informan lain menambahkan bahwa perlu banyak memiliki kenalan agar dapat memperoleh
109
banyak informasi. “Kita perlu banyak kenalan….biar punya banyak informasi ”, kata Ppt. Rendahnya pendapatan usahatani atau sempitnya luas lahan yang dimiliki tidak mengurangi arti penting informasi bagi petani gurem. Pemenuhan kebutuhan informasi bagi mereka akan mengurangi ketidakpastian atau menambah pengetahuan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kebutuhan informasi melekat pada masalah yang sedang dirasakan. Semakin tinggi kesenjangan pengetahuan dengan keinginan menyelesaikan masalah maka semakin tinggi pula kebutuhan informasi yang dirasakan. Upaya petani gurem dalam mencari informasi akan semakin keras manakala kebutuhan informasi yang dirasakan tinggi. Setelah mencari dan akhirnya menemukan informasi, mereka akan memanfaatkan informasi tersebut guna menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi. “Kalau saya udah dapat info…akan saya praktekkan pada usaha batu bata saya, Mbak ”, kata Ppt. Selanjutnya mereka dapat melanjutkan aktivitas pekerjaan yang lain. Pencarian informasi dalam rumahtangga petani gurem tidak selalu dilakukan oleh kepala keluarga/ayah/suami. Istri/ibu dan anak mereka juga memiliki peran dalam usaha pemenuhan kebutuhan informasi tersebut. Pada beberapa rumahtangga informan istri mempunyai peran mencari informasi tentang tenaga kerja luar rumahtangga yang dapat membantu pekerjaan usahatani mereka. Bahkan untuk hal-hal tertentu, hal tersebut dilakukan oleh istri atau anak seperti yang penulis temui di lokasi penelitian. Pada rumahtangga informan (Rd) yang mencari pendapatan keluarga dari bertani dan menjadi pengrajin keranjang sayur/buah diperoleh informasi bahwa pencari informasi harga dan jenis pesanan dari pembeli adalah istri (St). Alasannya, istri lebih luwes jika mencari info tersebut karena informasi tersebut diperoleh dengan rempon (berkumpul sambil duduk-duduk dan ngobrol) dengan pengrajin lain ketika pembeli datang ke Desa Rowo. Aktivitas pekerjaan di luar usahatani dapat mendukung pencarian informasi pertanian atau informasi yang dibutuhkan saat bekerja di usahatani. Hal ini dialami oleh beberapa informan seperti berikut : Rumahtangga Mr (50 tahun) tekun bekerja di sawah dengan usahatani cabai. Sedangkan istri (A) mencari tambahan pendapatan dengan membuat camilan kemudian memasokkannya ke warung-warung terdekat. Pemilik warung menjadi sumber informasi bagi A dalam mencari informasi tentang
110
pemasaran komoditi pertanian hasil sawah yang dikelola suami. Berikut pernyatan informan : “O iya, Mbak.......!! nanti dari pemilik warung yang saya pasoki camilan, saya dapat memasarkan sawi atau kacang panjang yang bapakne tandur, Mbak...lumayan...trus nanti saya jadi tahu info tentang sayuran apa yang laku dan harganya.....” (A) Hal yang sama juga dialami oleh informan yang lain. Dari pekerjaan sampingannya menjadi sopir antar, Mj (46 tahun) memiliki banyak kenalan pedagang baik pelanggan mobilnya maupun pedagang lain di pasar. Dalam perjalanan menuju pasar, informan selalu berkomunikasi dengan para pelanggan mengenai berbagai hal termasuk tentang harga sayuran dan sayuran yang sedang laku di pasaran. Sehingga ia memperoleh banyak informasi tentang harga sayuran dan sayuran yang sedang laku di pasaran. Informasi tersebut menjadi pertimbangan Mj dalam berusahatani.
Untuk
menemukan
informasi,
petani
gurem
di
Desa
Rowo
mendatangi/menggunakan berbagai sumber informasi. Semua informan yang kami temui menyatakan lebih memilih sumber informasi manusia (personal) dalam mencari informasi, dibanding media cetak/audio/audiovisual. Pernyataan mereka kurang lebih seperti pernyataan informan (Id) berikut, “Saya lebih mantap jika tatap muka langsung dengan orangnya langsung, Mbak. ” . Dari wawancara dan pengamatan diketahui bahwa sumber informasi personal menjadi pilihan bagi apapun kebutuhan informasinya. Pertimbangan utama mereka bahwa dengan bertanya kepada seseorang baik secara langsung maupun melalui telepon diharapkan akan mendapatkan jawaban yang tuntas. Selain itu sumber informasi yang berupa manusia/seseorang menurut mereka bersifat lebih personal sehingga lebih nyaman. Media cetak seperti brosur-brosur dan koran dibutuhkan informan untuk menambah pengetahuan. Mereka mengaku tidak merasa puas dan tuntas jika hanya membaca brosur-brosur. Pencarian informasi dengan media cetak menurut informan tidak memungkinkan adanya dialog. Menurut mereka media cetak seperti buku dan selebaran hanya berfungsi menambah pengetahuan. Sehingga sebagian besar dari mereka tidak berminat mencari informasi melalui media cetak. Meskipun begitu mereka mengaku senang dengan adanya brosurbrosur dan berkeinginan membacanya. Informan (Ppt) sempat mengatakan hal ini kepada penulis, “Sebenarnya saya suka kalau ada media cetak seperti brosurbrosur bisa untuk tambah-tambah pengetahuan.” katanya.
111
Selain berbeda dalam karakter/sifat dan kebutuhan informasi, antara petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) juga berbeda dalam perilaku pencarian informasi yang dibutuhkan. Pola perilaku pencarian informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan Pengambil Resiko Rendah (PRR) di Desa Rowo berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan informasi, karakter/sifat, dan jenis usahatani /pekerjaan lain di luar usahatani yang ditekuni. 5.3.1 Perilaku Pencarian Informasi Oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) Dalam memenuhi kebutuhan informasi, petani gurem Pengambil Resiko
Tinggi
informasi.
(PRT)
Dalam
melakukan
usaha
banyak
tahap/kegiatan
mencari/menemukan
pencarian
informasi,
mereka
mendatangi/menggunakan beragam dan banyak sumber informasi. 5.3.1.1 Memulai (starting) Memulai (starting) merupakan titik awal pencarian infomasi atau tahap pertama yang dilakukan petani gurem ketika memulai usaha memenuhi kebutuhan informasi. Aktivitas memulai dilakukan oleh petani gurem yang mulai mencari informasi. Kegiatan memulai ini dilakukan oleh semua petani gurem PRT dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Sumber informasi pertama yang ditemui setiap petani gurem PRT berbeda-beda. Sumber informasi yang ditemui petani gurem PRT di Desa Rowo pada tahap ini antara lain teman sesama petani, tetangga,
saudara
dekat,
toko
pertanian,
atau
pengalaman/penelitian sendiri. Perbedaan kebutuhan informasi mempengaruhi perbedaan sumber informasi yang dipilih. Sebagian petani gurem PRT memulai pencarian informasi dengan bertanya atau berdiskusi dengan sesama petani, tetangga, atau saudara yang dipandang telah berhasil menjalankan usahatani tertentu. Mereka mengaku lebih yakin jika sumber informasi yang dimintai informasi telah membuktikan sendiri hal yang dimaksud. Seperti yang dipilih oleh banyak dari informan penelitian. “Saya lebih percaya dengan sumber info yang telah praktek sendiri dan berhasil, Mbak”, kata Id.
112
Teman sesama petani yang dipilih informan sebagai sumber informasi pada tahap memulai pencarian adalah tetangga dekat yang mereka temui di sawah atau sengaja mereka datangi di rumah. Informan lain mengandalkan paman yang juga seorang petani sebagai sumber informasi pertama yang dijumpai untuk menemukan informasi tentang cara mengatasi hama dan budidaya komoditi pertanian. Istri juga tidak kalah penting perannya sebagai sumber informasi pertama bagi kepala keluarga dalam bertanya berbagai hal tentang usahatani seperti yang dialami informan. Sumber informasi pilihan petani pada aktivitas memulai tidak harus seseorang yang telah mempraktekkan sendiri apa yang diketahuinya. Toko pertanian juga merupakan sumber informasi pertama yang dipilih sebagian petani gurem PRT dalam mencari informasi. Ada sebagian kecil dari informan yang memulai mencari informasi dan menyelesaikan masalah mereka dengan melakukan pengamatan dan penelitian sendiri. Mereka menguji coba dan berpikir sendiri berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki. Seperti yang dialami beberapa informan dalam memulai mencari informasi tentang obat pembasmi hama penyebab patek pada buah cabai. “Saya sering ngamati dan nyoba-nyoba, Mbak.” ,
kata Id.
Pernyataan yang sama juga dikemukakan informan lain (Mr), ”Saya nyoba-nyoba dulu, Mbak......ngoplos juga pernah “. Mereka mencoba berbagai obat pertanian dan ramuan sendiri yang telah diketahui. Salah satu informan (A) memulai mencari informasi pinjaman modal dengan berdiskusi bersama suami. ”Pertama saya tanya dulu pada bapake anak-anak Mbak.......kira-kira mau pinjam dimana.”, kata A. Informan lain (Id) yang berprofesi sebagai pengrajin keranjang tembakau memulai mencari informasi pinjaman modal ke saudara
dekat.
Sedangkan
informan
(R)
memilih
langsung
mendatangi lembaga kredit yang ia ketahui seperti BMT Al Aziz yang terletak di sekitar Desa Rowo dan Bank Pasar yang terletak di Kota Magelang untuk mencari informasi pinjaman modal bagi usaha warungnya. Berbeda dengan informan sebelumnya, informan yang
113
seorang pebisnis keranjang tembakau (Ih) memulai mencari informasi harga debog kepada teman seprofesi yang sama-sama seorang pebisnis keranjang tembakau.
Gambar 26 Petani Gurem Mencari Informasi Pinjaman Modal ke Lembaga Kredit Terdekat (BMT AL Aziz) Menurut keterangan informan yang bekerja/mengusahakan hortikultura dan tembakau kebutuhan informasi mereka belum terpenuhi pada tahap memulai ini. Menurut mereka masih ada pertanyaan dalam benak/pikiran mereka yang belum terjawab. Untuk itu mereka melanjutkan usaha pencarian informasi karena kebutuhan informasi mereka belum terpenuhi. 5.3.1.2 Merangkaikan (chaining) Merangkaikan berarti mengikuti mata rantai atau mengaitkan daftar referensi yang ada pada rujukan awal. Pola merangkaikan (chaining) yang dilakukan petani gurem PRT di Desa Rowo meliputi dua pola yaitu mengaitkan ke belakang (backward chaining) dan mengaitkan ke depan (forward chaining). Mengaitkan
ke
belakang
(backward
chaining)
yakni
mengikuti menghubungkan petunjuk baru yang ditemukan dalam sumber informasi awal melalui keterangan dari sumber informasi yang pertama ditemui tersebut. Dengan cara mengaitkan ke
114
belakang ini akan dihasilkan efek bola salju sehingga hanya dengan menemui satu sumber informasi saja akan didapatkan beberapa sumber informasi lain. Petani gurem menemukan petunjuk baru yang didapat dari sumber informasi pertama yang ditemui (pada tahap memulai), selanjutnya mereka meneruskan mencari informasi yang belum lengkap dari sumber informasi pertama tersebut. Pada pola backward chaining, sebagian informan (Mj) memilih teman sesama petani sebagai sumber informasi pertama yang ditemui untuk mencari informasi cara mengatasi hama pada tanaman cabai. Dari sesama petani tersebut, mereka memperoleh informasi tentang nama obat pembasmi hama tertentu yang dapat dibeli di toko pertanian. Sumber informasi awal memperoleh informasi tentang obat pertanian dari toko pertanian di Kecamatan Kandangan, pasar kota Temanggung (Mekartani), dan UD Derees di Kecamatan Parakan. Ketiga toko pertanian adalah petunjuk baru bagi informan. Dari toko pertanian tersebut informan berharap mendapatkan informasi yang lebih lengkap lagi tentang cara mengatasi hama pada tanaman cabai. Selanjutnya informan meneruskan mencari informasi dengan petunjuk baru yang telah diperoleh yaitu menuju beberapa toko pertanian. Sedangkan mengaitkan ke depan (forward chaining) yaitu mencari sumber informasi lain berdasarkan kebutuhan informasi yang dirasakan dengan mengaitkan ke depan. Petani gurem melakukan pola ini untuk menambah acauan terutama jika petani gurem
mengetahui
sumber-sumber
informasi
yang
ahli
di
bidangnya. Selain bertanya kepada paman yang seorang petani berhasil, Kh juga bertanya tentang cara menangani patek pada tomat ke toko pertanian di kota Temanggung dan toko pertanian di kota Kecamatan Kandangan Setelah pertanian/ramuan
memulai yang
dengan diketahuinya
mencoba-coba dan
menyelesaikan masalah hama yang dialami,
belum
obat berhasil
informan (Mr)
melanjutkan mencari informasi yang sama yaitu tentang mengatasi hama patek pada buah cabai dengan bertanya ke berbagai sumber
115
informasi. Sumber-sumber informasi yang ditemui yaitu teman sesama petani yang ia temui di sawah, toko pertanian di Kecamatan Kandangan, Toko Mekartani di Kota Temanggung, toko pertanian di Kecamatan Kedu, penyuluh pertanian, pertemuan kelompok tani.
Gambar 27 Petani Gurem Mencari Informasi ke Teman Sesama Petani yang Ditemui di Sawah
Setelah memulai mencari informasi tentang penanganan hama penyakit tanaman tembakau dengan bertanya kepada sesama petani dan belum terjawab, informan (Sb) mencari informasi yang sama ke beberapa sumber informasi seperti toko pertanian di Kecamatan Temanggung, toko pertanian di Kecamatan Kedu, petani sukses yang juga saudara di Kabupaten Boyolali, dan penyuluh pertanian. Informan
(Id)
meneruskan
mencari
informasi
tentang
pinjaman modal ke berbagai sumber informasi satelah ia menemui
116
tetangga sebagai sumber informasi awal. Dalam menemukan informasi yang sama yaitu tentang pinjaman modal untuk usahatani cabai dan usaha keranjang tembakau yang ditekuni, Id menemui saudara, pengurus dana PNPM Mandiri (dahulu PPK), pengelola dana PUAP, pengelola BMT Al Aziz, dan BRI Unit Kandangan. Sama halnya dengan Id, informan lain (A) mendatangi berbagai sumber informasi untuk menemukan informasi pinjaman modal usaha camilannya. Ia bertanya pada suami, tetangga, dan pengurus PPK/PNPM Mandiri.
Gambar 28 Petani Gurem Mencari Informasi Pinjaman Modal dengan Mendatangi Pengurus Dana PUAP di Rumah Dari wawancara dan pengamatan, pada tahap ini kebutuhan informasi sebagian petani gurem PRT belum terpenuhi, maka sebagian dari mereka melanjutkan usaha pencariannya ke kegiatan membeda-bedakan (differentiating). 5.3.1.3 Menelusur (browsing) Menelusur diartikan sebagai aktivitas menelusur informasi secara semi langsung atau semi terstruktur karena telah mengarah pada kebutuhan informasi yang dicari.
Kegiatan pada tahap ini
efektif untuk mengetahui sumber-sumber informasi (tempat) yang menjadi sasaran potensial untuk ditelusuri. Menelusur (browsing) dilakukan petani gurem PRT di Desa Rowo dengan berbagai cara antara lain melalui kisah sukses yang didengar dari petani lain;
117
mengunjungi
toko
pertanian; mengunjungi
Balai
Penyuluhan
Pertanian (BPP). Setiap ada pertanyaan dalam pikirannya berkaitan dengan masalah hama penyakit tembakau, informan (Sb) berdiskusi dengan orang yang dianggap sukses dalam usahatani tembakau . Sb mendatangi langsung petani berhasil (Bapak M) di Kecamatan Parakan. Setelah memulai mencari informasi tentang hama patek pada buah cabai ke teman sesama petani dan belum mendapatkan informasi lengkap, informan lain (Mj) menelusur informasi ke toko pertanian Mekartani di kota Temanggung. Di toko pertanian tersebut, ia mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang obat pembasmi hama yang dimaksud. Ia menemukan berbagai jenis dan nama merk obat pembasmi hama patek pada cabai. Demikian juga Kh yang menelusur informasi cara mengatasi patek pada tomat ke toko pertanian di kota Temanggung tersebut.
Gambar 29 Petani Gurem Menelusur Informasi Penanganan Hama Penyakit Tanaman ke Toko Pertanian Informan lain (Id) melakukan browsing informasi tentang mengatasi hama patek pada cabai ke BPP Kandangan. Di tempat tersebut ia bertemu dengan beberapa penyuluh pertanian dan dari mereka ia bertanya tentang bagaimana mengatasi hama. Ia mendapatkan jawaban yang belum memuaskan. Tentang hal ini
118
akan disinggung pada Bab Kendala Dalam Pencarian Informasi. Ia juga bertanya pada tetangga yang ditemui di pertemuan warga seperti yasinan, rempon, ngendong bayi (menengok bayi di hari pertama hingga ke tujuh kelahiran). Setelah bertanya ke istri kemana dapat memperoleh pinjaman modal untuk usaha keranjang tembakau, Id bertanya pada beberapa tetangga yang ia temui di pertemuan yasinan, rempon, dan ngendong bayi. 5.3.1.4 Mengawasi (monitoring) Setelah memulai, petani gurem melanjutkan pencariannya dengan merangkaikan (chaining), menelusur (browsing), atau mengawasi
(monitoring).
Mengawasi
adalah
memantau
perkembangan yang terjadi dalam usahatani yang ditekuni. Mengawasi (monitoring) dilakukan petani gurem PRT dengan berdiskusi dengan sesama petani/profesi, berkonsultasi dengan seseorang yang dianggap ahli (pemilik toko pertanian, petani yang berhasil, penyuluh pertanian), memonitor perkembangan produk di toko pertanian. Informan (Mr) melakukan diskusi dengan beberapa teman sesama petani, bertanya langsung ke tengkulak yang ia percayai , dan survei langsung ke pasar untuk mengetahui perkembangan harga cabai. Informan lain (Mj dan Id) memantau perkembangan usaha pencegahan dan penanggulangan hama tanaman cabai dengan bertanya kepada pemilik UD Derees di Kecamatan Parakan yang ia percayai ahli dalam bidang ini. Setiap kali ke tempat tersebut, Mj berkonsultasi tentang cara mengatasi hama pada tanaman cabai. Dari komunikasi yang dilakukan dengan pemilik UD Derees tersebut, ia mendapatkan banyak informasi. Mj juga memantau harga sayuran dan jenis hortikultura yang sedang laku di pasaran kepada pedagang yang merupakan pelanggan mobilnya saat ia bekerja sebagai sopir antar. Selain itu Id memantau hal tersebut dengan mendengarkan radio Berikut pernyataan informan : “Saya sengaja mendengarkan radio untuk mendapatkan info. Biasanya malam minggu untuk info pertanian, meski pertanyaan saya tentang penyakit patek belum terjawab” (Id)
119
Informan (Sd) lebih memilih bertanya tentang perkembangan teknologi dalam budidaya hortikultura kepada Sj, seorang petani yang ia anggap berhasil dan maju. ”Tentang perkembangan teknologi yang sedang marak untuk cabai....saya tanya ke Pak Sarjono, Mbak...beliau kan ahli.”, kata Sd. Informan (A) selalu memantau perkembangan keberadaan tenaga pemasaran untuk usaha camilannya dengan bertanya ke tetangga dan saudara. Kegiatan mengawasi juga dilakukan informan yang seorang pebisnis keranjang tembakau (Ih). Ia selalu memantau perkembangan harga debog dan keranjang tembakau untuk memenuhi kebutuhan informasinya.
Gambar 30 Petani Gurem Memantau Perkembangan Harga Keranjang Tembakau dengan Bertanya kepada Teman Sesama Pengrajin
5.3.1.5 Membeda-bedakan (differentiating) Membeda-bedakan yaitu membedakan atau memilah-milah sumber informasi berdasarkan sifat kualitas rujukan dengan tujuan untuk mendapatkan sumber informasi yang bermanfaat. Aktivitas ini merupakan aktivitas lanjutan dari salah satu aktivitas merangkaikan, menelusur, atau mengawasi. Pada kegiatan membeda-bedakan ini informan memilah-milah beberapa sumber informasi yang telah mereka
temui
untuk
mendapatkan
sumber
informasi
yang
120
bermanfaat, yang nantinya dari sumber informasi yang telah dipilih tersebut akan dilakukan penyaringan (extracting) informasi. Mr adalah seorang petani gurem yang penuh semangat. Ia berani melakukan sesuatu yang berbeda dengan temanteman sesama petani di Desa Rowo. Ia tidak hanya cukup mengusahakan padi dan jagung di area sawah miliknya (50 tahun). Mr berani menanam cabai atau hortikultura lain meskipun harus mempersiapkan modal yang besar. Ia juga seorang yang sangat peduli dan perhatian dengan usahatani cabai. Demikian juga jika ada masalah dengan hama penyakit pada cabai. Masalah yang ia alami adalah gejala patek pada buah cabai. Berbagai sumber informasi didatanginya guna menemukan informasi yang paling relevan dan akurat. Awalnya ia akan mencoba-coba sendiri dengan ramuan/obat pembasmi hama sesuai pengetahuan dan pengalamannya. Namun untuk mengatasi hama ini ternyata pengetahuannya selama ini belum cukup mengobati rasa penasaran. Kemudian ia menelusur informasi ke toko pertanian dan menemukan sejumlah informasi tentang cara mengatasi patek pada buah cabai. Di toko pertanian tersebut ia menemukan sejumlah obat pembasmi hama yang direkomendasikan pedagang. Ia mengaku dapat menggunakan semua obat pertanian tersebut tanpa mengecek keakuratan informasi tentang obat yang disampaikan pedagang. Kemudian ia melanjutkan aktivitas pencarian informasi dengan bertanya pada petani lain yang lebih berpengalaman. Ia mendiskusikan informasi yang ia dapat dari toko pertanian. Selain itu, ia juga mendatangi toko pertanian yang lain, sehingga ada tiga toko pertanian yang ia datangi (toko pertanian di kota Kecamatan Temanggung, Kedu, dan Parakan). Sumber informasi lain yang sengaja ia tanyai adalah penyuluh pertanian yang kebetulan ia temui di suatu pertemuan yang ia datangi (saat informan mewakili Desa Rowo pada pertemuan di kota kabupaten). Dengan bertanya kepada banyak sumber informasi, ia berharap menemukan informasi yang sekiranya bermanfaat. Kemudian ia akan memilah-milah sumber informasi mana yang kiranya bermanfaat.
Dari kegiatan memilah-milah ini akan didapatkan satu atau beberapa sumber informasi yang paling bermanfaat bagi petani gurem. Sebagian informan mengandalkan toko pertanian sebagai sumber informasi yang tepercaya sebagai rujukan. Untuk hal itu, mereka sengaja mendatangi toko pertanian di kota Kecamatan bahkan hingga ke Kecamatan lain guna menemukan informasi tentang cara mengatasi hama pada tanaman cabai, tomat, dan tembakau. Jarak juga tidak menjadi penghalang baginya, informan (Id) mengatakan, “ Selama saya bisa, saya akan berusaha mencarinya……meski harus ke kota Temanggung” . Ia juga
121
menambahkan, “Yang paling saya sukai ya..toko obat pertanian di pasar kota Temanggung, Mbak......marem rasane ”, kata informan (Id). Toko pertanian menjadi sumber informasi yang mereka sukai karena menurut
informan
di toko pertanian mereka
dapat
memperoleh banyak informasi tentang obat pembasmi hama. Mereka mengaku menyukai toko pertanian yang terbuka melayani konsultasi petani tentang usahatani dengan pelayanan yang ramah. Kenyamanan berkonsultasi juga menjadi pilihan petani gurem memilih sumber informasi yang dipercaya. Tentang hal ini penulis sempat merekam apa yang disampaikan pemilik sekaligus penjaga toko pertanian yang menjadi langganan beberapa informan, ia mengatakan “Konsultasi
petani
sering
lama,
Mbak….sampai
ngrokok-ngrokok segala “. Yang tidak kalah penting bahwa pihak toko pertanian telah mencoba sendiri obat pembasmi hama yang direkomendasikan. Sebagian informan lain memilih sumber informasi yang mudah mereka temui di tempat mereka bekerja sampingan di luar usahatani. Informan (Mj) menyatakan bahwa ia akan bertanya tentang harga sayuran dan jenis sayuran yang sedang laku di pasaran kepada pedagang pasar yang jadi pelanggan tumpangan mobilnya, karena ia adalah seorang sopir angkut. Ia, sebut saja Mj lebih percaya kepada para pedagang pasar tersebut karena dapat memberikan informasi yang akurat dan lengkap. Selain itu ia dapat sekaligus menjual hasil panen kepada mereka.
Untuk menemukan informasi tentang pinjaman modal untuk usahatani cabai yang ia tekuni, informan (Id) menemui beberapa sumber informasi yaitu pengurus dana PNPM Mandiri/PPK, pengelola dana PUAP, BMT Al Aziz, BRI, tetangga, sesama petani, dan saudara. Kemudian ia memilah-milah sumber informasi yang kiranya bermanfaat. Sumber informasi yang ia pilih adalah saudara yang sekaligus pihak yang memberi pinjaman. Ia memilih saudara karena tidak menetapkan suku bunga. Menurutnya suku bunga yang ditetapkan lembaga keuangan dan kredit di sekitarnya tergolong
tinggi
bagi
petani
sedangkan
bank
menetapkan
agunan/jaminan. Berikut pernyataannya :
122
”Bunga dana PUAP, PPK, dan BMT......tinggi mbak....dua sampai dua setengah persen.....kalau menurut saya yang pas ya satu persen gitu.......sedangkan bank meski pakai agunan.....La saya kan miskin....ga punya apa-apa....mau menjaminkan apa.....he he......” Id (pengrajin keranjang tembakau) membutuhkan informasi tentang pinjaman modal yang rendah suku bungan dan tanpa agunan untuk mendukung usaha keranjang tembakau. Pada awalnya ia bertanya ke tetangga yang juga berusaha keranjang tembakau tentang dimana ia dapat memperoleh pinjaman tersebut. Dari tetangga tersebut ia menemukan informasi tentang pinjaman tertentu yaitu dana PPK/PNPM Mandiri. Untuk itu informan menemui pengelola dana tersebut. Informasi dari pengurus tersebut tidak lengkap dan belum memuaskan informan sehingga informan memutuskan untuk mencari ke sumber lain. Kemudian ia mendatangi secara langsung beberapa sumber informasi untuk menemukan informasi tentang pinjaman yang paling pas untuk dirinya. BRI Unit Kandangan, BMT Al Aziz, dan pengurus dana PUAP, yang ada di sekitar Desa Rowo juga telah ia datangi. Tidak lupa saudara informan juga menjadi sumber informasi baginya. Tidak semua sumber informasi tersebut dijadikan acuan oleh Id. Ia memilah-milah sumber informasi yang paling bermanfaat. Ih (pebisnis keranjang tembakau) membutuhkan informasi harga debog yang akan digunakan bagi produksi keranjang tembakau. Ia tidak memproduksi keranjang tembakau sendiri tetapi hanya menyediakan dan mempersiapkan bahan baku. Ia memodali pengrajin di Desa Baledu untuk membuat keranjang setengah jadi. Ia juga menyediakan debog untuk melengkapi kerajang tersebut dan membayar orang untuk memasangnya (njarumi). Dalam menyediakan debog tersebut, ia mencari informasi harga debog ke berbagai sumber informasi bahkan hingga ke luar kota dan propinsi. Ia mencari informasi tersebut mulai dari teman sesama profesi di Kabupaten Temanggung, Ambarawa, Banyubiru, Salatiga, Boyolali, hingga Ke magetan Jawa Timur. Ia berusaha mendapatkan debog dengan harga serendah-rendahnya karena kebutuhan debog sangat banyak, agar diperoleh keuntungan yang maksimal.Dari beberapa sumber informasi tersebut, ia memilah-milah untuk mendapatkan sumber informasi yang bermanfaat.
5.3.1.6 Menyarikan (extracting) Aktivitas menyarikan merupakan kegiatan lanjutan dari aktivitas membeda-bedakan yaitu kegiatan memeriksa informasi dari sumber informasi yang sudah dipilih kemudian mengutip atau mencuplik informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan informasi yang relevan baginya. Sumber informasi yang digunakan
123
petani gurem PRT di Desa Rowo bukan buku atau jurnal melainkan sumber informasi manusia (personal). Setelah memilah-milah beberapa sumber informasi yang ia temui, informan (Mr) mencuplik atau mengambil sebagian informasi dari sumber informasi terpilih. Ia mengaku membutuhkan informasi salah satunya informasi
tentang cara mencegah dan mengatasi
hama patek pada tanaman cabai. Kegiatan ini dilakukan untuk mengambil informasi yang sesuai dengan yang keinginan, cocok dengan kemampuan ekonomi dan non ekonomi informan, dan juga bermanfaat bagi usahatani yang ditekuni. Dari sumber informasi terpilih tentang perkembangan harga cabai yaitu tengkulak cabai yang berada di Desa Maron Kecamatan Temanggung, informan (Mr) mengambil informasi yang sesuai kebutuhannya seperti harga cabai varietas tertentu yang sedang berlangsung dan varietas cabai yang sedang laku di pasaran. Informasi tersebut digunakan informan sebagai rujukan dalam berusahatani. 5.3.1.7 Memverifikasi (verifying) Memverifikasi
diartikan
sebagai
kegiatan
melakukan
pengecekan apakah informasi yang didapat dari berbagai sumber telah sesuai atau tepat dengan yang diinginkan. Informasi dari sumber informasi manakah yang mau digunakan oleh petani gurem tergantung dari keakuratan, kesesuaian informasi dengan keinginan dan kemampuan petani gurem. Hasil dari kegiatan verifikasi yaitu keputusan penggunaan informasi dari sumber informasi terpilih. Sebagian informan melakukan kegiatan verifikasi dengan mendatangi petani berpengalaman dan berkonsultasi informan dalam mencari informasi ke sumber informasi jika mereka berpikir akan mendapatkan informasi yang paling akurat dan tepercaya untuk mereka gunakan. Seperti yang dialami oleh informan (Kh) bahwa demi mendapatkan informasi yang dibutuhkan ia mendatangi langsung ke tempat sumber informasi terpilih yaitu saudara (petani berpengalaman) yang terletak 1,5 jam perjalanan dari Desa Rowo. Yang tidak kalah penting dari semua itu bahwa ia mengaku
124
mendapatkan kepuasan (marem) karena pertanyaan dalam benak (kebutuhan informasi) terjawab (kebutuhan informasi terpenuhi).. Berikut pernyataan salah satu informan yang sempat terekam : “Kalau ada masalah pertanian saya selalu bertanya pada paman yang ada di (kecamatan) Bulu, Mbak…..meski jauh tetap saya lakukan…soalnya saya marem kalau sudah ke sana…sekalian silaturahmi ”, Kh menguatkan.
Sebelumnya telah diceritakan bahwa untuk menemukan informasi tentang pinjaman modal untuk usahatani cabai atau keranjang tembakau yang ditekuni, informan (Id) menemui beberapa sumber informasi yaitu istri, pengurus dana PNPM Mandiri/PPK, pengelola dana PUAP, BMT Al Aziz, BRI Unit Kandangan, tetangga, dan saudara. Kemudian ia memilah-milah sumber informasi yang kiranya bermanfaat. Sumber informasi yang ia pikir relevan dengan kebutuhan informasinya adalah pengelola PNPM Mandiri/PPK. Ia memilih sumber tersebut dengan pertimbangan bahwa tidak ditetapkannya agunan sebagai syarat peminjaman. Kemudian ia melakukan verifikasi dengan berdiskusi bersama istrinya. Pendapat istri akan dianut oleh informan. Berikut pernyataan informan tentang hal ini : “Kalau istri tidak setuju kami pinjam modal…ya saya milih ndak jadi Mbak…karena biasanya pertimbangannya lebih rasional….ia berpikir darimana uang untuk nyicil nanti…kami ndak punya.”, jelas Id.
Gambar 31 Petani Gurem Melakukan Verifikasi Informasi Pinjaman Modal dengan Berdiskusi Bersama Istri
125
Ia juga menambahkan dengan menyatakan suku bunga yang ditetapkan lembaga keuangan dan kredit di sekitarnya tergolong
tinggi
bagi
petani
sedangkan
bank
menetapkan
agunan/jaminan. Berikut pernyataannya : ”Bunga dana PUAP, PPK, dan BMT......tinggi mbak....dua sampai dua setengah persen.....kalau menurut saya yang pas ya satu persen gitu.......sedangkan bank meski pakai agunan.....la saya kan miskin....ga punya apa-apa....mau menjaminkan apa.....he he......”
5.3.1.8 Menyelesaikan (ending) Aktivitas memanfaatkan
pencarian informasi
informasi yang
telah
diselesaikan
dengan
diperoleh.
Dengan
memanfaatkan informasi yang dibutuhkan berarti petani gurem dapat menyelesaikan masalah secara tuntas atau sementara. Secara tuntas berarti dengan memanfaatkan informasi tersebut permasalahan yang dihadapi telah selesai. Seperti saat informan Id menemukan informasi pinjaman modal dari tetangga/saudara dan setelah melakukan kegiatan verifikasi dengan istri, ia mendapatkan keputusan untuk menggunakan informasi yang ditemui pada tetangga/saudara tersebut. ”Ya kalau istri saya sudah bilang oke....saya akan langsung pinjam modal”, kata Id. Secara sementara artinya bahwa informasi yang diperoleh petani gurem PRT belum mampu menuntaskan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Seperti yang dialami oleh beberapa informan. Mereka telah menemukan informasi tentang cara mengatasi hama patek dan hama lain pada tanaman cabai dari berbagai sumber informasi. Kemudian mereka telah memanfaatkan informasi-informasi tersebut pada usahatani cabai yang mereka kelola. Berbagai obat pembasmi hama dan ramuan lain telah mereka coba. Namun sampai saat ini permasalahan tentang hama patek atau hama lain pada cabai belum tuntas terpecahkan. Gejala patek masih terus ditemui. Mereka merasa gemas dan penasaran dengan hal ini. Berikut ini pernyataan salah satu informan (Id) yang sempat berbagi rasa dengan penulis :
126
“Gemes Mbak....sudah coba-coba kok tidak berhasil. Paling hanya ada solusi untuk coba-coba itu....jadi sampai saat ini ya tidak ada kepastian obat yang benar-benar mujarab untuk patek dan bule itu, Mbak ”, katanya.
Berbagai sumber informasi telah mereka temui tetapi informasi dari mereka belum mampu memecahkan masalah. Berikut pernyataan informan tentang hal ini saat peneliti menanyakan aktivitas pencarian informasi hama patek pada buah cabai, “Saya sudah tanya ke penyuluh dan toko obat Mbak untuk mencari cara mengatasinya tapi tidak berhasil ”, kata Mr, dan ditambah dengan kebingungan informan lain (Id) dengan pernyataan “Kadang saya bingung harus bertanya ke siapa, Mbak ”. Pemanfaatan informasi berarti juga pemenuhan kebutuhan informasi. Jika kebutuhan informasi terpenuhi maka akan ada kepuasan
dalam
diri
petani
gurem,
berkurangnya
ketidakpastian/kegundahan/rasa penasaran, atau bertambahnya pengetahuan.
Sebagian
petani
gurem
PRT
menyelesaikan
kegiatan pencarian informasi dengan memanfaatkan informasi yang telah ditemukan. Namun ada sebagian yang lain yang masih terus mencari informasi dan belum mengakhiri usahanya karena informasi yang diperoleh dari berbagai sumber belum dapat menyelesaikan masalahnya. Hampir semua petani yang berusahatani cabai masih dihinggapi rasa penasaran tentang cara mengatasi hama tanaman cabai terutama patek (busuk basah). Hal yang menyebabkan hal tersebut selengkapnya akan diuraikan pada Bab Kendala Dalam Pencarian Informasi. Sama halnya dengan yang dialami oleh informan (A) menyatakan, ”Sampai sekarang saya belum dapat Mbak informasi tentang tenaga pemadaran camilan yang saya buat.” 5.3.2
Perilaku Pencarian Informasi Oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) Petani gurem PRR tidak melakukan banyak tahap/kegiatan
pencarian informasi seperti yang dilakukan PRT. Sebagian besar informan memulai
informasi
dan
langsung
dilanjutkan
dengan
mengakhiri
penelusuran. Sebagian yang lain melakukan dua atau tiga tahap pencarian
127
informasi
yang
diawali
dengan
merangkaikan/menelusur/mengawasi
dan
memulai langsung
kemudian menyelesaikan
pencarian. Bahkan ada sebagian dari petani gurem PRR tidak melakukan pencarian informasi terhadap salah satu informasi yang dibutuhkan. Mereka membiarkan permasalahan yang ada pada usahatani mereka dan tidak berusaha menyelesaikan secara tuntas. Ada dua hal yang membuat mereka melakukan hal tersebut. Pertama, tidak ada keinginan besar untuk menyelesaikan masalah karena menurut mereka masalah tersebut pasti muncul dan mereka belum dapat menuntaskannya. Kedua, keterbatasan ekonomi untuk penggunaan informasi. Tentang kedua hal tersebut akan diulas pada Bab Kendala Dalam Pencarian Informasi. 5.3.2.1 Memulai (starting) Tahap memulai pencarian informasi dilakukan oleh semua petani gurem PRR guna memenuhi kebutuhan informasi berkaitan dengan usahatani/pekerjaan lain di luar usahatani. Sebagian informan memulai usaha pencarian informasi berkaitan dengan usahatani yang ditekuni dengan mendatangi petani yang dianggap lebih ahli/telah berhasil meski sumber informasi tersebut terletak di luar desa, seperti yang dialami oleh salah satu informan. Sy (42 tahun) merasa paling mantap untuk mencari informasi ke pemilik lahan/petani yang ia jumpai di tempat ia bekerja. Ia bekerja sebagai buruh mencangkul di Desa Danurejo Kecamatan Kedu yang terletak tujuh kilometer jika ditarik garis lurus dari Desa Rowo. Ia mengaku akan menggunakan informasi yang diperoleh dari sumber informasi yang ia jumpai di lokasi tersebut. Informan merasa menemukan informasi lebih lengkap di Desa Danurejo karena menurutnya petani di desa tersebut lebih ahli dalam hal menanam cabai. Sawah di Desa Danurejo merupakan sawah beririgasi baik sehingga petani di sana bebas berekspresi dalam berusahatani sehingga dipandang banyak menerapkan teknologi baru yang dapat dijadikan rujukan.
Sebagian informan yang lain memulai mencari informasi berkaitan dengan usahatani (jagung, kacang panjang, caisim) dengan bertanya kepada tetangga mereka yang juga sesama petani. Mereka tidak mencari ke sumber informasi yang berasal dari luar desa, lembaga, atau media cetak/audio seperti yang dilakukan petani gurem PRT. Menurut mereka lokasi yang dekat akan mempermudah
usaha
pencarian
informasi
karena
tidak
128
membutuhkan transportasi yang berarti mengeluarkan uang. Seperti yang dikemukakan informan (Rd) berikut “Saya senang informasi yang tidak pakai biaya….saya senang meski tidak langsung saya gunakan.” Selain itu, menurut mereka dengan bertanya ke tetangga dekat atau sesama petani yang mereka temui di sawah tidak memakan banyak waktu dan tenaga. Berkaitan dengan pekerjaan lain di luar usahatani (tukang rongsok), informan (Sp) menjadikan teman seprofesi sebagai sumber informasi awal. Ia mencari informasi tentang harga terbaru dari barang rongsok pada tukang rongsok yang bekerja pada juragan lain. Informasi tersebut sebagai bahan pembanding sehingga barang rongsok yang dimiliki dapat dibeli oleh juragan mereka dengan harga terbaru. Demikian juga informan yang berprofesi sebagai guru TK (Ev), mula-mula ia juga akan bertanya pada teman seprofesi untuk menjawab pertanyaan di benaknya tentang teknik mengajar, koleksi lagu dan permainan anak. Saudara atau keluarga juga menjadi sumber informasi awal yang didatangi informan guna menemukan informasi. Informan menyatakan akan bertanya pada bapaknya tentang depo kayu yang kira-kira memiliki stok kayu yang dibutuhkan untuk membakar batu bata. Beberapa informan memulai mencari informasi kepada orang yang ahli di bidangya. Informan (Mj) yang seorang sopir langsung mendatangi bengkel untuk menemukan informasi tentang penyebab kerusakan mobilnya, demikian juga Ih yang seorang tukang ojek. Berikut pernyataan salah satu informan : ”Ya...kalau rusaknya parah.....langsung saya bawa ke bengkel, Mbak...di sana pasti tahu penyebab dan cara mengatasinya...kan memang mereka ahlinya.”, kata Mj.
Jika kebutuhan informasi sudah terpenuhi hanya dengan kegiatan memulai, maka petani gurem akan menghentikan kegiatan pencarian informasi dan selanjutnya memanfaatkan informasi tersebut. Seperti yang dilakukan Informan (Mj) yang memulai pencarian dengan mendatangi bengkel dan langsung mengakhiri pencarian karena kebutuhan informasi telah terpenuhi selanjutnya memanfaatkan informasi tersebut.
129
Sebagian besar informan langsung mengakhiri penelusuran begitu kegiatan memulai selesai dilakukan seperti yang dilakukan Mj di
atas.
Mereka
menyelesaikan
penelusuran
karena
telah
menemukan informasi kemudian memanfaatkannya dan masalah yang mereka hadapi selesai. Informan tersebut berprofesi sebagai sopir, tukang ojek, tukang rongsok, pengrajin keranjang sayur/buah, buruh tani, pedagang bibit, TKW. Karena kendala personal yang dialami informan (Ev) yang seorang guru TK tidak melanjutkan kegiatan memulai dengan kegiatan apa pun dan langsung menghentikan penelusuran. Kegiatan menghentikan penelusuran bukan karena kebutuhan informasi sudah terpenuhi tetapi karena kendala personal yang dia alami. 5.3.2.2 Merangkaikan (chaining) Sebagian besar petani PRR tidak melakukan kegiatan merangkaikan. Sebagian besar dari mereka langsung melanjutkan kegiatan memulai dengan mengakhiri pencarian informasi. Salah satu petani gurem
PRR
yang
melakukan
kegiatan
merangkaikan adalah mereka yang berprofesi pengrajin batu bata. Informan (Ppt) memilih bapak (Sb) sebagai sumber informasi awal dalam mencari informasi tentang ketersediaan kayu bakar. Ia bertanya tentang dimana informan dapat membeli kayu untuk membakar batu bata yang ia buat. Dari sumber informasi awal, ia mendapatkan petunjuk baru yaitu dua lokasi yaitu depo di Kecamatan Candiroto dan pedagang kayu keliling. Kemudian informan meneruskan mencari informasi tentang ketersediaan kayu bakar yang ia butuhkan ke depo atau pedagang kayu keliling yang dimaksud bapaknya. Jika informasi yang ia dapat belum lengkap, maka ia akan mencari sumber informasi lain.
5.3.2.3 Menelusur (browsing) Demikian juga kegiatan menelusur, kegiatan ini juga dilakukan oleh sebagian kecil petani gurem PRR seperti salah satunya yaitu informan yang berprofesi pengrajin batu bata. Untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana membuat batu bata agar tidak mudah pecah, pertama informan (Ppt) bertanya ke bapaknya (Sb) dan belum terjawab. Kemudian ia menelusur informasi tersebut dengan menemui saudara Di Desa nguwet Kecamatan Pringsurat untuk mendengar cerita kesuksesan saudaranya tersebut dalam usaha batu bata. Dari
130
kisah sukses yang Ppt dapat dari saudara tersebut maka ia mendapatkan informasi tentang penambahan serbuk kayu (grajen) pada campuran bahan (tanah dan air) dan semua bahan diaduk dengan rata dengan pacul atau ’molen’. Ia juga mendapatkan informasi tentang dimana dapat memperoleh grajen. Informasi penting lain yang ia dapat adalah bahwa dengan ’molen’ hasil batu bata akan lebih baik (tidak mudah pecah).
5.3.2.4 Mengawasi (monitoring) Kegiatan mengawasi dilakukan oleh sebagian kecil petani gurem PRR seperti petani jagung manis, pengrajin batu bata, buruh tani, pedagang bibit, dan pengrajin keranjang sayur/buah. Kegiatan memantau perkembangan harga oleh Ppt, seorang pengrajin batu bata, ia selalu memantau perkembangan harga batu bata dengan bertanya kepada teman-teman sesama profesi guna menambah pengetahuannya sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan pasar. Ppt mengatakan berikut ini : ” Harga batu bata naik turun, Mbak...untuk itu saya terus memantau perkembangan harga....saya tanya sana sini...La kalau tidak....saya bisa ketinggalan atau bahkan rugi kalau ternyata harganya naik.”
Untuk memperoleh jawaban pertanyaan tentang siapa yang akan memakai tenaganya untuk mencangkul, informan (Sy) selalu bertanya ke sesama petani yang ia temui di lokasi tempat ia bekerja sebagai buruh macul di Desa Danurejo Kecamatan Kedu untuk memantau perkembangan informasi yang ia butuhkan. Informan yang bekerja sebagai pedagang bibit (NR dan Ym) melakukan kegiatan mengawasi informasi harga bibit dengan bertanya teman seprofesi yang ada di Desa Rowo dan tempat kulakan di Kebumen. Ia melakukan kegiatan ini hanya pada musim dagang bibit. Informan (St) yang menekuni membuat keranjang sayur selalu melakukan
pemantauan
harga
keranjang
sayur/buah
setiap
minggunga. Selain itu ia juga memantau jenis keranjang yang dipesan oleh pembeli apakah keranjang sayur, buah, bunga, atau kue bolu. Kegiatan mengawasi tersebut ia lakukan dengan bertanya kepada teman seprofesi atau mengikuti pertemuan (rempon) mingguan yang dilakukan ketika pembeli datang ke Desa Rowo.
131
Gambar 32 Petani Gurem Memantau Perkembangan Harga Keranjang Sayur/Buah Melalui Teman Seprofesi
5.3.2.5 Menyelesaikan (ending) Sebagian besar petani gurem PRR mengakhiri pencarian informasi setelah mereka memulai mencarinya. Sebagian dari mereka menyatakan kebutuhan informasi mereka terpenuhi dengan bertanya ke sumber informasi awal yang mereka pilih. ”Biasanya pertanyaan saya tentang jagung terjawab, Mbak...dengan bertanya pada petani-petani di Danurejo”, kata Sy. Sebagian
informan
menyatakan
telah
memanfaatkan
informasi obat pembasmi hama pada jagung yang ia peroleh dari sumber informasi awal yang ia temui. Namun tanaman jagung miliknya tetap terserang hama bule dan ulat batang. Sebagian dari mereka mengaku mengehntikan pencarian karena tidak tahu meski bertanya kemana tentang hama penyakit pada jagung manis. Seperti yang dinyatakan informan berikut : ”La sebenernya kapan to Mbak hama ulat pada jagung itu mucul?......tahu-tahu batangnya sudah rusak..........selama ini bingung mau tanya kemana.......La teman-teman petani tidak pada ngerti....”, kata Sb
132
Sedangkan sebagian yang lain menghentikan pencarian dan membiarkan tanaman jagung miliknya terserang hama. ” Saya sudah coba pakai obat pembasmi hama....tapi kok ulat batangnya tetep ada ya Mbak....Ya udah akhirnya saya biarkan saja”, kata Sd.
5.4 Kendala Dalam Pencarian Informasi Dalam usaha mencari informasi yang dibutuhkan, petani gurem di Desa Rowo menemui kendala. Kendala tersebut meliputi kendala dari dalam individu (diri sendiri/personal), hubungan interpersonal (antara individu), dan lingkungan. Dari data penelitian, peneliti menduga bahwa kendala dalam pencarian informasi yang ditemui petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) berbeda dengan Pengambil Resiko Rendah (PRR). Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi yang dilakukan masing-masing golongan petani gurem di Desa Rowo. 5.4.1 Kendala yang Ditemui Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) Dalam Pencarian Informasi Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, petani gurem PRT membutuhkan informasi yang lebih bersifat fluktuatif, akurat, perlu pemenuhan segera (berkaitan dengan waktu), berkaitan dengan untung/rugi secara ekonomis maupun non ekonomis, perlu pemantauan terus menerus. Usaha mereka mencari informasi meliputi banyak tahap/kegiatan. Meskipun telah melakukan banyak kegiatan termasuk menyelesaikan penelusuran/pencarian informasi, sebagian kebutuhan informasi mereka belum terpenuhi. Sehingga permasalahan usahatani /pekerjaan lain yang mereka tekuni belum terselesaikan secara tuntas. Hal ini disebabkan karena banyak kendala yang ditemui. Kendala yang mereka jumpai berasal dari luar diri (ekstern) yaitu meliputi kendala interpersonal (ketidakpercayaan,
ketidakterbukaan,
ketidakakraban)
dan
kendala
lingkungan (keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian, alur dan waktu pencarian yang panjang, keterbatasan petani terhadap akses media audio dan cetak, jarak sumber informasi).
133
5.4.1.1 Ketidakpercayaan Tidak adanya kepercayaan kepada sumber informasi menjadi kendala informan dalam menemukan informasi. Karena tidak percaya bahwa pertanyaan informan akan terjawab oleh sumber informasi tertentu, maka mereka ragu untuk mencari informasi meskipun sebenarnya sumber informasi yang dimaksud adalah orang yang ahli di bidang pertanian. Informan mengaku enggan untuk mencari informasi ke penyuluhan pertanian karena pernah tidak puas dengan jawaban yang diberikan. Berikut pernyataan informan : “Saya pernah Mbak sengaja datang ke BPP, tapi saya tidak puas karena penyuluh tidak menjawab tuntas pertanyaan saya.....setelah itu saya nggak datang lagi ke sana”, kata Id.
Ketidakpercayaan juga dirasakan salah satu informan yang menjalankan bisnis keranjang tembakau berikut : Informan yang menekuni bisnis keranjang tembakau (Ih) memiliki keinginan melibatkan pengrajin keranjang tembakau di Desa Rowo sebagai mitra bisnisnya. Ia selalu membutuhkan informasi tentang ketersediaan stok keranjang tembakau yanga da di tangan pengrajin. Namun rasa ketidakpercayaan informan dengan pengrajin di Desa Rowo membuatnya mengurungkan niat usaha pencarian. Rasa ketidakpercayaannya terhadap sumber informasi (pengrajin keranjang tembakau di Desa Rowo) disebabkan oleh pengalaman informan yang pernah kecewa karena produk keranjang tembakau yang ia pesan tidak sesuai dengan kualitas yang diinginkan.
5.4.12 Ketidakterbukaan Tidak adanya keterbukaan sumber informasi juga menjadi kendala bagi petani gurem PRT dalam mencari informasi. Informan menyatakan bahwa kadang teman sesama petani yang lebih berhasil menutup-nutupi informasi cara mengatasi hama penyakit. Hal ini pernah dialami oleh salah satu informan (Id), ia mengatakan “Kadang informasinya ditutupi….takut kesaingan mungkin...”. Salah satu informan yang seorang pengrajin tembakau (Ih) mengalami kesulitan dalam hal modal usaha. Untuk itu, informasi pinjaman modal sangat ia butuhkan. Pada bab sebelumnya telah diuraikan bahwa salah satu sumber informasi yang ia mendatagi
134
adalah pengurus dana PNPM Mandiri/PPK. Ia mengaku mengalami kendala dalam pencarian informasi pada sumber informasi tersebut yaitu ketidakterbukaan sumber informasi. Ia mengatakan dengan kecewa, ” Bu X (pengurus dana PNPM Mandiri/PPK) itu nggak terbuka kok Mbak.........seperti ada yang ditutup-tutupi.........yang dapat pinjaman ya orang yang dekat dengannya saja.” 5.4.1.3 Ketidakakraban Informan (R) merasa segan untuk mencari informasi pinjaman modal untuk usaha warung ke sumber informasi yang belum dikenal akrab. Ia mengurungkan mencari informasi pinjaman modal ke pengurus dana PNPM Mandiri karena merasa kurang akrab dan malu. Ia hanya mendengar dari tetangga bahwa pengurus dana PNPM Mandiri meminjamkan modal untuk petani dan usaha perempuan. 5.4.1.4 Keterbatasan Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian Telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa salah satu sumber informasi petani gurem PRT yang didatangi pada saat mencari/menemukan informasi yaitu penyuluh pertanian dan BPP Kandangan. Dinas pertanian Kabupaten Temanggung dalam hal ini lembaga penyuluhan pertanian (BIPP Temanggung dan BPP Kandangan) merupakan satu-satunya lembaga resmi informasi pertanian di Kabupaten Temanggung. Seorang penyuluh pertanian yang ditemui di kantornya membenarkan hal itu, ia mengatakan “Ya…bener Mbak……Dinas pertanian adalah satu-satunya lembaga informasi pertanian di Temanggung.” Namun menurut informan (petani) bahwa lembaga tersebut belum
menjalankan fungsinya dengan baik.
BPP Kecamatan
Kandangan dan penyuluh pertanian merupakan lembaga informasi yang paling dekat jarak fisiknya dengan petani di Desa Rowo. Namun menurut informan bahwa mereka belum dapat mengakses informasi dari lembaga tersebut. Beberapa hal telah ditemui dan dialami informan. Sebagian besar informan mengaku tidak pernah bertemu dengan penyuluh atau petugas pengamat hama yang menurut
135
keterangan yang mereka dapat seharusnya mudah ditemui. Informan menyatakan ingin bertanya banyak tentang pertanian kepada penyuluh
pertanian.
Seperti
pernyataan
informan
(Id)
yang
menyatakan “Saya tidak pernah menjumpai penyuluh atau pengamat hama di desa atau di sawah..Padahal
banyak yang ingin saya
tanyakan.” dan informan lain (Sd) menyatakan hal serupa “Jika ada penyuluhan, saya pengen sekali bertanya banyak, Mbak.” Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan informan diketahui bahwa petani di Desa Rowo susah mengakses petugas pengamat
hama.
Informan
(Mj)
mengatakan
“Nggak
pernah,
Mbak….saya ndak pernah ketemu petugas hama itu…”. Pernyataanpernyataan serupa juga sempat terlontar dari beberapa informan lain dan pernyataan tersebut dikuatkan oleh pernyataan penyuluh pertanian yang sekantor dengan petugas pengamat hama tersebut. “Tiap hari petugas pengamat hama......kunjungan ke sawah, Mbak ”, kata penyuluh pertanian. Selain petugas pengamat hama, petani di Desa Rowo juga susah mengakses penyuluh pertanian. Sebagian besar petani di Desa Rowo tidak pernah bertemu mereka baik di forum-forum penyuluhan maupun kunjungan mereka ke sawah milik petani. Menurut informan juga bahwa mereka ingin menemukan informasi yang mereka butuhkan melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Seperti yang disampaikan beberapa informan kepada penulis, mereka (Id, Mj, Kh,Sy, Sd) mengatakan “Jika ada penyuluhan yang membahas masalah-masalah petani...saya senang sekali dan pasti ikut ”. Namun mereka mengaku tidak pernah ada kegiatan penyuluhan pertanian tentang masalah petani seperti cara mengatasi hama. Menurut pengakuan informan bahwa penyuluhan pertanian hanya berkisar masalah pupuk dan benih. Padahal mereka memiliki keinginan yang besar untuk mengikuti kegiatan penyuluhan pertanian. Berikut pengakuan informan : “Sebenarnya kalau ada penyuluhan tentang cara mengatasi hama penyakit tanaman….saya pengen ikut, Mbak.....Penyuluhan di kelompok tani hanya masalah mbagimbagi pupuk dan benih ”, kata Kh.
136
Pernyataan serupa juga diucapkan informan lain yang juga seorang sekretaris salah satu kelompok tani di Desa Rowo berikut ini : “Jika penyuluh ke desa...hanya datang di pertemuan kelompok Mbak....paling hanya nyampaikan program pemerintah...seperti pembagian pupuk dan benih. Jadi kita tidak bisa nanya-nanya tentang pertanian.”
Informan yang menanam hortikultura, mereka ingin mencari informasi ke forum penyuluhan pertanian. Namun ia tidak dapat mengakses forum tersebut karena penyuluhan pertanian yang pernah ia ikuti hanya tentang padi dan jagung. Seperti pernyataan informan ini : “ Kalau ada penyuluhan….seringnya masalah padi dan jagung, Mbak…..untuk hortikultura tidak pernah….Padahal menurut saya sangat perlu”, kata Id dengan penyesalan.
Kelompok tani dan GAPOKTAN yang diharapkan petani sebagai media informasi pertanian ternyata tidak dapat memenuhi harapan petani gurem. GAPOKTAN dan terutamanya kelompok tani belum mampu memberikan forum khusus untuk membicarakan masalah petani dan pertanian. Tentang hal ini ketua GAPOKTAN yang sempat kami temui di rumahnnya membenarkan hal tersebut dengan ulasan berikut : “Pertemuan GAPOKTAN atau kelompok tani belum bisa secara khusus membicarakan petani, Mbak…..jika ada masalah pertanian seperti pengadaan pupuk…disampaikan lewat yasinan, rempon-rempon, atau ngendong bayi ”, curhat S.
Ia juga menambahkan dengan mengatakan “PPL belum sampai ke petani, tetapi hanya pengurus dan ketua kelompok, Mbak.” Hal ini berarti penyuluh pertanian belum menyentuh individu petani, tetapi hanya pengurus kelompok tani. Tidak semua petani gurem di Desa Rowo dapat mengakses penyuluh dan forum penyuluhan pertanian. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh kinerja penyuluh pertanian dan kredibilitas pribadi penyuluh pendamping Desa Rowo.
Salah satu informan kunci
menyatakan bahwa penyuluh pertanian pendamping Desa Rowo datang ke kantor desa sebulan sekali. Di sisi lain, penyuluh pertanian yang bersangkutan menyatakan bahwa ia mengalami kendala dan
137
ketentuan tugas sendiri untuk mendampingi petani di Desa Rowo. Berikut pengakuannya tentang hal ini : “Kalau siang….petani bekerja, Mbak….padahal kunjungan yang bisa saya datangi ya siang”.
Selanjutnya penyuluh pertanian pendamping Desa Rowo menambahkan
pembelaan
dengan
menyatakan
bahwa
tugas
penyuluh pertanian adalah membina kelompok tani dan bukan individu petani. Selain itu, menurutnya programa penyuluhan tidak dapat disusun dari petani. Berikut pernyataannya tentang hal ini : “Programa tidak dapat disusun dari bawah atau petani, mbak. Tugas penyuluh hanya sampai ke kelompok tani, tidak sampai ke petani. Kita penyuluh tidak punya tanggungjawab yang bukan kelompok tani, Mbak….maksudnya….. tugas penyuluh tidak ke individu petani. Gini-gini….tugas penyuluh bukan pembinaan petani……. tetapi kelompok tani.”
5.4.1.5 Alur dan Waktu Pencarian yang Panjang Kendala lain yang ditemui petani gurem saat mencari informasi yaitu alur pencarian informasi yang panjang. Petani gurem di Desa Rowo tidak segera menemukan jawaban atas pertanyaanpertanyaan
dalam
benaknya
secara
lengkap
sehingga
ketidakpastian/kegundahan yang mereka rasakan tidak segera hilang. Kebutuhan informasi pertanian petani gurem di Desa Rowo tidak segera terpenuhi. Hal ini berarti permasalahan usahatani atau luar usahatani yang dihadapi tidak segera tuntas. Konsekuensi dari alur yang panjang adalah waktu ang lama bagi petani gurem untuk menemukan informasi. Telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu contoh kebutuhan informasi pertanian petani gurem di Desa Rowo yang masih belum terpenuhi yaitu informasi tentang cara mencegah dan mengatasi patek (busuk basah) pada buah cabai. Berbagai sumber informasi telah mereka datangi untuk menemukan informasi tersebut. Namun mereka belum menemukan informasi yang benar-benar akurat sehingga masalah patek pada cabai belum selesai secara tuntas. Dengan nada putus asa seorang informan (Id) memberi pernyataan berikut :
138
“Paling jawaban mereka hanya....’memang ga ada obat yang efektif kok Mas’. Toko pertanian tidak menjawab lengkap....trus harus kemana coba Mbak...Karena saya pikir di toko obat akan lengkap.”
Akhirnya dengan gemas ia mengatakan “ Sampai saat ini belum ada Mbak sumber informasi tentang cara menangani patek yang memuaskan saya.” 5.4.1.6 Keterbatasan Akses Petani terhadap Media Audio dan Cetak Salah satu informan (Id) melakukan kegiatan pengawasan (monitoring) terhadap informasi hama penyakit tanaman cabai. Untuk itu, ia selalu mendengarkan radio. Namun informasi yang ia butuhkan tidak ia jumpai di radio tersebut. Berikut pernyataan informan kepada penulis : “Saya sengaja mendengarkan radio untuk mendapatkan info. Biasanya malam minggu untuk info pertanian, meski pertanyaan saya tentang penyakit patek belum terjawab” (Id)
Petani gurem PRT di Desa Rowo tidak menemukan media cetak yang berisi informasi yang mereka butuhkan seperti informasi tentang cara mengatasi hama busuk buah/patek tanaman cabai. Mereka berpendapat bahwa adanya brosur-brosur akan menambah pengetahuan. “Belum ada brosur atau buku-buku, Mbak....Jika ada brosur, bisa buat tambah-tambah pengetahuan.”, kata Mj. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh informan lain (Rd) berikut ini: “Selama ini di Rowo belum ada Mbak brosur-brosur atau bukubuku tentang cara nandur-nandur yang sampai ke petani. Jika ada saya akan ambil yang sesuai kebutuhan.”
5.4.1.7 Jarak Sumber Informasi Salah satu informan yang menjalankan bisnis
keranjang
tembakau mengalami kendala jarak sumber informasi yang jauh. Berikut cerita tentangya: Ih seorang yang selain menggarap sawah, ia menjalankan bisnis keranjang tembakau. Salah satu kebutuhan informasinya yaitu informasi harga bahan baku debog (pelepah pisang yang sudah dikeringkan) untuk melengkapi keranjang tembakau sehingga menjadi sebuah keranjang lengkap dan siap pakai. Untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut, ia sengaja mendatangi sumber informasi yang terletak jauh dari Desa Rowo yaitu di Ambarawa, Banyubiru, Salatiga, Boyolali, bahkan hingga Magetan Jawa Timur.
139
Komunikasi awal yang ia jalankan dengan sumber informasi menggunakan telepon genggam (HP) tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan informasi debog tersebut. Ia harus datang langsung ke lokasi untuk memastikan apakah debog yang ada pada sumber informasi sesuai dengan kualitas dan harga yang ia inginkan. Menurut Ih, jarak yang jauh ini berkaitan dengan besarnya biaya transportasi pencarian informasi. Sehingga menurutnya kadang jarak yang jauh tersebut membuat ia malas untuk menuntaskan usaha pencarian informasi dan memilih sumber informasi terdekat.
5.4.2 Kendala yang Ditemui Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) Dalam Pencarian Informasi Kendala yang ditemui petani gurem PRR cenderung berasal dari dalam
diri
(intern)
antara
lain
keterbatasan
ekonomi
dalam
pencarian/penggunaan informasi, karakter/sifat ”tidak memaksakan diri”, rasa sungkan atau pekewuh, dan usia. 5.4.2.1
Keterbatasan Informasi
Ekonomi
Dalam
Pencarian/Penggunaan
Sebagian petani gurem PRR mengaku ragu untuk mencari informasi jika sekiranya informasi tersebut nantinya tidak dapat mereka manfaatkan. Hal yang menjadi sebab mereka tidak dapat memanfaatkan informasi di antaranya yaitu keterbatasan ekonomi. Misalnya, setelah menemukan informasi tentang obat pembasmi hama tertentu mereka memperkirakan tidak dapat langsung membeli dan menggunakan obat tersebut karena tidak memiliki uang. “Ya nggak nyari informasi kemana-mana, Mbak….La gimana…. untuk beli obatnya nggak ada duit.”, kata SM yang seorang petani jagung. Dari wawancara diketahui bahwa salah satu informan (Ev) mengaku bahwa ia ingin mencari informasi tentang teknik mengajar anak TK dan mengatasi anak didik yang bermasalah dengan membaca buku. Namun karena kendala ekonomi informan tidak dapat membeli buku sehingga informasi yang ia butuhkan belum terpenuhi. ”Kata teman saya ada bukunya Mbak....tentang perkembangan anak.....tapi gimana ya....harganya mahal bagi saya....terus uang dari mana Mbak?”, curhat Ev. Setelah menemukan informasi tentang stok kayu di depo, informan (Ppt) tidak langsung memanfaatkan informasi (membeli
140
kayu) karena belum memiliki uang. “Jika ada stok kayu tapi duitnya gak ada, maka saya nunggu sebentar, Mbak.”, kata Ppt. Karena hal itu proses pencarian informasi selanjutnya untuk sementara terhenti. 5.4.2.3 Karakter/sifat Karakter/sifat
petani
gurem
mempengaruhi
bagaimana
semangat mereka dalam mencari informasi. Ih adalah seorang petani gurem yang mengusahakan padi dan jagung pada lahan sawah yang dikelola. Ia tidak menanam tanaman lain selain kedua komoditi tersebut. Ia berusahatani untuk mendapatkan tambahan pendapatan rumahtangga. Namun pendapatan dari pertanian tidak menduduki rangking satu dalam sumbangannya terhadap pendapatan rumahtangga. Sumber pendapatan terbesar bagi rumahtangga Ih adalah hasil dari bisnis keranjang tembakau. Ia mengaku sangat senang berbisnis keranjang tembakau. Ia mengerjakan sawah sesuai kemampuan dan waktu yang dimiliki. Ia mengaku ingin mengetahui cara mengatasi hama bule pada jagung. Namun ia tidak melakukan usaha pencarian karena menurutnya tidak menjadi masalah jika pertanyaan dalam benaknya tentang jagung tidak terjawab.Informan (Ih) mengatakan, ”Saya nggak cari informasi kemana-mana, Mbak.........keingintahuan saya tidak terjawab juga tidak apaapa. Saya orangnya nyantai Mbak.....nggak ngoyo....Tapi kalau masalah keranjang tembakau....saya serius Mbak.”
Berhubungan dengan karakter sebagian petani gurem PRR, ketua GAPOKTAN Desa Rowo memberikan pernyataan tentang belum ada sikap proaktif dari petani pada pertemuan kelompok tani yang diadakan pada kegiatan yasinan atau hanya sekedar remponrempon
untuk
menanyakan
perihal
pertanian.
Mereka
hanya
mendengarkan tanpa diketahui memahami pesan yang disampaikan atau tidak. Jarang dari mereka yang mengungkapkan permasalahan pertanian yang sedang dihadapi untuk dipecahkan bersama. Ketua GAPOKTAN juga menambahkan pendapatnya dengan pernyataan berikut: “ Kebanyakan petani hanya mendengarkan…bahkan diajari malah mbantah. Namun ada juga yang ingin tahu dan langsung tanya ke forum.”
5.4.2.4 Rasa Sungkan atau “Pekewuh” Sifat sering sungkan (pekewuh) informan juga menjadi kendala dalam pencarian informasi tentang keprofesian guru TK. Ia merasa tidak enak hati (pekewuh) untuk menanyakan alasan honor
141
mengajar tidak dibayarkan rutin setiap bulan dan honor yang masih sedikit. Ketidakakraban pimpinan dengan bawahan (para guru) juga mendukung sikap informan yang pekewuh kepada sumber informasi utama. 5.4.2.5 Ketidakterbukaan Alasan kepentingan pribadi membuat sumber informasi menutup informasi seperti yang dialami salah satu informan. Karena alasan pribadi, sumber informasi yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang alternatif warung yang dapat menjadi tempat pemasaran roti menutup informasi tersebut. Menurutnya mereka melakukannya karena takut memiliki banyak pesaing dalam menjual roti milik informan. Namun ada sedikit yang mau berbagi informasi. Berikut pernyataan dari informan : “Wah pada gak mau memberi informasi, Mbak….katanya mereka takut kesaing..Tetapi ada juga Mbak yang terbuka memberi info tentang warung lain ”, kata N
5.4.2.6 Usia Usia tua menurunkan semangat sebagian petani gurem Di Desa Rowo dalam usaha mencoba hal-hal baru. Mereka merasa sudah tidak kuat (Jawa : Rosa) lagi dalam berusahatani termasuk dalam usaha mencari informasi yang mereka butuhkan kecuali ada pihak lain yang memberikan info padanya. Meskipun sebenarnya mereka masih menyukai informasi dan pengetahuan baru. Seperti pernyataan informan berikut ini : “Wah, ya sekarang sudah tidak rosa Mbak…..Kalau dulu pas muda saya masih semangat mau coba ini itu…..sekarang sudah berkurang. Tapi kalau ada yang ngasih info atau ilmu baru saya senang saja ”, jelas Rd.
5.5
Ikhtisar Jumlah rumahtangga di Desa Rowo adalah 597 keluarga, 400 kepala
keluarga berprofesi sebagai petani. Dari 400 rumahtangga petani (RTP) yang memiliki lahan, ada 370 rumahtangga petani (RTP) dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar. Selain memiliki lahan sempit, mereka juga dihadapkan pada keterbatasan alam yaitu lahan sawah yang mereka garap sangat tergantung dari ada tidaknya air hujan (sawah tadah ujan).
142
Menurut Scott (1981) petani gurem adalah golongan orang-orang pasif. Petani paling khawatir terhadap perubahan. Dunia yang diangankan oleh petani adalah kestabilan. Namun data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa petani gurem di Desa Rowo bukan orang yang pasif. Untuk bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan, mereka yang notabene orang Jawa tidak pasrah atau ”nrimo” pada keadaan. Mereka aktif dan bersungguh-sungguh dalam bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain di luar usahatani. Usahatani lahan sawah yang ditekuni petani gurem di Desa Rowo antara lain usahatani padi, jagung, hortikultura (cabai, tomat, kembang kol, caisim, kacang panjang), tembakau, singkong, ketela rambat, dan kacang tanah. Pendapatan dari pertanian tidak cukup memenuhi kebutuhan dasar petani gurem di Desa Rowo. Untuk menambah pendapatan rumahtangga dan bertahan hidup, selain bertani di sawah (usahatani) petani gurem di Desa Rowo melakukan berbagai pekerjaan lain di luar usahatani. Pekerjaan sampingan yang ditekuni petani gurem di Desa Rowo antara lain : pengrajin keranjang sayur/buah, pengrajin/pebisnis keranjang tembakau, pengrajin batu bata, usaha warung, pedagang bibit, pedagang roti keliling, usaha camilan/makanan ringan, guru honorer, buruh tani, ojek, sopir, tukang rongsok, tukang kayu, TKW, dan serabutan. Tidak hanya kepala keluarga/suami yang terlibat dalam mencari pendapatan keluarga (bekerja), tetapi juga istri dan anak-anak mereka yang telah dewasa. Scott (1981) juga memberikan deskripsi bahwa petani tidak akan mengambil tindakan yang berbahaya, beresiko tinggi dan mengancam tingkat subsistensi mereka.
Menurutnya mereka ini adalah masyarakat yang
”mendahulukan selamat” dan lebih memusatkan diri pada usaha menghindarkan jatuhnya
produksi,
bukan kepada
usaha
memaksimumkan
keuntungan-
keuntungan harapan. Data dalam penelitian ini menggambarkan sebaliknya. Sebagian petani gurem di Desa Rowo berani mengambil resiko. Perilaku berani mengambil resiko dicirikan salah satunya dari jenis komoditi yang diusahakan dan pekerjaan di luar usahatani yang ditekuni. Mereka tidak hanya bertanam padi dan jagung untuk memenuhi kebutuhan subsistensi, tetapi berani menanam komoditi-komoditi komersial dan beresiko tinggi seperti : cabai, tomat, kembang kol, dan tembakau. Menurut pengakuan mereka, keberanian mereka mengambil resiko tersebut terlebih lagi di lahan sawah tadah hujan didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Mereka ingin meningkatkan
143
pendapatan rumahtangga yang tidak cukup hanya dengan bertanam jagung, caisim, kacang panjang, atau komoditi lain yang kurang komersial. Demikian juga dengan pekerjaan di luar usahatani yang ditekuni. Mereka berani menekuni pekerjaan yang beresiko seperti : pengrajin/pebisnis keranjang tembakau, usaha warung, usaha camilan/makanan ringan. Dalam pandangan ekonomi moral para petani itu anti pasar dan tidak menyukai pembelian dan penjualan. Perilaku petani gurem di Desa Rowo menunjukkan tidak anti pasar dan terlibat aktif dalam pembelian dan penjualan. Mereka aktif dalam usaha bisnis baik usahatani maupun pekerjaan lain. Pemantauan perkembangan harga, varietas yang laku di pasar, teknologi pemberantasan hama penyakit, harga bahan baku, perkembangan pasar merupakan beberapa contoh kegiatan yang mereka lakukan. Mereka melakukan penjualan dan pembelian komoditi/barang produksi/barang dagangan guna keberlanjutan usahatani/pekerjaan lain. Pertimbangan untung rugi menjadi hal yang diperhitungkan dalam setiap langkahnya. Berdasar data penelitian diketahui bahwa petani bukan masyarakat yang homogen dan melulu bekerja di pertanian. Untuk itu, peneliti menduga ada dua golongan petani gurem di Desa Rowo yaitu petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan Pengambil Resiko Rendah (PRR). Masing-masing golongan memiliki ciri khas dan sifat/karakter yang berbeda. Petani gurem PRT di antaranya cenderung memiliki sifat/karakter berani mengambil resiko, berpikir lebih komersial, berani keluar dari zona aman, dan gigih dalam menyelesaikan masalah. Petani gurem PRT menekuni usahatani atau pekerjaan lain yang cenderung lebih komersial; beresiko tinggi; membutuhkan modal besar; garapan/pekerjaan rumit; membutuhkan curahan pikiran, konsentrasi, dan tenaga yang lebih besar. Usahatani /pekerjaan lain yang memiliki ciri-ciri tersebut antara lain usahatani cabai, usahatani tembakau, usahatani kembang kol, usahatani tomat, pengrajin/pebisnis keranjang tembakau, usaha camilan, usaha warung. Petani gurem PRR memiliki ciri antara lain lebih berpikir subsisten, tidak berani keluar dari ”zona aman”, tidak berani mengambil banyak resiko. Petani gurem Pengambil Resiko Rendah menjalankan usahatani /pekerjaan lain yang cenderung
lebih
rendah
resiko,
tidak
membutuhkan
modal
besar,
garapan/pekerjaan relatif mudah, tidak membutuhkan banyak curahan pikiran dan konsentrasi. Usahatani /pekerjaan lain yang memiliki ciri-ciri tersebut antara lain usahatani jagung, usahatani caisim, usahatani kacang panjang, usahatani
144
ketela pohon, usahatani kacang tanah, usahatani ketela rambat, usahatani singkong, pengrajin keranjang sayur/buah, sopir, ojek, tukang rongsok, tukang kayu, pengrajin batu bata, buruh tani, pedagang bibit, pedagang roti keliling (sales roti), guru honorer, TKI/TKW, serabutan. Petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan Pengambil Resiko Rendah (PRR) juga berbeda dalam kebutuhan informasi, perilaku pencarian informasi, dan kendala yang ditemui saat berusaha mencari informasi tersebut. Kebutuhan informasi petani gurem di Desa Rowo melekat pada masalah yang sedang dirasakan mereka pada saat bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain di luar usahatani. Kebutuhan informasi dirasakan petani gurem di Desa Rowo sebagai suatu kondisi dimana pengetahuan mereka tidak cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak/pikiran mereka saat mereka ingin menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan di benak mereka tersebut membuat mereka ingin mengetahui, penasaran, gundah/gelisah, dan tidak ada kepastian. Dari data penelitian, peneliti menduga kebutuhan informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Namun, berkaitan dengan permasalahan umum petani di Desa Rowo baik petani gurem PRT maupun PRR memiliki kebutuhan informasi yang sama. Kebutuhan informasi petani gurem di Desa Rowo secara umum antara lain cara membuat pupuk organik, tanaman yang cocok untuk lahan di Desa Rowo, dan pekerjaan /usaha lain yang lebih menguntungkan. Kedua golongan petani gurem baik petani gurem PRT dan PRR sama-sama memiliki kebutuhan informasi berkaitan dengan komoditi padi. Usahatani/pekerjaan lain di luar usahatani yang ditekuni petani gurem PRT lebih beresiko tinggi. Dalam menjalankan berbagai pekerjaan tersebut petani gurem PRT memiliki semangat tinggi terlebih-lebih dalam menyelesaikan masalah yang ada pada pekerjaan mereka. Menurut pengamatan peneliti, petani gurem PRT lebih bersemangat dalam menyelesaikan masalah. Mereka bertekad menyelesaikan masalah dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik. Mereka tidak puas hanya dengan usahatani subsisten atau pekerjaan di luar usahatani yang kurang menantang. Petani gurem PRT memiliki harapan mengembangkan usahatani/pekerjaan lain di luar usahatani meskipun dalam skala
bisnis
yang
kecil.
Keinginan
lebih
menambah
pendapatan
dan
kesejahteraan keluarga tampak dari gigihnya upaya mereka menyelesaikan
145
masalah. Berbagai cara mereka jalani guna menyelesaikan masalah. Namun pada kondisi tertentu pengetahuan mereka tidak cukup untuk menjawab pertanyaan yang muncul di saat mereka ingin menyelesaikan masalah. Kebutuhan informasi mulai mereka sadari dalam kondisi seperti tersebut di atas. Kebutuhan informasi petani gurem PRT meliputi informasi yang lebih bersifat fluktuatif, akurat, perlu pemenuhan segera (berkaitan dengan waktu), berkaitan dengan untung/rugi secara ekonomis maupun non ekonomis, perlu pemantauan terus menerus. Informasi yang dibutuhkan petani gurem PRT antara lain informasi pinjaman modal (cabai, tembakau, keranjang tembakau, usaha camilan, usaha warung), hama penyakit tanaman (cabai, kembang kol, tomat, tembakau), perkembangan harga (cabai, kembang kol, tomat, tembakau, bahan baku camilan, barang dagangan, debog, keranjang tembakau), budidaya komoditi/varietas pertanian yang sedang laku di pasaran, pembeli hasil panen, pemasaran (tenaga pemasaran camilan, perluasan pasar camilan dan roti). Berbeda dengan petani gurem PRT, petani gurem PRR tampak lebih subsisten dan menjalani pekerjaan di luar usahatani yang lebih rendah resiko. Pekerjaan-pekerjaan baik usahatani maupun di luar usahatani mereka jalani dengan santai. Alasan garapan mudah dan kepastian hasil/harga menjadi faktor pendorong bagi mereka mengelola usahatani subsisten. Kebutuhan informasi petani gurem PRR meliputi informasi yang
lebih
stabil, rutin dan biasa, relatif rendah resiko, dan bagi petani gurem relatif tidak mendesak. Informasi yang dibutuhkan petani gurem golongan ini antara lain berkaitan dengan penunjang pekerjaan/profesi sehari-hari (kendaraan yang rusak, teknik mengajar, kendaraan sewa, tempat kulakan, jenis keranjang sayur yang dipesan pembeli, upah/honor terutang, premanisme penumpang ojek, keberadaan barang rongsok di rumahtangga, ketersediaan kayu bakar untuk batu bata, tumpangan transportasi), alternatif tempat bekerja sebagai buruh tani yang lebih dekat, hama penyakit tanaman jagung, teknologi (pemasaran sayuran yang lebih baik, peningkatan kualitas batu bata, pembakaran batu bata), perkembangan harga rutin (barang rongsok, keranjang sayur), pengguna jasa (tukang kayu, buruh tani). Informasi yang disajikan lembaga informasi (penyedia dan penyalur) yang ada di Kabupaten Temanggung harus berangkat dari kebutuhan informasi yang benar-benar dirasakan petani termasuk petani gurem yang jumlahnya mayoritas. Petani gurem di Desa Rowo tidak bersifat homogen. Mereka beraneka ragam
146
dalam hal karakter/sifat dan juga kebutuhan informasinya. Lembaga informasi (Dinas Pertanian, BPP Kandangan, lembaga keuangan/kredit yang menyajikan informasi pinjaman modal) perlu mengacu pada perbedaan kebutuhan informasi di antara petani gurem. Kebijakan informasi dan komunikasi akan berjalan efektif jika berorientasi pada kebutuhan informasi riil petani gurem di Desa Rowo. Kebutuhan informasi petani gurem PRT berbeda dengan PRR. Jika informasi yang disajikan pada masing-masing mereka tidak tepat, maka kebijakan komunikasi menjadi kurang efektif dan efisien. Petani gurem PRT membutuhkan pemenuhan informasi segera karena berkaitan dengan untung rugi secara ekonomis dan non ekonomis (ketenangan hati), maka kebijakan informasi untuk mereka perlu memperhatikan unsur waktu tersebut. Sebagai contoh informasi penanganan hama penyakit tanaman hortikultura yang sampai saat ini meresahkan petani gurem, yang jika tidak segera dipenuhi, maka kesejahteraan petani terancam. Meskipun kebutuhan informasi petani gurem PRR cenderung meliputi informasi yang stabil, tetapi mereka tetap membutuhkan informasi tertentu. Kebijakan komunikasi yang diterapkan lembaga informasi perlu tetap memperhatikan kebutuhan informasi petani gurem PRR. Petani gurem di Desa Rowo menganggap informasi sebagai sesuatu yang sangat penting. Untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka melakukan upaya pencarian/penemuan informasi. Usaha pencarian informasi mereka lakukan untuk
mengobati
rasa
penasaran,
mengurangi
kegundahan/kegelisahan,
mengurangi ketidakpastian, atau sekedar menambah pengetahuan. Perilaku pencarian informasi petani gurem tidak homogen. Penelitianpenelitian tentang perilaku komunikasi petani yang sebelumnya, menunjukkan petani homogen dalam perilaku komunikasinya, seperti penelitian Iskandar (1999), Yusmasari (2003). Iskandar (1999) menunjukkan sumber informasi yang paling banyak digunakan petani adalah teman, sesama petani, tengkulak, petani maju, toko saprodi, penyuluh pertanian, pengurus koperasi. Ia tidak menyebutkan ada perilaku yang berbeda diantara petani dalam penggunaan sumber informasi. Berbeda dengan penelitian Iskandar (1999), penelitian ini telah berhasil menunjukkan perbedaan penggunaan sumber informasi diantara petani gurem. Yusmasari (2003) menunjukkan ada tiga kelompok petani, yaitu petani golongan yang mencari dan menerima informasi (disebut keterdedahan tinggi), yang hanya menerima info (disebut keterdedahan sedang), yang tidak keduanya ( disebut keterdedahan rendah). Namun ia tidak menjelaskan bagaimana perilaku
147
petani mencari dan menerima informasi. Penelitian perilaku pencarian informasi petani gurem dengan mengacu pada Model Pencarian Informasi yang dikembangkan oleh Ellis, Cox, dan Hall (1993) belum dilakukan. Untuk itu, penelitian ini telah berhasil mengungkapkan perilaku pencarian informasi petani gurem dan menunjukkan adanya perbedaan perilaku pencarian informasi di antara petani gurem. Berdasar data penelitian ini, peneliti menduga perilaku pencarian informasi petani gurem tidak homogen. Perilaku pencarian informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Semangat petani gurem PRT untuk menyelesaikan masalah dalam usahatani atau pekerjaan lain di luar usahatani tinggi. Jika masalah yang mereka tidak segera terselesaikan maka kerugian secara ekonomis akan dialami. Masalahmasalah mereka tersebut antara lain serangan hama penyakit tanaman, kekurangan modal usaha (keranjang tembakau, warung, usaha camilan), ketidaktahuan perkembangan harga (keranjang tembaka, bahan baku, barang dagangan). Informasi-informasi yang mereka butuhkan berkenaan dengan perkembangan teknologi yang bergerak cepat (obat pembasmi hama, produksi camilan,
pengemasan
produk),
lebih
bersifat
fluktuatif
(harga
cabai/tomat/kembang kol, harga bahan baku keranjang tembakau dan camilan, barang dagangan untuk warung), akurat, perlu pemenuhan segera (berkaitan dengan waktu), berkaitan dengan untung/rugi secara ekonomis maupun non ekonomis, perlu pemantauan terus menerus. Sehingga petani gurem PRT aktif melakukan usaha pencarian informasi-informasi yang mengandung resiko tersebut. Selain aktif mencari informasi, petani gurem PRT berhati-hati dan selektif dalam melakukan kegiatan pencarian informasi. Informasi yang mereka butuhkan mengandung resiko antara lain informasi pinjaman modal, cara mengatasi hama penyakit tertentu (patek pada cabai/tomat, rengit, daun menguning dan menggulung pada tembakau), perkembangan harga (keranjang tembakau, debog keranjang tembakau, barang dagangan, bahan baku camilan). Berkaitan dengan aktif dan sikap hati-hati petani gurem PRT, petani gurem PRT melakukan banyak tahap pencarian informasi seperti : memulai (starting), merangkaikan (merangkaikan), menelusur (browsing), mengawasi (monitoring), membeda-bedakan (differentiating), menyarikan (extracting), memverifikasi (verifying), dan menyelesaikan (ending). Tahap kegiatan pencarian informasi
148
yang dilakukan petani gurem PRT meliputi lima hingga delapan kegiatan pencarian informasi. Petani cabai melakukan delapan kegiatan pencarian informasi, petani tomat lima kegiatan, petani kembang kol dan tembakau tujuh kegiatan, pengrajin/pebisnis keranjang tembakau delapan kegiatan, pemilik usaha warung dan pengusaha camilan tujuh kegiatan. Rincian kegiatan pencarian informasi masing-masing petani gurem PRT disajikan dalam bentuk matrik pada Lampiran 4. Perilaku
pencarian
informasi
petani
gurem
PRT
bersifat
siklis
(melingkar/berputar-putar). Setelah mengakhiri penelusuran mereka dapat memulai dari awal lagi, demikian seterusnya hingga kebutuhan informasi terpenuhi. Hal tersebut mereka lakukan karena kebutuhan informasi belum terpenuhi atau masalah yang mereka alami belum terselesaikan dengan tuntas karena informasi yang didapatkan belum lengkap. Misalnya informasi cara mengatasi hama penyebab patek pada cabai dan tomat. Setelah melakukan kegiatan memulai kemudian dilanjutkan merangkaikan/menelusur/mengawasi, petani gurem langsung mengakhiri pencarian informasi dengan menggunakan informasi yang didapat pada kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Namun setelah memanfaatkan informasi yang ditemukan, permasalahan patek pada cabai dan tomat belum terselesaikan, maka petani gurem memulai lagi mencari informasi untuk melengkapi informasi yang telah didapat. Demikian seterusnya hingga diperoleh informasi yang lebih lengkap sehingga permasalahan pada usahatani/pekerjaan lain yang ditekuni dapat terselesaikan. Hingga kini permasalahan patek pada cabai dan tomat menjadi salah satu permasalaha petani gurem di Desa Rowo yang belum terselesaikan hingga kini. Informasi yang ditemui petani gurem tersebut belum lengkap untuk menyelesaikan permasalahan. Hal tersebut dikarenakan beberapa kendala dalam pencarian informasi. Sumber informasi yang digunakan/didatangi petani gurem beragam antara lain pengamatan dan pengalaman sendiri, keluarga, saudara, tetangga, teman sesama petani, petani berhasil/berpengalaman, toko pertanian, radio, penyuluh pertanian, pertemuan yasinan/rempon/ngendong bayi, tengkulak, pengurus dana untuk desa (PPK/PNPM Mandiri, PUAP), lembaga keuangan dan kredit (BMT AL Aziz, BRI Unit Kandangan). Semakin banyak kegiatan pencarian informasi terlihat semakin banyak sumber informasi yang didatangi/digunakan. Dalam mencari informasi yang dibutuhkan petani cabai, petani tembakau, petani tomat,
149
pengrajin/pebisnis keranjnag tembakau, pemilik warung, pengusaha camilan melakukan delapan kegiatan dan bersifat siklis (tidak linier). Seiring dengan itu mereka mendatangi/menggunakan banyak dan beragam sumber informasi. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh petani kembang kol. Petani kembang kol hanya mendatangi/ menggunakan empat sumber informasi yaitu : saudara, sesama petani, toko pertanian, dan warung / pedagang sayuran. Berbeda dengan petani gurem PRT lainnya, untuk memperoleh informasi pinjaman modal, petani kembang kol tidak mendatangi lembaga keuangan / kredit, seperti BMT, BRI, pengurus dana PUAP, pengurus dana PNPM Mandiri/PPK. Rincian sumber informasi yang didatangi/digunakan petani gurem PRT dapat dilihat di lampiran 4. Berbeda dengan petani gurem PRT, petani gurem PRR cenderung tidak aktif melakukan kegiatan pencarian informasi atau hanya melakukan sedikit tahap/kegiatan pencarian. Hal ini berkenaan dengan sifat informasi yang mereka butuhkan. Kebutuhan informasi mereka meliputi informasi yang lebih stabil, rutin dan biasa, relatif rendah resiko, dan bagi petani gurem relatif tidak mendesak. Contoh informasi yang stabil antara lain teknologi pemberantasan hama tikus pada padi, teknologi pembuatan batu bata, teknik mengajar bagi guru TK, penanganan kendaraan rusak, cara membuat keranjang sayur/buah. Informasi yang bersifat dan biasa seperti : upah ojek terutang, kendaraan dan sopir yang dapat disewa untuk berdagang bibit, tenaga kerja untuk panen/tanam/menyiangi, harga mingguan keranjang sayur/buah, pemakai tenaga kerja serabutan. Informasi yang relatif rendah resiko antara lain harga terbaru barang rongsok, pekerjaan lain yang lebih menguntungkan, tempat membeli Alat Permainan edukatif (APE) bagi guru TK. Contoh informasi yang relatif tidak mendesak bagi petani gurem PRR yaitu alternatif tempat kulakan bibit, cara pemasaran caisim dan kacang panjang yang lebih baik, cara membuat pupuk organik. Berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan, petani gurem PRR tidak melakukan banyak tahap/kegiatan pencarian informasi seperti apa yang dilakukan oleh petani gurem PRR. Petani gurem PRR melakukan dua hingga empat kegiatan pencarian informasi. Sebagian besar dari mereka memulai informasi dan langsung mengakhiri pencarian, seperti yang dilakukan oleh petani padi, singkong, ketela rambat, kacang tanah, tukang ojek, serabutan, sopir, TKW, dan tukang rongsok. Sebagian yang lain memulai pencarian dan langsung dilanjutkan
dengan
merangkaikan/menelusur/mengawasi
dan
langsung
mengakhiri pencarian. Petani gurem PRR yang melakukan kegiatan pencarian
150
informasi lebih dari dua kegiatan tetapi tidak lebih dari empat kegiatan, seperti yang dilakukan oleh petani jagung, caisim, kacang panjang, pengrajin keranjang sayur/buah, guru honorer, buruh tani, pedagang bibit, pedagang roti keliling. Hal berbeda ditunjukkan oleh pengrajin batu bata. Salah satu informan melakukan lima kegiatan termasuk kegiatan memverifikasi data karena berhubungan dengan persetujuan orang tua untuk meminjam modal usaha. Rincian kegiatan pencarian informasi petani gurem PRR dapat dilihat di Lampiran 4. Selain meliputi sedikit kegiatan, perilaku pencarian informasi petani gurem PRR bersifat linier. Kegiatan memulai mencari informasi langsung dilanjutkan dengan kegiatan mengakhiri atau sebelumnya mereka melakukan
kegiatan
merangkaikan/menelusur/mengawasi, dan tidak kembali ke tahap sbelumnya. Sebagian besar kebutuhan informasi petani gurem PRR dapat terpenuhi secara lengkap untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sumber informasi yang didatangi/digunakan petani gurem PRR relatif tunggal yaitu teman sesama petani/seprofesi, toko pertanian, orang yang ahli dalam
bidangnya
(bengkel),
atau
mitra
kerja.
Petani
gurem
PRR
mendatangi/menggunakan satu hingga empat sumber informasi. Tentang sumber informasi yang didatangi/digunakan petani gurem PRR dapat dilihat di Lampiran 4. Perbedaan
perilaku
pencarian
informasi
di
antara
petani
gurem
menunjukkan perbedaan mereka dalam memaknai sebuah informasi. Semakin penting manfaat informasi tertentu bagi petani gurem, maka semakin sungguhsungguh usaha mereka mencari informasi. Petani gurem PRT mendatangi beragam dan banyak sumber informasi, sedangkan petani gurem PRR tidak demikian. Hendaknya lembaga informasi mengacu pada perbedaan perilaku pencarian informasi petani gurem dalam menentukan kebijakan komunikasi. Kedua golongan informasi menjadi perhatian lembaga informasi seperti Dinas Pertanian dalam hal ini BPP Kandangan. Dalam usaha pencarian informasi, petani gurem di Desa Rowo menemui berbagai kendala.
Kendala-kendala tersebut membuat kebutuhan informasi
mereka tidak terpenuhi secara lengkap. Dengan demikian masalah yang mereka hadapi pada saat bekerja baik menjalankan usahatani maupun pekerjaan lain tidak
terselesaikan
secara
tuntas.
Ketidakpastian,
rasa
penasaran,
kegundahan/kegelisahan masih ada dalam diri petani gurem.
151
Berdasar data penelitian, peneliti menduga petani gurem di Desa Rowo tidak homogen dalam kendala pencarian informasi yang ditemui. Kendalakendala dalam pencarian informasi yang ditemui oleh petani gurem PRT berbeda dengan PRR. Petani gurem PRT banyak menghadapi kendala terutama kendala ekstern (interpersonal dan lingkungan). Kendala interpersonal yang ditemui mereka
antara
lain
ketidakpercayaan,
ketidakterbukaan,
ketidakakraban.
Sedangkan kendala lingkungan meliputi keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian, alur dan waktu pencarian yang panjang, keterbatasan akses petani terhadap media audio dan cetak, jarak dengan sumber informasi. Untuk mengatasi kendala yang dialami petani gurem PRT yang berupa ketidakterbukaan salah satu sumber informasi yaitu pengurus dana PNPM Mandiri/PPK. Pengurus dana PNPM Mandiri/PPK perlu lebih membuka akses warga Desa Rowo termasuk petani terhadap informasi pinjaman modal. Salah satu kendala yang ditemui petani gurem PRT yaitu keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian. Berkaitan dengan hal ini, penyuluh pertanian perlu meningkatkan kredibilitas, lebih dekat dengan petani dengan datang pada pertemuan kelompok tani/GAPOKTAN yang membahas masalah pertanian dan petani, mendatangi dan mengadakan forum penyuluhan non formal (ngobrol) di sawah dimana petani bekerja. Menurut peneliti untuk mengatasi keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian, penyuluh pertanian dan petugas pengamat hama perlu mendekatkan diri pada individu petani di wilayah binaannya. Secara operasional, penyuluh pertanian dapat mendatangi forum-forum pertemuan yang ada yang membahas masalah petani dan pertanian, misalnya pada pertemuan yasinan atau pertemuan selapanan GAPOKTAN seperti yang telah direncanakan pengurus GAPOKTAN. Jika pertemuan GAPOKTAN tersebut belum aktif, maka penyuluh pertanian sebaiknya terus mendampingi. Namun jika penyuluh pertanian pendamping Desa Rowo tidak dapat hadir pada pertemuan di malam hari seperti pernyataannya, maka penyuluh pertanian dapat mendatangi petani di sawah. Penyuluh pertanian, petugas pengamat hama, dan petani dapat secara bersama-sama berbincang-bincang mengenai masalah pertanian di sawah. Pertemuan tersebut dapat dirancang dengan forum yang lebih santai tetapi memiliki bobot. Pertemuan tersebut terbuka dan bersifat sukarela bagi semua petani yang berada di sawah. Di sisi lain, pengurus kelompok tani/GAPOKTAN perlu menggiatkan kembali forum-forum pertemuan selapanan (35 hari) yang akan
152
mewadahi aspirasi petani atau mengambil langkah strategis yaitu memanfaatkan forum yang sudah ada seperti yasinan. Pada forum tersebut pengurus kelompok tani dapat membuka forum untuk petani dan masalah pertanian. Karena selama ini pengurus kelompok belum serius mewadahi masalah pertanian dalam forumforum pertemuan yang sudah ada seperti yasinan, rempon, ngendong bayi. Kendala alur dan waktu penemuan informasi yang panjang dapat diperkecil dengan upaya mempermudah akses petani terhadap inovasi-inovasi baru yang berhubungan dengan informasi yang petani gurem butuhkan. Penyuluh pertanian dapat berperan sebagai jembatan antara petani dengan peneliti. Kendala yang ditemui petani gurem PRR cenderung berasal dari dalam diri mereka (personal/intern). Kendala yang mereka temui antara lain keterbatasan ekonomi dalam pencarian dan penggunaan informasi, karakter/sifat (”tidak memaksakan diri”), rasa sungkan/pekewuh, usia, ketidakterbukaan sumber informasi. Bahkan sebagian dari petani gurem PRR cenderung tidak menemui kendala yang berarti dalam usaha pencarian/penemuan informasi, seperti yang dialami petani gurem yang juga berprofesi sebagai sopir, pengrajin keranjang sayur/buah, tukang ojek. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam usaha pencarian informasi karena mereka mengetahui harus kemana mencari informasi tersebut. Selain itu, sebagian informasi yang mereka butuhkan selalu didapatkan lengkap. Misalnya informasi harga mingguan keranjang sayur/buah yang dapat dicari pada teman seprofesi/pembeli/juragan dan hasil temuan informasinya lengkap sehingga segera dapat digunakan. Petani gurem yang juga bekerja sebagai sopir tidak menemui kendala dalam pencarian informasi penanganan kendaraan yang rusak . Untuk mengatasi kendala yang ditemui petani gurem PRR yang lebih bersifat intern (dalam diri petani), maka petani gurem PRR di Desa Rowo agar lebih proaktif dan aktif dalam pertemuan-pertemuan yang difasilitasi kelompok tani/GAPOKTAN untuk membahas masalah petani dan pertanian. Kendala-kendala tersebut akan menghambat bahkan menghentikan usaha petani gurem di Desa Rowo dalam mencari/menemukan informasi. Jika petani tidak menemukan dan memanfaatkan informasi yang dibutuhkan, maka permasalahan yang dihadapi tidak akan terselesaikan. Artinya mereka akan terus berada dalam masalah dan tidak dapat berkembang dengan baik. Usahatani dan usaha lain di luar usahatani akan berjalan statis bahkan mengalami kemunduran. Pendapatan mereka tidak akan meningkat. Belum lagi rasa penasaran,
153
kegundahan/kegelisahan, dan ketidakpastian akan terus tertanam dalam diri mereka. Lambat laun hal itu akan mematahkan semangat mereka.
Dengan
demikian dapat penulis sampaikan bahwa keterbatasan akses petani gurem akan informasi berkaitan dengan kemiskinan yang mereka alami. Untuk itu, kemiskinan mereka dapat ditangani salah satunya dengan mengurangi kendala yang dapat membatasi/menghambat mereka dalam mengakses informasi. Demikian sebaliknya, dengan meningkatkan kesejahteraan mereka berarti juga meningkatkan daya akses mereka terhadap informasi. Menjadi tugas banyak pihak termasuk petani gurem di Desa Rowo sendiri dalam mengurangi kendalakendala tersebut.
154
6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan 1. Petani gurem di Desa Rowo tidak homogen, peneliti menduga ada dua golongan petani gurem yaitu petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR). Untuk bertahan hidup, selain menjalankan usahatani petani gurem di Desa Rowo juga menekuni pekerjaan lain di luar usahatani. Usahatani /pekerjaan lain yang ditekuni petani gurem PRT cenderung lebih komersial,
beresiko
tinggi,
membutuhkan
modal
besar,
garapan/pekerjaan rumit, membutuhkan curahan pikiran/konsentrasi dan tenaga yang lebih besar. Usahatani/pekerjaan lain yang ditekuni petani gurem PRR cenderung lebih rendah resiko, tidak membutuhkan modal besar, garapan/pekerjaan relatif mudah, tidak membutuhkan banyak curahan pikiran dan konsentrasi yang lebih besar. Dalam menjalankan usahatani/pekerjaan lain, petani gurem baik PRT maupun PRR sangat membutuhkan informasi. Kebutuhan informasi mereka penuhi dengan melakukan usaha pencarian/penemuan informasi. Namun dalam proses pencarian informasi yang dibutuhkan, mereka menghadapi kendala. 2. Kebutuhan informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Petani gurem PRT membutuhkan informasi yang lebih bersifat fluktuatif, akurat, perlu pemenuhan segera (berkaitan dengan waktu), berkaitan dengan untung/rugi secara ekonomis maupun non ekonomis, perlu pemantauan terus menerus. Petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) membutuhkan membutuhkan informasi yang cenderung lebih stabil, rutin dan biasa, relatif rendah resiko, dan bagi petani gurem relatif tidak mendesak. 3. Perilaku pencarian informasi petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Perilaku pencarian informasi petani gurem PRT lebih kompleks, meliputi banyak tahap/kegiatan pencarian informasi, lebih aktif, lebih berhati-hati,
155
dan bersifat siklis (melingkar/berputar). Perilaku pencarian informasi petani gurem PRR lebih sederhana, linier, tidak melakukan banyak tahap/kegiatan pencarian informasi. Semakin banyak dan kompleks kegiatan pencarian informasi yang dilakukan petani gurem, maka semakin
beragam
dan
banyak
sumber
informasi
yang
didatangi/digunakan. 4. Kendala dalam pencarian informasi yang ditemui petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan petani gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) berbeda. Kendala yang ditemui petani gurem PRT lebih bersifat ekstern (interpersonal dan lingkungan). Kendala interpersonal yang ditemui mereka antara lain ketidakpercayaan, ketidakterbukaan, ketidakakraban. Kendala lingkungan meliputi keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian, alur dan waktu pencarian yang panjang, keterbatasan akses petani terhadap media audio dan cetak, jarak dengan sumber informasi. Kendala yang ditemui petani gurem PRR lebih cenderung bersifat intern (personal) seperti keterbatasan ekonomi dalam pencarian dan penggunaan informasi, karakter/sifat (”tidak memaksakan diri”), rasa sungkan/pekewuh, usia. Ada satu kendala interpersonal yang ditemui petani gurem PRR yaitu ketidakterbukaan sumber informasi. 6.2
Saran 1. Bagi petani gurem di Desa Rowo agar tetap mempertahankan semangat dalam bekerja, memenuhi kebutuhan informasi, dan mengatasi kendala dalam pencarian informasi. Petani gurem PRT perlu tetap bersemangat dan tidak putus asa dalam usaha mencari informasi meskipun berhadapan dengan banyak kendala. Petani gurem PRR perlu lebih aktif dan proaktif dalam menyelesaikan masalah, mencari informasi yang dibutukan , dan menangani kendala pencrian informasi dalam diri. 2. Bagi lembaga informasi (Dinas Pertanian Temanggung/BPP Kandangan) dan lembaga keuangan/kredit (BRI Unit Kandangan, pengurus PNPM Mandiri/PPK, BMT Al Aziz, pengelola dana PUAP, dan bank/lembaga keuangan lain) perlu memperhatikan perbedaan kebutuhan informasi
156
petani gurem sebagai acuan dalam menentukan kebijakan informasi. Kebijakan komunikasi yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan informasi masing-masing golongan petani gurem. 3. Bagi lembaga informasi (Dinas Pertanian Temanggung/BPP Kandangan) dan lembaga keuangan/kredit (BRI Unit Kandangan, pengurus PNPM Mandiri/PPK, BMT Al Aziz, pengelola dana PUAP, dan bank/lembaga keuangan lain) perlu memperhatikan perbedaan perilaku pencarian informasi petani gurem dan kendala yang menyertai sebagai acuan dalam menentukan kebijakan informasi. Kebijakan komunikasi yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan perilaku pencarian informasi masing-masing golongan petani gurem. 4. Berkaitan dengan kendala yang ditemui petani gurem dalam usaha pencarian informasi, maka perlu campurtangan banyak pihak untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Berikut beberapa saran : a. Pengurus kelompok tani/GAPOKTAN agar menggiatkan kembali forum-forum pertemuan selapanan (35 hari) atau memanfaatkan forum yang sudah ada seperti yasinan. b. Pengurus dana PNPM Mandiri/PPK perlu membuka akses informasi pinjaman modal seluas-luasnya pada petani. c. Penyuluh pertanian perlu meningkatkan kredibilitas, lebih dekat dengan
petani
dengan
datang
pada
pertemuan
kelompok
tani/GAPOKTAN yang membahas masalah pertanian dan petani, mendatangi dan mengadakan forum penyuluhan (ngobrol) di sawah dimana petani bekerja, dan menjadi jembatan antara peneliti dengan petani berkaitan dengan upaya memperluas akses petani terhadap informasi inovasi.
157
Tabel 2. Pedoman Wawancara No 1
Topik Struktur demografi
Sub Topik a. Bagaimana jumlah penduduk dan tingkat kepadatan b. Bagaimana komposisi penduduk menurut umur, mata pencaharian, dan pendidikan c. Bagaimana jumlah rumah tangga petani d. Bagaimana tipologi rumah tangga
Sumber Data • Nara sumber • Data sekunder • Observasi
2
Fisik
• Nara sumber • Data sekunder • Observasi
3
Sistem Pertanian
4
Aktivitas Pertanian
a. Bagimana kondisi infrastruktur. Mengapa ? b. Bagaimana sistem transportasi dan komunikasi. Mengapa ? c. Bagaimana akses pasar. Mengapa ? d. Bagaimana sistem irigasi. Mengapa ? e. Bagaimana jarak dari pusat ibukota Kabupaten f. Bagaimana gedung sekolah g. Bagaimana fasilitas jalan. Mengapa ? h. Bagaimana fasilitas jembatan a. Bagaimana kondisi Ekologi b. Bagaimana kondisi Cuaca dan iklim c. Bagaimana luas lahan di lokasi penelitian? d. Bagaimana topografi dan tipe tanah? e. Bagaimana kegiatan penyuluhan pertanian. Mengapa ? a. Bagaimana luas lahan pertanian b. Bagaimana penggunaan lahan. Mengapa ? c. Bagaimana pola tanam d. Bagaimana aplikasi teknologi. Mengapa ? e. Bagaimana jenis dan varietas tanaman. Mengapa ? f. Bagaimana pendapatan yang diperoleh.Mengapa
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
• Nara sumber • Data sekunder • Observasi
165
Pedoman Wawancara …
• Nara sumber
166
Lanjutan Tabel 2……
6
7
8
Topik Aktivitas bekerja non pertanian
Sub Topik a. Apa pekerjaan di sektor non pertanian yang diambil. Mengapa ? b. Bagaimana mendapatkan pekerjaan di non pertanian? c. Bagaimana aktivitas bekerja di sektor non pertanian dilakukan? d. Bagaimana pendapatan yang diperoleh. Mengapa ?
a. Bagaimana makna hidup.Mengapa ? b. Bagaimana makna bertani. Mengapa ? c. Bagaimana makna bekerja di sektor non pertanian.Mengapa ? d. Bagaimana makna berusahatani holtikultura. Mengapa ? e. Bagaimana makna kecukupan ekonomi.Mengapa ? f. Bagaimana makna ekonomi profit.Mengapa ? g. Bagaimana makna informasi.Mengapa ? h. Bagaimana makna pemenuhan kebutuhan informasi.Mengapa ? i. Bagaimana makna bekerjasama dalam usaha ekonomi dan sosial.Mengapa ? Situasi problematik a. Bagaimana langkah-langkah/tahap dalam aktivitas pertanian (on farm) b. Bagaimana langkah-langkah/tahap dalam aktivitas bekerja non pertanian pada : c. Bagaimana permasalahan pada tiap langkah/tahap dalam aktivitas pertanian (on farm) d. Bagaimana permasalahan pada tiap langkah/tahap dalam aktivitas bekerja non pertanian Kebutuhan informasi a. Apa pertanyaan-pertanyaan yang muncul di pikiran petani (kebutuhan informasi) saat berada dalam situasi problematik (bermasalah) ketika bekerja di sektor pertanian (on farm) b. Apa pertanyaan-pertanyaan yang muncul di pikiran petani (kebutuhan informasi) saat berada dalam situasi problematik (bermasalah) ketika bekerja di luar sektor pertanian (non farm)
Pandangan hidup
Sumber Data • Nara sumber
Lampiran 1
No 5
• Nara sumber • Observasi
• Nara sumber • Observasi • Nara sumber • Observasi • Diskusi kelompok tineliti Pedoman Wawancara …
Lanjutan Tabel 2……
10
Kendala-kendala yang ditemui petani dalam pencarian/penemuan informasi
Sub Topik a. Memulai (starting) • Bagaimana aktivitas memulai (starting) • Bagaimana pemilihan sumber informasi.Mengapa ? • Bagaimana penentuan/pemilihan lokasi/tempat informasi yang dituju. Mengapa ? • Berapa waktu yang dibutuhkan dalam aktivitas memulai. Mengapa ? • Bagaimana kelengkapan informasi pada tahap memulai. Mengapa ? b. Merangkaikan (chaining) • Bagaimana aktivitas merangkai (chaining) ? c. Menelusur (browsing) • Bagaimana aktivitas menelusur (browsing) ? d. Membeda-bedakan (differentiating) • Bagaimana aktivitas membeda-bedakan (differentiating) ? • Apa dan bagaimana sumber informasi berperan dalam proses membeda-bedakan ? e. Mengawasi (monitoring) • Bagaimana aktivitas mengawasi (monitoring) ? f. Menyarikan (extracting) • Bagaimana aktivitas menyarikan (extracting) • Apa dan bagaimana sumber informasi-sumber informasi yang relevan ? g. Memverifikasi (verifying) • Bagaimana aktivitas memverifikasi (verifying) • Apa, bagaimana sumber informasi yang terpilih ? Mengapa ? h. Menyelesaikan (ending) • Bagaimana aktivitas menyelesaikan (ending) ? • Bagaimana kelengkapan informasi yang diperoleh ? Mengapa ? • Bagaimana manfaat informasi yang ditemukan ?
a. Bagaimana kendala personal (keterbatasan ekonomi, karakter/sifat, usia) yang ada. Mengapa ? b. Bagaimana kendala interpersonal (keakraban, keterbukaan, kepercayaan/trust, ketidakakraban) yang ada. Mengapa ? c. Bagaimana kendala lingkungan (kegiatan penyuluhan pertanian, alur pencarian informasi yang rumit, waktu yang lama dalam mengakses informasi, akses petani terhadap media audio dan cetak, jarak dengan sumber informasi) yang ada. Mengapa ?
Sumber Data Nara sumber
Nara sumber
167
Pedoman Wawancara …
Topik Perilaku pencarian/penemuan informasi
Lampiran 1
No 9
Lampiran 2
Foto-foto Penelitian…
Gambar 33 Aktivitas Wawancara Peneliti dengan Informan
169
Lampiran 2
Foto-foto Penelitian…
Gambar 34 Aktivitas Petani Gurem saat Menjadi Pengrajin Keranjang Tembakau di Musim Tembakau
170
Lampiran 3
Rangkuman Kebutuhan Informasi…
KEBUTUHAN INFORMASI PETANI GUREM DI DESA ROWO KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG Tabel 3 Kebutuhan Informasi Petani Gurem di Desa Rowo Secara Umum
No 1 2 3 4
Kebutuhan Informasi Informasi tentang tanaman yang cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan atau diusahakan di tanah sawah tadah hujan di Desa Rowo. Informasi tentang pekerjaan atau usaha lain yang lebih menjanjikan daripada pekerjaan sebagai petani. Informasi tentang cara membuat pupuk organik yang mudah dan murah. Informasi tentang cara pencegahan dan penanggulangan hama tikus, sundep, dan wereng pada tanaman padi.
Tabel 4 Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) di Desa Rowo
Profesi
Petani Cabai
Petani Tomat
Petani Kembang kol
Tembakau
Pengrajin/pebisnis keranjang tembakau
Kebutuhan Informasi 1. Informasi tentang pinjaman modal yang rendah suku bunga, tanpa agunan, dan mudah dalam perolehannya. 2. Informasi tentang pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit busuk basah (patek), layu bakteri (layu), bule, dan daun keriting pada tanaman cabai. 3. Informasi tentang seseorang / tempat yang bersedia membeli cabai petani dengan harga yang cocok. 4. Informasi tentang harga terbaru cabai. 5. Informasi tentang pembibitan cabai dengan air panas. 6. Informasi tentang budidaya cabai rawit (gajah) putih. Informasi tentang pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit busuk basah (patek) dan keriting pada tanaman tomat. 1. Informasi tentang pencegahan dan penanggulangan hama ulat pada tanaman kembang kol. 2. Informasi tentang budidaya kembang kol dengan dan atau tanpa mulsa plastik. 1. Informasi tentang pinjaman modal yang rendah suku bunga, tanpa agunan, dan mudah dalam perolehannya. 2. Informasi tentang cara pencegahan dan penanggulangan hama penyakit rengit, lugut, luwuk, dan daun menggulung pada tanaman tembakau. 3. Informasi harga pasaran tembakau 1. Informasi tentang pinjaman modal dengan suku bunga rendah dan mudah persyaratannya. 2. Informasi tentang alasan pembeli keranjang tidak melunasi hutang dan terkesan melupakan.
171
Lampiran 3
Rangkuman Kebutuhan Informasi…
Lanjutan Tabel 4….. Usaha Warung
Usaha camilan
1. Informasi tentang pinjaman modal yang rendah suku bunga. 2. Informasi tentang kapan pelanggan warung dapat membayar hutang. 1. Informasi tentang siapa yang bersedia menjadi tenaga pemasaran produk camilan. 2. Informasi tentang kemana ia dapat memperluas pemasaran produk camilan terutama kerupuk gandum dan keripik singkong. 3. Informasi tentang dimana dapat memperoleh bahan baku singkong yang murah dan dekat. 4. Informasi tentang pinjaman modal yang mudah dalam pengajuannya dan rendah suku bunga.
Tabel 5 Kebutuhan Informasi Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) di Desa Rowo
Profesi Petani Jagung
Petani jagung manis Petani Caisim Pengrajin keranjang sayur
Buruh tani
Pengrajin batu bata
Kebutuhan Informasi 1. Informasi tentang pencegahan dan penanggulangan hama ulat dan bule pada tanaman jagung. 2. Informasi tentang tempat/seseorang yang bersedia membeli jagung hasil panen petani dengan harga bagus. 1. Informasi tentang budidaya jagung manis. 2. Informasi tentang tempat/seseorang yang bersedia membeli jagung manis milik petani dengan harga menarik. Informasi tentang cara memasarkan sayur caisim agar laku dengan harga tinggi. 1. Informasi tentang harga terkini keranjang sayur/buah. 2. Informasi tentang jenis keranjang (peruntukan) yang dipesan oleh pembeli. 1. Informasi tentang siapa yang membutuhkan buruh tani untuk mengelola sawah. 2. Informasi tentang siapa yang dapat memberi tumpanganan transportasi menuju tempat kerja (Kecamatan Kedu). 3. Informasi tentang kapan akan ada angkutan umum melalui jalur alternatif dari Desa Rowo menuju Desa Danurejo Kecamatan Kedu. 4. Informasi tentang tempat bekerja menjadi buruh (macul) yang lebih dekat. 2. Informasi tentang membuat batu bata yang berkualitas dan tidak mudah pecah. 3. Informasi tentang harga dan ketersediaan kayu yang sesuai dengan kualitas yang diinginkan. 4. Informasi tentang pinjaman modal yang rendah suku bunga. 5. Informasi tentang mengapa batu bata yang dibakar tidak sepenuhnya jadi (matang). 6. Informasi tentang bagaimana mengusahakan agar batu bata yang dibakar lebih banyak yang matang.
172
Lampiran 3
Rangkuman Kebutuhan Informasi…
Lanjutan Tabel 5…. Tukang rongsok
Guru TK honorer
Sopir Ojek
Pedagang bibit
Pedagang roti keliling
Tukang kayu
1. Informasi tentang harga terbaru barang rongsok. 2. Informasi tentang keberadaan barang rongsok yang dapat dibeli. 1. Informasi tentang teknik mengajar yang meliputi koleksi lagu anak-anak, koleksi permainan, dan teknik menggambar yang benar. 2. Informasi tentang mengapa honor yang dibayarkan sedikit dan tidak dibayarkan rutin setiap bulan. 3. Informasi tentang dimana TK/RA yang bagus sehingga dapat dicontoh dan sebagai tempat belajar. 4. Informasi tentang dimana dapat membeli Alat Permainan Edukatif (APE) yang berkualitas dan murah. 5. Informasi tentang bagaimana mengatasi anak didik yang bermasalah. Informasi tentang kendaraan yang ”rewel”. 1. Informasi tentang pekerjaan lain yang lebih nyaman. 2. Informasi tentang penanggulangan premanisme ojek 1. Informasi tentang dimana kendaraan yang dapat disewa berikut sopir dengan biaya murah. 2. Informasi tentang tempat kulakan bibit yang dekat dan murah. 3. Informasi tentang siapa yang bersedia membeli bibit. 1. Informasi tentang bagaimana uang hasil dagangan dapat hilang di sepanjang perjalanan. 2. Informasi tentang siapa yang menghilangkan uang hasil dagangan. 3. Informasi tentang bagaimana mencegah agar uang hasil dagangan tidak hilang. 4. Informasi tentang warung mana saja yang dapat dijadikan tempat penitipan dagangan roti. 5. Informasi tentang dimana dapat menjumpai agen roti lain yang lebih menguntungkan. 6. Informasi tentang bagaimana dapat bekerja di agen roti lain yang lebih menguntungkan. Informasi tentang seseorang yang membutuhkan jasa tukang kayu.
173
Lampiran 4
PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PETANI GUREM DI DESA ROWO Tabel 6 Kegiatan Perilaku Pencarian Informasi oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) di Desa Rowo Merangkaikan (2)
Menelusur (3)
Mengawasi (4)
Membedabedakan (5)
Menyarikan (6)
Memverifikasi (7)
Menyelesaikan (8)
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√
√
√ √
√ √ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√
√ √
√ √
√ √
√ √ √
Rincian Perilaku Pencarian Informasi…
Petani cabai Petani tomat Petani kembang kol Petani tembakau Pengrajin/pebisnis keranjang tembakau Usaha warung Usaha camilan
Memulai (1)
175
176 Memulai (1)
√ √ √
Menelusur (3)
Membedabedakan (5)
Menyarikan (6)
Memverifikasi (7)
√
√ √ √
√
√ √ √
√
√ √
√
Menyelesaikan (8)
√ √ √
√
√ √
√ √ √ √ √ √
Mengawasi (4)
√ √
√
√
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√
√
Rincian Perilaku Pencarian Informasi…
Petani padi Petani jagung Petani jagung manis Petani caisim Petani kacang panjang Pengrajin keranjang sayur/buah Guru honorer Buruh tani Pedagang bibit Ojek TKW Pengrajin batu bata Sopir Tukang rongsok Tukang kayu Pedagang roti keliling Serabutan
Merangkaikan (2)
Lampiran 4
Tabel 7 Kegiatan Perilaku Pencarian Informasi oleh Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) di Desa Rowo
Petani tomat
Petani kembang kol
Petani tembakau
√ √ √ √ √
√
√
√ √
√ √ √
√
√ √
√ √
√ √
Pengrajin/ pebisnis keranjang tembakau
Usaha warung
Usaha camilan
√ √ √ √
√ √
√ √
√ √
√
√
√ √ √
√ √
√ √ √ √
√ √
√
√
Rincian Perilaku Pencarian Informasi…
Uji coba sendiri Keluarga Tetangga Saudara Sesama petani/profesi Penyuluh pertanian BPP Pedagang/pedagang sayur Juragan Pertemuan petani/profesi Pembeli/pelanggan Seorang/lembaga Yang ahlinya Warung Toko pertanian Tengkulak Lulusan sekolah pertanian Radio
Petani cabai
Lampiran 4
Tabel 8 Sumber Informasi Yang Didatangi/Digunakan Petani Gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) di Desa Rowo
177
178 Petani cabai
Bank keliling BRI BMT Pengurus PNPM Pengurus PUAP Bank BPR
Petani tomat
Petani kembang kol
Petani tembakau
Pengrajin/ pebisnis keranjang tembakau
Usaha warung
Usaha camilan
Lampiran 4
Lanjutan Tabel 8…..
√ √ √ √ √
√
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
Rincian Perilaku Pencarian Informasi…
Petani padi
Petani jagung manis
Petani caisim
Petani Kacang panjang
Pengrajin keranjang sayur/buah
√
√
Buruh tani
Guru honorer
Pedagang bibit
√ √ √ √
√
√ √
√
√
√
√
√
√ √ √ √ √
√
√
Rincian Perilaku Pencarian Informasi…
Uji coba sendiri Keluarga Tetangga Saudara Sesama petani/profesi Penyuluh pertanian BPP Pedagang sayur Juragan Pertemuan profesi Pembeli/pelanggan Seorang/lembaga Yang ahlinya Warung/pedagang sayur Toko pertanian Tengkulak Lulusan sekolah pertanian Radio
Petani jagung
Lampiran 4
Tabel 9 Sumber Informasi Yang Didatangi/Digunakan Petani Gurem Pengambil Resiko Rendah (PRR) di Desa Rowo
179
180 Petani padi Bank keliling BRI BMT Pengurus PNPM Pengurus PUAP Bank BPR
Petani jagung
Petani jagung manis
Petani caisim
Petani Kacang panjang
Pengrajin keranjang sayur/buah
Buruh tani
Guru honorer
Pedagang bibit
Lampiran 4
Lanjutan Tabel 9…
Rincian Perilaku Pencarian Informasi…
Lanjutan Tabel 9… Pengrajin batu bata
√
√
√
√
Sopir
Ojek
Tukang rongsok
Tukang kayu
Pedagang roti keliling
√
√
Serabutan
Lampiran 4
√ √
√
√
√ √ √
√
√ √ Rincian Perilaku Pencarian Informasi…
Uji coba sendiri Keluarga Tetangga Saudara Sesama petani/profesi Penyuluh pertanian BPP Pedagang Juragan Pertemuan profesi Pembeli/pelanggan Seorang/lembaga Yang ahlinya Warung/pedagang sayur Toko pertanian Tengkulak Lulusan sekolah pertanian Radio Bank keliling BRI BMT Pengurus PNPM Pengurus PUAP Bank BPR
TKW
181
RINCIAN Cabai
Memulai (1)
Merangkaikan (2)
Menelusur (3)
Mengawasi (4)
Membedabedakan (5)
Menyarikan (6)
Memverifikasi (7)
Menyelesaikan (8)
Id Mr Sy Kh Mj Th
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √
Kembang kol
Memulai (1)
Merangkaikan (2)
Menelusur (3)
Mengawasi (4)
Membedabedakan (5)
Memverifikasi (7)
Menyelesaikan (8)
Id Mr Mj Kh
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
Tembakau
Memulai (1)
Merangkaikan (2)
Menelusur (3)
Mengawasi (4)
Membedabedakan (5)
Menyarikan (6)
Memverifikasi (7)
Menyelesaikan (8)
NR Sb Mj
√ √ √
√ √
√ √
√
√ √
√
√ √ √
√ √ √
√
Menyarikan (6)
√ √ √