PENGARUH PENGGUNAAN PAKAN TAMBAHAN PADA SAM BETINA TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN DAN LAMA TIMBULNYA BERAHI Yanovi Hendri dan Dedi Azwardi Balai Pengkajian Teknotogi Pertanian Sumatera Barat
ABSTRACT Application of feed supplement for non pregnant cows are the effort to improve reproduction capability, maintaining of body weight, and decrease fase of cows reproductive period . This study was aimed to known the effect of feed supplement compositions to the body weight gain and times signed of estrous after feed supplement application. The animal used were 20 heads of Simental cows that had given birth but after more than 4 months still did not show a signed for estrous . The animals assigned into two treatments : RSB1 (Rice brand 50 %, and Fish meal 5 %) and RSB2 (Rice brand 45 % and fish meal 10 %) with 10 replications . The feed supplement was applied sixth months where the body was observed every month . The result showed that the cows applied with RSB1 has body weigh higher compared with RSB2 . The treatment give the significantly different (P<0 .05) between the treatments for body weight gain . The cows was applied with RSB2 higher on the body weight gain compared with RSB1 . Thus, althougt it was not significanitly different between the treatments, but the RSB1 give the times of signed estrus shorter compared with RSB2 . It can be concluded that application of feed supplement for non pregnant cows improves the production especilaly body weight gain and reproductive capability. Key word : Simental cows, feed, production, reproduction.
PENDAHULUAN embangunan peternakan bertujuan untuk meningkatkan konsumsi protein hewani, pendapatan peternak, devisa negara, lapangan kerja dan pelestarian sumberdaya alam . Daging, susu dan telur yang dihasilkan usaha peternakan berperan penting dalam aspek ketahanan pangan, dimana pengembangan pangan nabati harus seimbang dengan pangan hewani . Bagaimanapun, saat ini tingkat pencapaian konsumsi protein hewani asal ternak masih rendah yaitu baru mencapai 5,43 gr/kapita/hari dibawah standar gizi nasional sebesar 6 gr/kapita/hari (Syofyan, 2002) . Dengan kondisi ini, maka diperlukan usaha-usaha untuk peningkatan ketersediaan protein hewani, dimana salah satunya adalah dengan perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi betina tidak bunting .
P
Secara umum, keberhasilan produksi dan reproduksi sapi betina ditentukan dengan berbagai aspek, antara lain perawatan dan pengawasan penyakit, pengamatan berahi, ketetapan saat perkawinan dan pemberian pakan bergizi selama masa kebuntingan . Praktek pemeliharaan sapi betina di tingkat peternak terutama di pedesaan mengalami masatah rendahnya efisiensi produksi dan reproduksi . Sapi betina bunting diberi pakan berkualitas rendah sehingga setelah metahirkan nampak kurus, bulu kusam, ambing susu kecil dan belum juga kembali berahi walaupun anaknya telah berumur lebih 6 butan . Fenomena ini mengakibatkan jarak kelahiran menjadi panjang, yaitu minimal hanya 2 ekor anak sapi setiap 3 tahun (Boer, et al ., 2003) . Toelihere (1983) mengatakan efisiensi reproduksi sangat tergantung pada pola pemeliharaan, yaitu sekitar 95 % dipengaruhi oteh pakan, kesehatan dan faktor lingkungan . De Fredrick (1997) menambahkan pemberian pakan yang berkualitas rendah secara nyata akan menurunkan tingkat kesuburan ternak dan kemampuan reproduksi sapi betina . Penampilan reproduksi akan lebih nyata pada sapi betina yang dalam kondisi baik atau tidak kurus . Oleh sebab itu, pemberian pakan tambahan yang tepat dan ekonomis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penampilan reproduksi sapi betina . Bestari et al ., (2000) melaporkan bahwa pemberian pakan tambahan pada induk sapi datam periode 2 bulan sebelum dan sesudah
128
Yanovl Hendri dan Dedi Azwardi
metahirkan secara nyata memperpendek jarak beranak, meningkatkan bobot badan lahir dan bobot anak sapi umur 2 butan . Berdasarkan permasalahan diatas maka dilakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tambahan pada sapi betina tidak bunting terhadap pertambahan berat badan dan lama timbulnnya berahi . MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2003 sampai Desember 2003 di Desa Koto Malintang, Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam, Sumatera Barat . Materi penelitian yaitu 20 ekor induk sapi simental yang pernah melahirkan, sekurang-kurangnya satu kali tetapi lebih 4 bulan belum juga menunjukkan tanda-tanda berahi . Induk sapi tersebut diberi pakan tambahan selama 6 bulan dan diharapkan pada masa itu akan menunjukkan tandatanda berahi . Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 2 perlakuan formula pakan (RSB-1 dan RSB-2) dengan 10 ulangan . Formula pakan tambahan yang diujicobakan terlihat pada Tabel 1 . Tabel 1 . Formula pakan tambahan sapi betina tidak bunting . Bahan pakan 1 . Dedak halus 2 . Jagung halus 3 . Bungkit kelapa 4. Tepung ikan 5 . Ultra mineral Total Harga (Rp)
RSB 1 (%) 50 20 20 5 5 100 977,50
RSB 2 (%) 45 20 20 10 5 100 1072,50
Formula pakan tambahan sebagaimana tercantum pada tabel di atas, disusun untuk mendapatkan kandungan protein sekitar 14-16 % protein . Pakan tambahan diberikan sebanyak 2 kg per ekor per hari dengan hijauan 10 % dari berat badan sebagai ransum basal . Kandungan nutrisi pakan tambahan dapat dilihat pada Tabel 2 . Tabel 2 . Persentase kandungan nutrisi pakan tambahan sapi betina tidak bunting . Lemak kasar Protein kasar Serat kasar No . Perlakuan Bahan kering 9,34 14,34 7,73 1 . RSB1 88,64 7,59 9,10 88,75 15,82 2 . RSB2 Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi Dan Makanan Fakultas Peternakan Universitas Andalas
Energi (TDN) 66,65 64,85
Pada awal penelitian semua ternak sapi diberi obat cacing (xxx), sehingga semua ternak bebas dari cacing dan pertumbuhan yang terjadi adalah benar-benar akibat perlakuan . Data yang dikumpulkan adalah pertambahan berat badan yang ditimbang setiap bulan dan waktu timbulnya berahi setelah diberi pakan tambahan . Pengolahan data menggunakan analisa sidik ragam, sedangkan uji beda digunakan t-test (Gomez and Gomez, 1995) . HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Berat Badan
Berat rata-rata sapi betina tidak bunting yang diberi perlakuan kedua formula pakan tambahan disajikan pada Tabel 3 . Hasil pengamatan menunjukkan bahwa berat badan sapi betina yang diberi perlakuan kedua formula pakan tambahan tersebut meningkat selama kegiatan penelitian . Uji T-test terhadap berat badan akhir menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua perlakuan formula pakan tambahan . Namun sapi betina yang diberi formula pakan RSB1 mempunyai berat badan akhir lebih tinggi (± 4 kg) dibandingkan dengan sapi betina yang diberi formula pakan tambahan RSB2 .
Prosiding Peternakan 2006
1 29
Tabel 3 . Rata-rata berat badan (kg) sapi betina tidak bunting Bulan Bulan Berat awal Bulan III Pertakuan I II RSB-1 353,11 372,06 384,57 395,59 (±5D) ± 87,95 ± 82,38 ± 73,49 ± 68,85 364,19 382,22 RSB-2 329,61 349,44 ± 59,43 ± 63,03 t 65,69 ± 68,75 (±SD)
Bulan IV 406,45 ± 65,32 397,46 t 75,56
Bulan V 416,60 t 65,34 407,09 t 81,57
Berat akhir 430,10 ± 63,90 426,52 t 81,45
Rata-rata pertambahan berat badan harian (kg/ekor/hari) sapi betina yang diberi perlakuan kedua formula pakan tambahan disajikan pada Tabel 4 . Terdapat variasi rata-rata pertambahan berat badan harian (PBBH) kg/ekor/hari sapi betina yang diberi kedua pertakuan formula pakan tambahan . Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (P<0 .05) dari kedua perlakuan formula pakan tambahan terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) diakhir penelitian . Sapi betina yang diberi formula pakan tambahan RSB2 mempunyai pertambahan berat badan harian (PBBH) lebih tinggi (90 gram) dibandingkan dengan sapi betina yang diberi formula pakan tambahan RSB1 . Tabel 4 . Rata-rata PBBH (kg/ekor/hari) sapi betina tidak bunting Berat Bulan Bulan Bulan IV Perlakuan 1 11 111 0,63 0,42 0,37 0,36 RSB-1 t 0,46 t 0,36 (t SD) t 0,71 t 0,37
Bulan V 0,34 t 0,37
Bulan VI 0,57 t 0,51
RSB-2 0,66 0,49 0,60 0,51 0,32 t 0,43 t 0,31 t 0,61 t 0,39 (t SD) t 0,37 Keterangan : Kolom dengan huruf berbeda, berbeda nyata secara statisitik (P>0,05)
0,65
0,54b
t 0,66
t 0,27
Berat akhir 0,45a
t 0,28
Terjadinya perbedaan pertambahan berat badan harian sapi betina kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kualitas ransum, dimana pertakuan formula pakan RSB2 memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibanding perlakuan formula pakan RSB1 (Tabel 2) . Disamping kandungan protein secara umum, formula pakan RSB2 juga memiliki komposisi protein hewani (Tepung ikan) lebih tinggi dibanding formula pakan RSBI, masing-masing 10 % dan 5 % (Tabel 1) . Tepung ikan merupakan sumber protein berkualitas balk yang berasal dari sisa-sisa atau limbah pengolahan ikan . Perbedaan pertambahan berat badan harian sapi betina antara kedua perlakuan, kemungkinan juga disebabkan compensatory growth . Sapi yang diberi perlakuan formula pakan RSB2 mempunyai berat awal lebih rendah dibanding perlakuan formula pakan RSB1 (Tabel 3) . Dalam hat tersebut, sapi yang memiliki berat badan tebih rendah bila diberi pakan dengan kualitas balk akan cendrung mengalami pertambahan berat badan dengan cepat untuk mencapai bobot maksimum sesuai kemapuan genetiknya . Sedangkan sapi dengan bobot lebih berat (RSB2) juga mengalami compensatory growth namun tidak secepat yang dialami sapi yang mempunyai bobot yang lebih rendah (RSB1) . Kualitas dan kuantitas ransum sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi daging sapi di samping genetik dan tatalaksana . Besarnya pengaruh tersebut menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik tinggi, namun produksi tinggi tidak akan tercapai tanpa pemberian pakan dengan kualitas yang balk (Anderson dan Kiser, 1963, Siregar, 1994) . Selanjutnya dilaporkan bahwa berdasarkan hasil penelitian makin tinggi kualitas pakan, makin effisien pembentukan energi dan produksi daging . Lawrie (1975) menyatakan bahwa kualitas pakan yang berbeda tidak saja mengakibatkan perbedaan pertumbuhan secara umum, tetapi juga perbedaan di antara jaringan dan juga di antara organ tubuh . Sugeng (1996) mengatakan bahwa prinsip utama pemberian pakan tambahan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan nutrisi atau zat gizi yaitu protein, enersi, mineral, vitamin dan air yang tidak terpenuhi oleh hijauan . Biasanya pakan tambahan diformulasi dari beberapa bahan pakan dengan proporsi yang seimbang antara sumber protein nabati dan
1 30
Yanovi Hendri dan Dedi Azwardi
protein hewani . Tepung ikan merupakan salah satu bahan pakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan protein tinggi . Parakkasi (1995) menyatakan bahwa kadar laju pertumbuhan, nutrisi, umur dan berat badan adalah faktor-faktor yang mempunyai hubungan erat satu sama lain, dan biasanya dapat secara individu atau kombinasi mempengaruhi komposisi tubuh atau karkas . Berat tubuh erat hubungannya dengan komposisi tubuh . Sapi yang semula diberi pakan hanya cukup untuk tumbuh seperlunya saja, kemudian diberi pakan tambahan berkualitas nutrisi tinggi, akan terlihat bahwa pertambahan berat badan semakin tinggi . Lama Hari Timbulnya Berahi
Rata-rata jumlah hari timbulnya berahi kembali setelah diberi perlakuan formula pakan tambahan yang disajikan pada Tabel 5 . Ada perbedaan waktu timbulnya berahi antara kedua perlakuan formula pakan tambahan . Formula pakan RSB1 memiliki waktu timbulnya berahi lebih cepat ( 3 hari) dibandingkan formula pakan RSB2 . Padahal sapi pada kedua perlakuan formula pakan tersebut sebelumnya sama-sama telah melahirkan minimal 4 bulan belum juga menunjukkan tanda-tanda berahi . Hat ini menunjukkan bahwa penampilan reproduksi sapi betina tidak bunting yang tidak menunjukkan tanda-tanda berahi setelah 4 bulan melahirkan dapat ditingkatkan effisiensi reproduksinya dengan pemberian pakan tambahan . Tabel 5 . Rata-rata jumlah hari timbul berahi setelah diberi pakan tambahan . Hari timbulnya berahi Pertakuan No . 46,2 ± 35,66 RSB 1 1. 49,5 ± 48,63 2. RSB 2
Toelihere, (1983) menyatakan bahwa effisiensi reproduksi sangat tergantung pola pemetiharaan, yaitu 95 % dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan . De Frederick, (1977) menambahkan bahwa pemberian pakan yang berkualitas rendah secara nyata akan menurunkan tingkat kesuburan ternak dan kemampuan reproduksi sapi betina . Umumnya, penampilan reproduksi (Berahi ) lebih balk bila sapi betina datam kondisi bobot badan ideal, tidak terlalu gemuk dan tidak kurus . Oleh karena itu, pemberian pakan tambahan dengan komposisi yang tepat dan ekonomis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penampilan reproduksi sapi betina . Bestari et al ., (2000) melaporkan pemberian pakan tambahan pada sapi betina tidak bunting setelah melahirkan secara nyata dapat memperpendek jarak beranak karena hari timbulnya berahi dapat dipersingkat . Dengan demikian sapi betina bisa dikawinkan kembati baik melalui kawin alami maupun kawin Inseminasi Buatan (IB) . KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimputkan bahwa pemberian pakan tambahan dapat meningkatkan produksi sapi betina tidak bunting khususnya pertambahan berat badan . Demikian juga penampilan reproduksi dimana sapi betina yang telah melahirkan namun setelah 4 bulan tidak berahi, akan cendrung menunjukkan tanda-tanda berahi ± 46 - 49 hari setelah diberi pakan tambahan . DAFTAR PUSTAKA Anderson, A .L . 1963 . Introductory Animal Science . The mac, Milan Company, New York . Bestari, J .A, A .R . Siregar, P . Situmorang, Y . Sani, M . Boer dan Raflen . 2000 . Pengaruh Flushing pada induk sapi jenis lokal dan silongannya dengan Ball dan Ongole Pada Program IB di Kabupaten Agam, Sumatera Barat . Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian
dan Pengkajian Pertanian, 21-22 Maret 2000 . BPTP Sukarami dan Persatuan Agronomi Indonesia, Padang .
Prosiding Peternakan 2006
1 31
Boer, M, Arzail P .B, Zainir, Hamdi, Nasril, Sudirman Umar . 2003 . Pengkajian Teknologi Usaha Ternak Besar . Laporan akhir BPTP Sumatera Barat . De Fredrick, D .F . 1977 . Cattle handling, reproduction dan veterynarian hygiene . In : A course manual in tropical beef cattle production . Editors : Barker, J .S .F . et al . Australian Vice-Chancellors' Committee . Dai Nippon Printing Co . Ltd . Hong Kong . Lawrie, R .A . 1975 . Meat Science . 2nd edition . Pergamon Press . Oxford Parakkasi, A . 1995 . Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan . Penerbit Universitas Indonesia . Siregar, B .S . 1994 . Ransum Ternak Ruminansia . Penerbit Swadaya . Jakarta . Sugeng, B . 2000 . Sapi Potong . Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis dan Analisis penggemukan . Cet, ke-7 . Penebar Swadaya . Syofyan, S . D . 2002 . Pengembangan agribisnis peternakan mendukung ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat . Keynote speaker Dirjen Bina produksi Peternakan pada seminar regional Sumatera- 22 -23 Oktober 2002 . Padang . Kerjasama BPTP Sumatera Barat, FATERNA Unand dan Disnak Propinsi Sumatera Barat . Toelihere, M . 1983 . Tinjauan tentang penyakit reproduksi pada ruminansia besar di Indonesia . Proc . Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar, Balai Penelitian Ternak Bogor .
132
Yanovi Hendri don Dedi Azwardi