Felix Gobai dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1114 -1119, September 2013
HUBUNGAN ANTARA PERIODE BERANAK DENGAN LITTER SIZE DAN BOBOT LAHIR ANAK BABI, DI PERUSAHAN PETERNAKAN BABI, KEDUNGBENDA, KEMANGKON PURBALINGGA (THE CORRELATION AMONG LAMBING PERIOD, LITTER SIZE AND PIGLET BIRTH WEIGHT AND AT PIG FARMING COMPANY, KEDUNGBENDA, KEMANGKON, PURBALINGGA.) Felix Gobai, Hartoko, dan Rachmawati Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto e.mail:
[email protected] ABSTRAK Indonesia beriklim tropis, keadaan ini tidak terlalu menguntungkan bagi kehidupan ternak khususnya ternak babi, keunggulan dari ternak babi adalah pakan, pertumbuhannya cepat, umur kebuntinganrelatif singkat, litter size dan bobot lahirnya tinggi dan dalam satu tahun dua kali beranak . tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara 1). Periode beranak induk babi, 2). Litter size induk setiap periode beranak 3). Bobot lahir setiap anak dengan satuan kilogram. Ternak babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 ekor babi betina yang bunting terdiri atas 18 ekor induk Landrace dan 17 ekor induk Yorkshire. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 7. Faktor pertama adalah bangsa babi (Landrace dan Yorkshire) sedangkan faktor kedua adalah periode beranak (1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7). Data dianalisis dengan rnenggunakan sidik ragam (ANOVA). Ternak babi memiliki potensi penampilan reproduksi yang baik. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh interval setiap generasi yang relatif singkat dan mampu untuk menghasilkan anak dalam jumlah banyak setiap periode/tahun. Masa kebuntingan ternak babi relatif siingkat yaitu rata-rata 114 hari atau 3 bulan 3 minggu 3 hari. Penelitian menghasilkan rataan Litter size (P1) 8,0 ± 0,9 ekor; (P2) 10,0 ± 0,0 ekor; (P3) 11,571 ± 3,0 ekor; (P4) 12,0 ± 1,2 ekor; (P5) 9,5 ± 1,9 ekor; (P6) 10,0 ± 2,0 ekor dan (P7) 8,250 ± 2,4 ekor, Rata-rata 10 ekor. Bobot lahir yang tertinggi yaitu periode kelahiran ke 7 yaitu 1,64 kg, sedangkan bobot lahir yang terendah yaitu periode kelahiran ke 4 yaitu 1,13 kg. Kedua penelitian tersebut ini berpengaruh nyata (P<0,05). Kata kunci : Ternak babi, Bangsa, Kelahiran, Penampilan Reproduksi ABSTRACT Indonesia tropical climate, this situation is not very favorable for animal life in particular pigs, pigs are the hallmarks of feed, rapid growth, relatively short gestation, litter size and birth weight and height in a year two times lambing. This study aimed to determine the relationship between 1) Sow’s lambing period, 2) The sow litter size in a lambing period, and 3) Piglet birth weight in kilograms. Pigs used in this study were 35 pregnant female pigs consisted of 18 Landrace sows and 17 Yorkshire sows.The experiment design used in this study was Completely Randomized Design (CRD) with factorial experimental 2 x 7 factorial patterm. The first factor is the pig's breed (Landrace and Yorkshire) and the second one was the lambing period (1, 2, 3, 4, 5, 6 and 7). The data were analyzed with analysis of variance (ANOVA). Pigs have the potential for good reproductive performance. This can be showed by the short generation interval and the large litter size on every period per year. The Lambing period of a pig is relatively short, in which an average of 114 days or 3 months 3 weeks 3 days. The results of reslarch showed that the averange of litter size of (P1) was 8.0 ± 0.9; (P2) was 10.0 ± 0.0; (P3) was 11.571 ± 3.0; (P4) was 12.0 ± 1.2; (P5) was 9.5 ± 1.9; (P6) was 10.0 ± 2.0 and (P7) was 8.250 ± 0.5 with the average of 10. The highest weight births occurred during the 7th period, while the lowest ones were born during the 4 th that was 1.13 period. Both of these studies gave significant effects (P < 0,05).
1114
Felix Gobai dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1114 -1119, September 2013
Keywords: Pig Farming, Breed, Birth, Reproductive Performance PENDAHULUAN Perkembangan dunia usaha peternakan tidak terlepas dari faktor bibit, pakan dan manajemen. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik tak terkecuali dalam suatu usaha peternakan babi untuk mendapatkan penampilan ternak yang diinginkan sehingga mendatangkan keuntungan yang diharapkan. Babi adalah ternak yang paling subur untuk dipelihara dan kemudian dijual. Jumlah anak yang dilahirkan lebih dari satu, serta jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek. Hal ini memungkinkan untuk menjualnya dalam jumlah yang besar. Babi mempunyai karakteristik produktivitas yang sifat unik bila dibandingkan dengan ternak lain seperti sapi domba dan kambing. Perbedaan yang penting adalah bahwa babi merupakan hewan polytocous (melahirkan anak lebih dari satu) menghasilakan ovum banyak dan memelihara anak dalam jumlah banyak (Blakely dan Bade, 1991) Ternak babi sangat peka terhadap stres iklim, contohnya babi kecil (genjik) sangat mudah mati bila kedinginan. Secara alami untuk mengurangi pengaruh udara dingin maka anak babi akan menggerombol disekitar induk. Kondisi tersebut akan memperbesar kemungkinan mati karena tertindih oleh induk apabila sifat asuh induknya sangat jelek. Aktivitas reproduksi ternak babi betina mempunyai hubungan yang erat dengan umur. Umur induk dengan kemampuannya mengasuh anak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan survival rate dapat diukur dengan melihat banyaknya anak yang hidup sampai disapih dan banyak anak yang hidup pada saat yang dilahirkan. Umur induk babi dengan umur lebih tua tidak beranak lebih sedangkan jika dibandingkan dengan yang muda. Jumlah anak perkelahiran (litter size) dan kemampuan induk dalam mengasuh anak merupakan rangkaian yang tak terpisah-pisahkan dalam menghasilkan sejumlah anak babi hidup pada saat disapih berperan pada kemajuan peternakan babi. Bobot lahir dan litter size merupakan faktor yang menentukan tingkat keberhasilan suatu usaha peternakan babi. Hal tersebut disebabkan tinggi rendahnya bobot lahir akan mempengaruhi pertambahan berat badan sampai siap dipasarkan. Anak babi dengan bobot lahir yang tinggi mempunyai pertambahan bobot badan harian (daily again) dan bobot sapih yang lebih baik dari pada anak-anak babi yang bobot lahirnya rendah. Oleh karena penjualan ternak babi secara umum didasarkan pada harga bobot hidup, maka ternak babi yang mempunyai pertambahan bobot badan yang tinggi akan memperoleh rupiah yang lebih banyak dari pada babi-babi yang mempunyai pertambahan bobot badan yang rendah. Bangsa babi Landrace berasal dari Denmark (Bundy dan Diggins, 1968). Babi ini merupakan hasil persilangan antara pejantan Yorkshire dengan induk lokal (Williamson dan Payne, 1993). mempunyai tubuh yang panjang, besar dan dalam, berwarna putih dengan bulu yang halus, kepala kecil agak panjang, telinga terkulai, bersifat prolifik dengan rataan litter size 14 ekor, memiliki pertumbuhan yang cepat termasuk tipe bacon (Asih 2003). Produktivitas ternak babi seperti jumlah anak per kelahiran bobot lahir, daya hidup dari lahir sampai dengan sapih dan berat saat lahir sampai sapih dapat ditingkatkan dengan manipulasi sistem pemberian pakan dan tatalaksana, tetapi perubahannyabersifat sementara dan mudah kembali seperti semula. Oleh karena itu,
1115
Felix Gobai dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1114 -1119, September 2013
peningkatan produktivitas tersebut perlu dilakukan melalui program pemuliaan yang terarah sesuai dengan tujuan untuk memperbaiki keunggulan yang bersifat lebih permanen (Sihombing, 1997). Ternak babi merupakan hewan yang paling subur dan potensial memberikan sumbangan berarti bagi peningkatan produksi daging dalam upaya dengan pemenuhan protein hewani asal ternak di Indonesia. Walaupun demikian produktivitas ternak babi masih belum optimal yang antara lain tergambar dari masih tingginya kematian embrio selama periode kebuntingan dan kematian anak prasapih serta cenderung semakin tinggi jumlah anak sekelahiran semakin besar persentase anak yang lahir dibawah bobot normal (Geisert dan Schmitt, 2002). Jumlah anak perkelahiran adalah jumlah anak yang dilahirkan per induk per kelahiran. Jumlah per kelahiran ini akan dipengaruhi oleh periode kehiran induk, bangsa babi dan sudah berapa kali induk babi tersebut beranak (Millegres et al 1983). Umur induk babi mencapai dewasa reproduksi adalah pada saat umur 3 tahun atau kelahiran ke 4 dan ke 5 dan pada umur 4,5 tahun sebaiknya induk tersebut diafkir karena sudah tidak efektif lagi untuk dikawinkan (Sihombing 1997). Partodiharjo (2000), menyatakan bahwa periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadi fertilitasi sampai terjadi kelahiran normal atau dalam perhitungan peternakan periode kebuntingan pada umumnya dihitung mulai dari perkawinan yang terakhir sampai lahir. Lama kebuntingan adalah periode waktu dari mulai terjadinya fertilisasi sampai dengan kelahiran. Lama kebuntingan babi adalah 114 hari (Asih, 2003), 112-114 hari (Serres, 1999) dan 111-117 hari (Toelihere,1993). Bobot lahir adalah anak babi yang ditimbang segera setelah dilahirkan. Bobot lahir ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik, makanan, jumlah anak dalam kandungan, jenis kelamin anak serta sudah berapa kali induk babi tersebut bobot lahir anak babi adalah sangat nyata. (Sihombing 2006). Sebagai contoh, anak babi yang memiliki berat lahir 1 kg akan menjadi 2 kg dalam waktu satu minggu (HardjoMsubroto 1994). Pertumbuhan dan perkembangan embrio yang baik selama kebuntingan dapat meningkatkan bobot lahir, bobot prasapih dan bobot akhir walaupun dengan jumlah anak sekelahiran yang lebih besar (Vallet et al, 2004). METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Periode beranak induk babi 2. Litter size induk setiap periode beranak dengan satuan yang digunakan ekor per induk 3. Bobot lahir setiap ekoranak dengan satuan kilogram Penelitian dilakukan dengan metode survei menggunakan metode Steel dan Torrie (1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Litter size Data Deskripsi statistik Litter Size pada periode beranak yang berbeda terhadap setiap kelahiran babi di perusahan peternakan babi Kedungbenda.
1116
Felix Gobai dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1114 -1119, September 2013
Tabel 1. Litter Size pada periode beranak yang berbeda pada setiap kelahiran disajikan pada tabel 1. Periode jumlah Data Rata-rata Litter Simpangan Koef Beranak (ekor induk) Size (ekor) Baku (ekor) Keragaman 1 6 8,000 0,894 11,180 2 4 10,000 0,000 0,000 3 7 11,571 3,082 26,626 4 5 12,000 1,225 10,206 5 4 9,500 1,291 13,589 6 5 10,000 2,000 20,000 7 4 8,250 0,957 11,605 Total 35 10,000 2,142 21,420 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan litter size masing-masing setiap periode beranak adalah (P1) 8,0 ± 0,9 ekor; (P2) 10,0 ± 0,0 ekor; (P3) 11,571 ± 3,0 ekor; (P4) 12,0 ± 1,2 ekor; (P5) 9,5 ± 1,9 ekor; (P6) 10,0 ± 2,0 ekor dan (P7) 8,280 ± 2,4 ekor, rata-rata 10 ekor. Hal penelitian menunjukkan bahwa periode kelahiran yang tertinggi pada periode ke 4 yaitu 12, 0 ± 1,2 ekor. Litter size akan makin tinggi pada periode kelahiran ke 2 sampai dengan ke 4, kemudian masuk periode kelahiran ke 5 dan selanjutnya litter size akan menurun sehingga umur induk semakin tambah semakin tua sehingga produksi pun mulai menurun. Pada umumnya ternak babi umur sudah mencapai 2 setengah tahun atau periode krlahiran ke 5 dan selanjutnya sudah mulai menurun littersizenya. Hal ini sesuai dengan penelitian Hughes dan Varley (2004). Berdasarkan Aanalisis regresi diperoleh hasil bahwa antara periode beranak (PB) dengan litter size (LS) tidak mempunyai hubungan (P>0,05) dan persamaan garis yang dihasilkan adalah LS = 9,944 + 0,015 PB. Kondisi tersebut didukung dari hasil perhitungan koefisien determinasi (R2) hubungan antara periode beranak dengan litter size sangat kecil yaitu = 0,019 %, artinya besarnya pengaruh periode beranak terhadap litter size adalah 0,019 % Bobot lahir Data Deskripsi statistik bobot lahir pada periode beranak yang berbeda terhadap setiap kelahiran babi di perusahan peternakan babi Kedungbenda. Tabel 2. Bobot lahir pada periode beranak yang berbeda pada setiap kelahiran disajikan pada tabel 2. Periode jumlah Data Rata-rata Bobot Simpangan Koefisien Beranak (ekor induk) Size (ekor) Baku (ekor) Keragaman (%) 1 6 1,248 0,068 5,426 2 4 1,318 0,249 18,852 3 7 1,278 0,144 11,248 4 5 1,252 0,114 9,108 5 4 1,351 0,110 8,133 6 5 1,445 0,156 10,785 7 4 1,388 0,252 18,176 Total 35 1,319 0,161 12,176
1117
Felix Gobai dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1114 -1119, September 2013
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot lahir masing-masing setiap periode beranak adalah sangat nyata (P<0,05) terhadap bobot lahir setiap kelahiran. Bobot lahir yang tertinggi periode kelahiran ke 6 mencapai 1,445 kg kemudian bobot lahir yang teredah pada setiap periode kelahiran ke 1 mencapai 1,248 ± 0,156 kg. Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa bobot lahir akan semakin tinggi pada periode ke lima sampai denga ke tujuh, kemungkinan besar yang terjadi pada bobot lahir adalah mempengaruhi umur induk babi, sebab pada umumnya ternak babi umur sudah mencapai tiga tahun produksi litter size akan menurun sedangkan bobot lahir semakin naik karena anak babi dalam kandungan kurang sehingga bobot badan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sihombing (1997) menyatakan bahwa bobot lahir anak babi bervariasi antara 1,09 – 1,77 kg. Berdasarkan analisis regresidiperoleh hasil bahwa antara periode beranak (PB) dengan bobot lahir (BL) mempunyai hubungan yang berarti (P<0,05) dan persamaan garis yang dihasilkan adalah BL = 1,212 + 0,028 PB. Kondisi tersebut didukung daring dari hasil pertihungan koefisien determinasi (R 2) hubungan antara periode beranak dengan bobot lahir yaitu 12,07 %, artinya besarnya. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Periode beranak tidak berhubungan dengan variasi litter size, besarnya pengaruh variasi periode beranak terhadap litter size adalah 0,019 % 2. Periode beranak berhubungan dengan variasi bobot lahir sangat nyata, besar variasi beranak terhadap bobot lahir adalah 12,07 % DAFTAR PUSTAKA Asih R. S. 2003. Produksi ternak babi. Laporan Teaching Grant. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Mataram. Lombok. Blakely, J dan D.H. Bade, 1991. Ilmu Peternakan. Edisi keempat, Gajah Mada University Press. Yogyakarta Bundy C. E. dan R. V. Diggins 1968. Livestock and Poultry Production. 3rd Edition. Prentice-Hall, Inc. Geisert ,DR. and R.A.M. Schmitt,2002. Early embryonic survival in the pig: can it be improved, J. Anim Sci. 80:54-85. Hardjosubroto, W, 1994. Aplikasi pemuliaan ternak dilapangan PT Grasindo Jakarta. Hughes, P.E. dan M.A. Verley. 2004. Life Time Performence of The Sow. Pig and Poultry Production Institute, Australia. Milagres J.C.L.M. Fedalto, M.De A.E. Silva and J.A.A. Paraira, 1983. Soursces of variation in litter size and weight at birt and at 21 days of age in Duroc, Landerace and Large white Pigs, animal Breed Abstra 51 (7) : 552. Partodihardjo, S. 2000. Ilmu Reproduksi Hewan. Cetakan ke-2. Mutiara Sumber widia, Jakarta Sihombing. D.T.H, 2006. Ilmu peternakan babi, Gajah Mada University Press, yogyakarta Cetakan Kedua. Sihombing D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Babi Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 1118
Felix Gobai dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1114 -1119, September 2013
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung. Vallet J.L., K.A. Leimaster and R.K. Christenson. 2004. Efect of progesterone, mifepristone and esterogen treatment during early pregnancy on conceptus development and uterine capasity in swine. Biol. Rep. 70:92-98. Wilson, E. R. dan R. K. 1981. Comparation of threebreed and beck cross swiner for litter produc tivity and postweaning performance . J. Animal Science.52 (1) 18-25
1119