PENGARUH SISTEM PENGAWINAN (INSEMINASI BUATAN DAN ALAMI) DAN PARITAS INDUK BABI TERHADAP LITTER SIZE DI USAHA PETERNAKAN BABI PT. ADHI FARM, SOLO
SKRIPSI MARIA HERAWATI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN MARIA HERAWATI. D14102028. 2006. Pengaruh Sistem Pengawinan (Inseminasi Buatan dan Alami) dan Paritas Induk Babi Terhadap Litter Size di Usaha Peternakan Babi PT. Adhi Farm, Solo. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. : Dr. drh. Ligaya I. T. A. Tumbelaka, SpMP, MSc.
Ternak babi merupakan ternak yang potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan daging karena mempunyai kemampuan menghasilkan anak seperindukan yang tinggi. Upaya untuk menghasilkan jumlah anak per induk per kelahiran (litter size) yang banyak sampai disapih diperlukan manajemen yang baik dalam pengawinan (inseminasi buatan maupun alami), penanganan induk dan anak yang dilahirkan, umur penyapihan dan memperhatikan paritas induk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah anak per induk per kelahiran optimal yang dihasilkan dari sistem pengawinan dan paritas induk dengan melihat anak lahir yang hidup, umur penyapihan, anak yang disapih, mortalitas anak babi selama periode menyusu dan persentase litter size sapih. Materi penelitian yang digunakan adalah 41 ekor babi betina yang beranak dan menyapih pada tanggal 4 Juli sampai dengan 25 Agustus 2005 dan menggunakan data sebelumnya dari 147 ekor babi induk. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 5 dengan ulangan sebanyak n (jumlah pengamatan). Faktor pertama adalah sistem pengawinan yaitu inseminasi buatan (IB) dan alami. Faktor kedua adalah paritas induk babi (pertama sampai dengan kelima). Peubah yang diamati yaitu jumlah anak seperindukan yang lahir hidup, umur penyapihan, anak seperindukan yang disapih, mortalitas anak babi selama masa menyusu dan persentase litter size sapih. Data dianalisis menggunakan ANOVA dengan prosedur GLM dan perbedaan yang terjadi karena pengaruh perlakuan diuji dengan uji Tukey untuk mengetahui besarnya perbedaan tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan, bahwa sistem pengawinan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap anak lahir yang hidup, namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap umur penyapihan, anak seperindukan yang disapih, mortalitas anak babi selama menyusu dan persentase litter size sapih. Paritas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap umur penyapihan, namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap anak seperindukan yang lahir hidup, disapih, mortalitas anak babi selama menyusu dan persentase litter size sapih. Interaksi antara sistem pengawinan dan paritas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap anak seperindukan yang lahir hidup dan disapih. Pengawinan alami pada paritas kedua paling optimal menghasilkan litter size. Kata kunci : jumlah anak per induk per kelahiran, sistem pengawinan, paritas
ABSTRACT Effects of Mating System (Artificial Insemination and Natural Service) and Parity on the Sow for Litter Size at Commercial Pigs Farm PT. Adhi Farm, Solo. Herawati, M., P. H. Siagian, and L. I. T. A. Tumbelaka Pig is an animal which potentially develop for supplying the need of meat because it has the ability to produce litter size, highly. In effort to produce a higher litter size to weaned, good management is needed in mating system (artificial insemination or natural service), handling sows and litter size born alive, age at weaning and noticing the parity at the sow. The purpose for this research is to know the optimal litter size which produce from the mating system and the sow parity by noticing the litter size born alive, the age of weaning, litter size at weaning, mortality during the suckling period and litter size at weaning percentage. Fourty one farrowing and weaned sows are used in this research from 4th of July up to 25th of August 2005. Secondary data collected from 147 sows. The experimental design used in this research is completely randomized design of factorial pattern 2 x 5 with n replication. The first factor is the mating system, included artificial insemination and natural service. The second factor is the parity of the sow (1 up to 5). The measured parameter included litter size born alive, the age of the weaning, the weaned litter size, mortality of the suckling period and litter size at weaning percentage. Data were analized using ANOVA with General Linear Models procedure and if there were difference between the measurements; therefore, could continued with Tukey multiple comparison test. The result showed that the mating system had significant effect (P<0.05) on litter size born alive, but not significantly affected (P>0.05) on the age of the weaning, the litter size at weaning, mortality during the sucling period and litter size at weaning percentage. The parity had significantly effect (P<0.05) on the age of the weaning, but not significantly affected (P>0.05) on the litter size born alive, mortality during the sucling period and litter size at weaning percentage. The interaction between the mating system and the parity was significantly effected (P<0.05) on litter size born alive and litter size at weaning. The natural service on the second parity was produce most optimal litter size. Keywords : litter size, mating system, parity
PENGARUH SISTEM PENGAWINAN (INSEMINASI BUATAN DAN ALAMI) DAN PARITAS INDUK BABI TERHADAP LITTER SIZE DI USAHA PETERNAKAN BABI PT. ADHI FARM, SOLO
MARIA HERAWATI D14102028
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PENGARUH SISTEM PENGAWINAN (INSEMINASI BUATAN DAN ALAMI) DAN PARITAS INDUK BABI TERHADAP LITTER SIZE DI USAHA PETERNAKAN BABI PT. ADHI FARM, SOLO
Oleh : MARIA HERAWATI D14102028
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 21 Maret 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS NIP. 130 674 521
Dr. drh. L. I. T. A. Tumbelaka, SpMP, MSc NIP. 131 473 990
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131 624 188
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini
merupakan tulisan hasil penelitian lapang tentang “Pengaruh Sistem Pengawinan (Inseminasi Buatan dan alami) dan Paritas Induk terhadap Litter Size” yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli sampai dengan 25 Agustus 2005 di usaha peternakan babi PT. Adhi Farm, Solo. Anak seperindukan yang lahir sampai disapih menentukan keberhasilan usaha peternakan babi. Semakin banyak anak babi yang lahir hidup, disapih dan dapat dijual, maka semakin banyak keuntungan yang didapatkan. Sistem pengawinan dan paritas induk babi dapat mempengaruhi jumlah anak seperindukan yang dihasilkan. Penulis berharap dengan mengetahui sistem pengawinan dan paritas induk yang optimal menghasilkan litter size, peternak dapat membuat keputusan yang bijaksana dalam menjalankan roda usahanya. Bogor, Pebruari 2006 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1984 di Kalianda, Lampung Selatan. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Antonius Sukardi dan Ibu Martha Wuryani. Pendidikan
dasar diselesaikan pada tahun
1996 di SD Xaverius
Tanjungkarang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Fransiskus Tanjungkarang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 9 Bandar Lampung. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002. Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Persekutuan Oikumene Protestan dan Katolik (POPK). Selain itu, Penulis juga pernah menjadi panitia Natal Civitas Akademika (CIVA) Institut Pertanian Bogor tahun 2005.
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .......................................................................................
i
ABSTRACT .. .........................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..........................................................................
iv
DAFTAR ISI ........................................................................................
v
DAFTAR TABEL ................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
ix
PENDAHULUAN ................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................... Perumusan Masalah ................................................................... Tujuan ........................................................................................ Manfaat ......................................................................................
1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
3
Sifat Reproduksi Ternak Babi Betina ........................................ Kawin Secara Alami pada Ternak Babi ..................................... Inseminasi Buatan (IB) pada Ternak Babi ................................. Penampungan Semen ..................................................... Pemeriksaan Semen ....................................................... Pengenceran dan Pengawetan Semen ............................ Pelaksanaan Inseminasi ................................................. Proses Kebuntingan pada Babi .................................................. Kelahiran pada Babi ................................................................... Litter Size .................................................................................. Paritas ......................................................................................... Umur Penyapihan Anak Babi .................................................... Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu .......................
3 3 4 4 5 5 5 6 7 8 9 10 10
METODE PENELITIAN ...................................................................
12
Lokasi dan Waktu ...................................................................... Materi ......................................................................................... Rancangan .................................................................................. Perlakuan ....................................................................... Rancangan Percobaan .................................................... Peubah yang Diamati ..................................................... Analisis Data .................................................................. Prosedur ..................................................................................... Persiapan Bahan Pengencer ........................................... Penampungan Semen ..................................................... Evaluasi Semen ..............................................................
12 12 12 12 13 13 13 14 14 14 14
Pelaksanaan Inseminasi Buatan ..................................... Pengawinan Secara Alami .............................................
15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
16
Keadaan Umum Peternakan ....................................................... Keadaan Lingkungan dan Populasi Ternak ................... Manajemen Pemberian Pakan dan Perkandangan ......... Keadaan Khusus Peternakan ...................................................... Manajemen Pengawinan ................................................ Manajemen Induk Beranak ............................................. Manajemen Anak Babi yang Lahir ................................ Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Lahir Hidup ........................................................................ Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Umur Penyapihan ................................................................................. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Sapih .................................................................................. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu ....................... Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Persentase Litter Size Sapih .......................................................
16 16 17 18 18 18 18
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
30
Kesimpulan ................................................................................ Saran .........................................................................................
30 30
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................
31
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
32
LAMPIRAN . ........................................................................................
35
19 21 23 25 27
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Siklus Reproduksi Ternak Babi .....................................................
3
2. Karakteristik Kuantitatif Semen pada Babi ...................................
5
3. Panjang dan Berat Fetus Babi pada Berbagai Fase ........................
7
4. Rataan Litter Size Lahir dengan Paritas Induk yang Berbeda .......
9
5. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Lahir Hidup ...........................................................................
20
6. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Umur Penyapihan .....................................................................................
22
7. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Sapih .......................................................................................
23
8. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu ...........................
25
9. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Persentase Litter Size Sapih .. .........................................................
28
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kawin Secara Alami pada Ternak Babi .........................................
4
2. Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Ternak Babi ........................
6
3. Grafik Litter Size Lahir Hidup Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk ...........................................................................
21
4. Grafik Umur Penyapihan Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk ...........................................................................
22
5. Grafik Litter Size Sapih Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk ...........................................................................
25
6. Grafik Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk ......................
26
7. Jumlah Kematian Anak Babi Selama Periode Menyusu Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk ......................
27
8. Grafik Persentase Litter Size Sapih Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk .......................................................
29
9. Grafik Litter Size Lahir Hidup dan Litter Size Sapih Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk ......................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data Suhu dan Kelembaban di Kandang Selama Penelitian ........
36
2. Peta Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah ...
38
3. Denah Usaha Peternakan Babi PT. Adhi Farm ............................
39
4. Komposisi Zat Makanan Konsentrat ............................................
40
5. Hasil Analisis Ragam Litter Size Lahir Hidup ..............................
40
6. Hasil Analisis Ragam Umur Penyapihan ......................................
41
7. Hasil Analisis Ragam Litter Size Sapih ........................................
41
8. Hasil Analisis Ragam Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu ........................................................................................
42
9. Hasil Analisis Ragam Persentase Litter Size Sapih ......................
42
10. Data Penelitian ...............................................................................
43
PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi oleh peternakan Indonesia salah satunya adalah permintaan daging yang terus meningkat melebihi produksi yang dihasilkan. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kemampuan induk untuk menghasilkan jumlah anak yang optimal dalam siklus reproduksinya. Cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah bagaimana mengusahakan dan mengembangkan ternak yang mampu berproduksi dengan cepat. Ternak babi merupakan ternak yang potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan daging karena mempunyai kemampuan berkembangbiak yang cepat dalam menghasilkan anak seperindukan yang tinggi (Parakkasi, 1990). Jumlah anak babi yang dilahirkan dan hidup, menentukan banyaknya sapihan yang nanti dapat dijual. Upaya untuk menghasilkan litter size yang tinggi sampai disapih diperlukan manajemen yang baik dalam pengawinan (inseminasi buatan maupun alami), penanganan induk dan anaknya yang lahir, umur penyapihan, pemeliharaan babi sapihan dan memperhatikan paritas induk. Paritas atau frekuensi ternak dalam melahirkan anak adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi litter size. Semakin sering induk melahirkan, maka semakin besar litter lahir, mencapai puncak kemudian stabil dan selanjutnya diikuti penurunan secara bertahap (Toelihere, 1993). Salah satu usaha untuk meningkatkan paritas adalah dengan mempersingkat umur penyapihan dengan harapan anak yang dihasilkan akan semakin banyak atau produktivitas tahunan induk semakin meningkat. Inseminasi buatan (IB) pada babi belum banyak diterapkan di Indonesia karena adanya pendapat, bahwa jika melakukan IB banyak mengalami kegagalan daripada keberhasilan dibandingkan dengan pengawinan secara alami, padahal jika dilakukan dengan baik dan benar, hasilnya akan sama atau bahkan lebih baik dalam hal menghasilkan litter size. Pengurangan penggunaan pejantan di suatu peternakan untuk mengawini babi betina juga mempunyai dampak ekonomis yang lebih baik. Jumlah sel telur yang dapat dibuahi oleh sperma dengan IB ditentukan oleh kualitas sperma (motilitas sperma, abnormalitas sperma), volume pengencer dan nutrisi
sperma yang ditambahkan, dan metode pelaksanaan IB. Kualitas sperma yang baik dapat diperoleh dari seleksi pejantan dan hasil evaluasi semen. Perumusan Masalah Litter size lahir yang hidup sampai disapih menentukan keberhasilan usaha peternakan babi. Semakin banyak anak babi lahir dan disapih, maka keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai manajemen pengawinan dan paritas induk sehingga litter size yang dihasilkan optimal. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaruh sistem pengawinan (IB dan alami) dan paritas induk terhadap litter size. Selan itu, penelitian ini juga dapat melihat interaksi antara sistem pengawinan dan paritas induk yang dapat menghasilkan litter size optimal. Manfaat Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peternak dan industri peternakan babi serta para pengguna yang memerlukan informasi mengenai sistem pengawinan dan paritas induk untuk mendapatkan litter size optimal. Diharapkan, hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat sebagai dasar informasi untuk penelitian selanjutnya.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sifat Reproduksi Ternak Babi Betina Babi adalah ternak yang dapat menghasilkan anak dalam jumlah besar (litter) dengan interval generasi yang lebih singkat daripada domba, kambing, sapi, kerbau dan kuda sehingga babi mempunyai potensi reproduksi yang tinggi untuk produksi ternak komersial (Toelihere, 1993). Parakkasi (1990) menyatakan, bahwa ternak babi merupakan ternak yang cepat berkembangbiak karena menghasilkan litter size (jumlah anak per induk per kelahiran) yang tinggi. Menurut Sihombing (1997), sifat reproduksi yang dimiliki ternak babi adalah meliputi banyak anak per kelahiran (litter size) dan banyaknya anak yang disapih per kelahiran, sementara menurut Toelihere (1977) siklus reproduksi pada ternak babi diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Siklus Reproduksi Ternak Babi Siklus Reproduksi Umur pada saat pubertas (bulan) Berat pada waktu pubertas (kg) Umur yang dianjurkan pada pengawinan pertama (bulan) Lama siklus berahi (hari)
Keterangan 5-8 68-113 8-9 18-24
Waktu ovulasi
30-40 jam sesudah permulaan berahi
Waktu optimum untuk dikawinkan
12-30 jam sesudah permulaan berahi
Sumber : Toelihere, 1977
Kawin Secara Alami pada Ternak Babi Babi betina yang berahi dan mau dikawinkan, akan memperlihatkan tingkah laku seperti: berdiri diam, tegak dan kaku bila disentuh atau ditekan punggungnya oleh dagu pejantan atau tangan pekerja, sedangkan alat kelamin luar (vulva) mengalami perubahan yaitu agak membengkak dan haemorhagis (Toelihere, 1977). Babi yang berahi biasanya menunjukkan sifat agresor dalam pencarian pejantan. Bila mereka bertemu, tingkah laku kawinnya sebagai berikut: mulai dari bercumbu (pejantan mencium alat kelamin betina, mulut berbuih dan kencing secara ritmik), penunggangan, pemasukan penis kedalam vagina (kopulasi) dan ejakulasi semen. Ejakulat pejantan biasanya didepositkan melalui corong servix uterus yang
sedang relaks (Sihombing, 1997). Gambar 1 memperlihatkan bagaimana ternak babi kawin secara alami.
Gambar 1. Kawin Secara Alami pada Ternak Babi Inseminasi Buatan (IB) pada Ternak Babi Inseminasi buatan adalah salah satu teknik beternak modern yang diterapkan secara efisien pada peternakan yang maju. Manfaat yang diperoleh dari inseminasi buatan menurut Toelihere (1993) diantaranya adalah meningkatkan penggunaan pejantan unggul, menghemat biaya, meningkatkan potensi genetik dan mencegah penularan penyakit, sedangkan menurut Sterle dan Safranski (2005) serta McIntosh (2005), bahwa dalam pelaksanaannya kadang terjadi kendala untuk keberhasilan IB seperti lingkungan dan kesalahan manusia (cara mengoleksi, pengenceran, transportasi dan pada saat mendepositkan semen kedalam alat kelamin betina) selain itu, apabila tidak diawasi dengan baik maka penyebaran penyakit menular akan semakin cepat dan kemungkinan sebagai alat penyebar abnormalitas genetik (Toelihere, 1993). Tahapan dalam melakukan inseminasi buatan meliputi penampungan semen, pemeriksaan semen, pengenceran dan pengawetan semen yang telah ditampung dan pelaksanaan inseminasi. Penampungan Semen Penampung semen babi jantan dapat menggunakan vagina buatan dengan temperatur sekitar 40,5 sampai 45,50C atau hampir sama dengan temperatur vagina yang sesungguhnya. Babi pejantan terlebih dahulu dilatih sebelum vagina buatan digunakan, yaitu menggunakan babi betina yang berahi (Sihombing, 1974/1975) atau dummy (Toelihere, 1993). Segera setelah pejantan menaiki betina atau dummy 4
(hewan tiruan), penis babi diarahkan kedalam vagina buatan dan semen akan diejakulasikan (Sihombing, 1974/1975). Pemeriksaan Semen Menurut Winters (1963), karakteristik kuantitatif semen babi adalah seperti tertera pada Tabel 2. Penentuan dan penilaian motilitas atau daya gerak spermatozoa menurut Toelihere (1993), adalah suatu prosedur visual dan dinyatakan secara komparatif dan tidak mutlak. Babi jantan yang fertil umumnya mempunyai 80 sampai 90 persen sperma motil aktif. Tabel 2. Karakteristik Kuantitatif Semen pada Babi Karakteristik Keterangan 3 Volume per ejakulat (cm ) 125-500 Konsentrasi sperma/ mm3
25.000-1.000.000
pH
6,8-7,2
Sumber : Winters, 1963
Toelihere (1993) juga menyatakan, bahwa konsentrasi spermatozoa merupakan faktor penting yang menggambarkan kualitas semen. Acrosom pada sperma mempunyai peranan yang penting dalam proses pembuahan, oleh karena itu perlu diperhatikan secara khusus apakah terjadi ketidaknormalan pada acrosom. Pengenceran dan Pengawetan Semen Volume semen yang ditambahkan kedalam bahan pengencer atau yang tidak diencerkan adalah sebanyak 50-100 ml (Winters, 1963), sedangkan menurut Hafez (1968) kadar pengenceran terhadap 1 ml semen adalah 10 ml. Pengawetan semen yang sudah diencerkan menurut Toelihere (1993), adalah dengan mendinginkan secara bertahap sehingga suhunya mencapai 12 sampai 20oC, yang merupakan suhu optimum untuk penyimpanan semen babi. Pelaksanaan Inseminasi Deteksi berahi dan waktu inseminasi sangat penting untuk mendapatkan litter size yang tinggi dalam inseminasi buatan pada babi betina (Toelihere, 1993). Berahi pada babi ditunjukkan dengan beberapa perubahan tingkah laku betina yaitu suka mengganggu pejantan, gelisah, menaiki betina lain, nafsu makan menurun dan babi betina mengeluarkan suara yang khas (Sihombing, 1997).
5
Waktu yang tepat untuk mengawinkan babi menurut Winters (1963), adalah selama hari kedua berahi, sementara Hafez (1968) menyatakan, bahwa waktu tebaik untuk inseminasi adalah pada hari pertama atau hari kedua berahi dan menurut Toelihere (1993), waktu optimum untuk inseminasi adalah 10-25 jam sesudah permulaan berahi. Sihombing (1997) menyatakan, bahwa telur yang paling banyak dilepaskan dari ovarium adalah 30-36 jam setelah mulai berahi dan saat melakukan pengawinan yang paling baik adalah pada akhir hari pertama berahi dan 24 jam kemudian. Gambar 2 memperlihatkan pelaksanaan inseminasi buatan (IB) pada ternak babi.
Gambar 2. Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Ternak Babi Proses Kebuntingan pada Babi Proses kebuntingan pada ternak babi merupakan suatu proses yang saling berkesinambungan yaitu dimulai dari fertilisasi, proses preimplantasi, embrional dan pembentukan fetus. Fertilisasi atau pembuahan adalah proses satu sel sperma bersatu dengan sel telur untuk membentuk zigot. Pengawinan harus dilakukan pada saat yang tepat agar terjamin banyak sel telur yang dibuahi. Apabila pengawinan terlalu awal dilakukan, sperma tiba di tuba falopii terlalu awal dan mungkin mati sebelum telur dilepaskan (Sihombing,1997). Waktu optimum untuk pemasukan sperma harus berlangsung kira-kira 12 jam sebelum ovulasi. Perjalanan sperma ke saluran reproduksi betina berlangsung secara cepat dan hanya beberapa menit, lalu sperma menunggu sel telur yang dilontarkan oleh induk (Cole dan Cupps, 1977).
6
Periode preimplantasi pada babi berlangsung selama dua minggu pertama kebuntingan. Telur yang tertunas, pada hari ke-12 hingga ke-24 akan menempatkan diri dan berimplantasi di dinding uterus (Toelihere, 1977). Periode embrio berlangsung selama minggu ketiga sampai kelima kebuntingan dan ditandai dengan pembentukan awal organ-organ dan bagian tubuh. Selaput pembungkus embrio sudah terbentuk dan mulai berfungsi untuk melindungi dan memberi makan embrio. Zat-zat makanan dan oksigen ditransfer melalui selaput tersebut ke embrio dan materi sisa disalurkan keluar (Sihombing, 1997). Periode fetus berlangsung dari hari ke-36 hingga anak lahir sekitar hari ke114. Sekitar hari ke-60 fetus mengembangkan sistem imunitasnya sendiri terhadap infeksi yang ringan. Berat serta panjang fetus dapat diketahui dari 30 hari setelah konsepsi, seperti diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Panjang dan Berat Fetus Babi pada Berbagai Fase Setelah konsepsi (hari) Panjang (cm) Berat (g) 30 2,5 1,5 51
9,8
49,8
72
16,3
220,5
93
22,9
616,9
114
29,4
1040,9
Sumber : Sihombing (1997)
Kelahiran pada Babi Kelahiran (partus) adalah serangkaian proses-proses fisiologik yang berhubungan dengan pengeluaran anak dan plasenta dari induk pada akhir masa kebuntingan (Toelihere, 1977). Menurut Sihombing (1997), biasanya induk babi yang akan mengalami proses beranak menunjukkan tanda kegelisahan beberapa jam sebelum partus dan air susu dapat keluar apabila ambing ditekan. Sihombing (1997) juga menegaskan, induk pada umumnya melahirkan dengan beberapa menit antara setiap anak keluar yang kemudian diikuti oleh plasenta dan semua proses kelahiran berlangsung selama beberapa jam.
7
Saat lahir, tubuh anak babi memiliki lapisan lemak yang sangat terbatas (12%) dan benar-benar tidak ada bulu penutup, maka temperatur lingkungan yang dibutuhkan adalah 350C (Sihombing,1997). Litter Size Babi adalah ternak yang sangat subur dibandingkan dengan ternak mamalia lainnya, tetapi efisiensi reproduksinya tidak tinggi apabila diukur berdasarkan litter yang dihasilkan pada saat kelahiran (Toelihere, 1993). Litter size pada saat lahir adalah jumlah anak yang lahir per induk per kelahiran. Seekor induk babi dapat menghasilkan litter sebanyak 8-12 ekor anak babi setelah periode kebuntingan selama 112-120 hari (Eusebio, 1980). Litter size lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pejantan dan induknya (Kingston, 1983), banyaknya sel telur yang dilepaskan indung telur (ovulasi), laju hidup embrio selama berkembang (Sihombing, 1997), laju pembuahan atau persentase sel telur yang dapat dibuahi dan dapat terus hidup (Siagian, 1999), umur induk (Singh dan Earl, 1982) dan paritas (Shostak dan Metodiev, 1994), selain itu juga dipengaruhi oleh manajemen (Babot et al., 1994) dan kemampuan kapasitas uterus (Leymaster dan Johnson, 1994). Menurut Toelihere (1993), besar litter sangat bervariasi menurut individu. Induk yang mengalami cekaman selama kebuntingan dapat menurunkan litter size sehingga perlu manajemen yang benar untuk meminimalkan cekaman induk terutama satu minggu sebelum beranak (Gardner et al., 1990). Bangsa babi juga dapat mempengaruhi jumlah litter size lahir, babi Duroc dengan litter size 10,24 ekor, bangsa babi Landrace 10,94 ekor (Milagres et al., 1983) dan 11 ekor (Devendra dan Fuller, 1979), sedangkan untuk bangsa babi Yorkshire adalah 9,57 ekor (Park dan Kim, 1983). Litter size pada saat sapih dipengaruhi oleh banyaknya anak yang dilahirkan seekor induk per kelahiran, manajemen pemeliharaan, agalactia dan stres pada induk (Chabo et al., 1999), sedangkan menurut Sihombing (1997), lama umur penyapihan dan penyakit juga dapat mempengaruhi litter size sapih. Kesehatan dan daya tahan tubuh anak babi selama masa menyusu terhadap penyakit sangat penting untuk produktivitas dan keuntungan yang diperoleh (Hill dan Sainsbury, 1995). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat imunitas anak 8
babi yaitu genetik, umur penyapihan, distribusi paritas, bentuk perkandangan, sanitasi dan respon tubuh terhadap penyakit (Harris, 2000). Litter size sapih dapat dipengaruhi oleh kemampuan induk memelihara dan menyusui (Siagian, 1985). Aspek mothering ability pada babi tergantung dari genetik, aspek fisiologis dan lingkungan (Knol, 2003). Siagian (1985) juga menegaskan, bahwa bangsa babi juga mempengaruhi litter size sapih dimana bangsa babi Duroc menghasilkan litter size sapih paling rendah dibandingkan dengan induk Yorkshire dan Landrace. Paritas Paritas (frekuensi ternak dalam melahirkan anak) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi litter size dan performa reproduksi induk. Paritas induk yang semakin meningkat dapat menurunkan performa reproduksi induk dan litter size (Hughes dan Varley, 2003). Menurut Toelihere (1993), babi induk muda dapat menghasilkan litter yang lebih banyak dibandingkan dengan babi dara dan makin sering beranak makin besar juga litter size yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shostak dan Metodiev (1994), parity pertama menghasilkan litter size yang paling sedikit dibandingkan dengan parity selanjutnya dan terus meningkat sampai parity kelima (Tabel 4). Tabel 4. Rataan Litter Size Lahir dengan Paritas Induk yang Berbeda Paritas Rataan litter size (ekor) 1 9,21 2
9,40
3
9,54
4
9,67
5
9,87
Sumber: Shostak dan Metodiev, 1994
Puncak peningkatan besar litter size menurut Toelihere (1993), terjadi pada kelahiran ke-5 sampai ke-7, sedangkan menurut Sihombing (1997), induk babi menghasilkan jumlah anak yang maksimal pada kelahiran ke-5 sampai ke-6 kali
9
sehingga pada peternakan intensif biasanya induk diafkir pada saat setelah induk melahirkan anak ke-5 sampai ke-6 kalinya. Umur Penyapihan Anak Babi Penyapihan adalah umur paling muda dimana anak dapat dipisahkan dari induk tanpa pengurangan berat badan (Toelihere, 1977). Kebanyakan peternak menyapih anak babinya pada umur antara 4-6 minggu (Sihombing, 1997) atau pada umur 3-5 minggu (Devendra dan Fuller, 1979). Lama umur penyapihan berpengaruh terhadap lamanya induk berahi kembali, laju konsepsi, kematian dini embrio dan banyak anak per kelahiran atau litter size selanjutnya. Penyapihan yang dini (3-4 minggu) dapat menyebabkan anak yang lahir menurun 0,25 ekor dari anak lahir hidup dibandingkan dengan yang disapih lebih lambat atau lebih dari empat minggu. Meskipun demikian, menyapih anak terlalu lama juga dapat menyebabkan penurunan bobot badan induk, memperpanjang waktu untuk mengawinkan kembali dan anak yang dihasilkan per induk per tahun berkurang (Sihombing, 1997). Semakin lama umur penyapihan, juga berpengaruh terhadap jumlah anak yang disapih. Menurut Smithcors dan Catott (1966), bahwa kematian akibat penyakit dan aneka ragam banyak terjadi pada saat umur anak babi lebih dari empat bulan. Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu Menurut Fahmy dan Bernard (1972), kematian anak babi sebelum disapih mencapai 20-25% dari seluruh jumlah anak babi yang dilahirkan hidup, sementara menurut Gardner et al. (1990), kematian anak yang lahir hidup sampai disapih mencapai 10% yang diakibatkan tidak cukup mendapat kolostrum beberapa saat setelah lahir, sanitasi yang kurang baik, temperatur yang terlalu rendah, bobot lahir yang rendah, cekaman pada induk dan penyakit terutama enteritis dan pneumonia. Hurley (1999) menyatakan, bahwa lebih dari 60% kematian anak sebelum disapih disebabkan oleh rendahnya produksi susu induk yang akan mempengaruhi pertumbuhan anak babi, sedangkan menurut Sihombing (1997), kematian anak babi saat menyusu yang menonjol adalah mati lahir karena anak babi kekurangan oksigen, kelemahan dan tertindih atau terjepit oleh induk. Lucbert dan Gatel (1988) mengemukakan, bahwa periode beranak induk juga dapat mempengaruhi mortalitas anak babi yang mana periode beranak pertama 10
merupakan faktor yang paling kritis bagi anak babi yang baru dilahirkan. Bolet (1982) juga menyatakan, kematian akibat terinjak oleh induk, kaki tidak lurus, agalactia dan kelemahan anak-anak babi lebih sering terjadi pada induk yang beranak pertama dibandingkan beranak kedua. Kematian anak babi setelah lahir dapat diakibatkan oleh adanya penyakit diare atau mencret karena hampir 20% anak babi terserang diare (Ensminger, 1977). Anak babi sangat lemah, kurus, kotoran bersifat lebih encer, berwarna kekuningkuningan, dan melekat pada sekitar bagian anus (Hungerford, 1970). Smithcor dan Catcott (1996) juga mengemukakan, penyebab kematian anak babi pada umur lebih dari empat minggu banyak disebabkan penyakit pernafasan, penyakit oleh bakteri dan aneka ragam, sementara Davidson dan Coey (1966) menyatakan, kematian anak babi saat berumur lebih dari dua bulan disebabkan oleh sanitasi dan manajemen.
11
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan babi PT. Adhi Farm, Desa Sepreh, Kelurahan Sroyo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Solo, Propinsi Jawa Tengah. Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 4 Juli sampai dengan 25 Agustus 2005. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 41 ekor babi betina bunting yang beranak dan menyapih pada tanggal 4 Juli sampai dengan 25 Agustus 2005, dimana tiap ekor babi tersebut merupakan satu satuan unit percobaan. Selain itu juga menggunakan data sebelumnya dari 147 ekor babi induk. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah 63 buah Kandang Khusus Induk Beranak (KKIB), gunting, kateter, dummy atau babi betina yang berahi, penampung semen, penangas air, mikroskop elektrik, termometer, gelas objek, flat pack, kertas saring, beaker glass, pendingin, oven, termos dan autoklaf. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen, aquabides, media hidup sperma atau Artificial Insemination Products (AIP) Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari 10 perlakuan yaitu : 1. Inseminasi buatan pada paritas pertama (IB-P1) 2. Inseminasi buatan pada paritas kedua (IB-P2) 3. Inseminasi buatan pada paritas ketiga (IB-P3) 4. Inseminasi buatan pada paritas keempat (IB-P4) 5. Inseminasi buatan pada paritas kelima (IB-P5) 6. Alami pada paritas pertama (A-P1) 7. Alami pada paritas kedua (A-P2) 8. Alami pada paritas ketiga (A-P3) 9. Alami pada paritas keempat (A-P4) 10. Alami pada paritas kelima (A-P5).
Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 5 dengan ulangan sebanyak n (jumlah pengamatan) yang tidak sama pada tiap perlakuan (unbalanced data). Faktor pertama adalah sistem pengawinan yaitu IB dan alami dan faktor kedua adalah paritas (P) induk babi (1-5). Model matematik yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah: Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Yijk
= nilai pengamatan pada faktor cara pengawinan taraf ke i, faktor paritas taraf ke j dan ulangan ke k atau nilai respon
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh faktor sistem pengawinan pada taraf ke i; i= IB dan alami
βj
= pengaruh faktor paritas pada taraf ke j; j= 1,2,3,4 dan 5
(αβ)ij = interaksi antara faktor sistem pengawinan dan paritas εijk
= galat
Peubah yang Diamati 1. Litter size lahir hidup (ekor), yaitu jumlah anak yang lahir hidup per induk per kelahiran. 2. Umur penyapihan (hari), yaitu mulai anak babi lahir dan menyusu pada induk hingga anak babi tersebut tidak lagi mendapat air susu dari induk. 3. Litter size sapih (ekor), yaitu jumlah anak babi yang disapih per induk per kelahiran. 4. Mortalitas anak babi selama periode menyusu (%), dihitung dengan mengurangi litter size lahir hidup dengan yang disapih dibagi dengan litter size hidup kemudian dikalikan dengan 100%. 5. Persentase litter size sapih (%), dihitung dari jumlah babi lahir hidup dikurangi jumlah anak sapih dari tiap induk per kelahiran, dikalikan dengan 100%. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) dengan prosedur General Linear Model. Hasil yang berbeda karena pengaruh perlakuan diuji menggunakan uji lanjut Tukey untuk mengetahui besarnya 13
perbedaan tersebut. Pengolahan data hasil penelitian menggunakan perangkat lunak MINITAB release 13.20. Prosedur Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pengamatan selama penelitian (data primer) dan catatan induk sebelumnya (data sekunder). Pencatatan data primer dan sekunder meliputi: identitas induk, tanggal pengawinan, pejantan yang digunakan untuk kawin, sistem pengawinan, tanggal beranak, jumlah anak yang lahir hidup, tanggal sapih dan jumlah anak yang disapih. Pengamatan lain yang dilakukan adalah melihat manajemen pemberian pakan, penanganan induk dan anak lahir sampai disapih, selain itu juga dilakukan pengamatan untuk melihat proses pengawinan pada induk, baik secara IB maupun alami. Proses IB, meliputi: persiapan bahan pengencer, penampungan, evaluasi semen dan pelaksanaan pengawinan. Persiapan Bahan Pengencer Sebelum penampungan semen dilakukan, terlebih dahulu bahan pengencer dipersiapkan. Persiapan ini dilakukan satu jam sebelum penampungan semen. Aquabides sebanyak satu liter dicampurkan dengan satu bungkus Artificial Insemination Product, kemudian dipanaskan kedalam penangas air selama satu jam sampai suhu mencapai 380C. Penampungan Semen Penampungan semen dilakukan dengan metode pengurutan (massage) dan menggunakan dummy atau babi betina berahi. Apabila penampungan semen dilakukan dengan menggunakan dummy, pejantan dibawa kekandang penampungan semen, tetapi sebelumnya dummy dioleskan dengan cairan yamg diambil dari vulva babi betina yang sedang berahi. Apabila menggunakan babi betina yang sedang berahi, maka betina tersebut dibawa kekandang pejantan. Pejantan yang menaiki dummy atau babi betina berahi akan mengeluarkan penisnya. Penis dengan cepat dipegang dan ditarik oleh teknisi kearah tabung penampung semen. Evaluasi Semen Semen yang sudah ditampung (tidak berwarna atau bening) kemudian langsung dibawa ke laboratorium untuk dievaluasi. Semen diteteskan sedikit pada
14
gelas objek kemudian diamati dibawah mikroskop elektrik untuk melihat motilitas sperma. Motilitas sperma sebesar 75% atau lebih menunjukkan, bahwa sperma progresif. Semen tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengencer dengan perbandingan 1 : 2 dan suhu akhirnya 37,5-38,00C. Setelah dicampur, semen diteteskan pada gelas objek dan diperiksa dibawah mikroskop untuk dilihat kembali motilitasnya. Semen yang dinilai 75% atau lebih progresif, dikemas kedalam flat pack atau bungkus semen dengan volume yang ditentukan. Semen yang telah dikemas, disimpan didalam pendingin bersuhu 50C. Ada yang langsung digunakan adapula yang disimpan 24 jam untuk diinseminasikan. Tidak disarankan menggunakan semen cair yang disimpan lebih dari 24 jam. Semen yang akan digunakan dimasukkan kedalam termos sebagai alat transportasi dengan kapasitas 23 kemasan. Satu kemasan semen digunakan untuk satu ekor babi dan proses inseminasi untuk setiap ekor babi berlangsung 1-5 menit. Pelaksanaan Inseminasi Buatan Sebelum dilakukan inseminasi, vulva babi betina yang berahi dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan aquabides. Ujung kateter, dibasahi dengan aquabides kemudian dimasukkan secara perlahan-lahan kedalam alat kelamin betina yang diputar berlawanan dengan arah jarum jam. Setelah serviks mengunci, semen yang sudah dikemas dialirkan lewat kateter. Kateter agak diangkat keatas supaya semen dapat mengalir kedalam alat kelamin betina. Pengawinan Secara Alami Babi betina yang berahi dibawa kedalam kandang pejantan untuk dikawinkan. Betina akan membiarkan pejantan tersebut untuk menaikinya. Pada saat pejantan menaiki betina, penis diarahkan kedalam alat kelamin betina. Proses kawin berlangsung selama lebih kurang 10 menit.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Keadaan Lingkungan dan Populasi Ternak Penelitian ini dilakukan di usaha peternakan babi PT. Adhi Farm, berlokasi di Desa Sepreh, Kelurahan Sroyo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Solo, Propinsi Jawa Tengah. Jarak lokasi peternakan ke Kecamatan ± 6 kilometer, ke Kotamadya Dati II ± 12 kilometer dan ke Ibukota Propinsi Dati I ± 116 kilometer. Menurut data klimatologi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) terdekat, pada bulan Juli 2005 rataan suhu di kota Solo 26,60C, dengan kelembaban 75% dan curah hujan adalah enam hari, sedangkan pada bulan Agustus 2005 rataan suhu adalah 26,50C, kelembaban 70% dan tidak ada curah hujan. Selama penelitian berlangsung, rataan suhu dan kelembaban pada pagi, siang dan sore hari masing-masing adalah 26,00C dan 84,1%; 30,90C dan 55,5%; 29,60C dan 65,4%. Rataan suhu dan kelembaban harian disekitar kandang masing-masing adalah 28,130C dan 72,06%. Suhu yang ideal bagi ternak babi berkisar antara 19210C, dengan kelembaban sekitar 70-75%. Temperatur dan kelembaban udara dapat mempengaruhi penampilan ternak babi, baik induk maupun anaknya dimana anak babi membutuhkan udara sekitar yang hangat, sebaliknya induk memerlukan temperatur yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan, suhu disekitar kandang cukup tinggi bagi induk babi. Usaha yang dilakukan peternakan tersebut untuk mengurangi cekaman panas bagi induk adalah penyiraman seluruh tubuh terutama pada siang hari. Populasi ternak yang dimiliki oleh perusahaan saat penelitian adalah sebanyak 1601 ekor. Populasi tersebut terdiri dari delapan ekor babi dara atau calon induk, delapan ekor pejantan, dua ekor calon pejantan, 215 ekor induk, 241 ekor sapihan, 262 ekor anak yang masih menyusu dan 864 ekor babi grower-finisher. Bangsa babi induk yang digunakan adalah Yorkshire dan Landrace. Babi dara dipelihara hingga umur delapan bulan dan mulai digunakan sebagai induk pada umur 10 bulan. Bangsa pejantan yang digunakan untuk pengawinan adalah Duroc, Landrace dan Yorkshire dengan rataan umur dua tahun. Kriteria pemilihan pejantan yaitu bentuk tubuh panjang dan memiliki libido yang tinggi.
Manajemen Pemberian Pakan dan Perkandangan Pemberian pakan pada babi yang bunting dilakukan dua kali per hari yaitu pagi dan siang (2,3-2,5 kg/hari), sedangkan untuk induk yang berada di kandang beranak sampai menyapih dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu saat pagi, siang dan sore (3,5-4 kg/hari). Pemberian pakan yang lebih sedikit pada babi bunting bertujuan untuk mengatasi kesulitan saat beranak akibat induk yang terlalu gemuk, sedangkan peningkatan pemberian pakan saat akhir periode kebuntingan sampai menyapih dilakukan untuk menjamin pertumbuhan fetus yang sangat cepat, meningkatkan produksi susu dan memperbaiki kondisi tubuh induk. Susunan pakan untuk babi yang bunting dan induk di kandang beranak terdiri dari bekatul, jagung, bungkil kelapa, mineral, biosfet dan konsentrat. Khusus konsentrat 57, diberikan untuk induk di kandang beranak, sedangkan babi yang bunting diberikan konsentrat 152. Pemberian pakan tambahan untuk anak babi menyusu atau yang ikut induk (umur tiga minggu sampai anak tersebut disapih) diberikan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan siang hari. Pemberian pakan tambahan untuk anak babi bertujuan untuk meningkatkan bobot badan anak saat disapih, memperbaiki kondisi induk dan memperkecil hambatan pertumbuhan anak lepas sapih (Sihombing,1997). Pakan yang diberikan berupa konsentrat, terdiri dari jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daging dan tulang, lamtoro, pecahan gandum, vitamin A, D3, E, K, B2, B12, Nissin, Kalsium D. Phantothenat, Kholin, Kholorida, Dikalsium Phosphat, Kalsium Karbonat, Natrium Clorida, Trace mineral, asam amino dan antioxidan. Sistem perkandangan pada pejantan, adalah kandang individu dengan ukuran 2,20 x 2,26 x 1,46 m3. Kandang babi bunting, induk kering dan calon induk adalah juga kandang individu dengan ukuran 2,14 x 0,71 x 0,92 m3. Kandang khusus induk beranak (KKIB) letaknya terpisah dengan kandang pejantan, babi bunting, induk kering dan calon induk. Kandang khusus induk beranak (KKIB) berukuran 1,90 x 0,66 x 0,92 m3 dan didalamnya diletakkan box hangat untuk areal anakan berukuran 1,8 x 0,56 x 0,64 m3.
17
Keadaan Khusus Peternakan Manajemen Pengawinan Usaha peternakan babi PT. Adhi Farm, menerapkan sistem pengawinan secara alami dan inseminasi buatan (IB), pengawinan biasanya dilakukan pada pagi hari yaitu kurang lebih pukul 10.00 WIB dengan frekuensi pengawinan sebanyak dua kali pada tiap periode berahi. Hal tersebut dilakukan agar sperma dapat membuahi sel telur yang gagal dibuahi pada pengawinan pertama. Waktu pengawinan yang tepat juga mempengaruhi jumlah sel telur yang dapat dibuahi. Saat melakukan pengawinan yang paling baik adalah pada akhir hari pertama berahi dan 24 jam kemudian (Sihombing, 1997). Pejantan yang digunakan untuk pengawinan secara alami berbeda dengan yang digunakan untuk IB. Pejantan untuk pengawinan secara alami yang sering digunakan adalah TK (Teko) atau pejantan nomor 6, 8, 9,10 dan 11, sedangkan untuk pengawinan secara IB adalah pejantan TK 7, D3147 dan DP9003. Manajemen Induk Beranak Penanganan sebelum dan saat induk beranak perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi anak babi yang akan dilahirkan. Babi bunting dipindahkan kekandang beranak 1-2 minggu sebelum beranak untuk mengurangi cekaman akibat perubahan lingkungan kandang. Induk yang memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan berkurang, vulva merah dan bengkak serta mengeluarkan lendir, dan air susu dapat keluar apabila puting susu dipencet dari pangkal keujung merupakan gejala, bahwa induk tersebut tidak lama lagi akan beranak. Memberi suntikan oxitocin dengan dosis 3 cc secara intramuskular dibagian belakang telinga saat setelah satu ekor anak lahir dan merogoh alat kelamin induk untuk mengambil fetus dilakukan untuk mempercepat proses kelahiran serta membantu induk yang mengalami kesulitan beranak. Manajemen Anak Babi yang Lahir Anak babi yang baru lahir membutuhkan temperatur yang hangat yaitu sekitar 350C. Usaha yang dilakukan oleh peternak untuk mencegah kedinginan dan mengurangi mortalitas anak babi yang baru lahir yaitu dengan membersihkan tubuh anak babi yang baru lahir dari lendir dan darah serta menyediakan box yang hangat.
18
Pemotongan tali pusar dilakukan segera setelah anak babi dilahirkan, pemotongan ekor dan gigi anak babi dilakukan pada umur satu hari. Pemotongan gigi pada anak babi dilakukan untuk menjaga agar tidak melukai puting induk dan mencegah luka akibat perkelahian sesama anak babi. Babi jantan yang tidak digunakan sebagai calon bibit, dikastrasi pada saat berumur kurang lebih dua minggu. Menurut Sihombing (1997), anak babi sebaiknya dikastrasi sebelum berumur 10 minggu untuk memudahkan penanganan, mengurangi cekaman dan luka kastrasi pada anak babi lebih cepat pulih. Vaksinasi yang dilakukan yaitu vaksinasi mycoplasma dan hog cholera. Pemberian vaksin mycoplasma (2 cc) dilakukan pada umur satu minggu, dan 10 hari kemudian dilakukan vaksinasi hog cholera (1 cc). Vaksinasi mycoplasma diulang kembali satu sampai lima minggu kemudian. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Lahir Hidup Rataan litter size lahir hidup berdasarkan sistem pengawinan dan paritas induk babi disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat, bahwa rataan litter size lahir hidup sebesar 9,43 ± 2,34 ekor. Rataan litter size lahir hidup dari paritas pertama sampai kelima berturut-turut adalah 9,00; 9,89; 9,56; 9,44 dan 9,27 ekor, sedangkan berdasarkan sistem pengawinan IB dan alami memiliki rataan litter size lahir hidup masing-masing 9,04 dan 9,82 ekor. Analisa sidik ragam menunjukkan, bahwa paritas tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap litter size lahir hidup. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, pada Tabel 5 memperlihatkan litter size tertinggi terdapat pada paritas kedua dan terus menurun hingga paritas kelima, dan induk pada paritas pertama menghasilkan litter size yang paling rendah dibandingkan dengan paritas lainnya. Hasil ini didukung oleh penelitian Shostak dan Metodiev (1994) yang menyatakan, bahwa parity pertama menghasilkan litter size yang paling sedikit dibandingkan dengan parity selanjutnya. Kecenderungan rendahnya litter size pada induk paritas pertama, disebabkan laju ovulasi yang masih rendah pada babi dara (Sihombing, 1997).
19
Tabel 5. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Lahir Hidup Sistem Pengawinan Paritas Rataan Induk IB n Alami n ------------------------------------ekor---------------------------------ab 1 9,36 ± 2,20 60 8,63b ± 2,37 80 9,00 ± 2,30 2
9,45ab ± 2,22 ab
59
10,31a ± 2,15 ab
52
9,89 ± 2,20
3
9,39 ± 2,98
49
9,72 ± 2,52
33
9,56 ± 2,75
4
9,00ab ± 2,73
28
9,88ab ± 2,34
17
9,44 ± 2,27
5
8,00b ± 2,73
5
10,54a ± 1,69
11
9,27 ± 2,21
Rataan
9,04b ± 2,46
9,82a ± 2,21
9,43 ± 2,34
Keterangan: n=jumlah pengamatan Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan, bahwa sistem pengawinan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap litter size lahir hidup. Tabel 5 menunjukkan, bahwa sistem pengawinan secara alami menghasilkan litter size lahir hidup nyata (P<0,05) lebih tinggi (9,82 ekor) dibandingkan dengan IB (9,04 ekor). Hal ini menyatakan, bahwa pengawinan secara alami pada babi lebih baik dibandingkan dengan IB untuk menghasilkan litter size lahir hidup. Hasil penelitian ini didukung oleh Sterle dan Safranski (2005) dan McIntosh (2005), bahwa dalam pelaksanaan IB terdapat faktor-faktor kendala untuk keberhasilan IB seperti lingkungan dan manusia. Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa interaksi antara sistem pengawinan dengan paritas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap litter size lahir hidup. Litter size lahir hidup tertinggi diperoleh pada pengawinan secara alami di paritas kelima (AP5) yaitu 10,54 ekor, berbeda nyata dengan paritas pertama pada sistem pengawinan yang sama (8,63 ekor) dan paritas kelima pada sistem pengawinan IB (8,00 ekor), namun nilai A-P5 lebih tinggi sedikit dibandingkan paritas kedua pada pengawinan yang sama (10,31 ekor), dan tidak berbeda dengan paritas ketiga dan keempat masing-masing 9,72 dan 9,88 ekor. Litter size lahir hidup berdasarkan sistem pengawinan dan paritas induk diperlihatkan pada Gambar 3.
20
Litter size lahir hidup (ekor)
10,31
12 10
9,36
8,63
9,45
10,54
9,88
9,72 9,39
9,00 8,00
8 6 4 2 0 1
2
3
4
5
Paritas IB
Alami
Gambar 3. Grafik Litter Size Lahir Hidup Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk Litter size lahir hidup pada Gambar 3 memperlihatkan, hasil pengawinan secara alami selalu lebih tinggi dibandingkan dengan IB pada semua paritas kecuali pada paritas pertama. Diduga hal ini karena peternak melakukan pengawinan IB pada babi dara sehingga laju pembuahan berikutnya semakin menurun dan berpengaruh terhadap litter size lahir hidup. Menurut Siagian (1999), bahwa pengawinan IB pada babi dara tidak dilakukan mengingat laju pembuahan sangat penting untuk menentukan litter size lahir. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Umur Penyapihan Rataan umur penyapihan berdasarkan sistem pengawinan dan paritas induk adalah 32,91 ± 5,14 hari. Berdasarkan Tabel 6, rataan umur penyapihan dari paritas pertama sampai kelima secara berturut-turut adalah 32,30; 33,16; 32,34; 35,37 dan 31,39 hari, sedangkan sistem pengawinan secara IB dan alami memiliki rataan umur penyapihan masing-masing 32,71 dan 33,11 hari. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan, bahwa paritas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap umur penyapihan. Umur penyapihan pada paritas keempat, nyata (P<0,05) lebih lama dibandingkan paritas pertama (32,30 hari), ketiga (32,34 hari) dan kelima (31,39 hari), tetapi tidak nyata dengan paritas kedua (33,16 hari).
21
Tabel 6. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Umur Penyapihan Sistem Pengawinan Paritas Rataan Induk IB n Alami n ------------------------------------hari ---------------------------------1 31,61±4,61 59 32,99±5,60 76 32,30b±5,10 2
32,83±5,06
58
33,50±4,67
50
33,16ab±4,86
3
32,46±4,74
48
32,21±4,09
28
32,34b±4,41
4
35,67±5,29
24
35,08±4,74
12
35,37a±5,01
5
31,00±6,06
4
31,78±6,53
9
31,39b±6,29
Rataan
32,71±5,15
33,11±5,13
32,91±5,14
Keterangan: n= jumlah pengamatan (ekor) Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Hasil analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa sistem pengawinan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap umur penyapihan. Meskipun demikian, umur penyapihan pada pengawinan secara alami lebih lama (33,11 hari) dibandingkan dengan IB (32,71 hari). Interaksi antara sistem pengawinan dengan paritas tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap umur penyapihan. Grafik masa menyusu atau umur penyapihan
Umur penyapihan (hari)
berdasarkan sistem pengawinan dengan paritas induk diperlihatkan pada Gambar 4. 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28
35,67 35,08
32,99
33,50 32,83
32,46
32,21
31,78
31,61 31,00
P1
P2
P3
P4
P5
Paritas IB
Alami
Gambar 4. Grafik Umur Penyapihan Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk
22
Umur penyapihan dengan sistem pengawinan yang berbeda (IB dengan alami) pada tiap paritas tidak menentu. Hal ini erat kaitannya dengan tata laksana penyapihan yang dilakukan oleh peternak tersebut. Umumnya penyapihan dilakukan pada umur empat minggu, pada hari tertentu dan secara berkelompok. Pengelompokan dilakukan agar induk dapat berahi dan dikawinkan kembali secara bersama-sama. Umur anak babi sudah mencukupi umur penyapihan, namun karena jumlah induk yang menyapih belum banyak, maka ada umur penyapihan diatas umur yang telah ditentukan oleh peternak. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Sapih Rataan litter size sapih berdasarkan sistem pengawinan dan paritas induk adalah 8,26 ± 1,88 ekor. Tabel 7 memperlihatkan rataan litter size sapih dari paritas pertama sampai kelima secara berturut-turut adalah 7,96; 8,54; 8,37; 7,99 dan 8,43 ekor, sedangkan litter size sapih berdasarkan sistem pengawinan secara IB dan alami masing-masing 8,06 dan 8,47 ekor. Tabel 7. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Litter Size Sapih Sistem Pengawinan Paritas Rataan Induk IB n Alami n ------------------------------------ekor---------------------------------1 8,34ab±2,01 55 7,58b±2,17 67 7,96±2,09 2
7,96ab±1,77
53
9,13a±1,96
46
8,54±1,86
3
8,27ab±2,37
47
8,48ab±2,18
25
8,37±2,27
4
7,91ab±1,65
23
8,08ab±1,97
12
7,99±1,80
5
7,75ab±1,70
4
9,11ab±1,05
9
8,43±1,37
Rataan
8,06±1,89
8,47±1,87
8,26±1,88
Keterangan: n= jumlah pengamatan (ekor) Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa paritas tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap litter size sapih. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, mulai terjadi penurunan litter size sapih pada paritas ketiga dan keempat dibandingkan dengan paritas kedua lalu kembali naik pada paritas kelima. Diduga hal ini disebabkan oleh daya hidup anak yang semakin menurun akibat terlalu lama 23
disapih. Hal ini dibuktikan pada paritas kelima, dimana umur penyapihannya lebih singkat (31,39 hari), menghasilkan litter size sapih yang relatif lebih banyak (8,43 ekor) dibandingkan pada paritas keempat (7,99 ekor) dan ketiga (8,37 ekor). Induk pada paritas pertama menghasilkan litter size sapih (7,96 ekor) paling sedikit dibandingkan paritas lainnya. Hal ini dapat disebabkan litter size lahir hidup pada paritas pertama (9,00 ekor) juga paling rendah sehingga litter size sapih yang dihasilkan paling sedikit dibandingkan paritas lainnya. Pernyataan ini didukung oleh Chabo et al. (1999), bahwa litter size pada saat sapih dipengaruhi oleh banyaknya anak seekor induk per kelahiran. Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa sistem pengawinan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap litter size sapih. Meskipun demikian, sistem pengawinan secara alami (8,47 ekor) lebih banyak menghasilkan litter size sapih daripada IB (8,06 ekor). Tujuan dari penggunaan sistem pengawinan secara IB salah satunya adalah mencegah penularan penyakit, namun apabila tidak diawasi dengan baik maka penyebaran penyakit menular semakin cepat (Toelihere, 1993). Penyakit yang dapat disebarkan oleh semen cair yang tidak ditambahkan dengan antibiotik seperti disentri dan pnemonia (Siagian, 1999) dapat berpengaruh terhadap daya hidup anak babi dan litter size sapih yang dihasilkan. Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa interaksi antara sistem pengawinan dengan paritas induk berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap litter size sapih. Litter size sapih tertinggi diperoleh pada pengawinan secara alami di paritas kedua (9,13 ekor), berbeda nyata dengan paritas pertama pada sistem pengawinan yang sama (7,58 ekor) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Litter size sapih pada Gambar 5 memperlihatkan, bahwa dengan sistem pengawinan secara alami selalu lebih tinggi daripada IB pada semua paritas kecuali paritas pertama yang menghasilkan litter size sapih lebih tinggi pada pengawinan IB. Hal ini berarti litter size sapih erat kaitannya dengan litter size lahir hidup yang dihasilkan. Semakin banyak litter size lahir hidup maka makin banyak litter size sapih yang dihasilkan, sebaliknya semakin sedikit litter size lahir hidup yang dihasilkan maka makin sedikit litter size sapih.
24
Litter size sapih (ekor)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
9,13 8,34 7,58
9,11
P1
8,48
8,27
7,96
P2
P3
8,08
7,91
7,75
P4
P5
Paritas IB
Alami
Gambar 5. Grafik Litter Size Sapih Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu Rataan mortalitas anak babi selama periode menyusu berdasarkan sistem pengawinan dan paritas induk adalah 12,13 ± 13,66%. Tabel 8 memperlihatkan rataan mortalitas anak babi selama periode menyusu dari paritas pertama sampai kelima secara berturut-turut adalah 11,75%; 12,77%; 12,51%; 11,88% dan 11,77%, sedangkan mortalitas anak babi selama periode menyusu berdasarkan sistem pengawinan secara IB dan alami masing-masing 11,78% dan 12,48%. Tabel 8. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu Sistem Pengawinan Paritas Rataan Induk IB n Alami n ------------------------------------ %---------------------------------1 10,06±11,30 55 13,45±14,67 67 11,75±12,98 2
14,04±14,14
53
11,50±13,29
46
12,77±13,71
3
11,86±11,31
47
13,16±12,88
25
12,51±12,09
4
10,32±15,44
23
13,44±14,37
12
11,88±14,90
5
12,66±17,17
4
10,88±12,11
9
11,77±14,64
Rataan
11,78±13,87
12,48±13,46
12,13±13,66
Keterangan: n= jumlah pengamatan (ekor)
Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa paritas tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap mortalitas anak babi selama periode menyusu. Meskipun 25
demikian, mortalitas tertinggi pada paritas kedua (12,77% dari 9,94 ekor litter size lahir hidup) dan mortalitas terendah pada paritas pertama (11,75% dari 9,10 ekor litter size lahir hidup). Hal ini menunjukkan, bahwa pada paritas kedua kematian anak babi yang menyusu lebih banyak (1,27 ekor) dibandingkan dengan paritas lainnya. Kematian yang tinggi dapat disebabkan oleh litter size lahir hidup yang banyak karena semakin tingginya persaingan merebut air susu sedangkan air susu yang dihasilkan induk tidak cukup untuk anaknya (Sihombing, 1997). Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa sistem pengawinan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap mortalitas anak babi selama periode menyusu. Meskipun tidak berbeda secara statistik, mortalitas pada pengawinan secara alami (12,48% dari 9,82 ekor litter size lahir hidup), lebih tinggi dibandingkan dengan mortalitas IB (11,78% dari 9,28 ekor litter size lahir hidup). Hal ini berarti, mortalitas anak babi menyusu lebih tinggi pada pengawinan secara alami dibandingkan dengan IB. Meskipun litter size lahir hidup pada pengawinan alami lebih banyak daripada IB, mortalitas anak babi selama periode menyusu dapat lebih tinggi. Interaksi antara sistem pengawinan dengan paritas tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap mortalitas anak babi selama periode menyusu. Meskipun demikian, mortalitas tertinggi diperoleh pada pengawinan secara IB di paritas kedua (14,04% dari 9,45 ekor litter size lahir hidup) dan terendah pada paritas pertama
Mortalitas anak babi menyusu (%)
(10,06% dari 9,38 ekor litter size lahir hidup). 15
13,45
14,04
13,44
13,16 11,50
11,86
12,66 10,88
10,32
10,06
10 5 0 1
2
3
4
5
Paritas IB
Alami
Gambar 6. Grafik Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk Gambar 6 memperlihatkan, bahwa mortalitas anak babi menyusu dengan sistem pengawinan yang berbeda pada paritas induk tidak menentu. Hal ini dapat
26
disebabkan litter size lahir hidup, umur penyapihan yang berbeda dan jumlah kematian anak babi selama periode menyusu. Jumlah kematian anak babi menyusu
Jumlah kematian anak babi (ekor)
menurut sistem pengawinan dan paritas induk diperlihatkan pada Gambar 7. 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6
1,19
1,30
1,20
1,29 1,12
1,33 1,14
1,13 0,94 1
0,93 2
3
4
5
Paritas IB
Alami
Gambar 7. Jumlah Kematian Anak Babi Selama Periode Menyusu Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk Litter size lahir hidup, jumlah kematian dan mortalitas anak babi menyusu pada IB-P2 masing-masing adalah 9,45 ekor; 1,33 ekor dan 14,04% lebih tinggi dibandingkan IB-P1 (9,38 ekor; 0,94 ekor dan 10,06%). Hal ini menunjukkan, bahwa mortalitas yang tinggi dapat disebabkan jumlah kematian anak babi menyusu yang tinggi. Litter size lahir hidup dan jumlah kematian dan mortalitas anak babi menyusu pada A-P2 masing-masing adalah 10,43 ekor; 1,20 ekor dan 11,50%, sedangkan pada IB-P3 masing-masing; 9,55 ekor; 1,13 ekor dan 11,86%. Mortalitas anak babi selama periode menyusu pada A-P2 lebih rendah daripada IB-P3, namun jumlah kematian anak babi menyusu pada A-P2 lebih tinggi dibandingkan IB-P3. Hal ini menunjukkan, bahwa kematian anak babi menyusu yang tinggi tidak menjamin mortalitas anak babi juga tinggi. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Persentase Litter Size Sapih Rataan persentase litter size sapih berdasarkan sistem pengawinan dan paritas induk adalah 87,85 ± 13,65%. Tabel 9 memperlihatkan rataan persentase litter size sapih dari paritas pertama sampai kelima secara berturut-turut adalah 88,23%; 87,18%; 87,52%; 88,11% dan 88,22%, sedangkan sistem pengawinan secara IB dan alami masing-masing 88,20% dan 87,50%.
27
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan, bahwa paritas tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase litter size sapih. Meskipun demikian, persentase litter size sapih yang tertinggi yaitu pada paritas pertama (88,23%) dan terendah pada paritas kedua (87,18%). Paritas pertama dengan litter size lahir hidup paling rendah (9,10 ekor), umur penyapihan 32,30 hari, mortalitas anak babi menyusu sebesar 11,75% dan persentase litter size sapih yang paling tinggi ternyata menghasilkan litter size sapih paling rendah dibandingkan paritas lainnya (7,96 ekor). Sebaliknya, pada paritas kedua dengan litter size lahir hidup paling tinggi (9,94 ekor), umur penyapihan 33,16 hari, mortalitas anak babi menyusu sebesar 12,77% dan persentase litter size sapih terendah, ternyata masih mampu menghasilkan litter size sapih paling tinggi dibandingkan paritas yang lain (8,54 ekor). Tabel 9. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Induk terhadap Persentase Litter Size Sapih Sistem Pengawinan Paritas Rataan Induk IB n Alami n ------------------------------------ %---------------------------------1 89,93±11,30 55 86,54±14,67 67 88,23±12,98 2
85,87±14,13
53
88,49±13,29
46
87,18±13,71
3
88,21±11,24
47
86,84±12,88
25
87,52±12,06
4
89,67±15,44
23
86,55±14,37
12
88,11±14,90
5
87,33±17,11
4
89,11±12,11
9
88,22±14,61
Rataan
88,20±13,85
87,50±13,46
87,85±13,65
Keterangan: n= jumlah pengamatan (ekor)
Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa sistem pengawinan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase litter size sapih. Meskipun tidak berbeda secara statistik, persentase litter size sapih hasil IB lebih tinggi (88,20%) dibandingkan dengan alami (87,50%). Pengawinan secara alami yang menghasilkan litter size lahir lebih tinggi (9,82 ekor), umur penyapihan 33,11 hari, mortalitas yang tinggi (12,48%) dan persentase litter size sapih yang lebih rendah dibandingkan IB, ternyata masih menghasilkan litter size sapih (8,47 ekor) yang lebih tinggi dibandingkan dengan IB (8,06 ekor).
28
Interaksi antara sistem pengawinan dan paritas tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap persentase litter size sapih. Grafik persentase litter size sapih berdasarkan sistem pengawinan dan paritas induk disajikan pada Gambar 8. Persentase litter size sapih (%)
91 90 89 88 87 86 85 84 83
89,93
89,67 89,11 88,49
88,21 87,33
86,84
86,54
86,55
85,87
1
2
3
4
5
Paritas IB
Alami
Gambar 8. Grafik Persentase Litter Size Sapih Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk Gambar 8 memperlihatkan persentase litter size sapih dengan sistem pengawinan yang berbeda (IB dan alami) pada tiap paritas induk tidak menentu. Hal ini dapat dipengaruhi oleh litter size lahir hidup dan litter size sapih (Gambar 9). Persentase litter size sapih tertinggi adalah pengawinan IB pada paritas pertama (IBP1) yaitu 89,93%. Perlakuan IB-P1 menghasilkan litter size lahir hidup dan litter size sapih masing-masing sebesar 9,38 dan 8,34 ekor. Litter size sapih tertinggi diperoleh dari pengawinan secara alami pada paritas kedua (A-P2), namun persentase litter size sapih hanya 88,49%. Hal ini menunjukkan, bahwa tingginya persentase litter size sapih belum tentu menjamin litter size sapih yang dihasilkan juga lebih banyak.
Litter Size (ekor)
11 10,43
10,33
10 9 8
9,45
9,38
9,13
8.83 8,34 7,58
9,92
9,55
9,04
9,11
9,00
8,48
8,27
7,96
9,58
8,08
7,91
7,75
7 1
2
3
4
5
Paritas Lahir Hidup IB
Lahir hidup alami
Sapih IB
Sapih alami
Gambar 9. Grafik Litter Size Lahir Hidup dan Litter Size Sapih Berdasarkan Sistem Pengawinan dan Paritas Induk 29
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengawinan secara alami menghasilkan litter size lahir hidup lebih banyak (9,82 ekor) dibandingkan dengan IB (9,04 ekor). Pengawinan alami pada paritas kedua paling optimal untuk menghasilkan litter size karena mampu menghasilkan litter size lahir hidup sampai disapih lebih tinggi (9,13 ekor) daripada perlakuan lainnya. Saran Pengawinan secara IB tetap dapat dilakukan apabila penanganannya lebih cermat sehingga litter size yang dihasilkan menyamai bahkan lebih baik daripada pengawinan secara alami dan sebaiknya pengawinan secara IB tidak dilakukan pada babi dara. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai perbedaan sistem pengawinan ditinjau dari aspek ekonomi dan konsep efisiensi baik secara teknis dan ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA Babot, D., J.L. Noguera dan L. Alfonso, J. Estany. 1994. Influence of management effects and comparison group size on the prediction of breeding values for litter size in pigs. Dalam : C. Smith, J. S Gavora, B. Benkel, J. Chenais, W. Fairfull, J. P. Gibson, B. W. Kennedy dan E. B. Burnside (Editor). 5th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production. Organizing Committee, Canada. Bolet, G. 1982. Analysis of cause of piglet mortality before weaning. Influence of Genetic Type and Parity. Anim Breed Abstr. 50 (11). Chabo, R. G., P. Malope dan B. Babusi. 1999. Department of Animal Science and Production Botswana Collage of Agriculture. http:// www.cipav.org.co/irrd/1rrd12/2/cha 123 htm.[18 Oktober 2005]. Cole, H.H dan P.P. Cupps.1977. Reproduction in Domestic Animals. University of California, California. Davidson, H. R dan W. E. Coey.1966. The Production and Marketing of Pigs. 3th edition Longmans, Green and Co. Ltd. Devendra, C dan M. F. Fuller.1979. Pig Production in the Tropics. Oxford Unifersity Press. Ensminger, M. E. 1977. Animal Science. 7th edition The Interstate Publisher, Inc. Deaville Illinois. Eusebio, J. A. 1980. Pig Production in the Tropic. Intermediate Tropical Agriculture Series. University of the Philipines, Los Banos. Fahmy, M.H dan C.S. Bernard. 1971. Cause of mortality in Yorkshire pig farm birth to 20 weeks of age. Can. J. Anim. Sci. 51 : 352. Garndner, J. A. A., A. C. Dunkin dan L. C. Lloyd. 1990. Pig Production in Australia. Globe Press. Pig Research Council, Canbera, Australia. Hafez, E. S. E. 1968. Reproduction in Farm Animal. Lea and Febiger, Philadelphia. Harris, D. L. 2000. Multi Site Pig Production. 1st edition Iowa State University Press. United State of America. Hill, J. R. dan D. W. B. Sainsbury. 1995. The Health of Pigs. Longman Singapore Publishers Ltd, Singapore. Hughes, P. E. dan M. A. Varley. 2003. Lifetime performance of the sow. Dalam : J. Wiseman, M. A. Varley, B. Kemp (Editor). The Cromwell Press, Trowbridge, England. Hungerford, T.G. 1970. Disease of Lifestock. 7th Edition, Sidney. Hurley, W. L. 1999. Lactation in Pigs. Departement of Animal Science. University of Illynois Urbana, Champaign. Kingston, N. G. 1983. The problem of low litter size. Anim. Breed. Abstr. 51 (12): 912.
Knol, E. F. 2003. Genetic selection for litter size and piglet survival. Dalam : J. Wiseman, M. A. Varley, B. Kemp (Editor). The Cromwell Press, Trowbridge, England. Leymaster, K. A. dan R. K. Johnson. 1994. Second thoughts on selection for components of reproduction in swine. Dalam : C. Smith, J. S Gavora, B. Benkel, J. Chenais, W. Fairfull, J. P. Gibson, B. W. Kennedy dan E. B. Burnside (Editor). 5th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production. Organizing Committee, Canada. Lucbert, J. dan F. Gatel. 1988. Influence of the number and birth weight of piglet to birth and parity on post natal mortality of piglets. Institut Technique des Cereales et des Fourrages, Paris. McIntosh, B. 2005. McIntosh AB consultans. www.dbi.glg.gov.au/pigs/4555.html. [18 Oktober 2005].
http://
Milagres, J. C., L. M. Fedalto, A. E. Silva, M, DE dan J. A. A. Peraira. 1983. Source of variation in litter size and weight birth and 21 days of age in Duroc, Landrace, Large White Pigs. Anim. Breed. Abstr.51 (7) : 552. Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung Park, Y. I. dan J. B. Kim. 1983. Evaluation of litter size of purebreeds and spesific two-breed crosses produced from five breeds of swine. Anim. Breed. Abstr. 51 : 365. Shostak, B. dan S. Metodiev. 1994. Effects of line, parity and farrowing season on reproduction ability in Danube White sows. Dalam : C. Smith, J. S Gavora, B. Benkel, J. Chenais, W. Fairfull, J. P. Gibson, B. W. Kennedy dan E. B. Burnside (Editor). 5th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production. Organizing Committee, Canada. Siagian, P. H. 1985. Studi tentang performans dari bangsa ternak babi Landrace, Duroc dan Yorkshire. Institut Pertanian Bogor. Proyek Peningkatan/ Pengembangan Perguruan Tinggi, Bogor. Siagian, P. H. 1999. Manajemen Ternak Babi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Pertanian Bogor. Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sihombing, D. T. H. 1974/1975. Ilmu Ternak Babi. Institut Pertanian Bogor. Biro Penataran, Bogor. Singh, H. dan Earl N. Moore. 1982. Livestock and Poultry Production. Prentice Hall of India, New Delhi. Smithcors, J. F. dan E. J. Catott. 1966. Progress in swine practice. American Veterinary Publication Inc, California. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : Ir. Bambang Soemantri. Edisi Kedua. PT Gramedia, Jakarta.
33
Sterle, J. dan T. Safranski. 2005. Departement of Animal Science University of Missoury. http://nuextension. Missouri.edu/explore/angguides/ansci/90231. htm.[18 Oktober 2005]. Toelihere, M. R. 1977. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung. Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung. Winters, L. M. 1963. Animal Breeding. John Wiley and Sons, Inc., New York.
34
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, terutama kepada Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS dan Dr. drh. Ligaya. I. T. A. Tumbelaka, SpMP, MSc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi mulai dari pembuatan proposal sampai penulisan skripsi. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc dan Alla Asmara, SPt, M.Si selaku dosen penguji. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada pembimbing akademik Ir. Rukmiasih, MS atas bimbingan dan nasehatnya. Teruntuk Ayah dan Ibu, kakak dan adikku tercinta penulis persembahkan karya ini. Terimakasih atas semua doa, dukungan, motivasi dan kasih yang tiada henti. Terimakasih yang spesial untuk Agung Sindu Pranoto atas segala keyakinan dan harapan yang diberikan, semoga kasihmu senantiasa bercahaya seperti bintang. Terimakasih kepada Bapak Robby dan Bapak Harjadi selaku pemilik PT. Adhi Farm yang telah memperkenankan penulis melaksanakan penelitian. Untuk segenap karyawan PT. Adhi Farm, terimakasih atas kerjasama dan kebersamaannya selama penulis melakukan penelitian. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada anak-anak Pondok Aulia atas bantuan dan doanya selama ini, sahabat terbaikku Dian Permata, Sri Ratih Puspita Timur, Fitria Negara Sihombing dan Desyana C. Sutanto semoga kalian tetap menjadi yang terbaik. Kepada teman-teman TPT 39, terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan perhatiannya kepada penulis selama ini, semoga kalian tetap semangat dan sukses. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Januari 2006
Penulis
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Suhu dan Kelembaban di Kandang Selama Penelitian Suhu (0C)
Tanggal
Kelembaban (%)
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
04-07-2005
26,5
32,0
29,0
87,0
59,0
71,0
05-07-2005
26,5
31,0
28,0
92,0
63,0
82,0
06-07-2005
27,0
29,0
29,0
91,0
77,0
82,0
07-07-2005
26,0
30,0
29,0
95,0
71,0
76,0
08-07-2005
26,5
30,5
27,5
89,0
67,0
83,0
09-07-2005
26,5
31,5
30,0
92,0
63,0
83,0
11-07-2005
26,5
32,0
31,0
91,0
62,0
69,0
12-07-2005
27,0
29,5
29,0
86,0
72,0
81,5
13-07-2005
27,0
31,0
30,0
87,0
62,0
73,0
14-07-2005
27,0
32,5
31,0
87,0
69,0
71,0
15-07-2005
26,5
31,5
29,0
89,0
71,0
81,0
16-07-2005
26,5
31,0
29,0
91,0
70,5
81,5
18-07-2005
26,0
31,0
30,0
92,0
63,0
69,0
19-07-2005
25,5
30,0
31,0
88,0
51,0
60,5
20-07-2005
26,5
32,0
30,0
93,0
52,0
69,5
21-07-2005
25,5
29,0
28,0
77,0
76,0
69,0
22-07-2005
25,0
30,0
28,0
79,0
48,0
51,0
23-07-2005
26,0
30,0
28,0
81,0
46,0
56,0
25-07-2005
25,0
31,0
29,0
80,0
48,0
65,0
26-07-2005
25,0
31,0
30,0
75,5
50,0
61,0
27-07-2005
23,5
30,0
30,0
87,0
55,0
54,0
28-07-2005
26,5
30,5
29,0
76,5
56,0
63,0
29-07-2005
26,0
31,0
29,0
83,0
52,0
60,0
30-07-2005
25,0
31,0
29,0
80,0
54,0
61,0
01-08-2005
26,0
32,0
30,0
85,0
51,0
62,0
02-08-2005
26,5
31,5
30,0
84,5
54,0
68,0
03-08-2005
25,5
26,0
27,0
90,0
78,0
74,0
04-08-2005
25,0
32,0
30,0
86,0
47,0
60,0
05-08-2005
25,0
31,0
29,0
72,0
41,0
50,0
36
Lampiran 1. (Lanjutan) Suhu (0C)
Tanggal
Kelembaban (%)
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
06-08-2005
26,0
30,5
29,0
74,0
40,0
52,0
08-08-2005
25,5
31,0
30,0
80,0
44,0
57,0
09-08-2005
26,0
31,0
30,0
81,0
50,0
62,0
11-08-2005
27,5
31,0
32,0
84,0
52,0
59,0
12-08-2005
26,5
32,5
29,5
80,0
48,0
82,0
13-08-2005
25,0
31,0
30,0
86,0
52,5
63,0
15-08-2005
25,0
31,0
31,0
68,0
40,0
54,2
16-08-2005
26,0
33,0
31,0
84,0
51,0
62,0
17-08-2005
27,0
33,0
30,0
87,0
54,0
74,0
18-08-2005
28,0
32,0
30,0
75,0
52,0
62,0
19-08-2005
26,0
30,0
32,0
78,0
41,0
50,0
20-08-2005
25,5
32,0
32,0
81,0
43,0
54,5
22-08-2005
25,0
31,0
31,0
83,0
52,0
52,0
23-08-2005
25,5
31,0
30,0
75,0
51,0
52,0
Maksimum
28,0
33,0
32,0
95,0
78
82
Minimum
23,5
26,0
27,0
68,0
40
50
Rataan
26,0
30,9
29,6
84,1
55,5
65,4
Rataan harian
28,13
72,06
37
Lampiran 2. Peta Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
38
Lampiran 3. Denah Usaha Peternakan Babi PT. Adhi Farm
39
Lampiran 4. Komposisi Zat Makanan Konsentrat Zat Makanan
Konsentrat 57
Konsentrat 152
12%
12%
Protein
35-37%
37-39%
Lemak
3%
3%
Serat Kasar (max)
6%
6%
Abu (max)
18%
18%
Ca (min)
3%
4%
P (min)
1,2%
1,2%
Antibiotik
-
√
Zinc Bacitracin
-
√
Kadar Air (max)
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Litter Size Lahir Hidup Sumber
db
JK
KT
F Hitung
Keragaman SK*)
1
30,745
Ftabel 0,05
0,01
30.745
5,45*
3,84
6,63
tn
Paritas
4
51,351
12,838
2,28
2,37
3,32
SK X Paritas
4
66,640
16,660
2,95*
2,37
3,32
Error
384
2165,504
5,639
Total
393
Keterangan: *) Sistem Kawin db : derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05) * : Berbeda nyata (P<0,05)
40
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Umur Penyapihan Sumber
DB
JK
KT
F Hitung
Keragaman
Ftabel 0,05
0,01
SK*)
1
6,55
6,55
0,26tn
3,84
6,63
Paritas
4
346,49
74,24
2,98*
2,37
3,32
tn
2,37
3,32
SK X Paritas
4
43,90
10,97
Error
358
8912,23
24,89
Total
367
9318,25
0,44
Keterangan: *) Sistem Kawin db : derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05) * : Berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Litter Size Sapih Sumber
DB
JK
KT
F Hitung
Keragaman SK*)
1
7,349
7,349
Ftabel 0,05
0,01
tn
3,84
6,63
tn
1,79
Paritas
4
21,958
5,490
1,34
2,37
3,32
SK X Paritas
4
54,796
13,699
3,33*
2,37
3,32
Error
331
1359,903
4,108
Total
340
Keterangan: *) Sistem Kawin db : derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05) * : Berbeda nyata (P<0,05)
41
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Mortalitas Anak Babi Selama Periode Menyusu Sumber
DB
JK
KT
F Hitung
Keragaman
Ftabel 0,05
0,01
SK*)
1
19,6
19,6
0,11tn
3,84
6,63
Paritas
4
70,3
17,6
0,10tn
2,37
3,32
tn
2,37
3,32
SK X Paritas
4
553,3
138,3
Error
331
58845,3
177,8
Total
340
0,78
Keterangan: *) Sistem Kawin db : derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)
Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Persentase Litter Size Sapih Sumber
DB
JK
KT
F Hitung
Keragaman SK*) Paritas
1 4
19,6 70,3
19,6 17,6
SK X Paritas
4
553,3
138,3
Error
331
58845,3
177,8
Total
340
0,11
Ftabel 0,05
0,01
tn
3,84
6,63
tn
2,37
3,32
tn
2,37
3,32
0,10 0,78
Keterangan: *) Sistem Kawin db : derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)
42
Lampiran 10. Data Penelitian Perlakuan No. IB-P1
1
LS LH LSS UP MOR %LSS 10
9
34 10,00 90,00
Perlakuan No. IB-P1
31
LS LH
LSS
UP
MOR
%LSS
12
7
26
41,67
58,33
34
0,00
100,00
0,00
100,00
2
9
9
31
0,00 100,00
32
6
6
3
8
8
32
0,00 100,00
33
12
12
4
9
9
42
0,00 100,00
34
10
7
26
30,00
70,00
5
6
5
25 16,67 83,33
35
13
13
37
0,00
100,00
6
10
33
36
8
7
28
12,50
87,50
7
10
8
38 20,00 80,00
37
6
6
30
0,00
100,00
8
10
10
31
0,00 100,00
38
11
10
35
9,09
90,91
9
12
11
39
8,33
91,67
39
10
10
33
0,00
100,00
10
9
8
35 11,11 88,89
40
6
6
24
0,00
100,00
6
29
41
7
7
31
0,00
100,00
42
11
10
34
9,09
90,91
8
37
20,00
80,00 85,71
11
6
12
10
13
13
12
27
92,31
43
10
14
14
12
29 14,29 85,71
44
9
15
10
9
35 10,00 90,00
45
7
6
30
14,29
16
11
10
30
90,91
46
7
6
30
14,29
85,71
17
10
7
25 30,00 70,00
47
4
4
35
0,00
100,00
18
13
11
23 15,38 84,62
48
10
8
25
20,00
80,00
19
12
11
29
91,67
49
8
8
25
0,00
100,00
20
11
8
45 27,27 72,73
50
10
10
32
0,00
100,00
21
12
9
37 25,00 75,00
51
10
10
38
0,00
100,00
22
12
7
32 41,67 58,33
52
7
7
29
0,00
100,00
23
11
32
53
8
7
27
12,50
87,50
24
8
27 12,50 87,50
54
10
6
30
40,00
60,00
25
6
31
55
11
10
38
9,09
90,91
26
11
11
29
0,00 100,00
56
8
8
31
0,00
100,00
27
7
7
32
0,00 100,00
57
9
8
31
11,11
88,89
28
11
10
28
9,09
90,91
58
10
9
33
10,00
90,00
29
9
9
28
0,00 100,00
59
9
8
31
11,11
88,89
30
8
7
28 12,50 87,50
60
5
5
35
0,00
100,00
Keterangan :
0,00 100,00
39
7
LSLH LSS UP MOR %LSS
7,69
9,09
8,33
35
= litter size lahir hidup = litter size sapih = umur penyapihan = mortalitas anak babi selama menyusu (%) = persentase litter size sapih
43