PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan Didin S. Tasripin ; Asep Anang ; Heni Indrijani Fakultas Peternakan Universitas Padjadjarani Disampaikan pada Ruminant Feed Teechnology Workshop-2014“Inovasi Teknologi Feed Additive & Supplement untuk Peningkatan Produktivitas Sapi perah” Bandung 22 Mei 2014
Di Indonesia peternakan sapi perah sampai saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang terhimpun dalam wadah Koperasi sekunder GKSI. Di GKSI tergabung 95 koperasi dengan total poduksi susu 1.130 ton per hari dari total populasi sapi perahnya sebanyak 270.000 ekor yang didominasi pada tingkat kepemilikan 2 – 4 ekor (GKSI, 2010), skala kepemilikan 1 – 3 ekor 70 % skala pemilikan 4 – 6 ekor 23,5 % dan skala pemilikan > 6 ekor 6 % (Fakultas Peternakan Unpad, 2011). Upaya untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi usaha peternakan sapi perah membutuhkan langkah pemecahan yang komprehensif, sehingga pendekatan agribisnis yang mencakup pautan usaha komplementer sapi perah baik dari hulu maupun hilir dapat direalisasikan. Usaha peternakan sapi perah mempunyai hasil utama berupa susu. Pedet jantan pada umumnya langsung dijual setelah disapih dan pedet betina dipelihara sebagai ternak pengganti (replacement stock). Ternak pengganti yang baik, diharapkan akan mendukung keberlanjutan usaha dan memberikan keuntungan yang optimal. Guna melindungi peternak sapi perah memperoleh bibit yang tidak sesuai dengan standar mutu dan persyaratan teknis minimal, diperlukan pembinaan, bimbingan, dan pengawasan terhadap pembibitan sapi perah yang baik (Good breeding practice). Kriteria seleksi sapi perah memperhatikan produksi dan kualitas susu (protein dan lemak) dari data individu atau data tetuanya, pertumbuhan dan data tambahan yang berkaitan seperti umur, kesehatan, reproduksi dan kondisi fisik (BBPTU SP Baturraden, 2009). Selain itu, kriteria yang baik yaitu bobot badan yang sesuai dengan umurnya. Pemilihan bibit penting dilakukan, bibit berkualitas yang diimbangi dengan manajemen dan pemberian pakan sesuai kebutuhan dapat menghasilkan performa yang optimal. Bobot lahir pedet sampai umur siap dikawinkan menjadi perhatian peternak sapi perah. Bobot badan dalam umur yang sama biasanya bervariasi antara satu dengan yang lainnya, perbedaan ini menjadi indikator untuk melakukan seleksi berdasarkan bobot badan. Kisaran bobot badan yang akan dipilih sebagai bibit sapi perah sangat dibutuhkan untuk memperoleh bibit yang berkualitas.
Bibit sapi perah memegang peranan penting dalam upaya pengembangan pembibitan sapi perah. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola dalam bentuk usaha peternakan sapi perah ’komersial’ dan sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah, sederhana sehingga bibit ternak yang dihasilkan kurang dapat bersaing. Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan, mutu sesuai standar, dan bersertifikat. Bibit sapi perah diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu Bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata dan bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar. Kelompok terakhir adalah Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk. Pemilihan bibit berkualitas merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan sapi perah. Bibit yang berkualitas menjadi tuntutan dan harapan performans yang dihasilkan. Sejalan dengan waktu, pemilihan bibit diperlukan standar yang dapat dijadikan dasar dalam menyeleksi. Standar bobot badan sapi perah sangat diperlukan untuk menunjang pemilihan bibit yang bagus. Bobot badan dari setiap sapi perah dalam umur yang sama biasanya bervariasi . Standar bobot badan ini dilakukan setelah sapi diketahui memiliki silsilah produksi susu yang baik atau bersertifikat. Pada kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak meningkat dari mulai lahir sampai pubertas tercapai. Setelah pubertas bobot badan terus meningkat, tapi pertambahan bobot badannya menurun, dan terhenti. Fase pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif, dimana pada fase ini tidak terjadi lagi penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan, pertumbuhan ini dinyatakan mengikuti pola sigmoid. Pada Sapi perah betina, pertumbuhan yang kurang baik dapatmempengaruhi umur kawin pertama. Umur kawin pertama betina biasanya berbeda-beda tergantung dari kesiapan ternak. Kesiapan ternak yang mempengaruhi umur kawin yaitu, dewasa kelamin dan bobot badan sudah memenuhi. Bobot badan dapat memenuhi syarat kawin, dapat tercapai pada umumya sekitar umur 16 - 18 bulan. Tertunda umur kawin pertama akan menurunkan masa produktif, terutama yang berkaitan dengan total produksi susu yang dihasilkan selama hidupnya. Dengan demikian pada sapi perah betina, umur dan target bobot badan harus sejalan. permasalahan adalah bagaimana pola perkembangan bobot badan sapi perah betina, laju pertambahan bobot dan mendapatkan pola perkembangan bobot badan sapi perah betina dari lahir sampai umur 18 bulan serta laju pertambahan bobot badan dan dugaan standar bobot badansapi perah betina dari lahir sampai 18 bulan
Pertumbuhan Sapi Perah Friesian Holstein Pertumbuhan bobot badan hasil penelitian di BBPTU SP Baturraden, menunjukkan bahwa standar persamaan bobot badan diperoleh berdasarkan model logistik: : dengan koefisien korelasi (r) antara bobot badan aktual dan standar dugaan = 0,994 dan standar error (Se) = 8,75 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi perah betina FH mempunyai bobot badan (rata-rata, dugaan, dan standar minimal) sebagai berikut: Tabel 1. Pertumbuhan Bobot Badan Sapi FH Betina di BBPTU SP Baturraden Bulan BB Rata-rata BB Dugaan …….. kg ………… 0 40,43 55,39 1 53,25 64,87 2 68,43 75,54 3 87,63 87,42 4 107,85 100,48 5 124,24 114,63 6 142,01 129,73 7 154,33 145,56 8 166,64 161,89 9 179,96 178,42 10 192,18 194,86 11 208,5 210,92 12 219,62 226,33 13 231,75 240,87 14 245,36 254,38 15 262,58 266,73 16 274,89 277,88 17 295,98 287,82 18 306,64 296,59 Bobot badan aktual pedet sampai bulan ke-2 lebih rendah dibandingkan dengan bobot dugaan. Bobot badan pedet umur 6 bulan rata-rata 142,01 kg dengan bobot dugaan 129,73 kg. Bobot badan pedet umur 6 bulan, rata-rata diatas standar dugaan. Lebih besarnya bobot badan aktual menunjukkan pemeliharaan yang dilakukan sudah baik. Bobot badan aktual bulan ke 7-9 masih lebih tinggi dari bobot dugaan. Tetapi pada bulan ke 10-12 bobot badan aktual lebih rendah dari bobot dugaan, hal ini terjadi karena kecukupan nutrisi ternak dipergunakan untuk kebutuhan maintenance pada saat estrus atau persiapan estrus. Pada saat estrus kecukupan nutrisi pakan bisa tidak memenuhi dikarenakan nafsu makan yang kurang sehingga konsumsi rendah. Selain itu, bertambahnya umur merupakan faktor umum yang menyebabkan turunnya pertambahan bobot badan.
Bulan ke 13-16 bobot badan aktualnya lebih rendah dibandingkan bobot dugaan, sama halnya dengan bulan sebelumnya, seiring masa estrus dan nutrisi disiapkan untuk persiapan kawin pertama. Umur kawin dapat dipertimbangkan pada umur 16 bulan dengan bobot badan diatas 274,89 kg dan bobot maksimal pada bulan ke 16 sebesar 414 kg, hal ini sesuai dengan pernyataan Sudono (1999), bahwa umur kawin pertama pada sapi perah ditentukan oleh kesiapan dewasa kelamin, biasanya disebut layak kawin setelah berumur 15-18 bulan dengan bobot badan 275-300 kg. Pertumbuhan bobot badan ditampilkan kedalam bentuk kurva sebagai berikut: Ilustrasi 2. Bobot Badan FH betina Umur 0-18 Bulan.
S =8.75080971 r =0.99495507
.26 333 .02 280
Kg
.78 226 .54 173 .29 120 05 67. 81 13. 0.0
3.3
6.6
9.9
13.2
16.5
19.8
Bulan
Keterangan: • (BB Aktual)
___________ (BB Dugaan)
Kurva pertumbuhan yang sesuai model logistik ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan aktual dan dugaan tidak berbeda jauh, hal itu ditunjukkan dengan saling menghimpitnya garis pertumbuhan bobot badan aktual dan dugaan pada setiap bulannya. Kurva pertumbuhan menunjukkan bahwa bobot badan mengalami kenaikan terus sampai umur 18 bulan dan akan terjadi bobot badan yang tetap saat dewasa tubuh sekitar umur 5-6 tahun. Perbedaan bobot badan aktual dengan dugaan menjadi koreksidalam pemeliharaan. Pertambahan Bobot Badan Sapi Perah Friesian Holstein Pertambahan bobot badan dugaan didapatkan dari bobot badan dugaan (persamaan logistik), yaitu dengan mengurangi bobot badan dugaan pada penimbangan bulan yang akan dicari dikurangi dengan bobot badan pada bulan sebelumnya. Pertambahan bobot badan dihitung perbulan dari bulan 1 sampai 18 dan dan dihitung rata-rata pertambahan setiapa enam bulan (1-6, 7-12, dan 13-18), hasilnya sebagai berikut:
Tabel 2. Pertambahan Berat Badan Dugaan FH Betina Bulan
BB Rata-rata
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
40,43 53,25 68,43 87,63 107,85 124,24 142,01 154,33 166,64 179,96 192,18 208,50 219,62 231,75 245,36 262,58 274,89 295,98 306,64
BB PBB PBB Dugaan kg/Bln rata-rata ……… kg/hari ………….. 55,39 64,87 9,47 0,32 75,54 10,67 0,36 87,42 11,88 0,40 100,48 13,06 0,44 114,63 14,15 0,47 129,73 15,09 0,50 145,56 15,83 0,53 161,89 16,33 0,54 178,42 16,53 0,55 194,86 16,44 0,55 210,92 16,06 0,54 226,33 15,41 0,51 240,87 14,54 0,48 254,38 13,50 0,45 266,73 12,35 0,41 277,88 11,15 0,37 287,82 9,94 0,33 296,59 8,77 0,29
PBB
0,41
0,54
0,39
Pertambahan bobot badan menunjukan bahwa pertumbuhan dugaan pada bulan pertama sampai ke 6 sebesar 0,41 kg/hari, bulan 7-12 sebesar 0,54 kg/hari dan bulan 13-18 pertambahan bobot badan mengalami penurunan menjadi 0,39 kg/hari. Pada bulan pertama sampai ke 6 sebesar 0,41 kg/hari, angka ini lebih rendah dari pernyataan Prihadi (2008), bahwa pertambahan bobot harian pada pedet rata-rata 0,5 kg/hari. Bila kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan cukup, maka pertumbuhannya akan cepat dan ternak mencapai bobot spesifik pada umur muda. Sebaliknya apabila jumlah pakannya rendah, akan memperlambat laju pertumbuhan bahkan dapat menyebabkan ternak kehilangan bobot badannya (Tilman, 1989),. Seperti yang terjadi pada saat pedet, kekurangan ‘kecukupan nutrisi’ menyebabkan bobot aktual lebih rendah dari dugaan dan pertambahan bobot badan yang tidak optimal. Pertambahan bobot badan ditampilkan kedalam bentuk kurva sebagai berikut:
Ilustrasi 3. Pertambahan Bobot Badan FH Betina 0-18 Bulan Bulan 7 sampai 12 sebesar 0,54 kg/hari pbb pada fase ini meningkat dibandingkan dengan pbb pada saat pedet. Kecukupan nutrisi dan bahkan kelebihan kecukupan pada pakan merupakan faktor yang mendukung naiknya pertambahan bobot badan (lihat tabel 8) dan bulan 13-18 pertambahan bobot badan mengalami penurunan menjadi 0,39 kg/hari. Pada umur 13-18 bulan, ternak memasuki atau sudah melewati masa estrus. Estrus pada ternak dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan dan aktivitas hormonal yang berpotensi kurangnya asupan nutrisi ke dalam tubuh ternak sehingga pertambahan bobot badan menurun. Faktor umur yang semakin tua juga merupakan faktor yang menyebabkan secara alamiah terjadi penurunan bobot badan. Pertambahan bobot badan sebesar 0,39/kg/hari pada umur 13-18 bulan dan ternak dapat dipertimbangkan untuk dikawinkan pada umur 16 bulan dengan bobot badan rata-rata pada umur ini 274,89 kg dan bobot maksimal 414 kg. Bobot badan rata-rata sapi FH betina untuk masingmasing umur yang berbeda. Bobot lahir rata-rata pedet di BBPTU – SP tergolong tinggi yaitu mencapai 40,43 kg. Hal ini sejalan dengan Bath dkk (1978) dan Ensminger (1980) yang menyatakan bahwa berat pedet baru dilahirkan antara 25-45 kg atau sebesar 10% dari berat induk. Kawin pertama, dilakukan saat ternak sudah berumur 18 bulan dengan asumsi ternak sudah dewasa tubuh. Toelihere(1993) dan Van Amburgh dkk (1998) menyatakan bahwa bobot badan yang dianjurkan untuk kawin pertama adalah 340 kg. Hal ini untuk meminimalisasi kemungkinan distokia karena sapi dara yang beranak pertama kali lebih beresiko mengalami kesulitan beranak dibandingkan sapi perah tipe besar atau
sapi yang lebih tua. Akan tetapi apabila disesuaikan dengan Mayer (2004) yang menyatakan bahwa dengan pemberian pakan dan manajemen yang baik seekor sapi dara dapat dikawinkan pada umur 13-15 bulan dengan bobot badan 275-325 kg, maka dari deskripsi data pada Tabel 3 tampak bahwa ternak sudah dapat dikawinkan sejak berumur 16 bulan dengan bobot badan rataan mencapai 274,89 kg. Pada kenyataannya tidak semua ternak mampu mencapai bobot badan hingga 275 kg ataupun lebih, bahkan ada juga beberapa ternak yang terlihat menurun bobot badannya. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor pakan, lingkungan dan angka sakit yang dapat diantisipasi dengan cara melakukan perbaikan manajemen pakan, kesehatan hewan dan biosecurity kandang. Akan tetapi untuk ternak yang bobot badannya terus menurun karena sakit yang berkepanjangan biasanya dijual karena dianggap tidak menguntungkan jika dipelihara lebih lanjut. KESIMPULAN 1. 2.
3.
Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Pertumbuhan yang kurang baik dapat mempengaruhi umur kawin pertama. Umur kawin pertama betina tergantung dari kesiapan ternak. Kesiapan ternak dipengaruhidewasa kelamin dan bobot badan. Bulan ke 13-16 bobot badan aktual lebih rendah dibandingkan bobot dugaan, seiring masa estrus dan nutrisi disiapkan untuk persiapan kawin pertama. Pertambahan bobot badan sebesar 0,39/kg/hari pada umur 13-18 bulan Umur kawin dapat dilakuan pada umur 16 bulan dengan bobot badan diatas 274,89 kg dan bobot maksimal pada bulan ke 16 sebesar 414 kg
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker, dan R.D. Appleman. 1985. Dairy Cattle ; Principles, Practice, Problem and Profits. 3rd Edition. Lea ang Febiger, Philadelphia. Ensminger, M.E. dan H.D. Tyler. 2006. Dairy Cattle Science. 4th edition. Pearson Education Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Ettema J.F. and Santos J.E.P. 2004. Impact of Age at Calving on Lactation, Reproduction, Health, and Income on First-Parity Holsteins on Commercial Farms.J. Dairy Sci. 87:2730–2742 GKSI. 2010. Laporan Tahunan.
Lawrence, T.L.J. and V.R. Fowler. 2002. Growth of Farm Animals. 2nd edition. CABI Publishing. CABI International, Wallingford, Oxon Ox 10 8de, UK. Makin, M. 1990. Studi Sifat-Sifat Pertumbuhan, Reproduksi Dan Produksi Susu Sapi Perah Sahiwal Cross ( Sahiwal X Fries Holland). Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor McDowell. 1989. Dairying In Tropical Environments. International Seminar On Frisian Holstein. Bandung. Indonesia. Soeharsono. 1980. Pertumbuhan. Bagian Fisiologi. Fakultas Peternakan. Universitas padjadjaran Soeharsono, 2008. Laktasi. Produksi dan Peranan Air Susu Bagi Kehidupan Manusia. Widya Padjadjaran. Bandung. Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institu Pertanian Bogor. Van Amburgh, M. E., D. M. Galton, D. E. Bauman, R. W Everett, D.G. Fox, L. E. Chase, and H. N. Erb. 1998. Effects of three prepubertal body growth rates on performance of Holstein heifers during first lactation. J. Dairy Sci. 81:527– 538.