EDISI 67 • TAHUN VI 30 NOVEMBER 2012
SUARA PEMEGANG SAHAM fokus
FOKUS UTAMA PENYATUAN VISI Menuju Indonesia Maju 2030 1 REKAM PERISTIWA RUA 1 FORKUM BUMN Harapan Lebih Baik untuk Perkembangan Hukum BUMN
PENYATUAN VISI
Menuju Indonesia Maju 2030
2
DISKUSI BUKU THE BALANCE WAYS Berterimakasihlah pada Masalah
“INDONESIA MAJU adalah cita-cita bersama yang harus diupayakan BERSAMA dan dirasakan BERSAMA”. Begitu kalimat pembuka Chairul Tanjung, Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) dalam acara Penyatuan Visi “Bersama Menuju Indonesia Maju 2030” di Ballroom the Ritz Carlton Hotel Pacific Place, Selasa, 13 November lalu.
2
SEMEN GRESIK DI VIETNAM Tonggak Perluasan Bisnis Semen Gresik 8 PANEN PADI GP3K DI SRAGEN Meningkatkan Hasil Panen Petani
utama
ACARA TERSEBUT dihadiri Presiden, para Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Duta Besar, Dirut-Dirkeu-Komut 102 BUMN, Bupati/Walikota seluruh Indonesia serta Kadin dan pengusaha nasional di Ballroom the Ritz Carlton Hotel Pacific Place Selasa (13/11) lalu. 8
Menurut Chairul Tanjung, Indonesia berpeluang menjadi satu bagian dari mesin ekonomi dunia. Alasannya: Indonesia punya spektrum kekayaan alam yang luas, letak geografis yang strategis di Asia Pasifik, didukung oleh keberagaman hayati dan budaya. Juga didukung oleh penduduk sebagai potensi pasar dan tenaga kerja produktif serta daya beli yang terus meningkat. Indonesia juga termasuk dalam G-20, yakni 20 negara dengan perekonomian terkuat di dunia.
SUDUT PANDANG Etika dan Budaya Pekerja pada Korporasi 3 WAWASA KITA FIS: Speedometer yang (tidak lagi) Terabaikan 6
McKinsey sebuah konsultan ekonomi global mendukung pernyataan Chairul dengan memaparkan fakta kemajuan Indonesia. Bahkan McKinsey berkeyakinan, Indonesia dapat menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia. “Bahkan menjadi ke-5 bila bergerak cepat,” ujar Raoul Oberman, McKinsey Director for Indonesia.
SARAN PENDAPAT Hormat Bendera 3
Di ujung paparan, McKinsey menyelipkan sedikit “tips” untuk memuluskan proyeksi tersebut, yakni tetap memegang teguh Bhinneka Tunggal Ika, mengubah mindset dari sekedar jabatan kepada amanah membangun negeri, serta meningkatkan performa perusahaan dari “Jago Kandang” menjadi juara dunia. Bisakah BUMN? PASTI BISA!! [Tbk]
SOSOK TOKOH B. DIDIK PRASETYO Jadilah Orang yang Bermanfaat 4
foto: seno
Ingin tahu tentang BUMN? KLiK www.bumn.go.id SMS CENTRE 08111-188-188
rekam
peristiwa
2
BULETIN BUMN • EDISI 67 • TAHUN VI • 30 NOVEMBER 2012
RUA 1 FORKUM BUMN
Harapan Lebih Baik untuk Perkembangan Hukum BUMN dok. biro hukum
Forum Hukum BUMN (Forkum BUMN) yang telah dideklarasikan 31 Agustus 2012 lalu, mengadakan Rapat Umum Anggota (RUA) untuk pertama kalinya. Acara yang berlangsung tanggal 8 November 2012 di Ballroom Hotel Inna Garuda Yogyakarta tersebut diikuti sekitar 150-an pejabat Hukum dari 109 BUMN.
HAMBRA, KEPALA Biro Hukum KemenBUMN yang juga didaulat sebagai Ketua Forkum BUMN tersebut mengingatkan kembali latar belakang lahirnya Forum ini, terutama karena adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang tidak memberikan level playing field yang sama antara BUMN dan swasta. “Kerugian BUMN bisa diseret ke ranah pidana korupsi,” katanya. Untuk itulah, forum ini akan jadi wadah forum diskusi bagi pejabat yang menangani fungsi hukum di lingkungan BUMN. “Sekaligus forum ini dapat memberikan saran dalam penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi BUMN maupun antar BUMN,” tambahnya. TITIK TERANG Senada dengan Kabiro Hukum, dalam sambutannya, Sekretaris KemenBUMN Wahyu Hidayat berharap kehadiran forum ini dapat memperkuat barisan dalam mengembangkan BUMN ke depannya. “Juga jadi mitra Kementerian BUMN dan BUMN dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum besar yang sedang dihadapi maupun yang akan dihadapi BUMN,” ujar Wahyu. Ia merunut beberapa kerumitan peraturanperaturan yang membelenggu BUMN. “Mulai dari keuangan BUMN dianggap sebagai keuangan Negara, kekayaan BUMN dianggap sebagai kekayaan Negara,
menjaga integritasnya. “Sehingga tidak menimbulkan moral hazard,” tegasnya. Karenanya harus ada aturan atau prosedur internal di masing-masing BUMN yang mengatur tata cara penghapusan piutang yang baik. Hal senada juga disampaikan Andi Pardede. “BUMN perlu punya SOP internal dan melakukan rekonsiliasi data pengelolaan kredit macet,” saran Andi.
sinergi dianggap monopoli, BUMN dianggap sebagai instansi Pemerintah, Direksi, Dekom/Dewas, dan karyawan disamakan dengan Penyelenggara Negara, dan yang paling memprihatinkan adalah kerugian BUMN dianggap sebagai kerugian Negara sehingga para Direksi BUMN mempunyai perasaan gamang dalam mengelola BUMN, yang ujung-ujungnya kemajuan dan perkembangan BUMN tidak seperti yang diharapkan,” ujarnya. Namun, Wahyu menyatakan, saat ini sudah ada titik terang, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan piutang pada bank-bank BUMN yang tidak masuk dalam piutang Negara.
SUASANA RUA Rapat Umum Anggota Forkum BUMN ini dipimpin oleh Hambra selaku Ketua Forkum BUMN. Selanjutnya dilakukan pembacaan tata tertib RUA oleh Rico J Sidharta (PT Telkom) dan penjelasan pembentukan badan hukum serta pokok-pokok anggaran dasar Forkum oleh Gunawan (PT Wika). Lalu Dody Martimbang (PT Antam) menjelaskan mekanisme pemilihan pengurus Forkum BUMN ini. Tanpa halangan berarti, sore itu terpilih pengurus lengkap Forkum BUMN tersebut. Malamnya, dilakukan pelantikan pengurus dilanjutkan dengan acara gala dinner yang menggembirakan, karena dihibur “mantan Wapres Republik Mimpi” Kelik Pelipur Lara. Sekretaris KemenBUMN Wahyu Hidayat menutup acara tersebut dengan menggantungkan harapan agar forum ini akan bermanfaat bagi perkembangan hukum BUMN ke depan. “Kami bertumpu pada anda sekalian,” pungkasnya. [Tbk]
Diskusi Panel yang digelar setelah pembukaan RUA itu, dengan tema “Penyelesaian Piutang BUMN Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi” terasa menarik dengan hadirnya H.M. Akil Mochtar, Hakim Konstitusi RI dan Andi Pardede, Kasubdit Piutang Negara I, Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu. Akil Mochtar menyampaikan penjelasan Amar Putusan MK tentang Piutang BUMN yang pada intinya menjelaskan alasan dan latar belakang keluarnya amar putusan tersebut. Namun demikian, Akil mengingatkan, kendati memperoleh keleluasaan dalam mengelola kredit bermasalah, bank-bank BUMN diharapkan tetap
DISKUSI BUKU THE BALANCE WAYS
Ini kali kedua Perpustakaan KemenBUMN mengadakan acara diskusi buku setelah diskusi buku “Man Jadda WaJada” di bulan April lalu. Buku yang didiskusikan tanggal 14 November 2012 tersebut adalah “The Balance Ways”, karya M Kana Sutrisna Suryadilaga, yang akrab dipanggil Kang Kana. KANG KANA, sang motivator spiritual dan pemegang rekor MURI untuk peserta training terbanyak dalam 2 hari, dengan 18 ribu peserta, menyatakan bahwa buku The Balance Ways tersebut terinspirasi dari pengalaman hidupnya. Buku The Balance Ways yang merupakan cetakan kelima bulan Maret 2012 ini, merupakan terbitan QLM Reka Media dan dinyatakan sebagai best seller nasional. Dalam hidup ini banyak orang yang sukses, namun lebih banyak yang gagal. Banyak yang berhasil hidup mandiri, namun tetap lebih banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada bantuan orang lain. Di dunia ini juga banyak yang berhasil meraih cita-citanya penuh dengan kemuliaan dan kebahagiaan hidup, namun lebih banyak orang yang hidupnya hancur tak karuan. Untuk itulah, Kang Kana memperkenalkan konsep MAPP to RICH (Maximize Action, Planning, Pro Poor, Ridho, Ikhlas dan Heart Voice).
MENGELOLA MASALAH “Intinya kita harus bisa mengelola masalah,” kata Kang Kana dalam acara yang diikuti sekitar 60 peserta dengan moderator Rudi Rusli tersebut. Kang Kana mengungkapkan, seharusnya kita berterima kasih terhadap masalah. “Kalau kita bisa menghadapinya, maka masalah tersebut akan menjadi berkah,” ujarnya. Seperti pepatah orang barat: no pain, no gain, bahwa keberhasilan itu dihasilkan dari kesulitan. Manusia harus menyadari bahwa sejak bayi, masing-masing kita adalah pemenang. “Karena kita memenangkan persaingan dari 250 juta sel,” katanya. Menurut Kang Kana, MAPP merupakan bagian dari IQ yang bersifat teknikal. Sedangkan Ridho dan Ikhlas merupakan bagian dari EQ dan heart voice merupakan simbolisasi dari SQ. “Kalau kita bekerja lebih banyak menggunakan IQ, kita akan lebih banyak stress,” ujar Kang Kana. Menurutnya, lebih baik mencoba (baca: berusaha)
dok. perpustakaan
Berterimakasihlah pada Masalah
walau akhirnya gagal, daripada tidak mencoba sama sekali. Para penemu teknologi yang sampai saat ini masih digunakan umat manusia, seperti Thomas Alpha Edison, mengalami 10 ribu kali kegagalan. Namun ia terus mencoba, dan akhirnya berhasil. MENGOPTIMALKAN PERAN PERPUSTAKAAN Diskusi yang dibuka oleh Purwanto, Kabiro Umum dan Humas KemenBUMN itu, cukup menarik. Terbukti, banyak dari peserta diskusi, yang tidak hanya berasal dari KemenBUMN, namun juga dari BUMN, yang mengajukan pertanyaan kepada penulis buku ini. Mahmud Husen, Kabag Administrasi yang menjadi tuan rumah acara ini mengucapkan terima kasih atas keterlibatan peserta yang hadir dalam diskusi buku tersebut. “Kegiatan ini sebagai salah satu cara memperkenalkan adanya perpustakaan dan mengoptimalkan perannya,” ujar Mahmud. [Tbk]
BULETIN BUMN • EDISI 60 • TAHUN VI • 30 NOVEMBER 2012
3
sudut
pandang
Etika dan Budaya Pekerja pada Korporasi
dok. pribadi
Oleh: Asqarini Hasbi
DENGAN KOMPETENSI tinggi, kemampuan untuk menghasilkan komoditas berkualitas tinggi akan lebih baik. Inilah alasan utama untuk membentuk sumber daya manusia menjadi pekerja terampil yang mumpuni dan mampu memenuhi permintaan pasar. Permintaan pasar untuk kondisi ekonomi saat ini menjadi permasalahan yang serius. Kemampuan untuk bersaing akan menjadi salah satu faktor yang paling penting yang dibutuhkan oleh pekerja. Meskipun tuntutan ini dinamis berubah dari waktu ke waktu, perlu diingat bahwa pekerja yang lebih berkualitas lebih cenderung untuk ditempatkan pada posisi/pekerjaan yang lebih baik di masa depan.
GLOBALISASI menawarkan paradigma baru atas bagaimana kita harus mengubah cara kita bekerja. Dunia menjadi lebih terbuka, setiap orang memiliki kesempatan yang sama, sehingga kualitas sumber daya manusia menjadi semakin kritis. seperti: keunggulan, integritas, tanggung jawab, berfokus kepada layanan publik dan kompetensi emosional. Hal ini juga melibatkan kemampuan untuk bekerja keras, ketekunan, kreativitas, disiplin, tekad kuat dan berkomitmen.
Definisi profesionalisme adalah kemampuan untuk melakukan, tujuan, atau kualitas yang menjadi ciri atau tanda profesi atau orang profesional. Karakteristik dasar dari profesional yang harus dimiliki pekerja adalah pengetahuan khusus, yaitu pengetahuan berdasarkan bidang studi yang telah dienyam pekerja saat menempuh pendidikan formal termasuk di dalamnya kombinasi intelektual dan pengetahuan praktis (Wilensky, 1964). Pekerja juga memiliki otonomi profesional artinya dapat mengandalkan penilaian sendiri dalam memilih dan mengembangkan teknik pengetahuan yang relevan atau tepat, dalam mengatasi berbagai permasalahan di perusahaan. Selain itu adanya standar profesionalisme, di mana pekerja memiliki lisensi, akreditasi dan asosiasi peraturan yang menetapkan standar profesionalitasnya.
Sifat dan perilaku tersebut dapat direalisasikan melalui perencanaan yang sistematis yaitu pekerja terampil dan terus melakukan perbaikan diri (up grade) secara kontinyu. Salah satunya seperti terus meningkatkan kefasihan dan kemampuan berkomunikasi secara global, dengan menggunakan bahasa asing lainnya seperti bahasa Mandarin, Perancis, atau Arab. Pekerja juga diharuskan menguasai skills terkait teknologi serta jeli melihat peluang pasar. Penulis, Staf Humas PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero)
Menjadi profesional, artinya seorang pekerja harus memiliki etika yang terdiri dari beberapa elemen
saran
pendapat
Hormat Bendera Oleh: Busrah Sialana seno
Bendera (panji) itu adalah tanda atau ciri. Biasanya dibuat dari kain, digunakan sebagai lambang dari suatu kerajaan/pemerintahan. Atau lambang perkumpulan dan lain-lainnya. Warna bendera disesuaikan dengan cita-cita negara atau perhimpunan itu. BENDERA DIKENAL pertama kali sejak 1000 tahun SM. Di zaman Romawi, bendera dinaikkan dengan upacara kesucian (upacara kudus). Diiringi lagu kebaktian karangan Vergalius sebagai lagu peringatan kepada Jumater (Dewi ibu), mereka sangat tawadhu menghormati bendera itu karena dihubungkan dengan kepercayaan mereka. Kemudian hormat bendera ditambah dengan mengangkat tangan (tabik, kerek, sikap hormat) sebagai ajaran dari Inggris. Di Indonesia upacara bendera merupakan suatu tata cara/ritual yang diadopsi dari para penjajah Jepang, Belanda, dan sebagainya, sedangkan menghormat bendera dengan mengangkat tangan adalah cara militer Barat dalam menghormat kepada atasannya dan kepada bendera serta lambang-lambang Negara. Pasal 35 UUD 45 menyebutkan, bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Tak ada penjelasan mengenai cara melakukan hormat bendera tersebut dan sanksi hukum bagi yang tak mengikuti tata caranya.
Selamat Ulang Tahun
Sahwandi Azhari Sahala Silalahi B.Didik Prasetyo Desty Arlaini Dini Desvalina Herudi K. Nugroho Tetdi Hutasoit Engkus Kusnaedi
Namun pada prinsipnya hormat bendera dilakukan dengan beberapa tujuan. Pertama, untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan ketiga menciptakan ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Menjadi pertanyaan bagi kita, bagaimana sikap kita saat menaikkan bendera tersebut? Aturan mengenai penghormatan kepada bendera sebenarnya sudah lama diatur, yaitu berdasarkan PP No 40 Tahun 1958 yang menyatakan bahwa “pada upacara penaikan dan penurunan bendera Kebangsaan, maka semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak, berdiam diri, serta menghadapkan muka kepada bendera sampai upacara selesai. Mereka yang berpakaian seragam dari suatu organisasi memberi hormat menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya itu. Mereka yang tidak berpakaian seragam, memberi hormat dengan meluruskan lengan ke bawah dan
02 Desember 1961 02 Desember 1962 03 Desember 1962 04 Desember 1968 04 Desember 1976 08 Desember 1984 08 Desember 1984 10 Desember 1969 10 Desember 1970
Antonius Yulizar Indriani Widiastuti RR. Dewi Ariyani Sandra Firmania Amrizal Roslyn Sitohang Refdion Tiolina Siagian
meletakkan rapat tangan dengan jari-jari rapat pada paha, sedangkan semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban, dan kudung atau topi wanita yang dipakai menurut agama atau adat kebiasaan”. Ketentuan tersebut kemudian diubah dengan UU No 24 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa “Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai”. Memberi penghormatan kepada bendera bukan berarti mensakralkan atau menganggap agung dan suci Bendera tersebut. Tetapi semata-mata karena menghormati makna yang terkandung dalam Bendera tersebut yang berupa simbul perjuangan, harga diri dan kehormatan suatu bangsa. Penulis, Kasubbag Pelayanan dan Bantuan Hukum Ia Kementerian BUMN
12 Desember 1956 12 Desember 1971 13 Desember 1968 13 Desember 1969 14 Desember 1970 15 Desember 1970 16 Desember 1963 19 Desember 1959 20 Desember 1975
Ida Bagus Witanaya Syahrudin Joni Darmono Lailly Prihatiningtyas Harun Prabu Heru Mulyono Ony Suprihartono
21 Desember 1970 21 Desember 1970 22 Desember 1972 22 Desember 1985 25 Desember 1964 27 Desember 1970 31 Desember 1969
sosok
tokoh
4
BULETIN BUMN • EDISI 67 • TAHUN VI • 30 NOVEMBER 2012
B. DIDIK PRASETYO
Jadilah Orang yang Bermanfaat
DUDUT: PANGGILAN MASA KECIL BERNANDUS DIDIK Prasetyo, begitu nama lengkapnya, lahir di Surabaya, 4 Desember 1968. “Saya anak tentara,” akunya. Ayahnya, JB Soedjono, adalah seorang TNI AL yang bertugas di Surabaya. “Karena tugas, kami seringkali ditinggal berlayar,” katanya. Ketika kecil, ia punya nama kesayangan: Dudut. “Itu gabungan dari ‘Didik’ dan ‘gendut’,” jelasnya. Didik kecil memang gemuk. Ia anak kedua dari lima bersaudara, semuanya lelaki. Meski anak tentara, ia tidak merasa jadi ‘anak kolong’. “Saya tinggal di perumahan penduduk biasa, tidak di kompleks (tentara),” katanya. Namun, ia dan saudara-saudaranya dididik cukup keras oleh Bapaknya. Waktu kecil itu, karena tidak ada pembantu, ia dan saudara-saudaranya sudah punya tugas masing-masing di rumah. “Tugas saya mengepel setiap pagi,” katanya. Ada saudaranya yang bertugas menyapu, mengelap motor dan sebagainya. “Jadi, sejak kecil saya dan saudara sudah diajar disiplin dan punya tanggung jawab,” katanya. Ibunya, LM Kartijah, berasal dari Bantul Jogya, sedang Bapak asli Cepu. “Tapi Bapak dan Ibu saya itu ketemu dan menikahnya di Irian,” jelasnya. Kala itu Bapaknya sedang bertugas dan Ibu juga sedang ditugaskan mengajar di pulau Cendrawasih tersebut. Masa kecil ia jalani di Surabaya. Alamat rumahnya di Surabaya itu masih diingatnya: Jl. Banyuurip Lor, Gang 5 No 174, Ketapang. Di sekolah, Didik mengaku tidak pintar. “Tapi saya selalu 10 besar,” katanya. Ketika duduk di kelas 4 SD, ia sekeluarga pindah ke Cepu. “Itu karena pertimbangan kakek yang sudah sepuh,” katanya. Bapaknya yang jadi instruktur di Mabes TNI AL di Surabaya itu kemudian setiap hari bolak-balik Surabaya-Cepu. MENOLAK GUNDUL DAN MASA-MASA PRIHATIN Didik lulus dari SDN 8 Cepu, ia pun melanjutkan ke SMPN 3 Cepu. “Itu SMP favorit di kota itu,” katanya. Ibunya jadi guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP) di SMP 3 Cepu tersebut. SMA ia jalani juga di kota itu:
SMAN Cepu (sekarang SMAN 1 Cepu). “Jurusan saya A1 (Fisika),” katanya. Di SMA, aktivitas yang ia lakukan selain menekuni pelajarannya, ia masuk tim volley sekolahnya. Tamat SMA tahun 1987, ia jadi mahasiswa undangan melalui jalur PMDK di IPB. Ia diterima di jurusan manajemen Kehutanan. Sebenarnya, ia juga lulus tes AKABRI dan sudah dipanggil ke Magelang. “Namun, saya tak mau rambut saya gundul,” katanya. Ia pun memutuskan kuliah di IPB, sebuah keputusan yang disadarinya bertentangan dengan keinginan Bapaknya. “Saya sadar, Bapak saya kan hanya pensiunan Sersan Mayor, sedang lulusan Akabri kan langsung jadi perwira,” jelasnya. Walaupun kecewa dan menghormati pilihannya, Bapaknya tetap mendukungnya kuliah di IPB Bogor. Waktu kuliah itu baginya adalah masa prihatin dalam hidupnya. Uang kiriman Bapaknya hanya cukup untuk bayar kost dan makan. Didik masih ingat, ia dikirimi Bapaknya Rp 60 ribu tiap bulan. “Bayar kost saja sudah habis Rp 32 ribu, sisanya untuk hidup sebulan kan nggak cukup,” ujarnya. Kalau mahasiswa lain waktu itu sudah punya mesin tik, ia harus meminjam mesin tik temannya. “Biasanya malam hari, kalau teman nggak makai, saya pinjam untuk mengerjakan tugas,” ujarnya. Kalkulator juga. “Yang nggak ulangan, saya pinjam kalkulatornya,” tambahnya. Kalau buku, ia tidak membeli, hanya memfotocopy bab tertentu saja. Itu dirasakannya dari tingkat satu hingga tahun ketiga. Ketika tidak lagi ada kuliah dan tinggal tugas skripsi, Didik ikut proyek di konsultan kehutanan. “Waktu itu, sekitar tahun 1991–1992, banyak izinizin HPH (baca: Hak Pengusahaan Hutan, red) yang habis,” ujarnya. Izin itu biasanya 20 tahun. Ia pun terlibat dalam berbagai tim survei. “Zaman itu, rasanya saya punya uang banyak,” akunya. Sehari ia dibayar Rp 30 ribu. “Saya bisa di lapangan 20 hari,” katanya. Itulah yang membuatnya ‘terlena’ dan menyelesaikan kuliahnya cukup lama: 7 tahun. Tahun 1993, ia menerima ‘surat cinta’ dari fakultas untuk bisa menyelesaikan kuliah atau terpaksa drop out. “Akhirnya saya cuti kerja 3 bulan untuk menyelesaikan skripsi,” katanya. Skripsinya kelar dan ia pun lulus ujian September 1994. Namun, ia diwisuda Januari 1995. “Kan untuk diwisuda harus menunggu,” katanya.
Ia ditempatkan di direktorat PPK (Perusahaan Pertanian dan Perikanan) yang menangani kehutanan dan direkturnya Pak Andung Nitimihardja (alm). Ia beruntung, di masa-masa awal kerjanya itu, ia menangani bisnis kehutanan yang tidak asing baginya. “Waktu itu saya banyak menangani anak perusahaan/patungan, yang habis izin HPH-nya dan kalau mau diperpanjang harus mengikutkan PT Inhutani. Karena itu kerjaan di konsultan dulu, saya langsung tune in,” terangnya. Bahkan atasannya waktu itu, Pak Gofar, sering berdiskusi dengannya soal bisnis kehutanan itu. Waktu jadi konsultan, ia memang sudah terbiasa menyusun cash flow, neraca, datadata keuangan termasuk biaya-biayanya. Pak Gofar berjasa memberikan dasar-dasar yang kuat baginya dalam menyusun Nota Dinas dan suratsurat keluar. BELAJAR MEMENEJ Karir Didik cukup berwarna. Selain pernah menangani BUMN Kehutanan, ia pernah menangani BUMN Pupuk dan Perkebunan. Bahkan sempat menjadi Kabag Perlengkapan dan Rumah Tangga Kementerian BUMN (2006–2008). Walau sempat stress pada awal menjabat sebagai Kabag Perlengkapan tersebut, namun akhirnya ia merasa bersyukur pernah menjadi Kabag Perlengkapan tersebut. “Di bagian itu saya belajar memenej orang dan mendelegasikan pekerjaan,” katanya. Di posisi itu, ia memang mengomandani banyak orang, termasuk satpam dan sopir. Tahun 2008, Didik kembali lagi menangani BUMN Perkebunan, sebagai Kabid Perkebunan IIA. Pengalaman kerjanya di BUMN juga mengasah kemampuannya di bidang korporasi. Waktu
MASUK DEPKEU DAN BISNIS YANG TAK ASING Ketika lulus kuliah, ia mengikuti tes di dua tempat, BNI dan Departemen Keuangan. “Waktu dipanggil wawancara di BNI, saya sedang ada pekerjaan di Ambon,” katanya. Karenanya, ia sempatkan wawancara lalu cepat-cepat kembali ke Ambon. Waktu ada wawancara di Depkeu, ia bahkan sedang di hutan Kalimantan. Alhasil, takdir menentukan ia diterima di Ditjen Pembinaan BUMN, tahun 1996. “Padahal waktu itu saya ingin masuk di Pajak,” ungkapnya.
dok. pribadi
seno
Ya, itulah motto singkat (namun ‘dalam’) dari Asdep Bidang Usaha Industri Primer I yang baru diangkat awal September 2012 lalu itu. Di usia 44 tahun sudah menjabat Eselon II, tentu itu sebuah prestasi tersendiri. Buletin Kementerian BUMN mewawancarai Pak Didik, begitu ia akrab dipanggil, di ruang kerjanya, di lantai 14 gedung KemenBUMN.
BULETIN BUMN • EDISI 60 • TAHUN VI • 30 NOVEMBER 2012
Pertemuan Didik dengan Fadil, terjadi di IPB. Kala itu, Fadil kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan, satu angkatan di bawahnya. Namun kendala terbesar dalam hubungan itu adalah perbedaan agama. Didik beragama Katolik, sedang Fadil beragama Islam. “Anak kiai pula,” ujarnya. Namun, Didik yang waktu mahasiswa jadi Ketua Mahasiswa Katolik IPB, sebenarnya sudah mempelajari agama Islam. Ia pun memberanikan diri untuk masuk ke asrama mahasiswa IPB, Sylvasari di Dermaga, yang seluruh mahasiswa penghuninya beragama Islam. Pergaulannya di asrama itu membawa kesan tertentu baginya. Setiap pagi, kamarnya selalu dibangunin agar semua mahasiswa sholat Subuh berjamaah. Lalu pas Zhuhur, mahasiswa penghuni asrama itu berbondong-bondong ke masjid. Magrib juga begitu. Ia merasa banyak kebersamaan yang dibangun di agama Islam. Kurang lebih dua tahun, Didik mengalami pergolakan dalam dirinya. “Benar-benar seperti terombang-ambing di persimpangan,” katanya melukiskan. Dalam dua tahun itu, ia seperti tidak punya agama karena ia tidak lagi ke gereja. Hubungannya yang serius dengan Siti Fadillah kemudian menguatkannya. Ia pun berteguh hati mengucapkan syahadat sebagai tanda masuk Islam di Masjid Raya Bogor, di bulan Maret 1997. Saat itu ia sedang mengikuti prajab yang dilaksanakan 2 minggu. Uniknya, pada Jumat minggu pertama, ia mengikuti kebaktian. “Di minggu kedua, saya ikut Jumatan,” ujarnya. Dengan pilihannya itu, Didik mengakui orang tuanya belum ridho. Namun, ternyata di dalam keluarganya, perbedaan agama adalah lumrah. Di keluarga ibunya, ada juga yang Islam. “Sekarang, dari lima bersaudara, tiga Islam,” katanya. Kakak dan satu adiknya memilih keyakinan yang sama dengannya. “Tapi hubungan keluarga tetap terpelihara karena budaya Jawa memang lebih moderat,” ujarnya. Dari pernikahannya, Didik dikarunia tiga anak. Anak sulungnya, Anindya Prasetyo Putri, sekarang kelas 3 di SMP Bina Insani. Anak keduanya, Aditya Prasetyo Putra, kelas 6 SD, juga di Bina Insani. Anak bungsunya, Olivia Prasetyo Putri, kelas 5 SD yang sama. “Saya sekolahkan di sana, karena saya ingin mereka punya dasar Islam yang kuat,” katanya. Tahun 2004, Didik kuliah S2 di jurusan Hukum Ekonomi di Universitas Indonesia. “Saya dan beberapa teman-teman dapat beasiswa dari kantor,” jelasnya. S2 itu ia selesaikan tahun 2006.
Didik konsern dengan holdingisasi BUMN Perkebunan yang masih belum terwujud saat ini. “Karena kewenangan pembentukannya tidak sepenuhnya di kita,” keluhnya. Padahal urgensi holdingisasi BUMN Perkebunan itu sangat mendesak. “Perkebunan itu sangat kompetitif, nilainya tinggi dan semestinya bargaining positionnya juga tinggi,” katanya. Kalau dikonsolidasikan, untuk komoditi CPO misalnya, 3 juta ton CPO yang diproduksi BUMN Perkebunan menurutnya sudah bisa ‘mengatur pasar’. Selain itu, Didik ‘sangat penasaran’ dengan Perum Bulog. Menurutnya, saat ini tidak ada jaminan pengelolaan bisnis Bulog akan berjalan lebih baik. “Mereka sangat tergantung dengan aturan Pemerintah,” katanya. Sekarang ini, faktor dominan yang bisa ‘menghidupi’ Bulog itu adalah selisih/margin harga pembelian dan harga penjualan pemerintah. “Dan margin itu pun ditentukan oleh Pemerintah,” tandasnya. Didik berhitung, kalau margin itu ditetapkan Rp 1.000/ kg, Bulog bisa untung. “Namun sekarang margin itu hanya ditentukan Rp 600/kg dan Bulog pasti rugi,” katanya. Susahnya, Bulog belum punya Rencana Jangka Panjang (RJP). Jadi, ia ingin Bulog membangun iklim korporatisasi di dalam budaya kerjanya. “Soalnya, dulu Bulog itu hanya tahu surplus/defisit, nggak kenal laba/rugi,” katanya. Didik ingin di Bulog itu ada kontrak, sama dengan yang diterapkan di pupuk. “Di BUMN pupuk ada kontrak, berapa ton mereka harus menyalurkan pupuk bersubsidi,” ujarnya. “Sudah saatnya Bulog berpikir profit untuk bisa sustain,” katanya. Didik mengamati BUMN perkebunan sudah cukup maju. “Produktivitas PTPN IV (5,6 ton/ha CPO) nomor dua di bawah kebun United Plantation di Malaysia yang 6 ton/ha CPO,” katanya. “Hanya saja kita kalah di biaya,” katanya. Didik melihat industri hilir masih belum berkembang di PTPN. “Kegagalan itu karena manajemen kurang memahami bisnis industri hilir,” ujarnya. “Apalagi yang disuruh mengurus bukan yang ahli,” tambahnya. Ia mendorong industri oleo chemical yang sedang getol-getolnya dikembangkan di PTPN III dan PTPN IV. DEMOKRATIS, RHENALD DAN JAGAIN BUMN Untuk menjaga kebugaran tubuhnya, Didik konsisten berolahraga golf hampir setiap Sabtu. Dalam mendidik anaknya, ia berusaha sedemokratis mungkin. Di hari-hari kerja, seringkali ia tak bisa bertemu dengan anaknya. “Ke kantor setengah 6 pagi, anak-anak belum bangun. Pulang jam 9 atau 10 malam, anak-anak sudah tidur,” katanya melukiskan. Karena Sabtu ia berolahraga golf dan anak-anaknya ada kegiatan juga, maka acara bersama anak-anaknya sering
seno
MASA OMBANG-AMBING DAN MASUK ISLAM Tanggal 12 Oktober 1997, Didik menikahi Siti Fadillah (akrab dipanggil Fadil) di Bojonegoro. Pada tanggal yang sama, empat teman seangkatannya (angkatan ‘96), juga melangsungkan pernikahannya. Mereka adalah Andus, Hambra, Haryo, dan Umar.
HOLDINGISASI KEBUN DAN KORPORATISASI BULOG Menjadi Asdep Industri Primer I sejak September 2012 baginya biasa saja. “Soalnya tiga bulan saya sudah jadi Plh,” alasannya. Apalagi menurut Didik, menjadi pejabat Eselon II saat ini tidak sama dengan zaman dulu. “Dulu itu, eselon II sudah tinggi banget,” ujarnya. Itu karena budaya yang dibangun di Kementerian BUMN kini sudah berbeda dengan kondisi di tahun-tahun silam. “Hubungan kita di kantor ini tidak lagi melulu struktural, sudah mendekati hubungan pertemanan,” tambahnya.
dilakukan di hari Minggu. “Ya kita jalan aja berlima, nonton, ke mall, makan, yang penting samasama,” katanya. Didik juga suka membaca. “Saya paling suka buku karya Rhenald Kasali,” akunya. Ia punya semua buku karya Rhenald. “Apalagi Rhenald sering mengadakan penelitian tentang BUMN, seperti power house,” katanya. Buku-buku Rhenald membuka wawasannya. Motto hidupnya sederhana tapi ‘dalam’: menjadi orang bermanfaat. Dalam hubungan dengan BUMN, ia terkesan dengan petuah Pak Sofyan Djalil, mantan Menteri BUMN: “Kalau tidak bisa membantu, jangan mengganggu”. Sekarang, sebagai anggota Komisaris PT RNI, ia biasa jadi tempat konsultasi direksi PT RNI terkait dengan pelaksanaan governance dan menyelesaikan berbagai masalah di perusahaan. “Kita di Kementerian BUMN, memang dianggap lebih paham,” katanya. Didik berpendapat, seharusnya orang Kementerian BUMN ditugaskan jadi anggota Komisaris di semua BUMN. “Untuk jagain BUMN itu sendiri,” katanya. Ia berpendapat, jauh lebih banyak manfaatnya orang Kementerian BUMN dijadikan Komisaris. “Kalau ada yang macammacam, kita kan berpikir karir juga,” tambahnya. Setuju sekali, Pak Didik! [Rudi Rusli/Sandra Firmania]
dok. pribadi
Bacelius Ruru (mantan Dirjen Pembinaan BUMN) jadi Dekom PTPN IV dan Iskandar Sulaiman (sekarang Dirut PTPN VI) jadi Sekdekom PTPN IV, ia diajak jadi Staf Sekdekom. “Tahun 2001, ketika Pak Iskandar jadi Kepala Bagian Sekretariat PTPN IV, saya jadi Sekdekom PTPN IV,” ujarnya. Dengan jadi Sekdekom, Didik belajar banyak konsep hubungan Direksi dan Dewan Komisaris.
5
6
kita
seno
Oleh: Fadjar Judisiawan
FIS ADALAH? DALAM PERJALANAN dengan kendaraan, speedometer membantu pengemudi untuk mengetahui apakah kecepatan yang ditempuh sudah cukup untuk sampai pada waktunya. Tidak jauh berbeda dengan sang pengemudi, KemenBUMN selaku pemegang saham dan pembina BUMN, juga membutuhkan “speedometer” untuk mengetahui apakah BUMN sudah bergerak cukup cepat menuju tujuan yang diinginkan pemegang saham. Karena “mobil” yang dikendarai KemenBUMN memiliki target kecepatan khusus dengan jarak yang terus berubah, maka ukuran primitif seperti melihat pergerakan pohon dan benda-benda di luar mobil ke belakang tidak bisa digunakan sebagai acuan yang obyektif. Di sinilah FIS berperan. FIS adalah singkatan dari Financial Information System, yang merupakan pengembangan lebih jauh dari EIS (Executive Information System). Sebagai pendahulu FIS, EIS memang baru dikembangkan sebagai speedometer yang hanya dapat digunakan oleh pejabat KemenBUMN. FIS kemudian memanfaatkan fondasi yang telah dibangun EIS, dan mengembangkannya sehingga informasi yang dihasilkan dapat dinikmati secara luas, tidak hanya oleh pejabat KemenBUMN, tapi juga oleh seluruh pegawai KemenBUMN, para eksekutif BUMN, dan bahkan meluas hingga ke masyarakat, melalui perpustakaan BUMN. EIS SEBAGAI PENDAHULU FIS: LANGKAH AWAL & HAMBATANNYA Pada saat KemenBUMN mengawali pengembangan EIS, cukup banyak sumber daya, baik waktu, tenaga, maupun dana yang terpakai. EIS dirancang untuk memberikan dukungan pengambilan kebijakan bagi para pimpinan. EIS berjalan melalui sistem pengumpulan data yang dilakukan oleh Admin di BUMN. Mereka menentukan kode rekening akuntansi (Chart of Account/COA), mengisi data, melakukan verifikasi, dan menyatakan kebenaran atas data yang disampaikan. Berdasar rancangan tersebut, EIS diharapkan dapat melakukan perhitungan data yang dikelompokkan berdasarkan kebutuhan analisa (agregasi). Agregasi dilakukan misalnya pada kelompok BUMN secara keseluruhan, berdasarkan sektor usaha, dan berdasarkan unit eselon I di KemenBUMN. Ide dan konsep yang sangat menarik bagi KemenBUMN karena dengan EIS, segala pekerjaan analisa manual yang menyita waktu akan terselesaikan dengan lebih cepat dan akurat. Dengan EIS berbagai pekerjaan seperti
BULETIN BUMN • EDISI 67 • TAHUN VI • 30 NOVEMBER 2012
FIS: Speedometer yang (tidak lagi) Terabaikan Di Kementerian BUMN/KemenBUMN, “FIS” memang belum setenar “singkatan selebriti” lain, seperti KPI, PPK, dan CAPEX. Tidak memahami, dan tidak menggunakan FIS juga tidak mendatangkan masalah bagi pegawai KemenBUMN. Berbeda halnya dengan “KPI” misalnya, pejabat di Kedeputian Teknis yang tidak memahami “KPI” akan menghadapi masalah dalam melaksanakan tugasnya. Lalu kenapa kita harus membicarakan FIS?
dok. istimewa
wawasan
penghitungan kinerja, persiapan paparan ke DPR, konferensi pers dan lain sebagainya akan selesai dalam beberapa menit, tidak dalam beberapa hari atau minggu seperti saat ini.
dengan belum terselesaikannya masalah peta akun (COA) untuk agregasi data, optimisme terhadap EIS menjadi semakin pudar.
Dari kacamata organisasi, ketika EIS selesai dibangun, mungkin rasanya seperti ABG yang mendapat hadiah Ferrari 458 Spider warna merah, dengan pajak hadiah ditanggung perusahaan. Bisa dibayangkan, mesin V8, velg ukuran 20 inchi, jok kulit, dan warna merah yang aduhai…Semuanya tampak sempurna, sampai akhirnya tersadar kalau stir, pedal gas, dan pedal rem masih di sebelah kiri.
Saat ini justru popularitas EIS sedang naik. Ia mulai sering dibicarakan, walau bukan mengenai keunggulannya, namun lebih mengenai kelemahannya. Selaku bagian dari organisasi yang mewarisi EIS, kami pun sempat terpancing dan larut dalam pesimisme ini. Lambat-laun, pesimisme itu berganti dengan optimisme. Kami kembali sadar, bahwa masalah tidak akan terselesaikan hanya dengan berdiskusi. Harus ada yang bertindak.
Ada dua masalah mendasar yang menyebabkan EIS tidak dapat bekerja dengan baik. Hambatan pertama adalah hambatan dari sisi sistem: chart of account (COA) yang didefinisikan oleh masing-masing BUMN dalam pengisiannya belum dapat digunakan sebagai kunci/pemandu untuk mengelompokkan data ke dalam berbagai kategori analisa. Hambatan kedua adalah hambatan dari sisi aliran data yang belum lancar dari BUMN. Ibarat Ferrari 458 Spider dengan stir kiri di tengah Jakarta tadi, EIS menjadi suatu kemewahan yang belum bisa dipakai secara optimal.
DARI EIS MENJADI FIS: DARI KEMEWAHAN MENJADI KENISCAYAAN Setelah satu tahun kami belajar dan berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan EIS, Keasdepan Riset Informasi merumuskan beberapa penyesuaian mendasar terhadap EIS. Awal tahun 2012, FIS resmi menggantikan EIS. Tidak banyak orang yang sadar, karena alamat url-nya pun masih menggunakan alamat web milik EIS. Bahkan, seluruh infrastruktur FIS menggunakan infrastruktur EIS. Lalu apakah ini lagu lama dalam kaset baru? Sama sekali bukan.
Untuk memperbaiki EIS, KemenBUMN telah melakukan pelatihan kepada admin BUMN, komunikasi intensif dengan para admin, serta memperbaiki bugs (kelemahan) di sana-sini. Sebagai hasilnya, menjelang akhir 2011, tingkat keterisian EIS meningkat dibandingkan kondisi awal tahun, tetapi tidak cukup untuk membuat EIS bisa digunakan sebagaimana mestinya. Ditambah
Seperti apa yang kami kemukakan di atas, perubahan mendasar FIS adalah pada paradigma pelayanannya. Sistem (dukungan pengambilan keputusan) untuk melayani pimpinan, kami lihat bukanlah konteks yang tepat untuk diaplikasikan pada kondisi ini. Konteks yang paling tepat adalah media kolaborasi dan solusi untuk semua orang, sehingga hasilnya pun dinikmati oleh semua
orang, bukan hanya para pimpinan. Karena setiap pegawai di KemenBUMN memiliki peran dalam pencapaian target dan tujuan organisasi. Kami percaya bahwa speedometer kinerja ini hendaknya bisa dipakai untuk keperluan evaluasi semua pihak. Untuk merealisasikan mimpi tersebut, kami memulainya dengan menetapkan sasaran operasional. Akhir tahun 2012 ini, kami ingin FIS dapat mencapai tujuan awal yang belum bisa dicapai EIS: agregasi data untuk seluruh BUMN. Pada pertengahan 2013, kami menargetkan agregasi data dapat dilakukan pada detail pertama dari masing-masing kode akun. Pada akhir tahun 2013, kami akan mengupayakan FIS untuk dapat masuk ke dalam detail kedua. Harapan kami, otomatisasi penghitungan rasio kinerja, baik yang sifatnya evaluatif seperti DuPont maupun yang sifatnya prediktif seperti Altman Z-score, juga dapat dilakukan melalui FIS. Tahun 2014 kami akan fokus untuk melengkapi laporan keuangan triwulan dan semester masingmasing BUMN. Periode ini akan menjadi periode kritis. Jika kami berhasil melengkapi data triwulan dan semester dalam FIS, besar kemungkinan FIS akan berhasil memberikan kontribusi yang berarti dalam perhitungan prognosa akhir tahun. Kesalahan mendasar dalam perencanaan, seperti menghitung tren pada data yang tidak memiliki tren, mengabaikan siklus dan musim pada sektor usaha tertentu, akan terminimalisir. Sebagai gantinya, FIS akan membantu kita melalui model linear yang sensitif pada keunikan setiap sektor usaha, dengan galat/error terendah untuk masingmasing perusahaan. LANGKAH KECIL UNTUK FIS Setelah mengetahui ke arah mana kami akan melangkah, kami mulai memetakan tahapantahapan yang harus dijalankan, yang dapat dikelompokkan menjadi dua: 1) Menyelesaikan panduan pemetaan akun (COA) untuk memudahkan agregasi dan analisa data, 2) Meningkatkan aliran data dari BUMN. Untuk menjawab tantangan di sisi pemetaan akun (COA) agar agregasi dapat dilakukan FIS dengan akurat, tim kecil kami saat ini tengah melakukan pemetaan awal terhadap data neraca, laporan laba rugi, dan arus kas perusahaan untuk periode satu dekade (2002–2011). Karena sasaran operasional ini penting dan harus segera tersedia sebagai batu loncatan bagi sasaran berikutnya, maka pemetaan data pada periode ini kami tetapkan untuk data utama yang bersifat umum terlebih dahulu. Contoh data yang bersifat umum (header) adalah total aktiva perusahaan, total liabilitas, total ekuitas, total pendapatan perusahaan, laba kotor, laba operasional, dan laba bersih. Dengan pemetaan awal ini, data selama satu dekade tadi akan kami masukkan ke dalam FIS. Nilai yang digunakan adalah nilai penyajian kembali (restated). Alasan kami menggunakan nilai pada laporan keuangan yang disajikan
7
kembali adalah, agar kemampuan komparasi menjadi lebih baik, khususnya jika terjadi perbedaan dengan nilai laporan keuangan audit tahun sebelumnya. Sebagai informasi, pada saat tulisan ini dibuat, tim kecil telah memasukkan data sekitar 80 persen dari kurang lebih 1.400 pdf (sebagian besar merupakan warisan dari pendahulu kami yang dapat diakses di intranet KemenBUMN), dengan akurasi 95%. Konversi dilakukan secara manual, yaitu dengan mengetik di kertas kerja excel. Akhir November 2012, diharapkan proses pengelompokan data per perusahaan dapat diselesaikan. Dengan selesainya pengisian data selama satu dekade ini, untuk pertama kalinya KemenBUMN akan memiliki acuan data tunggal yang tersimpan dalam sistem milik organisasi, bukan lagi acuan ganda yang tersebar di berbagai unit. Untuk menjawab tantangan di sisi kurangnya aliran data dari BUMN, kami melakukan dua pendekatan yang ditujukan kepada BUMN selaku sumber data utama. Pendekatan pertama adalah memudahkan admin data di BUMN untuk mengisi FIS. Kriteria mudah bagi kami adalah, dapat dilakukan oleh pegawai dengan kemampuan komputer tingkat dasar, waktu yang digunakan untuk mengisi data tidak lebih dari 8 jam untuk setiap periodenya, dan dapat dilakukan dengan koneksi internet yang pas-pasan. Tanggal 1–3 Mei 2012, saat anggaran kami masih diblokir dan dalam proses pemotongan, tim kecil kami mulai melakukan uji coba. Laporan keuangan salah satu BUMN dalam bentuk pdf menjadi bahan dalam uji coba kami. Dengan menggunakan converter, tim mengubah laporan keuangan yang semula berbentuk pdf menjadi format excel. Selanjutnya angka-angka yang ada di dalam laporan keuangan tersebut, dipindahkan ke dalam template laporan keuangan yang tersedia untuk di-download dari FIS. Fitur template laporan keuangan ini sebenarnya telah disediakan EIS sejak tahun 2011, namun penggunaannya kurang populer. Singkat kata, proses pengisian data FIS dengan mengupload template yang tersedia berhasil dilakukan. Waktu yang digunakan pun cukup singkat hanya 2 jam! Template yang diupload juga berukuran kecil, sehingga dapat dilakukan pada daerah dengan koneksi internet pas-pasan. Masalahnya, proses ini tidak memenuhi kriteria dapat dilakukan oleh pegawai dengan kemampuan komputer tingkat dasar. Selain itu, FIS juga masih mengalami kesalahan penghitungan. Jalan keluar untuk masalah pertama adalah menghilangkan proses konversi dari pdf ke excel. Sebagai gantinya, pegawai akan memasukkan data langsung dari laporan keuangan ke template yang tersedia. Langkah ini memang memakan waktu lebih lama, tetapi masih jauh di bawah 8 jam. Keuntungan lainnya adalah, template yang sama dapat dibagi ke lebih dari satu orang. Dan menurut penilaian kami, pekerjaan ini dapat dilakukan oleh siswa/i SLTA yang sedang melakukan praktik kerja lapangan di BUMN. Sedangkan untuk mengatasi permasalahan kedua, kami serahkan langsung ke bidang sistem informasi yang memiliki kompetensi di bidang ini. Untuk menjaga agregasi
dok. istimewa
BULETIN BUMN • EDISI 60 • TAHUN VI • 30 NOVEMBER 2012
data FIS agar sesuai dengan pengelompokan sebagaimana dipandu standar akuntansi, ada banyak pendekatan baru yang dapat diambil. Salah satu pendekatan tersebut adalah melihat kemungkinan memasukkan evaluasi integritas pengisian data FIS oleh BUMN ke dalam deskripsi kerja Komite Audit yang ada di setiap BUMN. Pendekatan kedua yang kami lakukan, adalah mempromosikan kemudahan pengisian FIS kepada BUMN. Setelah perbaikan dilakukan promosi pertama dilakukan oleh tim kecil ke BUMN. Dua orang rekan kami berangkat ke PT Perkebunan Nusantara X (Persero), pada hari pertama setelah cuti bersama Idul Fitri berakhir. Tantangan yang dihadapi adalah, karena baru saja melakukan mutasi, maka seluruh admin portal yang ada di perusahaan adalah admin baru. Maka pada saat itu, bukan hanya mempromosikan kemudahan pengisian FIS yang dilakukan, tetapi sekaligus mempromosikan kemudahan pengoperasian fungsi-fungsi pada portal yang lain. Begitu juga halnya dengan rekan-rekan yang melakukan promosi ke BUMN lain. Selalu saja ada tantangan yang dihadapi. Tetapi sampai sejauh ini, belum ditemui kegagalan dalam memenuhi tiga kriteria di atas. BUKAN KAMI, TAPI KITA Dalam kerangka pembinaan BUMN, analisa keuangan secara time series/linear memang bukan satu-satunya cara untuk meneropong kinerja BUMN. Oleh karenanya, tidak seharusnya energi dan pikiran organisasi dihabiskan untuk menyelesaikan penyusunan, perbaikan dan analisa data linear secara manual, sebagaimana yang sering terjadi selama ini. Dengan adanya FIS, kami percaya pejabat dan pegawai KemenBUMN akan memiliki ruang dan sumber daya yang lebih besar untuk melihat berbagai sisi yang mempengaruhi kinerja BUMN, dan kemudian menggunakannya untuk mendorong BUMN agar menjadi perusahaan efisien dan mampu berperan sebagai mesin pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Langkah kecil kami belum mencapai setengah perjalanan. Tapi kami yakin, perjalanan itu akan terselesaikan. Kami tidak akan menjanjikan bahwa FIS akan berfungsi sempurna dalam waktu singkat. Seperti para pendahulu kami, KAMI AKAN MEMPERSIAPKAN FIS sebagaimana mimpi kami, dan KITA yang akan MENYEMPURNAKANNYA. Penulis, Plt. Asdep Riset dan Informasi Kementerian BUMN
rekam
peristiwa
8
BULETIN BUMN • EDISI 67 • TAHUN VI • 30 NOVEMBER 2012
SEMEN GRESIK DI VIETNAM
Tonggak Perluasan Bisnis Semen Gresik seno
“Buatkan saya nama”, demikian penggalan sambutan Menteri BUMN, Dahlan Iskan pada Rabu (14/11) silam. Bukan main-main, menurutnya nama mempengaruhi psikologis hubungan dua negara.
KALIMAT INI meluncur saat PT Semen Gresik (Persero) Tbk menandatangani Nota Kesepakatan Penjualan dan Pembelian Bersyarat dengan Ha Noi General Export-Import Joint Stock Company (Geleximco) Vietnam. Penandatanganan tersebut meresmikan pengambilalihan saham Geleximco di Thang Long Cement, Vietnam serta menjadikan Semen Gresik (SMGR) pemegang saham terbesar. Rencana transaksi menunggu pemenuhan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak yang diharapkan selesai pertengahan Desember mendatang. LANGKAH STRATEGIS Investasi ini bisa dibilang merupakan langkah bisnis strategis yang diambil SMGR. Betapa tidak, Thang Long Cement merupakan salah satu perusahaan penghasil semen terkemuka di Vietnam dengan kapasitas produksi 2,3 juta ton per tahun dengan pabrik baru berteknologi terkini di Provinsi Quang Ninh. Pabrik ini juga berlokasi dekat pelabuhan laut dalam Cai Lan, fasilitas penggilingan ke jalur sungai menuju delta Mekong serta jalan raya antar wilayah
PERNIKAHAN KEDUA INDONESIA-VIETNAM Kerjasama ini pun disambut baik oleh Dahlan Iskan. “Ini kali kedua pernikahan Indonesia dengan Vietnam. Yang pertama ketika Raja Majapahit dengan Putri Champa. “Selamat!” katanya. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Menteri BUMN menempelkan gelar “BUMN Multinasional Pertama” kepada SMGR pada kesempatan tersebut.
dan pelabuhan internasional, menjamin efektivitas biaya distribusi. Di samping itu, keyakinan pertumbuhan ekonomi Vietnam dan Asia Tenggara lainnya, bagaimanapun, pasti didukung oleh peningkatan proyek/konstruksi, yang berdampak pula pada industri semen. Industri ini menjadi semakin menarik manakala disampaikan bahwa cadangan bahan baku (batu kapur) pun cukup besar dan bermutu tinggi. Pembangunan pabriknya pun akan segera merambah Provinsi Binh Phuoc dengan kapasitas produksi kedua pabrik mencapai 6,5 juta ton per tahun.
Di hadapan Duta Besar Vietnam, Menteri Dahlan minta dibuatkan nama Vietnam untuk dirinya, seperti nama “Yu Shi Gan” yang diperolehnya dari Cina. Baginya, nama lokal menimbulkan kesan kehangatan tersendiri di dunia bisnis.
Dwi Soetjipto, CEO SMGR menuturkan, “Kerjasama ini menjadi tonggak perluasan bisnis kami di pasar regional serta menandai hubungan bilateral yang penting antara Indonesia dan Vietnam”. Sedangkan bagi Thang Long, ini merupakan kesempatan belajar keahlian di manajemen, operasional dan investasi dari Semen Gresik sebagaimana disampaikan Vu Van Tien, Chairman Geleximco.
Ia juga berpesan pada Semen Gresik untuk membuka restoran Indonesia di sana. “Mie Vietnam sudah banyak di sini, tapi mie kita belum ada di sana”. Semoga hubungan Indonesia-Vietnam makin erat dan peluang pasar BUMN pun makin luas. Tidak sebatas pasar makanan, tetapi juga pasar bisnisnya.[Tbk]
PANEN PADI GP3K DI SRAGEN
Acara Panen Padi Program GP3K yang merupakan Sinergi PKBL PT Pegadaian dan PT Pertani dilaksanakan di Desa Karang Tengah, 2 November 2012 lalu. “Ini satu satu bentuk pelaksanaan kegiatan GP3K yang telah dicanangkan Menteri BUMN bulan Juli 2011,” ujar Pandu Djajanto, Deputi Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis dalam kesempatan tersebut. Uniknya, peserta naik sepeda ontel dari kantor Bupati ke area sawah tempat acara tersebut, sejauh 7 km. PANDU DJAJANTO menyatakan, Kementerian BUMN sangat bangga dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada PT Pegadaian dan PT Pertani atas terlaksananya kegiatan panen raya di Sragen tersebut. “Ini perwujudan rangkaian pelaksanaan Program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi atau kerap kita sebut GP3K,” kata Pandu. Pandu menjelaskan, program GP3K merupakan salah satu pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) sebagai amanat Undang Undang Nomor: 19 tahun 2003 tentang BUMN, yaitu pasal 2 ayat (1) huruf yang menyatakan, salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN yaitu “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.” Selanjutnya dinyatakan pula dalam pasal 88 yaitu ”….BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN”. Kementerian BUMN juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05/ MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. “Dalam waktu dekat, Peraturan Menteri itu akan direvisi sesuai situasi
dan kondisi yang berkembang, agar pelaksanaan PKBL lebih fleksibel dan aplikabel,” tambah Pandu. Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) diimplementasikan melalui kerja sama antara petani dan BUMN dengan pembagian tugas petani sebagai penyedia dan penggarap lahan, sedangkan BUMN menyediakan atau meminjamkan modal, biaya pengolahan lahan, saprodi, serta pengawalan dan pembinaan kepada petani. SUDAH RP 1,1 TRILIUN Pandu juga menjelaskan, secara keseluruhan, BUMN yang dilibatkan dalam Program GP3K ini sebanyak 25 BUMN dari berbagai sektor dengan total nilai Program Kemitraan yang disalurkan sebesar Rp1,1 triliun. Ia menyadari, dalam pelaksanaan program tersebut, kedua BUMN tersebut pasti menghadapi kendala atau hambatan. “Namun dengan perencanaan yang matang, kendala dan hambatan tersebut dapat diantisipasi,” ujarnya optimis. Hal yang patut dicatat, dengan program GP3K tersebut, hasil panen yang diperoleh petani Desa Karang Tengah, Sragen meningkat menjadi ± 9,7 Ton GKP/Ha dari sebelumnya ± 6,2 Ton GKP/Ha. Berdasar informasi tambahan, yang patut perlu ditiru oleh Pemda lain adalah, ternyata Bupati Sragen telah menerbitkan Peraturan Pemda yang
tirta
Meningkatkan Hasil Panen Petani
melarang lahan-lahan pertanian produktif berubah fungsi menjadi lahan-lahan komersial, seperti real estate, pabrik, dan lain-lain. Hal ini tentunya sangat mendukung terhadap keberhasilan Program GP3K. [Tirta Kusuma/PKBL]
SUSUNAN PENGURUS BULETIN BUMN Pelindung: Menteri BUMN Pembina: Sekretaris Kementerian BUMN, Kepala Biro Umum dan Humas Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Faisal Halimi Pemimpin Redaksi/Ketua Tim: Rudi Rusli Tim Editor: Mahmud Husen, Teddy Poernama, Ferry Andrianto Dewan Redaksi Dan Desain Grafis: Riyanto Prabowo, Sandra Firmania, Erwin Fajrin, Sentot Moelyono Sekretariat: Sahala Silalahi (Koordinator), Umi Gita Nugraheni, Hendra Gunawan, Nur Wahid, Sutarman. Alamat Redaksi: Lantai M Gedung Kementerian BUMN (Biro Umum dan Humas), Jl. Medan Merdeka Selatan No.13, Jakarta Pusat 10110. Telp: 021-2312373, Fax: 021-2311224 E-mail:
[email protected], Website: www.bumn.go.id Redaksi menerima kontribusi tulisan dari pegawai Kementerian BUMN, karyawan BUMN atau pihak lain yang relevan dengan semangat Buletin Kementerian BUMN, dengan syarat diketik rapi dengan spasi ganda, maksimal 2.000 karakter (setengah halaman), dengan disertai identitas diri penulis. Setiap tulisan yang dimuat merupakan pendapat pribadi penulis.