BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan wilayah lautan. Dengan potensi tersebut, Indonesia memiliki potensi ekonomi di sektor kelautan dan perikanan dan tentu saja potensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Sekitar 2/3 wilayah negara ini berupa lautan. Dengan cakupan wilayah laut yang begitu luasnya, maka Indonesia pun diakui secara internasional sebagai negara maritim yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982 yang memberikan kewenangan dan memperluas wilayah laut Indonesia dengan segala ketetapan yang mengikutinya. Selain itu juga terjadi perluasan hak – hak berdaulat atas kekayaan alam di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) serta landas kontinen dan Indonesia juga masih memiliki hak atas pengelolaan natural resources di laut bebas dan di dasar samudera. Disamping itu, secara geografis Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia. Dan juga di antara dua samudera, yakni samudera Hindia dan samudera Pasifik, yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan
1
dunia, baik secara ekonomis dan politis. Keunikan letak geografis tersebut menempatkan Indonesia menjadi negara yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap aspek kelautan, dan sangat logis jika pembangunan sektor pesisir dan laut dijadikan sebagai tumpuan dalam pembangunan ekonomi nasional. Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia, karenanya, memiliki konsekuensi tersendiri mengenai fakta tersebut. Konsekuensi itu sendiri mengarah pada terwujudnya aktifitas yang sangat tinggi di wilayah perairan Indonesia, dalam melakukan aktifitas – aktifitas ekonomi secara garis besar akan selalu dilandasi oleh aktifitas pelayaran. Secara tidak langsung, letak geografis Indonesia yang sangat strategis membuatnya memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor kelautan, karena laut akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia. Berbicara mengenai sektor kelautan, maka akanselalu berhubungan dengan sektor pesisir, karena sektor pesisir dan sektor kelautan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Secara sederhana, wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Sebelum berbicara mengenai wilayah pesisir dan laut lebih jauh lagi, terlebih dahulu perlu membatasi wilayah pesisir yang luas itu – yang membentang dari kawasan penyanggah daratan pesisir (coastal hinterlands) dan wilayah dataran rendah (lowland) yang keduanya merupakan “sisi wilayah kering” sampai pada perairan pesisir dan laut – dalam yang merupakan “sisi wilayah basah”. Dengan kata lain, wilayah pesisir itu merupakan wilayah antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, 2
baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat – sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut yang dicirikan oleh jenis vegetasi yang khas dan batas ke arah laut mencakup bagian atau batasan terluar dari paparan benua, dimana ciri – ciri perairan ini masih dapat dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi oleh aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (La Sara, 2014 : 10). Batasan wilayah pesisir juga dapat ditentukan oleh keadaan topografi. Bagi wilayah pesisir yang terjal seperti di bagian selatan Pulau Jawa, maka wilayah pesisirnya sangat sempit, sedangkan wilayah yang mempunyai topografi landai seperti di utara Pulau Jawa dan selatan Pulau Kalimantan maka wilayah pesisir menjadi lebih luas. Wilayah pesisir adalah wilayah yang membentuk batasan antara daratan dan laut dan dapat memanjang ke arah darat dan ke arah laut dengan luas yang beragam, tergantung pada keadaan topografi, tujuan dan kebutuhan program khusus. Wilayah pesisir tidak memiliki definisi yang baku hingga sekarang. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross – shore). Akan tetapi, penetapan batas – batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini masih belum ada kesepakatan. Dengan kata lain, batas wilayah pesisir berbeda 3
dari satu negara ke negara yang lain. Hal ini dapat dimengerti, karena setiap negara memiliki karakteristik lingkungan, sumber daya dan sistem pemerintahan tersendiri dan berbeda – beda. Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan (interface) antara daratan dan laut. Oleh karena itu, wilayah pesisir merupakan ekosistem khas yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam dapat pulih (renewable resources) seperti ikan, terumbu karang, hutan mangrove, dan sumber daya tak dapat pulih (non – renewable resources) seperti gas dan minyak bumi, bahan tambang dan mineral lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga memiliki potensi energi kelautan yang sangat potensial seperti gelombang, pasang surut, angin dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), serta memiliki potensi jasa – jasa lingkungan (environmental services) seperti media transportasi, keindahan alam untuk pariwisata, dan lain – lain. Seiring dengan perkembangan pembangunan, wilayah pesisir menjadi sangat penting bagi negara – negara yang mempunyai wilayah pesisir. Sumberdaya yang terkandung di wilayah pesisir sangat beragam. Sumber daya tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu sumberdaya manusia (human resources) dan sumberdaya fisik (physical resources). Sumberdaya manusia mencakup manusia itu sendiri (dilihat berdasarkan jumlah, kualitas, pengetahuan dan keterampilan), budayanya, fasilitas, dan lembaga masyarakat yang terdapat di dalamnya. Sedangkan sumberdaya fisik mencakup sumberdaya
4
alam dan sumberdaya buatan, seperti waduk dan danau buatan. Secara detail sumberdaya alam dikelompokkan menjadi sumberdaya alam hayati (living natural resources), mencakup semua tumbuhan dan hewan, dan non hayati (non living natural resources) mencakup tanah, air, mineral, dan sumberdaya strategis (esensial untuk pertahanan, minyak dan energi matahari). Secara keseluruhan, sumberdaya alam hayati dan non hayati membentuk sebuah sistem yang mempunyai hubungan timbal balik (reversible) disebut sebagai ekosistem.Sumberdaya pesisir dan juga laut mengandung semua bentuk sumber daya – sumberdaya tersebut dalam bentuk sumberdaya perairan hayati dan non – hayati serta sumberdaya terbarukan dan tidak terbarukan. Secara lebih sederhana, sumberdaya – sumberdaya tersebut merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh negara Indonesia. Potensi – potensi tersebut yang berupa sumberdaya laut yang selama ini merupakan sumber mata pencaharian oleh sebagian masyarakat Indonesia serta salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani sejak berabad – abad lamanya.Sementara wilayah darat yang dapat dimanfaatkan untuk transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman penduduk. Semua sumberdaya tersebut sebetulnya dapat digunakan sebagai senjata utama dalam sektor ekonomi bangsa Indonesia jika dapat dimanfaatkan dengan benar dan tepat sasaran melalui program – program pengembangan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Dibalik peran strategis dan prospek yang cerah dari ekosistem pesisir dan lautan beserta 5
sumber daya alam lainnya yang terdapat di dalamnya bagi pembangunan nasional, terdapat berbagai kendala dan kecenderungan yang mengancam kapasitas berkelanjutan
kedua
ekosistem
ini
dalam
menunjang
kesinambungan
pembangunan. Berbagai kasus seperti pencemaran perairan Teluk Jakarta, Selat Malaka, Surabaya, dan kota pantai lainnya; kondisi tangkap lebih (overfishing) yang menimpa beberapa stok ikan di Pantai Utara Jawa, Selat Bali, Selat Malaka, dan Sulawesi Selatan; degradasi fisik habitat pesisir utama (mangrove dan terumbu karang); dan abrasi pantai, merupakan sebagian indikator bahwa pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan di Indonesia menuju ke arah yang tidak optimal dan tidak berkelanjutan. Banyak faktor yang menyebabkan pola pembangunan sumber daya pesisir dan lautan selama ini bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Namun, kesepakatan umum mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya terutama adalah perencanaan dan pelaksanaan yang selama ini dijalankan secara sektoral dan terpilah – pilah, serta di beberapa tempat tertentu program perencanaan dan pembangunan tersebut dijadikan sebagai sarana politik dan pencapaian ambisi pribadi, seperti korupsi dan monopoli pantai sebagai daerah pariwisata oleh pihak – pihak tertentu. Padahal jika diperhatikan karakteristik dan dinamika alamiah ekosistem pesisir dan lautan yang secara ekologis saling terkait satu sama lain serta beraneka ragam sumber daya alam dan jasa – jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam satu hamparan ekosistem pesisir, mensyaratkan bahwa pembangunan sumber daya pesisir dan lautan secara 6
optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan yang terpadu dan berkesinambungan. Artinya, apabila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan tidak dilakukan secara terpadu, maka dikhawatirkan sumber daya dan seluruh potensi tersebut akan rusak dan punah, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan pembangunan nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju, adil dan makmur. Keberhasilan program pengelolaan terpadu wilayah pesisir membutuhkan dukungan luas stakeholder. Kepedulian masyarakat lokal juga sangat penting dalam proses pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah pesisir terpadu, khususnya menyangkut bagian darat dan perairan pesisir. Pemerintah (daerah) yang mempunyai kewenangan menyususn kebijakan pembangunan dan peraturan perundang – undangan harus konsisten dalam menjaga keberlanjutan sumber daya wilayah pesisir di daerahnya. Selama ini, perananan pemerintah daerah masih sangat sedikit terlibat serius dalam mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir tersebut. Di Indonesia dewasa ini, berbagai program pengelolaan wilayah pesisir terpadu sudah banyak dilakukan, baik dari pemerintah sendiri maupun bekerja sama dengan pihak – pihak swasta. Program – program tersebut seperti MCRMP (Marine
and
Coastal
Management
Project),
COREMAP
(Coral
Reef
Rehabilitation and Management Program) atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang, Program Mitra Bahari, dan lain – lain. Selama ini peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program tersebut masih sangat minim. Perhatian akan program tersebut hanya akan ada jika terdapat proyek – 7
proyek yang menguntungkan. Setelah kegiatan proyek tersebut selesai maka tidak ada lagi tindakan yang jelas mendukung pengelolaan wilayah pesisir. Fakta ini terjadi secara umum di negara – negara berkembang, bahwa hampir tidak ada satupun negara yang mengambil tanggung jawab di pemerintah lokal dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Di Indonesia, khususnya di Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara, juga sering terjadi hal demikian. Meskipun dalam program yang berbeda, pemerintah daerah cenderung tidak peduli kepada kelanjutan program setelah suatu proyek selesai. Dalam pengelolaan dan pembangunan wilayah pesisir, pemerintah Kabupaten Nias Selatan memiliki visi khusus, yakni menitikberatkan pada pembangunan sektor pariwisata. Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang terkenal akan potensi wisatanya. Potensi wisata di Kabupaten Nias Selatan pun terbilang cukup komplit, yaitu wisata sejarah patung – patung batu jaman Megalith, objek kesenian tradisional, kerajinan tangan tradisional serta objek wisata alam pantai, darat dan laut. Sebagian besar potensi wisata tersebut berada di wilayah pesisir pantai, seperti objek daerah wisata Pantai Sorake, Pantai Lagundri, Pulau Tello, dan lain – lain. Pantai – pantai tersebut disamping mempunyai panorama yang indah dengan pasirnya yang putih, dapat pula digunakan sebagai sarana olah raga selancar air. Ombaknya yang besar dan berkesinambungan dengan pantai yang landai dengan dasar pasir merupakan tempat yang ideal bagi olah raga
8
selancarair.Menyadari potensi wisata yang begitu besar, maka dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, pemerintah Kabupaten Nias Selatan fokus pada pembangunan sektor pariwisata daerah pesisir. Dalam pelaksanaan suatu program, tidak akan dapat berjalan dengan lancar jika tidak didukung oleh pihak – pihak yang berkaitan. Begitu juga dengan program pengelolaan dan pembangunan wilayah pesisir secara terpadu, dibuhtuhkan kerja sama dan dukungan pihak – pihak terkait, stakeholder dan terutama dukungan masyarakat pesisir yang merupakan objek dari program tersebut secara tidak langsung. Salah satu tujuan dalam program pembangunan sektor pariwisata wilayah pesisir secara terpadu adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir itu sendiri, baik dari segi ekonomi maupun secara sosial. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai apabila program pembangunan tersebut dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan. Pemanfaatan wilayah pesisir dan sumber daya yang terkandung di dalamnya, harus dilaksanakan secara hati – hati melalui program yang terencana dan terpadu, karena efeknya akan dapat dirasakan oleh masyarakat yang bermukim di daerah pesisir, baik secara sosial, ekonomi dan lingkungan. Daerah – daerah yang mempunyai wilayah pesisir tersebut, khususnya di Kabupaten Nias Selatan, harus segera sadar dan bangkit mengambil tindakan mencegah kegiatan pembangunan yang tidak memberi kesempatan kepada lingkungan alamnya untuk mempertahankan dirinya, khususnya menyangkut sumber daya alamnya yang
9
menyediakan dukungan kehidupan dan kesempatan pengembangan kesejahteraan ekonomi terhadap masyarakat yang tinggal di pesisir. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana pembangunan sektor pesisir dapat mempengaruhi kesejahteraanmasyarakat yang bermukim di wilayah pesisir, yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Sektor Pesisir dan Laut Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimana pengaruh pembangunan sektor pesisir dan laut dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan. 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Dan adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
10
1. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan sektor pesisir dan laut dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial. 2. Semoga hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan dan evaluasi khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Nias Selatan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan sektor pesisir dan laut. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam tentang sektor pesisir dan laut. 1.4 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
11
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Berisikan
uraian
teoritis
tentang
hal
–
hal
yang
berhubungan dengan obyek penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional. BAB III
: METODE PENELITIAN Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Berisikan gambaran umum lokasi penelitian dan data – data lain yang mendukung penelitian.
BAB V
: ANALISIS DATA Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.
BAB VI
: PENUTUP Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan penelitian yang telah dilakukan.
12