MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN MARTABAT KEMANUSIAAN SEJATI KEADILAN UNTUK RAKYAT BUKAN UNTUK KUASA MODAL
SEBUAH PEMBELAAN PRIBADI DALAM PERKARA PIDANA NO: 178/PID.B/2010/PN/LWK ATAS NAMA EVA SUSANTI H. BANDE
Luwuk, 26 Oktober 2010 1
MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN MARTABAT KEMANUSIAAN SEJATI KEADILAN UNTUK RAKYAT BUKAN UNTUK KUASA MODAL …”bagi kami yang saat ini mengalami dan merasakan ketidakadilan oleh aparatus Negara yang berdiri di atas manifesto politik rakyat, yang telah dinodai oleh kuasa modal hingga sama sekali kehilangan rasa malu, yang telah menjebloskan kami di balik tembok berjeruji besi ini, tak akan ada kata Tunduk apalagi bersurut …mereka tidak akan mampu membungkam suara-suara kami…” (Eva Bande Penjara Lapas II B Kab Banggai) Ada yang berlimpah Ada yang terkuras Dan kita di sini bertanya Saudara berdiri Di pihak yang mana? (sepotong Sajak dari Rendra) Kita tahu kapitalisme berdiri menghunjam dua kakinya pada dua dataran sekaligus menghisap sembari terlihat humanis. Untuk yang terakhir ini, bungkusannya bisa berupa slogan-slogan populis, seperti memberantas kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Bismillahirahmanirahiim, Dengan nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Ya Allah Subhanahu wata Alla pemilik hidup dan matiku, Tuhan yang menguasai seru sekalian alam, puji syukur Hamba panjatkan kehadirat-MU Ya Tuhan, atas Karunia MU, atas Rahmat MU, atas Kehendak MU, maka Hamba MU ini masih berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohani menghadapi peradilan di Bumi yang ENGKAU ciptakan ini, untuk memperoleh keadilan buatan manusia, karena telah mencoba membaktikan diriku kepada hamba-hamba Mu lainnya yang hampir sepanjang hidupnya berada dalam penderitaan dan kemiskinan. Hanya kepada-MU lah ya ALLAH rasa takut itu ku sadari, dan atas sejumput keberanian yang Engkau berikan kepada Hamba, izinkan Hamba bersama kaum tertindas di tanah kelahiranku ini terus berada dalam semangat perjuangan melawan kuasa modal yang telah menzolimi kami, memandulkan penegakan hukum dan keadilan, yang telah membuat harga diri begitu murahnya.... Lindungi Kami Ya Allah.
2
I. PENDAHULUAN Majelis Hakim, Saudara Jaksa Penuntut Umum, Saudara Penasehat Hukum, Dan pengunjung sidang yang terhormat. Assalamu’alaikum War. Wab. Selamat siang dan salam sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. Selamat siang dan salam perjuangan untuk rakyat Piondo, Singkoyo, Moilong, Tou, Bukit Jaya, Sindang Baru, Mekar Sari, Benteng, Dusun Agro Estate, Dusun Bina Tani dan sekitarnya yang tidak kenal lelah berjuang mempertahankan hak-haknya atas perluasan perkebunan sawit. Selamat siang dan salam perjuangan untuk rakyat Tani di seluruh Indonesia yang menjadi korban, dari kerakusan dan serakahnya perkebunan-perkebunan raksasa. Kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara, saya sampaikan penghargaan terima kasih atas segala upayanya menyelenggarakan proses peradilan ini dengan baik. Saya selalu mendoakan ketua dan anggota Majelis Hakim bertiga diberi keberanian memutuskan perkara ini secara benar dan adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara khusus saya mempersembahkan cinta dan kasih yang mendalam kepada ayahanda, suami, anak-anak, dan keluarga saya atas segala doa dan dorongannya, merekalah yang membuat saya tetap tegar menghadapi hari-hari dalam penjara dan menjalani proses peradilan yang melelahkan fisik dan jiwa ini. Terima kasih yang hangat dan mendalam kepada semua kawan yang turut berjuang dan mendukung saya dalam perjuangan ini. Terutama atas segala simpati, solidaritas dan kerelaannya berbagi, baik yang ada di FRAS (Front Rakyat Advokasi Sawit Sulawesi Tengah), KPKP-ST, seluruh jaringan Walhi di Indonesia, seluruh jaringan Solidaritas Perempuan di Indonesia, JASS Sout Asia, Komnas HAM di Jakarta, Komnas Perempuan di Jakarta, Shada Ahmo di Medan, PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) di Jakarta dan seluruh jaringannya, Timor Leste, yang telah memberikan dukungan langsung maupun tidak langsung. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam kepada saudara Penasehat Hukum atas dedikasi yang sangat luar biasa dan tak kenal lelah mendampingi saya dan saudara-saudara petani. Saya juga mesti berterima kasih kepada saudara Jaksa Penuntut Umum yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana layaknya. Terima kasih pula yang mendalam saya persembahkan kepada kawan-kawan pers, yang setia berpihak kepada nilai luhur dan tujuan mulia kelahiran Pers di tengah masyarakat. Selama proses persidangan saya dan kawan-kawan petani, banyak teman pers baik lokal dan nasional yang secara langsung maupun tidak langsung 3
meliput proses peradilan saya dan kawan-kawan petani. Mereka dengan gigih dan semangat terus berjuang menggulirkan suara rakyat yang tertindas, dengan memberikan informasi kepada publik secara proporsional. Terima kasih yang sangat mendalam kepada seluruh pengunjung yang memberikan dukungan kepada saya dan kepada kawan-kawan petani. Mereka datang dari kalangan aktivis NGO, mahasiswa, petani, nelayan. Salam hormat saya juga kepada pengunjung yang datang atas mobilisasi dari PT KLS, para intel, maupun khalayak umum lainnya, yang hadir dan dengan tekun mengikuti jalannya persidangan. Tak jarang gedung pengadilan ini dipenuhi pengunjung. Kepada mereka semua saya dedikasikan pembelaan ini. Semoga ada kiranya yang patut untuk jadi bahan renungan dan pelajaran. Percaya dan yakinlah saya menuliskan semua ini dengan suasana hati yang tenang diliputi rasa tanggungjawab yang besar demi tanah kelahiran saya. Luwuk. Majelis Hakim yang mulia dan hadirin yang terhormat. Dalam pandangan saya, kehadiran pengunjung pada hari ini tidak sekadar dibatasi rasa solidaritas, lebih dari itu mereka ingin melihat, menyaksikan, mengamati, mendengar sendiri, bahkan ingin menilai bagaimana proses peradilan di Pengadilan Negeri Banggai yang mendudukkan saya dan petani yang berjuang mempertahankan hak atas sumber penghidupan sebagai terdakwa, akan berakhir pada kebenaran dan keadilan atau sebaliknya. Saya juga yakin saudara-saudara pengunjung ingin merasakan merasakan suasana dan semangat peradilan yang berusaha menemukan kebenaran dan keadilan, lantas menjadikannya pelajaran berarti dalam perjalanan hidupnya, sehingga dapat menjawab rasa penasaran mereka seperti apakah wajah hukum di negeri Babasal ini. Dengan penuh harap, saya meminta Majelis Hakim yang memeriksa dan memutuskan perkara ini, berkiblat kepada kearifan dan keadilan. Saya berharap Majelis Hakim bisa teliti dalam mengkaji semua fakta dan menganalisis alat bukti yang diajukan oleh saudara-saudara penasehat hukum yang membela saya dan kawan-kawan petani. Sebab satu satunya amanat mulia kepada saudara Majelis Hakim adalah melahirkan putusan yang benar dan adil, karena hakim adalah juru bicara keadilan bukan sebagai begrip jurisprudence. Gema Pembelaan yang datang dari harapan kaum tertindas ini, semoga menerobos keluar dari ruang pengadilan ini untuk menyentuh nurani dan relung hati siapa saja yang peduli dengan nasib rakyat yang terampas hak-haknya akibat kekuasaan modal. Suara Kaum Tertindas ini semoga menggetarkan hati dan sanubari rakyat kecamatan Toili, Toili Barat dan sekitarnya, yang tersingkir hak hidupnya, tercampak hak ekonomi, dan lingkungan lantas membentuk sikap memberontak dari jiwa dan semangat yang terpenjara oleh belenggu kemiskinan, melawan ketidakadilan, pantang bersurut selama keadilan masihlah harapan. Suara perjuangan semoga menggelegar menembus batas ruang dan waktu melintas batas katulistiwa.
4
Saya percaya, suara pembelaan ini dapat menjadi inspirasi dan semangat juang bagi rakyat yang mempertahankan hak-haknya dimanapun baik di daerah yang lama dihisap maupun di lokasi baru penaklukannya. Majelis Hakim tentu tahu arti dan makna adagium hukum “Solus Populis Suprema Lex”— Suara Rakyat adalah Suara Keadilan. Mohon jangan biarkan hukum menjadi alat bagi kuasa modal yang terlalu serakah seakan tak kenal lelah menghisap dan menindas. Keadilan menjadi tujuan adanya negara dan pemerintahan, sekaligus cita-cita terbesar lahirnya masyarakat. Keadilan selalu dijadikan terminal akhir kemerdekaan, sampai kemerdekaan itu sendiri lenyap dari perjalanan suatu bangsa. Keadilan dan juga kebenaran, akan selalu dicari dan diperjuangkan apapun resikonya yang menghadang, bahkan mungkin sampai semuanya hilang dari harapan dan cita-cita luhur karena diperdaya kepentingan sang penindas. Majelis Hakim, Saudara Jaksa Penuntut Umum, Saudara Penasehat Hukum, Dan pengunjung sidang yang mulia, Saya Eva Susanti Hanafi Bande dalam kapasitas sebagai Koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah, didakwa oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dan kemudian diadili sekarang ini, dengan dakwaan pasal 160 jo. pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat dan membungkam mereka yang melakukan kritik terhadap segala bentuk ketidakadilan dalam penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber penghidupan. Di sini di hadapan pengadilan ini, setelah 400-an tahun Indonesia merdeka, saya juga ingin menegaskan dipandang dari sudut manapun, rakyat Piondo dan sekitarnya, berhak atas keadilan di tanah dan alamnya sendiri yang dieksploitasi tanpa batas oleh “imperium” KLS. Saya ingat kata-kata Soekarno yang dikutipnya dari Tilak: hanya rakyat yang mau merdeka yang bisa merdeka. Saya ingin katakan disini: Hanya Rakyat yang mau adil yang bisa mendapatkan keadilan....! Pengalaman sejarah perjalan bangsa ini telah mengajarkan kepada kita bahwa keadilan itu tidak akan dapat diperoleh dengan menunggu orang lain memberikannya, apalagi harapan itu ditunggu dari para pengurus negara yang telah menjebloskan rakyat tani ke dalam penjara, dan tidak mungkin pula dari segelintir manusia pengumpul modal yang lebih suka hidup dari hasil eksploitasi Bumi Ciptaan Tuhan dengan menjadikan rakyat miskin sebagai buruh di atas tanah persada Banggai ini. Majelis Hakim dan hadirin yang saya muliakan! Sekarang izinkan saya memasuki bahasan mengapa FRAS (Front Rakyat Advokasi Sawit Sulawesi Tengah) hadir di tengah-tengah masyarakat kecamatan Toili dan sekitarnya. Perkara saya ini merupakan ujian berat bagi penegakan hukum. Sebagai warganegara Indonesia yang mencoba membantu menyuarakan kepentingan 5
hukum untuk pemenuhan hak rakyat terhadap keadilan, saya justru diperlakukan tidak adil di hadapan hukum. Apakah pihak berwenang mengajukan saya sebagai terdakwa, telah tertutup mata hati dan nuraninya? Tanpa memperhatikan akar masalah yang sebenarnya? Mungkin jawabannya, karena proses peradilan terhadap saya, secara kasat mata ditunggangi dan sangat sarat kepentingan di luar hukum. Saya menduga ini upaya KLS mengalihkan substansi permasalahan, meninabobokan publik sehingga lupa menyikapi secara kritis aktivitas pengelolaan hutan seluas 13.400 Ha dalam proyek HTI (Hutan Tanaman Industri) Trans, yang berada dalam bendera Perusahan Patungan antara PT Kurnia Luwuk Sejati (swasta) dan Inhutani I (BUMN) dengan label perusahaan PT Berkat Hutan Pusaka (BHP) yang dalam perjalanannya dimanfaatkan untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit, menggusur tanaman petani, merusak bantaran sungai, dan merusak/menutup akses jalan produksi petani ke persawahan dan kebun kakao. Upaya mengkriminalkan sikap kritis seseorang dan memperalat Negara untuk meluluhlantakkan sistem hukum, merupakan strategi busuk yang kerap dipakai kapitalis seperti KLS. Bahkan ketika tahun 2002 sejak PT BHP stagnan dan diambil alih sahamnya secara penuh oleh PT KLS, kobaran api keserakahan semakin merajalela penggusuran semakin masif, jalan yang sudah rusakpun semakin diperparah kerusakannya, tanaman petani siap panenpun dibantai tanpa nurani. Majelis Hakim Yang Terhormat! FRAS Sulteng terbentuk atas dasar pengaduan sejumlah rakyat di Kecamatan Toili yang datang pada bulan Agustus 2009 di Kota Palu, yang mengadukan nasib mereka. FRAS Sulteng terdiri atas sejumlah LSM/Ornop (di antaranya WalhiSulteng, Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat/PBHR; Yayasan Tanah Merdeka; Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah/KPKPST/Asosiasi untuk Transformasi Sulawesi Tengah/Ansos Sulteng; LBH-Sulteng; LBH Manado; LBH-Luwuk; Serikat Pekerja Hukum Progresif/SPHP; Yayasan Merah Putih/YMP; Yayasan Pendidikan Rakyat/YPR; Solidaritas Perempuan/SP; Jaringan Tambang/Jatam; Lintas Studi Anak Negeri/LISAN Luwuk; dan lain-lain) yang berkoalisi berbagi peran untuk mengawal kepentingan petani Toili dan sekitarnya atas perilaku kuasa modal PT KLS yang buta hati dan tuli yang mencoba mengalih fungsikan Hutan menjadi Sawit. FRAS-Sulteng mencoba mengambil posisi sebagai elemen rakyat yang berikhtiar melakukan advokasi dengan melibatkan rakyat secara langsung. Saya percaya, rakyat bukan sesuatu yang statis. Mereka bisa berubah menjadi lebih cerdas, kritis dan bertanggungjawab. Rakyat sekitar HTI PT BHP dan HGU PT KLS, mereka terinspirasi untuk terlibat dalam perjuangan bersama. Mereka juga mulai memiliki kemampuan mengorganisir dirinya dalam berbagai kelompok yang cerdas dan kritis. Rakyat di sekitar HTI PT BHP dan HGU PT KLS menyadari sepenuh hati perjuangan mereka teramat beresiko. Demo dilawan demo, aksi berbalas aksi, intimidasi, tekanan, praktik premanisme dan politik adu domba kerap dijalankan untuk 6
membungkam sikap kritis rakyat. “Perusahaan Keruk” seperti KLS yang memagari dirinya dengan uang berlimpah, telah menjadi momok yang menakutkan rakyat untuk berani menentukan sikap. Saya ingat kejadian pada bulan Januari 2010. Saat itu ratusan rakyat menduduki lahan mereka yang diserobot PT KLS, kemudian didatangi beberapa orang yang bersenjata tajam dan bersenjata api menyerang kawan-kawan petani yang dikawal aparat kepolisian polsek Toili, kasus ini dibiarkan begitu saja oleh aparat penegak hukum. Kejadian serupa pada bulan Februari 2010 ketika ratusan rakyat petani dari berbagai organisasi di berbagai desa melakukan aksi demostrasi ke kota Luwuk, dalam perjalanan pulang ke Toili dihadang oleh sejumlah orang yang sudah dalam keadaan mabuk, ternyata dari mereka adalah karyawan dari perusahaan KLS. Kejadian serupa pada bulan Mei tanggal 26 tahun 2010 di polsek Toili pukul 19.00 ratusan kawan-kawan petani mendatangi polsek Toili, untuk menanyakan penangkapan terhadap diri saya, tetapi kemudian diserang puluhan orang bersenjata tajam masuk di Polsek Toili dengan meneriakan hidup KLS, ini pun dibiarkan begitu saja oleh aparat kepolisian yang pada saat itu berjumlah cukup banyak dan bersenjata api pula. Majelis Hakim yang mulia. Apa artinya semua aksi massa itu? Apa yang menggerakkan mereka? Saya ingin katakan hati nuranilah yang mengerakkan mereka. Saya percaya dimana ada ketidakadilan, selalu ada yang akan mencoba melawan. Sekecil apapun perlawanan itu, tetap akan dicatat sejarah. Menjadi inspirasi bagi generasi yang akan datang belakangan. KLS mungkin bisa meredam gejolak perlawanan rakyat dengan kekuatan “uang” yang dimilikinya. KLS bisa membuat aksi tandingan, membungkam suara mereka yang kritis, menghadapkan suatu aksi dengan aksi lainnya yang dilakukan saudara kita sendiri. Tetapi percayalah, selama ketidakadilan masih ada, gejolak perlawanan rakyat tidak akan pernah bisa dibungkam. Rakyat akan terus melawan. Bahkan dalam sikap diamnya, sejatinya rakyat juga melakukan perlawanan. Dahulu kala, ketika negara ini masih bernama Hindia Belanda, rakyat Indonesia yang berlawanan dimulai dari kelompok-kelompok kecil. Mereka itulah yang kemudian menjadi semakin besar dan terikat dalam semangat persatuan, satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air, dan satu bangsa. Mereka itulah rakyat yang sadar untuk berlawan, lalu membentuk BKR (badan keamanan rakyat) lalu berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan kemudian menjadi TNI seperti sekarang ini. Apa wujudnya sekarang...? Bahkan dalam persidangan pun Pemilik PT KLS dan PT BHP secara arogan menyatakan bahwa dialah yang mendatangkan Tentara ke lokasi sawit dengan menggunakan uangnya. Tentara yang bersenjata itu diperhadapkan dengan Rakyat miskin dan lemah, ditakuttakuti sedemikian rupa agar tak mengganggu aktivitas penggusuran dan tanaman 7
petani di Toili. Sungguh ini sebuah ironi, Tentara yang seharusnya menjaga kedaulatan negara berhadapan dengan rakyat yang memberi kedaulatan terhadap negara. Mari lihat dari aspek yang lain. Rakyat Indonesia pada masa dahulu itu dan satu generasi kemudian diadili dengan pasal-pasal Negara Penjajah Belanda yang waktu itu adalah Koloni Prancis. Saat ini, sekarang ini, saya dan kawan-kawan petani diadili dan didakwa dengan menggunakan pasal-pasal warisan Penjajah itu, yang kini diberi nama Kitan Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP). Sungguh semakin tidak berdayalah rakyat dan para aktivis yang memilih menjadi pendamping rakyat, ketika terjerat pelanggaran Hukum warisan Penjajah itu, kemudian diadili apara penegak hukum yang tidak berdiri dan berpihak kepada Kebenaran dan Keadilan. Semoga Majelis Hakim yang mengadili perkara saya dan kawan-kawan petani dapat mengubah harapan kami menjadi kenyataan. Bahwa Majelis Hakim yang mengadili perkara kami adalah contoh bagi penegakan keadilan di Negara yang semakin kehilangan kesahajaannya ini. TENTANG DAKWAAN Majelis Hakim, Saudara Jaksa Penuntut Umum, Saudara Penasehat Hukum, dan pengunjung sidang yang terhormat.
Dalam kaitan dengan perkara ini, saya telah didakwa oleh saudara Jaksa Penuntut Umum yang disusun secara alternatif, yang kemudian dibuktikan berdasarkan fakta persidangan dan analisis yuridis untuk dakwaan kesatu. Sebagaimana telah dilalui, surat dakwaan kesatu yang dibacakan pada persidangan, secara jelas menyatakan bahwa saya: telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan, di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan undang-undang (dikutip sesuai dengan isi surat dakwaan). Perbuatan yang didakwakan terhadap saya ini diatur dan diancam pidana dalam pasal 160 KUHP jo 55 ayat (1) KUHP. Dalam kaitan dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum, sebagaimana tertulis dalam surat dakwaan: “Perbuatan mana oleh terdakwa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut”. Dari kesebelas point yang oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dimaksudkan menguraikan CARA-CARA sekaitan dengan dakwaan PENGHASUTAN, maka saya hendak menegaskan bahwa sebagian besar uraian termaksud harus 8
dikesampingkan sama sekali karena tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan CARA-CARA. Uraian yang disampaikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum jelas sekali lebih merupakan uraian tentang kronologi kejadian atau runtutan peristiwa yang diperkarakan ini. Kronologi kejadian atau runtutan peristiwa yang diuraikan Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan dimaksud hampir tidak dapat dikaitkan sama sekali dengan PENGHASUTAN sebagaimana didakwakan kepada saya. Agar lebih jelas, dalam Memory van toelichting KUHP mengatakan, bahwa menghasut ialah mendorong, mengajak, membangkitkan semangat, atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu; Apakah itu melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak memenuhi ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan Undang-undang. Berkaitan dengan penggunaan kata CARA-CARA yang diuraikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, maka isi uraian sama sekali tidak relevan. Tegasnya, dalam uraian itu sama sekali tidak menjelaskan CARA-CARA secara tegas, eksplisit, lugas, konsisten, dan sistematis yang dilakukan oleh terdakwa terkait perbuatan PENGHASUTAN. Kalaupun dianggap sepihak dan hal itu tidak dimasalahkan dalam persidangan, di mana yang diuraikan itu adalah runtutan peristiwa, yang secara implisit terkandung cara-cara, ini pun sebagian besar tidak menunjukkan relevansi dengan perbuatan Penghasutan yang didakwakan kepada saya. Garis datar satu, sama sekali tidak berhubungan dengan PENGHASUTAN, apalagi saya/terdakwa tidak ikut serta dalam pertemuan pada tanggal 23 Mei 2010, di Balai Desa Piondo. Garis datar dua, tidak menjelaskan cara, melainkan hanya menjelaskan saya/terdakwa bersama Nyoman, Kholil, Budi, Sutrisno berkumpul dan bermaksud pergi ke lokasi peristiwa. Ini juga tidak ada hubungannya dengan perbuatan MENGHASUT sebagaimana pengertiannya. Garis datar tiga, hanya memuat percakapan antara saksi Drs. Saripudin S dengan saya/terdakwa, di mana saya berkata, “hadirkan manajer perusahaan” dan dia menjawab “kalau begitu tunggu, saya perintahkan karyawaan untuk menyusul karena manajer ada dilapangan. Percakapan ini sama sekali bukan CARA dan bukan pula PENGHASUTAN, karena saya bukan berbicara kepada Massa yang ada di situ. Garis datar empat. Uraian Jaksa Penuntut Umum dibagian ini berdasarkan keterangan saksi (tercatat dalam keterangan saksi-saksi). Juga tegas saya nyatakan uraian ini tidak berkaitan dengan CARA-CARA MENGHASUT. Justru kalau diteliti dengan pikiran jernih, sebagaimana diungkap dalam persidangan dan dicatat oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi, “bahwa benar ketika itu 9
kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah (ditekankan di sini: massa menjadi marah karena pihak perusahaan tidak memenuhi janjinya mendatangkan manajer setelah menunggu kurang lebih 1 jam). Sementara kalimat yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya, lempar saja kantor ini, hancurkan kantornya” dalam kenyataannya tidak saya ucapkan. Konteks uraian pada bagian ini adalah, massa marah karena perusahaan tidak menghadirkan manajer sampai satu jam menunggu. Dengan demikian, massa justru terpancing emosinya, terhasut, terdorong secara spontan melakukan perbuatan pengrusakan karena ulah pihak perusahaan yang ingkar. Garis datar lima. Point ini juga tidak menunjukkan CARA-CARA sebagaimana dimaksud di atas. Demikian juga percakapan dengan Kapten Inf. Rais tidak mengandung unsur PENGHASUTAN, karena saya berhadapan dengan Kapten Inf. Rais, dan bukan dengan Massa (silakan baca dengan jelas point ini di surat dakwaan dan tuntutan JPU). Garis datar enam. Pada point ini juga tidak menjelaskan CARA PENGHASUTAN yang didakwakan kapada saya. Justru point ini menguraikan bahwa massa mengelilingi buldoser dan berteriak bakar... bakar... bakar..., di mana dalam keterangan di surat dakwaan itu saya didatangi kapten Rais untuk negosioasi. Jelas bahwa tidak ada relevansinya sama sekali dengan apa yang dimaksud PENGHASUTAN. Garis datar tujuh, seperti point lima dan enam, uraian di sini hanya berisi dialog negosiasi, dan janji-janji untuk mendatangkan operator. Ini pun tak menunjukkan CARA maupun perbuatan MENGHASUT karena saya sama sekali tidak bicara dengan massa, melainkan dengan kapten Rais dan Nyoman Suwarna. Garis datar delapan dan sembilan, kurang lebihnya tidak pula menjelaskan CARA yang secara langsung maupun tidak langsung direlevansikan dengan dakwaan PENGHASUTAN terhadap saya. Jelas sekali dalam surat dakwaan pada point 9 yang ditulis dalam huruf besar bahwa saya berkata “ini peringatan keras untuk PERUSAHAAN, bila tidak ada tanggapan akan ada keadaan lebih besar sekarang”, kata-kata itupun bukan diarahkan kepada Massa. Bahkan sebaliknya saya justru melarang membakar camp yang ada penghuninya sebagaimana keterangan dalam surat dakwaan tersebut. Garis datar sepuluh. Uraian di sini justru sangat kelihatan kesan dari saudara Jaksa Penuntut Umum mengada-ada, karena menyatakan kalimat: Akibat Perbuatan terdakwa EVA menyebabkan massa tergerak untuk .... (dan seterusnya). Sesuai dengan uraian CARA-CARA atau lebih mendekati tepat KRONOLOGI KEJADIAN, Kalimat yang lebih cocok adalah: Akibat perbuatan karyawan perusahaan yang tidak menghadirkan manajer dan operator buldoser untuk memperbaiki jalan yang telah dirusak oleh perusahaan, maka massa tergerak untuk......... Mengapa kalimat yang digarisbawahi lebih cocok..? karena jelas sekali dalam kronologi kejadian yang diuraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum demikian adanya, tidak mengandung ketegasan secara 10
langsung, ekspisit maupun implisit, adanya PERBUATAN PENGHASUTAN sebagaimana didakwakan kepada saya. Tegasnya demikian: bahwa uraian Cara-Cara yang tercatat dalam Dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak relevan atau tidak sesuai pengertian PENGHASUTAN sebagaimana tertuang dalam Memory van toelichting KUHP menghasut ialah mendorong, mengajak, membangkitkan semangat, atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu; Apakah itu melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak memenuhi ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan Undang-undang. Maka dari itu, pasal yang dikenakan kepada perbuatan yang didakwakan kepada saya, yakni Pasal 160 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Berdasarkan hal-hal yang saya uraikan di atas dengan berpegang teguh pada fakta dipersidangan, fakta yuridis dan analisa faktual maka unsur menghasut dalam perkara saya ini, tidak terbukti. Sehingga konstruksi perkara perlu dikaji dalam konteksnya dengan motivasi dan tujuan serta merupakan beban Sdr. Jaksa Penuntut umum untuk membuktikannya di persidangan ini, yang harus dituangkan secara utuh tanpa unsur subjektivitas, rutinitas, conventional, penekanan maupun beban-beban lain, terutama kepada Majelis Hakim dan Saudara Jaksa Penuntut Umum. Mengenai keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, petunjuk dan barang bukti yang diuraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum tidak saya tanggapi secara detail karena sebagian besar tidak relevan dengan dakwaan Penghasutan terhadap saya. Untuk hal ini penasehat hukum saya tentu akan menguraikannya lebih detail. Meski demikian, secara garis besar saya/ingin menyampaikan bahwa keteranganketerangan saksi maupun keterangan saya sendiri yang dicetaktebalkan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum tidak memiliki relevansi dan dapat dijadikan dasar untuk menentukan dakwaan PENGHASUTAN terhadap saya. Dari uraian Jaksa Penuntut Umum mengenai keterangan saksi maupun saya/terdakwa, sebagian besarnya adalah kata-kata yang saya ucapkan kepada pihak perusahaan dan bukan kepada massa yang ada pada saat itu. Terdapat pula saksi yang memberikan keterangan berbelit-belit bahkan telah dinyatakan sendiri oleh yang terhormat anggota Majelis Hakim berbohong, di mana saksi tersebut, SAPPEWALI alias SAPPE, diminta oleh saudara Penesehat Hukum saya kepada Majelis Hakim untuk mengeluarkan penetapan SAKSI BOHONG terhadap saksi SAPPE tetapi oleh majelis hakim diminta untuk ditanggapi dalam persidangan saja. Kepada Majelis Hakim yang terhormat, saya harap kiranya mempertimbangkan keterangan saksi SAPPEWALI alias SAPPE ini untuk tidak dijadikan alasan penguat dalam kaitannya dengan dakwaan terhadap saya. Hal yang perlu saya tambahkan di sini adalah uraian saudara Jaksa Penuntut Umum atas keterangan saya/terdakwa yang dicetak tebal, khususnya point terakhir yang saya kutip berikut: 11
-
Bahwa benar terdakwa membenarkan sejumlah sms yang terdakwa kirim ke nomornya saksi Nyoman Jepang, saksi KHOLIL dan saksi SUTRISNO dimana semua sms tersebut menurut terdakwa hanyalah sebagai penyemangat kepada petani untuk menuntut keadilan dan mempertahankan haknya.
Terkait dengan itu, saya/terdakwa salin kembali bunyi SMS itu serta waktu SMS itu disampaikan serta penjelasan maksudnya. Saya perlu menjelaskan hal ini karena terlihat sekali saudara Jaksa Penuntut Umum hendak mengambil kata “penyemangat” untuk dihubungkan dengan salah satu tekanan pengertian untuk kata “Penghasutan”. Saya ingin tegaskan bahwa sms yang ditanyakan saudara Jaksa Penuntut Umum itu dilakukan setelah saya ditangkap dan berada di Kantor Polisi, jadi tidak dapat dijadikan dasar dakwaan. Inilah bunyi SMS di HP Nyoman Jepang (ketika itu belum ditangkap) disalin kembali dari BAP atas nama saya/terdakwa: - Tanggal 26 Mei 2010 jam 21:49:33 dari BU EVA nomor 6281245310989 isinya: Atur langkah, perluasan perlawanan kita sampe di Toili Barat, jaga semangat, solid dan awasi mata-mata...@ slalu ada rapat tertutup jangan rapat di tempat terbuka. Kawan-kawan juga jaga keamanan desa. - Tanggal 26 Mei 2010 jam 22:38:14 dari BU EVA nomor 6281245310989 isinya: Kwn2 dimana sekarang, sampaikan salam sy tetap semangat berjuang. - Tanggal 26 Mei 2010 jam 23:37:30 dari BU EVA nomor 6281245310989 isinya: Salam.. dlm sekap jeruji, jangan biarkan nalar pemberontak berhenti di bungkam kuasa modal... lawan... lawan...dan lawan, teruslah melawan krna itu kita disebut manusia....@ - Tanggal 28 Mei 2010 jam 00:48:57 dari BU EVA nomor 6281245310989 isinya: Kawan2ku petani yg terbaik dan kucintai... kobarkan semangat perlawanan, kibarkan panji2 menolak tunduk....@ tegarkan hati kalian...@ ini jalan para kuasa modal dan aparat keamanan untk mebungkam perlawanan kita terhadap ketidakadilan...@ salam juang dariku dari ruang sepi yang penuh amarah terhadap ketidakadilan ini....@ Majelis Hakim yang terhormat, SMS-SMS tersebut dikirim pada tanggal setelah saya ditangkap oleh Polisi, jadi setelah kejadian perkara, maka tidak dapat sama sekali dijadikan alas bagi dakwaan. Isi dari sms-sms itu tidak lain adalah untuk membangkitkan semangat kawan-kawan petani untuk tetap tegar dan jangan surut ketika saya sudah di tahan. Bahwa penahanan dan kriminalisasi terhadap aktivis maupun petani seperti yang kami alami adalah upaya membungkam perjuangan kaum tertindas untuk memperoleh hak-hak kewarganegaraan yang layak.
12
TENTANG ANALISIS YURIDIS Majelis Hakim yang terhormat. Saya bukanlah sarjana yang berlatarbelakang disiplin Ilmu Hukum, akan tetapi karena dalam berbagai aktivitas sosial dan kasus-kasus rakyat yang saya dampingi sering berhadapan dengan situasi di mana analisis hukum menjadi penting. Cukup sering saya mengikuti berbagai persidangan di mana rakyat menjadi terdakwa dan bagaimana pula institusi hukum coba diintervensi oleh pihak-pihak ketiga melalui kekuatan politik dan para pemilik modal besar. Dalam kapasitas saya yang apa adanya dalam konteks analisis hukum kritis, maka saya pun melakukannya atas perkara di mana saya sendiri menjadi terdakwa di hadapan sidang yang mulia ini. Sejak awal pledoi saya atas dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum, telah cukup jelas dalam uraian itu bahwa pasal 160 KUHP tidak berkaitan langsung dengan isi dakwaan, di mana dalam uraian yang dimaksudkan sebagai CARA-CARA oleh saudara Jaksa Penuntut Umum sama sekali bukan menjelaskan konteks CARACARA PENGHASUTAN sebagaimana yang didakwaan. Saya/terdakwa akan memulai tanggapan atas Analisis Yuridis saudara Jaksa Penuntut Umum, yang dimaksudkan untuk membuktikan dakwaan kesatu dengan terpenuhinya unsur-unsur Pasal 160 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: "Barang siapa di muka umum lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan Undang-undang, diancam dengan ketentuan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah" Unsur-unsur yang diraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan No.REG.PERK.:PDM-41/LWK/10/2010 adalah: 1. Unsur “barang siapa” 2. Unsur “di muka umum” 3. Unsur “dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana” 4. Unsur “kekerasan terhadap penguasa umum” 5. Unsur “turut serta” Selengkapnya adalah sebagai berikut:
13
1. Unsur “barang siapa” Dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum ditulis demikian: “Yang dimaksud dengan unsur barang siapa yaitu orang atau subyek hukum yang memiliki kemampuan atau kecakapan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidana. Dalam perkara ini terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE dinyatakan ke depan persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta tidak terganggu jiwanya sehingga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya serta tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus pemidanaannya. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.” Secara definitif saya sependapat, bahwa Barang siapa adalah person atau subjek hukum atau pelaku tindak pidana. Kalimat selanjutnya, “Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan” harus diinterpretasi dan dianalisis lebih jauh, karena “barang siapa” yang dimaksud dalam perkara ini adalah saya, EVA SUSANTI HANAFI BANDE, tidak dilandasi dakwaan dan alat bukti yang bisa meyakinkan sehingga sah secara hukum. Berdasarkan uraian Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa unsur barang siapa telah terpenuhi, sama sekali patut dikesampingkan karena: Identitas dari unsur “barang siapa” dalam uraian dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak jelas dan meyakinkan serta memastikan bahwa “barang siapa” yang dimaksud Melakukan PENGHASUTAN adalah SAYA. Dalam surat dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak ada satu kalimatpun yang memastikan bahwa saya (person atau subjek hukum) melakukan Tindakan MENGHASUT massa untuk melakukan perbuatan pidana. Dalam uraian saya terdahulu sudah sangat jelas bahwa Cara-Cara (ada 11 point) yang diuraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum tidak relevan atau tidak ada kaitannya dengan CARA PENGHASUTAN yang dilakukan terdakwa. (b) Pernyataan unsur barang siapa sangat tidak jelas dan kabur karena fakta di persidangan baik menurut barang bukti yang ada dan keterangan saksisaksi tidak menunjuk pada perilaku PENGHASUTAN yang didakwakan kepada Saya. (a)
Dilihat dari barang bukti yang diajukan ke persidangan, yakni: o o o o o
1 unit buldoser 1 unit eksvator 10 batang kayu bekas terbakar Pecahan-pecahan Kaca ½ (setengah) dos batu berbagai ukuran 14
o o o o
2 buah drum plastik 10 (sepuluh) lembar seng. 10 (sepuluh) lembar seng bekas. Delapan barang bukti lainnya terdiri atas kartu SIM dan HP.
Kesemua Barang Bukti tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan dakwaan PENGHASUTAN OLEH PERSON ATAU SUBJEK HUKUM, ATAU DALAM HAL INI SAYA YANG DIDUDUKKAN SEBAGAI TERDAKWA DALAM PERKARA INI. Barang Bukti tersebut tentunya lebih cocok untuk pelaku tindak pidana Pembakaran Alat Berat dan Camp, sama sekali bukan digunakan membuktikan dan memenuhi unsur “BARANG SIAPA” untuk PERBUATAN PENGHASUTAN. Dilihat dari keterangan saksi-saksi adalah sebagai berikut : o
Saksi Mahyudin. Bahwa di lokasi Perkara semua orang, baik kepala desa Bumi harapan, Tentara, Polisi, dan karyawan yang dijadikan saksi dalam persidangan ini tidak melihat MAHYUDIN di tempat perkara. Pada saat kejadian pun karyawan-karyawan yang disuruh mencari Mahyudin kemana-mana juga tidak menemukan Mahyudin yang diminta datang ketika itu. Hanya Mahyudin sendirilah yang menyatakan dirinya ada di tempat kejadian di Lantai 2 kantor PT BHP. Tidak ada satu saksipun yang mengaku melihat Mahyudin di lokasi. Maka dari itu keterangan saksi Mahyudin sangat diragukan kebenarannya.
o
Saksi Drs. Sarifuddin Sahaba. Dalam uraian Jaksa Penuntut Umum khususnya garis datar tiga, terjadi dialog antara saksi dan terdakwa sebagaimana berikut, “.... terdakwa EVA berkata “hadirkan manajer perusahaan” dan oleh saksi DRS. SARIFUDDIN S. menjawab “kalau begitu tunggu, saya akan perintahkan karyawan untuk menyusul karena dia (manajer) sedang berada di lapangan’’.... Sementara pada bagian keterangan Saksi dalam berkas yang sama (hlm 7), saudara Jaksa Penuntut Umum pada garis datar lima, menulis: - Bahwa benar saksi langsung masuk ke tengah kerumunan massa sambil bertanya apa maksud dan tujuan dari massa tersebut dan serentak massa berteriak “hadirkan manajer perusahaan dan operator buldoser” sehingga saksi langsung berkata “kalau begitu tunggu”. Dengan demikian, terdapat perbedaan mencolok antara dakwaan (point 3) dan keterangan saksi Drs. Sarifuddin (point 5) yang termuat dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan pada persidangan. 15
Saya ingin menegaskan demikian, bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum telah mengada-mengada dalam uraian dakwaan pada Point 3 (atau garis datar 3) karena bertentangan dengan keterangan saksi yang disampaikan dalam persidangan dan di bawah sumpah sehingga dinyatakan BENAR. Kalaupun saudara Jaksa mendasarkan dakwaan itu pada BAP saksi Drs. Sarifuddin Sahaba, berarti saksi ini memberikan keterangan tidak benar pada persidangan. Dengan berpegang teguh pada fakta persidangan (karena ini dasar dinyatakan sebagai keterangan yang BENAR), maka jelas sekali bahwa Dakwaan jaksa (halaman 1 point 3) gugur sama sekali. Bila pun keterangan saksi yang diungkap dipersidangan yang digunakan untuk meyakinkan unsur “barang siapa” yang menunjuk “Person atau Subjek hukum, dalam hal ini saya”, gugur demi hukum, karena dalam keterangan saksi bahwa yang berteriak “hadirkan manajer perusahaan dan operator buldoser” adalah massa secara serentak bukan saya (person/subjek hukum). Keterangan saksi pada Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum point 6 (hlm 7): - Bahwa benar setelah itu saksi kembali berkata “silahkan Bapak berorasi tapi jangan berbuat anarkis”... maka jelas ini bukan kepada Saya (perempuan). Lalu kalimat ...”terdakwa Eva mendekati saksi berkata “Bapak tidak usah banyak keterangan, turun saja”. Ini juga tidak menunjuk pada maksud “barang siapa” yang melakukan PENGHASUTAN, karena dialog ditujukan kepada saksi. o Saksi KAPTEN INF RAIS. Dalam keseluruhan keterangan saksi ini, tidak ada satupun kalimat yang mengindikasikan adanya “person atau subjek hukum” yang melakukan perbuatan PENGHASUTAN UNTUK BERBUAT TINDAKAN PIDANA”. Dalam kaitan keterangan saksi tersebut, kelihatan bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum sengaja mencetaktebalkan kalimat: - Bahwa benar pada saat terdakwa mendekati saksi untuk bernegosiasi, massa langsung ikut merapat dan mendekati lalu mengelilingi saksi yang sedang berkomunikasi dengan terdakwa. - Bahwa benar saksi melihat terdakwa sangat berpengaruh pada massa kerena ketika terdakwa EVA diam, massa ikut diam dan ketika terdakwa berbicara massa langsung mengikuti perkataan terdakwa dimana ketika berbicara atau berkata-kata, suara terdakwa sangat keras sehingga bisa didengar oleh massa.
16
Kalimat-kalimat cetak tebal itu sama sekali tidak berhubungan dengan dakwaan PENGHASUTAN oleh “person atau Subjek Hukum”. Lagipula jelas sekali bahwa kalimat point kedua di atas adalah penilaian subjektif saksi yang dipaksakan masuk oleh saudara Jaksa Penuntut Umum untuk menjadi keterangan saksi, meski tidak sama sekali menunjuk tindakan MENGHASUT MASSA melainkan dialog dengan Kapten Inf. RAIS. o Saksi SAPPEWALI alias SAPPE. Keterangan saksi ini ketika persidangan berbelit-belit dan bertentangan antara keterangan yang satu dengan keterangan lainnya. Sehingga Anggota Majelis Hakim menyatakan saksi telah berbohong. Penasehat hukum saya pun mengajukan saksi ini kepada Hakim untuk dibuatkan ketetapan Berbohong dalam persidangan. Jadi keterangan saksi ini sama sekali tidak dapat dijadikan dasar menentukan unsur “Barang Siapa”. o Saksi Muhammad ARFA alias ARFA. Sejak persidangan saya tidak menerima atau menolak kesaksian dari saksi Arfa, karena berbelitbelit dan menyampaikan keterangan yang berasal dari dirinya sendiri saling bertentangan. Kalau dilihat secara logis dan objektif, sebagaimana diungkap dalam persidangan dan dicatat oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi, “bahwa benar ketika itu kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah Sementara kalimat yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya, lempar saja kantor ini, hancurkan kantornya” dalam kenyataannya tidak saya ucapkan. Konteks uraian pada bagian ini adalah, massa marah karena perusahaan tidak menghadirkan manajer sampai satu jam menunggu. Dengan demikian, massa justru terpancing emosinya, terhasut, terdorong secara spontan melakukan perbuatan pengrusakan karena ulah pihak perusahaan yang ingkar. Keterangan saksi ini juga tidak dapat menjadi dasar untuk memastikan “person atau subjek hukum yang melakukan PENGHASUTAN”. o Saksi I NYOMAN DUNIA. Seluruh keterangan saksi ini juga tidak menunjuk secara pasti dan meyakinkan adanya “SUBJEK HUKUM” atau “ORANG” yang melakukan tindakan “PENGHASUTAN”. Saya yang disandangkan status terdakwa oleh saudara Jaksa Penuntut Umum hanya melakukan dialog dengan dengan saksi I Nyoman Dunia, dan tentu saja ini bukan kategori MENGHASUT. o Saksi MUH. IRWAN ALIAS IRWAN. Dari seluruh keterangan saksi tersebut juga tidak terkait dengan tindakan PENGHASUTAN OLEH SESEORANG atau SUBJEK HUKUM. Saya dalam konteks keterangan saksi ini dinyatakan berteriak memperingati perusahaan untuk segera menghadirkan manajer dan operator buldoser, dan memberi peringatan keras kepada perusahaan, bila tidak tanggapan akan ada kejadian yang lebih besar dari sekarang. Kata-kata 17
yang saya lontarkan itu, sama sekali bukan ditujuan kepada massa, melainkan kepada perusahaan sebagai peringatan keras. Ternyata peringatan keras itupun tidak diindahkan oleh perusahaan, mengulur-ulur waktu sampai-sampai massa menjadi marah dan sulit dikendalikan. Bahkan tentara dan polisi yang ada ditempat itupun tidak dapat mengendalikan massa yang marah karena ulah perusahaan yang berbohong itu, apalagi saya hanya seorang perempuan....? o Saksi HASANUDDIN alias HASAN. Keterangan saksi yang tertulis dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak secara eksplisit maupun implisit mengandung maksud PENGHASUTAN OLEH PERSON atau SUBJEK HUKUM. Saya dalam konteks keterangan saksi dilihat dari jarak ±30 meter tanpa berteriak oleh saksi dinyatakan sempat mengatakan “saya beri waktu 2 jam lagi, apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan maka kita lanjutkan”. Hal ini sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin dalam jarak ±30 meter dengan massa yang berteriak-teriak keras sekitar 200-an orang lalu saksi mendengar suara saya yang tidak berteriak...? o Saksi ZUKKIFLI ODE PENDOLO. Dari keterangan saksi ini tidak ada pula yang relevan dengan PENGHASUTAN OLEH “PERSON atau SUBJEK HUKUM”, yang tercatat di situ adalah, “.... saksi sempat melihat terdakwa EVA sedang duduk-duduk tak jauh dari buldoser sekitar 15 (lima belas) meter..... bahwa benar saksi melihat massa mulai tenang dan kayu-kayu yang ditumpuk di buldoser ditarik kembali oleh massa, mereka menunggu operator buldoser dan diantara massa ada yang berteriak “bakar saja” dan oleh terdakwa EVA sambil duduk berteriak “sepuluh menit” dan dijawab massa “so lama... so lapar”.... Jelas dalam konteks ini tidak ada tindakan PENGHASUTAN OLEH “PERSON atau SUBJEK HUKUM. Pada akhirnya, dalam kaitannya dengan unsur “barang siapa” berdasarkan seluruh barang bukti dan keterangan saksi yang berasal dari pihak perusahaan maupun aparat keamanan yang diajukan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum, maka tidak ada bukti kuat dan meyakinkan untuk mengkatagorikan diri saya EVA SUSANTI HANAFI BANDE, telah memenuhi unsur “barang siapa” sebagaimana uraian tuntutan Sdr. Jaksa Penuntut Umum.
18
2. Unsur “dimuka Umum” Mejelis Hakim Saudara Jaksa Penuntut Umum Dan para hadirin yang terhormat Saya telah membaca dengan cermat 8 (delapan) butir keterangan yang oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dijadikan dasar untuk membuktikan dan meyakinkan terpenuhinya unsur di muka umum terkait dengan dakwaan Penghasutan terhadap diri saya. Keseluruhan butir keterangan yang disampaikan saudara Jaksa Penuntut Umum seharusnya menjelaskan suatu peristiwa yang bisa dibuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa terdakwa telah melakukan PENGHASUTAN di muka umum. Agar lebih jelas berikut ini saya uraikan pokok-pokok setiap butir keterangan dimaksud: Garis datar satu. Intinya adalah menjelaskan bahwa telah terjadi pengrusakan dan pembakaran pada tanggal 26 Mei 2010 wita sampai dengan pukul 13.00 wita di Kantor BHP dan Lokasi Buldoser dan Eksavator. Sama sekali tidak ada unsur sesuatu perbuatan Menghasut di Muka Umum dalam keterangan ini. Garis datar dua. Keterangan disini intinya adalah ada kurang lebih 200-an massa berkumpul di lapangan bola desa Piondo, dan, saya/terdakwa berboncengan motor dengan saksi Nyoman Jepang. Juga di sini tidak ada unsur sama sekali yang menegaskan maksud “Menghasut di depan Umum”. Garis datar tiga. Intinya massa berkumpul di depan kantor BHP meminta jalan dibuka dan juga meminta dihadirkan manager dan operator buldoser. Keterangan ini tidak menjelaskan bahwa seseorang subjek hukum, dalam hal ini saya, melakukan penghasutan di depan umum. Garis datar empat. Inti keterangan pada point ini adalah bahwa massa menjadi marah karena manajer dan operator buldoser tidak kunjung datang dan terjadilah pelembaran kaca kantor dan aula. Tidak ada unsur Pelaku Pidana yang sedang Menghasut di muka umum dalam keterangan ini. Garis datar lima. Dinyatakan dipoint ini saya/terdakwa dan lainnya berpindah tempat dari kantor BHP ke lokasi buldoser. Untuk sekian kalinya tidak ada pula aktivitas penghasutan dalam keterangan ini. Garis datar 6. Massa kembali meminta manajer dan operator buldoser dihadirkan tetapi tidak juga muncul dan membuat massa marah lalu mengambil tindakan pembakaran buldoser. Tak ada seseorang pula melakukan Penghasutan di muka umum dalam keterangan ini. Garis datar 7. Point ini menceritakan massa menuju camp 24 di Bukit Jaya dan membakar camp tak berpenguni dan 1 unit eksavator. Lagi-lagi tidak 19
menjelaskan ada tindakan penghasutan dimuka umum oleh seseorang yang menjadi subjek hukum dan didakwa sebagai penghasut. Garis datar 8. Di sini dijelaskan dalam demontrasi jumah massa yang ikut kurang lebih 200 orang dan dilakukan di PT BHP yang disaksikan oleh banyak karyawan BHP ataupun mendengar apa yang menjadi tuntutan massa pada saat itu. Sekali lagi yang ditekankan di sini adalah perilaku massa yang melakukan aksi, dan bukan perilaku person atau subjek hukum yang melakukan Pengasutan di hadapan umum. Apabila dihubungkan dengan penggalan bunyi pasal 160 KUHP: .... Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana.... maka seluruh uraian (kedelapan point) keterangan yang disampaikan saudara Jaksa Penuntut Umum yang didasarkan fakta persidangan termaksud, sama sekali tidak terbukti dan meyakinkan untuk memenuhi unsur perbuatan pidana seseorang (subjek hukum) yang dilakukan di MUKA UMUM. Maka dari itu, kiranya yang mulia Majelis Hakim mengabaikan Analisa Yuridis saudara Jaksa Penuntut Umum mengenai Unsur di MUKA UMUM, karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan fakta persidangan sebagaimana 8 (delapan) point keterangan di atas. 3. Unsur “DENGAN LISAN ATAU TULISAN MENGHASUT SUPAYA MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA” Majelis Hakim, Saudara Jaksa Penuntut Umum Para hadirin pengunjung sidang yang terhormat Dalam Buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), karangan R.Soesilo, pada halaman 136 terdapat penjelasan mengenai “menghasut dengan lisan atau tulisan. Agar lebih jelas saya kutip sebagai berikut: “1. Menghasut artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata “menghasut” tersimpul sifat: “dengan sengaja”.... Cara Menghasut orang itu rupa2 misal dengan cara langsung: “seranglah polisi yang tidak adil itu, bunuhlah dan ambilah senjatanya!” ditujukan kepada seorang pegawai polisi yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah.... Dapat pula secara tidak langsung, seperti: “lebih baik, andaikata polisi yang tidak baik itu dapat diserang, dibunuh dan diambil senjatanya”. Mungkin pula dalam bentuk pertanyaan, seperti: saudara-saudara apakah polisi yang tidak adil itu kamu biarkan saja, apakah kamu tidak serang, bunuh, dan ambil senjatanya?” 2.Menghasut itu dapat dilakukan baik dengan lisan maupun dengan tulisan. Apabila dilakukan dengan lisan, maka kejahatan itu menjadi selesai, jika kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan, sehingga suatu “percobaan” pada delik ini tidak mungkin terjadi. Lain halnya, apabila 20
hasutan itu dilakukan dengan tulisan. Karangan yang sifatnya menghasut harus ditulis dahulu, kemudian tulisan itu disiarkan atau dipertontonkan pada publik, dan barulah delik itu dianggap selesai.” Dalam Surat Tuntutannya, saudara Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan untuk membuktikan bahwa dakwaan terhadap saya telah memenuhi Unsur “DENGAN LISAN ATAU TULISAN MENGHASUT SUPAYA MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA” dengan beralaskan 12 butir keterangan-keterangan saksi yang dituangkan kembali sebagai hasil ANALISIS YURIDIS. Dari seluruh keterangan yang diuraikan tersebut, saya menyimpulkan tidak memenuhi unsur Dengan Lisan atau Tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, dengan penjelasan (yang mengikuti alur keterangan yang diuraikan saudara Jaksa Penuntut Umum) sebagai berikut : Garis datar satu dan dua, tidak relevan karena hanya menerangkan peristiwa pengrusakan dan pembakaran yang menegaskan terdakwa ikut pula di dalamnya, yang ditambah dengan keterangan pecahnya jendela kantor dan aula. Keterangan ini tentu saja tidak memenuhi unsur Lisan atau tulisan Menghasut supaya melakukan perbuatan pidana. Garis datar tiga. Keterangan saksi Sappewali sama sekali tidak dapat dijadikan alat bukti karena memberi keterangan palsu pada persidangan. Berbelit-belit, keterangan yang disampaikannya sering bertentangan satu sama lain. Bahkan oleh salah seorang majelis hakim dinyatakan berbohong. Garis datar empat. Saudara Jaksa Penuntut Umum dalam keterangan menggunakan kesaksian Hasanudin alias Hasan. Keterangan ini tidak lengkap bahkan diubah sehingga tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam persidangan, sebagaimana diuraikan sendiri oleh saudara Jaksa Penuntut Umum. Dalam bagian ini (Surat Tuntutan, hlm. 23) dituliskan demikian: • Bahwa dari keterangan saksi HASANUDIN dalam keterangan dipersidangan menerangkan bahwa ketika terjadi pelemparan di lokasi kantor BHP saksi sempat mendengar terdakwa EVA berteriak dengan kalimat “saya beri waktu 2 (jam) lagi, apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan maka kita lanjutkan” • Keterangan saksi HASANUDIN (Surat tuntutan hlm. 13) Bahwa benar setelah aman, saksi melihat terdakwa EVA ± 30 meter sempat berkata sambil melihat ke jam tangannya dan tidak berteriak namun sempat didengar saksi mengatakan “saya beri waktu 2 (dua) jam lagi, apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan maka kita lanjutkan. Dalam komentar saya mengenai keterangan saksi HASANUDIN di atas, bahwa keterangan saksi sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin dalam jarak ±30 meter dengan massa yang berteriak-teriak keras sekitar
21
200-an orang lalu saksi mendengar suara saya yang tidak berteriak...? Lagi pula pada saat persidangan keterangan saksi berbelit-belit tidak konsisten. Garis datar lima. Keterangan saksi MOHAMMAD ARFA yang diuraikan dalam bagian ini, seperti yang sudah saya sampaikan di muka, bahwa Sejak persidangan saya tidak menerima atau menolak kesaksian dari saksi Arfa, karena berbelit-belit dan menyampaikan keterangan yang berasal dari dirinya sendiri saling bertentangan. Kalau dilihat secara logis dan objektif, sebagaimana diungkap dalam persidangan dan dicatat oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi, “bahwa benar ketika itu kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah sementara kalimat yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya, lempar saja kantor ini, hancurkan kantornya” dalam kenyataannya tidak saya ucapkan. Konteks uraian pada bagian ini adalah, massa marah karena perusahaan tidak menghadirkan manajer sampai satu jam menunggu. Dengan demikian, massa justru terpancing emosinya, terhasut, terdorong secara spontan melakukan perbuatan pengrusakan karena ulah pihak perusahaan yang ingkar. Kata-kata itu menurut keterangan saksi saya sampaikan di kantor BHP, sementara saksi-saksi lain juga berada di lokasi yang sama, tetapi tidak ada dari saksi-saksi yang berada di sekitar itu mendengarkan perkataan saya yang sama dengan apa yang di dengar oleh saksi ARFA. Bahwa saksi ARFA ketika itu diperintahkan oleh saksi Drs. Sarifuddin Sahaba bersama dua rekannya MESAK dan HASAN mencari Manajer di lapangan. Dengan demikian saksi HASAN dan ARFA tidak berada di tempat pada saat itu, karena yang memberi laporan kemudian kepada saksi Drs. Sarifudin Sahaba adalah MESAK dan YADIN. Garis Datar enam. Keterangan di bagian ini sama sekali tidak berkaitan dengan unsur menghasut secara lisan supaya melakukan suatu perbuatan pidana, karena hanya menerangkan perpindahan massa ke lokasi buldoser dan situasi pembakaran buldoser. Sama sekali tidak kalimat menghasut secara lisan yang membuat orang lain melakukan pidana. Garis datar tujuh. Di bagian ini diungkap kembali keterangan saksi ZULKIFLI ODE PENDOLO. Keterangan yang disampaikan oleh Saksi tersebut tidak menunjukkan suatu aktivitas atau penyampaian kalimat Hasutan secara lisan oleh saya dan membuat orang lain melakukan perbuatan pidana. Yang tercatat di situ adalah, “.... saksi sempat melihat terdakwa EVA sedang duduk-duduk tak jauh dari buldoser sekitar 15 (lima belas) meter..... bahwa benar saksi melihat massa mulai tenang dan kayu-kayu yang ditumpuk di buldoser ditarik kembali oleh massa, mereka menunggu operator buldoser dan diantara massa ada yang berteriak “bakar saja” dan oleh terdakwa EVA sambil duduk berteriak “sepuluh menit” dan dijawab massa “so lama... so lapar”.... Jelas sekali diantara massa yang berteriak “bakar saja” sementara saya tidak mengeluarkan sama sekali kata-kata yang tergolong menghasut. Garis datar delapan. Keterangan bagian ini hanya menjelaskan situasi kejadian pembakaran eksavator, tidak ada ucapan atau kalimat tertentu yang diucapkan seseorang pun. 22
Garis datar sembilan. Dari seluruh keterangan saksi MUH. IRWAN yang dipenggal saudara Jaksa Penuntut Umum lalu disalin kembali di bagian ANALISIS YURIDIS ini, tidak terkait dengan tindakan PENGHASUTAN SECARA LISAN YANG MEMBUAT ORANG LAIN MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA. Di atas sudah saya jelaskan, bawa dalam konteks keterangan saksi ini dinyatakan berteriak memperingati perusahaan untuk segera menghadirkan manajer dan operator buldoser, dan memberi peringatan keras kepada perusahaan, bila tidak tanggapan akan ada kejadian yang lebih besar dari sekarang. Ucapan saya itu sama sekali bukan ditujukan kepada massa, melainkan kepada perusahaan sebagai peringatan keras. Ternyata peringatan keras itupun tidak diindahkan oleh perusahaan, mengulurulur waktu sampai-sampai massa menjadi marah dan sulit dikendalikan. Bahkan tentara dan polisi yang ada ditempat itupun tidak dapat mengendalikan massa yang marah karena ulah perusahaan yang berbohong itu. Kalimat yang dicetak tebal itu bukan kalimat menghasut sebagaimana dicontohkan pada petikan penjelasan pasal 160 KUHP di atas. Garis datar sepuluh. Keterangan saksi KHOLIL yang diuraikan dalam bagian ini juga menunjuk pada suatu keadaan di mana massa akan melakukan pembakaran Camp yang ada penghuninya, lalu di situ saya berteriak jangan dibakar karena ada penghuninya. Jelas sekali kalimat ini bukan kalimat menghasut supaya orang lain berbuat pidana, yang benar adalah melarang orang lain melakukan tindakan pembakaran. Bagian ini jelas tidak memenuhi unsur dengan Lisan atau tulisan menghasut supaya orang lain melakukan perbuatan pidana. Garis datar sebelas. Keterangan saudara Jaksa Penuntut Umum mengenai hal ini sudah saya ulas di depan, bahwa SMS-SMS yang saya kirim kepada saksi NYOMAN JEPANG, KHOLIL, dan saksi SUTRISNO adalah setelah kejadian perkara, yakni setelah saya berada di Kantor Polisi, yakni pada Tanggal 26 Mei 2010 jam 21:49:33; Tanggal 26 Mei 2010 jam 22:38:14; 26 Mei 2010 jam 23:37:30; 28 Mei 2010 jam 00:48:57 (selengkapnya lihat penjelasan saya pada halaman 4). Memang ada sejumlah SMS sebelumnya tetapi jauh hari sebelum kejadian perkara. SMS itu berkaitan dengan masuknya TNI ke HTI dengan alasan latihan perang. Untuk hal ini telah kami lakukan laporan kepada Mabes TNI dan Danrem di Palu, karena saya berada di Palu. Jadi ini tidak ada kaitan dengan kejadian perkara. Lagi pula kalau sms ini di anggap oleh Jaksa sebagai Menghasut secara tulisan tentu saja berbeda konteks dengan pasal 160 KUHP, dimana “Karangan yang sifatnya menghasut harus ditulis dahulu, kemudian tulisan itu disiarkan atau dipertontonkan pada publik, dan barulah delik itu dianggap selesai.” Garis datar duabelas. Kembali saudara Jaksa Penuntut Umum keliru menempatkan alas bagi analisis yuridisnya di bagian ini. Dalam konteksnya, keterangan di bagian ini menjelaskan bahwa saya diminta oleh saksi KHOLIL selaku sekretaris BPD desa Piondo untuk menjadi negosiator atau penyambung lidah untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan dari massa. Sungguh sangat jelas, tanpa dianalisispun, kalimat ini bukan menjelaskan sebuah perilaku Menghasut secara Lisan supaya orang lain melakukan perbuatan Pidana. 23
Pada akhirnya saya berasumsi, bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan Analisis Yuridis terkait pemenuhan unsur “dengan Lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana” pasal 160 KUHP ternyata hanya memenggal sebagian atau mengambil seluruhnya keterangan-keterangan saksi. Kalau hanya seperti itu metode analisis yuridis untuk membuktikan dakwaan lalu dijadikan alas bagi tuntutan, sungguh ini terkesan menggampangkan saja atau menganggap remeh sebuah perkara yang membuat seorang terdakwa terhukum bertahun-tahun lamanya. Padahal kalau saudara Jaksa Penuntut Umum melakukan ANALISIS YURIDIS dengan serius, objektif, konsisten, logis, tajam dan mendalam tentu saja akan ditemukan kejangggalan yang sangat besar dalam keteranganketerangan pada bagian ini. Oleh karena lemahnya analisis untuk membuktikan pemenuhan unsur tersebut, maka saya berharap kiranya yang mulia Majelis Hakim yang memiliki kapasitas jauh lebih baik untuk mencermati analisis yuridis dari saudara Jaksa Penuntut Umum, ketimbang saya yang berasal dari disiplin ilmu Sosiologi. Pengalaman mengawal kasus-kasus rakyat hingga ke persidangan sedikit banyak membantu saya untuk mencermati dakwaan maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum di berbagai daerah terhadap rakyat yang memperjuangkan kepentingan memperoleh hak hidup lebih layak. Sebagai kesimpulan di bagian ini, saya tidak menemukan PERBUATANPERBUATAN SAYA yang dikategorikan memenuhi unsur MENGHASUT SUPAYA ORANG LAIN MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA sesuai pasal 160 KUHP. Oleh karena itu, unsur “dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana” pasal 160 KUHP, tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan berdasarkan keterangan yang dimuat dalam ANALISIS YURIDIS saudara Jaksa Penuntut Umum. 4. Unsur “melakukan kekerasan terhadap Penguasa Umum. Majelis Hakim yang saya muliakan. Saya telah membaca dan mempelajari Pasal 160 KUHP termasuk penjelasannya, di mana saya justru merasa semakin yakin bahwa pasal tersebut tidak dapat digunakan untuk menuntut saya dihadapan pengadilan ini. Terkait tanggapan saya atas ANALISA YURIDIS saudara Jaksa Penuntut Umum untuk memenuhi unsur “melakukan kekerasan terhadap Penguasa Umum” berdasarkan fakta-fakta persidangan, ada baiknya saya mulai dengan kutipan penjelasan pasal 160 KUHP sebagai berikut. “Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya: a. Dilakukan suatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) = semua perbuatan yang diancam dengan hukuman. b.Melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan = yang diartikan dengan kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan menjalankan kekuasaan pemerintah, dimana termasuk semua bagian dari organisasi pemerintah pusat atau daerah.” (R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [KUHP] serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Hlm. 137) 24
Dengan merujuk pada penjelasan di atas, maka Penguasa Umum dalam hal ini bukan sebagaimana dimaksud oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dalam uraiannya, sebagaimana berikut: “berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan diperoleh keterangan bahwa PT BHP merupakan perusahaan gabungan KLS dengan Ihhutani I dengan saham 60% milik KLS dan 40% milik Inhutani dimana dari sejumlah barang milik BHP dan KLS telah dirusak dan dibakar massa antara lain kantor BHP yang kaca jendelanya menadi rusak dilempar batu oleh massa, lalu 1 (satu) unit buldoser dan 1 (unit) eksavator serta camp 24 juga telah dibakar massa dan sebagai akibat dari tindakan massa yang melakukan pengrusakan dan pembakaran tersebut, PT BHP mengalami kerugian Rp. 4.500.000.000. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.” Saya akan menguraikan tanggapan saya terhadap uraian Jaksa Penuntut Umum tersebut dengan bersandar pada Pasal 160 KUHP dan penjelasannya, sebagaimana berikut: 1) PT BHP maupun PT KLS adalah perusahaan milik perorangan. Direktur sekaligus Pemilik PT KLS adalah saudara H. Murad Husain (yang juga saksi dalam perkara ini), sedangkan direktur PT. BHP adalah saudara Herwin Yatim yang merupakan menantu dari saksi H. Murad Husain. 2) Semula PT BHP adalah perusahaan patungan antara PT KLS dan PT Inhutani I (SK No. 146/Kpts-II/96, HTI Trans tgl 4 April 1996), akan tetapi sejak tahun 2002 PT BHP mengalami stagnasi. Lalu dalam perkembangannya seluruh saham PT BHP diambil alih oleh PT KLS, sebagaimana keterangan saksi Murad Husain dalam persidangan yang tertuang dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut: “bahwa benar saksi merupakan pimpinan dari KLS (Kurnia Luwuk Sejati) dimana BHP merupakan gabungan dengan inhutani dengan saham 60% milik KLS dan 40% milik Inhutani namun demikian seluruh modal bersumber dari saksi karena Inhutani hanya nama saja, namun semua dana dari KLS”. 3) Terkait hal di atas dihubungkan dengan pengertian sesuai penjelasan Pasal 160 KUHP, bahwa kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan menjalankan kekuasaan pemerintah, dimana termasuk semua bagian dari organisasi pemerintah pusat atau daerah.” Maka sangatlah jelas dalam pengertian ini, bahwa PT BHP ataupun PT KLS tidak termasuk Penguasa Umum, sebagaimana dimaksud pasal 160 KUHP. Penguasa Umum yang dimaksudkan pasal 160 KUHP bukanlah Perusahaan Milik Pribadi, melainkan semua orang yang pada dirinya dilekati tugas menjalankan kekuasaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun di 25
daerah. Seorang Polisi yang sedang menjalankan tugas pemerintah di bidang keamanan adalah Penguasa Umum; Seorang Jaksa Penuntut Umum yang sedang menjalankan Tugasnya secara sah berdasarkan UndangUndang adalah Penguasa Umum; Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KALAPAS) yang menjalankan tugas pemerintah di Lapas IIB Luwuk adalah Penguasa Umum; Seorang Bupati yang melaksanakan tugas pemerintahan adalah penguasa Umum; dan masih banyak contoh lainnya. Sebaliknya, PT BHP bukan Penguasa umum karena tidak dilekati tugas pemerintah yang sah berdasarkan Undang-undang. Direktur BHP dapat saja setiap hari diganti oleh pemiliknya Murad Husain, Mahyudin dan karyawan lainnya setiap saat bisa saja dipecat atas perintah Murad Husain. Akan tetapi, seorang Jaksa tidak bisa dipecat begitu saja oleh atasannya bila sedang melaksanakan tugas yang sah berdasarkan Undang-Undang. Maka menjadi cukup jelas perbedaan Kekuasaan Umum yang melekat pada semua orang yang mendapat tugas pemerintah, dengan Kekuasaan Seorang Pengusaha pemilik modal yang tidak menyandang Tugas Pemerintah berdasarkan Undang-undang. 4) Kekerasan terhadap Perusahaan PT BHP Milik Pribadi jelas berbeda atau sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kekerasan terhadap Penguasa Umum sebagaimana dimaksud Pasal 160 KUHP. Dengan demikian unsur ini tidak terbukti secara sah dan meyakinan. 5. Unsur “Turut Serta” (dari Rani). • Benar bahwa saya turut serta bersama-sama +200 Massa Tani Piondo dan dari desa sekitarnya mendatangi kantor BHP dengan maksud menuntut pembukaan atau perbaikan kembali jalan yang dirusak dengan alat berat perusahaan atas perintah pemilik PT KLS dan PT BHP dan dikawal oleh Tentara. • Tidak benar bahwa saya turut serta dalam arti bersama-sama sejumlah orang datang dengan maksud MENGHASUT massa untuk Melakukan Pengrusakan dan Pembakaran. Bahwa fakta-fakta persidangan tidak membuktikan bahwa saya melakukan tindakan Menghasut sebagai uraianuraian saya sebelumnya. Oleh karena semua unsur delik yang didakwakan dalam dakwaan kesatu yang diajukan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, maka terhadap saya, EVA SUSANTI HANAFI BANDE, yang berstatus terdakwa dalam perkara ini tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana, “turut serta di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” berdasarkan pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
26
TENTANG TUNTUTAN Majelis Hakim, Saudara Jaksa Penuntut Umum, Pengunjung Sidang yang terhormat Pada lembaran terakhir Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum tercatat : MENUNTUT Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Luwuk yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi “turut serta dimuka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Betapa sangat kagetnya saya membaca tuntutan tersebut. Saya tidak membayangkan bagaimana mungkin sebuah tuntutan yang dapat menyebabkan seorang terdakwa dihukum dalam kurungan penjara terpisah dari keluarga dan masyarakat dalam waktu yang lama, dibuat dengan kesalahan yang sangat fatal ini? Sejak membaca dan mencermati Surat Tuntutan ini dari lembar ke lembaran berikutnya, saya telah mendapat kesan pula bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dan tidak teliti secara teknis serta tidak melakukan Analisa Yuridis secara mendalam. Pada bagian awal di lembar pertama, dalam dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum saya didakwa telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, dimuka umum secara lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan undangundang. (melanggar pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP). Pada bagian lainnya, berdasarkan pembuktian melalui Analisa Yuridis, dinyatakan: .... Terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE haruslah dipersalahkan melakukan tindakan pidana “turut serta dimuka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” melanggar pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang oleh karena itu terhadap terdakwa haruslah dipertanggungjawabkan secara pidana atas perbuatannya tersebut. Lalu pada lembaran terakhir Menuntut: Supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan:
27
Menyatakan terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi “turut serta dimuka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terlihat perbedaan mencolok antara dakwaan (lembar pertama Surat Tuntutan) yang menguraikan hampir sempurna pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; kemudian pada bagian pembuktian lewat Analisa Yuridis berbeda dan mengalami pemenggalan kata-kata dalam masing-masing pasal (160 KUHP dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP). Lantas pada lembar tuntutan di halaman terakhir Surat Tuntutan, saya dituntut telah melakukan tindak pidana KORUPSI ? Majelis Hakim yang terhormat Sejak awal masa persidangan saya telah berusaha menjalani dengan sikap yang baik serta menghormati setiap proses persidangan yang berada dalam kewenangan Majelis Hakim selaku Penguasa Umum di bidang ini. Meskipun saya harus jujur bahwa penahanan saya dan kawan-kawan petani kurang lebih 4 bulan lamanya di Lapas IIB Luwuk saya anggap sebagai salah satu bentuk ketidakadilan yang menjadi ciri khas Negara Republik Indonesia sejak zaman Belanda sampai Indonesia Merdeka hingga saat ini, bahwa rakyat yang berjuang memperoleh hakhak kewarganegaraannya dianggap kejahatan terhadap negara atau juga Penguasa Umum dan seluruh jenjang pemerintahan hingga di tingkat daerah. Mungkin Karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan warisan Penjajah Belanda maka dipandang masih cocok oleh Penguasa Negera kita yang berwatak penjajah untuk diterapkan kepada rakyat Indonesia. Tetapi sungguh merupakan hantaman yang kuat luar biasa terhadap intelektualitas dan kesadaran saya sebagai manusia yang berpikir, bahwa saya dijatuhkan dakwaan berdasarkan pasal yang dipaksakan meski bukti-bukti untuk itu sama sekali tidak cukup. Bagaimana mungkin, Perusahan Milik Pribadi (PT BHP) oleh Jaksa Penuntut Umum dipaksakan menjadi “PENGUASA UMUM”? atas dasar hukum atau Undang-Undang atau peraturan mana pula yang menjadi rujukan saudara Jaksa Penuntut Umum sehingga menjadikan pasal 160 KUHP sebagai dasar hukum mendakwakan saya...? Selain itu berbagai fakta yang diungkap dalam persidangan tidak cukup untuk membuktikan saya melakukan perbuatan menghasut massa melakukan perbuatan pidana. Padahal tidak seorang pun kawan-kawan petani yang menyatakan dalam persidangan bahwa mereka melakukan perusakan dan pembakaran karena terhasut, disuruh, atau didorong oleh saya. Lagipula kawan-kawan petani yang disidangkan seluruhnya mengakui dalam persidangan bahwa penyebab mereka melakukan perusakan dan pembakaran itu karena rasa marah yang memuncak, akibat ulah perusahaan yang tidak memenuhi janji mendatangkan operator dan bulduser sampai berjam-jam lamanya menunggu.
28
Tentu saja sebagai orang yang masih berpikir waras saya sangat tersinggung dan tidak bisa menerima telah dituduhkan dengan Pasal yang dipaksakan lalu ditambah lagi dengan tindak pidana KORUPSI yang ditambahkan saudara Jaksa Penuntut Umum. Kemudian meminta Majelis Hakim untuk Memutus Perkara ini berdasarkan tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum itu. Saudara Jaksa Penuntut Umum yang terhormat, dengan apa yang telah saudara lakukan melalui tuntutan terhadap saya itu, maka pada kesempatan ini saya menyatakan tidak akan tinggal diam atas kesewenang-wenangan saudara ini. Saya merasa harga diri saya sebagai manusia yang sadar telah saudara Jaksa hinakan dan bahkan merendahkan martabat saya. Cobalah saudara secara sengaja atau tanpa sengaja mengucapkan kata Korupsi itu dan ditujukan kepada saudara Jaksa yang lain, kepada bendahara kejaksaan, kepada Kepala Kejaksaan Negeri Luwuk, atau kepada salah satu dari Majelis Makim yang mengadili perkara kami. Yakinlah bahwa siapapun mereka pasti akan tersinggung, terlepas dari mereka melakukan atau tidak. Bagaimana dengan pencantuman kata “KORUPSI” yang dituangkan dalam Sebuah Surat Tuntutan Resmi No.Reg.PERK:PDM-41/LWK/10/2010 yang telah pula diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Palu, bukankah surat yang terigestrasi dan saudara Jaksa Penuntut Umum tandatangani ini juga merupakan salah satu alat bukti yang sah secara hukum atas kesalahan saudara...? KESIMPULAN Majelis Hakim yang terhormat. 1. Dari seluruh uraian di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa perbuatan yang didakwakan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum kepada saya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, maka mohon saya/terdakwa diputus bebas, dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. 2. Kiranya Majelis Hakim yang terhormat, dapat mempertimbangkan pengambilan Keputusan bagi saudara-saudara Petani yang kepada mereka didakwakan dengan pasal yang sama dengan yang didakwakan kepada saya, demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
29
PENUTUP Majelis Hakim yang Mulia Saya menutup pembelaan ini dengan pertanyaan: apakah orang bisa hidup dengan diberi 1 juta, 5 juta, 10 juta, tetapi hutan, tanah tempat mereka dan anak cucunya kelak hidup terancam hilang dan rusak ? Uang bukanlah segala-galanya, masih ada nilai-nilai luhur yang tidak dapat dinilai dengan uang berapapun jumlanya. Rasa kemanusiaan yang diikat oleh komitmen dan solidaritas sosial untuk berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan sejati tidak akan dapat dibeli dengan Uang. Ketika seseorang orang siapapun dia, miskin atau kaya, dalam jabatan dan kedudukan seperti apapun dia, ketika telah memilih untuk menjadi pejuang bagi kehidupan yang adil bagi seluruh rakyat tertindas, maka meski nyawa menjadi taruhannya, cita-cita sosial itu akan terus tanpa lelah akan dilakukannya. Pernyataan ini, saya kutip untuk menggugat KLS yang hari ini dengan sewenangwenang mengajukan saya ke pengadilan di tanah air saya sendiri. Akhirnya, saya sampaikan selamat kepada Majelis hakim yang akan memberi putusan. Semoga Tuhan Yang Maha Adil mencukupkan nikmat-Nya kepada Majelis Hakim berupa cahaya kebenaran dan keadilan yang selalu menuntun hidup saudara sekalian hingga ajal menjemput, sehingga kita berada bersama orangorang yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan bagi hamba Allah tertindas. Semoga Tuhan memberkati kita semua! Hidup Petani Bersatulah Rakyat Jayalah Kaum Tani Lapas II B Kab Banggai 26 Oktober 2010 Terdakwa
Eva Susanti Hanafi Bande Aktivis HAM
30