PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING
SUHARTONO Komputerisasi Akuntansi Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika Jakarta Jl. RS. Fatmawati No. 24 Jakarta Selatan, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Currently the Government is increasing the tax revenue from various sectors , especially the increase in the tax on imported goods ( Income Tax (VAT ) on the import of Article 22 ) . Income Tax (VAT ) on the import of Article 22 in accordance with Law No. 7 of 1983 has a supporting role budgetary functions ( towing instruments of public funds to put into the state treasury ) . But along with the issuance of the Finance Minister Regulation No. 175/PMK.011/2013 About Withholding Income Tax Article 22 Relating to Payments for Delivery of Goods and Activities for Import Or Other Business Activities in the Field of the Income Tax (VAT ) on the import of section 22 has a role new additions as support functions regulerend ( tool for controlling imports ) . It is intended that the import of certain goods from another country can be muted . Other purpose that is greater than the reduction of imported goods is to reduce the pressure on the balance of trade with other countries in order to avoid a deficit . It is expected that the reduction in the number of imported goods will improve the trade balance moving towards a trade surplus with other countries and the domestic industry are encouraged to increase the production of goods as import substitution goods . Keywords: Article 22 Income Tax , Import , Ms . Access Programming
I.
PENDAHULUAN
Pajak mempunyai 2 (dua) fungsi utama yaitu fungsi budgeter (anggaran) dan fungsi regulerend (mengatur). Menurut Pudyatmoko (2009), dua fungsi utama pajak tersebut adalah sebagai berikut: a. Fungsi budgeter (Anggaran) Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana sebesar-besarnya ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas negara. Dana dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan. b. Fungsi regulerend (Mengatur) Pajak digunakan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki pemerintah. Oleh karenanya fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk dapat mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan
rencana dan keinginan pemerintah. Dengan adanya fungsi mengatur, kadang kala dari sisi penerimaan (fungsi budgeter) justru tidak menguntungkan. Terhadap kegiatan masyarakat yang dipandang bersifat negatif, apabila fungsi regulerend yang dimaksudkan untuk menekan kegiatan itu dikedepankan, pemerintah justru dipandang berhasil apabila pemasukan pajaknya kecil. Sebagai contoh adalah cukai minuman keras. Bila pemasukan dari cukai minuman keras sangat sedikit, yang mengindikasikan bahwa masyarakat tidak lagi banyak mengonsumsi minuman keras, maka hal itu justru disebut keberhasilan, sekalipun dari sisi budgeter tidak menguntungkan. Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi utama pajak adalah sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas Negara (fungsi budgeter) dan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki pemerintah (fungsi regulerend) Untuk memenuhi dua fungsi tersebut, pemerintah setiap tahunnya berusaha meningkatkan pemasukan dari sektor pajak.
1
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) atas impor merupakan salah satu jenis pajak yang memiliki peran selain sebagai pendukung fungsi budgeter menarik dana dari masyarakat untuk kas Negara juga sekaligus berperan sebagai fungsi regulerend (mengatur) yaitu sebagai alat untuk mengendalikan impor.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian PPh Pasal 22 Menurut Mardiasmo (2006) merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendaharawan baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Menurut Waluyo (2005) adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Menurut Fidel (2008) yaitu PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang. 2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Menurut Tim Direktorat Jenderal Pajak (2012) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; 2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
2
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 2.2 Pemungut PPh Pasal 22 Berdasarkan PMK No.154/PMK.03/2010 maka pemungut PPh pasal 22 sebagai berikut : 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4; 4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN; 5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. 8. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 2.3 Objek PPh Pasal 22 Menurut Muljono (2010) objek PPh Pasal 22 yang harus dikenakan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1. PPh pasal 22 dari Bendaharawan Pemerintah. 2. PPh pasal 22 dari Impor Barang.
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
3. PPh pasal 22 dari Industri tertentu, seperti industri kertas dan otomotif. 2.4 Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 maka dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 terdiri atas: 1. Nilai Impor:Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yang terdiri dari cost insurance and freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainya yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. 2. Harga jual lelang 3. Harga Pembelian 4. Harga Penjualan 2.5 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 maka tarif PPh pasal 22 sebagai berikut : 1. Atas impor : a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. 2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final. 3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu: a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final) 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN. 6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor. 7. Atas Penjualan a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2. d. Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2. e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. 8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22 2.6 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 maka pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut : 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan; 2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang
3
c.
d.
e. f. g. h. i.
j.
k.
l.
m.
n. o.
p.
4
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia; barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana; barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; barang pindahan; barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundangundangan kepabeanan; barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional; pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
3.
4.
5.
6.
7.
8.
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; q. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia; r. peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau s. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali; Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d PMK-154 (i.e :Bendaharawan dan KPA), berkenaan dengan: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG); Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor; Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
2.7 Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 Menurut Waluyo (2005) penetapan saat terutang dan pelunasan PPh Pasal 22 diatur sebagai berikut : 1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
2. 3. 4.
5.
ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB); Atas pembelian barang terutang dan dipungut pada saat pembayaran; Atas penjualan hasil terutang dan dipungut pada saat penjualan; Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order); Atas pembelian barang-barang dilaksanakan dengan cara pungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau kantor POS.
III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Studi Literatur
2.
Studi literatur dilakukan dengan membaca buku literatur tentang Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22), materi pajak pada website dan buku-buku yang lain. Pengambilan kesimpulan Setelah proses analisa telah selesai dilakukan, maka dilakukan pengambilan kesimpulan dengan cara menarik kesimpulan dari analisa data dilakukan sebelumnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Input Data Proses analisis Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) untuk pegawai tetap menggunakan ilustrasi data yang diolah dengan MS. Acces Programming sebagai berikut : 1. Pada layar komputer akan tampil form kosong seperti berikut ini:
Gambar III.1 Form PPh Pasal 22 (kosong) Sumber : Data olahan 1. Pada form tersebut program akan meminta user untuk menginput Jumlah Barang Import, Harga Satuan, Biaya Asuransi, Biaya Angkut, Biaya Masuk, Biaya Masuk Tambahan dan Kurs Dollar. 2. Jumlah Barang Import diinput berdasarkan banyaknya jumlah barang yang diimport. Pada contoh kasus Jumlah Barang Import di input sebanyak 100 unit. 3. Harga Satuan dan Biaya Asuransi dan Biaya Angkut diinput menggunakan mata uang dollar. Pada contoh kasus Harga Satuan = $ 20.000 dan Biaya Angkut = $ 4.000
4.
Biaya Masuk dan Biaya Masuk Tambahan diinput berdasarkan jumlah persentase sesuai dengan ketentuan. Pada contoh kasus Biaya Masuk = 10% dan Biaya Masuk Tambahan = 30% 5. Kurs dollar diinput berdasarkan nilai kurs dollar saat ini. Pada contoh kasus kurs dollar = Rp. 10.000 Setelah semua item di input, maka proses selanjutnya adalah menghitung berapa rupiah Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor yang harus di bayar. Hasil dari proses penghitungan data adalah sebagai berikut :
5
Gambar III.2 Form PPh Pasal 21 (isi) Sumber : Data olahan Dari data tersebut diatas dapat di hitung bahwa : 1. Harga Faktur = $ 2.000.000 di dapat dari Jumlah Barang Import dikalikan dengan Harga Satuan ( 100 x $ 20.000) 2. Biaya Asuransi = $ 4.000 dan Biaya Angkut = $ 8.000 di dapat dari hasil input. 3. CIF (Cost, Insurance dan Freight) = $ 2.012.000 di dapat dari penjumlahan Harga Faktur, Biaya Asuransi dan Biaya Angkut ( $ 2.000.000 + $ 4.000 + $ 8.000) 4. Biaya Masuk = $ 201,200 di dapat dari persentase Biaya Masuk di kalikan dengan CIF (10% x $ 2.012.000) 5. Biaya Masuk Tambahan = $ 603.600 di dapat dari persentase Biaya Masuk Tambahan dikalikan dengan CIF (30% x $ 2.012.000) 6. Nilai Import = $ 2.816.800 di dapat dari penjulahan CIF, Biaya Masuk dan Biaya Masuk Tambahan ($ 2.012.000 + $ 201,200 + $ 603.600) 7. Nilai Import dalam rupiah = Rp. 28.168.000.000 di dapat dari nilai Nilai Import di kalikan dengan nilai kurs saat ini ($ 2.816.800 x Rp. 10.000) 8. PPh yang harus dipungut (memiliki API) = Rp. 704.200.000 di dapat dari Nilai Import dalam rupiah dikalikan dengan tarif PPh 22 jika memiliki API (Angka Pengenal Impor) yaitu 2,5% x Rp. 28.168.000.000
tentang kenaikan tarif Pajak Penghasilan Pasal (PPh) pasal 22 impor. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meredam impor barang-barang tertentu dengan tujuan yang lebih besar lagi adalah untuk merespon tekanan pada neraca perdagangan. Dengan naiknya tarif PPh Pasal 22 Impor, diharapkan jumlah impor barang akan berkurang dan pada akhirnya dapat memperbaiki neraca perdagangan dan defisit neraca perdagangan. Dampak lain yang diharapkan oleh Pemerintah adalah industri dalam negeri terdorong untuk meningkatkan produksi barang sebagai substitusi impor barang.
DAFTAR PUSTAKA Fidel. 2008. Pembahasan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Dengan Komentar Pasal Per Pasal. Jakarta: Carofin Publishing. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta: ANDI Mardiasmo. 2006. Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: ANDI
V.
KESIMPULAN
Pada tahun 2013 Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid II (Peraturan Menteri Keuangan Nomor No.154/PMK.03/2010) yang salah satu isinya
6
Muljono, Djoko. 2010. Panduan Brevet Pajak : Akuntansi pajak dan ketentuan umum perpajakan. Yogyakarta: ANDI
PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014
Tim Direktorat Jenderal Pajak. 2012. Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 22. Diambil dari http://www.pajak.go.id. (27 Juni 2012)
Waluyo. 2005. Perpajakan Indonesia : pembahasan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru. Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1991 dan Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
7
8