Mengenal Kepik Pembunuh, Rhinocoris fuscipes Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP
Pendahuluan Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas dan mutu tembakau. Berbagai jenis hama menyerang tanaman tembakau sejak di pembibitan, pertanaman, hingga di gudang penyimpanan. Seluruh bagian tanaman juga dapat diserang hama meliputi akar, batang, daun, bunga, sampai buah. Beberapa jenis hama yang menyerang saat pembibitan antara lain siput, semut merah, orong-orong, dan ulat. Kerusakan yang disebabkan oleh ulat grayak pada tanaman tembakau mencapai 40 – 50% atau tanaman tembakau tidak bisa dipanen daunnya (BPTD, 2004). Serangga hama ini merusak tanaman pada saat stadia larva yang memakan daun menjadi berlubang-lubang. Sifat serangan umurnnya menggerombol, hal ini erat kaitannya dengan telur yang diletakkan secara berkelompok. Ulat ini secara rutin menyerang tembakau baik di pembibitan maupun di pedanaman dan masih dilanjutkan di gudang, terbawa daun yang dipanen. Tanaman inang lainnya cukup banyak antara lain adalah: kapas, padi, kedelai, kacang tanah, tomat, tebu, lombok,bawang, kentang, pisang, kubis, buncis, kangkung, dan beberapa jenis gulma.
Gambar 1. Larva Spodoptera Litura memakan daun tembakau
Hama ini merusak tanaman tembakau pada stadia larva, yang memakan daun tembakau mulai dari bibitan sampai ke pertanaman di lapangan. Serangan hama ini berlangsung pada malam hari. Akibat serangan ini daun-daun akan berlubang-lubang sehingga daun tembakau menjadi tidak utuh, dan secara langsung akan menurunkan rendemen cerutu dari setiap daun yang rusak (Abidin, 2004). Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya tanaman (Sudarmo, 1992). Serangan yang ditimbulkan akan kelihatan daun transparan karena daging daun habis dimakan. Pada instar ke-4 dan ke-5 larva menyebar ketanaman didekatnya terutama bila daun untuk dimakan sudah berkurang (BPTD, 2004). Pengendalian populasi hama ini dapat dilakukan dengan cara mekanis, yaitu dengan mengumpulkan kelompok-kelompok telur dengan merekatkannya pada selotip (isolasi) setiap tiga hari,mengambil daun yang terserang larva yang baru menetas (masih bergerombol) dan memusnahkannya. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi insektisia. Pengendalian juga bisa dengan menggunakan musuh alami ulat grayak yaitu Rhinocoris fuscipes. Rhinocoris fuscipes merupakan salah satu predator yang berperan untuk mengendalikan hama tanaman. Menurut Sujatha et al.(2012), R. fuscipes dapat dijadikan agen pengendalian hayati pada tanaman kapas, jarak dan kacang tanah. Predator ini umumnya disebut kepik pembunuh karena sifatnya yang rakus dalam memangsa hama (Susilo, 2010). Menurut Sahayaraj (2007), R. fuscipes memiliki kisaran inang yang cukup luas diantaranya Corcyra cephalonica, Chilo partellus, Achaea janata, Plutella xylostella, Spodoptera litura, Myzus persicae, Dicladispa armigera, Epilachna 12-stigma, E. Vigintioctopunctata, Rhaphidopalpa foveicollis, Semiothisa pervolagata, Diacrisia oblique.
Kepik Rhinocoris fuscipes Biologi Predator Rhinocoris fuscipes Fabricius Menurut Djamin et al(1998), R. fuscipes F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Hemiptera
Family
: Reduviidae
Genus
: Rhynocoris
Spesies
: R.fuscipes F.
a
b
Gambar 2. Imago R. fuscipes a)warna setelah ganti kulit b)warna kulit lama R. fuscipes meletakkan telurnya yang lonjong, ujungnya datar, tegak lurus pada permukaan daun tembakau sebelah bawah. Telur diletakkan berkelompok, kurang lebih 37 butir/kelompok dengan daya tetas 96,11 persen. Panjang telur 0,16 kurang lebih 0,002 mm, lebarnya 0,03 kurang lebih 0,001 mm (Djamin et al, 1998). Telur diletakkan dalam kelompok, seekor betina dapat meletakkan 80 telur dalam 6 minggu.
Gambar 3. Telur Rhinocoris fuscipes Perkembangan dilaboratorium dari telur sampai dewasa adalah 7,5 sampai 9,5 minggu, sementara di India 5-8 minggu. Lama hidup imago adalah 3 bulan. Pada musim hujan, kepik dewasa bisa mati karena disebabkan bakteri (Kalshoven, 1981). Nimfa yang baru menetas hidup berkelompok, berwarna kuning keputihan. Kemudian nimfa berwarna orange. Nimfa mempunyai masa stadia 36,5 hari. Imago berwarna merah orange, kepala berwarna hitam, antena filiform. Pada mesoscutellum terdapat dua benjolan yang bulat, besar dan berwarna orange. Sayap berwarna hitam. Tepi luar corium berwarna orange dan pada ujung sayap belakang terdapat sebuah noktah hitam (Djamin et al, 1998).
Gambar 4. Nimfa R. fuscipes
Seekor mangsa yang besar seringkali dihisap beberapa nimfa secara bersamasama. Nimfa dapat bertahan hidup tanpa adanya pakan untuk waktu yang cukup lama. Karena
perkembangannya
yang
lambat,
Reduviidae
kurang
berperan
dalam
mengendalikan hama yang sedang bergerak (Kalshoven, 1981). Serangga dari famili Reduviidae merupakan salah satu serangga yang anggotanya sebagian besar adalah predator serangga, ada juga yang menyerang burung dan mamalia. Tergolong sebagai predator generalis dengan kisaran inang yang agak sempit dan terbatas. Pada beberapa spesies mempunyai raptorial untuk menangkap mangsanya. Spesies yang memangsa laba-laba, memanfaatkan jaring laba-laba untuk mendapatkan mangsanya (Bellow dan Fisher, 1999).
Cara Memangsa Cara predator memangsa Kepik pembunuh (Hemiptera:Reduviidae) beragam dan merupakan kelompok serangga yang tersebar luas. Pada umumnya disebutkan, sebagian besar reduviids adalah predator, mangsa mereka biasanya terdiri dari serangga-serangga lain. Reduviids memiliki adaptasi morfologi yang baik sebagai pemangsa. Adaptasi tersebut seperti kaki anterior yang liar, serta bagian mulut penusuk yang digunakan untuk menghisap cairan mangsanya (Borror et al, 1976). Lebih dari 4000 spesies Reduviidae berada pada satu family yaitu Reduviidae, umumnya dikenal sebagai “kepik pembunuh”. Kebanyakan spesies memasukkan bisa untuk melumpuhkan jaringan dan dapat membantu proses pencernaannya, menjadi parah dan gigitan yang menyakitkan. Spesies dari Triatoma dan Rhodnius porolixus, serangga yang biasa digunakan untuk percobaan, membawa Trypanosoma cruzi, yang memyebabkan bentuk fatal dari kematian (penyakit chagas) pada manusia. Pada banyak spesies memiliki kaki depan yang liar (Gillot, 1982).
Daftar Pustaka Abidin, Z. 2004. Pengendalian Hama dan Penyakit Utama Pada Tanaman Tembakau. Balai Penelitian Tembakau Deli. Medan. Bellow, T. S. and F. W., Fisher. 1999. Biological Control. Principles and Aplications of Biological Control. Academic Press.
Borror, D. J., D. M. De Long, and C. A. Triplehon. 1981. An Introduction To The Study of Insects. Saunders Collage Publishing. Washington. BPTD. 2004. Strategi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Tembakau. BPTD PTP Nusantara II. Medan. Djamin, A., Erwin Ma’aruf, dan Husni Rizal Siregar. 1998. Biology and Predation Of Rhynochoris fuscipes (F.) (Hemiptera: Reduviidae). On Different Larval Ages Of Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) In Tobacco Plant (Nicotiana tabacum L.). Jurnal Penelitian Pertanian, 1998, Vol. 17, No. 1: 1-6 Gillott, C. 1982. Entomology. Plenum Press. New York and London. Kalshoven, L. G. E., 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised and Tranlated By P.A. Van der laan. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. Sahayaraj, K. 2007. Pest Control Mechanism of Reduviidaes.Oxford Book Company. Jaipur Sudarmo, S. 1992. Tembakau. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sujatha, S., L. S. Vidya, G. S. Sumi. 2012. Prey-predator Interaction and Info-chemical Behavior
of
Rhynocoris
fuscipes
(Fab.)
on
Three
Agricultural
Pests
(Heteroptera:Reduviidae). Journal of Entomology Vol 9. Susilo, F.X. 2010. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta