MENERAPKAN KONSEP “BEST P-R-A-C-T-I-C-ES” PADA STRESS TESTING SEBAGAI KEPUTUSAN STRATEGIS YANG TEPAT BAGI BISNIS BANK
oleh: Andri Sumarno
Abstrak
This paper tries to describe how an implementation of stress testing works in banking world in order to anticipate an uncertainty of global economy. Then, this paper owns an approach with using literatures and interviews to a practitioner of banking who has expertise in risk management realm, President Director of The Risk Forum-School of Finance. He also officiates GARP Regional Director – Indonesia Chapter. An author outlines several problems directly, examines and relates those with available theories and then encapsulates the session. At least, author offers problem solving alternatives. With above approaches, author does collect data from a number of books, journals, web articles and the other references to support a form of problem solving that author precisely tries to offer in order that still in line with the discourse presented in this paper. Then, approved theories and data are expected to able to be implemented on achievement of healthy and optimal stable banking business objectives between business, operational and risk management in bank. And larger, author hopes that offered problem solving in the paper gains to contribute to development of healthy and steady banking structure in various conditions of globally financial crisis affects to banking world.
1.
Overview
1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia sedang dilanda keresahan karena adanya ketidakpastian ekonomi global, hal inilah yang kemudian menjadi perhatian banyak pihak untuk merancang sebuah sistem yang bisa menjaga stabilitas ekonomi terutama dalam menghadapi krisis finansial secara menyeluruh, yang kedatangan dan dampaknya tidak bisa diperkirakan (unexpected).
1
Ketidakpastian ekonomi global telah memicu banyak persepsi negatif tentang pertumbuhan ekonomi dunia, krisis eropa yang belum juga pulih merupakan fenomena ketidakpastian ekonomi global yang masih mengundang banyak perhatian seluruh negara, kini semua pihak bersama-sama memperkuat kerangka dasar dan stabilitas atas sistem perbankan mereka masing-masing. Ketidakpastian ekonomi global bukan hanya menimbulkan gejolak ekonomi di kawasan Uni Eropa (UE), tapi justru lambatnya pemulihan ekonomi di kawasan amerika dan UE harus menjadi perhatian Indonesia sebagai salah satu negara yang masuk dalam daftar negara berkembang, sistem perekonomian Indonesia yang bersifat terbuka merupakan faktor mudahnya efek krisis keuangan global mempengaruhi sistem perbankannya. Maka dari itu, bank-bank yang melayani keperluan transaksi ekspor dan impor bagi nasabahnya tentunya akan terkena dampak negatifnya. Ancaman dari ketidakpastian ekonomi global lainnya adalah tingkat NPL/Non Performing Loan akibat dari kredit bermasalah, Data menunjukkan sejauh ini terjadi kenaikan NPL yang tipis di awal tahun yakni meningkat sebesar 4% atau sebesar Rp.2,06 triliun dari 49,03 triliun pada akhir februari 2011 menjadi 51,42 triliun per akhir februari tahun ini1. Ketidakpastian ekonomi global tentu akan membuat berbagai pembangunan dunia perbankan sulit diprediksi, bahkan Mr. Olivier Blanchard2 mengemukakan bahwa “for the last six months we’ve been on a rollercoaster ride”, semakin sulitnya ekonomi global untuk diprediksi berimplikasi terjadinya beberapa kali revisi dari World Economic Outlook (WEO), pertumbuhan global 2012 menjadi dibawah 4%, setelah revisi dari 4,5% menjadi 4,3%3, bahkan IMF telah merevisi proyeksi pertumbuhan global sebanyak dua kali dan masih memungkinkan dilakukan revisi akibat ketidakpastian ekonomi global. Dampak ketidakpastian ekonomi global yang lain adalah meningkatnya tingkat pengangguran, kejadian ini dapat dialami oleh beberapa negara yang gagal menerapkan kebijakan fiskalnya dalam menghadapi krisis, terutama tingkat pengangguran di negara maju. Krisis yang melanda eropa juga mempengaruhi stabilitas pasar minyak yang cenderung terganggu. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di China dan India
1
Sumber: Business News, 24 April 2012 Mr. Olivier Blanchard is currently the chief economist at the “International Monetary Fund (IMF)” 3 Sumber: World Economic Outlook; “Outlook Slowly Improving But Remains Fragile”, April 17, 2012 2
2
serta perlambatan ekonomi global lainnya diidentifikasi akan menyebabkan negaranegara emerging market termasuk Indonesia mengalami penurunan kinerja ekspor. Ketidakpastian ekonomi global seakan menjadi bom waktu bagi dunia perbankan, karena implikasi ketika terjadi krisis amat kompleks dan mempengaruhi banyak aspek secara signifikan, seperti: pertumbuhan ekonomi dunia, tingkat pengangguran, stabilitas pasar minyak, transaksi ekspor-impor, perlambatan ekonomi global, dan tidak menutup kemungkinan krisis eropa yang menimpa Yunani dan beberapa negara Uni Eropa lainnya bisa terjadi kembali ketika struktur perbankan di setiap negara dinilai belum siap, menghadapi krisis yang diibaratkan seperti bom waktu ini perlu perhatian khusus seluruh negara. Basel committee on Banking Supervision (BCBS) yang dibentuk oleh para Gubernur bank sentral dari negara-negara maju pada tahun 1974 sebenarnya telah memulai kesadaran akan pentingnya menetapkan berbagai aturan bagi industri perbankan, termasuk kegiatan supervisi atas operasional perbankan berstandar internasional. Kini partisipasi dalam rangka mencegah dampak terburuk akibat ketidakpastian ekonomi global harus menjadi tanggungjawab seluruh pihak, terutama jajaran Direksi selaku pemegang kendali perusahaan serta yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tata kelola yang baik dalam menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran4. Maka dari itu penulis sangat tertarik dengan tema ini dan merasa perlu memberikan kontribusi pemikiran agar kejadian ekstrim yang terjadi akibat dari ketidakpastian ekonomi global dapat ditanggulangi dengan baik. 1.2 Landasan teori 1.2.1 Kasus ketidakpastian ekonomi global Penerapan stress testing diarahkan sebagai alat menanggulangi bencana krisis, “Ketidakpastian ekonomi global” selalu menjadi perbincangan hangat di dunia
4
Sumber: Peraturan Bank Indonesia No.8/14/PBI/2006 “Prinsip-prinsip tata kelola yang baik bagi perusahaan, (Good Corporate Governance) oleh Bank Indonesia
3
perbankan, gambaran ketidakpastian ekonomi global sebagai bom waktu memang bukan tanpa alasan, hal ini banyak dibuktikan dengan berbagai peristiwa krisis antara lain:
Runtuhnya Lehman Brothers Kasus bangkrutnya Lehman Brothers adalah salah satu contoh aktual yang
terjadi di dunia perekonomian, usia 158 tahun bagi sebuah perusahaan terkemuka tentunya menyisakan tanda tanya besar. Perusahaan setingkat ini tentunya memiliki skenario terbaik dalam menghadapi berbagai skenario krisis, namun ketika dampak dan kejadian ekstrim yang ditimbulkan lebih besar, bank pedagang terbesar yang pernah ada di Wall street5, Lehman termasuk perusahaan keempat terbesar, tapi tradisinya seperti kesatria perbankan6. Lehman Brothers adalah perusahaan keuangan cemerlang yang telah menyokong, mendukung dan mewujudkan para raksasa ritel Gimbel Brothers, F. W. Woolworth dan Macy’s, begitu pula perusahaan penerbangan American, National, TWA, dan Pan American. Lehman telah mengumpulkan modal bagi Campbell Soup Company, Jewel Tea Company, B.F. Goodrich. Lehman juga menyokong televisi di RCA, ditambah studio Hollywood RKO, Paramount dan 20th century Fox bahkan saluran minyak Transkanada’pun didanai oleh Lehman Brothers, dapat dibayangkan bagaimana implikasinya terhadap kondisi aset-aset Lehman ketika Lehman brothers mengalami kebangkrutan. Proyek yang didanai oleh Lehman brothers terguncang serta lebih dari 25000 karyawannya terancam pengangguran. Seluruh dunia terperangah ketika Lehman Brothers runtuh, sebagai salah satu bank terbesar dan tersukses di dunia, kejatuhannya menyebabkan ekonomi dunia terperosok ke dalam Depresi Besar II7, segala reputasi yang telah dibangun selama kurang lebih 158 tahun seakan hancur begitu saja akibat terkena berbagai skenario (event) yang “tidak diperkirakan”. Tidak ada yang menyangka bahwa Pencabutan GlassSteagall8 oleh Presiden Clinton memiliki efek domino terhadap struktur perbankan di AS hingga saat ini, meskipun sampai akhir 1990-an ada sebuah keuntungan yang sangat besar 5
Wall street adalah bursa perdagangan saham di jalan Manhattan, New york Dikutip dari buku The Collapse of Lehman brothers;13 7 Sebuah peristiwa menurunnya tingkat ekonomi—secara dramatis—di seluruh dunia, Depresi Besar pertama terjadi pada 1929 (jatuhnya wall street) 8 UU tentang pemisahan kegiatan commercial banking dengan investment banking dengan tujuan menciptakan sistem perbankan yang kuat 6
4
bagi bursa perdagangan AS serta gagal hipotek cenderung sedikit dan sekuritisasi jarang terjadi, akan tetapi kegiatan sekuritisasilah yang telah menjadi dampak mengerikan selama krisis keuangan yang dimulai pada tahun 2007. Bank dipaksa ikut dalam arus perdagangan yang terlalu spekulatif dengan banyak membuat utang tanpa jaminan deposito apapun, inilah yang kemudian menjadi bumerang dan mengakibatkan keruntuhan bagi raksasa ekonomi tersebut. Pasar perumahan AS benar-benar sedang membara, tapi tidak ada yang menyangka sama sekali kredit macet dan akumulasi CDS (credit default swap) akan menciptakan rantai kegagalan terbesar Lehman Brothers, akhirnya manajemen perusahaan Lehman Brothers mengumumkan kerugian perusahaan sebesar $3,9 milyar, keadaan ini tentunya bukan berita baik bagi para pemegang saham mereka, bank-bank rekanan Lehman Brothers akhirnya satu persatu membatalkan kesepakatannya, para pembeli saham potensial mundur, dan akhirnya perusahaan mengumumkan kebangkrutan mereka.
Krisis Moneter 1997/1998 Indonesia adalah negara yang paling tidak diperkirakan akan terkena krisis bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, bahkan kondisi perekonomian Indonesia Juni 1997 dapat dikatakan aman dimana tingkat inflasi rendah, perdagangan surplus lebih dari $900 juta dollar9, hal ini membuktikan bahwa dalam setiap perjalanan ekonomi setiap perusahaan bahkan negara sekalipun, ketidakpastian ekonomi selalu menyelimuti aktivitas perbankan di seluruh penjuru dunia. Dampak terburuk dari krisis ini tingkat suku bunga deposito melonjak hingga mencapai suku bunga 60%, 10
dikarenakan tingkat kepercayaan nasabah pada waktu itu sangat rendah. Krisis ekonomi 1997/1998 sebenarnya bukan dikarenakan lemahnya struktur
perbankan Indonesia dalam menghadapi krisis, berikut adalah data indikator utama ekonomi Indonesia pada 1990-1997.
9
Sumber: http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/analis-faktor-penyebab-krisis-ekonomi.html Sumber: Interview bersama CEO The Risk Forum-School of Finance
10
5
Pertumbuhan ekonomi
1990 7,24
1991 6,95
1992 6,46
1993 6,50
1994 7,54
1995 8,22
1996 7,98
1997 4,65
(%)
9,93
9,93
5,04
10,18
9,66
8,96
6,63
11,60
Tingkat Inflasi (%)
2.099
1.207
1.743
741
806
1.516
4.451
-
Neraca pembayaran
5.352
4.801
7.022
8.231
7.901
6.533
5.948
10.021
(US$ juta)
-3,24
-4,392
-3,122
-2,298
-2,96
-6,76
-7,801 12.964
4,746
5,829
18,111 17,972
4,008
633
1,419
12,752 12,753
307
336
-522
-4,845
3,021
2,928
3,582
3,216
1,593
5,907
5,317
-4,102
Pemerintah (neto)
1,092
1,482
1,777
2,003
2,108
4,346
6,194
-10,78
Swasta (neto)
8,661
9,868
11,611 12,532 13,158 14,674 19,125
1,833
4,7
4,8
5,4
5,4
5,0
4,3
5,2
17,427
30,9
32,0
31,6
33,8
30,0
33,7
33,0
4,5
Debt-service ratio (%)
1,901
1,992
2,062
2,11
2,2
2,308
2,383
4,65
Nilai tukar Des.
3,203
433
-551
-1,852
1,495
2,807
818
456
Neraca Perdagangan Neraca Berjalan Neraca Modal
PMA (neto) Cadangan devisa akhir
10,589 10,989 -2,103
tahun (US$ juta) (bulan impor non migas c&f)
(Rp/US$) APBN* (Rp. Milyar) Sumber: BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia;World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Data diatas menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara historis sebelum terjadi krisis dapat dinilai stabil, namun penyebab utamanya ialah karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar, terutama nilai tukar Dollar AS yang mengalami overshooting11 yang sangat jauh dari nilai nyatanya. Selain itu juga banyaknya utang swasta luar negeri yang jatuh tempo dalam jumlah besar, akumulasi kejadian ekstrim inilah yang kemudian tidak dapat ditanggulangi oleh kerangka kebijakan moneter dan fiskal Indonesia sehingga akhirnya krisis ekonomi terjadi,
11
Nilai tukar rupiah jauh lebih rendah dari nilai fundamental
6
The Collapse of Barings Barings berdiri tahun 1762, merupakan bank tertua di Inggris, bahkan selama
tahun 1830-1840an Barings menjadi perusahaan jasa keuangan (financial house) yang paling berpengaruh di amerika, namun kejayaan selama lebih dari 130 tahun itu bisa runtuh akibat sistem pengendalian internal yang tidak memadai, “Neck Lesson the Rogue Trader”12 begitulah semua orang menjuluki trader yang mengakibatkan runtuhnya Barings, kecukupan pengalaman Barings dalam menghadapi krisis hutang di Argentina tahun 1888 tidak bisa menyelamatkan Barings dari krisisnya. Ekspansi Barings sampai ke asia serta pemulihan reputasi Barings pasca krisis di Argentina padahal telah menunjukkan proses manajemen yang baik, namun krisis yang diakibatkan oleh Lesson pada 1995 dinilai terlalu spekulatif sehingga ING13 membeli Barings seharga 1 pounds pada juni 1995, tentunya kasus ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh dunia dalam membangun struktur perbankan yang kuat dan manajemen yang sehat di setiap perusahaannya. 1.2.2
Stress testing
Final Paper of BIS, May 2009: stress testing merupakan alat yang penting digunakan oleh bank dalam penerapan manajemen risiko sebagai bagian dari manajemen risiko pada lingkup internal mereka melalui kerangka kecukupan modal Basel II yang dipromosikan oleh pengawas. Consultative paper Bank Indonesia; “manajemen risiko likuiditas bank”, 2009: stress testing yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan skenario tertentu terhadap posisi likuiditas bank dalam kondisi tidak normal. Aragones, J.R, 2001: Stress testing adalah seperangkat latihan untuk menentukan besarnya kerugian yang mungkin terjadi dalam sebuah kejadian yang jarang atau bahkan tidak mungkin terjadi tapi tetap masuk akal. BIS Working Papers No.369, 2012: stress testing adalah teknik untuk menguji stabilitas dari suatu entitas atau sistem dalam kondisi yang sulit dan berpotensi memberikan kerugian.
12 13
Julukan Neck Lesson pasca kebangkrutan Barings 1995 Nama perusahaan jasa keuangan di Belanda
7
BARa, 2010: stress testing adalah seperangkat program/model yang disusun dan diterapkan secara komprehensif oleh manajemen risiko suatu perusahaan untuk menangkap potensi risiko yang tidak dapat diberikan oleh VaR (Value at Risk). Secara umum stress testing memiliki tujuan: Mengidentifikasi kejadian ekstrim atau pengaruh yang berdampak besar terhadap portofolio trading book yang terekspos perubahan variabel pasar pada saat kondisi tidak normal. Mengevaluasi kemampuan bank untuk menutup kerugian besar yang diakibakan kejadian atau pengaruh yang dapat menimbulkan tekanan pasar tersebut. Mengidentifikasi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memitimigasi risiko dan memelihara kecukupan modal Selain itu, stress testing juga digunakan untuk melihat sensitivitas kinerja bank terhadap perubahan faktor risiko dan mengidentifikasi pengaruh yang berdampak signifikan terhadap portofolio, pendapatan dan permodalan bank. 2.
Pembahasan
2.1 Metodologi Pendekatan pada penulisan karya tulis ini adalah menggunakan: 1. Studi Pustaka 2. Interview Menggunakan 2 metode diatas penulis mencoba menguraikan masalah yang telah ada secara langsung, menghubungkan dengan teori dan kasus yang sudah ada, setelah itu penulis mencoba mencari formula dan alternatif pemecahan masalah serta menyimpulkannya, penulis mengumpulkan data dari berbagai buku, jurnal, artikel dan referensi untuk mendukung pemecahan masalah, dalam mempertajam analisisnya penulis juga melakukan wawancara/interview dengan praktisi perbankan yang memiliki keahlian dibidang manajemen risiko yakni President Director dari The Risk Forum-School of Finance14, beliau juga saat ini menjabat sebagai GARP Regional Director – Indonesia Chapter. Selanjutnya teori dan data yang didapatkan dianalisis sebagai alternatif
14
Salah satu perusahaan jasa konsultan di bidang keuangan dan perbankan di Jakarta dengan fokus dalam memberikan jasa training, consultancy & advisory baik di bidang risk management maupun banking
8
pemecahan masalah yang penulis tawarkan agar dapat diimplementasikan dalam kerangka stress testing sebagai upaya preventif dari dampak yang akan ditimbulkan dari Ketidakpastian Ekonomi Global. 2.2
Analisis
2.2.1 Konsep “Best P-R-A-C-T-I-C-Es” pada penerapan stress testing Pada dasarnya, semua model risiko merupakan buatan manusia, sehingga memiliki kelemahan dan tidak pernah mutlak menyentuh nilai kesempurnaan, maka dari itu tingkat confidence level dalam penghitungan potensi risiko sekalipun hanya bisa menyentuh confidence level 99%, salah satu fungsi stress testing yakni memperkirakan potensi terjadinya kejadian ekstrim pada level 1% tersebut dan menguji seberapa besar dampaknya. Kejadian ekstrim yang dimaksudkan dalam stress testing ini dapat memberikan kondisi terburuk bagi perusahaan (NPL, PPA & tambahan modal yang harus disediakan), hal ini dikarenakan risiko dari kejadian ekstrim yang dimaksud termasuk dalam kategori “Low Frequency High Impact”15,
15
Sumber: Interview bersama Bapak Sofyan Rambey (GARP Regional Director – Indonesia Chapter)
9
- Historical Scenario - Hypothetical Scenario
Ekstrim event
BOD & BOC
Trading Book Banking Book Capital Operational STRESS TESTING
KPMM dengan pendekatan IRB
Ekstrim event
Laporan Hasil ST - Baik - Banyak Kelemahan
Scenario test
- Hedging - Mengurangi besarnya eksposur risiko
Sensitivity test
- Bank-specific stress scenario - General market stress scenario
Ekstrim event
Ekstrim event
Menyesuaikan kebijakan dan strategi manajemen risiko, posisi likuiditas sejalan dengan hasil stress testing Mengembangkan Contingency funding plan Digunakan dalam penetapan limit
Gambar 2.1 Kerangka Stress Testing Sumber: Diolah oleh Peneliti
Penerapan kerangka stress testing diatas tentunya harus sejalan dengan penerapan manajemen risiko perusahaan yang mencakup: (1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; (2) Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit; (3) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh; (4) prosedur dan penetapan limit risiko sebagaimana dimaksud wajib disesuaikan dengan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite16) terhadap risiko bank. Bank harus mendokumentasikan seluruh skenario, asumsi dan hasil stress test, serta melakukan evaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan kondisi bank, dengan memperhatikan: (a) perubahan jenis, skala dan kompleksitas usaha bank; (b) perubahan kondisi pasar; (c) pengalaman bank dalam kondisi krisis17.
16
Besaran risiko yang dapat diterima/ditoleransi oleh bank Surat Edaran BI No 11/16/DPNP tanggal 6 Juli 2009: Penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas 17
10
Dalam mengimplementasikan kerangka stress testing diatas, manajemen bank sebaiknya mempertimbangkan prinsip-prinsip penting yang ditawarkan penulis dibawah ini:
Effectiveness Combination
Plausible
Regular
Best P-R-A-C-T-IC-Es
Accurately
Integrated
Transparency Contingency-plan
Gambar 2.2 Prinsip-Prinsip Best P-R-A-C-T-I-C-Es Sumber: Diolah oleh Peneliti
Skema diatas merupakan formula yang ditawarkan penulis sebagai prinsipprinsip yang harus diperhatikan dalam penerapan stress testing, prinsip-prinsip dari skema diatas penulis sesuaikan dengan konsep dasar penerapan manajemen risiko. Best PRACTICEs memuat prinsip Plausible18/layak artinya skenario yang dipilih dan digunakan harus masuk akal dan mungkin terjadi, untuk mendapatkan skenario terbaik bank dapat mengkombinasikan stress scenario yang telah ditetapkan oleh regulator (BI) dengan stress scenario yang dikembangkan oleh bank, meskipun dalam kondisi ekstrim, tapi pemilihan skenario harus tetap plausible. Regular/berkala pada penerapan stress test bermaksud untuk melakukan langkah antisipatif pada kejadian ekstrim yang tidak dapat diprediksi secara berkala, setiap triwulan atau bahkan setiap hari, hal ini juga dilakukan untuk mengantisipasi risiko portofolio kredit akibat perubahan yang terjadi seperti: Pelemahan mata uang yang satu
18
Harus layak dan mungkin terjadi
11
dengan mata uang lain, kenaikan suku bunga akibat inflasi, kenaikan BBM dan penurunan GDP selama krisis. Sehingga kemungkinan meningkatnya Probability of Default, Loss Given Default dapat diantisipasi dengan baik. Accurately, stress test merupakan salah satu pedoman bagi senior manajemen dalam mengambil keputusan strategis pada kondisi krisis, maka dari itu ketepatan pengukuran dalam stress testing harus diperhatikan, metodologi yang selama ini telah ada dalam mengukur stress testing risiko suku bunga seperti: Gap Method (Repricing gap & Duration gap), Simulation Method, Extreme Value Theory (EVT) menggunakan generalized pareto distribution digunakan dalam rangka menghitung risiko secara matematis agar dampak yang diterima oleh perusahaan bisa diminimalkan, hasil pengukuran tersebut juga digunakan sebagai acuan dalam menyediakan kebutuhan modal minimum (capital adequacy) dalam menghadapi profil risiko yang tergambar pada hasil tersebut, dan juga memberi gambaran tindakan apa yang dapat dilakukan dalam membenahi sistem pengendalian risiko. Contingency plan/rencana tanggap darurat, prinsip ini dimaksudkan sebagai langkah preventif bank dalam menghadapi kejadian ekstrim yang terjadi, rencana tanggap darurat ini diimplementasikan pada seluruh pemodelan risiko terutama pengelolaan risiko likuiditas, sehingga dalam pengelolaan likuiditas disusun LCP/Liquidity Contingency Plan, LCP merupakan strategi yang akan dijalankan bank pada saat kondisi krisis dengan memperhitungkan rencana pendanaan darurat, kebijakan LCP yakni mengatur prosedur koordinasi, strategi dan likuiditas pendukung yang harus dipersiapkan saat bank menghadapi krisis likuiditas, berdasarkan LCP bank dapat melakukan pendanaan kebutuhan likuiditas melalui sumber-sumber pendanaan selain dana pihak ketiga antara lain: repurchase agreement, bilateral funding, collateralized facility agreement dan foreign exchange swap. Tindakan-tindakan yang dapat dipertimbangkan oleh manajemen saat menghadapi keadaan ekstrim (stress) antara lain: evaluasi kemungkinan penghentian pertumbuhan aset, peningkatan modal, penjualan aset dan peningkatan aktivitas collection. Transparency, prinsip keterbukaan dalam penerapan stress testing harus benarbenar dilaksanakan, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya “black box syndrome”19 19
Sumber: Journal of Incorporating stress tests into Market risk modeling, by: Prof. Aragones J.R, Carlos Blanco & Prof Kevin Dowd
12
dalam penerapan model risiko yang dapat menyebabkan masalah tidak terduga. Transparansi juga harus dilakukan dalam menindaklanjuti laporan hasil stress testing, karena jika tidak diperhatikan maka akan berdampak pada kesalahan pengambilan keputusan strategis oleh Direksi dan dapat menimbulkan risiko baru yang merugikan perusahaan. Integrated, kini pengelolaan risiko tidak lagi menggunakan pendekatan “silobased”20, karena dinilai sudah tidak relevan lagi, penerapan stress testing sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi, karena ketika terjadi krisis atau kejadian ekstrim, maka delapan jenis risiko (risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko reputasi, risiko kepatuhan, risiko strategik & risiko hukum) akan memberikan potensi kerugian bagi bank, hal ini bisa diintegrasikan dengan penerapan ERM (Enterprise Risk Manegement) oleh seluruh satuan kerja manajemen risiko termasuk Direksi dan Dewan Komisaris sebagai supervisor. Combination, prinsip ini dimaksudkan agar pemilihan skenario sebaiknya mengkombinasikan antara stress scenario yang dikembangkan oleh regulator (BI) atau dari Lembaga Moneter International (IMF) dengan stress scenario yang dikembangkan oleh bank, hal ini penting diperhatikan karena stress scenario yang dikembangkan oleh regulator belum tentu cocok bagi bank, maka dari itu Bank harus memastikan bahwa program stress testing telah mempertimbangkan kompleksitas risiko dan tingkat risiko yang inherent21dalam aktivitas dan operasional bank dan kewajaran asumsi-asumsi yang digunakan pada stress test. Effectiveness, pengelolaan risiko sudah seharusnya memperhatikan efektifitas, terutama dalam menyiapkan rencana darurat dalam menghadapi kejadian ekstrim, setiap skenario harus tepat sasaran dalam arti mengkover seluruh potensi kerugian yang akan timbul akibat market disturbance (gangguan pasar) yang ekstrim.
20 21
Pengelolaan risiko secara terpisah Risiko yang melekat pada setiap aktivitas bank
13
3.
Kesimpulan Kelemahan dari model risiko yang diciptakan oleh manusia tentunya memaksa
kita untuk melakukan tindakan pencegahan, agar dampak dari kekurangan tersebut tidak terlalu sistemik, stress testing dalam hal ini berperan penting dalam melengkapi dan menutupi kelemahan dari beberapa pendekatan model risiko bank. Kedelapan prinsip best practice yang dianalisis oleh penulis diharapkan dapat mempertajam program stress testing, hal ini dinilai penting mengingat stress testing memegang peran strategis dalam pengelolaan risiko. Penerapan stress testing berbasis prinsip best PRACTICEs diharapkan dapat menciptakan skenario yang terbaik bagi bisnis bank, sehingga pelaksanaan stress test berjalan dengan efektif. Selain itu penerapan Best PRACTICEs juga diarahkan agar penghitungan kecukupan modal dalam menutup kerugian akibat risiko dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan prinsip Accurately. Maka ketika VaR digunakan dalam memperhitungkan alokasi modal, penetapan limit dan mengukur performa perusahaan, prinsip best PRACTICEs yang tercermin dalam skenario yang tepat akan mengcover kelemahan dari metode VaR. Penerapan best PRACTICEs juga diharapkan mampu mengurangi potensi kejadian traders yang “nakal” dalam memainkan pemodelan risiko, potensi risiko tersebut akan diminimalisasi oleh prinsip Transparency, sehingga segala bentuk informasi mengenai hasil stress testing dapat diterima secara utuh oleh senior manajemen dan Direksi. Pada akhirnya, ketika konsep dari best PRACTICEs dilaksanakan dengan baik, maka bank akan memiliki skenario stress testing yang komprehensif, dan tentu ini akan berimplikasi positif pada bisnis bank sehingga pengelolaan risiko bukan lagi berfungsi dalam mengurangi dampak akibat kerugian yang dihasilkan oleh risiko, tapi juga dapat bermanfaat bagi penciptaan nilai (value creation) bagi bank.
14
DAFTAR PUSTAKA Djohanputro, Bramantyo (2004). Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta: PPM International Monetary Fund (2012). Regional Economic Outlook: Washington D.C: IMF
Eichengreen, Barry (2009), Countries tempted to abandon the European currency face formidable barriers, Viewpoint: (Finance & Development of IMF)
IMF survey online (2012), Outlook Slowly Improving but Remains Fragile. From: http://www.imf.org/external/pubs/ft/survey/so/2012/RES041712A.htm
Banker Association for Risk Management/BARa (2010), Modul Sertifikasi Manajemen Risiko Level 1, edisi ke-2
Banker Association for Risk Management/BARa (2010), Modul Sertifikasi Manajemen Risiko Level 2, edisi ke-1
Banker Association for Risk Management/BARa (2010), Modul Sertifikasi Manajemen Risiko Level 3, edisi ke-1 Ten Have, Steven., Ten have, Wouter., Stevens, Frans., & V.D.E, Marcel (2003). “Key Management Models”.Great Britain: Prentice Hall McDonald, Lawrence G., & Robinson, Patrick (2010): “The Collapse of Lehman Brothers”. Jakarta: Ufuk Publishing House
Artikel Ekonomi Indonesia (2009), Analisis penyebab krisis ekonomi Indonesia, sumber: http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/analis-faktor-penyebab-krisisekonomi.html
15
Lepi, T. Tarmidi, (1999): Krisis moneter indonesia: Sebab, dampak, peran IMF dan saran, Jakarta: Buletin Ekonomi BI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP tanggal 6 Juli 2009: Penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas
Aragones, J.R, (2001), Incorporating Stress Tests into Market Risk Modeling: University of Madrid
Borio. C, Drehmann. M & Tsatsaronis. K, (2012), Stress-Testing macro stress testing: does it live up to expectation?, BIS Working Papers: Monetary and Economic Department Committee on the global Financial system journal (2005), “Stress testing at major financial institutions; survey results and practice, Switzerland: Bank for International Settlements
Cahyono, B.T (1995), Analisis Bisnis International, Jakarta: IPWI
Gilli, M & Kellezi, E (2003), An Application of Extreme Value Theory for Measuring Risk, Geneva: Department of Econometrics geneva
Gallati, Reto, (2003), Risk Management and Capital Adequacy, Cambridge: Mc Graw Hill
16