Volume XVIII
JULI 2017
Volume XVIII JULI 2017
daftaR isi
17
PROFIL
Kerja Keras Bangun Balikpapan Sosok yang bersahaja, gaya bicara yang santun, mengesankan cakap menghargai persahabatan.
5
Mencari Terobosan Pembiayaan Infrastruktur Perkotaan Dalam tiga tahun terakhir penataan kota di Indonesia mengalami kemajuan luar biasa. Layanan publik lebih simpel dan cepat karena sudah berbasis online sistem. Taman-taman kota terlihat cantik di sana sini. Bangunan sekolah, rumah sakit, puskesmas dan pasar tradisional ditata secara modern.
Laporan KHUSUS 26
14
JEJAK
Kota Prabumulih Jadi Contoh Penataan Jaringan Gas Tiap Rumah Beruntunglah menjadi warga Kota Prabumulih. Karena pemerintah kota konsen membangun perluasan layanan jaringan energi gas di setiap rumah warga.
INFO APEKSI
Mencari Role Model Kota Cerdas
35
Belum semua Pemerintahan Kota memahami apa itu kota cerdas (Smart City). Sebuah teknologi berbasis aplikasi yang memudahkan birokrasi mengelola dan menata kota.
w
Pendanaan Infrastruktur di Luar APBD Belum Menarik Pemerintah Daerah
w
Lamban Serap Pinjaman, Daerah Bisa Tertinggal
12
w
Up-date Kompetensi Pengadaan di Daerah
30
w
DAK Kesehatan 2017 Membuat Bingung Daerah
31
w
Belajar Makro-Mikro Ekonomi Daerah
33
w
Kota Cerdas, Tak Sekedar Commend Center
37
Diterbitkan oleh: Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi)
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Alamat: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia Telpon: +62-21 8370 4703 Fax: +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id
9
Kerajaan Kamboja Belajar dari Kota Sukabumi Pemerintah Kamboja mengundang Walikota Sukabumi Muhammad Muraz ke negaranya.
Penanggung Jawab: Ketua Dewan Pengurus Apeksi, Airin Rachmi Diany Pemimpin Redaksi: Dr. Sarimun Hadisaputra, MSi Wakil Pemimpin Redaksi: H. Soeyanto, Sri Indah Wibi Nastiti Dewan Redaksi: Dzulmi Eldin (Wali Kota Medan), Syarif Fasha (Wali Kota Jambi), Jonas Salean (Wali Kota Kupang) Burhan Abdurahman (Wali Kota Ternate), Rizal Efendi (Wali Kota Balikpapan), Mohamad Muraz (Wali Kota Sukabumi), Illiza Sa’aduddin Djamal (Wali Kota Banda Aceh), M. Abdurahman, Tri Utari dan Sukarno, Suharto, Mukhlisin Iklan: Imam Yulianto Administrasi & Distribusi: Teguh Ardhiwiratno
Volume XVIII
JULI 2017
dari REDAKsi
Memahami KPBU Infrastruktur Perkotaan
Volume XVIII JULI 2017
P
embaca yang budiman, pelaksanaan Rakernas APEKSI XII 2017 yang digelar di Kota Malang, Jawa Timur, yang sedianya dijadwalkan 12-16 Juli 2017 diundur satu minggu menjadi 18-20 Juli 2017. Alasan pengunduran jadwal tidak lain karena jadwal pertama berbenturan dengan peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) di Makassar, 1215 Juli 2017. Perubahan jadwal itu diikuti pula dengan perubahan tema Rakernas. Tema yang sebelumnya “Membangun Kelembagaan Pemerintah Daerah yang Profesional Melalui Implementasi PP 18 Tahun 2016” berubah menjadi “Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Pejabat Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Untuk Mendukung Pembangunan Nasional”. Perubahan tema itu lebih didorong oleh adanya upaya mensinkronkan pengawasan dan pemeriksaan pejabat daerah seperti diatur UU 23 Tahun 2014 dengan yang dilakukan Aparat Penegak Hukum (APH). Itulah informasi sekilas perubahan jadwal dan agenda Rakernas APEKSI XII di Kota Malang. Beberapa sub tema lain yang dibahas antara lain perlindungan hukum pejabat daerah, pelaksanaan KPBU dan aspek perlindungan hukum bagi pejabat daerah, pemeriksaan dan pengawasan pejabat daerah sesuai UU No. 23 Tahun 2014 serta sinkronisasi pemeriksaan pejabat yang dipaparkan pihak Aparat Penegak Hukum (APH) di Indonesia. Tidak hanya itu, sebagai bahan referensi peserta Rakernas, pada edisi kali ini, Majalah KotaKita menyajikan laporan utama terkait dengan mencari terobosan pendanaan infrastruktur di perkotaan. Pendanaan itu bisa diusahakan melalui pinjaman daerah dan melakukan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Tema ini menjadi bahasan di Rakernas. Untuk laporan khusus, Majalah KotaKita menyoroti minimnya pemahaman pemerintah kota terhadap langkah yang harus dipersiapkan menuju kota cerdas (smart city). Kota cerdas bukan hanya memiliki comment center, tetapi bagaimana kehidupan kota itu semua serba smart. Rubrikasi lain menyajikan rekomendasi dari setiap Komwil APEKSI, sebagai masukan Rakernas APEKSI XII di Kota Malang. Serta rubrik lain yang disajikan pada edisi kali ini, profil sosok Walikota Balikpapan, Rizal Effendi, belajar makro-mikro ekonomi daerah, Kamboja belajar ke Pemerintah Sukabumi, njelimet-nya DAK Kesehatan, Prabumulih percontohan kota gas, hingga pelatihan hukum pengadaan barang dan jasa di pemerintah kota. Selain itu diulas pula berbagai kegiatan dan dinamika perkotaan. Selamat membaca.
Laporan Utama
Mencari Terobosan
Pembiayaan Infrastruktur Perkotaan
Dalam tiga tahun terakhir penataan kota di Indonesia mengalami kemajuan luar biasa. Layanan publik lebih simpel dan cepat karena sudah berbasis online sistem. Taman-taman kota terlihat cantik di sana sini. Bangunan sekolah, rumah sakit, puskesmas dan pasar tradisional ditata secara modern. Semua itu membutuhkan biaya investasi yang terbilang tidak murah. Lantas bagaimana seorang walikota mensiasati agar bisa membangun kota di tengah keterbatasan anggaran.
S
eorang Walikota menghadapi dilema ketika di satu sisi ia punya visi menata dan membangun infrastruktur kota lebih modern serta layak huni. Namun di sisi lain, ia menghadapi keterbatasan anggaran. Kota sebagai pusat peradaban yang prasarananya masih jauh dari standar hidup masyarakat perlu ditata lebih modern. Ini menjadi
kendala bagi setiap pemerintah kota. Penataan wajah sejumlah kota di Indonesia, belakangan mulai terlihat berubah signifikan. Prasarana kota kini dilengkapi taman sebagai ruang publik dan ramah lingkungan bagi warga melakukan kegiatan. Infrastruktur layanan kesehatan, pendidikan dan pasar sebagian sudah dimodernisasi. Semua itu membutuhkan biaya investasi yang terbilang tidak murah.
Melalui berbagai regulasi, pemerintah pusat sebenarnya sudah mendorong tumbuhnya pendanaan dan pinjaman yang dibutuhkan daerah di tengah sempitnya anggaran yang ada. Salah satu solusi pembiayaan itu melalui konsep kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Seperti target pembangunan infrastruktur, yang diprogram Bapennas pada RPJM 2015-2019 secara nasional Volume XVIII
JULI 2017
Laporan Utama
mencapai Rp 5.453 triliun. Jika dikumpulkan anggaran pembangunan infrastruktur mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota hanya sekitar Rp 1.131 triliun. Terdapat kekurangan sekitar Rp 4.321 triliun. Dari hitungan di atas, sejatinya pemerintah pusat telah menyadari adanya kekurangan anggaran pembangunan infrastrukur, yang menjadi tanggung jawab setiap level pemerintahan dengan mengandalkan APBD. Lalu bagaimana menutupi kekurangan anggaran tersebut. Oleh karena itu, pemerintah pusat telah menelorkan berbagai aturan untuk yang memungkinkan pemerintah daerah bisa mengakses baik pinjaman daerah maupun pendanaan melalui pola Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) untuk menggenjot pembangunan infrastruktur di Indonesia. Memang bila ditinjau kemampuan anggaran, pemerintah kota sebenarnya layak menerima pinjaman. Ini dilihat dari struktur penerimaan pemerintah daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), hingga hibah dari pemerintah pusat. Sayangnya, setelah masuk ke APBD, persentasenya lebih besar untuk belanja rutin dan pegawai. Pengalaman Pemerintah Kota Bandung menata diri misalnya. Jika mengandalkan APBD, Walikota Bandung Ridwan Kamil mengakui rencana menata infrastruktur Kota Bandung agar lebih modern dan humanis menjadikan Bandung Juara, jelas bakal tertunda. Karena kemampuan APBD untuk pembangunan sebatas Rp 5,6 triliun per tahun. Untuk menjadi Bandung Juara, setidaknya dibutuhkan pembiayaan yang mencapai Rp 60 triliun. Dana sebesar itu bakal digunakan untuk membangun gorong-gorong kota, mengaspal jalan, perbaikan dan penambahan fasilitas penerangan, penambahan rumah sakit, membuat cable car, monorel, pembangunan 150 puskesmas, peningkatan gedung sekolah menjadi 3-4 tingkat standar internasional. Setelah selesai bangunan diserahkan pemkot mencicil ke pihak swasta.
Volume XVIII JULI 2017
Ridwan Kamil, Walikota Bandung, Bila anggaran dikumpulkan dalam satu tahun pun belum cukup untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Jika dipaksakan, infrastruktur yang dibangun tidak tuntas. Bisa jadi tahun pertama sejengkal tahun kedua sejengkal dan seterusnya. Ujungnya masyarakat terlambat menikmati layanan publik yang seharusnya diterima. Itu dinilai tidak feasible atau tidak masuk kriteria. “Bisa dibayangkan, untuk mewujudkan mimpi Bandung Juara sedikitnya butuh empat walikota atau 20 tahun,” kata Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil dalam sebuah diskusi. Ridwan Kamil, tidak ingin membangun infrastruktur kota sepotong-sepotong, dia pun memutar strategi mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan kota di luar APBD. Setelah melongok ke negara maju seperti Korea, London, Malaysia, Emil melihat pembangunan infrastruktur berjalan cepat ada dukungan pendanaan infrastruktur dari peran swasta. Swasta membangun infrastruktur dulu, kemudian dibayar jangka panjang. “Ternyata begitu cara mengelola dan membangun kota dengan cepat. Rumah sakit, jalan-jalan, penjara, sekolah, bahu jalan dibangun swasta,” terang Emil merendah. Kini Emil pun menggunakan pola membangun infrastruktur Bandung dengan melibatkan kerja sama pihak ketiga. Ia berupaya meyakinkan swasta sebagai mitra yang bersedia membangun
Bandung Juara. “Karena semua mimpi infrastruktur, kalau memakai pola murni APBD capek,” terang Emil. Emil pun mengggunakan konsep kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Pembangunan Bandung Juara bisa dilakukan dalam satu tarikan napas. “Mimpi Bandung Juara bisa direalisasikan,” terang Ridwal Kamil pada sebuah kesempatan acara Muskomwil di Bogor. Pola KPBU, terang Emil bisa membawa Indonesia maju. Untuk itu, pemerintah harus terus mendorong cara pandang dan pola pikir KPBU ini menjadi berkembang. Jika tidak dilakukan, Emil yakin dalam hitungan 20 tahun mendatang, Indonesia bisa kalah dengan negara Malaysia yang sedang memulai langkah ini. “Di mana-mana memulainya sama tapi penyelesaianya cepat mereka,” paparnya. Konsep pembangunan infrastruktur yang dikerjakan swasta, sama dengan KPR yang diberikan perbankan kepada pembeli rumah. Ibarat baru berumah tangga, keinginan memiliki rumah ada, dia datang ke bank, rumah didapat cicilannya tidak sampai mengganggu cashflow rumah tangga. Konsep itu bisa diterapkan untuk membangun infrastruktur perkotaan. “Jadi kalau ada yang bertanya kenapa negara di sana bisa maju dengan cepat. Itulah jawabannya dari aspek pembiayaan pembangunan,” jelasnya.
Inilah cara berevolusi membangun kota lebih cepat. Bila pola ini diterapkan bisa jadi kemampuan membangun daerah bisa lebih cepat. “Semua hanya satu tujuan agar pembangunan bisa segera rampung,” terang Ridwal Kamil. Model KPBU tergolong hal yang baru, di mana infrastruktur dibangun swasta, kemudian pemerintah mencicil ke swasta melalui APBD-nya. Namun konsep yang ada untuk melibatkan swasta banyak dipakai justru model Build Operate Transfer (BOT). Konsep BOT dilakukan Pemkot Yogyakarta saat membangun Terminal Giwangan Yogyakarta. Pemkot menggandeng swasta ikut membangun Terminal Giwangan. “Tahun 2002 memulai pembangunan Terminal Giwangan seluas 5,8 ha yang melibatkan swasta. Pembangunan terminal terwujud dalam bentuk kerjasama operasional dengan sistem Built Operated Transfered (BOT) antara pemerintah kota dengan investor swasta selama 30 tahun”, terang Kepala Bagian Perekonomian Pengembangan Pendapatan Asli Daerah dan Kerjasama (P3ADK) Kota Yogyakarta Danang Subagjono. Kerjasama ini, terang Danang terkait dengan manajemen operasional terminal ditangani oleh Unit Pengelola Teknik Daerah (UPTD) Pengelola Terminal Dinas Perhubungan dan manajemen sarana dan prasarana terminal dikelola pihak swasta yang mempunyai wewenang dan tujuan untuk menghasilkan keuntungan perusahaan melalui pemanfaatan sarana prasarana fasilitas penunjang dan tambahan terminal. Dan masih banyak contoh lain KPBU dalam penyediaan infrastruktur, kerjasama Pemda DKI dengan jasa operator busway. Kerjasama itu mampu menyediakan layanan yang murah dan lainnya. Pendanaan Model KPBU Pemerintah mengenalkan pendanaan infrastruktur yang melibatkan peran swasta. Namanya Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP). Konsep ini diwujudkan dalam kontrak jangka panjang antara pihak swasta dengan entitas pemerintah untuk penyediaan
layanan publik atau infrastruktur publik dengan memperhatikan pembagian risiko antara para pihak. Komponen kerjasama mencakup pendanaan, lamanya waktu pengerjaan dan perjanjian, delivery ouput sama input, serta risiko. Di Indonesia regulasinya sudah lengkap, mulai dari Perpres 38 Tahun 2015, Perka LKPP No. 19 Tahun 2015, sampai Permen PPN No 4 Tahun 2015. Objek yang bisa di-KPBU-kan mencakup infrastruktur ekonomi dan sosial. Seperti infrastruktur transportasi, jalan, sumber daya air dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan air limbah terpusat, sistem pengelolaan air limbah setempat, sistem pengelolaan persampahan, komunikasi dan informasi, ketenagalistrikan, minyak dan gas bumi dan energi terbarukan, konservasi energi, fasilitas pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana olahraga, kawasan, pariwisata, kesehatan, lembaga pemasyarakatan hingga perumahan rakyat. Pemerintah daerah tinggal melakukan pencicilan hutang kepada developer dalam jangka waktu 15 hingga 20 tahun. “Sehebat apapun negara dan pemerintah, dapat dipastikan memiliki keterbatasan fiskal dalam membangun infrastrukturnya,” terang Ridwan Kamil.
Dalam Perpres, lanjut Emil, diatur swasta yang terlibat KPBU. Di antaranya memenuhi kreteria terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan. Badan Usaha layak secara ekonomi dan finansial dan badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan penyediaan infrastruktur. Pengembalian investasi dari KPBU ini bisa berasal dari tarif yang dibayar pengguna layanan dan pembayaran dari pemerintah berdasarkan ketersediaan layanan. Dengan skema pembayaran berdasarkan ketersediaan layanan ini maka infrastruktur sosial pun dapat tetap menarik para investor untuk menyediakannya melalui skema KPBU. Jaminan pemerintah diberikan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko keuangan dalam APBN. Perpres ini juga mengatur mengenai perencanaan KPBU, dari mulai identifikasi dan penetapan KPBU, penganggaran KPBU; dan pengkategorian KPBU, hingga penyiapan KPBU yang meliputi prastudi kelayakan; rencana dukungan pemerintah dan Volume XVIII
JULI 2017
Laporan Utama jaminan pemerintah; penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan pengadaan tanah untuk KPBU. Pendanaan Model Pinjaman Selain model KPBU, pemerintah pusat sepuluh tahun terakhir juga memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah. Pinjaman yang bersumber dari APBN ini disalurkan PT. Sarana Multi Infastruktur (SMI). Perannya diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 174/PMK.08/2016. Direktur Pembiayaan dan Investasi, SMI, Edwin Syahruzad mencatat hingga saat ini sudah terdapat 20 Pemerintah daerah yang telah menjadi debitur. Di samping itu, SMI juga telah memberikan persetujuan atas usulan pinjaman dari 11 pemerintah daerah lainnya. Infrastruktur yang didanai pinjaman sebagian besar masih untuk jalan dan jembatan dan rumah sakit umum daerah. Pemerintah daerah bisa melakukan pinjaman yang bisa menjadi alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, atau kekurangan kas. Regulasinya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Pemerintah daerah dilarang
Volume XVIII JULI 2017
menjaminkan aset daerah dan yang bisa dijaminkan sebatas proyek didanai pinjaman. Untuk itu, persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengakses pinjaman di antaranya memastikan jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Selain itu harus memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah. Edwin Syahruzad menjelaskan proyek yang bisa dibiayai SMI adalah proyek yang masuk RPJM. Dari situ pemda mengajukan usulan Feasible study (FS). Dari FS ini SMI akan mempertimbangkan proyek dan kapasitas berhutang. Dari situ dapat diketahui jumlah pinjaman yang dibutuhkan. Jadi objek proyek 100 persen bisa dibiayai SMI, dan memang sumber pengembalian pinjaman itu berasal dari APBD. Jadi pemda tetap pelaksana dan pemilik proyek, sementara SMI menyediakan pendanaan pembangunan, yang pengembalian pinjaman dilakukan oleh APBD. “Pinjaman daerah ini menjadi pembelajaran bagi pemda untuk membangun infrastruktur,” terang Edwin. Namun bila proyek kurang feasible, diperlukan dukungan APBN dan APBD. Contoh proyek Umbalan terletak di Jawa Timur. Jaringan pipa transmisi dari mata air ke distribusi ke lima PDAM, itu proyek Jawa Timur untuk kepentingan 5 kabupaten dan kotamadya. Pasokan air yang selama ini mengalir lewat Kali Barantas dimanfaatkan 5 PDAM. Di mana p a n j a n g pipanisasi mencapai 116 km, dan pasokan airnya didapat dari membeli jelas mengurangi
keuntungan perusahaan. Pembiayaan daerah tetap APBD bertanggung jawab. Kalau PPP swasta yang bertanggung jawab, yang biasanya bentuknya BOT dan skema lainnya. Sejatinya PPP bisa dibiayai APBD dengan mempertimbangkan kapasitas fiskalnya. Pinjaman daerah fokus pada kewenangan daerah yang diutamakan. Rumah sakit, jalan propinsi, pasar, di daerah, tidak semua proyek bisa diPPP-kan, karena tidak semua proyek menghasilkan pendapatan. Waktu yang dibutuhkan untuk akses pinjaman, terang Edwin tergantung kesiapan daerah. Seperti kelengkapan dokumen, Feaseble study (FS), dan DED. Jika semua lengkap, untuk proses di SMI hanya butuh waktu sekitar 4 sampai 5 bulan. Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. UU itu memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan ramburambu pinjaman daerah. Peluang pinjaman ini bisa dimanfaatkan daerah untuk membangun infrastruktur tetapi punya keterbatasan anggaran. Sebagai perusahaan negara yang dibiayai sepenuhnya oleh modal negara, SMI menyalurkan pembiayaan kepada pemerintah daerah dengan masa pinjam yang panjang dan bunga yang lunak. Mau pilih pinjaman atau KPBU. Tinggal pilih, pendanaan KPBU atau pinjaman. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan tergantung kapasitas dan kemampuan daerah.
Laporan Utama
Pendanaan Infrastruktur di Luar APBD Belum Menarik Pemerintah Daerah
Penyediaan infrastruktur merupakan tugas dan kewajiban pemerintah baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sempitnya anggaran mendorong pemerintah daerah mencari alternatif pembiayaan baik skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan pinjaman daerah.
M
engingat pentingnya pelaksanaan KPBU terbitlah Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, yang sejak tahun 2005 telah terjadi lima kali penyempurnaan terhadap Perpres tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha ini. Dalam pelaksanaannya Perpres ini masih jauh dari harapan. Oleh karena itu diperlukan strategi dalam upaya pelaksanaan KPBU di antaranya
melakukan diseminasi dengan pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Kedua, diseminasi dengan seluruh BUMN, BUMD, Badan Usaha lainnya (PT), dan Koperasi. Namun fakta di lapangan terlihat pemerintah daerah belum banyak mengakses dana pembangunan infrastruktur, di luar APBD-nya. Baik itu melalaui Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) maupun pinjaman daerah. Meski pemerintah telah memberikan sarana regulasi yang lengkap mengakses pendanaan itu, membuat program itu kurang berkembang.
Seperti Public Private Partnership (PPP) Book 2017 atau Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) yang diluncurkan Bappenas, memang diminati investor luar negeri seperti dari Kanada dan Australia. Namun mereka masih sebatas ingin mengetahui detail dan mekanisme KPBU infrastruktur yang ada di Indonesia. Mereka belum memutuskan ingin masuk sektor infrastruktur mana. Itulah gambaran KPBU di Indonesia yang belum menarik investor. Semua itu disebabkan karena belum adanya aturan yang jelas terkait proses, prosedur kerjasama atas proyek yang dibiayai swasta. Apalagi pemerintah daerah masih bingung mengurai aturan terkait KPBU, yang harus mendapat restu pemerintah pusat. Kondisi ini menunjukkan rendahnya dukungan dan jaminan pemerintah terhadap, termasuk pembagian risiko bisnis terkait proyek infrastruktur yang melibatkan pendanaan swasta. Setidaknya ada beberapa kondisi yang perlu dicermati, ketidaksinkronan penerapan aturan KPBU. Di pemerintah pusat memakai Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan daerah, memakai Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, yang dikuatkan Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Dengan Daerah. Bila pemerintah pusat dan daerah sama-sama menggunakan Perpres No. 38 Tahun 2015, perbedaan itu bisa diatasi. Misalnya, mengenai proyek yang diminta sendiri pemerintah ke swasta, agar swasta mengajukan proposal akan mendapat perlakukan-perlakuan khusus. Belum adanya aturan yang jelas, Volume XVIII
JULI 2017
Laporan Utama tidak membuat Walikota Bandung, Ridwal Kamil tidak mundur menerapkan konsep KPBU. Justru kendala itu saat ini sedang diurai Pemerintah Kota Bandung. Kendala yang ada di Indonesia memang belum ada best practice-nya. Di lain sisi KPBU belum banyak dipahami investor, bahwa ada peluang pembangunan infrastruktur kota yang bisa dikerjakan swasta. Emil mengakui konsep KPBU lebih fleksibel dibanding konsep pinjaman untuk membangun infrastruktur. Dengan konsep KPBU pemerintah kota hanya membuat konsep, kriteria, kualitas yang diinginkan dan setelah diserahkan tinggal mencicil. Dengan konsep ini pemerintah kota menerima bangunan, bukan uang. “Untuk itu pemerintah kota tidak perlu takut menerapkan konsep ini, sebab inilah sebenarnya pintu gerbang Indonesia sejahtera menuju negara maju,” terangnya. Pemerintah Kota Bandung saat ini sedang mematangkan dan menggodok aturan KPBU dengan mengundang ahli dari Amerika dan Inggris. Tim itu diberikan tugas untuk membuat regulasi dan payung hukumnya sistem KPBU di Kota Bandung, juga bisa diterapkan secara nasional. Seperti diketahui, sistem PPP ini telah lama diterapkan oleh Pemerintah Inggris dan negara-negara lainnya, seperti Korea dan Filipina. Dengan sistem ini, “Pemerintah Inggris selama kurun waktu 15 tahun sudah mampu mengembangkan pembangunan kota dan transportasi dengan pesat,” jelas Ridwal Kamil. Sistem PPP ini sendiri, yakni sistem kerjasama pemerintah dengan pihak swasta dalam bantuan dana untuk pembangunan dan transportasi kota, dengan dana awal dari pihak swasta, kemudian pemerintah akan melakukan pencicilan pinjaman dalam jangka waktu 25 sampai 30 tahun. “Ilustrasinya sama kaya kredit mobil atau kredit rumah, nah logika yang sama dipake di kota, ketimbang kita nunggu duit kita yang entah kapan, nah duit itu didapat dari swasta yang bisa langsung dibelanjakan terus kita nyicil sebanyak itu (hutang),” paparnya. 10
Volume XVIII JULI 2017
Sebelumnya, Pemkot Bandung sudah pernah melakukan kerjasama dengan sistem ini, yakni pemasangan alat parkir prabayar yang sudah terpasang di salah satu kawasan di Kota Bandung. “Artinya Pemkot Bandung sudah pernah dan sudah ada contoh kerjasama memakai sistem ini, cuma tidak dimasifkan,” tandasnya. Bila memakai pinjaman, Ridwan Kamil menambahkan dana yang diterima harus masuk ke sistem APBD dulu. Dibuatkan studi kelayakan, detail engineering design, baru dilakukan lelang. “Ini memakan waktu panjang, dikalinya banyaknya proyek yang ada,” terang Emil mengurai. Panjangnya waktu untuk mengkases pendanaan diakui Direktur Pembiayaan dan Investasi SMI, Edwin Syahruzad. Di mana daerah harus memiliki detail studi kelayakan dan detail engineering design (DED) lengkap. Juga ditambah dengan kata sepakat antara eksekutif dan legislatif akan proyek itu. Ini biasanya memang memakan waktu cukup lama, terang Edwin. “Kalau kita lihat trennya meningkat. Untuk proses di SMI butuh waktu sekitar 40 hari,” terang Edwin. Senada dengan itu, Wismanto Bimam, yang pernah menjabat Kepala divisi Pembiayaan Daerah, PT SMI mengatakan yang diatur Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, memakan waktu cukup panjang. Ada beberapa tahapan poses yang harus dilalui pemerintah kota, mulai dari pembuatan Feasible Study (FS), detail engineering design (DED), baru pembangunan fisik atau pelaksanaan pekerjaan. Semua tahapan itu
membutuhkan waktu dan biaya. Seperti untuk membuat FS pemerintah kota harus menganggarkan pembuatan FS, masuk tahap DED juga harus ada anggaran, baru pelaksanaan proyek butuh anggaran lagi. Biaya pra proyek biasanya mencapai kisaran 3-5 persen dari nilai proyek. “Tetapi masalahnya waktu yang ditempuh untuk mengakses pinjaman sesuai PP 30 bisa mencapai tiga tahun. Itu kalau mulus semua,” terang Bimam. Panjangnya proses itu, juga menjadi perhatian SMI untuk terus
memperpendek prosedur pinjaman. Masalah ini dibawa ke Kementerian Keuangan dan solusinya adalah keluar jaminan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan. Bila kepala daerah macam-macam atau gagal bayar, DAU sama Dana Bagi Hasil (DBH) ditahan. Namun jika pemda gagal bayar, Edwin menambahkan sesuai PMK 174, SMI diberikan jaminan dan hak memotong anggaran pemda. Sesuai dengan proses ketentuan, SMI melayangkan surat ke Kementerian Keuangan dengan melibatkan dua direktur jenderal yang punya hak memotong. Ini sudah ada kesepakatan itu.
Laporan Utama Atas talangan itu, Bimam menambahkan menteri keuangan hanya bisa menalangi sebesar cicilan saja, bukan seluruh proyek, tetapi ketika jatuh tempo pasti ada jaminan dari Kementerian Keuangan melalui dana daerah baik DAU dan DBH. “Misal tunggakan tahun 100 miliar ya sebesar itu yang dijamin,” jelasnya. Perlu Manajemen Resiko Untuk pengucuran kredit sebenarnya syarat utama, entitas harus memiliki divisi manajemen risiko. Namun di pemerintah daerah jelas tidak memiliki divisi manajemen risiko, bila kepala daerah mengambil sebuah keputusan yang menyerempet risiko, dia sendirian yang harus menghadapi. Masalah itu sebenarnya selalu membuat takut banyak kepala daerah untuk mengambil keputusan untuk mempercepat pembangunan di daerahnya. Ini baru memakai anggaran, belum lagi bila kepala daerah mengambil keputusan pinjaman atau KPBU untuk mendanai pembangunan. Inilah masalah bagi kepala daerah, bila mengambil keputusan tidak didukung divisi manajemen resiko yang memberikan rambu kepatuhan hukum. “Kalau di pemda pelaksana langsung ketemu dengan auditor dan ketemu penegak hukum, gimana
mereka tidak ngerem. Inilah pentingnya di setiap lembaga pemerintah ada manajemen risiko, agar semua pekerjaan bisa terukur,” terang Bimam. Selama ini, Bimam mengamati pejabat daerah menghadapi, jika keputusannya mengandung risiko, baik diperiksa KPK, BPK dan berhadapan dengan APH lainnya. Bimam mengakui konsep yang ada di pemerintahan memang berbeda dengan yang belaku di perusahaan. Best practice yang berlaku di bisnis (perusahaan) jelas ada urutan pengambilan keputusan berdasarkan risiko yang bakal timbul. Seperti direktur operasional sebagai front line, dia akan selalu mengajak diskusi direktur risiko. Jika risiko masih dalam tahap wajar, direktur utama memutuskan untuk mengambil keputusan. “Peran yang dimainkan seperti gas dan rem,” terang Bimam. Sementara untuk mengawasi dana pembanguan, pemerintah pusat lebih memilih Kejaksaan Tinggi terlibat mengawasi jalannya pembangunan. Mereka diberikan tugas menjaga agar tidak terjadi penyelewengan, namun minim pengetahuan manajemen risiko. Ini menjadi buah simalakama buat pemerintah daerah yang ingin mempercepat pembangunan selalu berhadapan dengan Aparat Penegak Hukum (APH) yang minim pengetahuan manajemen risiko bisnis. Dalam pengawasan, APH selalu berpatokan pada KHUP, jelas tidak nyambung. B i m a m menambahkan dengan adanya manajemen risiko di pemda, dana yang digelontorkan ke daerah bisa dinilai tepat sasaran atau tidak. Selama ini tidak ada tolok ukur yang jelas. Itulah pentingnya manajemen risiko yang bisa memastikan sudah sampai tujuan.
Bimam mencontohkan membangun jembatan buktinya dan ukurannya apa. Bisa melayani berapa banyak orang lewat, kenapa kuputusan jembatan berada di lokasi itu, kenapa tidak di lokasi ini. “Sekarang hanya kebenaran material, mereka bicara membangun jembatan, jadilah jembatan,” jelasnya. Namun bila mengukur dari out come, jelas ada perincian kebutuhan dan skala prioritas. Bila daerah masih kekurangan air bersih, mana yang lebih penting jembatan atau kebutuhan air bersih. Inilah yang dimaksud tolak ukur dalam manajemen risiko selalu muncul. “Yang terjadi jembatan dibangun, namun masyarakatnya masih memakai air sungai. Ini terlihat tidak ada justifikasi yang jelas akan apa yang dibangun. Belum lagi, terkait konsep pinjaman daerah, Bimam menjelaskan di daerah belum terbiasa budaya mengalokasikan pembayaran utang. Selama ini struktur pemerintahan di daerah diciptakan sebatas menerima anggaran dan membelanjakan. Belum ada divisi yang mengatur jumlah tagihan yang jatuh tempo. “Seperti kewajiban bayar hutang ke SMI, dua tiga bulan sebelumnya SMI harus remainder ke pemda itu,” terangnya. Namun kondisi itu sudah diwaspadai Walikota Bandung, Ridwan Kamil sebagai bentuk jaminan pembayaran hutang ke pihak lain. Yaitu dengan menerbitkan Perda Multi Years. Perda itu menjamin bahwa Pemkot Bandung akan membayar hutang, siapa pun walikotanya, siapapun anggota DPRD-nya, cicilan itu dilindungi oleh hukum, tidak diganggu-ganggu atau dirubah-rubah. Oleh k arena itu, Ridwan Kamil mendorong pemerintah daerah lain agar tidak ragu menjalankan KPBU untuk membangun infrastruktur perkotaan. Adanya aturan yang lengkap, justru menjadi tantangan ke depan bagaimana meyakinkan swasta yang banyak belum memahami ada proyek infrastruktur di daerah yang bisa dikerjasamakan. Selama, swasta banyak melakukan proyek KPBU dengan pemerintah pusat seperti buat jalan tol, pelabuhan, PLTA. Swasta belum pernah buat rumah sakit, taman kota, modernisasi pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi rakyat. Volume XVIII
JULI 2017
11
Wawancara
Lamban Serap Pinjaman, Daerah Bisa Tertinggal PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), didirikan awal tahun 2009, yang memiliki peran menyalurkan pinjaman ke daerah untuk pembiayaan infrastruktur. Kepemillikan SMI, sebagai BUMN pembiayaan, 100% dikuasai Kementerian Keuangan.
S
elain menyalurkan pinjaman, SMI juga memberikan assesment proyek infrastruktur. Pembiayaan yang disalurkan bukan hanya infrastruktur publik juga sosial. Namun, hingga detik ini, masih minim pemerintah daerah yang memanfaatkan pinjaman dari SMI. Padahal pinjaman ini bersumber dari APBN, yang jelas daerah akan menikmati bunga yang rendah. Apa kendala yang dihadapi daerah, dan bagaimana syarat akses pinjaman ke SMI. Berikut wawancara dengan Direktur Pembiayaan dan Investasi SMI, Edwin Syahruzad. Berikut petikannya. Pemerintah kota kini banyak membutuhkan sumber pembiayaan di luar APBD. Pendanaan itu untuk membiayai pembangunan infrastruktur guna memperkuat layanan publiknya. Seberapa jauh peran PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI)? PT. SMI sebagai BUMN yang bergerak di pembiayaan infrastruktur, mendapatkan mandat dari Menteri Keuangan untuk menyediakan pinjaman kepada pemerintah daerah. Pinjaman yang diarahkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Di antaranya pasar, rumah sakit, jalan dan jembatan, irigasi, dan fasilitas 12
Volume XVIII JULI 2017
air bersih/minum. Selain itu, PT. SMI juga berpartisipasi membantu pemerintah daerah menyiapkan proyek berupa pendampingan untuk melakukan studi kelayakan. Pedampingan ini dilakukan hingga pembiayaan proyek itu berjalan. Itulah peran PT. SMI sebagai katalis pembangunan infrastruktur yang telah diagendakan pemerintah. Bagaimana konsep, model dan bentuk pinjaman yang berikan. Apakah murni pinjaman, SMI turut membangun, atau model lain? Model pinjaman daerah yang diberikan adalah menyediakan dana untuk pembangunan infrastruktur. Kemudian, dana itu digunakan pemerintah daerah untuk membayar kontraktor yang memenangkan lelang yang diadakan pemda. Jadi, tanggung jawab lelang dan pembangunan tetap berada di pemerintah daerah. Pencairan pinjaman dilakukan sesuai dengan progress pembangunan/fisik dan PT. SMI melakukan pengecekan sebelum mencairkan dana pinjaman. Pemerintah daerah mengangsur pokok pinjaman setelah pembangunan selesai dilakukan dan angsuran dibayar per tiga bulanan. Dalam konteks pinjaman tetap pada pembiayaan yang menjaminkan APBD.
Edwin Syahruzad, Direktur Pembiayaan dan Investasi PT. SMI Pembangunan rumah sakit misalnya, bila pemda mengandalkan APBD bisa terlaksana 10 tahun. Dengan model pinjaman daerah dari SMI, pembiayaan pembangunan menjadi cepat, bisa satu dua tahun pembangunan rumah sakit selesai. Dengan begitu Pemda tinggal mencicil ke SMI, setiap tiga bulan, enam bulan yang jangka waktunya bisa mencapai 5 sampai 9 tahun. Apa saja persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi pemerintah kota untuk mengakses pendanaan dari SMI? Mekanisme pinjaman daerah sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Ada pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Untuk pinjaman jangka panjang harus memenuhi kriteria menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan
Wawancara bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut; menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Syarat mengakses pinjaman; mengisi formulir inisiasi pinjaman daerah (format dari SMI); Kedua, APBD tahun berjalan; Ketiga, studi kelayakan atas usulan proyek yang akan dibiayai yang didasarkan atas standar biaya umum terakhir; Detail Engineering Design (DED); nota design; laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan daerah selama 5 (lima) tahun terakhir dengan 3 (tiga) tahun terakhir mendapatkan opini minimal Wajar Dengan Pengecualian (WDP); Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Daerah yang masih berlaku yang sekurang-kurangnya memuat informasi bahwa proyek yang diusulkan telah masuk dalam program prioritas pembangunan daerah. Kriteria yang layak menerima pinjaman; infrastruktur yang dibiayai adalah sarana publik yang menjadi prioritas dan tertuang dalam RPJMD; mendapat persetujuan DPRD; tidak memiliki tunggakan; DSCR minimal 2,5 kali sesuai PP Nomor 30 Tahun 2011; rencana fasilitas pembiayaan daerah ≤ 75% dari akumulasi penerimaan umum APBD tahun anggaran sebelumnya; Batas maksimal defisit APBD pada tahun berjalan untuk masing-masing daerah adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku; hasil audit laporan keuangan pemda tiga tahun terakhir minimal WDP; mendapat rekomendasi Menteri Dalam Negeri; proposal (latar belakang, studi kelayakan, skema pembiayaan, skema pembagian risiko, skema pengembalian dana). Apakah aturan dan dasar hukum untuk pengaksesan pendanaan pemerintah kota ke PT. SMI sudah clear? Dasar hukum pinjaman diatur Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Jenis pinjaman daerah, sumber-sumber pinjaman, dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi pemerintah daerah ketika meminjam, baik itu kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non bank, dan masyarakat. Syarat pemerintah daerah tidak memiliki tunggakan, maksimum nilai pinjaman tidak melebihi 75% dari penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, dan rasio kemampuan pengembalian pinjaman minimal 2,5 kali. Sudah ada berapa pemerintah daerah yang memanfaatkan pendanaan dari SMI dan pendana itu lebih untuk membangun infrastruktur atau layanan publik lainnya? Saat ini, terdapat 20 pemerintah daerah yang telah menjadi debitur. Di samping itu, PT. SMI juga telah memberikan persetujuan atas usulan pinjaman dari 11 pemerintah daerah lainnya. Infrastruktur yang didanai pinjaman sebagian besar masih untuk jalan dan jembatan dan rumah sakit umum daerah. Apa saja kendala yang biasa dihadapi pemerintah kota ketika mau mengakses pendanaan dari SMI. Biasanya disebabkan oleh faktor apa? Kendala utama yang dihadapi pemda adalah sebagian besar proyek yang diusulkan belum siap, dalam arti dokumen studi kelayakan (feasibility study) yang disusun konsultan independen belum tersedia. Sehingga, pemenuhan syarat permohonan pinjaman membutuhkan waktu yang tidak sebentar, terlebih jika pemda harus menganggarkan terlebih dahulu untuk studi kelayakan dalam APBD-nya. Kendala lainnya rendahnya appetite dari kepala daerah dan/atau DPRD dalam melakukan pinjaman mengingat masih terdapat pandangan bahwa pinjaman itu menambah beban APBD karena harus membayar bunga. Pandangan tersebut seharusnya dihilangkan karena untuk mempercepat pembangunan infrastruktur daerah tidak bisa mengandalkan APBD semata. Bisa diberikan contoh hasil pendanaan SMI yang manfaatnya bisa
menggerakkan ekonomi masyarakat? Pinjaman SMI yang digelontorkan ke daerah mampu meningkatkan manfaat ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. Seperti peningkatan kapasitas rumah sakit daerah, di Provinsi Sulawesi Utara pendapatan sebelumnya sekitar Rp 5 miliar kini menjadi Rp 60 miliar. Di Kabupaten Karangasem, sebelumnya hanya terdapat 100 tempat tidur ditingkatkan menjadi 200 tempat tidur, juga berkontribusi meningkatkan pendapatan dari Rp 15 miliar menjadi 52 miliar. Di Kota Surakarta yang sebelumnya hanya 50 tempat tidur ditingkatkan menjadi 101 tempat tidur, dengan pendapatan dari Rp 2 miliar kini menjadi Rp. 16,4 miliar. Di Kota Palu dari 374 tempat tidur menjadi 516 tempat tidur, dan pendapatan rumah sakit meningkat dari 42 miliar menjadi 128,4 miliar. Untuk pembiayaan jalan raya seperti di Kabupaten Boalemo terjadi penghematan biaya operasional kendaraan dan waktu sebesar Rp 80,7 miliar. Di Kabupaten Lombok juga sama terjadi penghematan sampai 415 miliar. Dan Kabupaten Lampung Selatan, setelah ada perbaikan dan peningkatan jalan raya terjadi penghematan biaya operasional kendaraan dan waktu sebesar 775,58 miliar. Untuk pinjaman ke Kabupaten Karangasem untuk rehabilitasi pasar yang sebelumnya hanya terdapat 300 pedagang kini dapat menampung 2.000 pedagang dan mampu meningkatkan pendapatan dari 800 juta menjadi 1,2 miliar. Apa harapan SMI terhadap pemerintah daerah agar bisa mengakses pendanaan itu? Harapan PT. SMI kiranya fasilitas pinjaman daerah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh 542 p e m e r i nt a h d a e ra h d i I n d o n e s i a sehingga pembangunan infrastruktur daerah dapat terus dilakukan guna mengejar ketertinggalan dari negara lain, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Volume XVIII
JULI 2017
13
JEJAK
Kota Prabumulih Jadi Contoh Penataan Jaringan Gas Tiap Rumah
Menteri ESDM Sudirman Said memeriksa meteran gas sambungan rumah tangga di Prabumulih Utara, Palembang, Sumatera Selatan.
Beruntunglah menjadi warga Kota Prabumulih. Karena pemerintah kota konsen membangun perluasan layanan jaringan energi gas di setiap rumah warga. Sehingga sudah sejak lama warga Prabumulih menikmati layanan pengiriman sumber energi gas langsung tersambung ke rumah tanpa harus susah membeli gas dengan tabung.
K
ota Prabumulih dipilih sebagai kota penerima proyek jaringan gas kota karena kota ini dianggap berhasil dalam program penataan dan pembangunan jaringan gas kota. Selain itu, Pemerintah Kota Prabumulih salah satu contoh pemerintah kota yang sangat konsen untuk mengembangkan infrastruktur gas di wilayahnya. Sampai akhir 2016, terdapat total 14
Volume XVIII JULI 2017
sambungan rumah tangga mencapai 39.300 di Prabumulih. Atau sekitar 94 persen warga Kota Prabumulih sudah menikmati jaringan gas, sebagai sumber energi rumah tangga. Keberhasilan membangun jaringan gas ke rumah, menjadikan Kota Prabumulih sebagai percontohan pembangunan jaringan gas secara nasional. Sebab, jaringan gas yang dibangun menjadi jaringan gas terbesar di Indonesia. Sukses itu berkat kerja keras
pemerintah kota dan masyarakat yang mendukung pembangunan jaringan gas. Ada sekitar 4.000 sambungan jaringan gas terpasang ke rumah penduduk. Tahun berikutnya, jaringan terpasang semakin diperluas hingga jalan Sudirman. Untuk meringankan beban pemasangan jaringan gas, Walikota Prabumulih, Rachman Djalili melibatkan pembiayaan dari bank daerah. Pemerintah pusat turut peduli dengan mengucurkan dana untuk menambah pembangunan distribusi jaringan gas. Melalui Kementerian ESDM, pemerintah mengoptimalkan penggunaan gas bumi sebagai bentuk diversifikasi energi. Kota Prabumulih menjadi kota yang menerima program jaringan gas kota dengan jumlah sambungan terbanyak di Indonesia. Keseluruhan proyek tersebut didanai APBN sebesar Rp 543,8 miliar. Berbagai pembangunan yang memberikan dampak ke masyarakat terus digenjot. Pembangunan jaringan gas itu sudah dilakukan sejak tahun 2011. Pemerintah Kota Prabumulih membangun fasilitas jaringan gas kota yang mengalir ke rumah penduduk. Potensi alam, regulasi yang layak investasi, menjadikan daerah ini incaran investor. Berbagai regulasi yang ramah invetasi, penyediaan sarana prasarana yang terus disempurnakan, menjadi daya tarik Prabumulih. Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin usai peresmian groundbreaking jaringan pipa gas kota mengatakan kepala daerah di Sumatera Selatan harus belajar dari pengelolaan Kota Prabumulih. Sebab, percepatan pembangunan kota sangat terasa dalam dekade 10 tahun terakhir. Kondisi alam Prabumulih sangat subur, berada dalam kawasan
JEJAK pertambangan. Hampir seluruh perut buminya dihuni minyak bumi, gas dan batubara. Bisa dikatakan hampir 50% wilayah Kota Prabumulih terdiri atas kandungan mineral batubara. Kota Prabumulih, berjarak sekitar 100 km dari Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, dikenal sebagai kota minyak juga percontohan jaringan pipa gas nasional. Sebuah pompa sumur minyak tua yang masih beroperasi, milik Pertamina sebagai tanda bahwa perjalanan sudah masuk wilayah Kota Prabumulih. Pompa minyak itu berada persis di pertigaan jalan Kota Prabumulih menjadi pemandangan yang langka dan jarang ditemukan di kota lain. Itulah salah satu simbol kota penghasil minyak bumi ribuan barel dan jutaan meter kubik gas alam setiap tahunnya. Tak ayal Prabumulih dikenal sebagai kota minyak. Di kota ini pula terdapat Kantor Pertamina Daerah Operasi Hulu Sumatera Bagian Selatan. Kantor yang membawahi seluruh operasi eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di Sumatera Selatan. Pompa sumur minyak itu menjadi monumen kejayaan minyak di Prabumulih. Provinsi Sumatera Selatan sangat dikenal sebagai penghasil minyak dan gas terbesar kelima di Indonesia. Prabumulih yang memiliki luas wilayah 434,50 km2 ini menjadi bagian dari sejarah perminyakan di Sumatera Selatan. Cerita kejayaan minyak sebenarnya sudah tersiar kabar sejak jaman Kerajaan Sriwijaya. Sekitar tahun 972, masyarakat di sana sudah mengenal minyak bumi sebagai komoditas yang diperdagangkan. Bukti sejarah ini tercatat dan dokumen sejarah Cina. Di mana Kerajaan Sriwijaya kala itu, menurut catatan sejarah, kerap mengirim minyak bumi yang dikemas dalam guci ke daratan Cina. Komoditas minyak bumi oleh masyarakat Cina dimanfaatkan sebagai bahan obat. Dan cara memperoleh minyak bumi, kala itu sangat mudah hanya dengan menciduk rembesan minyak bumi yang muncul ke permukaan tanah. Dari gambaran di atas terbayang, betapa mudahnya mendapatkan minyak
bumi tanpa harus menambang, seperti menciduk air di permukaan tanah. Kerajaan Sriwijaya pun menjadikan minyak bumi sebagai komoditas unggulan yang diekspor ke negeri Cina, nan jauh di seberang utara negeri ini. Meski demikian, tidak banyak yang mengetahui asal usul Prabumulih secara pasti. Konon menurut cerita Prabumulih diambil dari kata Mehabung Uleh, berarti tanah yang meninggi. Tanah ini ditemukan empat bersaudara yakni Minggun, Dayan, Risek dan Jamih. Keempat bersaudara itu ingin membuka nagari dengan melakukan sedekah rimbe, sedekah untuk memohon petunjuk Tuhan dan muncullah tanah Mehabung (meninggi). Di daerah situlah akhirnya didirikan empat kampung, yang kemudian lebih dikenal dengan Mehabung Ule terus diganti d e n g a n Pehabung Ule. P a d a zaman Belanda Pehabung Ule diganti menjadi Peraboeng Ngoele dan pada zaman Jepang menjadi Peraboe Moelih, dan disempurnakan Pemerintah Indonesia menjadi Prabumulih hingga sampai sekarang. Prabumulih, awalnya sebuah kecamatan yang masuk wilayah Kawedanan Lematang Ogan Tengah dan kebetulan kantor kawedanan berada di wilayah itu. Pada Tahun 1965 melalui UU No. 18/1965 status administrasif kawedanan yang dihapus diganti Kecamatan Prabumulih. Melalui Peraturan Pemerintah No. 18/1982, Prabumulih ditetapkan sebagai Kota Administratif yang menjadi bagian dari Kabupaten Muara Enim. Seiring perkembangan akan potensi migas yang dimiliki, Prabumulih memilih pisah dengan induknya Muara Enim.
Ladang minyak yang berada di Kota Prabumulih, seperti ladang sumur minyak Limau Timur, Talang Jimar, kecil Gunung Kemala, dan beberapa struktur kecil lainnya, bisa diandalkan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui perjuangan panjang, kota ini berubah menjadi kota otonom berdasarkan berdasarkan Undang– Undang No. 6 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Prabumulih. Tepatnya 17 Oktober 2001 resmi menjadi Pemerintah Kota dan berkembang
menjadi 6 Kecamatan, 25 Kelurahan dan 12 Desa. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Lembak dan Kecamatan Tanah Abang – Kabupaten Muara Enim. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Lubai – Kabupaten Muara Enim. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Lembak dan Kecamatan Gelumbang – Kabupaten Muara Enim. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Rambang Dangku – Kabupaten Muara Enim. Setelah ditetapkan sebagai Volume XVIII
JULI 2017
15
JEJAK pemerintah kota, Prabumulih dipimpin Sudjiadi sebagai pejabat walikota yang ditetapkan menteri dalam negeri. Sudjiadi diberikan kewenangan membentuk perangkat pemerintah daerah dan legislatif (DPRD) kota. Di awal kepemimpinan Sudjiadi, kota ini memperoleh pembagian hasil migas dari Pertamina sekitar 41.53 miliar di tahun 2002 atau sekitar 35,7 persen dari total PAD-nya. Dan Tahun 2003, masyarakat kota melakukan pemilihan langsung pertama kali yaitu Rachman Djalili sebagai Walikota dan Yuri Gagarin sebagai Wakil Walikota periode 2003-2009. Untuk periode berikutnya, Rachman Djalili masih dipercaya masyarakat memimpin kembali Kota Prabumulih periode 20092013. Pada kepemimpinan periode ketiga baru beralih ke Ridho Yahya dan Andriansyah sebagai Walikota dan Wakil Walikota Prabumulih 2013-2018. Denyut Pembangunan Kota Prabumulih, tergolong usia muda, yang baru menginjak 15 tahun, tepatnya 16 Oktober 2016 lalu, terus mengejar ketertinggalan membangun daerahnya. Debut pembangunan terasa sejak ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) tahun 2001. Walikota Ridho Yahya dan Wakil Walikota
16
Volume XVIII JULI 2017
Ridho Yahya, Walikota Prabumulih. Andriansyah Fikri periode 2013-2018 memperkuat pembangunan Prabumulih dengan visi dan misi Prestasi, Religius, Inovatif, Mandiri dan Aman (Prima). itu menjadi spirit jajaran pemerintah kota dan masyarakat untuk berkarya. Pada aparatur pemerintah kota, tertanam konsep bekerja cepat, tepat dan selamat. Ini semua untuk mengejar ketertinggalan Kota Prabumulih dari daerah lainnya. Pemerintah Kota Prabumulih banyak membuat program-program yang mensejahterakan masyarakatnya. Untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah, dibangunkan Rusunawa. Mereka yang tidak memiliki biaya menikah, Pemerintah Kota melaksanakan nikah masal pada 16 Okotber 2016 lalu. N i k a h masal ini pemecah rekor Muri, di mana nikah masal itu diikuti sekitar 2.000 pasangan tidak mampu. Rekor Muri itu diberikan saat Kota Prabumulih
berulang tahun yang ke-15. Tidak hanya itu, program swadaya membangun rumah baru layak huni, dibiayai infak dan sodakoh, yang dikumpulkan pegawai pemerintah kota. Selain minyak bumi dan jaringan gas yang membuat Prabumulih dikenal, juga daerah ini penghasil nanas berkualitas. Hasil nanas menjadi trade mark kota, ini bisa dilihat di sepanjang jalan lintas Sumatera, yang melintasi kota ini, banyak dijual buah nanas yang memilik rasa manis luar biasa. Kota ini memiliki kebun nanas seluas 2.143 ha. Penanaman nanas ini dilakukan tumpang sari di kebun karet, yang memberikan hasil 2.965 ton nanas setiap kali panen. Nanas hasil produksi Prabumulih, memang mengandung kadar gula tinggi dan cocok sebagai buah segar karena rasanya yang khas. Prabumulih juga dikenal sebagai penghasil beberapa komoditas unggulan seperti karet, nanas, dan kelapa sawit. Di sektor perdagangan, Prabumulih ditopang dua pasar tradisional dan dua buah pasar modern. Di sektor indutri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Prabumulih mencatat tahun 2006, terdapat 122 perusahaan industri kecil dan menengah. Tahun 2007 berkembang menjadi 247 usaha baik besar, menengah dan kecil. Harapannya ke depan perkembangan industri di kota ini semakin meningkat.
PROFIL
Kerja Keras Bangun Balikpapan Sosok yang bersahaja, gaya bicara yang santun, mengesankan cakap menghargai persahabatan. Cita-cita tak pernah mimpi jadi kepala daerah. Berkat kerja kerasnya, nasibnya berkata lain. Rizal Effendi dipercaya memimpin Balikpapan dua periode.
M
asa remajanya tidak neko-neko, dilahirkan dari keluarga ekonomi yang paspasan. Kedua orang tuanya berprofesi sebagai guru, mendidik anak-anaknya penuh dengan kerja keras dan disiplin. Masa pendidikan Rizal Effendi dihabiskan di Samarinda, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pria kelahiran Balipapan, 27 Agustus 1958 silam ini menyadari keterbatasan ekonomi keluarga. Setelah lulus Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), tahun 1975, Rizal Effendi pun kerja serabutan. Setelah terkumpul dana, sekitar tahun 1979 Rizal melanjutk an pendidikan di Universitas Mulawarman, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. I a te rg o l o n g mahasiswa yang rajin dan tekun b e l a j a r. D i s e l a sela mengikuti pelajaran di
kampusnya, dia terlibat mengelola majalah kampus dan organisasi mahasiswa lainnya. Tepat tahun 1984, Rizal Effendi menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Mulawarman, Samarinda. Usai menyelesaikan pendidikannya, Rizal menekuni profesi wartawan. Awal karirnya sebagai wartawan freelance dengan penghasilan tidak menentu. Profesi ini telah membentuk jati dirinya. Dalam menjalani hidup, Rizal selalu mengingat wejangan orang tuanya; kerja keras dan berdoa, selebihnya biar tuhan yang mengatur jalan hidup, terang Rizal di akun Instagram rz_effendi58. Tangga karir mulai terlihat tahun 1990 Rizal Efendi di percaya sebagai Redaktur Pelaksana di Harian Kaltim Post. Sejak itu Kaltim Post berhasil menjadi trend setter pemberitaan di Kalimantan. Kepiawiannya menulis analisa politik semakin melambungkan namanya, seperti di muat di Majalah Tempo. Rizal Effendi menik ah dengan Yohana Palupi Arita. Dari perkawinannya itu dikaruniai tiga orang anak. Karirnya perlahan dan pasti. Berbekal
segudang pengalaman, dia mencoba peruntungan di bidang politik. Tepatnya 1994, Rizal dipercaya sebagai Anggota MPR-RI Utusan Daerah. Karir politik Rizal semakin moncer. Karir sebagai anggota MPR RI dijalani setahun, lalu dia kembali ke Balikpapan menjadi Pimpinan Redaksi Harian Kaltim Post, 1995-2006. Di luar bisnisnya, Rizal juga pernah menduduki posisi Wakil Ketua Persatuan Wartawan Seluruh Indonesia. Nama Rizal samakin berkibar, tahun 2003, dia dipercaya sebagai Direktur Umum Perusahaan Daerah Listrik Kaltim, Samarinda hingga tahun 2006. Kinerja perusahaan daerah semakin meningkat dan sosok rizal mulai diperhitungkan di lingkungan pemerintah Kota Balikpapan. Tak lama berselang, Rizal diminta mendampingin walikota incumbent Imdaad Hamid, maju Pilkada Kota Balikpapan dan masyarakat mempercayai pasangan ini memimpin Kota Balikpapan periode 2006-2011. Jabatan wakil walikota, semakin membuat Rizal banyak memahami birok rasi dan masalah perkotaan. Pengalaman itu semakin memantapkan langkah Rizal Effendi maju mencalokan Walikota Balik papan tah u n 2 0 1 1 berpasangan dengan Sekretaris Daerah Kota Balikpapan, Heru Bambang. Banyak penghargaan diraih Alumni Universitas Mulawarman (1975 – 1984), menjadi Presiden CityNet 2012-2016, Ketua Umum Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi periode 2013-2017, mantan Ketua Umum AKKOPSI ini meraih Lencana Darma Bhakti dari Pramuka pada tahun 2011, Pembina K3 dari Kementerian Tenaga Kerja tahun 2013, tokoh Pembina Koperasi dari Kementerian Koperasi dan UMKM dan Kepala Daerah Peduli Pendidikan dari Kementerian Pendidikan. Pada tahun 2016, Rizal Effeni maju kembali pemilihan walikota yang didampingin Rahmad Mas’ud sebagai wakil walikota. Pilkada ini dimenangkan Pasangan Rizal Effedi Rahmad Mas’ud memimpin Balikpapan periode 2016-
Rizal Effendi, Walikota Balikpapan. Volume XVIII
JULI 2017
17
PROFIL 2021. Rizal Effendi di APEKSI, menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan. Menuju Kota Nyaman Dihuni Kunci sukses kememimpinannya tidak lepas dari inovasi dan krativitas mengelola perkotaan. Di tengah menghadapi perubahan jaman, Rizal Effendi nyakin inovasi dan krativitas mengelola perkotaan mampu mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Sebagai Walikota Balipapan, Rizal memiliki perhatian yang besar terhadap kenyamanan dan keter tiban kota. Melalui visi dan misinya, pembangunan Balikpapan bisa dinikmati generasi saat ini, juga tetap menjaga kebutuhan generasi mendatang. Ini tidak mudah diwujudkan. Sebab Balipapan di kelilingi daerah yang justru mengandalkan sektor pertambangan sebagai menggerakan roda ekonominya. Jajaran pemerintah yang dipimpinnya telah berkomitmen tidak membuka lahan pertambangan. Sebagai gantinya faktor penggerak ekonomi di didorong dari meetings, incentives, conventions, exhibitions (MICE). Kota ini pernah meraih penghargaan sebagai kota terbersih di Tingk at Asean, tahun 2011. Pengakuan ini membanggakan Kota Balikpapan sebagai kota berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan dan kota terbersih seASEAN, menggungguli 10 kota lain di Asean. Pembangunan berkelanjutan, selaras konsep Eco Cities dan daya dukung lingkungan Kota Balikpapan. Sejumlah keberhasilan lain yang pernah diraih selama memimpin Kota Balipapan. Diantranya Piala Adipura Kencana hampir setiap tahun, Balikpapaan sebagai kota percontohan pengelolaan sampah 3R tahun 2017. Selain itu, prestasi lainnya adalah meraih 22 Piala Wahana Tata Nugraha, penghargaan tertib lalu lintas. Juga m e n i n g k at k a n I n stitut Tek nologi Kalimantan (ITK) menjadi Pusat Pendidikan Teknologi se-Kalimantan. Namun saat ini Kota Balikpapan menghadapi sejumlah tantangan. Tahun 2017 ini Pemerintah Kota Balikpapan sedang menghadapi defisit anggaran 18
Volume XVIII JULI 2017
sebesar Rp 577 miliar. Sejumlah proyek besar harus dirasionalisasikan, yang tertunda, sampai dihentikan. Kondisi itu jelas berpengaruh terhadap ekonomi kota ini. Namun Rizal Effendi terus melakukan inovasi. Diantaranya terus mendorong masuknya investor ke Balikpapan dengan mempermudah semua perijinan usaha, membuat sistem yang transparan agar kepastian berusaha bisa diwujudkan. Inovasi lain, untuk menggerakan ekonomi Rizal mendorong tumbuhnya ekonomi kreatif di kota ini. Diharapkan ekonomi kreatif mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi kota dana mengatasi masalah pengangguran. Inovasi layanan publik , membuat proses perijinan usaha semakin mudah dengansistem on-line sistem. I ni untuk memudahkan investor masuk ke Balikpapan dengan sistem yang transparan dan terukur. Meski Balikpapan di tengah kesulitan, namun sejumlah proyek besar bisa diselesaikan tepat waktu. Seperti Gedung Parkir Klandasan, Balikpapan Islamic Center dan Stadion Utama Balikpapan. Proyek itu bisa di operasionalkan mulai tahun 2016. Keberhasilan ini tidak lepas dari sikap
masyarakat yang mendukung program pemerintah. Gaya kepemimpinan Rizal yang santai namun tetap tegas menjaga masyarakat yang heterogen. Hidup rukun damai menjadi modal Pemerintah Kota membangun Balikpapan semakin maju. Dan ini menjadi contoh daerah lain. Bahkan Presiden Joko Widodo kerap menginap di Balikpapan saat berkunjung ke Kalimantan Timur. Presiden mengapresiasi situasi yang kondusif di Kota Balikpapan, kota yang aman, nyaman, dan damai. Di tengah isu persatuan bangsa yang terkoyak, Rizal menyoroti maraknya berita hoax. Ini menandakan belum dewasanya masyarak at I ndonesia memanfaatkan teknologi informasi, seperti membenturkan ideologi pancasila dan agama. Ini mengundang perpecahan di tengah masyarakat. Rizal Effendi berharap, itu jangan sampai terjadi di Balikpapan, masyarakat semakin cerdas menyikapi informasi. Bukan jaman nya mempertentangkan perbedaan, itu sudah menjadi karakter bangsa Indonesia, berbeda-beda tetap satu jua (NKRI). Yang penting, tambah Rizal, bagaimana saling mengisi, bersinergi, dan mendukung untuk pembangunan perkotaan lebih modern.
AGENDA APEKSI
Rekomendasi Komwil III
Pemerintah kota yang tergabung dalam Komisariat Wilayah III APEKSI, menjalin sinergi pada Musyawarah Komisariat Wilayah (Muskomwil) III APEKSI, yang berlangung di Hotel Onih, Kota Bogor, 26-28 April 2017.
T
ema yang diusung “Implikasi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah”, yang menghadirkan pembicara dari Kementerian Dalam Negeri, tenaga ahli dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan case study dari walikota Bogor dan walikota Surakarta. Rakerwil ini juga membahas sejumlah agenda mulai pemilihan dan pembentukan pengurus Komwil III APEKSI periode 2017-2020, pembuatan rekomendasi yang akan dibawa ke Rakernas tahun 2017 di Kota Malang. Juga sebagai ajang silaturahmi juga saling bersinergi. Direktur Eksekutif APEKSI, Sarimun Hadisaputra dalam kata sambutan mengatakan berlakuknya UU No. 23
Tahun 2014, berdampak pada pembagian urusan pemerintahan. Namun hingga saat ini baru muncul PP No. 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah, yang menjadi masalah di mana implementasinya belum sesuai dengan yang diharapkan. Sementara Ketua Komisariat Wilayah (Komwil) III, APEKSI, Ridwan Kamil, saat pembukaan Musyawarah Komisariat Wilayah (Muskomwil) III APEKSI tahun 2017 mengatakan Indonesia merupakan negeri yang luar biasa. Indonesia akan menjadi negara yang hebat dengan setidaknya dua cara yahni memiliki presiden super atau walikota (united majors) kompak. “Itulah kenapa saya kemana pun bersemangat selalu bilang kurangi kata kompetisi, perbanyak kolaborasi,” terangnya. Sebab menurutnya, jika di antara sesama kepala daerah terus
saling berkompetisi yang akhinya tidak saling berbagi (pengalaman dan pengetahuan). Untuk itu Komwil III diharapkan mampu memberikan rekomendasi yang akan dibawa ke Rakernas APEKSI di Malang. Selain itu, Komwil III harus mampu menelorkan prgram kerja sesuai harapan anggota dan mampu melahirkan inovasi baru untuk mensejahterakan masyarakatnya. Raker juga menyepakati bahwa program kerja pengurus Komwil III APEKSI Periode 2017-2020 disusun oleh Pengurus Komwil III APEKSI Periode 20172020. Program kerja itu akan disahkan pada Rakomwil bulan Nopember 2017 di Jakarta Barat. Menetapkan Kota Jakarta Barat sebagai tuan rumah rapat koordinasi Komisariat Wilayah III, yang akan berlangsung bulan November 2017 dan Walikota yang terpilih sebagai Ketua Komwil III sebagai periode 2017-2020, sebagai tempat rapat kerja komisariat wilayah III 2018 sebelum Rakernas 2018. Dalam pembukaan akan dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama Aplikasi Hibah Smart City antara Pemkot Bandung dengan anggota Komisariat Wilayah (Komwil) III Apeksi. Muskomwil III Tahun 2017 di Kota Bogor juga, walikota Bandung sebagai Ketua Komwil III APEKSI 20142017 akan menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Komwil III APEKSI periode 2014-2017. Sejumlah rekomendasi Komwil III APEKSI, yang dibawa ke Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APEKSI Tahun 2017, di Malang. Antara lain merevisi PP 18 Tahun 2016, mendorong munculnya regulasi kelembagaan RSUD, Kesbangpol dan BPBD, meninjau regulasi UPT bagi RSUD, moratorium PNS di daerah, penarikan kewenangan pendidikan dan tenaga kerja ke provinsi, persentase PBB dan PBHTB, dan mendorong percepatan regulasi 5 % dana kelurahan.
Volume XVIII
JULI 2017
19
AGENDA APEKSI
Rekomendasi Komwil V APEKSI Sekitar empat jam sebelum pelaksanaan Rapat Kerja Komisariat Wilayah V, APEKSI, 12 April 2017, Walikota peserta Rakomwil melakukan kegiatan sepeda santai menyusuri Kota Tarakan. Sambil mengayuh sepeda, mereka bercanda riang dan merasakan sejuknya udara kota. Lalu para walikota itu melakukan aksi penanaman pohon di depan museum perminyakan dan perang dunia ke II di Kota Tarakan.
U
sai kegiatan itu, mereka menghadiri Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil 1) 2017, yang dilakukan Komisariat Wilayah V, APEKSI yang berlangsung 12-15 April 2017, di Gedung Serba Guna Kantor Walikota Tarakan, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Hadir dalam acara itu Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie; Ketua Dewan Pengurus Nasional APEKSI, Airin Rachmi Diani; Ketua Komwil V Apeksi Regional Kalimantan, Ibnu Sina; serta sembilan walikota di Kalimantan. Raker Komwil V Tahun 2017 ini membawa tema “Inovasi Pelayanan Perizinan untuk Peningkatan Pendataan Asli Daerah (PAD) melalui Implementasi Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah”. Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie, dalam pembukaan acara mengingatkan ke depan tantangan dan permasalahan perkotaan kian komplek. Seorang walikota, dituntut memiliki inovasi dan networking yang luas. Untuk menjadikan kotanya maju, walikota harus menata kotanya nyaman dan tertib. Tidak hanya itu, Irianto juga mengajak seluruh walikota yang hadir membangun dan menumbuhkan wirausaha di kotanya 20
Volume XVIII JULI 2017
serta jangan berhenti untuk terus melakukan inovasi di daerahnya. S e m e n t a r a Ketua Dewan Pengurus Apeksi, Airin Rachmi Diany, mengatak an kegiatan raker merupakan kegiatan rutin sebagai wadah menyuarakan kepentingan perkotaan. Setiap raker akan menghasilkan beberapa rekomendasi yang akan disampaikan ke pemerintah pusat. Semua itu untuk memberikan kontribusi peningkatan layanan publik yang lebih baik. Seperti dana bagi hasil, terang Airin, pemerintah pusat kerap terlambat melakukan transfer ke daerah, khususnya di kalimantan ini. Ini jelas membuat pemerintah kota kelimpungan, tidak bisa melakukan pembangunan dan layanan publik dengan cepat. Belum lagi banyak urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, namun masyarakat mengeluh dan menyampaik an ke pemerintah kota. Melalui kegiatan Rakerwil ini, Airin berharap bisa menghasilkan program k e r j a d a n g a g a s a n ya n g i n ovat i f mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Setidaknya, hasil rakerwil ini dapat meningkatkan layanan publik dan
membuat Indonesia semakin lebih baik. Selain memimpin Rakerwil, Airin Rachmi Diany menjadi pemateri terkait problematika yang dihadapi pemerintah kota di Indonesia. Ketua Komisariat Wilayah (Komwil) V APEKSI, Ibnu Sina menambahkan Rakerwil kali ini merupakan kegiatan yang sangat strategis, mengingat Kalimantan merupakan pulau besar di Indonesia dan memiliki beragam potensi yang luar biasa. Dimana tema yang di angkat dalam Rakerwil kali ini bisa menelorkan rekomendasi yang akan di bawa ke Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APEKSI di Malang bulan Juli 2017. Dalam acara ini pula, Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina dikukuhkan sebagai Ketua Komisariat Wilayah (Komwil) V, APEKSI masa bakti 2016-2019. Selain itu, Rakerwil 1 menghasilkan 15 rekomendasi yang akan di bawa ke Rakernas XII APEKSI di Malang.
AGENDA APEKSI
Komwil I: Berbagi Best Practice
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Komisariat Wilayah I, Sumatera menggelar rapat kerja di Kota Batam. Acara berlangsung di Ballroom Hotel Radisson, dari 19 hingga 21 April 2017 itu diikuti sekitar 24 pemerintah kota anggota Komwil 1 APEKSI.
W
akil Ketua I Bidang Pemerintahan, Dewan Pengurus APEKSI, Dzulmi Eldin saat membuka raker mengatakan raker ini merupakan kegiatan rutin yang diamanatkan dalam AD/ART APEKSI, minimal satu kali dalam satu tahun. Sebagai organisasi, APEKSI memiliki tujuan membantu anggota melaksanakan praktik otonomi daerah serta melakukan kerjasama antar daerah sejalan nafas dan semangat desentralisasi. Eldin mengajak seluruh anggota dapat memberik an perhatian dan
kontribusi yang maksimal dalam raker ini, sehingga terwujudnya program kerja yang sesuai dengan keinginan. Di samping itu dapat terus menciptakan inovasi guna meningkatklan kesejahteraan masyarakat. Raker kali ini juga menghadirkan pemaparan dari Kemenpan dan RB serta Kemendagri dengan tema profesionalitas ASN dan otonomi daerah. Rangkaian kegiatan mulai dari pameran, penanaman pohon, kunjungan potensi Kota Batam, pertunjukan seni dari masing-masing kota, sampai ladies programme. Yang menarik adalah aksi penanaman pohon, dimana setiap walikota yang hadir membawa bibit
pohon unggulan, seperti dari kota padang membawa pohon Andalas. Ketua Komwil I Apeksi yang juga Walikota Padang, Mahyeldi Dt Marajo menambahkan Raker merupakan agenda rutin tahunan yang tak sekedar menjadi ajang silaturahmi tetapi saling tukar best practice. Setiap pemerintah kota, terangnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Seper ti Kota Padang bisa berbagi pengalaman penataan PKL ke Kota Tebing Tinggi. Kota Medan bisa berbagi pengetahuan bidang sosial tenaga kerja. Kota Banda Aceh dapat memberikan rahasia suksesnya di bidang penataan ruang terbuka hijau ke lain. Raker bertujuan untuk memantapkan program kerja APEKSI Komwil I periode 2015-2018 dan menelorkan rekomendasi untuk dibawa ke Rakernas APEKSI 2017 di Malang. Sejumlah program kerja yang berhasil di sepakati antara lain peningkatan kerja sama best practice antar kota, peningkatan kualitas egovernment, bidang infrastrukstur, dan lingkungan hidup. Di penguhujung Raker, semua walikota yang hadir meneken Piagam Batam, yang berisi poin penting komitmen untuk yang mendukung praktik ASN yang profesional. Itulah tekad para walikota, yang tergabung dalam Komwil I untuk muwujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Selain itu, Komwil I juga menelorkan rekomendasi yang bakal di bawa ke Rakernas APEKSI bulan Juli Mendatang di Malang. Rekomendasi yang dibawah ke Malang antara lain; pelaksanaan otonomi di Batam perlu di tinjau ulang, untuk di Nangro Aceh Darussalam meminta diterapkan perjanjian Helsinki, singkronisasi aturan di pemerintah pusat kementerian dan daerah, penyempurnaan PP No. 18 Tahun 29016 tentang Perangkat Daerah. Untuk bidang ASN, mondorng moratorium penerimaan ASN agar daerah bisa menambah pegawai sesuai kebutuhan daerah, meweujudkan ASN profesional melalui piagam Batam. Volume XVIII
JULI 2017
21
IKLIM INDONESIA
EDISI
Juli
2017
[email protected]
HEADLINE
Knowledge Management Forum
Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Pembangunan Kota yang Berketahanan Iklim
S
alah satu pihak yang sangat penting terlibat dalam membangun ketahanan kota adalah masyarakat. Masyarakat adalah pihak yang merasakan langsung dampak yang terjadi. Masyarakat yang dapat mencatat atau mendokumentasikan langsung gejala-gejalan atau tanda-tanda alam yang terjadi pada perubahan iklim maupun akan terjadinya bencana. Masyarakat juga yang mengetahui kebutuhan yang perlu disediakan dalam menghadapi bencana di lapangan. Untuk itu masyarakat adalah pelaku penting yang harus terlibat dalam proses membangun ketahanan kota. Selama ini partisipasi masyarakat sudah menjadi salah satu pilar pembangunan di berbagai sektor. Faktanya masih banyak proses pembangunan yang masih belum menempatkan masyarakat menjadi salah satu pelaku pembangunan. Masih banyak proses pembangunan yang hanya menggunakan forum masyarakat sebagai formalitas proses partisipasi masyarakat tanpa betul-betul mengakomodir aspirasi yang disampaikan masyarakat atau bahkan perwakilan masyarakat yang terlibat tidak betulbetul menjadi perwakilan masyarakat namun hanya mejadi perwakilan kelompok tertentu. Pada akhirnya tidak sedikit proses pembangunan yang bermasalah atau terhambat, akibat tidak sinkronnya dengan kebutuhan masyarakat. Namun sudah banyak pula proses pembangunan oleh pemerintah yang menempatkan masyarakat sebagai salah satu pelakunya. Banyak praktik pembangunan yang mencapai sukses karena proses partisipatif dari berbagai
22
Volume XVIII JULI 2017
pihak terutama masyarakat. Masyarakat pun memberikan umpan balik tingkat kepuasan yang cukup baik terhadap pemerintah yang telah bekerja dengan proses yang profesional dan partisipatif. Bentuk penghargaan tidak hanya oleh penilaian kepuasan masyarakat, apreasiasi oleh pemimpin pemerintah saja namun juga dari publik baik secara lokal, nasional maupun global yang semakin mengakui prestasiprestasi tersebut dalam bentuk dukungan dan kerjasama yang semakin meningkatkan kinerja pemerintah itu sendiri. Knowledge Management Forum (KMF) pertama kali diselenggarakan pada tahun 2013, merupakan suatu forum yang terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan ruang diskusi yang kondusif agar dapat menjadi tempat berbagi pengetahuan, pembelajaran, dan best-practice; serta untuk membangun kepercayaan dan jejaring antar kota yang telah bekerja dalam membangun ketahanan iklim. KMF ini merupakan kegiatan yang dibangun APEKSI bersama Mercy Corps Indonesia di bawah program Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN), di mana program ACCCRN ini telah rampung pada akhir tahun 2016. KMF sendiri merupakan bagian dari aktivitas Pokja Perubahan Iklim Apeksi yang turut melibatkan pemerintah kota lainnya. Dalam KMF tahun 2017 ini, Apeksi bermaksud mengambil tema pentingnya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kota-kota berketahanan terhadap bencana iklim di Indonesia. KMF tahun 2017 yang mengambil tema tentang pentingnya “Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Pembangunan Kota yang Berketahanan Iklim” ini, penyelenggaraannya bekerja sama dengan APIK sebagai wujud komitmen bersama dalam mewujudkan Indonesia yang berketahanan terhadap bencana iklim. APIKL (Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan) merupakan proyek lima tahun dari USAID yang ditujukan untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam memperkuat iklim dan ketahanan bencana, yang bekerja secara terpadu dari tingkat nasional hingga ke tingkat daerah dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan terkait dengan kerjasama antara APEKSI dan APIK ini, antara lain adalah membuat serangkaian FGD (Focus Group Discussion) yang bertujuan untuk membuat suatu Rencana Strategi Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana (APIPRB). Serangkaian FGD ini melibatkan beberapa anggota dari Pokja Perubahan Iklim Apeksi dan beberapa kota binaan APIK dari Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Provinsi Maluku. Kegiatan Knowledge Management Forum (KMF) tahun ini dilaksanakan oleh APEKSI bekerja sama dengan APIK – USAID pada tanggal 25-27 April 2017 di Hotel Holiday Inn Express Kota Surabaya. Kegiatan ini dihadiri oleh 22 orang peserta dari 17 kota, yang menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc, Dir. Adaptasi Perubahan Iklim, Ditjen PPI – KLHK, Ala Baster, S.Sos., MT, Kasubdit. Lingkungan Hidup, Ditjen Bangda – Kemendagri, dan Imam Karya Bakti, Koordinator Program API PRB APIK - PATTIRO, serta difasilitasi oleh empat orang dari APEKSI, satu orang dari APIKUSAID, dan satu orang dari ACCCRN Network – Mercy Corps Indonesia.
Volume XVIII
JULI 2017
23
AGENDA APEKSI
Walikota Kompak, Indonesia Maju Saat sambutan mengakhiri Jabatan Ketua Komisariat Wilayah (Komwil) III Apeksi, Ridwan Kamil menyemangati anggota Apeksi untuk senantiasa meningkatkan kolaborasi menuju Indonesia hebat. Hal itu disampaikan pada pembukaan Musyawarah Komwil III, di Bogor 27 April 2017. Indonesia sangat mungkin menjadi hebat, menuju kekuatan ekonomi ketiga dunia bila walikotanya kompak.
H
asil pertemuan dengan Profesor dari Harvard University, terang Emil, mengingatkan Indonesia bisa menjadi negara hebat. Bila memiliki seorang presiden super atau memiliki united mayor (kepala daerah) yang kompak. Setidaknya dengan kompaknya walikota, dengan melupakan kompetisi, bisa saling berbagi ilmu dan best practice. Emil berhitung bila langkah ini dilakukan Walikota di Komwil III Apeksi dan menyebar ke komwil lain, serta bisa berbagi dengan kabupaten lain, jelas untuk mencapai Indonesia hebat sangat mudah. Inilah pintu gerbang menuju Indonesia hebat, menjadi kekuatan ekonomi ketiga tahun 2030. Tentu ada syarat yang harus dipenuhi, di antaranya terang Emil bila pemerintah mampu menjaga stabilitas ekonomi dan politik, sosial masyarakat damai tidak terbelah, ditambah adanya bonus demografi yang dimiliki bangsa Indonesia. Setelah Indonesia merdeka 100 tahun, sekitar tahun 2045, Indonesia bisa menjadi 24
Volume XVIII JULI 2017
negara maju dan hebat di urutan ketiga dunia. Ini perjuangan yang panjang untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi bangsa ini minimal 5% per tahun, dan saat ini sudah mencapai 5,9 %. Yang berikutnya, Emil mengingatkan jangan sampai ada krisis sosial politik. Seperti Pilkada, Pilpres, dan Pileg serentak berjalan kondusif. Jangan ada pula, pemimpin baru dilantik terjadi gonjangan dan kembali ke titik awal. Ini sangat merugikan bangsa ini. “Jika kondisi di atas terjaga, kita bisa masuk tiga besar kekuatan ekonomi dunia,” terangn Emil. Selain itu, syarat yang tidak kalah penting, Emil menegaskan masyarakat kota harus kompetitif, jangan ada pengangguran terselubung. Seperti ormas dan LSM yang kesannya sibuk padahal tidak produktif. Itu menjadi tanggung jawab pemerintah kota mencarikan solusi bagaimana mengatasi pengangguran terselubung itu. Emil percaya bila semua itu bisa diatasi dengan baik, generasi kota bisa
kompetitif, ekonomi bisa tumbuh minimal 5% per tahun, tidak ada krisis sosial politik, Indonesia pada tataran kekuatan ekonomi ke 3 dunia. Inovasi Layanan Publik Untuk meningkatkan peran layanan publik, pemerintah kota harus mampu menghadirkan layanan publik yang smart. Prinsip layanan publik bukan lagi masyarakat mendatangi birokrasi, tetapi birokrasi memfasilitasi layanan yang siap hadir di tengah masyarakat setiap saat. Pemerintah Kota Bandung sudah menerapkan layanan publik yang bisa di akses dengan mudah oleh masyarakat. Ini cukup dilakukan dengan aplikasi yang disediakan oleh pemerintah kota yang sampai saat ini minimal sudah ada 300 aplikasi di Kota bandung. Melalui layanan publik secara online, masyarakat tidak perlu mendatangi birokrasi, tidak pelu mengantri, cukup
AGENDA APEKSI melalui SMS, semua layanan bisa terdistribusikan dokumen tersampaikan tepat sasaran. Perijinan UKM di Kota Bandung, contohnya, untuk kreteria dibawah 500 juta sudah dihilangkan. Cukup lapor secara on-line. Hasilnya waktu tiga bulan mampu menumbuhkan 30 ribu pengusaha baru. “Inovasi seperti itu menjadi tolok ukur kemajuan birokrasi di Indonesia”, tambah Emil. Begitu pula, reformasi birokrasi di Kota Bandung mampu memotong jalur birokrasi yang panjang. Melalui e-budgeting Pemerintah Kota Bandung saat ini tidak menemukan lagi program yang diajukan secara manual oleh SKPD. Langkah konkrit ini mampu menghemat anggaran pemerintah kota yang mencapai Rp 1 triliun. Penghematan itu diperoleh dari program, sebelumnya tidak memberi manfaat ke masyarakat, e-budgeting yang mampu mengevaluasi program mana yang memberikan manfaat, program mana yang minim manfaat. Melalui e-budgeting pula pemerintah kota Bandung bisa mencoret 200 program yang dianggap menyimpang. “Bila aplikasi ini bisa diterapkan di pemerintah daerah lainnya, saya kira terjadi penghematan luar biasa,” jelasnya. Untuk mencapai penilaian kinerja tinggi, Emil berbagi
resep, tidak terlalu sulit dicapai semua pemerintah daerah. Asal, pemerintah kota mau berbagi ilmu dan pengetahuan seperti di atas best practice yang dicapai. “Mudah-mudahan semua pemerintah kota mau berbagi dengan lainnya, tidak ada kota yang sempurna, di tengah kekurangan masing-masing berbagi semakin menginspirasi,” tambahnya. Sebab, jelas Emil, inovasi menjadi ukuran masa depan kota. Kota yang minim inovasi akan menjadi kota yang biasa saja. Tetapi bagi kota yang penuh dengan inovasi, akan tampil menjadi kota luar biasa. Bisa dikatakan kota yang menjauhi inovasi, bakal menjadi kota yang pembangunan dan pertumbuhannya menjadi lambat. “Kota yang penuh inovasi, pembangunan bakal cepat dirasakan m a s y a r a k a t ,” terangnya. U n t u k menghasilkan inovasi, jelas terk ait dengan remunerasi PNS di Kota itu. Pemerintah Kota Bandung, dengan adanya penghematan, mampu menaikan
remunerasi PNS-nya. Saat ini, kepala SKPD bisa menerima sampai Rp 40 juta lebih, Camat 30 juta, lurah 15 juta dan pegawai baru bisa Rp 5 - 10 juta. Remunerasi tinggi tentu diimbangi dengan kinerja yang tingg pula. Dalam satu tahun harus mencapai 6.000 menit jam kerja. Sistem ini terbukti mampu meningkatkan tunjangan kinerja PNS sampai lima kali lipat. Peningkatan remunerasi itu bukan lagi mengambil dari jatah pembangunan untuk masayrakat, tetapi dari sistem yang diciptakan mampu memberikan penghematan luar biasa. Lebih lanjut, Emil menjelaskan selama dana yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan tunjangan namun digunakan untuk membayar honor yang seharusnya tidak perlu. Sebab, yang berlaku selama ini semua pekerjaan ada honornya. “Honor foto copi biayanya lebih mahal dari fotocopi itu sendiri,” terangnya. Dengan semangat berbagi, Pe m e r i n t a h K o t a B a n d u n g t e l a h menghibahkan aplikasi dan sistem birokrasi yang dimiliki kepada pemerintah Kota dan Kabupaten yang berminat menerapkan. Ini contoh konkrit berbagi dan kompak maju bersama menuju Indonesia hebat. Semoga Apeksi selalu hadir membawa percepatan pembangunan di Indonesia. Volume XVIII
JULI 2017
25
Laporan khUsus
Rakernas APEKSI XII:
Fokus Perlindungan Hukum Jadwal Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke XII, APEKSI yang sedianya dilaksanakan 12-16 Juli 2017, diundur menjadi 18-20 Juli 2017. Alasan pengunduran jadwal tidak lain karena jadwal pertama berbenturan dengan Peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) di Makassar, 12-15 Juli 2017.
P
erubahan jadwal diikuti dengan perubahan tema Rakernas. Tema sebelumnya “Membangun Kelembagaan Pemerintah Daerah yang Profesional Melalui Implementasi PP 18 Tahun 2016” berubah menjadi “Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Pejabat Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Untuk Mendukung Pembangunan Nasional”. Perubahan itu didorong adanya upaya mensinkronkan pengawasan dan pemeriksaan pejabat daerah seperti diatur UU 23 Tahun 2014 dengan yang dilakukan Aparat Penegak Hukum (APH). Acara diawali dengan welcome dinner. Keesokan hari, 19 Juli 2017 Rakernas XII dibuk a Menteri Dalam Negeri yang dihadiri Walikota beserta ASN pemerintah kota seluruh Indonesia. Tema di atas diharapkan mampu mendorong pembangunan di daerah. Tema ini sejatinya mengurai kebijakan nasional terkait perlindungan hukum pejabat yang terintegrasi. Juga kebijakan nasional terkait kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan aspek-aspek perlindungan hukumnya. Lalu bagaimana mekanisme pemeriksaan pejabat. Dalam rakernas itu juga dibahas rekomendasi kebijakan penataan kelembagaan dan 26
Volume XVIII JULI 2017
reformasi birokrasi pemerintah daerah yang ideal, rencana kerja APEKSI 2018 dan usulan penyelenggaran Rakernas tahun 2018. Pe m b i c a r a p e r t a m a dari Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, lebih fokus membahas mekanisme pemeriksaan pejabat sesuai UU 23 Tahun 2014. Apa kendala dan bagaimana mengatasinya. Isu berikutnya adalah implementasi perlindungan hukum bagi pejabat daerah terk ait dengan kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU), yang menghadirkan pembicara Menteri Perencana Pembangunan Nasional. Ini untuk mengurai pelaksanaan KPBU di daerah, instrumen hukum yang memberikan perlindungan pejabat daerah melaksanakan KPBU, lalu apa saja yang perlu disiapkan daerah untuk implementasi kebijakan itu. Dan isu strategis ketiga terkait tema utama membahas sinkronisasi mekanisme pemeriksaan pejabat sesuai UU 23 Tahun 2014 dengan menghadirkan pembicara Kapolri dan Kejaksaan Agung. Ini untuk mengetahui agenda aparat penegak hukum terkait dengan upaya sinkronisasi pelaksanaan tindakan
hukum terhadap aparatur sipil negara di instansi daerah. Sore harinya, acara dilanjutkan Indonesia City Expo dan dilanjutkan Pawai Budaya yang dipusatkan di lapangan Stadion Luar Gajayana. Keesok harinya, 20 Juli 2017, di pagi hari, sebelum melakukan rapat kerja nasional, para walikota dan pejabat daerah melakukan aksi penanaman pohon khas daerahnya di Kota Malang. Baru dilanjutkan dengan acara sidang pleno dan sidang kelompok. Usai pleno dilanjutkan pemaparan masing-masing Komisariat Wilayah I – VI Apeksi. Laporan pelaksanaan kegiatan tahun 2017 dan rencana kegiatan tahun 2018. Selamat ber-Rakernas.
Laporan khUsus
Mencari Role Model Kota Cerdas
Belum semua Pemerintahan Kota memahami apa itu kota cerdas (Smart City). Sebuah teknologi berbasis aplikasi yang memudahkan birokrasi mengelola dan menata kota. Ketidakpahaman itu terlihat ketika sejumlah pemerintah Kota justru membawa Dinas Pendidikan saat menghadiri peluncuran Rating Kota Cerdas Indonesia (RKCI) 2017, di Istana Wakil Presiden 4 Mei 2017 silam.
K
arena pejabat daerah menganggap Smart City ada hubungannya dengan kecerdasan pendidikan makanya mereka memboyong Dinas Pendidikan di acara tersebut. Sungguh sesuatu yang cukup lucu. Kondisi itu menggambarkan betapa minimnya, pemahaman terhadap konsep smartcity. Tentu apa yang dipahami, tidak lepas dari kondisi yang ada. Smartcity di Indonesia belum ada standar baku, penerapan smartcity masih parsial, belum terintegrasi.
Ketidaktahuan birokrasi Pemerintah Kota tentang apa itu Smart City memang ironis sekali. Karena pemerintah pusat kini tengah mendorong modernisasi pelayanan publik melalui jasa aplikasi berbasis IT ini. Mulai dari pendataan warga hingga layanan perijinan dan tender dilakukan secara online atau menggunakan e-procurement, ebugdeting, e-development. Farid Subhan, Direktur CitiAsia mengatakan penerapan SmartCity membuat layanan publik yang dilakukan pemerintah menjadi smart. Semua terintegrasi dengan branding
kota, ekonomi masyarakatnya smart, kehidupan di kota itu nyaman, masyarakatnya smart, lingkungan yang ada serba smart. Konsep smartcity, tambah Farid, saat ini memang menarik dan semakin terpolarisasi. Banyak yang memandang smartcity secara parsial. “Baru memiliki ebudgeting, smart living sudah menyebut diri smartcity,” jelasnya. Sebut saja, Kementerian Dalam Negeri, memiliki smartcity yang berupa e-goverment, yang berisi e-budgeting, e-procurement, e-audit, e-catalog, epelayanan, e-KTP sampai cashflow manajemen sistem di pemerintahan daerah. “Sederet kegiatan itu untuk mempermudah lingkup pekerjaan birokrasi,” tambahnya. Konsep e-goverment yang popueer tahun 1990 dan di Indonesia baru ngetop tahun 2000, juga belum beres. Bahkan, tambah Farid ada sebuah riset yang menyebutkan 99 % e-goverment poyek gagal. “Artinya tidak menyelesaikan persoalan birokrasi dan penganggaran tetap tinggi,” jelasnya. Belum lagi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, juga membuat konsep smart city. Kementerian ini menata ruang hijau perkotaan lebih berkualitas yang mensejahterakan masyarakat kota, mendorong akses komunikasi lebih cepat dan transportasi yang hemat energi. Memang apa yang disajikan kementerian di atas dan dilakukan kota merupakan bagian dari smartcity, yang masih sepotong-sepotong. Konsep itu juga harus terintegrasi bidang ekonomi, lingkungan, pola hidup, mobilitas masih butuh investasi lain. Persoalan smart city, memang sangat komplek telah terpolarisasi. Semua mengklaim sudah smart city, padahal baru bagian kecil. “Belum ada pemahaman yang standar,” Volume XVIII
JULI 2017
27
Laporan khUsus ungkapnya. Ditambah dengan kapasitas daerah yang rendah, semakin bingung mewujudkan smart city. Inilah dinamika aplikasi smart city di setiap daerah. Adanya pemahaman yang tidak seragam, ada daerah latah membuat smart village modelnya seperti apa juga belum jelas. Apakah sekedar membagikan laptop ke desa atau lainnya. Smart village seharusnya membuat hidup petani dan masyarakat desa lebih makmur. Petani mudah akses pupuk dan menjual hasil panen, bisa memprediksi harga panen dan lainnya. Intinya membuat petani semakin cerdas mengelola pertanian dengan memanfaatkan aplikasi yang cerdas. Farid memberikan gambaran hewan gajah untuk menyebut smart city. Baru pegang kuping sudah bilang gajah, mengelus-elus belalai sudah bilang gajah. Termasuk daerah A hanya menerapkan e-goverment bilang sudah smart city, daerah B membuat aplikasi layanan masyarakat sudah bilang smart city, daerah C membuat green building bilang smart city, menerapkan informasi digital sudah smart city. “Akhirnya semua daerah mengatakan sudah smart city, padahal kenyataannya belum,” tambah Farid. Masterplan Contoh nyata aktivitas yang smart bisa kita rasakan saat melakukan belanja atau memesan tikel pesawat secara online. Beberapa star up menawarkan beberapa kemudahan pemesanan tiket. Klik, isi data, kirim, baru muncul verifikasi pembayaran. Setelah dibayar tiket itu, semua beres, tidak perlu kita datang ke agen penjualan tiket. Begitu pula dengan toko online, verifikasi penjual dan pembeli yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan, bisa dilakukan secara efektif, efisien dan berbiaya murah. Masyarakat sebagai pengguna bisa menilai apakah efisien, efektif, berbiaya murah dan menguntungkan. Munculnya indek kota cerdas Indonesia yang diluncurkan Maret 2015 lalu, juga Rating Kota Cerdas Indonesia (RKCI) 2017, yang diluncurkan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, 4 Mei 28
Volume XVIII JULI 2017
2017 silam, merupakan upaya untuk membuat pemetaan kesiapan kota menerapkan smart city di Indonesia. Semua indek maupun rating kota cerdas itu digagas Institut Teknologi Bandung (ITB) baik kerjasama dengan kelompok Gramedia Kompas, Metro TV dan APEKSI. Ketua Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC) dan Guru Besar ITB, Suhono Harso Supangkat mengatakan peta RKCI 2017 untuk mengetahui potensi kota untuk menerapkan smart city. Memperkenalkan model dan ukuran kematangan kota mempersiapkan warganya bisa hidup nyaman, bahagia, sejahtera berkelanjutan. Membangun kota cerdas, terang Suhono bukan sebatas membuat command center dan aplikasi, tetapi melibatkan ekosistem lainnya. Tidak terstandarisasinya kota menerapkan smart city, mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika, membuat program menuju 100 smatcity di Indonesia. Program ini hanya memberikan assesement ke kota bagaimana membuat masterplan smartcity yang komprehensip. Untuk tahap awal, karena keterbatasan anggaran di Kominfo, baru bisa membantu 25 kabupaten dan kota, dengan verifikasi yang ketat. Diantaranya, daerah memiliki kemampuan keuangan daerah, masuk indek kota hijau versi Kementerian PUPR, indeks kinerja pemerintah daerah dari Kemendagri, dan indeks kota berkelanjutan (khusus kota) dari Bappenas. Salah satu Assesor program 100 Smartcity, Farid Subhan mengungkapkan pentingnya masterplan secara komprehensip u n t u k membangun smartcity di daerah. Melalui masterplan itu dapat diketahui apa dan bagaimana program yang akan
direalisasikan. Memang tidak mudah menyakinkan daerah mengikuti program smartcity penuh komitmen. Untuk tahap awal dari 100 baru 25 daerah yang diberikan. Diperkirakan tahun 2018 mungkin sudah bisa 100 daerah yang dibantu. “Kalau membangun smartcity secara komprehensip memakan waktu 30 tahun. Padahal 20 tahun mendatang bukan lagi smart city yang dibicarakan tetapi hanya bungkus saja nanti yang berbeda,” terangnya. Smart bisa di bilang membuat layanan lebih mudah diakses, gampang menjalani, berbiaya murah. Semua serba mudah, seperti e-KTP rusak minta di ganti misalnya, cukup mengisi aplikasi secara online atau SMS, tidak harus datang ke kelurahan semua beres. “Ini namanya smart,” terang Farid. Dengan smart city tidak ada lagi anggaran yang boros tanpa memberikan hasil. Lebih gamangnya melalui inovasi, hidup masyarakat lebih mudah, nyaman dari sebelumnya yang ribet. Lingkungan bersih, trotoar bersih, fasilitas publiknya bisa diakses dengan mudah, yang sebelumnya biasa, menjadi lebih baik, sebelumnya susah menjadi gampang. Termasuk menggerakan ekonomi di daerah itu, agar masyarakatnya lebih mandiri, mampu mengakses modal, pasar lebih mudah
termasuk pelatihan UKM. Kunci suksesnya smart city, selain memiliki masterplan, juga butuh komitmen para pemimpin daerah, yang disesuaikan dengan keunggulan komparatif daerah itu. Namun ada juga daerah yang sudah memiliki masterplan, namun tidak dijalani. Alasannya mereka bingung memulai dari mana. Untuk menjalankan masterplan smart city, harus didukung perda dan anggaran tersedia. “Semua menjadi satu paket untuk mewujudkan smart city,” tambah Farid. Jika masterplan ini juga nggak dijalanai smart city-nya juga nggak bisa jalan. Banyak smart city yang modern seperti di negara maju, namun belum tentu cocok di sini. Smart city ala Indonesia, yang masih serba manual jelas beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Seharusnya ada satu atau dua daerah atau kawasan yang dijadikan percontohan jelas untuk smart city, tidak perlu modern agar bisa dijadikan contoh dan bisa menular ke daerah lain. Di luar e-goverment, smart city jelas berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Antara daerah penghasil ikan dengan karet. Intinya, apa yang ada di tengah masyarakat diberikan aplikasi yang bisa mempertemukan nelayan, industri pengolahan, pedagang dan lainnya agar hasil ikan bisa optimal. Inti dari smart city bisa mengatasi permasalah dan meningkatkan potensi daerah yang semakin cepat. Semua bisa dilakukan evaluasi dan verifikasi dengan cepat jika terjadi masalah. Swasembada daging, misalnya menurut data jumlah populasi sapi di Indonesia, baik sapi yang berada di peternak maupun sapi di wilayah Lombok, jika dikumpulkan cukup untuk swasembada daging. Permasalahannya sapi itu tidak pernah bisa dikumpulkan, tidak ada kepastian peternak menjual. Bila dibuatkan sistem, semua bisa dikontrol, dilakukan evaluasi, mana kala timbul masalah. Dan bisa dicarikan jalan keluar dengan cepat dan tepat. Contoh aplikasi jual beli sapi, biaya pengiriman dari Lombok ke Jakarta bisa diprediksi, kalau terlalu mahal dicarikan solusi. Inilah yang dimanakan smart.
Persiapan Smart City M embuat perkotaan maju dan pintar, butuh perjuangan panjang, t i d a k semudah membalik t e l a p a k tangan. Sebab, setiap kota memiliki kelebihan dan kekurangan, baik sumber daya manusia, anggaran, infrastruktur, hingga kesiapan masyarakatnya. Membangun smart city sama dengan membuat nyata ekosistem daerah yang lebih layak tinggal, dengan kultur yang kreatif, yang berlangsung secara terus menerus, bercirikan memanfaatkan teknologi. Mulai dari tata kelola birokrasi, pemasaran daerah, perekonomian, ekosistem pemukiman penduduk, lingkungan masyarakat, hingga pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan. Pondasi untuk membangun smart city, ada lima unsur. Pertama nature sebagai elemen dasar, seperti kekayaan alam, lingkungan hidup masyarakat ditambah ekosistem yang ada. Ini sebagai faktor eneble. Sebagai pendorong, dibutuhkan struktur yang terdiri dari masyarakat, manajerial, dan kapital. Sementara infrastruktur pembangunan fisik, digital dan sosial yang ada. Baru masuk ke superstruktur yaitu adanya regulasi lintas sektor. Dan faktor kelima mediator kulture yang berisi tradisi, inovasi dan interaksi. Inilah pondasi yang harus dibangun menuju smart city. Smart city harus dimulai dari tata pemerintahan yang smart. Pengelolaan birokrasi yang transparan dan akuntabel. E-goverment berjalan dengan baik. Disusul dengan bagaimana potensi kota sudah bisa dijual ke publik, investor. Service pemerintah terkait investasi di daerah bagaimana seperti jasa
pa r i w i s at a misalnya. Selanjutnya, smart city juga bicara tentang potensi ekonomi daerah yang dimaksimalkan, harus terbuka dengan industri digital. Berikutnya, smart city terkoneksi juga dengan lingkungan hidup, tempat yang layak huni, mulai transportasi yang terkoneksi, layanan dasar dan kesehatan yang memadai. Hidup nyaman, aman dan sejahtera. Smart city yang terkiat dengan smart sosial, bahwa di kota itu banyak dihuni masyarakat yang pintar kreatif, mandiri secara ekonomi. Dan lingkungan yang mendukung. Ini dikemas secara komprehensif, inilah yang dinamakan smart city. Mulai dari pemerintahan yang smart sampai poin itu menjadi smart butuh pembiayaan yang besar. Akhirnya banyak daerah tidak harus memulainya dari mana, tentu dari internal pemerintahan kota yang harus smart dulu. Untuk membuat kehidupan lebih mobile, terang Farid, membutuhkan tersedianya pasokan listrik yang aman, jaringan internet yang cepat, transportasi lengkap, mampu mensosialisasikan smart city dengan tepat, komitmen anggaran jangka panjang. Jika konsep smart city secara terintegrasi belum dipahami dengan tepat, akan sulit mengaplikasikan smart city. Volume XVIII
JULI 2017
29
INFO APEKSI
Up-date Kompetensi Pengadaan di Daerah Pemerintah kota, kerap menghadapi masalah hukum terkait pengadaan barang dan jasa. Prosedur tidak sesuai aturan, dokumen yang tidak lengkap, rekanan melakukan mark-up harga. Itulah yang membuat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sering berususan dengan Aparat Penegah Hukum (APH) di daerah.
U
ntuk menghindari jerat hukum pengadaan barang dan jasa, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh I n d o n e s i a (A P E K S I ) , bekerja sama dengan Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (APPI) mengadakan pelatihan hukum kontrak pengadaan. Pelatihan yang 2224 Mei 2017, di Hotel Amazing, Jakarta, diikuti sekitar 40 peserta. Diantaranya berasal dari kota Sukabumi, Medan, Pangkal Pinang, Banjarbaru dan Banjar. Ketua Asosiasi Pengacara Kontrak Indonesia, Sabela Gayo, menjelaskan pelatihan diarahkan untuk memberikan kompetensi terkait kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pembekalan dan kompetensi hukum ini harus dimiliki pejabat yang bertanggung jawab terhadap kontrak pengadaan. Dengan meng update kompetensi hukum yang terintegrasi, pejabat memiliki kompetensi untuk melaksanakan kontrak serta pengetahuan pencegahan bila dikemudian hari timbul masalah. “Kami sering menemukan kontrak setelah diteken menimbulkan masalah hukum,” terang Sabela Gayo. Memang diakui oleh beberapa peserta pelatihan, masalah yang kerap muncul di daerah tidak lain karena minimnya informasi dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) pusat. Pelaku pengadaan di daerah kerap menghadapi masalah 30
Volume XVIII JULI 2017
teknis, hukum pengadaan barang dan jasa yang cepat berubah. Padahal yang sedianya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan di daerah, justru terhambat oleh mekanisme yang tidak sesuai aturan. Masalah lain Aparat Penegah Hukum (APH) kerap mencari celah kesalahan. Kontrak pengadaan barang dan jasa, tambah Sabela Gayo merupakan ranah hukum perdata. Pengadaan barang dan jasa, terang Sabela, memiliki tahapan yang panjang dan rumit. Mulai dari tahapan perencanaan, seleksi peserta pengadaan, teken kontrak, pelaksanaan kontrak, serah terima kontrak, pemanfaatan barang dan jasa. “Semua itu harus terdokumentasi dan teradministrasi dengan baik,” tambahnya. Pe l a t i h a n i n i m e m b e k a l i S O P pengadaan barang dengan benar. Bila dikemudian hari muncul masalah, SOP bisa menjernihkan persoalan yang masuk wilayah abu-abu. Untuk meminimkan adanya gesekan yang menjurus pada pesakitan, antara Aparat Penegak Hukum (AP) dan PPK harus diberikan pengetahuan dan kompetansi yang up-date, jangan sampai di lapangan menimbulkan persepsi yang berbeda terkait hukum, proses, dan teknis pengadaan barang dan jasa yang
Sabela Gayo, Ketua Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (APPI) dilakukan pemerintah daerah. Sekretaris Jenderal APPI, Tengku Muhammad Rusydi, menambahkan kompetensi hukum sangat penting dimiliki pejabat PPK, satu sisi mempermudah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa efektif dan efisien, juga mereka mentaati semua aturan yang ada. “Pejabat PPK dituntut memahami masalah hukum dan teknis pengadaan agar pembangunan di daerah lancar,” terangnya. Banyak proyek pengadaan, tambah Muhammad Rusydi, yang tidak berjalan dengan baik justru membuat pejabat PPK nya menjadi pesakitan. Terpaksa dimintai keterangan seakan sebagai pelanggar hukum. Di satu sisi, merugikan pejabat yang bersangkutan, juga masyarakat terlambat menikmati hasil pembangunan.
INFO APEKSI
Ketua Dewan Pengurus Nasional APEKSI, Airin Rachmi Diany, Wakil Ketua Dewan Pengurus APEKSI, Burhan Abdurahman, Ketua Komwil I APEKSI, Mahyeldi Ansharullah, Ketua I Bidang Bidang Hukum dan Pemerintahan APPSI, Ahmad Heryawan, tampak foto bersama dengan tim Panja DAK Kesehatan, usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat, Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, 29 Mei 2017.
DAK Kesehatan 2017 Membuat Bingung Daerah Penyaluran Dana alokasi Khusus (DAK) kesehatan, yang mulai berlaku 2017 ini, semakin terlihat njelimet. Perubahan metode penyaluran dari formula menjadi proposal base yang tidak diikuti regulasi yang komprehensif semakin membuat daerah bingung. Pemerintah seharusnya mampu mensosialisasikan kebijakan terkait DAK Kesehatan ini agar daerah tidak salah paham.
K
etua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendy geram menyikapi dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Pasalnya, setelah munculnya DAK Kesehatan, konsep penyaluran berdasarkan pengajuan proposal, yang justru membuat dana itu tak tersalurkan secara merata. Atau barang yang diterima
tidak sesuai dengan yang ditetapkan. Dana kesehatan, sebelumnya masuk dana perbantuan, yang disalurkan ke daerah untuk membiayai fasilitas kesehatan, rumah sakit, penyebaran tenaga dan peralatan medis, hingga kebutuhan obat-obatan. Tepatnya 29 Mei 2017, Panja DAK Kesehatan, Komisi IX DPR RI, yang diketuai Dede Yusuf Macan Effendi, menggelar
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI). APEKSI dihadiri Ketua Dewan Pengurus Nasional APEKSI, Airin Rachmi Diany (Walikota Tangsel), Wakil Ketua Dewan Pengurus APEKSI, Burhan Abdurahman (Walikota Ternate), Ketua Komwil I APEKSI, Mahyeldi Ansharullah (Walikota Padang). lalu Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dihadiri Ketua APPSI, Soekarwo (Gubernur Jatim) dan Ketua I Bidang Bidang Hukum dan Pemerintahan APPSI, Ahmad Heryawan (Gubernur Jawa Barat), Wakil Ketua APKASI , Irwan Nasir (Bupati Malaka) serta dihadiri sekitar 25 anggota Panja DAK kesehatan lintas fraksi. Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengungkapkan pertemuan RDPU Volume XVIII
JULI 2017
31
INFO APEKSI ini membahas mengenai panitia kerja (panja) DAK bidang kesehatan. “Kami selaku Komisi IX ingin mengetahui hambatan yang dihadapi pemerintah daerah mengenai DAK kesehatan,” terang Dede, 29 Mei 2017. Panja membahas proses pengajuan usulan DAK bidang kesehatan dari daerah, proses penyaluran DAK bidang kesehatan dari pemerintah pusat, pelaporan DAK Kesehatan oleh pemeritah daerah, serta penjelasan mengenai hambatan terkait pelaksanaan DAK bidang kesehatan yang selama ini dihadapi setiap pemerintah daerah. Ketua Dewan Pengurus Nasional APEKSI, Airin Rachmi Diany dalam RDPU menjelaskan, sesuai hasil pengumpulan daftar inventaris masalah (DIM), yang terkumpul dari pemerintah kota, setidaknya ada tiga masalah. Bidang perencanaan, program DAK kesehatan yang mulai berlaku tahun 2017 ini, proses pengalokasian DAK yang semula formula base berubah menjadi proposal base, justru terjadi ketidaksingkronan. Sebab pagu anggaran DAK yang ditetapkan saat perencanaan dan penganggaran APBD sudah diproses di daerah dan KUA PPAS sudah ditetapkan. Dilain sisi, penyusunan program Pemerintah Daerah menunggu keluarnya petunjuk teknis (juknis) yang ternyata sering kali terlambat. “Tidak sinkronnya siklus perencanaan dan pengangaran di daerah inilah yang mengakibatkan tidak optimalnya pemanfaatan DAK di daerah,” tambah Airin. Lebih lanjut, Airin menjelaskan pada tahap pelaksanaan DAK. Di mana menu yang disediakan e-planning dan emusrenbang, terang Airin sangat sedikit di mana jumlah DAK yang disetujui tidak sebanding dengan kegiatan yang diusulkan. Akhirnya proyek yang ada tidak dapat dilaksanakan dengan baik. “Saat pelaksanaan kerap terjadi keterlambatan dropping pembiayaan membuat banyak proyek akhirnya terbengkalai,” terang Walikota Tangerang Selatan ini. Di bidang monitoring dan evaluasi, Airin menungkapkan permintaan pelaporan DAK seringkali berulang dan tidak seragam antara dinas kesehatan provinsi dan pemerintah pusat. Airin 32
Volume XVIII JULI 2017
berharap masukan dari kepala daerah ini bisa memberikan solusi agar DAK kesehatan dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah bisa terlaksana baik, tepat sasaran untuk pembangunan. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo yang juga Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) menambahkan harus ada proses penyederhanaan pencairan DAK Kesehatan. Selama ini proses pengajuan DAK dinilai lama dan ruwet. Padahal DAK dialokasikan bagi daerah untuk mendanai kegiatan khusus urusan pemda sesuai prioritas nasional. Seusai PP No. 11 Tahun 2007, terang Karwo ada norma, standar, dan prosedur untuk menyaring usulan daerah yang bersifat kewenangan rutin. Bila anggaran tidak terkait proyek nasional, jelas tidak realistis memberikan kepada Bappeda provinsi dengan tim gabungan dari pemerintah daerah. “Seharusnya tugas ini diserahkan ke Provinsi, selama ini keterlambatan lebih disebabkan lamanya proses di Ditjen Pembangunan Daerah, Kemendagri,” tambahnya. Implementasi sistem e-planning, jelas Soekarwo, juga belum efektif dan banyak usulan proyek daerah belum berbasis prioritas. Soekarwo mengusulkan pendelegasian pada Bappeda Provinsi melakukan verifikasi. “Daerah masih banyak kesalahan mengisinya dan akibat banyaknya sekali blanko yang harus diisi,” jelasnya. Laporan pertanggungjawaban, tambah Karwo, harus dibuat lebih sederhana, yang selama ini syarat SPJ
untuk DAK lebih njelimet dan tebal. Bisa dikatakan pekerjaan yang dibiayai DAK lebih sederhana, tetapi membuat laporannya yang ribet. Bila laporan itu tidak lengkap dana tidak bisa cair. “Perlu ada penyederhanaan pertanggungjawaban,” harapnya. Untuk itu, Karwo mengusulkan ada tim Bappenas dan kementerian yang turun ke daerah melakukan proses verifikasi dari usulan daerah. Dengan begitu, tidak butuh lama di kementerian yang terjadi selama ini. Untuk perencanaan, perlu adanya penyederhaan aplikasi menjadi satu untuk menangani monitoring dan evaluasi dan ke daerah. “Sebaiknya dibuat satu aplikasi untuk mempermudah,” ujarnya. Lalu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) mengusulkan kepada pemerintah pusat agar Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan dicairkan dalam dua tahapan agar lebih efektif lancar dibandingkan dengan empat tahap seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. Dalam rapat tersebut, Gubernur Aher menceritakan pengalamannya di Provinsi dalam mencairkan DAK Kesehatan ke 27 Kabupaten dan Kota di Jabar yang setiap tahunnya dana tersebut dibagikan dalam dua tahap dan berjalan efektif hingga saat ini. Di Jawa Barat ada bantuan ke Kabupaten dan Kota yang diberikan dalam dua tahap dalam satu tahun dan itu lancar. “Kami mengusulkan supaya DAK Kesehatan ke daerah dicairkan dalam dua tahap,” terangnya.
INFO APEKSI
Belajar Makro-Mikro Ekonomi Daerah Para walikota mendapat pembekalan, bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi, mengendalikan inflasi sampai menjaga stabilitas harga pangan di daerahnya. Ini menjadi upaya bagaimana daerah ikut berperan serta mensejahterakan warganya...
D
eputi Gubernur BI, Sugeng memaparkan sebagai kepala daerah ke depan banyak menghadapi tantangan baik dalam melakukan pembangunan hingga mengelola ekonomi regional. Seperti ekonomi global saat ini yang menunjukan kondisi pasang surut, jelas berdampak pada ekonomi Indonesia dan ujungnya ekonomi daerah. “Oleh karena itu pembekalan kompetensi ekonomi makro-mikro ini sangat relevan bagi kepala daerah sebagai dasar merumuskan kebijakan ekonomi dan mengatasi tantangan ekonomi daerahnya,” kata Sugeng dalam Program “Economic Leadership For Regional Government Leaders”, yang diselenggarakan Bank Indonesia Institute. Pelatihan angkatan II yang berlangsung, 8-10 Mei 2017 Contoh, lanjut Sugeng, seperti krisis ekonomi 2008-2009 masih terasa dampaknya bagi ekonomi nasional dan daerah. Itu menjadi perhatian Bank Indonesia menjaga daya tahan ekonomi secara nasional dan daerah agar semakin kuat. Ekonomi global tentunya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional, bahkan berdampak pada harga komoditas global. Hal ini juga
mempengaruhi perekonomian te r u t a m a daerah yang mengandalkan sektor sumber daya alam. “ S e p e r t i daerah Aceh, Riau, Kalimantan, Papua, Sumatera, sangat merasakan perlambatan ekonomi yang terjadi akibat lesunya ekonomi global. Sebab, di daerah tersebut menghadapi penurunan cadangan sumber daya alam, juga minim melakukan disertivikasi komoditas dan produk,” ujar Sugeng. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan pada periode 2014-2016 masing-masing 4,2% dan 2,3%. Jumlah tersebut jauh di bawah pertumbuhan ekonomi Jawa, Bali, dan Sulawesi yang masing-masing sebesar 5,2%, 7,4%, dan 7,1% Pemahaman kepala daerah inilah yang menjadi perhatian dalam pembekalan yang dilakukan Bank Indonesia melalui Program “Economic Leadership For Regional Government Leaders”. Acara yang diselenggarakan Bank Indonesia Institute. Pelatihan angkatan II berlangsung, 8-10 Mei 2017. Diikuti 27 peserta dari perwakilan Bupati,
Airin Rachmi Diany, Ketua Dewan Pengurus APEKSI, walikota dan perwakilan BI dari berbagai wilayah. Program itu hasil kerja sama antara Bank Indonesia Institute, Lemhanas, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) baru bergabung di angkatan ke-II ini. Deputi Gubernur BI, Sugeng, dalam pembukaan kelas angkatan II, memberi apresiasi berjalannya program pelatihan yang memberikan manfaat untuk meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan membentuk jiwa pemimpin di daerah. Volume XVIII
JULI 2017
33
INFO APEKSI “Kepala daerah bukan hanya memiliki kompetensi di bidang ekonomi juga terbangun jiwa leadership-nya”, jelas Sugeng di BI Institute, Jakarta, 8 Mei 2017. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Nurdin Abdullah, yang juga Bupati Bantaeng – Sulawesi Selatan, juga mengapresiasi program pelatihan peningkatan kompetensi pemimpin daerah. Bagaimana pemimpin daerah bisa berinovasi mengembangkan dan menumbuhkan ekonomi daerah. “Ke depan program ini harus lebih dan diikuti kepala daerah di seluruh Indonesia,” katanya. Program angkatan I, terang Nurdin, jelas memberikan manfaat dan terbukti bisa diaplikasikan di daerah. Sementara, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Airin Rachmi Diany, juga memberikan apresiasi terhadap program semacam ini yang memberikan banyak manfaat kepada walikota. Begitu banyaknya walikota yang belum terlibat dalam pelatihan, Airin berharap program pelatihan semacam ini harus diselenggarakan minimal 4 kali dalam satu tahun. Mengingat anggota Apeksi yang berjumlah 98 pemerintah kota dan APKASI sekitar 416 Pemerintah Kabupaten. Dengan begitu para pemimpin daerah bisa meningkatkan kompetensinya bagaimana menyusun kebijakan ekonomi guna mendorong pertumbuhan, mengendalikan harga hingga mengendalikan dampak inflasi di daerahnya, terangnya. Membangun Kompetensi Program “Economic Leadership For Regional Government Leaders”, merupakan bentuk komitmen BI membangun sumber daya manusia dan kompetensi pemimpin daerah. Pelatihan itu tidak hanya memberikan profesionalisme kepada kepala daerah juga mengasah jiwa kepemimpinan. Apalagi ke depannya tantangan pembangunan nasional semakin tidak mudah. Direktur BI Institute Solikin M Juhro menambahkan, kegiatan pelatihan itu 34
Volume XVIII JULI 2017
wujud dukungan nyata Bank Indonesia mendorong kepala daerah di seluruh Indonesia untuk memahami kompetensi yang bisa mendukung meningkatkan ekonomi di daerahnya. Juga sebagai bentuk dukungan bank Indonesia membekali kompetensi kepala daerah akan pengetahuan ekonomi makro dan mikro daerahnya. “Pembekalan yang dilakukan selama tiga hari, lebih memberikan pembelajaran ekonomi moneter, fiskal, dan riil,” jelas Solikin. Setidaknya para kepala daerah, dengan mengikuti program “Economic Leadership For Regional Government Leaders”, yang diselenggarakan Bank Indonesia Institute akan memperoleh pemahaman bagaimana jajaran pemerintah daerah bisa memperkuat dan mampu merumuskan kebijakan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Ujungnya ekonomi Indonesia menjadi lebih kuat dan stabil. Bagaimana pemerintah daerah mampu mengendalikan harga komoditas yang menurun. Di sinilah kepala daerah harus mampu melakukan inovasi melalui disertifikasi
untuk mencari sumber-sumber ekonomi di daerahnya. Mulai dari mempersiapkan infrastruktur yang mendorong investasi masuk ke daerahnya, membangun agro bisnis, agro wisata. Semua ini tentu tergantung dari potensi daerah. Melalui pelatihan ini kepala daerah memperoleh kompetensi bagaimana merumuskan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kepala daerah juga dibekali jiwa kepemimpinan yang kuat, seperti memperkuat wawasan kebangsaan, juga leadership secara umum. Dengan materi pelatihan kepala daerah mampu mengelola daerahnya dan tampil sebagai daerah yang maju, inflansi harga terkendali, ujungnya kemiskinan dapat diatasi. Tidak hanya itu, program pelatihan ini juga memberikan pembekalan bagaimana kepala daerah mampu menelorkan kemitraan di daerah, bagaimana menampilkan wajah ekonomi daerah yang ujungnya mampu menarik investasi masuk. Bahkan Bank Indonesia sendiri kerap melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah melalui tim pengendalian inflansi daerah.
INFO APEKSI
Kerajaan Kamboja Belajar dari Kota Sukabumi
S
Pemerintah Kamboja mengundang Walikota Sukabumi Mohammad Muraz ke negaranya. Negeri berpenduduk lebih dari 14,8 juta jiwa tersebut ingin belajar dari (sharing knowlegde) keberhasilan Muraz melaksanakan tata kelola pemerintah daerah di Indonesia.
ekretariat Nasional, Pegembangan Demokrasi N a s i o n a l , Kementerian Dalam Negeri, Kerajaan K a m b o j a , pada 25 April 2017 silam mengundang Pemer intah K o t a Sukabumi berkunjung ke negaranya. Wa l i k o t a Sukabumi, M o h a m a d Muraz, bersama Kepala Bappeda, Rudi Djuansyah; Kepala BPKD, Dida Sembada; Ahli Perencanaan dan Anggaran dari ITB, Suhirman, serta pejabat layanan publik kota ini pun berangkat ke Kota Seribu Vihara itu untuk memenuhi undangan Pemerintah Kerajaan Kamboja. Undangan ini bernomor: 241/NCDDS/25 April 2017 silam. Selama empat hari, rombongan Walikota Sukabumi diminta menularkan pengetahuan, bagaimana menjalankan praktik pemerintah otonomi, layanan publik yang yang baik, sehingga bisa diadopsi Pemerintah Kerajaan Kamboja. Pemerintah Kamboja mengharapkan Pemerintah Kota Sukabumi memberikan sharing knowledge tentang tata kelola pemerintah daerah di Indonesia. Pemerintah Kerajaan Kamboja juga ingin mengadopsi layanan publik dan tata pemerintahan yang baik dari Kota Sukabumi.
Acara itu berlangsung di meeting room, Sekretariat Nasional Pengembangan Demokrasi Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kamboja, 16-19 Mei 2017. Acara yang berlangsung selama empat hari itu diikuti peserta dan Panitia Integrasi Instansi Kota Kamboja atau National Committee for Sub-National Democratic Development (NCDDS) dan peserta dari Kementerian Dalam Negeri, Kerajaan Kamboja. Kebetulan juga pemerintahan Kerajaan Kamboja, mulai tahun ini, melaksanakan pemilihan langsung pertama untuk memilih pemimpin setingkat camat. Mereka belajar dari Pemerintah Kota Sukabumi. Kerajaan Kamboja, mengakui praktik demokrasi dan otonomi daerah di Indonesia, khususnya di Kota Sukabumi mampu memberikan layanan publik yang maksimal. Materi yang dipaparkan, Walikota Sukabumi bersama timnya, dihadapan peserta dari Kerajaan Kamboja mulai dari peranan, tanggung jawab dan struktur organisasi Pemerintah Kota Sukabumi; praktek perencanaan pembangunan kota dan program pelayanan publik; praktik dan proses pengaturan anggaran, keuangan dan aset daerah; teori tentang perencanaan, anggaran dan demokrasi, sampai pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Walikota Sukabumi, Mohammad Muraz mengakui bahwa dirinya bersama tim Pemerintah Kota Sukabumi diminta memberikan materi tersebut ke Pemerintah Kerajaan Kamboja. Pemerintah Kota Sukabumi dianggap telah sukses mengimplementasikan penyelenggaraan pemerintah yang baik oleh Pemerintah Kerajaan Kambodja. “Pemerintah Kota Sukabumi, alhamdulillah dipercaya pemerintah Volume XVIII
JULI 2017
35
INFO APEKSI Kerajaan Kamboja untuk mempresentasikan penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Sukabumi, yang mengikuti kebijakan Pemerintah Pusat hingga penyelenggaraan teknisnya,” terang Muraz, 22 Mei 2017 di Sukabumi. Apa yang dipaparkan, tambah Muraz ujungnya semua terkait dengan layanan publik yang manfaatnya dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Peserta dari Pemerintah Kerajaan Kamboja sangat antusias, mereka menggali informasi atas praktik yang sudah terbukti diterapkan di Kota Sukabumi. “Intinya, peserta dari Kerajaan Kamboja, baik peserta dari Kementerian Dalam Negeri juga Kementerian Penerangan Pemerintah Pusat, Kerajaan Kamboja sangat mengapresiasi apa yang sudah kita lakukan. Semoga konsep yang diberikan bermanfaat,” terang Muraz merendah. Selama tiga hari penuh, Walikota Sukabumi mengakui diberondong berbagai pertanyaan oleh peserta terkait penyelenggaraan kebijakan Pemerintah Pusat tentang Otonomi Daerah, Pilkada, kegiatan politis sampai praktek dan teknis penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang ada di Indonesia, khususnya Kota Sukabumi.
36
Volume XVIII JULI 2017
Bahkan, para Petinggi Kerajaan Kamboja merasa kurang waktu untuk menggali informasi terkait pola pemerintah daerah di Indonesia. Mereka meminta perpanjangan kunjungan satu hari. Muraz tidak keberatan, bila materi yang diberikan bisa diadopsi untuk meningkatkan layanan publik di Kamboja lebih baik. Akhirnya permintaan itu disetujui Muraz, asal tiket jadwal penerbangan ke Indonesia bisa digeser di hari berikutnya. Petinggi Pemerintah Kerajaan Kamboja pun memerintahkan langsung, ke m a s k a p a i penerbangan u n t u k menunda dan menggeser j a d w a l penerbangan tim Kota Sukabumi ke Indonesia. Merek a lebih inten m e n g g a l i pelaksanaan
demokrasi di Indonesia, mulai dari proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif, hak dan kewenangan pemerintah kota/kabupaten, pemerintah propinsi sampai pemerintah pusat. Kompetensi ini penting digali, sebab Pemerintah Kerajaan Kamboja, tahun ini bakal melakukan pemilihan langsung untuk memilih pemimpin setingkat camat. “Saya bersedia memberikan tambahan waku, selama itu untuk kepentingan peningkatan layanan publik di Kamboja,” terang Muraz. Melalui penterjemah, Muraz mengetahui bahwa peserta dari Pemerintah Kerajaan Kamboja baru pertama memperoleh pengetahuan dan informasi akan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Mulai dari teoritis, politis, pemilu, kebijakan juga praktek sampai teknis bisa dijelaskan secara gamblang dan mudah oleh Muraz. “Hampir seluruh peserta memberikan pertanyaan mendalam, mereka senang dan puas mengikuti materi yang saya berikan,’ tambah Muraz. Dari kegiatan sharing knowledge ini, Pemerintah Kerajaan Kamboja berharap bisa mengadopsi sistem demokrasi dan otonomi daerah dari Indonesia, khususnya Kota Sukabumi.
INFO APEKSI
Kota Cerdas, Tak Sekadar Command Center Pemerintah kota, kini, berlomba membangun kotanya menjadi kota cerdas. Apakah yang dilakukan sesuai dengan harapan masyarakat?
K
emajuan teknologi tidak serta merta membuat suatu kota menjadi lebih baik. Teknologi sebatas alat bantu yang penting seiring dengan kemajuan zaman. Berbagai kota di dunia telah mengadopsi teknologi untuk menjadikan sebuah kota layak, nyaman dan mensejahterakan warganya. Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa dengan teknologi warga kota mudah terkoneksi dengan berbagai isu dan layanan publik. Dengan teknologi membuat pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan manusia mulai berkurang, yang perlu diantisipasi ke depannya. Lebih lanjut Wapres Jusuf Kalla mengatakan, faktor terpenting untuk mewujudkannya adalah sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk menjadikan kota cerdas (smart city) manusialah yang memiliki peran sentral dalam aplikasi teknologi dan bukan sebaliknya. “Jadi, bagaimana kecerdasan manusia dengan kecerdasan buatan (dapat) menjadikan kota itu makin baik karena tantangan kota itu makin banyak,” kata Jusuf Kalla saat membuka Rating Kota Cerdas Indonesia (RKCI) 2017, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, 4 Mei 2017 silam. Acara itu dihadiri Menteri Dalam NegeriTjahjo Kumolo, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Rektor ITB Kadarsah Suryadi, Ketua Asosiasi
Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Airin Rachmi Diany, beberapa walikota, serta pelaku bisnis startup di Indonesia. Acara ini juga melibatkan Instititut Teknologi Bandung (ITB) yang berinisiatif membuat peta kota cerdas di Indonesia. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, saat membuka acara RKCI 2017 mengatakan meskipun teknologi berkembang pesat dan berperan dalam pembangunan suatu kota, pemimpin tetap memegang peranan kunci dalam menentukan maju tidak kotanya. Teknologi, terangnya sebatas alat bantu, sebagai kecerdasan buatan.
Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI. Hasilnya tetap ditentukan manusia yang mengendalikan (pemimpin) untuk merumuskan dan melaksanakan. “Dan manusia itu adalah Anda, pemimpinpemimpin kota,” tegas Wapres pada acara yang digelar di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, 4 Mei 2017. Pertumbuhan kota yang begitu cepat, Rektor Institute Teknologi Bandung (ITB), Kadarsah Suryadi dalam sambutannya, memunculkan berbagai tantangan Volume XVIII
JULI 2017
37
INFO APEKSI menjadikan teknologi sebagai salah satu alat bantu untuk mengatasi berbagai permasalahan. Kota cerdas merupakan upaya untuk mewujudkan sebuah kota yang layak, nyaman dan mampu menyejahterakan warganya. Menurutnya, upaya melakukan pemeringkatan kota cerdas bukan untuk melakukan penilaian, namun guna memberikan pemetaan sehingga dapat melakukan perbaikan secara bersama-sama. Ia juga berharap bukan hanya kota, namun menjadi inspirasi bagi kabupaten dan desa sehingga tidak terjadi kesenjangan. “Sebab, urbanisasi juga menjadi salah satu tantangan yang kini tengah dihadapi,” terangnya. Program rating kota cerdas yang digelar mulai Mei hingga Oktober 2017, bertujuan memetakan potensi dan karakteristik kota di Indonesia agar mudah menuju kota cerdas. Usai pembukaan, acara ini dilanjutkan dengan talk show penataan kota cerdas di Indonesia. Sebagai pemapar materi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tjahyo Kumolo; Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara; Ketua Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC) dan Guru Besar ITB, Suhono Harso Supangkat; Ketua APEKSI, Airin Rachmi Diany. Melalui peta RKCI 2017, setidaknya setiap kota dapat diketahui sudah berada di mana posisinya dan apa yang harus dioptimalkan untuk membangun kota sesuai dengan potensi dan karakter daerahnya. Itulah yang ingin diraih program RKCI ini untuk turut berkontribusi membangun kota cerdas di Indonesia. Program ini sejatinya ingin memperkenalkan model dan ukuran kematangan kota cerdas di Indonesia. Sejauhmana tingkat kesiapan kota membangun kota, sehingga warganya bisa hidup nyaman, bahagia, sejahtera berkelanjutan. Rating yang dilakukan mendasarkan diri pada identifikasi potensi kota terutama dalam sektor ekonomi, sumber daya manusia, dan pemerintahan. Ketua APEKSI yang juga Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany mengatakan, kota cerdas atau smart city merupakan harapan semua kepala 38
Volume XVIII JULI 2017
daerah, dan untuk mewujudkan tidak harus menguras APBD, dengan cara melibatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR), terang Airin. Airin menuturkan, dalam konsep smart city, ada lima hal yang harus dipenuhi yakni smart people, smart living, smart environment, smart economy, dan smart governance. Menurutnya, kelima aspek itu harus terintegrasi satu dengan lainnya, melalui sistem Informasi dan Teknologi (IT). “Intinya teknologi informasi komunikasi mempercepat proses pelayanan terhadap masyarakat. Bagaimana dengan teknologi dan inovasi tugas kami pemerintah memberikan pelayanan terbaik, baik kebutuhan dasar dan lainnya,” terang Airin. Dia berharap agar kota-kota yang menerapkan sistem smart city dapat bertambah pada tahun ini. Sementara Ketua Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC), Suhono Harso Supangkat mengatakan Rating Kota Cerdas Indonesia (RKCI) merupakan pemetaan kota sehingga tiap kota mampu menjadi Kota Cerdas berdasarkan potensi dan karakter lokal. Menurut Suhono, saat ini banyak persepsi membangun kota cerdas hanya membangun Command Center saja atau aplikasi, tetapi tidak melihat aspek ekosistem lainnya seperti manusia, budaya sebelumnya hingga tata kelola. Tujuan RKCI, terang Suhono
pertama melakukan pengukuran kinerja pengelolaan kota terhadap pelayan masyarakat. Kedua memberikan gambaran yang lebih komphrehensif mengenai kondisi kota dan permasalahan di dalamnya. Ketiga memberikan pedoman bagi stakeholder kota dalam membangun layanan kota. Dan keempat sebagai proses evaluasi berkelanjutan dalam implementasi smart city kota-kota di Indonesia. Selain melakukan pengukuran kinerja pengelolaan kota terhadap pelayanan masyarakat, tujuan lain dari rating adalah memberikan gambaran yang lebih komphrehensif mengenai kondisi kota dan permasalahan di dalamnya, memberikan pedoman bagi stakeholder kota dalam membangun layanan kota, serta Sebagai proses evaluasi berkelanjutan dalam implementasi smart city di kota-kota Indonesia. Permasalahan kota, menurutnya kian komplek seperti kemacetan, kejahatan, lingkungan dan lainnya. Hal ini menyebabkan adanya kebutuhan inovasi dalam mengatasi permasalahan kota. Implementasi smart city sebagai solusi banyak dilakukan kota namun belum ada model referensi. “Karena itu, dibutuhkan evaluasi dan pemetaan kondisi kota agar tiap kota mampu berinovasi berdasarkan kondisi dan karakteristik tiap kota di Indonesia, terangnya.
BERITA KOTA akan berkunjung ke Tangerang, melihat program Kota bebas Kumuh,” terang Arief. Basuki mengatakan pihaknya sangat membuka diri melakukan diskusi dan mencari solusi terbaik mengatasi berbagai persoalan perkotaan di Indonesia. “Dari berbagai masukan dan sinergi inilah, kami terus berupaya memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat. Termasuk kami minta izin supaya Pemkot bisa turut menatanya agar senantiasa dapat bermanfaat dan dapat berfungsi bagi masyarakat,” kata Basuki. (Humas)
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono bertemu dengan Wali Kota Tangerang, Arief Rachadiono Wismansyah.
Tangerang Percantik Wajah Kota dan Infrastruktur Sebagai salah satu pintu gerbang Propinsi Banten, Kota Tangerang terus berbenah diri melalui modernisasi penataan wajah perkotaan. Sungai Mookervart direvitalisasi sehingga tidak sekadar sebagai pengendali banjir namun menjadi sumber penyimpan air long storage. Untuk kenyamanan warga, sepanjang bantaran Daerah Aliran Sungai (DAS) di bangun taman, tempat duduk sebagai ruang publik. Taman Sungai ditata cantik dan diintegrasikan dengan stasiun menghubungkan ke Kereta Api dan Bus way menuju Jakarta. Tidak hanya itu, jalur Rawa Bokor sebagai penunjang keberadaannya bandara Soekarno Hatta juga di tata, juga membenahi dan menambah rumah susun siap huni. Termasuk mengoptimalkan penataan aset Kemen-PUPR, yang berada di Kota Tangerang, semakin di percantik. Penataan Wajah Kota Tangerang langsung dipuji Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono. “Pemkot Tangerang progresif membenahi kota”, terang Basuki usai menerima Walikota Tangerang, Arief R. Wismansyah di Kementerian PUPR, 12 Mei 2017. Wali Kota Tangerang, Arief R Wismanyah, kerap melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan Kementerian PUPR, untuk bisa membantu menindak lanjuti sejumlah program di Kota Tangerang secara bersama-sama. Apa yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang tidak lain agar bisa terlibat dalam penataan wilayahnya yang berpengaruh terhadap wajah perkotaan. Dengan begitu semakin mensejahterakan warganya. Terkait pembangunan Kota Tangerang, Arief menambahkan mendapat dukungan dari Kementerian PUPR mewujudkan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), di Kota Tangerang dengan program Tangerang Berbenah. “Pak Menteri PUPR berencana
Bekas Lokalisasi Disulap Jadi Kampung Wisata Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya membangun Kampung Wisata, di eks lokalisasi Dolly dan Jarak, di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan. Wilayah itu telah ditetapkan menjadi Kampung Wisata. Tak ayal dua tahun belakangan Pemerintah Kota terus melakukan pembelian sejumlah lahan eks Dolly dan Jarak untuk dialihfungsikan menjadi Kampung Wisata. Setidaknya di tahun 2017 ini Pemerintah Kota kembali membebaskan 17 wisma eks Dolly dan Jarak. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menjelaskan tahun ini pembebasan lahan 17 wisma tersebut bisa selesai dan semua sudah siap, tinggal proses pembayaran. Risma menjelaskan hal itu usai meresmikan Dolly Saiki Festival 2017 dan melaunching Dolly Saiki (DS) point di gang Lebar 2, kecamatan Sawahan, 13 Mei 2017. Di Kampung Eks Dolly kini sudah banyak bersolek diri menjadi bersih, cantik dan memiliki karakter sendiri. Contoh Gang III A, kini telah di cat aneka warna dan mural, yang dikenal sebagai kampung Orumy. Pusat kerajinan batik bisa ditengok di Gang VIII B Putat Jaya. Di Gang IV, warganya sudah berhasil memproduksi kerupuk singkong samiler aneka rasa yang diberi merek Sami Samijali (Samiler Jarak Dolly). Tak hanya itu, Wisma Barbara yang dibeli Pemkot disulap menjadi sentra pelatihan dan pembuatan sepatu kulit. Warga juga telah ada sukses membuat sandal tamu yang dipesan oleh salah satu hotel. Sejumlah Wisma eks Dolly di jalan utama, terang Risma, bakal diperuntukan sebagai galeri produk UKM warga eks Lokalisasi Dolly dan Jarak. “Ada yang di jalan besar. Nanti kalau itu bisa kita bebaskan, nanti Dolly Saiki Point ini akan kita pindahkan ke jalan besar. Kemudian ini (lokasi DS Point saat ini), akan dijadikan rumah produksi, untuk masak, bisa untuk memasak samiler,” tuturnya sambil menambahkan, pemindahan DS Point ke jalan utama tersebut, agar mudah dijangkau masyarakat yang ingin beli produk UMKM warga eks lokalisasi. Selain untuk tempat produksi dan menjual produk UMKM, eks wisma yang dibeli Pemkot Surabaya juga akan dirubah menjadi taman atau ruang publik lainnya. Kata Risma, kampung eks lokalisasi Dolly dan jarak akan dikonsep menjadi kampung wisata. “Kita akan konsep dan desain menjadi kampung wisata,” jelasnya. (Humas) Volume XVIII
JULI 2017
39
BERITA KOTA Baruna Jaya IV dan Baruna Jaya VIII, konvoi 100 kapal yacht peserta Sail Sabang 2017 dari Langkawi, Phuket, Singapura, Australia, Eropa, dan parade kapal nelayan tradisional. Selain itu, akan digelar sejumlah kegiatan sebagai supporting event antara lain Jambore Iptek, International Freediving Competition, Sabang Underwater Contest, Sabang Carnival, Kapal Pemuda Nusantara, Aceh Culinary and Coffee Festival, Sabang Wonderful Expo and Marine Expo, Sales Mission Cruise Operator and Yacht, juga Seminar Wisata Bahari. Kegiatan lain yang kalah menarik adalah Pentas Pesona Indonesia, lomba memancing, lomba video dan foto melalui drone, Welcome Dinner, City Tour Banda Aceh, dan bakti sosial serta bersih pantai. (Humas)
Kota Sabang, Bersiap Jadi Destinasi Bahari Dunia
Berikan Ketrampilan Merajut Noken
Pemerintah Kota Sabang bersama pemerintah provinsi dan Kementerian PUPR mulai membenahi dan membersihkan lokasi pelaksanaan Sail Sabang 2017. Acara itu bakal di gelar 28 November – 5 Desember 2017 dengan mengangkat mengangkat tema “Sabang menuju Gerbang Destinasi Wisata Bahari Dunia”. Persiapan acara itu membutuhkan waktu antara 4-5 bulan. Di mana lokasi puncak acara Sail Sabang di dekat Teluk Sabang, berada menempati lahan seluas 4 ha. Kepala Dinas Pariwisata Kota Sabang, Zulfi Purnawati, menyebutkan lokasi puncak Sail Sabang 2017 dipusatkan di lokasi Sabang Fair. Persiapan lokasi itu mendapat dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Kota Sabang dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Saat Sail Sabang 2017 berlangsung, terang Zulfi diperkirakan sebanyak 7.000 turis asing dan nusantara akan berkunjung ke pulau terdepan Provinsi Aceh itu. Untuk penginapan di Kota Sabang Zulfi menegaskan sangat mencukupi, namun untuk jalur transportasi antara Banda Aceh ke Sabang akan ditambah dengan dua kapal milik Pelni selain kapal yang reguler melayani rute itu. Penyelenggaraan Sail Sabang 2017 akan difokuskan di empat tempat yaitu Teluk Sabang, Sabang Fair, Gapang Resort, dan Titik 0. Untuk puncak acara akan diselenggarakan di Pasiran, Teluk Sabang yang rencananya akan dihadiri Presiden Joko Widodo. Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Sri Hartogo juga berkoordinasi untuk penyiapan fasilitas umum seperti jalan, toilet, dan kebutuhan air bersih. Pada acara pembukaan (opening ceremony) Sail Sabang 2017 akan menampilkan tarian kolosal Laksamana Malahayati; toll ship parade (melayarkan KRI Bima Suci dari Spanyol dan mengundang Tall Ship negara-negara yang dilewati India, Malaysia, Thailand, dan Singapura); diikuti Kapal Pemuda Nusantara, kapal riset
Wisatawan yang berkunjung ke Papua, khususnya Kota Jayapura, dapat di pastikan akan memburu tas tangan rajutan khas Papua (Noken). Buah tangan mama Papua ini banyak dicari dan dibeli wisatawan baik lokal dan asing. Namun kualitasnya saat ini belum begitu menarik. Untuk meningkatkan kualitas rajutan khas Papua ini, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Jayapura memberikan pelatihan rajutan noken. Pelatihan ini untuk meningkatkan kualitas rajutan noken mama Papua lebih menarik. Sampai mendatangkan mendatangkan pelatih yang sudah berpengalaman dari Kota Yogyakarta, Pandan Sari Kusumo. Pelatihan itu berlangsung di Kampung Waena, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Kota Jayapura. Walaupun sebagian mama Papua telah mahir, namun pelatihan noken juga untuk meningkatkan keterampilan teknis, mutu hingga proses pemasaran noken. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jayapura, R. D. Siahaya mengatakan noken tidak hanya mencerminkan budaya Papua, namun bisa meningkatkan ekonomi keluarga dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat, karena memiliki nilai jual. Dan setiap daerah memiliki noken yang berbeda, walaupun berbahan dasar kulit kayu yang dikeringkan dan dibuat menyerupai benang. “Kita harus memiliki kemampuan merajut dengan baik, mendapatkan bahan baku yang baik baik dari kulit kayu maupun benang wol dengan tepat dan cepat,” kata Siahaya yang secara langsung meresmikan pelatihan, 18 Mei 2017. Dalam rajutannya, noken harus terlihat semenarik mungkin. Misalnya diberi warna atau bentuk yang berbeda dari yang lainnya.“Meski begitu tidak semua diajar membuat noken, yang dilakukan sesuai masing-masing zonasi. Setiap wilayah memiliki keterampilannya masing-masing. Ada tifa, noken, dan masih banyak lagi kerajinan tangan khas Papua,” kata Siahaya. Sementara itu, Kepala Disperindagkop Kota Jayapura, Robert
40
Volume XVIII JULI 2017
BERITA KOTA L.N. Awi menyebutkan pihaknya bertanggung jawab atas pembinaan terhadap UKM, termasuk pengrajin rajutan noken. Disperindagkop dan UKM Kota Jayapura juga menggelar kegiatan pengadaan mesin peralatan bagi pelaku usaha Industri Kecil Menengah (IKM) bagi masyarakat Papua program pengembangan IKM 2017. (Humas)
pandang dalam penanganan persoalan kumuh di Pekanbaru. Sehingga tujuan nol persen kawasan kumuh di wilayah Pekanbaru dapat terealisasi dengan baik. Dia berharap dengan diatasinya permasalah wilayah kumuh yang mayoritas akibat padatnya pemukiman serta tingkat ekonomi rendah dapat bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas permukiman secara komprehensif. Untuk itu, dalam menjalankan program tersebut dia mengatakan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. Sejauh ini partisipasi dari masyarakat masih kurang terutama berkenaan langsung dengan lahan ketika dibutuhkan perluasan untuk menjadikan lingkungan lebih baik. (Humas)
Pemerintah Kota Mataram, Menata Rumah Nelayan
Kota Pekanbaru, Bebas dari Kumuh 2019 Pemerintah Kota Pekanbaru mencanangkan wilayahnya bebas dari kawasan kumuh, melalui program Kota tanpa Kumuh (Kotaku) pada tahun 2019. berbagai langkah startegis sudah di persiapkan, untuk program bersama tim Kotaku, terang Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Pekanbaru Mulyasman, 9 Mei 2017. di Pekanbaru. Pembahasan percepatan langkah, terang Mulyasman, dilakukan dalam rapat yang dihadiri oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Pekanbaru, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satker Kota Kumuh dari Pemprov Riau, yang tergabung dalam Tim Kotaku. Tahun ini, Pemerintah Kota Pekanbaru mendapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat sebesar Rp 10,5 miliar untuk menata kawasan kumuh. Selain itu, pemerintah kota juga memperoleh suntikan dana untuk program yang sama dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar Rp 2,9 miliar. Mulyasman mengatakan, secara keseluruhan dana itu nantinya akan dimanfaatkan untuk menata 13 kelurahan di Kota Pekanbaru yang kini masuk dalam daftar kawasan kumuh. Yang jelas penataan dilakukan secara bertahap hingga target 2019 terealisasi. “Ada 13 kelurahan di Pekanbaru yang masuk dalam daftar kawasan kumuh. Kawasan ini lah secara bertahap yang akan kita lakukan penataan,” ujarnya. Lebih jauh, dalam rapat bersama tim Kotaku dan satker dari Pempov Riau tersebut juga bertujuan untuk menyatukan cara
Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, berkomitmen merealisasikan perumahan nelayan agar nelayan bisa hidup dengan standar yang layak. Relokasi nelayan dilakukan sambil menunggu pengurusan lahan, terang Walikota Mataram, Ahyar Abduh, 12 Mei 2017, di Mataram. Pembangunan rumah nelayan, terang Walikota, dilakukan dengan penataan dan relokasi. Dari dua rencana itu pembangunan rumah nelayan melakukan penataan rumah nelayan. Dengan penataan berati, menata perumahan nelayan di lokasi tempat tinggalnya saat ini, karena lahan tempat mereka tinggal saat ini. Sebab lahan itu milik pribadi dan setelah dimenangkan di pengadilan mestinya puluhan nelayan yang menduduki lahan tersebut harus dieksekusi. Atas kemenangan itum pemerintah kota berkomitmen akan membayar lahan yang dimiliki secara pribadi itu agar nelayan tidak dieksekusi dan aman dari abrasi pantai,” katanya. Asisten I Setda Kota Mataram Lalu Martawang menambahkan, bahwa upaya penataan perumahan nelayan ini dilakukan pada bagian timur jalan. Namun, semua perumahan nelayan yang berada di barat jalan atau masih berada di sempadan pantai akan dibersihkan dan diakomodasi ke timur jalan. “Dengan demikian, tidak ada lagi nelayan yang tinggal di sempadan pantai dan pemerintah pusat bisa merealisasikan rencana besarnya membangun jalan sepanjang pantai yang akan menghubungkan Pelabuhan Lembar hingga Pelabuhan Kayangan Lombok Timur,” katanya. Menurutnya, penataan akan dilakukan dengan membangun perumahan nelayan yang berkeadilan, sebab saat ini sekitar 200 nelayan yang akan ditata menggunakan lahan bervariasi. “Ada yang menduduki setengah are, satu are bahkan lebih,” ucapnya. Ia mengatakan, untuk mengimplementasikan rencana pemerintah kota membangun perumahan nelayan ini, pemerintah kota tinggal menunggu hasil negosiasi lahan dengan pihak pemilik dengan kebutuhan lahan seluas 2,5 hektare yang
Volume XVIII
JULI 2017
41
BERITA KOTA saat ini masih diproses oleh Badan Keuangan Daerah (BKD). “Kalau masalah pembebasan lahan tuntas, pembangunan fisik bisa segera dimulai sebab anggaran pembangunan fisik sudah disiapkan pemerintah pusat,” ujarnya. (Humas)
Pemkot Bogor, Melatih Warganya Mandiri Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat memberikan pelatihan keterampilan agar warganya mampu mendapatkan sumber pendapatan baru. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Bogor Artiyana Yanar Anggraini, menyebutkan, sebanyak 25 warga Kelurahan Babakan Pasar mendapat pelatihan kerajinan tangan Dequopage. “Deqoupage ini adalah seni menghias suatu objek dengan menempelkan kertas tissue ke objek tersebut,” kata Artiyana. Puluhan warga Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah tersebut diajarkan cara menghias vas bunga, lalu menghias sarung bantal dan menghias tas panda menggunakan teknik Deqoupage. Pelatihan tersebut, katanya, akan berlangsung selama dua hari bertempat di aula Kantor Kelurahan Babakan Pasar. Selama pelatihan, warga akan didampingi oleh Tim Penggerak PKK Kota Bogor. “Diharapkan dari pelatihan ini warga tidak hanya memiliki keahlian dan keterampilan tetapi dapat mengembangkannya sehingga dapat membantu ekonomi keluarga,” katanya. Menurut Artiyana, pelatihan keterampilan bagi warga bertujuan untuk memberdayakan masyarakat khususunya kaum perempuan sehingga mereka memiliki keterampilan yang memadai untuk membantu perekonomian keluarga. “Apalagi di era globalisasi dan pasar bebas ini, masyarakat harus mampu meningkatkan kemampuan dirinya agar dapat bertahan di tengah gejolak perekonomian,” katanya. Salah satu persoalan di Kota Bogor adalah angka kemiskinan, dan pengangguran yang masih menjadi prioritas utama Pemerintah Kota untuk dientaskan. Pemerintah melalui program pendidikan, kesehatan dan pembenahan rumah tidak layak huni menjadi upaya untuk menekan angka kemiskinan. September 2016 angka kemiskinan di Kota Bogor mencapai 71 ribu kepala keluarga.(Humas)
Kerja Keras Pemerintah Kota Ambon Menuai Prestasi Kota Ambon menerima piagam penghargaan nominasi prestasi kinerja tertinggi, bersama empat kota lainnya Semarang,
42
Volume XVIII JULI 2017
Surakarta, Pare-Pare, dan Kediri. Penghargaan diterima Pejabat Walikota Ambon, yang diserahkan Menteri Koordinator Bidang Pollitik, Hukum dan Keamanan, Wiranto dan Menteri Dalam Negeri RI Cahyo Kumolo, pada Peringatan Hari Otonomi Daerah (Otoda) - XXI tahun 2017 tingkat nasional yang digelar di alunalun Kabupaten Sidoarjo, 25 April 2017 lalu. Peringatan Hari Otonomi Daerah bertema “Dengan Semangat Otonomi Daerah Kita Tingkatkan Kinerja Pelayanan Publik Melalui EGoverment”, yang dihadiri Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Gubernur Jawa Timur, Wakil Gubernur Maluku, dan pejabat negara dan pejabat pemerintah lainya. Wiranto dalam sambutannya mengakui otonomi daerah diwujudkan dengan pelayanan pubik yang prima, karena itu sejak dimulai otonomi daerah sejak tahun 2000 ada berbagai hal yang dicapai. “Capaian kinerja yang diterima masingmasing provinsi, kabupaten dan kota masih bervariasi ada yang tinggi, sedang dan rendah sehingga, dibutuhkan kejasama yang solid,” terangnya. Sementara Wakil Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua menyatakan sangat senang dan memberikan apresiasi Walikota yang telah bekerja keras bersama seluruh aparatur hingga mendapat penghargaan terbaik pada tingkat nasional. Pemerintah Kota Ambon, diakuinya memiliki prestasi yang luar biasa dan membanggakan bisa mengangkat harkat dan martabat Ambon secara keseluruhan. Ke depan, terang Zeth Sahuburua, prestasi ini bisa menular ke wilayah lain di Ambon dan Maluku. Dia mengakui selama ini keberadaan AMbon dan Malukku yang berada di kepulauan sangat sulit meraih prestasi yang diberikan pemerintah pusat. Eth berharap Kota Ambon bisa mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang diperoleh Sementara itu, Pejabat WaliKota Ambon Frans J. Papilaya menambahkan, bertepatan hari otonomi daerah Pemerintah Pusat memberik an penghargaan kepada provinsi, kabupaten dan kota yang memiliki kinerja terbaik. “Penilaian Pempus ternyata Kota Ambon termasuk dari lima kota yang diberikan penghargaan tertinggi kinerja terbaik di Indonesia,”ujarnya. Prestasi yang diperoleh, terang Frans tidak lepas dari kerja keras pendahulunya di Ambon. Mereka memberikan banyak prestasi kinerja meskipun saat itu belum memperoleh prestasi. Penghargaan yang diterima Kota Ambon semakin memberikan dorongan semangat Aparat Sipil Negara (ASN) untuk meningkatkan kinerja. “Saya berharap tahun kedepan kita dapat pertahankan dengan prestasi yang telah diterima dari Pempus,”terangnya. Dia menyampaik an, terima k asih kepada seluruh masyarakat yang telah membantu sehingga, Kota Ambon dapat meraih prestasi terbaik. “Sebagai Penjabat WaliKota Ambon saya sampaikan terima kasih kepada semua ASN dan masyarakat atas komitmen untuk membangun Kota Ambon dalam memberikan pelayanan publik terbaik,”tandasnya. (Humas)
Volume XVIII
JULI 2017
43
44
Volume XVIII JULI 2017