MEMPELAJARI PENERAPAN HACCP PADA UNIT PENGOLAHAN PRODUK CHICKEN NUGGET PT JAPFA SANTORI INDONESIA
SKRIPSI EDHY SARWONO
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN EDHY SARWONO. D14203020. 2007. Mempelajari Penerapan HACCP pada Unit Pengolahan Produk Chicken Nugget PT JAPFA Santori Indonesia. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S. TP., M. Si Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS Perubahan masyarakat dalam mengkonsumsi dan menjaga pola makan mendorong perkembangan teknologi untuk terus menjaga mutu dan keamanan pangan. Kesadaran mengkonsumsi pangan yang bebas dari penyakit sangat berkaitan dengan cara produksi pangan secara aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Hal tersebut tidak terlepas dari penyedian bahan baku, proses pengolahan, penggunaan bahan tambahan makanan, distribusi dan cara pengendalian bahaya melalui program pengendalian mutu yang termasuk dalam HACCP. HACCP dalam hal ini, memberikan gambaran nyata aplikasi pengolahan pangan yang aman dan higienis, meningkatkan efisiensi kerja perusahaan serta mencegah banyaknya produk rusak. Prosedur kerja ini juga mampu mengendalikan tingkat cemaran/ kontaminasi pada alur proses produksi chicken nugget. Tujuan magang dengan topik HACCP adalah mendapatkan gambaran nyata industri pengolahan pangan dan permasalahan yang menjadi kendala industri pengolahan pangan melalui observasi lapang serta identifikasi masalah di lapangan. Memberi wawasan dan informasi tentang penerapan HACCP pada industri pengolahan pangan, sehingga jaminan keamanan pangan terpenuhi. Kegiatan dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Juli sampai Agustus 2006 yang berupa pengamatan dan praktek kerja di perusahaan. Kegiatan magang dilakukan melalui keikutsertaan proses kerja perusahaan. Proses ini juga dilaksanakan dengan melihat dan terlibat dalam beberapa kegiatan di perusahaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain mempelajari keadaan umum perusahaan, ketenaga kerjaan, produk yang dihasilkan dan penerapan HACCP. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pelaksanaan HACCP pada perusahaan telah sesuai dengan manual kerja HACCP yang didukung dengan pemantauan melalui SSOP dan GMP. Proses pelaksanaan pada setiap elemen HACCP menunjukkan peningkatan yang baik namun masih terdapat kekurangan yang ditunjukkan berdasarkan tingkat kesadaran karyawan dalam berproduksi. Berdasarkan hasil juga menunjukkan bahwa pada setiap tahapan proses produksi telah dilakukan pemantauan yang bertujuan dalam menjaga dan mengawasi kemungkinan terjadinya bahaya kontaminasi. Langkah koreksi dan antisipasi telah dilakukan perusahaan untuk memantau dan mengawasi setiap tahapan HACCP. Kata-kata kunci : HACCP, Keamanan pangan, Kontaminasi, Pencemaran pangan
ABSTRACT Application Study of Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) at Chicken Nugget Product Processing Unit, PT Japfa Santori Indonesia Sarwono, E., Z. Wulandari and N. Ulupi Changing habit in society consuming and maintaining pattern of eating has induced development of technology to keep food quality and food safety. Awareness of consuming healthy food is closely related to the process of food production which has to be safe, healthy, intact and halal (ASUH). These are not regardless to material supplying, food processing, using of food additives, distribution and harm control by way of quality control program included in Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). In this case, HACCP gives an obvious description on the application of hygiene and safe food processing, an escalation in company working efficiency, also prevention to producing numerous rejected products. This working procedure is also able to control contamination level in the middle of chicken nugget production process. The aim of taking an apprentice on HACCP topic is to obtain an obvious description of food processing industry, to learn problems in such industry by way of field observation and problem identification, and also to obtain insight and information on the application of HACCP in food processing industry, in order to guarantee food safety. This study is undertaken for two months (July 2006 - August 2006) by conducting observation and working practice in the company. This process also involved by observing and participating in some activities and working process in the company. The points being studied are general condition of the company, manpowership, the products being produced, and the application of HACCP. The result denoted that HACCP application in the company has fitted with the HACCP working manuals being supported with Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) and GMP. The application process in each elements of HACCP has signified a good performance, but still there are insuffiency posed at pursuant to storey level of employees awareness. Pursuant to result also indicate that in each step of production process have been conducted by a monitoring which aim to in taking care of and observing the possibility of the happening of hazard contamination. Correction and anticipatory steps need to be carried out to monitoring and controlling being applied in accordance with HACCP procedures. Keywords: Contamination, Food safety, Food vilification, Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
MEMPELAJARI PENERAPAN HACCP PADA UNIT PENGOLAHAN PRODUK CHICKEN NUGGET PT JAPFA SANTORI INDONESIA
EDHY SARWONO D14203020
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
MEMPELAJARI PENERAPAN HACCP PADA UNIT PENGOLAHAN PRODUK CHICKEN NUGGET PT JAPFA SANTORI INDONESIA
Oleh EDHY SARWONO D14203020
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 03 September 2007
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si NIP. 132 206 246
Ir. Niken Ulupi, M.S NIP. 132 284 604
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur. Sc NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1984 di Karanganyar, Surakarta. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak M. Hadhy Mulyono dan Ibu Kaminem. Penulis telah menempuh pendidikan sekolah dasar yang diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Cangakan 03, Pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP N 1 Karanganyar dan Pendidikan Sekolah Menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMU N Karangpandan, Karanganyar. Penulis melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003. Selama
mengikuti
pendidikan,
penulis
pernah
mengikuti
kegiatan
Kepramukaan, Himpunan Profesi (HIMAPROTER), Paguyuban Seni Sunda (Gentra Kaheman ) dan berbagai kepanitian yang diselenggarakan baik di dalam maupun di luar kampus. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, penulis menyusun skripsi setelah melaksanakan magang di PT Japfa Santori Indonesia, pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2006.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah dan Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karunia-Nya skripsi dengan judul ”Mempelajari Penerapan HACCP pada Unit Pengolahan Produk Chicken Nugget PT JAPFA Santori Indonesia” telah selesai disusun untuk mendapat gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penerapan HACCP pada perusahaan pengolahan pangan menjadi sangat penting, hal ini dikarenakan HACCP berkaitan dengan proses penanganan, produksi dan konsumsi pangan. Hazard Analysis Critical Control Point sangat membantu dalam menentukan mutu produk yang dihasilkan. Penulisan skripsi ini juga disusun dengan harapan dapat memberi wawasan tentang penerapan HACCP pada perusahaan pangan serta mendapatkan gambaran nyata dunia industri dan permasalahan yang menjadi kendala industri pengolahan pangan serta diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis khususnya dan mahasiswa dalam menerapkan aplikasi ilmu yang telah dipelajari. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini.
Bogor, September 2007
Penulis
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi Kimia daging ayam, Itik dan Daging Sapi.................
3
2.
Persyaratan Nugget Ayam Menurut BSN No. SNI 01-6683.......
6
3.
Daftar Kategori Resiko Produk Pangan.......................................
19
4.
Karakteristik Bahaya....................................................................
20
5.
Penglompokan Produk Berdasarkan Penetapan Kategori Resiko
20
6.
Signifikansi Bahaya......................................................................
21
7.
Matrik Analisa Signifikasi Bahaya...............................................
24
8.
Karyawan PT JSI per Agustus 2006............................................
32
9.
Karyawan PT JSI per Agustus 2006............................................
33
10.
Metode Pembersihan pada Mesin Produksi..................................
59
11.
Deskripsi Produk Chicken Nugget...............................................
61
12.
Kategori Resiko Chicken Nugget.................................................
63
13.
Lembar Analisa Bahaya dan Tahapan Pencegahannya................
64
14.
Identifikasi CCP...........................................................................
68
15.
Penetapan Batas Kritis……………………………………….....
70
16.
Penetapan Batas Kritis, Tindakan Monitoring dan Tindakan Koreksi.........................................................................................
73
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Diagram Alir Pencucian Tangan...................................................
10
2.
Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku...............
25
3.
Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Tahapan Proses..........
26
4.
Bagan Struktur Organisasi PT JSI.................................................
29
5.
Diagram Alir Proses Pengolahan Air PT JSI.................................
57
6.
Diagram Alir Pembuatan Chicken Nugget....................................
62
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN............................................................................................
i
ABSTRACT...............................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………...
iii
KATA PENGANTAR........ ……………………………………………..
iv
DAFTAR ISI…….……………………………………………………….
v
DAFTAR TABEL…. …………………………………………………....
vii
DAFTAR GAMBAR…… ……………………………………………....
viii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
ix
PENDAHULUAN ……….……………………………………………...
1
Latar Belakang… ………………………………………………. Tujuan …………………………………………………………..
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...
3
Penanganan Daging Ayam sebagai Bahan Baku……………….. Chicken Nugget………………………………………………… Pengeringan dengan Oven……………………………………… GMP (Good Manufacturing Practice)………………………….. SSOP (Sanitation Standard Operasional Prosedur).................... Sanitasi………………………………………………….. HACCP………………………………………………………….
3 4 7 7 8 14 16
METODE ..........…………………………………………………………
22
Lokasi dan Waktu ……………………………………………… Materi ........................................................................................... Metode Pelaksanaan ……………………………………………. Prosedur………………………………………………………….
22 22 22 22
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………
27
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan………………………… Lokasi dan Tata Letak Perusahaan………………………………
27 27
Struktur Organisasi........................................................................ Fasilitas Perusahaan......................................................................
28 30
Ketenagakerjaan............................................................................
31
Fasilitas Produksi..........................................................................
34
Keadaan Umum Aspek Produksi..................................................
37
Komoditi Usaha............................................................................
39
Pengawasan Mutu Produk Chicken Nugget..................................
40
GMP dan SSOP (Sanitation Standard Operasional Prosedur)....
42
Hygiene dan Sanitasi………………………………….………… Sanitasi Air…………………………………...…………
55 56
Sanitasi Ruang……………….…………………………. Sanitasi Pekerja……………………...………………….. Sanitasi Peralatan……………………………….………. Pengendalian Hama dan Limbah……………………….. HACCP Plan………………………………………….………… Kebijakan Mutu Unit Pengolahan………………………. Deskripsi Produk………………………….…………….. Penyusunan Diagram Alir………………………………. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya………… Penetapan CCP………………………………………….. Penetapan Batas Kritis…………………………………... Penetapan Tindakan Monitoring………………………... Tindakan Koreksi……………………………………….. Penetapan Prosedur Verifikasi…………………………..
58 58 59 59 60 61 61 62 63 67 67 70 71 71
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………….
74
Kesimpulan………………………………………………………
74
Saran……………………………………………………………..
74
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………..
75
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
76
LAMPIRAN……………………………………………………………...
79
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan hidup yang utama dan mendasar bagi manusia. Peningkatan taraf kemakmuran dan taraf konsumsi masyarakat terhadap pangan mendorong perkembangan perusahaan pengolahan pangan, khususnya pengolahan daging. Peningkatan konsumsi masyarakat terhadap daging ayam juga membuka peluang bagi perusahaan pengolahan pangan secara luas serta memiliki prospek yang menjanjikan, karena industri ini memiliki arti penting dalam memenuhi konsumsi gizi berupa protein. Daging ayam memiliki kandungan gizi yang lengkap dan harga yang relatif lebih murah daripada harga daging sapi atau domba. Oleh karena itu, daging ayam dapat diterima hampir golongan masyarakat, hal ini disebabkan daging ayam juga dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti chicken nugget. Pola hidup yang semakin berkembang dan serba cepat mengakibatkan konsumsi masyarakat berubah pada penyiapan makanan dengan cara siap saji. Optimalisasi pemanfaatan daging ayam dalam pengolahan daging menjadi salah satu alternatif. Pola makan siap saji juga menuntut perusahaan pengolahan pangan untuk memperhatikan mutu produk yang dihasilkan. Perusahaan pengolahan pangan memerlukan proses produksi secara aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Proses pengolahan harus dilakukan dan dikontrol secara intensif, sehingga jaminan mutu pangan dan kesehatan masyarakat terpenuhi. Pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga perusahaan pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Muhandri (2005) menjelaskan bahwa peran dan pemahaman mutu sangat penting, karena untuk menjamin kepentingan internal maupun aksternal perusahaan dalam mewujudkan efisiensi produksi. Oleh karena itu, HACCP menjadi penting sebagai standar dasar dokumentasi pelaksanaan proses produksi serta jaminan keamanan pangan bagi konsumen. Prosedur ini merupakan rangkaian sistem jaminan mutu pangan yang berguna dalam menjaga keefektifan dan keefisiensian kerja perusahaan. Keamanan pangan menjadi salah satu tuntutan yang harus dipenuhi industri pengolahan makanan. Jaminan keamanan melalui HACCP merupakan cara kerja yang terintegrasi dalam menyediakan produk pangan yang higienis (From Farm to the Table). Hazard
Analysis Critical Control Point merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Hazard Analysis Critical Control Point sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Penerapan perencanaan produksi melalui HACCP adalah dokumentasi terintegrasi yang dapat menjadi dasar pemantauan proses produksi dengan penekanan pada hygiene pangan. Oleh karena itu, penerapan dan pelaksanaan HACCP pada industri pengolahan pangan sangat dibutuhkan. PT Japfa Santori Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang sangat memperhatikan mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Perusahaan telah menerapkan sistem ini dalam memenuhi permintaan konsumen akan produk yang aman, sehat, utuh dan halal. Perusahaan menerapkan HACCP juga memiliki tujuan dalam pengontrolan proses produksi secara terperinci pada tahapan proses produksi, khususnya chicken nugget.
Tujuan Magang secara umum bertujuan meningkatkan relevansi, keterkaitan, dan kesepadanan antara pendidikan dan lapangan, memberi gambaran nyata dunia industri dan permasalahan yang menjadi kendala industri pengolahan pangan. Secara khusus, tujuan magang adalah mempelajari penerapan HACCP pada pengolahan produk chicken nugget di PT Japfa Santori Indonesia melalui observasi lapang serta identifikasi dan analisa masalah yang terdapat di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA Penanganan Daging Ayam sebagai Bahan Baku Daging ayam memiliki serat halus memanjang dan berwarna putih. Daging ayam juga memiliki lemak berwarna putih kekuningan dan banyak mengandung asam amino essensial yang baik bagi pertumbuhan dan perbaikan nutrisi tubuh (Lawrie, 1995). Pemotongan juga dapat menimbulkan berkurangnya kualitas daging disebabkan oleh adanya proses pelayuan, pemasakan, pengukuran pH karkas dan daging, residu hormon, residu antibiotik, penyimpanan dan penggunaan enzim pengempuk daging. Daging mudah mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan daging untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan kualitas citarasa daging. Bahan baku pengolahan pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Penanganan bahan baku yang sesuai dapat meningkatkan mutu produk. Bahan baku makanan harus disimpan pada suhu rendah (±4oC) yang berguna dalam menghindari kontaminasi dan menurunkan jumlah mikroorganisme patogen. Penyimpanan bahan mentah harus bersih dan bebas dari kotoran atau bau (Jenie, 1987). Daging ayam mengandung substansi nitrogen dan karbohidrat sehingga penanganan yang kurang baik dapat memberi peluang pertumbuhan mikroorganisme pada tingkat keasaman yang sesuai (Saksono, 1986). Lukman (2003) menambahkan bahwa jenis bahan yang mudah rusak memiliki kandungan protein tinggi (18%), pH 5,3-6,2 dan kadar air 75,5%. Komposisi protein daging unggas (ayam) lebih tinggi dibandingkan daging sapi. Persentase protein dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Daging Sapi Jenis daging
Protein
Air
Lemak
Abu
---------------------------(%)----------------------------Ayam broiler (pedaging) Ayam layer (petelur) Sapi
23,40 23,34 21,50
73,3 73,35 69,50
1,90 2,28 8,00
1,00 1,03 1,00
Sumber : Balai Besar Industri Pertanian, 1983 *) Muchtadi dan Sugiyono, 1989
Penanganan bahan baku dapat berupa persiapan atau menyeleksi dari awal bahan baku datang. Proses yang diperlukan dalam menangani bahan baku dapat berupa cara penyimpanan awal (preparasi), pendinginan dan thawing. Penyimpanan awal harus benar-benar dilakukan secara baik, hal ini dikarenakan cara yang benar
dapat mengurangi degradasi bahan mentah selama penyimpanan. Pemrosesan bahan pangan dilakukan untuk menghentikan kegiatan enzim dan menghancurkan penyebab timbulnya penyakit pada makanan, sehingga umur simpan menjadi lebih lama (Saksono, 1986). Bahan pelindung, pendingin dan penyimpanan dingin juga harus dilakukan jika dalam kondisi tertentu diperlukan. Soeparno (1998) menambahkan penyimpanan awal dapat menyamakan kondisi atau mencegah daging dari kerusakan akibat mikroorganisme serta memperpanjang penyimpanan. Pendinginan pada bahan baku daging banyak dilakukan untuk menjaga bahan agar dapat diproses dalam waktu yang lama dan menjaga mutu bahan. Menurut Buckle (1987) penyimpanan dingin merupakan penyimpanan yang dilakukan pada suhu antara 1oC sampai 3,5oC, tetapi masih dalam suhu optimal –2oC dan 7oC yang dapat bertahan dalam waktu 3-5 hari. Penyimpanan yang melebihi 5 hari pemilihan suhu terendah dapat menghindarkan pembekuan bagian tipis karkas. Thawing pada proses ini dilakukan melalui perantara udara dingin, air hangat, air pada suhu kamar, pemasakan langsung tanpa penyegaran kembali dan udara terbuka. Penentuan waktu dan suhu ditetapkan menurut temperatur pada daging, ukuran daging, medium penyegar dan kapasitas internal daging (Soeparno, 1998). Penyimpanan ayam sebelum pengolahan menjadi produk juga berguna dalam mempertahankan mutu daging ayam, memperlambat reaksi enzimatik dan nonenzimatik (pembusukan terhambat, menghambat denaturasi protein dan agar daya ikat air water holding capacity (WHC) tidak turun (Buckle et al., 1987). Daging ayam olahan yang berupa emulsi harus memiliki WHC yang tinggi sehingga syarat utama sebagai nugget memiliki mutu tinggi. WHC sangat berperan dalam pengikatan air bebas dan pembentukan gel. WHC yang tinggi memudahkan daging dikonsumsi, lebih lembut dan menimbulkan faktor juicy. Hal ini akibat pengaruh pH dan ion protein dalam daging (Belitz dan Grosch, 1999). Chicken Nugget Chicken nugget merupakan bahan pangan yang terbuat dari daging segar olahan yang telah dimodifikasi melalui pengolahan. Daging ayam olahan memiliki masa simpan yang lebih lama. Pengolahan daging menjadi produk jadi seperti nugget dapat
memperbaiki
sifat
organoleptik,
penurunan
penyusutan
lemak
dan
meningkatkan variasi produk daging (Marliyati et al., 1992). Proses pengolahan
chicken nugget meliputi grinding atau chroping, penambahan bumbu dan pemanasan atau pengubahan warna. Menurut Owen (2001) pengolahan nugget mencakup enam tahap yaitu pembentukan adonan dengan cara penggilingan daging kemudian dilakukan pencampuran bumbu, penambahan es dan bahan tambahan, pencetakan, perekatan tepung dan pelumuran tepung panir, penggorengan awal (pre-frying), pembekuan dan pengemasan. Chicken nugget merupakan produk daging ayam yang dicetak, dimasak dan/atau dibekukan. Pembuatan chicken nugget dilakukan melalui pencampuran daging giling dengan bahan pelapis dan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN, 2002). Chicken nugget juga merupakan produk emulsi minyak dalam air. Emulsi daging pada nugget merupakan emulsi kompleks dari butiran lemak yang terdispersi (Keeton, 2001). Faktor kualitas nugget dapat ditentukan melalui filler dan binder. Penambahan bahan pengisi (filler) dan bahan pengikat (binder) berguna dalam meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan flavor, meningkatkan daya ikat bumbu, biaya formulasi berkurang dan mengurangi pengerutan pada saat pemanasan (Soeparno, 1998). Pengolahan nugget dapat dilakukan dengan menggiling daging, pemberian bumbu, pencampuran bumbu dan daging, pematangan serta pembekuan. Pengolahan chicken nugget mampu meningkatkan kandungan mineral dengan penambahan bumbu, sedangkan peningkatan kalori disebabkan oleh penambahan karbohidrat dan protein dari biji-bijian, tepung dan susu skim (Soeparno, 1998). Koswara et al. (2000) menambahkan chicken nugget merupakan produk olahan daging yang memiliki bentuk potongan segi empat dan dilapisi bumbu (buttered dan breaded). Nugget dapat diolah dari daging ayam, daging sapi dan ikan. Bumbu dalam pengolahan nugget memiliki peran penting, karena mampu meningkatkan citarasa terutama penambahan garam dan rempah-rempah. Pengolahan daging juga menggunakan bahan berupa es yang berguna dalam menjaga suhu daging. Es dapat menambah dan/atau mempertahankan kadar air daging sehingga tekstur menjadi lebih empuk (Imelda, 2003).
Tabel 2. Persyaratan Nugget Ayam menurut Badan Standardisasi Nasional No. SNI 01-6683 (2002).
No
Jenis Uji
Satuan
1. Keadaan 1.1 Aroma 1.2 Rasa 1.3 Tekstur 2. Benda asing 3. Air 4. Protein 5. Lemak 6. karbohidrat 7. Kalsium (Ca) 8. Bahan tambahan makanan 8.1 Pengawet 8.2 Pewarna 9. Cemaran logam 9.1 Timbal 9.2 Tembaga 9.3 Seng (Zn) 9.4 Timah (Sn) 9.5 Raksa (Hg) 10. Cemaran Arsen (Ar) 11. Cemaran mikroba 11.1 Angka Lempeng Total 11.2 Coliform 11.3 E. coli 11.4 Salmonella 11.5 Staphylococcus aureus
Persyaratan
%, b/b %, b/b %, b/b %, b/b mg/100g
normal, sesuai label normal, sesuai label normal tidak boleh ada maks. 60 min. 12 maks. 20 maks. 25 maks. 30
-
sesuai dengan SNI 01-0222-1995
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 2,0 maks. 20,0 maks. 40,0 maks. 40,0 maks. 0,03 maks. 1,00
koloni/g APM/g APM/g /25 g koloni/g
maks. 5x104 maks. 10 <3 negatif maks. 1x102
Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2002
Emulsi adalah dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain. Molekul kedua cairan pada emulsi tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian terdispersi yang terdiri dari butir-butir (biasanya berupa lemak), bagian kedua disebut media pendispersi yang juga biasa disebut continous phase (biasanya terdiri dari air) dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air. Bahan alami yang dapat bertindak sebagai penstabil emulsi misalnya protein karena sifat alaminya (amfipatik) (Winarno, 2002). Pengeringan dengan Oven Pengeringan dengan oven merupakan salah satu cara dalam mengawetkan makanan. Pengeringan dapat meningkatkan tekanan osmosis dan pertumbuhan mikroorganisme menjadi terhambat. Pengeringan oven memberikan panas pada
bahan pangan dalam sebuah oven, melalui radiasi dinding oven, konveksi dari sirkulasi udara panas yang mengakibatkan udara, gas dan air menguap dan melalui konduksi pada wadah tempat bahan pangan ditempatkan. Panas diubah menjadi panas konduksi pada permukaan bahan dan dinding oven (Fellow, 1990). Bahan pangan yang diletakkan dalam sebuah oven akan mengalami penguapan akibat udara panas. Kelembapan udara dalam oven yang rendah menciptakan gradien tekanan uap, sehingga terjadi perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan bahan. Saat laju hilangnya air melebihi laju perpindahan air dari bagian dalam bahan, daerah evaporasi berpindah pada bagian dalam bahan, permukaan menjadi kering. Pemanasan oven dilakukan pada tekanan atmosfer sehingga air hilang secara bebas dari bahan pangan, suhu bagian dalam bahan pangan tidak boleh melebihi 100oC. Pemanasan sehingga menyebabkan
cepat memerlukan suhu yang tinggi,
perubahan kompleks pada komponen permukaan bahan
pangan (Fellow, 1990). Good Manufacturing Practices (GMP) GMP merupakan salah satu perencanaan produksi yang baik, prosedur pelaksanaannya dengan menjalankan, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan proses produksi. GMP dilakukan mulai dari penerimaan sampai dengan produk diterima konsumen. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan konsumen jika membeli dan/atau mengkonsumsi pangan. Penerapan tata cara berproduksi yang baik merupakan kunci utama dalam mencapai target mutu produk chicken nugget. Penerapan prosedur ini memiliki tujuan menjaga kualitas dan bebas dari kontaminan. Jenis kontaminasi antara lain: a. Kontaminasi fisik yang berupa rambut, benang, batu, kaca, plastik dan metal b. Kontaminasi kimia yang berupa uap, debu, gas dan bahan kimia c. Kontaminasi mikrobiologi berupa jamur, kapang dan mikroorganisme (Vinita, 2003). Manusia sebagai agen menjadi perhatian utama dalam proses pengolahan pangan yang dilakukan secara manual. Manusia merupakan salah satu media penyebaran mikroorganisme, hal ini disebabkan kontak langsung maupun
tidak langsung sering terjadi. Manusia juga memiliki aktivitas yang beraneka ragam sehingga higiene personal sangat sulit terkontrol satu persatu. Penyebaran mikroorganisme dari manusia umumnya berasal dari tangan (kuku) dan kulit (Saksono, 1986). Higiene perusahaan merupakan salah satu hal dasar bagi kelangsungan proses produksi. Kegiatan ini meliputi higiene karyawan, pemeliharaan proses produksi, kebersihan atau sanitasi dan semua aspek yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada proses produksi. Pemeriksaan Good Manufacturing Practices harus dilakukan secara rutin berdasarkan manual GMP perusahaan. Pemeriksaan yang dilakukan secara rutin dapat mencegah atau mengurangi tingkat kontaminasi mikroba dalam pangan. Good Manufacturing Practices merupakan salah satu cara menangani proses pengolahan pangan yang memperhatikan aspek mutu. Makna mutu sangat luas, namun tujuan mengetahui peran mutu atau pengendalian mutu yaitu menjaga kepuasan konsumen sesuai dengan persyaratan mutu (BSN, 1991). Jaminan mutu pangan memiliki banyak ragam, diantaranya GMP, sanitasi, SSOP dan HACCP. Konsep GMP, khususnya telah diperkenalkan oleh FDA (Adam dan Moss, 1995) Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan standar operasi perusahaan yang mencakup kebijakan perusahaan, tahap kegiatan, nama petugas, cara pemantauan dan cara dokumentasi sebagai pertimbangan dalam melakukan inspeksi. SSOP memiliki delapan aspek yaitu keamanan air, kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan makanan, pencegahan kontaminasi silang, fasilitas kebersihan, pencegahan adulterasi, pelabelan, penyimpanan dan penggunaan senyawa toksik yang benar, kesehatan karyawan, serta pencegahan hama (pest control) (Dewanti, 2005). Wiryanti (2002) menambahkan penyusunan SSOP harus memenuhi kelayakan antara lain (1) pendokumentasian program sanitasi, (2) pemantauan program kelayakan, (3) penerapan kelayakan dasar, (4) melakukan tindakan koreksi jika kelayakan dasar tidak memenuhi syarat, (5) perekaman program yang dilaksanakan. Bangunan dalam kontek sanitasi memerlukan pertimbangan tata letak, lantai, dinding dan langit-langit, ventilasi atau jendela dan pintu yang tidak mudah memunculkan persebaran serangga. Bahan bangunan disesuaikan menurut jenis dan
fungsi bangunan. Konstruksi bangunan dapat dibuat dari bahan kayu, besi, stainless steel, logam monel, karet, bahan enamel, plastik dan gelas (Jenie, 1987). Menurut Jenie dan Fardiaz (1989), sanitasi yang baik tidak saja terletak pada kebersihan bahan baku melainkan peralatan, ruang, pekerja, penanganan dan pengolahan limbah juga sangat berpengaruh. Penanggulangan mikroorganisme dalam sanitasi dapat dilakukan dengan cara pemberian desinfeksi, karena mampu membunuh spora mikroba. Desinfeksi harus dipilih berdasarkan mikroorganisme target, jenis makanan olahan, bahan permukaan yang kontak dengan makanan dan tergantung jenis air sanitasi serta metode pelaksanaan sanitasi (Ditjen POM, 1987). Sanitation Standard Operating Procedure merupakan aplikasi dasar yang harus dipelihara dan diterapkan oleh industri pengolahan pangan. Sanitation Standard Operating Procedure mampu menjelaskan kinerja perusahaan dalam menjalankan sanitasi dan praktek-praktek yang dipantau, disamping itu SSOP menjadi pedoman dalam menjelaskan prosedur sanitasi secara jelas dan lengkap. Pemantauan intensif sangat diperlukan dalam proses pengolahan, sehingga mutu produk terjamin. Bahan makanan yang aman tidak mengandung bahan biologis, kimia, dan fisik yang membahayakan kesehatan. Aplikasi dokumentasi pada proses prosuksi harus terpelihara dan diterapkan. Sanitation Standard Operating Procedure merupakan prosedur baku, sanitasi tertulis atau dokumen serupa yang spesifik untuk setiap lokasi tempat makanan yang diproduksi (Lukman, 2003). Bahan makanan yang bermutu adalah bahan atau makanan yang memiliki kualitas baik dalam kondisi normal, yaitu tidak ada bau (busuk), kotor, dan penyimpangan lain secara etis serta makanan harus dapat diterima oleh konsumen sebagai bahan makanan dalam pemenuhan kebutuhan (Lukman, 2003).
Mencuci tangan merupakan salah satu bagian dari SSOP yaitu aspek sanitasi. Hiasinta (1999) menjelaskan tata cara mencuci tangan sebagai berikut:
Membasahai tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun
Menggosok tangan secara menyeluruh sekurang-kurangnya 20 detik pada bagian punggung tangan, telapak tangan, sela-sela jari dan bagian di bawah kuku
Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan bagian di bawah kuku
Membilas tangan dengan air mengalir
Pengeringan tangan dengan handuk kertas (tissue) atau dengan alat pengering tangan menggunakan sanitiser secukupnya Gambar 1. Diagram Alir Pencucian Tangan Sanitasi merupakan salah satu titik kontrol yang menjadi objek dalam SSOP. Sanitation Standard Operating Procedure membantu dalam menjamin keamanan produk pangan antara lain: a. Memberikan jadwal kegiatan tentang sanitasi secara pasti b. Memberikan
prosedur
dan
acuan
monitoring
secara
berkesinambungan c. Mengontrol produk serta menjamin jika dilakukan koreksi barang d. Identifikasi dan mencegah terjadinya kembali masalah e. Menjamin setiap personal mengerti sanitasi f. Penjadwalan pelatihan yang kontinyu bagi personal g. Sarana dokumentasi komitmen kepada pembeli dan inspektor h. Meningkatkan praktek sanitasi di lingkungan masyarakat
jelas
dan
Sanitasi dapat dipantau melalui delapan aspek sanitasi, seperti yang tercantum dalam SSOP yaitu : a. Keamanan air dan es b. Kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan makanan c. Kontaminasi silang d. Menjaga fasilitas cuci tangan, sanitasi dan kebersihan toilet e. Pencegahan dan perlindungan dari kontaminasi f. Pelabelan, penggunaan dan penyimpanan bahan toksik g. Kesehatan karyawan h. Pengendalian hama Keamanan Air dan Es Air merupakan persyaratan utama dalam industri pengolahan pangan. Air pengolahan pangan suatu industri harus memiliki kriteria yang meliputi bebas bakteri, bebas senyawa kimia berbahaya, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak keruh. Bakteri yang terdapat dalam air antara lain Streptococcus faecalis dan Clostridium perfringens, bakteri ini berasal dari hewan, bahan buangan dan kotoran manusia. Bakteri yang sering mengkontaminasi air adalah Escherichia coli dan Coliform (Rumawas, 2002). Syarat air yang baik untuk pengolahan adalah tidak mengandung jasad renik yang dapat menimbulkan penyakit, benar-benar jernih dan tidak berwarna, tidak terdapat karat dan pembentuk kupasan-kupasan, lunak dan dapat diterima, bebas dari gas (seperti Hidrogen Sulfida serta mineral besi dan mangan), rasanya enak, bebas bau dan diutamakan yang dingin. Penggunaan air minum dalam industri pangan harus terus dipantau, hal ini dimaksudkan untuk menjaga atau menghindari kontak silang antara bahan dan air. Air yang digunakan juga harus memiliki persyaratan sebagai air minum. Pengendalian kualitas air dapat dilakukan di laboratorium dan penambahan klorin agar air yang akan digunakan benar-benar aman dikonsumsi (Soekotjo, 2006). Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan Pengendalian dengan menjaga kebersihan permukaan ini dapat memberi jaminan terhadap kualitas produk. Hal yang perlu diperhatikan antara lain kondisi permukaan, kebersihan permukaan, tipe, jenis dan konsentrasi bahan sanitasi, kebersihan sarung tangan serta pakaian pekerja. Peralatan produksi harus mudah
dibersihkan, tidak korosif, tidak toksik, terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dalam pemeliharaan (Soekotjo, 2006). Pencegahan Kontaminasi Silang Kontaminasi banyak terjadi dalam pengolahan bahan pangan. Masalah ini timbul akibat peralatan yang tidak saniter serta bahan yang kontak langsung maupun tidak langsung kurang diperhatikan perawatannya. Bahan pengemas adalah salah satu contoh yang dapat digunakan, bahan ini diharuskan tidak menimbulkan racun serta membahayakan kesehatan (Fardiaz, 1999). Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Kebersihan Toilet Kontaminasi yang ditimbulkan akibat tidak terjaganya fasilitas ini sangat merugikan, karena kontaminan yang ada berupa bakteri patogen. Fasilitas yang bersih dan dijaga kebersihannya dengan baik menjadi daya dukung proses produksi pangan. Pengontrolan dan monitoring sangat diperlukan untuk mencegah atau menanggulangi penyebaran mikroorganisme berbahaya. Pencegahan tidak hanya dilakukan pada penanganan bahan baku namun pada setiap titik kegiatan produksi serta pemasaran (Soekotjo, 2006). Pencegahan dan Perlindungan Kontaminasi Keutuhan pangan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi industri pengolahan pangan. Perlindungan dan pencegahan dari bahaya kontaminasi merupakan salah satu cara untuk menjamin bahwa produk terhindar dari kontaminasi biologi, kimia maupun fisik. Mikroorganisme yang sering mengkontaminasi makanan berupa bakteri patogen dan pembusuk. Bakteri patogen menyebabkan gangguan kesehatan (penyakit yang dapat berujung dengan kematian) (Widjaja, 1992). Bakteri pembusuk merupakan mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas produk pangan, memperpendek masa simpan, mengubah kondisi fisik (warna, bau dan rasa) dan penurunan daya beli pasar/ konsumen. Kontaminasi kimiawi lebih disebabkan oleh residu bahan antibiotik, pestisida, logam serta air yang tidak bersih, sedangkan kontaminasi biologi disebabkan oleh pertumbuhan bakteri, kapang, jamur, virus dan parasit (Soekotjo, 2006). Pelabelan, Penggunaan dan Penyimpanan Bahan Toksik
Pelabelan, penggunaan dan penyimpanan bahan toksik harus benar. Pelabelan sangat penting untuk mempermudah penggunaan dan menghindari kesalahan pengambilan produk saat pemasaran. Pelabelan sebaiknya memuat nama bahan atau larutan, nama dan alamat produsen dan petunjuk penggunaan produk. Penyimpanan bahan toksik harus di ruang khusus untuk menghindari kontak silang ke produk makanan (Soekotjo, 2006). Kesehatan Karyawan Kebersihan dan kesehatan karyawan merupakan aspek dukung produksi yang berakibat secara langsung terhadap produk yang dihasilkan. Produktifitas karyawan tergantung pada lingkungan yang bersih dan sehat. Kenyamanan, kondisi fisik, kebersihan serta kategori pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan karyawan. Pemeriksaan kesehatan karyawan harus dilakukan minimal sekali dalam setahun sebagai jaminan bahwa kondisi karyawan benar-benar sehat dalam bekerja (Lukman, 2003). Pengendalian Hama Keberadaaan
hama
dalam
industri
pengolahan
sangat
merugikan.
Pengendalian hama yang dilakukan tidak hanya pada lingkungan produksi namun dilakukan pada seluruh lingkungan bangunan industri pengolahan. Beberapa hama atau hewan yang sering terdapat dilingkungan industri pengolahan antara lain lalat dan kecoa yang dapat membawa bakteri Salmonella, Staphylococcus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Shigella, dan Sterptococcus. Hewan lain yang terdapat pada pengolahan makanan adalah hewan pengerat (tikus) dan burung yang dapat membawa parasit, Salmonella, dan Listeria (Widjaja, 1992). Winarno dan Surono (2002) menambahkan bahwa rayap, laba-laba, cicak, kucing dan anjing juga menjadi hama pada industri pangan. Penggunaan pestisida dan insektisida dianjurkan untuk menanggulangi penyebaran hama, namun tidak menimbulkan bahaya kesehatan bagi pekerja serta tidak mengkontaminasi produk (Soekotjo, 2006). Pengendalian dapat juga dilakukan dengan desinfeksi, cara ini tidak membunuh mikroorganisme tetapi mengurangi jumlah mikroba yang membahayakan kesehatan. Desinfeksi dilakukan dengan uap panas, perendaman dengan air panas dan dengan bahan kimia. Hasil desinfeksi dapat dipengaruhi oleh
lama kerja, suhu larutan yang digunakan, stabilitas bahan kimia, dan konsentrasi bahan kimia (Mustika, 2006). Sanitasi Sanitasi merupakan usaha dan pemeliharaan suatu kondisi yang mengarah pada kesehatan. Sanitasi juga diartikan sebagai ilmu terapan yang mengembangkan penyajian makanan dengan lingkungan yang higiene dengan penanganan yang baik dalam mencegah kontaminasi makanan dengan mikroorganisme (Marriot, 1985). Sanitasi dalam industri khususnya pangan memiliki arti yang cukup luas. Aspek sanitasi tersebut mencakup sikap hidup, kebiasaan, tindakan aseptik, dan kebersihan. Hal ini diperlukan dalam mencegah pertumbuhan mikroorganisme, karena mikroorganisme mampu berkembang cepat pada kondisi yang didukung makanan yang cukup, kelembaban dan tekanan osmosa, tekanan oksigen, tingkat keasaman dan suhu yang sesuai. Penentuan sanitasi yang tepat mampu mengendalikan tingkat perkembangan mikroorganisme dan menghindari pencemaran pada pangan (Saksono, 1986). Pengertian aseptik dalam kontek sanitasi yaitu mencegah munculnya mikroba (tidak ada mikroba), sedangkan bersih memiliki makna tidak ada kotoran. Sanitasi dalam pengolahan pangan merupakan salah satu cara menjaga kebersihan dan aseptik yang mencakup persiapan, pengolahan, pengepakan, penyiapan maupun transportasi makanan, kebersihan dan sanitasi ruangan serta alat pengolahan pangan dan kesehatan pekerja (Soekarto, 1990). Sumber kontaminasi makanan adalah mikroba yang memegang peran penting dalam sanitasi pangan terutama mikroorganisme yang bersifat patogen. Penyakit yang ditimbulkan dapat berupa infeksi dan intoksikasi. Infeksi diartikan masuknya mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri, cacing dan protozoa melalui bahan pangan, sedangkan intoksikasi diartikan dengan penyakit yang timbul akibat toksin atau racun yang masuk ke dalam tubuh melalui bahan pangan. Gejala intoksikasi oleh pangan tidak harus selalu ada bakteri dan jika makanan mengandung toksin ditelan maka langsung terasa sakit, sedangkan infeksi bakteri harus bekembang biak terlebih dahulu sehingga gejala yang ditimbulkan lebih lama dibandingkan intoksikasi (Dewanti dan Hariyadi, 2002).
Perusahaan pengolahan daging harus mempertimbangkan kondisi bangunan. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi silang. Fardiaz (1999) menyatakan bahwa desain dan fasilitas pabrik memiliki fungsi antara lain dapat mencegah kontaminasi, mudah dipelihara, dibersihkan dan pencemaran udara dapat dihindari, permukaan yang kontak langsung dengan makanan tidak beracun, kuat dan tidak mudah pecah serta terlindung dari aktivitas hama. Sanitasi industri pengolahan pangan dapat dibedakan menjadi pengendalian cemaran, pembersihan dan tindakan aseptik. Hal ini dilakukan untuk menghindari cemaran yang disebabkan oleh mikroba, sehingga dilakukan pada setiap mata rantai operasi produksi dari pengadaan bahan mentah hingga produk akhir (Soekarto, 1990). Pengendalian cemaran tidak hanya berasal dari mikroba, akan tetapi dapat juga menghindari persebaran serangga dan rodensia. Serangga merupakan hewan yang memiliki ukuran kecil dan memiliki spesies sangat banyak. Bagian tubuh serangga terdapat tiga bagian, yaitu kepala, toraks dan abdomen. Kepala serangga memiliki keragaman jenis bentuk dan fungsi, sehingga pengenalan jenis ini mempermudah pengendaliannya secara spesifik dan efektif (Soekotjo, 2006). Siklus hidup serangga biasa disebut metamorfosis. Perubahan bentuk pada serangga ada dua macam, yaitu metamorfosis sempurna dan tidak sempurna. Kelangsungan hidup serangga tegolong cepat dan sangat baik dalam keadaan yang sulit. Serangga mampu melangsungkan hidup dengan memakan segala macam makanan (Borror et al., 1992). Noble dan Glenn (1989) menambahkan bahwa sebagian
besar
serangga
sangat
merugikan
terutama
pada
tempat-tempat
penyimpanan pangan atau bahan baku pangan. Hewan lain yang merugikan adalah rodensia. Hewan ini merupakan sejenis hewan pengerat yang banyak hidup pada lingkungan manusia (Boedi et al., 1979). Ukuran tubuh hewan ini tergolong kecil, sehingga mudah memasuki lubang saluran atau celah yang sempit. Hewan ini juga banyak terdapat pada gudang penyimpanan dan hewan ini juga dapat menimbulkan penyakit (Syarief dan Halid, 1993). Widjaja (1992) menyatakan bahwa penanggulangan serangga dan rodensia dapat dilakukan melalui pemberian umpan, sanitasi secara teratur, fumigasi pemasangan tirai pada setiap pintu dan penggunaan media ultrasonik. Penggunaan umpan pada jebakan harus dirubah setiap saat, hal ini disebabkan rodensia memiliki
kemampuan untuk mengenali umpan yang sering diberikan. Oka (1995) menambahkan bahwa penggunaan light trap sangat efektif dalam membunuh serangga. Sanitasi dan tindakan aseptik pada industri pengolahan pangan juga dapat dilakukan melaui higiene karyawan. Kesehatan karyawan suatu perusahaan terletak pada pola hidup dan higiene perorangan. Higiene ini merupakan titik sentral untuk mencapai persyaratan Higiene Perusahaan dan Kesehatan kerja (Hiperkes). Tingkat pencapaian produktifitas kerja diawali dengan higiene perorangan (Widjaja, 1992). Winarno dan Surono (2002) menambahkan bahwa standar higiene dan kesehatan karyawan merupakan syarat untuk menghindari kontak makanan secara langsung dengan manusia. Prosedur tersebut dapat dilakukan dengan cara: a. Seleksi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan karyawan b. Pendidikan dan pengawasan higiene dan sanitasi c. Praktek higiene dan sanitasi pabrik Kesehatan karyawan dapat dilakukan dengan mencuci tangan, pemakaian sarung tangan, kebersihan kuku dan kebersihan dan kelengkapan pakaian pekerja. Bahan sanitasi yang digunakan berupa klorin dan senyawa klorin (hipoklorit), iodophor, senyawa ammonium kuartener, surfaktan yang bersifat amfoter dan asam serta basa kuat. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Hazard Analysis Critical Control Point merupakan salah satu upaya mengontrol kinerja proses produksi, distribusi dan penggunaan bahan material dalam pengolahan pangan. Hazard Analysis Critical Control Point berperan dalam mengidentifikasi bahaya yang potensial pada bahan baku, produk, keberadaan bakteri dan/atau pertumbuhan bakteri pada industri pengolahan pangan (Chesworth, 1999). Kategori bahaya pada proses pengolahan dilakukan melalui penentuan titik-titik kritis pada setiap alur proses pengolahan. Sistem manajemen HACCP memberikan jaminan aman terhadap hasil produksi, sehingga layak untuk dikonsumsi. Hazard Analysis Critical Control Point berguna dalam mencegah perkembangan mikroba potensial atau terjadinya kontaminasi yang disebabkan oleh lingkungan (Stevenson dan Bernard, 1999).
Pengendalian bahaya pada proses pengolahan dilakukan di setiap titik atau tahapan proses produksi. Hal ini bertujuan bahwa pencegahan terjadinya bahaya lebih baik daripada melakukan pengujian produk akhir. Hazard Analysis Critical Control Point juga merupakan kontrol kualitas karena resiko dan pengidentifikasian bahaya dilakukan sejak dini sehingga mampu meningkatkan mutu produk hasil olahan (Winarno dan Surono, 2002). Pelaksanaan HACCP dapat dilakukan melalui beberapa sistem aplikasi, adapun langkah-langkah dalam penyusunan Hazard Analysis Critical Control Point yang dilakukan misalnya : 1) Melakukan evaluasi atau meneliti kembali proses secara keseluruhan 2) Menentukan titik-titik yang potensial terjadinya bahaya 3) Mengidentifikasi sumber bahaya dan poin khusus terjadinya kontaminasi 4) Melakukan pengontrolan dan pengawasan pada titik yang telah ditentukan 5) Melakukan pendokumentasian 6) Memastikan pelaksanaan HACCP berjalan secara efektif Penyusunan HACCP pada dasarnya terbagi dalam dua belas langkah. Konsep penyusunan ini memiliki 7 prinsip HACCP. Langkah penyusunan dan penerapan HACCP menurut Codex AlimentariusCommision adalah sebagai berikut : 1. Menyusun Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Identifikasi Pengguna yang Dituju 4. Penyusunan Diagram Alir 5. Verifikasi Diagram Alir 6. Melakukan Analisis Bahaya kemudian Melakukan Tindakan 7. Menentukan CCP 8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP 9. Menetapkan Sistem Pemantauan untuk Setiap CCP 10. Menentukan Tindakan Koreksi untuk Penyimpangan yang mungkin terjadi 11. Menetapkan Prosedur Verifikasi 12. Menetapkan Penyimpangan Catatan dan Dokumentasi
Prinsip HACCP berdasarkan Codex Alimentarius Commission (1993) yaitu meliputi : a) Melakukan analisis bahaya. Menyiapkan diagram alir pada setiap proses. Identifikasi dan dokumentasi bahaya serta menetapkan ukuran kendali yang ada b) Identifikasi CCP pada setiap proses melalui pohon pengambilan keputusan c) Menetapkan batas toleransi yang harus pada masing-masing CCP secara terkendali d) Menetapkan sistem monitoring untuk mengontrol CCP dengan pengamatan e) Menetapkan tindakan korektif jika dalam pengawasan terjadi penyimpangan pada CCP f) Mendokumentasikan semua arsip dan menetapkan prosedur yang sesuai dengan prinsip dan aplikasi HACCP g) Menetapkan prosedur verifikasi yang meliputi pengujian dasar Hazard Analysis Critical Control Point merupakan piranti atau sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. Hazard
Analysis Critical Control
Point
menekankan pentingnya mutu keamanan pangan, oleh sebab itu sebagai jaminan mutu pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi proses pengolahan produk pangan. Pentingnya penerapan sistem ini pada industri pangan karena
bahan-bahan
yang
digunakan
dalam
produksi
atau
pengolahan
memungkinkan terjadinya pencemaran. Pencemaran ini dapat diminimalkan melalui penyusunan rancangan kerja jaminan mutu pada proses penerimaan bahan baku sampai produk diterima konsumen (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Penyusunan rencana kerja jaminan mutu ini merupakan dokumen yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip HACCP yang berguna dalam mengendalikan bahaya dan mendukung keamanan produk yang dihasilkan. Dokumen rencana jaminan mutu HACCP harus memuat : a) Data perusahaan yang meliputi identitas perusahaan, struktur organisasi, pelatihan tim HACCP dan bidang kegiatan serta kebijakan mutu perusahaan b) Deskripsi produk yang berisi daftar seluruh identitas produk akhir c) Persyaratan dasar yang harus dipenuhi, seperti SOP dan HACCP
d) Diagram alir dan model verifikasi e) Analisa bahaya yang berfungsi dalam mengumpulkan informasi bahaya sampai terjadinya bahaya dan harus ditangani melalui rencana HACCP. Bahaya dalam produk pangan dibedakan menurut tingkat resiko bahayanya, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Kategori Resiko Produk Pangan Produk-produk kategori I (resiko tinggi) I Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau berkomposisi susu yang perlu direfrigrasi II Daging segar, ikan mentah dan produk-produk olahan susu III Produk-produk dengan nilai pH 4.6 atau lebih yang disterilisasi dalam wadah yang ditutup secara hermetis Produk-produk kategori II (resiko sedang) I Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serelia atau yang berkomposisi/penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene pangan II Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar III Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones dan dressing Produk-produk kategori III (resiko rendah) I Produk asam (nilai pH<4.6) seperti acar, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman asam II Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas III Selai, marinade dan conserves IV Produk konfeksionari berbasis gula V Minyak dan lemak makan Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta - IPB, 2007
f) Daftar kendali yang berbentuk matrik dan berisi lokasi CCP (CCP merupakan suatu titik atau prosedur dalam sistem pengolahan pangan yang jika tidak dikendalikan mengakibatkan resiko yang berbahaya), prosedur monitoring, penetapan batas kritis dan tindakan perbaikan g) Penanganan keluhan konsumen, penarikan produk dan perubahan dokumen yang berisi cara pengembalian dan perbaharuan dokumen agar selalu tercatat sehingga perubahannya dapat diketahui atau dipantau serta pelatihan Penyusunan analisis penyusunan rencana kerja HACCP juga dikelompokkan ke dalam beberapa bagian menurut jenis bahan atau produk yang dihasilkan berdasarkan tingkat terjadinya bahaya serta kategori resiko. Pengelompokan jenis bahaya dan kategori resiko pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 4. Dan
Tabel 5. serta daftar signifikasi bahaya pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 6. berikut : Tabel 4. Karakteristik Bahaya Kelompok Bahaya
Karakteristik Bahaya
Bahaya A
Kolompok produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk dikonsumsi kelompok tertentu (lansia, bayi dan immunocompromised)
Bahaya B
Produk mengandung bahan ingridient sensitif terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik
Bahaya C
Dalam proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik
Bahaya D
Produk kemungkinan mengalami pengolahan sebelum pengemasan
Bahaya E
Kemungkinan terdapat potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahya untuk dikonsumsi
Bahaya F
Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan konsumen atau tidak ada pemanasan akhir atau tahap pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan baku) atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik
rekontaminasi
setelah
Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta - IPB, 2007
Tabel 5. Penglompokan Produk Berdasarkan Penetapan Kategori Resiko Karakteristik Bahaya
Kategori Resiko
0
0
Tidak mengandung bahaya A sampai F
(+)
I
Mengandung satu bahaya B sampai F
(++)
II
Mengandung dua bahaya B sampai F
(+++)
III
Mengandung tiga bahaya B sampai F
(++++)
IV
Mengandung empat bahaya B sampai F
(+++++)
V
Mengandung lima bahaya B sampai F
A+ (kategori khusus) dengan atau tanpa bahaya B-F
VI
Jenis Bahaya
Kategori resiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A)
Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta - IPB, 2007
Tabel 6. Signifikansi Bahaya Tingkat Keparahan (severity)
Peluang Terjadi (Reasonably likely to occur) •
R
S
T
R
R
S
S
S
R
S
T
T
S
S
T
Umumnya dianggap signifikan dan akan diteruskan/dipertimbangkan dalam penetapan CCP. Keterangan : R = rendah, S = sedang, T = tinggi
Sumber : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002
METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan magang ini merupakan pengenalan kondisi nyata dunia industri. Magang dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yang dimulai pada bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Agustus 2006. Kegiatan selama magang dilakukan sesuai jadwal masuk karyawan kantor perusahaan yaitu dari jam 08.00-17.00. Magang bertempat di PT Japfa Santori Indonesia Jl. Raya Serang Km 20,2 CibadakTangerang. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu narasumber, pustaka yang meliputi buku panduan penyusunan HACCP, skripsi dan beberapa catatan atau dokumen perusahaan yang berkaitan erat dengan HACCP. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu alat tulis lengkap sebagai sarana pengumpulan data yang diperlukan. Metode Pelaksanaan Magang yang dilakukan berupa praktek langsung pada tempat atau industri dengan kesesuaian bidang ilmu yang dipelajari. Magang yang dilakukan merupakan kegiatan untuk menyelesaikan tugas akhir. Kegiatan magang dilakukan melalui keikutsertaan pada proses kerja perusahaan. Proses ini juga dilaksanakan dengan melihat atau pengamatan lapang, terlibat dalam beberapa kegiatan perusahaan, diskusi dan wawancara langsung dengan pihak yang bersangkutan, pengumpulan data terkait, mengamati kegiatan pelaksanaan produksi dan studi pustaka. Magang juga dilakukan dengan mempelajari keadaan umum perusahaan, ketenaga kerjaan, produk yang dihasilkan dan penerapan HACCP. Prosedur Pelaksanaan kegiatan magang tidak terlepas dari proses kegiatan perusahaan. Penulis juga terlibat dalam pelaksanaan pengontrolan proses produksi. Mahasiswa melakukan praktek kerja untuk membantu aspek pengamatan. Pengambilan data penelitian merupakan gambaran kondisi nyata yang terdapat di lapangan. Penilaian
dan analisis dilakukan dengan cara deskripsi langsung permasalahan yang dikaji melalui rencana kerja jaminan mutu pangan berdasarkan HACCP. Pengumpulan data terkait yang meliputi informasi penggunaan bahan baku, bahan penunjang, penerimaan bahan baku, bahan pengemas, proses produksi, penyimpanan dan pendistribusian diperoleh dari literatur dan data yang terdapat di perusahaan. Data yang diperoleh, tertulis dalam kondisi umum perusahaan. Analisis dilakukan dengan penyusunan rencana kerja HACCP yang meliputi : a) Deskripsi Produk. Deskripsi memuat hal yang perlu diperhatikan (keterangan produk secara jelas) sebagai informasi dan memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya serta membantu mengembangkan batas-batas kritis yang perlu dikaji. b) Penyusunan Diagram Alir. Diagram alir disusun dengan mencatat seluruh proses sejak bahan baku diterima sampai dihasilkan produk untuk disimpan. Diagram alir menggambarkan keseluruhan proses produksi dan membantu dalam melaksanakan kerja serta sebagai pedoman untuk melakukan verifikasi. c) Analisis Bahaya (Prinsip 1). Analisis bahaya berguna dalam mengidentifikasi dan menganalisa bahaya serta menentukan tingkat resiko bahaya pada proses produksi. Resiko merupakan peluang terjadinya bahaya. Analisis bahaya juga dapat dilakukan melalui pembuatan matrik analisa bahaya untuk menentukan tingkat kesignifikanan bahaya dengan mengkombinasikan antara resiko dengan tingkat keakutan melalui matrik. Tingkat keakutan resiko ditentukan melalui angka yaitu 10 untuk rendah, 100 untuk sedang dan 1000 untuk tingkat yang lebih tinggi. Tingkat signifikasi merupakan hasil perkalian antara resiko dan keakutan yang menghasilkan angka 100-1.000.000, dengan kelompok signifikasi rendah 100-1.000, signifikasi sedang10.000 dan signifikasi tinggi untuk angka 100.0001.000.000. Untuk nilai 100.000-1.000.000 dapat langsung digunakan untuk penetapan CCP pada diagram keputusan. Matrik analisa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Matrik Analisa Signifikansi Bahaya
Tingkat Resiko Bahaya
Resiko tinggi (1.000) Keakutan rendah (10) R*K (10.000)
Resiko tinggi (1.000) Keakutan sedang(100) R*K (100.000)
Resiko tinggi (1.000) Keakutan tinggi (1.000) R*K (1.000.000)
Resiko sedang (100) Keakutan rendah (10) R*K (1.000)
Resiko sedang (100) Keakutan sedang(100) R*K (10.000)
Resiko sedang (100) Keakutan tinggi (1.000) R*K (100.000)
Resiko rendah (10) Keakutan rendah (10) R*K (100)
Resiko rendah (10) Keakutan sedang(100) R*K (1.000)
Resiko rendah (10) Keakutan rendah (1.0000) R*K (10.000)
Tingkat Keakutan Bahaya Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta - IPB, 2007
d) CCP dan Pengendalian Bahayanya (Prinsip 2). Tahap ini merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya yang teridentifikasi. CCP didefinisikan sebagai tahapan dimana pengetahuan tetang proses produksi dan semua potensi bahaya serta signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahannya telah ditetapkan. e) Penetapan Batas Kritis (Prinsip 3). Critical limit merupakan batas pada CCP yang ditetapkan berdasarkan referensi dan standar teknis serta observasi unit produksi. f) Menetapkan Prosedur Monitoring (Prinsip 4). Monitoring merupakan upaya yang dilakukan untuk mendokumentasikan laporan keadaan CCP yang dilakukan melalui pengujian atau observasi. g) Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5). Tindakan koreksi merupakan upaya spesifik yang harus ditetapkan pada setiap CCP dalam sistem HACCP yang berguna untuk mengambil tindakan jika terjadi penyimpangan terhadap CCP. h) Menetapkan Prosedur Verifikasi (Prinsip 6). Verifikasi merupakan cara pemeriksaan menyeluruh untuk menjamin bahwa apakah sistem HACCP telah berjalan dengan benar dan lancar. i) Dokumentasi dan Rekaman yang Baik (Prinsip 7). Dokumentasi yang efisien dan akurat sangat penting sebagai bukti bahwa batas-batas kritis telah dipenuhi dan tindakan koreksi yang benar telah diambil pada saat batas terlampaui serta hasil kegiatan tercatat dengan baik.
j) Penetapan Kebijakan Mutu. Kebijakan mutu merupakan upaya untuk melaksanakan, menegakkan dan memelihara standar keamanan dan mutu pangan. Kebijakan mutu terdiri dari tujuan, alasan penetapan kebijakan mutu serta visi atau misi yang ingin dicapai k) Penentuan Persyaratan Dasar yaitu dengan menentukan GMP dan sanitasi yang tertuang dalam SSOP l) Membuat lembar kerja kendali mutu yang mencakup seluruh aspek yang sedang dikaji dalam HACCP Penetapan CCP pada prinsip HACCP Plan dapat dibantu menggunakan diagram pohon keputusan (CCP Decision Tree). Pohan keputusan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. P1
Apakah terdapat bahaya dalam bahan baku yang akan digunakan ?
Ya
P2
Bukan CCP
Apakah dalam proses atau konsumen akan dapat menghilangkan bahaya dari produk ?
Ya
P3
Tidak ya
Tidak ya
CCP
Apakah terdapat resiko kontaminasi silang tehadap fasilitas atau produk lain yang tidak dapat dikendalikan ?
Tidak ya
Ya
Bukan CCP Gambar 2. Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta - IPB, 2007
CCP ya
P1
Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya ?
Tidak ya
Modifikasi proses/produk
Apakah pengendalian perlu untuk meningkatkan keamanan ?
Tidak ya
P2
Ya
CCP ya
Apakah bahaya dapat meningkat sampai batas aman ?
Ya
P4
Bukan CCP (berhenti)
Apakah proses ini dirancang khusus untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman ?
Tidak ya
P3
Ya
Tidak ya
Bukan CCP (berhenti)
Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya ? Ya Bukan CCP (berhenti)
Tidak ya
Gambar 3. Decision Tree untuk Penetapan CCP Sumber : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta - IPB, 2007
CCP ya
HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Industri pengolahan pangan khususnya daging banyak mengalami perluasan sebagai produk pangan. Masyarakat membutuhkan asupan gizi yang cukup, terutama protein seiring majunya kehidupan modern. PT Japfa Santori Indonesia, merupakan salah satu perusahaan yang memiliki andil atau peran dalam industri pengolahan daging. PT Japfa Santori Indonesia memulai usaha ini sejak bulan Juni 1997, pada mulanya bernama PT Japfa OSI Food Industries yang bekerjasama dengan Otto and Sons Incoorporation (OSI) dari Amerika berbentuk Joint Venture bersama PT Japfa Comfeed Indonesia sebagai mitra lokalnya. Kerjasama ini ditanda tangani atas dasar akta notaris Tanggal 25 Juni 1997 oleh Mudofir Hadi SH. Perusahaan ini pada awalnya menjadi exclusive suplier bagi restoran fast food McDonald. Pada tahun 2003, terjadi perubahan struktur kepemilikan saham PT Japfa OSI Food Industries sehingga berganti nama menjadi PT Japfa Santori Indonesia dan tidak lagi bekerja sama dengan OSI. Pergantian nama tersebut disetujui oleh Menteri Kehakiman No. C-23848 HT.01.04. Tahun 2003 Produk yang dihasilkan antara lain Chicken wing, Chicken stick, Dino bites, Spicy wing, sosis (sozzis) Chicken chunk, Otak-otak ikan dan Baso. Produk-produk PT Japfa Santori Indonesia telah mendapat sertifikasi kehalalan dari LP-POM MUI sejak tahun 1998.
Lokasi dan Tata Letak Perusahaan Pemilihan lokasi industri PT Japfa Santori Indonesia sangat strategis yaitu di Jl Raya Serang Km 20.2 desa Cibadak, Cikupa-Tangerang. Jalur pemasaran produk industri ini tergolong menguntungkan karena terletak di tepi jalan raya dan jalan tol, sehingga arus transportasi serta distribusi produk semakin cepat dan pengadaan bahan baku semakin mudah. Perusahaan ini bergerak dibidang pemotongan, pemasok bahan baku untuk PT Japfa-OSI Food Industri serta produk jadi. Bangunan secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu kantor dan pabrik. Desain bangunan PT Japfa Santori Indonesia terpisah antara kantor dan pabrik. Kondisi ini mendorong spesialisasi kerja karyawan serta menghindari lalu lintas karyawan di ruang produksi. Bangunan kantor terdiri dari ruang-ruang sesuai
departemen yang ada, sedangkan bangunan pabrik terdiri atas ruang karyawan, ruang produksi, gudang penyimpanan bahan baku dan produk jadi serta area sanitasi. Luas wilayah (area) yang ditempati adalah ±40.000 m2 dengan luas bangunan ±22.000m2.
Struktur Organisasi PT Japfa Santori Indonesia memiliki struktur organisasi yang disusun berdasarkan pertimbangan atas fungsi-fungsi yang diperlukan untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan. Hal ini sangat berguna bagi terciptanya tujuan bersama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi perusahaan. Pembentukan sistem organisasi juga bermanfaat dalam menjalankan fungsi departemen dan memudahkan pembagian tugas. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang General Manager yang membawahi 6 (enam) departemen yaitu Plant Manager, Research and Development (R&D), Quality Assurance, Purchasing dan Logistic, Keuangan (Finance and Accounting) dan Human Resources Dovelopment (HRD) serta General Affair. General Manager bertugas
membantu
presiden
direktur
untuk
memimpin
perusahaan
dan
menterjemahkan rencana jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan ke dalam kebijakan-kebijkan operasional perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, General Manager harus berkoordinasi dengan semua departemen yang masingmasing dipimpin oleh seorang manager. Managemen operasional dipimpin oleh seorang Plant Manager yang membawahi bagian Planing Product Inventory Control (PPIC), produksi dan maintenance. Plant Manager harus bekerja sama dengan semua departemen untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi standar permintaan. PPIC bertanggung jawab terhadap pelaksanaan produksi dan bahan-bahan untuk keperluan produksi serta mengontrol jumlah inventory. Manager produksi bertanggung jawab atas pelaksanaan seluruh kegiatan produksi agar mencapai target yang telah ditentukan. Departemen Research and Development (R&D) dipimpin oleh seorang manager, yang bertugas untuk mencari dan menciptakan produk baru dengan bahan dasar daging olahan. Hal ini sangat penting sebagai tahapan inovasi baru maupun menciptakan produk baru untuk memenuhi permintaan konsumen. Departemen Quality Assurance (QA) dipimpin oleh seorang manager, yang bertugas dalam menjaga, memperbaiki dan peningkatan mutu produk mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi hingga produk sampai ketangan konsumen. Departemen ini membawahi empat divisi, yaitu QA sistem, QA In-Line, QA Non-Line dan QA
sanitasi. Departemen Logistic dan Purchasing dipimpin oleh manager yang membawahi Purchasing, Warehouse (gudang) dan Delivery (pengiriman barang). Purchasing mangatur untuk masalah pembelian yang meliputi order pembelian, pengawasan penerimaan bahan baku, serta mengetahui posisi barang terhadap masing-masing supplier. Departemen Warehouse, bertanggung jawab untuk mengawasi proses penyimpangan baik bahan baku (raw material), ingredient dan produk jadi. Bagian delivery bertanggung jawab atas pengiriman produk jadi ke para konsumen dan distributor secara fisik maupun administrasi. Departemen keuangan membawahi bagian Finance and Accounting yang bertugas membuat anggaran dan mencatat data-data keuangan perusahaan baik penerimaan maupun pengeluaran. Departemen Human Resources Development (HRD) bertanggung jawab atas pengelolaan dan peningkatan sumber daya manusisa (karyawan) di perusahaan, perekrutan karyawan baru dan pemberian pelatihan bagi karyawan. Struktur organiasasi perusahaan berjalan sesuai tugas dan tanggung jawab yang telah ditentukan dan dapat dilihat sesuai pada bagan dibawah ini. General Manager Secretary
Financial and Accounting Manager
Plant Manager
QA Manager
HRD and GA
Logistik Purchasing Manager
- PPIC
- QA sistem
- Supervisor
- Produksi
- QA In – line
- Warehouse
- Maintenance
- QA Non – line - QA Sanitasi
Keterangan :
QA Quality Assurance HRD Human Resources Development GA General Affair R and D Resources and Development
Gambar 4. Bagan Struktur Organisasi PT Japfa Santori Indonesia
R and D
Fasilitas Perusahaan Proses produksi membutuhkan sarana penunjang yang memiliki fungsi untuk memperlancar kegiatan produksi. Sarana yang tersedia di PT Japfa Santori Indonesia antara lain: Instalasi Air Sarana penunjang ini sangat penting bagi kelangsungan industri pengolahan pangan. Air digunakan sebagai pencampur bahan adonan serta sarana sanitasi atau membersihkan alat dan lingkungan pengolahan. Sumber air PT Japfa Santori Indonesia berasal dari sumur bor dengan tiga bak penampung, namun tidak berfungsi maksimal akibat ketersediaan air sumber yang tidak mencukupi. PT Japfa Santori Indonesia juga menggunakan air sumber lain sebagai pengganti air bor. Air ini digunakan sebagai suplay bagi kegiatan produksi, sanitasi maupun keperluan air bersih untuk keperluan non-produksi. Air yang digunakan pada setiap proses produksi atau sanitasi telah mengalami perlakuan filtrasi dengan Reverse Osmosis (RO) dan sterilisasi ultraviolet (UV). Air yang digunakan dalam industri pengolahan telah diperhitungkan, hal ini dimaksudkan agar ketersediaan dan efisiensi penggunaan air dapat berlangsung maksimal. Persyaratan air yang diperbolehkan dalam penggunaannya sebagai air minum dapat dilihat dalam Lampiran 1. Tenaga Listrik Listrik yang digunakan PT Japfa Santori Indonesia bersumber dari listrik PLN dengan dua buah trafo yang berkapasitas masing-masing sebesar 12.250 KVA yang dibagi menjadi tiga panel hubung (Main Distribution Board/MDB). Masingmasing MDB dibagi menjadi dua panel subs Distribution Panel (SDP) sebagai penggerak mesin penerang. PT Japfa Santori Indonesia juga memiliki Gen Set (Generator Set) dengan kapasitas 1200 KVA yang berguna untuk menanggulangi terjadinya listrik padam. Sarana Transportasi dan Penanganan Bahan Sarana transportasi sangat berguna bagi pendistribusian maupun pemindahan produk. Pendistribusian produk menggunakan mobil atau truk yang dilengkapi dengan unit pendingin sehingga suhu produk terjamin. Fasilitas lain yang mendukung adalah palet, yang memiliki fungsi melindungi bahan kemasan, bahan tambahan dan bahan kimia dari kerusakan. Forklift berfungsi mengangkut atau memindahkan barang, bahan baku serta produk. Penyediaan Tenaga Uap (Boiler) Boiler merupakan mesin penghasil uap jenuh (steam) yang berkapasitas 2500 ton per jam. Proses didalam boiler adalah mengubah air melalui perebusan menggunakan pompa solar untuk menghasilkan panas. Uap yang dihasilkan didistribusikan ke alat pengolahan seperti oven, retort, water chiller, dan water nisting. Sarana Pendingin Produk makanan terutama asal hewan sangat mudah mengalami kerusakan, sehingga dibutuhkan pendinginan. Sarana ini dibutuhkan diruang produksi, penyimpanan bahan baku maupun produk akhir. Unit pendingin ini berasal dari sistem kompresor dengan amonia sebagai refrigerator.
Gudang Gudang penyimpanan PT Japfa Santori Indonesia terdiri dari gudang kering dan gudang basah. Gudang kering sebagai tempat menyimpan bahan kemasan, sedangkan gudang basah sebgai tempat menyimpan bahan baku, bumbu, dan produk. Sarana Kebersihan Sarana kebersihan yang digunakan meliputi alat penyemprot air (water pressure,) selang air, sabut nilon dan alat pembersih untuk air yang menggenang. Ketenaga Kerjaan PT Japfa Santori Indonesia memiliki tenaga kerja yang digolongkan ke dalam dua bagian yaitu karyawan produksi dan non-produksi. Karyawan produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu karyawan harian dan/atau borongan serta karyawan bulanan. Karyawan harian dapat berupa kontrak kerja dengan kesepakatan bersama dengan perupahan secara harian, selain itu karyawan ini dapat diangkat menjadi karyawan tetap jika telah melewati masa percobaan selama 3-9 bulan. Karyawan tetap adalah karyawan yang bekerja di bagian produksi, karyawan quality in-line, karyawan laboratorium, teknisi mesin dan manager. Karyawan kontrak biasanya dapat meningkat pada saat-saat tertentu akibat permintaan produksi meningkat. Karyawan baru biasanya direkrut atau disalurkan dari perusahaan penyedia tenaga kerja (outsourching). Jumlah karyawan PT Japfa Santori Indonesia saat ini 301 orang yang terdiri dari 231 orang pekerja bulanan dan 70 orang pekerja harian (kontrak). Karyawan bekerja sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki. Tingkat pendidikan karyawan PT Japfa Santori Indonesia baik produksi maupun non-produksi rata-rata SLTP hingga sarjana, untuk karyawan produksi umumnya berpendidikan SLTP sampai SLTA. Teknisi PT Japfa Santori Indonesia berpendidikan akademi dengan pendidikan terendah SMK atau sederajat. Karyawan yang memiliki gelar sarjana menjadi manager dan supervisi. Keterangan tingkat pendidikan dan jumlah karyawan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karyawan PT Japfa Santori Indonesia per Agustus 2006 Bagian (Departemen)
Jumlah karyawan s/d Agustus 2006 berdasakan pendidikan Pembagian Karyawan SD /SMP SMU D3 S1 /S2 Total
G. Management Finance and Accounting
9
9
14
2
3
19
1
134
7
4
146
10
44
1
55
Produksi
2
18
5
25
Logistik and Purchasing
2
1
1
4
Maintenance
1
1
2
R and D
1
1
2
PPIC
1
1
2
Quality Assurance HRD and GA
Ekspedisi
5
Marketing
1
5 1
2
15
Jumlah total
216
13
27
271
Sumber : PT Japfa Santori Indonesia, 2006
Kerja karyawan non-produksi dan produksi berlainan. Karyawan nonproduksi bekerja lima hari dalam seminggu (hari Senin sampai Jumat) mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Karyawan produksi bekerja enam hari dalam seminggu yang dibagi ke dalam tiga shift, yaitu shift I mulai bekerja pukul 07.00-15.00 WIB, shift II mulai bekerja pukul 15.00-23.00 WIB, sedangkan shift III mulai bekerja pukul 23.00-07.00 WIB. Masing-masing shift bekerja diawasi oleh dua orang supervisi dan dipimpin oleh seorang leader. Tabel 9. Karyawan PT Japfa Santori Indonesia per Agustus 2006 Bagian (Departemen)
Jumlah karyawan s/d Agustus 2006 berdasakan gaji Total
Bulanan 9
Harian
4
3
7
Quality Assurance
31
8
39
HRD and GA
13
12
25
Produksi
113
28
141
Logistik and
38
10
48
Maintenance
17
3
20
R and D
2
1
3
PPIC
2
Ekspedisi
1
4
5
Marketing
1
1
2
231
70
301
G. Management Finance and
9
Accounting
Purchasing
Jumlah total
2
Sumber : PT Japfa Santori Indonesia, 2006
Kerja karyawan diawasi secara periodik yang akan menjadi penilaian prestasi pekerjaan. Evaluasi kerja dibedakan menjadi dua, yaitu General Increasing dan Performance Increasing yang menjadi sistem/ standar kenaikan gaji dan berlaku untuk seluruh karyawan. Fasilitas perusahaan bagi karyawan adalah tunjangan kesehatan (Medical Allowance), tunjangan makan dan transportasi (Meat Transport Allowance), cuti hamil dan melahirkan (normatif), cuti tahunan (normatif), seragam kerja dan pemberian susu kepada karyawan (setiap hari satu kali).
Karyawan memiliki seragam khusus bagi tiap-tiap bagian. Karyawan produksi memakai baju kerja berwarna putih, masker, hairnet, sarung tangan karet dan sepatu bot. Karyawan gudang dan maintenance juga memiliki seragam namun dengan warna dan rancangan yang berbeda. Karyawan di ruang pendingin diberi seragam khusus berupa terusan tebal, masker dan penutup kepala tebal. Seragam ini memiliki tujuan untuk melindungi kontak langsung produk dengan karyawan dan menjaga keamanan karyawan, selain itu seragam yang dikenakan karyawan menunjukkan identitas tempat dan tugas karyawan. Fasilitas Produksi PT Japfa Santori Indonesia melakukan proses produksi menggunakan berbagai mesin dan peralatan untuk menunjang kelancaran proses produksi chicken nugget. Mesin memiliki peran yang sangat penting dalam proses produksi, maka kelancaran proses produksi tergantung dari kemampuan mesin dan peralatan yang digunakan. Mesin ini masih tetap diperiksa kelayakannya oleh pekerja setiap saat, karena mesin dapat rusak atau mengalami down time. Mesin – mesin tersebut antara lain : Mesin Chopping (chopper) Mesin ini berfungsi mencampur bahan penunjang untuk chicken nugget. Hasil adonan berupa pasta yang tercampur secara homogen (emulsi). Emulsi digunakan dalam pencampuran daging dengan bahan-bahan rempah lainnya pada tahap proses selanjutnya, yaitu blending atau mixing. Mesin Penghancur (grinder) Mesin penghancur merupakan mesin pemotong daging atau mesin yang berfungsi memperkecil ukuran daging. Mesin ini dapat meningkatkan efisiensi pada proses pengadukan. Mesin pemotong pada grinder yaitu initial grinder yang memiliki fungsi memperkecil ukuran daging ayam bagian dada (breast) dan bagian paha (thigh). Hasil pemotongan pada initial grinder dicampur dengan emulsi lalu dibawa oleh konveyor untuk disuplai ke blending untuk proses pencampuran. Mesin Pencampur (blender) Mesin blender berfungsi mencampur bahan dari initial grinder dengan bumbu dan bahan lain menjadi meat mix. Mesin ini terbagi menjadi dua bagian yaitu first mixing yang beroperasi
dengan kecepatan rendah dan dalam keadaan vacuum
ditambah CO2, akhir proses ini adalah adonan yang tercampur rata dan telah kalis
sehingga mudah dicetak. Sedangkan mesin kedua adalah second mixing yang berfungsi mengeluarkan CO2 dari campuran daging (meat Blend). Mesin Pencetak (forming machine) Mesin pencetak atau formax digunakan untuk mencetak bahan yang telah diproses di blender. Mesin ini terdiri dari belt, cetakan daging (mold plate) dan lift tube. Prinsip kerja alat ini adalah memampatkan daging hasil cetakan menggunakan tuas yang ujungnya sesuai dengan cetakan. Mesin Pelapis (coating) Tahap pelapisan tebagi dalam dua yaitu pelapisan dengan milkwash (basah) dan pelapisan dengan breader (kering). Potongan chicken nugget yang telah dicetak dilewatkan pada milkwash untuk melapisi nugget dengan bumbu basah dan memudahkan tepung breader melekat pada nugget. Pelapisan pada milkwash dijaga kekentalannya untuk mempertahankan ketebalan lapisan milkwash pada nugget, kemudian nugget dibawa ke mesin breader. Tujuan pelapisan dengan tepung breader yaitu menghasilkan tekstur renyah (cryspy) dan warna yang menarik. Pelapisan tepung breader menggunakan blower (kipas angin) untuk meratakan tepung dan menjaga ketebalan nugget. Proses ini juga bertujuan memberi cita rasa dan melindungi produk dari dehidrasi saat penggorengan dan penyimpanan. Mesin Penggoreng (frying) Penggorengan bertujuan mengikat daging dengan milkwash dan menjaga breader tidak rontok, serta memberi warna kuning kecoklatan dan citarasa khas. Sistem yang digunakan pada penggorengan adalah system deep fat frying yaitu perendaman nugget dalam minyak goreng dengan suhu kurang lebih 175oC selama kurang lebih 35 detik. Perlakuan suhu dan waktu mampu mencegah dehidrasi selama penyimpanan beku dan hasil nugget sesuai yang diinginkan. Mesin Pemanas (oven) Tujuan pemasakan dengan oven adalah meningkatkan kematangan nugget menjadi fully cooked dengan suhu produk lebih dari 78oC dan membunuh mikroba pathogen. Pengovenan dapat mengurangi kadar minyak dalam produk nugget. Proses ini melalui dua tahap yaitu pada oven pertama kelembaban lebih tinggi dengan waktu
yang singkat, sedangkan oven kedua kelembabannya rendah dengan waktu relatif lebih lama. Lama pemasakan dalam oven berkisar satu menit pada oven pertama dan 2 menit pada oven kedua. Suhu internal oven yang digunakan adalah ±170oC dan suhu produk minimal 75.5oC.
Mesin Pembeku (freezing) Proses pembekuan dilakukan sesaat setelah produk dioven. Pembekuan ini menggunakan mesin spiral yang bersuhu kurang lebih -40oC selama 35 menit. Pembekuan dilakukan secara cepat untuk memperpanjang umur simpan produk dan mempertahankan mutu produk dari ketengikan atau mikroba yang masih hidup pada proses pemasakan. Suhu produk setelah beku diharapkan berkisar -18oC karena penyimpanan beku antara -17oC sampai -40oC mampu memperpanjang umur simpan produk daging khususnya daging unggas sampai satu tahun (Mountney, 1976). Metal Detector Produk nugget yang telah melewati spiral freezer dibawa belt conveyor untuk dikemas. Produk yang akan dikemas terlebih dahulu melewati metal detector untuk mendeteksi kandungan logam (Fe 2.0ppm dan non-Fe) pada nugget. Sortasi manual dalam proses produksi juga dilakukan untuk menjaga ukuran, bentuk, warna dan penampakan produk yang akan dipasarkan tetap terjaga. Produk yang defect dipisahkan sebelum melawati metal detector. Sortir Tahap sortir merupakan pemilahan produk utama dengan produk second. Pemilahan berdasarkan penampakan dan bentuk nugget. Penampakan yang terlihat meliputi dubble nugget, patah, black crumb (noda hitam), kurang terlapisi adonan dan penyimpangan lainnya. Mesin Pengemas (packing machine) Pengemasan dilakukan setelah produk ditimbang. Penimbangan dilakukan secara manual, sedangkan pengemasan chicken nugget melalui dua tahap yaitu pengemas plastik dan karton. Pengemas plastik dibedakan menjadi kemasan 250 gram, 500 gram dan 1000 gram. Pengemas ini ditutup menggunakan sealer, mesin
sealer dilengkapi dengan alat pencetak yang berguna untuk memberi label pembuatan produk (UTD). Kemasan produk chicken nugget untuk pasar tradisional menggunakan desain center pada bagian belakang transparan, sedangkan supermarket menggunakan desain three side dengan bagian belakang setengah transparan. Bagian transparan mempermudah dalam mengontrol produk jika terdapat penyimpangan selain itu konsumen dapat melihat bentuk produk. Penyimpanan Produk disimpan dalam karton, kemudian diberi cap sesuai tanggal pembuatan dan batas waktu konsumsi. Karton yang telah diberi kode atau identitas disimpan di dalam gudang beku sebelum dipasarkan. Proses selanjutnya karton diperiksa oleh pegawai gudang untuk memastikan karton aman disimpan. Produk atau karton berisi produk dikeluarkan sesuai arus masuk barang dalam gudang yaitu first in first out (FIFO). Keadaan Umum Aspek Produksi Makanan yang mengandung bahan baku daging memerlukan penanganan dari awal bahan datang hingga menjadi produk jadi. Proses ini bertujuan meminimalkan bahaya atau cemara yang mungkin timbul pada proses pengolahan dan penerimaan bahan baku. Keamanan dan kebersihan pangan menjadi prioritas utama, hal inilah yang diterapkan PT Japfa Santori Indonesia melalui program HACCP dan GMP. Pengawasan mutu dilakukan oleh Quality Assurance (QA) melalui kontrol lapangan oleh Quality Control (QC). Pengawasan dan pemeriksaan dilakukan pada daging, bumbu, minyak goreng, maupun bahan penunjang lain yang dipakai secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi. Produk chicken nugget merupakan makanan yang terbuat dari daging ayam dengan penambahan tepung, air, minyak, garam, rempah-rempah dan beberapa protein nabati. Bahan baku nugget berupa daging ayam yang berasal dari PT Ciomas Adisatwa. Daging ayam dalam pembuatan nugget berasal dari bagian dada tanpa tulang dan kulit (Bonless Skinless Breast), paha atas tanpa tulang dan kulit (Bonless Skinless Thigh), paha bawah tanpa tulang dan kulit (Bonless Skinless Drumstick) dan kulit. Bahan penunjang merupakan bahan pendukung yang sangat penting, bahan ini terdiri dari tepung breder, tepung milkwash, air, bumbu, phosphat, CO2 cair,
protein nabati, minyak goreng dan bahan pengemas. Penggunaan bahan penunjang selain sebagai penunjang dan pendukung pembuatan nugget juga memiliki fungsi sebagai berikut :
Tepung Batter (Milkwash) Tepung ini berguna melapisi nugget dan memudahkan pelekatan tepung breader pada nugget. Tepung batter dapat mempengaruhi ketebalan produk. Hal ini disebabkan kandungan tepung berasal dari bahan gandum, jagung, tapioka dan protein. Tepung Breader dan Protein Nabati Tepung breader berfungsi melapisi nugget dan memberi citarasa renyah. Tepung ini juga memberi sensasi warna dan bentuk produk, sehingga produk terlihat menarik. Penambahan protein dimaksudkan sebagai pengemulsi dalam proses pembuatan chicken nugget. Minyak Goreng Minyak goreng merupakan penghantar panas dalam pemasakan. Penggunaan minyak goreng dalam pengolahan nugget hanya mengubah nugget menjadi produk setengah matang. Penggorengan dengan minyak dapat merubah warna dan citarasa produk dengan menambah kadar lemak dalam produk (Soeparno, 1998). Minyak goreng merupakan bahan yang mudah tengik pada pengolahan bersuhu tinggi sehingga perlu perhatian khusus dalam penggunaan. Minyak goreng mampu beroksidasi, misalnya lemak yang terkandung dalam minyak mampu menghasilkan senyawa kimia berbahaya seperti peroksida.Kecepatan oksidasi lemak dapat meningkatkan kecepatan akumulasi peroksida pada suhu 100115oC yang lebih besar dua kalinya dari suhu 10oC. Minyak setelah digunakan sebaiknya disimpan pada tempat dengan suhu rendah atau dingin (Ketaren, 1986). Bumbu Bumbu merupakan bahan peningkat citarasa, karena bumbu dapat meningkatkan dan menghasilkan flavor yang berbeda. Bumbu yang digunakan
berbeda tergantung jenis produk nugget, secara umum bumbu yang digunakan adalah garam, phosphat dan rempah-rempah. Karbondioksida Cair. Karbondioksida cair merupakan bahan yang berguna dalam menurunkan suhu adonan. Potter dan Hotckiss (1995) menyatakan bahwa CO2 cair merupakan bahan yang aman bagi produk dan dapat menurunkan perubahan akibat oksidasi baik pada proses pembekuan dan penyimpanan. Bahan ini merupakan jenis kriogenik dengan titik uap sangat rendah yaitu –79oC. CO2 cair juga mempermudah kontak antara medium pendingin dan produk, karena bentuk cair mudah bersentuhan dengan seluruh permukaan walaupun permukaannya tidak teratur. CO2 cair merupakan cairan yang tidak mengandung bahan toksik dan inert sehingga aman bagi produk (Potter dan Hothckiss, 1995). Air Air merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam industri pengolahan pangan. Air berguna sebagai pencampur adonan produk, membersihkan alat, ruang atau lingkungan produksi maupun kebersihan fasilitas dan pekerja. Penggunaan air yang lain adalah sebagai bahan pembuat es, air dalam pembuatan es telah mengalami water treatment dan penambahan klorin. Bahan Pengemas Penyimpanan merupakan faktor yang penting dalam penyimpanan maupun distribusi barang. Syarat kemasan antara lain tidak beracun, melindungi dari kontaminasi mikroorganisme, penghalang uap air dari oksigen, melindungi produk dari bau dan pengaruh lingkungan, mampu atau dapat menghindari sinar ultraviolet berbahaya, mampu menekan kerusakan fisik, kemasan harus dapat dibuka dan dibuang dengan mudah, penampilan menarik, harga ekonomis serta memiliki bentuk dan berat yang sesuai (Potter dan Hotchkiss, 1995). Bahan pengemas memiliki tujuan untuk menghindari kontak makanan dari udara luar, kemungkinan cemaran bahan kimia maupun cemaran lain yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan pengemas berasal dari jenis polyethylene nylon dan LDPE. Kemasan lain yang digunakan adalah karton (box). Komoditi Usaha PT Japfa Santori Indonesia
Komoditi atau produk yang dihasilkan PT Japfa Santori Indonesia sebagian besar berasal dari daging ayam yang diolah menjadi chicken nugget. Suplai bahan baku ayam hidup berasal dari para peternak yang bermitra dengan suatu unit usaha perdagangan ayam hidup. Jenis produk yang dihasilkan adalah So Good Chicken Nugget rasa Original, So Good Chicken Nugget rasa Bawang putih, So Good Chicken Nugget rasa Pedas, So Good Chicken Nugget bentuk Alphabet, So Good Chicken Nugget bentuk Dino, So Good Chicken Nugget bentuk Jets, So Good Fried Chicken rasa Original, So Good Katsu rasa Original, So Good Bakso kuah rasa ayam, sapi, udang, dan ikan, So Good Bakso Urat sapi asli, So Good Bakso goreng, So Good Sosis ayam dan sosis sapi, So Nice Chicken Nugget rasa Original dan So Eco Chicken Nugget rasa Original Pengawasan Mutu Produk Chicken Nugget Bahan baku atau bahan mentah merupakan faktor yang sangat penting, untuk itu PT Japfa Santori Indonesia menjaga kualitas produk melalui pengendalian mutu produk. Pengendalian mutu dapat menjaga dan mengontrol serta memberikan hasil yang maksimal pada produk. Pengendalian mutu dalam produksi chicken nugget di PT. Japfa Santori Indonesia meliputi: Pengendalian Mutu Bahan Baku (saat Penerimaan/ loading) Bahan baku PT. Japfa Santori Indonesia memiliki standar dalam pemeriksaan barang yang masuk maupun keluar. Bahan baku yang digunakan ditentukan melalui Standard Operating Procedur (SOP), sedangkan inspeksi daging ayam meliputi pemeriksaan fisik dan mikrobiologi dengan standar perusahaan yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut Jenie (1987) penyimpanan bahan segar asal hewan sebaiknya pada suhu 4oC atau lebih rendah. Penanganan produksi yang baik dapat mencegah kontaminasi, sebaliknya jika tidak dilakukan secara baik maka penurunan mutu akibat cemaran fisik maupun mikroba (mikroorganisme patogen) dapat terjadi. Bahan segar asal hewan sangat potensial bagi pertumbuhan Staphylicoccus aureus dan Salmonella. Pengendalian Mutu Bahan Kemasan Bahan kemasan telah disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang label dan pangan yang harus memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produsen barang serta distibutornya, tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa. Pengendalian Mutu Proses Produksi
Petugas dari bagian QC (Quality Control) ditempatkan diruang produksi untuk mengawasi proses produksi agar selalu berjalan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan mulai dari ruang grinding, forming, frying dan packing. Pengendalian Mutu Produk Akhir Pengendalian mutu dilakukan dengan menguji karakteristik sensori dari produk akhir dan uji mikrobiologi. Uji produk akhir juga dimaksudkan untuk mengetahui kualitas produk yang dihasilkan telah sesuai standar atau tidak, hal ini dilakukan melalui Cooking test. Cooking test ini dilakukan oleh QC. Uji mikrobiologi yang dilakukan adalah uji terhadap TPC, Coliform dan E. Coli.
Pemasaran dan Distribusi Produk Pemasaran merupakan aspek terpadu yang berguna dalam menetapkan harga, mempromosikan dan merencanakan kegiatan usaha. Pemasaran dan distribusi produk dilakukan oleh PT Supra Sumber Cipta (SSC) yang bertempat di Jl. Daan Mogot. PT Supra Sumber Cipta merupakan anak perusahaan Japfa Group yang bergerak di bidang penjualan dan distribusi produk. Pendistribusian atau pengiriman dilakukan sesuai pesanan dan dikirim oleh pegawai yang telah diberi surat jalan. Pemeliharaan pabrik merupakan sebuah keharusan industri pengolahan pangan untuk menanggulangi, mencegah dan mengurangi resiko permasalahan yang timbul dalam proses kerja industri. Pemeliharaan dilakukan secara berkala untuk menjaga kontaminasi silang pada produk yang dihasilkan. Pemeliharaan dan program ini mencakup seluruh pemeliharaan bangunan, fasilitas, alat dan/atau mesin, pekerja, pengendalian hama dan penanganan limbah. Kegiatan dilakukan untuk menjamin kebersihan dan mendukung keamanan pangan. Proses kerja juga dapat dilakukan melalui General Cleaning dan Daily Cleaning. Tata cara dan pedoman serta pemeliharaan industri pengolahan pangan tertuang dalam
peraturan
pemerintah
dan standarisasi keamanan pangan.
Penyelenggaraan proses ini berdasarkan good manufacturing practice (GMP) dan SSOP yang menjadi salah satu pedoman cara berproduksi makanan yang baik. GMP dan SSOP merupakan mata rantai produksi makanan dengan penekanan pada higiene makanan di setiap proses produksi yang dilakukan oleh industri pengolahan pangan. Hal ini juga didukung program sanitasi. Pelaksanaan sanitasi yang benar dapat memperpanjang umur simpan produk, mempertahankan konsistensi produk, menjaga keamanan,
mengontrol
kontaminasi
mikroorganisme
dan
mencegah
pertumbuhannya. Persyaratan keamanan yang diterapkan industri diharapkan dapat
membantu pengawasan beberapa aspek yang terkait langsung dengan kondisi permasalahan pada proses pengolahan. Secara umum, metode pelaksanaan magang yang dilakukan untuk mencari pemecahan masalah adalah mengikuti kegiatan proses produksi, mengamati proses kerja sanitasi, melakukan wawancara dengan pihak terkait, diskusi dengan pembimbing dan studi pustaka untuk mendapatkan kelengkapan data. Pengamatan yang dilakukan sebagian besar pada proses produksi pada shift I dan shift II (pagi dan siang). Pengamatan berlangsung sesuai jadwal kerja perusahaan, selama pengamatan juga dilakukan kegiatan magang dengan membantu kerja Quality Control. Partisipasi yang dilakukan berupa pengecekan kemasan produk, sortir (seleksi) produk dan dokumentasi arsip. Pada pelaksanaan magang dilakukan juga dengan mengetahui kondisi area pabrik melalui Quality Control, kepala regu, kepala bagian dan beberapa narasumber. Good Manufacturing Practices dan Sanitation Standard Operating Procedure Sanitation Standard Operating Procedure terbagi menjadi delapan kunci pokok yang berkaitan erat dalam mempertahankan mutu produk. Sanitation Standard Operating
Procedure
merupakan
cara
atau
teknik
dalam
menjalankan,
mengendalikan, mengawasi dan mendukung pelaksanaan proses produksi. Sanitation Standard Operating Procedure mencakup aspek penting yang disyaratkan dalam memproduksi pangan mulai dari lokasi industri, lingkungan, bangunan, bahan bangunan, fasilitas, peralatan, karyawan produksi, penerimaan bahan dan pengecekan kebersihan lingkungan perusahaan. Sanitasi dilakukan menurut master sanitasi SSOP 001-S tentang SSOP. Prosedur kerja ini menjadi pedoman dalam memproduksi pangan yang baik. Pendokumentasian sangat penting dalam mengkontrol program kerja yang tertuang dalan prosedur kerja sanitasi. Syarat dokumentasi berupa: - ketentuan umum pekerja dalam pengendalian penyakit, kebersihan, pendidikan dan pelatihan yang terprogram dalam GMP - ketentuan atau syarat bangunan yang memadai, mudah pemeliharaannya dan dapat seminimal mungkin mengurangi kontaminasi terhadap produk - ketentuan alat dan fasilitas pengolahan - ketentuan proses produksi dan pengendalian proses produksi
Prosedur kerja yang dilakukan merupakan syarat dasar produksi pangan sehingga setiap aspek dalam produksi diharuskan mengerti program kebersihan dan sanitasi dengan baik, mengetahui peraturan atau syarat penggunaan zat kimia yang dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi, mengetahui tahapan proses produksi yang baik, mengetahui syarat minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air dingin, mengetahui faktor-faktor seperti pH, penurunan suhu dan konsentrasi desinfektan serta mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul jika sanitasi tidak berjalan secara baik. Higiene makanan telah diatur dalam Food and Drug Administration (FDA) bahwa GMP maupun SSOP berisi tentang cara memproduksi pangan yang aman sesuai permintaan konsumen. Bangunan dan fasilitas, sanitasi, bahan sanitasi, pestisida, proses produksi, penyimpanan, penggunaan bahan tambahan makanan, desinfektan, prosedur test, penanganan terhadap hewan pengerat atau serangga dan higiene karyawan sangat dianjurkan pelaksanaannya, baik dalam pendokumentasian maupun prakteknya. Pedoman produksi makanan yang baik berdasarkan ketentuan GMP meliputi: a. Lokasi pabrik berada pada daerah yang jauh dari pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari sumber sampah, rawa, pemukiman padat dan sistem saluran air yang tidak baik. Tempat sampah sementara yang terdapat di perusahaan sebaiknya tidak terlalu dekat dengan bangunan utama agar penumpukan yang terjadi tidak menjadi vektor penyakit atau minimal dapat langsung dilakukan pembakaran. b. Bangunan industri direncanakan sesuai dengan persyaratan teknik dan higiene serta jenis makanan yang diproduksi, mudah dibersihkan dan dengan segera dapat dilakukan sanitasi atau mudah dalam penanganan. Bangunan dan fasilitas yang terdapat di perusahaan sudah memenuhi standar dan sangat diperhatikan hanya saja perlu penanganan pada area yang masih terdapat kebocoran pipa air dan genangan air. Kondisi ruang dan bangunan cukup memadai sehingga prosedur dalam meminimalkan kontaminasi terpenuhi. c. Proses produksi dan peralatan sesuai dengan standar (bahan baku aman diproduksi) yang dipergunakan. Kesesuaian jenis produksi, higiene dan persyaratan yang diatur untuk menunjang keamanan pangan menjadi prioritas
utama. Perusahaan telah melakukan pengujian pada produk pasca dan menempatkan peralatan serta cara pembersihan yang sesuai dengan prosedur umum kerja perusahaan. d. Higiene karyawan benar-benar diperhatikan dari segi perawatan kesehatan, kebiasaan buruk dan pemakaian assesoris di dalam ruang produksi. Perhatian terhadap pekerja yang menjadi menjadi sumber kontaminasi, karena kontaminasi mikroba patogen dapat dibawa oleh manusia. Implementasi GMP yang
diterapkan
pada
pengolahan
Chicken
Nugget
berguna
dalam
menganalisis bahaya yang dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Secara umum, prosedur pencegahan yang telah dilakukan oleh perusahaan terhadap bahaya kontaminasi sudah ada dan berjalan dengan baik. Pengawasan pelaksanaan masih harus terus dilakukan agar target dalam memproduksi pangan yang baik dapat tercapai. e. Pengendalian proses pengolahan meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi, fasilitas pendukung (sanitasi), pelabelan dan penyimpanan tidak boleh membahayakan kesehatan. Bahan yang digunakan memiliki jaminan sebagai syarat bahan pangan, baik pada penyediaan bahan mentah, komposisi, pengolahan distribusi dan keterangan produk serta kadaluwarsa. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) yang diterapkan pada proses produksi nugget mencakup cara penanganan awal, baik pada saat bahan baku datang, proses produksi maupun pasca produksi. Pelaksanaan kerja yang dilakukan meliputi general operation dan per bagian. Kegiatan pada awal penerimaan berupa pengecekan kondisi bahan baku (dokumentasi), pengujian sampel, tes mikrobiologi, uji bahan kimia atau bahan tambahan yang digunakan dan beberapa pengujian untuk memastikan bahan yang digunakan benar-benar aman sebagai bahan baku produksi. Metode check list sangat penting dalam kaitannya prosedur kerja, hal ini disebabkan metode ini umumnya sebagai monitor pra operasi, pelaksanaan inspeksi, tindakan koreksi dan verifikasi. Sistem atau metode ini juga sebagai rencana tertulis pelaksanaan GMP dan alat monitor pelaksanaan GMP.
Kualitas mutu pangan pada perusahaan pengolahan sangat penting, maka disusunlah SSOP yang memiliki 8 (delapan kunci pokok), berupa: i. Keamanan air dan es j. Kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan makanan k. Kontaminasi silang l. Menjaga fasilitas cuci tangan, sanitasi dan kebersihan toilet m. Pencegahan dan perlindungan dari kontaminasi n. Pelabelan, penggunaan dan penyimpanan bahan toksik o. Kesehatan karyawan p. Pengendalian hama Keamanan Air dan Es Proses ini merupakan syarat utama yang harus dipenuhi perusahaan pengolahan pangan. Air menjadi kebutuhan pokok bagi pelaksanaan produksi maupun non-produksi. Air pengolahan PT Japfa Santori Indonesia sudah sesuai dengan standar produksi atau standar air minum dan diuji secara laboratorium. Pengolahan air yang dilakukan melalui beberapa tahap yang selalu dikontrol baik dari awal penerimaan air sampai pada saat akan digunakan sebagai proses produksi. Air yang kontak langsung dengan makanan atau proses produksi harus mengalami perlakuan (treatment) sehingga dapat digunakan sebagai air minum. Klorinasi dan pencatatan perlakuan air juga selalu dilakukan untuk menanggulangi jika terdapat penyimpangan dan sebagai langkah nyata dalam melaksanakan standarisasi air minum. Air dalam industri pangan memiliki jenis yang beda dalam hal total padatan. Total padatan pada air menunjukkan jumlah padatan yang dapat larut air maupun tidak larut dalam air, termasuk bahan organik, anorganik, tersuspensi, terlarut atau terapung. Pengetahuan ini sangat penting bagi proses yang akan dilakukan atau langkah yang tepat dalam menangani air sebagai bahan baku produksi. Swab air dilakukan dua minggu sekali untuk lalat. Sanitasi air, clarifier memiliki bahan aktif PAC sebagai koagulan pembentuk flok-flok sehingga pengendapan dapat terjadi. Pengolahan air sebagai bahan pendukung terpenting perlu perlakuan pemurnian diantaranya pengambilan air dari sumur, penampungan di dalam reservoir yang telah ditambahkan klorin, pengendapan (settling) dengan penambahan NaOH 2,5% pada
clarifier, filtrasi bertingkat (tiga tahap I, II dan III), perlakuan pada RO, sterilisasi dengan sinar UV dan air bersih siap digunakan. Perlakuan air tidak dilakukan hanya melalui prosedur pemurnian, akan tetapi keamanan air diuji kembali dengan uji TPC, E. Coli dan coliform. Uji mikro dengan TPC menggunakan areal pandang 2,54 cm2 pengenceran 10 kali pada media cair pepton. Prosedur pemurnian atau perlakuan air ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas air. Penanganan air pada sentra produksi dilakukan pemisahan dengan beberapa selang yang berbeda sesuai jenis air yang akan digunakan. Penambahan klorin dan perlakuan pada pemurnian bertujuan untuk menginaktifasi kuman atau bakteri yang terkandung di dalam air. Air yang akan digunakan dilewatkan dalam filter untuk menghilangkan warna, bau, dan bahan kimia yang terkandung dalam air. Penghilangan logam tersuspensi dan kesadahan digunakan softener sebagai pengikat. Proses yang dilakukan dalam pemurnian air pada PT Japfa Santori Indonesia sudah baik. Air limbah yang dibuang pun sudah mengalami pemurnian, sehingga aman untuk dibuang. Air yang masih dapat digunakan didaur ulang sebagai pasokan air yang dapat digunakan untuk menunjang kebutuhan sanitasi maupun kebutuhan yang lain. Sarana pembuangan limbah dibuat dalam beberapa bak yang masingmasing bak mendapat perlakuan. Sampah maupun limbah industri merupakan sarana yang potensial untuk perkembangan mikroorganisme. Limbah atau sampah pada industri makanan dapat diatasi dengan pembuatan tempat penampungan yang dibedakan menurut jenisnya, misal antara sampah basah dan kering, pengumpulan melalui pemisahan antara yang dapat didegradasi dan tidak dapat didegradasi serta pembuangan dan pengolahan sampah atau limbah. Cara mengolah sampah dibedakan menjadi: - Sanitasi Landfill yang berarti membuang sampah pada tanah dengan permukaan rendah sehingga tanah dan sampah dapat sejajar. - Hot feeding yang berarti pengolahan sampah sebagai pakan ternak. - Inceneration yang berarti melalui pembakaran. - Composting yang berarti pengolahan sampah sebagai bahan baku pupuk. - Reduction Method yang berarti pengepresan sampah sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.
Limbah dalam bentuk air banyak digunakan manusia kurang lebih 80%, hal ini sangat menimbulkan masalah baik dari segi keindahan maupun kesehatan. Proses pangolahan limbah dapat berupa pengenceran, irigasi (mengalirkan dengan membuat parit-parit), membuat septic tank dan sistem riol. Kebersihan Permukaan yang Kontak Langsung dengan Makanan Prosedur kerja yang dilakukan berupa penanganan dan uji mikrobiologi. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan dibersihkan secara teratur sesuai Work Instruction (WI). Hal ini dilakukan bersamaan dengan pada saat awal akan dilakukan produksi, setelah sanitasi maupun pengambilan sampel acak pada setiap waktu yang dianggap perlu dilakukan pengujian. Metode pembersihan harus efektif yang didukung dengan desain alat atau perlengkapan sesuai dan dapat dengan mudah untuk dibersihkan. Bahan peralatan yang digunakan di PT Japfa Santori Indonesia umumnya merupakan bahan yang tidak mudah penyok, berkarat atau memiliki sudut lengkung sehingga perawatannya mudah. Alat yang digunakan umumnya terbuat dari stainless stell. Kebersihan permukaan merupakan pra syarat yang harus dipenuhi pada setiap proses produksi akan berlangsung dan setelah selesai digunakan. Penggunaan bahan sanitasi yang tepat dapat membantu dalam mengurangi kerak dan melarutkan kotoran sisa produksi yang terdapat pada alat. Kebersihan alat yang kontak langsung dengan produk diusahakan seminimal mungkin untuk tidak terdapat mikroba. Sanitasi ini mampu menghambat daur hidup mikroorganisme yang ada. Penggunaan bahan sabun sangat dianjurkan dengan ketentuan tidak menimbulkan kontaminasi. Sabun yang digunakan biasanya mengandung senyawa antiseptik aktif, sehingga diharapkan dapat membunuh mikroba tanpa mencemari bahan pangan. Keefektifan program sanitasi tidak hanya didukung oleh kontinuitas pelaksanaan, tetapi juga dipengaruhi oleh tata letak peralatan dan luas bangunan. Peralatan yang digunakan harus memiliki syarat mudah dibersihkan, mudah dibongkar pasang dan mudah dioperasikan. Peralatan pada industri diharapkan seminimal mungkin memiliki sambungan, sehingga penumpukan kotoran atau penimbunan kotoran tidak terjadi. Sanitasi yang dilakukan di PT Japfa Santori Indonesia menggunakan sabun, air panas, air dingin dan bahan sanitiser. Pelaksanaan program sanitasi dan bahan
yang digunakan berbeda tergantung alat yang dibersihkan, namun pada umumnya semua menggunakan sabun dan bahan sanitiser. Pengawasan alat yang digunakan biasa dilakukan oleh pihak laboratorium melalui test swab. Sanitasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembilasan (cleaning) dan total (general cleaning). Pembilasan dilakukan jika pergantian produk atau rasa, ditemukan benda asing, down time (lebih dari 3 jam). Pembilasan dilakukan dengan air bertekanan tinggi. Sanitasi total dilakukan pada peralatan, dinding, lantai, langit-langit dan evaporator setiap 5 shift sekali / off lebih dari 1 hari. Alat yang digunakan antara lain sabut nilon, penyemprot air bertekanan (karcher), tangki berkompresor untuk penyabunan, foaming gun (alat pembentuk buih) dan penyemprot udara untuk membentu pengeringan. Sanitasi secara umum dilakukan melalui proses pembilasan, penyabunan, pemberian bahan saniter, pengeringan dan cek ulang. Penghilangan lemak dan kerak dilakukan dengan pembersihan khusus. Bahan yang digunakan antara lain AC 101 (larutan anti kerak) dan AC 3 (larutan penetral), jika pH tidak sama dengan 7 maka dilakukan pembilasan ulang. Sabun yang digunakan berjenis alkaline detergent. Saniter yang digunakan adalah ammonium kuartener. Sanitasi pada setiap peralatan dan mesin produksi dilakukan dan disusun oleh Quality Control, kemudian dijalankan oleh masing-masing bagian karyawan sanitasi dan dibantu oleh karyawan produksi. Karyawan yang ditunjuk bertanggung jawab atas tugas yang diberikan dan wajib untuk menjalankan sebagai upaya memproduksi pangan yang baik. Jadwal sanitasi yang ditetapkan pada areal produksi khususnya mesin, peralatan dan ruang produksi dilakukan setiap pergantian 5 (lima) shift kerja. Kegiatan sanitasi dapat berjalan tidak sesuai dengan prosedur jika terdapat beberapa hal yang harus dengan segera dilakukan sanitasi. Sanitasi juga dilakukan pada hari-hari tertentu, misalnya pada saat libur panjang (lebih dari 2 hari) yang bertujuan menjaga peralatan dan fasilitas produksi. Proses produksi dapat dihentikan jika dalam data kontrol tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang. Pemeriksaan dini terhadap bahan kimia sanitasi, alat produksi yang dibersihkan dan cara sanitasi yang sesuai dengan prosedur kerja sangat membantu dalam sitem kerja produksi yang aman.
Kontaminasi Silang Kontaminasi silang hampir tidak terjadi karena proses produksi yang berjalan telah sesuai dengan rencana pada manual kerja. Penemuan kontaminasi juga bisa terjadi dikarenakan pada saat tertentu terjadi macet pada mesin, karyawan yang lalai dan penggunaan alat yang tidak diharuskan untuk dipakai. Pencegahan kontaminasi silang juga dilakukan pada saat produk ditahan beberapa saat, hal ini dimaksudkan untuk menjaga jika terjadi kemungkinan cemaran sebelum beredar dipasar. Aktivitas yang dilakukan pada saat akan melakukan proses produksi yaitu mencuci tangan dengan sabun yang telah disediakan. Bagian tubuh pekerja yang banyak menimbulkan kontaminasi adalah tangan, kepala dan rambut serta kaki. Kontak dari bagian tubuh tersebut dicegah dengan penutup rambut, masker dan sarung tangan (Soekarto, 1990). Peraturan yang dibuat sebaiknya disertai pengawasan yang ketat agar tujuan perusahaan tercapai. Pelatihan dan pengetahuan tentang higiene produksi pangan pada karyawan harus dilaksanakan bukan hanya sampai taraf kognitif (tahu) namun sebaiknya sampai pada taraf perubahan tingkah laku. Tata letak ruang produksi sangat erat hubungannya dalam pencemaran silang terhadap pangan. Sanitasi ruang produksi dilakukan untuk menjamin kebersihan alat dan bebas kontaminan. Dinding ruang produksi diharuskan menggunakan bahan yang menunjang proses produksi (tahan terhadap suhu ekstrim). Lantai, drainase, langit-langit, pintu dan jendela juga harus diperhatikan. Bangunan ruang produksi di PT Japfa Santori Indonesia memiliki kemiringan yang cukup, tidak terlalu licin, mudah dibersihkan dan drainase yang cukup sehingga penumpukan kotoran dapat diminimalkan. Hal yang dilakukan dalam menjaga sanitasi ruang produksi dalam upaya menjaga terjadinya kontaminasi silang yaitu jumlah jendela dan pintu. Pemasangan tirai juga dilakukan untuk menghambat terjadinya kontak langsung udara secara bebas. Peningkatan dalam menjaga kontaminasi silang perlu dilakukan dengan menutup pintu yang langsung berhubungan dengan tempat produksi dan membenahi tirai yang rusak. Secara umum, tata letak produksi sesuai dengan tata peraturan pendirian bangunan industri pengolahan pangan. Program kerja sanitasi pada ruang produksi dilakukan setiap hari kecuali program sanitasi untuk alat dan sanitasi total. Pembersihan dilakukan dengan cara manual menggunakan lap, sikat dan sabun. Jenis cemaran mempengaruhi efektifitas
pembersihan dan sanitasi. Ruang produksi juga hendaknya tidak terdapat sampah yang menumpuk atau berceceran. Bau yang disebabkan oleh ceceran dan menumpuknya sampah dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Kebersihan Toilet Sanitasi dan kebersihan merupakan kesesuaian kondisi yang dapat mendukung tercapainya kondisi yang sehat. Kegiatan keseluruhan dari program ini tercatat dalam dokumentasi yang ditetapkan perusahaan. Penempatan fasilitas dan sarana pendukung diusahakan tidak secara langsung berhubungan dengan ruang produksi. Hal ini yang dilakukan oleh PT Japfa Santori Indonesia, fasilitas pendukung yang ada dibuat terpisah dan tidak berhubungan dengan kegiatan produksi. Kegiatan audit fasilitas dilakukan setiap hari pada setiap bagian perusahaan baik di dalam ruang produksi maupun di luar ruang produksi. Penilaian audit fasilitas dan kebersihan ini berdasarkan skor yang ditetapkan oleh pihak perusahaan, jika terdapat kondisi yang tidak sesuai maka akan mendapat nilai yang berkisar antara 0-3 dimana nilai 0 (nol) merupakan penyimpangan yang dianggap perlu untuk segera dilakukan tindakan perbaikan. Penilaian ini didata sesuai bagiannya masing-masing, sehingga perbaikan dapat dilakukan segera tanpa harus menunggu instruksi dari atasan. Pencegahan dan Perlindungan dari Kontaminasi Pencegahan dan perlindungan dari bahaya kontaminasi termasuk dalam program perlindungan bahan pangan dari lingkungan produksi maupun non produksi. Berdasarkan manual kerja yang ditetapkan perusahaan pelaksanaan program ini meliputi prosedur kerja sanitasi, kebiasaan atau pola hidup karyawan dan penanganan terhadap beberapa aspek yang terdapat pada proses produksi, misalnya pencegahan terhadap logam berbahaya. Pembuatan metal detector merupakan salah satu penunjang dalam mencegah kontaminasi. Makanan yang dibawa dari luar pun tidak diperbolehkan. Masalah yang ditemukan adalah masih terdapatnya karyawan yang kurang mengerti atau bahkan sengaja tidak mematuhi peraturan untuk menjaga dan mencegah kontaminasi produk. Pencegahan yang dilakukan oleh PT Japfa Santori Indonesia sudah sesuai dengan prosedur kerja yang ditetapkan, hanya saja perlu pengecekan terhadap kegiatan karyawan dalam menjalankan kegiatan produksi. Pencegahan kontaminasi juga dapat
melalui air yang digunakan. Air dibagi menjadi tiga jenis menurut syaratnya, yaitu fisik, kimiawi dan bakteriologis. Air yang digunakan sebagai air minum dapat berasal dari air permukaan, air angkasa (hujan dan embun) dan air dalam tanah. Pemeriksaan air harus dilakukan secara rutin dan dapat dilakukan secara alami, pembubuhan desinfektan dan menyaring dengan pasir serta klorinisasi. Pengolahan secara alami dilakukan melalui pengendapan (purifikasi), sedangkan untuk klorinasi batas yang digunakan adalah 0.1-0.2 ppm. Penempatan bahan yang digunakan dan audit ruangan sudah berjalan dengan baik. Peningkatan kinerja audit masih perlu dilakukan agar target yang diinginkan dapat tercapai sesuai dengan manual mutu yang diharapkan. Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Kebersihan Toilet Pelaksanaan produksi yang baik perlu memperhatikan kebersihan fasilitas yang
tersedia.
Fasilitas
perusahaan,
terutama
toilet
merupakan
tempat
berkembangnya vektor penyakit. Tempat cuci tangan, loker karyawan dan beberapa fasilitas pendukung yang lain juga sangat potensial untuk perkembangan vektor penyakit. PT Japfa Santori Indonesia memiliki karyawan yang bertugas dalam menjaga hal tersebut. Penyediaan fasilitas sebaiknya mudah dijangkau dan cukup bagi kebutuhan terhadap jumlah karyawan. Kebersihan fasilitas yang ada selalu dijaga dan dirawat setiap hari, sehingga kemungkinan penyebaran kontaminan dapat diminimalkan. Pembersihan juga dilakukan setiap terdapat kondisi yang dianggap perlu, misalnya lantai kotor dan kamar mandi bau/kotor. Pencegahan dan Perlindungan dari Kontaminasi (Adulterasi) Penanganan yang dilakukan tidak terbatas pada proses produksi, melainkan pada semua aspek yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi. Program pelaksanaan dilakukan pada awal penerimaan bahan baku, pada proses produksi dan pasca produksi. Antisipasi dari bahaya kontaminasi merupakan upaya yang perlu mendapat perhatian karena banyaknya penyimpangan terjadi akibat proses ini tidak berjalan sesuai prosedur kerja. Bahan baku yang digunakan dan produk yang telah jadi dibungkus plastik serta karton untuk menjaga ruang terlihat bersih dan mengurangi tingkat kontaminasi.
Pelabelan, Penggunaan dan Penyimpanan Bahan Toksik Kegiatan
pelabelan
dan
identifikasi
bahan
toksik
merupakan
pendokumentasian bahan kimia yang digunakan baik pada proses produksi maupun sebagai bahan penunjang dalam proses produksi, seperti sanitasi. Pelabelan bahan kimia yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan, sehingga penggunaan dan penyimpanan bahan kimia terpisah antara bahan yang beracun dan tidak beracun. Penyimpanan bahan kimia juga jauh dari proses produksi, namun ada beberapa yang terbuka meskipun tidak berbahaya bisa dimungkinkan dapat tumpah. Bahan kimia yang digunakan terdokumentasi dan disimpan sesuai jenis serta kandungan bahan aktif yang ada. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontak antar bahan kimia atau bahkan kontak ke produk pangan. Pengidentifikasian bahan kimia perlu dilakukan dalam menjaga kontaminasi atau bercampurnya bahan yang memiliki tingkat cemaran yang tinggi dalam proses produksi. Bahan kimia yang digunakan ditempatkan pada ruang terpisah dan tertata sesuai jenis dan kegunaannya masing-masing. Pelabelan dimaksudkan untuk mengetahui bahan aktif yang terkandung dan memudahkan dalam pengguanaan. Keefektifan penggunaan dapat menguntungkan dari sisi ekonomi. Monitoring penggunaan bahan kimia juga dilakukan karena jika digunakan lebih atau kurang dapat mempengaruhi hasil sanitasi maupun proses produksi. Kesehatan Karyawan Kesehatan merupakan harapan setiap orang. Sehat merupakan upaya mencegah timbulnya penyakit sehingga mampu memperbaiki, mencegah dan mengembangkan usaha demi tercapainya tingkatan hidup yang lebih tinggi. Ruang lingkup kesehatan dapat dibagi menurut penyediaan air, pengolahan limbah dan pembuangannya, pengolahan sampah, pengendalian vektor, pengendalian atau pencegahan pencemaran, sanitasi, kesehatan kerja, lingkungan dan pengelolaan tempat-tempat umum atau fasilitas. Higiene pekerja merupakan faktor penting dalam mencegah kontaminasi. Higiene ini meliputi cara berproduksi pangan yang baik, kesehatan karyawan dan cara meningkatkan atau mempertahankan mutu produk melalui pengurangan kemungkinan cemaran yang terjadi. Manusia sangat potensial dalam penyebaran Staphylococcus aureus, Salmonella, Clostridium perfringens, Streptococcy dan
kotoran. Kontaminasi dari manusia juga dapat berasal dari mulut, hidung dan baju atau seragam, serta perpindahannya dapat berlangsung cepat. Industri pengolahan dalam hal ini, membuat prosedur memasuki ruangan antara lain pemakaian seragam dan kelengkapannya serta sarung tangan, perendaman sepatu bot pada bak yang berisi air desinfektan atau larutan sabun kurang lebih 1 menit, pembilasan tangan (penyabunan) dan pengeringan tangan serta pemakaian sarung tangan. Pelaksanaan semua ini dimaksudkan untuk menjaga lingkungan yang nyaman. Kesehatan karyawan merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian, karena manusia memiliki kontak langsung dengan produk pangan yang dihasilkan. Manusia merupakan agen yang potensial terjadinya kontaminasi, sehingga kesehatan karyawan diperhatikan secara benar. Karyawan yang sakit diberi keringanan izin atau cuti sampai sembuh. Kesehatan karyawan berkaitan erat dengan mutu atau kualitas produk secara tidak langsung maupun langsung. Kebiasaan kerja karyawan setiap hari juga perlu diperhatikan. Karyawan yang suka mengindahkan peraturan, seperti kebiasaan tidak mencuci tangan, menggaruk-garuk kepala dan kebiasaan lain yang menyimpang dapat dipastikan menyebabkan terjadinya kontaminasi atau adulterasi. Pemeriksaan yang dilakukan sebagai audit meliputi tata berpakaian (kelayakan dan kebersihan seragam karyawan), pemakaian hairnet, pemeliharaan rambut dan kuku, tidak digunakannya perhiasan, kebiasaan buruk karyawan (merokok, makan, minum, membawa barang-barang pribadi ke tempat produksi) di area produksi. Karyawan yang diterima bekerja di PT Japfa Santori Indonesia telah melakukan check up pada saat penerimaan, baik karyawan produksi maupun karyawan non-produksi. Higiene pekerja sangat penting dalam menjaga perpindahan mikroba atau penyakit ke dalam makanan. Persyaratan yang utama adalah kesehatan pribadi, kebersihan dan kemauan untuk mengerti serta menjalankan sanitasi. Perusahaan telah menyediakan fasilitas yang lengkap, hal ini tidak ditujukan bagi karyawan saja namun tamu yang datang juga mendapat perhatian. Hal ini dilakukan karena kulit manusia tidak terbebas dari bakteri. Sanitasi di PT Japfa Santori Indonesia sudah berjalan dengan baik, tapi perlu peningkatan. Karyawan yang memiliki penyakit menular tidak diperkenankan berhubungan langsung dengan produksi makanan, sedangkan karyawan yang sakit dapat meminta izin sampai keadaannya pulih.
Pengendalian Hama Pengendalian hama pada dasarnya memiliki hubungan dalam mengurangi atau mencegah penyebaran bahaya kontaminasi. Serangga maupun hewan pengerat biasanya banyak terdapat pada tempat-tempat yang banyak mengandung makanan. Pemakaian pestisida dan jebakan sangat efektif jika dilakukan sesuai dengan dosis dan aturan pemakaian. Perkembangan hama dan hewan yang terdapat di lingkungan industri harus diperhatikan keberadaannya. Jenis serangga maupun hewan yang terdapat dilingkungan industri berpotensi dalam penyebaran penyakit. Kontaminasi bahan pangan atau produk pangan sangat dimungkinkan. Pengendalian hama sangat penting untuk memutus daur hidup dan penyebarannya. Pengendalian yang dilakukan oleh PT Japfa Santori Indonesia meliputi pemetaan wilayah penyebaran pest control, pengecekan rutin, dokumentasi dan audit yang dilakukan setiap saat jika diperlukan audit. Pengecekan dan pelaksanaan program ini tidak terpaku pada setiap terjadi trend saja namun dilakukan setiap saat. Ruang lingkup SSOP yang menjadi topik dalam penelitian berhubungan erat dengan GMP dan higiene sanitasi. PT Japfa Santori Indonesia telah melakukan pemberantasan pada area industri, perlindungan terhadap konsumen dari bahaya hama dan penyakit yang timbul akibat serangga atau hewan, seperti tikus dan memenuhi keyakinan konsumen terhadap pangan yang dikonsumsi di produksi pada lingkungan yang memadai. PT Japfa Santori Indonesia juga bekerjasama dengan terminix dalam upaya pemberantasan serangga dan hewan pengerat yang terdapat di lingkungan industri. Penanganan yang dilakukan oleh PT Japfa Santori Indonesia meliputi: a. General Pest Control yang laksanakan diseluruh areal industri, cara yang dilakukan adalah pemasangan insect killer. b. Rodent Control untuk membasmi hewan pengerat seperti tikus. Penanganan yang dilakukan berupa pemasangan jebakan pada tiap-tiap titik dengan jumlah cukup. c. Penanganan serangga seperti rayap digunakan bahan kimia (Termit Control) Audit Pest Control dilakukan setiap dua kali dalam satu bulan, kecuali ada kondisi tertentu sehingga perlu dilakukan penanganan lebih dari satu kali. Penanganan fumigasi juga dilakukan pada penyimpanan bahan baku, inspeksi
dijalankan secara berkala. Pelaksanaannya meliputi penutupan bahan baku dan penyegelan, menempatkan bahan kimia kemudian dilakukan pengecekan keamanan. Hal ini dilakukan pada setiap titik yang terdapat pada lingkungan industri. Fumigasi dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas wilayah fumigasi, dosis
pemakaian
dan
temperatur
pada
saat
pelaksanaan.
Pemberantasan
serangga/binatang pengerat dapat dilakukan dengan menggunakan electrical shock, gelombang suara ultrasonik, gelombang cahaya, kawat kasa dan sanitasi lingkungan yang baik. Pengendalian hama atau serangga harus spesifik sehingga hasil yang diharapkan tercapai. Higiene dan Sanitasi Pembangunan masyarakat yang sehat merupakan upaya dalam mencapai kemampuan kesejahteraan secara optimal. Kesehatan mencakup seluruh aspek yang sangat luas dalam kehidupan. Penanganan yang baik serta pemeliharaan lingkungan dan makanan yang dikonsumsi menjadi salah satu perhatian utama. Kesehatan masyarakat dibagi dalam dua hal, yaitu pencegahan dan pengobatan, sehingga cara berproduksi yang baik serta menjaga setiap lingkungan menjadi hal yang sangat penting. Pelaksanaan higiene dan sanitasi yang dilakukan sudah sesuai dengan standar, peningkatan harus terus dilakukan demi menjaga mutu produk dan kepercayaan masyarakat. Penerapan aturan dan kedisiplinan seluruh karyawan dapat menciptakan lingkungan industri yang baik. Lingkungan yang baik meningkatkan kinerja dan semangat yang positif. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi kondisi umum sepeti pemeriksaan kesehatan, kebersihan badan (Higiene Personal) dan pakaian. Keseluruhan pengecekan atau pemeriksaan merupakan proses perbaikan yang mungkin dilakukan dalam upaya pengendalian keamanan pangan. PT Japfa Santori telah melakukan program ini melalui audit GMP, pelatihan dan ketrampilan tentang kesehatan serta pengecekan kesehatan karyawan secara berkala. Karyawan yang sakit mendapat tunjangan kesehatan sebagai bentuk palayanan dan menjamin kinerja karyawan. Tunjangan yang diberikan tidak hanya pada karyawan yang bersangkutan namun juga keluarga. Besar tunjangan ditentukan perusahaan sesuai perjanjian di awal karyawan mulai mendaftar.
Sanitasi yang telah diterapkan tergolong baik karena dilakukan pada semua aspek baik pada alat, pegawai, sumber air maupun lingkungan sekitar pabrik. Prinsip dasar sanitasi adalah menjaga kebersihan, dalam pengertian sikap, perilaku maupun kebiasaan dalam menjaga kebersihan. Proses sanitasi sebagian besar menggunakan air yang diperoleh dari air sumur dengan bahan tambahan sanitizer. Sanitasi yang dilakukan meliputi : Sanitasi Air Penggunaan air dalam pengolahan pangan menjadi hal yang paling utama. Air digunakan baik dalam proses sanitasi maupun proses produksi. Instalasi air terdiri dari sumber air, pembersihan air, reservoir dan sistem penyambung yang dilengkapi dengan sanitasi. Air yang digunakan harus memenuhi syarat mutu air minum dengan ditambah persyaratan mutu lebih lanjut sesuai penggunaannya. PT Japfa Santori Indonesia menggunakan air yang bersumber dari sumur bor. Air yang digunakan dalam proses produksi telah mengalami pengolahan (water treatment), sedangkan air yang digunakan untuk sanitasi, cuci tangan dan kaki ditambahkan klorin dengan kandungan klorin sebesar 1-2 ppm. Tahapan pengolahan air meliputi : Tangki Penampung. Tangki ini berguna menampung air sementara dari sumber. Perlakuan yang diberikan hanya penambahan klorin sebesar 1-2 ppm. Tangki Clarifier. Tangki klarifier merupakan tangki pengendapan lumpur yang pertama. Perlakuan yang diberikan adalah panambahan NaOH sebagai koagulan serta NaOCl (natrium hipoklorit) yang menghasilkan klorin sebagai desinfektan. Penambahan NaOH dan NaOCl ini dilakukan setiap lima hari sekali, untuk pembersihan tangki dari kotoran atau plak dilakukan setiap seminggu sekali. Multi Media Filter (MMF). Penyaringan lebih lanjut dilakukan dibagian ini, penyaringan multi media filter menggunakan beberapa lapisan pasir kuarsa dengan densitas yang berbeda. Partikel besar maupun kecil yang terdapat dalam air akan tersaring. Kotoran yang berukuran lebih besar dari rongga antar pasir akan tertahan dan semakin kebawah ukuran partikel yang tersaring semakin kecil. Active Carbon Filter (ACF). Penyaringan melalui karbon akif ini berfungsi menghilangkan komponen padatan tersuspensi, warna, bau, dan rasa serta sisa klorin
yang menurunkan kinerja proses pelunakan. Karbon aktif ini terbuat dari pembakaran kayu dan batubara yang kaya akan kandungan karbon. Automatic Softener (AS). Air pada tabung softener ini diberi perlakuan resin kation, hal ini bermaksud untuk mengikat ion mineral agar jumlahnya tidak berlebih dalam air. Kandungan mineral yang tinggi dalam air mengakibatkan air menjadi air sadah. PT JSI menggunakan unit kation exchanger yang menyerupai filter mekanik bertekanan untuk membantu proses ini. Medium filter mengandung natrium alumunium silikat. Tabung softener memiliki tangki yang menghasilkan air lunak, yang berfungsi menghasilkan uap panas pada boiler. Reverse Osmosis (RO). Pengolahan air pada tahap ini dapat menghilangkan khlor bebas bau dan materi organik. Prinsip kerja reverse osmosis adalah proses osmosis yang terjadi bila dua macam larutan dengan konsentrasi berbeda dipisahkan satu sama lain oleh membran semipermeabel dan tekanan dengan konsentrasi tinggi diarahkan secara berlawanan dengan tekanan yang cukup sehingga molekul air mengalir keluar. Ultraviolet. Tahap akhir pengolahan air adalah penyinaran menggunakan sinar ultraviolet yang bertujuan mengurangi kontaminasi mikrobiologi pada air. Sinar ultraviolet mampu menginaktifkan enzim pada mikroba. Penyinaran meggunakan ultraviolet tidak menimbulkan residu berbahaya. Suplai air Proses produksi Pompa Ultraviolet Reservoir Softener Clarifer ACF MMF
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pengolahan Air PT Japfa Santori Indonesia
Sanitasi peralatan yang dilakukan oleh PT JSI menggunakan lima metode yaitu pembilasan dengan air, pembersihan dengan detergent/foaming, pembilasan kembali dengan air, pemberian sanitizer dengan sabun yang bersifat asam, sanitizer yang digunakan bersifat basa dengan konsentrasi tertentu dan pengeringan, yaitu dengan melakukan pengelapan menggunkan kain perca yang khusus disediakan dan menggunakan udara yang dihasilkan melalui kompresor. Pembersihan yang dilakukan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan, yaitu lima shift kerja atau sering disebut dengan sanitasi total. Kegiatan sanitasi hampir sama pada setiap bagian, namun pada mesin fryer, oven, dan frigo freezer berbeda. Pembersihan mesin ini menggunakan metode Cleaning in Place (CIP), yaitu: 1. Alat diisi air sampai penuh sebanyak kapasitas mesin, lalu ditambah sabun. Proses selanjutnya air disirkulasi selama kurang lebih 1jam. Hal ini berfungsi mengangkat karbon yang menempel pada dinding maupun dasar fryer. 2. Air dibuang, mesin kembali diisi dengan air kemudian dipanaskan dan ditambah dengan larutan sanitizer untuk menetralisir kotoran kemudian dilakukan pengadukan selama kutrang lebih satu jam dan air dibuang. 3. Mesin diisi kembali dengan air, dipanaskan dan dilakukan pengadukan selama 5-10 menit kemudian dibuang. Sanitasi Ruang Pencemaran dapat terjadi dari berbagai faktor, salah satunya adalah ruangan proses pengolahan. Desain ruang dan tata letak bangunan serta peralatan sangat berpengaruh. Kegiatan yang menunjang sanitasi adalah sistem pembersihan yang baik, saluran pembuangan yang baik dan konstruksi ruangan yang memadai. Sanitasi ruangan dilakukan pada tempat produksi, penyimpanan atau gudang, anteroom, ruang chilling dan loker karyawan. Sanitasi ruang produksi dilakukan setiap lima shift kerja, kecuali jika terdapat beberapa hal yang memang harus dilakukan sanitasi. Ruang anteroom dibersihkan dua minggu sekali, sedangkan ruang penyimpanan, gudang, dan ruang tempering tidak terdapat jadwal khusus karena disesuaikan dengan keadaan. Sanitasi Pekerja Industri pengolahan pangan sangat menjaga aspek kebersihan pangan. Kebersihan pekerja menjadi syarat mutlak karena manusia merupakan sumber
pencemaran, terutama yang langsung kontak dengan makanan. PT JSI memberikan seragam khusus bagi para pekerja untuk menjaga pencemaran. Seragam yang diberikan dilengkapi hair net (penutup rambut), sarung tangan, masker dan sepatu bot warna putih bagi pekerja produksi. Hair net diganti setiap 3 bulan sekali atau jika sudah rusak. Pemakaian seragam hanya diperbolehkan satu kali pemakaian, untuk itu pekerja memiliki lebih dari satu seragam. Pemakaian tidak diperbolehkan lebih dari satu hari. Seragam yang kotor dicuci untuk menjaga kebersihan seragam. Kebersihan tangan dan kaki sebelum memasauki ruang produksi juga dijaga yaitu dengan mencuci tangan, sedangkan kaki yang memakai sepatu bot diharuskan melewati air yang mengandung klorin. Sanitasi Peralatan Alat pengolahan yang kontak dengan makanan dicuci bersih menggunakan metode Clean in Place (CIP) yang dibagi menjadi dua jenis sanitasi yaitu manual dan otomatis. Metode pembersihan dapat dilihat pada Tabel 10. dibawah ini: Tabel 10. Metode Pembersihan pada Mesin Produksi No.
Jenis Mesin
Metode pembersihan
1.
Grinder
Manual
2.
Blender
Manual
3.
Formax
Manual
4.
Coating
Manual
5.
Fryer
Manual
6.
Oven
CIP
7.
Spiral Freezer
CIP dan manual
8.
Packing Line
Manual
9.
Peralatan lainnya
Manual
Sumber: PT Japfa Santori Indonesia, 2006
Pengendalian Hama dan Limbah Pengendalian hama dilakukan dengan membuat jebakan dari bahan beracun yang diletakkan pada setiap sisi bangunan dan tempat- tempat yang menyebabkan timbulnya hama. Pengendalian ruangan dari hama dilakukan dengan pemasangan tirai pada setiap pintu, lampu penjebak serangga, fumigasi dan pensterilan ruang oleh terminix (pihak yang menangani pengendalian hama). Proses lainnya adalah
penanganan limbah. Limbah PT JSI telah mengalami pengolahan antara lain penyaringan, pengadukan, penambahan bahan microbial aktif (AMH atau anti microbial handwash), penjernihan dan pembuangan. Limbah cair dialirkan melalui pipa dari ruang produksi ke bak penampung, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan partikel padatan. Hasil residu saringan diambil dan dimasukkan ke dalam krat, untuk sisa saringan yang lolos dilakukan tahap aerasi yang ditambah bahan microbial aktif. Aerasi atau pengadukan ini bertujuan untuk mempercepat pengikatan oksigen dari udara. Pengadukan mampu menghasilkan BOD 50ppm dan COD 100ppm, apabila pengadukan pertama BOD dan COD tidak memenuhi standar maka dilakukan pengadukan ulang. Air hasil pengadukan kemudian dialirkan menuju bak yang ditumbuhi enceng gondok untuk penyaringan sebelum dialirkan ke sungai. Limbah padat PT Japfa Santori Indonesia berupa karton bekas kemasan dan bekas daging. Penanganan yang dilakukan yaitu pembakaran dan pembuangan ke tempat sampah. HACCP Plan Hazard Analysis Critical Control Point merupakan suatu jaminan mutu berdasarkan pada perhatian terhadap bahaya yang mungkin timbul di setiap titik atau tahap produksi. Hazard Analysis Critical Control Point merupakan manajemen resiko yang dikembangkan untuk memberi jaminan keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan timbulnya bahaya atau resiko yang mungkin terjadi. Penyusunan HACCP berdasarkan tujuh prinsip HACCP. Hazard Analysis Critical Control Point Plan adalah dokumen yang dibuat berdasarkan prinsip HACCP untuk menjamin keamanan pangan pada rantai pangan yang dipertimbangkan (BSN, 1998). Hazard Analysis Critical Control Point Plan bersifat menjamin mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai menjadi produk akhir dan didistribusikan. Rencana kerja ini juga mengurangi resiko komplain dan dapat dijadikan promosi dagang yang memiliki daya saing kompetitif. Keuntungan penerapan rencana kerja HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada hasil produksi, meningkatkan kepuasan konsumen, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif dan
mengurangi limbah serta kerusakan produk atau waste. Aplikasi yang diterapkan meliputi : Kebijakan Mutu Perusahaan Penentuan mutu bahan baku atau produk yang dihasilkan telah dilakukan dengan benar untuk menjamin keamanan pangan. Kebijakan mutu ini tertuang di dalam aturan yang dibuat perusahaan sebagai komitmen memproduksi pangan berkualitas dan aman dikonsumsi, menghasilkan produk pangan halal yang bersih, sehat, dan berkualitas, memberikan pelayanan secara baik, tepat guna, bekerja secara profesional dalam team work yang kokoh dan berdisiplin serta menerapkan standard pelaksanaan produksi berdasarkan pedoman produksi pangan yang baik sebagai upaya dalam meningkatkan mutu dan menghasilkan produk yang layak untuk dikonsumsi. Deskripsi Produk Tahapan aplikasi HACCP ini bertujuan untuk mengetahui komposisi utama produk, karakteristik produk, pengemasan, struktur kimia/fisik, informasi keamanan, cara penyimpanan, perlakuan pengolahan, petunjuk penggunaan dan metode pendistribusian. Beberapa informasi deskripsi produk dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Deskripsi Produk Chicken Nugget Kriteria Deskripsi
Keterangan
Nama Produk
Chicken Nugget
Komposisi Pengemas primer (inner)
Tepung, rempah (bumbu), daging ayam dan protein nabati Plastik
Pengemas sekunder
Karton
Metode pengawetan
Beku -18o C
Cara distribusi
Mobil dengan suhu refrigerasi < -20o C
Masa kadaluarsa
Satu tahun pada suhu beku atau refrigerator
Persyaratan konsumen Tujuan konsumen
Sesuai persyaratan SNI dan aturan yang berlaku secara umum Umum
Cara penyiapan konsumsi
Dimasak atau digoreng terlebih dahulu pada suhu ±105 selama kurang lebih 10 menit
Penyusunan Diagram Alir Penyusunan diagram alir penting dilakukan untuk menentukan tahapan operasional yang akan dikendalikan, pencatatan atau dokumentasi pada setiap tahap proses produksi. Pengamatan perlu dilakukan sebelum menyusun diagram alir. Diagram alir dibuat sedetail mungkin untuk mempermudah penentuan CCP. Bagan alir pembuatan chicken nugget dapat dilihat pada Gambar 6. Penerimaan bahan ingredient dan bahan baku
Penyimpanan bahan ingredient dan bahan baku
Tempering daging beku
Penimbangan, Chopping (ISP dan Kulit) dan persiapan bahan baku
Pencampuran
Pencetakan
Pelapisan Nugget
Penggorengan
Pengovenan
Penerimaan bahan kemasan
Penyimpanan bahan kemasan
Pembekuan
Deteksi metal
Pengemasan
Penyimpanan produk akhir
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Chicken Nugget
Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya Bahaya adalah faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen secara negatif yang meliputi bahan biologis, kimia atau fisik di dalam atau kondisi dari, makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Analisis ini mencakup gambaran kemungkinan bahaya yang dapat timbul dari bahan baku sampai produk akhir. Penentuan bahaya dilakukan pada setiap tahapan proses produksi, sehingga bahaya yang teridentifikasi dapat dengan segera ditangani. Tindakan pencegahan merupakan tindakan penghambatan bahaya ke dalam produk dan mengacu pada prosedur operasi dimana pada setiap tahap pekerja dipekerjakan. Lembar analisa bahaya dan tahapan pencegahannya dapat dilihat dalam Tabel 13. Pada tahap ini juga dilakukan analisa tingkat resiko pada produk yang dihasilkan. Tingkat kategori resiko chicken nugget dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Kategori Resiko Chicken Nugget Kelompok Bahaya Produk Chicken Nugget
Kategori Resiko A
B
C
D
E
F
o
+
o
+
+
+
IV
Keterangan : o = Tidak memiliki bahaya + = Memiliki bahaya
Berdasarkan Tabel 11. diatas diketahui bahwa tingkat bahaya produk ini termasuk memiliki kategori tinggi (IV), karena terkait empat kategori resiko yaitu B, D, E dan F. Kelompok kategori B merupakan kelompok bahan yang sensitif terhadap bahaya kimia, biologi dan fisik. Bahaya ini sangat mungkin terjadi pada setiap tahapan, karena produk memiliki kandungan nutrisi yang memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme. Bahaya D mengiindikasikan bahwa produk dapat tercemar atau terkontaminasi kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan. Bahaya E merupakan kategori bahaya yang dapat terjadi selama pendistribusian, penjualan atau penanganan. Kategori F merupakan jenis kategori bahaya pada tahap akhir produk di tangan konsumen. Produk yang dipasarkan diharuskan dimasak terlebih dahulu untuk meminimalkan bahaya.
Tabel 13. Lembar Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahannya Tahap Proses
Penerimaan bahan ingredient dan bahan baku
Penyimpanan bahan ingredient dan bahan baku
Tempering daging beku
Penimbangan, Chopping (ISP dan Kulit) dan persiapan bahan baku Pencampuran
Penyebab Bahaya
Potensi Bahaya
Basis
-
Mikro biologi
-
Ya
Adanya kemungkinan bahan baku terkontaminasi
-
Fisik
-
Ya
-
Mikro biologi
-
Ya
Kotoran atau benda asing yang masuk pada saat pengangkutan atau penerimaan Lantai yang kurang bersih (mikroba dapat berkembang)
-
Kimia Fisik
-
Tidak Tidak
-
Mikro biologi
-
Ya
-
Kimia Fisik
-
Tidak Tidak
-
Mikro biologi Kimia Fisik
-
Tidak
-
Tidak Ya
Mikro biologi Fisik
-
Ya
-
Ya
-
Kotoran atau mikroba yang terdapat pada bahan baku
Pengemas atau potongan alat yang tertimbang Faktor pekerja atau kontaminasi silang Bahan pengemas yang tidak sengaja tercampur
Kategori Bahaya Parah Peluang Potensi Bahaya T T T
T
S
T
T
S
T -
T
T
T
-
-
-
S
R
S
T
S
T
S
S
S
Tindakan Pencegahan
Sertifikasi pemasok untuk keamanan pangan Pelaksanaan SOP dan pengawasan yang ketat oleh perusahaan Sanitasi rutin, melakukan uji mikroba dan mendesain lantai sesuai dengan SOP
Melakukan Swab Test dan sampling bahan secara cepat Pengawasan oleh QC dan penyortiran bahan yang tidak sesuai Penyortiran bahan Sampling secara cepat Pengawasan oleh pihak QC dan mengganti dengan bahan yang layak produksi Melakukan inspeksi mendadak Membuat peraturan secara ketat Pengawasan oleh QC
Tahapan Proses Pencetakan
Penyebab Bahaya -
Potensi Bahaya
Basis
Kategori Bahaya
Tindakan Pencegahan
Mikro biologi Kimia Fisik
-
Ya
Kontaminasi silang dengan pekerja
T
S
T
-
Tidak Ya
Kontaminasi benda asing
S
S
S
-
Ya
Kontaminasi silang dengan pekerja
S
S
S
-
Mikro biologi Kimia Fisik
-
Tidak Tidak
-
Kimia Fisik
-
Tidak Ya
Munculnya black crumb pada nugget
R
S
R
-
-
Tidak Tidak Tidak
-
-
-
-
Kimia Fisik Mikro biologi Fisik
-
Tidak
Deteksi metal
-
Fisik
-
Tidak
-
-
-
Pengemasan
-
Mikro biologi
-
Ya
T
S
T
-
Kimia Fisik
-
Tidak Ya
S
R
S
-
Kimia
-
Tidak
-
-
-
-
Fisik
-
Ya
S
S
S
-
Pelapisan Nugget
Penggorengan
Pengovenan Pembekuan
Penerimaan bahan kemasan
-
Pengemas yang tidak steril oleh tangan yang tidak memakai sarung tangan Pengemas yang ikut terbungkus
Cat luntur & tidak toleran ke produk
Penyortiran produk rusak Pengawasan oleh pihak QC dan mengganti dengan bahan yang layak produksi Penyortiran produk rusak Pengawasan oleh pihak QC dan mengganti dengan bahan yang layak produksi Penyortiran Pengawasan oleh pihak QC Pengontrolan suhu
Penyortiran pengemas, sterilisasi dan mengganti dengan yang baru Pemantauan berkala Pengawasan oleh QC Penetapan peraturan dan penyimpanan yang sesuai Penolakan bahan Sertifikasi bahan pengemas dari pihak produsen kemasan
Tahapan Proses Penyimpanan bahan kemasan
Penyimpanan produk akhir
Penyebab Bahaya - Mikro biologi - Kimia - Fisik -
Mikro biologi Kimia Fisik
Potensi Bahaya - Tidak -
Tidak Tidak
-
Tidak
-
Tidak Ya
Basis
Adanya benda asing
Kategori Bahaya
Tindakan Pencegahan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
S
S
S
Melakukan penyortiran Pengawasan oleh QC Melakukan penahanan produk untuk inspeksi atau pemantauan berkala Pencatatan barang yang pertama masuk dan yang pertama harus keluar
Penetapan CCP CCP atau titik pengawasan diartikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana jika tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan bahaya tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP ditentukan melalui pohon keputusan, yang berisi urutan pertanyaan dalam menentukan apakah termasuk suatu titik kendali kritis. Identifikasi CCP dapat dilihat pada Tabel 14. Penetapan Batas Kritis Batas kritis merupakan batas toleransi yang harus dipenuhi pada setiap penetapan CCP untuk mengendalikan bahaya secara efektif. Batas-batas kritis pada CCP ditetapkan berdasarkan referensi dan standar teknis serta observasi unit produksi. Batas ini tidak boleh terlampaui, karena batas-batas kritis ini sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol serta menjamin keamanan produk yang dihasilkan. Batas CCP harus diperinci pada setiap tahap, parameter yang digunakan dapat berupa pengukuran suhu, waktu, tingkat kelembaban, tekstur dan proses pengolahan. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk aman dan tidak aman, sehingga setiap CCP mudah teridentifikasi dan dijaga oleh operator proses produksi. Bahaya kritis fisik terkait dengan toleransi bahaya fisik atau benda asing, atau kendali bahaya mikrobiologis dimana hidup atau matinya dikendalikan oleh parameter fisik. Contoh bahaya fisik adalah tidak adanya logam, ukuran ayakan, suhu, waktu serta unsur uji organoleptik. Batas kritis kimia berkaitan dengan bahaya kimia atau dengan kendali bahaya mikrobiologis, baik melalui formulasi produk dan faktor intrinsik seperti kadar maksimum penggunaan mikotoksin pada produk. Penetapan batas kritis dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14. Identifikasi CCP Proses Penerimaan bahan ingredient dan bahan baku
Bahaya Kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi
Pencegahan Sertifikasi pemasok untuk keamanan pangan Penolakan bahan baku atau penggantian bahan Pelaksanaan SOP dan pengawasan yang ketat oleh perusahaan
P1 Ya
P2 Ya
P3 -
P4 -
CCP CCP
Penyimpanan bahan ingredient dan bahan baku
Kontaminasi fisik dan mikrobiologi
Sanitasi rutin, melakukan uji mikroba dan mendesain lantai sesuai dengan SOP
Ya
Ya
-
-
CCP
Tempering daging beku
Kontaminasi fisik dan mikrobiologi
Melakukan Swab Test dan sampling bahan secara cepat Pengawasan oleh QC dan penyortiran bahan yang tidak sesuai
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Penimbangan, persiapan dan Pencampuran bahan
Kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi
Melakukan inspeksi mendadak dan sortir Membuat peraturan secara ketat Pengawasan oleh QC
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Pencetakan dan pelapisan Nugget
Kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi Kontaminasi fisik dan kimia
Penyortiran produk rusak Pengawasan oleh pihak QC dan mengganti dengan bahan yang layak produksi
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Penyortiran Pengawasan oleh pihak QC Pengontrolan suhu
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Penggorengan dan pengovenan
Proses Pembekuan
Bahaya Kontaminasi mikrobiologi dan fisik
Deteksi metal
Kontaminasi fisik
Pengemasan dan Penerimaan bahan kemasan Penyimpanan produk akhir
Kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi Kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi
Pencegahan Menentukan suhu penyimpanan Pengawasan terhadap kondisi ruang Penerapan program pemeliharaan mutu produk dengan memerksa produk yang tertahan Pemisahan produk yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan kategori produk utama dan produk second Menentukan batas logam yang tidak dapat ditoleransi Pengawasan terhadap produk terkontaminasi Penerapan program pemeliharaan mutu produk dengan metal detektor Kemasan yang tidak sesuai akan ditahan dan diganti dengan kemasan baru
P1 Ya
P2 Tidak
P3 Tidak
P4 -
CCP Bukan CCP
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Melakukan penahan produk untuk pemeriksaan Mencatat suhu setiap saat Mengontrol kerja alat pada sistem pendingin
Ya
Ya
-
-
CCP
Tabel 15. Penetapan Batas Kritis CCP (material) Bahaya Penerimaan Kontaminasi mikroba dan bahan ingredient fisik dan bahan baku
Batas Kritis Bahan timbul bau dan berwarna pucat
Penyimpanan Kontaminasi mikroba dan bahan ingredient serangga dan bahan baku
Kemasan pada bahan bocor dan mengotori ruang penyimpanan, penyimpanan pada suhu dingin (-18oC)
Deteksi metal
Kandungan logam lebih dari ketentuan
Logam (Fe 2,0 ppm)
Penyimpanan produk akhir
Kontaminasi mikroba dan fisik
Suhu yang digunakan 18oC
Penetapan Tindakan Monitoring Pemantauan adalah tindakan pengujian atau observasi yang tercatat oleh unit pengelola pemantauan dari kondisi CCP yang ada. Pemantauan berfungsi untuk menjamin batas kritis tidak terlampaui, menetapkan prosedur tindakan pemantauan CCP dan orang yang bertanggung jawab terhadap pamantauan. Hal ini dapat dilakukan dengan perekaman dalam bentuk cheklist atau pun pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Tindakan pencegahan yang dilakukan harus dipantau secara teratur, terutama dalam pencegahan bahaya kritis. Pemantauan dapat dilakukan pada kondisi visual, melalui evaluasi sensori atau panca indra, pengukuran fisik, tes kimia dan pemeriksaan mikrobiologi. Pemantuan yang ideal harus memberikan informasi tepat pada waktunya, hal ini dilakukan untuk melaksanakan tindakan perbaikan sehingga produk yang mengalami kerusakan dapat tekendali dan bila perlu dilakukan penolakan produksi. Pemantuan secara cepat ini dilakukan karena berhubungan dengan kegiatan pengolahandan waktu analisa yang lama. Orang yang bertugas dalam pemantauan adalah yang memiliki akses termudah terhadap CCP, memiliki pengetahuan dan keahlian tentang proses produksi serta mengerti tujuan dilakukan pemantauan.
Tindakan Koreksi Tindakan koreksi dilakukan jika terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Hal ini tergantung pada tingkat resiko produk pangan. Produk pangan yang memiliki resiko tinggi dapat dilakukan tindakan penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki atau dapat dilakukan verifikasi agar proses yang dilakukan berjalan secara efektif. Koreksi yang dilakukan berupa penyesuaian proses agar dapat terkontrol, melakukan penanganan terhadap produk yang dicurigai terkena penyimpangan, pertanggung jawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi. Rincian tindakan koreksi dicatat dan didokumentasikan yang berguna dalam membantu mengidentifikasi masalah, sehingga tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah dapat efektif. Membantu menjamin pelaksanaan peraturan dan review dokumen. Dokumentasi yang dilakukan harus mencakup identifikasi produk, deskripsi penyimpangan, bahan yang digunakan, resiko bahaya atau keamanan produk, tahapan proses, titik kendali kritis, batas kritis, tindakan koreksi yang diambil (termasuk penanganan akhir prosuk yang terkena penyimpangan), nama individu yang bertanggung jawab terhadap tindakan koreksi, kodisi mesin dan peralatan dan evaluasi hasil tindakan koreksi. Untuk itu disusunlah rencana kerja jaminan mutu untuk mengendalikan proses produksi. Penetapan Prosedur Verifikasi Verifikasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam penyusunan rencana kerja dan pelaksanaan HACCP Plan. Catatan verifikasi pada rencana HACCP antara lain tinjauan terhadap rencana HACCP dan rekamannya, tinjauan terhadap penyimpangan dan disposisi produk, kesesuaian dengan titik kendali kritis, inspeksi visual proses produksi, hasil pengujian atau audit dan penulisan laporan. Prosedur yang dilakukan secara keseluruhan berjalan efektif.
Tabel 16. Tindakan Monitoring dan Tindakan Koreksi Titik Kendali Penerimaan bahan ingridient dan bahan baku
Potensi Bahaya Kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi
Penyimpanan Kontaminasi fisik dan bahan mikrobiologi ingredient dan bahan baku
Titik Kendali
Potensi
Pencegahan
CCP
Batas Kritis
Tindakan Koreksi Penggantian alat yang steril dan sortir bahan yang tidak masuk dalam kriteria
Penanggung Jawab QC Penerimaan bahan baku
Menolak jika bahan yang diterima terkontaminasi
QC dan Laboratorium
Menyesuaikan suhu agar tidak menyimpang
QC dan Ketua Regu
Mengolah daging menjadi bagian-bagian yang kecil
QC dan Karyawan
Tindakan
Penanggung
Penggunaan alat yang steril
CCP
Pencatatan kondisi setiap inspeksi bahan baku
CCP
Warna, bau dan kemungkinan kontaminasi kecil
Uji kualitas bahan baku
CCP
Lolos uji kualitas bahan baku
Pengontrolan suhu
CCP
Suhu sesuai standar perusahaan
Mengatur suhu
Pemisahan bahan yang tidak sesuai kriteria
CCP
Penampakan warna dan tektur bahan
Sesuai dengan SOP
Pencegahan
CCP
Tingkat pertumbuhan mikroba rendah, misal E. Coli maks.50 koloni/g pada bahan segar
Monitoring Prosedur Frekuensi Melakukan Dilakukan tes swab dan setiap saat menentukan bahan baku mikroba lain atau daging yang terdapat diterima dan pada bahan setiap akan dilakukan produksi Setiap saat Tes laboratorium dan saat produksi dan laporan catatan bahan akan dilakukan baku Saat bahan Uji laboratorium baku diterima
Batas Kritis
Pada saat proses dan pencatatan suhu secara kontinu Setiap saat bahan baku akan digunakan untuk poduksi
Monitoring
Menolak atau sortir bahan
QC
Deteksi metal
Penyimpanan produk
Bahaya Kontaminasi fisik dan mikrobiologi
Kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi
Pengontrolan suhu
CCP
Pemeriksaan benda asing
CCP
Melakukan pemisahan
CCP
Pencucian alat pendingin
CCP
Pengontrolan alat/mesin pendingin Pemisahan produk dari bahan kimia, bahan penunjang dan bahan baku serta gudang
Prosedur Pemeriksaan suhu Pengukuran secara berkala suhu
Frekuensi Setiap hari dan/atau berkala Berdasarkan laporan harian Berdasarkan laporan harian
Koreksi Penyesuaian suhu
Jawab QC
Menolak atau menahan bahan Menolak atau sortir
QC
Setiap hari
Pencucian ulang
QC
Perbaikan mesin dan mengganti yang rusak Produk ditahan untuk diperiksa dan menolak jika terdapat cemaran pada produk
Terdapat benda asing setelah pemeriksaan Terdapat cemaran yang lebih banyak dari standar Tidak terdapat cemaran
Pemantauan hasil koreksi atau inspeksi Pemantauan bahan dan kinerja karyawan Pemeriksaan rutin
CCP
Mesin berjalan dengan lancar
Pemeriksaan rutin
Setiap hari
CCP
Tidak terdapat bau pada ruang produk, cemaran benda asing dan bebas serangga
Pemantauan hasil pemeriksaan dan evaluasi report atau laporan cemaran
Setiap hari
QC
QC dan Maintenance
QC
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan rencana kerja, pelaksanaan HACCP sangat tergantung dari pengawasan dan dokumentasi kerja dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan HACCP telah berjalan sesuai rencana yang telah disusun, hal ini dilihat dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa aspek-aspek yang dikaji dalam GMP dan SSOP pada perusahaan secara umum sudah sesuai dengan manual kerja. Penanganan produk yang dihasilkan dilakukan sampai tahap penarikan kembali jika terdapat produk yang rusak atau tidak sesuai dengan target atau standard yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan demi menjaga kepercayaan konsumen dan sebagai upaya dalam menjaga mutu produk chicken nugget yang berpedoman pada usaha pencegahan serta pengurangan kemungkinan bahaya terhadap produk chicken nugget yang dihasilkan.
Saran Program pengawasan atau kontrol kerja karyawan pada tahapan proses produksi tetap harus dilakukan melalui penilaian dan pemantauan secara periodik, mengingat masih terdapat pelanggaran dalam pelaksanaan peraturan kerja. Perlu perubahan sikap dari pekerja untuk mendukung proses produksi yang baik, yaitu melalui pelatihan GMP atau sanitasi dan higienis kerja kepada karyawan baru maupun karyawan tetap yang dilakukan oleh perusahaan.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis diberikan pertolongan, kekuatan, ketabahan dan nikmat yang tak terhingga sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi masukan serta dorongan dalam melaksanakan tugas akhir. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendukung dan memberikan kasih sayang selama ini serta adikku Aris, Dewi, Rahma S. Kirana, Ema, Fini, Dhita S., Ajeng, Sarah, Rita S. dan teman dekatku Herher H. Terima kasih juga kepada Ir. Niken Ulupi, MS, Zakiah Wulandari S.TP., M.Si, Rarah R. A. Maheswari, DEA, Ir Anggraini S., MM, Tuti Suryati, S.Pt., MSi dan pengurus A2 yang telah banyak membantu dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi, jasa ibu akan terkenang. Selain itu, ucapan disampaikan kepada General Manager PT JSI, Ir. Nella Fitri, M.Sc serta segenap karyawan PT JSI yang selalu memberi masukan dalam magang. Ucapan juga disampaikan kepada Puthut oki, Nunu, Sudarsono, A. Setiawan dan keluarga balio 27 yang lain, keluarga besar Gentra Kaheman, THT ’40, Doddy C. A. sebagai teman terbaik di IPB, Ibnu Adie R. K., Sani E., Resti A., Resti S., Dadang S., Herdiansyah, Sapta, Ela, Mulyadi, Anis B., Fadli Manado, Mufidh, Ratna, Dewi F. dan Dewi M. beserta keluarga yang terus mendukung kelancaran skripsi dan membuat penulis lebih dewasa dalam berpikir. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB serta pihak yang telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki kekurangan, namun saran dan kritik penulis harapkan agar karya ini bermanfaat dan menjadi amal shalih bagi penulis.
Bogor,
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Adam, M. R. dan M. O. Moss. 1995. Food Microbiology, Cambridge. Badan Standardisasi Nasional. Standardisasi Nasional Indonesia 01-6683. 2002. Nugget Ayam. BSN, Jakarta. Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer Verlag Berlin Heidelberg, Berlin. Boedi, A. Suyanto, A. Adisoemarto. 1979. Cara Sederhana Mengenal Tikus. Musium Zoologi Bogor LBN-LIPI, Bogor. Borror, D. J. Charles, A. Triplehorn dan Norman, F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Penterjemah Soetiyono. P. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton.1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Chesworth, N. 1999. Food Hygiene Auditing. Gaithersburg, Maryland, New York. Codex Alimentarius. 1993. HACCP Guidelines, Guidelines for Application of the HACCP System. Dalam: Chesworth, N. Food Hygiene Auditing. Gaithersburg, Maryland, New York. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 2007. Panduan Penyusunan Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) bagi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Mayarakat, Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional. 1991. SNI 19-8402. Mutu-kosakata. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Dewanti, R. dan Hariyadi. 2002. Keracunan Pangan Tak Hanya Sebabkan Diare. Harian Kompas edisi 15 Desember 2002. Hal: 22. Jakarta. Dalam: Chairani. Proses Sanitasi Pada Pengolahan Chicken Nugget Di PT Japfa OSI Food Industries Tangerang. Laporan PKL. Jurusan Produksi Ternak. Universitas Diponegoro, Semarang. Dewanti, R., dan Hariyadi. 2005. Hand Out Metode Inspeksi dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, D. 1999. Praktek Pengolahan Pangan yang Baik (GMP), Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bogor Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pengembangan Kesehatan dan Gizi Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud (IBRD LAO N, 3550- IND). 1999/2000. Bogor, 2-14 Agustus 1999.
Fellow, P.J. 1990. Food Processing Technology Principle and Practice. Ellis Horwood, New York. Hiasinta, A. 1999. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Dalam: Umrin H. Pengawasan penerapan Higiene Perorangan Di PT Japfa Santori Indonesia. Skripsi. Program Studi Higiene Gizi dan Makanan. F akultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Imelda. 2003. Pengawasan Mutu Penerimaan, Penyimpanan dan Distribusi Bahan Baku dan Produk Chicken Nugget PT Japfa-OSI Food Industri. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Pelita Harapan, Karawaci. Jenie, B. S. L. 1987. Sanitasi dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jenie, B. S. L. dan S. Fardiaz. 1989. Petunjuk Laboratorium Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Keeton, J. T. 2001. Formed and Emultion Product. Inc A. R. Shams (Ed). Poultry Meat Processing. C and S Press, London. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Koswara, S., P. Hariyadi dan E. H. Purnomo. 2000. Teknologi Pangan dan Agroindustri vol 1, no. 8. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. University Indonesia Press, Yogyakarta. Lukman, D. W. 2003. Sanitation Standard Operating Procedur (SSOP) [bahan kuliah]. Program Studi Higiene Makanan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Dalam: Soekotjo, R. H. Skripsi. Mempelajari Penerapan Standard Operating Procedur (SOP) dan Sanitation Standard Operating Procedur (SSOP) di Rumah Potong Ayam (RPA) PT Japfa Santori Indonesia. Program Studi Higiene Makanan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marliyati, S. A., A. Sulaeman dan F. Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marriot, G. N. 1985. Principles of Food Sanitation. Published by Van Norstrand Reinhold Company, New York. Muchtadi, T. R. dan Sugiono. 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2005. Sistem Jaminan Mutui Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Petanian Bogor, Bogor. Mustika, L. 2006. Industri Pengolahan Daging PT Japfa Santori Indonesia Jalan Raya Serang KM 20.2 Tangerang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Pedjadjaran, Sumedang.
Noble, E. R. Glenn, dan A. Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Penterjemah Wardiarto. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Oka, I. N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Owens, C. M. 2001. Coated Poultry Product. Sams, A. R. (ed.). 2001. Departement of Poultry Science Texas A and M University. CRC Press, New York, Washington D. C. Pedoman Higiene Pengolahan Produk Daging dan Unggas. Edisi I Ditjend Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Direktorat Pengaawasan Makanan dan Minuman DPMM/ PHP 6-1987. Depkes RI. WHO, Jakarta PKSDM Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 2002. Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM). Bagian Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Potter, N. N. dan J. H. Hotchkiss. 1995. Food Science Fifth Edition. Chapman and Hall, New York. Rumawas, I. 2002. Higiene Personal Perusahaan. Bahan Kuliah Program Studi Higiene Makanan. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saksono, L. 1986. Pengantar Sanitasi Makanan. Penerbit Alumni, Bandung. Soekarto, S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekotjo, R. H. 2006. Mempelajari Penerapan Standard Operating Procedure (SOP) dan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) di Rumah Potong Ayam (RPA) PT Japfa Santori Indonesia. Skripsi. Program Studi Higiene Makanan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan II. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Stevenson, K. E. dan D. T. Bernard. 1999. HACCP : A Sistematic Approach to Food Safety. The Food Processors Institut, Wanshington, D. C. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Asean kerjasama dengan Pusat Antar Universitas dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Vinita, T. 2003. Pengendalian Mutu Produk Chicken Nugget di PT Japfa OSI Food Industries Tangerang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Widjaja, B. K. 1992. Pedoman Praktis Higiene dan Sanitasi Perusahaan. CV Sinar Harapan, Jakarta. Winarno, F. G. dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: Embrio Press. Wiryanti, J. 2002. Makalah Tentang Penyusunan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.