KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA
SKRIPSI MIRA HOTRI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MIRA HOTRI. D14204085. 2008. Kajian Awal Penerapan Hazards Analitical Critical Control Point (HACCP) pada Unit Usaha Pengolahan Kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Ir. Afton Atabany, M. Si Susu merupakan produk hasil ternak yang bersifat perishable atau mudah rusak sehingga perlu penanganan secara khusus untuk mencegah proses kerusakan dan adanya bahaya. Pengolahan secara fermentasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan nilai gizi dan nilai fungsi dari susu serta mengontrol bahaya fisik, kimia dan biologi. Kefir adalah salah satu produk susu fermentasi yang mempunyai potensiuntuk dikembangkan karena mempunyai manfaat teurapetik. Tata cara pengolahan yang baik dan benar serat aplikasi sanitasi pada setiap tahap proses pengolahan merupakan kunci utama dalam menghasilkan produk olahan yang terjamin keamanannya. Tuntutan konsumen pada industri pangan produk susu adalah agar menghasilkan produk dengan tingkat keamanan pangan yang tinggi. Aspek-aspek keamanan pangan dalam unit pengolahan perlu dikaji sebagai kajian awal penerapan HACCP. HACCP dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul berdasarkan kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atau tahapan produksi. Sistem HACCP dibangun atas landasan yang kokoh untuk melaksanakan dan tertibnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP), merupakan program pre-requisite dalam sistem keamanan pangan. Kegiatan magang penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada unit usaha pengolahan kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga, Jawa Tengah, selama bulan Juli sampai Agustus 2007. Pengujian sampel produk kefir dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Pengujian sampel dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2007. Magang penelitian bertujuan untuk memperoleh pengalaman bekerja pada suatu unit pengolahan pangan hasil ternak, mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk observasi, analisis dan pencarian alternatif solusi masalah yang ditemui dalam unit pengolahan kefir. Tujuan kegiatan magang ini adalah mempelajari proses produksi, penerapan GMP dan SSOP serta mengkaji kesiapan penerapan HACCP pada unit usaha pengolahan kefir Gedono. Aplikasi dan data kajian, digunakan untuk perolehan Makanan Dalam (MD) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) . Kajian terhadap aspek GMP antara lain lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan dan ruangan pengolahan, fasilitas sanitasi, peralatan produksi, produk akhir dan pemeriksaan, kesehatan dan kebersihan karyawan, wadah kemasan, penyimpanan, dan transportasi. Kajian terhadap aspek SSOP meliputi delapan kunci persyaratan sanitasi yaitu keamanan air; kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi silang; menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahan-bahan kontaminan; pelabelan,
2
penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar; pengawasan kondisi kesehatan personil; menghilangkan pest dari unit pengolahan. Hasil analisis GMP pada unit usaha pengolahan kefir Gedono secara umum telah sesuai dengan standar GMP untuk skala unit usaha. Tetapi perlu perbaikan pada bangunan dan sistem produksi satu alur produksi belum tersedia, sehingga terjadi penumpukan aktivitas pada ruang produksi. Penerapan SSOP sudah terjaga tetapi kelengkapan personel kurang pada pengunaan masker dan foot bath. Secara umum unit usaha pengolahan kefir Gedono telah siap untuk menerapkan sistem HACCP, dengan syarat harus dilakukan perbaikan dan peningkatan dalam penerapan prerequisite program yaitu GMP dan SSOP. Beberapa CCP yang ditemukan dalam proses produksi yaitu pada penerimaan bahan baku, pengujian, separasi, inokulasi, pengemasan dan distribusi. Pengujian produk kefir Gedono secara organoleptik, uji mikrobiologi dan kuisioner preferensi konsumen dilakukan untuk melihat efektivitas penerapan sanitasi terhadap mutu produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian, kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi produk kefir Gedono tetap baik pada minggu ketiga penyimpanan. Kata kunci: keamanan pangan, GMP, SSOP, kefir, CCP
3
ABSTRACT Preliminasy Study of Hazard Analysis Critical Control Point in Kefir Manufacture at Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga Hotri, M., R.R. A. Maheswari, A. Atabany Food safety assurance is an assurance that quarantee the food, so will not harm the consumers health. Food safety related with the presence of hazards in food. Food hazards may contamine at many stages of food processing chain, so controlling system is very necessary to maintain the food quality. The aim of this study was to observe process and the implementation of HACCP (Hazards Analisys Critical Control Point) in kefir manufacture at Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga. HACCP pre- requisite programs was divided into Good Manufacturing Practices (GMP) and Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP) based on official guidelines issued by the Indonesian Government and Food and Drugs Association (FDA). The standard was compared with the implementation of GMP and SSOP in Gedono as a new producer. Kefir is a fermented milk product that should seriously handled in whole processing. The effective sanitation assurance requires monitoring system which include verification at every step production. In fact, several Critical Control Points (CPP) have been identified in kefir production there are milk receiving, milk analysed, filtration, pre-heat treatment, starter inoculation, and product distribution. Key words : Food Safety, GMP, SSOP, Kefir, CCP
4
KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA
SKRIPSI MIRA HOTRI
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
5
KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA
Oleh MIRA HOTRI D14204067
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Agustus 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595
Ir. Afton Atabany, M.Si NIP. 131 133 961
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 07 Mei 1986 di Wonosari, Yogyakarta. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, Abrena Hotri dan Atlas Gilbertnan Hotri, dari pasangan bapak Ngadiran dan Ibu Khodijah. Penulis menyeleselaikan pendidikan tingkat dasar pada tahun 1998 di SDN 060 Tenggarong. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2001 di SLTP Negeri 3 Tenggarong dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2004 di SMU Negeri 1 Tenggarong. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur seleksi Bea Siswa Utusan Daerah (BUD) dari Kabupaten Kutai Kartanegara. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di HIMPRO (Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak), menjabat ketua Teater Kandang Periode 2005-2006 serta aktif di beberapa kepanitiaan. Penulis juga pernah menjadi koordinator asisten praktikum mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu di Bagian IPT Perah tahun ajaran 2007 – 2008.
7
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus, atas segala kasih dan berkat-Nya yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan. Syukur kepada ALLAH atas hikmat-Nya yang diberikan kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Magang penelitian di salah satu unit usaha pengolahan kefir di Salatiga ini penulis lakukan untuk mempelajari proses pengolahan kefir serta mempelajari penerapan cara pengolahan makan yang baik dan standar sanitasi di unit pengolahan tersebut. Skripsi yang berjudul “Kajian Awal Penerapan HACCP pada Unit Usaha Pengolahan Kefir di Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga” ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat banyak kekurangan dalam memyampaikan materi dan informasi. Penulis berharap semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi praktisi, akademisi serta pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan peternakan dan civitas akademika IPB.
Bogor, September 2008 Penulis
8
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .............................................................................................. i ABSTRACT .................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
Latar Belakang........................................... ........................................ Tujuan ..............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
3
Susu .................................................................................................. Susu Fermentasi Kefir............................. ........................................... Mikroflora Kefir ............................................................................... Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP) .......................... Good Manufacturing Practices (GMP)................ .............................. Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ....................... Verifikasi .......................................................................................... Good Handling Practices (GHP)................ ...................................... Good Transporting Paractices (GTP) .............................................. Preferensi Konsumen ........................................................................
3 3 4 7 9 11 14 14 15 16
METODE .....................................................................................................
18
Lokasi dan Waktu ............................................................................. Materi ............................................................................................... Prosedur ........................................................................................... Pengujian Produk ..................................................................
18 18 18 19
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..............................................
23
Keadaan Umum Lokasi .....................................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
25
Sarana Produksi............................. .................................................... Bahan Baku Pembuatan Kefir ............................. .................. Bahan Baku Utama................................................................ Bahan Baku Penunjang.......................................................... Bahan Pengemas ................................................................... Peralatan Produksi ......................... ........................................
25 25 25 26 25 26
9
Proses Pengolahan Susu .................................................................... Proses Penerimaan Susu ........................................................ Proses Separasi Susu ............................................................. Penambahan Skim Milk ........................................................ Pemanasan Susu .................................................................... Pendinginan .......................................................................... Inkulasi Starter........................... ............................................ Inkubasi Kefir ....................................................................... Penyimpanan Dingin ........................... ................................. Penambahan Rasa.................................................................. Pembotolan ........................................................................... Penyimpanan ......................................................................... Distribusi Poduk Akhir ........................... ............................... Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)............................. Lokasi dan Lingkungan Pabrik............................. .................. Bangunan dan Ruangan Pengolahan ...................................... Fasilitas Sanitasi .................................................................... Peralatan Produksi ................................................................. Kesehatan dan Kebersihan Karyawan............................. ........ Penyimpanan ......................................................................... Mutu Produk akhir ................................................................ Laboratorium dan Pemeriksaan ............................................. Kemasan............................. ................................................... Keterangan Produk (Labeling)............................................... Alat Transportasi ................................................................... Manajemen dan Pengawasan ................................................. Penerapan Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ...... Keamanan Air............................. ........................................... Pencegahan Kontaminasi Silang ............................................ Permukaan yang Kontak Pangan ........................................... Pemeliharaan Fasilitas Sanitasi ........................................... Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan............................. ..... Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk ........................... Kontrol Kesehatan Pegawai ................................................... Pencegahan Hama Pabrik ...................................................... Deskripsi Produk .............................................................................. Diagram Alir..................................................................................... Proses Pembuatan Kefir .................................................................... Proses Pembuatan Starter .................................................................. Proses Pembuatan Selai Buah ........................................................... Analisis Bahaya ................................................................................ Penetapan Critical Control Point ...................................................... Batas Kritis ....................................................................................... Good Handling Practices .................................................................. Good Transporting Practices ............................................................ Verifikasi GMP dan SSOP ................................................................ Analisis Sanitasi Pekerja ................................................................... Analisis Ruang Pengolahan ...............................................................
26 26 27 27 28 29 29 30 30 31 31 32 32 33 33 41 42 42 43 44 44 44 44 45 46 46 48 48 48 51 51 51 52 52 52 52 53 54 55 56 56 61 62 63 64 65 66 66
10
Analis Peralatan ................................................................................ Pengujian Produk Kefir ..................................................................... Uji Organoleptik ............................................................................... Preferensi Konsumen............................. ............................................
67 67 72 74
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
77
Kesimpulan....................................................................................... Saran ................................................................................................
77 77
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
79
LAMPIRAN .................................................................................................
82
11
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) ......................................
3
2. Empat Genus Berbagai Mikroflora dalam Kefir Grain...................
6
3. Hasil Analisis terhadap GMP ........................................................
34
4. Penilaian Aspek GMP ...................................................................
47
5. Hasil Analisis terhadap Aspek SSOP .............................................
50
6. Deskripsi Produk Kefir ..................................................................
54
7. Analisis Critical Control Point ......................................................
58
8. Penilaian Terhadap Aspek SSOP .......................................................
66
9. Hasil Uji Laboratorium Kefir selama Penyimpanan .......................
69
10. Penilaian Aspek GMP ...................................................................
70
11. Komposisi Susu Fermentasi ..........................................................
71
12. Jumlah Bakteri Kefir selama Penyimpanan ...................................
72
13. Hasil Rataan Preferensi Konsumen terhadap Kefir Gedono ...........
76
14. Kefir Gedono yang Paling Disukai................................................
76
15. Kekecewaan Pelanggan terhadap Produk Gedono .........................
77
12
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pemanasan Susu hingga Suhu 35°C dan Proses Separasi Susu ...................
27
2. Batch Pasteurizer dan Kontrol Panel Suhu .................................................
28
3. Proses Inokulasi Kultur Starter Kefir kedalam Susu Skim ..........................
29
4. Plastik dan Tempat Penyimpanan Berupa Show Case .................................
30
5. Kemasan Kefir Botol PETE dan Pembotolan dalam Ruang Steril ................
32
6. Pintu dan Bangunan ....................................................................................
42
7. Kemasan Kefir Botol bersih dan Pembotolan dalam Ruang Steril ....
45
8. Alat Transportasi Berupa Kendaraan Roda Empat dan Cool Box .....
46
9. Diagram Alir Pembuatan Kefir .........................................................
54
10. Diagram Alir Pembuatan Biji Kefir..................................................
55
11. Diagram Alir Pembuatan Selai .........................................................
56
13
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Standar Kualitas Air Minum (DepKes RI).....................................
83
2. Kuisioner Kepuasan Konsumen .....................................................
84
3. Kuisioner Uji Hedonik ...................................................................
85
4. Peta Lokasi Gedono .......................................................................
86
5. Decision Tree Bahan Mentah .........................................................
87
6. Decision Tree Proses Pengolahan...................................................
88
7. Penentuan CCP ..............................................................................
89
8. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Warna Produk Kefir ..................................................................................
91
9. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Bau Produk Kefir ................................................................................
91
10. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Rasa Produk Kefir ..................................................................................
91
11. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Tekstur Produk Kefir ..................................................................................
91
12. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Kekentalan Produk Kefir ..................................................................................
92
13. Checklist SSOP Harian Personel....................................................
93
14. Checklist SSOP Harian Pemerikasaan Ruang Produksi ..................
94
15. Checklist SSOP Harian Pemeriksaan Peralatan ..............................
95
15. Contoh Checklist Kesesuaian GMP ...............................................
97
14
PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi susu yang masih rendah di Indonesia, dibanding dengan negara lain di Asia seperti Malaysia, memacu pemerintah dan swasta berusaha untuk meningkatkan ketersediaan susu dalam negeri diantaranya melalui import sapi perah. Tidak semua penduduk Indonesia dapat mentolerir untuk mengkonsumsi dalam bentuk susu cair misalnya susu pasteurisasi atau susu cair. Diversifikasi produk olahan susu menjadi susu fermentasi, khususnya yogurt mulai banyak dikenal. Potensi ini banyak dimanfaatkan oleh unit pengolahan susu terkait dengan fungsinya untuk kesehatan, khususnya untuk skala rumah tangga atau Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk memproduksi susu fermentasi. Produk susu fermentasi yang sudah umum atau sudah mulai banyak dikenal adalah yogurt dan kefir. Kefir merupakan produk susu fermentasi yang dikenalkan di Indonesia oleh orang-orang Belanda, khususnya di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Salah satu biara di Yogyakarta terbukti masih menyimpan „biang‟ untuk pembuatan kefir yaitu berupa „biji‟ kefir yang kemudian dikembangkan produksinya oleh para biarawati unit pengolahan kefir Gedono dan produknya sangat diminati oleh konsumen di wilayah Salatiga, Semarang, Solo hingga Jakarta. Kesadaran atau tuntutan konsumen untuk memperoleh produk pangan asal susu dengan keamanan tinggi perlu mendapatkan perhatian khusus dari unit-unit pengolahan susu skala kecil. Unit-unit pengolahan susu skala kecil masih banyak yang belum menerapkan tata cara pengolahan yang baik dan benar sesuai dengan pedoman Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedures (SSOP). Unit pengolahan kefir Gedono berusaha untuk memenuhi dan memberikan jaminan keamanan produknya melalui perolehan Makanan Dalam (MD) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Unit pengolahan kefir Gedono masih tergolong UKM, namun sangat berkeinginan untuk berkembang dan memperoleh sertifikasi, sehingga produknya dapat diterima oleh konsumen secara lebih luas. FDA (1995) menyatakan, GMP merupakan pedoman cara memproduksi makanan yang baik pada seluruh rantai makanan, dimulai dari produksi primer hingga ke konsumen akhir dengan menekankan higiene pada setiap proses. Secara
15
umum perbedaan GMP dan SSOP yaitu GMP berakibat pada banyak aspek, baik aspek operasi pelaksanaan tugas yang terjadi di dalam pabrik maupun operasi personel. SSOP merupakan prosedur atau data yang digunakan oleh unit pengolahan untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi makanan yang bermutu tinggi, aman dan tertib. Sistem yang telah dikenal dan telah diterapkan oleh beberapa perusahaan di Indonesia untuk mengontrol bahaya pangan adalah Hazard Analitical Critical Contol Point (HACCP). HACCP dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul berdasarkan kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atauau tahapan produksi. Winarno dan Surono (2002) menyatakan, sistem HACCP harus dibangun atas landasan yang kokoh yaitu tertibnya pelaksanaan GMP dan penerapan SSOP. Penanganan dari awal penerimaan bahan baku hingga distribusi produk harus diawasi untuk mendapatkan mutu kefir sesuai dengan standar yang berlaku. Kajian awal HACCP melalui penerapan GMP dan SSOP diperlukan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas kefir yang dihasilkan.
Tujuan Umum Magang penelitian secara umum bertujuan untuk memperoleh pengalaman bekerja pada suatu industri pengolahan pangan hasil ternak, menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui praktek secara nyata sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja, memperoleh pengalaman kerja sesuai dengan bidang profesi yang ditekuni, meningkatkan wawasan dan keterampilan. Aplikasi ilmu yang diperoleh untuk melakukan observasi, analisis dan pemecahan masalah yang terjadi dalam industri. Khusus Tujuan secara khusus magang penelitian ini adalah mempelajari proses produksi, penerapan GMP dan SSOP serta mengkaji kesiapan penerapan HACCP pada unit usaha pengolahan kefir Gedono. Aplikasi kajian tersebut akan digunakan untuk mendapatkan Makanan Dalam (MD) dari Badan POM serta meningkatkan kemajuan perusahaan.
16
TINJAUAN PUSTAKA Susu Definisi susu segar seperti yang tercantum dalam SNI-01-3141-1998, adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan komponen apapun dan tidak mengalami pemanasan (Badan Standarisasi Nasional, 1998). Komposisi dari susu yang terbesar adalah air dan sisanya terdiri atas lemak, dan bahan kering tanpa lemak. Komponen lemak terdiri atas trigliserida dan komponen yang terlarut dalam lemak. Bahan kering tanpa lemak terdiri atas substansi nitrogen, laktosa dan mineral serta vitamin B dan C. Protein susu dibedakan atas kasein, protein whey dan nitrogen non protein (Tamime dan Robinson, 1999). Kasein tersusun dari empat protein yaitu alpha (α), betha (β), gamma (γ) dan kappa kasein (ķ) (Brown, 1998). Standar susu segar menurut SNI 01-3141-1992 dapat dilihat pada Tabel. 1. Tabel 1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) Sifat susu
Nilai
Berat jenis Kadar lemak
1.026-1.028 g/cm3 minimum 3.0%
Kadar bahan kering tanpa lemak Kadar protein Warna, bau, rasa dan konsistensi
minimum 8.0% minimum 2.7% normal
Tingkat keasaman
4.5-7oSH
Uji alkohol (70%)
Negatif
E.coli
maksimum 10 APM/ml
Salmonella
Negatif
Kotoran dan benda asing
Negatif
Titik beku
-0.520oC s.d -0.560oC
Uji pemalsuan
Negatif
TPC
maksimum 1x106 CFU
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3141-1992
Susu Fermentasi Kefir Kefir berasal dari pegunungan Kaukasus sebelah Utara atau Timur Laut Mongolia, telah diproduksi ratusan tahun dalam skala rumah tangga secara
17
tradisional dalam kantung kulit, atau dalam tembikar, terbuat dari bahan baku susu sapi atau susu kambing. Susu fermentasi ini diproduksi di negara-negara Rusia, dan hanya sedikit di negara Eropa (Irigoyen et al., 2006). Kefir adalah minuman susu fermentasi berkarbonasi dan beralkohol, konsistensi seperti krim asam dengan citarasa yang enak. Flavor kefir adalah asam dengan kombinasi CO2 dan alkohol, menghasilkan buih yang membentuk karakter mendesis. Minuman fermentasi yang berbuih dan mengandung gas ini sangat terkenal di Eropa Timur, namun sangat terbatas distribusinya karena harus disimpan pada suhu rendah agar khamir tidak menghasilkan alkohol dan gas CO 2 yang berlebihan selama penyimpanan (Surono, 2004). Mikroflora Kefir Komposisi kimia mikroflora kefir dipengaruhi oleh asal dan komposisi „biji‟ kefir sebagai kultur starter serta bahan-bahan tanbahan yang digunakan. Tiga komponen berpengaruh terhadap mikroflora kefir yaitu lemak, asam laktat dan alkohol. Beberapa hal lain yang juga mempengaruhi komposisi kimia kefir adalah jenis mikroflora kultur starter, lama fermentasi, suhu inkubasi, zat-zat nutrisi dalam media tumbuh mikroflora starter kefir. Hal-hal tersebut juga berpengaruh terhadap aktivitas starter dan kualitas dari starter (Koroleva, 1991). Menurut Standar Identitas no. 149 A: (1997) dari International Dairy Federation (IDF), mikroflora butir-butir kefir (kefir grains) berisi berbagai spesies bakteri asam laktat dan khamir. Bakteri asam laktat dan khamir bekerjasama secara mutualisme. Asam laktat berlebih yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhannya, sehingga selanjutnya asam laktat tersebut akan digunakan oleh khamir, sedikit H2O2 yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan disingkirkan oleh katalase yang dihasilkan oleh khamir. Khamir selanjutnya akan menghasilkan senyawa yang menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (Surono, 1989). Kefir mengandung 0,5-1% alkohol dan 0,9-1,1% asam laktat yang dihasilkan oleh mikroflora dalam biji kefir. Komposisi kadar nutrisi biji kefir adalah air sebanyak 89,5%, lemak 1,5%, protein 3,5%, abu 0,6%, laktosa 4,5%, dengan nilai pH 4,6 (Rahman et al., 1992). Biji kefir berwarna putih kekuningan, konsistensinya elastis serta berdiameter 1-6 mm, namun demikian saat dipanen dari susu dan dicuci 18
dengan air, diameter biji kefir menjadi 0,5-3,5cm, bentuknya tidak beraturan dan berlekuk-lekuk, menyerupai kembang kol (cauli flower), elastis berwarna krem atau kuning gading. Biji kefir yang telah dicuci dan dikeringkan dalam larutan garam dapat disimpan selama satu bulan pada suhu dingin. Biji kefir mempunyai kadar air 80-90%, berat kering karbohidrat 57%, protein 33%, lemak 4% dan abu 6%, merupakan sejumlah 30 spesies bakteri dan khamir, yang didominasi bakteri asam laktat homofermentatif. Kandungan utamanya biji kefir adalah kefiran yaitu suatu polisakarida kapsular yang dihasilkan oleh Lactobacillus kefiranofaciens, merupakan suatu polisakarida bercabang yang terdiri atas glukosa dan galaktosa dalam jumlah yang sama. Kefiran dalam larutan hanya sedikit meningkatkan kekentalan larutan (Surono, 1989). Suhu inkubasi selama proses fermentasi kefir adalah 18-220C dan setelah 20 jam akan dihasilkan kefir yang mengandung 0,8% etanol dan 1,0% CO2. Setelah proses fermentasi kefir selesai produk kefir didiamkan selama beberapa jam agar konsistensi dan stabilitas koagulan meningkat. Kefir menghasilkan senyawa eksopolisakarida yang disebut sebagi kefiran yang terdiri atas glukosa dan galaktosa dengan perbandingan yaitu 1 : 1 dengan ukuran molekul 1000-4000 kDa. Kefiran berfungsi sebagai pengental atau emulsifier makanan, sebagai pelembab untuk kosmetik, dan dapat menstimulir sistem imun dan anti tumor (Surono, 1989). Biji kefir mengandung 45% kefiran, yang diproduksi di pusat biji oleh bakteri homofermentatif. Kefiran mengandung komponen utama berupa protein yang tidak larut dalam air dan mukhopolisakarida netral. Biji kefir dalam bentuk kering dan beku (freeze dried) dengan kadar air 3,5%, terdiri atas 4,4% lemak, 12,1% abu, 45,7% mukopolisakarida, total protein 34,4% yang berupa protein tidak larut dalam air, protein larut dalam air sebesar 1,6% dan asam amino bebas 5,65, serta sejumlah kecil senyawa yang tidak diketahui (Surono, 1989). Biji kefir apabila dikeringkan dan diangin-anginkan, tahan disimpan selama 12 sampai 18 bulan. Berbagai spesies mikroba telah diisolasi dan diidentifikasi dalam biji kefir, yang merupakan empat kelompok genus BAL yaitu Lactobacillus, Streptoccocus, Lactococcus, Acetobacter dan khamir (Tabel 2). Mikroba dan khamir dapat hidup secara simbiosis, yaitu bertahan dan memperbanyak diri dengan memanfaatkan produk sampingan atau senyawa metabolitnya sebagai sumber energi yang
19
digunakan untuk pertumbuhannya (Macrae et al., 1993). Mikroflora dalam kefir grain terdiri atas Bacilli baik berupa sel tunggal, berpasangan maupun rantai, 16% (62-69%) dan khamir sel tunggal 18% (16-20%) (Molska et al., 1980). Table 2. Empat Genus Berbagai Mikroflora dalam Kefir Grain Lactobacilli Lb. acidophilus Lb. brevis Lb. casei Lb.casei subp. rhamnosus Lb.casei subsp. pseudoplantarum
Streptococci/ Lactococci Lactococci lactis subsp. Lactis Lc.lactis var. diacetylactis Lc. Lactis subsp. cremoris Streptococci thermophilus
Lb.paracasei subsp. paracasei S. lactis Enterococcus Lb. cellobiosus durans Lb.delbrueckii subsp. Leuconostoc bulgaricus cremoris Lb.delbruckii subsp. Leu.mesenteroides lactis Lb. hillgardii Lb. kefiri Lb. kefiranofaciens Lb. kefirgranum subsp. nov* Lb. parakefir subsp. nov*
Acetobacter
Khamir
Acetobacter aceti
Candida kefir
A.rasens
C.pseudotropicalis C. rasens C. tenuis Kluyveromyces lactis Kluyveromyces marxianus marxianus
var
K. bulgaricus K. ragilus /marxianus Saccharomyces subsp.tlopsis holmii Saccharomyces lactis S. carlsbergenesis S.unisporus Debaryomyces hansenii** Zygosaccharomyces rouxii**
Lb. lactis Lb. plantarum Sumber : Macrae, R., Robinson. R. K., and Sadler. M. J (1993) * International Journal of Systematic Bacteriologi (1994). 44 (3) 435 – 439 **Loretana, T., mosterta. J. F, and, B. C. (2003)
Berdasarkan tipe fermentasi asam laktat, BAL (bakteri asam laktat) dikelompokkan menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Homofermentatif memfermentasi glukosa menjadi asam laktat sebagai produk utama. Spesies yang termasuk homofermentatif yaitu Streptococcus, Pediococcus, dan beberapa Lactobacillus (Schlegel dan Schmidt, 1994). Bakteri heterofermentatif akan
20
memecah glukosa menjadi asam laktat menjadi senyawa lain, seperti asam asetat, CO2 dan etanol. Bakteri yang termasuk heterofermentatif adalah Leuconostoc dan beberapa Lactobacillus. BAL didefinisikan sebagai bakteri Gram positif, berbentuk batang atau bulat (Rahman et al., 1992). Menurut Wood dan Holzapvel (1995), BAL terdiri atas dua famili yaitu Lactobacillaceae dan Streptococaeae dengan 8 genus yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Bifidobacterium, Lactococcus, Cornybacterium dan Enterococcus. BAL di dalam saluran pencernaan memproduksi asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin yang bersifat antimikroba (Jenie dan Rini, 1995), serta berbagai enzim seperti laktase yang mampu membantu lactose intolerance dan bile salt hidrolase yang mampu membantu menurunkan kolesterol (Waspodo, 2001). Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP) Sistem Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP) didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya bahaya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP adalah suatu piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pada pengujian produk akhir (SNI, 1998). Jaminan keamanan pangan dikaji dalam kajian awal penerapan HACCP. Sistem HACCP telah diakui oleh dunia international sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Seluruh kegiatan HACCP dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul berdasarkan kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atau tahapan produksi. Winarno dan Surono (2002) menyatakan, agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan program pre-requisite, yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri. Sistem HACCP harus dibangun atas landasan yang kokoh untuk melaksanakan dan tertibnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). GMP dan SSOP merupakan prerequisite program dalam sistem keamanan pangan berdasarkan HACCP.
21
Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan hasil adopsi dari SNI 01-4852-1998 dan telah disesuaikan dengan Codex terdiri atas tujuh tahapan: 1.
analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya; Kegiatan yang dilakukan yaitu mendata semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap, mulai dari penerimaan bahan baku, selama proses, hingga didistribusi ke tangan konsumen. Menganalisis bahaya untuk mengidentifikasikan jenis bahaya yang memerlukan penghilangan atau pengurangan, setelah itu tim menetapkan jenis tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya.
2.
penetapan titik kendali kritis (CCP); Pada proses pengolahan suatu produk pangan, produk tersebut mengalami banyak perlakuan hingga terkirim ke konsumen. Pada beberapa perlakuan tersebut terdapat titik-titik yang sering disebut sebagai Critical Control Point (Titik Kendali Kritis). Penentuan titik kritis tersebut menggunakan pohon pengambilan keputusan (decision tree) yang menyatakan pendekatan dan pemikiran yang logis.
3.
penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan; Batas kritis merupakan satu atau lebih toleransi menjamin bahwa CCP secara efektif telah mengendalikan bahaya (kimia, fisik, mikrobiologi).
4.
dokumentasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP; Kegiatan ini bertujuan untuk membantu mengendalikan proses, menentukan bila terjadi hilang kendali dan penyimpangan CCP serta menyediakan dokumentasi tertulis yang dapat digunakan untuk klarifikasi lima aspek penting dalam menetapkan prosedur pemantauan titik kendali kritis (CCP).
5.
penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama pemantauan CCP. Kegiatan ini dilakukan jika ketika monitoring ditemukan adanya penyimpangan. Tindakan koreksi didasarkan pada data hasil monitoring, disesuaikan dengan karakteristik proses yang ada.
6.
penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil; dan
22
7.
penetapan dokumentasi mengenai seluruh prosedur catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya. Good Manufacturing Practices (GMP) Good Manufacturing Practices (GMP) adalah persyaratan minimum sanitasi
dan pengolahannya yang diperlukan untuk memastikan diproduksinya pangan yang aman dan sehat. GMP juga menjadi salah satu pre-requisite program atau program persyaratan dasar dalam penerapan sistem HACCP, yang menjamin praktek pencegahan terhadap kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak aman. Di Indonesia GMP bukanlah sistem mutu yang baru dikenal, karena Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1978 telah memperkenalkan GMP melalui Surat Keputusan Menteri RI No. 23/MenKes/SK/1978 tanggal 24 Januari 1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. Pedoman penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) seperti yang dikeluarkan badan POM RI pada tahun 1996, yang berisi bahwa industri pangan harus memperhatikan syarat-syarat berproduksi yang baik seperti dalam hal produksi primer dan pengadaan bahan baku, desain dan fasilitas pabrik, proses pengolahan, bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higien dan kesehatan karyawan, pemeliharaan dan program sanitasi, penyimpanan, laboratorium dan pemeriksaan, manajemen dan pengawasan, dokumentasi dan transportasi, penarikan produk, serta pelatihan dan pembinaan. GMP mencakup seluruh prinsip dasar dan persyaratan-persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memproduksi suatu pangan. Pedoman GMP menurut Peraturan Pemerintah RI No. 23/MEN. Kes/1978 sebagai berikut: 1.
Higiene dan Kesehatan Karyawan Higien dan kesehatan karyawan yang baik dapat memberikan jaminan bahwa pekerja yang mengalami kontak secara langsung maupun tidak langsung dengan makanan tidak akan mencemari produk yang diolah. Karyawan yang bekerja dalam proses produksi harus dalam keadaan sehat serta diperiksa dan diamati kesehatan secara berkala.
23
2. Pelatihan dan Pembinaan Program pelatihan dan pembinaan yang diberikan meliputi pelatihan dasar tentang higien pribadi dan makanan, prinsip dasar faktor-faktor penyebab penurunan mutu, pelatihan cara produksi pangan yang baik, teknik penggunaan bahan kimia berbahaya bagi petugas pembersih, serta prinsip dasar pembersihan dan sanitasi perusahaan dan fasilitas. 3. Lokasi dan Lingkungan Pabrik Pabrik makanan berada di lokasi yang bebas dari pencemaran dan jauh dari daerah yang membahayakan kesehatan, memiliki kemudahan akses jalan dan prasarana jalan yang memadai. Lingkungan pabrik harus bersih dan tidak menimbulkan cemaran pada makanan yang diproduksi. 4. Bangunan dan Ruangan Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perancangan yang memenuhi persyaratan teknis dan higien sesuai dengan jenis makan yang diproduksi serta urutan proses produksi pangan sehingga mudah dibersihkan. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan disanitasi serta tidak bersifat toksik. 5. Pemeliharan dan Program Sanitasi Pabrik, fasilitas dan peralatan selalu dijaga dalam keadaan terawat dengan baik. Peralatan yang berhubungan langsung dengan makanan dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi secara teratur, sedangkan peralatan yang tidak berhubungan dengan makanan harus selalu dalam keadaan bersih. 6. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi Bangunan pabrik dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higien. Fasilitas sanitasi yang perlu ada antara lain sarana penyediaan air, sarana pembuangan air dan limbah, sarana pembersihan dan pencucian, sarana toilet dan sarana higien karyawan. 7. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus sesuai dengan proses produksi, terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan, permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak berlubang
24
atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat, tidak mencemari, mudah dibersihkan, didesinfeksi, serta dipelihara. 8. Bahan Bahan baku yang digunakan harus memiliki mutu yang baik untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan dan diizinkan oleh perundangan. Penggunaan dari gudang penyimpanan harus mengikuti sistem First In First Out (FIFO). 9. Proses Pengolahan Pengawasan proses pengolahan dilakukan dengan cara menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan mengenai bahan yang digunakan, komposisi, pengolahan, ditribusi penyimpanan, dan penggunaan oleh konsumen. Tiap jenis makan yang diproduksi harus ada petunjuk mengenai jenis dan jumlah bahan, tahap proses pengolahan yang terperinci, dan faktor yang penting (suhu, waktu, kelembapan, tekanan dan lain-lain). 10. Bahan Pengemas Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, serta tidak menimbulkan reaksi terhadap produk didalamnya. Bahan harus tahan terhadap perlakuan dan jenis produk, pengangkutan dan peredaran. 11. Mutu Produk Akhir Produk akhir yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan diantaranya mutu mikribiologi, kimia dan fisik, serta tidak boleh membahayakan konsumen. 12. Keterangan Produk Keterangan produk dapat berupa label dan lot atau batch produksi yang mencantumkan informasi mengenai isi produk sehingga konsumen dapat menangani, menyimpan, mengkonsumsi, atau mengolah produk dengan cara yang benar. 13. Transportasi Transportasi produk makanan harus menjaga makanan agar terhindar dari sumber pencemaran, kerusakan, mencegah pertumbuhan patogen, perusak dan penghasil racun. Wadah dan alat transportasi didesain agar tidak
25
mencemari makanan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, melindungi dari kontaminasi, serta mempertahankan dan mempermudah pengecekan. 14. Dokumentasi dan Pencatatan Dokumen yang diperlukan mencakup tahapan proses pengolahan, jumlah dan tanggal produksi, serta distribusi yang meliputi tujuan, jumlah dan lain-lain. 15. Penarikan Produk Tindakan yang diperlukan dalam penarikan produk diantaranya yaitu menyiapkan prosedur penarikan produk, semua produk dengan kondisi sama harus ditarik dari pasaran, memberikan peringatan pada masyarakat dan melakukan pengawasan. 16. Laboratorium dan Pemeriksaan Setiap pemeriksaan harus disediakan pedoman pemeriksaan, tanggal produksi, jumlah contoh yang diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan, nama pemeriksa, dan hal lain yang dianggap perlu. 17. Manajemen dan Pengawasan Beberapa persyaratan yang diperlukan yaitu pimpinan dan pengawas harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang prinsip dan praktek pengolahan makanan yang higienis. Industri makanan harus mempunyai catatan atau dokumentasi yang lengkap tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pengolahan termasuk tanggal dan jumlah produksi, distribusi dan penarikan produk karena sudah kadaluarsa. Sanitation Operationing Procedure (SSOP) Sanitation Operationing Procedure (SSOP), adalah prosedur baku sanitasi tertulis atau dokumen serupa yang spesifik untuk setiap lokasi tempat makanan diproduksi sehingga harus dimiliki setiap perusahaan (Lukman, 2002). SSOP atau SOP sanitasi mengandung uraian prosedur yang akan dilakukan dalam unit pengolahan berkaitan dengan kegiatan pre-operasi dan operasi sanitasi untuk mencegah kontaminasi produk secara langsung. SSOP dapat menunjang keberhasilan dan efektifitas HACCP, menggambarkan prosedur pabrik yang terkait dengan pengamanan makanan secara saniter dan keberhasilan lingkungan pabrik serta kegiatan yang dilakukan agar tercapai. SSOP setiap pabrik akan berbeda, dan SSOP 26
harus disusun secara tertulis dan setidaknya mengandung prosedur untuk mencegah terjadinya kontaminasi sebelum dan selama proses. Menurut Winarno dan Surono (2004), berdasarkan asal usul, SSOP dibagi menjadi dua yaitu (1) berasal dari US FDA dan (2) berasal dari US Departement of Agriculture Food Safety and Inspection Service (FIS). SSOP yang berasal dari FDA meliputi beberapa hal berikut: 1) Pemeliharaan umum berupa bangunan atau fasilitas fisik harus dijaga dengan cara-cara perbaikan, pembersihan dan sanitasi yang memadai; 2) Bahan yang digunakan untuk pembersihan/sanitasi, penyimpanan dan penyimpanan bahan berbahaya dan toksik secara tertib. Komponen pembersih atau bahan sanitasi yang digunakan dalam pembersihan dan prosedur sanitasi harus bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan, harus aman dan cukup dalam kondisi penyimpanannya; 3) Pest Control (pengendalian hama) merupakan cara pengendalian hama yang efektif. Penggunaan insektisida dan rodentisida yang diijinkan dilakukan dengan cara yang sangat hati-hati agar tidak mengkontaminasi makanan, permukaan yang kontak dan bahan pengemas; 4) Sanitasi permukaan dan peralatan yang berkontak langsung dengan makanan harus dalam keadaan bersih dan secara regular dibersihkan, disanitasi dan dikeringkan sesudahnya. Barang-barang untuk sekali pakai (cup atau gelas kertas, tisu toilet) harus disimpan di tempat yang sesuai dan ditangani, disimpan, digunakan dan dibuang dengan cara yang baik; 5) Bahan sanitasi harus cukup dan aman dibawah kondisi penggunaannya. Beberapa fasilitas atau prosedur yang cocok untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan perlengkapan jika sudah ditentukan harus rutin dilakukan untuk pembersihan; dan 6) Penyimpanan dan penanganan peralatan harus disimpan dalam lokasi dan bebas dari rekontaminasi ulang atau kontaminasi silang. Setiap pabrik harus dilengkapi dengan peralatan sanitasi meliputi: Sumber air Air merupakan komoditi yang esensial dalam persiapan dan pengolahan pangan. Air digunakan langsung menjadi bagian produk cair, maupun
27
yang digunakan untuk membersihkan peralatan, baik sebelum atau sesudah persiapan dan pengolahan (Winarno dan Surono, 2004). Air mempunyai sifat pelarut yang baik, umumnya mengandung berbagai unsur kimia, seperti zat besi, zat kapur, garam mineral, dan kuman. Secara garis besar untuk menilai air terdapat tiga kriteria utama yang harus diperhatikan. Ketiga kriteria itu adalah kriteria fisik, kimia dan mikrobiologi. Kriteria fisik meliputi bau, rasa, warna, adanya endapan, adanya kekeruhan dan lainnya yang dapat diamati secara organoleptik. Kriteria secara kimia yaitu tingkat kesadahan air, kandungan zat besi, kandungan zat mangan dan adanya zat organik, amoniak dan nitrit dalam jumlah yang cukup. Kriteria secara mikrobilogis yaitu adanya cemaran bakteri yang dapat berbahaya. Bakteri yang mungkin terdapat dalam air yaitu
Pseudomonas,
Chromobacterium,
Proteus,
Achromobacter,
Micrococcus, Bacillus, Seratia, Streptococcus, Clostridium, Enterobacter dan Eschrichia. Setiap bakteri akan memberikan efek bagi kesehatan yang berbeda. Secara umum standar air minum terdapat dalam peraturan No. 1/BIRHUKMAS/1/1975 pada Lampiran 1. Saluran air harus memiliki ukuran dan desain yang cukup dan terpasang untuk membawa sejumlah air untuk industri, membawa kotoran dan limbah, menghindari masuknya sumber pencemar dan menghindari adanya aliran silang atau aliran balik. Pembuangan sampah harus terbuat dari sistem pembuangan yang cukup untuk membuang kotoran melalui alat-alat lain yang cukup. Fasilitas toilet dan fasilitas pencuci tangan yang disediakan industri harus cukup untuk pekerja dengan pemenuhan kebutuhan memelihara fasilitas saniter dan menyediakan pintu otomatis. Penyediaan bahan pembersih dan alat sanitasi yang efektif, penyediaan alat pengering, dan memasang tanda yang dapat dimengerti pekerja. Tempat
pembuangan
harus
dilakukan
secara
tertutup
agar
tidak
menghasilkan bau yang busuk, yang mengkontaminasi udara dan kamar kerja. Sampah dan kotoran/limbah harus dialirkan, disimpan, dan dibuang untuk mengurangi bau, potensi menjadi bahan pencemar dan tempat berkembang biaknya hama (FDA, 1995).
28
Verifikasi Jaminan bahwa sanitasi berjalan efektif memerlukan sistem monitoring meliputi langkah-langkah termasuk verifikasi dan validasi. Proses verifikasi dan validasi sanitasi sangat berbeda, dalam verifikasi digunakan penentuan secara langsung bahwa sanitasi telah efektif pada proses utama. Pada validasi efektifitas ditentukan pada proses periode tertentu (Cramer, 2006). Tidak ada sistem verifikasi yang lengkap sehingga harus menyertakan validasi terhadap efektivitas. Verifikasi dikerjakan dalam beberapa cara, mulai dari cara yang sederhana, relatif mahal hingga yang lebih kompleks. Implementasi cara yang mahal dan lebih mudah adalah penilaian atau uji organoleptik dari post sanitasi dan pre-operasi. Inspeksi pre-operasi organoleptik membutuhkan bagian SSOP industri. Verifikasi organoleptik dilakukan terhadap aspek sanitasi seperti sanitasi karyawan, peralatan, pengolahan dan ruang pengolahan. Pengukuran ATP/biolumenesen sangat efektif, cara yang relatif mahal pada banyak indutri makanan untuk timbal balik yang cepat dari sanitasi. Prinsip kerja biolumenesen berdasarkan adanya ATP yang merupakan hasil metabolisme sel. Uji mikrobiologi telah digunakan oleh banyak perusahaan seperti verifikasi dan validasi. Uji secara mikrobiologi dilakukan untuk memperoleh nilai sesungguhnya dari monitoring yang telah dilakukan terhadap kondisi alat dan lingkungan yang telah bersih (Cramer, 2006). Good Handling Practices (GHP) Menurut Murdhiati, (2006) titik awal rantai penyediaan pangan asal ternak adalah kandang atau peternakan. Manajemen atau tatalaksana peternakan akan menentukan kualitas produk ternak yang dihasilkan seperti susu, telur, dan daging. Lingkungan di sekitar peternakan seperti air, tanah, tanaman serta keberadaan dan keadaan hewan lain di sekitar peternakan akan mempengaruhi kualitas dan keamanan produk ternak yang dihasilkan. Tujuan dari penanganan susu adalah memperbaiki cara penangan dan transpotasi susu dari peternakan dan memastikan kualitas dan higien dari produk (ASEAN Food Handling Bureau, 1990). Penanganan dilakukan sebelum pemerahan dan setelah pemerahan secara higienis. Cemaran bahan kimia atau cemaran biologi dari lingkungan, kelembaban yang cukup tinggi di Indonesia yang menyebabkan jamur dan kapang dapat tumbuh 29
di peternakan akan terbawa dalam produk ternak yang dihasilkan. Keamanan pangan asal ternak juga berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan pada ternak. Residu pestisida, residu obat hewan terutama antibiotik merupakan masalah dalam keamanan produk ternak. Selain itu perlu diwaspadai pula penyakit zoonosis yang dapat menular dari hewan ke manusia melalui pangan asal ternak, baik zoonosis bakteri, virus, parasit maupun zoonosis (Direktorat Bina Kesehatan Hewan, 2002). Good Transporting Practices (GTP) Transportasi merupakan salah satu titik penting dalam rantai penyediaan bahan pangan asal ternak, baik transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan, dari peternakan ke koperasi, dari rumah pemotongan ke distributor dan industri, maupun dari distributor ke pengecer atau konsumen (Murdhiati, 2006). Menurut BPOM RI (1996), transportasi produk makanan harus menjaga makanan agar terhindar dari sumber pencemaran, kerusakan, mencegah pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme patogen, perusak dan penghasil racun. Wadah dan alat transportasi didesain agar tidak mencemari makanan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, melindungi dari kontaminasi, serta mempertahankan dan mempermudah pengecekan. Preferensi Konsumen Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada (Kotler, 2000). Ada tiga komponen preferensi yang mempengaruhi konsumen pangan dimana semua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lain yaitu : 1. Karakteristik individu meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi. 2. Karakterisktik produk meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga. 3. Karakteristik lingkungan meliputi jumlah keluarga, tinggkat sosial, musim dan mobilitas. Kotler (2000) menyatakan bahwa preferensi terhadap pangan bersifat sementara pada orang yang berusia muda dan besifat permanen bagi mereka yang
30
sudah berumur dan akhirnya dapat menjadi gaya hidup. Pilihan jenis makanan dan minuman dalam jumlah yang beragam dapat mempengaruhi preferensi setiap individu. Karakteristik tersebut dapat pula dilihat dari sifat organoleptik makanan dan minuman serta daya terima dan ketersediaannya. Selain dari jumlah pilihan preferensi juga dapat ditimbulkan dari kombinasi dan variasi rasa, warna, aroma dan bentuk makanan yang akan mempengaruhi nafsu makan dan minum seseorang.
31
METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan selama dua bulan di Unit Pengolahan Kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pelaksanaan magang dilaksanakan lima hari kerja dari hari Senin hingga Jumat. Pengujian sampel produk kefir dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Pengujian sampel dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2007. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam pengujian produk antara lain kefir rasa strowberi, melon, dan leci. Bahan uji kualitas kimia kefir yaitu Phenolptalien 1%, kalium oksalat jenuh, formalin 40%, aquades, air hangat, larutan buffer pH 7, larutan buffer pH 4, H2SO4 91-92%, sedangkan media yang digunakan untuk uji mikrobiologi kefir yaitu Plate Count Agar (PCA), Buffer Peptone Water (BPW), Potato Dextrose Agar (PDA), deMan Rogose Sharp Agar (MRSA) dan Violet Red Bile gar (VRBA). Alat Alat yang digunakan adalah labu Erlenmeyer, alat titrasi buret, centrifuge, waterbath, pH meter, gelas piala, rotational viscometer, pipet, tabung Babcock, cawan Petri, inkubator, autoklave, oven, pemanas bunsen, tabung reaksi dan gelas ukur. Prosedur Prosedur
pengkajian penerapan HACCP dilakukan dengan berpartisipasi
aktif dan langsung dalam proses produksi, observasi kegiatan lapang, wawancara. Pengumpulan data primer yang terkait dengan uji kesukaan yang dilakukan selama magang berlangsung pada bulan Juli-Agustus 2007. Analisis data
dan sampel
disertai dengan studi literatur untuk kemudahan dalam interpretasi data. Data yang digunakan adalah data utama dan data pendukung. Data utama berupa hasil analisis
32
terhadap GMP dan SSOP, sedangkan data pendukung berupa uji kualitas kimia, fisika, mikrobiologi, uji organoleptik serta preferensi konsumen. Pedoman tahapan penerapan HACCP (BSN, 1998) yang diamati adalah kajian pelaksanaan pre-requisites yaitu SSOP dan GMP dengan cara melakukan inspeksi langsung saat proses produksi berlangsung. Standar yang digunakan untuk GMP adalah FDA (1995) dan SK MENKES No. 23/MEN KES/I/1978 tentang cara produksi makanan yang baik (CPMB). Analisis yang dilakukan dengan membandingkan kedua standar tersebut dengan kondisi di lapangan. Analisis terhadap penerapan GMP antara lain lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan dan ruangan pengolahan, fasilitas sanitasi, peralatan produksi, produk akhir dan pemeriksaan, kesehatan dan kebersihan karyawan, wadah kemasan, penyimpanan, dan transportasi. Penilaian kelayakan terhadap GMP melalui scoring pada setiap aspek. Standar penilaian yang digunakan adalah: diberikan nilai 3 bila sesuai dengan standar; diberikan nilai 2 bila masih sesuai dengan standar tetapi memerlukan sedikit perbaikan; diberikan nilai 1 bila tidak dilakukan sesuai standar tetapi dapat langsung diperbaiki; diberikan nilai 0 bila tidak dilakukan sesuai standard dan harus diperbaiki. Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) dari FDA (1995) digunakan untuk membandingkan proses sanitasi yang diterapkan oleh perusahaan meliputi delapan kunci persyaratan sanitasi yaitu keamanan air; kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi silang; menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahanbahan kontaminan; pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar; pengawasan kondisi kesehatan personil; menghilangkan pest dari unit pengolahan. Penilaian kelayakan SSOP juga melalui scoring terhadap semua aspek. Standar penilaian yang digunakan dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : 1) Kelayakan SSOP adalah 0 – 25% berarti sangat buruk; 2) Kelayakan SSOP adalah 25 – 50% berarti cukup baik; 3) Kelayakan SSOP adalah 50 – 75% berarti baik; 4) Kelayakan SSOP adalah 75 – 100% berarti sangat baik.
Pengujian mutu kefir dilakukan setiap tujuh hari untuk masing–masing parameter pengujian, selama 28 hari penyimpanan. Kefir berasal dari tiga batch
33
produksi, disimpan pada suhu refrigerator (4-7oC), pengujian terhadap sifat fisik meliputi viskositas (AOAC, 1984), sifat kimia meliputi TAT, kadar protein, kadar lemak dan pH (AOAC, 1984) dan kualitas mikrobiologis berdasarkan SNI tentang (1992) diantaranya Total Plate Count (TPC), jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL), kapang/khamir dan kolliform. Hasil pengujian terhadap sampel kefir dibahas secara deskriptif mengacu pada ketentuan mutu yogurt berdasarkan standar SNI 01-29811992 tentang yogurt sebagai acuan produk fermentasi dan literatur internasional. Metode pengujian produk untuk mengetahui sifat kimia, nilai viskositas dan mikrobiologi produk selama penyimpanan sebagai berikut: Pengujian Kadar Protein dengan Titrasi Formol (AOAC, 1984). Sebanyak 10 ml (kefir) dimasukkan ke labu Erlenmeyer. Phenolptalien 1% sebanyak 2-3 tetes dan 0,4 ml kalium oksalat jenuh ditambahkan kedalamnya, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda. Banyaknya NaOH yang digunakan pada titrasi pertama tidak perlu dicatat. Sebanyak 2ml formalin 40% ditambahkan, kemudian dihomogenkan hingga warna merah muda hilang. Sampel dititrasi kembali dengan NaOH 0,1 N, dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai (p ml). Titrasi blanko dibuat dengan cara mencampur 10 ml aquades, 0,4 ml kalium oksalat jenuh, 2ml formalin 40%, serta 2-3 tetes phenolptalien 1%. Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna merah muda terbentuk dan dicatat banyaknya NaOH 0,1 N yang terpakai (q ml). Kadar protein kefir dapat dihitung dengan rumus: % kadar protein = (p-q) ml x 1,7 Keterangan: 1,7 sebagai faktor formol susu sapi. Uji Kadar Lemak Metode Babcock. Sebanyak 17,6 ml kefir dimasukkan dalam tabung Babcock dan ditambahkan H2SO4 91-92% sebanyak 17,5 ml. Tabung Babcock dimasukkan kedalam sentrifuge selama 1 menit (1200 rpm) dengan suhu 60-70oC, kemudian disentrifuge kembali selama 3 menit (1200 rpm). Setelah waktunya tercapai, air hangat ditambahkan pada tabung hingga angka 6, lalu sentrifuge dilanjutkan selama 1 menit. Setelah disentrifuge, tabung dimasukkan ke dalam waterbath selama 5 menit dengan suhu 60-70oC. Nilai kadar lemak kefir sudah dapat dibaca pada skala yang terdapat ditabung Babcock.
34
Pengukuran pH (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Nilai pH ditentukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pada sampel, alat pH meter yang telah dinyalakan dan distabilkan distandardisasikan terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4 dan 7 (karena pH kefir berada pada kisaran 3,0-4,0). Elektroda yang telah dibersihkan dengan aquadestilata dicelupkan kedalam sampel. Angka pH pada skala meter menunjukkan nilai pH sampel. Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1984). Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer, indikator phenolpthalien 1% sebanyak 2-3 tetes ditambahkan kedalamnya. Sampel kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan jika terjadi perubahan warna merah muda pertama tidak hilang saat sampel dihomogenkan. Banyaknya NaOH yang digunakan dicatat. % Asam Laktat = ml NaOH x 0,009 x N NaOH x 100 bobot sampel Pengukuran Viskositas (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Pengukuran viskositas menggunakan rotational viscometer (Rion Viscotester VT-04F) dengan cara memasukkan tangki pemutar dari viskometer kedalam sejumlah sampel yaitu sebanyak 100 ml. Tangki dibiarkan berputar beberapa saat sampai jarum skala penunjuk berhenti pada skala tertentu. Skala yang terbaca menunjukkan viskositas dari sampel yang diperiksa dengan satuan desi Pascal Second (dPa.S). Penghitungan ALTB
(Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Uji total
mikroorganisme dilakukan dengan metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC). Setiap pengenceran yang dikehendaki (P-4-P-6) dipipet secara duplo sebanyak 1ml ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15ml media Plate Count Agar (PCA) dituang kedalam cawan Petri steril tersebut, lalu dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC selama 24 jam setelah media agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan Standard Plate Count (SPC). Penghitungan Jumlah Bakteri Asam Laktat (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Sebanyak satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki. Pipet secara duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml MRSA dituang kedalam cawan Petri steril tersebut, lalu dihomogenkan dengan cara menggerakkan membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38 oC 35
selama 24 jam setelah media agar memadat. Jumlah mikroorganisme ditentukan dengan metode hitungan cawan dan koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan Standard Plate Count (SPC). Penghitungan Koloni Kapang dan Khamir (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA). Sapel sebanyak 1ml dari setiap pengenceran dipipet secara duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml PDA dituang kedalam cawan Petri steril, cawan dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 25oC selama 24-48 jam setelah media agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan Standard Plate Count (SPC). Penghitungan Jumlah Koliform (Fardiaz, 1992). Uji total koliform dilakukan dengan metode hitungan cawan TPC dengan metode tuang. Sampel sebanyak satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki (P-1-P-3) dipupukkan secara duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 10 ml VRBA cair dituang ke dalamnya, lalu dihomogenkan dengan cara menggerakkan cawan membentuk angka delapan. Media agar dibiarkan hingga memadat. Setelah media agar memadat sebanyak 5 ml VRBA cair dituang kembali ke atas permukaan agar yang telah memadat dan diratakan ke seluruh permukaannya untuk membentuk double layer. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38 oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan SPC. Koloni koliform yang tumbuh pada media VRBA memiliki karakteristik, berwarna merah tua dengan diameter 0,5 mm atau lebih dikelilingi areal yang menunjukkan pengendapan garam bile. Uji Organoleptik. Uji organoleptik berupa uji preferensi terhadap produk dengan reponden konsumen kefir Gedono 86 orang. Data yang diperoleh dari kuisioner dianalisis dengan metode non parametrik Kruskall Walis. Form uji preferensi terdapat pada Lampiran 13. Parameter yang duji yaitu rasa, bau, warna, tekstur dan kekentalan. Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi.
36
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Unit usaha pengolahan susu Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga menghasilkan produk berupa kefir yang diberi nama Gedono. Unit pengolahan ini didirikan pada tahun 2004, dikelola oleh lembaga keagamaan Katholik yaitu biara wanita Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono. Lokasi unit pengolahan terletak di kaki gunung Merbabu pada ketinggian 1300m di atas permukaan laut dengan topografi wilayah pegunungan, ± 12 km dari pusat kota Salatiga. Lokasi wilayah unit pengolahan Gedono dapat dilihat pada Lampiran 2. Usaha pengolahan tergolong dalam usaha berskala kecil. Wilayah pemasaran masih terbatas yaitu Salatiga, Solo, Semarang dan sekitarnya. Produk yang dihasilkan telah cukup dikenal khususnya oleh masyarakat Salatiga. Berdasarkan jumlah pekerja yang digunakan, BPS (2000) mengelompokkan industri menjadi empat kelompok yaitu industri besar, menengah, kecil dan rumah tangga. Industri besar memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang, industri menengah memilki pekerja 20-99 orang, industri yang mempunyai 5-19 orang merupakan industri kecil dan indutri yang memiliki pekerja kurang dari lima orang maka disebut industri rumah tangga. Menurut Departemen Koperasi dan PKK (1995), usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; 2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu miliar rupiah; 3) milik warga Indonesia; 4) berdiri sendiri, bukan merupakan cabang atau anak periusahaan; dan 5) berbentuk usaha perseorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau usaha berbadan hokum termasuk koperasi. Unit usaha pengolahan kefir Gedono termasuk dalam kriteria industri kecil yaitu memilki pekerja enam orang, kekayaan bersih lebih dari 200 juta berupa sarana produksi tidak termasuk tanah dan bangunan, hasil penjualan di bawah 500 juta rupiah dalam satu tahun, milik warga negara Indonesia dan tidak berbadan hukum. Pekerja utama dalam proses pengolahan kefir adalah para biarawati sendiri berjumlah enam orang dan akan ditambah jika pesanan meningkat. Unit pengolahan 37
kefir Gedono merupakan satu-satunya unit pengolahan susu di Salatiga yang bergerak di bidang pengolahan susu fermentasi kefir. Pengelolaan unit usaha di bawah lembaga keagamaan tidak menjadikan kendala bagi Unit pengolahan kefir Gedono untuk berkembang. Pengembangan menuntut adanya perbaikan sarana dan prasarana yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas produk. Unit usaha pengolahan kefir Gedono berkeinginan untuk mengembangkan pemasaran produk lebih luas. Pada saat ini dilakukan usaha untuk memperoleh sertifikasi dari Departemen Perindustrian agar produk yang dihasilkan dapat diterima oleh konsumen umum. Proses untuk memperoleh sertifikasi memerlukan perbaikan dari semua aspek pengolahan meliputi pekerja, sistem sanitasi, proses produksi, peralatan, ruang pengolahan dan sarana yang dimiliki. Kajian awal HACCP melalui penerapan GMP dan SSOP sangat diperlukan untuk tujuan memperoleh perolehan sertifikasi berupa nomor Makanan Dalam (MD) bagi kefir.
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Sarana Produksi Bahan Baku Pembuatan Kefir Bahan baku pembuatan kefir mencakup bahan utama, bahan penunjang dan bahan pengemas. Bahan utama yang diperlukan adalah susu segar dan kultur starter berupa kefir grain, yang merupakan koleksi unit pengolahan kefir Gedono, sedangkan bahan penunjang berupa gula, selai buah, pewarna makanan dan essens buah. Botol plastik berukuran 600 ml dan 1000 ml digunakan sebagai bahan pengemas dan terbuat dari bahan Polyethylene Terephthalate (PETE). Bahan Baku Utama. Bahan utama yang digunakan adalah susu segar dan starter kefir. Kebutuhan susu segar sebagian besar dipenuhi dari KUD Andini, 5 peternak binaan di sekitar Gedono dan dari pertapaan Gedono. Penerimaan susu dilakukan pada pukul 07.30. Susu yang berasal dari KUD merupakan chilled milk (susu dingin) yang bersuhu 5°C. Susu yang berasal dari peternak dan Gedono bersuhu 25°C. Suhu susu diturunkan hingga mencapai sekitar 4°C. Pengujian sebelum proses produksi meliputi pengujian secara organoleptik, uji berat jenis, pH dan uji alkohol. Jika memenuhi standar yang ditetapkan Gedono maka susu digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan kefir. Kultur starter merupakan bahan baku utama kedua yang diperbanyak oleh pihak Gedono, yang berupa biji kefir. Bahan Baku Penunjang. Gula, fruit jam dan essens buah merupakan jenis bahan baku penunjang yang digunakan. Fruit jam atau selai buah diolah sendiri oleh pihak Gedono dan sudah mendapatkan nomor MD untuk industri rumah tangga yaitu PIRT 108332201014. Gula, pewarna dan essens buah yang digunakan telah tersertifikasi food grade dan sesuai dengan standar SNI. Bahan Pengemas. Kemasan berfungsi untuk mengemas makanan dengan tujuan untuk melindungi produk, membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Bahan pengemas botol yang digunakan merupakan kemasan primer terbuat dari bahan Polyethylene Terephthalate (PETE) bersifat semi fleksibel, tahan uap atau gas, ringan, tidah mudah sobek atau pecah saat
39
distribusi dan food grade. Kemasan disterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan dengan alkohol. Bahan pengemas steril disimpan dalam ruang pembotolan sedang bahan yang belum steril ditempatkan pada ruang penyimpanan. Peralatan Produksi. Peralatan pengolahan yang dimiliki unit pengolahan Gedono tergolong masih sederhana dan 50% dari proses produksi dilakukan secara manual, diantaranya adalah cara pengemasan produk. Peralatan produksi yang dimiliki yaitu milk can, pasteurizer, freezer, refrigerator, dan panci pengolahan. Sarana sanitasi yang di milki yaitu sumber air yang telah teruji dan air panas. Milk can terbuat dari logam aluminium berkapasitas 40 liter sebanyak tiga buah. Pasteurizer terbuat dari bahan stainless steel, berkapasitas 150 liter, berbentuk silinder dengan diameter 98 cm dan tinggi 150 cm (LUNAR, NEW ZEALAND). Proses Pengolahan Kefir Proses Penerimaan Susu Unit pengolahan kefir Gedono mensyaratkan susu sapi sebagai bahan baku pembuatan kefir bila memenuhi kriteria uji alkohol negatif dan pH 6-7 dan lolos uji BJ (1,024-1,030). Susu yang tidak sesuai atau tidak lolos uji tersebut akan ditolak, dengan konsekuensi pihak unit pengolahan kefir Gedono tidak membayar susu tersebut. Hal ini telah menjadi kesepakatan awal antara pihak unit pengolahan kefir Gedono dan supplier yaitu, koperasi Andini di Salatiga dan peternak yang bertujuan untuk menjaga kualitas bahan baku utama. Koperasi Andini melakukan pengujian terhadap kualitas susu asal peternak meliputi uji alkohol, uji berat jenis, dan analisis komposisi susu yaitu kadar air, lemak, protein, SNF, laktosa, titik beku menggunakan Lactoscan. Susu yang telah diterima koperasi langsung didinginkan dalam cooling pada suhu 4°C atau sesuai dengan SOP yang berlaku. Susu segar dari koperasi diterima unit pengolahan kefir Gedono pada suhu 5-9°C dalam milk can dengan harga Rp 3.600 per liter. Unit pengolahan kefir Gedono melakukan pengujian kualitas susu yang berasal dari peternak dan milik sendiri meliputi uji sensori, penyaringan, uji alkohol, uji BJ dan dilakukan pendinginan pada suhu 4-5°C. Unit pengolahan kefir Gedono membeli susu dari peternak dengan harga Rp 2.300-Rp 2.700 per liter atau sesuai dengan kualitas susu tersebut. Apabila susu yang diterima telah lolos uji dan sesuai dengan
40
standar yang diinginkan, maka peternak akan mendapatkan harga susu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Meskipun usaha yang dijalankan masih tergolong skala usaha kecil dan sarana uji kualitas susu masih sederhana, tetapi pihak unit pengolahan kefir Gedono mempunyai komitmen untuk menggunakan bahan-bahan yang berkualitas. Kebutuhan susu segar unit pengolahan setiap hari yaitu 80-100 liter susu dari koperasi Andini, 30-50 liter susu dari peternak dan milik Gedono. Proses Separasi Tujuan separasi adalah untuk memisahkan lemak dan skim susu. Susu yang telah lolos uji dipanaskan dalam panci berkapasitas 10-15 liter hingga suhu mencapai 40-45°C sebelum dilakukan proses separasi. Tujuan pemanasan awal sebelum separasi lemak adalah inaktivasi enzim lipase penyebab ketengikan. Separator yang digunakan terbuat dari stainless steel, kapasitas separator adalah 10 liter per separasi dengan kepekaan lemak 0,6%. Susu skim yang dihasilkan masih memenuhi ketentuan sesuai Codex Alimentarius Comition (2003) yaitu dengan kandungan lemak dibawah 10% . Sterilisasi alat
separator dilakukan sebelum dan sesudah
proses separasi untuk menjaga kebersihan dan mengurangi kontaminasi ke dalam susu. Proses separasi untuk memeperoleh susu skim dapat dilihat pada Gambar 1. A
B
Gambar. 1. Pemanasan Susu hingga Suhu 35°C (A) dan Proses Separasi Susu (B) Penambahan Skim Milk Penambahan skim milk bubuk dilakukan sebelum pemanasan dengan persentase 2,5% dari volume susu. Penambahan skim milk ini dimaksudkan untuk peningkatan jumlah padatan dalam susu. Skim milk merupakan produk susu baik cair maupun padat yang telah dihilangkan lemaknya atau mengandung lemak maksimal
41
0,1% (Buckle et al., 1987). Skim milk powder yang digunakan berasal dari New Zealand yang telah mengalami pengemasan ulang di Semarang dengan merk Indoprima skim milk. Pemanasan Pemanasan susu skim pada suhu 85-90°C selama 30 menit menggunakan alat pasteurizer yang terbuat dari bahan stainless steel dilengkapi dengan agitator. Proses pemanasan mengacu pada Buckle et al (1987) yaitu pada suhu 90°C selama 15-30 menit. Alat pasteurizer ini menggunakan sistem double wall, dengan cara kerja air yang berada di antara dua bejana stainless steel dipanaskan oleh kumparan yang berada di bagian bawah alat. Pemanasan terhadap susu skim dilakukan secara tidak langsung oleh panas air yang dihasilkan. Kontrol panel diatur pada suhu 85°C selama 30 menit. Bila suhu dan waktu untuk pemanasan yang ditentukan telah tercapai maka susu skim segera didinginkan. Selama pemanasan atau pendinginan berlangsung, agitator atau pengaduk tetap digerakkan agar suhu susu lebih homogen dan panas lebih cepat merata, sebaliknya pada saat pendinginan dan penurunan suhu cepat tercapai. Pemanasan susu dengan metode pasteurisasi bertujuan mematikan bakteri patogen maupun bakteri perusak sehingga akan mencegah penularan penyakit dan kerusakan produk secara biologis. Kondisi pasteurisasi berguna untuk memberikan perlindungan kepada konsumen terhadap penyakit yang dibawa melalui susu, dengan mengurangi seminimum mungkin kehilangan zat gizi serta mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan citarasa susu mentah segar (Buckle et al., 1987). Alat pasteurizer dan kontrol panel suhu di ruang produksi unit pengolahan kefir Gedono dapat dilihat pada Gambar 2.
A
B
Gambar 2. Batch Pasteurizer (A) dan Kontrol Panel Suhu (B)
42
Pendinginan Susu Penurunan suhu susu skim dilakukan selama satu jam yaitu hingga mencapai 26°C atau sama dengan suhu ruangan. Pendinginan dilakukan dengan cara mengeluarkan air panas diantara bejana dan menggantikannya dengan air dingin yang terus dialirkan hingga tercapai suhu 26°C. Kran yang terhubung dengan air panas pada alat pasteurizer ditutup dan diganti dengan pembukaan kran air dingin untuk mempercepat proses pendinginan. Proses ini menggunakan aliran air kran tertutup dengan vacum pump (pompa vakum) agar terjadi pergantian air diantara kedua bagian stainless steel pasteurizer. Selama proses penurunan suhu susu, agitator atau pengaduk tetap digerakkan dengan kondisi shock thermique pada susu segera dicapai. Air panas yang diganti ditampung pada drum yang diletakkan di luar ruangan produksi untuk digunakan kemudian dalam pencucian alat pasteurizer. Inokulasi Kultur Starter Kefir Penambahan starter dilakukan setelah suhu susu dalam pasteurizer mencapai 26±1°C. Jumlah kultur starter kefir yang digunakan adalah 5% dari volume susu atau sebanyak 7,5 liter untuk volume produksi sebesar 150 liter. Menurut Irigoyen et al. (2004), jumlah pemberian kultur starter akan mempengaruhi khamir dan asam laktat yang dihasilkan, pH dan viskositas. Jumlah penggunaan kultur starter yang disarankan adalah 1% dan 5% (Irigoyen et al. 2004) atau sebanyak 3-5% (Surono, 1989). Penambahan kultur starter ini dilakukan pada ruang produksi dengan cara membuka penutup alat pasteurizer (Gambar 3), sehingga kontaminasi melalui udara dapat masuk ke dalam susu atau kultur starter. Kultur starter kefir yang digunakan berupa kultur kerja. Kultur kerja diperoleh dengan cara penumbuhan biji kefir sebanyak 5% dalam susu skim steril. Kultur kerja yang siap digunakan diperoleh dengan cara menyaring biji kefir yang telah ditumbuhkan dalam susu skim steril. A
B
Gambar 3. Proses Inokulasi Kultur Starter Kefir dalam Susu Skim (A dan B)
43
Inkubasi Kefir Inkubasi dilakukan pada suhu ruang yaitu sekitar 22±1°C selama 18-24 jam. Berbeda dengan yogurt yang memerlukan suhu inkubasi 37°C, kefir memerlukan suhu ruang karena karakteristik bakteri penyusun biji kefir optimum tumbuh pada suhu tersebut. Menurut Surono (1989) suhu inkubasi selama proses fermentasi kefir adalah 18-22°C, dan setelah 20 jam akan dihasilkan kefir yang mengandung 0,8% etanol dan 1,0% CO2. Tujuan dari proses inkubasi adalah menyediakan suhu optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam kultur starter kefir yang akan memfermentasi laktosa. Proses inkubasi dilakukan dalam pasteurizer, sehingga tidak terjadi perpindahan massa susu skim selama proses pasteurisasi, pendinginan, pemberian starter dan inkubasi. Penyimpanan Dingin Segera setelah proses fermentasi selesai, kefir dituang
ke dalam wadah
plastik dengan kapasitas 15-25 liter dan dilakukan penyimpanan dingin selama satu hari (24 jam) agar konsistensi dan stabilitas koagulannya meningkat. Selain itu penyimpanan dingin akan menghentikan proses fermentasi dan mengendalikan proses pembentukan alkohol dan gas CO2 selama penyimpanan (Surono, 1989). Sebelum kefir ditempatkan pada wadah plastik terlebih dahulu alat-alat yang digunakan disterilkan dengan air panas dan alkohol. Proses ini dilakukan dalam ruang produksi. Suhu penyimpanan yang terukur adalah 4°C dengan menggunakan alat pendingin atau refrigerator dalam bentuk show case, sehingga cahaya akan dapat mengenai langsung pada produk. Penyimpanan produk dan kultur dilakukan pada tempat yang sama yaitu alat pendingin show case (Gambar 4). A
B
Gambar 4. Plastik (A) dan Tempat Penyimpanan Berupa Show Case (B) Proses Penambahan Rasa 44
Setelah pendinginan dianggap cukup, kefir dikeluarkan dari pendingin menuju ruang pembotolan steril untuk diproses lanjut berupa penambahan rasa untuk diversifikasi rasa kefir. Produk kefir dibedakan menjadi empat macam rasa yaitu kefir plain, rasa leci, strowberi dan melon. Penambahan rasa dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : 1) Pengurangan lemak dilakukan terhadap lemak yang terdapat diatas permukaan kefir. Lemak ini dapat mudah dikenali karena warnanya lebih kuning berada pada permukaan kefir karena BJ lebih rendah, ketebalan bervariasi antara 1-2,5 cm. 2) Penyaringan bertujuan untuk menghaluskan tekstur kefir yang awalnya mempunyai
koagulan
memudahkan proses
berupa
gumpalan-gumpalan
homogenisasi
dengan
bahan
besar, yang
sehingga lain
yang
ditambahkan. Penyaringan dilakukan secara manual menggunakan penyaring diameter 0,05 mm yang telah disterilkan dan terbuat dari bahan plastik. 3) Penambahan gula sebanyak 30%, pewarna sebanyak 0,06%, flavor dan sirup gula (sukrosa : air = 2:1). Penambahan gula dilakukan dengan perbandingan 600 ml gula untuk 5 liter kefir. Perisa yang digunakan adalah selai stowberi, melon dan leci yang diolah sendiri oleh unit pengolahan kefir Gedono. Pembotolan Proses pengemasan kefir menggunakan botol plastik Polyetilen Tereptalat (PETE) yang bersifat tahan gas dan uap air, sensitif terhadap UV dan transparan. Proses pengemasan bertujuan memperlambat proses penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya, yaitu dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari produk atau untuk memperpanjang umur simpan. Proses pembotolan kefir dapat dilihat pada Gambar 6. Pengemasan di unit pengolahan Gedono masih dilakukan secara manual dengan distribusi produk kedalam botol kemasan menggunakan gelas ukur. Volume kemasan botol produk yang digunakan yaitu 600 ml dan 1000 ml. Pekerja di bagian pengemasan harus memakai apron atau celemek dan masker serta tangan harus menggunakan sanitizer alkohol 70% untuk mencuci tangan. Selama pengemasan, suhu dan kebersihan harus tetap dijaga. Ruang pengemasan yang terpisah dan dapat disterilkan juga digunakan sebagai tempat untuk penyaringan kultur starter. 45
Gambar 6. Pengemasan Kefir Botol PETE dalam Ruang Steril Penyimpanan Suhu Rendah Produk segera disimpan setelah pengemasan dalam botol pada suhu 5°C atau dalam refrigerator. Lama penyimpanan produk tidak lebih dari 24 jam sebelum dijual.
Para
pelanggan
dengan
wilayah
domisili
di
sekitar
Salatiga
mentransportasikan produk dalam kondisi dingin, sedangkan pelanggan yang berasal dari atau lokasi domisili jauh, maka produk akan ditransportasikan dalam bentuk beku. Pengujian produk akhir secara laboratorium tidak dilakukan, karena keterbatasan sarana laboratorium. Penanganan mutu produk akhir dilakukan secara visual yaitu melalui pengamatan terhadap pembentukan gas dan whey. Distribusi Produk Akhir Distribusi merupakan sebagian dari proses pemasaran dengan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam menjaga keamanan pangan. Penggunaan kendaraan berpendingin berfungsi untuk mempertahankan suhu produk dan menghindari kerusakan produk. Wadah dan alat transportasi didesain agar tidak terjadi pencemaran makanan, memudahkan pembersihan dan melakukan desinfeksi, melindungi dari kontaminasi, serta mempertahankan dan mempermudah pengecekan (MenKes, 1978). Proses distribusi produk kefir Gedono menggunakan kendaraan roda empat berupa mobil ber-AC tetapi tidak memiliki box dengan suhu yang dapat diatur. Sarana transportasi produk ini tidak memenuhi syarat Menkes (1978) tentang kendaraan transportasi karena tidak dilengkapi dengan pendingin atau blower. Produk hanya disimpan dalam kotak pendingin yang didalamnya diletakkan ice block untuk mempertahankan suhu awal produk. Sistem penjualan kefir Gedono dilakukan secara retail atau melalui pemesanan langsung. Produksi yang masih
46
terbatas menyebabkan tidak semua pelanggan mendapatkan produk dalam waktu yang sama tetapi melalui pengaturan yang disepakati dengan pihak Gedono. Good Manufacturing Practices (GMP) GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan pedoman yang menjelaskan cara memproduksi makanan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. Data yang diperoleh terhadap GMP Unit Usaha Pengolahan Kefir Gedono dikaji berdasarkan standar RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan FDA (1995), sebagai dasar atau pre-requisite program dari HACCP. Hasil yang diperoleh pada kegiatan magang untuk selanjutnya akan digunakan sebagai data awal untuk mendapatkan nomor ijin Makanan Dalam (MD) dari Badan POM. Penerapan yang benar dari pihak pengolahan akan mempermudah proses perolehan MD tersebut. Analisis terhadap penerapan GMP meliputi lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan dan ruangan pengolahan, fasilitas sanitasi, peralatan produksi, produk akhir dan pemeriksaan, kesehatan dan kebersihan karyawan, wadah kemasan, penyimpanan, dan transportasi. Penerapan GMP oleh unit pengolahan kefir Gedono secara umum telah sesuai dengan standar. Keseriusan pihak unit pengolahan menuju arah perbaikan dan peningkatan mutu layak untuk dihargai. Pihak unit pengolahan kefir Gedono telah menjalin kerjasama dengan kalangan akademisi IPB untuk pendampingan aktivitas, mengikuti pelatihan tentang pengolahan kefir dan pengadaan peralatan produksi untuk pemenuhan terhadap persyaratan yang berlaku.
Hasil kajian GMP dapat
dilihat pada Tabel 3. Lokasi dan Lingkungan Industri Pemilihan lokasi dan lingkungan yang tepat akan mengurangi resiko pencemaran terhadap pangan. Unit pengolahan terletak di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 1300 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata harian 24°C. Lokasi unit pengolahan pengolahan kefir jauh dari pemukiman padat dan terpolusi, bebas daerah banjir serta bukan daerah pembuangan limbah, terdapat
47
Table 3. Hasil Analisis Terhadap GMP Aspek GMP Higien dan Kesehatan karyawan
Pedoman GMP menurut Peraturan (Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) Karyawan dalam keadaan sehat serta diawasi dan diperiksa kesehatannya secara berkala Menjaga kebersihan badan, mengenakan pakaian kerja, perlengkapan yang benar dan hanya ditempat kerja serta menutup luka kecil Tidak boleh melakukan kebiasaan buruk selama bekerja seperti mengunyah makanan, minum, merokok, meludah, bersin, batuk, mengenakan perhiasan dan lain-lain.
Kondisi Unit Pengolahan Pemeriksaan dilakukan secara berkala oleh dokter Mempunyai pakaian khusus untuk beberja dan aktivitas lainnya Tidak ditemukan kegiatan mengunyah makanan, makan, minum, merokok, meludah, bersin, batuk dan mengenakan perhiasan
Lokasi dan lingkungan industri
Jauh dari daerah industri yang berpolusi, tidak ada genangan air (daerah banjir), bebas dari sarang hama, jauh dari tempat pembuangan sampah/limbah, jauh dari pemukiman penduduk yang padat/kumuh, jauh dari daerah penumpukan barang bekas, terpisah dari rumah/tempat tinggal, Sarana jalan yang telah diaspal/disemen (dikeraskan), dibuat saluran pembuangan air
Lokasi industri pengolahan kefir jauh dari pemukiman padat dan terpolusi, bebas daerah banjir serta bukan daerah pembuangan limbah Bangunan terdapat dalam kompleks biarawati tetapi terpisah dari bangunan lain Sarana jalan yang telah diaspal dan terdapat saluran pembuangan air
Bangunan dan ruangan pengolahan
Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higien sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi Ruangan pokok dan ruangan pelengkap, ruangan pokok luas sesuai peralatan, jenis kapasitas produksi dan jumlah karyawan serta tata letak sesuai urutan proses Konstruksi lantai, rapat/kedap air, tahan terhadap air, garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya, halus, tidak licin dan mudah dibersihkan, memudahkam pengaliran air, ada lubang pembuangan, penahan bau, pertemuan lantai dan dinding tidak membentuk sudut siku-siku dan tidak
Bangunan unit produksi Gedono terdiri atas ruangan pokok dan ruangan pelengkap Ruang pokok yaitu ruangan produksi dan pengemasan, ruangan pelengkap yaitu ruangan penyimpanan bahan dan alat Tata letak ruangan belum sesuai dengan urutan proses, sehingga dapat menyebabkan kontaminasi silang produk. Lantai yang digunakan pada ruang produksi Gedono adalah keramik yang bersifat tahan terhadap air, garam, basa ataupun bahan kimia
48
Aspek GMP
Pedoman GMP menurut Peraturan (Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) menyerap air Konstruksi dinding/pemisah ruangan terbuat dari bahan tidak beracun, bukan kayu, tidak menyerap air minimal 2 m dari lantai tidak bereaksi, permukaan bagian dalam halus, rata, tahan lama, tidak mudah mengelupas & mudah dibersihkan, pertemuan dinding dengan dinding tidak sikusiku, tidak menyerap air, mudah dibersihkan Konstruksi atap, dari bahan yang tahan lama, tahan air, tidak bocor, tidak larut air dan tidak mudah pecah Konstruksi langit-langit, tidak mudah terkelupas, tidak berlubang, tidak retak, tahan lama, mudah dibersihkan, tinggi minimal 3 m, permukaan halus, warna terang, diatas pasteurizer tidak menyerap air, dilapis cat tahan panas Konstruksi pintu, dari bahan yang tahan lama, kuat, dan tidak mudah pecah, permukaan halus, rata, warna, terang, mudah dibersihkan, untuk toilet tidak mudah menyerap air, untuk ruang pengolahan pintu membuka keluar Konstruksi jendela, bahan tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah, permukaan halus, warna terang, tinggi minimal 1 m, mudah dibuka/tutup, tidak terlalu rendah, tidak terlalu banyak & tidak terlalu lebar, mudah dibersihkan, dilengkapi kasa pencegah serangga yang mudah dilepas & dibersihkan Penerangan, dari lampu berpenutup atau cahaya matahari cukup menerangi seluruh ruangan, tidak remang-remang Ventilasi dan pengatur suhu, menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau,
Kondisi Unit Pengolahan
lainnya Sudut antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai serta pertemuan keduanya masih berbentuk siku-siku dan tidak melengkung Terdapat pengelupasan pada permukaan dinding di atas pasteurizer dan di atas kompor listrik Konstruksi atap dan langait-langit tidak mudah mengelupas, tahan lama, tidak mudah bocor dan tidak larut air. Pintu dan jendela tidak halus atau rata, tidak terang dan membuka keluar Lubang ventilasi tidak dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan Penerangan berupa cahaya lampu tidak berpenutup pada ruang pengemasan dan produksi dan cahaya matahari pada ruang pelengkap dan produksi Permukaan kerja pada ruang pokok dan pelengkap terang sesuai dengan syarat kesehatan.
49
Aspek GMP
Fasilitas sanitasi
Pedoman GMP menurut Peraturan (Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan, dapat mengatur suhu yang diperlukan, tidak mudah mencemari hasil produksi melalui udara yang dialirkan, lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan Sarana penyediaan air, sumber air, pipa pengaliran, penampungan, water treatment dalam kondisi baik, air untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih, air tidak untuk konsumsi dan tidak kontak dengan makanan mempunyai sistem terpisah dengan air minum Sarana pembuangan air dan limbah, saluran dan tempat, pembuangan bahan buangan cair, tempat buangan padat, konstruksi harus mencegah kontaminasi silang Sarana toilet, letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan, dilengkapi dengan bak cuci tangan, diberi tanda pemberitahuan, bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau detergen sesudah menggunakan toilet, disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai jumlah karyawan Sarana higiene karyawan, sarana cuci tangan, ditempatkan di tempat-tempat yang diperlukan, misalnya di tempat pintu masuk ruangan pokok, dilengkapi dengan air mengalir, sabun atau detergen, handuk atau alat lain untuk
Kondisi Unit Pengolahan
Sumber air yang digunakan adalah mata air pegunungan yang telah dilakukan pengujian setiap enam bulan sekali oleh badan swasta yang terakreditasi (Sucofindo) Kualitas air sama dengan kualitas air minum Terdapat suplai air panas dan air dingin Sarana pembuangan limbah cair atau pada terpisah Sarana toilet terpisah dari bangunan produksi atau pelengkap dan mencukupi untuk jumlah pekerja Sarana pencuci tangan terdapat di dalam ruangan pengemasan dan produksi Tidak terdapat sarana pembilas sepatu
50
Aspek GMP
Pedoman GMP menurut Peraturan (Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA)
Kondisi Unit Pengolahan
mengeringkan tangan dan tempat sampah tertutup, disediakan dalam jumlah yang cukup, Sarana pembilas sepatu di depan ruang pengolahan, fasilitas ganti pakaian, jumlah disesuaikan Peralatan produksi
Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan higienis dan teknik Peralatan sesuai dengan jenis produksi, permukaan yang kontak harus halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak tidak menyerap air dan tidak berkarat Tidak mencemari hasil produksi dan mudah dibersihkan tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan/dilepaskan, tata letak peralatan, mudah dalam perawatan, pembersihan, diletakkan sesuai urutan proses Wadah untuk sampah dan bahan berbahaya, diberi tanda (untuk sampah dan bahan berbahaya), ditutup dan terpisah
Peralatan yang digunakan umumnya tergolong aman dan memenuhi syarat higienis permukaan yang kontak dengan produk terbuat dari stainless steel sehingga mudah dibersihkan permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas dan tidak berkarat pengaduk saat pemanasan terbuat dari kayu sehingga mudah menyerap air.
Penyimpanan
Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan produk akhir disimpan terpisah dalam ruang yang bersih, bebas hama, cukup penerangan, terjamin aliran udara dan suhu yang sesuai Bahan tambahan disimpan sesuai label, penyimpanan bahan mentah sebaiknya tidak langsung menyentuh lantai, tidak menempel pada dinding, jauh dari langit – langit untuk mencegah sarang hama, bahan baku, bahan tambahan dan produk akhir diberi tanda dan ditempatkan
Penyimpanan bahan pangan dan non pangan terpisah Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan alat terpisah, ruang bersih, cukup penerangan dan liran udara terjamin Tata letak peralatan dibuat sesuai dengan golongannya dalam lemari tertutup Sistem penyimpanan yaitu first in first Out ( FIFO)
51
Aspek GMP
Pedoman GMP menurut Peraturan (Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) Sistem FIFO baik untuk bahan mentah maupun produk akhir Bahan-bahan produksi dan produk akhir sebaiknya disimpan dengan sistem kartu, dengan isi nama bahan, tanggal terima, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal keluar dari gudang, sisa akhir, dalam kemasan, tanggal pemeriksaan, hasil pemeriksaan Penyimpanan bahan berbahaya, disimpan terpisah dan diawasi agar tidak mencemari bahan produksi, produk akhir serta tidak membahyakan karyawan Penyimpanan peralatan produksi, peralatan yang sudah dibersihkan dan disanitasi disimpan sedemikian rupa agar terlindungi dari debu, kotoran, atau pencemaran lainnya
Kondisi Unit Pengolahan
Pencatatan secara teratur sudah dilakukan untuk bahan baku, bahan tambahan, bahan kimia dan peralatan serta sanitizer Penyimpanan label sesuai dengan FIFO
Mutu produk akhir
Produk akhir harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan menteri dan tidak boleh merugikan atau membahyakan kesehatan Produk akhir sebelum diedarkan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi
Pemeriksaan produk akhir hanya secara visual dengan melihat ada tidaknya whey dan sensori Belum ada keluhan dari konsumen mengenai mutu produk kahir
Laboratorium dan pemeriksaan
Untuk setiap pemeriksaan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir seharusnya disediakan pedoman pemeriksaan yang menyebutkan :nama makanan, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah, contoh yang diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan pemeriksaan, nama pemeriksa, hal lain yang dianggap perlu Bagi perusahaan yang belum memiliki laboratorium
Industri ini belum memiliki laboratorium pengujian produk akhir Secara berkala enam bulan sekali pihak Gedono memerikasakan produk akhir melalui lembaga swasta (Sucofindo)
52
Aspek GMP
Pedoman GMP menurut Peraturan dianjurkanRI untuk produknyadan di laboratorium (Pemerintah No. memeriksakan 23/MEN. KES/SK/1978 US FDA)
Kondisi Unit Pengolahan
lain di luar perusahaan Kemasan
Wadah dan pembungkus makanan harus memenuhi syarat dapat melindungi dan mempertahankan mutu dan isinya terhadap pengaruh dari luar, tidak berpengaruh terhadap isi, dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan peredaran, tidak boleh merugikan atau membahayakan konsumen Sebelum digunakan wadah harus, dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi, steril bagi jenis produk yang akan diisi secara aseptic
Jenis pengemas yang digunakan adalah plastik polietilen Kemasan steril pada saat digunakan dan tidak berbahaya bagi kesehatan
Keterangan produk/lebeling
Memenuhi ketentuan Permenkes RI No. 79/Menkes /Per/III/1978 tentang label dan periklanan makanan Dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan bentuk yang berbeda untuk setiap jenis makanan (memudahkan pembedaan), identifikasi lot, setiap wadah diberi tanda nama produsen dan nomor lot
Produk belum memiliki izin atau Makanan Dalam (MD) dari Deparartemen Perindustrian Instruksi pelabelan sudah sesuai dengan ketentuan Keterangan label memuat nama produk, komposisi, tanggal kadaluarsa, berat bersih dan nama dan alamat industry
Produk selalu dalam keadaan terlindungi selama transportasi jenis wadah dan alat transportasi yang digunakan tergantung dari jenis makanan dan kondisi yang dikehendaki selama transportasi Persyaratan wadah dan alat transport di desain agar : Tidak mencemari makanan, mudah dibersihkan jika perlu didesinfeksi, memisahkan makanan dari bahan-bahan non pangan, melindungi makanan dari kontaminasi seperti debu dan kotoran, dapat mempertahankan suhu, RH & kondisi lainnya sehingga dapat melindungi makanan
Transportasi menggunakan mobil dan wadah cool box tanpa alat pengatur suhu. Cool box selalu dalam keadaan bersih sebelum digunakan dan dilakukan desinfeksi dengan alkohol
Alat transportasi
53
Aspek GMP
Pedoman GMP menurut Peraturan (Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA)
Kondisi Unit Pengolahan
dari pertumbuhan mikroorganisme pathogen dan perusak, memudahkan pengecekan suhu, RH dan kondisi lainnya Wadah dan alat transport untuk makanan selalu dijaga dalam keadaan bersih, baik dan terawat, jika digunakan untuk bahan makanan dan non pangan maka diantara penggunaannya perlu dibersihkan/didesinfeksi, jika menggunakan wadah dan alat pengangkutan jumlahnya besar didesain agar tidak bercampur antara bahan makanan dan non pangan serta pemeliharaan peralatan Manajemen dan pengawasan
Pengawasan terhadap industri dan proses produksi hendaknya dilakukan secara berkala Industri harus memiliki penanggung jawab produksi dan pengawasan mutu yang terpisah dan memiliki kualifikasi yang spesifik
Pengawasan sudah dilakukan secara berkala terutama jika terjadi penyimpangan Penanggung jawab belum memiliki kualifikasi bidang dairy food
54
dalam komplek biarawati yang terpisah dari tempat tinggal. Sarana jalan telah diaspal dan terdapat saluran pembuangan air. Bangunan dan Ruang Pengolahan Bangunan pada unit pengolahan belum memiliki kelayakan dan ukuran bangunan yang tidak besar. Bangunan dengan luas 9x28 meter memiliki konstruksi memanjang dengan empat ruangan. Lantai yang digunakan pada ruang produksi terbuat keramik yang bersifat tahan terhadap air, garam, basa atau bahan kimia lainnya yang mudah dibersihkan. Sudut antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai serta pertemuan keduanya masih berbentuk siku-siku dan tidak melengkung. Terdapat pengelupasan cat pada permukaan dinding diatas tank pasteurizer, di atas kompor listrik dan di bawah Air Conditioning (AC). Konstruksi atap dan langit-langit tidak mudah mengelupas, tahan lama, tidak mudah bocor dan tidak larut air. Pintu dan jendela tidak halus atau rata, tidak terang dan membuka keluar tetapi tidak menyulitkan dalam pembersihan. Lubang ventilasi tidak dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan. Penerangan berupa cahaya lampu tidak berpenutup pada ruang pengemasan dan produksi serta cahaya matahari pada ruang pelengkap dan produksi. Permukaan kerja pada ruang pokok dan pelengkap terang sesuai dengan syarat kesehatan. Secara umum urutan ruang belum sesuai dengan alur proses dan masih simpang siur. Ruang pengolahan digunakan untuk proses pasteurisasi, inokulasi, inkubasi, pencucian peralatan dan sterilisasi, sedangkan ruang pengemasan hanya khusus untuk pengemasan dan penyimpanan produk sementara. Adanya berbagai proses dalam satu ruang akan meningkatkan resiko pencemaran terhadap produk. Pencemaran menyebabkan kegagalan produk kefir misalnya sineresis kefir yang berlebihan atau bau tengik setelah proses fermentasi. Desain ruangan yang sesuai untuk jumlah pekerja dan alur produksi akan mempermudah pekerja dalam beroperasi dan sanitasi ruangan. Tata ruang yang tidak mendukung higienis proses produksi ini telah disiasati oleh unit pengolahan kefir Gedono dengan pembersihan secara berkala. Bentuk pintu dan bangunan dapat dilihat pada Gambar 7.
55
Gambar 7. Pintu dan Bangunan Fasilitas Sanitasi Sumber air yang digunakan adalah mata air pegunungan yang telah dilakukan pengujian secara berkala oleh badan swasta yang terakreditasi (Sucofindo). Kualitas air pengolahan dan pembersihan atau sanitasi sama dengan kualitas air minum. Ruangan pengolahan dilengkapi dengan suplai air panas dan air dingin. Es batu yang digunakan juga berasal dari sumber yang sama. Sarana pembuangan limbah cair atau padat terpisah. Limbah cair akan langsung dialirkan menuju bak penampungan untuk diendapkan dan dialirkan kembali kedalam tanah. Daerah di sekitar unit pengolahan kefir Gedono tidak terdapat sungai, sehingga dibuat sarana penyerapan limbah cair. Limbah cair berasal dari limbah proses pencucian peralatan dan sanitasi ruangan, produk gagal dan susu sisa pengujian. Limbah padat organik akan dibuat menjadi kompos dan limbah padat non organik akan dibuang ke pembuangan atau didaur ulang (kertas, tisu). Sarana toilet terpisah dari bangunan produksi atau pelengkap dan mencukupi untuk jumlah pekerja, sehingga dapat mengurangi kontaminasi. Sarana pencuci tangan terdapat di dalam ruangan pengemasan dan ruang produksi tetapi pada saat masuk ruang produksi tidak terdapat sarana pembilas sepatu atau foot bath. Peralatan Produksi Peralatan yang digunakan umumnya tergolong aman dan memenuhi syarat higienis. Pada ruang produksi terdapat kompor listrik, pasteurizer berkapasitas 150 liter, bak pendingin, keran air panas dan air dingin serta separator dengan kapasitas 10 liter. Ruangan pengemasan hanya berisi box untuk menyimpan botol steril, freezer dan refrigerator. Ruang penyimpanan alat digunakan untuk penyimpanan peralatan yang digunakan dalam ruang produksi atau pengemasan diantaranya milk can, wadah 56
plastik untuk kefir, botol, pengaduk, panci stainless steel, cool box, gelas liter dan lain-lain. Peralatan produksi selalu dibersihkan, dicuci, didesinfeksi dan ditata setiap hari. Pencucian peralatan plastik atau logam, dibilas dengan air panas dari keran air panas dan dikeringkan. Sebelum digunakan, peralatan disterilisasi kembali dengan cara merebus dalam air mendidih. Aktivitas ini bertujuan untuk menjamin terjaganya sanitasi pada peralatan sehingga tidak akan mengkontaminasi produk. Menurut Winarno dan Surono (2004) beberapa tahap sanitasi peralatan yaitu pre-rinse atau langkah
awal,
pembersihan,
pembilasan,
pengecekan
visual,
penggunaan
desinfektan, pembersihan akhir dan drain dry atau pembilasan kering yang merupakan final rinse. Kebersihan dan Kesehatan Pekerja Para pekerja pada proses produksi adalah para biarawati dari pertapaan Bunda Pemersatu Gedono yang berjumlah tujuh orang dan akan ditambah saat pesanan pelanggan meningkat. Para biarawati ini tidak memiliki disiplin ilmu pengolahan susu sehingga mengikuti pelatihan-pelatihan yang terkait dengan penentuan kualitas, cara pembuatan, penanganan produk dan proses pembuatan kefir. Selama proses produksi pekerja menggunakan seragam atau pakai khusus dilengkapi dengan hairnet, apron anti air atau kain, sandal dan masker yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi terhadap produk. Apron digunakan saat pengemasan atau pencucian peralatan. Alas kaki berupa sandal digunakan pekerja pada semua proses, sehingga tidak ada alas kaki khusus untuk masing-masing pengolahan. Loker pakaian terletak terpisah dari bangunan utama. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara berkala, sehingga penularan penyakit melalui produk yang dihasilkan dapat dihindari. Hal ini untuk menjamin kualitas sanitasi dan kerja selama proses produksi. Pekerja yang sakit tidak diperbolehkan untuk bekerja, kecuali luka kecil yang ditutup dengan plaster. Masih ditemukan pekerja yang kurang disiplin tidak menggunakan masker atau apron dengan alasan waktu bekerja sangat pendek. Kegiatan makan tidak diperbolehkan selama bekerja, sedangkan minum diperbolehkan. Jam kerja efektif unit pengolahan kefir Gedono dimulai pukul 8.30-12.00 dan dilanjutkan pukul 13.30-15.45. Waktu yang tersedia untuk
57
melakukan aktivitas pengolahan sangat terbatas karena kewajiban biarawati untuk beribadah pada jam tersebut. Penyimpanan Penyimpanan bahan baku, bahan penunjang dan produk akhir kadang-kadang tidak dipisahkan, karena kekurangan tempat penyimpanan produk akhir. Bahan kimia dan toksik ditempatkan di bangunan lain untuk menghindari kontaminasi bahaya kimiawi. Bahan baku berupa susu disimpan dalam ruang pengolahan, sedangkan bahan penunjang seperti gula, essen, alkohol, pewarna disimpan di ruang berbeda. Bahan pengemas berupa botol diletakkan pada ruang akhir bersama peralatan yang lain. Kebersihan ruangan penyimpanan terjaga karena dilakukan pembersihan setiap hari. Masih ditemukan penempatan bahan dalam ruang yang sama walaupun berbeda tempat penyimpanan misalnya label dan berkas pembukuan terdapat dalam ruang yang sama dengan essens, pewarna dan alkohol walaupun berbeda lemari. Ruang pengolahan tidak menjadi tempat penyimpanan bahan berbahaya. Bahan masuk dan keluar dicatat secara rinci. Sistem penyimpanan dan penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan produk akhir dilakukan secara First In First Out (FIFO). Mutu Produk Akhir Kualitas mutu produk ditentukan dari awal proses pembuatan dan aspek penunjang sanitasi. Pemeriksaan mutu produk akhir tidak dilakukan uji laboratorium, tetapi hanya dilakukan uji secara organoleptik dan secara visual dengan melihat adanya pembentukan whey pada produk. Mutu produk secara berkala telah diuji pada laboratorium yang terakreditasi. Laboratorium dan Pemeriksaan Unit pengolahan kefir Gedono belum memiliki laboratorium internal untuk melakukan pengujian baik produk akhir atau uji kualitas susu. Uji laboratorium dilakukan melalui Sucofindo oleh unit pengolahan secara berkala untuk mengetahui kualitas kefir secara mikrobiologi dan kimia.
Kemasan Kefir Gedono dikemas dalam dua macam botol yaitu 600 ml dan 1000 ml. Botol yang digunakan berbahan plastik Polietilen Tereptalat yang tahan terhadap
58
asam, uap air dan gas, berwarna transparan, sensitif terhadap sinar UV. Plastik ini dibuat dari proses kondensasi monomer dari Etilen Glikol dan asam Tereptalat. Penggunaan botol plastik PETE sebenarnya kurang baik sebagai bahan pengemas untuk produk asam karena warnanya cenderung transparan, sedangkan produk asam perlu dilindungi dari cahaya. Sinar akan mengakibatkan oksidasi asam lemak sehingga akan menimbulkan ketengikan pada produk. Pengemas yang disarankan yaitu PP (Polypropilene) yang tahan terhadap asam dan tidak transparan. Kemasan yang digunakan telah diberi label atau etiket dan disterilisasi. Tahap sterilisasi botol menggunakan alkohol 70% dengan cara membersihkan permukaan dalam botol yang kontak dengan produk. Botol diisi alkohol sebanyak ¼ volume botol lalu dikocok atau diguncang agar kotoran dan debu hilang dari permukaan dalam. Kemasan yang telah steril ditempatkan pada wadah berupa keranjang lalu ditutup menggunakan kain agar kering serta debu dan serangga tidak masuk ke dalam botol. Botol yang telah kering dan bersih kemudian diletakkan di ruang steril. Masa kadaluarsa botol steril adalah tiga hari. Perlakuan ini juga sama dengan tutup botol yang digunakan. Proses sterilisasi botol dapat dilihat pada Gambar 8. A
B
Gambar 8. Pengemasan Kefir Botol Bersih (A) dan Pembotolan dalam Ruang Steril (B) Keterangan Produk Label yang digunakan telah sesuai dengan ketentuan yaitu mencantumkan nama produk, bahan baku, suhu penyimpanan, tanggal berlaku produk, rasa yang dibuat yaitu melon, leci dan strowberi, dan alamat. Label belum mencantumkan nomor MD dan label halal dari LPPOM-MUI. Warna label yang digunakan mewakili rasa kefir buah, misalnya warna hijau mewakili rasa melon dan merah muda atau pink mewakili rasa strowberi.
59
Alat Transportasi Alat transportasi yang digunakan adalah kendaraan roda empat yang tidak dilengkapi pengatur suhu. Wadah yang digunakan adalah cool box dan sterofoam. Sering terjadi selama distribusi produk yaitu guncangan dan es batu atau ice block yang cepat mencair. Hal ini tidak menjamin produk tetap dalam keadaan dingin atau pada suhu 4-7OC saat sampai pada konsumen. Cool box yang telah digunakan akan dicuci dan dikeringkan untuk digunakan kembali, sedangkan mobil segera dibersihkan setelah digunakan. Penggunaan mobil seringkali bercampur dengan bahan lain selain produk kefir. Alat transportasi dan jenis wadah yang digunakan untuk kefir selama perjalanan dapat dilihat pada Gambar 9.
A
B
Gambar 9. Alat Transportasi Kendaraan Roda Empat (A) dan Cool Box (B) Manajemen dan Pengawasan Pengawasan, pemeliharaan dan sanitasi dilakukan setiap hari, khususnya sanitasi. Pembersihan seluruh ruangan dilakukan tiga hari sekali, sedangkan pencucian peralatan dilakukan setiap hari setelah digunakan. Penanggung jawab pengolahan belum memiliki kualifikasi dalam bidang dairy food tetapi kegiatan pengawasan terus dilakukan secara berkala. Penentuan kesesuaian penerapan GMP pada unit pengolahan kefir Gedono dinilai semua aspek GMP, tetapi lebih dipersempit lingkup pembahasannya. Tabel 4 menyajikan nilai rata-rata aspek GMP yang dibandingkan dengan standar penilaian. Data check list penilaian GMP dapat dilihat pada Lampiran 13.
60
Tabel 4. Penilaian Aspek GMP
1
Aspek Penilaian GMP Higien Personal
Hasil Penilaian Rata-Rata 2,2
2
Ruang Produksi
2
3
Fasiltas Sanitasi
2,18
Fasilitas santasi sudah memenuhi standar untuk skala unit pengolahan tetapi memerlukan perbaikan pada fasilitas mesin pengering tangan dan foot bath
4
Bangunan dan Ruangan
1,81
Bangunan dan ruangan unit pengolahan cukup memenuhi standar untuk GMP tetapi harus dilakukan banyak perbaikan pada penanganan dinding dan lantai yang masih memebentuk siku-siku, cat mangelupas dibeberapa tempat, ventilasi tidak dibuat di atas jendela tetapi ditempat lain, lampu harus berpenutup serta alur proses yang harus diperbaiki
5
Wadah dan Transportasi
2
Transportasi pengangkutan belum memenuhi standar untuk pengawasan suhu sehingga perlu perbaikan sarana pengontrol suhu, wadah yang digunakan didesain untuk mempertahankan suhu dan dalam keadaan terawatt
6
Ruang Penyimpanan
3
7
Pemeliharaan dan Pengawasan
2,71
Prinsip penyimpanan sesuai dengan sistem FIFO yaitu sudah ada pemisahan bahan berbahaya, bahan baku dan bahan penunjang Pengawasan masih kurang pada distribusi produk akhir ke konsumen sehingga perlu peningkatan kewaspadaan terhadap kenaikan suhu dengan pengawasan secara efektif
Total keseluruhan
15,9
Rata – rata
2,27
No
Keterangan Higien personal dikategorikan masih sesuai dengan standar tetapi perlu dilakukan perbaikan khususnya penggunaan masker dan foot bath sebelum melakukan pekerjaan Ruang produksi memerlukan perbaikan pada sistem penataan ruang, pengadaan foot bath, produk yang berceceran dilantai segera dibersihkan dan tidak ada lagi aktivitas lain pada ruang produksi.
Nilai rata-rata kesesuaian GMP pada unit usaha pengolahan kefir telah memenuhi standar GMP untuk skala pengolahan industri kecil tetapi harus dilakukan perbaikan beberapa aspek khususnya ruangan dan banguan, sarana transportasi dan perbaikan ruang produksi dari pihak Gedono
Standar Penilaian 3 : Sesuai dengan standar 2 : Masih sesuai dengan standar tetapi memerlukan sedikit perbaikan. 1 : Tidak dilakukan sesuai standar tetapi dapat langsung diperbaiki 0 : Tidak dilakukan sesuai standard an harus diperbaiki
61
Standard Sanitation Operational Procedures Standard Sanitation Operational Procedures (SSOP) dari FDA digunakan untuk membandingkan proses sanitasi yang diterapkan oleh unit pengolahan kefir Gedono meliputi delapan kunci persyaratan sanitasi yaitu keamanan air; kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi silang; menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahanbahan kontaminan; pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toxin yang benar; pengawasan kondisi kesehatan personil; menghilangkan pest dari unit pengolahan. Analisis SSOP dapat dilihat pada Tabel 5. SSOP merupakan pedoman secara manual mengenai prosedur yang dilakukan untuk menjaga setiap proses produksi tetap higienis. Hasil kajian terhadap penerapan SSOP secara umum sudah berjalan dengan baik karena pihak unit pengolahan kefir Gedono sangat disiplin pada tata tertib yang berlaku, kebersihan dan keseriusan kerja. Berikut hasil analisis terhadap delapan aspek SSOP yang dibandingkan dengan standar menurut FDA. Keamanan Air Sumber air yang digunakan adalah mata air pegunungan yang telah diuji laboratorium secara berkala oleh lembaga swasta, sehingga kualitas air yang digunakan untuk pengolahan adalah kualitas air minum. Pencegahan Kontaminasi Silang Pekerja unit pengolahan kefir Gedono menjaga kebersihan badan, mengenakan pakaian kerja dan perlengkapan yang benar ditempat kerja (hairnet, ikat kepala, topi, penutup janggut, dan penahan rambut) dan apron digunakan saat pengemasan agar mengurangi jumlah cemaran didalam ruang steril. Bahan baku, bahan penunjang dan bahan toksik diempatkan terpisah. Bahan-bahan yang berbahaya tidak terdapat dalam ruang produksi atau keempat ruang yang ada tetapi terpisah dari bangunan utama. Desain ruangan belum berfungsi untuk mengurangi kontaminasi silang bahan, karena masih terdapat kegiatan yang dilakukan pada ruangan yang sama. Pihak unit pengolahan kefir Gedono harus lebih memperhatikan hal ini karena akan menyebabkan timbulnya kontaminasi silang antara bahan baku dan produk akhir atau bahan berbahaya.
62
Tabel 5. Hasil Analisis Terhadap Aspek SSOP Aspek SSOP
Pedoman SSOP menurut (FDA)
Kondisi Industri
Keamanan air
Sarana penyediaan air dan sumber air dalam kondisi baik Air yang digunakan adalah mata iar pegunungan yang telah lolos uji laboratorium yang secara air untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih, air tidak berkala diuji setiap enam bulan sekali untuk konsumsi dan tidak kontak dengan makanan mempunyai sistem terpisah dengan air minum Kualitas air untuk pengolahan sama dengan kualitas air minum
Kebersihan permukaan yang kontak dengan produk
Permukaan yang kontak dengan makanan yang digunakan Secara umum peralatan yang digunakan terbuat untuk produksi dan menahan produk pangan dengan dari stainless steel kelembaban rendah harus dalam keadaan kering, kondisi Peralatan telah disterilisasi saat digunakan sanitizer saat digunakan, saat permukaan dibersihkan dalam Belum ada standar baku penggunaan sanitizer pada kondisi basah harus disanitasi dan dikeringkan permukaan yang kontak dengan produk Semua peralatan dan perlengkapan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah karat, inert (tidak bereaksi) dan tidak menyerap Barang sekali pakai harus disimpan ditempat yang sesuai Bahan sanitasi harus aman dan cukup dibawah kondisi penggunaannya
Pencegahan kontaminasi silang
Penyimpanan bahan baku, bahan penunjang dan bahan Penggunaan pakaian khusus saat bekerja, apron berbahaya hendaknya terpisah digunakan saat pengemasan agar mengurangi jumlah cemaran dalam ruang steril Perancangan tata letak pabrik harus mencegah kontaminasi silang Penempatan bahan baku, bahan penunjang dan bahan tokdik sudah terpisah Menjaga kebersihan badan, mengenakan pakaian kerja, perlengkapan yang benar dan hanya ditempat kerja (hairnet, ikat kepala, topi, penutup janggut, dan penahan rambut
63
Aspek SSOP Fasilitas sanitasi
Pedoman SSOP menurut (FDA)
Kondisi Industri
Penyediaan air harus cukup untuk operasi yang diharapkan dan Lokasi toilet tidak terdapat pada bangunan pokok diperoleh dari sumber yang cukup dan pelengkap. Pembuangan kotoran harus terbuat dari system pembuangan Wastafel terdapat pada ruang produksi dan yang cukup untuk membuang kotoran melalui alat lain pengemasan Menyediakan toilet yang cukup untuk pekerja Sumber air dianggap berlebih Penyediaan fasilitas pencuci tangan, alat pengering, bahan pembersih dan sanitasi yang efektif
Perlindungan dari Kontaminan
Ventilasi yang cukup atau peralatan lain (kipas angin, blower) Penyimpanan bahan dan alat menggunakan system untuk mengurangi uap air dan bau yang dapat mencemari palet, sehingga tidak bersinggungan dengan lantai produk atau bahan Setiap bahan dan alat diletakkan terpisah dan Terdapat kasa penyaring untuk mencegah masuknya hama tertutup
Pelabelan dan Penyimpanan
Komponen toksik, bahan sanitasi, dan bahan kimia pertisida harus dapat dikenali, dikendalikan dan disimpan dengan cara diberi label agar dapat terlindung dari kontaminasi terhadap produk, permukaan yang kontak dengan produk dan bahan pengemas dan diberi petunjuk pemakaian Proses pengisian, perakitan, pengemasan dan operasi lainnya harus berjalan sedemikian rupa sehingga melindungi produk dari kontaminasi
Kontrol Kesehatan pekerja
Setiap pekerja harus menjalani tes kesehatan atau pemerikasaan Tes kesehatan dilakukan secara berkala setiap tiga yang menunjukkan adanya penyakit, luka yang terbuka, infeksi, bulan sekali dan bentuk abnormal lain yang dapat menyebabkan Jika ada pekerja yang sakit (kecuali flu) atau kontaminasi mokrobiologi terluka maka pekerja akan diliburkan
Pencegahan Hama
Tidak diperbolahkan ada hama disemua area industri mencakup Memasang insect dan mouse trap prosedur pencegahan, pemusnahan, serta penggunaan bahan Memasang kawat kasa pada ventilasi kimia untuk mengendalikan hama
Penyimpanan bahan sudah dilakukan dengan pendaftaran bahan dan label sesuai dengan suplier Sedikit terdapat bahan berbahaya sebagai kontaminan
64
Permukaan yang Kontak dengan Pangan Secara umum peralatan yang digunakan terbuat dari stainless steel dan plastik yang food grade sehingga lebih aman dan mudah dalam pembersihan. Sebelum digunakan, peralatan disterilisasi sehingga aman dan higienis saat digunakan. Penggunaan sanitizer dan air panas pada permukaan yang kontak akan memberikan shock thermal terhadap bakteri patogen. Belum ada standar baku penggunaan sanitizer pada permukaan yang kontak dengan produk, hal ini akan berbahaya mengingat sifat dari produk susu mudah rusak dan mudah menyerap bau. Bahan pengemas yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi dengan alkohol 70% lalu dikeringkan dalam ruang steril, hal yang sama berlaku untuk tutup botol. Masa berlaku botol dan tutup botol adalah tiga hari setelah sterilisasi, jika lewat dari masa yang ditentukan akan dilakukan sterilisasi ulang. Botol disimpan dalam kotak plastik yang telah diberi alkohol (steril). Fasilitas Sanitasi Sanitasi yang berkaitan dengan toilet terjaga, karena terpisah dari area produk yang terletak di area tempat tinggal para pekerja. Lokasi toilet tidak terdapat pada bangunan pokok dan pelengkap sehingga dapat mengurangi sumber kontaminan. Wastafel yang terdapat dalam ruang produksi dan pengemasan dilengkapi dengan bahan sanitizer, lap pengering dan tempat sampah yang terletak di luar ruangan produksi atau pengemasan. Sumber air untuk sanitasi dianggap cukup dengan adanya water treatment pada unit pengolahan. Proteksi dari Bahan Kontaminan Sumber kontaminasi dapat berupa kontaminan fisik, kimia dan mikrobiologi. Secara fisik misalnya kayu, serpihan plastik, daun, tanah dan batu. Ventilasi yang cukup atau peralatan lain (kipas angin, blower) dapat mengurangi uap air dan bau yang dapat mencemari produk atau bahan. Harus terdapat kasa penyaring untuk mencegah hama masuk ke dalam ruang produksi. Setelah proses produksi, ruangan akan dibersihkan dan dilap hingga kering agar tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi sumber kontaminan. Pencemaran tersebut akan mengurangi keamanan pangan produk akhir jika tidak dicegah terlebih dahulu.
65
Pelabelan dan Penyimpanan Bahan baku, bahan penunjang, bahan pengemas, dan peralatan yang masuk dan keluar dilakukan pendataan dengan sistem pelabelan sehingga lebih mudah dikontrol. Penyimpanan bahan baku dan peralatan menggunakan sistem palet, sehingga tidak bersinggungan dengan lantai. Setiap bahan dan alat diletakkan terpisah dan tertutup. Menurut Peleg (1995) sistem palet yang digunakan pada unit usaha ini adalah palet dua arah dengan satu tumpukan kayu dan satu balok. Palet akan efektif jika digunakan untuk bahan yang tidak terlalu berat dan penyimpanan yang tidak lama. Kesehatan Pegawai Secara berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja oleh unit pengolahan. Kegiatan ini merupakan kebutuhan untuk menjamin proses produksi berlangsung higienis dan menghasilkan waktu kerja yang efektif. Pekerja yang sakit tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas produksi karena dianggap akan mengganggu dan mengkontaminasi produk. Jika terjadi luka yang tidak berbahaya akan ditutup dengan plester anti bakteri. Pencegahan Hama atau Pest Control Pencegahan hama yang dilakukan unit pengolahan kefir Gedono adalah memasang insect dan mouse trap serta memasang kawat kasa pada ventilasi untuk menghalangi serangga masuk ke dalam ruangan. Unit pengolahan kefir Gedono merupakan daerah pegunungan yang masih terdapat hutan budidaya sehingga amcaman hama merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Deskripsi Produk Pemenuhan persyaratan HACCP adalah deskripsi produk. Informasi ini mencakup perincian informasi lengkap mengenai produk: komposisi, sifat fisik kimia, pengemasan, penyimpanan, daya tahan, cara distribusi, produsen, batch produksi, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa. Deskripsi produk Kefir Gedono dapat dilihat pada Tabel 6.
66
Table 6. Deskripsi Produk Kefir Keterangan
Spesifikasi
Nama dagang/produk
Kefir Gedono
Alamat Komposisi
Standar SNI
Weru RT. 19 / 08 Jetak Getasan – Kab.Semarang Susu sapi, gula, essens, starter kefir, selai buah asli, pewarna makanan Sesuai badan POM Botol 4 minggu setelah produksi (suhu penyimpanan di refrigerator (4-7 °C) Retail dan pemesanan Disimpan dalam Cool box dan diberi es batu agar suhu tetap di bawah 7°C SNI yoghurt 01-2981-1992 dan literatur
Persyaratan pelanggan
Umum (kecuali balita)
Instruksi pelabelan Tipe pengemasan Tgl kadaluarsa (suhu penyimpanan) Model penjualan Cara distribusi
Berdasarkan deskripsi produk, kefir Gedono telah memenuhi syarat untuk dipasarkan. Produk telah lolos uji oleh instansi swasta dan sesuai dengan standar yang ditentukan untuk produk fermentasi berdasarkan CAC (2003). Kelemahan label pada produk adalah belum terdaftar dalam instansi resmi pemerintah yang menangani masalah registrasi produk makanan. Hal ini perlu upaya dan syaratsyarat tertentu untuk mendapatkan Makanan Dalam (MD). Kefir Gedono merupakan produk asal susu yang memerlukan penangan serius dalam pengolahan untuk mendapatkan ijin resmi. Standar resmi pemerintah, dalam hal ini adalah SNI untuk kefir belum diterbitkan, oleh karena itu standar yang digunakan mengacu pada standar Codex Alimentarius Commite (CAC 2003). Diagram Alir Kegiatan pengolahan harus terstruktur atau terdapat manual Standard Operational Procedure (SOP) dengan kegiatan pengawasan yang yang berkala. Tahap ini adalah tahap penyusunan diagram alir proses produksi. Proses pengolahan di unit usaha pengolahan kefir Gedono dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 9-11. Terdapat tiga diagram alir dalam unit pengolahan kefir Gedono yaitu diagram alir pembuatan kefir, diagram alir pembuatan biji kefir dan diagram alir pembuatan selai. Ketiga diagram alir ini ditemukan pada saat proses produksi dengan waktu
67
yang berbeda untuk setiap proses. Setiap tahap dalam diagram alir dilakukan pada ruangan yang sama kecuali pada tahap pengemasan. Proses yang memerlukan inspeksi dan membuat keputusan adalah tahap yang harus diperhatikan dengan serius oleh unit pengolahan karena akan mempengaruhi kualitas produk yang akan dihasilkan. Berikut proses pembuatan kefir dapat dilihat pada Gambar 10. Proses Pembuatan Kefir Penerimaan Susu segar Uji Kualitas
Inspeksi Memerlukan keputusan
Pemanasan awal 35°C dan separasi
Proses
Pasteurisasi suhu 90°C (30 menit) Penambahan Skim milk 2,5%
Proses
Penurunan suhu ( ±26°C)
Proses
Inokulasi starter 5% Inkubasi suhu ruang ±26°C (18 - 24 jam)
Proses,inspeksi
Proses,inspeksi
Penyimpanan dingin 5°C
Penyimpanan
Penambahan flavour
Bahan masuk
Pengemasan aseptis
Proses,inspeksi
Penyimpanan dingin 5°C Distribusi
Penyimpanan
Transpotasi
Gambar 10. Diagram Alir Pembuatan Kefir
68
Proses pengolahan kefir pada diagram alir sesuai dengan acuan pengolahan menurut Rahman et al. (1992). Penambahan susu skim dilakukan pada awal proses pasteurisasi, hal ini sesuai menurut Buckle et al. (1985), dimana penambahan susu pasteurisasi pada produk fermentasi dapat dilakukan diawal atau diakhir pasteurisasi sebanyak 3-5%. Menurut Irigoyen et al. (2006) persentase penggunaan starter untuk fermentasi kefir adalah 1-5%. Jumlah starter yang digunakan akan mempengaruhi viskositas, jumlah kapang dan khamir serta pH. Proses Pembuatan Starter Susu segar Separasi Pasteurisasi vakum ±5 menit pada suhu 100°C
Pendinginan hingga suhu±26°C
Penambahan biji kefir
Inkubasi pada suhu ruang ±26°C
Inspeksi Memerlukan keputusan Proses Proses
Penyimpanan
Inspeksi, proses
Proses
Penyimpanan dingin 4°C
Penyimpanan
Penyaringan dan pemisahan biji kefir
Inspeksi, Mengambil keputusan
Penyimpanan dingin 4°C
Penyimpanan
Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Biji Kefir Starter kefir yang telah dibiakkan dalam media susu steril kemudian dituang di atas saringan plastik. Aquades yang telah disiapkan kemudian dituang sedikit demi sedikit untuk menghilangkan larutan susu dan memisahkan biji kefir. Bila sudah terbentuk bulir-bulir, maka dapat dibalik menggunakan sendok plastik steril. 69
Aquades tetap disiramkan agar larutan susu dan biji kefir memisah sempurna. Biji kefir yang tersaring dapat disimpan dalam botol selai steril didalam refrigerator. Proses pengolahan biji kefir ini sesuai menurut Surono (2004). Proses pengolahan biji kefir dapar dilihat pada Gambar 11. Proses Pembuatan Selai Buah Buah segar Dihaluskan dengan Food Processor
Penambahan gula 1 : 2 (buah : gula) Pemasakan pada suhu 80°C hingga tidak berbuih dan meluap Pendinginan dan penyimpanan
Proses, inspeksi Proses
Bahan masuk
Proses, inspeksi Penyimpanan
Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Selai Menurut SNI (1995) selai buah adalah produk makanan semi basah, dibuat dari pengolahan bubur buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Proses pengolahan selai buah telah mengacu pada SNI yaitu telah mendapat nomor MD dari Departemen Kesehatan yaitu PIRT 108332201014, untuk industri rumah tangga. Proses pembuatan selai dapat dilihat pada Gambar 12. Analisis Bahaya Kegiatan analisis bahaya yang dilakukan yaitu mendata semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap tahapan proses, mulai dari penerimaan bahan baku, selama proses, hingga distribusi ke tangan konsumen. Kemungkinan bahaya yang ditimbulkan yaitu bahaya kimia, fisik dan mikrobiologi. Menganalisis bahaya untuk mengidentifikasikan jenis bahaya yang memerlukan penghilangan atau pengurangan dan menetapkan jenis tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya. Analisis bahaya proses pengolahan kefir dapat dilihat pada Lampiran 1.
70
Tabel 7. Analisis Critical Control Point TAHAPAN PROSES
BAHAYA
SUMBER BAHAYA
1. Penerimaan bahan baku utama, bahan penunjang dan bahan pengemas kefir pada saat Susu segar Biologi (mikroorganisme : E. Kontaminasi pemerahan, penanganan susu colli, pasca pemerahan, pekerja, S. aureus, B. cereus, Salmonella sp, udara, saat pengujian sampel dan alat Enteropathoge-nic Fisik : kotoran sapi, bulu, kayu, debu, tanah, logam, batu
Gula
Kontaminasi pemerahan
pada saat
Kimia : antibiotik, aflatoxin dan Pemberian antibiotik, hormon pestisida. pertumbuhan obat-obatan dan pakan Biologi berupa: Kontaminasi dari supplier, pekerja dan mikroorganisme pembentuk handling spora (Bacillus cereus, penyimpanan Clostridium perfringens), serangga Fisik : benang, rambut, bangkai serangga, logam (timbal, timah, Kontaminasi dari supplier, handling pekerja dan tembaga )
PENILAIAN RESIKO
PENCEGAHAN
Kaparahan
Peluang
Faktor Resiko
T
S
T
Penyimpanan pada suhu rendah, mempercepat proses pengujian sampel
R
S
R
Penyaringan, mempercepat pengujian sampel
S
T
T
Melakukan kimia
S
R
R
Jaminan supplier pemilihan supplier
R
T
S
Jaminan supplier dan pemilihan supplier dan pengujian kandungan
pengujian
71
dan
TAHAPAN PROSES
Selai buah
Flavor
Bahan pengemasan
2. Separasi
3. Penambahan susu skim
BAHAYA
SUMBER BAHAYA
Penyimpanan Biologi berupa mikroorganisme Kontaminasi saat pengolahan selai (kapang, khamir dan koliform) Kontaminasi saat pengolahan Fisik berupa: tangkai buah, selai kayu, logam dan kerak Kontaminasi saat pengolahan Kimia berupa cemaran logam (timbal, tembaga, seng dan timah),pewarna, pengawet dan pemanis buatan Biologi berupa mikroorganisme Kontaminasi dari supplier Fisik berupa logam
PENILAIAN RESIKO
PENCEGAHAN
Kaparahan
Peluang
Faktor Resiko
R
R
R
R
R
S
R
R
R
R
T
S
Biologi berupa mikroorganisme berspora (Bacillus, Clostridium, kapang dan khamir) Biologi berupa mikroorganisme (thermodurik, kapang dan khamir) Fisik berupa debu, serangga, daun dan kayu
Kontaminasi dari supplier, tempat penyimpanan dan pekerja
S
R
R
Suhu saat pemanasan awal, waktu, kondisi ruangan
S
S
T
S
S
T
Biologi : mikroorganisme pembentuk spora (Bacillus cereus, Clostridium perfringens, koliform, kapang dan khamir) Fisik : rambut, guntingan plastik
Kontaminasi dari supplier, alat dan pekerja
S
R
S
Kontaminasi dari penyimpanan, pekerja saat pengolahan
S
S
T
logam
Pengolahan yang sesuai dan memperhatikan aspek sanitasi serta alternatif supplier lain dan pengujian mikroorganisme
Adanya jaminan dari supplier serta alternatif supplier lain, pengujian kandungan logam Menjaga kondisi penyimpanan tetap kering, menerima kemasan yang masih tersegel. Pengawasan terhadap suhu, waktu, sterilisasi ruangan dan peralatan serta menggunakan penutup saat pemanasan awal atau separasi Penerapan SSOP dengan benar, jaminan supplier dan pemilihan supplier Pengawasan saat bekerja dan pakaian kerja yang benar
72
TAHAPAN PROSES
BAHAYA
SUMBER BAHAYA
PENILAIAN RESIKO Kaparahan
4. Pasteurisasi 85oC, 30 menit
Biologi : mikroorganisme Suhu dan waktu pemanasan patogen (Salmonella, yang tidak tepat. Enteropathoge-nic E. coli)
Faktor Resiko
R
T
S
Waktu penurunan suhu yang terlalu lama dan spora bakteri yang telah bergerminasi
T
R
S
Kondisi ruangan yang terbuka, kontaminasi alat dan pekerja
T
T
T
Menerapkan SSOP dengan benar, pengawasan pekerja, tidak menutup pintu dan jendela
Suhu dan waktu yang kurang tepat
R
T
S
Mengontrol suhu dan waktu
Kontaminasi saat mengeluarkan kefir, alat dan pekerja dan lingkungan
S
R
R
Menerapkan SSOP dengan benar khususnya sanitasi pekerja
rambut,
Kontaminasi dari alat dan pekerja
S
T
S
Biologi berupa: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus Fisika berupa: debu, rambut, logam
Kontaminasi dari alat dan pekerja.
S
R
R
Menerapkan SSOP dengan benar memperbaiki cara pemindahan Menerapkan SSOP dengan benar
Kontaminasi dari alat dan pekerja
S
R
R
Biologi berupa:bakteri pembentuk spora, kapang dan khamir, mikroorganisme thermodurik 6. Inokulasi Biologi berupa: starter mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridium sp. Staphylococcus aureus, koliform, dan salmonella sp 7. Inkubasi pada Biologis : mikroorganisme suhu ruang kapang dan khamir, Bacillus sp, ±26°C (18 Clostridium sp. Staphylococcus 24 jam) aureus, koliform, dan salmonella sp 8. Penyimpanan Biologi berupa: dingin mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus 5. Penurunan suhu 26OC
Fisika berupa: debu, kayu 9. Penambahan flavor
Peluang
PENCEGAHAN
Pengawasan kecukupan waktu dan suhu, kalibrasi alat pengukur suhu, pengawasan kinerja alat pemanas. Mempercepat proses pendinginan
Menerapkan SSOP dengan benar Kelengkapan seragam
73
TAHAPAN PROSES
10. Pengemasan
BAHAYA
PENILAIAN RESIKO
PENCEGAHAN
Kaparahan
Peluang
Faktor Resiko
Biologis : mikroorganisme Kontaminasi dari kemasan kapang dan khamir, yang kurang steril, alat, Staphylococcus aureus, pekerja dan lingkungan. Clostridium sp dan Bacillus sp Fisika : debu, rambut.
T
R
S
S
R
R
Kimia : Alkohol
Kontaminasi dari kemasan yang kurang steril, alat, pekerja dan lingkungan serta kemungkinan residu dari alcohol
T
S
S
Fluktuasi suhu refrigerator
R
R
R
Kondisi kendaraan yang digunakan, fluktuasi suhu, kontaminasi dari wadah
S
R
R
Biologi berupa: mikroorganisme kapang,khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp dan Bacillus sp 12. Distribusi Biologi : microorganisme dingin dan kapang dan khamir, retail Staphylococcus aureus, Clostridium sp dan Bacillus sp 11. Penyimpanan dingin
SUMBER BAHAYA
pekerja Menerapkan SSOP dengan benar
Menerapkan SSOP dengan benar Khususnya kelengkapan seragam Menggunakan cara sterilisasi yang lain Pengawasan suhu refrigerator, serta kestabilan aliran listrik.
Pengawasan terhadap suhu kendaraan, kemasan tertutup rapat dan SSOP untuk wadah dan alat transportasi
74
Penetapan Critical Control Point Diagram alir pembuatan kefir dapat dianalisa untuk mengetahui Critical Control Point (CCP) sebagai data untuk mengetahui penerapan GMP dan SSOP. Titik kendali kritis atau CCP adalah suatu langkah pengendalian suatu titik, tahapan atau prosedur dari suatu proses yang dapat dilakukan dan perlu sekali diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan atau mengurainya sampai pada tingkat yang dapat diterima (SNI, 1998). Penetapan CCP dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis CCP bertujuan untuk mengetahui proses yang potensial yang menimbulkan bahaya fisik, kimia dan biologi berdasarkan peluang timbulnya bahaya tersebut serta tingkat keparahan yang ditimbulkan dari bahaya tersebut. Beberapa CCP dan ditemukan pada proses pengolahan kefir yaitu pada penerimaan bahan baku, penyaringan, inokulasi
dan distribusi. Penentuan CCP
tersebut menggunakan Decision Tree terdapat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. 1. Uji kualitas dinyatakan sebagai CCP karena pada tahap ini tidak dilakukan uji residu dan mikrobiologi, hanya dilakukan uji BJ, pH, organoleptik dan alkohol, karena belum tersedia sarana laboratorium untuk pengujian. Kualitas yang kurang baik karena mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Penerimaan bahan baku harus sesuai dengan standar yang berlaku untuk menjamin keamanan dan mutu produk. 2. Pemanasan awal dikategorikan sebagai CCP karena dilakukan diruangan terbuka menggunakan panci yang tidak ditutup. Kontaminasi mikroorganisme yang mungkin terjadi adalah dari udara dan perlakuan pemanasan yang terus menerus tanpa mengganti panci. Kontaminasi silang dapat terjadi antara susu dan peralatan sanitasi yang terletak tidak jauh dari tempat pemanasan. 3. Separasi dilakukan diruangan produksi secara terbuka dan tidak ada perlakukan untuk mengurangi bahaya. Hal ini akan mengakibatkan kualitas produk menurun dan terjadi kerusakan produk setelah pasteurisasi. Separasi digolongkan sebagai CCP. Tujuan dari separasi adalah untuk mengurangi kandungan lemak, tetapi membahayakan komponen lain seperti protein dan asam lemak yang diinginkan. Kontaminasi utama yang terjadi pencemaran udara karena ruangan terbuka sehingga terjadi kontaminasi.
82
4. Inokulasi teridentifikasi sebagai CCP karena kegiatan dilakukan didalam ruang produksi terbuka tanpa ada perlakukan pencegahan kontaminasi. Kontaminasi yang terjadi adalah mikrobiologi dari udara karena pintu dalam keadaan terbuka. Setelah penurunan suhu, susu tidak dipindahkan ketempat lain tetapi tetap di dalam perteurizer. 5. Pengemasan termasuk didalamnya adalah penambahan flavor dinyatakan sebagai CCP karena masih dilakukan secara manual walaupun ruangan yang digunakan dalam kondisi steril tetapi terdapat kegiatan pekerja yang keluar masuk ruangan yang tidak terkontrol serta kontaminasi silang antara produk dan penyaringan biji kefir secara bersamaan. Saat pengemasan tutup botol yang digunakan merupakan CCP karena tutup tersebut mempunyai ruang-ruang kecil yang sulit dijangkau oleh tangan sehingga tidak tersanitasi dengan sempurna. 6. Proses distribusi dikategorikan sebagai CCP karena selama perjalanan produk hanya menggunakan cooler box dengan penambahan ice block agar kefir tetap dingin. Pengelola tidak melakukan pengecekan suhu dalam cool box. CCP yang teridentifikasi merupakan akibat dari kurangnya sarana yang memadai untuk proses produksi dan poses pengolahan. Batas Kritis Batas kritis merupakan batas toleransi yang harus dipenuhi atau dicapai untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan dapat mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi secara efektif. Batas kritis untuk susu segar adalah TPC 106 cfu/ml, Salmonella negatif, E. coli negatif, colifom 20/ml, Streptococcus negatif, Staphylococcus aureus 102 cfu/ml, warna, bau, rasa dan kekentalan tidak berubah. Batas kritis kimia susu segar adalah BJ pada suhu 27,5°C minimal 1,028, kadar lemak minimal 3%, kadar SNF minimal 8%, kadar protein minimal 2,7%, derajat asam 6-70 SH, uji alkohol 70% negatif, uji katalase maksimal 3 cc, angka refraksi 3638, angka reduktase 2-5 (jam) dan tidak ada residu (SNI, 1992). Tahap penyaringan dan inokulasi harus ditempat steril dan tidak boleh kontak terlalu lama dengan udara. Proses distribusi harus mempertahankan suhu 4-7 °C dengan keadaan kemasan tersegel. Toleransi yang diijinkan adalah SOP yang digunakan harus sesuai keadaan lapangan sehingga kontaminasi dapat di kurangi.
83
Monitoring batas kritis bertujuan membantu dan mengendalikan proses, menentukan apakah terjadi hilang kendali dan penyimpangan CCP serta menyediakan dokumentasi tertulis yang dapat digunakan untuk klarifikasi dalam menetapkan prosedur pemantauan CCP. Monitoring dilakukan secara visual dengan pencacatan berkala. Proses monitoring pada penerimaan susu segar yaitu pengecekan suhu dan uji alkohol, pemeriksaan BJ dan lemak. Tahap inokulasi dilakukan monitoring pada pengecekan persentase starter yang digunakan dengan tujuan pengendalian fermentasi. Tindakan koreksi dilakukan jika pada tahap monitoring ditemukan adanya penyimpangan. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah menolak susu segar yang rusak, sterilisasi ruang pengemasan atau menghentikan proses produksi. Pihak Gedono akan menolak susu segar yang rusak, melakukan sterilisasi pada ruang pengemasan dan menghentikan proses produksi jika ditemui penyimpangan. Good Handling Practices (GHP) Penanganan bahan mentah, bahan penunjang, bahan pengemas dan produk kefir dilakukan secara teratur di bawah pengawasan penanggungjawab produksi. Proses penerimaan bahan mentah merupakan tahap handling yang harus diperhatikan karena seringkali suhu susu yang diterima mencapai 9°C, sehingga diperlukan proses penanganan secara cepat. Susu yang diterima langsung disimpan dalam refrigerator agar suhu bahan mentah kembali rendah. Sanitasi alat pendingin dan milk can dilakukan setiap hari dengan menggunakan desinfektan atau alkohol. Bahan penunjang yang diterima diidentifikasi tanggal kadaluarsa. Tanggal masuk dan penyimpanan sesuai sistem FIFO. Bahan penunjang disimpan dalam ruang bahan makanan dan label. Identifikasi juga dilakukan pada bahan pengemas dan disimpan dalam ruang penyimpanan perlatan plastik. Ruang penyimpanan dilengkapi dengan ventilasi dan penerangan. Frekuensi pembersihan dan penataan ulang dilakukan pada saat bahan masuk. Pengawasan dilakukan setiap hari untuk mengetahui kerusakan atau masuknya hama serangga. Produk akhir disimpan dalam refrigerator sebelum distribusi. Penanganan yang dilakukan adalah kontrol suhu (4°C) dan penyimpangan kefir (terbentuknya whey). Pembersihan alat pendingin dilakukan setelah produk dikeluarkan untuk didistribusi. 84
Good Transporting Practices (GTP) Good Transporting Practices pada unit pengolahan kefir Gedono tidak mencakup transportasi bahan mentah karena para pemasok langsung mengantar susu ke unit pengolahan. Transportasi yang dimaksud adalah transportasi untuk distribusi produk kefir ke tangan pelanggan. Proses distribusi ini perlu dikaji ulang karena belum memenuhi syarat-syarat pendistribusian produk yang benar. Syarat wadah dan alat transportasi untuk produk pangan sesuai dengan FDA (1997) yaitu: 1. Kondisi wadah dan alat transportasi
Kendaraan tidak mencemari produk, mudah dibersihkan, dan melindungi produk dari kontaminasi. Kendaraan tidak dilengkapi AC, peralatan pengecekan suhu dan kelembaban.
Cool box yang digunakan harus dalam keadaan baik yaitu dapat tertutup dengan rapat, tidak berbau, bersih, mudah dalam pengangkutan dan dilengkapi ice block yang berfungsi mempertahankan suhu yang diinginkan hingga produk sampai ke tujuan.
2. Pemeliharaan wadah dan alat transportsi
Pemeriksaan dilakukan secara berkala oleh penanggung jawab
Pembersihan kendaraan dilakukan secara rutin setiap hari pada bagian dalam kendaraan bebas dari debu, sampah dan kotoran lain. Kegiatan pembersihan yang dilakukan yaitu pencucian bagian dalam kendaraan dengan deterjen meliputi bagian alas, dinding dan kaca kendaraan, bagian dalam kendaraan harus dipastikan kering tidak ada genangan air setelah pencucian serta frekuensi pembersihan kendaraan dilakukan setiap hari setelah melakukan kegiatan distribusi
Pembersihan cool box sebagai wadah transportasi dilakukan secara rutin setiap hari setelah digunakan terutama bagian dalam cool box yang harus bebas dari debu, kotoran, mikroorganisme dan bau
Kegiatan pembersihan yang dilakukan pencucian bagian dalam dan luar cool box dengan kain basah dan deterjen, air panas, alkohol dan lap kering. Penyimpanan cool box bersama peralatan yang lain
Frekuensi pembersihan cool box dilakukan setiap hari setelah cool box digunakan. Perawatan kendaraan tansportasi dilakukan oleh karyawan
85
distribusi dan perbaikannya dilakukan oleh bagian perbengkelan. Perawatan yang dilakukan meliputi perawatan mesin, perawatan bagian kendaraan seperti pintu, kaca jendela dan alas kendaraan agar tidak terdapat lubang. Verifikasi SSOP dan GMP Verifikasi merupakan cara untuk mengetahui efektivitas penerapan GMP dan SSOP pada suatu pengolahan industri makanan. Pelaksanaan sanitasi dapat diinpeksi secara langsung pada saat proses pengolahan berlangsung maupun setelah proses produksi. Verifikasi sanitasi meliputi sanitasi pekerja, ruang pengolahan dan peralatan. Pengujian secara organoleptik, ATP Bioluminesen, dan uji mikrobiologi dilakukan untuk melihat efektivitas penerapan sanitasi terhadap mutu produk yang dihasilkan. Persentase penilaian terhadap aspek SSOP yang didata setiap hari pada unit usaha dapat dilihat pada Table 8, sedangkan check list harian sanitasi SSOP dapat dilihat pada Lampiran 5. Table 8. Penilaian terhadap Aspek SSOP No 1
Aspek SSOP Higien personel atau karyawan
2
Sanitasi ruang produksi
3
Sanitasi peralatan
Keterangan
Persentase 72,17%
61,17%
100%
Keterangan Sanitasi untuk higien personel yang dilakukan sebesar 72,17%, maka dikatergorikan dalam keadaan baik dalam penerapannya. Perbaikan kualitas sanitasi terutama pada penggunaan masker, foot bath, tidak menggunakan jam tangan serta tidak melakukan aktivitas minum. Sanitasi ruang prduksi yang tidak terjaga karena selama kegiatan magang ditemukan produk akhir atau bahan baku yang sering berceceran dilantai, adanya aktvitas selain produksi, pintu dalam keadaan terbuka selama proses produksi, pernah ditemukan lalat serta tempat sampah yang tidak berpenutup. Sanitasi ruang produksi dikategorikan baik dengan persentase 61,1% Sanitasi perlatan dikategorikan sangat baik karena pihak unit usaha mengusahakan kondisi peralatan tetap steril.
: 0 – 25% : sangat buruk, : 25 – 50% : cukup baik, : 50 – 75% : baik, : 75 – 100% : sangat baik
86
Analisis Sanitasi Pekerja Pekerja yang menangani produk dalam unit usaha pangan merupakan sumber kontaminan penting, karena kandungan mikroba pathogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan lewat produk (Jenie, 1987). Selama proses produksi pekerja mempunyai seragam atau pakai khusus dilangkap dengan hairnet, apron anti air atau kain, sandal dan masker yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi terhadap produk. Pekerja mempunyai dua jenis seragam kerja yang digunakan secara bergantian. Apron digunakan saat pengemasan atau pencucian perlatan sedangakan alas kaki berupa sandal digunakan untuk semua proses, sehingga tidak ada alas kaki khusus untuk pengolahan. Loker pakaian terletak terpisah dari bangunan utama. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan berkala. Hal ini untuk menjamin kualitas sanitasi selama proses produksi. Pekerja yang sakit tidak diperbolehkan untuk bekerja, kecuali luka kecil yang ditutup dengan plaster. Masih ditemukan pekerja yang tidak menggunakan masker atau apron jika pekerjaan yang dilakukan mempunyai sedikit waktu. Kegiatan makan tidak diperbolehkan selama bekerja, sedangkan minum diperbolehkan. Ketidakdisiplinan penggunaan masker dan apron karena pekerja tidak mengetahui cara pengolahan makanan yang baik. Unit pengolahan kefir Gedono berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang cara mengolah makanan yang baik melalui konsultasi dengan pihak luar atau mengikuti pelatihan-pelatihan. Analisis Ruang Pengolahan Ruang pengolahan merupakan ruang utama yang digunakan hanya untuk aktivitas penting yaitu pengolahan, namun banyak kegiatan yang dilakukan pada ruang pengolahan. Terdapat satu bangunan utama dan empat ruangan utama yang digunakan dalam memproduksi kefir. Secara umum urutan ruangan belum sesuai dengan alur proses dan masih simpang siur. Ruang pengolahan digunakan untuk proses pasteurisasi, inokulasi, inkubasi, pencucian peralatan dan sterilisasi, sedangkan ruang pengemasan hanya khusus untuk pengemasan dan penyimpanan produk sementara. Adanya berbagai proses dalam satu ruang akan meningkatkan resiko pencemaran dan kontaminasi silang terhadap produk. Sering terjadi adanya kegagalan produk kefir misalnya sineresis kefir yang berlebihan atau bau tengik setelah proses fermentasi. Desain ruangan belum sesuai untuk jumlah pekerja. 87
Analisis Peralatan Peralatan yang digunakan selama proses produksi dilakukan pembersihan, pencucian, sanitasi dan penataan peralatan setiap hari. Pencucian peralatan bahan plastik atau logam dibilas dengan air panas dari keran air panas dan dikeringkan. Sebelum digunakan alat-alat tersebut disterilisasi dengan cara merebus peralatan didalam air mendidih. Penyimpanan perlatan juga dibedakan berdasarkan sifat dang penggunaannya. Ruang penyimpanan alat digunakan untuk menyimpan peralatan yang digunakan selama proses produksi, untuk menjamin terjaganya sanitasi pada peralatan sehingga tidak mengkontaminasi produk. Peralatan yang digunakan tergolong aman dan memenuhi syarat higienis yaitu bahan plastik tahan panas dan asam dan stainless steel. Pengujian Produk Kefir Pengujian sampel dilakukan untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan SSOP melalui pengujian kualitas berdasarkan batas kadaluarsa yang diklaim oleh unit pengolahan. Hal ini akan memberikan hasil berupa kualitas produk yang sesuai dengan sistem pengolahan yang sederhana dan penerapan SSOP di unit pengolahan. Hasil pengujian akan dibandingkan dengan standar, sehingga dapat dinilai mutu produk kefir tersebut. Pengujian sampel kefir selama empat minggu atau 28 hari penyimpanan dengan tiga varian rasa dari produk kefir. Pengujian kualitas kefir yang dilakukan adalah untuk melihat persentase Total Asam Tertitrasi (TAT), protein, lemak, nilai viskositas dan pH. Kualitas mikrobiologi yang diuji yaitu TPC, khamir, koliform dan BAL. Uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis yaitu konsumen. Hasil pengujian dianalisis secara deskriftif untuk melihat perubahan yang terjadi dan dibandingan dengan standar yang berlaku. Hasil uji fisik dan kimia kefir dapat dilihat pada Tabel 9. Menurut CAC faktor komposisi dan kualitas kefir dipengaruhi oleh bahan mentah berupa susu dan starter yang digunakan, penambahan bahan yang diijinkan, komposisi yang digunakan dan proses pengolahan yang higienis dan aseptik.
88
Tabel 9. Hasil Uji Laboratorium Kefir Selama Penyimpanan Rasa Melon
Leci
Strowberi
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
% TAT 1,01 1,98 1,12 1,06 0,86 1,06 1,06 0,89 1,00 1,00 1,02 0,98
% Protein 3,59 3,40 3,10 2,89 2,90 2,60 2,10 1,98 3,91 3,06 3,10 2,89
% Lemak 2,00 2,04 2,60 3,00 2,25 2,30 2,30 2,80 1,36 1,87 2,90 2,70
Viskositas 4,0 3,8 3,8 3,5 3,58 3,5 3,3 3,1 4,0 3,8 3,5 3,5
pH 4,4 4,4 4,6 4,3 4,4 4,5 4,5 4,3 4,3 4,5 4,6 4,4
Menurut Codex Alementarius Comission, kefir mempunyai komposisi protein minimal 2,8%, lemak minimal kurang dari 10%, total asam tertitrasi minimal 0,6%, mikroorganisme starter kultur minimal 107 cfu/ml dan khamir minimal 104 cfu/ml (Codex., 2003). Pengukuran TAT berdasarkan jumlah hidrogen total dalam bentuk terdisosiasi atau tidak terdisosiasi sehingga semua asam yang dihasilkan dalam produk akan terukur. Metode ini dilakukan secara titrasi dengan menggunakan basa standar. Nilai TAT yang terukur selama penyimpanan berkisar 0,86-1,98 yang meningkat pada penyimpanan minggu kedua dan terus menurun hingga minggu keempat. Ketentuan nilai berdasarkan CAC (2003) adalah minimal 0,6% sehingga produk ini sesuai standar susu fermentasi. Kandungan awal susu yang digunakan akan mempengaruhi kadar lemak yang dihasilkan dalam produk. Susu yang digunakan dapat berupa susu penuh, susu skim dan susu low fat. Semakin baik kadar protein yang digunakan atau ditambahkan maka nilai kadar ptotein juga akan semakin baik sehingga mempengaruhi nilai gizi kefir. Kadar lemak kefir yang terukur yaitu 1,36 % - 3,00% dan produk yang baru memiliki kadar lemak 1,4% - 2,3%. Standar kadar lemak dari CAC (2003) yang berlaku untuk kefir yaitu dibawah 10% sehingga produk telah sesuai dalam standar. Kefir dengan kadar lemak 1,36 % - 3,00% lebih disukai oleh konsumen dan unit pengolahan tetap mempertahankan komposisi tersebut. Selama penyimpanan, lemak mengalami peningkatan kadar lemak karena adanya aktivitas enzim lipolitik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Lemak susu dapat dipecah oleh berbagai bakteri, khamir dan kapang. Perubahan yang mungkin terjadi pada lemak susu
89
misalnya
oksidasi
asam
lemak,
diikuti
dengan
dekomposisi
selanjutnya
menghasilkan aldehida, asam dan keton, sehingga menghasilkan perubahan rasa dan bau. Reaksi ini juga dirangsang oleh adanya logam, sinar dan mikroba (Rahman et al, 1992). Nilai kadar protein yang terukur yaitu 2,00-4,00% menurun selama penyimpanan. Produk kefir baru memiliki kadar protein yang tinggi berkisar 3,04,0% . Susu yang digunakan memiliki kadar protein yang baik serta adanya penambahan susu skim sebanyak 3%. Standar yang berlaku yaitu minimal kefir mengandung 2,8% protein sehingga jika dibandingkan produk kefir memiliki kadar protein yang cukup tinggi. Nilai pH merupakan salah satu faktor penting dalam produk pangan fermentasi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al, 1985). Nilai pH menunjukkan konsentrasi nyata H+ atau sama dengan negatif nilai logaritmik dari konsentrasi H+ dan tidak selalu berbanding terbalik dengan TAT. Berdasarkan standar CAC (2003) nilai pH untuk kefir yaitu 2,3 - 4,6. Produk kefir ini mempunyai nilai pH 4,4-4,6 selama penyimpanan mengalami peningkatan pada minggu ketiga dan rendah pada minggu pertama yaitu 4,3-4,4. Jika dibandingkan dengan standar CAC maka produk kefir mendekati nilai standar. Nilai viskositas selama penyimpanan yaitu 3,1-4 dPa.S dengan rata-rata nilai tertinggi pada awal fermentasi dan terus menurun selama penyimpanan. Nilai viskositas pada kefir dipengaruhi oleh pemanasan dan persentase starter yang digunakan. Pengggunaan biji kefir sebanyak 5% akan berpengaruh pada tingginya jumlah yeast, bakteri asam asetat dan viskositas. Berbeda dengan yogurt yang viskositasnya makin meningkat selama penyimpanan, viskositas kefir justru menurun selama penyimpanan. Viskositas merupakan daya aliran molekul dalam sistem larutan. Pengukuran dengan viskometer berdasarkan ketahanan terhadap rotasi pengaduk atau silinder yang dicelupkan dalam bahan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi viskositas diantaranya pemanasan susu yang menyebabkan denaturasi protein hingga nantinya akan meningkatkan viskositas produk, jumlah laktosa susu dan protein dalam susu yang akan diubah menjadi asam laktat oleh bakteri (Rahman, 1985, Tamime dan
90
Robinson, 1989). Berikut komposisi susu fermentasi berdasarkan CAC (2003) pada Tabel 10. Tabel 10. Komposisi Susu Fermentasi Komponen Bahan kering Protein Lemak Laktosa Asam laktat Karbohidrat Nilai pH Derajat Keasaman (OSH) Kandungan Alkohol dalam Kefir dalam Koumiss (dalam kedua produk terkandung CO2)
Jumlah 14-18% 4- 6% 0,1-10% 2-3% 0,6-1,3% 5-25% 3,8-4,6 40-70 0,5-2% 2-3%
Pengujian produk secara mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui jumlah bakteri secara keseluruhan, bakteri asam laktat, kapang/khamir dan koliform yang terdapat dalam produk. Metode yang digunakan yaitu hitungan cawan, karena menurut Fardiaz (1992) metode ini paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik dengan alasan: 1) hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung. 2) beberapa jasad renik yang dapat dihitung 3) dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan pertumbuhan yang spesifik. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel tersebut dapat berkembang biak dan membentuk koloni. Bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel mikroorganisme per ml , dilakukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan dalam media agar cawan petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan dengan jumlah yang dapat dihitung dimana jumlah terbaik adalah 30-300 sel koloni (Fardiaz, 1992). Cara pemupukan yang digunakan adalah metode pour plate atau metode tuang. Fermentasi susu secara umum melibatkan metabolisme laktosa, disakarida 91
dalam susu menjadi asam laktat, oleh bakteri asam laktat terutama Lactococci dan Lactobacilli menjasi asam laktat. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menghasilkan susu fermentasi yang baik, yaitu susu segar bermutu tinggi, rendah kandungan bakterinya, dipasteurisasi secara tepat, menggunakan kultur starter yang aktif dan tepat, pendinginan yang cepat dan sanitasi proses yang baik. Penanganan kultur starter yang tepat dan ditambahkan kedalam susu yang bermutu, dibarengi dengan teknologi produksi yang tepat akan menghasilkan produk susu fermentasi yang stabil (Rahman, 1985). Menurut CAC (2003) jumlah TPC pada kefir minimal 10 7 cfu/ml sedangkan hasil uji pada produk yaitu 107-109 cfu/ml maka kualitas mikrobiologi produk cukup tinggi. Penggunaan biji kefir sebesar 5% akan mempengaruhi jumlah mikroba dalam produk karena konsentrasi awal yang tinggi akan membentuk koloni pertumbuhan bakteri yang tinggi pula. Jumlah bakteri yang diuji selama 28 hari dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Bakteri Kefir Selama Penyimpanan Rasa Melon
Leci
Strowberi
Minggu m1 m2 m3 m4 m1 m2 m3 m4 m1 m2 m3 m4
Bakteri
dalam
TPC BAL Kapang/Yeast Coliform (--------------------------------log cfu/ml--------------------------------) 7,38 7,71 4,33 <1 6,74 6,67 6,21 0,048 6,84 6,64 4,15 0,48 <1 5,46 6,34 4,32 <1 8,27 7,73 5,13 <1 7,00 6,43 6,44 <1 6,33 6,65 4,12 <1 6,54 6,44 4,25 <1 9,36 8,46 4,28 <1 8,16 7,20 6,05 <1 6,74 6,12 6,79 <1 5,22 6,03 4,12
produk
kefir
bersifat
heterofermentatif
yang
akan
menghasilkan alkohol dan CO2 . Kapang merupakan salah satu mikroflora alami yang terdapat dalam biji kefir dan produk kefir yang dihasilkan. Kapang hidup pada pH
rendah dengan aktivitas air tinggi dan kontaminan pada semua produk
fermentasi. Jumlah kapang berdasarkan CAC minimal 104 cfu/ml. Hasil pengujian menunjukkan jumlah kapang dan khamir berkisar 104-107 cfu/ml. Tingginya jumlah khamir karena adanya tambahan khamir dari selai buah yang ditambahkan dalam 92
produk yaitu 103 cfu/gram (SNI, 1995). Pertambahan jumlah khamir ini akan mempercepat proses pembentukan alkohol dan CO2. Produk yang baru terbentuk belum menghasilkan alkohol dan CO2 tetapi setelah penyimpanan. Bakteri asam laktat dan khamir bekerjasama secara mutualisme, dimana asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat lebih lanjut, akan dimanfaatkan oleh khamir . H 2O2 yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan disingkirkan oleh khamir. Selanjutnya khamir akan menghasilkan senyawa yang menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat. Khamir yang dihasilkan dari kultur yang dibiakkan dalam susu sapi lebih tinggi dua log dibanding dari sumber lain (Farnworth, 2005). Bakteri asam laktat yang terhitung dalam produk ini yaitu 10 6-108 cfu/ml dan tetap tinggi pada minggu keempat pengujian. Jumlah ini dipengaruhi oleh konsentrasi biji kefir yang ditambahkan dan ketersediaan laktosa pada produk. Kultur campuran dari bakteri asam laktat tidak hanya sebagai penghasil asam laktat tetapi juga pembentuk citarasa. Sumber komponen tersebut terutama diasetil dan asam volatil yang berasal dari asam sitrat dalam susu. Pengujian koliform juga dilakukan untuk melihat keefektifan sanitasi unit pengolahan yang telah dijalankan. Koliform merupakan bakteri yang menjadi indikator sanitasi. Kontaminasi silang dari bahan atau alat lain dan cara pengolahan yang tidak higienis akan meningkatkan jumlah bakteri koliform dalam produk. Bakteri ini tidak tahan pada pH dan aktivitas air rendah serta dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Koliform yang memproduksi gas lebih banyak akan menyebabkan kerusakan pada susu dengan memfermentasi gula menjadi asam laktat, etanol, asam asetat dan suksinat, CO2 dan H2. Uji Organoleptik Sifat organoleptik pada penelitian ini menggunakan uji afektif atau uji konsumen dianalisa menggunakan uji nonparametrik Kruskal Wallis karena digunakan sebagai data pendukung
untuk melihat tingkat kesukaan konsumen.
Manfaat dari Consummen Sensory Testing (CST) ini adalah untuk memuaskan kebutuhan konsumen dengan menilai respon personal terhadap produk. Pendekatan CST adalah untuk mengukur acceptance atau preferensi baik secara keseluruhan atau salah satu atribut sensori. Jumlah panelis konsumen yang menjadi responden 93
sebanyak 86 panelis yang dilakukan pada ruang terbuka dengan pencahayaan yang cukup. Atribut organoleptik yang digunakan yaitu warna, bau, rasa, tekstur dan kekentalan. Hasil uji organoleptik dengan analisis non parametrik Kruskal Wallis dapat dilihat pada Lampiran 5-9. Nilai p pada atribut warna hasil uji yaitu 0,003 atau lebih kecil dari 0,01, maka parameter warna sangat berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis. Warna yang disajikan tidak terlalu terang atau terlalu kuat yaitu merah muda, putih krem dan hijau muda. Warna yang paling disukai yaitu merah muda dan putih krem. Atribut bau atau aroma tidak berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis dimana nilai p 0,225 atau lebih besar dari 0,05. Konsumen umumnya menyukai ketiga formula bau yang disajikan oleh kefir Gedono, karena penambahan esens tidak terlalu berlebihan. Bau ditimbulkan oleh senyawa diasetil yang dihasilkan oleh semua genus bakteri asam laktat yang melakukan fermentasi sitrat dan senyawa diasetil memberi aroma butter atau mentega. Senyawa ini menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif seperti spesies Bacillus dan strain dari Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus menghasilkan diasetil, suatu senyawa komponen citarasa, memberikan rasa manis dan cita rasa mentega dan juga mempunyai daya antimikroba. Rasa merupakan atribut yang menentukan penerimaan konsumen terhadap produk sehingga rasa akan mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen. Nilai p dari hasil uji Kruskall Wallis 0,00 atau lebih kecil dari 0,001 maka diartikan rasa sangat berpengaruh terhadap tingkat kesukaan konsumen. Rasa khas kefir disebabkan karena asam laktat dan sisa-sisa asetildehida, diasetil, asam asetat dan bahan yang mudah menguap yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri asam laktat strai Lactobacillus. Rasa yang paling disukai yaitu rasa strowberi dan leci. Atribut tekstur tidak berpengaruh pada tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Hal ini dikarenakan tekstur yang disajikan tidak dipengaruhi oleh penambahan selai atau yang lainnya. Hasil uji Kruskal Wallis nilai p untuk tekstur adalah 0,290 atau lebih besar dari 0,05, maka tekstur tidak mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap kertiga produk kefir rasa. Kekentalan juga tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Nilai p 0,997
94
dapat diartikan bahwa tingkat kesukaan produk tidak dipengaruhi oleh tingkat kekentalan produk kefir yang dihasilkan. Preferensi Konsumen Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada (Kotler, 2000). Ada tiga komponen preferensi yang mempengaruhi konsumen pangan dimana semua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lain yaitu : 1.
Karakteristik individu meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi.
2.
Karakterisktik produk meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga.
3.
Karakteristik lingkungan meliputi jumlah keluarga, tinggkat sosial, musim dan mobilitas.
Kotler (2000) menyatakan pilihan jenis makanan dan minuman dalam jumlah yang beragam dapat mempengaruhi preferensi setiap individu. Karakteristik tersebut dapat pula dilihat dari sifat organoleptik makanan dan minuman serta daya terima dan ketersediaannya. Selain dari jumlah pilihan preferensi juga dapat ditimbulkan dari kombinasi dan variasi rasa, warna, aroma dan bentuk makanan yang akan mempengaruhi nafsu makan dan minum seseorang. Responden berjumlah 76 orang, berasal dari berbagai daerah di Salatiga, Solo, Semarang dan sekitarnya. Responden yang digunakan untuk kepuasan pelanggan adalah konsumen yang benar-benar berlangganan atau mengkonsumsi kefir Gedono secara rutin, agar data yang diperoleh dapat mewakili kepuasan pelanggan secara umum. Nilai terhadap kepuasan pelanggan didapat dari hasil ratarata nilai yang diberikan panelis. Atribut yang digunakan adalah rasa, warna, kemasan, dan harga. Rataan kepuasan pelanggan dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil kuisioner konsumen terhadap atribut rasa sangat memuaskan yaitu 1, 973684 mendekati nilai dua maka dapat dinyatakan konsumen sangat puas terhadap rasa yang disajikan oleh unit pengolahan. Konsumen biasanya menyukai rasa yang
95
tidak terlalu manis atau terlalu asam serta adanya penambahan potongan buah segar dari selai sangat disukai oleh konsumen. Tabel 13. Rataan Preferensi Konsumen terhadap Kefir Gedono Jenis Produk
Peubah
Rasa Warna Kemasan Harga 1,973684 2,065789 2,986842 2,355263 Keterangan : 1. Sangat puas, 2. Puas, 3. Agak Puas, 4. Tidak puas, 5. Sangat tidak puas Kefir Rasa
Atribut warna oleh pelanggan termasuk kategori yang disukai karena tidak terlalu kuat atau menyala. Nilai rata-rata untuk peubah warna yaitu 2,065789, dapat diartikan konsumen menyukai komposisi warna kefir Gedono. Kemasan yang digunakan berbahan PETE yang berwarna terang atau transparan sehingga warna produk dapat terlihat jelas. Hal ini akan berbahaya bagi produk karena akan mengakibatkan oksidasi. Nilai rata-rata untuk kemasan yaitu 2.986842 dapat diartikan bahwa konsumen kurang menyukai bentuk kemasan seperti kemasan air mineral. Saran yang diberikan umumnya adalah perbaikan kemasan. Harga yang ditetapkan oleh Gendono tidak berpengaruh untuk sebagian besar pelanggan. Nilai rata-rata untuk peubah harga yaitu 2,355263 maka dapat diartikan bahwa pelanggan agak menyukai harga yang ditawarkan. Harga masing-masing rasa kefir berbeda karena penggunaan bahan tambahan berupa selai dari buah segar. Harga untuk satu liter kefir rasa stowberi Rp 25.000, kefir rasa leci Rp 21.000 dan kefir rasa melon Rp 19.000. Tabel 14. Kefir Gedono yang Paling Disukai Kefir Rasa Stroberi Melon Leci
Jumlah pelanggan 38 5 33
Tabel 14 menyajikan kesukaan konsumen terhadap rasa kefir Gedono. Kefir rasa yang banyak disukai oleh konsumen adalah rasa stroberi dan leci, sedangkan melon sedikit yang menyukai. Rasa strowberi dan leci yang ditimbulkan tidak terlalu manis atau terlalu asam sehingga sesuai dengan keinginan konsumen. Rasa khas ini karena adanya penambahan selai dari buah asli. Rasa melon sedikit lebih asam
96
dibanding rasa leci atau strowberi, sehingga hanya sebagian kecil konsumen yang menyukai rasa ini. Sedikit konsumen yang kecewa terhadap produk kefir Gedono. Tabel 15 menyajikan jumlah responden yang kecewa terhadap produk atau pelayan yang diberikan. Responden sebanyak 76 pelanggan, 74 pelanggan tidak kecewa dan dua pelanggan yang kecewa terhadap produk kefir Gedono. Kekecewaan konsumen berupa pengaduan terhadap kerusakan produk pada saat pertama mengkonsumsi kefir. Konsumen kurang memperhatikan informasi tentang cara penyimpanan yang baik. Saat produk kefir sampai dirumah konsumen, tidak dalam keadaan dingin karena perjalanan yang jauh dan tidak dilengkapi tempat pendingin atau cool box. Tabel 15. Kekecewaan Pelanggan Produk Gedono Kecewa Ya Tidak
Jumlah pelanggan 2 74
Pengaduan kekecewaan dari pelanggan akan diteliti lebih dulu oleh pihak unit pengolahan. Jika terjadi kerusakan produk pada saat diterima, maka pihak unit pengolahan akan segera mengganti barang yang telah rusak tersebut dan konsumen tidak perlu membayar lagi. Kerusakan produk telah diantisipasi dengan cara pengecekan secara visual oleh unit pengolahan sebelum dipasarkan.
97
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Proses pengolahan susu di unit usaha pengolahan kefir Gedono secara umum telah sesuai dengan GMP dan SSOP. Verifikasi GMP dan SSOP harus diawasi dan dilakukan oleh penanggung jawab. Sistem produksi satu alur belum tersedia, sehingga terjadi penumpukan aktivitas pada ruang produksi. Efektivitas penerapan sanitasi belum maksimal karena masih ditemukannya beberapa CCP dalam proses produksi yaitu pada penerimaan bahan baku, pengujian, separasi, inokulasi, pengemasan dan distribusi. Secara umum unit usaha pengolahan kefir Gedono telah siap untuk menerapkan sistem HACCP, dengan syarat harus dilakukan perbaikan dan peningkatan dalam penerapan pre-requisite program yaitu GMP dan SSOP. Saran
Unit Pengolahan Kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga, diharapkan dapat menerapkan GMP dan SSOP secara maksimal yang merupakan syarat pemenuhan untuk untuk mendapatkan sertifikasi.
Pemahaman mengenai sanitasi dan higien produksi harus diberikan kepada pekerja untuk menjamin keamanan pangan yang dihasilkan.
Tim HACCP yang akan dibentuk harus mempunyai disiplin ilmu yang sesuai.
Monitoring yang berkala terhadap CCP yang teridentifikasi dan mengurangi penyebab potensial dan adanya recording yang terstruktur.
Pembenahan bangunan dan sistem satu alur.
Keamanan produk ditinjau dari kemasan yang digunakan harus diperbaharui dari segi bahan dan desain yang sesuai dengan peruntukan produk fermentasi.
Pengujian produk menunjukkan hasil yang baik, jika untuk arah pengembangan akan sangat baik.
Gedono perlu memberikan pengarahan terhadap konsumen tentang cara penyimpanan yang baik untuk kefir
98
UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji dan syukur hanya untuk Allah Bapa yang telah memberikan Putra dan Roh Kudus-Nya sebagai penyelamat dan penghibur manusia. Kasih, berkat serta pertolongan-Nya tak pernah berkurang bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terimkasih untuk kesetiaan Mu pada manusia lemah ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih A. M., DEA. dan Ir. Afton Atabany M. Si., selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota skripsi, yang telah rela meluangkan
waktu,
pikiran
dan
kesabaran
untuk
membimbing
penulis
menyelesaikan skripsi ini. Termikasih kepada Dr. Ir. Cece Sumantri selaku pembimbing akademik yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Peternakan IPB. Terimakasi kepada Ir. Lucia Cyrilla, E.N.S.D., MSi dan Dr.Ir. Yuli Retnani, MSc sebagai penguji ujian sidang penulis. Terimakasih yang tak terhingga untuk bapak dan ibu, untuk segala kesabaran, doa, pengertian serta dukungan yang tulus untuk mengatasi segala kekerasan hati penulis. Adik-adik terkasih (Abrena Hotri dan Atlas. G. Hotri) untuk keceriaan yang selalu dinanti. Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak unit pengolahan Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan magang penelitian. Kepada Suster Kepala, Suster. Chatrin, para Suster Gedono dan Bapak Mulyanto serta keluarga, terimakasih untuk cinta, keramahan dan kesediaan untuk menerima penulis selama melakukan magang. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ita, Fanny, Rindu, Etik, Anti, Dip dan Pebe atas persahabatan dan dukungannya. Terimakasih untuk sahabat-sahabat dari Program Studi THT angkatan 41, SPMB, C8, WBB, BUD, POPK dan Diaspora atas persahabatan, kesedihan, perjuangan, dukungan, doa, keberanian, ketulusan, kekompakan, keceriaan serta kenangan yang tidak akan hilang yang diberikan pada penulis selama menjalani perkuliahan. Terimakasih untuk Fakultas Peternakan dan IPB, bapak dan ibu dosen, staf Laboratorium bagian Ilmu Ternak Perah, pegawai AJMP serta civitas akademika IPB. Terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Bogor, September 2008 Penulis 99
DAFTAR PUSTAKA Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methode of Analysis. 16 th Edition. AOAC. Inc., Virginia. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. SK Menkes Nomor 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. BPOM, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Industri. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 1995. Selai Buah. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta Bottazzi, V. 1983. Other fermented dairy product. In: Red, G. (Editor). Biotechnology: A Comprehensive Trestise In 8 Volumes, volume 5. Verlag Chemi. Weinheim. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Ui Press, Jakarta. Codex Alimentarius Comitte. 2003. Codex Standard For Fermented Milk. Codex STAN 243-2003. Cramer, M. M. 2006. Food Plant Sanitation: design, maintance, and good manufacturing practices. CRC Press, Boca Raton. Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-3141. Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Higiene dan Sanitasi Sarana Pengolahan Pangan. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Peraturan Perundang-undangan diBidang Keamanan Pangan. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. DepKop dan PKK. 1995. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1995, tentang Usaha Kecil dan Pembinaan Usaka Kecil, Jakarta. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 2002. SK Menteri Pertanian No 45/Kpts/TN.540/ 7/2002, 15 Juli 2002 tentang pelarangan pemasukan ternak ruminansia dan produknya dari negara tertular penyakit Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE). Manual Kesmavet No. 52. Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gisi. IPB, Bogor. Farnmorth, E. R. 2005. Kefir a Complex Probiotik. Food Sci and Technol. Bulletin: functional food. IFIS Publishing. (1): 1 – 17. 100
FDA. 1995. Sanitation, sanitary regulation and voluntary programs. In: G Mariot, Norman (Editors). Principles of Food Sanitation, Hal 7, 3rd Edition. Chapman and Hall, New York. Hirota, T. 1987. Microbiological studies on kefir grain. Report of Research Laboratory, Snow Brand Milk Product. 84: (67-128). Irigoyen A., Arana. I., Castiella M., Torre P. dan Ibanez F. C. 2004. Microbiological, phisicocheical, and sensory characterisctics of kefir during storage. J. Food Chemist., 90: ( 613 – 620). Jenie, B. S. L dan Rini S. E. 1995. Aktifitas antimikroba dari beberapa mikroba patogen dan perusak makanan. Bul teknol Industri Pangan 6: (2). Jenie, B. S. L. 1987. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kadarisman, D., dan Tjahja M. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB Press, Bogor. Kanbe, M. 1992. Traditional fermented milk of the world. In: Nakazawa, Y., N. A. Hosono (Editors). Function Of Fermented Milk: Chalanges of The Health Science. Elsevier Science Publisher, England. Kon, S. K. 1992. Milk and Milk Product In Human Nutrition. Food of Agriculture Organization of United Nations, Rome. Koroleva, N. S. 1991. Product prepared with lactic acid bacteria and yeast. In: R. K Robinson (Editor). Theraupeutic Properties of Fermented Milk. Elsevier Science Piblisher, England. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 1 & 2. Pt Prenhallindo, Jakarta Lukman, D.W. 2001. Good Manufacturing Practicess (GMP). Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainers/TQT). Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point. Kerjasama Fakultas Kedokteran Hewan IPB dengan Dirjen Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian. Bogor [27-31 Agustus 2001]. Marriot dan G. Norman. 1985. Principles of Food Sanitation. Van Nostrand Reinhold, New York. Marriot dan G. Norman. 1992. Principles of Food Sanitation. Third Edition. Chapman and Hall, New York. Mitsuoka, T. 1989. Microbes in The Intestine: Our Life Long Partners. Yakult Honza Co. Ltd, Jepang. Murdhiati, T. B. 2006. Jaminan Pangan Asal Ternak : dari kandang hingga piring konsumen. J. Litbang Pertanian 9: (172 – 180) Nakazawa, Y. dan A. Hosono. 1992. Function of Fermented Milk for Chalanges The Health Science. Elsevier Science Publisher, London, New York. Peleg, K. 1985. Produce Handling Packaging and Distribution. The AVI Publishing Company, INC. Connecticut.
101
Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Bahan Pengajaran : Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rose, A. H. 1982. Economic Microbiolgy Fermented Foods. Academic Press Inc; London. Scglegel, H. G dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Terjemahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Surono, I. S. 2004. Probiotik: susu fermentasi dan kesehatan. PT Tri Cipta Karya, Jakarta Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergamon Press, Oxford. Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta. Tjiptono, F., dan Diana. A. 1997. Prinsip dan Dinamika Pemasaran. J dan J Laerning, Yogyakarta Walstra, P., T.J. Geurts, A, Noomen, A. Jellema, and M. A. J. S. Van Boekel. 1999. Dairy Technology. Marcel Decker, Inc, New York. Winarno, F. G. dan Surono. 2004. GMP. Cara Pengolahan Pangan yang Baik. MBrio, Bogor. Wood, B. J. B. dan H. Holzapvel. 1995. The Genera of Lactic Acid Bacteria. Blakie Academic Professional. Chapman and Hall, London. Yuguchi, H., T. Goto. N. and S. Okonogi. 1992. Fermented milks, lactic drinks and intestinal microfloral. In: Y. Nakazawa and A, Hosono (Editors). Function of Fermented Milk: Chalenges For Health Science. Elsevier Science Publisher, London.
102
LAMPIRAN
103
Lampiran1. Standar Kualitas Air Minum (DepKes RI)
Kriteria Kriteria Fisik 1. Suhu 2. Warna 3. Kekeruhan 4. Bau 5. Rasa Kriteria Kimia 6. pH 7. Zat padat 8. Zat Organik 9. Karbon dioksida bebas 10. Alkalinitas 11. Total kesadahan 12. kesadahan kalsium 13. kesadahan magnesium 14. Besi 15. Mangan 16. Sulfat 17. Pospat 18. Amonium 19. Nitrit 20. Klorida
Minimum yang dibolehkan -
6.5 5 -
Radioaktivitas 21. Sinar Alfa 22. Sinar Beta
-
Mikrobiologik 23. Kuman penyakit 24. Kuman pathogen 25. Perkiraan terdekat Jumlah bakteri golongan coli dalam 100 ml contoh air
-
STANDAR Maksimum Maksimum yang yang dianjurkan diperbolehkan 5 5 -
500 75
Suhu udara 50 25 Tak berbau Tak berasa
9.2 1500 10 0.0
Satuan 0
C ppm Pt- Co Skala silica
ppm ppm KMN04 ppm CO2
10 -
ppm CaCO3 ppm Ca ppm Mg
30 -
-
0.1 0.05 200 200
1.0 0.5 400 0.0 0.0 600
ppm Fe ppm Mn ppm S04 ppm PO4 ppm NH4 ppm NH4 ppm Cl
-
109 108
uc/ml uc/ml
-
0.0 0.0
-
0.0
-
104
Lampiran 2. Kuisioner Kepuasan Konsumen KUISIONER Pengantar Sehubungan dengan penelitian penulis tentang “ Kajian Awal Penerapan HACCP pada Unit Usaha Pengolahan Kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga” penulis memohon kesediaan konsumen untuk menjawab pertanyaan dibawah ini dengan sesunguhnya. Hal ini terkait dengan kepuasan konsumen yang digunakan sebagai data pendukung dalam penulisan tugas akhir. Data atau jawaban dari konsumen hanya untuk kepentingan ilmiah. Nama : Jenis kelamian : Umur : Jenis produk : Petunjuk Pengisian
Bacalah setiap pertanyaan dengan baik, kemudian silakan jawab sesuai dengan pendapat anda 1. Apakah anda pelanggan tetap pada produk tersebut? Ya
Tidak
2. Nyatakan penilaian anda dengan memberikan nomor sesuai dengan penilaian anda Jenis produk
Parameter
Kefir rasa buah
Rasa
Warna
Bau
Harga
Kemasan
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat suka Suka Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
3. Pernahkah anda kecewa dengan produk tersebut? Ya
Tidak
Jika ya sebutkan……………………………………………………………………….. 4. Berikan saran anda pada produk tersebut Saran saya……………………………………………………………………………. Atas segala kesediaannya saya ucapkan terimakasih
105
Lampiran 3. Kuisioner Uji Hedonik Kuisioner Nama Tanggal Produk Instruksi
: : : : Berilah nilai pada kotak berdasarkan penilaian anda
Parameter
Warna
Rasa
Bau
Kekentalan
Tekstur
Kode Produk
Sangat suka
Suka
Penilaian Agak Agak tidak suka suka
Tidak suka
777 123 789 777 123 789 777 123 789 777 123 789 777 123 789
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat suka Suka Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
106
Lampiran 4. Peta Lokasi Gedono
82
Lampiran 5. CCP Decision Tree untuk Bahan Mentah P2
Adakah bahaya yang terkait dengan bahan mentah ini?
Ya
P2
Tidak
Lanjutan *
Apakah anda atau konsumen akan mengilangkan bahaya dari produk P3 Tidak
CCP **
Tidak
Lanjutkan
Ya
Apakah ada resiko kontaminasi silang terhadap fasilitas atau produk alin yang tidak dapat dikendalikan
Ya
CCP **
*
Lanjutkan pada bahan mentah selanjutnya
** Bahan mentah harus ditetapakn sebagai CCP (bahan mentah peka diperlukan pengendalian ketat)
82
Lampiran 6. CCP Decision Tree untuk Proses Pengolahan P1 Adakah tindakan pencegahan Lakukan modifikasi dalam proses atau produk Ya
Tidak
P2
Adakah pengendalian pada tahap ini perlu pengamanan?
Ya
P3 Tidak P4
Bukan TKK
Berhenti
Apakah ada tahapan untuk menghilangkan / mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkatan yang dapat diterima
Ya
Tidak Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapat melebihi sampai tingkatan yang dapat diterima Ya
Tidak
Bukan TKK
Berhenti
Akankah ada tahapan berikutnya yang dapat menghilangkan bahaya atau mengurangi tingkat kemungkinn terjadinya sampai pada tingkatan yang dapat diterima
TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
Tidak Ya Berhenti Bukan TKK
83
Lampiran 7. Penentuan CCP Tahap Proses Penerimaan bahan baku
Bahaya Kontaminasi mikroorganisme, Kontaminasi mikroorganisme
Tindakan Pencegahan Penerapan SOP yang tepat dan sterilisasi alat harus dilakukan setiap saat Pekerja harus menerapkan SOP yang telah ditentukan
P1 Ya
P2 Ya
P3 -
P4 -
CCP CCP
Ya
Ya
-
-
CCP
Penyaringan
Kontaminasi dari mikroorganisme
Pemanasan awal
Kontaminasi dari mikroorganisme
Separasi
Kontaminasi dari mikroorganisme
Pekerja harus menerapkan SSOP yang telah ditentukan, sterilisais alat saat digunakan, pengkondisian ruangan Sterilisasi alat sebelum dan sesudah penggunaan, pengecakan suhu sevara berkala Sterilisasi alat sebelum dan sesudah penggunaan, kelengkapan seragam pekerja
Ya
Ya
-
-
CCP
Tidak
-
-
-
-
Penambahan Skim Milk
Kontaminasi dari mikroorganisme Kontaminasi mikroorganisme akibat suhu yang kurang sesuai
Penggunaan alat yang telah disterilisasi dan rungan yang bersih Pengecekan suhu secara berkala
Tidak
-
-
-
-
Ya
Tidak
Tidak
-
CCP
Penurunan suhu
Rekontaminasi mikroorganisme
Pengecekan suhu secara berkala dan mempercepar proses pendingianan
Ya
Tidak
Tidak
-
-
Inokulasi starter
Kontaminasi dari mikroorganisme
Sterilisasi peralatan saat digunakan, pengkondisian ruangan, pengawasan terhadap pekerja
Ya
Ya
-
-
CCP
Inkubasi pada suhu ruang ±26°C (18 - 24 jam)
Kontaminasi mikroorganisme
Pengecekan suhu secara berkala
Ya
Tidak
Tidak
Pemeriksaan kualitas
Pasteurisasi 85 oC selama 30 menit
84
Penyimpanan dingin
Penambahan flavor
Pengemasan
karena suhu yang tidak tepat Kontaminasi mikroornagisme karena fluktuasi suhu Kontaminasi mikroorganisme, rambut Kontaminasi mikroorganisme
Pengecekan suhu secara berkala
Ya
Ya
-
-
-
Proses standar operasi dilakukan dengan penerapan konsep 85ygiene karyawan
Ya
Ya
-
-
CCP
Proses standar operasi dilakukan dengan penerapan konsep higiene karyawan
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Tidak
Tidak
-
-
-
-
CCP
Penyimpanan dingin
Mikroorganisme karena fluktuasi suhu
Pengecekan suhu secara berkala
Distribusi dingin dan retail
Produk rusak atau pecah karena adanya goncangan dalam perjalanan dan terjadi fluktuasi suhu selama perjalanan
Penggunaan alat transportasi yang baik Ya untuk menghindari goncangan dan penggunaan mobil boks pendingin yang dilengkapi thermometer
Ya
85
Lampiran 8. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Warna Produk Kefir Kode Sampel
N
Median
Ave Rank
Z
123
86
2,000
150,9
3,26
777
86
3,000
118,3
-1,71
789
86
2,000
119,3
-1,55
Total
86
129,5
DF = 2
P = 0,003
H = 11,89
Lampiran 9. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Bau Produk Kefir Kode Sampel
N
Median
Ave Rank
Z
123
86
3,000
125,6
-0,59
777
86
3,000
140,1
1,61
789
86
3,000
122,8
-1,02
Total
86
1295
DF = 2
P = 0,225
H = 2,98
Lampiran 10. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Rasa Produk Kefir Kode Sampel
N
Median
Ave Rank
Z
123
86
2,000
135,9
0,97
777
86
3,000
151,2
3,30
789
86
2,000
101,4
-4,27
Total
86
129,5
H = 23,71
DF = 2
P = 0,000
Lampiran 11. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Tekstur Produk Kefir Kode Sampel
N
Median
Ave Rank
Z
123
86
2,000
136,4
1,05
777
86
2,000
129,7
0,04
789
86
2,000
122,4
-1,08
Total
86
129,5
DF = 2
P = 0,290
H = 2,48
86
Lampiran 12. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Kekentalan Produk Kefir Kode Sampel
N
Median
Ave Rank
Z
123
86
3,000
129,4
-0.02
777
86
3,000
129,1
-0.06
789
86
3,000
130,0
0.07
Total
86
H = 0.01
DF = 2
129,5 P = 0.997
87
Lampiran 13. Ckeck List SSOP Harian Personel No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
9 10 11. 12. 13. 14. 15.
Pemeriksaan Kesehatan karyawan baik. Memakai seragam bersih dan lengkap. Memakai hairnet (pelindung rambut. Memakai masker Memakai alas kaki Menggunakan sarung tangan lengkap dan bersih. Tidak ada yang memakai jam tangan/perhiasaan (kalung, gelang, antng-anting dan tindik) Menggunakan apron saat pengemasan atau proses produksi Kuku pendek dan tidak memakai cat kuku. Apabila terdapat luka harus ditutup. Tidak terdapat barang pribadi disekitar areal produk. Bersin dan batuk disekitar areal produk. Kegiatan makan dan minum di areal produksi. Tidak ditemukan yang menyentuh muka dan hidung. Tidak ada yang meludah di
1 2 1 1 1 1
3 4 5 1 1 1 1 1 1
6 7 1 1 1 1
8 9 1 1 1 1
Tanggal 10 11 12 13 14 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 1 1
17 0 1
18 0 1
19 1 1
20 1 1
21 1 1
23 1 1
24 1 1
25 1 1
26 1 1
92% 100%
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 1 1 1 0 0
0 0 0 1 1 1 0 0 0
0 1 1 1 0 0
0 0 1 1 0 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
13% 100% 0%
0 0
0 0 0
0 0
0 0
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
54%
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
0 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0%
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 0
0 0 0
0 0
0 0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13%
1 0
0 0 0
1 1
0 1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
58%
1 1
1 1 1
1 1
1 0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
42%
0 0
0 0 0
0 0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0%
-
-
-
Persentase
88
16.
17. 18.
area produksi. Setiap karyawan yang masuk diwajibkan cuci tangan dengan benar. Karyawan mecuci tangan setelah melakukan produksi. Menggunakan alkohol sebelum proses produksi.
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
85%
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
Total 1057 Rata - rata 62.17
Lampiran 14. Ckeck List SSOP Harian Pemerikasaan Ruang Produksi No. 1.
2.
3. 4. 5.
6. 7.
Pemeriksaan Ruang dibersihkan dengan desinfektan setelah proses produksi. Pembersihan ruang produksi secara keseluruhan Lantai bersih dan kering. Tidak ada serangga dan hama. Fasilitas pencuci tangan berfungsi baik. Penerangan baik. Fasilitas cuci tangan lengkap berfungsi baik dan lancar.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 1
12 1
13 1
14 1
Tanggal 15 16 17 1 1 1
18 1
19 1
20 1
21 1
22 1
23 1
24 1
25 1
26 1
27 1
Persentase 100%
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
35%
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
54%
1 1 1 1 1 1 0 0 1 1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
73%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
100% 100%
89
8. 9. 10.
11.
12.
13.
14.
Tempat sampah tersedia dan tertutup. Pintu dan jendela tertutup dengan baik. Tidak terdapat finish produk dan raw material di lantai. Tidak terdapat benda asing, tidak terdapat peralatan asing, Permukaan peralatan bersih dari bahan komtaminan. Sarana penyedia air panas berfungsi dengan baik. Penemuan penyimpangan.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
Total 864 Rata - rata 61.57
Lampiran 15. Ckeck List SSOP Harian Pemeriksaan Peralatan No. 1. 2. 3.
4.
Pemeriksaan Sterilisasi peralatan sebelum pemakaian. Sterilisasi peralatan setelah pemakaian. Penggunaan sanitaiser secara benar. Kerusakan pearlatan,misalnya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 1
12 1
13 1
14 1
Tanggal 15 16 1 1
17 1
18 1
19 1
20 1
21 1
22 1
23 1
24 1
25 1
26 1
Persentase 100%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
90
5.
6.
patah, melengkung, meleleh. Permukaan yang kontak dengan bahan panagan halus, tidak menyerap air, tidak berbahan kayu, dan tidak beracun. Penggunaan desinfektan sesuai dengan aturan.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
Total 500 Rata - rata 100%
91
Lampiran 16. Contoh Checklist Kesesuaian GMP
Pengecekan Harian Pelaksanaan GMP Ruang Produksi Unit Pengolahan Kefir Gedono Tanggal: Produk :
Standar Penilaian 3 : Sesuai dengan standar 2 : masih sesuia dengan standar tetapi memerlukan sedikit perbaikan. 1 : tidak dilakukan sesuai standar tetapi dapat langsung diperbaiki 0 : Tidak dilakukan sesuai standar
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
1. 2.
Personal Waktu Inspeksi Kesehatan karyawan baik. Memakai seragam bersih dan lengkap. Memakai hairnet (pelindung rambut. Memakai masker Memakai sepatu boot putih dan bersih. Menggunakan sarung tangan lengkap dan bersih. Tidak ada yang memakai jam tangan/perhiasaan (kalung, gelang, antng-anting dan tindik) Kuku pendek dan tidak memakai cat kuku. Apabila terdapat luka harus ditutup. Tidak terdapat barang pribadi disekitar areal produk. Tidak ditemukan bersin dan batuk disekitar areal produk. Tidak ada kegiatan makan dan minum di areal produksi. Tidak ditemukan yang menyentuh muka dan hidung. Tidak ada yang meludah di area produksi. Setiap karyawan yang masuk diwajibkan cuci tangan dengan benar. Total Rata - rata Ruang Produksi Waktu Inspeksi Lantai bersih dan kering. Pintu dan jendela tertutup dengan baik.
Skor
Komentar/Tindakan Perbaikan
3 3 3 1 0 0 3
3 3 3 2 1 2 3 3
33 2.2 Skor
Komentar/ Tindakan Perbaikan
2 1
92
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16.
1.
2. 3.
4.
5. 6. 7. 8.
9.
Fasilitas cuci tangan tersedia dengan lengkap. Air pada foot bath diganti secara teratur. Permukaan peralatan bersih dari bahan selain komponen produk. Permukaan meja dan conveyor bersih. Tidak terdapat benda asing. Sampah dibuang pada tempatnya. Tidak terdapat serangga dan tikus. Tempat sampah tersedia dan tertutup. Produk edible dan inedible ditempatkan dipisah. Tidak terdapat finish produk di lantai. Hanya krat merah, hijau atau pallet yang langsung menyentuh lantai. Saluran air lancar, baik, tidak berbau dan terdapat saringan sampah. Tidak terdapat tempat yang berbau tidak sedap. Kemasan disimpan di area yang bersih dan kering. Total Rata - rata Fasiltas Sanitasi Waktu Inspeksi Sumber air, pipa penagiran, penampungan, water treatment dalam kondisi baik. Air untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih. Air tidak untuk dikonsumsi dan tidak kontak dengan makanan mempunyai sistem terpisah dengan air minum. Saluran dan tempat pembuangan bahan pembuangan bahan buangan cair. Tempat buangan padat. Konstruksi harus mencegah kontaminasi silang. Toilet letaknya tidak terbuka langsung ke ruang produksi. Toilet dilengkapi dengan bak pencuci tangan, sanitizer dan alat pengering denga jumlah yang mencukupi. Sarana cuci tangan ditempatkan ditempat-tempat yang diperlukan.
3 0 2 2 3 2 2 2 3 1 3 2
3 2 33 2.06 Skor
Komentar/ Tindakan Perbaikan
I 3
3 2
2
2 2 3 3
2
93
10. 11.
1. 2.
3.
4.
5. 6. 7. 8.
9. 10.
11.
12.
13.
14. 15.
16.
Sarana pencuci tangan jumlahnya cukup untuk jumlah pekerja. Sarana pembilas sepatu di depan ruang pengolahan. Total Rata - rata
Bangunan dan Ruangan Waktu Inspeksi Ruang pokok dan ruang pelengkap terpisah. Ruang pokok memiliki tata letak sesuai urutan proses,sesuai jenis peralatan, jenis kapasitas produksi dan jumlah karyawan. Ruang pelengkap memiliki tata letak sesuai dengan tata letak kegiatan dan cukup untuk karyawan. Lantai kedap air,tahan terhadap air, belerang, garam, basa, dan asam serta bahan kimia lainnya. Lantai halus tidak licin, dan mudah dibersihakan. Lantai memudahkan pengaliran air. Ada lubang pembuangan dan penahan bau. Pertemuan lantai dan dinding, dinding dan langit-langit dan sudut antar dinding tidak membentuk siku-siku. Dinding terbuat dari bahan tidak beracun dan bukan kayu. Lantai tidak menyerap air, minimal 2 meter dari lantai, dan tidak bereaksi terhadap zat-zat tertentu. Permukaan dinding bagian dalam halus, rata, tahan lama dan tidak mudah mengelupas. Langit-langit tidak mudah terkelupas tidak berlubang, tidak retak. Langit-langit harus tahan lama, mudah dibersihkan, tinggi minimal 3 meter, halus dan terang. Langit-kangit di atas pasteurizer tidak menyerap air. Pintu dan jendela terbuat dari bahan yang tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah. Permukaan pintu dan jendela halus,
2 0 24 2.18
Skor I 2
Komentar/Tindakan Perbaikan
1
2
3
3 2 2 0
3 3
2
2
2
0 3
2
94
17.
18. 19.
20. 21.
22.
1.
2. 3.
1.
2.
3.
1.
rata, terang, mudah dibersihkan. Jendela dilengkapi dengan kasa pencegah serangga dan mudah dibersihkan. Lampu berpenutup. Penerangan lampu atau cahaya matahari cukup untuk menerangi ruangan. Ventulasi dapat mengatur suhu yang diperlukan. Ventilasi mudah mencemari hasil produksi melalui udara yang dialirkan. Menjamin peredaran udara dengan baik, dan dapat menghilangkan uap, asap, debu dan panas. Total Rata - rata Wadah dan Transportasi Waktu Inspeksi Tidak mencemari makanan, tidak berpengaruh terhadap isi, terbuat dari bahan yang tidak mengganggu kesehatan. Memudahkan pengecekan suhu dan kondisi lainnya. Selalu dijaga dalam keadaan bersih dan terawatt. Total Rata- rata Ruang Penyimpanan Waktu Inspeksi Penyimpanan bahan berbahaya, bahan baku, bahan penunjang, peralatan produksi, dan wadah harus terpisah. Penyimpanan bahan baku dan bahan penunjang di tempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran. Penyimpanaan bahan dan peralatan secara FIFO (first n first out). Total Rata - rata Pemeliharaan dan Pengawasan Waktu Inspeksi Bangunan dan bagian-bagiannya harus dipelihara dan dilakukan tindakan sanitasi secara teratur dan
0
0 3
2 2
2
40 1.81 Skor
Komentar/ Tindakan Perbaikan
I 2
2 2 6 2 Skor
Komentar/T indakan Perbaikan
I 3
3
3 9 3 Skor
Komentar/ Tindakan Perbaikan
I 3
95
2. 3.
4. 5.
6.
7.
berkala. Dilakukan pencegahan hama. Buangan padat harus dikumpulkan untuk dikubur, dibakar, atau diolah sehingga aman. Buangan air harus diolah terkebih dahulu. Alat dan perlengakapan yang berhubungan langsung dengan makanan harus dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi secara teratur. Alat pengangkut dan pemindah barang harus bersih, tidak merusak barang. Alat pengangkut untuk mengedarkan produk akhir harus bersih, dapat melindungi produk sampai tempat tujuan. Total Rata - rata
3 3
3 3
2
2
19 2.71
96