SKRIPSI
PENERAPAN SISTEM HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA WARUNG TEGAL DAN PEMBUATAN MODUL PELATIHANNYA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK CSR (Corporate Social Responsibility) PT BINTANG TOEDJOE, JAKARTA
Oleh NUR FATHONAH SADEK F24062530
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENERAPAN SISTEM HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA WARUNG TEGAL DAN PEMBUATAN MODUL PELATIHANNYA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK CSR (Corporate Social Responsibility) PT BINTANG TOEDJOE, JAKARTA
Oleh NUR FATHONAH SADEK F24062530
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENERAPAN SISTEM HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA WARUNG TEGAL DAN PEMBUATAN MODUL PELATIHANNYA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK CSR (Corporate Social Responsibility) PT BINTANG TOEDJOE, JAKARTA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh NUR FATHONAH SADEK F24062530 Dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1988 Di Banyuwangi, Jawa Timur Menyetujui, Bogor, Juni 2010
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. Dosen Pembimbing
Ir. Yunawati Gandasasmita, M.Sc. Pembimbing Lapang
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nur Fathonah Sadek, dilahirkan di Banyuwangi, 23 Januari 1988 dari keluarga Sadi (Ayah) dan Eko Pratiwiningsih (Ibu). Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan dasar penulis diawali pada tahun 1994-2000 di SDN Kalibaru Wetan 1, Banyuwangi. Pada tahun 2000 - 2003, penulis melan-jutkan pendidikan ke SMPN 1 Jember. Selepas sekolah menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Jember pada tahun 2003-2006. Setelah lulus dari sekolah menengah atas, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006. Setahun kemudian, penulis dipastikan menjadi salah satu mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama di bangku perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan akademik, non akadenik, dan organisasi kampus. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya pada tahun 2010 berupa praktik kerja magang yang dilaksanakan di PT Bintang Toedjoe, Jakarta. Judul praktik kerja magang tersebut adalah Penerapan Sistem HACCP pada Warung Tegal dan Pembuatan Modul Pelatihannya sebagai Salah Satu Bentuk CSR PT Bintang Toedjoe, Jakarta di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. dan Ir. Yunawati Gandasasmita, M.Sc.
Nur Fathonah Sadek. F24062530. Penerapan Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada Warung Tegal dan Pembuatan Modul Pelatihannya sebagai Salah Satu Bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) PT Bintang Toedjoe, Jakarta. Di bawah bimbingan Tien R. Muchtadi dan Yunawati Gandasasmita. 2010.
RINGKASAN Warung tegal (warteg) merupakan salah satu jenis usaha yang berkembang pesat di kota-kota besar, namun ternyata merupakan penyebab keracunan pangan terbesar nomor dua di Indonesia. Oleh karena itu, tujuan dari kegiatan praktik kerja magang ini adalah untuk menganalisis bahaya-bahaya yang dapat muncul di dalamnya berdasarkan pendekatan prinsip-prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point). Hasilnya akan disampaikan ke dalam bentuk pelatihan yang merupakan salah satu bentuk CSR PT Bintang Toedjoe. Sampling warteg dilakukan berdasarkan ukuran dan jumlah masakan serta lokasi wartegnya. Hasilnya akan dianalisis untuk menentukan titik kritis serta prosedur pemantauan dan tindakan koreksinya berdasarkan standar CODEX. Prinsip-prinsip HACCP diterapkan pada penyelesaian bahaya yang ada pada tahap pemilihan bahan baku, penanganan bahan, dan waktu tunggu penjualan. Sebelum HACCP diterapkan, warteg harus memenuhi program prerequisite, yakni GHP (Good Hygienic Practises). Berdasarkan hal tersebut, ada banyak bahaya yang berasal dari lingkungan, suplai air, dan sanitasi pekerja yang harus dikontrol dari segi GHP tersebut. Faktor penyebab terjadinya keracunan melalui makanan yang dapat terjadi terutama disebabkan oleh waktu tunggu penjualan yang terlalu lama di suhu ruang, kontaminasi silang dari lingkungan, dan perilaku pekerja yang tidak higienis. Bahaya fisik yang umum muncul berasal dari debu, bahaya biologi dari Salmonella, S. aureus, dan C. perfringens, serta bahaya kimia berasal dari karsinogen yang terdapat penggunaan minyak goreng yang dipakai berulang-ulang. Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan pengelola, keterbatasan
waktu dan kondisi, serta tidak adanya tuntutan dari konsumen. Dari hasil analisis tersebut selanjutnya dibuatlah modul pelatihan keamanan pangan berdasarkan pendekatan HACCP bagi para pengelola warung tegal.
Nur Fathonah Sadek. F24062530. The Application of HACCP System on Warung Tegal and Its Training Manual Making as the One of Bintang Toedjoe Company’s CSR. Under Guidance of Tien R. Muchtadi and Yunawati Gandasasmita. 2010.
ABSTRACT Warung tegal (warteg) is one kind of operation which grow fast in big cities, but also become the second highest factor of foodborne diseases in Indonesia. Because of that, the aim of this research is to analyze the hazards on warteg based on HACCP principles, then the result will be used for making into food safety training manual for warteg manager. This training will be the one of Bintang Toedjoe Company’s CSR. Warteg sampling is based on the large and total menu of warteg and also its location. The results are analyzed to find its critical control points (CCP), its procedures, and its corrective actions based on CODEX standards. The principles of HACCP are applied in any kind of hazards which happened on selecting raw materials, handling, processing, and sell waiting time. Prior to HACCP application, warteg should have in place prerequisite program, GHP (Good Hygienic Practices). Because of that, there are many sources of hazard from environment, water supply, and personal hygiene must be controlled by GHP. Foodborne diseases factors from warteg are caused especially by sell waiting time which is too long in room temperature, environment cross contamination, and personal unhygienic practices. Common hazards on warteg are from physical and microbiological agent. Physical hazards are commonly from dust, the microbiological ones are Salmonella, S. aureus, and C. perfringens, and also the chemical one is carcinogent from over oxidized cooking oil. These conditions are caused by the lack of managers knowledge, limitation of time and condition, and also there is no
consumers demand. The result of this analyis then be used for making a food safety training manual base don HACCP principles for warteg managers.
ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Penerapan Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada Warung Tegal dan Pembuatan Modul Pelatihannya sebagai Salah Satu Bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) PT Bintang Toedjoe, Jakarta. Pada kesempatan ini perkenanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu, mendukung, serta membimbing penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini, terutama kepada: 1. Keluarga tercinta, ibu, bapak, dan adikku, Moch. Sulthon Fathoni Sadek yang senantiasa menemani, mendukung, mendoakan, dan memberikan kekuatan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan segala bantuan kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, maupun penyusunan tugas akhir. 3. Ir. Yunawati Gandasamita, M.Sc. sebagai pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam melaksanakan kegiatan praktik kerja magang di PT Bintang Toedjoe, Pulomas, Jakarta. 4. Dr. Suliantari, MS. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang membangun. 5. Human Resources Development Manager, Bapak Leonard Luminta, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan praktik kerja magang selama empat bulan. 6. Seluruh staf Business Developmet, Novi, Meiry, Mas Agus, Mbak Vanie, Asti, Mbak Rika, Mbak Verani, Mbak Sari, Mbak Erni, Mas Onter, Bu Sien, dan Bu Mida. Terima kasih atas sambutan, kebersamaan, diskusi, dan bantuan selama penulis melakukan magang.
iii
7. Pak Hari, Pak Rusmadi, Mas Ferdi, Pak Michael, dan para pengelola WarJoss, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, atas kerja samanya selama penulis melakukan survei. 8. Sahabat-sahabatku di ITP 43, Della, Eri, Helen, Yua, Laras, Henni, Yogi, Stefanus, Aan, Arius, Dzikri, Adit, Idham, Abdi, Bernand, Zaki, Sandra, dan semua teman-teman di ITP 43 atas kebersamaannya selama tiga tahun ini. 9. Teman satu bimbingan, Rima dan Deni. Tetap semangat teman. Sukses selalu untuk kita bersama. 10. Keluarga kost Puri Fikriyyah dan asrama kamar 223, Indri, Tina, dan Ida. 11. Teman-teman OMDA Jember dan Banyuwangi, terutama Mas Nunus. Terima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan nasihatnya. 12. Keluarga besar di Banyuwangi, Mbah Uti, Mbah Muncar, Bulik Titik, Om Marno, Om Dar, Bulik Tutik, Bulik Tus, Om Tono, Bulik Mung, Om Dayat, Aci, Lia, Dita, Via, Ryaz, dan Diki. Terima kasih atas doa dan dukungannya. 13. A Asep Safari atas doa, dukungan, dan diskusinya. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selama ini telah membantu penulis secara langsung maupun tidak dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.
Penulis sangat berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu khususnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB.
Bogor, Juni 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iv DAFTAR TABEL………………………………………………………………...vi DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..vii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG………………………………………………….....1 B. TUJUAN DAN MANFAAT………………………………………………2 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH PERUSAHAAN………………………………………………3 B. VISI, MISI, DAN CORE VALUE PERUSAHAAN………………………4 C. ORGANISASI PERUSAHAAN…………………………………………..4 D. PRODUK-PRODUK PERUSAHAAN…………………………………..19 III. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN………………………………………………...21 B. KASUS KERACUNAN PANGAN DI INDONESIA…………………...22 C. WARUNG TEGAL………………………………………………………23 D. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)…………………24 E. GHP (Good Hygienic Practices)………………………………………...33 IV. BAHAN DAN METODE A. BAHAN………………………………………………………………….37 B. METODE………………………………………………………………..37 V. HASIL PENGAMATAN A. Contoh Kondisi Warteg dan Praktik Kerja para Pengelolanya………… 40 B. Menu Masakan yang Umum Ditemui di Warteg………………………..50 C. Faktor Sosial Penyebab Pengolahan Pangan Menjadi Tidak Aman……52 VI. ANALISIS HACCP Ruang Lingkup Pembelajaran Sistem HACCP pada Warung Tegal………..53
v
VII. PEMBAHASAN A. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)………………64 B. GHP (Good Hygienic Practices)……………………………………...79 C. PEMBUATAN MODUL PELATIHAN KEAMANAN PANGAN….102 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN……………………………………………………….106 B. SARAN.………………………………………………………………106 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..108 LAMPIRAN……………………………………………………………………113
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemasaran produk-produk Bintang Toedjoe oleh SBU………………...7 Tabel 2. Produk-produk PT Bintang Toedjoe…………………………………..20 Tabel 3. Bahaya mikroorganisme berdasarkan resiko keparahan bahayanya….. 28 Tabel 4. Mikotoksin yang sering ditemukan pada makanan................................29 Tabel 5. Bahan kimia berbahaya pada makanan..................................................30 Tabel 6. Material utama yang menyebabkan bahaya fisik...................................31 Tabel 7. Pengelompokan bakteri berdasarkan tingkat keakutannya……………55 Tabel 8. Bahaya yang dapat muncul dalam ruang lingkup pembelajaran………56
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bintang Toedjoe………………………….113 Lampiran 2. Panduan diskusi dan observasi lapang…………………………….114 Lampiran 3. Analisis HACCP di berbagai kegiatan/tahapan…………………...117 A. HACCP pada tahap penyimpanan…………...……………….…..117 B. HACCP pada tahap pencucian………………………………..…..123 C. HACCP pada suplai air…………………………………………...130 D. HACCP pada penanganan sampah dan air limbah………………138 E. HACCP pada penyajian makanan………………………………..142 F. HACCP pada pembuatan masakan yang umum di Warteg F.1. HACCP pada pembuatan ayam goreng……………………..146 F.2. HACCP pada pembuatan rendang daging sapi……………..156 F.3. HACCP pada pembuatan telur bumbu bali…………………164 F.4. HACCP pada pembuatan ikan goreng………………………173 F.5. HACCP pada pembuatan cumi masak hitam……………….183 F.6. HACCP pada pembuatan udang asam manis………………192 F.7. HACCP pada pembuatan sayur asem………………………202 F.8. HACCP pada pembuatan tumis kacang panjang……………210 F.9. HACCP pada pembuatan bakwan sayur……………………218 F.10. HACCP pada pembuatanorek kentang/tempe……………..225 Lampiran 4. Alternatif design layout warteg yang dapat direkomendasikan....236
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Usaha jasa boga warung tegal (warteg) berkembang sangat pesat terutama di daerah kota besar. BPS (2008) menyebutkan bahwa terdapat 823.936 jenis usaha ini atau sekitar 27.48% dari seluruh usaha penyediaan makanan dan minuman di Indonesia. Menjamurnya usaha ini terjadi karena orang-orang Tegal yang merantau tersebut memandang kota-kota besar, seperti Jakarta dan sekitarnya, merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Warteg menyediakan berbagai makanan siap santap yang disajikan secara sederhana. Para pendatang yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan rendah serta mahasiswa yang indekos menganggap warteg sebagi suatu solusi tersendiri bagi mereka untuk menikmati makanan yang murah meriah. Ironisnya jenis usaha jasa boga, termasuk warteg, merupakan sumber penyebab keracunan pangan terbesar nomor dua di Indonesia (BPOM, 2005). Berbagai masalah yang menyangkut warteg tersebut seharusnya dapat dicarikan jalan keluarnya, bukan dengan melarangnya berjualan. Oleh karena itu diperlukan suatu program pelatihan keamanan pangan bagi para pengelola warteg, supaya mereka mengetahui praktik persiapan dan pengolahan pangan yang benar serta bahaya yang ditimbulkan bila hal tersebut tidak terpenuhi. Sebagai bentuk kepedulian, PT Bintang Toedjoe berusaha memberikan solusi mengenai salah satu permasalahan keamanan pangan ini. Salah satu bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan ini adalah melakukan pelatihan keamanan pangan berdasarkan pendekatan HACCP bagi para pengelola warteg. Program pelatihan yang akan dilakukan kepada para pengelola warteg adalah dengan pendekatan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point). Hal ini dikarenakan sistem ini dikenal sebagai alat yang efektif dalam menjamin keamanan pangan di setiap tahap rantai makanan (Mayes, 1994). Sistem HACCP dapat diterapkan di berbagai kegiatan pengolahan pangan, baik di industri pangan, restoran, katering, makanan
2
jajanan, rumah, bahkan warteg. Namun yang perlu diperhatikan adalah materi pelatihan harus disampaikan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti, untuk menjamin bahwa dapat menyediakan makanan yang aman untuk dikonsumsi.
B. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Penelitian Tujuan dari praktik kerja magang di PT Bintang Toedjoe, Jakarta mengenai penerapan sistem HACCP pada warung tegal dan pembuatan modul pelatihannya adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kondisi proses dan praktik kerja yang dapat menjadi sumber bahaya pada warteg beserta alasannya. 2. Mengetahui titik-titik pengendalian kritis (CCP) yang harus diperhatikan dalam usaha jasa boga warteg sekaligus prosedur pemantauan dan tindakan koreksinya. 3. Menyusun modul pelatihan keamanan pangan berdasarkan pendekatan HACCP pada warteg dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami untuk menjamin keamanan pangan yang dihasilkan dari jasa boga warteg. 4. Salah satu bentuk kepedulian PT Bintang Toedjoe, Jakarta terhadap masalah keamanan pangan sekaligus meningkatkan kapabilitas warteg itu sendiri.
Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya praktik kerja magang di PT Bintang Toedjoe ini, diharapkan dapat disusun sebuah modul pelatihan keamanan pangan yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya pada Warung Tegal.
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERUSAHAAN PT Bintang Toedjoe didirikan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 29 April 1946 oleh Tan Jun She (seorang sinshe), Tjia Pu Tjien, dan Hioe On Tjan. Nama Bintang Toedjoe sesuai dengan jumlah anak perempuan yang dimiliki oleh Tan Jun She, yaitu sebanyak tujuh orang. Pada waktu itu, dengan alat-alat yang sederhana dan mempekerjakan beberapa orang karyawan, PT Bintang Toedjoe berhasil memproduksi obat-obatan yang dijual bebas guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat. Salah satu obat yang diproduksi sejak berdirinya perusahaan ini adalah Puyer No. 16 (Obat Sakit Kepala No. 16) yang sampai saat ini masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan diekspor ke beberapa negara. Empat tahun kemudian, PT Bintang Toedjoe pindah dari Garut ke kawasan Krekot, Jakarta dan selanjutnya pada tahun 1974, PT Bintang Toedjoe kembali pindah ke kawasan Cempaka Putih, Jakarta. PT Bintang Toedjoe mulai memproduksi resep dokter pada tahun 1970-an. PT Bintang Toedjoe dibeli oleh Kalbe Group pada tahun 1985 dan berkembang dengan pesat. Tahun 1990, produk-produk PT Bintang Toedjoe mulai diekspor ke mancanegara. Sejalan dengan meningkatnya volume produksi menyebabkan lokasi di Cempaka Putih tidak memadai lagi. Hal ini menyebabkan pada tahun 1993, PT Bintang Toedjoe pindah ke kawasan industri Pulogadung, menempati area seluas 12.000 meter persegi. Selanjutnya pada bulan Juni-Juli 2002, pabrik di Pulomas mulai beroperasi, kemudian pada bulan September 2002, Head Office pindah ke Pulomas dan pabrik di Pulogadung tetap beroperasi. Saat ini, dengan mempekerjakan lebih dari seribu orang karyawan, PT Bintang Toedjoe merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yang tidak hanya memproduksi obat-obatan, melainkan juga suplemen makanan.
4
B. VISI, MISI, DAN CORE VALUE PERUSAHAAN a. VISI Visi PT Bintang Toedjoe adalah menjadi produsen produk-produk kesehatan terkemuka yang mendominasi pasar di Indonesia dan Asia. b. MISI Misi PT Bintang Toedjoe adalah menyediakan produk-produk kesehatan yang terpercaya kepada setiap orang untuk kehidupan yang lebih baik. c. CORE VALUE PT Bintang Toedjoe memiliki lima Core Value, yaitu : 1. Kami peduli terhadap lingkungan 2. Kami sukses atas dasar semangat kerja sama 3. Kami senantiasa berinovasi dan berjuang untuk mencapai yang terbaik 4. Kami peka dan selalu menyesuaikan diri terhadap perubahan 5. Kami selalu bekerja dengan penuh semangat dalam lingkungan yang menyenangkan dan harmonis.
C. ORGANISASI PERUSAHAAN Adapun struktur organisasi PT Bintang Toedjoe dapat dilihat pada Lampiran 1. 1. Business Development Departemen ini bertanggung jawab terhadap ide dan pengembangan produk baru dan Quality System (HACCP, ISO 9001, SMK3, dll.) PT Bintang Toedjoe. Departemen ini membawahi tiga bagian, yaitu Product Innovation, Regulatory Affair, dan Consumer Insight. a. Product Innovation Bagian Product Innovation memiliki fungsi sebagai beri-kut: 1. Mendukung bagian Marketing dan Regulatory Affair untuk hal-hal yang berkaitan dengan scientific issue. 2. Membantu pengembangan bisnis PT Bintang Toedjoe dengan mengajukan usulan produk baru berdasarkan hasil proses New Product Development (NPD) yang dapat dipertanggungjawabkan
5
secara ilmiah. Ide dilakukan melalui primary dan secondary research. Data sekunder yang biasa digunakan adalah Index Hospital Pharmaceutical Audit (IHPA), Index Pharmaceutical Audit (IPA), Index Drugstore Audit (IDA), dan data riil perusahaan-pe-rusahaan farmasi. 3. Memberi pertimbangan terhadap claim dan statement suatu produk. 4. Memberi pertimbangan scientific, berkaitan dengan komposisi produk. 5. Memberikan training product knowledge, terhadap suatu produk baru. 6. Mengkoordinir pelaksanaan uji praklinis dan uji klinis produk PT Bintang Toedjoe. 7. Menyiapkan data-data farmakologi untuk registrasi.
b. Regulatory Affair Bagian Regulatory Affair memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Melaksanakan proses untuk mendapatkan izin penayangan iklan 2. Melaksanakan proses pendaftaran atau registrasi produk baru 3. Memeriksa kebenaran isi atwork kemasan sesuai perundangan yang berlaku 4. Coordinator planning produk baru
c. Consumer Insight Bagian Consumer Insight memiliki fungsi untuk melakukan survey terhadap konsumen yang hasilnya tersebut berkaitan dengan pengembangan produk PT Bintang Toedjoe sehingga produk yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
6
2. Marketing and Sales a. Marketing Departemen Marketing bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pemasaran dan penjualan produk-produk PT Bintang Toedjoe. Kegiatan yang dilakukan oleh departemen ini secara keseluruhan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan target-target penjualan untuk tiap produk berdasarkan kondisi pasar. 2. Menentukan strategi pemasaran untuk mencapai target penjualan, yakni peningkatan kualitas produk, distribusi, menerapkan strategi Marketing Mix 4P (Price. Product, Place, dan Promotion) dan STP (Segmentasi, Targeting, dan Positioning). 3. Menjaga dan terus meningkatkan kepuasan konsumen (consumer satisfaction) terhadap produk-produk PT Bintang Toedjoe dengan cara menyediakan produk-produk dengan kualitas yang baik dengan harga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. 4. Membina hubungan baik dengan distributor, advertising agency, dan end user (konsumen). 5. Sebagai Public Relation (PR) bagi PT Bintang Toedjoe dengan cara melakukan kegiatan pemasaran yang menimbulkan image positif di mata masyarakat sekaligus mengimplementasikan CRM (Customer Relation Management)
Dalam melakukan pemasaran produk-produk PT Bintang Toedjoe, ditangani oleh dua Strategic Business Unit (SBU), yang mana setiap SBU bertanggung jawab pada setiap platform, seperti terlihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Pemasaran produk-produk Bintang Toedjoe oleh SBU SBU SBU 1
Platform
Keterangan
Jenis produk
Health & Produk yang dikembangkan adalah
Extra Joss
Energy
minuman kesehatan untuk
B7
membantu memelihara kesehatan
Extra Joss
dan kondisi tubuh, menyegarkan
Endurance
badan, dan membantu metabolisme
Varian lain
tubuh untuk menghasilkan energi
Extra Joss
dan kekuatan tubuh SBU 2
Heath
Produk yang dikembangkan adalah
KOMIX
and Cure
obat-obatan untuk kesembuhan
Peppermint
yang dapat diperoleh tanpa resep
KOMIX
dokter
Jeruk Nipis KOMIX Jahe KOMIX OBH KOMIX OBH Botol
Men’s
Produk yang dikembangkan adalah
IREX MAX
Health
produk yang dapat memelihara
IREX
stamina kesehatan pria dewasa SBU 3
Health
Produk yang dikembangkan adalah
CAXON
and
produk yang meningkatkan
ENACE
Balance
kesehatan dan pencegahan serta
CAXON
memperbaiki daya tahan tubuh
ION C
Health
Produk yang dikembangkan adalah
N/A
and
produk kesehatan wanita serta
Beauty
pencegahannya
8
Adapun tugas-tugas Departemen Marketing adalah menentukan strategi promosi dan dan pemasaran untuk tiap produk seperti berikut : 1. Merencanakan kemungkinan suatu produk baru, yang mencakup kelayakan, ide, launching, serta promosi. 2. Mempertahankan brand awareness produk yang ada dengan melakukan promosi (seperti iklan, off air, dll.) dan Rolling forecast. Rolling Forecast dibuat dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: target penjualan, analisis stok, tren penjualan, aktivitas produksi, serta program lain seperti diskon dan kenaikan harga. 3. Melakukan survey pasar mengenai : ketersediaan, permintaan, dan harga.
b. Sales Management Sales Management menetapkan target penjualan tiap produk. Target ini ditentukan berdasarkan Target Fixed yang ditetapkan dalam Rapat Kerja (RAKER) Triwulan antara pihak Product Management Pusat dengan sales (cabang dan pusat) serta trend hasil atau pencapaian tiga bulan sebelumnya. Produk-produk PT Bintang Toedjoe didistribusikan oleh PT Enseval Putera Megatrading (EPM), yang masih satu grup dengan PT Bintang Toedjoe (Kalbe Group). EPM melakukan distribusi dan sales ke agen apotek, toko obat, dan outlet-outlet di seluruh Indonesia. Distributor ini memperoleh produk farmasi langsung dari pabrik PT Bintang Toedjoe dengan harga jual pabrik. EPM memiliki cabang-cabang di seluruh Indonesia. Adapun lokasi cabang-cabang PT Bintang Toedjoe tersebut antara lain Jakarta, Bandung, Semarang, Malang, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Pekan Baru, Makassar, Palembang, dan Banjarmasin. Aktivitas promosi yang dilakukan oleh PT Bintang Toedjoe bertujuan agar masyarakat aware atau sadar terhadap produk-produk yang ditawarkan. Aktivitas promosi terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
9
1. Above the Line Above the Line adalah bentuk iklan yang menggunakan media komunikasi massa seperti televisi atau radio sebagai sarana penyampaian pesan dan sarana tersebut umumnya dikelola oleh pihak ketiga. Dalam hal ini kreativitas sangat diperlukan dalam penayangan iklan di televisi atau radio, sehingga sesuai dengan target sasaran yang ingin dituju. Pada promosi ini kegiatan yang dilakukan dapat berupa : TV Commercial : bentuk iklan yang ditayangkan baik di televisi swasta atau negeri dan dapat berupa TV commercial biasa, PSA (Public Service Advertising), dan Telop (tayangan slide biasa / gambar tidak bergerak). Radio Commercial : bentuk iklan yang disiarkan melalui stasiun radio, yang mana materi iklan yang disiarkan dapat berbentuk Jingle (materi iklan yang dibuat dalam bentuk lagu dengan atau tanpa aransemen musik) dan Non Jingle (Iklan biasa tanpa aransemen atau lagu) Advertising : bentuk iklan yang dapat berupa Print Advertising (bentuk iklan yang dimuat di media massa cetak seperti majalah atau koran) dan Outdoor Advertising (bentuknya dapat berupa billboard, papan nama toko, panel bergerak (bus, gerobak kaki lima, taxi, dan sepeda), jembatan, spanduk, shelter bus, dll.) 2. Below the Line Below the Line adalah bentuk iklan yang tidak memerlukan media tertentu sebagai perantara (berinteraksi langsung dengan konsumen). Tujuan dari kegiatan below the line ini adalah menarik simpati pelanggan atau konsumen, meningkatkan citra brand, menghasilkan penjualan, dan memeriahkan pasar. Bentuk kegiatan below the line antara lain Direct Consumer Contact (kunjungan ke rumah, demontrasi pemakaian, bazaar, dll.) dan Sponsorship/Event
10
(diselenggarakan pihak ketiga yang disponsori oleh perusahaan, seperti lomba-lomba, pertunjukan, dll.).
Bagian Sales Management ini terdiri atas dua bagian, yaitu Indonesia Sales Management dan Marketing Service & Data Support. Indonesia Sales Management memilki tugas sebagai berikut : 1. Mengatur distribusi produk PT Bintang Toedjoe sehingga sampai ke konsumen. 2. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan marketing di pusat maupun cabang. 3. Memonitor dan mengevaluasi aktivitas distributor dan kantor cabang PT Bintang Toedjoe di setiap daerah. 4. Menciptakan dan mengembangkan system distribusi yang efisien dan efektif dengan penekanan pada area coverage dan product availability seluas-luasnya. 5. Memperluas area penjualan produk PT Bintang Toedjoe, termasuk membuka cabang-cabang baru. 6. Menentukan target penjualan yang sudah ditetapkan. 7. Membantu Brand Management dalam melaksanakan promosi above the line di tiap cabang (radio) dan below the line (poster, sticker, dan sbagainya) serta Merchandising di outlet-outlet atau supermarket. Sales Management membawahi empat belas kantor cabang regional yang dikepalai oleh Regional Sales Manager selaku pimpinan tertinggi setiap regional dan Area Manager sebagai koordinator cabang PT Bintang Toedjoe di seluruh Indonesia. Tiap kantor cabang dikepalai oleh Area Coordinator. Setiap kantor regional dan cabang dibantu oleh bagian District Leader, Brand Promotion Executive (BPE), Merchandiser (MD), Team Serbu (TS), Sales Promotion Girl (SPG), dan administrasi. Adapun tugas-tugas dari bagian tersebut adalah sebagai berikut :
11
Brand Promotion Executive (BPE) dan Assistant BPE, bertugas melakukan verifikasi terhadap proposal-proposal yang masuk dan melakukan negosiasi serta survey kondisi pasar terutama dari segi promosi. Selain itu, bagian ini juga melakukan survey media promosi, menjalankan program promosi, survey tentang media promosi yang digunakan competitor serta survey pasar untuk daerah yang belum terjangkau. Administrasi, bertanggung jawab terhadap proses pembukuan dan laporan keuangan dimana Admin Cabang akan bekerja sama dengan Finance Cabang. Sales Promotion Girl (SPG), bertugas memasarkan produk PT Bintang Toedjoe (Extra Joss) ke kantor, instansi atau acara tertentu seperti pameran atau stand. SPG akan digunakan ketika ada acara tertentu yang membutuhkan jasa SPG. Merchandiser (MD) bertugas memasarkan produk PT Bintang Toedjoe ke High Class Outlet (HCO), seperti supermarket, mini market, dan apotek. Bagian Marketing Service dan Data Support (MSSD) memiliki fungsi umum seperti mendukung fungsi kerja dan aktivitas marketing dan bertanggung jawab pada distribusi Point of Sales (POS) atau perlengkapan promosi. Bagian-bagian yang mendukung dalam operasi MSSD adalah Media Buying & Branch Operation, Trade Marketing, dan Consumer Advisory. 3. Internal Compliance Bagian Internal Compliance bertugas untuk mengawasi dan memonitor kegiatan setiap departemen dan cabang-cabang PT Bintang Toedjoe, serta memeriksa kebenaran laporan keuangan pusat dan cabangcabang PT Bintang Toedjoe.
12
4. Finance, Accounting, IT, Taxation, Legal (FAITL) Departemen ini bertanggung jawab atas semua aktivitas finance dan accounting di PT Bintang Toedjoe serta hal-hal yang berkaitan dengan hukum dan IT support. Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : a. Finance Accounting (FA) dan Taxation, bagian ini memiliki fungsifungsi sebagai berikut : Mengatur dan mencatat cash inflow dan outflow perusahaan secara keseluruhan (pendanaan) serta memberikan analisa rasio keuangan untuk pengambilan keputusan manajemen. Mengatur balance sheet, neraca, general ledger, dan account perusahaan rutin. Berhubungan dengan orang pajak (akutansi dan pelaporan pajak). Menyiapkan segala masalah pajak dan pemeriksaannya. Menyajikan laporan keuangan dan analisisnya. Stock opname dan membuat laporan (control inventory). Mengatur dan memroses perpajakan perusahaan baik yang masuk maupun yang keluar. b. Information Technology (IT) Bertindak sebagai support departemen, dalam hal teknoogi informasi dan bertanggung jawab dalam pengadaan atau upgrade perangkat komputer, hardware, software, dan network yang dibutuhkan oleh karyawan sesuai dengan fungsinya. Mengembangkan program baru yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan tiap departemen. Bertanggung jawab dalam menciptakan system teknlogi informasi terintegrasi seperti Customer Relation Management (CRM), Supply Chain Management, dan Warehouse Management. Bertanggung jawab terhadap pengembangan sistem teknologi informasi untuk Knowledge Management. c. Legal Bertanggung jawab atas seluruh aspek hukum yang berhubungan dengan perusahaan.
13
Memeriksa setiap isi dokumen resmi (seperti surat perjanjian kontrak) dari pihak suplier sebelum ditandatangani oleh pejabat berwenang perusahaan. Membuat dan atau melakukan review terhadap semua perjanjian yang melibatkan perusahaan dengan pihak lain. Memberikan saran, nasihat hukum kepada setiap departemen sehubungan dengan permasalahan hukum perusahaan yang mungkin terjadi. Melakukan legal audit secara rutin. Membuat pernyataan keputusan rapat baik dalam RUPS tahunan dan luar biasa. Menyimpan dengan baik seluruh dokumentasi hukum perusahaan.
5. Human Resources (HRD) Departemen ini bertanggung jawab dalam menentapkan strategi pengembangan sumber daya manusia yang kompeten dengan didukung budaya perusahaan yang harmonis serta melaksanakan proses rekrutmen, penempatan pegawai, Individual Development Program (IDP), dan menjalankan sistem yang dapat mendukung terciptanya sumber daya yang diharapkan. Departemen HRD terbagi menjadi lima bagian, yaitu: Learning and Education, bertangung jawab atas pengembangan kompetensi karyawan PT BIntang Toedjoe melalui IDP dan trainingtraining. Melakukan pengembangan materi training, mengkoordiasikan eksternal maupun internal training, serta melaksanakan internal training. Assessment Development, bertanggung jawab atas ketersediaan tenaga kerja yang handal dan memilki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan PT Bintang Toedjoe melalui sistem rekruitmen yang baik, melakukan penilaian terhadap seluruh karyawan untuk mengukur perkembangan soft skill dan hard skill, serta melakukan penyesuaian.
14
Recruitment and IR, bertanggung jawab atas tersedianya tenaga kerja yang kompeten serta sesuai dengan kebutuhan di lingkungan non manufacturing melalui sistem rekrutmen yang baik, melakukan penempatan karyawan pada posisi yang sesuai, baik itu di Head Ofice maupun cabang-cabang PT Bintang Toedjoe dan bertanggung jawab untuk memastikan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan agar berjalan dengan baik dan melakuan komunikasi dengan Serikat Pekerja agar tercipta iklim kerja yang harmonis serta koordinasi kegiatan-kegiatan yang sifatnya kebersamaan dan melakukan administrasi kepersonaliaan. Compensation and Benefit, bertanggung jawab atas pembayaran gaji (Payroll) karyawan dan tunjungan-tunjangan yang diklaim oleh karyawan serta menetapkan sistem kompensasi yang kompetitif. Organization Development Memastikan bahwa organisasi di PT Bintang Toedjoe sudah sesuai dengan kebutuhan perusahaan saat ini, misalnya dalam hal pengembangan sistem, pengembangan struktur organisasi, dan change management agar sesuai dengan tujuan perusahaan dan kondisi eksternal.
6. Manufacturing Departemen ini bertanggung jawab atas proses produksi produkproduk PT Bintang Toedjoe serta pengembangannya. Divisi ini terbagi ke dalam empat line produksi, yaitu Line Powder (lokasi Pulogadung), Line Likuid (lokasi Pulogadung), Line Effervescent (lokasi Pulogadung dan Pulomas), dan Line Natural Product (lokasi Pulomas). Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh departemen ini a. Produksi Alur proses produksi adalah sebagai berikut : Production Planning Inventory Control (PPIC) mengeluarkan KPBB yang diterima oleh bagian compounding yang kemudian meminta bahan baku sesuai dengan yang tertera pada KPBB ke gudang bahan baku (IMC). Bila pada kenyataannya terjadi kekurang-
15
an atau kelebihan bahan baku, maka diperlukan Kartu Pengambilan atau Pengembalian bahan baku seri A. Penimbangan bahan baku dilakukan oleh bagian penimbangan. Bahan baku yang telah ditimbang, diberi label penimbangan yang diparaf oleh penimbangan dan saksi. Selama proses penimbangan dilakukan inspeksi oleh pihak produksi, PPIC, dan Quality Control untuk mencegah kesalahan timbang. Pihak produksi melakukan proses produksi sesuai dengan prosedur tetap dan secara berkala dilakukan pengawasan dalam proses oleh pihak produksi dan Quality Control. Produk ruahan hasil produksi dikarantina untuk dilakukan proses sampling dan analisis oleh pihak Quality Control. Pihak Quality Control akan mengeluarkan label “ditolak” atau “diluluskan”. Bulk yang telah dinyatakan lulus oleh pihak Quality Control diserahkan ke bagian pengemasan primer. Bagian pengemasan memperoleh Kartu Penyerahan Bahan Pengemas Primer (KPBPP) dari bagian PPIC dan nomor batch yang harus dicetak pada kemasan. Produk ruahan yang diperoleh dikemas primer oleh bagian filling dan diberi nomor batch. Selama proses pengemasan tersebut, dilakukan pemeriksaan oleh pihak Quality Control dan produksi. Produk ruahan yang telah dikemas primer diserahkan ke pihak packaging untuk dikemas sekunder. Selama proses pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan oleh pihak Quality Control dan produksi, kemudian dilakukan proses penimbangan dengan sistem komputerisasi tahap produk jadi. Pihak packaging menyerahkan produk jadi ke gudang OMC disertai dengan Formulir Penyerahan Hasil (FPH) dan tanda diluluskan oleh pihak Quality Control.
16
b. Pembelian (Purchasing) Peranan Departemen Purchasing adalah melakukan pembelian bahan baku, bahan kemas, serta barang teknik dan umum. Pembelian berdasarkan permintaan dari PPIC dengan menggunakan Formulir Permintaan Barang (FPB) atau untuk barang-barang teknik dan umum yang diperlukan tiap departemen menggunakan Permintaan Pembelian (PP). kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Purchasing adalah penyediaan bahan baku dan bahan kemas baru, pembelian bahan baku atau bahan kemas rutin, penilaian vendor, dan menentukan Lead Time (rentang waktu antara saat pemesanan hingga barang diterima)
c. Production Planning Inventory Control (PPIC) Peranan PPIC dalam suatu perusahan adalah sebagai penghubung antara pihak Sales dan Marketing dengan pihak produksi sehingga permintaan pihak Sales dan Marketing dapat dipenuhi oleh pihak produksi dalam jangka waktu yang diinginkan. Ruang lingkup kegiatan Departemen PPIC adalah sebagai berikut : Production planning control (PPC) Berdasarkan rolling forecast triwulan yang dibuat oleh pihak Marketing, bagian PPC menyusun rencana produksi triwulan yang kemudian dijabarkan menjadi rencana produksi bulanan. Rencana produksi bulanan tersebut mengacu pada rolling forecast pada bulan tersebut dan 50% rolling forecast berikutnya sebagai buffer stock. Selain itu, bagian PPC memperhitungkan Stock on Hand (SOH), Work in Process (WIP), dan kapasitas mesin produksi dalam penyusunan rencana produksi bulanan. Inventory planning control (IPC) Berdasarkan rolling forecastdari pihak Marketing atau rencana triwulandari bagian PPC, dapat diperkirakan jumlah bahan baku maupun bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi selama tiga bulan. Dalam hal ini IPC harus memperhitungkan jum-
17
lah bahan yang dipesan dan jadwal kedatangannya agar dapat memenuhi kebutuhan produksi. Incoming material control (IMC) Bagian IMC menangani penerimaan barang-barang, meliputi bahan baku atau bahan kemas dari supplier, produk toll out, bahan toll in, produk kembalian obat jadi dari distributor, barangbarang teknis, dan alat-alat tulis. Bagian IMC memiliki gudang bahan baku dan bahan kemas yang mana penyimpanannya disesuaikan dengan kondisi penyimpanan yang telah ditetapkan oleh pihak Quality Control. Outgoing material control (OMC) Ruang lingkup kegiatan OMC meliputi penerimaan obat jadi dari pihak produksi, pengeluaran obat jadi dari OMC ke distributor (lokal/ekspor), serta pengeluaran bahan baku dan bahan kemas untuk produk Toll Out.
d. Product Development Departemen Product Development dalam mengembangkan formula dan kemasan baru dilakukan berdasarkan Formulir Permintaan Produk atau Kemasan Baru dari Marketing kemudian dilakukan koordinasi antara pihak Product Development dan Marketing dengan mempertimbangkan perkiraan pemasaran, rencana pembatalan (Toll Out atau tidak), dan spesifikasi produk yang diinginkan (bentuk, ukuran, warna, dan kemasan). Setelah tercapai kesepakatan atau persetujuan antar kedua pihak dan direktur produksi maka dilanjutkan ke beberapa, yakni : studi literatur, membuat formula tentative, tahap formulasi dan trial laboratorium, tahap tes stabilitas, pembuatan master formula, dan trial produksi.
e. Quality Control (QC) Quality Control merupakan departemen yang bertanggung jawab terhadap pengawasan mutu suatu produk dengan cara pemantauan
18
semua proses produksi mulai dari kedatangan bahan baku hingga produk beredar di pasaran. Dalam menjalankan tugasnya, QC dibagi menjadi dua bagian, yaitu QC rutin dan QC nonrutin. QC rutin bertugas menganalisis bahan baku, bahan kemas, produk ruahan, dan melakukan inspeksi di area produksi. QC nonrutin yang bertugas melakukan kalibrasi alat ukur dan instrument, validasi proses produksi, pemantauan stabilitasproduk baru, pengembangan dan validasi metode analisa (kimia, fisika, dan kimia), pemeriksaan limbah pabrik, standardisasi bahan baku baru dan alternatif, dan pemeriksaan mikrobiologi. Manager QC dan staf administrasi bertugas mengontrol batch record, menangani retained sampel produk, produk kembalian, dan komplain pelanggan.
f. Quality System (QS) Departemen Quality System melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan sebagai berikut : 1. Semua sistem manajemen dapat diterapkan secara konsekuen di PT Bintang Toedjoe. 2. Menjamin terimplementasinya Continuous Improvement (CI). 3. Mengawasi, memonitoring, mengevaluasi, dan mereview implementasi ISO 9001, HACCP, dan sistem manajemen lainnya.
Quality System di PT Bintang Toedjoe dikoordinasikan oleh departemen Business Development, antara lain : 1. IS0 9001:2000, yaitu sistem manajemen untuk menjamin konsistensi mutu secara keseluruhan (bukan hanya mutu produk, melainkan mutu proses dari semua bagian), yang melibatkan manajemen dan tenaga kerja dari semua departemen. 2. SMK3, yaitu suatu sistem manajemen untuk menciptakan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan dan mengurangi kecelakaan dan pe-
19
nyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 3. HACCP, yaitu suatu sistem dalam rangka menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi, bebas dari zat-zat berbahaya dan bebas dari pencemaran oleh bahaya biologis, fisik, dan kimia. 4. CPOB, yaitu tata cara pembuatan obat yang baik, yang merupakan pedoman wajib bagi semua industri farmasi, agar menghasilkan produk yang berkhasiaat, aman, dan bermutu. 5. 5R, yaitu ringkas, rapih, resik, rawat, dan rajin. 5R merupakan program yang diadopsi dari Jepang (di Jepang disebut 5S) dalam rangka meningkatkan efisiensi, produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja. Semua sistem manajemen yang diterapkan di PT Bintang Toedjoe diterapkan secara terintegrasi.
D. PRODUK-PRODUK PERUSAHAAN Tabel 2 menunjukkan produk-produk PT Bintang Toedjoe, yang mana terbagi menjadi lima platform. Terdapat lima platform dari produk-produk tersebut, yaitu Health & Energy, Health & Cure, Health & Balance, Health & Beauty, dan Men’s Health.
20
Tabel 2. Produk-produk PT Bintang Toedjoe Platform
Nama produk
Health & Energy
Extra Joss Active
Jenis Produk
Launch
Sachet powder
1994
Sachet powder
2007
E-Juss (Anggur)
Sachet powder
2009
E-Juss (Mangga
Sachet powder
2010
Sachet liquid
1990
Komix jahe
Sachet liquid
1994
Komix jeruk
Sachet liquid
2002
Komix OBH
Sachet liquid
2003
Komix Kids
Sachet liquid
2006
Waisan Hydro
Sachet liquid
2006
Puyer 16
Sachet powder
2006
Bintangin
Sachet liquid
2007
Caxon ENACE
Effervescent tablet
2005
Caxon Ion C
Effervescent tablet
2006
Health & Beauty
N/A
N/A
-
Men’s Health
Irex Max
Kapsul
2004
B7 Extra Joss Flavour (New) - Apel blackcurrant - Anggur burst - Krim soda
dan jeruk) Health & Cure
Komix peppermint
nipis
Health& Balance
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEAMANAN PANGAN Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Anonim, 1996). Setiap produk pangan selain harus memiliki nilai mutu fisik dan sensori yang optimal, harus memiliki mutu keamanan pangan. Hal ini bertujuan agar produk yang dikonsumsi tidak menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia. Jaminan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen karena pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia (Winarno, 1993). Pengertian keamanan pangan UU Pangan No.7 tahun 1996 adalah kondisi dan upaya yang diperlakukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Sistem keamanan pangan yang kurang diaplikasikan dengan baik pada sejumlah usaha jasa boga warteg yang ada menyebabkan terjadinya berbagai kasus keracunan pangan. Marriot (1994) melaporkan bahwa 66% kasus keracunan pangan disebabkan karena toxin dari Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolitycus yang tertelan atau yang disebut dengan intoksikasi. Selain itu, keracunan pangan juga dapat terjadi karena masuknya mikroba seperti Brucella sp., E. coli, Salmonella sp., Shigella sp., Streptococcus grup A, Vibrio cholerae, dan virus hepatitis A yang masuk ke dalam saluran pencernaan atau yang disebut dengan infeksi (Jenie, 1988).
22
B. KASUS KERACUNAN PANGAN DI INDONESIA Ganowiak (1992) melaporkan bahwa di negara maju seperti Amerika Serikat, sebanyak 77% kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh oleh industri jasa boga, 20% kasus disebabkan makanan yang dimasak di rumah, dan hanya 3% yang disebabkan oleh makanan yang diproduksi oleh industri pangan. Jika dilihat dari jumlah penderita, angka persentase tersebut akan berbeda karena jangkauan konsumen untuk konsumen industri pangan lebih banyak dan lebih luas. Meskipun data di Indonesia mungkin berbeda, tetapi hal ini menunjukkan bahwa di negara-negara maju pun makanan jasa boga memegang peranan penting sebagai penyebab keracunan pangan. Dengan kata lain, makanan siap santap merupakan makanan beresiko tinggi dari segi keamanannya jika tidak dipersiapkan dengan baik. Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sumber terbesar keracunan makanan yang terjadi di Indonesia berada pada jasa boga dan katering untuk karyawan maupun jajanan anak sekolah (Nda, 2004). Diperkirakan penyebab utama kasus keracunan dari makanan yang disiapkan jasa boga seperti warteg adalah penggunaan bahan mentah yang tercemar mikroorganisme yang tercemar patogen, makanan didiamkan dalam waktu yang cukup lama sebelum dikonsumsi, dan proses pemanasan kembali yang tidak cukup (Miskiyah, 2006). Seringkali makanan di warteg disajikan dalam waktu yang cukup lama, dari pagi hingga petang, hingga selama waktu tersebut dapat terbentuk racun bakteri yang relatif tahan panas, misalnya enterotoksin Staphylococcus aureus (Fardiaz, 1994). Apabila makanan tersebut tidak habis terjual maka seringkali akan disimpan untuk dijual pada keesokan harinya, yang memungkinkan telah terjadi akumulasi racun bakteri dan pemanasan yang diberikan tidak cukup untuk menginaktifkan racun tersebut. Oleh karena itu cara terbaik untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memasyarakatkan konsep-konsep HACCP kepada pengusaha jasa boga warteg. Sosialisasi penerapan HACCP ini perlu dilakukan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pelakunya. Dengan adanya pe-
23
nyuluhan dan pembinaan tersebut dapat diharapkan sebagai jaminan bahwa makanan yang disajikan benaar-benar aman untuk dikonsumsi. C. WARUNG TEGAL Warung tegal adalah salah satu jenis usaha yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Biasa juga disingkat warteg, nama ini seolah sudah menjadi istilah untuk warung makan kelas menengah ke bawah di pinggir jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di tempat lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain. Harga yang murah dan penyajian yang sederhana merupakan ciri khas yang menjadi faktor utama mengapa warteg lebih melekat di kalangan masyarakat tersebut (Budi, 2009). Penyajian di warteg begitu sederhana, yaitu dengan menata makanan secara prasmanan, sehingga kita dapat mengambil sendiri pilihan hidangan, namun ada juga model memilih menu hidangan dengan cara diambilkan oleh pelayan. Adapun hidangan yang disajikan di warteg bervariasi dan sederhana, terdiri atas olahan sayur-sayuran (seperti sayur tahu, sayur kacang merah, dan soto), lauk pauk (tempe, tahu, perkedel, goreng-gorengan, goreng ayam, goreng ikan, remis, dan jeroan ayam), urap dan sebagainya. Makanan yang disajikan di warteg didominasi oleh hidangan Jawa. Hal ini dikarenakan yang mempunyai usaha warteg adalah orang-orang Tegal yang merantau di kotakota besar, terutama di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi), Bandung, Semarang, Solo, dan beberapa daerah lain (Anonim, 2009). Meski demikian, tidak ada sumber yang pasti, bagaimana bermulanya usaha warteg ini di daerah-daerah tersebut. Namun, diperkirakan eksistensi warteg mulai berkembang pada kurun tahun 1970-an ketika arus urbanisasi besar-besaran mulai terjadi di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Pendorong utamanya adalah orang-orang Tegal yang merantau tersebut memandang kota-kota besar, seperti Jakarta dan sekitarnya, merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Mereka pun menamakan warung nasinya dengan nama “Warung Tegal”, karena memang dimiliki oleh orang-orang Tegal. Hampir
24
seluruh usaha rumah makan tersebut di wilayah manapun diberi label warteg. Istilah warteg itu sendiri memang betul-betul sudah menjadi brand image atau dengan kata lain sudah menjadi istilah yang merakyat di masyarakat Indonesia hingga saat ini. Adanya warteg menjadikan hubungan kaum perantauan dari Tegal ini dapat terjalin dengan baik sebagai sesama pengusaha seprofesi. Oleh karena itu, para pengusaha warteg ini pun umumnya mempunyai inisiatif untuk mendirikan perhimpunan Kowarteg (Koperasi Warung Tegal) yang bertujuan untuk menjalin kerjasama dan membantu anggotanya melalui wadah koperasi tersebut (Syaifudin, 2006). Banyaknya pendatang dari daerah ke Jakarta tentu menjadi alasan utama mengapa warteg makin bertambah jumlahnya dan makin kuat eksistensinya. Banyak dari mereka yang bekerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagai buruh bangunan, buruh pabrik, tukang becak, sopir bus, dan sebagainya yang umumnya berpenghasilan rendah. Penghasilan yang rendah dan keberadaan warteg sudah pasti dihubungkan dengan kemampuan financial/keuangan untuk mencari biaya makan yang murah, karena biaya hidup di kota-kota besar begitu tinggi. Sehingga dengan kondisi demikian, warteg menjadi solusi tersendiri bagi kaum ekonomi menengah ke bawah untuk menikmati makan yang murah meriah. Selain itu, target konsumen mereka adalah para mahasiswa daerah yang indekos. Oleh karena itu tidaklah heran kalau di daerah kampus, warteg dapat dicari dengan mudah (Yudhisti, 2008). D. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) Menurut Fardiaz (1994), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat pencegahan atau preventif terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan. HACCP adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan. Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan
25
dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan (Fardiaz, 1996). Walaupun demikian, harus tetap diingat bahwa sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko (zero risk), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan (Hariyadi, 2001). Konsep HACCP harus dapat diterapkan dalam semua mata rantai produksi makanan. Penerapan HACCP pada pengolahan makanan siap santap seperti warteg dapat dilakukan mulai dari pemilihan bahan mentah, penanganan/penyimpanan bahan mentah, persiapan, pengolahan, sampai penjualan dan penyajiannya. Jadi sistem pencegahan dalam program HACCP dilakukan sedini mungkin, yaitu mulai dari pemilihan bahan mentah. Hal ini disebabkan beberapa cemaran seperti logam berat, pestisida, dan beberapa racun yang mungkin mencemari bahan mentah mungkin tidak dapat dihilangkan melalui proses pengolahan yang diterapkan (Fardiaz, 1994). Sistem HACCP terdiri atas 12 langkah dan 7 prinsip. Prinsip-prinsip HACCP telah diterima secara internasional dan telah dipublikasikan oleh Codex Alimentarius Comission (1991) dan NACMCF (1992). Langkah-langkah dalam menerapkan HACCP yang direkomendasikan oleh SNI 01-4852 (1998) meliputi: 1. Menyusun tim HACCP 2. Membuat keterangan mengenai produk pangan (deskripsi produk) 3. Identifikasi mengenai cara penggunaan atau konsumsi oleh konsumen 4. Menyusun diagram alir proses 5. Verifikasi diagram alir 6. Prinsip 1 : Analisis bahaya dan pencegahannya 7. Prinsip 2 : Identifikasi CCP (Critical Control Point) di dalam proses 8. Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP 9. Prinsip 4 : Menetapkan cara pemantauan CCP 10. Prinsip 5 : Menetapkan tindakan koreksi 11. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur pencatatan 12. Prinsip 7 : Menyusun prosedur untuk verifikasi
26
Titik pengendali kritis (CCP) adalah suatu titik atau prosedur di dalam suatu sistem penyediaan makanan yang jika tidak dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan resiko bahaya yang tinggi. CCP dalam usaha jasa boga ditetapkan mulai dari pemilihan/pembelian bahan mentah, persiapan, pengolahan, penyimpanan, sampai penyajian (Ingham et al., 1994). Limit kritis adalah toleransi yang ditetapkan yang harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia, maupun fisik. Limit kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan (Fardiaz, 1994). Tergantung dari jenis perusahaannya, tahap kesebelas (Prinsip 6) dan tahap keduabelas (Prinsip 7) mungkin tidak perlu dilakukan bagi usaha jasa boga kelas menengah ke bawah semacam warteg. Prinsip kesatu hingga kelima dapat diterapkan dengan cara yang sederhana dan mudah dilakukan (Fardiaz, 1994). Pendekatan sistem HACCP yang digunakan daam produksi makanan adalah untuk menjamin keamanan pangan. Bahaya yang didefinisikan menurut NACMCF (1992) adalah kimia, biologi, dan fisik yang dapat menimbulkan resiko kesehatan konsumen yang tidak dapat diterima, selanjutnya bahaya ini diklasifikasikan menjadi tiga macam bahaya, yaitu biologi, kimia, dan fisik. 1. Bahaya Biologi Bahaya biologi menurut Mortimore dan Wallace (1995) secara garis besar ada dua macam makrobiologi dan mikrobiologi. Bahaya makrobiologi berhubungan dengan serangga dan lalat, yang umumnya jarang didapati resiko bahaya yang terjadi karena penampakannya yang menimbulkan penolakan sebelum dikonsumsi. Adapun bahaya mikrobiologi mempunyai resiko sangat besar karena kasat mata. Bahaya mikrobiologi tersebut meliputi: a. Bakteri patogen gram negatif, meliputi Salmonella, Shigella, Eschericia coli, Campylobacter jejuni, dan Vibrio parahaemolyticus. Bakteri
27
jenis ini tidak tahan panas dan disebabkan kurangnya sanitasi dan higien pekerja, kontaminasi silang bahan mentah terhadap permukaan alat, produk jadi, dan kemasan. Umumnya bakteri tersebut tidak terlalu fatal dibandingkankan patogen gram positif, walaupun ada juga yang berakibat fatal seperti Salmonella. b. Bakteri patogen gram positif, meliputi Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan Lysteria monocytogenes. Bakteri ini umumnya menghasilkan toksin yang berakibat fatal bagi kesehatan. c. Emerging patogen, dahulunya patogen ini tidak dikenal sebagai agen penyakit manusia, namun saat ini terbukti bakteri ini menimbulkan penyakit perut, seperti Yersinia enterolitica, Aeromonas hydrophila, Pleisomonas shigelloides, dan Vibrio vulnivicus. d. Virus, penyakit utama dari virus adalah hepatitis A yang disebabkan oleh Norwalk virus. e. Parasit dan protozoa, parasit yang menyebabkan penyakit meliputi Taenia saginata, Trichinella spiralis, dan Clonorchis sinensis, sedangkan protozoa meliputi Toxoplamsma gondii, Giardia intestinalis (lamblia), dan Cryptosporidium parvum.
ICMSF atau International Commission of Microbiological Specifications for Food (1992) membagi bahaya biologi berdasarkan tingkat resiko bahaya. Grup I memiliki bahaya yang besar, grup II memiliki tingkat bahaya sedang namun bahaya penyakit yang ditimbulkan potensial untuk menyebar, dan grup III memiliki bahaya sedang dengan penyebaran terbatas. Jenis-jenis mikroor-ganisme tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
28
Tabel 3. Bahaya mikroorganisme berdasarkan resiko keparahan bahayanya Bahaya Sedang, Bahaya Besar (Grup I)
Bahaya Sedang,
Terbatas
Potensial Menyebar
Penyebarannya
(Grup II) (Grup III)
Clostidium botulinum Lysteria monocytogenes types A, B, E, dan F
Bacillus cereus
Shigella dysenteriae
Salmonella spp.
Campylobacter jejuni
Salmonella typhi, paratyphi A, B
Shigella spp.
Clostrdum perfringens
Hepatitis A dan E
Enterovirulent Eschericia coli (EEC)
Staphylococcus aureus
Brucella abortis, B. Streptococcus pygones Suis
Vibrio cholerae, non OI
Vibrio cholerae OI
Rotavirus
Vibrio parahaemolyticus
Vibrio vulnivicus
Norwalk virus grup
Yersinia enterolitica
Taenia solium
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Trichinella spiralis
Diphyyllobothrium latum
Taenia saginata
Ascaris lumbricoides Cryptosporidium parvum (ICMSF, 1992) 2. Bahaya Kimia Menurut Cliver (1992) bahaya kimia dalam makanan dibagi menjadi dua macam, yaitu yang secara alami terjadi dan bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja. Bahaya kimia menurut Pierson dan Corlett (1992) dibagi menjadi lima macam, yaitu : a. Toksin mikroorganisme, meliputi toksin bakteri dan mikotoksin. Mikotoksin dihasilkan dari kapang. Jenis-jenis mikotoksin yang sering ditemukan pada makanan dapat dilihat pada Tabel 4
29
b. Toksin bahan pangan, seperti toksin ikan dan toksin kerang c. Bahan tambahan pangan yang dilarang atau ditambahkan secara berlebihan d. Cemaran atau residu, seperti bahan pembersih, pestisida, logam atau bahan berbahaya, residu obat-obatan hewan, dan migrasi bahan pengemas e. Senyawa
alergen
yaitu
komponen
pada
makanan
yang
menyebabkan alergi atau respon food intolerance pada individu yang sensitif, misalnya histamin pada ikan
Tabel 4. Mikotoksin yang sering ditemukan pada makanan Mikotoksin
Kapang penghasil
Makanan yang tercemar
Aflatoksin
Apergillus flavus
Jagung, kacang tanah, beras, kopra, biji kapas, susu, dan kacangkacangan lain
Patulin
Penicillium claviforme
Buah dan produk buah-buahan
Okratoksin
Aspergillus ochraceus
Gandum, jagung, barley, kacang tanah, biji-bijian
Zearalenon
Fusarium sp
Jagung, barley, sorghum, wijen, minyak jagung, pati
Fumonisin
Fusarium moniliforme
Jagung, barley, sorghum, wijen, minyak jagung, pati
(Mortimore dan Wallace, 1995) Adapun bahan-bahan kimia yang berbahaya pada makanan dapat dilihat pada Tabel 5.
30
Tabel 5. Bahan kimia berbahaya pada makanan Sumber Tebentuk secara alami
Bahan kimia berbahaya Mikotoksin Skrombotoksin m (histamin) Ciguatoksin Toksin jamur
Tebentuk secara alami
Toksin kerang : toksin paralitik (PSP), toksin diare (DSP), neurotoksin (NSP), dan toksin amnestik (ASP) Alkaloid pirolizidin Fitohemaglutinin Polychlorinated biphenyl (PCB)
Ditambahkan dengan sengaja maupun tidak sengaja
Bahan kimia pertanian, seperti pestisida, fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik, hormon pertumbuhan Logam/bahan berbahaya (Pb, Zn, As, Hg, sianida) Bahan bangunan dan sanitasi: lubrikan, pembersih, sanitizer, pelapis cat Bahan tambahan pangan (jumlah terbatas): pengawet (nitrit dan sulfit), penguat cita rasa (monosodium glutamat), penambah gizi (niasin), pewarna sintetik (amaranth, rodhamin B, methanyl yellow), dan pemanis buatan
(Fardiaz, 1996) 3. Bahaya Fisik Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk fisik yang secara normalnya tidak terdapat dalam pangan serta dapat menimbulkan penyakit (termasuk trauma psychological) atau luka terhadap individu (Corlett, 1992). Sumber bahaya fisik antara lain bahan mentah,
31
air, gedung, peralatan, meterial gedung, dan pekerja. Bahaya yang terkait dengan bahaya fisik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Material utama yang menyebabkan bahaya fisik Material
Bahaya potensial
Sumber
Gelas
Terpotong, berdarah, luka, dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya
Botol, lampu, wadah, lampu, peralatan pengolahan
Kayu
Terpotong, infeksi, tercekik, dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya
Pallet, box, gedung, pohon/ranting
Batu, kerikil
Tercekik, gigi patah
Lapangan, gedung
Logam
Terpotong, infeksi, yang mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya
Peralatan, kawat, pekerja
Serangga Penyakit, trauma, dan tercekik dan kotorannya
Lapangan, ruang penyimpanan, dan peralatan yang sudah lama tidak digunakan
Bahan insulasi
Tercekik
Material bangunan dan penggunaan asbes dalam waktu lama
Potongan tulang
Tercekik, trauma
Lapangan dan proses pengolahan
Plastik
Tercekik, infeksi, dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya
Lapangan, bahan pengemas, dan pekerja
Bagian tubuh
Tercekik, terpotong, infeksi, dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya
Pekerja
Sisik, kulit
Tercekik
Pembersihan sisik ikan dan pengulitan hewan secara tidak benar
(Corlett, 1992)
32
Selain bahaya fisik di atas, bahaya fisik lainnya meliputi rambut, kotoran, kelupasan cat, karat, pelumas, debu, dan kertas (Pierson dan Corlett, 1992). E. GHP (Good Hygienic Practices) Praktik produksi yang higienis (GHP) merupakan semua tindakan yang menyangkut kondisi dan cara yang penting untuk memastikan keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap rantai makanan (CAC, 2003a). Penerapan GHP sangat penting untuk diterapkan pada industri makanan karena dapat menciptakan keamanan pangan. Elemen GHP baik di industri kecil maupun industri besar adalah sama. Tujuan GHP adalah mencegah, menghilangkan atau mengurangi kontaminasi, serta mencegah pertumbuhan bakteri. Jaminan keamanan pangan yang lebih besar dapat diciptakan bersama dengan penerapan HACCP. Sebelum HACCP diterapkan di setiap sektor rantai pengolahan pangan, diperlukan penerapan program kelayakan dasar (prerequisite program) seperti Good Hygienic Practices (GHP) terlebih dahulu (Wallace and Williams, 2001). Hal ini akan menjadikan penerapan HACCP menjadi lebih efektif (Moy, 1994). WHO/ICD (2000) menyebutkan bahwa elemen GHP pada industri kecil ada tiga kelompok, yaitu : a. Penanganan makanan yang higienis Cara penanganan makanan yang higienis harus dilakukan pada semua tahap produksi untuk melengkapi higiene perorangan serta kebersihan lingkungan yang harus dijaga selama persiapan makanan. Hal ini berguna untuk mencegah kontaminasi, keberadaan, dan kontaminasi mikroba. Cara penanganan yang dapat dilakukan dapat diklasifikasikan sebagai tindakan pencegahan kontaminasi, membunuh mikroorganisme, dan mencegah pertumbuhan bakteri. Cara-cara penanganan makanan yang higienis antara lain sebagai berikut : 1. Pangan yang mudah busuk atau rusak sebaiknya disimpan di lemari es
33
2. Pangan yang mudah busuk atau rusak sebaiknya tidak disimpan terlalu lama, meskipun dalam suhu refrigerator 3. Lepas bekukan daging dan ayam beku secara sempurna sebelum dimasak 4. Buanglah semua tetesan darah yang terbentuk selama pencairan dan bersihkan semua permukaan atau peralatan kotor 5. Masaklah makanan secara sempurna, semua bagian makanan harus mencapai suhu 700C supaya dapat membunuh mikroorganisme 6. Simpanlah makanan matang pada suhu panas (minimal 600C) 7. Simpan makanan matang dalam wadah yang tertutup 8. Panaskan kembali makanan matang pada suhu 700C 9. Simpanlah makanan matang terpisah dengan makanan mentah 10. Komponen makanan matang dalam suatu lauk yang disajikan dingin, harus didinginkan (disimpan dalam suhu dingin) terlebih dahulu sebelum dicampur dengan komponen lain 11. Semua pekerjaan yang menangani makanan yang mudah rusak atau busuk, sebaiknya diselesaikan secara singkat 12. Makanan yang matang sebaiknya tidak ditangani menggunakan tangan telanjang
b. Kebersihan dan perawatan yang higienis terhadap dapur dan peralatan masak Dapur dan peralatan memasak harus selalu dijaga kebersihan dan kehigienisannya untuk menjamin makanan yang disajikan dalam kondisi yang aman. Adapun cara menjaga makanan tetap aman dari faktor dapur serta peralatan memasak adalah sebagai berikut : 1. Area dapur dan ruangan penghubung dapur harus selalu bersih 2. Lampu di setiap ruangan persiapan harus terang, termasuk di ruang penyimpanan 3. Dapur harus selalu dijaga kebersihannya 4. Pembersihan yang teratur menjamin higienitas dapur
34
5. Serbet dan kain pengering yang kontak dengan piring ataupun peralatan dapur harus segera diganti bila mulai terlihat kotor 6. Lindungi area dapur dan gudang dari serangga dan binatang pengerat 7. Jaga binatang agar tidak ada yang masuk dapur 8. Jaga agar bahan yang berbahaya atau yang beracun terletak jauh dari area dapur, diberikan label pada kemasannya, dan disimpan pada tempat yang tertutup 9. Bersihkan lemari es secara teratur 10. Hindarkan penyimpanan bahan pangan yang melebihi kapasitas lemari es 11. Gunakan peralatan yang mudah dibersihkan 12. Buanglah sampah secara hati-hati
c. Kebersihan perorangan penjamah makanan Kebersihan perorangan penjamah makanan menjadi sangat penting karena 1. Manusia merupakan reservoir bagi agen penyakit infeksius (V. cholerae, S. typhi, Shigella sp.) 2. Manusia merupakan reservoir bagi mikroba penghasil enterotoksin (S. aureus) 3. Beberapa patogen (Shigella sp, virus) dapat menyebabkan infeksi walau tingkat kontaminasinya ringan 4. Tangan penjamah makanan dapat menjadi media kontaminasi silang
Penjamah makanan harus mematuhi peraturan higiene perorangan. Pekerja seharusnya sadar bahwa dengan mematuhi peraturan higiene perorangan akan lebih menjamin makanan yang mereka hasilkan aman untuk dikonsumsi. Mereka harus selalu didorong untuk melakukan hal-hal di bawah ini ketika sedang menjamah makanan
35
1. Mencuci tangan sebelum bekerja menangani makanan dan selama bekerja menangani makanan 2. Membalut dengan rapi bila ada luka di tangan atau lengan 3. Hindari batuk dan bersin di atas makanan 4. Tidak diperkenankan merokok 5. Selalu menggunakan penutup rambut 6. Tidak menggunakan perhiasan 7. Menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih 8. Penjamah makanan harus lapor bila terjadi gejala diare, demam, sakit tenggorokan, muntah, luka infeksi, serta keluar cairan dari telinga, mata, dan hidung.
IV. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian praktik kerja magang ini berupa panduan yang berisikan berbagai macam pertanyaan. Pertanyaan tersebut digunakan sebagai acuan untuk melakukan observasi dan wawancara dengan para pengelola warteg. Panduan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2.
B. METODE Kegiatan praktik kerja magang dilakukan di PT Bintang Toedjoe, Jl. Jend. Ahmad Yani, No. 2, Pulo Mas, Jakarta Timur 13210, selama empat bulan, yaitu dari bulan Februari hingga Mei 2010. Peneliti melakukan magang di bagian Business Development PT Bintang Toedjoe. Metode yang dilakukan dalam melakukan penelitian praktik kerja magang ini terdiri atas enam tahapan, yaitu : a. Sampling warteg Survei dilakukan pada warteg dengan ukuran warteg, jumlah masakan, dan lokasi yang berbeda. Ukuran dan jumlah masakan warteg yang berbeda bertujuan untuk memperoleh gambaran umum yang lengkap mengenai pengelolaan sebuah warteg. Pengambilan sampel dengan tempat/lokasi yang berbeda dilakukan untuk mengetahui tipikal warteg di berbagai jenis lokasi. Pengambilan sampel dilakukan hingga diperoleh garis besar pengelolaan dan tipikal warteg dari kriteria tersebut.
b. Observasi lapang Observasi lapang dilakukan dengan cara live in, yang mana peneliti tinggal di warteg tersebut selama satu hari, kira-kira pukul 09.00-16.30 WIB. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai kegiatan praktik pengelolaan warteg. Dengan dilakukan-
38
nya observasi langsung, diharapkan diperoleh hasil yang seobjektif mungkin.
c. Wawancara Beberapa poin dalam panduan harus dipilah mana yang bisa diobservasi dan mana yang harus diperoleh melaui wawancara. Hal ini bertujuan supaya pengelola tidak menjadi kesal dengan begitu banyak pertanyaan. Wawancara digunakan untuk mengetahui faktor sosial penyebab pengolahan pangan menjadi tidak aman, seperti mengukur sejauh mana pengetahuan pengelola warteg mengenai keamanan pangan, alasan praktik kerja yang tidak aman, serta tipikal warteg di berbagai lokasi.
d. Analisis HACCP Dari hasil pengamatan pada tahap observasi dan wawancara, kemudian dilakukan analisis tahapan yang dapat menjadi sumber bahaya dalam pengelolaan sebuah warteg berdasarkan prinsip HACCP. Sebagai pendekatan untuk melakukan pelatihan atau menyampaikan penyuluhan, penerapan HACCP dapat dilakukan berdasarkan lima prinsip saja (Fardiaz, 1994). Analisis bahaya pada warteg berdasarkan prinsip HACCP sebagai berikut : 1. Analisis bahaya dan penetapan resiko yang terkait dengan bahan baku, peralatan, air, kondisi dan lokasi, fasilitas, persiapan, pemasakan, penyimpanan, menu masakan, penyajian makanan. 2. Penetapan titik pengendalian kritis (Critical Control Point/CCP) yang dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi. 3. Penetapan limit kritis (critical limit) yang harus dipenuhi untuk setiap CCP yang telah ditentukan. 4. Penetapan prosedur untuk memantau CCP. 5. Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan apabila terjadi penyimpangan selama pemantauan.
39
e. Studi literatur CODEX Penentuan prosedur untuk memantau CCP dan tindakan koreksinya pada tahapan sebelumnya ditentukan dengan studi literatur pedoman CODEX. Adapun panduan CODEX yang digunakan sebagai standar atau pedoman dalam melakukan penelitian ini yaitu: 1. General Principles of Food Hygiene (CAC, 2003) 2. Preparation and Sales of Street Foods (CAC, 2001) 3. Precooked and Cooked Foods in Mass Catering (CAC, 1993)
f. Penyusunan modul pelatihan Hasil analisis bahaya berdasarkan prinsip HACCP yang telah dilakukan selanjutnya dituangkan ke dalam sebuah modul pelatihan. Penjelasan mengenai jenis-jenis bahaya, titik kritis, limit kritis, sistem pemantuan, serta tindakan koreksinya harus disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Sistem pemantuan dan tindakan koreksi juga disampaikan sebagai solusi yang mudah diaplikasikan dengan kondisi warteg yang memiliki banyak keterbatasan.
V. HASIL PENGAMATAN
A. Contoh Kondisi Warteg dan Praktik Kerja para Pengelolanya Kategori
Penemuan di lapangan
Keterangan Lokasi warung berada di pinggir jalan sehingga debu dari jalanan dapat masuk ke dalam warung
Lokasi
Lokasi warung bersebelahan langsung dengan sungai yang sangat kotor sehingga dapat menimbulkan bau yang kurang sedap di dalam warung
Warung tegal semi permanen dibuat dari pembatas kayu dan atapnya ditutup dengan tenda.
Bangunan
Bagian atap umumnya dapat melindungi warung terutama pada saat hujan dan kondisinya tidak bocor.
41
Bangunan
Lantai warung tegal umumnya kedap air. Kebanyakan lantai telah disemen namun tidak di keramik. Lantai di tempat makan umumnya tidak disapu segera setelah pengunjung pergi. Pengelola warung kebanyakan menyapunya ketika lantai telah benar-benar kotor. Beberapa warteg memiliki fasilitas toilet di dalam bangunan yang terletak di samping area pemasakan. Pada sebagian warteg, design layout pintu toilet mengarah langsung ke arah area pemasakan.
Sistem sirkulasi udara yang kurang memenuhi menjadikan asap masakan tidak dapat keluar warung dengan sempurna dan mengotori seluruh dinding dapur.
Warung tegal umumnya tidak memiliki sumber air yang mengalir, sehingga mencuci peralatan kotor menggunaan air yang ditampung dalam ember
Fasilitas Pencucian Peralatan
Pengelola warung tegal umumnya menggunakan dua buah ember. Ember pertama untuk bilasan peralatan yang penuh busa yang selanjutnya dibilas lagi ke ember kedua. Air di ember pertama baru diganti bila sudah sangat penuh dengan busa, setelah itu air dari ember kedua dipindahkan ke ember pertama.
42
Fasilitas pencucian tangan
Penanganan air limbah
Warung tegal umumnya tidak mempunyai fasilitas khusus untuk tempat mencuci tangan. Para pengolah makanan di warung ini umumnya menggunakan air dari ember cucian untuk mencuci tangan. Saluran pembuangan yang letaknya berdekatan dengan area memasak menyebabkan lantai selalu basah dan dapat menjadi sumber kontaminasi silang pada masakan jadi.
Warung tegal yang tidak mempunyai air mengalir akan menampung air dari tempat lain di dalam drum-drum. Air tersebut umumnya merupakan air tanah yang tidak jelas kualitasnya. Air tanah ini umumnya digunakan untuk keperluan mencuci peralatan dan bahan, serta keperluan memasak.
Suplai air
Jika air tanah yang mereka gunakan tidak cukup baik untuk kualitas air minum, misalnya terasa berkarang, bau, dan sebagainya, maka mereka akan menggunakan air dari PDAM yang dibeli dari tukang air kelilling. Air tersebut disimpan dalam jerigen-jerigen yang selanjutnya direbus dahulu sebelum diminum. Banyak juga warteg yang memiliki sumber air mengalir yang umumnya berasal dari air tanah. Air tersebut diambil menggunakan pompa manual maupun pompa listrik.
43
Penggunaan Es Batu
Es batu dibeli dari tukang es keliling. Terlihat bahwa es diletakkan pada gerobak tanpa adanya alas. Es tersebut langsung dihancurkan ke dalam termos es. Bila kapasitas termos tidak memenuhi maka es akan diletakkan di lantai. Es baru akan dicuci bila terlihat benar-benar kotor. Pencucian itupun dilakukan menggunakan air di ember pencucian. Lap yang digunakan umumnya tidak setiap hari diganti. Pengolah umumnya baru menggantinya bila lap telah tampak benar-benar kotor. Lap yang telah dicuci kebanyakan dikeringkan di atas panci yang digunakan untuk merebus air. Ada juga beberapa warung tegal yang beratapkan tenda yang menjemur lapnya pada bambu kerangka atapnya.
Kegiatan Pembersihan
Kotoran yang telah disapu dikumpulkan pada pengki, kemudian dibuang ke dalam tempat sampah yang berada di area warung. Warung dengan lantai yang seperti ini umumnya tidak pernah dipel.
44
Warung yang lantainya telah dikeramik biasanya akan memudahkan pengelola untuk mengepelnya. Pengepelan umumnya dilakukan dengan menggunakan air saja, namun ada juga yang menggunakan cairan pembersih lantai. Kegiatan Pembersihan
Penanganan sampah
Kegiatan pembersihan lantai dilakukan dilakukan sekedarnya menggunakan sabun colek atau deterjen, namun umumnya hanya menggunakan air saja.
Umumnya hanya ada satu tempat sampah di dalam warung. Sampah masakan ditampung dalam plastik hitam dan dibuang setelah memasak. Sampah kering dan sampah basah selama warung beroperasi ditampung dalam ember yang letaknya berdekatan dengan area memasak. Tempat sampah tersebut tidak ditutup, dibiarkan seharian, dan dibuang bila sudah penuh. Tempat sampah yang telah penuh tidak langsung dibuang, namun biasanya diinjak supaya lebih mampat dan bisa menampung sampah lagi. Sampah ini dibiarkan selama satu hari dan baru diangkut sore atau malam harinya ketika warung hendak tutup.
45
Serangga yang ada di dalam warung seperti kecoa atau lalat juga dibiarkan saja. mereka tidak menggunakan insektisida untuk membunuhnya. Mereka umumnya telah mengerti bahwa penggunaan bahan kimia tersebut di area warung dapat mengontaminasi masakan dan bahan makanan yang ada di warung. Penanganan tikus dan serangga
Kondisi penyajian makanan
Pencucian bahan
Bangunan warteg umumnya tidak mempunyai fasilitas khusus untuk mencegah datangnya tikus. Tikus yang berkeliaran dibiarkan saja tanpa ada perangkap ataupun racun. Mereka enggan menggunakan perangkap karena tikus sering tidak masuk jebakan. Bangkai tikus yang mati karena racun nantinya akan sulit ditemukan dan menimbulkan bau yang sangat tidak sedap. Oleh karena itu mereka juga enggan menggunakan racun tikus. Rak penyajian yang tidak tertutup tidak melindungi masakan dari lalat dan serangga, serta menyebabkan makanan tercemar oleh debu jalanan.
Bahan makanan umumnya tidak dicuci dengan air mengalir, melainkan disiram air di dalam wadah. Bahan tidak dicuci dengan seksama, umumnya hanya dibolak-balik dan satu kali bilas saja.
46
Bahan baku makanan disimpan di dalam lemari yang letaknya berdekatan dengan penyimpanan stok sabun colek. Hal ini memungkinkan terjadinya cemaran pada bahan baku.
Penyimpanan bahan
Bahan baku masakan umumnya juga disimpan di kolong meja yang kotor dan tidak tertutup sehingga bisa saja ada gangguan tikus atau serangga.
Ikan yang menunggu untuk diolah disimpan pada suhu ruang di wadah terbuka sehingga dihinggapi lalat.
Penanganan bahan
Ikan yang akan diolah diletakkan di kolong meja, yang kemudian tidak dicuci terlebih dahulu sebelum diolah.
Begitu pula dengan ayam yang akan diolah, juga diletakkan di bawah kolong meja yang dapat menyebabkan ayam terkena debu dan kotoran yang bisa terbawa hingga makanan jadi karena proses pencucian selanjutnya yang tidak sempurna.
47
Persiapan bahan yang akan dimasak tidak dilakukan di tempat yang bersih. Akibatnya kotoran atau kontaminasi yang terjadi pada tahap ini dapat terbawa hingga proses selanjutnya.
Penanganan bahan
Proses persiapan bahan dilakukan di lantai sehingga dapat mencemari bahan yang akan diolah.
Bahan bumbu tidak dicuci dan tidak dikupas terlebih dahulu sebelum digunakan untuk memasak. Hal ini dilakukan dengan alasan supaya lebih cepat.
Penggunaan minyak goreng
Pencucian peralatan
Dengan alasan ekonomi, pengelola warteg umumnya menggunakan minyak goreng berulang-ulang hingga minyak goreng tersebut menjadi sangat hitam. Bahkan ada pula pengelola yang tidak pernah mengganti minyak goreng, melainkan terus menerus menambahnya. Peralatan memasak dibersihkan kemudian dibilas namun bukan dengan air mengalir. Peralatan tersebut hanya dikucur air hingga tidak terlihat ada busa lagi. Umumnya peralatan tersebut jika dipegang masih terasa licin di tangan.
48
Peralatan disimpan di tempat yang kotor dan terbuka, yang mana sebelum digunakan peralatan tersebut tidak dicuci kembali. Akibatnya peralatan tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi pada makanan,
Penyimpanan peralatan
Peralatan disimpan berdekatan dengan deterjen. Sebelum digunakan, peralatan tersebut juga tidak pernah dicuci terlebih dahulu, sehingga bila terjadi kontaminasi dapat mencemari makanan yang sedang diolah. Peralatan yang disimpan di tempat terbuka dapat menjadi sarang debu dan bisa saja terkena kotoran tikus atau serangga. Hal ini juga tentu saja dapat mengontaminasi makanan bila tidak dicuci terlebih dahulu.
Kebiasaan mencuci tangan
Kebiasaan para pengolah masakan di warung tegal dapat dikatakan sangat jauh dari harapan. Mereka hampir tidak pernah mencuci tangan saat hendak menjamah makanan. Mereka mencuci tangan bila tangan benar-benar kotor saja menggunakan air untuk mencuci piring yang ada di ember. Cuci tangan yang dilakukan tidak menggunakan sabun dan parameternya hanya asal tangan basah saja.tidak ada lap khusus untuk mengeringkan tangan. Mereka menggunakan lap meja atau pakaian mereka untuk mengelap tangan.
49
Mengobrol dan bercanda saat mengolah masakan
Merokok saat memasak
Menggunakan cincin dan gelang ketika mempersiapkan masakan
Mengambil masakan jadi langsung dengan tangan tanpa menggunakan alat
Pengolah masakan mengobrol dan bercanda melalui hand phone saat memasak. Dia tidak menyadari bahwa tanpa sengaja air ludahnya dapat mengontaminasi makanan yang diolahnya.
Pengolah masakan yang merokok saat menggoreng makanannya. Pekerja tidak menyadari bahwa abu rokoknya dapat mengontaminasi makanan yang dimasaknya sehingga kotor.
Pengolah masakan menggunakan cincin dan gelang saat mempersiapkan masakan. Mereka tidak menyadari bahwa barang-barang tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi pada masakan yang tengah dipersiapkannya. Pengolah mengambil makanan jadi langsung dengan tangan tanpa menggunakan alat. Tangan pengolah yang tidak terjamin kebesihannya dapat menjadi sumber kontaminasi silang bagi makanan.
50
Tidak menggunakan celemek dan penutup kepala
Rambut pengolah masakan yang panjang dan tidak ditutup dapat menjadi sumber kontaminasi apabila terjatuh ke dalam masakan yang tengah diolahnya. Mereka juga umumnya tidak memakai celemek saat memasak. Pakaian yang kotor juga dapat menjadi sumber kontaminasi bagi masakan yang diolah.
B. Menu Masakan yang Umum Ditemui di Warteg Masakan yang ada di warung tegal merupakan makanan yang umum di rumah sehari-harinya. Para pengolah masakan pun umumnya mengaku tidak pernah belajar memasak secara khusus. Resep masakan yang mereka miliki diperoleh dari pengalaman sewaktu memasak di rumah atau ketika pernah ikut membantu di warung orang lain sebelumnya. Menu masakan di warung tegal umumnya selalu berganti-ganti setiap harinya supaya pelanggan mereka tidak bosan. Namun ada beberapa jenis masakan yang kurang lebih hampir selalu ada di setiap warung. Jenis makanan tersebut yang kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya dan selanjutnya digunakan untuk analisis bahaya dengan prinsip-prinsip HACCP supaya diperoleh gambaran umum mengenai jenis bahaya apa saja yang mungkin terjadi selama proses pemasakan makanan di warung tegal. Pada pokok bahasan ini, jenis masakan yang umum ada di warung tegal terbagi atas enam kelompok. Adapun pengelompokan jenis makanan tersebut adalah sebagai berikut : Olahan ayam Jenis olahan ayam yang biasanya ada di warung tegal antara lain ayam goreng, opor ayam, ayam kecap, dan ayam bumbu bali. Contoh proses pengolahan ayam yang diambil untuk dilakukan analisis HACCP adalah ayam goreng. Pemilihan ayam goreng dikarenakan menu ini selalu ada pada hampir semua warung tegal yang saya temui pada saat observasi.
51
Olahan daging sapi Di warung tegal, masakan daging sapi yang bisa ditemui hampir di setiap warteg adalah rendang. Oleh karena itu, contoh proses pembuatan rendang daging sapi inilah yang selanjutnya digunakan untuk melakukan analisis HACCP. Olahan telur Olahan telur ayam dapat dipastikan selalu ada di semua warung tegal setiap hari. Aneka masakan telur tersebut antara telur dadar, telur dadar bumbu bali, telur mata sapi, dan telur bulat bumbu bali. Karena telur bulat bumbu bali memilki proses pemasakan yang paling kompleks dibanding menu lain. Oleh karena itu dipilihlah proses pembuatan menu ini untuk dilakukan analisis HACCP. Masakan laut Jenis masakan laut yang hampir selalu ada antara lain ikan laut, cumi, dan udang. Ikan laut umumya digoreng, sedangkan cumi lebih sering ditumis. Udang tidak selalu ada setiap hari, namun umumnya dimasak tumis asam manis. Karena ketiga jenis masakan tersebut memilki karakterisik yang berbeda, oleh karena itu proses pembuatan ketiganya dimasukkan ke dalam analisis HACCP. Sayur Sayur adalah jenis masakan yang selalu ada di warung tegal. Hanya saja jenis olahannya yang bermacam-macam. Sayur terdiri dari dua jenis besar, yaitu sayur kuah dan tumisan. Yang termasuk ke dalam sayur kuah yang sering sekali ada antara lain sayur sop, sayur asem, sayur bayam, dan sayur nangka. Tumis kacang panjang, capcay, tumis kol adalah jenis tumisan yang juga sering dihidangkan di warung tegal. Proses pembuatan sayur kuah yang dipilih untuk analisis HACCP adalah sayur asem karena selain hampir selalu ada, bahan yang digunakan juga kompleks. Untuk proses pembuatan tumisan, dipilih tumis kacang. Hal ini didasarkan selain karena umum di setiap warung tegal, tumis kacang umumnya dicampur dengan tahu. Seperti kita tahu, terkadang ada penjual yang sengaja menggunakan pewarna tekstil kuning (methanil yellow) supaya warna tahu
52
lebih bagus. Oleh karena itu, dengan dipilihnya menu ini di dalam analisis HACCP. maka diharapkan dapat memberikan pelajaran bagi pengolah warung tegal dalam memilih tahu yang baik. Gorengan Pengolah warung hampir setiap hari selalu membuat gorengan, seperti tempe goreng, tahu goreng, bakwan sayur, dan bakwan jagung, Selain itu juga ada orek tempe atau orek kentang yang selalu ada setiap harinya. Untuk melakukan analisis HACCP, dipilihlah proses pembuatan orek tempe/kentang karena hampir dipastikan selalu ada serta proses pembuatan bakwan sayur karena bahan yang digunakan paling kompleks dibanding jenis gorengan yang lain.
C. Faktor Sosial Penyebab Pengolahan Pangan Menjadi Tidak Aman Pengetahuan yang dimiliki para pengelola warteg umumnya merupakan pengetahuan yang sangat mendasar. Pendidikan mereka umumnya hanya sampai pada tingkat SMP. Oleh karena itu, faktor inilah yang mungkin menyebabkan mereka kurang mengerti mengenai pentingnya keamanan pangan. Pengetahuan mereka mengenai pengelolaan warteg diperoleh secara sederhana melalui kebisaan selama di rumah atau pengalaman pernah ikut membantu di warteg lain. Pertimbangan yang mereka lakukan lebih ke arah fisik yang kasat mata. Pertimbangan lain yang sering mereka gunakan adalah dari segi rasa. Lokasi warteg juga menentukan kepedulian pengelola warteg terhadap keamanan pangan. Perbedaan ini bisa terlihat dari tipikal warteg yang berada di lokasi berbeda. Tidak seperti daerah pasar, terminal, pasar, stasiun, dan pabrik, warteg yang berada di daerah sekolah, kampus, dan perkantoran umumnya lebih memperhatikan kehigienisan dalam pengelolaan warung dan pengolahan pangan. Hal ini dikarenakan karena konsumen mereka lebih menuntut warung untuk lebih bersih.
VI. ANALISIS HACCP
Ruang Lingkup Pembelajaran Penerapan Sistem HACCP pada Warung Tegal Untuk melakukan analisis titik kritis yang terjadi pada setiap tahapan proses di sebuah warung tegal, sebelumnya dilakukan penentuan berbagai jenis bahaya, bahaya potensial yang kemungkinan dapat terjadi, tingkat keakutan, dan resiko kejadiannya. Jenis-jenis bahaya yang dapat muncul dalam ruang lingkup pembelajaran ini adalah bahaya biologi, kimia, dan fisik. Identifikasi bahaya a. Bahaya biologi (B) Bahaya biologi penyebab keracunan pangan terdiri atas makrobiologi dan mikrobiologi. Bahaya makrobiologi termasuk di dalamnya seperti lalat dan serangga, yang umumnya jarang didapati resiko bahaya yang terjadi karena penampakannya yang menimbulkan penolakan sebelum dikonsumsi. Mikrobiologi penyebab keracunan pangan meliputi bakteri, virus, kapang, fungi, dan parasit. Sejumlah besar mikroba tersebut ada secara alami pada lingkungan dari mana bahan pangan tersebut berasal. Akan tetapi hampir semua mikroba tersebut dapat diinaktifkan selama proses pemasakan atau dikurangi jumlahnya dengan pengontrolan yang baik terhadap higien, suhu, dan waktu pada proses penanganan dan penyimpanan. Dari kejadian keracunan pangan yang dilaporkan, bakteri patogenlah yang memiliki andil paling besar. Virus dapat menyebabkan keracunan melalui air yang terkontaminasi atau berpindah pada makanan melalui manusia, hewan, atau yang lain. Tidak seperti bakteri, virus tidak dapat berkembang biak di luar sel hidup. Virus tidak dapat bereplikasi di dalam makanan, melainkan hanya sebagai pembawa saja.
54
Yang termasuk ke dalam fungi adalah kapang dan khamir. Beberapa jenis kapang dapat membentuk mikotoksin, namun lebih berperan pada pembusukan makanan, seperti halnya khamir. Parasit dapat termasuk bakteri dan virus, namun secara umum yang dimaksudkan sebagai parasit adalah protozoa dan cacing. Parasit-parasit ini kadang mempunyai siklus hidup yang kompleks dimana manusia sebagai inangnya hanya merupakan salah satu tahap kehidupannya. b. Bahaya Fisik (F) Bahaya fisik dapat berasal dari kontaminasi atau praktik yang buruk pada banyak tahap dalam rantai pangan, yaitu dari mulai tahap penanganan hingga sampai kepada konsumen. Jenis bahaya fisik yang dapat muncul dalam pokok bahasan ini antara lain kerikil, tanah, debu, gabah, serpihan kulit telur, potongan tulang, sisik, kotoran tikus dan serangga, kutu, rambut, dan potongan plastik. c. Bahaya Kimia (K) Kontaminasi kimia pada makanan dapat terjadi secara alami maupun sengaja ditambahkan selama proses. Senyawa kimia yang berbahaya pada level tinggi dapat menyebabkan kasus keracunan pangan yang akut dan dapat mengarah pada penyakit kronis pada level yang rendah. Contoh bahaya kimia antara lain adalah toksin yang dihasilkan mikroorganisme, toksin yang secara alami ada pada bahan pangan, cemaran dan residu, serta bahan kimia yang dilarang penggunaannya.
Identifikasi Tingkat Keakutan (Severity) Tingkat keakutan (severity) dari suatu bahan pangan merupakan tingkat keparahan yang dapat diakibatkan dari jenis-jenis bahaya apabila terkonsumsi. Tingkat keakutan tersebut dapat dikelompokkan atas bahaya biologi, fisik, dan kimia. International Commision of Microbiological Spesifications for Food (ICMSF, 1992) membagi bahaya mikrobiologi berdasarkan tingkat keakutan bahayanya. Berikut ini merupakan daftar tingkat keakutan bahaya dari patogen
55
pada makanan yang dapat menyebabkan keracunan atau wabah penyakit. Tingkat keakutan berbagai jenis bakteri dapat dilihat pada Tabel 7. Pengelompokan lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahaya kimia dan fisik. Secara sederhana penentuan tingkat bahaya kimia dan fisik dapat dikelompokkan sebagai berikut (Dept. ITP IPB, 2009): a. Tingkat keakutan bahaya tinggi (High = H) merupakan bahaya yang mengancam jiwa manusia. b. Tingkat kaekutan bahaya sedang (Medium = M) merupakan bahaya yang mempunyai potensi mengancam jiwa manusia. c. Tingkat keakutan bahaya rendah (Low = L) merupakan bahaya yang mengakibatkan pangan tidak layak konsumsi. Tabel 7. Pengelompokan bakteri berdasarkan tingkat keakutannya Keakutan tinggi
Keakutan sedang
Keakutan rendah
(High = H)
(Medium = M)
(Low = L)
Salmonella enteridis
Listeria monocytogenes
Bacillus cereus
Eschericia coli
Salmonella spp
Clostridium perfringens
Salmonella typhi
Campylobacter jejuni
Satpphylococcus aureus
Vibrio cholerae
Shigella spp
Taenia saginata
Clostridium botulinum
Norwalk virus
Shigella dysentriae
Rotavirus Yersinia enterolitica Cryptosporidium parvum Hepatitis A dan E Adenoviruses Eteroviruses Vibrio parahaemolyticus Entamoeba hystolitica
(ICMSF, 1992)
56
Identifikasi Resiko (Risk) Analisis resiko (risk) merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan peluang kemungkinan suatu bahaya yang akan terjadi. Sumber informasi yang dapat digunakan untuk menentukan peluang kejadian di antaranya adalah sejarah produk, keluhan konsumen, laporan morbiditas dan mortalitas, regulasi, model pendugaan, hasil riset, dan literatur (Dept. ITP IPB, 2009). Analisis resiko dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu 1. Peluang kejadian tinggi (High = H) merupakan bahaya yang selalu muncul atau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak (+) pada suatu bahan atau tahapan proses. 2. Peluang kejadian sedang (Medium = M) merupakan bahaya yang cukup sering muncul atau ditemukan dalam jumlah sedang (++) pada suatu bahan atau tahapan proses 3. Peluang kejadian jarang (Low = L) merupakan bahaya yang jarang sekali muncul atau ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit (+++) pada suatu bahan atau tahapan proses.
Tabel 8 menunjukkan jenis-jenis bahaya yang dapat muncul dalam ruang lingkup pembelajaran penerapan sistem HACCP pada warung tegal. (WHO/ICD, 2000). Tabel 8. Bahaya yang dapat muncul dalam ruang lingkup pembelajaranHACCP
Jenis Bahaya
Bahaya potensial
Keakutan L
M
H
Resiko L
M
H
<102
102-103
≥103
sel/g
sel/g
sel/g
<102
102-103
≥103
sel/g
sel/g
sel/g
1. BIOLOGI a. Bakteri (B) Salmonella spp
Diare, demam, kram perut, 3
muntah (≥10 sel/g)
Salmonella typhi
Diare, demam, kram perut, muntah (≥103 sel/g)
v
v
57
Salmonella
Diare, demam, kram perut, 3
enteridis
muntah (≥10 sel/g)
Eschericia coli
Diare, disentri (≥106 sel/g)
v
(EPEC, EIEC,
v
ETEC)
Eschericia coli
Diare ringan, diare berdarah
0157:H7
akut, Haemolytic Uremic Syndrome (HUS) (dosis tidak
v
<102
102-103
≥103
sel/g
sel/g
sel/g
<103
103-106
≥106
sel/g
sel/g
sel/g
+
++
+++
diketahui tapi diperkirakan sangat rendah) Vibrio cholerae
Diare, kram perut, dehidrasi,
3
dan ketidak seimbangan garam
v
(106-108 sel/g) Clostridium botulinum
Lemah otot, pandangan kabur, 4
6
sulit bernafas (10 -10 sel/g,
v
toksin terbentuk pada 103 sel/g) Shigella
Mucosal ulceration, rectal
dysentriae
bleeding, dehidrasi, HUS
v
(≥10 sel/g)
Listeria
Meningitis, enchepalitis,
monocytogenes
septicaemia, dan abortus (≥103
v
sel/g)
Yersinia
Gastroenteritris, muntah, diare,
enterolitica
demam, sakit perut (dosis tidak
v
3
6
106-
<10
10 -10
sel/g
sel/g
<102
102-103
≥103
sel/g
sel/g
sel/g
1-5
5-10
≥10
sel/g
sel/g
sel/g
<102
102-103
(≥103
sel/g
sel/g
sel/g
+
++
+++
< 10
10-102
≥102
sel/g
sel/g
sel/g
108 sel/g
diketahui) Bacillus cereus
Diare, sakit perut, merasa sakit, 4
5
muntah (10 -10 sel/g, toksin terbentuk pada 102 sel/g)
v
58
Clostridium
Kram perut, diare, dan dehidrasi 6
perfringens
(>10 sel/g)
Staphylococcus
Merasa sakit, muntah, kram
aureus
perut, sakit perut, kram otot toksin terbentuk pada 106 sel/g)
Vibrio
Diare, kram perut, dan merasa
parahaemolyticus
sakit (>103 sel/g)
Campylobacter
Demam, merasa sakit, kram
jejuni
perut, muntah (kadang), diare berdarah, hingga HUS
v
v
v
v
<103
103-106
>106
sel/g
sel/g
sel/g
<103
103-106
≥106
sel/g
sel/g
sel/g
<10
10-100
>103
sel/g
sel/g
sel/g
500 -
>
1000
1000
sel/g
sel/g
<500 sel/g
(500-1000 sel/g) b. Virus (V) Norwalk virus
Gastro-enteritris (10-100 sel/g)
v
+
++
+++
Hepatitis A dan E
Hepatitis (10-100 sel/g)
v
+
++
+++
Rotavirus
Diare, muntah, dan demam (10-
v
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
100 sel/g) Adenoviruses
Diare (10-100 sel/g)
Enteroviruses
Diare, meningitis, serta penyakit tangan, kaki, dan mulut (10-100 sel/g)
c. Parasit (P) Cryptosporidium
Diare, seperti flu, sakit perut,
parvum
anoreksia, merasa sakit, demam ringan, muntah, berat badan turun, malabsorbsi, dan flatulensi.
Giardia
Kram perut, diare, berat badan
intestinalis
turun, dan malabsorbsi
(lamblia)
59
Entamoeba
Diare
histoyitica Taenia saginata
Cacing menyerang otak, mata, otot, dan jaringan subkutaneus
v
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
d. Kapang (K) Aspergillus spp.
Menyebabkan kebusukan dan
Fusarium spp.
menghasilkan mycotoxin
Penicillium spp. e. Khamir (KH) Saccharomyces
Menyebabkan kebusukan
v
cerevisiae f. Makrobiologi (M) Lalat
Membawa penyakit dan mengotori makanan
Serangga
Membawa penyakit dan mengotori makanan
2. FISIK (F) a. Kerikil, batu
Tercekik, gigi patah
v
+
++
+++
b. Gabah
Tercekik
v
+
++
+++
c. Debu
Makanan menjadi tidak layak
v
+
++
+++
d. Tanah
Makanan menjadi tidak layak
v
+
++
+++
e. Serpihan kulit
Tercekik
v
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
telur f. Potongan
Tercekik
tulang g. Sisik
Tercekik
h. Kotoran tikus
Menyebabkan penyakit dan
dan serangga
menjadikan makanan tidak layak
60
i. Kutu
Menghasilkan racun dan menjadikan makanan tidak
v
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
+
++
+++
<5
5-50
>50
µg/kg
µg/kg
µg/kg
layak g. Rambut
Tercekik, makanan menjadi tidak layak
j. Potongan
Tercekik
plastik k. Ulat
Makanan menjadi tidak layak
v
3. KIMIA (K) a. Toksin Mikroorganisme (Micotoksin) (TM) Aflatoksin
Berpotensi karsinogen (> 50 µg/kg) dan kanker hati
Okratoksin, Fumonisin
v
Okratoksin dan fumonisin adalah mikotoksin yang umum terdapat pada jagung. Mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang ini tumbuh pada jagung yang disimpan secara tidak benar. Dalam pokok bahasan ini, keduanya dapat diabaikan karena penggunaan jagung dalam masakan di warung tegal adalah jagung segar yang dibeli setiap harinya, bukan yang telah mengalami penyimpanan dalam waktu lama.
Trichotesan
Trichotesan dan zearalenon adalah mikotoksin yang umum terdapat
Zearalenon,
pada serealia. Kedua jenis mikotoksin ini bisa saja terdapat pada terigu, namun akan sulit untuk menelusuri apakah produsen terigu menggunakan gandum yang telah terkontaminasi atau tidak. Oleh karena itu, keduanya dapat diabaikan dalam pokok bahasan ini.
b. Toksin Bahan Pangan (TB) Solanin
Demam, muntah, merasa sakit
(glikoalkaloid) Histamin
Pening dan penurunan tekanan darah (80 µg/100g bb)
Ciguatera
v
+
++
+++
v
+
++
+++
Ciguatera adalah toksin yang umum ditemui pada ikan karang di daerah
tropis
yang
disebabkan
karena
dinoflagelata.
Ciguatera
berakumulasi pada rantai bahan pangan, sehingga ikan paling besar adalah yang paling beracun. Dalam pokok bahasan ini, ciguatera dapat
61
diabaikan karena akan sulit sekali menelusuri sumber ikan laut yang ada di pasar. c. Cemaran atau residu (CR) Sabun colek
Makanan berbau dan berasa sabun
Migrasi mono
+
++
+++
v
+
++
+++
v
+
++
+++
Berpotensi karsinogen
mer plastik
Asam lemak
v
Berpotensi karsinogen
bebas dan senyawa benzen 3-MCPD
3-MCPD dapat muncul sebagai residu pada kecap yang dibuat dengan hidrolisis asam, jika proses tersebut tidak dikontrol dengan baik. Dalam pokok bahasan ini, akan sangat sulit menelusuri kecap yang mengandung 3-MCPD tersebut. Oleh karena itu, jenis bahaya kimia ini dapat diabaikan.
Formalin
Formalin terkadang ditambahkan ke dalam tahu supaya bisa lebi awet. Adanya penambahan formalin tidak dapat dilihat secara kasat mata. Oleh karena itu, dalam pokok bahasan ini jenis bahaya formalin dapat diabaikan.
d. Bahan tambahan berbahaya yang dilarang (BB) Rhodamin B
Berpotensi karsinogen (pewarna tekstil merah)
Methanil yellow
Berpotensi karsinogen (pewarna tekstil kuning)
v
+
++
+++
v
+
++
+++
e. Bahan tambahan pangan yang digunakan secara berlebihan Kasus penggunaan bahan tambahan pangan yang berlebihan, misalnya penggunaan pemanis buatan dan asam benzoat secara berlebih. Dalam ruang lingkup pembelajaran HACCP pada warung tegal bahasan mengenai bahan tambahan pangan yang digunakan berlebihan dapat diabaikan. Hal ini dikarenakan mereka dalam mengolah masakan seharihari tidak pernah menggunakan bahan tersebut. Jenis masakan di warung tegal umumnya juga tidak menggunakan bahan tambahan pangan yang berlebihan. Oleh karena itu jenis
62
bahaya kimia ini dapat diabaikan dalam ruang lingkup studi HACCP pada warung tegal. f. Allergen Senyawa allergen adalah komponen dalam makanan yang dapat menyebabkan alergi atau respon food intolerance pada individu yang sensitif, misalnya histamin pada ikan, protein pada kacang, dan telur. Dalam ruang lingkup pembelajaran HACCP pada warung tegal bahasan mengenai allergen dapat diabaikan. Pengabaian allergen ini didasarkan target konsumen warung ini adalah semua orang umum. Orang tersebut dapat menghindarinya dengan memilih jenis makanan yang dapat menimbulkan reaksi alergi bagi tubuhnya. Selain itu, kasus alergi makanan di populasi sangatlah jarang kurang lebih hanyalah sekitar 1-2%, sehingga jenis bahaya kimia allergen dapat diabaikan dalam ruang lingkup studi HACCP pada warung tegal. g. Logam berbahaya Logam berbahaya adalah logam yang apabila terkonsumsi dapat menyebabkan keracunan. Yang termasuk ke dalam logam berbahaya antara lain Pb, Zn, As, Hg, dan sianida. Dalam ruang lingkup pembelajaran HACCP pada warung tegal, adanya logamlogam berbahaya yang ada pada bahan pangan dapat diabaikan. Hal ini didasarkan sulitnya untuk menelusuri sumber bahan baku tersebut berasal, terlebih apabila telah sampai di pasar. Para penjual juga kemungkinan besar tidak dapat mengetahui apakah bahan tersebut berasal dari daerah yang tercemar atau tidak. h. Residu obat hewan Obat yang dimaksud dalam hal ini antara lain antimikroba, obat cacing, dan perangsang pertumbuhan. Residu obat hewan yang terdapat pada hewan yang dikonsumsi dapat menyebabkan bahaya pada manusia. Namun dalam cakupan pembelajaran sistem HACCP pada warung tegal bahaya kimia dari residu obat dan hormon dapat diabaikan. Pengabaian ini didasarkan pada sulitnya menulusuri adanya residu obat dan antibiotik pada daging hewan yang ada di pasaran. (WHO/ICD, 2000). Pada ruang lingkup pembelajaran sistem HACCP di warung tegal akan dilakukan analisis titik kritis pada tahap penyimpanan (bahan baku dan peralatan), tahap pencucian (bahan baku dan peralatan), suplai air (bahan baku, pencuci bahan baku dan peralatan, serta penggunaan es batu), penanganan sampah dan air limbah, penyajian (wadah dan rak penyajian), serta proses
63
pemasakan berbagai jenis resep masakan yang umum ada di warung tegal. Identifikasi titik kritis (critical control point) dan analisis HACCP pada setiap tahapan proses tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Adapun instruksi dalam penentuan titik kendali kritis (CCP=Critical Control Point) dapat dibagi pada pada tahapan bahan baku dan tahapan proses. Insruksi untuk menentukan titik kendali kritis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penentuan CCP pada Bahan Baku Q1: Apakah terdapat bahaya pada bahan baku? Jika tidak, Not CCP, jika iya lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Q2: Apakah perlakuan selanjutnya dapat menghilangkan bahaya tersebut? Jika iya, Not CCP, jika tidak berarti CCP
2. Penentuan CCP pada Tahapan Proses Q1: Apakah terdapat bahaya pada bahan baku? Jika iya lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Jika tidak, apakah tindakan pencegahan perlu dilakukan? Jika tidak, Not CCP, jika iya lakukan modifikasi proses dan lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Q2: Apakah ada pengontrolan/tindakan pencegahan? Jika tidak, Not CCP, jika iya lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Q3: Apakah tindakan tersebut sengaja dirancang untuk menghilangkan bahaya? Jika iya, CCP, jika tidak lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Q4: Dapatkah kontaminasi berkembang hingga level tidak aman? Jika tidak, Not CCP, jika iya lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Q5: Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkan bahaya tersebut? Jika iya, Not CCP, jika tidak berarti CCP.
VII. PEMBAHASAN
A. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) Bryan (1990) menyebutkan bahwa pencegahan dan kontrol dapat dilakukan melaui mencegah atau meminimalkan kontaminasi, membunuh mikroba kontaminan atau mendenaturasi racun, menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dalam makanan. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan sistem HACCP. Sistem ini memfokuskan pada pemecahan masalah, yang meliputi inspeksi pada proses atau praktik penanganan makanan (Anonim, 2006). Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan (Fardiaz, 1996). HACCP adalah suatu sistem kontrol pangan yang berbasis pada usaha pencegahan. Oleh karena itu dalam rangkaian proses produksi harus ditetapkan titik-titik proses yang kemungkinan menimbulkan bahaya. Selajutnya pengawasan dan tindakan pencegahan akan terjadinya bahaya perlu ditetapkan pada titik-titik kritis tersebut (Mortimore and Wallace, 1995). Lebih lanjut Ropkins dan Beck (2000) menjelaskan bahwa HACCP merupakan suatu alat untuk pengembangan dan implementasi, serta pengelolaan prosedur jaminan pangan yang efektif. Sistem HACCP ini digunakan sebagai alat untuk menganalis semua titik proses pada warung tegal yang kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya bahaya. Menurut Bryan (1990), pendekatan untuk aplikasi prsosedur HACCP dapat dilakukan melalui : a) Review resep, yang mana data resep tersebut dibuat diagram alir sehingga bahaya dapat diperkirakan. b) Review terhadap proses atau pengolahan, kemungkinan kontaminasi, ketahanan kontaminan, dan pertumbuhan mikroorganisme. c) Observasi, pengukuran, dan pengujian tahapan proses dan penyimpanan. d) Memperkirakan bahaya dan resiko setelah bahaya teridentifikasi.
65
Dari analisis tersebut dapat diperoleh tahapan-tahapan kritis yang perlu dilakukan pengawasan dan tindakan pencegahan. Pada ruang lingkup pembelajaran ini, dilakukan analisis pada berbagai jenis menu masakan yang umum ada pada warteg. Di sisi lain, dengan segala macam keterbatasan yang dimilki pengelola warteg, ada faktor-faktor lain di luar proses pengoahan masakan itu sendiri yang dapat menjadi sumber bahaya atau titik kritis yang perlu diawasi dan dikontrol untuk mencegahnya. Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan masalah penyimpanan peralatan, pencucian bahan baku, pencucian peralatan, penggunaan air tanah untuk mencuci peralatan dan tangan, penanganan sampah dan air limbah, penggunaan es batu, serta kondisi wadah dan rak penyajian. Selain itu, ada pula faktor sanitasi pengolah masakan di warteg yang kurang baik, yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada masakan yang diolah. Faktor-faktor tersebut yang menjadi kritis di warung tegal, namun mungkin tidak di tempat lain yang telah menerapkan GHP (Good Hygienic Practises). Titik-titik kritis ini selanjutnya dapat dihilangkan dengan merubah design proses, yang akan dibahas alternatif pemecahan masalahnya pada bagian selanjutnya. Alternatif pemecahan masalah dari proses pemasakan yang dibahas dengan penerapan sistem HACCP disini merupakan jenis-jenis bahaya yang memang merupakan resiko apabila kita mengonsumsi masakan tersebut. Seperti yang telah dianalisis sebelumnya, beberapa jenis masakan yang akan dibahas proses pemasakannya disini adalah untuk mendapatkan gambaran umum yang lengkap pada pengolahan ayam, daging, telur, hasil laut, sayur, dan gorengan yang ada di warteg. Adapun pembahasan mengenai alternatif pemecahan masalah yang terkait dengan titik kritis dari rantai pemasakan jenis masakan tersebut, akan dibagi ke dalam beberapa pokok bahasan. Titik-titik kritis pada rantai proses pengolahan masakan di warteg umumnya terjadi pada tahap pemilihan bahan, penanganan bahan, proses pemasakan, dan penyajian masakan.
66
a. Pemilihan bahan Bahan pangan yang tidak aman tentu saja dapat menjadi salah satu sumber bahaya pada masakan yang akan diolah. Para pengolah warteg harus berhati-hati dalam memilih bahan pangan. Bahan yang dibeli haruslah berasal dari sumber yang aman dan menunjukkan tanda-tanda organoleptik yang bagus. Bahan dengan kualitas yang bagus bukan hanya aman dari bahaya mikrobiologi, melainkan juga memberikan pengaruh positif terhadap mutu organoleptik masakan yang dihasilkan, terutama dari segi rasa dan penampakan. Bahan pangan yang akan dibahas akan dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu: ayam, daging sapi, hasil laut, telur, sayuran, dan jenis makanan lain. Ayam Pengelola warteg harus memilih ayam yang segar dan tidak menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan. Pengelola warung harus cermat dalam memilih untuk menghindari ayam yang telah mati sebelum dipotong. Daging ayam yang kondisinya baik memiliki tandatanda sebagai berikut: warna kulit karkas putih bersih serta agak mengkilap, bau agak amis sampai tidak berbau spesifik, konsistensi otot dada dan paha kenyal, keadaan serabut otot putih pucat, keadaan pembuluh darah di daerah leher dan sayap putih bersih, warna hati coklat kemerahan sampai putih kekuningan, serta bagian dalam karkas berwarna putih pucat (Hermanianto, 2008). Hermanianto (2008) juga menjelaskan ciri-ciri ayam yang mati terlebih dahulu sebelum dipotong adalah sebagai berikut: berbau agak anyir, terdapat bercak-bercak plak berdarah pada bagian kepala, leher, punggung, sayap, dan dada, konsistensi otot dada dan paha lembek, serabut otot berwarna kemerah-merahan, pembuluh darah di leher dan sayap penuh darah, warna hati merah kehitaman, dan bagian dalam karkas berwarna kemerah-merahan. Daging ayam yang telah mati sebelum dipotong tidak layak untuk dikonsumsi.
67
Daging sapi Menurut Arief (2009), daging sapi yang baik dan sehat dapat dilihat dari warnanya yang harus merah cerah, tidak lembek dan harus kenyal. Hermanianto (2008) menganjurkan untuk menghindari daging sapi yang berair, berwarna hijau atau abu-abu, berlendir, dan memiliki bau dan aroma yang busuk (NH3, H2S,N2). Hal ini disebabkan karena adanya kontaminasi sewaktu penyembe-lihan, transportasi, pelayuan, pengecilan, dan deboning (Eubakteria). Ikan Pengolah masakan haruslah memilih ikan laut yang segar sebagai bahan baku masakannya. Selain menberikan rasa yang lebih enak dibanding yang sudah tidak segar lagi, ada bahaya lain yang seringkali tidak diketahui oleh mereka. Ikan yang dibiarkan dalam suhu ruang terlalu lama dapat terbentuk histamin di dalamnya. Histamin berkaitan dengan dekomposisi scromboid ikan, yang dihasilkan oleh bakteri sebagai hasil dekarboksilasi histidin (WHO, 2000). Histamin tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak dapat dihilangkan selama proses pengolahan (Loken, 1995). Biasanya rasa pening dan penurunan tekanan darah yang terjadi setelah tiga puluh menit mengonsumsi racun tersebut akan menghilang setelah tiga jam. Oleh karena itu, pengolah masakan harus memilih ikan yang benar-benar segar supaya kandungan histaminnya tidak terlalu banyak. Batas ambang histamin yang dapat menimbulkan keracunan adalah 0.8 mg/ kg berat badan (CAC, 2003b). Cara pemilihan ikan yang baik menurut Panai (2008) adalah ikan tampak cemerlang mengkilap sesuai jenis, badan ikan utuh, tidak patah, fisiknya tidak rusak, bagian perut masih utuh dan lubang anusnya tertutup. Bagian mata cerah (terang) selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol, Insang berwarna merah cemerlang atau sedikit kecoklatan, tidak ada atau sedikit lendir. Berbau segar spesifik jenis atau sedikit berbau amis yang lembut. Selaput lendir di permukaan tubuhnya tipis, encer, bening, mengkilap, cerah, tidak lengket, berbau sedikit
68
amis dan tidak berbau busuk. Tekstur dan daging ikan bila ditekan dengan jari bekasnya cepat pulih kembali, sisiknya tidak mudah lepas. Jika dagingnya disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak dengan sayatan cemerlang menampilkan warna daging ikan asli. Ikan yang sudah tidak segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: mata suram dan tenggelam, sisik suram dan mudah lepas, warna kulit suram dengan lendir tebal, insang berwarna kelabu dengan lendir tebal, dinding perut lembek, serta warna keseluruhan suram dan berbau busuk. Ikan yang sudah tidak segar selain dapat menurunkan cita rasa masakan, namun yang lebih berbahaya adalah kandungan histaminnya yang telah tinggi. Kadar histamin yang tinggi tentu saja dapat menyebabkan keracunan pangan bagi para pengunjung warteg. Udang Bau udang segar, masih berciri amis khas udang, namun jika sudah dicampur dengan serbuk es, biasanya bau amis kurang tercium. Oleh karena itu, lebih baik menggunakan indera tangan dan mata untuk memilihnya. Panai (2008) menyampaikan bahwa udang segar mudah bergeser di antara sesamanya, tidak ada bau busuk, daging kenyal, berwarna putih kehijauan, dan semi transparan. Pilih udang yang masih terlihat kekar, kaki dan kulitnya tidak mudah lepas begitu pula dengan bagian kepalanya. Kalau bisa, hindari memilih udang yang sudah mulai berwarna kehitaman, udang seperti ini sudah agak lama mati, walaupun tidak busuk. hal ini disebabkan karena adanya reaksi enzimatis yang menyebabkan terbentuknya black spot pada udang atau yang biasa disebut dengan melanosis. Cumi-cumi Cumi-cumi yang masih segar memiliki badan yang kenyal dan kokoh bila ditekan. Cumi-cumi kecil mempunyai badan berwarna keunguan dengan bintik-bintik hitam, sedangkan cumi-cumi besar (berukuran >20 cm) berwarna putih dengan sedikit bintik hitam. Cumi segar
69
di lapisi selaput lender yang jernih, serta mengeluarkan bau khas dan bukan bau busuk (Panai, 2008). Sayuran dan bahan bumbu Sayuran dan bahan bumbu yang dibeli harus dalam keadaan segar dan berada dalam kondisi yang baik. Bahan yang berkualitas rendah tersebut bukan hanya mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi, mengandung racun, tetapi juga memberikan efek yang negatif dari segi organoleptik. Jika bahan tersebut tetap diolah, maka selain memberikan rasa yang tidak enak (umumnya pahit), tetapi juga memberikan penampakan yang tidak menarik pada masakan. Pada analisis HACCP sayur asem merupakan sayur yang hampir selalu ada di setiap warteg setiap harinya, perlu diperhatikan penggunaan kacang tanah. Pengolah masakan hendaknya tidak menggunakan kacang yang berwarna hitam. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya aflatoxin yang disebabkan oleh Aspergillus flavus. Aflatoxin merupakan karsinogen yang tidak dapat dihilangkan selama pengolahan. Karena aflatoxin memberikan penanda rasa yang pahit jika dikonsumsi, maka dapat disampaikan kepada para pengolah masakan dengan alasan untuk menjaga cita rasa masakan yang mereka sajikan. Pengolah masakan juga harus berhati-hati bila menggunakan bumbu siap pakai yang umum dijual di pasar. Hindari penggunaan bumbu apabila memiliki rasa yang pahit. Hal ini dapat disebabkan karena bumbu tersebut dibuat dari bahan yang telah busuk, namun tidak terlihat karena dijual dalam bentuk halus. Akibatnya pengunjung pun malas untuk makan di warteg tersebut. Penggunaan bahan yang dilarang Adakalanya untuk membuat bahan yang dijual memiliki penampakan yang lebih menarik, penjual yang nakal menggunakan bahan tambahan berbahaya untuk menarik selera pembeli. Bahan tambahan yang berbahaya tersebut antara lain adalah pewarna tekstil. Pewarna tekstil akan memberikan warna yang sangat mencolok, sebenar-
70
nya dapat dengan mudah dikenali karena sangat mencurigakan. Contohnya pada tahu yang umumnya menggunakan pewarna alami kunyit. Kunyit memberikan warna kuning yang pucat, namun dengan pewarna pakaian, misalnya methanil yellow, tahu akan berwarna kuning yang sangat cerah (Fardiaz, 1994). Begitu pula dengan saos tomat, yang mana umumnya saos tomat murahan memiliki warna merah yang menyala. Pewarna merah tekstil yang dilarang contohnya adalah Rhodamin B dan amaranth. Pengelola warteg seharusnya curiga dengan hal yang seperti itu dan dapat menghindarinya. Penggunaan pewarna pakaian pada makanan dapat memicu terjadinya kanker dalam jangka waku yang lama (Fardiaz, 1994)..
b. Penanganan bahan Waktu pembelanjaan warteg umumnya dilakukan pada pukul 04.00 - 06.00 WIB. Sayuran yang dibeli umumnya akan dimasak keesokan harinya, sedangkan bahan lauk pauk untuk diolah sepulang dari pasar. Bahan lauk pauk, seperti daging ayam, daging sapi, ikan, dsb. dimasak setelah sayuran karena membutukan proses yang lebih rumit. Bahan-bahan tersebut didiamkan pada suhu ruang selama kurang lebih 1-3 jam selama proses tunggu. Selama proses tunggu, apabila bahan-bahan tersebut tidak ditangani dengan baik dapat memberikan kesempatan bagi mikroba untuk berkembang ke dalam batas yang tidak aman. Berikut ini akan dibahas pengaruh proses tunggu dan cara penanganannya pada berabagai jenis bahan pangan. Sayuran Umumnya di setiap warteg, penanganan sayur dilakukan lebih awal. Dengan alasan untuk meringankan pekerjaan, sayuran disiangi dan dipotong pada sore hari, lalu baru dicuci dan dimasak pada keesokan harinya. Pengaruh waktu tunggu pada sayuran ini tidak berpengaruh terhadap keamanannya dari segi mikrobiologis.
71
Daging ayam, daging sapi, ikan, udang, dan cumi-cumi Bahan-bahan ini merupakan bahan yang mudah rusak, terutama bila disimpan pada suhu ruang dalam waktu yang cukup lama. Praktik penanganan yang tidak benar menyebabkan mikroba berkembang hingga batas yang tidak aman. Terutama untuk ikan laut, perlu diperhatikan bahwa penyimpanan dalam suhu ruang yang terlalu lama dapat menyebabkan terbentuknya histamin. Histamin berkaitan dengan dekomposisi scromboid ikan, yang dihasilkan oleh bakteri sebagai hasil dekarboksilasi histidin. Oleh karena itu, pengolah masakan sebaiknya menyimpan bahan lauk pauk, terutama ikan ke dalam kulkas. Apabila pengelola warteg tidak memilikinya, maka sebaiknya diberikan taburan es batu pada bahan yang sedang menunggu untuk diolah. Jika hal tersebut juga dirasa sulit untuk diterapkan oleh pengelola warteg, maka sebelumnya bahan-bahan tersebut sebaiknya dibersihkan dahulu kemudian diberikan bumbu-bumbu. Bumbu seperti rempah-rempah diketahui bersifat antimikroba, sehingga selama sekitar 1-2 jam bahan tersebut menunggu untuk diolah, ada pengaruh antimikroba dari bumbu yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba hingga batas yang tidak aman. Bisa disampaikan kepada para pengelola warteg bahwa hal tersebut dapat membuat bumbu lebih meresap, sehingga rasa masakan lebih enak. Perlu juga diperhatikan bahwa selama persiapan, pangan mentah hendaknya dipisahkan dengan pangan yang telah matang. Peralatan yang digunakan untuk menangani masakan dengan bahan baku harus dipisahkan. Pangan mentah terutama daging sapi, daging ayam, hasil laut, dan cairan yang dihasilkannya dapat mengandung mikroba patogen yang dapat mencemari pangan dan menyebabkan penyakit, sehingga harus diletakkan terpisah. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara pangan masak dan pangan mentah.
72
c. Proses pemasakan Proses pengolahan bervariasi tergantung kebiasaan masyarakat setempat. Pemanasan yang dilakukan selama pemasakan merupakan salah satu metode dari penggunaan suhu tinggi untuk mengawetkan makanan berdasarkan pengaruh destruktifnya pada mikroba. Pemanasan yang kurang mengakibatkan mikroorganisme yang sensitif terhadap pemanasan tetap bertahan, dimana spora bakteri tetap bertahan terhadap perlakuan suhu atau waktu pemasakan tertentu (Bryan, 1990). Perlakuan tersebut akan membunuh bentuk vegetatif mikroorganisme patogen yang terdapat pada bahan mentah, sedang spora masih mampu bergerminasi. Kombinasi suhuwaktu sering sering menjadi titik kritis yang yang harus dikontrol selama proses, sehingga perlu ditentukan secara hati-hati (Anonim, 1986). Penjelasan proses pemasakan akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu proses pemasakan itu sendiri dan penggunaan minyak goreng sebagai media pemasakan. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut: Pemasakan Pemasakan merupakan titik kritis yang harus dikendalikan, terutama pada produk yang menggunakan santan, yang mana biasanya sering dikontaminasi oleh bakteri patogen enterik, walaupun oleh Bryan et al. (1992) disebutkan bahwa untuk sereal, biji-bijian, beras, atau makanan yang mengandung rempah-rempah pemasakan bukan merupakan titik kritis. Pemanasan selama 70oC selama dua menit umumnya dapat membunuh mikroba patogen. Berdasarkan lima kunci keamanan pangan dari WHO, salah satunya berisi bahwa memasak makanan dengan benar, dengan cara memastikan suhu internal bahan mencapai 70oC dapat memberikan kepastian pangan aman untuk dikonsumsi. Tanda masakan yang sudah benar-benar matang dapat diidentifikasi secara visual, diantaranya adalah masakan berair hingga mendidih, kuning telur memadat, daging berwarna coklat, olahan hasil laut (ikan, udang, dan cumi-cumi) berwarna putih pucat, dan pada bagian dalam daging ayam dipastikan tidak ada darah. Yang perlu diperhatikan ada-
73
lah daging yang diiris dengan ukuran tebal, karena harus benar-benar matang hingga bagian dalamnya. Proses pemasakan sendiri pada warteg umumnya sudah benar. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan jenis masakan sebagai berikut : a) Sayuran Sayur berkuah dimasak hingga benar-benar mendidih dan sayur di dalamnya sudah cukup empuk yang menandakan suhu minimal 70oC telah tercapai. Begitu pula dengan sayur tumis, smoke point minyak sawit sendiri yang menunjukkan bahwa minyak goreng telah panas adalah 230oC dan sayur juga dimasak hingga cukup layu, sehingga dapat menjamin keamanannya. b) Daging ayam, ikan, dan gorengan Penggorengan ayam dilakukan dilakukan dengan cara deep fat frying yang suhunya bisa mencapai 170oC. Penggorengan ini dilakukan hingga tidak ada darah lagi di bagian dalam daging ayam, yang digunakan sebagai indicator bahwa proses pemanasan telah cukup. Apabila hal ini tercapai, maka dapat dipastikan secara visual bahwa minimal suhu internal 70oC juga telah tercapai. Begitu pula dengan olahan ikan yang umumnya digoreng dengan tekhnik deep fat frying hingga dagingnya berwarna putih pucat yang menunjukkan masakan tersbut telah aman dikonsumsi. Jenis masakan berupa gorengan seperti tempe goreng, tahu goreng, bakwan, dan orek tempe ataupun orek kentang juga merupakan makanan yang aman dilihat dari segi mikrobiologisnya. c) Daging sapi Untuk masakan daging, tebal irisannya juga sangat mempengaruhi suhu-waktu proses pemasakannya. Irisan daging sapi yang digunakan kurang dari 5 cm supaya harganya terjangkau oleh pembelinya yang rata-rata kelompok kelas menengah ke bawah. Pembuatan rendang dilakukan dengan cara merebus irisan daging dan santan secara bersamaan hingga berminyak yang memerlukan waktu yang cukup lama.
74
Synder (1986) menyatakan bahwa daging potongan tipis (<5 cm) membutuhkan pemanasan minimal pada suhu 121o-204oC selama 2-40 menit. Pendidihan santan hingga berminyak membutuhkan waktu kurang lebih setengah hingga dua jam, tergantung banyaknya daging yang dimasak. Suhu pemasakan santan dan daging hingga mendidih tentu saja memenuhi kisaran suhu di atas karena titik didihnya pasti jauh di atas air murni yang hanya 100oC. Hal ini menandakan bahwa pemasakan rendang telah mencukupi pemanasan minimal supaya olahan daging dapat dikatakan aman. d) Cumi-cumi dan udang Tumisan cumi-cumi dan udang dimasak dengan teknik shallow frying yang mana smoke point minyak sawit adalah 230oC (O’Brien, 1998). Kedua bahan tersebut selanjutnya ditumis hingga seluruh dagingnya tampak putih pucat. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai tanda visual bahwa minimal pemanasan telah tercapai.
Penggunaan minyak goreng Satu hal yang menjadi kritis dalam proses pengorengan pada warteg adalah tingginya penggunaan minyak goreng secara berulangulang. Minyak goreng bekas tersebut baru diganti apabila telah benarbenar hitam atau bahkan tidak pernah diganti sama sekali melainkan terus menerus ditambah. Para pengolah masakan tidak menyadari bahaya yang dapat muncul dari penggunaan minyak goreng bekas tersebut. Minyak goreng yang digunakan secara berulang-ulang dapat memicu terjadinya kanker. Hal ini disebabkan karena oksidasi minyak menghasilkan asam lemak bebas dan senyawa benzen yang dapat memicu penyakit kanker atau bersifat karsinogen. Semakin sering minyak mengalami oksidasi, maka semakin banyak pula asam-asam lemak bebas dan senyawa benzen yang terbentuk. Hal ini yang sering tidak disadari oleh pengolah masakan, yang didasarkan karena perasaan
75
sayang untuk membuang minyak goreng. Oleh karena itu, perlu diberikan edukasi kepada mereka supaya dapat menyadari betapa pentingnya mengganti minyak goreng yang telah digunakan berulang-ulang. Solusi yang dapat ditawarkan untuk mekanisme penggantian minyak goreng bagi pengelola warteg adalah sebagai berikut. Tumisan sebaiknya menggunakan minyak goreng yang masih baru supaya hasil tumisannya juga bersih. Jika tumisan terlihat kotor akibat penggunaan minyak goreng bekas, maka dapat mengurangi selera pembeli. Masakan yang menggunakan minyak dalam jumlah banyak untuk melakukan deep fat frying contohnya adalah telur dadar, tempe dan tahu goreng, ayam goreng, dan ikan goreng. Masakan ayam dan ikan menyebabkan minyak menjadi hitam setelah penggorengan dan masakan selanjutnya pun menjadi amis karenanya. Solusi yang dapat ditawarkan ialah minyak yang telah digunakan untuk menggoreng tempe, tahu, telur dadar dapat digunakan lagi untuk menggoreng ayam atau ikan, setelah dilakukan penyaringan sebelumnya dan selanjutnya langsung dibuang. minyak tersebut secara total hanya digunakan untuk dua jenis penggorengan saja. Selain itu, minyak yang telah berubah dalam hal warna, asap, dan aroma tentu saja akan sangat berpengaruh kepada mutu organoleptik makanan yang diolah. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu alasan kepada para pengelola warteg agar sesering mungkin mengganti minyak goreng. Bisa disampaikan kepada mereka bahwa masakan yang tidak sedap dapat mengurangi selera, sehingga pengunjung kurang suka untuk makan di warteg tersebut.
d. Penyajian makanan Penyajian makanan merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada warteg. Jenis bahaya yang muncul pada tahap ini adalah kemungkinan pertumbuhan mikroorganisme akibat penyajian makanan yang terlalu lama pada suhu ruang. Makanan yang disajikan umumnya disimpan
76
pada suhu ruang selama kurang lebih sepuluh jam, bahkan ada pula yang lebih dari itu. Makanan sebaiknya dikonsumsi tidak lebih dari dua jam setelah dimasak, yang bertujuan untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada suhu ruang. Untuk mencegah terjadinya keracunan pangan, makanan yang disajikan seharusnya disajikan pada suhu di atas 60oC. Dengan menjaga suhu makanan di bawah 5oC atau di atas 60oC, pertumbuhan mikroba dapat dihambat atau dihentikan (BPOM RI, 2005). Jeda waktu antara pemasakan dan konsumsi bisa mencapai enam jam bila makanan disimpan pada suhu di atas 60oC, dan bisa mencapai satu hari bila disimpan pada maksimum suhu 5oC (CAC, 2001). Bakteri yang umum berkembang pada makanan yang terlalu lama disimpan pada suhu ruang adalah Clostridium perfringens. Bakteri yang berbentuk batang ini bersifat anaerobik, gram positif, dan dapat membentuk spora. Keracunan yang sering disebabkan oleh bakteri ini adalah diare dan kram perut. Sel vegetatif dan spora bakteri ini dapat diinaaktivasikan dengan pemanasan pada suhu 100oC, selama enam hingga tiga belas menit (WHO/ICD, 2000). Sayangnya kondisi dan keadaan warteg sendiri tidak memungkinkan para pengelolanya menerapkan hal tersebut, di samping pengetahuan mereka yang minim sekali tentang keamanan pangan. Hampir semua warteg tidak memiliki pemanas makanan, sehingga makanan yang mereka sajikan disimpan pada suhu ruang dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tentu saja sangat rawan akan terjadinya pertumbuhan bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan. Sesuai dengan (WHO/ICD, 2000) yang menyatakan bahwa salah satu penyabab keracunan pangan pada industri makanan jajanan adalah pertumbuhan mikroorganisme yang diakibatkan makanan teralu lama disimpan pada suhu ruang. Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan oleh para pengelola warteg. Penyelesaian masalah ini didasarkan pada jenis bahan pangan, tingkat kesulitan cara pembuatannya, serta keadaan fasilitas yang dimiliki pemilik warteg. Solusi
77
ini haruslah yang sebisa mungkin mudah untuk diterapkan pada kondisi warteg yang memiliki banyak keterbatasan sedemikian rupa. Bahan pangan sayur yang lebih mudah proses pemasakannya, pengolah masakan dapat mengatur volume pemasakannya. Sayur sebaiknya tidak dibuat dalam jumlah terlalu banyak sehingga dapat cepat habis terjual. Pengolah masakan dapat dengan mudah memasak sayur kembali supaya masakan dapat selalu dihidangkan dalam kondisi aman dan hangat. Sayur segar sendiri dapat disimpan dalam kondisi ruang dalam waktu yang lebih lama. Selain sayur, jenis makanan yang dapat dengan mudah disiapkan adalah telur dan gorengan. Olahan telur yang sangat mungkin diolah dengan cepat adalah telur dadar dan telur ceplok. Pengelola dapat mengatur jumlah telur yang dimasak pada pagi hari, kemudian memasaknya lagi saat siang atau sore harinya. Begitu pula untuk gorengan, pengolah masakan dapat membedakan jenis gorengan yang dibuat pada pagi, siang, dan sore hari. Hal ini tentu saja mempunyai alasan seperti di atas, yaitu menjaga makanan selalu hangat dan aman dari mikroba patogen. Jenis makanan yang cepat sekali rusak bila disimpan pada suhu ruang, seperti ayam, daging sapi, dan hasil laut memerlukan penyelesaian masalah yang agak rumit. Yang perlu diperhatikan adalah apakah pengelola warteg memiliki kulkas atau tidak. Apabila pengelola warteg memiliki kulkas, kita dapat menyarankan mereka untuk mengatur volume pemasakan dengan menyimpan sebagian bahan yang belum diolah ke dalam kulkas. Sebagian bahan tersebut dapat dimasak kembali jika masakan sebelumnya hampir habis atau mendekati jam-jam makan. Dapat disampaikan kepada mereka supaya pengunjung lebih berselera karena makanan mereka selalu hangat,. Di balik itu alasan yang paling penting adalah makanan terhindar dari zona berbahaya pertumbuhan bakteri patogen, yaitu 5oC - 60oC (Schumann, et al., 1997). Jika solusinya adalah menyarankan mereka untuk mengatur volume pemasakan, tentu saja akan sulit sekali diterapkan. Bahan-bahan tersebut tidak dapat disimpan pada suhu ruang, sedangkan mereka tidak
78
memiliki pendingin untuk menyimpan bahan mentah tersebut. Apalagi jika pasar tempat mereka berbelanja jauh dan hanya buka di pagi hari, akan semakin menyusahkan pengelola warteg bila harus mengikuti saran ini, belum lagi dengan tenaga yang harus pergi lagi ke pasar dan persiapannya. Satu-satunya cara yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan menyarankan mereka untuk menghangatkan masakan sesering mungkin. Dengan cara seperti ini, yakni bila terpaksa mereka harus menghangatkan kembali, maka makanan tersebut minimalnya harus mencapai suhu 70oC dan seluruhnya bagiannya harus terpapar oleh panas (Kusumaningrum, 2009). Pemanasan kembali mungkin dapat dilakukan setiap empat hingga enam jam sekali, sehingga jumlah mikroba yang terbentuk masih dapat diinaktifkan melalui pemanasan hingga batas yang aman (Jermini et al., 1997). Pemanasan ulang tersebut bertujuan untuk membunuh sel vegetatif yang tumbuh dan spora yang terbentuk (Bryan et al., 1982). Pengelola
warteg
seharusnya
dapat
menentukan
volume
pemasakan mereka selama satu hari. Mereka seharusnya sudah dapat mengamati kapan saja warung mereka biasanya ramai atau sepi pengunjung. Dengan demikian, mereka dapat menentukan jumlah makanan yang harus mereka persiapkan untuk mencegah adanya makanan sisa. Pengertian yang lebih mendalam terhadap bahaya yang diakibatkan penyimpanan makanan pada suhu ruang dalam waktu lama perlu dierikan kepada masyarakat, khususnya pengeloa warteg. Hal tersebut hendaknya menjadi prioritas utama dalam mendidik masyarakat, petugas kesehatan, pedagang kaki lima termasuk pengelola warteg (Bryan et al., 1992). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keamanan pangan untuk masakan yang disajikan pada warteg hendaknya difokuskan pada reduksi terhadap waktu penyimpanan, display, dan mempertahankan panas di atas suhu dimana bakteri patogen bermultiplikasi.
79
B. GHP (Good Hygienic Practises) a. Lokasi . Lokasi warteg umumnya berada dekat sekali dengan jalan raya ataupun sungai atau got yang kotor. Keterbatasan tempat inilah yang menyebabkan mereka harus berjualan di tempat yang seperti itu. Lokasi tersebut menyebabkab warteg tidak terhindarkan dari debu, asap, dan bau. Merupakan hal yang mustahil dilakukan jika menyarankan mereka untuk pindah dari lokasi tersebut ke tempat lain yang lebih layak. Hal ini disebabkan hanya sampai disitulah kemampuan mereka dan mereka mungkin menganggap bahwa justru disitulah tempat yang strategis. Terlepas dari hal itu, dapat disarankan jalan keluar supaya makanan yang disajikan bisa sedikit lebih aman dari dari bahaya yang disebabkan oleh lokasi yang kurang layak tersebut. Misalnya saja untuk menghindari debu dari jalanan dapat digunakan kelambu untuk menutup pintu dan rak penyajian makanan. Penggunaan kelambu ini dapat digunakan untuk mencegah debu yang mengganggu pada tempat makan maupun debu yang dapat mengotori makanan yang menjadikannya tidak layak. Selain itu dapat juga dilakukan pengaturan design layout ruangan warteg yang dapat meminimalkan terjadinya pencemaran. Adapun alternatif layout warteg yang dapat direkomendasikan pada warteg dapat dilihat pada Lampiran 4. Tempat makan dan makanan yang bersih tentu saja akan menarik pengunjung untuk makan di warteg tersebut. Kondisi warteg yang berdekatan dengan sungai dan got dapat menimbulkan bau yang tidak sedap di dalam area warteg. Bau yang tidak sedap ini tentu saja menyebabkan pengunjung merasa malas atau jijik untuk makan di warteg tersebut. Cara yang mungkin dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan sungai dan got tersebut dengan tidak membuang sampah ke dalamnya karena kadang kala pemilik warteg yang lokasinya di pinggir sungai tersebut membuang sisa makanan ke sungai. Pemilik warteg juga harus sesering mungkin melakukan pembersihan sungai dan got tersebut supaya tidak terjadi penyumbatan air yang dapat menimbulkan bau yang sangat tidak sedap dan bisa menghilangkan selera makan para pengunjung.
80
b. Bangunan Bangunan warteg ada yang dibangun dalam bentuk permanen, namun ada pula yang semi permanen. Hal ini didasarkan kepada status kepemilikan tanah dan bangunan sang pemilik warteg. Pembahasan mengenai bangunan akan lebih diarahkan ke bagian dinding, atap, lantai, ventilasi, dapur, serta kamar mandi. Dinding Dinding warteg harus selalu dijaga kebersihannya. Idealnya dinding warteg harus bersih, rata, mudah dibersihkan, dan kedap air (Jenie, 2008). Jika pengelola warteg mempunyai modal, maka dapat disarankan untuk selalu memperbarui catnya supaya ruangan warung selalu tampak bersih. Ruangan warteg sebaiknya dicat dengan warna yang cerah, supaya dapat segera dibersihkan bila tampak kotor. Atap Warung sebaiknya memiliki atap yang tidak menjadi sarang tikus dan serangga, tidak bocor, memiliki langit-langit yang rata dan bersih, tidak terdapat lubang, dan tinggi minimal 2,4 meter (WHO /ICD, 2000) . Atap warteg dengan bangunan permanen umumnya berupa genteng, sedangkan atap warteg semi permanen umumnya terbuat dari terpal. Bagian atap harus sesering mungkin dibersihkan dari kotoran, terutama sarang laba-laba supaya tidak menjadi sumber kontaminasi. Atap tersebut apabila bocor harus segera dibenahi. Atap yang bocor di atas area pemasakan dapat menjadi sumber kontaminasi, sedangkan kebocoran di tempat makan akan sangat mengganggu pengunjung. Lantai Lantai bangunan warteg pada umumnya sudah disemen, sehingga kedap air (WHO/ICD, 2000). Lantai tersebut harus selalu dijaga kebersihannya dari debu, tanah, dan sampah. Setiap kali pengunjung selesai makan, pengelola harus langsung menyapunya untuk menjaga kebersihan war-teg. disamping juga harus dilakukan pengepelan sesering mungkin. Lantai yang kotor dapat mengundang lalat
81
yang dapat membawa kuman dan penyakit, serta menyebabkan warung tampak kotor dan jorok. Apabila demikian, pengunjung tentu saja akan malas untuk datang ke warteg tersebut. Ventilasi Sistem sirkulasi udara yang baik atau ventilasi yang memadai diperlukan untuk mencegah terjadinya panas yang berlebihan dan kondensasi uap, serta mengeluarkan udara yang terkontaminasi (WHO /ICD, 2000). Di dalam bangunan warung harus tersedia ventilasi yang berfungsi dengan baik, dapat menghilangkan bau yang tidak sedap, serta cukup menjamin rasa nyaman bagi para pengelolanya. Letak ventilasi juga perlu diperhatikan supaya aliran udara yang masuk ke area pemasakan tidak berasal dari daerah yang kotor. Adakalanya terdapat warteg yang bagian dapurnya tertutup dan tidak ditemukan ventilasi di dalamnya. Akibatnya asap yang berasal dari proses pemasakan tidak dapat bersirkulasi keluar warung. Hal ini tentu saja akan menyebabkan kondisi yang tidak nyaman bagi pengelola warteg di dalamnya. Satu-satunya cara yang dapat disarankan adalah memberikan lubang ventilasi pada dapur warteg yang benar-benar tertutup. Dapur Bagian yang paling penting dalam pengelolaan makanan di dalam warung tentu saja adalah dapur. Area dapur dan ruangan penghubungnya harus selalu dijaga kebersihannya. Setiap sisa, remah, atau potongan makanan akan berpotensi menjadi sumber germs (Jenie, 2008). Pembersihan yang teratur akan menjamin higienitas dapur dan mengurangi resiko kontaminasi makanan. Sisa makanan yang telah mongering akan sangat sulit dihilangkan dari permukaan meja dan peralatan dapur. Hal ini tentu saja dapat menjadi sumber kontaminasi pada makanan yang sedang diolah. Oleh karena itu, pembersihan harus dilakukan secara sempurna setiap kali proses pengolahan selesai dilakukan.
82
Selain itu, bagian dapur juga harus memiliki sistem pencahayaan yang baik. Pencahayaan yang memadai di area ini berguna untuk menghindari terjadinya kesalahan saat persiapan bahan dan apabila terdapat kotoran bisa langsung terlihat. Pencahayaan tersebut juga seharusnya tidak mempengaruhi warna (CAC, 2001). Kamar mandi Bagian dapur hendaknya tidak berhubungan langsung dengan pintu kamar mandi. Hal ini bertujuan supaya tidak terjadi kontaminasi silang antara mikroba dari kamar mandi dengan bahan yang sedang diolah di dapur. Ada sebagian warung yang layout ruangan pemasakan berhadapan langsung dengan pintu kamar mandi. Oleh karena itu, jika merubah design ruangan merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan bagi mereka, hal yang dapat disarankan adalah kamar mandi tersebut harus selalu bersih dan tertutup untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi. Saluran pembuangan dari kamar mandi juga harus keluar dari warung sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi pada area pemasakan.
c. Peralatan Peralatan yang digunakan untuk proses pengolahan harus selalu kondisi baik dan bersih. Semua peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus terbuat dari bahan yang tidak beracun, tidak berbau, tidak berasa, tidak mudah mengalami korosi, serta dapat dengan mudah untuk dibersihkan dan disinfeksi. Permukaan peralatan tersebut harus halus, tidak berlubang dan tidak bercelah. Bahan yang cocok untuk peralatan pengolahan adalah stainless steel, kayu sintesis, dan plastik. Penggunaan kayu dan bahan lain yang menyebabkannya sulit untuk dibersihkan dan disinfeksi harus dihindari, meskipun penggunaan bahan tersebut bukan merupakan sumber kontaminasi. Penggunaan peralatan yang terbuat dari besi yang dapat berkarat seharusnya juga dihindari (Jenie. 2008). Peralatan pengolahan juga dapat menjadi salah satu sumber kontaminasi silang dari peralatan ke makanan. Peralatan yang telah digu-
83
nakan untuk menangani makanan mentah harus dicuci dan disinfeksi sebelum digunakan untuk makanan matang. Apabila memungkinkan penggunaan peralatan untuk makanan matang dipisahkan dengan peralatan untuk makanan mentah. Pengelola warteg umumnya menggunakan peralatan yang terbuat dari bahan kayu, plastik, besi, dan adapula sebagian yang menggunakan stainless steel. Oleh karena itu disarankan kepada para pengelola warteg untuk merawat peralatan dengan baik dan segera menggantinya apabila telah rusak atau berkarat. Peralatan yang terbuat dari batu, seperti cobek juga harus selalu diperhatikan kondisinya karena bila aus dapat terbawa pada makanan, sehingga menjadi kontaminasi bahaya fisik. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus selalu dijaga kebersihannya. Peralatan yang telah digunakan untuk menangani bahan mentah hendaknya dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan untuk menangani makanan matang.
d. Fasilitas pencucian Warteg yang ideal harus memiliki sumber air bersih dan mengalir yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan pencucian dan pembersihan. Kenyataan yang ada di lapangan ternyata tidaklah demikian. Beberapa warteg yang tidak memiliki sumber air mengalir, harus mengambil air bersih dari tempat lain kemudian menampungnya pada drum-drum air. Oleh karena itu, lokasi warteg harus dekat dengan sumber air supaya dapat dengan mudah mengganti air yang telah kotor. Wadah atau drum yang digunakan untuk menyimpan air pun harus tertutup, karena penyimpanan air yang tidak tertutup bisa menyebabkan terjadinya cemaran oleh debu dan kotoran. Adapun tempat penyimpanan air tersebut harus sesering mungkin mungkin dibersihkan untuk menghindari tumbuhnya lumut dan biofilm di dalamnya (Jenie, 2008). Pencucian peralatan Untuk mencuci peralatan seharusnya digunakan air yang mengalir, namun seperti telah dijelaskan di atas bahwa tidak semua warteg
84
memilikinya. Pemilik biasanya menggunakan ember-ember sebagai fasilitas mencuci piring dan peralatan lainnya. Jumlah ember yang memungkinkan untuk kondisi warteg yang serba terbatas adalah dua buah. Sebelum digunakan untuk tempat pembilasan, air di ember pertama dicipratkan terlebih dahulu pada peralatan yang telah digosok dengan sabun untuk menghilangkan busa sehingga tidak terlalu mengotori air. Peralatan dari ember pertama tersebut selanjutnya dibilas lagi pada ember kedua. Yang perlu diperhatikan adalah air pada ember pertama jangan sampai terlalu penuh dengan busa. Air pada ember pertama harus segera diganti bila sudah mulai muncul busa dan berubah warna. Selanjutnya air pada ember kedua dapat dipindahkan pada ember pertama. Saat melakukan pencucian, pekerja harus menggosok peralatan dengan seksama agar tidak ada sisa makanan yang menempel, yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada makanan yang diolah selanjutnya. Pekerja juga harus memastikan tidak ada residu sabun yang menempel pada peralatan, yang dapat menyebabkan peralatan licin, berbau, dan berasa sabun. Dapat disampaikan bahwa peralatan yang masih berbau dan berasa sabun akan cukup mengganggu dan dapat menghilangkan selera makan pengunjung. Adakalanya terdapat warteg yang memiliki sumber air mengalir namun tidak menggunakannya sebagaimanan mestinya. Pengelola tetap menggunakan air di ember-ember untuk mencuci piring sebagaimana warteg yang tidak mempunyai sumber air mengalir. Mereka juga baru mengganti air apabila telah penuh dengan busa sabun. Oleh karena itu perlu disampaikan kepada mereka bahwa penggunaan air pencuci yang bersih merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga kehigienisan peralatan. Pencucian bahan Kegiatan mencuci bahan baku seperti sayuran, ayam, daging, ikan, dan sebagainya juga umum dilakukan ala kadarnya saja. Parame-
85
ter kebersihan pencucian bagi mereka hanyalah cukup telah disiram air satu hingga dua kali. Pekerja umumnya tidak benar-benar menggosok dan memeriksa apakah bahan yang mereka cuci benar-benar bersih dari kotoran atau tidak. Pada sayuran bisa saja masih terdapat tanah yang akan mengotori masakan yang akan diolah. Sedangkan pada ayam, daging, dan ikan juga bisa saja masih terdapat tanah, kotoran, dan darah akibat pencucian yang kurang bersih. Oleh karena itu, proses pencucian yang benar-benar bersih akan menjamin masakan aman dan menjadi lebih layak untuk dikonsumsi. Sayuran hendaknya disiangi dan dihilangkan bagian yang tidak layak dimakan sebelum dicuci. Pengolah masakan umumnya mencuci sayuran setelah selesai dipotong. Pengetahuan tentang zat gizi yang minim, menyebabkan mereka tidak mengetahui bahwa sebagian vitamin yang larut air dapat ikut terbawa ketika proses pencucian. Proses pencucian sebelum pemotongan juga menjamin proses yang lebih bersih ke depannya. Pencucian tangan Hampir tidak pernah ditemukan fasilitas khusus untuk mencuci tangan, baik bagi pengolah masakan maupun pengunjung. Pengunjung yang meminta biasanya diberikan mangkuk berisi air untuk cuci tangan. Jika tidak, pengunjung akan mencuci tangan mereka pada tempat mencuci peralatan, seperti halnya yang dila-kukan pengolah masakan. Tidak tersedia sabun untuk mencuci tangan. Parameter kebersihan tangan menurut mereka hanyalah asal tangan basah dan sudah tidak ada kotoran yang terlihat menempel di tangan. Tangan yang telah dicuci pun umumnya tidak dikeringkan menggunakan lap bersih ataupun tisu, melainkan dengan pakaian mereka atau lap untuk meja. Jika memungkinkan, dapat disarankan kepada para pengelola warteg untuk membuat tempat mencuci tangan yang sederhana, untuk pengelola dan pengunjungnya. Jika tidak, pengelola harus menggunakan air yang bersih, bukan dengan air pada ember pencucian. Begitu
86
pula dengan para pengunjung yang ingin mencuci tangan, sebaiknya diberikan air yang bersih kepada mereka.
e. Fasilitas tempat sampah Warteg umumnya hanya memiliki satu buah tempat sampah yang diletakkan di dekat area pemasakan. Sampah hasil pemasakan pagi hari umumnya ditampung ke dalam kantong plastik, lalu dibuang keluar setelah pemasakan selesai. Tempat sampah yang ada di dalam warung tersebut selanjutnya digunakan untuk menampung sampah kering dan sampah masakan apabila masih ada kegiatan memasak di sela-sela itu. Sampah tersebut umumnya ditampung selama seharian dan baru dibuang keesokan harinya atau menjelang tutupnya warung tersebut. Tanpa mereka sadari bahwa sampah di dekat area pemasakan yang dibiarkan menumpuk dapat menjadi salah satu sumber kontaminasi silang pada makanan yang diolah. Tempat sampah dapat mengundang lalat berdatangan ke area pemasakan. Lalat ini dapat menjadi perantara berpindahnya mikroba dari sampah ke makanan (Loken, 1995). Tempat sampah seharusnya dibedakan antara sampah basah dan sampah kering. Sampah basah pada warteg merupakan hasil samping dari proses pemasakan, seperti kulit dan batang sayuran, sedangkan sampah kering umumnya merupakan kemasan minuman serbuk. Sampah basah tersebut harus langsung dibuang keluar warung segera setelah kegiatan memasak utama selesai. Sampah bekas makanan di tempat pencucian piring juga harus sesering mungkin dibuang keluar dari warung. Hal ini bertujuan untuk menghindari datangnya lalat dan kucing. Pengelola warteg juga seringkali tidak menyadari bahwa tempat sampah sendiri juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang lain. Tempat sampah yang kotor dan tidak pernah dicuci tentu saja akan mendatangkan kontaminasi. Tampaknya pengelola warteg sendiri tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan hal tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya pengelola mengalasinya dengan kantong plastik. Penggunaan
87
kantong plastik tersebut selain untuk memudahkan pembuangan sampah, tetapi juga supaya tidak mengotori tempat sampah itu sendiri.
f. Fasilitas saluran pembuangan air limbah Saluran pembuangan air limbah dari pencucian peralatan dan bahan umumnya terletak di dekat area pemasakan. Hal ini dikarenakan fasilitas tempat pencucian yang dekat dengan area pemasakan. Air limbah dari proses pencucian tersebut langsung mengalir keluar warteg melalui saluran yang berujung pada got, sungai, atau saluran air bawah tanah. Saluran pembuangan yang berdekatan dengan area pemasakan dapat menjadi sumber kontaminasi pada makanan yang diolah. Mikoorganisme yang umum berada pada saluran pembuangan yang kotor antara lain Shigella spp (Loken, 1995). Saluran pembuangan air limbah ini sebisa mungkin harus berada jauh dengan area pemasakan supaya tidak menjadi sumber kontaminasi silang pada makanan yang diolah. Apabila kondisi tempat warteg yang sempit dan tidak memungkinkan untuk merubah design tata letak ruangan warteg, pengelola sesering mungkin membersihkan saluran tersebut supaya tidak mampet dan memberikan pembatas supaya area pemasakan tidak bersebelahan langsung dengan saluran pembuangan air limbah.
g. Fasilitas penyimpanan Fasilitas penyimpanan pada warteg dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyimpanan peralatan masak dan bahan. Penjelasan mengenai fasilitas penyimpanan tersebut adalah sebagai berikut : Penyimpanan peralatan Keterbatasan warteg yang tidak memiliki cukup banyak ruang dan tempat menyebabkan mereka tidak dapat menyimpan peralatan dalam tempat yang layak. Idealnya peralatan masak disimpan dalam keadaan bersih di tempat yang bersih dan tertutup untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Namun pada kenyataannya, keterbatasan inilah
88
yang membuat mereka harus menyimpannya di tempat terbuka. Akibatnya peralatan tersebut menjadi kotor dan berdebu. Praktik kerja yang kurang bersih adalah menggunakan peralatan yang kotor tersebut tanpa dicuci terlebih dahulu. Debu dan kotoran yang menempel pada peralatan dapat mengotori makanan yang menjadikannya kurang layak. Oleh sebab itu, apabila warteg tidak mempunyai cukup tempat untuk menyimpan peralatan, maka pengelola hendaknya meletakkan alat dengan posisi yang tertutup untuk menghindari ekspos debu yang berlebihan dan mencucinya kembali sebelum digunakan. Penyimpanan bahan baku Bahan baku yang disimpan pada warteg umumnya sayur untuk dimasak keesokan harinya dan bahan bumbu, seperti bawang dan rempah-rempah. Sayuran umumnya disiangi dan dipotong pada sore hari, kemudian disimpan untuk dimasak keesokan harinya. Sayuran tersebut baru dicuci ketika hendak diolah karena takut busuk selama penyimpanan. Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan baku adalah hendaknya bahan tersebut disimpan pada tempat yang bersih dan tertutup untuk menghindari debu dan gangguan tikus atau serangga. Bahan baku tersebut harus disimpan pada tempat yang terpisah dari bahan-bahan kimia, seperti sabun colek, pembersih lantai, atau pembasmi serangga. Hal ini ditujukan untuk meng-hindari adanya pencemaran oleh bahan kimia yang tidak diingin-kan.
h. Kegiatan pembersihan dan sanitasi Pembersihan dan sanitasi adalah bagian integral dari keseluruhan proses persiapan makanan, terutama di bagian dapur dari sebuah warteg. Tujuan utama pembersihan adalah untuk menghilang-kan sisa makanan dan
debu,
sedangkan
sanitasi
bertujuan
untuk
menghilangkan
mikroorganisme. Higiene yang baik membutuhkan pembersihan yang
89
efektif dan teratur untuk menghilangkan sisa makanan yang mungkin mengandung patogen. Higiene yang baik juga membutuhkan langkah sanitasi untuk memastikan bahwa terjadi pengurangan jumlah patogen sampai pada tingkat yang aman. Sanitasi tidak selalu membunuh spora, oleh karena itu sanitasi harus dilakukan setelah pembersihan supaya efektif. Sisa makanan yang tidak dibersihkan dahulu sebelum disanitasi akan melindungi mikroorganisme, menjadi sumber makanan bagi mikroba, mengurangi efektivitas desinfektan. Prosedur yang benar akan membantu mence-gah makanan dari pencemaran. Metode sanitasi dapat menggunakan suhu tinggi atau juga dapat dilakukan secara kimia. Metode sanitasi dengan suhu tinggi meliputi perendaman dalam air panas dan penguapan. Desinfektan oksidasi (halogen) serta desinfektan non oksidasi (surfaktan) merupa-kan sanitasi dengan metode kimia (Jenie, 2008). Metode sanitasi dengan suhu tinggi menggunakan panas sedang (74-900C) merupakan cara yang umum digunakan dalam industri pangan dan katering. Alat-alat dan perlengkapan yang berukuran kecil dapat direndam dalam tangki air panas. Perendaman yang baik adalah selama dua menit pada air panas bersuhu 800C. Perlu diingat bahwa air pada suhu ini dapat menyebabkab luka bakar, maka dapat digunakan rak, keranjang, atau alat lain untuk meletakkan peralatan (WHO/ICD, 2000). Kenyataannya adalah kegiatan di warteg hanya terbatas hingga tahap pembersihan saja. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan mereka tidak mengetahui betapa pentingnya kegiatan sanitasi pada peralatan yang mereka gunakan. Jika memungkinkan, penggunaan metode suhu tinggi tersebut masih dapat diterapkan pada peralatan warteg yang terbuat dari logam. Jika tidak mungkin untuk diterapkan, kegiatan pembersihan dan sanitasi dapat dikombinasikan menjadi satu. Kegiatan pembersihan dapat dilakukan dengan penggunaan sabun yang mengandung antibakteri. Umumnya pembersihan di warteg menggunakan sabun colek atau deterjent yang hanya menghilangkan lemak, namun tidak membunuh bakteri.
90
i. Suplai air Air berfungsi untuk sebagai pelarut untuk beberapa jenis bahan, juga digunakan untuk mencuci, merendam, maupun mengolah masakan. Peranan air dalam industri makanan antara lain: sebagai bahan (ingredient), mencuci bahan dan peralatan, melarutkan bahan makanan, dan sebagai sarana pemanasan dan pendinginan (Thomas dan Berryman, 1986). Masyarakat tradisional, termasuk para pengelola warteg umumnya menggunakan air yang belum mengalami perlakuan pendahuluan untuk mengolah makanan, sehingga perlakuan yang tidak cukup dan air yang terkontaminasi setelah perlakuan juga diyakini sebagai penyebab sebagian besar dari kasus keracunan. Kebutuhan untuk mengontrol secara rutin pada air umumnya lebih banyak dilakukan untuk pengujian terhadap kemungkinan polusi feses manusia atau hewan dari pada pencarian secara langsung terhadap keberadaan bakteri patogen secara spesifik (Thomas dan Berryman, 1986). Bukan merupakan hal yang mengejutkan jika pada air ditemukan koliform, koliform fekal, bahkan E. coli yang mencemari sumber air biasanya karena pengaturan sanitasi yang kurang memenuhi syarat. Keberadaan fekal coliform pada air merupakan indikasi adanya kontaminasi fekal dan bakteri enterik lainnya (Brian et. al., 1992 dan Schmitt et. al., 1997). Walaupun jumlahnya tinggi, fekal coliform akan mati beberapa waktu kemudian (Schmitt et. al., 1997). Bahaya yang dapat muncul di air tanah antara lain adalah patogen penyebab penyakit, rembesan dari lahan pertanian dan sistem pembuangan, produk limbah rumah tangga yang membahayakan, bahan kimia pertanian, dan kebocoran tanki penyimpanan bawah tanah. Kontaminasi mikrobiologi yang dapat terjadi merupakan masalah yang serius. Patogen tersebut antara lain bakteri (misalnya Campylobacter dan Shigella spp), virus (Hepatitis A&E), dan parasit (Cryptosporidium parvum dan Giardia intestinalis). Mikroba tersebut dapat masuk ketika sumber air terkontaminasi oleh pembuangan kotoran atau buangan hewan, atau jika sumur di-
91
bangun tapi tidak ditutup dengan sempurna. Infeksi yang diakibatkan oleh organisme ini, seperti gastro enteritis, infeksi Salmonella, disentri, shigellosis, hepatitis, cryptosporidiosis, dan giardiasis adalah resiko yang paling umum terjadi yang disebabkan oleh air minum (WHO, 2000). Selain sumber kontaminasi di atas, ada pula sumber kontaminasi lain yang dapat mencemari air tanah, antara lain korosi atau deposit pada pipa dan tangki penyimpanan yang diakibatkan oleh zat besi dan bakteri sulfur, kolonisasi mikroorganisme pada pipa, sambungan, dan lapisan non logam, pertumbuhan mikroorganisme pada sistm distribusi, ditambah dengan adanya zat organik karbon dalam air, dan cemaran yang diakibatkan adanya kehidupan hewani pada air. Beberapa organisme tidak bermasalah bagi bagi kesehatan secara signifikan, tetapi mengakibatkan kekeruhan, perubahan rasa dan bau (WHO, 2000). Penggunaan air Air yang digunakan di warung tegal umumnya dibedakan antara air untuk pencucian peralatan serta air untuk minum dan memasak. Air tanah merupakan air yang biasa digunakan untuk mencuci peralatan, sedangkan untuk mencuci bahan dan memasak digunakan air PAM. Penggunaan yang berbeda ini dikarenakan air tanah di beberapa daerah warteg memiliki kualitas yang kurang bagus, misalnya mempunyai kesan berkarang (mengandung belerang atau sulfur). Adakalanya beberapa warteg yang kualitas air tanahnya tidak kalah dengan kualitas air PAM, yakni tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna. Air yang digunakan untuk minum umumnya merupakan rebusan air PAM atau air tanah yang bersih, ataupun air galon isi ulang. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa telah ada kesadaran dari para pengelola warteg untuk menggunakan air yang mereka anggap aman untuk masakan dan air minum. Sedangkan dengan alasan ekonomi, mereka meggunakan air dengan kualitas lebih rendah untuk mencuci peralatan dan bahan baku. Pembagian jenis air yang mereka lakukan tersebut lebih didasarkan pada pertimbangan dari segi rasa, bukan dari segi mikrobiologisnya. Idealnya air yang digunakan untuk
92
seluruh kegiatan di warteg haruslah memiliki kualitas seperti air minum. Namun dengan pertimbangan hal ini tentu akan sangat sulit sekali diterapkan pada warteg, maka penggunaan air untuk segala kegiatan yang berhubungan langsung dengan makanan seharusnya tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna. Apabila sumber air yang digunakan para pengelola warteg perlu dilakukan proses penjernihan, maka cara yang dapat dilakukan antara lain (WHO/ ICD, 2000 dan Jenie, 2008) : 1. Desinfeksi awal yang meliputi perlakuan air tanpa penyimpanan terhadap bakteri tinja dan patogen, serta memisahkan ganggang dan amonia. 2. Koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dengan penambahan bahan kimia yang menyebabkan partikel-partikel menggumpal. Flok terbentuk kemudian didepositkan. Hal ini untuk memisahkan larutan suspens (suspended solid). Koagulan yang dapat digunakan antara lain ferrosulphate, ferrisulphate, sodium aluminate, atau alumunium sulphate yang umum disebut dengan istilah tawas. 3. Penyaringan untuk menghilangkan patogen dan parasit yang dapat digunakan filter pasir. 4. Disinfeksi yang biasanya dilakukan dengan penggunaan klorin atau hipoklorin untuk mematikan patogen yang tersisa.
Penggunaan es batu Salah satu hal yang juga perlu diperhatikan terkait dengan suplai air adalah penggunaan es batu. Es batu umumnya digunakan pada penyajian minuman dingin. Es batu tersebut seharusnya terbuat dari air matang (kualitas air minum) dan diletakkan di tempat yang bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Untuk memenuhi suplai es batu pada warteg umumnya digunakan es batu dari tukang es keliling. Es batu yang mereka gunakan tentu tidak terjamin keamanannya. Tukang es membawa dagangannya di se-
93
buah gerobak yang tidak diberi alas sehingga dapat mengotori es batu tersebut. Es batu yang telah dibeli pun ter-kadang tidak langsung diletakkan di termos es jika termos tidak mencukupi, melainkan di atas lantai tanpa diberikan alas. Es batu tersebut langsung dihancurkan tanpa dicuci terlebih dahulu. Memang adakalanya jika es tersebut terlihat benar-benar sangat kotor, penjual es atau pengeloa warteg akan membilasnya terlebih dahulu. Sayangnya pembilasan tersebut tidak menggunakan air bersih, melainkan air yang berasal dari ember pencucian. Bakteri patogen yang umum terdapat pada es batu yang terbuat dari air yang tidak aman adalah Vibrio cholerae (WHO/ICD, 2000). Pembekuan di bawah suhu -200C memang dapat mengurangi, tetapi tidak dapat menghilangkan keseluruhan mikroorganisme ini (Bryan, 1990). Lebih dari itu, penanganan yang tidak bersih juga akan semakin menambah kontaminasi pada es batu tersebut. Bahaya yang dapat diakibatkan apabila mengonsumsi es yang terbuat dari air yang tercemar antara lain diare, muntah, dan kram otot (Rahayu dan Satiawihardja, 2007). Selain itu, ada pula Escherichia coli, yang merupakan bakteri yang umumnya terdapat pada air yang tercemar atau yang terkontaminasi kotoran manusia atau saluran pembuangan (WHO/ICD, 2000). Bakteri ini dapat bertahan dengan baik pada suhu pembekuan, sehingga dapat bertahan pada proses saat pembuatan es batu. Bahaya yang diakibatkan karena konsumsi es batu yang mengandung bakteri ini antara lain diare akut yang selanjutnya dapat berkembang menjadi haemolytic uremic syndrome (HUS) (Winiati dan Satiawihardja, 2007). Solusi yang dapat disarankan kepada para pengelola warteg adalah memastikan es batu dibeli dari sumber yang terpercaya. Pengelola harus mendapat kepastian dari penjual bahwa es tersebut dibuat dari air matang. Jika terdapat kulkas di warteg tersebut, pengelola dapat membuat es batu sendiri supaya dapat dipastikan bahwa es batu terbuat dari air matang.
94
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila es batu tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam termos karena tempat tidak memenuhi. Es batu hendaknya jangan diletakkan di lantai tanpa alas. Pengelola hendaknya meletakkan es batu di tempat yang bersih. Apabila pengelola terpaksa meletakkan es batu di lantai karena alasan ruang dan peralatan, es batu harus dicuci dengan air matang, bukan dengan air yang berasal dari ember pencucian.
j. Penangangan tikus dan serangga Pengelola warteg umumnya tidak memiliki fasilitas khusus untuk menangani tikus dan serangga. Pengelola warteg umumnya membiarkan tikus-tikus tersebut berkeliaran daripada memberikan racun untuk membasminya. Alasan mereka tidak menggunakan racun adalah khawatir jika tikus tersebut mati di tempat yang tidak diketahui, nantinya akan menimbulkan bau tidak sedap yang tentu saja akan sangat mengganggu. Mereka juga malas menggunakan perangkap atau lem tikus karena seringkali tidak berhasil. Supaya tikus tidak mengganggu bahan baku, mereka menyimpannya ke dalam lemari tertutup supaya aman. Mereka umumnya juga membiarkan gangguan serangga, karena sebagian besar dari mereka sadar bahwa penggunaan obat pembasmi serangga dapat mencemari makanan dan bahan bakunya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan tikus dan serangga adalah memberikan kawat pada tempat-tempat yang menjadi jalan masuk tikus dan sesering mungkin melakukan kegiatan pembersihan supaya tidak ada tempat yang dijadikan sarang oleh tikus (Jenie, 2008). Tikus dan kecoa juga bisa saja melewati peralatan yang disimpan di tempat terbuka. Oleh karena itu, pencucian kembali peralatan yang akan digunakan sangat penting. Tindakan ini tidak hanya menghilangkan debu, tetapi juga membersihkan kotoran yang dibawa oleh tikus dan serangga.
95
k. Penyajian makanan Rak penyajian Penyajian makanan biasanya dilakukan pada rak atau etalase kaca. Letak warteg yang umumnya berada di dekat jalan besar menyebabkannya tidak terhindarkan dari datangnya debu. Sebagian pengelola warteg ada yang menutup rak penyajian mereka dengan kelambu untuk mencegah masuknya debu yang dapat mengotori makanan mereka. Namun, karena pemberian kelambu dirasa cukup mengganggu saat melayani pembeli, maka ada sebagian pengelola warteg yang enggan menggunakannya. Selain bahaya fisik debu, penyajian makanan pada rak yang tidak ditutup juga menyebabkan makanan tidak aman dari gangguan lalat dan serangga. Untuk menghindari datangnya lalat dan debu dapat digunakan kelambu pada rak penyajian. Namun sekali lagi jika pengelola warteg merasa pemberian kelambu juga mengganggu, maka dapat digunakan lilin atau kipas angin untuk mencegahnya. Sedangkan supaya rak penyajian aman dari debu jalanan, maka pengelola warteg harus memindahkan posisinya ke tempat yang tidak berada pada arah angin, yang menyebabkannya teerekspos langsung dari sumber debu. Rak penyajian berikut kacanya juga dapat menjadi sumber kontaminasi jika kondisinya kotor. Tempat penyajian harus dibersihkan sesering mungkin untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada makanan yang dihidangkan. Pembersihan tersebut diawali dengan pembersihan kotoran yang dilanjutkan dengan penyemprotan cairan antibakteri. Dapat disampaikan kepada para pengelola warteg bahwa pembersihan ini juga bertujuan supaya pembeli dapat melihat dengan jelas makanan yang disajikan. Makanan harus disajikan menggunakan wadah dan peralatan bersih. Wadah penyajian yang kotor dapat mengontaminasi makanan yang disajikan, menjadikan makanan jorok, kotor, dan tidak layak untuk dimakan. Oleh karena itu, peralatan yang digunakan untuk menyajikan makanan, seperti wadah, piring, sendok dan garpu, serta kertas
96
nasi harus disimpan pada tempat yang bersih dan tertutup. Solusi lain yang dapat disampaikan adalah tidak lupa mengelap peralatan tersebut sebelum digunakan menggunakan lap yang bersih. Selain itu, tempat penyimpanan uang biasanya bersatu dengan rak penyajian makanan, yang umumnya berada di bawah rak. Tanpa penyaji masakan sadari, bahwa uang merupakan salah satu sumber kontaminasi pada makanan. Penyimpanan uang sebaiknya harus berada jauh dari etalase atau rak penyajian makanan siap saji. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari uang tersebut ke makanan yang disajikan. Pekerja yang bertugas untuk menerima uang (kasir), sebaiknya tidak merangkap sebagai pengolah masakan juga tidak menjadi penyaji masakan. Jika hal ini tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, maka pekerja hendaknya mencuci tangan sebelum menangani atau menyajikan makanan lagi. Peralatan penyajian Pengelola warteg banyak yang menggunakan wadah plastik untuk menyajikan masakan mereka. Wadah plastik tersebut digunakan untuk menyajikan masakan panas sekalipun. Mereka tidak menyadari bahwa suhu yang tinggi dapat mengurai monomer plastik dari wadah tersebut. Jika monomer plastik ini terbawa masuk ke dalam tubuh, dapat menjadi karsinogen yang memicu kanker. Oleh karena itu, wadah plastik sebaiknya tidak digunakan untuk meletakkan masakan yang masih panas. Pengelola dapat menggunakan bahan lain yang lebih aman, seperti stainless steel, keramik, dan kaca. Selain keamanan wadah penyajian, satu hal yang sangat penting adalah kebersihannya. Wadah masakan yang bersih sebaiknya disimpan di tempat yang bersih untuk menghindari debu dan kotoran. Jika hal ini tidak dapat dilakukan oleh pengelola warteg, maka wadah tersebut hendaknya dicuci kembali sebelum digunakan untuk menghilangkan debu dan kotoran. Hal ini juga berlaku pada peralatan makan, seperti piring, sendok, dan garpu. Peralatan ini juga sebaiknya disimpan di tempat
97
yang tertutup. Namun bila hal ini juga tidak memungkinkan untuk diterapkan, maka pengelola harus memastikan kebersihannya dengan cara mengelap sebelum digunakan.
l. Sanitasi pekerja (Personal Hygiene ) Kebiasaan mencuci tangan Kebiasaan mencuci tangan para pengelola warteg dapat dikatakan sangat buruk karena hampir tidak pernah mencuci tangan saat akan mengolah atau berhubungan dengan makanan. Kegiatan mencuci tangan hanya dilakukan bila tangan mereka benar-benar kotor. Parameter kebersihan dalam mencuci tangan adalah hanya sekedar membasahi tangan. Tangan tidak dicuci menggunakan sabun dan air mengalir, melainkan dengan air di ember tempat mencuci piring. Air yang berada di dalam ember tempat mencuci tangan sendiri juga tidak selalu bersih. Setelah mencuci tangan, mereka mengeringkan tangan bukan dengan lap bersih atau tisu, melainkan dengan lap untuk peralatan atau pakaian mereka. Kegiatan mencuci tangan yang sebenarnya bertujuan untuk membersihkan tangan akan percuma. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan kepada para pengolah masakan betapa pentingnya cuci tangan untuk menghindarkan kontaminasi silang pada makanan yang mereka oleh. Pengelola warteg yang tidak mempunyai sumber air mengalir hendaknya tetap menggunakan air bersih untuk mencuci tangan, bukan dengan air yang ada di ember pencucian peralatan. Pengelola harus menggunakan air bersih yang telah mereka tampung di wadah-wadah tertutup. Untuk mengambil air dapat digunakan gayung bergagang panjang untuk mencegah air tersebut tercemar oleh kotoran atau busa sabun dari tangan. Menurut Loken (1995), pengolah seharusnya mencuci tangan pada saat-saat berikut ini :
98
1. Sebelum memulai dan selama proses pemasakan jika diperlukan. 2. Setelah makan, minum, dan istirahat. 3. Setelah melakukan aktivitas lain, misalnya merokok. 4. Setelah bersin, batuk, atau menggunakan toilet. 5.
Setelah memegang bahan mentah, seperti daging dan telur.
6. Setelah memegang peralatan kotor. 7. Setelah mengelola sampah, menyapu, dan mengambil sesuatu dari lantai. 8. Setelah menggunakan pembersih dan bahan kimia. 9. Setelah memegang sumber kontaminasi yang lain, seperti telepon, uang, pegangan pintu, dan sebagainya.
Adapun langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar menurut Nuraida et. al. (2009) adalah sebagai berikut : 1. Basahi tangan. 2. Tuangkan sabun ke telapak tangan. 3. Gosok bagian telapak tangan. 4. Gosok bagian punggung tangan. 5. Gosok sela-sela jari. 6. Gosok bagian ujung jari. 7. Gosok ibu jari dan pergelangan tangan. 8. Bersihkan kuku. 9. Bilas hingga bersih. 10. Keringkan tangan dengan lap bersih atau kertas tisu.
b. Penggunaan celemek, sarung tangan, penutup rambut, dan lap a) Celemek Penggunaan celemek pada saat mengolah masakan bertujuan untuk mencegah kotoran berpindah dari pakaian pengolah ke masakan. Celemek yang digunakan juga harus selalu bersih supaya bukan malah menjadi salah satu sumber kontaminasi. Penggunaan
99
celemek disarankan yang berwarna cerah supaya dapat langsung terlihat dan diganti bila sudah kotor. b) Sarung tangan Sarung tangan dapat digunakan untuk memaksimalkan pencegahan terhadap kontaminasi silang melalui jari-jari tangan. Penggunaan sarung tangan plastik setelah mencuci tangan dapat mencegah kontaminasi pada sarung tangan tersebut. Penggantian sarung tangan juga berlaku sebagaimana para pengolah perlu mencuci tangan mereka. Sebelum mengganti sarung tangan, pengolah masakan juga perlu mencuci tangan mereka untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada sarung tangan yang akan digunakan. Namun satu hal yang perlu diingat, mencuci tangan sesering mungkin akan lebih baik dari pada menggunakan sarung tangan yang tidak pernah diganti (Nuraida et al., 2009). Oleh karena itu, hal yang sangat perlu ditanamkan kepada para pengolah masakan di warteg adalah mencuci tangan mereka dengan cara yang benar sesering mungkin. c) Penutup rambut Rambut merupakan salah satu kontaminan fisik pada makanan. Makanan yang ada di dalam rambut selain menyebabkan makanan menjadi tidak layak karena tampak menjijikkan, juga menyebabkan bahaya tercekik pada konsumen bila terkonsumsi. Selain itu, pada rambut sendiri juga banyak terdapat mikroba, seperti Staphylococcus aureus (Loken, 1995). Penggunaan penutup rambut (hair net) selama mengolah masakan merupakan hal yang sangat disarankan. Apabila pengolah masakan merasa tidak nyaman dengan penggunaan penutup rambut ini, maka sebaiknya mereka menyisir dan menguncir rambut supaya rapi. Namun kegiatan menyisir dan membenarkan ikatan rambut tidak boleh dilakukan di dekat makanan dan setelahnya mereka tidak boleh lupa untuk mencuci tangan mereka kembali.
100
d) Lap Penggunaan lap merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk menjaga kebersihan. Penggunaan lap di warteg umumnya terpisah antara lap meja, lap tangan, dan lap untuk peralatan makan. Sayangnya, tidak semua warteg mengganti lap mereka setiap hari. Lap hanya diganti bila tampak benar-benar kotor, sehingga lap tersebut malah dapat menjadi sumber kontaminasi pada peralatan yang ingin dibersihkan. Ada baiknya bila digunakan lap yang berwarna cerah supaya dapat segera terlihat bila mulai kotor. Lap tersebut harus diganti sesering mungkin kemudian dicuci hingga bersih. Pencucian lap yang benar adalah merebus lap kotor ke dalam air mendidih supaya dapat menghilangkan kotoran yang menempel dan dapat membunuh mikroba yang terdapat pada lap tersebut. Bila cara ini dirasa tidak mungkin dilakukan oleh pengelola warteg, maka lap hendaknya dicuci dan digosok berkali-kali hingga tidak ada kotoran yang menempel. Lap tersebut kemudian dikeringkan di tempat yang bersih. Seringkali pengelola mengeringkan lap di atas panci yang digunakan untuk merebus air. Hal sebenarnya tidak berpengaruh terhadap air panas tersebut, namun tindakan ini mungkin menjadi kurang sedap dilihat oleh para pengunjung.
c. Penggunaan perhiasan (cincin, gelang) dan jam tangan Perhiasan dan jam tangan pengolah masakan sebaiknya disimpan sebelum memulai bekerja. Barang-barang ini dapat menyimpan kotoran dan bakteri, yang bisa berasal dari sisa-sisa makanan yang menempel padanya. Oleh karena itu, penggunaan perhiasan dan jam tangan saat memasakdapat menjadi sumber kontaminasi silang pada makanan.
101
d. Kebersihan tangan dan kuku Saat mengolah masakan, selain tangan harus selalu bersih juga harus terhindar dari luka yang terbuka. Luka yang tidak ditutup akan menjadi kontaminasi pada makanan yang diolah. Luka sebaiknya ditutup dengan plester yang berwarna terang supaya dapat langsung diganti bila telah kotor. Kuku pengolah masakan harus selalu bersih untuk mencegah terjadinya pencemaran. Kuku hendaknya dipotong pendek supaya tidak ada kotoran yang menempel di dalamnya. Penggunaan cat kuku bagi pengolah masakan juga dilarang. Cat kuku yang terkelupas dapat menjadi bahaya kimia jika terbawa hingga makanan yang dikonsumsi.
e. Tidak mengobrol, bersin, batuk, meludah, serta merokok saat menyiapkan makanan Kegiatan mengobrol, batuk, bersin, dan meludah tidak diperbolehkan saat menyiapkan makanan. Hal ini dikarenakan tanpa disadari air liur pengolah dapat mencemari makanan yang sedang diolah. Cemaran air liur pada makanan dapat menjadikannya tidak layak karena menjijikkan. Oleh karena itu, idealnya para pengolah masakan harus menutup mulut dengan masker untuk menghindari terjadinya hal yang demikian. Jika pengunaan masker dirasa tidak memungkinkan bagi pengelola warteg, maka selama proses pemasakan pengolah masakan tidak mengobrol, bersin, batuk, dan meludah di area pemaskan. Setelah bersin dan batuk pun, pengolah masakan juga tidak boleh lupa untuk mencuci tangan kembali. Karena abu rokok juga dapat mengotori makanan yang diolah, maka selama proses pengolahan masakan, kegiatan merokok juga tidak diperkenankan.
f. Kesehatan pengolah masakan Banyak terdapat laporan yang mencatat tentang kasus keracunan makanan yang berhubungan dengan pengolah masakan yang
102
terinfeksi. Idealnya mereka harus melakukan pemeriksaan kesehatan dan mikrobiologi secara rutin. Namun hal ini tidak disarankan bagi para pengolah masakan di warteg, dengan alasan mereka tidak mempunyai banyak waktu dan cukup uang untuk melaksanakan hal tersebut. Apabila pengolah masakan terserang penyakit dengan gejala diare, muntah, demam, sakit tenggorokan disertai demam, luka infeksi pada kulit, serta keluar cairan dari mata, hidung, dan telinga, mereka sebaiknya lapor kepada pemilik warung atau yang bertanggung jawab (WHO/ICD, 2000). Pengolah yang diare tidak diperbolehkan menangani makanan, sehingga perlu untuk ditugaskan untuk menangani pekerjaan lain. Pengolah yang sedang batuk dan flu dapat menggunakan masker penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada masakan yang sedang diolahnya.
C. PEMBUATAN MODUL PELATIHAN KEAMANAN PANGAN Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan berbagai macam bahaya yang umumnya lebih banyak berasal dari faktor lingkungan, suplai air, dan sanitasi pekerja. Pada tahap pengolahan makanan sendiri, bahaya yang paling penting untuk dikontrol adalah waktu tunggu persiapan bahan, penggunaan minyak goreng, dan waktu tunggu penjualan. Supaya penerapan sistem HACCP dapat berjalan dengan efektif, maka pembenahan dari segi lingkungan, air, dan pekerja perlu untuk disampaikan supaya para pengelola warteg dapat memastikan bahwa makanan yang mereka persiapkan benar-benar aman. Materi yang akan disampaikan pada modul pelatihan antara lain mengenai pengenalan keamanan pangan, pemilihan bahan dan persiapannya,kegiatan pengolahan pangan, kebersihan pekerja, kebersihan peralatan dan fasilitas, serta penyajian makanan.
a. Pengenalan keamanan pangan Bagian ini menjelaskan secara singkat mengenai pengertian makanan yang aman. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari
103
berbagai jenis bahaya biologi, fisik, dan kimia yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, disampaikan pula pengenalan mengenai jenis-jenis bahaya tersebut. Pengenalan jenis bahaya dilakukan dengan memberikan contoh yang dapat mudah dimengerti. Misalnya contoh bahaya biologi adalah lalat, serangga, serta kuman penyakit. Contoh bahaya fisik adalah staples, debu, kerikil, sisik, rambut, serta gabah. Contoh bahaya kimia adalah bahan pembersih, obat pembasmi serangga, racun dari tanaman, serta penggunaan bahan terlarang (pewarna tekstil, formalin, boraks). Setelah dilakukan pengenalan berbagai jenis bahaya, selanjutnya juga dijelaskan kepada mereka mengenai akibat yang ditimbulkan apabila bahaya tersebut terkonsumsi. Pengenalan ini dilakukan supaya mereka dapat mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan muncul dan bahaya yang diakibatkan. Hal ini menyebabkan mereka dapat lebih berhati-hati dalam melakukan persiapan dan pengolahan makanan di sebuah warung. b. Pemilihan bahan dan persiapannya Supaya makanan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi, maka seharusnya digunakan bahan-bahan yang aman pula. Oleh karena itu, dijelaskan kepada mereka bagaimana cara memilih bahan pangan yang baik. Bahan pangan yang akan dijelaskan tata cara pemilihannya merupakan bahan pangan yang umum digunakan sebagai bahan masakan di warteg, yakni meliputi daging ayam, daging sapi, ikan, udang, cumi-cumi, sayuran, dan bahan bumbu. Selanjutnya diberikan materi mengenai persiapan bahan pangan yang baik.yakni pencucian dan penyimpanan bahan. Air dan es batu yang digunakan pun harus berasal dari sumber yang aman supaya tidak menyebabkan penyakit bagi yang mengonsumsinya. c. Pengolahan pangan Pengolahan pangan yang akan dijelaskan mencakup persiapan pengolahan, penanganan pangan yang baik, proses pemasakan yang benar dan aman, penggunaan minyak goreng, serta tips-tips memasak.
104
d. Kebersihan pekerja Salah satu bahaya yang paling sering terjadi akibat praktik kerja yang kurang benar adalah kurangnya kesadaran mereka mengenai pentingnya mencuci tangan. Oleh karena itu disampaikan pentingnya mencuci tangan, cara mencuci tangan yang benar dan cara mengeringkannya, serta kapan saja harus mencuci tangan. Selama mengolah makanan, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran pada makanan yang dihasilkan. Oleh karena itu, mereka perlu mengetahui apa saja praktik kerja yang tidak benar selama mengolah makanan. Selain itu, kebersihan dan kesehatan pekerja juga harus selalu dijaga. Berdasarkan hal tersebut, maka tidak lupa disampaikan bagaimana cara pekerja menjaga kebersihan dan apa saja yang harus dilakukan bila sedang sakit. Terakhir yang tidak kalah penting adalah penerimaan uang. Seringkali tidak kita sadari bahwa uang juga merupakan salah satu sumber pencemaran. Oleh karena itu, cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hal ini juga disampaikan ke dalam modul pelatihan. e. Kebersihan peralatan dan fasilitas Peralatan yang digunakan dalam melakukan pengolahan makanan harus selalu dijaga kebersihannya. Oleh karena itu perlu disampaikan kepada mereka bagaimana kondisi peralatan yang baik, cara pembersihan dan sanitasinya, hingga bagaimana cara penyimpanan peralatan yang baik dan benar. Tata cara penggunaan lap yang benar juga penting untuk disampaikan karena lap juga akan bersentuhan langsung dengan peralatan. Hal ini penting karena peralatanlah yang selanjutnya akan kontak langsung dengan makanan yang diolah. Selain peralatan, kondisi bangunan, saluran pembuangan, dan lokasi warteg juga mempengaruhi keamanan makanan yang dihasilkan, sehingga diberikan pula materi yang berisi persyaratan mengenai ketiga hal tersebut. Manajemen sampah serta cara penanganan tikus dan serangga yang baik juga perlu disampaikan supaya penyediaan makanan semakin aman.
105
f. Penyajian makanan Rak penyajian makanan harus selalu dijaga kebersihannya supaya tidak mencemari makanan yang disajikan, begitu pula dengan tempat makan bagi bara pengunjung. tempat makan selain harus bersih, namun juga harus nyaman, bebas dari debu. Di dalam modul dijelaskan mengenai cara menjaga kondisi penyajian, tempat makan, wadah penyajian, dan cara penyajian makanan yang aman.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Titik kritis yang paling penting untuk dikontrol menggunakan prinsip HACCP adalah waktu tunggu pengolahan bahan yang mudah rusak terutama ikan, penggunaan minyak goreng, dan waktu tunggu penjualan. Supaya penerapan prinsip HACCP dapat berjalan lebih efektif, masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari segi GHP, pada bahaya yang berasal dari lingkungan, suplai air, dan sanitasi pekerja. Bahaya fisik yang umum terjadi dari debu, bahaya kimia dari karsinogen pada minyak goreng bekas, dan bahaya biologi adalah Salmonella, S. aureus, C. perfringens, dan E. coli. Faktor eksternal penyebab pengelolaan pangan menjadi tidak aman pada warteg adalah kurangnya pengetahuan pengelola, keterbatasan waktu dan kondisi warteg, serta tidak adanya tuntutan dari konsumen. Dari hasil analisis tersebut selanjutnya dibuatlah modul pelatihan keamanan pangan berdasarkan pendekatan HACCP bagi para pengelola warung tegal. B. SARAN Mengingat kegiatan para pengelola warteg sangat padat setiap harinya, program pelatihan keamanan pangan ini sebaiknya dilakukan di berbagai regional wilayah untuk memudahkan mereka untuk hadir. Pemilihan waktu pelatihan juga harus disesuaikan dengan waktu yang dimiliki para pengelola warteg. Waktu yang memungkinkan adalah sore hari di hari Sabtu atau Minggu. Waktu pelaksanaan pelatihan juga sebaiknya tidak terlalu lama, sehingga materi pelatihan dapat disampaikan secara bertahap atau disampaikan poin-poin pentingnya saja. Program pelatihan ini sebaiknya dilanjutkan dengan adanya program pendampingan. Program ini diharapkan dapat memberikan edukasi kepada para pengelola warteg mengenai pentingnya keamanan pangan. Tekhnik edukasi yang dapat dilakukan adalah pendampingan secara rutin untuk menyampaikan
107
cara-cara persiapan dan pengolahan pangan yang aman. Pengelola warteg dapat dilatih mengenai modifikasi praktik kerja yang tidak aman, titik kritis dan batas kritis, serta cara perbaikan, yang tentunya disampaikan dengan cara dan bahasa yang sederhana. Pendampingan ini juga bisa dikombinasikan dengan sistem perjanjian dan mekanisme pemberian hadiah. Karena bahaya yang umum terjadi pada warteg lebih banyak dari segi GHP, yang diakibatkan banyaknya keterbatasan mereka, maka dapat diberikan bantuan untuk menjamin HACCP dalam berjalan efektif. Bantuan yang dibutuhkan terutama perbaikan fasilitas, misalnya fasilitas pencucian piring dan tangan, membenahi design lokasi pemasakan dengan saluran pembuangan dan kamar mandi, mengecat kembali dinding bangunan yang telah kotor, dan sebagainya. Bantuan berupa barang juga dapat diberikan, misalnya celemek, tirai penutup rak makanan, penutup kepala, lap, penutup piring dan sendok. Barang -barang tesebut hendaknya dibuat dalam warna yang cerah sehingga dapat langsung diganti bila telah kotor. Pelatihan lain yang dapat dilakukan untuk semakin meningkatkan kapabilitas WarJoss (Warung Extra Joss) antara lain mengenai penyediaan air bersih, gizi dari makanan yang mereka olah, resep masakan baru, cara penyajian manakan yang menarik, serta manajemen dan keuangan warteg. Hal ini dapat digunakan sebagai jaminan bahwa WarJoss menyediakan makanan yang aman dan enak, penyajian yang menarik, dan tempat yang nyaman. Hal ini secara tidak langsung akan membantu promosi dari produk Extra Joss itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tentang Pangan. Kantor Menteri Urusan Pangan, Jakarta. _______. 2006. Food Safety in the Kitchen : A “HACCP” Approach (Safe Food Handling). Food Safety and Inspection Services, USDA. USA. _______. 2009. Warung tegal (warteg). http://wikipedia.org. [28 November 2009]. Arief, II. 2009. Berbagai tips memilih daging sehat.Fakultas Peternakan IPB, Bogor. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
2005. Kejadian luar biasa
keracunan pangan. BPOM, Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis Profil Perusahaan/Usaha Indonesia. Hasil Pendaftaran Perusahaan/Usaha Sensus Ekonomi 2006. BPS, Jakarta. Bryan, FL. 1990. Application of HACCP to ready to eat chilled foods. Food Technology. 7: 70-77. Bryan, FL., CA, Bartleson, M. Sugi, B. Sakai, L. Miyashiro, S. Tsutsumi, dan C. Chun. 1982. Hazard analysis of
char siu and roast pork in cheese
restaurant and market. J. Food. Prot. Vol. 45. No. 5, pp: 422-429. Bryan, FL., P. Teufel, S. Riaz, S. Roohi, F. Qadar, dan Z. Malik. 1992. Hazard and critical control point of street-vended chat regionally popular food in Pakistan. J. Food Prot. Vol 55, no. 9, pp: 701-707. Budi. 2009. Bagaimana cara memesan makanan di warteg. http://usaha-kecil.com. [28 November 2009]. [CAC] Codex Alimentarius Comission. 1991. Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene. Food and Agriculture Organization of The United Nations World Health Organization, Rome.
109
_____. 1993. Code of Hygienic Practice for Precooked and Cooked Foods in Mass Catering. Food and Agriculture Organization of The United Nations World Health Organization, Rome. _____. 2001. Code of Hygienic Practice for the Preparation and Sales of Street Foods. Food and Agriculture Organization of The United Nations World Health Organization, Rome. _____. 2003a. Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene. Fourth Revision. Food and Agriculture Organization of The United Nations World Health Organization, Rome. _____. 2003b. Code of Practice for Fish and Fishery Products. Food and Agriculture Organization of The United Nations World Health Organization, Rome. Cliver, DO. 1992. Overview of biological, chemical, and physical hazard. Di dalam Pierson, D. M. dan Corlett, D. A, Jr. (eds.). HACCP Principles and Aplications. Chapman and Hall, New York, 21 p. Corlett, DA. 1992. Overview of biological, chemical, and physical hazard. Di dalam Pierson, DM. dan DA. Corlett, Jr. (eds.). HACCP Principles and Aplications. Chapman and Hall, New York, 27 p. Dept. ITP IPB. 2009. Penuntun Praktikum Terpadu Pengolahan Pangan. Fateta IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1994. Pengendalian keamanan pangan dan penerapan HACCP dalam perusahaan jasa boga. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V, no. 3, pp: 71-78. _____. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. Fateta IPB, Bogor. Ganowiak, Z. 1992. Objectives of investigation of foodborne disease out breaks. Proc. of World Congress Foodborne Infections and InIntoxications, Vol. I, pp: 64-66.
110
Hermanianto, J. 2008. Karakteristik Bahan Pangan Hewani. Fateta, IPB. Hariyadi, RD. 2001. Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP). M-Brio Training Body, Bogor. Ingham, SC., AL. Jill, LB. Katie, dan RB. Dennis. 2004. Growth of e. coli O157:H7 and salmonella serovars on raw beef, pork, chicken, bratwurst, and cured corned beef: implication for haccp plan critical limits. J. Food Safety. Vol.24, no. 4, pp: 246-256. [ICMSF] International Comission on Microbiological Spesifications for Foods. 1992. Overview of biological, chemical, and physical hazard. Di dalam Pierson, D. M. dan DA. Corlett, Jr. (eds.). HACCP Principles and Aplications. Chapman and Hall, New York, 9 p. Jenie, BSL. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Fateta IPB, Bogor. _______. 2008. Keamanan dan Sanitasi Pangan. Fateta IPB, Bogor. Jermini, M., FL. Bryan, R. Schmitt, C. Mwande, J. Mwenya, MH. Zyuulu, EN. Chilufya, A. Matoba, AT. Hakalima, dan M. Michael. 1997. Hazard and critical control point of food vending operations in a city zambia. J. Food Prot. Vol. VX, no. 3, pp: 288-299. Kusumaningrum, H., L. Nuraida, RD. Hariyadi, NS. Palupi, dan Sumarto. 2009. Usaha Makanan Jajanan yang Aman. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Loken, JK. 1995. The HACCP Food Safety Manual. John Willey and Sons, New York. Marriot, G. N. 1994. Principles of Food Sanitation. Third Edition. Chapman and Hall, New York. Mayes, T. 1994. HACCP training. J. Food Control. Vol. 5, no. 3, pp: 190-195. Miskiyah. 2006. Studi penerapan hazard analysis critical control point (HACCP) pada makanan jajanan. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol. 2, no. 1, pp: 12-21.
111
Mortimor, S dan C. Wallace. 1995. HACCP a Practical Approach. Chapman and Hall, New York Moy, G., F, Kaferstein, dan Y. Motorjemi. 1994. Application of HACCP to food manufacturing: some considerations on harmonization through training. J. Food Control, Vol. 5, no. 3, pp: 131139. NACMCF. 1992. HACCP Principles for Food Production. USDA-FSIS Information Office, Washington DC. Nda. 2004. Kesehatan: zat kimia masih ditemukan dalam makanan anak. http://mediaindonesiaonline.com. [27 November 2009]. Nuraida, L., W. Widjayanti, H. Kusumaningrum, NS. Palupi, S. Koswara, S. Madanijah, Zulaikhah, Rini, dan S. Madjij. 2009. Menuju Kantin Sehat di Sekolah. Departemen Pendidikan Nasional dan Seafast Center, Bogor. O’Brien, RD. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications. Technomic Publishing Co., Inc., New York. Panai, R. 2008. Cara memilih pangan hasil perikanan. Website Resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Belango, Gorontalo. [29 Maret 2010]. Pierson, DM. dan DA. Corlett. 1992. HACCP Principles and Applications. Chapman and Hall, New York. Panisello, PJ., R. Rooney, PC. Quantick, dan RS. Smith. 2000. Application of foodborne diseases outbreak data in the development and maintenance of HACCP system. J. Food Maicrobiology. Vol. 53, no. 3, pp: 221-234. Rahayu, W. dan B, Satiawihardja. 2007. Food Microbiology. Fateta IPB, Bogor. Ropkins, K. dan AJ. Beck,. 2000. Evaluation of worldwide approach to the use of HACCP to control food safety. Trends in Food Science and Technology, 11: 10-21.
112
SNI 01-4852. 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Departemen Perindustrian Indonesia, Jakarta. Syaifudin.
2006.
Kedekatan
hubungan
antar
pengusaha
warung
tegal.
http://organisasi.org. [28 November 2009]. Synder, OP. 1986. Microbiological quality assurance in food service operations. Food Technology. Vol. 40, no. 7, 122p. Schumann, MS., TD. Schneid, BR. Schumann, dan MJ. Fagel. 1997. Food Safety Law. Van Nostrand Reinhold, Melbourne. Schmitt, R., FL. Bryan, M. Jermini, AN. Chilufya, AT. Hakalima, M. Zyuulu, E. Mfume, C. Mwande, E. Mullungushi, dan D. Lubasi. 1997. Hazard and critical control point of food preparation in homes which person had diarrhea in zambia. J. Food. Prot. Vol. 60, no.2, pp: 161-171. Thomas, WM. dan PM. Berryman. 1986. Water and waste water. Di dalam SM, Herschnoefer (ed). Quality Control in Food Industry. 2nd ed. Academic Press. London , 1p. Wallace, C. dan T. Williams. 2001. Pre-requisites: a help or a hindrance to HACCP?. J. Food Control. Vol. 4, no. 4, pp: 235-240. Winarno, FG. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [WHO/ICD] World Health Organization dan Industry Council for Development. 2000. Food safety for nutritionist and other health professionals. World Health Organization, Jenewa. Yudhisti. 2008. Warteg, sajian yang murah meriah. http://yudhisti.wordpress.com. [28 November 2009].
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bintang Toedjoe
Presiden direktur
Managing direktur Sekretaris
Deputi Direktur Marketing and Sales
Deputi Direktur Manufacturing
Deputi Direktur Business Development
Kepala Finance and Accounting
Kepala General Affair
Kepala Human Resources
SBU 1
Production
Consumer insight
Finance
Industrial relation
Organization development
SBU 2
Product development
Employee relation
Learning and education
General affairs
Reqruitmen and development
Field Marketing QA-QC
Product innovation
PPIC
Regulatory affair
Purchasing
CSR
Sales
Quality system
Accounting and tax
Kepala Internal Compliance
Legal
Poli klinik
Comdev Medical
113
Lampiran 3. Analisis HACCP di berbagai kegiatan/tahapan A. HACCP PADA TAHAP PENYIMPANAN
A.1 PENYIMPANAN BAHAN BAKU No 1
Tahap
Pengontrolan
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
-
-
-
-
-
L
H
Menyimpan bahan
Y
Bahaya
Penyebab
Q1 Q2
Alasan
Q3
Q4
Q5
CCP
-
-
-
-
-
Y
N
Y
Y
Not
Tahap pengupasan
CCP
dan pencucian bahan
Penyimpan
Biologi : -
-
an bahan
Fisik :
bumbu dan
Debu, tanah,
Penyimpanan
sayuran
kotoran tikus
di kolong
bumbu di tempat
dan serangga
meja
yang bersih dan
akan membersihkan
tertutup
kontaminan tersebut.
Kimia : CR :
Penyimpanan
M
H
Memisahkan
Y
Y
N
Y
Y
Not
Tahap pencucian
Sabun colek
dilakukan
penyimpanan bahan
CCP
dapat menghilangkan
berdekatan
baku masakan
residu apabila terjadi
TM, TB ,
dengan sabun
dengan stok sabun
pencemaran
BB : -
colek
colek
117
2
Penyimpan
Biologi :
an kentang
B:
Penyimpanan
dan tempe
C. perfri-
pada suhu
waktu tunggu
goreng
ngens
ruang selama
pengolahan
menit 1000C) dapat
satu malam
kentang/tempe ke
membu nuh sel
proses selanjutnya
vegetatif dan
L
H
V, P, K, KH,
Mempersingkat
Y
Y
N
Y
Y
Not
Tahap pemanasan
CCP
selanjutnya (6-13
M:-
sporanya.
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia: -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
CCP
L
H
Pencucian kembali
Y
Y
N
Y
N
Not
Tahap pemanasan
CCP
dapat membunuh
A.2 PENYIMPANAN PERALATAN No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Penyimpan
B iologi:
an
B : C.
Penyimpanan
peralatan
perfringens
di tempat
atau menyimpan
kotor dan
peralatan masak di
terbuka
tempat yang bersih
masak V, P, K, KH, M:-
Pengontrolan
Alasan
mikroba
dan tertutup
118
Fisik : Debu
Penyimpanan
L
H
Pencucian kembali
Y
Y
N
Y
N
CCP
Debu pada peralatan
di tempat
atau menyimpan
masak dapat terbawa
kotor dan
peralatan masak di
hingga masakan jadi
terbuka
tempat bersih dan tertutup
Kotoran tikus dan
Penyimpanan
serangga
di tempat
atau menyimpan
serangga pada
kotor dan
peralatan masak di
peralatan masak
terbuka
tempat bersih dan
dapat terbawa hingga
tertutup
masakan jadi
Kimia: 2
L
L
Pencucian kembali
Y
Y
N
Y
N
CCP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
H
Menyimpan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Kotoran tikus dan
-
Penyimpan
Bakteri :
an wadah
B : C.
Penyimpanan
asakan dan
perfringens
di tempat
peralatan bersih di
kotor dapat menjadi
kotor dan
tempat yang bersih
sumber kontaminasi
peralatan makan
V, P, K, KH,
terbuka
Wadah dan peralatan
silang pada masakan
M:-
119
F isika: Debu
Penyimpanan
Kimia: -
L
H
Pencucian kembali
Y
Y
N
Y
N
CCP
Debu pada wadah
di tempat
atau menyimpan
masakan dan
kotor dan
peralatan masak di
peralatan makan
terbuka
tempat bersih dan
dapat mengotori
tertutup
masakan jadi.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
A. 1 PENYIMPANAN BAHAN BAKU No -
Proses yang dikontrol -
Bahaya -
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Where
How
-
-
-
-
-
-
Tindakan Koreksi -
120
A .2 PENYIMPANAN PERALATAN No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Tindakan Koreksi Where
How
Penyimpan
Fisik :
Peralatan
Kebersihan
Setiap akan
Pengolah
Area
Menyimpan
Mencuci kembali
an peralatan
Debu dan kotoran
bebas dari
peralatan
memasak
masakan
pemasakan
peralatan
peralatan masak
debu
masak yang
masak di
yang berdebu
akan
tempat bersih
sebelum digunakan
digunakan
dan tertutup
masak
Fisik :
Tidak ada
Kebersihan
Setiap akan
Pengolah
Area
Menyimpan
Mencuci kembali
Kotoran tikus dan
kotoran
peralatan
memasak
masakan
pemasakan
peralatan
peralatan masak
serangga
tikus dan
masak yang
masak di
yang sebelum
serangga
akan
tempat bersih
digunakan
pada
digunakan
dan tertutup
peralatan masak
121
2
Penyimpan
Biologi :
Wadah
Kehigienisan
Setiap akan
Pengolah
Area
Menyimpan
Mengganti wadah
an wadah
C. perfringens
masakan
wadah
meletakkan
masakan
pemasakan
wadah
dan peralatan
masakan
serta
masakan dan
dan
dan area
masakan dan
kotor dengan atau
dan
peralatan
peralatan
menyajikan
penyajian
peralatan
mencuci kembali
peralatan
makan
makan yang
masakan
makan bersih
wadah dengan air
makan
bersih dan
akan
di tempat
bersih dan sabun
higienis
digunakan
bersih dan
antibakteri
tertutup Fisik :
Wadah
Kebersihan
Setiap akan
Pengolah
Area
Menyimpan
Mengganti wadah
Debu
masakan
wadah
meletakkan
masakan
pemasakan
wadah
dan peralatan
dan
masakan dan
dan
dan area
masakan dan
kotor, mengelap
peralatan
peralatan
menyajikan
penyajian
peralatan
wadah dan
makan
makan yang
masakan
makan di
peralatan yang
bebas dari
akan
tempat bersih
akan digunakan
debu
digunakan
dan tertutup
atau mencuci kembali wadah dan peralatan yang akan digunakan
122
B. HACCP PADA TAHAP PENCUCIAN
B.1 PENCUCIAN BAHAN BAKU No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
N
Y
Y
Alasan
CCP
Pencucian
Bakteri :
bahan
B:
Tanah masih
bumbu
E. coli,
menempel
H
pencucian
dan
B. cereus
karena
L
dilakukan hingga
yang dapat
sayuran
V, P, K, KH,
pencucian
bersih bebas dari
membunuh mikroba
M:-
tidak bersih
tanah
tersebut
M
Memastikan
Y
Y
Not
Selanjutnya ada
CCP
proses pemanasan
F isik: Tanah
Kimia: -
Pencucian
L
M
Memastikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tanah yang masih
kurang bersih
pencucian
menempel dapat
sehingga tanah
dilakukan hingga
terus terbawa hingga
masih
bersih bebas dari
masakan jadi
menempel
tanah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
123
2
Pencucian
Biologi :
daging
B:
Pencucian
ayam
Salmonella
daging ayam
M
pencucian
C. jejuni
yang tidak
M
dilakukan hingga
membunuh mikroba
S. aureus
bersih
L
bersih dengan air
tersebut
mengalir
(700C, 2 menit)
C. perfringens
Memastikan
M
L
Y
Y
N
Y
Y
Not
Proses pemanasan
CCP
selanjutnya dapat
V, P, K, KH, M:F isik: Tanah dan
Pencucian
L
M
Memastikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tanah dan kerikil
kerikil
daging ayam
pencucian daging
yang masih
yang tidak
ayam dilakukan
menempel dapat
bersih
hingga bersih
terus terbawa hingga
dengan air
masakan jadi
mengalir
Kimia: -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
124
3
Pencucian
B iologi:
daging
B:
Pencucian
sapi
C. botulinum
daging sapi
H
daging sapi
E. coli patogen
yang tidak
H
dicuci hingga
membunuh mikroba
L. monocytoge
bersih
M
bersih
tersebut.
menggunakan air
(1000C, 6-13 menit)
M
nes Salmonella
M
C. perfringens
L
S. aureus
L
Memastikan
Y
Y
N
Y
Y
Not
Proses pemanasan
CCP
selanjutnya dapat
mengalir
V, P, K, KH, M:F isik: Tanah dan
Pencucian
kerikil
daging sapi
pencucian
yang masih
yang tidak
dilakukan hingga
menempel dapat
bersih
bersih dengan air
terus terbawa hingga
mengalir
masakan jadi
Kimia: -
-
L
-
M
-
Memastikan
-
Y
-
Y
-
N
-
Y
-
N
-
CCP
-
Tanah dan kerikil
-
125
4
Pencucian
Biologi :
ikan,
B:
Pencucian
cumi-
C .botulinum
yang tidak
H
pencucian
cumi, dan
V. cholerae
bersih
H
dilakukan hingga
selanjutnya yang
udang
V. parahaemoti
M
bersih dengan air
dapat membunuh
mengalir
mikroba (700C, 2
M
ticus
Memastikan
Y
Y
N
Y
Y
Not
Ada proses
CCP
pemanasan
menit)
V, P, K, KH, M:F isik: Tanah, kerikil
Pencucian
M
tidak dilakukan dengan bersih
Kimia: -
-
L
-
-
Memastikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tanah dan kerikil
pencucian
yang masih
dilakukan hingga
menempel dapat
bersih dengan air
terbawa hingga
mengalir
masakan jadi
-
-
-
-
-
-
-
-
126
B.2 PENCUCIAN PERALATAN No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
Alasan
CCP
Pencucian
Biologi: -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
peralatan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
masak,
Kimia :
wadah
CR :
Proses
Memastikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
masakan,
Residu sabun
pembilasan
colek
yang tidak
dan peralatan makan
bersih TM, TB : -
L
H
Residu sabun colek
peralatan dibilas
pada peralatan
hingga bersih
menyebabkan
dengan air
masakan berbau dan
mengalir
berasa sabun
127
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) B.1 PENCUCIAN BAHAN BAKU No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Tindakan Koreksi Where
How
Pencucian
Fisik :
Tidak ada
Tanah dan
Setiap kali
Pengolah
Tempat
Memastikan
Mencuci kembali
bahan
Tanah dan kerikil
tanah dan
kerikil pada
melakukan
masakan
pencucian
pencucian
bahan baku hingga
bumbu dan
kerikil yang
bahan baku
pencucian
bahan baku
dilakukan
benar-benar bersih
sayuran
menempel
masakan
bahan baku
dengan bersih dari tanah dan
Pencucian
pada bahan
masakan
dan tidak ada
daging
baku
kerikil atau
ayam
masakan
tanah yang
Pencucian
masih
daging sapi
menempel
kerikil
Pencucian ikan, cumicumi, dan udang
128
B.2 PENCUCIAN PERALATAN No 1
Proses yang dikontrol
Bahaya
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Tindakan Koreksi Where
How
Pencucian
Kimia :
Peralatan
Residu sabun
Setiap kali
Pengolah
Tempat
Mematikan
Membilas kembali
peralatan
Residu sabun colek
tidak licin
colek pada
mencuci
masakan
pencucian
peralatan
peralatan yang
masak,
dan tidak
peralatan
peralatan
bahan baku
bebas dari
masih licin dan
wadah
berbau
residu sabun
berbau sabun.
masakan,
sabun
(tidak licin)
dan
dan tidak
peralatan
berbau sabun
makan
129
C. HACCP PADA SUPLAI AIR
C.1 AIR TANAH UNTUK MENCUCI No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
N
Y
Y
CCP
Alasan
Air tanah
Biologi :
untuk
B:
Air tanah yang
mencuci
V. cholerae
tercemar
H
berasal dari
bahan
Shigella spp.
saluran
H
sumber yang
selanjutnya yang
baku dan
E. coli
pembuangan
H
bersih (tidak
dapat membunuh
peralatan
C. jejuni
atau
M
berwarna, tidak
mikroba tersebut
masak
M
Memastikan air
terkontaminasi
berasa, dan tidak
V:
kotoran hewan
berbau) dan
Hepatitis A&E
atau manusia
M
menggunakan
Norwalk virus
M
sabun antibakteri
Enteroviruses
M
untuk mencuci
Rotavirus
M
peralatan masak
Y
Y
Not
Ada proses
CCP
pemanasan
130
P: G. intestinalis
M
C. parvum
M
E. histolytica
M
K, KH, M : -
2
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
Menggunakan air
Y
Y
N
Y
N
CCP
Air tanah
Biologi :
untuk
B:
Air tanah yang
mencuci
V. cholerae
tercemar
H
dari sumber yang
peralatan makan, dan
wadah
Shigella spp.
saluran
H
bersih (tidak
tangan yang tercemar
masakan,
E. coli
pembuangan
H
berwarna, tidak
dapat menjadi
peralatan
C. jejuni
atau
M
berasa, dan tidak
sumber kontaminasi
terkontaminasi
berbau), serta
silang pada masakan
menggunakan
yang disajikan
makan, dan
V:
kotoran hewan
mencuci
Hepatitis A&E
atau manusia
tangan
M
sabun antibakteri
Norwalk virus
M
untuk mencuci
Enteroviruses
M
peralatan dan
Rotavirus
M
mencuci tangan
Wadah masakan ,
131
P: G. intestinalis C. parvum
M
E. histolytica
M M
K, KH, M : Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
C. 2 AIR TANAH UNTUK MEMASAK No 1
Tahap Air tanah
Bahaya
Penyebab
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
Alasan
CCP
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
untuk memasak
132
Biologi : B:
Air tanah yang
Memastikan air
V. cholerae
tercemar
H
Shigella spp.
saluran
H
sumber yang
selanjutnya yang
E. coli
pembuangan
H
bersih (tidak
dapat membunuh
C. jejuni
atau
M
berwarna, tidak
mikroba tersebut
M
berasal dari
terkontaminasi
berasa, dan tidak
V:
kotoran hewan
berbau),
Hepatitis A&E
atau manusia
Y
Y
N
Y
Y
Not
Ada proses
CCP
pemanasan
M
Norwalk virus
M
Enteroviruses
M
Rotavirus
M
P: G. intestinalis C. parvum
M
E. histolytica
M M
K, KH, M : -
133
C.3 PENGGUNAAN ES BATU No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
H
H
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
-
-
-
Alasan CCP
Pengguna
Biologi :
an es batu
B:
Es batu terbuat
untuk
V. cholerae
dari air yang
batu terbuat dari
suhu -200C dapat
minuman
E. coli
mentah dan
air matang
mengurangi, tapi
Memastikan es
Y
N
CCP
tidak aman
Pembekuan hingga
tidak dapat menghilangkan bakteri tersebut sepenuhnya
Fisik : Tanah
Es batu
L
H
Tidak meletakkan
Y
N
-
-
-
CCP
diletakkan di
es batu di lantai
menempel dapat
tempat yang
tanpa alas
terbawa hingga saat
tidak bersih Kimia : -
Tanah yang
-
es dihancurkan -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
134
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) C.1 AIR TANAH UNTUK MENCUCI No 1
Proses yang dikontrol Air tanah
Monitoring
Critical
Bahaya
Limit
What
When
Tindakan Koreksi
Who
Where
How
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi :
Air tanah
Air tanah yang
Setiap kali
Pengolah
Tenpat
Memastikan
Mencari sumber
yang
digunakan
mengambil
masakan
pengambilan air tanah
air lain yang lebih
air tanah
tidak
aman, melakukan
berwarna,
penjernihan air
tidak berasa,
(penyaringan,
untuk men cuci bahan baku dan peralatan masak 2
Air tanah untuk men cuci wadah
B:
digunakan
untuk mencuci
air untuk
masakan,
V. cholerae
tidak
bahan baku dan
mencuci
peralatan
Shigella spp.
berwarna,
peralatan masak bahan baku
makan, dan
E. coli
tidakberasa,
dan
dan tidak
flokulasi, koa
mencuci
C. jejuni
dan tidak
peralatan
berbau
gulasi, sedimen
berbau
masak
tangan
tasi, dan klorinasi)
135
V: Hepatitis A&E Norwalk virus Enteroviruses Rotavirus P: G. intestinalis C. parvum E. histolytica
C. 2 AIR TANAH UNTUK MEMASAK No 1
Proses yang dikontrol Air tanah
-
Monitoring
Critical
Bahaya
Limit -
What -
When -
Who -
Where -
How -
Tindakan Koreksi -
untuk memasak
136
C. 3 PENGGUNAAN ES BATU No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Penggunaan
Biologi :
Es batu
Air yang
Setiap akan
Pengelola
Tempat
Memastikan
Membeli es batu
es batu
B:
terbuat dari
digunakan
membeli es
warteg
pembelian
es batu yang
dari penjual lain
untuk
V. cholerae
air matang
untuk es batu
batu
es batu
dibeli terbuat
yang lebih
minuman
E. coli
dari air
terpercaya atau
matang
membuat es batu sendiri
Fisik :
Es batu
Tempat
Tanah
tidak
meletakhanckan membeli es
diletakkan
es batu sebelum
di tempat
dihancurkan
yang kotor
Setelah
Pengelola
Meletakkan
Mencuci kembali
es batu di
dengan air yang
batu dan
tempat yang
bersih
termos es
bersih
warteg
Area warteg
tidak memenuhi
137
D. HACCP PADA PENANGANAN SAMPAH DAN AIR LIMBAH
D.1 PENANGANAN SAMPAH No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Pengontrolan
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
CCP
H
M
Menggunakan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Alasan
Penangan
B iologi :
an sampah
B:
Tempat
Salmonella
sampah tidak
tempat sampah
tidak bertutup di area
bertutup yang
bertutup dan
pemasakan dapat
berada di dekat
mengangkut
menjadi sumber
area
sampah sesering
kontaminasi silang
pemasakan
mungkin
pada masakan jadi
M : Lalat
Tempat
M
M
Menggunakan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tempah sampah
Lalat dapat menjadi
sampah tidak
tempat sampah
penyebab
bertutup yang
bertutup dan
kontaminasi silang
berada di dekat
mengangkut
pada masakan jadi
area
sampah sesering
pemasakan
mungkin
138
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
D.2 PENANGANAN AIR LIMBAH No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Penangan
B iologi:
an air
B:
Saluran
limbah
Shigella spp.
pembuangan
V:-
M H
Memberikan
Pengontrolan Q1 Q2
Y
Y
Q3
Q4
Q5
N
Y
N
Alasan
CCP
CCP
Saluran pembuangan
pembatas supaya
air limbah yang
air limbah
area pemasakan
berdekatan dengan
P:-
yang berada di
tidak
area pemasakan
K:-
dekat area
bersebelahan
dapat menjadi
KH : -
pemasakan
langsung dengan
sumber kontaminasi
saluran
silang pada masakan
pembuangan air
jadi
M:-
limbah Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
139
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) D. PENANGANAN SAMPAH DAN AIR LIMBAH No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Monitoring
Critical Limit
What
Penanganan
Biologi :
Tempat
Tempat
sampah
B:
sampah di
sampah di
Salmonella
area pemasakan
When Setiap hari
Who
Tindakan Koreksi Where
How
Pengolah
Area
Menggunakan Menjauhkan
masakan
pemasakan
tempat
tempat sampah dari
area
sampah
area pemasakan
pemasakan
bertutup
dan
harus bersih
mengangkutnya
dan ditutup
sesering mungkin
M:
Tidak ada
Lalat di area
Setiap kali
Pengolah
Area
Menutup
Menjauhkan
Lalat
lalat di area
pemasakan
memasak
masakan
pemasakan
tempat sam
tempat sampah dari
pah bertutup
area pemasakan
pemasakan
dan mengangkutnya sesering mungkin
140
2
Penanganan
Biologi :
Saluran
air limbah
Shigella spp.
Saluran
Saat
Pengolah
Area
Memberikan
Memindahkan area
pembuangan pembuangan
merancang
makanan
pemasakan
pembatas
atau saluran
air limbah
pembagian
supaya
pembuanngan air
tidak
letak
saluran
limbah agar tidak
berdekatan
warung
pembuangan
berdekatan dengan
dengan area
air limbah
area pemasakan
pemasakan
tidak
air limbah
bersebelahan langsung dengan area pemasakan
141
E. HACCP PADA PENYAJIAN MAKANAN
E. 1 PENGGUNAAN WADAH No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
Alasan
CCP
Wadah
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
plastik
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
CR :
Penggunaan
M
H
Menggunakan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Monomer
wadah
wadah keramik,
dapat terbawa masuk
plastik
plastik untuk
kaca, atau
ke dalam tubuh
masakan
stainless steel
yang masih
untuk masakan
panas
yang masih panas
Kimia : Monomer plastik
TM, TB, BB : 2
Kertas
Biologi : -
-
pembung
Kimia : -
-
kus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
142
Fisik : Debu
Penyimpanan
L
M
Menyimpan kertas
Y
Y
N
Y
N
CCP
Debu dapat
kertas
pembungkus di
mengotori makanan
pembungkus
tempat bersih dan
yang dibungkus
di tempat
terhindar dari debu
kotor E. 2 PENYAJIAN DI RAK TIDAK BERTUTUP No 1
Tahap
Bahaya
Makanan
Biologi :
tidak
M : Lalat
bertutup V, P, K, KH,: -
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
M
H
Makanan
Menutup rak
Pengontrolan
Alasan
Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
CCP
Y
Y
N
Y
N
CCP
Lalat dapat menjadi
tidak ditutup
makanan atau
penyebab
mengundang
menggunakan
kontaminasi silang
lalat
pengusir lalat
pada makanan
Fisik : Debu
Debu dari
L
M
jalanan Kimia : -
-
Menutup rak
Y
Y
N
Y
N
CCP
makanan -
-
-
Debu dapat mengotori makanan
-
-
-
-
-
-
-
143
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) E.1 PENGGUNAAN WADAH No 1
2
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Tindakan Koreksi Where
How
Penggunaan
Kimia :
Wadah
Wadah yang
Setiap kali
Pengolah
Area
Tidak
Mengganti wadah
wadah
CR :
plastik tidak
digunakan
memasak
masakan
pemasakan
menggunakan
plastik dengan
plastik
Monomer plastik
untuk
untuk
wadah plastik
wadah keramik,
masakan
meletakkan
untuk
kaca, atau stainless
panas
masakan
masakan
steel
panas
panas
Penggunaan
Fisik :
Kertas
kertas
Debu
pembungkus
Setiap
Pengolah
Area
Menyimpan
Mengelap kertas
pembungkus kertas
menyimpan
masakan
penyajian
kertas
pembungkus
bebas dari
kertas
pembungkus
dengan lap bersih
pembungkus
di tempat
debu
Kebersihan
pembungkus
bersih dan tertutup
144
E.2 PENYAJIAN DI RAK TIDAK BERTUTUP No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Penyajian di
Biologi :
Tidak ada
Lalat di area
Setiap
Pengolah
Area
Memberikan
Menggunakan
rak tidak
M : Lalat
lalat di area
penyajian
menyajikan
masakan
penyajian
penutup pada
pengusir lalat
makanan
rak makanan
bertutup
penyajian
makanan
makanan
Fisik :
Area
Lalat di area
Setiap
Pengolah
Area
Memberikan
Memindahkan area
Debu
penyajian
penyajian
menyajikan
masakan
penyajian
penutup pada
penyajian makanan
makanan
rak makanan
di tempat yang
makanan
makanan
terlindung
lebih terlindung
dari debu
dari debu
145
F. HACCP PADA PROSES PEMASAKAN BERBAGAI MASAKAN YANG UMUM DI WARUNG TEGAL F.1 HACCP PADA PEMBUATAN AYAM GORENG Bawang putih, Kunyit
Merica
Daging ayam
Penyimpanan 1-2 hari
Minyak goreng bekas
Tunggu ± 1 jam suhu ruang Pemanasan
Pengupasan
Pencucian Penggorengan
Pencucian
Air *
Pengirisan
Daging ayam rebus
Penghalusan
Gula
Perebusan
Garam
Keterangan :
Bumbu halus
Perendaman ± 1 jam
Ayam goreng
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang) Daging ayam bumbu
Diagaram alir pembuatan ayam goreng
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah tertutup 146
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
-
-
-
Alasan
CCP
Bawang
Biologi :
merah,
B:
Bakteri yang
bawang
E .coli
umum di
H
putih
B. cereus
tanah dan
L
Salmonella
rempah-
H
menghilangkan
C.perfringens
rempah
L
bakteri
Kapang dan
Bawang mulai
L
khamir
busuk
Mengupas dan M
Y
N
mencuci bawang
Not
Ada proses
CCP
pengupasan dan
hingga bersih
L
Menggunakan
pencucian yang dapat
Y
N
-
-
-
bawang yang
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
bagus
yang busuk dan kapang khamir diinatifkan dengan pemanasan
V, P, M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
147
Fisik : Tanah
Tanah yang
L
M
menempel
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
mencuci bawang
Not
Selanjutnya ada
CCP
proses pengupasan
hingga bersih
dan pencucian yang dapat menghilangkan tanah
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Merica
Biologi : Kapang
Merica mulai
L
L
busuk
Menggunakan merica yang bagus
Y
Y
-
-
-
Not CCP
Ada pemanasan untuk membunuh kapang
B, V, P, KH,
4
M:-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
148
4
Daging
Biologi :
ayam
B:
Mikroba
Salmonella
patogen pada
H
C. jejuni
daging ayam
M
Memasak ayam M
Y
Y
-
-
-
hingga benar-benar
Not
Ada proses
CCP
pemanasan yang
matang
dapat membunuh bakteri tersebut
V, P, K, KH, M:-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Potongan
Serpihan
M
L
Mencuci dengan
Y
Y
-
-
-
Not
Ada proses
tulang
tulang pada
bersih agar
CCP
pencucian yang dapat
daging ayam
potongan tulang
menghilangkan
hilang
potongan tulang
Fisik :
Kimia : 5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
Minyak
Kimia :
goreng
CR :
Hasil oksidasi
bekas
Asam lemak
minyak
-
Asam lemak bebas
menggunakan
dan senyawa benzen
bebas
minyak goreng
dapat terbawa ke
Senyawa
bekas
dalam tubuh
benzen TM, TB, BB:149
6
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyimpa
Biologi :
Mikroba
nan
Kapang
pembusuk
L
L
Membuang bagian
Y
N
Y
Y
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
bumbu 1-2 Khamir hari
7
L
Y
yang mulai busuk
Bakteri
yang busuk
V, P, M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bakteri
M
H
Mempersingkat
Y
Y
N
Y
Y
Not
Ada pemanasan yang
CCP
dapat membunuh
Daging
Biologi :
ayam di
B:
suhu ruang Salmonella
berkembang
waktu pengolahan
± 1 jam
biak dengan
atau
cepat pada
menyimpannya
suhu ruang
dalam suhu dingin
M:
Disimpan
L
M
Menyimpan daging
Lalat
pada wadah
ayam pada wadah
terbuka
tertutup
bakteri
Y
Y
N
Y
Y
Not
Ada pemanasan yang
CCP
dapat membunuh mikroba yang dibawa lalat
150
V, P, K,
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penghalus
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : Kondisi cobek
M
L
Memastikan cobek
Y
Y
N
Y
N
CCP
KH : -
8
9
10
11
Pencucian
Pengirisan
Serpihan batu
Serpihan batu dapat
dan ulekan
dan ulekan dalam
terus terbawa hingga
keropos
kondisi baik (tidak
masakan jadi
keropos) 151
12
13
14
15
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Perendam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an dalam
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bumbu
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an minyak
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
Memastikan bagian
Y
Y
Y
-
-
CCP
Perebusan
Penggo
Biologi :
rengan
B:
Bakteri
H
Salmonella
patogen pada
M
C.. jejuni
daging ayam
Pemanasan harus
dalam daging ayam
dikontrol agar bakteri
matang dan tidak
inaktif (suhu internal
ada darah
700C)
V, P, K, KH, M:-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
152
Kimia : 16
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
H
Mengatur volume
Y
Y
N
Y
N
CCP
-
Penjualan
Biologi :
± 10 jam
B:
Makanan
suhu ruang C..
dibiarkan
pemasakan atau
berkembang biak dan
pada suhu
menyajikan
menghasilkan spora
ruang terlalu
masakan dalam
pada makanan
lama
keadaan selalu
perfringens
Bakteri ini dapat
hangat V, P, K, KH, M:-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
153
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) No 1
2
3
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Mengganti minyak
goreng bekas
CR :
goreng ridak
goreng yang
akan
masakan
pemaskan
penggunaan
goreng bekas
Asam lemak
digunakan
digunakan
menggoreng
minyak goreng
dengan minyak
bebas dan se-
berulang-
ayam
berulang-ulang
goreng baru
nyawa benzen
ulang
Fisik :
Tidak ada
Proses
Setiap
Pengolah
Area
Melakukan
Mengganti cobek
Serpihan batu
serpihan batu
penghalusan
melakukan
masakan
pemasakan
penghalusan
dan ulekan yang
dengan hati-hati
kondisinya sudah
Penghalusan
Penggorengan Biologi :
dari cobek dan
penghalusan
ulekan
bumbu Setiap kali
keropos
Bagian dalam
Proses
Area
Memastikan
Menggoreng
B:
daging ayam
penggorengan menggoreng masakan
pemasakan
proses
kembali ayam
Salmonella
matang dan
penggorengan
yang bagian
C.. jejuni
tidak ada
cukup (suhu
dalamnya masih
darah
internal mencapai
ada darahnya
700C)
hingga benar-
ayam
Pengolah
benar matang 154
4
Penjualan ±
Biologi :
Ayam goreng
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan ayam
Mengatur kembali
10 jam suhu
B:
tidak
penjualan
masakan
penyajian
goreng tidak
volume pemasakan
ruang
C.. perfringens
dibiarkan
ayam
ayam
terlalu lama
ayam goreng
terlalu lama
goreng
goreng
dibiarkan pada
pada suhu
menyajikan
suhu ruang
ruang
155
F.2 HACCP PADA PEMBUATAN RENDANG DAGING SAPI Bawang merah, Bawang putih, Lengkuas, Jahe, Kunyit
Kemiri, Ketumbar, Merica, Jintan
Daun salam, daun jeruk, daun kunyit
Daging sapi
Tunggu ± 1 jam (suhu ruang) Penyimpanan 1-2 hari Pencucian Pengupasan Pengirisan Air *
Pencucian
Daging sapi iris Pemblenderan Bumbu halus
Pencampuran
Pemanasan hingga berminyak
Garam
Gula
Santan
Rendang daging sapi
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Keterangan : Air * = air tanah yang disimpan pada wadah tertutup
Diagram alir pembuatan rendang daging sapi
156
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Bawang
Biologi :
merah
B:
Bakteri yang
Bawang
E .coli
umum di
H
putih
B. cereus
tanah dan
L
Lengkuas
Salmonella
rempah-
H
Jahe
C. perfringens
rempah
L
Kunyit
Kapang dan
Bahan mulai
L
khamir
busuk
Mengupas dan M
Pengontrolan Q1 Q2
Y
N
Q3
Q4
Q5
-
-
-
mencuci bahan
Alasan
CCP
Not
Proses pengupasan
CCP
dan pencucian dapat
hingga bersih
menghilangkan bakteri
L
Menggunakan
Y
N
-
-
-
bahan yang bagus
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian yang busuk dan kapang khamir diinatifkan dengan
V, P, M : -
Kimia : -
pemanasan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
157
Fisik : Tanah
Tanah yang
L
M
menempel
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
mencuci bawang
Not
Selanjutnya ada
CCP
proses pengupasan
hingga bersih
dan pencucian yang dapat menghilangkan tanah
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Merica
Biologi :
Jintan
Kapang
Bahan mulai
Ketumbar
B, V, P, KH,,
busuk
Kemiri
M:-
4
L
L
Menggunakan bahan yang bagus
Y
Y
-
-
-
Not
Ada pemilihan bahan
CCP
dan pemanasan untuk membunuh kapang
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
Memberikan
Y
N
-
-
-
Not
Proses pemasakan
CCP
dapat menghilangkan
Daun
Biologi :
salam
B:
Mikroba
Daun
Salmonella
pada sayuran
jeruk
H
pemanasan yang
Shigella
H
cukup untuk
Daun
V. cholerae
H
membunuh
kunyit
ETEC
H
mikroba
C. botulinum
H
mikroba tersebut
158
V: Hepatitis A
M
Parasit
M
Kapang
M
KH, M : -
5
6
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
Tidak menyimpan
Y
N
-
-
-
Not
Proses pemanasan
CCP
dapat membunuh V.
Santan
Biologi :
kelapa
B:
Patogen
V. cholerae
yang umum
H
santan kelapa
di kelapa V, P, K, KH,
terlalu lama pada
cholerae (700C, 2
suhu ruang
menit dapat
M:-
membunuh 6 log)
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
159
7
Daging
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
Memastikan
Y
N
-
-
-
Not
Ada proses
CCP
pencucian dan
sapi Biologi : B:
Patogen
Salmonella
yang umum
H
dilakukan
EPEC
pada daging
H
pencucian yang
pemanasan yang
Y. enterolitica
sapi
M
bersih dan
dapat menghilangkan
M
pemanasan yang
mikroba tersebut
L. monocytoge nes
cukup
S. aureus
L
C. perfringens
L
Parasit
M
V. K, KH, M : Fisik : Tanah, kerikil
Tanah yang
L
L
Memastikan
menempel
pencucian
saat pe-
dilakukan hingga
nyembelihan
benar-benar bersih
Y
N
-
-
-
Not
Proses pencucian
CCP
dapat menghilangkan tanah dan kerikil
160
8
9
10
11
12
Penyim
Biologi :
Panan
Kapang
Mikroba
bahan
Khamir
pembusuk
bumbu
B, V, P, M : -
1-2 hari
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemblen
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
deran
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Daging
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
sapi di su-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencucian
M
L
Membuang bahan
Y
Y
N
Y
N
yang mulai busuk
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian yang mulai busuk
hu ruang ± 1 jam 161
Biologi : B:
Mikroba
Salmonella
berkembang
M : Lalat
M H
Mempersingkat
Y
Y
N
Y
Y
waktu tunggu
Not
Proses pemanasan
CCP
dapat membunuh
biak dengan
pengolahan atau
bakteri (700C, 2
cepat pada
menyimpan daging
menit)
suhu ruang
pada suhu dingin
Daging
M
M
Meletakkan daging
diletakkan di
sapi pada tempat
tempat
yang tertutup
Y
Y
N
Y
Y
Not
Proses pemanasan
CCP
dapat membunuh mikroba yang dibawa
terbuka 13
14
15
Pengirisan
oleh lalat
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
puran
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an hingga
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
berminyak Kimia : -
162
16
Penjualan
Biologi :
± 10 jam
B:
Makanan
di suhu
C.. perfringens
dibiarkan
masakan dalam
berkembang biak dan
pada suhu
keadaan selalu
menghasilkan spora
ruang terlalu
hangat
pada makanan
ruang
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
lama V, P, K, KH, M:-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Penjualan ±
Biologi :
Rendang tidak
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan
Menyajikan
10 jam suhu
B:
dibiarkan
penjualan
masakan
penyajian
rendang tidak
rendang selalu
ruang
C.. perfringens
terlalu lama
ayam
ayam
terlalu lama
dalam kondisi
pada suhu
goreng
goreng
dibiarkan pada
hangat
ruang
menyajikan
suhu ruang 163
F.3 HACCP PADA PEMBUATAN TELUR BUMBU BALI Bawang merah, Bawang putih
Cabe merah
Telur ayam
Asam
Air*
Penyimpanan 1-2 hari
Pembuangan tangkai
Pengupasan
Pengupasan
Air asam
Minyak goreng bekas
Pencucian
Pemanasan
Pemblenderan
Bumbu halus Garam, Gula
Perebusan
Telur ayam kupas
Penyngraian
Penggorengan
Bumbu harum
Telur kupas goreng
Pemasakan
Telur bumbu bali
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Keterangan : Air * = air tanah yang disimpan pada wadah terutup
Diagram alir pembuatan telur bumbu bali
164
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Bawang
Biologi :
merah
B:
Bakteri yang
Bawang
E .coli
umum di
H
putih
B. cereus
tanah dan
L
Salmonella
rempah-
H
C.perfringens
rempah
L
Kapang dan
Bahan mulai
L
khamir
busuk
Mengupas dan M
Pengontrolan
Alasan
Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
CCP
Y
N
-
-
-
Not
Proses pengupasan
CCP
dan pencucian dapat
mencuci bahan hingga bersih
menghilangkan bakteri
L
Menggunakan
Y
N
-
-
-
bahan yang bagus
Not
Ada proses penghi-
CCP
langan bagian yang busuk dan kapang khamir diinatifkan
V, P, M : -
dengan pemanasan
Fisik : Tanah
Tanah yang menempel
L
M
Mengupas dan mencuci bawang hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
Proses pengupasan
CCP
dan pencucian dapat menghilangkan tanah 165
Kimia : 2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
Memberikan
Y
N
-
-
-
Not
Proses pemanasan
CCP
dapat membunuh
Cabe
Biologi :
merah
B:
Mikroba
Salmonella
patogen pada
H
pemanasan yang
Shigella
sayuran
H
cukup agar dapat
V. cholerae
H
membunuh
ETEC
H
mikroba
C. botulinum
H
-
mikroba
V: Hepatitis A
M
Parasit
M
KH, M : Fisik : Tanah, debu
Tanah dan
L
M
Memastikan proses
Y
N
-
-
-
Not
Proses pencucian
CCP
dapat menghilangkan
debu
pencucian
menempel
dilakukan hingga
tanah dan debu yang
pada cabe
benar-benar bersih
menempel
merah Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
166
Biologi : Kapang
Mikroba
M
L
pada asam
Menggunakan asam
Y
N
-
-
-
yang kondisinya
B, V, P, KH,
bagus (tidak
M:-
berkapang)
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh kapang
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Menggunakan telur
Y
N
-
-
-
Not
Proses pemanasan
CCP
dapat membunuh
3
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
4
Telur
Biologi :
ayam
B:
Mikroba
S. enteridis
patogen pada
dengan kondisi
telur
bagus dan memas-
bakteri
V, P, K, KH,
tikan pemanasan
(700C, 2 menit)
M:-
yang cukup
5
H
M
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
167
6
Minyak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bekas
Kimia : CR:
Hasil
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak
oksidasi
menggunakan
dan senyawa benzen
bebas dan se
minyak
minyak goreng
dapat terbawa ke
bekas
dalam tubuh
nyawa benzen
Asam lemak bebas
TM, TB, BB : 7
8
9
Penyim
Biologi :
panan
Kapang
Mikroba
M
bumbu
Khamir
pembusuk
L
1-2 hari
B, V, M : -
L
Membuang bahan
Y
Y
N
Y
Y
yang mulai busuk
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian yang mulai busuk
Fisik :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pembuang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an tangkai
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
168
10
11
12
13
14
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemblen
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
deran
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an minyak
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
raian
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bakteri
H
M
Merebus telur
Y
Y
N
Y
Y
Not
Selanjutnya ada
CCP
penggorengan yang
Pencucian
Perebusan
Biologi :
telur
S. enteridis
V, P, K, KH
patogen pada
hingga benar-benar
telur
matang
dapat membunuh bakteri
M:169
15
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an telur
Fisik : Serpihan kulit
Tertinggal
M
M
Mencegah serpihan
Y
Y
N
Y
N
CCP
telur
saat proses
kulit telur yang
dapat terbawa hingga
pengupasan
tertinggal
masakan jadi
Kimia : 16
17
18
Serpihan kulit telur
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penggoren Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
gan telur
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemasak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Penjualan
Biologi :
± 10 jam
B:
Makanan di-
pada suhu
C.. perfringens
biarkan pada
masakan dalam
berkembang biak dan
suhu ruang
keadaan selalu
menghasilkan spora
terlalu lama
hangat
pada makanan
ruang V, P,K, KH,M:-
Bakteri ini dapat
170
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Proses yang dikontrol
Bahaya
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Menggunakan
goreng bekas
CR :
goreng tidak
goreng yang
akan
masakan
pemasakan
penggunaan
minyak goreng
Asam lemak
digunakan
digunakan
menyangrai
minyak goreng
baru
bebas dan
berulang-
dan
berulang-ulang
senyawa
ulang
menggoreng
benzene 2
Pengupasan
Fisik :
Tidak ada
Sepihan kulit
Setiap kali
Pengolah
Area
Memeriksa supaya
Mengambil
telur rebus
Serpihan kulit
serpihan kulit
telur
melakukan
masakan
pemasakan
tidak ada serpihan
serpihan kulit telur
telur
telur yang
kulit yang
yang tertinggal
tertinggal
dengan peralatan
tertinggal
pengupasan
bersih 171
3
Penjualan ±
Biologi :
Telur bumbu
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan telur
Menyajikan telur
10 jam suhu
B:
bali tidak
penjualan
masakan
penyajian
bumbu bali tidak
bumbu bali selalu
ruang
C.. perfringens
dibiarkan
telur bumbu
telur bumbu
terlalu lama
dalam kondisi
terlalu lama di
bali
bali
dibiarkan pada
hangat
suhu ruang
menyajikan
suhu ruang
172
F.4 HACCP PADA PEMBUATAN IKAN GORENG
Bawang putih, Kunyit
Ketumbar
Asam
Tunggu ± 2 jam (suhu ruang)
Ikan
Penyimpanan 1-2 hari
Sisik
Pencucian
Air asam
Pengupasan
Pencucian
Penyiangan
Air *
Minyak bekas
Pemanasan
Penggorengan
Penyayatan Ikan goreng
Penghalusan bumbu
Bumbu halus
Ikan bersih Penjualaan 10 jam (suhu ruang)
Garam
Gula
Perendaman
Ikan bumbu
Keterangan :
Diagram alir pembuatan ikan goreng Air * = air tanah yang disimpan di wadah tertutup
173
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
-
-
-
Alasan
CCP
Bawang
Biologi :
putih,
B:
Bakteri yang
kunyit
E .coli
umum di
H
B. cereus
tanah dan
L
Salmonella
rempah-
H
menghilangkan
C.perfringens
rempah
L
bakteri
Kapang dan
Bawang mulai
L
khamir
busuk
Mengupas dan M
Y
N
mencuci bahan
Not
Ada proses
CCP
pengupasan dan
hingga bersih
L
Menggunakan
pencucian yang dapat
Y
N
-
-
-
bahan yang bagus
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian yang busuk
V, P, M : Fisik : Tanah
Tanah yang
L
M
menempel
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
mencuci bahan
Not
Proses pengupasan
CCP
dan pencucian dapat
hingga bersih Kimia : -
-
-
-
-
menghilangkan tanah -
-
-
-
-
-
174
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Ketumbar Biologi : Kapang
Ketumbar
L
L
mulai busuk
Menggunakan
Y
Y
-
-
-
ketumbar yang
B, V, P, KH,
Not
Ada pemanasan
CCP
untuk membunuh
bagus
kapang
M:-
4
Asam
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mikroba pda
M
L
Menggunakan
Y
Y
-
-
-
Not
Ada pemanasan
CCP
untuk membunuh
Biologi : Kapang
asam
asam dengan kondisi baik
kapang
B, V, P, KH, M:-
5
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
175
6
Ikan
Biologi : B:
Mikroba
C. botulinum
patogen pada
H
V. cholerae
ikan
H
V. parahaemo
Memasak ikan M
Y
Y
-
-
-
hingga benar-benar
Not
Ada proses
CCP
pemanasan yang
matang
dapat membunuh
M
bakteri tersebut
lyticus L. moocyto
M
genes
V: Hepatitis A
M
Norwalk virus
M
Parasit
M
K, KH, M : Fisik : Sisik ikan
Kimia : -
Terdapat
M
H
Memastikan penyi
alami pada
angan ikan dilaku
ikan
kan hingga bersih
-
-
-
-
Y
Y
-
-
-
Not
Proses penyiangan
CCP
dapat menghilangkan sisik ikan
-
-
-
-
-
-
176
7
Minyak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bekas
Kimia : CR :
Hasil oksidasi
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
Asam lemak
minyak
CCP
Asam lemak bebas
menggunakan
dan senyawa benzene
bebas dan se
minyak berulang-
dapat terbawa masuk
nyawa benzene
ulang
ke dalam tubuh
TM, TB, BB:8
9
Penyim
Biologi :
panan
Kapang
Mikroba
M
bumbu 1-
Khamir
pembusuk
L
2 hari
B, V, P, M : -
L
Membuang bahan
Y
Y
N
Y
Y
bumbu yang mulai
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
busuk
yang mulai busuk
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Patogen ikan
M
H
Mempersingkat
Y
Y
N
Y
Y
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh patogen
Ikan ± 2
Biologi :
jam di
Patogen ikan
suhu
berkembang
waktu tunggu
ruang
biak dengan
pengolahan atau
cepat di suhu
menyimpan ikan
ruang
pada suhu dingin
pada ikan
177
M : Lalat
Ikan
M
H
diletakkan di
Fisik : -
Menyimpan ikan di
Y
Y
N
Y
Y
tempat tertutup
Not
Proses pemanasan
CCP
dapat membunuh
tempat
mikroba yang dibawa
terbuka
oleh lalat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TB :
Dekomposisi
M
M
Mempersingkat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Histamin
scromboid
waktu tunggu
dihilangkan selama
ikan, yang
pengolahan ikan
pengolahan
dihasilkan
atau menyimpan
bakteri
ikan pada suhu
sebagai hasil
dingin
Kimia : Histamin tidak dapat
dekarbosilasi histidin CR, TM, BB: 10
11
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencuci
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
178
12
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penghalu
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
san
Fisik :
bumbu
Serpihan batu
Cobek dan
M
L
Memastikan cobek
Y
Y
N
Y
N
CCP
ulekan
13
Serpihan batu dapat
dan ulekan dalam
terbawa hingga
kondisi baik
masakan jadi
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyiang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an sisik
Fisik :
ikan
Sisik ikan
Penyiangan
M
M
Memastikan ikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Sisik ikan yang
kurang
telah bersih dari
kurang bersih dapat
sempurna
sisik
menjadi bahaya fisik pada makanan
14
15
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyayat
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Perendam Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an ikan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
179
16
17
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
minyak
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penggo
Biologi :
rengan
Patogen ikan
Patogen alami
M
M
Memastikan
Y
Y
Y
-
-
CCP
pada ikan
Pemanasan harus
penggorengan
benar-benar
dilakukan hingga
dikontrol supaya
ikan benar-benar
mikroba dapat
matang
diinatifkan (700C, 2 menit)
18
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Penjualan
Biologi :
± 10 jam
B:
Makanan di-
di suhu
C.. perfringens
biarkan pada
masakan dalam
berkembang biak dan
ruang
V, P, K, KH,
suhu ruang
keadaan selalu
menghasilkan spora
M:-
terlalu lama
hangat
pada makanan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bakteri ini dapat
-
180
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
2
Proses yang dikontrol
Bahaya
Monitoring
Critical Limit
What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Menggunakan
goreng bekas
CR :
goreng tidak
goreng yang
akan
masakan
pemasakan
penggunaan
minyak goreng
Asam lemak
digunakan
digunakan
menyangrai
minyak goreng
baru
bebas dan se-
berulang-
dan
berulang-ulang
nyawa benzen
ulang
menggoreng
Ikan pada
Kimia :
Tidak
Waktu
Setiap akan
Pengolah
Area
Mempersingkat
Menyimpan ikan
suhu ruang ±
CR :
terbentuk
tunggu atau
mengolah
masakan
pemasakan
waktu tunggu
pada suhu dingin
2 jam
Histamin
histamin pada
suhu
ikan
pengolahan ikan
atau memberikan
ikan
penyimpanan
es batu
ikan 3
Penghalusan
Fisik :
Kondisi
Cobek dan
Setiap kali
Pengolah
Area
Memeriksa
Mengganti cobek
bumbu
Serpihan batu
cobek dan
ulekan yang
akan
masakan
pemasakan
kondisi cobek dan
dan ulekan yang
ulekan tidak
digunakan
menghaluskan
ulekan yang akan
kondisinya sudah
bumbu
digunakan
keropos
keropos
181
4
Penyiangan
Fisik :
Ikan cukup
Ketuntasan
Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan ikan
Membersihkan
sisik ikan
Sisik ikan
bersih dari
proses
melakukan
masakan
pemasakan
bebas dari sisik
kembali bagian
sisiknya
penyiangan
penyiangan
yang masih
sisik ikan 5
bersisik
Penggorengan Biologi :
Ikan digoreng
Proses
Setiap kali
Mikroba
hingga benar-
penggorengan menggoreng
patogen pada
benar matang
ikan
Pengolah
Area
Memastikan ikan
Menggoreng
masakan
pemasakan
benar-benar
kembali ikan yang
matang (suhu
kurang matang
ikan
ikan
internal mencapai 700C)
6
Penjualan ±
Biologi :
Ikan goreng
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan ikan
Mengatur volume
10 jam suhu
B:
tidak
penjualan
masakan
penyajian
goreng tidak
pemasakan ikan
ruang
C.. perfringens
dibiarkan
ikan goreng
terlalu lama
goreng
menyajikan ikan goreng
terlalu lama
dibiarkan pada
di suhu ruang
suhu ruang
182
F.5 HACCP PADA PEMBUATAN CUMI MASAK HITAM Bawang merah, Bawang putih
Cabe rawit
Cumi–cumi Tomat Tunggu ± 2 jam (suhu ruang)
Penyimpanan 1-2 hari
Pengirisan “
Pembuangan tangkai
Pengupasan
Pencucian Pengirisan
Pemanasan
Gula
Irisan bumbu
Penyangraian
Minyak goreng bekas Keterangan
Garam
Kecap
Bumbu harum
Pencucian
Cumi–cumi utuh/iris
Pemasakan
Cumi–cumi masak hitam
Air * = air tanah yang disimpan dalam wadah bertutup “” = proses tidak selalu dilakukan, tergantung ukuran cumi-cumi
Air *
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Diagram alir pembuatan cumi masak hitam 183
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Bawang
Biologi :
merah,
B:
Bakteri yang
bawang
E .coli
umum di
H
putih
C. cereus
tanah dan
L
Salmonella
rempah-
C.perfringens
rempah
Kapang dan
Bawang mulai
khamir
busuk
Mengupas dan M
Pengontrolan Q1 Q2
Y
N
Q3
Q4
Q5
-
-
-
mencuci bawang
Alasan
CCP
Not
Proses pengupasan
CCP
dan pencucian dapat
hingga bersih
menghilangkan bakteri
L
L
Menggunakan
Y
N
-
-
-
bawang yang
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
bagus
yang busuk dan pemanasan dapat
V, P, M : -
menginatifkannya
Fisik : Tanah
Tanah yang menempel
L
M
Mengupas dan mencuci bawang hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
Proses pengupasan
CCP
dan pencucian dapat menghilangkan tanah 184
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Menghilangkan
Y
Y
-
-
-
Not
Penghilangan
CCP
kotoran dan
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Cabe
Biologi :
merah,
B:
Mikroba
tomat
Salmonella
patogen pada
H
kotoran dan
Shigella
sayuran
H
memastikan
pencucian dapat
V. cholerae
H
pencucian
menghilangkan
L. monocyto
M
dilakukan hingga
mikroba
M
genes
bersih
E. coli
H
C. botulinum
H
V: Hepatitis A
M
Kapang
M
Parasit
M
KH, M : Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
185
Fisik : Tanah
Tanah
L
M
Memastikan
menempel
pencucian
pada sayuran
dilakukan hingga
Y
Y
-
-
-
Not
Pencucian dapat
CCP
menghilangkan tanah yang menempel
benar-benar bersih 4
5
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mikroba
H
M
Memastikan cumi-
Y
Y
-
-
-
Not
Proses pemanasan
patogen pada
H
cumi dimasak
CCP
dapat membunuh
cumi-cumi
M
hingga benar-benar
M
masak
Cumicumi
Mikrobiologi: B: V. cholerae C. botulinum V. parahae molyticus L. monocytogenes V: Norwalk virus Hepatitis A
mikroba tersebut
M M
P, K, KH, M:-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
186
6
Minyak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bekas
Kimia : CR : Asam lemak bebas dan senyawa benzen
Hasil oksidasi
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
minyak
TM, TB, BB : -
7
8
Kecap
dan senyawa benzen
minyak goreng
dapat masuk ke
berulang-ulang
dalam tubuh
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mikroba
M
L
Tidak mengguna-
Y
Y
-
-
-
Not
Ada proses
pembusuk
L
CCP
penghilangan bagian
Biologi :
nan
Kapang
bumbu 1-2 Khamir
9
menggunakan
Biologi : -
Penyimpa
hari
Asam lemak bebas
kan bahan bum-bu
B, V, P, M: -
yang mulai busuk
yang mulai busuk
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
187
10
11
12
13
Pembuang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an tangkai
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Patogen ber-
M
H
Mempersingkat
Y
Y
N
Y
Y
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh mikroba
Pencucian
Pengirisan
Cumi-
Biologi :
cumi di
Patogen pada
suhu ruang cumi-cumi
kembang biak
waktu tunggu
± 2 jam
dengan cepat
pengolahan atau
di suhu ruang
menyimpan cumi-
patogen
cumi di suhu dingin M : Lalat
Cumi-cumi
M
M
Menyimpan cumi-
diletakkan di
cumi di wadah
tempat
tertutup
terbuka
Y
Y
N
Y
Y
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh mikroba yang dibawa oleh lalat 188
14
15
16
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an minyak
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyangra
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
ian bumbu
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
Pemasak an
Biologi : Patogen pada cumi-cumi
Patogen alami
M
M
pada ikan
Memastikan
-
-
-
-
-
-
Y
Y
Y
-
-
CCP
Proses pemasakan
pemasakan
harus dikontrol
dilakukan hingga
supaya cumi-cumi
cumi-cumi benar-
benar-benar matang
benar matang Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
189
17
Penjualan
Biologi :
± 10 jam
B:
Makanan
di suhu
C..
dibiarkan
masakan dalam
berkembang biak dan
ruang
perfringens
pada suhu
keadaan selalu
menghasilkan spora
ruang terlalu
hangat
pada makanan
V, P, K, KH,
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
lama
M:Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
190
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Menggunakan
goreng bekas
CR :
goreng tidak
goreng yang
akan
masakan
pemasakan
penggunaan
minyak goreng
Asam lemak
digunakan
digunakan
menyangrai
minyak goreng
baru
bebas dan
berulang-
dan
berulang-ulang
senyawa
ulang
menggoreng
benzen 2
Pemasakan
Biologi :
Ikan dimasak
Proses
Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan ikan
Memasak kembali
Patogen pada
hingga benar-
pemasakan
memasak
masakan
pemasakan
benar-benar
cumi-cumi yang
cumi-cumi
benar matang
cumi-cumi
cumi-cumi
matang (suhu
kurang matang
internal mencapai 700C) 3
Penjualan ±
Biologi :
Cumi masak
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan cumi
Menyajikan cumi
10 jam suhu
B:
hitam tidak
penjualan
masakan
penyajian
masak hitam tidak
masak hitam
ruang
C.. perfringens
dibiarkan
cumi masak
ikan goreng
terlalu lama
selalu dalam
terlalu lama
hitam
dibiarkan pada
kondisi hangat
di suhu ruang
menyajikan
suhu ruang 191
F.6 HACCP PADA PEMBUATAN UDANG ASAM MANIS Udang
Daun bawang
Bawang putih
Tunggu ± 2 jam (suhu ruang) Penyimpanan 1-2 hari Kepala udang Pengupasan
Pembuangan kotoran
Penyiangan Air *
Pencucian Penggeprekan
Pengirisan
Udang bersih
Daun bawang iris
Bawang putih geprek Minyak goreng bekas
Pemanasan
Pencucian
Bumbu harum
Penyangraian
Pemasakan
Udang asam manis Keterangan :
Saos tomat
Garam
Gula
Cuka Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah tertutup
Diagram alir pembuatan udang asam manis
192
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
-
-
-
Alasan
CCP
Bawang
Biologi :
putih
B:
Bakteri yang
E .coli
umum di
H
B. cereus
tanah dan
L
Salmonella
rempah-
menghilangkan
C.. perfringens
rempah
bakteri
Kapang dan
Bawang mulai
khamir
busuk
Mengupas dan
L
M
Y
N
mencuci bawang
Not
Ada proses
CCP
pengupasan dan
hingga bersih
L
Menggunakan
pencucian yang dapat
Y
N
-
-
-
bawang yang
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
bagus (tidak busuk)
yang busuk dan kapang khamir diinatifkan dengan pemanasan
V, P, M : Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
193
Fisik : Tanah
Tanah yang
L
M
menempel
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
mencuci bawang
Not
Selanjutnya ada
CCP
proses pengupasan
hingga bersih
dan pencucian yang dapat menghilangkan tanah
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Daun
Biologi :
bawang
B:
Patogen pada
Salmonella
sayuran
M
Memberikan
H
pemanasan yang
Shigella
H
cukup untuk
V. cholerae
H
membunuh
E. coli
H
mikroba
C. botulinum
H
L. monocyto
M
Y
Y
-
-
-
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh mikroba
genes V: Hepatitis A
M
Kapang
M
Parasit
M 194
KH, M : -
4
5
5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mikroba
H
M
Memastikan udang
Y
Y
-
-
-
Not
Ada proses
patogen pada
H
dimasak hingga
CCP
pemanasan yang
udang
M
benar-benar matang
Cuka
Udang
Mikrobiologi: B: V. cholerae C. botulinum V. paramaemo lyticus L. monocytogenes V: Norwalk virus Hepatitis A
M
dapat membunuh mikroba tersebut tersebut
M M
P, K, KH, 195
6
7
M:Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Minyak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bekas
Kimia : CR : Asam lemak bebas dan senyawa benzen
Hasil oksidasi
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
Saos tomat
TM, TB, BB: Biologi : Kapang
minyak
Penyimpanan
H
M
menggunakan
dan senyawa benzen
minyak berulang-
dapat masuk ke
ulang
dalam tubuh
Menyimpan saos
B, V, P, KH, M:-
saos tidak
dalam kondisi yang
benar
bersih
Fisik : -
-
Kimia : BB : Pewarna Pewarna tekstil (Rhodamin B) merah pada CR, TM, TB : -
saos murahan
Asam lemak bebas
Y
Y
-
-
-
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh kapang
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
H
Menggunakan saos
Y
N
-
-
-
CCP
-
Pewarna tekstil dapat
dari produsen
terbawa masuk ke
terpercaya
dalam tubuh
196
8
Penyim panan
Biologi : Kapang Khamir
bawang 1-2 hari
9
10
11
12
Mikroba
M
pembusuk
L
L
Menggunakan
Y
Y
N
Y
Y
bawang putih yang
B, V, P, M : -
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
tidak busuk
yang busuk
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyiang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencuci
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengge
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
prekan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
197
13
14
Pengiris
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Patogen
M
M
Mempersingkat
Y
Y
N
Y
Y
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh mikroba
Udang pada suhu
Biologi : Patogen udang
ruang ± 2
udang
waktu tunggu
jam
berkembang
pengolahan udang
biak dengan
atau menyimpan
cepat pada
udang pada suhu
suhu ruang
dingin
M : Lalat
Udang
M
M
Menyimpan udang
diletakkan di
di tempat yang
tempat
tertutup
patogen pada udang
Y
Y
N
Y
Y
Not
Pmanasan dapat
CCP
membunuh mikroba yang dibawa oleh
terbuka
15
lalat
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Lalat : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pembu
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
angan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
kotoran
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
198
16
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
minyak
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
raian
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bumbu
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemasak
Biologi : Patogen pada udang
Patogen alami
M
M
Memastikan
Y
Y
Y
-
-
CCP
goreng
17
18
an
pada udang
-
Pemasakan harus
pemanasan cukup
dikontrol supaya
untuk membunuh
dapat membunuh
patogen
patogen (suhu internal mencapai 700C)
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
199
19
Penjualan Biologi : ± 10 jam
B:
Makanan
di suhu
C. perfringens
dibiarkan
masakan dalam
berkembang biak dan
pada suhu
keadaan selalu
menghasilkan spora
V, P, K, KH,
ruang terlalu
hangat
pada makanan
M:-
lama
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
ruang
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) No 1
Proses yang dikontrol
Bahaya
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Menggunakan
goreng bekas
CR :
goreng tidak
goreng yang
akan
masakan
pemasakan
penggunaan
minyak goreng
Asam lemak
digunakan
digunakan
menyangrai
minyak goreng
baru
bebas dan
berulang-
dan
berulang-ulang
senyawa
ulang
menggoreng
benzen 200
2
Saos tomat
Kimia :
Warna saos
Warna saos
Setiap kali
Pengolah
BB
tomat tidak
tomat
akan membeli
masakan
Pewarna teksil
merah
(Rhodamin B)
menyala
Pasar
saos tomat
Memastikan
Mengganti saos
warna saos tomat
tomat dari sumber
tidak
terpercaya
mencurigakan (merah menyala)
3
Pemasakan
Biologi :
Udang
Proses
Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan ikan
Memasak kembali
Patogen pada
dimasak
pemasakan
memasak
masakan
pemasakan
benar-benar
udang yang
udang
hingga
udang asam
udang asam
matang (suhu
kurang matang
berwarna
manis
manis
internal mencapai 700C)
putih pucat 4
Penjualan ±
Biologi :
Udang asam
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan
Menyajikan udang
10 jam suhu
B:
manis tidak
penjualan
masakan
penyajian
udang asam manis
asam manis selalu
ruang
C.. perfringens
dibiarkan
udang asam
udang asam
tidak terlalu lama
dalam kondisi
terlalu lama
manis
manis
dibiarkan pada
hangat
di suhu ruang
menyajikan
suhu ruang
201
F.7 HACCP PADA PEMBUATAN SAYUR ASEM Asam
Bawang putih Bawang merah
Kacang panjang
Penyimpanan 1-2 hari
Pengupasan
Air asam
Biji belinjo kacang tanah
Daun belinjo
Pemotongan
Pencucian Penghalusan
Jagung
Bumbu halus
Air *
Pencucian
Perebusan
Sayuran bersih
Gula Garam
Sayur asem
Penjualan ± 8 jam (suhu ruang)
Keterangan : Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup
Diagram alir pembuatan sayur asem
202
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
-
-
-
Alasan
CCP
Bawang
Biologi :
putih
B:
Bakteri yang
Bawang
E .coli
umum di
H
merah
B. cereus
tanah dan
L
Salmonella
rempah-
menghilangkan
C. perfringens
rempah
bakteri
Kapang dan
Bawang mulai
khamir
busuk
Mengupas dan
L
M
Y
N
mencuci bawang
Not
Ada proses
CCP
pengupasan dan
hingga bersih
L
Menggunakan
pencucian yang dapat
Y
N
-
-
-
bawang yang
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
bagus (tidak busuk)
yang busuk dan kapang khamir diinatifkan dengan pemanasan
V, P, M : Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
203
Fisik : Tanah
Tanah yang
L
M
menempel
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
mencuci bawang
Not
Proses pengupasan
CCP
dan pencucian yang
hingga bersih
dapat menghilangkan tanah
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Kacang
Biologi :
panjang,
B:
Patogen pada
Daun
Salmonella
sayuran
belinjo,
M
Memberikan
H
pemanasan yang
Shigella
H
cukup supaya dapat
Biji
V. cholerae
H
membunuh
belinjo,
E. coli
H
mikroba
Jagung
C. botulinum
H
L. monocyto
M
Y
Y
-
-
-
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh mikroba
genes V: Hepatitis A
M
Kapang
M
Parasit
M
KH, M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
204
4
5
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kapang
Mikroba pada
M
L
Menggunakan asam
Y
Y
-
-
-
Not
Kapang dapat
B, V, P, KH,
asam
CCP
dihilangkan selama
Asam
Biologi :
yang bagus (tidak
M:-
5
berkapang)
peemanasan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
M
Memberikan
Y
Y
-
-
-
Not
Ada proses
CCP
pemanasan yang
Kacang
Biologi :
tanah
B:
Mikroba
Salmonella
patogen pada
H
pemanasan yang
Shigella
kacang
H
cukup supaya dapat
dapat membunuh
V. cholerae
H
membunuh
mikroba tersebut
E. coli
H
mikroba
tersebut
C. botulinum
H
L. monocyto
M
205
genes V: Hepatitis A
M
Kapang
M
Parasit
M
Fisik : Kimia : TM : Aflatoksin
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Metabolit
M
L
Tidak mengguna-
Y
Y
N
Y
N
CCP
kapang
kan kacang yang
(A. flavus)
berwarna hitam dan
-
Aflatoksin stabil terhadap pemanasan
pahit 8
Penyim panan
Biologi : Kapang Khamir
bahan 1-2 hari
9
Mikroba
M
pembusuk
L
L
Menggunakan
Y
Y
N
Y
Y
bahan yang tidak
B, V, P, M : -
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
busuk
yang busuk
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
206
10
11
12
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemoto
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
ngan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencuci
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengha
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
lusan
Fisik :
bumbu
Serpihan batu
Cobek dan
M
L
Memastikan cobek
Y
Y
N
Y
N
CCP
ulekan
13
-
-
Serpihan batu dapat
dan ulekan tidak
terbawa hingga
keropos
masakan jadi
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Perebus
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
207
14
Penjualan Biologi : ± 8 jam
B:
Makanan dibi
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
di suhu
C. perfringens
arkan pada
masakan dalam
berkembang biak dan
ruang
V, P, K, KH,
suhu ruang
keadaan selalu
menghasilkan spora
M:-
terlalu lama
hangat
pada makanan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) No 1
2
Proses yang dikontrol Kacang tanah
Bahaya
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How Memastkan
Tindakan Koreksi
Kimia :
Kavang tanah
Aflatoksin
Setiap kali
Pengolah
Area
TM :
tidak berwar
pada kacang
akan
masakan
pemasakan kacang tidak
Aflatoksin
na hitam dan
menggunakan
berwarna hitam
mengganti dengan
pahit
kacang
dan pahit
kacang baru
Memastikan
Mennganti cobek
Penghalusan
Fisik :
Kondisi co
Kondisi
Setiap kali
Pengolah
Area
bumbu
Serpihan batu
bek dan ulek
ulekan dan
akan
masakan
pemasakan cobek dan ulekan
an tidak kero
cobek
menghaluskan
dalam kondisi
bumbu
tidak keopos
pos
Membuang kacang beraflatoksin dan
dan ulekan yang baru
208
3
Penjualan ± 8
Biologi :
Sayur asem
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan
Mengatur volume
jam suhu
B:
tidak dibiar
penjualan
masakan
penyajian
sayur asem tidak
pemasakan sayur
ruang
C.. perfringens
kan terlalu
sayur
terlalu lama
asem
asem
dibiarkan pada
lama di suhu ruang
menyajikan sayur asem
suhu ruang
209
F.8 HACCP PADA PEMBUATAN TUMIS KACANG PANJANG Bawang merah bawang putih
Cabe merah Cabe rawit
Kacang panjang
Air *
Penyiangan
Pemotongan Penyimpanan 1-2 hari
Tahu Minyak goreng bekas
Kacang panjang iris Pengirisan
Pembuangan tangkai
Pengupasan
Pencucian
Pengirisan
Pemanasan
Penyangraian
Tahu iris
Pencucian
Penumisan
Penumisan
Bumbu iris Garam
Gula
Kecap
Tumis kacang panjang
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Diagram alir pembuatan tumis kacang panjang Keterangan : Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup 210
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Pengontrolan Q1 Q2
Q3
Q4
Q5
-
-
-
Alasan
CCP
Bawang
Biologi :
putih
B:
Bakteri yang
Bawang
E .coli
umum di
H
merah
B. cereus
tanah dan
L
Salmonella
rempah-
menghilangkan
C.. perfringens
rempah
bakteri
Kapang dan
Bawang mulai
khamir
busuk
Mengupas dan
L
M
Y
N
mencuci bawang
Not
Ada proses
CCP
pengupasan dan
hingga bersih
L
Menggunakan
pencucian yang dapat
Y
N
-
-
-
bawang yang
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
bagus (tidak busuk)
yang busuk dan kapang khamir diinatifkan dengan pemanasan
V, P, M : Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
211
Fisik : Tanah
Tanah yang
L
M
menempel
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
mencuci bawang
Not
Selanjutnya ada
CCP
proses pengupasan
hingga bersih
dan pencucian yang dapat menghilangkan tanah
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Kacang
Biologi :
panjang,
B:
Patogen pada
Daun
Salmonella
sayuran
belinjo,
M
Pemanasan yang
H
cukup dapat
Shigella
H
dilakukan untuk
Biji
V. cholerae
H
membunuh
belinjo,
E. coli
H
mikroba
Jagung
C. botulinum
H
L. monocyto
M
Y
Y
-
-
-
Not
Ada pemanasan
CCP
untuk membunuh mikroba
genes V: Hepatitis A
M
Kapang
M
Parasit
M 212
KH, M : Fisik : Tanah
Tanah yang
L
L
menempel
Memastikan pencu
Y
Y
-
-
-
cian dilakukan
Not
Pencucian dapat
CCP
menghilangkan tanah
hingga bersih
4
5
6
yang menempel
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Minyak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bekas
Kimia : CR :
Hasil oksidasi
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak
minyak
Kecap
Asam lemak bebas
menggunakan
dan senyawa benzen
bebas dan se-
minyak goreng
dapat terbawa masuk
nyawa benzen
berulang-ulang
ke dalam tubuh 213
7
Tahu
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : BB : Methanol Yellow
Pewarna
M
M
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
tekstil kuning
menggunakan tahu
masuk ke dalam
pada tahu
dengan warna
tubuh
TM, TB, CR: 8
Penyim panan
Biologi : Kapang Khamir
bahan 1-2
kuning mencolok
Mikroba
M
pembusuk
L
L
10
Menggunakan
Y
Y
N
Y
Y
bahan yang tidak
hari
9
Pewarna tekstil dapat
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
busuk
yang busuk
B, V, P, M : Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pembuan
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
gan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
tangkai
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
214
11
12
Penyiang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemoto
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
ngan/
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengiris
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencuci
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
minyak
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
raian
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bumbu
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penumis
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an 13
14
goreng 15
16
-
215
Kimia : 17
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
-
Penjualan Biologi : ± 10 jam
B:
Makanan
di suhu
C. perfringens
dibiarkan
masakan dalam
berkembang biak dan
pada suhu
keadaan selalu
menghasilkan spora
V, P, K, KH,
ruang terlalu
hangat
pada makanan
M:-
lama
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
ruang
Bakteri ini dapat
216
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) No 1
2
Proses yang
Bahaya
dikontrol Tahu
Critical Limit
Kimia :
Tahu tidak
BB :
Monitoring What Warna tahu
When
Who
Where Pasar
How
Tindakan Koreksi
Setiap kali
Pengolah
Tidak memilih
Mencari penjual
berwarna
akan membeli
masakan
tahu yang
tahu yang lain
Methanil
kuning
tahu
yellow
mencolok
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Menggunakan
goreng bekas
CR :
goreng tidak
goreng yang
akan
masakan
pemasakan
penggunaan
minyak goreng
Asam lemak
digunakan
digunakan
menumis
minyak goreng
baru
bebas dan
berulang-
senyawa
ulang
berwarna kuning mencolok
berulang-ulang
benzen 3
Penjualan ±
Biologi :
Tumis kacang
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan tumis
Mengatur volume
10 jam suhu
B:
tidak
penjualan
masakan
penyajian
kacang tidak
kembali
ruang
C. perfringens
dibiarkan
tumis
terlalu lama
pemasakan tumis
kacang
dibiarkan pada
kacang
terlalu lama di suhu ruang
menyajikan tumis kacang
suhu ruang
217
F.9 HACCP PADA PEMBUATAN BAKWAN SAYUR Wortel
Kol
Pengupasan
Penyiangan
Terigu
Gula
Garam
Penyimpanan 1-2 hari
Pencucian
Air *
Pencampuran
Pengirisan korek api
Sayuran iris
Adonan terigu
Pencampuran Minyak goreng bekas
Pemanasan
Adonan bakwan
Penggorengan Keterangan : Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup
Bakwan sayur
Penjualan ± 8 jam (suhu ruang)
Diagram alir pembuatan bakwan sayur
218
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Wortel
Biologi :
Kol
B:
Patogen pada
Salmonella
sayuran
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
M
Memberikan
H
pemanasan yang
Shigella
H
cukup supaya dapat
V. cholerae
H
membunuh
E. coli
H
mikroba
C. botulinum
H
L. monocyto
M
Pengontrolan Q1 Q2
Y
Y
Q3
Q4
Q5
-
-
-
CCP
Alasan
Not
Pemanasan dapat
CCP
menghilangkan mikroba
genes V: Hepatitis A
M
Kapang
M
Parasit
M
M : Ulat
Ulat pada sayur kol
L
M
Dilakukan penyiangan untuk
Y
Y
-
-
-
Not
Proses penyiangan
CCP
dapat menghilangkan 219
KH : Kimia : -
menghilangkan ulat
ulat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tanah yang
L
M
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
Not
Selanjutnya ada
CCP
proses pengupasan
Fisik : Tanah
menempel
mencuci sayur hingga bersih
dan pencucian yang dapat menghilangkan tanah
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kualitas
M
L
Memastikan terigu
Y
Y
-
-
-
CCP
4
Terigu
Fisik : Kutu
terigu yang
tidak berkutu
Kutu menjadikan makanan tidak layak
jelek Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
220
5
Minyak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bekas
Kimia : CR :
Hasil oksidasi
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak
minyak
Asam lemak bebas
menggunakan
dan senyawa benzen
bebas dan
minyak goreng
dapat terbawa masuk
senyawa
berulang-ulang
ke dalam tubuh
benzen
TM, TB, BB: 6
7
8
Penyim
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
panan 1-2 Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
hari
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyiang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
221
9
10
11
12
Pencuci
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengiris
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencamp
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
uran
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
minyak
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penggo
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
rengan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
13
222
14
Penjualan Biologi : ± 8 jam
B:
Makanan
di suhu
C. perfringens
dibiarkan
masakan dalam
berkembang biak dan
pada suhu
keadaan selalu
menghasilkan spora
V, P, K, KH,
ruang terlalu
hangat
pada makanan
M:-
lama
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
ruang
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
223
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Menggunakan
goreng bekas
CR :
goreng tidak
goreng yang
akan
masakan
pemasakan
penggunaan
minyak goreng
Asam lemak
digunakan
digunakan
menyangrai
minyak goreng
baru
bebas dan
berulang-
dan
berulang-ulang
senyawa
ulang
menggoreng
benzen 2
Penjualan ± 8
Biologi :
Bakwan sayur Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan
Mengatur volume
jam suhu
B:
tidak
masakan
penyajian
bakwan sayur
pemasakan
ruang
C. perfringens
dibiarkan
bakwan
tidak terlalu lama
bakwan sayur
sayur
dibiarkan pada
terlalu lama di suhu ruang
penjualan
menyajikan bakwan sayur
suhu ruang
224
F.10 HACCP PADA PEMBUATAN OREK KENTANG/TEMPE Bawang merah Bawang putih
Cabe merah
Lengkuas
Daun jeruk
Asam
Air *
Penyimpanan 1-2 hari
Pengupasan
Pembuangan tangkai
Kentang
Atau
Penyimpanan 1-2 hari
Tempe
Penyimpanan ± 10 jam
Pengupasan
Pengirisan
Air asam Pengirisan bentuk korek api
Penggeprekan
Minyak goreng bekas
Pencucian
Pencucian
Kentang / tempe iris
Pemblenderan Pemanasan
Bumbu halus
Penyangraian
Keterangan : Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup
Bumbu harum
Pencampuran
Garam, Gula, Kecap
Diagram alir pembuatan orek kentang/tempe
Penggorengan
Kentang / tempe goreng
Simpan ± 12 jam
Orek kentang / tempe
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
225
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No 1
Tahap
Bahaya
Penyebab
Keakutan
Resiko
Tindakan
(L/M/H)
(L/M/H)
pencegahan
Bawang
Biologi :
putih
B:
Bakteri yang
Bawang
E .coli
umum di
H
tanah dan
L
merah Lengkuas
B. cereus
Mengupas dan M
Pengontrolan Q1 Q2
Y
N
Q3
Q4
Q5
-
-
-
mencuci bawang
Alasan
CCP
Not
Ada proses
CCP
pengupasan dan
hingga bersih
pencucian yang dapat
Salmonella
rempah-
menghilangkan
C. perfringens
rempah
bakteri
Kapang dan
Bawang mulai
khamir
busuk
L
L
Menggunakan
Y
N
-
-
-
bawang yang
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
bagus (tidak busuk)
yang busuk dan kapang khamir diinatifkan dengan pemanasan
V, P, M : Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
226
Fisik : Tanah
Tanah yang
L
M
menempel
Mengupas dan
Y
N
-
-
-
mencuci bawang
Not
Selanjutnya ada
CCP
proses pengupasan
hingga bersih
dan pencucian yang dapat menghilangkan tanah
2
Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3
Cabe
Biologi :
merah,
B:
Patogen pada
Daun
Salmonella
sayuran
jeruk
M
Memberikan
H
pemanasan yang
Shigella
H
cukup untuk
V. cholerae
H
membunuh
E. coli
H
mikroba
C. botulinum
H
L. monocyto
M
Y
Y
-
-
-
Not
Ada pemanasan
CCP
untuk membunuh mikroba
genes V: Hepatitis A
M
Kapang
M
Parasit
M 227
KH, M : -
4
5
6
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Garam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gula
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mikroba pada
M
L
Menggunakan asam
Y
Y
-
-
-
Not
Kapang dapat
CCP
dihilangkan selama
Kecap
Asam
Biologi : Kapang
asam
yang bagus (tidak berkapang)
peemanasan
B, V, P, KH, M:Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
228
7
Kentang
Biologi : B:
Mikroba di
M
Melakukan
Y
Y
-
-
-
Not
Ada proses
E .coli
tanah dan di
H
pencucian dan
CCP
pencuciaon dan
B. cereus
sayuran
H
memberikan
pemanasan yang
Salmonella
M
pemanasan yang
dapat menghilangkan
C. perfringens
M
cukup
mikroba tersebut
V, P, K, KH, M:Fisik : Tanah
Tanah yang
L
H
menempel
Memastikan
Y
Y
-
-
-
kentang dicuci
Not
Pencucian dapat
CCP
menghilangkan tanah
hingga bersih
yang menempel
Kimia : TB :
Racun alami
Solanin
pada kentang
M
L
Tempe
Y
Y
-
-
-
yang tidak
TM, CR, BB: 8
Memilih kentang
Not
Penggorengan (deep
CCP
fat frying, 1700C)
berwarna hijau dan
dapat mengilangkan
tidak bertunas
solanin
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
229
Biologi : Kapang (A. flavus)
Mikroba pada
M
L
tempe
9
10
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
Kapang dapat
menggunakan
menghasilkan toksin
tempe yang
yang stabil
berbintik hitam
pemanasan
Minyak
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bekas
Kimia : CR : Asam lemak bebas dan senyawa benzen
Hasil oksidasi
M
H
Tidak
Y
N
-
-
-
CCP
Penyim panan
TM, TB, BB: Biologi : Kapang Khamir
bahan
minyak
Mikroba
M
pembusuk
L
L
1-2 hari
menggunakan
dan senyawa benzen
minyak goreng
dapat masuk ke
berulang-ulang
dalam tubuh
Menggunakan
Y
Y
N
Y
Y
bahan bumbu yang
bumbu
Asam lemak bebas
Not
Ada proses
CCP
penghilangan bagian
tidak busuk
yang busuk
B, V, P, M : Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
230
11
Penyimp
Kimia :
anan
TB : Solanin
Kentang
M
L
Tidak
Y
Y
N
Y
Y
Not
Penggorengan (deep
CCP
fat frying, 1700C)
kentang
berwarna
menggunakan
1-2 hari
hijau dan
kentang yang
dapat mengilangkan
bertunas
berwarna hijau dan
solanin
bertunas
12
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyimpa Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
nan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
tempe ±
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengupas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyiang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10 jam 13
14
-
231
15
16
17
18
19
Pengiris
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penggep
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
rekan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencuci
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemblen
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
deran
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Permanas
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
an
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
minyak
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penyang
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
raian
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
bumbu
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
goreng 20
232
21
22
Penggo
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
rengan
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
M
Tidak membiarkan
Y
Y
N
Y
Y
Not
Pemanasan dapat
CCP
membunuh sel
Penyimp
Biologi :
anan
B:
Makanan
tempe/
C. perfringens
dibiarkan
makanan terlalu
pada suhu
lama dalam suhu
vegetatif dan
ruang
sporanya (6-13
kentang
23
24
goreng ±
V, P, K, KH,
ruang terlalu
12 jam
M:-
lama
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencam
Biologi : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
puran
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
L
H
Menyajikan
Y
Y
N
Y
N
CCP
menit, 1000C)
Penjualan Biologi : ± 10 jam
B:
Makanan
di suhu
C. perfringens
dibiarkan
masakan dalam
berkembang biak dan
pada suhu
keadaan selalu
menghasilkan spora
ruang terlalu
hangat
pada makanan
ruang V, P, K, KH,
Bakteri ini dapat
233
M:-
lama
Fisik : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kimia : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
234
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT) No 1
Proses yang
Bahaya
dikontrol Tempe
Critical Limit
Monitoring What
When
Who
Where
How
Tindakan Koreksi
Biologi :
Tempe tidak
Kondisi
Setiap akan
Pengolah
Area
Tidak
Membuang tempe
Kapang
berbintik
tempe
memasak
masakan
pemasakan
menggunakan
dan menggunakan
tempe yang
tempe baru
hitam
berbintik hitam 2
Minyak
Kimia :
Minyak
Minyak
Setiap kali
Pengolah
Area
Membatasi
Menggunakan
goreng bekas
CR :
goreng tidak
goreng yang
akan
masakan
pemasakan
penggunaan
minyak goreng
Asam lemak
digunakan
digunakan
menyangrai
minyak goreng
baru
bebas dan
berulang-
dan
berulang-ulang
senyawa
ulang
menggoreng
berulang-ulang
benzen 3
Penjualan ±
Biologi :
Orek tempe/
Proses tunggu Setiap kali
Pengolah
Area
Memastikan orek
Menyajikan orek
10 jam suhu
B:
kentang tidak
penjualan
masakan
penyajian
tempe/ kentang
tempe/ kentang
ruang
C. perfringens
dibiarkan
orek tempe/
orek tempe/
tidak terlalu lama
selalu dalam
terlalu lama
kentang
kentang
dibiarkan pada
kondisi hangat
di suhu ruang
menyajikan
suhu ruang
235
236
Lampiran 4. Alternatif design layout warteg yang dapat direkomendasikan 1. Alternatif 1 Keterangan Pintu masuk Meja makan Fasilitas cuci tangan Rak makanan Rak piring, sendok, dan gelas Tempat masak Tempat penyimpanan bahan 2. Alternatif 2
Fasilitas pencucian peralatan Pintu keluar atau ventilasi Penampungan sampah --- Sekat
3. Alternatif 3