PENERAPAN ASUMSI KESATUAN USAHA PADA USAHA MIKRO DAN KECIL DI KECAMATAN TINGKIR, SALATIGA Oleh : DEBBY FLORENSIA NIM : 232009038
KERTAS KERJA Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi sebagian dari Persyaratan – persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS: EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013
i
ii
iii
PENERAPAN ASUMSI KESATUAN USAHA PADA USAHA MIKRO DAN KECIL DI KECAMATAN TINGKIR, SALATIGA
Debby Florensia Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT Micro and small enterprises is one of the supportive economic activities in Indonesia, whether as additional income or as jobs provider for society. However, Micro and small enterprises has a lot of problem in its implementation. Many facts show that businessmen experience difficulties in implementing business entity assumption where they can’t separate between personal and business funds. This condition makes their business capital eroded from day to day. This research is a descriptive research for the purpose to analyze how business entity assumption can be applied for small business. The method used in this research is convenience sampling, where samples will be used according to the employee amounts in the business criteria. Based on the results of this research, 92.9% respondents have paid salaries for married employees and include it in the component of production costs. There are only 20 % who include transport costs into production costs. The other 83.3% respondents have business places which are fused with their houses. They also don’t separate electricity, water and telephone bill from their offices. However, 34.3% respondents have allocated those bills. 65,7% respondents haven’t allocated them. There are amounts of 43 % who note business product that they have taken. The other 61.1% respondents note what products they have used. The rest 38.9% respondents compensate with the same prices of those products. Keywords: business entity, Micro and small enterprises, Separate between personal and business funds.
iv
SARIPATI Usaha mikro dan kecil merupakan salah satu penunjang kegiatan ekonomi di Indonesia, baik dalam hal pendapatan maupun penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, dalam prakteknya usaha mikro dan kecil di Indonesia masih mempunyai banyak permasalahan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak pelaku usaha mengalami kesulitan dalam menjalankan asumsi kesatuan usaha dimana tidak bisanya memisahkan antara uang pribadi dengan uang untuk usaha sehingga membuat modal untuk pengembangan usaha lama kelamaan terkikis habis. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan asumsi kesatuan usaha pada usaha mikro dan kecil. Pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling dimana sampel yang akan digunakan sesuai dengan kriteria usaha berdasarkan jumlah tenaga kerjanya. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 92,9% responden sudah melakukan penggajian terhadap karyawan yang masih keluarga dan memasukkan ke dalam komponen biaya produksi usaha. Hanya 20% yang memasukkan biaya transportasi kedalam biaya produksi. Sebesar 83,3% responden mempunyai tempat usaha yang tergabung dengan tempat tinggal pemilik, dan tidak adanya pemisahan rekening listrik, air, dan telepon. Namun, 34,3% responden sudah mengalokasikan biaya-biaya tersebut. Dan 65,7% tidak mengalokasikan biaya tersebut. Ada 43% yang melakukan pencatatan atas pengambilan produk usaha. Sebanyak 61,1% responden mencatat produk apa saja yang dipakai, dan 38,9 % mengganti seharga produk tersebut. Kata Kunci : kesatuan usaha, usaha mikro dan kecil, pemisahan kepentingan usaha dan pribadi.
v
KATA PENGANTAR
Asumsi kesatuan usaha pada dasarnya adalah hal yang paling mendasar dalam dunia usaha, baik pada usaha besar sampai usaha kecil. Namun, penerapan asumsi ini sangatlah mudah diterapkan di usaha besar. Hal ini bertolak belakang dengan penerapannya diusaha kecil, karena masih banyak usaha kecil yang tidak atau belum menerapkan pemisahan keuangan pribadi dan usaha. Padahal dengan adanya pemisahan keuangan pribadi dan usaha dapat membantu pelaku usaha dalam perhitungan biaya-biaya dan harga jual yang akurat. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk menulis kertas kerja yang berjudul “Penerapan Asumsi Kesatuan Usaha Pada Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga”. Akhir kata, penulis menyadari bahwa kertas kerja ini masih mengandung banyak kekurangan dan kelemahan yang terutama bersumber pada pandangan pribadi penulis yang serba terbatas. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari pembaca akan diterima dengan senang hati. Mudah – mudahan kertas kerja ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
Salatiga, 6 Januari 2013
Debby Florensia
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu memimpin tiap langkahku, memberiku hikmat, serta kekuatan sehingga aku mampu menyelesaikan skripsi ini. Tanpa
Tuhan
ada
menyelesaikannya.
disampingku, Kiranya
aku
keberhasilan
tidak
mungkin
skripsiku
ini
mampu dapat
menyenangkan hati-Mu Tuhan dan biarlah nama-Mu saja yang dipermuliakan. 2. Bapak Hari Sunarto, SE, MBA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis. 3. Mas Ronny Prabowo, SE., M.Com., Akt selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan ide, masukan dan saran dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan kertas kerja ini. 4. Mbak Elisabeth Penti Kurniawati, SE., M.Ak selaku wali studi, atas pengarahan-pengarahan yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu. 5. Bapak Usil Sis Sucahyo, SE., MBA selaku kaprogdi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan kertas kerja ini. 6. Papi, Mami, ci Lina, oh Christian, terima kasih untuk semua kasih sayang, doa, dan dorongan semangat yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. I love you so much! 7. Mas Radmaji selaku staf CEMSED yang telah membantu dalam memperoleh data penelitian. 8. Seluruh dosen pengajar serta staf administrasi Fakultas Ekonomika dan Bisnis yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba
vii
ilmu di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. 9. Pengelola Usaha Konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi dan membantu jalannya penelitian. 10. Koko Riko Aditya Pramana S.Kom, terima kasih karena telah memberikan motivasi, semangat, bantuan, nasehat, dan doanya. Thank’s for everything. 11. Sahabat terbaikku sejak kecil, Nova. Walau kita jauh, semangat dan doamu selalu kuterima. Terima kasih atas dukungan, kebaikan, pengalaman suka dan duka bersama yang tak akan pernah penulis lupakan. 12. Teman-teman kost dan kuliah, Herlina, Fela, Brenda, Ayu, Melly, Pauline, Silva yang selalu menemani dan menghibur dikala penulis mengalami keputus-asaan dalam pembuatan skripsi ini. 13. Teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk kebersamaan, bantuan, doa dan kerja sama selama penulis berada di Salatiga. Tuhan memberikati kita semua.
Semoga Tuhan menjadikan segala sesuatu, melimpah berkat dan anugerah-Nya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan kertas kerja ini. Akhir kata, penulis berharap semoga kertas kerja ini berguna bagi setiap pembaca dan peneliti-peneliti berikutnya.
Salatiga, 6 Januari 2013
Debby Florensia
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul/cover......................................................................................... i Surat Pernyataan Keaslian Kertas Kerja ............................................................ ii Halaman Persetujuan/Pengesahan .................................................................... iii Abstract ............................................................................................................ iv Saripati.............................................................................................................. v Kata Pengantar .................................................................................................. vi Ucapan Terima Kasih ........................................................................................ vii Daftar Isi ........................................................................................................... ix Daftar Tabel ...................................................................................................... xi Daftar Gambar ................................................................................................. xii Daftar Lampiran ................................................................................................ xiii 1. Pendahuluan .................................................................................................... 1 2. Telaah Teoritis Asumsi Kesatuan Usaha .................................................................................... 3 Pelaporan Keuangan di Usaha Mikro dan Kecil ................................................ 5 Hambatan dalam Pelapoaran Keuangan di Usaha Mikro dan Kecil .................... 8 3. Metode Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................................... 11 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 12 4. Analisis Data dan Pembahasan Profil Obyek Penelitian .................................................................................... 14
ix
Analisis Pembuatan Laporan Keuangan oleh Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga .............................. 15 Analisis Pemisahan Keuangan Pribadi dan Usaha oleh Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga .............................. 19 5. Kesimpulan dan Implikasi Kesimpulan ...................................................................................................... 27 Saran ................................................................................................................ 28 Keterbatasan .................................................................................................... 29 Penelitian Mendatang ....................................................................................... 29 Daftar Pustaka .................................................................................................. 30 Lampiran ......................................................................................................... 32
x
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 : Kisi-Kisi Kuesioner ..........................................................
13
Tabel 4.1 : Lama Usaha Beroperasi ....................................................
15
Tabel 4.2 : Kepemilikan Catatan Pendapatan dan Biaya .....................
16
Tabel 4.3 : Kepemilikan Laporan Keuangan .......................................
17
Tabel 4.4 : Bagian Akuantansi dalam Pembuatan Laporan Keuangan ...........................................
xi
18
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 : Kategori Usaha .............................................................
14
Gambar 4.2 : Perhitungan Gaji yang Melibatkan Keluarga ..................
20
Gambar 4.3 : Perhitungan Biaya Transportasi .....................................
21
Gambar 4.4 : Tempat Tinggal Pemilik dan Usaha ...............................
23
Gambar 4.5 : Pencatatan atas Pengambilan Produk yang Dipakai Sendiri ....................................................
xii
25
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Profil Usaha di Kecamatan Tingkir, Salatiga ............................... 33 Lampiran 2 : Kriteria Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja ........................ 35 Lampiran 3 : Alasan Tidak Memiliki Catatan Pendapatan dan Biaya ................ 37 Lampiran 4 : Alasan Tidak Memiliki Laporan Keuangan .................................. 37 Lampiran 5 : Alasan Tidak Memiliki Bagian Akuntansi .................................... 37 Lampiran 6: Pembelian Bahan Baku Secara Bersamaan dengan Kebutuhan Rumah Tangga ............................................................................ 38 Lampiran 7 : Alokasi Biaya Listrik, Telepon, dan Air ...................................... 38 Lampiran 8 : Perlakuan atas Pengambilan Produk yang Dipakai Sendiri ................................................................... 39 Lampiran 9 : Surat Ijin Penelitian ..................................................................... 40 Lampiran 10 : Kuesioner Penelitian................................................................... 41
xiii
1.
PENDAHULUAN Dalam prakteknya, akuntansi berjalan berdasarkan asumsi-asumsi.
Seperti di Amerika Serikat yang telah diatur baik oleh Dewan Standar Akuntansi (Financial Accounting Standards Board-FASB) maupun Indonesia sendiri yang mengacu pada IFRS (International Financial Reporting Standards). Asumsi-asumsi yang dibuat adalah suatu kerangka pedoman yang terdiri atas standar akuntansi dan sumber-sumber lain yang didukung berlakunya secara yuridis, teoritis, dan praktis (GAAP). Akuntansi terdiri dari beberapa asumsi-asumsi dasar, dan salah satu asumsi dasar akuntansi yang harus diterapkan adalah asumsi kesatuan usaha. Asumsi ini sudah ada sejak lama dan bertahan sampai sekarang. Di dalam asumsi kesatuan usaha, perusahaan dipandang sebagai suatu unit usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya. Dengan anggapan seperti ini maka transaksi-transaksi perusahaan dipisahkan dari transaksitransaksi pemilik dan oleh karenanya maka semua pencatatan dan pelaporan dibuat untuk perusahaan tersebut (Baridwan, 2004 : 8). Sebenarnya penerapan asumsi kesatuan usaha pada perusahaan besar relatif mudah diterapkan. Namun mayoritas usaha mikro dan kecil tidak menerapkan (Karyawati, 2008). Menurut Iien (2009), ada beberapa manfaat dari penerapan asumsi kesatuan usaha bagi usaha mikro dan kecil. Pertama, usaha dapat menentukan biaya produksi yang lebih handal. Kedua, entitas pemilik akan lebih mudah mendiagnosa kesehatan keuangan bisnisnya.
1
Selain itu, jika dalam suatu usaha tidak menerapkan asumsi kesatuan usaha secara baik akan menimbulkan biaya yang under recorded. Sebagai contoh, adanya biaya tenaga kerja yang sulit ditelusuri (Karyawati;2008). Kebanyakan usaha mikro dan kecil memperkerjakan anggota keluarganya untuk menjadi tenaga kerja, dan upah tenaga kerja yang seharusnya dibayarkan menjadi tidak tercacat pada pembukuan usahanya. Hal inilah yang menyebabkan adanya biaya yang under estimated, sehingga juga akan berdampak pada penentuan harga jual suatu produk yang terlalu rendah. Karyawati (2008) menegaskan dampak dari tidak menerapkan konsep kesatuan usaha terhadap laporan keuangan adalah aset dan kewajiban sama sekali tidak merepresentasikan keadaan yang sesungguhnya. Secara apriori asumsi kesatuan usaha sulit diterapkan dalam usaha mikro dan kecil. Hal ini sesungguhnya menarik untuk diteliti, dan sampai saat ini belum banyak orang yang meneliti tentang masalah ini, sehingga penulis ingin mencoba meneliti dan memapaparkan bagaimana usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga menerapkan asumsi kesatuan usaha. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan untuk lebih mengetahui manfaat pemisahan pencatatan keuangan usaha dan pribadi sebagai sumber informasi keuangan yang bisa digunakan sebagai perencanaan biaya, pengendalian biaya, pengambilan keputusan bagi usaha mikro dan kecil.
2
2.
TELAAH TEORITIS
Asumsi kesatuan usaha Akuntansi pada umumnya diatur oleh beberapa asumsi penting yang harus diterapkan pada setiap bentuk usaha apapun. Di Amerika Serikat, asumsiasumsi akuntansi ini telah diatur baik oleh FASB (Financial Accounting Standards Board), sedangkan di Indonesia sendiri penerapannya mengacu pada IFRS (International Financial Reporting Standards). Asumsi-asumsi ini mempermudah pelaksanaan kegiatan akuntansi dalam intern perusahaan maupun bagi pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. Salah satu asumsi akuntansi yang paling mendasar adalah asumsi kesatuan usaha. Asumsi kesatuan usaha penting karena membatasi data ekonomi dalam sistem akuntansi terhadap data yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Dengan kata lain, perusahaan dipandang sebagai entitas terpisah dari pemilik, kreditor, atau pihak yang berkepentingan lainnya (Warren et al :2005:16). Asumsi kesatuan usaha mengasumsikan atau menganggap bahwa suatu perusahaan adalah suatu badan yang terpisah dan dibedakan dari orang-orang yang mempunyai aset perusahaan itu. Sedangkan menurut Baridwan (2004 :8), konsep kesatuan usaha adalah konsep yang menyatakan bahwa dalam akuntansi perusahaan dipandang sebagai suatu kesatuan usaha yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri dan terpisah dari pemilik dan pihak lain yang menanamkan dana dalam perusahaan. Menurut Basu dan Waymire (2006), asumsi kesatuan usaha ini muncul sejak jaman pertengahan di Italia dan mulai diformalkan sejak abad 19 di Inggris dan Amerika Serikat.
3
Dengan konsep ini, entitas perusahaan menjadi perhatian dalam hal akuntansi. Konsep ini harus tetap ada baik dalam perusahaan perseroan sampai dengan perseorangan. Pendapatan dan laba harus dipandang sebagai kenaikan kekayaan perusahaan sedangkan biaya dan rugi sebagai pengurang kekayaan perusahaan. Sedangkan laba bersih (net income) atau rugi adalah perubahan dalam kekayaan perusahaan bukan kekayaan pribadi (Karyawati: 2008) Semua kekayaan, hutang, pendapatan, dan biaya yang tidak berkaitan dengan bidang usahanya harus dikeluarkan dari perkiraan perusahaan. Bila pemilik usaha perorangan memiliki dua perusahaan atau lebih yang berbedabeda maka untuk keperluan akuntansi masing-masing perusahaan itu harus diperlakukan sebagai kesatuan usaha yang terpisah dan mandiri. Tetapi, secara hukum pemilik usaha perorangan secara pribadi bertanggung jawab atas semua hutang-hutang perusahaan dan mungkin saja menggunakan harta yang bukan milik perusahaannya untuk menutup hutang-hutang perusahaan. Sebaliknya, aset perusahaanpun dapat digunakan untuk membayar klaim atas hutang-hutang pemilik usaha (Tunggal,1997 : 5) Asumsi ini harus dipertahankan karena bila tidak, transaksi perusahaan akan bercampur dengan transaksi pribadi, artinya jika seseorang membeli aset untuk keperluan pribadi tidak boleh masuk kedalam transaksi perusahaan, atau sebaliknya (Suryo:2007). Laporan keuangan yang telah disusun dengan pertolongan catatan-catatan akuntansi yang berbaur dengan keperluan pribadi tidak akan ada artinya, sebab laporan keuangan tersebut tidak mencerminkan baik posisi keuangan maupun hasil yang dicapai sebuah perusahaan.
4
Sebagaimana diketahui bahwa objek akuntansi adalah transaksi dan kejadian yang terjadi dalam perusahaan. Pengaruh transaksi ini akan mengakibatkan timbulnya perubahan dalam aset, liabilitas, dan ekuitas perusahaan. Dengan kata lain, transaksi dan kejadian mempengaruhi posisi keuangan perusahaan. Akan tetapi, kegiatan perusahaan yang menyangkut berbagai macam transaksi dan kejadian harus dibedakan dari kegiatan pemiliknya, karena kepentingan perusahaan berbeda dengan kepentingan pemilik. Untuk membatasi ruang lingkup kepentingan antar perusahaan dengan pemiliknya itu, maka perusahaan dianggap sebagai satu kesatuan usaha yang berdiri sendiri. Artinya, kegiatan usaha perusahaan dianggap sebagai satu kesatuan usaha yang terpisah. Anggapan perusahaan sebagai kesatuan usaha yang
terpisah
dari
pemiliknya,
merupakan
landasan
utama
dalam
menyelenggarakan kegiatan akuntansi perusahaan yang bersangkutan.
Pelaporan Keuangan di Usaha Mikro dan Kecil Dalam konsep PSAK no 1, Ikatan Akuntan Indonesia menggunakan istilah pelaporan keuangan. Dalam kerangka penyusunan dan penyajian laporan keuangan dipakai istilah laporan keuangan, pelaporan keuangan meliputi laporan keuangan dan cara-cara lain untuk melaporkan informasi, laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas, maka dalam laporan keuangan termasuk juga prospectus, peramalan oleh manajemen dan berbagai pengungkapan informasi lainnya.
5
Warren et al (2005) menyatakan dengan melakukan proses pelaporan keuangan akan menghasilkan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk pengambilan keputusan mengenai aktivitas dan kondisi perusahaan. Informasi dalam pelaporan keuangan diperlukan untuk merumuskan berbagai keputusan agar dapat memecahkan segala permasalahan yang dihadapi perusahaan (Soemarso:2004). Dalam usahanya, semua bentuk badan usaha harus melakukan pelaporan atas keuangannya, begitu juga pada bentuk usaha mikro dan kecil. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008, kriteria usaha mikro dan kecil, yaitu : 1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro sesuai dengan undang – undang. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang dijalankan oleh perorangan atau badan yang bukan merupakan cabang perusahaan dan telah sesuai dengan undang – undang. Kategori Biro Pusat Statistik (BPS) mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: 1. Industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang. 2. Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang. Kriteria usaha mikro dan kecil adalah industri yang berskala kecil, baik dalam ukuran modal, jumlah produksi maupun tenaga kerjanya. Perolehan modal umumnya berasal dari sumber yang tidak resmi seperti tabungan keluarga
6
atau pinjaman dari kerabat. Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari anggota keluarga atau kerabat dekat dengan sifat hubungan kerja yang informal (Karyawati : 2008) Di sisi lain, pelaporan keuangan bentuk usaha mikro dan kecil berbeda dengan bentuk usaha lainnya. Pada umumnya pemilik usaha kecil beranggapan bahwa pencatatan keuangan tidaklah perlu. Membutuhkan kecermatan, waktu dan juga biaya dengan jumlah tertentu membuat beberapa pemilik usaha enggan untuk melakukan aktivitas pencatatan keuangan. Mengandalkan ingatan untuk mengingat segala sesuatu yang berkaitan dengan operasional perusahaan menjadi pilihan yang menarik bagi kebanyakan pelaku usaha. Namun, tentunya tidak semua pelaku usaha mikro dan kecil memiliki anggapan tersebut. Masih ada pelaku usaha mikro dan kecil yang melakukan pencatatan keuangan dalam menjalankan usahanya. Menurut Karyawati (2008), usaha mikro dan kecil biasanya melakukan pelaporan keuangan secara sederhana yang disebut dengan pembukuan. Pembukuan adalah proses pencatatan transaksi-transaksi (kejadian) keuangan dalam buku-buku manual yang diperlukan seperti buku catatan, agenda, atau bahkan dalam kertas-kertas lainnya. Pelaporan keuangan dalam aktivitas usaha dalam skala kecil dan menengah mendekati pada sistem tata buku tunggal dimana hanya catatan-catatan penting saja yang dilakukan pencatatan secara lengkap (Tunggal : 1997). Usaha mikro dan kecil memerlukan pencatatan keuangan agar dapat mengembangkan usahanya, karena pada umumnya usaha mikro dan kecil
7
cemerlang dalam pembuatan ide-ide baru tetapi masih banyak belum mengetahui bagaimana cara mengelola pencatatan keuangan dan bagaimana cara mengetahui informasi keuangan yang diinginkan (Prasetyo:2007). Informasi keuangan mempunyai peranan penting untuk mencapai keberhasilan usaha, termasuk bagi usaha mikro dan kecil. Informasi keuangan dapat menjadi dasar yang andal bagi pengambilan keputusan ekonomis dalam pengelolaan usaha mikro dan kecil, antara lain keputusan pengembangan pasar, penetapan harga dan lain-lain. Penyediaan informasi keuangan bagi usaha mikro dan kecil juga diperlukan khususnya untuk akses subsidi pemerintah dan akses tambahan modal bagi usaha kecil dari kreditur (bank). Kewajiban penyelenggaraan akuntansi bagi usaha mikro dan kecil sebenarnya telah tersirat dalam UU Nomor 20 Tahun 2008. Pemerintah maupun komunitas akuntansi telah menegaskan pentingnya pencatatan dan penyelenggaraan akuntansi bagi usaha mikro dan kecil. Hambatan-hambatan dalam pelaporan keuangan di usaha mikro dan kecil Holmes dan Nicholls (1989) mengungkapkan bahwa informasi keuangan yang banyak disiapkan dan digunakan usaha mikro dan kecil adalah informasi yang diharuskan menurut undang-undang atau peraturan (statutory). Selain itu, informasi keuangan yang seharusnya dibutuhkan oleh manajemen perusahaan kecil dalam penggunaan informasi keuangan sangat terbatas. Tunggal (1997) mengungkapkan banyak kelemahan dalam praktek akuntansi pada usaha mikro dan kecil. Kelemahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pendidikan dan overload standar akuntansi yang
8
dijadikan pedoman dalam penyusunan pelaporan keuangan. Sedangkan Suhairi (2006) berpendapat bahwa rendahnya penyusunan laporan keuangan disebabkan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan bagi usaha mikro dan kecil. Standar akuntansi keuangan yang dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan harus diterapkan secara konsisten. Dari uraian tersebut jelas bahwa usaha mikro dan kecil banyak mengalami kesulitan dalam memahami informasi akuntansi dengan baik. Padahal dengan semakin ketatnya persaingan bisnis dalam era globalisasi ekonomi, hanya perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang akan mampu memenangkan persaingan. Keunggulan tersebut diantaranya adalah dalam mengelola berbagai informasi, sumber daya manusia, alokasi dana, penerapan teknologi, sistem pemasaran dan pelayanan. Sehingga manajemen perusahaan yang professional merupakan tuntutan yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahan secara baik. Masalah seputar usaha mikro dan kecil di Indonesia menurut penelitian Primiana (2009) yaitu antara lain mengenai permodalan yang kecil sehingga sulit memenuhi pesanan, sulit mendapatkan kredit dari bank, kurang mampu mengadakan pencatatan dan pelaporan yaitu tidak mampu membuat neraca dan laporan laba rugi serta tercampurnya antara keuangan perusahaan dan pribadi. Dengan kata lain, pelaku usaha mikro dan kecil tidak menjalankan asumsi kesatuan usaha.
9
Pada usaha mikro dan kecil, pencatatan laporan keuangan dilakukan dengan cara membuat catatan-catatan yang dianggap penting saja atau dengan kata lain pelaku usaha kecil hanya membuat pembukuan sederhana. Di dalam pembukuan sederhana pada usaha mikro dan kecil tidak terdapat pemilahan antara biaya pribadi dan biaya usaha. Hal inilah yang bisa menyebabkan tercampurnya keuangan pribadi dan keuangan usaha. Dalam akuntansi, usaha mikro dan kecil sangat sulit menerapkan asumsi kesatuan usaha dalam pencatatan keuangannya (Baridwan 2004:9). Padahal, jika keuangan usaha dan keuangan pribadi digabung, pemilik usaha akan kesulitan dalam melakukan pengawasan pendapatan atau pengeluaran. Banyak dari pelaku usaha mikro dan kecil yang tidak memilah biaya– biaya yang dikeluarkan baik untuk pribadi maupun usahanya. Semua biayabiaya yang dikeluarkan dicatat pada satu pembukuan. Misalkan saja, karena biasanya usaha mikro dan kecil mempunyai keterbatasan tempat, maka rumah pemilik usaha dan tempat usahanya digabung menjadi satu tempat. Hal ini membuat tidak adanya pemilahan biaya listrik untuk masing-masing entitas dan akan menyebabkan harga jual produk yang lebih rendah. Selain itu, dampak tidak menerapkannya asumsi kesatuan usaha pada usaha mikro dan kecil adalah jika pemilik usaha menganggap aset usahanya sebagai aset pribadi, maka ada kecenderungan bagi pemilik untuk menggunakannya diluar entitas usahanya. Jika uang yang digunakan untuk usaha ternyata lebih sering digunakan untuk entitas pribadi tentu saja hal ini akan berdampak tidak baik bagi kelangsungan usahanya.
10
Menurut Karyawati (2008), akibat
tidak memisahkan pembukuan
pribadi dan usaha adalah perhitungan keuntungan atau kerugian pada akhir bulan nilainya tidak akan menjadi riil karena adanya pemotongan berbagai pengambilan pribadi yang belum tercatat. Selain itu alokasi anggaran untuk perputaran usaha menjadi kacau karena setiap bulannya tidak ada biaya yang bersifat tetap sehingga bisa mengganggu anggaran untuk belanja bahan baku produk. Dengan melakukan pemisahan pencatatan antara keuangan usaha dengan keuangan pribadi akan lebih mudah membedakan antara arus kas dana dari usaha dengan penggunaan uang untuk entitas pribadi. Pemisahan pencatatan juga dapat memberikan informasi lebih jelas tentang keadaan finansial dari usaha yang sedang dijalankan. Di sisi lain, tujuan dari pemisahan pencatatan antara keuangan pribadi dan keuangan usaha adalah untuk keteraturan, karena pembukuan keuangan yang terpisah akan tercatat dengan jelas dan benar manakah yang menjadi komponen usaha maupun yang menjadi komponen pribadi, agar tidak mengganggu satu sama lain. 3.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga. Pada penelitian ini sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik snowball sampling. Karena dalam teknik ini, penentuan sampel
yang
mula-mula
jumlahnya
kecil,
kemudian
karena
peneliti
menginginkan lebih banyak sampel lagi, lalu diminta kepada sampel pertama
11
untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Adapun sampel memiliki kriteria tertentu, yaitu usaha mikro dan kecil yang bergerak pada bidang konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga. Banyaknya usaha konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga mambuat peneliti akhirnya mengambil sampel tersebut untuk diteliti. Instrumen Penelitian Ditinjau dari tujuan penelitiannya merupakan penelitian deskriptif dimana penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagai mana adanya, tanpa membuat analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Pada penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang berupa kuesioner dimana responden harus mengisi jawaban yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan pengalaman yang ada. Kuesioner atau daftar pertanyaan yang diajukan kepada usaha mikro dan kecil disusun berdasarkan variabel yang diteliti dengan menyediakan jawaban alternatif yang dipilih responden sesuai dengan kondisi riil sehingga diharapkan data yang didapatkan untuk penelitian ini akurat.
12
Berikut adalah garis besar daftar pertanyaan dalam kuesioner : Tabel 3.1 Kisi-kisi kuesioner Bagian kuesioner Demografis
Isi kuesioner Nama pemilik, alamat usaha, usia, jenis kelamin, jenis usaha, lama usaha, jumlah karyawan yang dimiliki.
Utama
Pelaporan
keuangan,
pemahaman
tentang
pencatatan keuangan, ada atau tidaknya bagian akuntansi. Inti
Pemisahan aktivitas usaha dengan aktivitas rumah tangga, pengakuan konsumsi sumber daya dalam kegiatan
produktif
sebagai
komponen
biaya
produksi.
4.
Analisis Data dan Pembahasan Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah usaha mikro dan
kecil yang berada pada Kecamatan Tingkir, Salatiga yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro dan Kecil. Kategori yang diambil adalah usaha mikro dan kecil yang bergerak pada bidang usaha konveksi. Dilihat dari jenis usahanya, usaha manufaktur seperti usaha konveksi mendominasi usaha yang ada di Kecamatan Tingkir, Salatiga. Waktu penelitian yang dilakukan mulai bulan September 2012 sampai awal Oktober 2012. Peneliti mengambil 42 sampel sebagai sumber
13
penelitian untuk mewakili populasi usaha mikro dan kecil yang ada. Dasar pengambilan sampel berasal dari informasi dari ketua paguyuban usaha konveksi di Kecamatan Tingkir. Profil Obyek Penelitian Dalam penelitian ini, semua responden menjalankan usaha konveksi. Usaha konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga mayoritas memproduksi celana kolor atau hawai, sprei, sarung bantal, dan bedcover. Sedikit diantaranya memproduksi pakaian wanita, pakaian pria, kaos, dan seragam. Dari 42 responden yang diteliti, dilihat dari segi banyaknya karyawan yang bekerja sebesar 42,9 % atau 18 responden termasuk usaha mikro, dan sebesar 57,1 % atau 24 responden termasuk usaha kecil. Seperti dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut. Gambar 4.1 Kategori Usaha
Sumber : data primer yang diolah, 2012 Sesuai dengan kategori Biro Pusat Statistik (BPS), apabila jumlah karyawan 1-4 orang maka usaha itu dikategorikan sebagai usaha mikro, sedangkan jika ada 5 orang sampai dengan 19 orang maka disebut usaha kecil.
14
Tabel 4.1 Lama Usaha Beroperasi Persentase (%) Jumlah Responden 1 bulan s.d ≤ 5 tahun 11 26.2 23 54.8 6 tahun s.d ≤ 10 tahun 6 14.3 11 tahun s.d ≤ 15 tahun 1 2.4 16 tahun s.d ≤ 20 tahun 1 2.4 21 tahun s.d ≤ 25 tahun 42 100 Total Sumber : data primer yang diolah, 2012 Lama Usaha
Lama berdirinya usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga, mayoritas antara 6 tahun sampai dengan 10 tahun yaitu sebesar 54,8 % Analisis Pembuatan Laporan Keuangan oleh Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga Dalam usaha pencatatan keuangan sangatlah penting dilakukan, mengingat usaha selalu berhubungan dengan keluar masuknya uang. Namun, mayoritas usaha mikro dan kecil tidak memiliki laporan keuangan secara utuh. Biasanya usaha hanya memiliki catatan-catatan seperti jumlah omset, laba, dan biaya atau dengan kata lain usaha hanya melakukan pembukuan sederhana. Maka dari itu peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden untuk mengetahui apakah usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga memiliki catatan pendapatan dan biaya. Penulis mendapatkan hasil seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 4.2 Kepemilikan Catatan Pendapatan dan Biaya No. 1. 2.
Catatan Pendapatan dan Biaya
Jumlah Responden
Memiliki 38 Tidak Memiliki 4 Total 42 Sumber : data primer yang diolah, 2012
15
Persentase (%) 90,5 9,5 100
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga 90,5 % membuat atau memiliki catatan pendapatan dan biaya yang telah dibukukan tetapi hanya ada pencatatan sederhana seperti pada saat terjadi pembelian bahan baku, biaya-biaya yang terjadi dan harga jual produk. Para pelaku usaha yang membuat catatan pendapatan dan biaya mengaku bahwa pembuatan catatan ini dapat membantu menghitung dan mengevaluasi laba usahanya. Dari 9,5 % atau 4 responden yang tidak memiliki, 1 usaha diantaranya beranggapan bahwa tidak perlu adanya pembuatan catatan tersebut, dan 3 sisanya beranggapan bahwa hal itu tidak bermanfaat untuk dilakukan. Para pemilik yang tidak membuat catatan, pendapatan dan biaya biasanya hanya mengandalkan ingatan saja untuk mengingat-ingat jumlah besarnya pendapatan dan biaya (lampiran 3, tabel 3). Dapat diketahui bahwa sebagian besar usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga mempunyai catatan pendapatan dan biaya. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa usaha mikro dan kecil biasanya melakukan pelaporan keuangan secara sederhana yang bisa disebut pembukuan, dimana pelaporan keuangan itu hanya ada catatan-catatan penting saja. Tabel 4.3 Kepemilikan Laporan Keuangan No.
Laporan Keuangan Memiliki
Jumlah Responden 9
Persentase (%) 23,68
1. 2.
Tidak Memiliki
29
76,32
Total
38
100
Sumber : data primer yang diolah, 2012
16
Laporan Keuangan disusun untuk mengukur, menilai, dan mengevaluasi kondisi serta potensi usaha. Dalam suatu usaha, umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas. Namun bentuk laporan keuangan di usaha mikro dan kecil hanya berupa laporan sederhana. Laporan keuangan tersebut antara lain laporan omset perbulan dan laporan keluar masuk barang. Hal ini terbukti dalam penelitian ini bahwa terdapat sebanyak 29 responden (76,32%) tidak memiliki laporan keuangan. Terdapat 20 responden atau 68,97% beranggapan bahwa pembuatan laporan keuangan di usahanya tidak perlu dilakukan. Hal ini mengingat usahanya yang dibilang masih relatif kecil dan belum membutuhkan laporan keuangan yang kompleks. Selain itu, mereka lebih memilih membuat catatan pendapatan dan biaya. Catatan pendapatan dan biaya dianggap lebih mudah dibuat dan tidak memerlukan biaya dalam pembuatannya dibandingkan dengan pembuatan laporan keuangan. Sebanyak 6 responden (20,69%) mengaku bahwa tidak bisanya membuat laporan keuangan. Sisanya sebanyak 3 responden (10,34 %), pembuatan laporan keuangan di usahanya adalah hal yang tidak bermanfaat bagi usahanya. Padahal disisi lain pembuatan laporan keuangan sangatlah berguna untuk mengetahui kondisi keuangan suatu usaha (lihat lampiran 4 tabel 4). Namun tentunya tidak semua usaha mikro dan kecil di sana tidak membuat pelaporan keuangan, masih ada 23,68% atau sebanyak 9 responden yang membuat. Menurut Karyawati (2008) menyebutkan bahwa biasanya usaha mikro dan kecil hanya membuat
17
pelaporan keuangan usaha yang sederhana, hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini. Tabel 4.4 Bagian Akuntansi dalam Pembuatan Laporan Keuangan No.
Bagian Akuntansi
Jumlah Responden
Persentase (%)
1.
Ada
12
31,57
2.
Tidak Ada
26
68,42
Total
38
100
Sumber : data primer yang diolah, 2012 Bagian akuntansi sebenarnya hal yang penting untuk membantu dalam pembuatan laporan keuangan dalam sebuah usaha. Namun, kebanyakan usaha mikro dan kecil belum membutuhkan bagian akuntansi untuk mengontrol keuangannya. Menurut hasil penelitian ini hanya 12 responden (31,57 %) yang telah mempunyai bagian akuntansi untuk mencatat atau mengelola pencatatan keuangan di dalam usahanya. Dari 12 responden tersebut, dapat dilihat tidak hanya usaha mikro dan kecil yang membuat laporan keuangan saja yang sudah mempunyai bagian akuntansi, tetapi usaha mikro dan kecil yang membuat catatan pendapatan dan biaya pun juga sudah ada yang mempunyai bagian akuntansi. Sedangkan, sebanyak 26 responden (68,42 %) belum memiliki bagian akuntansi untuk mengelola pencatatan keuangan. Dapat dilihat alasan responden yang tidak memiliki bagian khusus untuk pengelolaan keuangan, yaitu sebanyak 7 responden (26,93 %) merasa tidak perlu adanya bagian khusus untuk mengelola keuangan usahanya, 7 responden (26,93 %) lainnya mengaku dalam pengelolaan keuangan masih bisa dilakukan oleh karyawan lainnya sehingga tidak membutuhkan bagian khusus untuk melakukannya. Sisanya
18
sebanyak 12 responden (46,16 %) belum membutuhkan bagian khusus untuk mengelola keuangan dikarenakan usahanya masih dibilang relatif kecil dan pencatatan bisa dilakukan oleh pemilik (lihat lampiran 5, tabel 5). Menurut hasil penelitian sebelumnya (Karyawati:2008), usaha mikro dan kecil biasanya belum mempunyai suatu bagian akuntansi khusus untuk membuat laporan keuangan usaha. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pencatatan keuangan usaha biasanya dibuat oleh pemilik usaha. Seperti yang terjadi pada usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga lebih dari separuh usaha mikro dan kecil belum mempunyai bagian khusus akuntansi untuk membuat laporan keuangan. Analisis Pemisahan Keuangan Pribadi dan Usaha oleh Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga hanya membuat catatan pendapatan dan biaya atau bisa disebut sebagai pembukuan sederhana. Selain itu pada usaha mikro dan kecil biasanya terdapat keterbatasan tenaga kerja. Tenaga kerja yang ada umunya terdiri dari anggota keluarga dengan sifat kerja yang informal. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa semua responden (100 %) mengaku dalam usaha mereka melibatkan anggota keluarga inti (istri/suami, anak) maupun keluarga besar (keponakan, paman, bibi) sebagai tenaga kerja. Tetapi sebanyak 39 responden (92,9 %) telah melakukan penggajian untuk tenaga kerja yang masih keluarga dan sisanya (7,14 %) tidak melakukan penggajian. Usaha yang tidak memberiakan gaji terhadap tenaga kerja yang masih melibatkan
19
keluarga mengaku hanya memberikan kompensasi berupa biaya makan, biaya kebutuhan sehari-hari, dan biaya tinggal ditanggung oleh pemilik usaha. Dari semua responden yang memperhitungan gaji mengaku bahwa perhitungan gaji tersebut dimasukkan kedalam komponen biaya produksi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa semua usaha kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga sesuai dengan kriteria usaha mikro dan kecil yang dikemukakan oleh Karyawati (2008), biasanya usaha mikro dan kecil melibatkan keluarga sebagai tenaga kerja dengan sifat hubungan kerja yang informal dan mayoritas usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga. Namun, usaha di Kecamatan Tingkir Salatiga sudah melakukan penggajian terhadap tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga dan memasukkan perhitungan gaji tersebut kedalam komponen biaya produksi. Dalam hal tenaga kerja, usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga mayoritas sudah memilah antara entitas pribadi dan usaha. Gambar 4.2 Perhitungan gaji yang melibatkan keluarga
Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012
20
Selain dapat dilihat berdasarkan tenaga kerja, pemisahan keuangan pribadi dan usaha dapat dilihat dari biaya transportasi yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku usaha. Apabila pemilik usaha membeli keperluan pribadinya tidak boleh dimasukkan kedalam transaksi perusahaan. Pada usaha mikro dan kecil biasanya membeli bahan baku bersamaan dengan pembelian kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu, peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden mengenai pembelian bahan baku yang dilakukan bersamaan dengan pembelian kebutuhan rumah tangga, 10 responden (23,8 %) menjawab bahwa pada saat membeli bahan baku, mereka juga membeli kebutuhan rumah tangga. Dan sisanya sebanyak 32 responden (76,2 %) menjawab tidak melakukan hal itu secara bersamaan dikarenakan mereka membeli bahan baku dengan cara pesan antar (lihat lampiran 6, gambar 1). Gambar 4.3 : Perhitungan Biaya Transportasi
Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012 Dari 10 responden yang melakukan pembelian bahan baku secara bersamaan dengan pembelian kebutuhan rumah tangga, 2 responden memperhitungkan biaya transportasi pribadi untuk dipisahkan dari biaya usaha.
21
Usaha memisahkan dengan cara mengestimasi biaya yang dikeluarkan untuk entitas usaha dan pribadi. Menurut responden, sebanyak sepertiga dialokasikan untuk biaya pribadi dan duapertiga dialokasikan untuk biaya usaha. Dan selanjutnya biaya transportasi pribadi tersebut tidak dimasukkan kedalam komponen biaya produksi usaha. Sisanya sebanyak 8 responden tidak memperhitungkan biaya transportasi pribadi. Mereka menggabung semua biaya transportasi tersebut, dan menganggap menjadi biaya transportasi usaha dan dimasukkan kedalam biaya produksi. Dengan tidak memperhitungkan biaya transportasi pribadi akan mengakibatkan bertambahnya biaya produksi untuk usaha. Biaya transportasi yang seharusnya hanya milik usaha menjadi bertambah dengan adanya biaya transportasi pribadi. Hal ini juga akan berakibat pada harga jual produk nantinya. Dilihat dari pembelian bahan baku, sebagian besar usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga sebenarnya belum bisa dikategorikan apakah sudah memilah biaya transportasi atau belum, dikarenakan mayoritas usaha menggunakan sistem pesan antar. Namun setidaknya masih ada usaha kecil yang melakukan pembelian bahan baku secara bersamaan dengan kebutuhan usaha. Mayoritas usaha yang melakukan itu tidak memilah biaya transportasi milik usaha dan pribadi, dan memasukkan kedalam komponen biaya produksi usaha. Hal ini setidaknya membuktikan bahwa usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga sejalan dengan hasi penelitian Suryo (2007) yang menyebutkan bahwa biasanya usaha mikro dan kecil tidak memilah antara biaya
22
transportasi usaha dan pribadi dalam pembelian bahan baku dan keperluan pribadi. Gambar 4.4 : Tempat tinggal pemilik dan usaha
Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012 Usaha mikro dan kecil pada umumnya menggabungkan tempat usaha dan pemilik menjadi satu rumah dikarenakan keterbatasan tempat produksi. Hal inilah yang menyebabkan tercampurnya biaya-biaya usaha dan pribadi. Sebanyak 16,7 % atau 7 responden memisahkan antara rumah tempat tinggal pemilik dengan tempat usaha. Dari 7 responden, ada 3 responden yang membayar biaya sewa untuk menyewa tempat usaha, mereka mengaku biaya sewa tersebut dimasukkan kedalam komponen biaya produksi, sisanya tidak membayar biaya sewa karena tempat usaha tersebut memang dimiliki oleh pemilik usaha sendiri. Sebanyak 83,3 % menjalankan usahanya dengan menggabungkan tempat usaha dengan tempat tinggal pemilik. Dari semua responden
yang menggabungkan usahanya
mengaku tidak ada
yang
memisahkan rekening listrik, telepon, dan air. Dari responden yang tidak
23
memisahkan tempat usaha dengan tempat tinggal pemilik, sebanyak 12 responden (34,3 %) menjawab bahwa mereka mengalokasikan berapa biaya yang digunakan untuk usaha dan pribadi. Responden mengalokasikan biaya dengan cara membuat etimasi perhitungan biaya listrik, air, dan telepon setiap bulannya yang akan dimasukkan dalam komponen biaya produksi. Estimasi itu didapat dari berapa lamanya pemakaian listrik, telepon, dan air dalam sehari untuk usaha. Sedangkan sisanya sebanyak 23 responden (65,7 %) tidak mengalokasikan biaya. Dengan tidak adanya alokasi biaya membuat biaya usaha yang tidak akurat dan akan mengganggu dalam keputusan menentukan harga jual suatu produk (lihat lampiran 7, gambar 2). Dalam hal pemisahan tempat usaha dan tempat tinggal pemilik, mayoritas usaha di Kecamatan Tingkir, Salatiga menggabungkan tempat usaha dan pemilik. Semua usaha tersebut tidak melakukan pemisahan rekening, dan hanya sedikit yang melakukan estimasi perhitungan biaya. Hal ini membuktikan bahwa usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga sesuai dengan kriteria usaha mikro dan kecil yang menyebutkan bahwa usaha mikro dan kecil biasanya masih mencampur biaya listrik, telepon, air usaha dan pribadi menjadi satu.
24
Gambar 4.5 : Pencatatan atas pengambilan produk yang dipakai sendiri
Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012 Dalam asumsi kesatuan usaha semua menganggap bahwa suatu usaha adalah suatu badan yang terpisah dan dibedakan dari orang yang memiliki aset usaha itu sendiri. Suatu aset milik usaha tidak boleh diakui sebagai milik pribadi, begitu juga sebaliknya. Namun usaha mikro dan kecil di Tingkir masih sulit melakukan hal itu, hal ini terlihat dari semua responden yang masih melakukan pengambilan produk untuk dipakai sendiri. Selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan mengenai perlakuan khusus apa yang dilakukan atas pengambilan produk tersebut. Dari 42 responden yang diteliti, sebanyak 43 % melakukan pencatatan khusus untuk mencatat pengambilan produk untuk dipakai kalangan sendiri, dan sisanya sebanyak 57 % tidak melakukan pencatatan khusus. Dengan adanya pengambilan produk yang tidak dicatat akan mengakibatkan berkurangnya persediaan barang dagangan. Hal ini juga secara otomatis akan mengurangi aset dan modal usaha. Menurut hasil penelitian,
25
sebanyak 61,1 % responden melakukan pencatatan saja atas produk yang diambil, dan sisanya sebanyak 38,9 % mengganti seharga produk yang diambil (lihat lampiran 8, gambar 3). Pengambilan dan pengakuan aset usaha menjadi milik pribadi dalam usaha mikro dan kecil adalah salah satu kriteria yang paling mendasar pada usaha mikro dan kecil. Hal ini juga terlihat pada usaha di Kecamatan Tingkir, Salatiga, separuh lebih usaha mikro dan kecil di sana tidak melakukan perlakuan khusus atas pengambilan produk yang dipakai kalangan sendiri. Sedangkan sisanya mayoritas hanya mencatat dan hanya sedikit yang mengganti seharga produk yang diambil. Hal ini membuktikan bahwa usaha mikro dan kecil konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga belum membedakan pengakuan aset pribadi dan usaha. Selain pengambilan produk untuk pribadi, adanya prive
juga
mempengaruhi keuangan usaha. Pada usaha mikro dan kecil di sana semuanya melakukan prive dan belum melakukan pencatatan terhadap prive tersebut. Akibat jika prive yang dilakukan tidak dicatat, hal ini bisa menimbulkan pengurangan kas dan modal untuk usaha. Selain itu, kejadian yang tidak membedakan pengakuan aset pribadi dan usaha akan berdampak mempengaruhi posisi keuangan usaha. Laporan keuangan yang telah disusun masih berbaur dengan keperluan pribadi maka tidak akan mencerminkan baik posisi keuangan maupun hasil yang dicapai suatu usaha. Mungkin dengan adanya pencatatan khusus akan membuat pembukuan usaha akan lebih teratur dan jelas manakah
26
yang menjadi komponen pribadi atau usaha agar tidak mengganggu satu sama lain. 5. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden yang merupakan pengelola usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga maka dapat diambil beberapa kesimpulan. Sebagian besar usaha mikro dan kecil sudah membuat catatan atas pendapatan dan biaya. Sedangkan dalam hal kepemilikan laporan keuangan, hanya sebagian kecil saja yang sudah membuat. Dalam pembuatan laporan keuangan mayoritas pemilik usaha masih membuat sendiri laporan keuangan usahanya, sedangkan minoritas saja yang sudah memiliki bagian akuntansi. Kaitannya dengan tenaga kerja, semua usaha di sana masih melibatkan keluarga sebagai tenaga kerjanya, sebanyak 92,9 % melakukan penggajian terhadap mereka dan memasukkan biaya gaji tersebut ke komponen biaya produksi. Dalam hal pembelian bahan baku, sebanyak 10 responden membeli bahan baku secara bersamaan dengan keperluan rumah tangga, 8 diantaranya memasukkan biaya transportasi kedalam biaya produksi dan sisanya tidak memasukkan ke dalam komponen biaya produksi. Selain itu, sebanyak 83,3 % responden mempunyai tempat usaha yang tidak terpisah dengan tempat tinggal pemilik. Dari responden yang menggabung tempat tinggal pemilik dan usaha ada sebagian kecil usaha yang membuat estimasi biaya yang dikeluarkan untuk usaha dan pribadi. Dalam hal pengambilan produk untuk dipakai kalangan sendiri, semua responden mengaku pernah terjadi di dalam usahanya. Terdapat
27
18 responden yang melakukan pencatatan khusus atas pengambilan produk tersebut. Sebanyak 61,1 % responden mencatat produk apa saja yang dipakai untuk kalangan sendiri, dan 38,9 % mengganti seharga produk yang dipakai oleh kalangan sendiri. Sedangkan dalam hal prive, semua usaha disana belum mencatat apabila terjadi prive. Dari hasil penelitian, usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga sudah bisa melakukan pemisahan antara entitas usaha dan pribadi dalam hal penggajian tenaga kerja yang masih melibatkan keluarga. Sedangkan dalam hal pemilahan biaya-biaya, pengambilan produk untuk dipakai sendiri, dan prive sebagian besar usaha mikro dan kecil di sana masih belum bisa memilah antara entitas pribadi dan usaha. Saran Saran yang peneliti ajukan yaitu usaha mikro dan kecil di Tingkir, Salatiga adalah jika ada pengambilan produk atau prive hendaknya dicatat, sedikit demi sedikit membiasakan mengalokasikan biaya-biaya usaha dan memisahkannya dengan biaya pribadi. Dengan adanya pemilahan entitas usaha dan pribadi akan berguna bagi pemilik, yaitu antara lain dapat membantu dalam menentukan harga jual produk agar tidak terlalu rendah. Usaha seharusnya bisa mengalokasikan biaya-biaya produksi seperti biaya listrik, telepon, dan sewa. Hendaknya usaha tidak memperhitungkan biaya pribadi kedalam komponen biaya usaha.
28
Keterbatasan Penelitian ini hendak mengetahui bagaimana penerapan asumsi kesatuan usaha pada usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir Salatiga. Penerapan asumsi kesatuan usaha yang diteliti meliputi ada atau tidaknya penggajian tenaga kerja yang melibatkan keluarga, perhitungan biaya transportasi untuk usaha dan pribadi, perhitungan biaya akibat tidak terpisahnya tempat usaha dengan pemilik, perlakuan atas pengambilan produk untuk dipakai kalangan sendiri. Penelitian ini merupakan upaya awal untuk mempelajari praktek akuntansi pada usaha mikro dan kecil. Penelitian lanjutan masihi bisa dilakukan dengan karena penelitian ini memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: Ada kemungkinan responden tidak jujur dalam menjawab pertanyaan yang ada pada kuesioner. Susahnya mencari unit-unit usaha di lokasi penelitian. Keterbatasan lainnya menyangkut waktu, tenaga dan biaya yang dihadapi peneliti. Penelitian mendatang Penelitian ini hanya mencari tau bagaimana penerapan asumsi kesatuan usaha pada usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga. Penulis menyarankan agar penelitian yang akan datang bisa meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan asumsi kesatuan usaha pada usaha mikro dan kecil.
29
Daftar Pustaka
Baridwan, Zaki, 2004, Intermediate Accounting, Edisi Kedelapan, Yogyakarta; BPFE. Basu, Sudipta dan Gregory B. Waymire, “Recordkeeping and Human Evolution”, Accounting Horizons, volume 20, No. 3, September 2006, pp. 201 – 209 FASB No. 1. 1978. Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises. http://www.fasb.org/cs/BlobServer?blobcol=urldata&blobtable=MungoBlob s&blobkey=id&blobwhere=1175820899258&blobheader=application%2Fp df. Diunduh 2 Maret 2012. Hidayat, Iman.P, 2004, Akuntansi untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM), http://imanph.wordpress.com, Diunduh 19 Maret 2012. Holmes, Scott, dan Des Nicholls. 1989. Modelling the Accounting Information Requirements of Small Businesses. Acoounting and Business Research,Vol. 19, No. 74. Pp 143 – 150. Iien, 2009, Akuntansi untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM); Strategi Bisnis, Pembukuan dan Administrasi, http://www.impacctusa.com, Diunduh 4 Maret 2012. Karyawati, Golrida, 2008, Akuntansi Usaha Kecil untuk Berkembang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Keasey, Short, 1990, The Accounting Burdens Facing Small Firms: An Empirical Research Note, Accounting and Business research, Vol 20, No 80, pp 307313. Prasetyo, Hendro, 2007, Akuntansi untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Orang Awam; Step by Step Membuat Laporan Keuangan, WissenSistem Consulting. Primiana, 2009, Menggerakan Sektor Riil Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Industri, Alfa Beta, Bandung. Soemarso, 2004, Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi Lima (Revisi). Salemba Empat, Jakarta. Suhairi, Wahdini, 2006, Persepsi Akuntan Terhadap Overload SAK bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, 23-26 Agustus 2006.
30
Suryo, Anak. 2007. Akuntansi untuk UKM. Edisi Kedua Yogyakarta: Media Pressindo. Tunggal, Amin Widjaja, 1997, Akuntansi untuk Perusahaan Kecil dan Menengah, PT Rineka Cipta, Jakarta. UU RI No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil. Warren, Carl S, James M. Reeve and Philip E. Fess, 2005, Pengantar Akuntansi, edisi 21, Salemba Empat, Jakarta. Yilmazer, Schrank, 2005, Financial Intermingling in Small Family Businesses, Journal of Business Venturing 21 (2006) 726– 751.
31
LAMPIRAN LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Tabel 1 : Profil Usaha Res
Nama Usaha
Alamat
Produk yang dihasilkan
1
Thoriq Collection
Ngentak 02/03 Tingkir Lor
2 3 4 5 6 7
Ina Konveksi Kembar Konveksi Ribel Konveksi Asrifah Konveksi Amin Collection -
Tingkir Lor 02/04 Tingkir Lor 03/03 Tingkir Lor 01/04 Tingkir Tengah 02/02 Singojayan 01/02 Tingkir Tengah Tingkir Tengah
Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai Sprei, Selimut, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai, Bedcover
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Zensy Famous Asri Collection Mubarok Collection Afza Collection Krisna Collection San Konveksi Karunia Konveksi Ladayna Collection
Tingkir Tengah 02/01 Singojayan, Tingkir Tengah Singojayan 01/02 Tingkir Tengah Tingkir Tengah 02/02 Tingkir Lor 02/01 Tingkir Lor 02/03 Ngentak 02/03 Tingkir Lor Tingkir Lor 03/04 Tingkir Tengah Tingkir Tengah Tingkir Lor 04/04
Busana Wanita Pakaian Pria Sprei, Kaos, Jamper Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai Celemek, Celana Kolor Celana, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Leging Bedcover, Sarung Bantal, Sprei Bedcover, Sarung Bantal, Sprei Celana Kolor/Hawai
33
Nama Pemilik Bapak Jarkoni Ibu Muthasanah Bapak Imrori Ibu Ainaul Mardliyah Ibu Asrifah Bapak Munawir Ibu Napisah Bapak Muhammad Zaenuddin Ibu Asriyah Bapak Nurhadi Ibu Ifa Da'waty Ibu Ning Bapak Afi Priyanto Bapak Budi Susilo Bapak Nur Abidin Ibu Aliyah Ibu Saroh Ibu Sofiyah
19 20 21
Persada Konveksi Ningsih Konveksi -
Tingkir Tengah 03/02 Dukuh Kidul Tingkir Tengah
22 23 24 25 26 27
Ira Ratna Konveksi Ummi Collection Sun Konveksi Mandiri Konveksi Nazila Konveksi Nur Konveksi
Ngentak 02/02 Tingkir Lor Tingkir Lor Tingkir Lor Tingkir Lor Tingkir Lor Singojayan 01/01 Tingkir Tengah
28 29
Izza Konveksi -
Tingkir Tengah 02/02 Singojayan 03/02 Tingkir Tengah
30
Fida Konveksi
Singojayan 02/01 Tingkir Tengah
31
Zun Konveksi
Tingkir Lor 03/04
32
Syahra Konveksi
Kriyan 03/04 Tingkir Lor
33 34
Salsabila Konveksi Farrel Collection
Kriyan 03/04 Tingkir Lor Tingkir Lor
35 36
Rizky Konveksi
Tingkir Tengah Tingkir Lor
Sprei, Seragam Celana Kolor/Hawai Sprei, Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai Kaos, Seragam Sekolah Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal
34
Ibu Umi Hanik Ibu Ningsih Ibu Rohmi Ibu Umi Saropah Ibu Nur Khasanah Bapak Priyanto Ibu Rohmah Ibu Nuryati Ibu Romzanah Ibu Siti Muhtariyah Ibu Nuratun Bapak Ahmad Shodiq Ibu Norma Ibu Surip Muslika Ibu Azma Bapak Muhyidin Bapak M. Sadzale
37
Rustop Konveksi
Tingkir Lor 05/02
38 39
Kana Konveksi Aflacha Konveksi
Tingkir Lor 03/05 Tingkir Lor 05/02
40
Cahaya Konveksi
Tingkir Lor 01/01
41 42
Murni Konveksi
Tingkir Tengah Tingkir Lor 09/04
Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Sprei, Bedcover Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Celana Kolor/Hawai, Sprei, Sarung Bantal Sprei, Bedcover
Ibu Prihati -
Lampiran 2 Tabel 2 : Kriteria Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Res
Jumlah Karyawan
Kriteria Usaha
Res
Jumlah Karyawan
Kriteria Usaha
1
5-19 orang
Kecil
22
5-19 orang
Kecil
2
5-19 orang
Kecil
23
5-19 orang
Kecil
3
5-19 orang
Kecil
24
5-19 orang
Kecil
4
5-19 orang
Kecil
25
5-19 orang
Kecil
35
5
5-19 orang
Kecil
26
5-19 orang
Kecil
6
5-19 orang
Kecil
27
1-4 orang
Mikro
7
5-19 orang
Kecil
28
1-4 orang
Mikro
8
5-19 orang
Kecil
29
1-4 orang
Mikro
9
5-19 orang
Kecil
30
1-4 orang
Mikro
10
5-19 orang
Kecil
31
5-19 orang
Kecil
11
1-4 orang
Mikro
32
5-19 orang
Kecil
12
1-4 orang
Mikro
33
5-19 orang
Kecil
13
1-5 orang
Mikro
34
1-4 orang
Mikro
14
5-19 orang
Kecil
35
1-4 orang
Mikro
15
1-4 orang
Mikro
36
1-4 orang
Mikro
16
1-4 orang
Mikro
37
1-4 orang
Mikro
17
5-19 orang
Kecil
38
1-4 orang
Mikro
18
5-19 orang
Kecil
39
1-4 orang
Mikro
19
5-19 orang
Kecil
40
5-19 orang
Kecil
20
5-19 orang
Kecil
41
1-4 orang
Mikro
21
1-4 orang
Mikro
42
1-4 orang
Mikro
36
Lampiran 3 Tabel 3 : Alasan Tidak Memiliki Catatan Pendapatan dan Biaya Jumlah Responden 1
Persentase (%) 25
Tidak bermanfaat
3
75
Tidak Ada Bagian yang Mencatat Lainnya Total
4
-
Alasan Tidak Perlu
100
Sumber : data primer yang diolah, 2012
Lampiran 4 Tabel 4 : Alasan Tidak Memiliki Laporan Keuangan Jumlah Responden 20
Persentase (%) 68,97
Tidak Bisa Membuat
6
20,69
Tidak Bermanfaat
3
10,34
Lainnya
29
-
Alasan Tidak Perlu
Total
100
Sumber : data primer yang diolah, 2012
Lampiran 5 Tabel 5 : Alasan Tidak Memiliki Bagian Akuntansi Alasan Tidak Perlu Karyawan yang lain mampu mengatasi Usaha belum membutuhkan Total
Jumlah Responden 7
Persentase (%) 26,92
7
26,92
12 26
46,16 100
Sumber : data primer yang diolah, 2012
37
Lampiran 6 Gambar 1 : Pembelian bahan baku secara bersamaan dengan kebutuhan rumah tangga
Sumber : data primer yang diolah, 2012
Lampiran 7 Gambar 2 : Alokasi biaya listrik, telepon, dan air
Sumber : data primer yang diolah, 2012
38
Lampiran 8 Gambar 3 : Perlakuan atas pengambilan produk yang dipakai sendiri.
Sumber : data primer yang diolah, 2012
39
Kuesioner Penelitian Penerapan Asumsi Kesatuan Usaha pada Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga.
Saya mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Saya sedang menyusun sebuah karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi di Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Penerapan Asumsi Kesatuan Usaha pada Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga”. Semua data yang akan digunakan hanya untuk kepentingan ilmiah saja dan kerahasiaan akan terjaga. Demikian permohonan ini saya buat, atas ketersediaan dan partisipasi Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu mengisi kuesioner ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasinya.
Salatiga, September 2012 Hormat saya
Debby Florensia
40
I.
Profil Responden Nama
:
Alamat
:
Jenis kelamin
:
Profil usaha Nama usaha
:
Alamat usaha
:
Berilah tanda (X) pada setiap butir pertanyaan yang disajikan! 1.
Jenis usaha yang dilakukan? a. Manufaktur b. Dagang c. Jasa
2.
Produk/jasa utama yang dihasilkan ………………………….
3.
Jumlah karyawan/ pegawai yang Bapak/Ibu/Saudara/i miliki? a. 1-4 orang b. 5-19 orang
4.
Berapa lama usaha anda berdiri ? a. 1 bulan - ≤ 5 tahun b. 6 tahun - ≤ 10 tahun c. 11 tahun - ≤ 15 tahun 41
d. 16 tahun - ≤ 20 tahun e. 21 tahun - ≤ 25 tahun 5.
Apakah usaha anda memiliki catatan mengenai informasi pendapatan dan biaya yang dimiliki ? a. Ya b. Tidak, mengapa ? a) Tidak perlu b) Tidak bermanfaat c) Tidak ada bagian yang mencatat
6.
Apakah usaha anda memiliki laporan keuangan (Neraca, Laporan Laba Rugi, perubahan modal, laporan arus kas) ? a. Ya b. Tidak, mengapa ? a) Tidak perlu b) Tidak bisa membuat c) Tidak bermanfaat
7. Apakah usaha anda memiliki bagian atau unit khusus yang mengelola keuangan (bagian akuntansi)?
42
a. Ya b. Tidak, mengapa ? a) Tidak perlu b) Karyawan yang lain mampu mengatasi c) Usaha belum membutuhkan. 8. Apakah usaha anda melibatkan anggota keluarga baik inti (istri/suami, anak) maupun keluarga besar (keponakan, paman, bibi) sebagai tenaga kerja ? a. Ya b. Tidak 9. Apakah ada perhitungan gaji untuk mereka? (jawablah jika jawaban nomor 9 “YA”, jika tidak maka abaikan saja) a. Ya b. Tidak 10. Apakah biaya gaji tersebut dimasukkan ke dalam komponen biaya produksi usaha anda ? (jawablah jika jawaban nomor 10 “YA” jika tidak maka abaikan saja) a. Ya b. Tidak 43
11. Apakah pada saat anda membeli bahan baku untuk usaha, anda juga membeli kebutuhan Rumah Tangga sekaligus ? a. Ya b. Tidak 12. Jika anda membeli bahan baku sekaligus membeli kebutuhan Rumah Tangga, apakah anda memperhitungkan biaya transportasi yang dikeluarkan ? (jawablah jika jawaban nomor 12 “YA”, jika jawaban tidak maka abaikan saja) a. Ya b. Tidak 13. Apakah biaya transportasi tersebut dimasukkan ke dalam komponen biaya produksi? (jawablah jika jawaban nomor 13 “YA”, jika jawaban tidak maka abaikan saja) a. Ya b. Tidak 14. Apakah tempat usaha dan rumah pemilik usaha terpisah ? a. Ya b. Tidak
44
15. Jika tidak terpisah, apakah ada pemisahan rekening listrik, telepon, dan air untuk kepentingan usaha dan pribadi ? a. Ya b. Tidak ada 16. Apakah ada alokasi biaya telepon, listrik, dan air untuk kepentingan pribadi dan usaha ? a. Ya b. Tidak 17. Apakah ada pengambilan produk untuk dipakai oleh kalangan pribadi ? a. Ya b. Tidak 18. Jika ada apakah ada pencatatan khusus ? a. Ya, lalu apa yang dilakukan ? a) Hanya mencatat b) Menggantinya seharga produk tersebut b. Tidak
45