Eksplorasi dan Remodelling Akuntansi Pada Usaha Mikro Dan Kecil (UMK) Zipo Rohman Armando Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melakukan eksplorasi terhadap kegiatan akuntansi usaha mikro dan kecil di Kota Malang. Eksplorasi berfokus untuk mengetahui bagaimana kondisi kegiatan akuntansi dan mengapa kondisi tersebut terjadi, pemanfaatan informasi keuangan, dan memodelkan kegiatan akuntansi yang sesuai dengan kebutuhan usaha mikro dan kecil. Penelitian ini dilakukan pada usaha mikro dan kecil di Kota Malang dengan metode penelitian kualitatif deskriptif yang menggunakan metode pengambilan data dengan wawancara. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kondisi kegiatan akuntansi di usaha mikro sangat rendah partisipasinya. Hal ini disebabkan karena kegiatan akuntansi bukan hal yang penting, rendahnya pendidikan dan pelatihan pemilik tentang akuntansi, dan usaha lebih fokus pada produksi dan marketing daripada akuntansi. Selain itu, didapatkan bahwa informasi keuangan sangat rendah pemanfaatannya untuk kegiatan manajemen internal, akses kredit perbankan, dan perpajakan. Berdasarkan kondisi tersebut dibuatlah model pencatatan kas sederhana hingga pencatatan produksi yang mampu memenuhi kebutuhan usaha dalam manajemen internal, pemenuhan kredit perbankan, dan pelaporan perpajakan. Kata Kunci: Kegiatan Akuntansi, Eksplorasi, Remodel, Usaha Mikro dan Kecil
1. Pendahuluan Berdasarkan kontribusi dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan usaha yang strategis. Menurut Biro Pusat Statistik (2013), UMKM pada tahun 2012 memiliki porsi 98,82% dari total jumlah entitas usaha di Indonesia. Menyerap tenaga kerja sebesar 90,12% dari total angkatan kerja di Indonesia. Tetapi dalam realita, banyak ditemukan berbagai macam permasalahan yang menyebabkan UMKM tidak berjalan dengan baik dan sulit bergerak. Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan yang mengatakan bahwa kendala UMKM terletak pada permodalan dan sulitnya akses modal, rendahnya penggunaan teknologi, dan lemahnya pemasaran (Suhendra, 2013). Pernyataan sejenis juga disampaikan oleh Marie Elka Pangestu selaku Menteri Perdagangan, Marie mengatakan bahwa permasalahan UMKM meliputi akses informasi terhadap pasar, akses masuk kedalam pasar, permodalan yang terbatas, kepemimpinan pelaku usaha, persaingan dan jaminan order besar, dan birokrasi dalam menjalankan UMKM (Malau, 2011). Salah satu penyebab peliknya permasalahan yang terjadi di UMKM ialah kelemahan manajemen dalam penyediaan informasi akuntansi berupa laporan keuangan. Kenyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhairi (2004), Raharjo (1993), dan Benjamin (1990) bahwa praktek akuntansi pada usaha mikro masih rendah dan memiliki banyak kelemahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Srikadi dan Setyawan (2010) di Jogjakarta, usaha mikro dan kecil sebagian besar tidak menerapkan laporan keuangan sama sekali. Banyak pengelolaan keuangan dari pelaku UKM hanya sampai pada pengumpulan bukti transaksi dan sebagian kecil dari
mereka melanjutkan dengan mencatat traksaksi dan sebagian lagi melakukan perhitungan transaksi tanpa membuat laporan keuangan. Tanpa laporan keuangan, usaha mikro dan kecil akan kesulitan melakukan kegiatan manajerial yang penting bagi perkembangan usaha. Nicholls dan Holmes (1988) yang menyatakan bahwa informasi akuntansi merupakan alat yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Informasi akuntansi memiliki kemampuan dalam mengukur dan mengkomunikasikan informasi keuangan tentang kegiatan ekonomi usaha yang dapat digunakan sebagai langkah untuk mengambil keputusan dalam memecahkan masalah. Kelemahan dalam penyediaan laporan keuangan akan menjadi penyebab kegagalan utama perusahaan dalam melakukan kegiatannya (Peterson, Kometzky, & Ridgway, 1993) Berdasarkan penelitian penyebab tidak adanya laporan keuangan dalam UKM karena dikarenakan standard overload (Nair dan Rittenberg, 1983; Suhari dan Wahdini, 2006). Standard overload terjadi ketika standar laporan yang ada dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan usaha, terdapat beberapa item dan poin dalam standar laporan keuangan yang tidak diperlukan dan tidak sesuai dengan kebutuhan usaha yang dijalankan, sehingga pemilik merasa tidak perlu untuk mengikuti standar tersebut. Guna mengatasi permasalahan tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia telah menyesuaikan dengan kebutuhan usaha mikro dan kecil dengan membuat standar akuntansi khusus yakni Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntansi Publik (SAK ETAP). Walaupun telah dibuatkan standar yang lebih sederhana (SAK ETAP), tetap saja banyak UMKM yang tidak mengikuti
1
standar tersebut dengan berbagai macam alasan. Sari dan Setyawan (2012) menyampaikan bahwa kecilnya kapasitas usaha dan rumitnya pembuatan laporan keuangan yang menyulitkan untuk menerapkan siklus akuntansi secara benar. Selain itu nilai omset usaha sangat mempengaruhi penggunaan akuntansi pada usaha, semakin kecil omsetnya semakin sulit ditemui akuntansi dan laporan keuangan (Wati, 2011; Wahyudi, 2009). Wiliam, Chen, dan Tearney (1989) mengatakan bahwa rendahnya pendidikan, jenis usaha, omset usaha, kompleksitas usaha, dan lingkungan usaha mempengaruhi pemilik usaha untuk tidak membuat laporan keuangan.
2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mampu memberikan pemahaman tentang fenomena apa yang sedang terjadi secara menyeluruh dengan penggambaran secara deskriptif dalam bentuk bahasa dan katakata (Moleong, 2007). Penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur guna menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan mendalam. Estenberg dalam Sugiyono (2010: 233) mengemukakan wawancara semistruktur ialah wawancara yang dilakukan dengan instrumen namun pertanyaan lebih terbuka dan dapat berkembang tanpa harus terpaku pada instrumen yang telah ditetapkan guna mendapatkan jawaban yang lebih dalam, detail, dan mengekplorasi seluruh persepsi dan kondisi informan. Peneliti bertanya sesuai dengan instrumen pertanyaan yang telah disiapkan kemudian instrumen tersebut dikembangkan guna mengekplorasi jawaban informan lebih dalam dan mendetail sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan memberikan kriteria terhadap objek yang diteliti. Kriteria yang diberikan terdiri dari 4 hal, yaitu: 1.
Kegiatan usaha. UMKM yang dijadikan objek penelitian harus mewakili dari kegiatan usaha dagang, manufaktur, dan jasa. Pemilihan ini dikarenakan perbedaan kegiatan usaha berpengaruh terhadap kegiatan pencatatan dan administrasi di UMKM.
2.
Bentuk usaha Kriteria bentuk usaha dibedakan bedasarkan legalitas usaha tersebut. Usaha yang memiliki legal formal berupa PT dan CV akan memiliki perbedaan yang signifikan dalam pencatatan akuntansi dibandingkan dengan usaha perseorangan.
3.
Keikutsertaan dalam kredit perbankan Kemampuan UMKM untuk bankable akan menjadi penting dalam pemilihan usaha, karena usaha yang mampu memenuhi standar perbankan dianggap telah memiliki kemampuan untuk melakukan pelaporan keuangan.
4.
Ukuran usaha Kriteria ukuran usaha merupakan klasifikasi UMKM didasarkan pada kriteria UMKM berdasarkan yakni Biro Pusat Statistik (BPS) dan Undang-Undang No 20 Tahun 2008. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kriteria Usaha Kecil dan Menengah
Lembaga BPS1
Indikator Pekerja Kekayaan
Mikro <5 orang ≤ Rp. 50juta
Kecil 5-19 orang Rp.50 jutaRp.500 juta
Menengah 20-99 orang Rp.500 jutaRp. 10.000 juta 2 Pemerintah Omset ≤ Rp. 300 Rp.300 juta Rp. 2.500 juta – Rp 2.500 juta – Rp juta 50.000 juta Sumber : 1 Biro Pusat Statistik tahun 2008 ; 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah;
Berdasarkan hasil pencarian wawancara, dapatkan 10 orang informan yang berasal dari 12 usaha di Kota Malang. Data terkait informan dijelaskan dalam tabel berikut: Tabel 2. Nama dan Jabatan Informan No
Nama Usaha
1
PT Nusantara Media Solusi (konsultan IT) Nusantara Media Solusi (travel dan rental mobil) Nusantara Media Solusi (toko komputer) Franchise B-Travel Keripik Buah Legitz Pabrik Tahu Kripik Tempe Andhika Kripik Tempe Enak Kripik Buah Selamat Tri Bina Cipta Keramik
2
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Informan Lita Amelia
Jabatan Manajer Keuangan
Lita Amelia
Manajer Keuangan
Lita Amelia
Manajer Keuangan
Nugraha Hariya Nugraha Hariya Wawan Surti Aminah Hendra Shoheh dan Sari Rusdi
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
3. Analisis dan Pembahasan 3.1. Gambaran Umum Informan Informan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 10 (sepuluh) orang dari 12 unit UMKM yang berada di Kota Malang. Informan yang diteliti terdiri dari berbagai macam jenis usaha, yaitu usaha jasa, produksi, dan dagang. Sebaran informan juga mencakup hampir seluruh area yang ada di Kota Malang. Secara kekelembagaan usaha yang dijadikan objek penelitian secara umum (sekitar 80%) tidak memiliki lembaga atau merupakan usaha perseorangan. Sisanya (20%) telah memiliki lembaga yang jelas berupa PT dan CV. Hal ini menunjukkan bahwa objek penelitian merupakan usaha yang digerakkan atas dasar kepemimpinan dari pemilik tanpa struktur organisasi yang jelas. Segala aturan organisasi, keuangan, manajemen, dan seluruh kegiatan yang ada bersumber dan berasal dari pemilik usaha. Kelemahan yang dihadapi oleh usaha
2
tersebut umumnya berupa pembagian tugas dan wewenang, status karyawan, sistem penggajian dan kepegawaian yang tidak jelas. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kriteria UMKM berdasarkan BPS dan UU No. 20 Tahun 2008 terbagi dalam 2 kelompok, yakni mikro dan kecil. Namun jika diperbandingkan antara kriteria BPS dengan kriteria UndangUndang, didapati tidak semua usaha berada dalam kriteria yang sama kecuali usaha Jasa Konsultan IT PT Nusantara Media Solusi dan Keripik Tempe Andhika yang berada dalam kriteria kecil. Pembagian kriteria tersebut yakni: Tabel 3. Kriteria Informan Berdasarkan BPS dan UU No. 20 Tahun 2008 No 1
4
Nama Usaha PT Nusantara Media Solusi (konsultan IT) Nusantara Media Solusi (travel dan rental mobil) Nusantara Media Solusi (komputer) Franchise B-Travel
5
Keripik Buah Legitz
6
Pabrik Tahu
7
Kripik Tempe Andhika
8
Kripik Tempe Enak
9
Kripik Buah Selamat
10
Tri Bina Cipta
11
Keramik
12
CV. iTrus Malang
2
3
informasi keuangan dalam pengambilan keputusan. Tanpa laporan keuangan, keputusan ini akan sulit untuk dilakukan baik oleh pelaku usaha dan bank sebagai penyedia dana. Oleh karena itu, pembukuan dan pelaporan keuangan merupakan hal yang cukup penting dalam pertumbuhan dan perkembangan usaha (Rudiantoro dan Siregar, 2011). Berdasarkan hasil wawancara, penyediaan laporan keuangan sangatlah minim. Dari 12 usaha yang dijadikan sebagai informan penelitian terdapat 8 usaha yang tidak memiliki laporan keuangan. Informan tersebut menyampaikan bahwa mereka tidak memiliki sama sekali laporan keuangan baik dalam bentuk laba rugi, neraca, ataupun arus kas. Hal ini sesuai dari wawancara yang dilakukan kepada Aminah pemilik keripik Enak sebagai berikut:
∑ Pekerja 8 (kecil) 2 (mikro)
∑ Omset ± 1.500 juta (kecil) ± 100 juta (mikro)
∑ Kekayaan ± 150 juta (kecil) ± 450 juta (kecil)
“Saya tidak membuat laporan keuangan. Bagaimana Saya dapat membuat laporan keuangan, mencatat data keuangan jarang dilakukan. Kalau Saya ingin mencatat, ya Saya catat, jika tidak ada waktu ya tidak dicatat. Catatan yang Saya lakukan biasanya menuliskan uang masuk dan uang keluar”.
1 (mikro) 2 (mikro) 2 (mikro) 7 (kecil) 5 (kecil) 6 (kecil) 3 (mikro) 7 (kecil) 2 (mikro) 4 (mikro)
± 100 juta (mikro) ± 300 juta (kecil) ± 80 juta (mikro) ± 250 juta (mikro) ± 700 juta (kecil) ± 250 juta (mikro) ± 200 juta (mikro) ± 200 juta (mikro) ± 40 juta (mikro) ± 150 juta (mikro)
± 100 juta (kecil) ± 30 juta (mikro) ± 20 juta (mikro) ± 300 juta (kecil) ± 200 juta (kecil) ± 100 juta (kecil) ± 100 juta (kecil) ± 100 juta (kecil) ± 30 juta (mikro) ± 10 juta (mikro)
Pernyataan ini juga sesuai dengan penyampaian dari Hendra sebagai pemilik Keripik Buah Selamat.
Sumber: Data diolah.
3.2. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan, ditemukan beberapa kejadian dan kondisi di dalam UMKM yang kemudian digolongkan sesuai dengan subjek penelitian. Penggolongan ini yaitu rendahnya kegiatan akuntansi pada UMKM, penyebab rendahnya partisipasi kegiatan akuntansi pada UMKM, dan penggunaan analisa keuangan dalam usaha informan. Hasil wawancara ini dijelaskan dengan bentuk deskripstif sebagai berikut: 3.2.1 Rendahnya Kegiatan Akuntansi pada UMKM Laporan keuangan adalah alat komunikasi antara data keuangan dengan aktifitas usaha dengan proses akuntansi yang menghasilkan nilai usaha guna memberikan pandangan pada pengambilan keputusan (Lontoh dan Lindrawati, 2004). Laporan keuangan memiliki tujuan untuk memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:4), tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
“Catatan yang Saya buat tidak lengkap sepanjang tahun. Bahkan beberapa, pada bulan tertentu tidak setiap hari dicatat, tergantung mood”.
Pernyataan dari informan sesuai dengan hasil dari penelitian yang menyatakan bahwa pencatatan UMKM yang dilakukan umumnya tidak rapi dan tidak tertib. Penelitian Dianita (2011) menunjukkan bahwa UMKM yang diteliti secara umum tidak memiliki catatan kegiatan keuangan usaha secara tertulis dan rapi. Hal ini juga didukung oleh Putra dan Kurniawati (2012) yang menyimpulkan bahwa pencatatan yang dilakukan masih sangat sederhana dan seadanya. Hal tersebut juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2012) bahwa UMKM telah melakukan pencatatan, namun tidak sesuai dengan kaidah akuntansi yang tepat sehingga masih sulit untuk menilai kondisi UMKM apakah dalam keadaan untung, rugi, atau break even point. 3.2.2 Penyebab Rendahnya Partisipasi Kegiatan Akuntansi Secara teori, besar peranan laporan keuangan dalam usaha membuat usaha harus membuat laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi berdasarkan hasil wawancara yang telah dipaparkan, bahwa UMKM yang diteliti cenderung untuk tidak membuat laporan keuangan bahkan pembukuannya masih dinilai sangat rendah partisipasinya. Beberapa alasan tersebut ialah: 3.2.2.1 Akuntansi Bukan Hal yang Penting Persepsi merupakan suatu proses dari individu dalam memilih, mengelola, dan menginterpretasikan suatu rangsangan yang diterimanya ke dalam suatu penilaian terkait apa yang ada di sekitarnya (Schiffman dan Kanuk, 2010). Persepsi juga merupakan proses tentang petunjuk indra dan pengalaman masa lampau yang relevan untuk memberikan gambaran pada situasi tertentu (Ruch, 1967). Persepsi pemilik terhadap pentingnya laporan keuangan akan berpengaruh pada bagaimana tersajinya laporan keuangan. Persepsi negatif yang ditunjukkan pemilik terhadap laporan keuangan akan membuat motivasi untuk
3
menyediakan laporan keuangan rendah dan tidak tersedianya laporan keuangan dengan baik.
mengerjakan dan mencatat keuangan, apa lagi kalau sudah sibuk pasti ada yang lupa”.
Sebagian besar informan menunjukkan persepsi negatif tentang laporan keuangan. Motivasi mereka untuk menyediakan dan membuat laporan keuangan juga rendah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara di lembaga bimbingan Tri Bina Cita yang disampaikan oleh Sari, istri dari pemilik usaha yang merupakan administrasi, pemilik, dan juga tentor.
Beberapa peneliti juga menyimpulkan hal serupa. Peacock (1985) bahwa rendahnya pengetahuan akuntansi pemilik usaha menyebabkan banyak usaha yang mengalami kegagalan. Bahkan Riani (2011) menunjukkan bahwa banyak UKM yang memiliki kualitas SDM rendah dan mengakibatkan lemahnya manajemen yang dijalankan.
“Sebenarnya laporan keuangan itu penting, tetapi buat apa? Kita rasa belum butuh adanya laporan keuangan. Pemilik usaha ini kita berdua (Shoheh dan Sari). Selain itu kita bangun usaha ini dari nol, tanpa hutang, bisa beli tanah, bangun gedung, buka cabang, dan sebagainya. Mungkin suatu saat butuh jika sudah besar dan kami gak sanggup menanganinya lagi”.
3.2.2.3 Produksi dan Pemasaran Versus Akuntansi Pemilik usaha cenderung menitikberatkan produksi dan marketing daripada akuntansi. Menurut pendapat mereka, mempelajari produksi agar dapat lebih efisien dan efektif lebih penting dari pada belajar keuangan. Demikian pula dengan pemasaran, para informan sebagian besar berkeinginan belajar pemasaran agar penjualan bisa meningkat dan keuntungan lebih banyak didapat daripada belajar keuangan. Pemilik usaha kripik Enak, Aminah menyatakan:
Senada dengan itu, pemilik pabrik tahu mengatakan: “Kita dari awal berdiri, tidak ada laporan keuangan. Paling cuma catatan apa yang harus dicatat. Laporan keuangan tidak dibutuhkan, yang penting usaha jalan, dagangan tetep laku, kedele gak naik. Itu dah cukup”.
Kondisi yang dialami UKM terkait lemahnya persepsi akan pentingnya laporan keuangan juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Sari dan Setyawan (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara persepsi dan pengetahuan pelaku UKM tentang akuntansi, dimana akan mempengaruhi penggunaan informasi akuntansi yang ada. Narsa, Widodo, dan Kurniato (2012) menemukan bahwa pemilik UMKM memiliki persepsi bahwa pencatatan setiap transaksi dan aset itu bukanlah hal yang penting dalam kelangsungan usaha. 3.2.2.2 Rendahnya Pendidikan dan Pelatihan Pemilik Usaha tentang Akuntansi Dari segi pendidikan, pemilik rata-rata berada dalam tingkat SMA dan S1. Namun demikian, disiplin ilmu yang mereka miliki bukan berasal dari disiplin ilmu keuangan, sehingga mereka tidak paham tentang yang tujuan, fungsi, dan kegunaan laporan keuangan. Hal ini terbukti dari pendidikan S1 pemilik Kripik Legitz, Nugraha Hariya, yang merupakan lulusan jurusan S1 IT salah satu perguruan tinggi swasta di Malang. Nugraha berkata bahwa: “Buat apa laporan keuangan, yang penting tahu uang masuk, uang keluar, lak ketahuan bathi (untung), yang penting bisa jalan sesuai target. Buat beli ini itu dah cukup. Itu saja sudah bagus”.
Beberapa informan telah mendapatkan pelatihan tentang manajemen keuangan dan pembuatan laporan keuangan. Tetapi banyak di antara informan menyampaikan bahwa menghasilkan laporan keuangan itu susah. Wawan menyampaikan bahwa: “Walau mengikuti pelatihan, tidak mungkin tiba-tiba bisa. Perlu latihan terus menerus. Lebih baik membayar orang, praktis, simpel, dan gampang”.
Sesuai dengan hal ini, pemilik kripik Enak juga menyampaikan: “Dulu pernah ikut pelatihan produksi, keuangan, manajemen, dan lain-lain. Banyak, pokoknya. Tetapi kan tidak setelah itu langsung bisa. Tenaganya tidak cukup kalau ngurusi semua terutama laporan keuangan. Susah. Lebih baik fokus pada produksi dan marketing. Butuh banyak energi untuk
“Saya ini lebih suka belajar ilmu-ilmu baru tentang produksi, contohnya kripik ini. Setelah dapat pelatihan akhirnya Saya tau bagaimana agar kripiknya bisa lebih renyah. Cukup direndam dengan larutan kimia maka kripik buah bisa lebih enak. Tapi tentu saja tidak ada resiko dengan kesehatan. Ini pelatihannya juga dapat dari dosen FTP Brawijaya. Dari pada Saya belajar keuangan, hanya itung-itungan aja, kan udah ada kalkulator, harga jual dikurangi beli sama dengan laba atau rugi. Kalau kurang ya rugi kalau lebih ya untung. Ya gitu-gitu aja, simpel”.
Hal ini juga serupa dengan penyampaian Hendra sebagai pemilik usaha Keripik Buah Selamat: “Kalau ada pelatihan dari Pemerintah atau Brawijaya Saya lebih senang pelatihan marketing dari pada keuangan. Seperti desain produk, bungkus produk, atau distribusi, itu lebih bermanfaat dari pada keuangan karena langsung kerasa untung ruginya”.
Pemikiran ini menunjukkan bagaimana pemilik usaha terutama UKM menganggap bahwa keuangan merupakan “anak tiri” dari usaha. Mereka belum mampu melihat fungsi dan pentingnya keuangan sebagai alat analisa untuk meningkatkan usaha. Rodhiyah (2012) menemukan bahwa UKM cenderung menganggap bahwa penyelesaian kegiatan produksi lebih penting jika dibanding dengan pembukuan. 3.2.3 Penggunaan Informasi Keuangan dalam Usaha Informan Laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk menjelaskan informasi kondisi keuangan usaha. Untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan tidaklah cukup hanya melihat laporan keuangan, diperlukan analisis laporan keuangan agar informasi yang dimiliki dapat diintrepretasikan dengan baik. Dunia usaha memerlukan analisa keuangan sebagai alat untuk mendeskripsikan kondisi usaha sesuai dengan kebutuhan mereka serta menjawab kondisi tersebut dengan strategi tertentu (Munawir, 2010: 31). Hal ini juga berlaku pada informan usaha yang memerlukan analisa keuangan sebagai alat untuk menjawab permasalah yang mereka butuhkan. 3.2.3.1 Infomasi Keuangan Guna Analisa Manajemen Analisa dilakukan oleh manajemen untuk mengukur kondisi usaha secara lengkap dan menyeluruh agar dapat diambil suatu tidakan yang berguna bagi perkembangan usaha. Analisa ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kondisi dan
4
kinerja perusahaan dan membantu mengidentifikasi penyimpangan dari rata-rata atau standar industri (Darsono dan Ashari, 2009: 51).
“Kami jarang seh kredit, namun beberapa waktu lalu ada beberapa orang yang menawarkan KUR. Dapat kredit usaha 25 juta buat beli mesin dan alat-alat”.
Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa beberapa UKM melakukan analisa internal dengan cara yang sederhana. Hal ini terjadi karena mereka tidak mampu menyediakan laporan keuangan yang dapat digunakan sebagai bahan utama dalam analisa keuangan. Pemilik Pabrik Tahu, Wawan, menyampaikan bahwa:
Walaupun demikian, terdapat beberapa kondisi tertentu yang memerlukan laporan keuangan seperti pemberian kredit atau hibah oleh pemerintah. Syarat yang diberikan dan harus terpenuhi ialah laporan keuangan dan proposal kebutuhan yang diperlukan. Namun beberapa UKM tidak mampu menyediakan hal tersebut sehingga meminta pada kerabat atau orang yang dianggap mampu guna menyediakan laporan keuangan dan proposal yang diminta. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Surti yang menyampaikan bahwa:
“Saya tidak pakai analisa, ya paling catatan itu aja. Kalau bayar utang ya bayar utang, kalau tagih ya ditagih. Gitu aja gak usah susah-susah. Kalau mau mengembangkan usaha ya ditabung. Kalau mendesak ya pinjem. Ya analisa itu saja”.
Analisa yang digunakan cenderung menggunakan analisa sederhana guna menjembatani kebutuhan jangka pendek. Hal ini dilakukan karena dianggap kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan paling mendesak dan harus segera disikapi. Hal ini sesuai dengan informasi dari Djoko Susilo, sebagai pemilik iTrust, menyatakan bahwa: “Analisa yang Saya gunakan dari rencana keuangan hanya berkisar berapa-berapa keuntungan yang Saya dapat, marginnya berapa, gaji dan bonus karyawan itu saja. Tidak menggunakan analisa yang rumit dan susah. Saya melakukan hal tersebut untuk memproyeksikan kira-kira usaha ini bisa jalan apa tidak. Karena sebagai jasa konsultan, karyawan adalah hal yang paling penting”.
Rodhiyah (2012) menyampaikan bahwa pencatatan keuangan yang dilakukan belum dapat dipakai sebagai laporan kinerja keuangan, akibatnya tidak bisa digunakan untuk memprediksi kegiatan usaha maupun sebagai pertanggungjawaban kepada pihak-pihak terkait antara lain pihak perbankan, pemasok, maupun pemerintah terkait dengan pajak. Narsa, Widodo, dan Kurnianto (2012) juga menyatakan bahwa UMKM umumnya tidak memiliki laporan keuangan yang sesuai dengan standar sehingga mengalami kesulitan untuk dilakukan analisa oleh internal dan perbankan. 3.2.3.2 Informasi Keuangan Guna Kredit Perbankan Hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat 2 informan yang melakukan pinjaman kredit terhadap perbankan dan 1 usaha yang mendapatkan hibah dari pemerintah. Kredit dalam usaha digunakan untuk membiayai kegiatan nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja, dengan dana tersebut maka pihak nasabah akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya (Kasmir, 2008: 105). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan pihak PT Nusantara Media Solusi, dimana Lita Amelia menyampaikan bahwa: “Kami melakukan kredit kepada salah satu bank swasta. Nilainya cukup besar, di atas 100 juta rupiah. Hal ini kami lakukan untuk membiayai modal awal proyek jaringan pembayaran PLN”.
Pernyataan senada disampaikan oleh dengan pengusaha kripik Enak bahwa dalam memenuhi kebutuhan usaha mereka melakukan pinjaman. Pemilik kripik Enak menyampaikan bahwa:
“Sekali waktu pernah ada yang bilang, ada hibah dari pemerintah untuk usaha. Apa gitu, sudah lama. Tapi dengan catatan suruh bikin proposal hibah dan sebagainya, termasuk laporan keuangan. Dari pada susah membuat, akhirnya minta tolong saudara untuk buat proposalnya. Isinya gimana gak tau, yang penting Saya bilang pingin alat ini sebesar Rp. 10.000.000,-. Trus proposalnya dikirim akhirnya dapat juga”.
Berdasarkan dua kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan UKM dalam analisa kredit sebenarnya tidaklah rumit. Analisa kredit tidak memerlukan laporan keuangan secara lengkap dengan penyajian yang wajar namun cenderung pada pencatatan transaksi yang ada serta bukti transaksi pendukung sebagai bentuk konfirmasi pencatatan yang ada. Hal ini sesuai dengan penelitian Narsa, Widodo, Kurnianto (2012) bahwa UMKM yang memiliki catatan keuangan yang baik mampu mengakses kredit perbankan sehingga masalah permodalan dapat diatasi. Melalui pencatatan yang dilakukan dapat dinilai kondisi usaha apakah layak atau tidak mendapatkan kredit usaha. 3.2.3.3 Informasi Keuangan Guna Perpajakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto yang belaku efektif pada 1 Juli 2013 menunjukkan bahwa UMKM yang menerima penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 milyar dalam satu tahun pajak, dikenakan pajak penghasilan bersifat final dengan tarif 1%. Keputusan ini menunjukkan bahwa semua UMKM yang berada di Indonesia, kecuali UKM tertentu, wajib membayar pajak. Mereka diharuskan menghitung seluruh omset yang mereka miliki kemudian melakukan penyetoran kepada Dirjen Pajak senilai 1% dari omset mereka. Guna menentukan nilai omset usaha sesuai dengan kebutuhan perpajakan, maka diperlukan suatu alat untuk mengambarkan keuangan usaha. Alat tersebut dapat berupa laporan keuangan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa UKM tidak memiliki laporan keuangan sehingga tidak mampu untuk menunjukkan nilai omset yang mereka butuhkan untuk menilai pajak. Walaupun demikian, penilaian omset dapat tetap dilakukan dengan catatan harus tersedia pembukuan dan bukti transaksi sebagai pendukung usaha. Pembukuan usaha akan mempermudah untuk menentukan berapa penjualan yang dilakukan oleh UKM selama satu tahun. Hasil wawancara, menunjukkan bahwa usaha yang membayar pajak hanya 1 usaha saja, yaitu PT Nusantara Media Solusi sebagai konsultan IT. Mereka tidak hanya melapokan
5
pajak namun juga menggunakan teknik pelaporan perpajakan tertentu guna meringankan pajak mereka namun tetapi tidak menyalahi aturan yang berlaku. Lita Amelia menyampaikan bahwa: “Kami membuat laporan pajak. Soalnya Kami bentuk PT, sudah terdaftar di Dirjen Pajak. Untuk analisa dan laporan perpajakannya, Saya analisa sendiri biar pajaknya bisa rendah. Ya laporannya kami smoothing dan rapikan. Dulu dikampus, sedikit pernah belajar tentang pajak. Soalnya kami PT yang kegiatan utamanya konsultan IT, jadi hubungannya sama pengadaan barang dan jasa. Takutnya ketika ada urusan apa-apa yang berhubungan sama pajak akan beresiko bagi usaha. Selain itu karena konsultan terkadang langsung dipungut sama pihak pembayar jadi selalu terekam apa saja yang kami lakukan”.
Berbeda dengan usaha PT Nusantara Media Solusi sebagai konsultan IT, informan lainnya tidak melakukan analisa, membuat laporan pajak, dan membayar pajak. Berbagai alasan dikemukakan oleh UKM, salah satunya dikarenakan tidak tersedianya data dan keinginan membayar pajak yang rendah. Hal ini diungkapkan oleh Wawan selaku pemilik Pabrik Tahu: “Saya tidak bayar pajak. Laporan keuangan aja gak ada, apa yang mau dilaporkan. Kalau orang pajaknya datang kesini ya terserah. Itungen sendiri berapa pajaknya. Kan tinggal bayar”.
Pajak seringkali dianggap memberatkan pelaku usaha, sehingga mereka tidak membuat laporan perpajakan. Hariya pemilik Keripik Legitz menyampaikan:
c.
Sebagai dasar pengambilan pengembangan UMKM.
3.2.4 Rancang Model Laporan Keuangan dan Informasi Akuntansi yang Sesuai Dengan Kebutuhan UMKM Dalam memodelkan pencatatan dan pelaporan UMKM perlu dibuatkan model pencatatan keuangan yang sederhana dan mudah dimengerti oleh UMKM (Narsa, Widodo, Kurnianto, 2012). Hal ini sejalan dengan suvey yang dilakukan oleh Grant Thornton Org. (2011) bahwa banyak pelaku usaha dan akuntan setuju untuk melakukan penyederhanaan terhadap laporan keuangan yang ada dan jika dilakukan penyederhaan maka 80% pelaku usaha akan menerapkannya. Meskipun demikian, pelaporan keuangan UMKM yang dibuat lebih sederhana harus sesuai dengan kebutuhan UMKM akan analisa internal, analisa perpajakan, dan keperluan kredit usaha. Selain itu, laporan keuangan yang disajikan juga harus mampu memenuhi tujuan pelaporan keuangan, yaitu: a.
Memberi informasi yang reliabel dan akuntabel mengenai posisi keuangan UMKM.
b.
Sebagai bahan untuk menilai kinerja UMKM.
untuk
Beberapa penelitian terdahulu ditemukan bahwa kebutuhan UMKM tentang informasi keuangan ditentukan oleh volume usaha. Wati (2011) menemukan bahwa omset usaha berpengaruh terhadap penerapan akuntansi. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Wahyudi (2009) bahwa omset usaha berpengaruh terhadap persepsi pemilik usaha mengenai penerapan akuntansi. Semakin besar omset suatu usaha, semakin besar pula informasi yang dibutuhkan oleh usaha, sehingga semakin besar pula penerapan akuntansi dalam usaha tersebut. Berdasarkan pendekatan atas informasi dasar akuntansi dalam UMKM dan pendekatan teori bahwa volume usaha berpengaruh terhadap akuntansi maka dibuatlah sebuah formulasi kebutuhan pencatatan berdasarkan besaran usaha. Formulasi ini merupakan tahapan kapan sebuah usaha membutuhkan pencatatan kas sederhana, kapan suatu usaha memerlukan kartu hutang, kartu piutang, kartu gaji, dan kartu produksi, serta laporan keuangan, dan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan SAK ETAP. Fomulasi ini tersaji dalam Bagan 1 yang berisikan level kebutuhan pencatatan dan laporan keuangan. Bagan 1. Level Kebutuhan Pencatatan dan Laporan Keuangan
“Kami tidak pernah melakukan perhitungan pajak untuk usaha. Paling orang pajaknya juga tidak tahu berapa yang harus kami setor. Bahkan mungking orang pajak tidak tahu kalau ada usaha ini”.
Penelitian Suhari dan Wahdini (2006) yang menyatakan bahwa laporan keuangan untuk tujuan perpajakan terlalu banyak biaya daripada manfaat yang diberikan, sehingga UMKM lebih banyak untuk tidak membuat laporan keuangan. Neag, Masca, dan Pascan (2009) menemukan bahwa laporan keuangan UMKM yang terstandar (IFRS dan SAK) masih terlalu kompleks untuk usaha mikro dan kecil, terlebih untuk memenuhi tujuan perpajakan, tidak dapat diaplikasikan dan susah untuk dipenuhi.
keputusan
Level 2 Pencatatan Transaksi Lainnya seperti Hutang, Piutang, dan lain-lain Level 1 Pencatatan Kas (Mikro) sederhana (Mikro)
Level 3 Penyusunan Laporan Keuangan Neraca dan Laba Rugi (Kecil)
Level 4 Penyusunan Laporan Keuangan Sesuai SAK ETAP (Menengah)
Bagan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Level 1: menunjukkan level paling dasar, dimana setiap usaha wajib dan harus mencatat kas keluar masuk. Pencatatan pada level satu mengindasikan kebutuhan dasar bagi setiap usaha. Dengan pencatatan sederhana, usaha mampu melakukan berbagai analisa seperti jumlah omset, total transaksi per hari, rekam jejak biaya produksi, pembayaran karyawan dan sebagainya. Dasar ini akan memudahkan kebutuhan analisa internal, kebutuhan analisa kredit, dan kebutuhan pelaporan perpajakan. Level 2: menunjukkan transaksi khusus yang intensitasnya telah tinggi dalam usaha. Transaksi ini menjadi penting karena merupakan bagian dari usaha yang tidak terpisahkan dan berhubungan langsung dengan kertersediaan kas. Transaksi yang memerlukan pencatatan khusus karena intensitasnya meningkat ialah penjualan, hutang, piutang, dan produksi. Level 3: penyusunan laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi. Penyusunan laporan keuangan diperlukan ketika
6
volume usaha semakin meningkat dan besar. Kebutuhan analisa keuangan yang lebih kompleks dibutuhkan guna menjelaskan kondisi usaha yang sesuangguhnya. Contohnya pada usaha PT Nusantara Mitra Solusi yang membuat neraca yang digunakan sebagai pertanggungjawaban kepada pemilik dan melaporkan peningkatan ekuitas masing-masing pemilik. Selain itu, laporan keuangan diperlukan untuk masuk ke dalam lembaga-lembaga tertentu guna mengakses kredit yang lebih besar, kerjasama penjualan yang lebih tinggi, atau pengabungan usaha. Karena kebutuhan ini, maka laba rugi dibutuhkan untuk menunjukkan sejauh mana usaha mampu menghasilkan keuntungan, serta bagaimana usaha meningkatkan ekuitas pemilik. Level 4: penyusunan laporan keuangan sesuai dengan SAK ETAP. Penyusunan laporan keuangan sesuai standar yang ditentukan oleh peraturan jika usaha menjadi lebih besar dan kompleks. Terlebih jika usaha memiliki omset Rp4,8 milyar, maka diperlukan laporan keuangan yang sesuai standar, yakni SAK ETAP yang merupakan standar akuntansi yang ditujukan untuk UMKM. Penggunaan laporan keuangan sesuai SAK ETAP hanya diformulasikan bagi UMKM yang usahanya telah kompleks dan mampu menyediakan tenaga kerja khusus dalam bidang akuntansi, terlebih jika terdapat software akuntansi yang digunakan dalam usaha tersebut. Hal ini akan memudahkan usaha karena kebutuhan analisa internal tidak hanya analisa sederhana, tapi jauh lebih kompleks guna membuat usaha semakin efektif dan efisien. Dari segi kebutuhan kredit, usaha dalam tingkatan ini juga membutuhkan permodalan yang besar dalam usahanya, sehingga pihak perbankan memerlukan analisa yang lebih dalam dengan jaminan yang sesuai dengan kondisi usaha. Dari segi perpajakan, nilai pajak tidak lagi ditentukan oleh omset sebagai acuan utama, tetapi terdapat PKP (Penghasilan Kena Pajak) yang dihitung berdasarkan omset dikurangi biaya dan PKP yang telah diketahui yang dihitung kembali berdasarkan prosentase tertentu untuk mengetahui jumlah pajak yang dibebankan. Oleh karena itu, dalam penyajian perpajakan diperlukan teknik khusus guna membuat laporan perpajakan yang baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam SAK ETAP laporan yang perlu disajikan ialah Laporan Laba rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
Dalam penelitian ini juga ditemukan kebutuhan UMKM tentang penggunaan informasi akuntansi. Mereka menginginkan informasi akuntansi mampu menjembati kebutuhan internal mereka dalam analisa manajemen secara sederhana seperti hutang, piutang, gaji, dan produksi. Mereka juga membutuhkan informasi akuntansi mampu menjebatani persyaratan untuk memenuhi kredit perbankan. Selain itu mereka juga membutuhkan informasi akuntansi yang mampu menjembatani masalah perpajakan UMKM walaupun mereka belum tentu melakukan pembayaran pajak. Guna menjembatani permasalahan rendahnya intensitas akuntansi dan kebutuhan akan informasi akuntansi usaha mikro dan kecil dibuatlah rancang model memudahkan mereka dalam melakukan kegiatan akuntansi tetapi juga mampu menyelesaikan kebutuhan mereka tentang informasi akuntansi. Rancang model ini terdiri dari pencatatan kas sederhana yang merupakan induk dari informasi akuntansi yang ada, catatan piutang, catatan hutang, catatan gaji, dan catatan produksi. Rancang model yang telah dibuat kemudian dianalisa lebih lanjut berdasarkan kapasitas dan volume usaha mereka. Pembagian ini di gambarkan dalam 4 level usaha yakni: level 1, usaha mikro dengan volume usaha kecil; level 2, usaha mikro dengan volume usaha sedang; level 3, usaha kecil; level 4, usaha sedang terutama jika volume usaha mampu mencapai Rp4,8 Milyar sesuai dengan batas maksimum pajak UMKM.
5. Daftar Pustaka [1]
[2]
[3]
[4] [5] [6]
4. Kesimpulan Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Kota Malang tentang kegiatan akuntansi UMKM. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menghasilkan kesimpulan bahwa pencatatan keuangan usaha mikro dan kecil intensitasnya rendah. Mereka cenderung untuk tidak melakukan pencatatan transaksi dengan baik. Sedikit usaha yang melakukan pencatatan dengan lengkap hingga terbentuk laporan keuangan. Rendahnya intensitas pencatatan dalam UMKM disebabkan karena beberapa faktor, yaitu: (1). Pemilik memiliki persepsi bahwa pencatatan, pembukuan, dan pelaporan bukanlah hal yang penting. (2). Rendahnya pendidikan dan pelatihan pemilik tentang akuntansi sehingga mereka tidak mengetahui bagaimana melakukan pencatatan, pembukuan, dan pelaporan. (3). Kecenderungan pemilik untuk fokus pada kegiatan produksi dan marketing dari pada akuntansi, seolah-olah akuntansi adalah anak tiri dalam usaha.
[7] [8] [9] [10]
[11] [12] [13]
[14]
[15]
_________. (2008). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. _________. (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Jakarta: Kementrian Sekertaris Negara. Anggraeni, I. (2012). Penerapan Sistem Akuntansi Sederhana pada UKM Cireng Cageur Group Bogor. Skripsi. Bogor: IPB: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Benjamin, W. (1990). Laporan Keuangan (Ikhtisar Akuntansi) Perusahaan Kecil. Seminar Akuntan Nasional. Surabaya. Biro Pusat Statistik. (2008). Indikator Makro Ekonomi Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2003. BPS. Biro Pusat Statistik. (2013). Jumlah Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. BPS. Darsono, dan Ashari. (2009). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta: Andi. Dianita, I. (2011). Studi Penerapan Pencatatan Keuangan pada Usaha Mikro dan Kecil. Skripsi. Surabaya: UPN Veteran. Grant Thornton (Org). (2001). Simplifying Financial Reporting Survey. Grant Thornton (Org). Holmes, S., dan Nicholls, D. (1988). An Analysis of The Use of Accounting Information by Australian Small Business. Journal of Small Business Managemen. Volume 26 (20), 57-68. Ikatan Akuntansi Indonesia. (2007). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Kasmir. (2008). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers. Lontoh, F. O., dan Lindrawati. (2004). Manajemen Laba Dalam Persepsi Etis Akuntan Di Pulau Jawa. Jurnal Wida Manajemen & Akuntansi, 4(1), 1-26. Malau, S. (2011). Inilah Enam Masalah UKM di Tiap Negara. (http://www.tribunnews.com/bisnis/2011/07/11/inilah-enam-masalahukm-di-tiap-negara, diakses pada 1 November 2013) Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
7
[16] Munawir. (2010). Analisis Laporan Keuangan (Edisi Keempat). Yogyakarta: Liberty. [17] Narsa, I. M., Widodo, A., dan Kurnianto, S. (2012, Desember). Mengungkap Kesiapan UMKM dalam Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa AKuntabilitas Publik (PSAK-ETAP) Untuk Meningkatakan Akses Modal Perbankan. Majalah Ekonomi, Volume XXII, No 3: 204-214. [18] Neag, R., Masca, E., dan Pascan, I. (2009). Actual Aspects Regarding The IFRS For SME Opinion, Debates, and Future Development. Annales Univertsitatis Apulensis Series Economica, Volume 11(1). [19] Peacock, R. (1985). Finding the Causes of Small Bussines Failure. Management Forum, Volume 11(2). [20] Peterson, R.A., Kometzky, G., dan Ridgway, N.M. (1993). Perceived Causes of Small Bussines Failure: A Research Note. American Journal of Small Bussines. Volume 8 (1): 15-19. [21] Putra, H. A., dan Kurniawati, E. P. (2012). Penyusunan Laporan Keuangan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Berbasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Jurnal Pekan Ilmiah Dosen FEB (halaman. 547-580). Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana: Fakultas Ekonomika dan Bisnis. [22] Raharjo, M. D. (1993). Faktor-faktor keuangan yang mempengaruhi usaha kecil dan menengah di Indonesia. In K. J. Akrasanee, Aspek-aspek finansial usaha kecil dan menengah; Studi kasus Asean (hal. 16-50). Jakarta: LP3ES. [23] Riani, N. Z. (2011). Indentifikasi Permasalahan dan Kerangka Pengembangan Kluster UMKM Sandang di Bukittinggi Sumatra Barat. TINGKAP, 51-64. [24] Rodhiyah. (2012). Kajian Tentang Akuntabilitas Usaha Kecil Menengah Melalui Laporan Keuangan. Skripsi. Semarang: UNDIP: Jurusan Administrasi Bisnis. [25] Ruch, F. L. (1967). Psychology and Life. Atlanta: Foresman and Company.
[26] Rudiantoro, R., dan Siregar, S. V. (2011). Kualitas Laporan Keuangan UMKM Serta Prospek Implementasi SAK ETAP. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh 2011: 21-22. [27] Sari, R. N., dan Setyawan, A. B. (2012). Persepsi Pemilik dan Pengetahuan Akuntansi Pelaku USaha Kecil dan Menengah Atas Penggunaan Informasi Akuntansi. Seminar Nasional UPI Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. [28] Schiffman, L. C., dan L., K. L. (2010). Prilaku Konsumen. Jakarta: Indeks. [29] Srikandi, C., dan Setyawan, A. (2010). Analisis Penerapan Siklus Akuntansi Pada Usaha Kecil dan Menengah di Daerah Istimewa Yogyakarta. STIE Nusa MegarKencana E-Journal. [30] Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. [31] Suhairi. (2004). Personalitiy, Accounting Knowledge, Accounting Information Usage, and Performance: A Research On Entrepreneurship Of Indonesia Medium Industries. Desertasi. Malaysia: USM. [32] Suhari, dan Wahdini. (2006). Persepsi Akuntan Terhadap Overload Standar Akuntansi Keunagan (SAK) Bagi USaha Kecil Dan Menengah. Makalah yang disamapaikan pada SNA IX Padang. [33] Suhendra, Z. (2013). Di Forum APEC 2013, Syarief Hasan Beberkan 3 Masalah UKM Indonesia. (http://finance.detik.com/read/2013/10/05/ 104457/2378640/1036/di-forum-apec-2013-syarief-hasan-beberkan-3masalah-ukm-indonesia diakses pada 1 November 2013) [34] Wahyudi, M. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Yogyakarta. Tesis. Semarang: Universitas Dipenogoro Semarang. [35] Wati, E. E. (2011). Persepsi Para Pelaku UKM (Usaha Kecil dan Menengah) Terhadap Penerapan Akuntansi. Skripsi. Surabaya: Sekolah Ringgi Ilmu Ekonomi Perbanas. [36] Williams, L., Chen, R., dan Tearney, M. (1989). Accounting Standards: Overload for Small Business. The National Public Accountant, 40-43.
8