/Tf'y $2
@f MEMPELAJARI METODE REDUKSI KADAR HISTAMIN DALAM PEMBUATAN PlNDANG TONGKOL
Oleh IDA AYU IRASTINA DANUR F 25.0223
1993
F A K U L T A S TEKNOLOGI PERTANIAN i N S T l T U T PERTANIAN B O G O R BOGOR
Ida Ayu Irastina Danur. F25.0223. Mempelajari Metode Reduksi Kadar Histamin Dalam Pembuatan Pindang Tongkol. Di bawah bimbingan Suliantari dan Sutrisno Koswara.
Pemindangan merupakan salah satu bentuk olahan tradisional yang cukup populer di Indonesia.
secara ini
disebabkan
yang
spesifik
karena ikan pindang
mempunyai
sehingga dapat diterima
oleh
ikan Hal
citarasa
masyarakat
Indonesia. Masalah
yang dihadapi dalam pembuatan ikan
adalah terbentuknya suatu senyawa yang dapat
pindang
menyebabkan
keracunan yaitu biogenik amin akibat sanitasi yang
buruk
selama pengolahan maupun penyimpanan. Biogenik
amin
adalah
senyawa
amin yang terbentuk
sebagai hasil proses dekarboksilasi asam amino bebas yang terdapat di dalam tubuh ikan. Senyawa biogenik amin paling min.
sering terbentuk pada ikan pindang adalah Senyawa ini terbentuk akibat proses
histidin
yang
hista-
dekarboksilasi
yang banyak terdapat di dalam tubuh
ikan
oleh
enzim dekarboksilase mikroba. Penelitian terbaik
yang
ini
dapat
bertujuan
untuk
mengurangi
kadar
mengetahui histamin
pembuatan ikan pindang tongkol dengan cara dan
menekan
faktor-faktor
pendorong
cara dalam
mengendalikan terbentuknya
histamin, yaitu:
konsentrasi garam, lama pemasakan
dan
cara serta lama penyimpanan produk akhir. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu
peneli-
tian
pendahuluan dan penelitian lanjutan. Dalam. peneli-
tian
pendahuluan dilakukan survei lapangan tentang
pengolahan Barat),
ikan pindang di daerah Pelabuhan Ratu
cara penanganan dan penyimpanan produk
berbagai
pasar
di
konsentrasi histamin
daerah
Bogor
serta
pada produk pindang
cara (Jawa
jadi
di
menganalisa tongkol
yang
penelitian lanjutan dilakukan pembuatan
ikan
diambil dari pasar. Pada
pindang tongkol dengan memodifikasi metoda yang diperoleh dari
lapangan. Analisa yang dilakukan adalah kadar
kadar garam,
abu, kadar lemak, kadar protein, pH,
secara
TVN dan TMA serta nilai
histamin, kadar
kecernaan protein
vitro.
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kadar dengan
air,
abu
dan
peningkatan
kadar garam serta. penurunan
semakin
lamanya waktu
pemasakan
kadar
dalam
air
suasana
bergaram. Selain itu dengan semakin lamanya waktu penyimpanan
pindang menyebabkan peningkatan nilai TVN dan
TMA
serta penurunan daya cerna. lamanya
waktu
dapat meningkatkan ketahanan produk
dari
Konsentrasi pemasakan
garam
yang tinggi
dan
rekontaminasi mikroba pembentuk histamin selama panan,
namun
dilain pihak dapat menyebabkan
penyimkerusakan
zat-zat
gizi makanan. Pembentukan histamin dapat
dalikan dengan
memperhatikan kesegaran bahan
diken-
baku
dan
sanitasi selama pengolahan dan penyimpanan pindang. Berdasarkan penelitian diperoleh pindang dapat
yang
menekan
cara
terbaik dengan memperhatikan pembentukan
histamin
pembuatan
faktor
tanpa
mengabaikan
komposisi gizi yang terkandung di dalamnya adalah menggunakan
yang
dengan
konsentrasi garam 20% dan lama pemasakan
menit dengan catatan kesegaran bahan baku dan
60
kebersihan
selama pengolahan dan penyimpanannya harus diperhatikan. Lama lebih
pgnyimpanan pindang yang
baik
dari dua hari dan pindang disimpan
tertutup.
adalah dalam
tidak
keadaan
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
MEMPELAJARI METODE REDUKSI KADAR HISTAMIN DALAM PEMBUATAN PINDANG TONGKOL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GI21 Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh IDA AYU IRASTINA DANUR F25.0223
1993 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAXULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
MEMPELAJARI METODE REDUKSI KADAR HISTAMIN DALAM PEMBUATAN PINDANG TONGKOL
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh IDA AYU IRASTINA DANUR F25.0223 Dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1969 di Jakarta
Tanggal lulus
: 13 Mei 1993
Disetujui
Ir. Sutrisno Koswar Dosen Pembimbing I1
Dosen Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena penulis telah berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dalam melakukan penelitian maupun penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai
pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dra. Suliantari, MS dan Ir. Sutrisno Koswara
selaku
Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu-
nya untuk memberikan bimbingan
dan saran yang sangat
berharga kepada penulis. 2.
Drh.
Slamet Ma'oen selaku dosen penguji
yang
telah
meluangkan waktunya untuk menguji penulis. 3.
Pak Wahid, Pak
Basri, Pak
Mu1
dan Pak Ganda
yang
telah membantu penulis selama melakukan penelitian di laboratorium. 4.
Bapak
dan Ibu tercinta yang menjadi
kekuatan moril
penulis. 5.
Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian
tugas akhir ini yang tidak dapat
dise-
butkan satu persatu.
Bogor, Mei 1993 Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
.................................. iv DAFTAR IS1 ...................................... v DAFTAR TABEL .................................... vii DAFTAR GAMBAR ................................... viii ix DAFTAR LAMPIRAN ................................. I. PENDAHULUAN ................................ 1 I1 . TINJAUAN PUSTAKA ........................... 4 A . STRUKTUR IKAN TONGKOL ................... 4 B . PROSES PEMINDANGAN ...................... 5 C . HISTAMIN ................................ 10 D . GARAM SEBAGAI PENGAWET .................. 17 I11. METODA PENELITIAN .......................... 21 A . BAHAN ................................... 21 B . ALAT .................................... 22 C . METODE .................................. 22 D . RANCANGAN PERCOBAAN ..................... 31 IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ....................... 34 A . PENELITIAN PENDAHULUAN .................. 34 1. Survei Lapang Tentang Cara Pengolahan
KATA PENGANTAR
Pindang di Pelabuhan Ratu (Jawa Barat)
2
. Tata
Cara Penanganan dan Penjualan Produk Jadi Ikan Pindang pada Berbagai Pasar di Daerah Bogor
..................
3
34
. Penghitungan Konsentrasi Histamin dari Beberapa Jenis Pindang ...............
39
40
.
..................... 1. Kadar Air ............................ 2 . Kadar Abu ............................ 3 . Kadar Garam .......................... 4 . Kadar Lemak .......................... 5 . Kadar Protein ........................ 6 . Nilai pH ............................. 7 . Kadar TVN ............................ 8 . Kadar TMA ............................ 9 . Daya Cerna In Vitro .................. 10 . Histamin ............................. V . KESIMPULAN DAN SARAN ....................... A . KESIMPULAN .............................. B . SARAN ................................... DAFTAR PUSTAKA .................................. B
PENELITIAN LANJUTAN
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel Tabel
1. Kadar asam amino bebas beberapa jenis ikan
..................................
2. Kandungan histamin beberapa jenis pro-
duk ikan Tabel
..............................
Tabel Tabel
..........
..................................
5. Komposisi kimia ikan tongkol segar dan ikan pindang tongkol pasar 6.
41
Rata-rata kadar air pada perlakuan lama pemasakan dan cara penyimpanan
44
........
7. Rata-rata kadar lemak pada perlakuan
...
51
8. Rata-rata pH pada perlakuan lama pema-
sakan Tabel
40
............
lama pemasakan dan lama penyimpanan Tabel
18
4. Kandungan histamin dari beberapa pin-
dang Tabel
17
3. Komposisi garam dapur, dianalisa di La-
boratorium kimia organik IPB Tabel
15
.................................
55
9. Rata-rata kadar TVN pada perlakuan lama
........
56
Tabel 10. Rata-rata daya cerna pada perlakuan lama pemasakan dan lama penyimpanan
59
pemasakan dan lama penyimpanan
.....
DAFTAR GAMBAR
Halaman
.......... Reaksi pembentukan histamin ........... Skema pembuatan ikan pindang tongkol ..
Gambar
1. Tipe penyebaran daging merah
Gambar
2.
Gambar
3.
Gambar
4. Histogram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar air pada konsentrasi garam 20%... 42
Gambar
5.
5
11
24
ist tog ram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpana terhadap kadar air pada konsentrasi garam 25% 42
........
Gambar
6.
is tog ram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar abu 47
...................................
Gambar
7. Histogram hubungan antara lama pemasak-
an dan lama penyimpanan terhadap kadar garam
.................................
Gambar
49
8. Histogram hubungan antara lama pemasak-
an dan lama penyimpanan terhadap kadar protein
...............................
viii
53
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
..................... Lampiran 2 . Data kadar abu .................... Lampiran 3 . Data kadar garam .................. Lampiran 4 . Data kadar lemak .................. Lampiran 5 . Data kadar p r o t e i n ................ Lampiran 6 . Data pH ........................... Lampiran 7 . Data kadar TVN .................... Lampiran 8 . Data kadar TMA .................... Lampiran 9 . Data daya cerna i n v i t r o .......... Lampiran 10 . Data kadar h i s t a m i n ............... Lampiran 11. S i d i k ragam d a t a kadar a i r ........ Lampiran 1 2 . S i d i k ragam d a t a kadar abu ........ Lampiran 13 . S i d i k ragam d a t a kadar garam ...... Lampiran 1 4 . S i d i k ragam d a t a kadar lemak ...... Lampiran 1 5 . S i d i k ragam d a t a kadar p r o t e i n .... Lampiran 16 . S i d i k ragam d a t a n i l a i pH ......... Lampiran 17 . S i d i k ragam d a t a kadar TVN ........ Lampiran 18 . S i d i k ragam d a t a kadar TMA ........ Lampiran 19 . S i d i k ragam daya c e r n a i n v i t r o ... Lampiran 20 . S i d i k ragam d a t a kadar h i s t a m i n ...
Lampiran
.
1
Data kadar a i r
71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 94 95 96 98 99 100 101 103
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi sumber daya
perikanan yang cukup besar. Luas wilayah
perairan teritorial
Indonesia saat ini sekitar 3.1 juta
km2 dengan potensi sumber daya perikanan sebesar 4.5 juta ton/tahun. Dengan diakuinya Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dalam Konvensi Hukum Laut 1 9 8 2 serta diterbitkannya Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia, maka luas perairan Indonesia menjadi sekitar 5.8 juta km2 dengan potensi sumber daya lestari sebesar 6.6 juta ton/tahun. Dengan potensi perikanan yang cukup besar itu, maka ikan menjadi salah satu sumber protein hewani yang cukup penting. Namun karena sifat hasil perikanan yang cepat mengalami kebusukan dan tidak semua masyarakat Indonesia dapat mengkonsumsi ikan segar, maka perlu adanya penanganan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil perikanan agar tidak mudah membusuk atau rusak. Dewasa ini, dari rata-rata total hasil tangkapan perikanan, baru sekitar 47% yang dikonsumsi dalam keadaan segar, sedangkan sisanya diolah dalam berbagai bentuk olahan. Pengolahan ikan yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah secara tradisional, yaitu dalam bentuk penggaraman (dan pengeringan), pemindangan, pengasapan dan ferrnentasi.
Pemindangan merupakan salah satu teknik pengolahan dan pengawetan ikan yang cukup populer di Indonesia. Hal ini disebabkan karena ikan pindang umumnya disukai dan diterima masyarakat mengingat citarasanya yang spesifik. Dan menurut data Statistik Hasil Perikanan Indonesia (1984), pengolahan ikan menjadi pindang mempunyai ke-
cenderungan yang terus mengingkat dari tahun ke tahun Daya awet ikan pindang pada umumnya relatif rendah, yaitu berkisar 2-7 hari walaupun ada pula beberapa ikan pindanq yang dapat awet sampai satu bulan. Hal ini disebabkan karena walaupun pengolahan pindang telah dilakukan dengan proses pemanasan tetapi tidak dikemas dalam wadah yang bersih dan kedap udara sehingga mudah
mengalami
penurunan mutu. Daya awet yanq rendah dan sanitasi pindang yang buruk dapat mengakibatkan terbentuknya senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki
(terutama biogenik amin) yang
dapat mengakibatkan keracunan. Biogenik amin adalah senyawa amin yang terbentuk sebagai hasil dari proses dekarboksilasi asam amino bebas yang terdapat di dalam tubuh ikan. Asam amino histidin, tirosin, triptofan dan fenilalanin jika
mengalami
proses
dekarboksilasi
akan
menghasilkan senyawa-senyawa biogenik amin, yaitu histamin, tiramin, triptamin dan feniletilamin. Senyawa biogenik amin yang paling sering terbentuk pada ikan pindang adalah histamin. Histamin terbentuk
akibat proses dekarboksilasi histidin yang banyak terdapat di dalam tubuh ikan oleh enzim histamin dekarboksilase mikroba. Menurut Food and Drug Administration (FDA, 1982), keracunan histamin yang berbahaya akan timbul apabila seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan histamin 50 mg/lOO g bahan atau lebih. Gejala-gejala keracunan
histamin ditandai dengan rasa terbakar pada tenggorokan, muntah-muntah, pusing, bibir bengkak, kejang, mual, muka dan leher kemerah-merahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameterparameter yang memegang peranan penting dalam pembentukan histamin, menentukan metoda pengolahan pindang yang paling efektif serta mengetahui cara penyimpanan dan lama penyimpanan maksimal yang masih dapat dilakukan untuk mendapatkan produk yang aman dikonsumsi dengan cara mengendalikan dan menekan faktor-faktor pendorong terbentuknya histamin seperti konsentrasi garam, lama pemasakan, cara dan lama penyimpanan produk.
11. TINJAUAN PUSTAKA
A. STRUKTUR IKAN TONGKOL
Ikan tongkol termasuk ke dalam ordo Percomorphi, famili Scombroidae, genus Euthynnus dan species thvnnus affinis. Ciri-ciri umum species ini antara lain bentuk badan yang memanjang seperti torpedo, tak bersisik kecuali pada korselet dan garis rusuk, berwarna biru kehitaman pada bagian atas, putih pada bagian bawah dan tot01 hitam di antara bagian dada dan bagian perut (Anonim, 1979). Berdasarkan daerah penangkapan dan besarnya, ikan tongkol termasuk ke dalam golongan pelagik besar yaitu jenis ikan besar yang hidup di permukaan air laut (Hadiwiyoto, 1983)
.
Daging ikan tongkol rata-rata mengandung 71.70% air, 26.00% protein, dan 1.0% lemak (Zaitsev et al., 1969). Komposisi ikan dapat bervariasi antar spesies,
antar individu dalam satu spesies dan antar bagianbagian dari satu individu ikan. Variasi ini dapat disebabkan karena pengaruh beberapa faktor, antara lain umur, laju metabolisme dan aktivitas pergerakan ikan (Stansby, 1963). Secara umum daging ikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu daging putih dan daging merah. Daging putih mempunyai kadar protein yang lebih tinggi dan
kadar
lemak
yang
lebih
rendah dibandingkan dengan
daging merah (Stansby, 1963). Daging merah mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi karena terdapat "lateral lineu tempat urat syaraf yang dilindungi lemak (Ma1oen, 1984)
.
Berdasarkan penyebaran daging merah, ikan dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu "codu, "mackerelw dan "frigate mackerel" tergantung pada spesies ikan (Gambar 1) (Suzuki, 1981). Untuk ikan tongkol, poLa penyebaran daging merahnya mengikuti tipe "frigate mackerel".
A. TICodll
B. "Mackereln
C. "Frigate mackerel"
Gambar 1. Tipe penyebaran daging merah ikan (Suzuki, 1981)
.
B. PROSES PEMINDANGAN
Pindang merupakan hasil olahan ikan dengan cara kombinasi perebusan atau pemasakan dengan penggaraman. Pindang digolongkan ke dalam hasil olahan tradisional. Menurut Ilyas (1979), azas dari pengolahan tradisional berdasarkan pada proses pengurangan kadar air dan
menciptakan yang
perubahan-perubahan tertentu pada
dapat menghambat
menjurus
proses penurunan
produk,
mutu
yang
kepada pembusukan bahan mentah akibat
atan-kegiatan enzimatis, kimiawi
dan
kegi-
mikrobiologis.
Perlakuan-perlakuan yang diberikan meliputi
perlakuan
fisik atau kimiawi seperti penambahan atau
perendaman
larutan
dalam
garam
dan
atau
bahan-bahan
organik
lainnya, sehingga dihasilkan produk olahan atau awetan yang memiliki ciri khusus dalam rupa, flavor, bau tekstur
atau konsistensi yang mempunyai
daya
dan
tarik
tersendiri bagi konsumen. Menurut Clucas (1982), pemindangan adalah
temperatur
dan
tekanan normal sehingga dapat menguraikan protein
dan
perebusan
ikan
dalam air garam pada
proses
enzim serta membunuh beberapa bakteri pada daging ikan sehingga proses pembusukan ikan dapat dikurangi. Pindang
mempunyai rupa, flavor, bau dan
serta
keawetan yang khas, bervariasi
jenis
ikan,
semuanya
garam, dan
sesuai dengan
lama perebusan
berkaitan dengan teknik dan prosedur
dangan yang dipindang
kadar
tekstur
dilakukan. Jenis-jenis ikan
adalah jenis ikan pelagis
pemin-
yang
seperti
yang
umum
layang,
selar, japu, tembang, lemuru, kembung, tuna, cakalang, tongkol, cucut dan petek (Nasran, 1980). Menurut
Suparno et al.
(1979) dan
Hadiwiyoto
(1983), meskipun pemindangan memerlukan garam dan ikan
pindang
rasanya asin, tetapi pemindangan tidak
digolongkan untuk
sebagai penggaraman ikan
mendapatkan
yang
produk yang dikenal
dapat
dilakukan
sebagai
ikan
asin. Perbedaan spesifik antara pemindangan dan
peng-
garaman adalah adanya proses perebusan di dalam pemindangan (Hadiwiyoto, 1983). Ditinjau
dari cara perebusan ikan dalam prakteknya pemindangan
suasana
bergaram,
dalam
ini
dapat
dibedakan
atas dua kelompok, yaitu pemindangan
garam
(pindang badeng) dan pemindangan air garam atau
yang
lebih dikenal dengan sebutan pindang naya. Pada pemindangan air garam, ikan yang sudah
siap
.
Tiap
disusun dalam wadah keranjang (naya)
dipindang
naya hanya berisi tiga sampai lima ekor ikan. Beberapa naya
disusun
menjadi satu lalu dimasukkan
larutan garam yang telah dididihkan sampai
selama
satu jam. Sedangkan pemindangan
dilakukan
ke
dalam
setengah garam
dengan
dengan cara menyusun ikan yang
telah
siap
dipindang ke dalam wadah paso. Di
antara susunan ikan tersebut ditaburi
garam.
Setelah paso penuh, kemudian diisi air secukupnya dipanaskan 1983).
selama empat sampai enam jam
Umumnya
langsung
pada pindang
badeng,
(Hadiwiyoto,
wadah
perebus
digunakan sebagai wadah penjualan produk
pasar-pasar.
dan
di
Pindang
badeng
dapat memiliki
daya
awet
-
lebih lama pada suhu kamar, hingga sekitar 1 apabila
disimpan dengan
baik
tertutup
rapat
dalam wadah.
biasanya
kurang
bersih dan
permukaannya
terdapat
dalam
yang
3 bulan
keadaan
tetap
Penampakan produk
ini
mengkilap, karena
endapan-endapan
pada
lemak
dan
kotoran hasil rebusan. Bentuk fisik ikan kadang-kadang tidak utuh dan bengkok-bengkok. Rasanya lebih asin dan Tekstur-
aromanya hampir mendekati aroma ikan kaleng. nya empuk, lebih kompak, padat dan kesat.
Pindang cue atau naya umumnya memiliki daya yang relatif singkat (pada suhu kamar), yaitu dua
awet
sekitar
sampai tiga hari (Nitibaskara, 1980). Produk
umumnya
mempunyai
penampakan yang lebih
bersih
ini dan
mengkilap,
sedangkan warna spesifik jenis ikan
masih
kelihatan.
Bentuk fisik dari ikan lebih
yaitu
utuh
baik,
dan tidak retak. Rasanya tidak terlalu asin
aromanya
hampir seperti ikan rebus biasa,
dan
teksturnya
lebih kenyal dan lembab. Garam
yang
masuk
ke dalam
daging
ikan
dapat
mencegah atau mengurangi kegiatan bakteri. Konsentrasi garam
antara 6-101 dalam jaringan ikan akan
mencegah
aktivitas bakteri pembusuk, dan dapat mengurangi kadar air
dalam
tubuh
(Clucas, 1982)
.
ikan
selama proses
penggaraman
Kemungkinan
adanya
rekontaminasi oleh
mikroba
juga dapat terjadi selama pengemasan, penyimpanan Berdasarkan cara-cara pengolahan
distribusi. penjualan adanya
dan
selama
ini tidak mungkin
kontaminasi produk
mengangin-anginkan produk
karena di
dan
dapat
dihindari
adanya
kebiasaan
udara
terbuka,
cara
pengemasan serta penggunaan peralatan dan tempat
yang
tidak higienis (Ilyas dan Hanafi, 1978). Jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada badeng
umumnya
disebabkan oleh infestasi
bakteri
halofilik.
pindang
naya
Sedangkan
pindang
jamur
dan
jenis kerusakan pada
(pindang cue) umumnya
disebabkan
oleh
bakteri pembusuk dan pembentuk lendir (Anonim, 1988). Saat
proses
didominasi
pembusukan berlangsung, produk (90%) oleh bakteri Micrococcus
umumnya
z.(Heru-
wati et al., 1985). Pada kondisi di daerah tropis seperti umumnya berkadar
terlihat air
bahwa
produk
pindang
tinggi dan berkadar garam
segera mengalami
pelendiran
di
Indonesia, yang
masih
rendah
samping
akan
tumbuhnya
kapang (Ilyas dan Hanafiah, 1978). Dari hasil penelitian mengenai daya awet pindang, diketahui bahwa terutama
produk
ini
sangat cepat membusuk
disebabkan karena adanya pertumbuhan
(Suparno et
al., 1979). Sedangkan menurut
Suzuki and Kurata (1977), kapang yang
kapang
Ichinoe,
banyak
tumbuh
pada
produk-produk
perikanan
dari
Jepang
dan
Asia
Tenggara adalah dari genus Eurotium sp. Menurut Hadiwiyoto (1983), hasil pemindangan
air
garam biasanya tahan kira-kira tiga sampai empat hari. Sedangkan hasil pemindangan garam tahan kira-kira enam sampai tujuh hari setelah paso dibuka. C.
HISTAMIN
Kimata
(1961) dalam Orejana
adanya histamin pada
bahwa
(1984) menyatakan
daging
ikan
berkaitan
dengan "Scombroid Poisoning", sehingga histamin digunakan
dapat
sebagai indikator adanya suatu toksin
dalam
tuna, mackerel (kembung) dan ikan-ikan sejenis tuna adalah merupakan lainnya. Istilah "Sc~mbroid~~ yang
istilah
umum digunakan untuk menyebut ikan yang
alami
telah mengandung senyawa toksin.
dalam
kelompok
ini
adalah
ikan
secara
Termasuk
tongkol,
ke
kembung,
cakalang, tuna, bonito dan skipjack. Ikan
uscombroid8vsegar seperti
tuna, cakalang,
kembung dan sejenisnya pada hakekatnya tidak dung
histamin
terjadi
dalam otot dagingnya,
mengan-
tetapi
setelah
pembusukan atau dekomposisi ikan ini
mengan-
dung histamin (Pan, 1984). Geiger (1948) dan Geiger et al. (1945) dalam Kimata (1961) menunjukkan bahwa
ikan
segar mengandung histamin sangat sedikit tetapi
jum-
lahnya meningkat setelah ikan itu mati. Adanya bakteri
pembusuk kadang
pada
tuna dan "scombroid"
disertai
dengan
lainnya kadang-
pembentukan histamin
tingkat tinggi pada jaringan ikan yang dapat
dalam
dimakan
(Hillig, 1950 dalam Taylor, 1983). Ada
dua macam histidin dalam daging ikan, yaitu
histidin Yang
bebas
dan histidin
terikat dalam
protein.
dapat mengalami dekarboksilasi menjadi
histamin
hanya histidin bebas ---- (Kimata, 1961). Sedangkan menurut Pan (1984), ikan-ikan yang suka berpindah-pindah tuna, cakalang dan kembung, jaringan
seperti
mengandung amino
histidin
bebas
bebas yang
tinggi.
ototnya
Kadar
pada beberapa jenis ikan dapat
asam
dilihat
pada Tabel 1. Histamin pada ikan dibentuk melalui proses dekarboksilasi terdapat
histidin dalam
oleh
enzim
jaringan
yang
ikan atau
secara oleh
alami
aktivitas
bakteri. Pembentukan histamin oleh enzim yang terdapat secara
alami dalam jaringan daging
ikan
berlangsung
selama proses autolisis. Proses dekarboksilasi histidin menjadi histamin dapat dilihat pada Gambar 2. CH -CH-COOH
histidin dekarboksilase
I =I Histidin
I I - ( ~ *2-NH2 ~)
L
Gambar 2. Reaksi pembentukan histamin.
Histamin
Menurut dikandung yang
Kimata
jumlah
oleh ikan dipengaruhi oleh
terdapat
umumnya
(1961), jumlah histamin
pada ikan
meningkat
tersebut.
sesuai
dengan
bakteri yang
yang
bakteri histamin
Jumlah
tingkat kebusukan
ikan.
Banyak
dilaporkan menghasilkan
enzim
histidin dekarboksilase, tetapi
hanya
Proteus
morsanii, Klebsiella ~neumoniaedan Havnia alvei
yang
baru diketahui menghasilkan histamin dalam jumlah yang cukup
berarti
(jumlah yang dapat menyebabkan
kera-
cunan). Autolisis daging mulai berlangsung secara
bioki-
mia segera setelah ikan mati, terutama pada daging
di
sekitar rongga perut. Setelah fase rigor mortis, enzim dalam perut ikan aktif menguraikan komponen ikan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada
yang rasa,
warna, tekstur, bau dan rupa ikan (Ilyas, 1983) Bakteri terdapat
pembentuk histamin umumnya lebih
pada
jaringan
jeroan mungkin karena
banyak
otot, insang dan jeroan. Isi
merupakan
sumber dari
bakteri bebas
jaringan otot ikan segar biasanya
ini dari
mikroorganisme (Shewan, 1962). Kecepatan proses autolisis dipengaruhi oleh suhu. Pada
suhu rendah proses autolisis dapat
tetapi enzim
diperlambat
tidak dapat dihentikan sama sekali. dapat
dikontrol dan dikendalikan
Aktivitas
dengan
pendinginan, penggaraman, pengeringan dan
cara
pengasaman
atau dapat dihentikan dengan cara pemasakan pada tertentu (Ilyas, 1983)
suhu
.
Aktivitas bakteri pembentuk histamin
dipengaruhi
suhu dan waktu inkubasi. Tiap-tiap spesies mem-
oleh
punyai suhu optimum yang berbeda (Behling dan 1982).
Selain itu, menurut Kimata dan
Taylor,
Kawai
(1953)
dalam Kimata (1961) produksi histamin dipengaruhi pH lingkungan.
Bakteri yang
aktif
suasana
pada
Kimata,
mendekarboksilasi
asam
(Kimata dan
histidin
Kawai
1961). Menurut laporan Igarashi dalam
dalam Kimata
(1961), histamin tidak diproduksi pada suhu lebih dari 30Β°c dan suhu optimalnya adalah 27-28O~. Menurut Taylor dan Speckhard (1983), bakteri yang memproduksi ikan
tuna
menghambat
histamin beku,
tidak berhasil
dengan
demikian
diisolasi
pembekuan
pembentukan histamin. Pada
dari dapat
jaringan
ikan
yang "dithawingH, produksi histamin terhambat. Hal ini dapat
disebabkan
oleh
rusaknya
bakteri
pembentuk
histamin selama proses pembekuan dan thawing
(Kimata,
1961). Sedangkan pemanasan 60Β°c akan membunuh
bakteri
pembentuk
histamin
sehingga mencegah
pembentukan
senyawa tersebut (Hibiku dan Simidu, 1959). Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim sangat rendah bila dibandingkan dengan yang
histamin
dihasilkan oleh aktivitas bakteri selama proses
pembusukan berlangsung. Produksi histamin
dipengaruhi
oleh suhu dan pH lingkungan. Di bawah kondisi
optimum
jumlah maksimum
melalui
autolisis
tidak
(Kimata, 1961)
histamin
yang
melebihi
dihasilkan
10-15
mg/100
g
daging
.
Pembentukan
histamin
setiap
species
berbeda,
tergantung pada kandungan histidinnya (Tabel I),
tipe
dan banyaknya bakteri yang mengkontaminasi, serta suhu pasca
panen
yang menunjang
pertumbuhan
dan
reaksi
mikroba (Pan, 1984). Menurut Staruskiewez (1977) dalam Orejana otot
(1984), jumlah histamin yang terbentuk
daging dapat berbeda-beda tergantung
cies, komposisi bakteri, penanganan
dan
dalam
dari
spe-
penyimpanan
ikan. Behling teri
penghasil histamin dapat
dikelompokkan menjadi
spesies yang mampu memproduksi histamin dalam besar
(lebih dari
100 mg/lOO ml)
dalam
(TFIB) pada suhu di atas
inkubasi
kurang dari 24 jam dan spesies yang
mg/100
dalam jumlah kecil
48 jam. Dari hasil
mempro-
(kurang dari
ml) setelah diinkubasi pada suhu
lebih dari
Fish
1 5 O ~ , lama
Broth
histamin
jumlah
Tuna
Infusion
duksi
bak-
dan Taylor (1982) melaporkan bahwa
30Β°c
penelitian
25
selama
ini
maka
P. morqanii, K, pneumoniae dan E- aeroqenes termasuk penghasil
histamin yang banyak, sedangkan H,
E. coli dan -
C,
alvei,
freundii menghasilkan sedikit histamin.
Tabel 1. Kadar asam (mg/loo g)
bebas beberapa jenis ikan *Bmino . Jenis ikan
Asam amino
Tongkol (Euthvnnus affinis)
Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Tuna bermata besar (Thun-' nus obesus)
Taurin 65 Aspartat 3 Threonin 10 Serin 6 Prolin 8 Glutamat 20 Glisin 10 26 Alanin Va 1in 9 Metionin 6 Ileusin 5 Leusin 9 Tirosin 4 Fenilalanin 3 Lisin 48 Histidin 1090 *)
Sumber : Konosu dan Yamaguchi (1982) Makanan
dengan
dapat menimbulkan gejala-gejalanya mual,
muka
kandungan histamin
reaksi
antara
yang
tinggi
alergi atau keracunan yang
lain
sakit kepala, kejang,
dan leher kemerah-merahan, tubuh
gatal, mulut dan kerongkongan terasa terbakar,
gatalbibir
membengkak, badan lemas dan muntah-muntah (Eitenmiller et al., 1982). Henry
(1960) membagi tingkat keracunan histamin
menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. keracunan tingkat lemah apabila mengkonsumsi 8-40 mg histamin
2. keracunan sedang apabila mengkonsumsi 70-1000 mg histamin 3. keracunan kuat apabila mengkonsumsi 1500-4000 mg
histamin Menurut FDA (Food and Drug Administration,
1982)
keracunan histamin yang berbahaya akan terjadi apabila seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan histamin lebih dari 50 mg/100 g. Amerika Serikat menetapkan jumlah maksimum histamin 20
yang
boleh
dikandung
oleh
ikan
tuna
adalah
mg/100 g daging. Swedia menganjurkan bahwa
batas
maksimum jumlah histamin yang boleh terdapat pada ikan yang akan dijual adalah 20 mg/100 g daging,
sedangkan
batas
maksimum
Switzerland histamin 10
membuat
di dalam produk ikan yang dikalengkan yaitu
mg/100
g ikan dan dalam
Chekolowakia dalam
undang-undang
undang-undang
sementara
ditetapkan bahwa batas maksimum histamin
makanan
adalah
40 mg/100
g
yang
diturunkan
menjadi 20 mg/100 g. Dari Penelitian
hasil penelitian yang dilakukan oleh Teknologi Perikanan mengenai
Balai
kandungan
histamin pada beberapa jenis produk ikan yang terdapat di
pasar-pasar
pada
beberapa
kandungan (Tabel 2).
di Jakarta dan
sekitarnya, ternyata
jenis produk melebihi
histamin
yang
batas
maksimum
direkomendasikan oleh
FDA
Tabel 2. Kandu~ganhistamin pada beberapa jenis produk ikan )
.
Jenis Produk
Histamin (mg % )
Jambal (Tachvsurus Peda (Rastrelliqer Petis Terasi Saus ikan lokal Saus ikan Taiwan Udang kering Dendeng udang Cumi-cumi asin Pindang kembung Pindang tongkol
*)
Hasil penelitian BPTP, Jakarta (1984)
D. GARAM SEBAGAI PENGAWET
Menurut Zaitsev et. al. (1969), secara umum garam terdiri dari
39.39% natrium dan 60.61%
klorida,
di
dalam pengolahan ikan biasanya garam digunakan sebagai bahan
pengawet
kemurnian Terdapatnya
dan pemberi rasa.
garam
Sebagai
sangat mempengaruhi
zat-zat lain yang tercampur
pengawet,
mutu
ikan.
dalam
garam
(terutama garam-garam magnesium, sulfat, kotoran lain-lain)
menimbulkan akibat yang kurang
baik
dan pada
produk penggaraman (Moeljanto, 1982). Garam dapat mengandung kurang lebih 90% NaCl kandungan yang lain berupa Ca, Mg dan Fe dalam garam-garam
klorida. Komposisi
dilihat pada Tabel 3.
garam
dapur
dan
bentuk dapat
18 Tabel 3. Komposisi garam dapur * ) Jenis analisa
Kadar ( % )
Air Ca Mg NaCl Kotoran *)
Joedawinata (1976) Menurut Frazier dan Westhoff (1978), garam
seba-
gai bahan pengawet berfungsi menaikan tekanan osmotik, sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis pada mikroorganisme, terbentuknya
dehidrasi dan bersifat
ion
racun
sel
akibat
klorida, serta menyebabkan
sel
mikroorganisme menjadi peka terhadap C02- Konsentrasi garam
yang
tinggi dalam larutan
atau
adonan
dapat
menghambat kegiatan enzim proteolitik. Penggaraman
merupakan
kombinasi
dari
proses
fisika
dan kimia, yaitu penetrasi garam ke dalam
ringan
daging
yang
ikan dan keluarnya air
menghasilkan
mengalami
perubahan berat.
penggaraman,
penurunan
dari
Pada
berat
ja-
jaringan ikan
yanq
menunjukkan
berhasilnya proses penggaraman, karena merupakan hasil reaksi
antara
garam
dan
ikan
(Voskresenky,
1965 ;
Zaitsev et. al., 1969). Menurut Silliker et. al. (1980), penambahan garam pada
bahan
makanan akan menurunkan
air.
Beberapa
molekul air bergabung
nilai
aktivitas
dengan
ion-ion
garam tersebut, sehingga air tidak dapat lagi digunakan Menurut
sebagai media reaksi dan aktivitas mikroba. Zaitsev et. al. (1969), garam tidak hanya plasmolisis, tetapi juga dapat
menyebabkan
menghambat
aktivitas.
enzim dalam mengubah inti protein. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi efektivitas penggaraman adalah konsentrasi garam, kemurnian garam, suhu
penggaraman, ketebalan daging
ikan
dan
kesegaran ikan (Moeljanto, 1982). Enzim-enzim terdenaturasi sehingga
yang terdapat di dalam
oleh
konsentrasi garam
daging yang
kehilangan fungsi enzimatiknya
ikan
tinggi (Winarno,
1983). Sehingga proses autolisis oleh aktivitas
enzim
hidrolitik dapat dihindari. Tarr
(1962) dan Zaitsev (1969) menyatakan
bahwa
pemanasan dengan suhu yang lebih besar dari 60'~ setiap proses pemasakan akan menyebabkan
pada
terjadinya
denaturasi protein dan keluarnya air dari daging ikan, dan ha1 ini juga merupakan penghambat penetrasi
garam
ke dalam daging ikan. Namun Borgstrom yang
Klaveren
dan
Legendre
(1957) menyatakan bahwa
a
dalam
penggunaan
garam
(1957)
terlalu tinggi konsentrasinya juga dapat
babkan produk memiliki rasa pahit yang tajam, mudah
rusak dan berwarna seputih kapur
menyetekstur
karena
makin
banyaknya Ca dan Mg dalam produk dari garam yang dipakai. Kegiatan
enzim autolisis serta bakteri
pembusuk
dapat dicegah pada pengolahan ikan dengan cara dangan,
yaitu merebus ikan dalam air garam
di
peminbawah
tekanan udara normal (Nitibaskara dan Sukarsa, 1979).
111. METODE PENELITIAN
1. Pindang
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini ikan
tongkol abu yang diperoleh dari
Pasar
Kebon
Jahe. Sedangkan garam yang digunakan juga dibeli di Pasar
Anyar dengan merk "Flipperw yang
merupakan
garam dapur beryodium. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
alas
waktu pemasakan pindang, juga diperoleh
dari
adalah pada
jerami kering yang digunakan
Pasar Anyar. 2. Bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan meliputi NaOH, HC1, Na2C03, TCA, H2S04, formaldehid, HgO, K2S04, hol,
alko-
metil merah, metilen biru, KOH, resin Amber-
lite, CH3COOH, CH3COONa, asam asetat, p-nitroanilin, NaN02, methanol, petroleum benzen, AgN03 serta K2Cr03,
enzim pepsin dan
pankreatin serta
kertas
saring Whatman 42 diperoleh dari laboratorium
PAU,
AP4
toko
dan laboratorium jurusan TPG, atau
bahan kimia di sekitar Bogor.
dari
B. ALAT
Alat-alat yang digunakan diperlukan adalah
panci
untuk memasak pindang (badeng) yang dibeli dari
pasar
di
Pelabuhan Ratu, kompor gas, baskom,
seperangkat
alat gelas, alat destruksi dan destilasi, tanur, oven, soxhlet, pH-meter, timbangan, desikator, alat
sentri-
fuge serta buret dan shaker. C.
METODE
penelitian
ini meliputi dua tahap yaitu
peneli-
tian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan : a. survei lapang tentang cara pengolahan ikan pindang di daerah Pelabuhan Ratu. b. survei lapang tentang tata cara penanganan dan penyimpanan produk ikan pindang di berbagai pasar di daerah Bogor (Pasar Anyar, Pasar Gunung Batu, Pasar Ramayana serta Pasar Bogor). c. Analisis
kandungan histamin pada berbagai
jenis
produk pindang yang ada di pasar. Sedangkan
pada
penelitian
lanjutan dilakukan
buatan
ikan
pindang tongkol secara higienis
metode
yang
dimodifikasi dari
dilakukan
kadar air, kadar
dengan
lapang,
abu,
lalu
pH,
kadar
lemak, protein, TVN dan TMA, kadar garam, daya
cerna
in vitro --
analisa
survei
pem-
serta analisa kandungan histamin.
I. Perlakuan
Perlakuan yang diberikan pada pembuatan
ikan
pindang tongkol adalah sebagai berikut : A. Konsentrasi garam A 1 : 20% A2 : 25% B. Lama pemasakan
B1 : 30 menit B2 : 6 0 menit B3 : 90 menit
C. Cara penyimpanan produk pada suhu kamar C1 : dibungkus kertas C2 : dibiarkan terbuka
D. Lama penyimpanan Dl : 0 hari D2 : 2 hari
Cara
pembuatan
ikan
pindang
tongkol
digunakan dalam penelitian ini seperti yang hat pada Gambar 3.
yang terli-
ikan segar
I
1
disiangi dan dicuci
I
1
dilumuri garam (A)
I
1
dibiarkan selama 3 jam
I
1
disusun dalam badeng
I 1
tambahkan air lalu direbus (B)
l air rebusan dibuang dan disisakan sedikit
I
1
dikukus selama 30 menit
I
1
ditiriskan
I
i dikemas (C)
I
4.
disimpan (D) Gambar 3. Skema pembuatan ikan pindang tongkol. 11. Pengamatan 1. Kadar Air (AOAC, 1980)
Cawan kosong dikeringkan di oven pada 1 0 5 ~selama ~ 30 menit, lalu
suhu
didinginkan dalam
desikator dan ditimbang beratnya. Sampel
ditim-
bang seberat 5 gram di dalam cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam oven selama 6 jam pada
suhu
1 0 5 ~ ~Sampel . dan cawan didinginkan dalam
desi-
kator lalu ditimbang. a
-
b
% Kadar air =
x 100%
a
2.
a
=
berat sampel sebelum dioven
b
=
berat sampel setelah dioven
Kadar Abu (AOAC,
Cawan
1980)
pengabuan dikeringkan
30 menit pada suhu
selama
dalam
oven
105Oc, didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang. Ditimbang sampel sebanyak 3-5 gram di dalam cawan lalu diletakkan dalam
tanur
hingga
pada
diperoleh
~ suhu 5 5 0 ~selama abu berwarna
putih
4-5
jam
keabuan.
Dinginkan dalam desikator lalu ditimbang. berat abu (g)
x 100%
% Kadar abu =
berat sampel (g)
Sampel ditimbang seberat 5 gram lalu
dima-
sukkan ke dalam gelas piala 50 ml dan
ditambah
aquades
magnetic
45 ml, kemudian diaduk dengan
stirrer selama 15 menit dan diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter.
4 . Kadar Garam (metode abu)
Hasil
dari analisa abu
diencerkan
hingga
ml dengan aquades, lalu dipipet 10 ml
100
ditambahkan
indikator Kalium
tetes kemudian
Chromat
dititrasi dengan
5%
AgN03
dan 1-2
N
0,l
standar. ml AgN03 x N AgN03 x 5,846 x fp %
NaC1 =
x 100% berat sampel
(g)
5 . Kadar Lemak (AOAC, 1980)
Labu soxhlet yang akan digunakan kan
dikering-
dalam oven lalu ditimbang beratnya.
Sampel
yang telah kering ditimbang sebanyak 5 gram lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Kemudian ditambahkan leum
benzen sebanyak 120 ml dan
petro-
dilakukan
ek-
straksi lemak selama 5 jam. Pelarut yang ada
di
dalam labu soxhlet kemudian didestilasi dan labu dikeringkan dalam oven kemudian ditimbang. berat labu akhir %
-
berat labu awal
x 100%
Lemak = berat sampel
6.
Kadar P r o t e i n (AOAC, 1980)
Ditimbang
1.01
-
0.02 gram
sampel,
lalu
masukkan ke dalam labu Kjeldahl 50 ml. Tambahkan
2
gram K2S04 serta HgO (1:l) dan 2.0
ml
pekat. Sampel didestruksi hingga menjadi
H2S04 cairan
berwarna hijau bening kemudian didinginkan. Sampel
yang
telah dingin
dibilas
dengan
destilasi
aquades lalu dimasukkan ke dalam alat
serta ditambahkan 10 ml NaOH pekat. Sampel
kemu-
dian didestilasi dan destilat ditangkap dengan 5 ml Asam Borat jenuh yang telah diberi 2-4 indikator dalam
(campuran 2 bagian metil
alkohol dan 1 bagian metilen
tetes
merah
0.2%
biru
0.2%
dalam alkohol). Destilat ditampung hingga mencapai 50 ml. Destilat kemudian dititrasi dengan menggunakan
KC1
0.02
N
yang
telah
distandarisasi
hingga berwarna merah muda. (titran-blanko) x N HC1 x 14.007
x 100%
% N = berat sampel (g) %
protein
= %
N x 6.25
7. Kadar TVN dan TMA (AOAC, 1980)
~itimbang100 gram sampel lalu
ditambahkan
300 ml TCA 5% dan digiling dengan waring blender sampai homogen. Ekstrak TCA kemudian dengan penyaringan atau sentrifuge.
dipisahkan
Dipipet 5 ml ekstrak TCA lalu ~estilat ditangkap standar.
dengan
didestilasi.
15 ml
HCl
0.01
Ditambahkan dua tetes indikator
M
merah
fenol (0.1 g merah fenol dengan 2.84 ml NaOH 0.1 M yang diencerkan menjadi 100 ml dengan aquades) lalu dititrasi dengan NaOH 0.01 M standar hingga titik akhir. Tambahkan 1 ml formaldehid 16% untuk setiap 10
ml
campuran sesudah titrasi
yang
pertama,
kocok, kemudian titrasi lagi dengan NaOH 0.01 standar
. 14(300+W) x (15-V1) x 0.01
TVN (mg/100 g) =
100
x
M
5
14(300+W) x V2 x 0.01
TMA (mg/100 g ) =
100 x
5
M
14 = bobot atom nitrogen V1 = volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan untuk
titrasi I M
=
berat sampel
W
=
jumlah air yang ada dalam bahan (g)
V2 = volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan
untuk titrasi 11.
M
8. Daya Cerna In Vitro (metode Pepsin-Pankreatin)
Dalam suatu tabung sentrifuge disuspensikan 250
mg
sampel ke dalam 15 ml HCl
mengandung
0.1
1.5 mg pepsin. Kemudian
N
yang
diaduk-aduk
dalam shaker bersuhu 37'~ selama 3 jam. Suspensi kemudian dinetralkan dengan
NaOH
0.5 N lalu ditambahkan 4 mg pankreatin dalam 7.5 ml
buffer fosfat 0.2 M pH 8.0
yang
mengandung
0.005 N Sodium Azide. Campuran kemudian
diaduk-
aduk dalam shaker suhu 37OC selama 24 jam. padatan
Residu sentrifusi menit).
dipisahkan
(20 000 x g,
Kemudian dicuci
suhu 5
dengan
cara
~ O C selama
kali dengan 30
aquades (untuk setiap kai pencucian,
5 ml
supernatan
dipisahkan dengan cara sentrifusi). Akhirnya filter
residu disaring
dengan
(1.2 mikron), dikeringkan dan
Milipore dianalisa
kadar nitrogennya dengan metode Kjeldahl. N t o t a l sampel
-
N t o t a l residu
DC p r o t e i n =
x 100%
N t o t a l sampel
(%)
9. Histamin (Hardy and Smith, 1976)
Bahan kimia yang digunakan :
-
Garam
diazonium
ditambah
:
0.4
gr
p-nitroanilin
dengan 0.2 gr NaN02 yang terlarut
dalam aquades. sampai
500
digunakan
Diencerkan dengan methanol
ml.
Untuk
bagian
9
larutan larutan
diazonium di
atas
ditambah 1 bagian HC1 pekat.
-
Larutan buffer asetat 0.2 N, pH 4.63. 11.43 ml CH3COOH diencerkan dengan aquades
sampai volume Natrium
1 liter.
asetat
.
aquades
Kemudian
dilarutkan
Selanjutnya
16.6
dalam
1
dicampur
gr
liter dengan
perbandingan 1:l.
-
Amberlite resin,
Chromatography Grade
CG-50
type 100-200 mesh. Prosedur analisa. 10-25 gr contoh daging ikan ditambah dengan 100
ml
larutan TCA 2.5%,
diblender
selama
2
menit, kemudian disaring. 1 gr Amberlite resin dimasukkan ke dalam 10
ml 0.2 N larutan buffer, kemudian dimasukkan dalam
kolom Chromatography lalu
dicuci
ke
dengan
150 ml larutan buffer.
75
larutan
ml larutan ekstrak 1
dinetralkan dengan
N KOH, kemudian dialirkan
ke dalam
kolom Chromatography (9-10 tetes per menit). Kolom lautan
kemudian dicuci lagi dengan
buffer
asetat
(kolom jangan
150
ml
sampai
kering) lalu dielusi dengan 25 ml larutan 0.2
N
HC1
untuk mengabsorpsi histamin.
Untuk
blanko
digunakan larutan TCA 2.5% dengan prosedur
yang
sama . Ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 15 ml
larutan Na2C03 5% ditambahkan 1
ml
elusi,
kemudian didinginkan dalam air
water
bath),
diazonium tabung
lalu ditambah
2
larutan es
ml
yang telah dingin. Setelah
(ice
larutan dicampur,
reaksi tersebut dibiarkan pada suhu
OOC
selama 10 menit. Kemudian OD histamin ditentukan pada panjang gelombang 495 nm dan besarnya kadar histamin
dihitung
dari
contoh.
Adapun
rumus
untuk menghitung kadar histamin adalah :
Kadar histamin (mg%)
=
Y 25 100 100 -x -x - x100 1 75 a
dimana y = 43.6995~+ 0.3789 x = besarnya resapan histamin pada
spec-
trofotometer a
Rancangan tian
ini
=
.
berat sampel (gr)
percobaan yang digunakan dalam
adalah
rancangan acak
lengkap
peneli-
faktorial
yijkl
=
u
+
+
(ABD)ijl + (BCD)jkl + (ACD)ijk + (ABCD)ijkl
Ai + Bj + Ck + Dl + (AB)ij + (AC)ik + (AD)il + (BC)jk + (BD)jl + (CD)kl + (ABC)ijk
+
Em(ijkl)
Keterangan : Yijkl
=
hasil pengamatan dari perlakuan A taraf ke-i, perlakuan B taraf ke-j, perlakuan C taraf ke-k dan perlakuan D taraf ke-1.
u
=
Ai Bj
pengaruh nilai tengah umum
= pengaruh perlakuan A pada taraf ke-i (i = 1,2) =
pengaruh perlakuan B pada taraf ke-j
(j = 1,2,3). Ck 1
=
pengaruh perlakuan C pada taraf ke-k (k
=
1,2)
= pengaruh perlakuan D pada taraf ke-1 (1 = 1,2)
(AB)ij
=
pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan B taraf ke-j.
(AC)ik
=
pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan C taraf ke-k.
(AD)il
=
pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan D taraf ke-1.
(BC)jk
=
pengaruh interaksi perlakuan B taraf ke-j dengan C taraf ke-k.
(BD)jl
=
pengaruh interaksi perlakuan B taraf ke-j dengan D taraf ke-1.
(CD)kl
=
pengaruh interaksi perlakuan C taraf ke-k dengan D taraf ke-1.
(ABc)ijk
=
pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i, dengan
perlakuan B taraf ke-j
dan
dengan
perlakuan C taraf ke-k. (ABD)ijl
=
pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i, dengan perlakuan B taraf ke-j dan dengan perlakuan D taraf ke-1.
(BCD)jkl
=
pengaruh interaksi perlakuan B taraf ke-j, dengan perlakuan C taraf ke-k dan dengan perlakuan D taraf ke-1.
(ACD)ikl
=
pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i, dengan perlakuan C taraf ke-k dan dengan perlakuan D taraf ke-1.
(ABCD)ijkl = pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan perlakuan B taraf ke-j dengan perlakuan C taraf ke-k dan dengan perlakuan D taraf ke-1. Em(ijkl)
=
pengaruh kesalahan dari perlakuan A taraf ke-i, perlakuan B taraf ke-j, perlakuan C taraf ke-k, perlakuan D taraf ke-1 dan dan ulangan ke-m (m = 1,2).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1.
Survei Lapang Tentang Cara Pengolahan Pelabuhan Ratu (Jawa Barat). Pengamatan
lapang dilakukan di
Pindang
empat
lokasi
yang berbeda di daerah Pelabuhan Ratu dengan
jenis
ikan yang berbeda pula. Pada lokasi pertama lah
ikan pindang dari
sejenis
mengolah
panjang
Lokasi kedua mengolah
ikan tembang
dan
mengo-
"yellow-finu yaitu
ikan tuna dengan ukuran
satu meter. jenis
jenis
di
bandeng.
berkisar
pindang Lokasi
ikan pindang dari jenis tuna
dari
ketiga
"skipjacktt
sedangkan lokasi keempat mengolah pindang dari ikan tongkol dan cengker. Jenis empat atau
pengolahan
pindang yang
dilakukan
lokasi tersebut adalah jenis pindang pindang
paso.
Sebagai
langkah
di
badeng
awal
dalam
proses pembuatan pindang adalah mempersiapkan kuali serta
alat-alat
lain yang digunakan.
sesungguhnya merupakan
ember
dari
Kuali
seng
yang
dengan
diameter 50 cm dan tingginya 30 cm tersebut dialasi dengan
potongan kayu lalu dilapisi dengan
bambu.
Hal ini dimaksudkan untuk
anyaman
mencegah
langsung antara ikan dengan dasar kuali yang menyebabkan ikan menjadi hangus.
kontak dapat
Pada
lokasi pertama, ikan "yellow-fin" dipo-
tong-potong,
dicuci dengan air PAM
dan
dibungkus
dengan kertas telepon, kemudian disusun dalam kuali yang berkapasitas 45 kg. Setelah itu ditaburi garam sebanyak dan
5 kg, ditambahkan air sebanyak 1.5
dimasak dalam kuali selama kurang
ember lima
lebih
jam. Pada lokasi pengamatan kedua, pembuatan produk ikan
pindang
tidak
selalu
dilakukan
karena
disesuaikan dengan hasil tangkapan ikan dari nelayan
yang
dijual di
para
Tempat Pelelangan Ikan
Pelabuhan Ratu. Ikan tembang setelah dicuci (tidak dibuang isi perutnya disusun dua
karena ukuran ikan terlalu dalam kuali yang telah
ekor
ikan
tembang diberi
kecil),
lalu
disiapkan.
Setiap
alas
bambu,
daun
kemudian barulah disusun dalam kuali. Setiap
lapis
ikan dalam kuali ditaburi garam hingga total
garam
yang digunakan untuk satu kuali adalah 5 kg. Setelah kuali penuh dengan ikan tembang, pada bagian
atas lalu ditutup dengan kertas semen yang
sebelumnya sudah dibasahi dan dimasak selama jam.
Pada
kuali untuk ikan
tembang,
di
tiga
bagian
tengahnya ditancapkan bambu atau sebatang pipa yang untuk lebih meratakan panas karena
pipa
atau bambu tersebut berlubang-lubang sehingga
jika
berfungsi
air yang mendidih dikocok dengan lidi melalui
pipa
tersebut, maka air akan menyiram dan mengenai
ikan
hingga ke lapisan teratas. Jika yang dipindang adalah ikan bandeng, garam yang digunakan dicampur lagi dengan kunyit sebanyak 114 kg, lalu proses pemindangan yang dilakukan sama
seperti pada ikan tembang, hanya saja untuk
setiap
ekor bandeng dibungkus dengan kertas telepon
hala-
man kuning. Pada
lokasi pengamatan yang
ketiga,
ikan
dikeluarkan jantungnya saja dan isi perutnya
tidak
dibuang, lalu dicuci dan disusun dalam kuali telah
dipersiapkan.
diberi
garam
Setiap
lapis
hingga total garam
yang
ikan kemudian yang
digunakan
untuk satu kuali adalah 10-11 kg. Kemudian ditambah air satu ember dan dimasak selama 5 jam. Pada tongkol
lokasi pengamatan yang yang
Pelelangan
terakhir,
digunakan diperoleh
ikan
Tempat
dari
Ikan Pelabuhan Ratu, sedangkan cengker
diperoleh dari Muara Baru Jakarta. Untuk ikan tongkol, ikan yang datang
langsung
dicuci dengan air garam tanpa dibuang isi perutnya. Konsentrasi garam yang digunakan adalah sekitar 3-4 kg
garam
memiliki dengan
untuk satu ember, sedangkan kapasitas
air
garam,
6 liter
air.
ikan tongkol
satu
Setelah lalu
ember dicuci
dibungkus
dengan
kertas telepon dan langsung
kuali.
Berbeda
bandeng,
pada
dengan
ikan
disusun
tembang
ikan tongkol tidak
dalam
dan
ikan
ditaburi
qaram
setiap lapisan. Namun setiap 4 lapisan
untuk
ditambahkan gula 114 kg
tongkol,
untuk
ikan
menambah
rasa gurih. Setelah kuali penuh dengan ikan tongkol,
lalu
ditambahkan air sebanyak satu ember, ditutup denqan dua lapis kertas semen basah lalu dimasak 112 jam. Setelah (dimasak
mencapai
30-40
kondisi
menit), air
setengah
yang
matang
terdapat
kuali lalu dikeluarkan dengan jalan membuka yang terdapat di dasar kuali. Air buangan ditampunq
dalam ember lain
lalu
dalam sumbat
tersebut
disiram-siramkan
lagi pada pindang. Selama perlakuan tersebut, tutup kuali yang terbuat dari kertas semen dibuka dan api tungku dimatikan. Setelah kertas
itu kuali ditutup
kembali
semen basah lalu diatas kertas semen
dengan dila-
pisi denqan garam sebanyak 2 kg yang disebar merata dan pemasakan dilanjutkan hingga 2.5-3 jam berikutnya.
Sementara itu, air yang terdapat dalam
terus dibuang hingga habis, kemudian lubang
kuali disum-
bat kembali. Untuk telah
mengetahui apakah pindang
yang
matang atau belum, parameter yang
dibuat
digunakan
adalah lapisan garam pada tutup kuali. Jika lapisan garam
di
mengeras
atas serta
kertas
semen
terbentuk
telah
kering
lubang-lubang
dan
pecahan
lapisan garam, maka proses pemasakan telah cukup dan pindang telah matang. Setelah matang, tanpa membuka lapisan garam di atas
kertas semen, kuali ditutup lagi dengan
pan,
diikat
seperti
dan siap
dipasarkan.
Dalam
nam-
kondisi
itu, ikan pindang dapat tahan hingga
satu
bulan asal tutup kuali tidak dibuka. Untuk
pembuatan
pindang dari
ikan
cengker,
prinsipnya juga tidak berbeda jauh dengan pembuatan pindang
dari ikan tembang, hanya saja
dibutuhkan setiap
garam
yang
adalah 10 kg. Lima kg ditaburkan
lapisan ikan dan lima kg lainnya
untuk
digunakan
untuk melapisi tutup kertas semen kuali. Selain itu kuali juga ditancapkan bambu atau pipa
pada lebih
meratakan panas. Karena ikan yang
berasal
untuk
diperoleh
dari Jakarta dan dalam keadaan beku,
maka
ikan "dithawing" terlebih dahulu dengan merendamnya dalam kuali berisi air selama 15 menit. Hal-ha1 yang bersifat umum dari keempat lokasi pemindangan
tersebut adalah garam
yang
digunakan
umumnya garam kristal yang tidak beryodium. Hal ini dimaksudkan
untuk menekan biaya
produksi.
Selain
itu posisi
susunan ikan dalam kuali
juga
saling
tegak lurus antar tiap lapisan. Tujuan dilakukannya pembungkusan atau pemberian alas pada setiap ekor ikan yang dipindang adalah untuk
memudahkan
diperjualbelikan
pengambilan
agar
ikan
pada
saat
ikan tersebut
tidak
saling
menempel atau lengket. 2. Tata Cara Penanganan Dan Penjualan Produk Jadi Ikan
Pindang Pada Berbagai Pasar di Daerah Bogor. Pengamatan lapang terhadap cara penjualan ikan pindang dilakukan di empat pasar yaitu Pasar Bogor, Pasar Ramayana, Pasar Anyar dan Pasar Gunung Batu. Ikan
yang dijual umumnya diambil dari
pengolahannya
sehari sebelum dipasarkan
tempat
dan
di-
perkirakan habis terjual dalam 1-2 hari. Cara
penjualan
ikan pindang
berbeda-beda,
tergantung dari cara pembuatannya di tempat
pengo-
lahan. Pindang yang dibuat dengan menggunakan
naya
atau anyaman bambu, umumnya dijual juga dalam naya. Sedangkan
ikan pindang yang dimasak
dalam
kuali,
juga dijual dalam kuali. Pindang kecil
yang
terbuat dari
jenis
dijual dalam kotak-kotak ayaman
ikan
yang
bambu
ber-
ukuran 10 x 20 x 3 cm. Setiap kotak dapat menampung 3
sampai 5 ekor ikan pindang,
ukuran
disesuaikan
ikan. Sedangkan pindang yang
dengan
terbuat
dari
ikan berukuran sedang termasuk tongkol, bandeng cengker
yang
dibuat di dalam
naya, yaitu
anyaman
bambu berbentuk lingkaran dengan
dan
suatu
diameter
berkisar 3 5 cm, tetap dijual dalam naya. Sebaliknya untuk
pindang yang
ikan
tongkol dengan ukuran besar,
tetap
dalam kuali dan terbungkus
terbuat
umumnya kertas
dari
dijual
telepon,
atau dikeluarkan darikuali lalu dijejerkan di atas meja dan bungkus kertasnya dibuka, atau bahkan
ada
yang dipotong kecil-kecil seperti pada ikan pindang cakalang
.
3. Penghitungan Konsentrasi Histamin dari Beberapa Je-
nis Pindang.
Kadar
histamin pada
beberapa
pindang
yang
dibeli di pasar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.
Kandungan histamin dari beberapa pindang.
Jenis pindang
Kadar histamin (mg % )
Pindang paso tongkol Pindang naya tongkol Pindang paso cakalang *)
Pengukuran dilakukan di Balai Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Muara Baru dengan metoda AOAC.
**)
Pengukuran dilakukan peneliti di Lab. AP4 dengan metoda berdasarkan jurnal Hardy dan Smith (1976).
~ e l a i n itu juga dilakukan analisa daya
cerna
pada ikan tongkol
segar
kimia
dan
dan
pindang
tongkol pasar (Tabel 5) Tabel 5. Komposisi kimia ikan tongkol segar dan ikan pindang tongkol pasar. Jenis analisa Kadar Kadar Kadar pH Kadar Kadar Kadar Kadar
ikan segar
air ( % ) abu ( % ) garam ( % )
lemak ( % ) TVN (mg % ) TMA (mg % ) protein ( % ) DC in vitro ( % ) Histamin (mg % ) Keterangan :
*
pindang pasar
74.83 1.07 0.02 5.90 1.09 21.64 3.21 22.20
65.75 3.61 1.58 6.10 1.56 88.53 21.78 26.83 71.81
-
*
0.17
tidak dilakukan analisa. tertera pada Tabel 4.
B. PENELITIAN LANJUTAN 1. Kadar A i r
Kadar pengaruhnya olahan,
air merupakan faktor yang sangat terhadap daya awet suatu
semakin rendah kadar air,
pertumbuhan
besar hasil
bahan
semakin
mikroba sehingga bahan pangan
lambat menjadi
awet . Secara keseluruhan, kadar air yang dalam
produk
antara 61.65% air
dapat
pindang
-
yang
dihasilkan
terkandung berkisar
69.12% (Lampiran la dan lb).
dipengaruhi oleh lama
pemasakan,
penyimpanan dan lama penyimpanan produk.
Kadar cara
Kadar air (90) 70
60
SO
90
Lama pemasakan (menit) penylmpanan 0 harl
penylmpanan 2 harl
Gambar 4. Histogram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar air daging ikan pada konsentrasi garam 20%.
Kadar air (40) 68
Lama pemasakan (menit) penylmpanan 0 harl
penylmpanan 2 harl
Gambar 5. Histogram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar air daging ikan pada konsentrasi garam 25%
Pengaruh dari lama pemasakan pindang menyebabkan
terjadinya perubahan kadar air.
waktu
pemasakan
maka
kadar
air
Semakin
akan
lama
cenderung
semakin menurun (Gambar 4 dan Gambar 5).
Hal
mungkin
bersifat
disebabkan karena larutan
hipertonik,
sehingga
semakin
garam
lama
pema-
waktu
sakan semakin banyak air yang diserap
ini
keluar
dan
sebaliknya terjadi penetrasi larutan garam ke dalam jaringan
daging
menjelaskan ikan
ikan.
Vorkresensky
bahwa penetrasi garam ke
(1965)
dalam
disebabkan oleh proses difusi, karena
perbedaan
konsentrasi
garam
yang
konsentrasi garam yang rendah. Proses akan
berlanjut
terus selama masih
tubuh adanya
tinggi
ke
difusi
ini
ada
perbedaan
konsentrasi garam. Selain
itu, selama penyimpanan
pindang
yang
terbungkus cenderung memiliki kadar air yang
lebih
tinggi
dalam
dari
pada jika
dibiarkan
disimpan
keadaan terbuka (Tabel 6), karena kertas pembungkus dapat ini
menghalangi penguapan air dari
sesuai dengan pendapat yang
produk.
Hal
dikemukakan oleh
Nitibaskara (1988) yang menyatakan bahwa
penurunan
kadar air dapat disebabkan oleh dehidrasi air bebas pada permukaan pindang ke udara.
Tabel 6. Rata-rata kadar air pada perlakuan lama pemasakan dan cara penyimpanan. lama pemasakan (menit)
cara penyimpanan
60
30
90
C1
67.04
65.10
64.00
C2
66.24
64.68
62.71
Keterangan : C1 = disimpan terbungkus C2 = disimpan terbuka Produk pindang (disimpan 0 tinggi
yang baru
selesai
hari) memiliki kadar air
dimasak
yang
lebih
dari pindang yang telah mengalami penyim-
panan karena proses
penirisan
belum
berlangsung
sempurna (Gambar 4 dan Gambar 5) Perembesan cairan dari daging
ikan
selama
perebusan disebabkan karena protein kehilangan daya ikatnya terhadap air sewaktu terjadi penggumpalan (Zaitsev, 1969). Selanjutnya menurut
Suparno
dan
Murtini (1979), keluarnya air dari dalam sel menyebabkan
kandungan air
dalam
pindang
pada
waktu
penyimpanan mengalami penurunan. Berdasarkan uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap kadar air (Lampiran llb), diketahui bahwa penggunaan konsentrasi garam dapat menyebabkan
yang
perbedaan yang
berbeda
nyata
juga
terhadap
kadar air produk. Dari Gambar 4 dan Gambar 5, dapat dilihat bahwa penggunaan konsentrasi garam 20% pada waktu
pemasakan 30 menit memiliki kadar
air
yang
lebih
tinggi jika dibandingkan dengan
konsentrasi
garam 25 %. Hal ini mungkin disebabkan karena beberapa
faktor
yang
penetrasi
garam
kandungan
lemak ikan, ketebalan daging,
laju
dapat mempengaruhi
ke dalam
jaringan daging
yaitu
kesegaran
dan kemurnian garam (Burgess et
ikan, suhu
ada
al.,
1965). Berdasarkan diketahui
uji
bahwa
statistik
interaksi
(Lampiran
antara
lla),
perlakuan
konsentrasi
garam, lama pemasakan, cara
penyimpanan
cukup memberikan pengaruh nyata
penurunan Lampiran
dan
lama dalam
kadar air pindang, dan berdasarkan 1
diketahui
bahwa
kadar
air
data
terendah
diperoleh dengan adanya perlakuan lama pemasakan 90 menit, produk disimpan selama 2 hari dalam
keadaan
terbuka dan menggunakan konsentrasi garam 25%. Pindang yang dihasilkan juga memiliki
kadar
air yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar air ikan segar, dan tidak berbeda jauh kadar airnya jika dibandingkan dengan ikan pindang tongkol
dari
pasar (Tabel 5). Kadar Abu
Menurut
Pomeranz dan Meloan
(1977),
biasanya
berupa mineral seperti Kalium,
Natrium,
Besi
dan
Magnesium.
abu
Kalsium,
Sedangkan menurut
Joedawinata
(1976), garam dapur mengandung
kurang
lebih 90% NaCl dan senyawa-senyawa lain berupa Ca, Mg dan Fe dalam bentuk garam-garam klorida. Dengan
semakin meningkatnya kadar garam
pro-
duk, akan terjadi pula peningkatan kadar abu produk garam
karena
yang terdiri dari ion
~ a +dan
senyawa-senyawa lain seperti M ~ ' +
serta
dapat menjadi prekursor
C1-
dan
abu yang merupakan
~a"
residu
anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik. Dari
Gambar 6 terlihat bahwa kadar
abu
akan
mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu pemasakan. Namun berdasarkan uji statistik (Lampiran
12c) diketahui bahwa antara lama
pemasakan
30
menit
dan 60 menit tidak memberikan pengaruh
yang
nyata
terhadap kadar abu
yang
nyata
terlihat pada lama pemasakan 90
produk.
Pengaruh menit.
Hal
ini mungkin disebabkan karena waktu pemasakan
yang
menit itu memberikan cukup banyak peluang
bagi
90
larutan
garam
untuk berdifusi ke
dalam
jaringan
ikan. Selain itu, berdasarkan uji BNJ untuk konsentrasi garam bahwa 25%
juga
perbedaan antara konsentrasi garam
diketahui 20%
tidak memberikan pengaruh yang berbeda
Demikian dang
(Lampiran 12b)
faktor
nyata.
juga untuk faktor cara penyimpanan,
yang disimpan terbungkus tidak berbeda
dengan pindang yang disimpan terbuka.
dan
pinnyata
Secara keseluruhan, produk pindang yang
diha-
-
6.53%
silkan
memiliki kadar abu berkisar 2.33%
(Lampiran
2a
berpengaruh pemasakan
dan
2b).
terhadap
Yan9
Faktor-faktor
kadar
abu
adalah
dan lama penyimpanan (Lampiran
lama dan
12c
12e).
kadar abu (9'0)
90
60
SO
lama pemasakan (menit)
I
penylmpanan 0 harl
penylmpanan 2 harl
I
Gambar 6. Histogram hubungan lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar abu daging ikan. Dari Gambar 6 juga
dapat dilihat bahwa
abu pindang mengalami peningkatan setelah selama
2 hari. Hal ini mungkin
kadar
disimpan
disebabkan karena
selama penyimpanan telah terjadi penguapan air dari pindang sehingga dengan adanya penurunan kadar
air
maka konsentrasi garamnya meningkat dan menyebabkan peningkatan kadar
abu. Hal
ini
dijelaskan
oleh
.
Adnan
(1982) bahwa
bahan
pangan
umumnya
bila
disimpan, kadar airnya akan mencapai kesetimbangan dengan
kelembaban
tersebut.
di
sekeliling
Sedangkan menurut Winarno
(1974), dengan bahan
udara
pangan
dan
adanya penurunan kadar akan
mengandung
bahan Fardiaz
air, maka
senyawa-senyawa
seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineralmineral
dalam
jumlah yang
lebih tinggi, tetapi
vitamin dan zat warna menjadi rusak atau berkurang. Dengan adanya penurunan kadar air produk
selama
penyimpanan, maka terjadi peningkatan kadar mineral sehingga kadar abu juga meningkat. 3.
Kadar Garam
Kadar
garam produk pindang yang
berkisar antara 1.61%
-
6.51% (Lampiran 3a dan 3b).
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa ada kadar garam
dihasilkan
peningkatan
produk dengan semakin lamanya waktu
pemasakan dan penyimpanan. Pindang yang dimasak
90
menit memiliki kadar garam paling tinggi dibandingkan dengan pindang yang dimasak 30 dan Hal
60
menit.
ini mungkin disebabkan karena pemanasan yang
lama akan memberikan peluang yang untuk
cukup banyak
terjadinya penetrasi larutan garam ke dalam
jaringan ikan.
Selain disimpan
itu, pindang yang
selama 2 hari akan mengalami
garam.
kadar
dihasilkan
Hal ini mungkin
setelah
peningkatan
berhubungan
terjadinya penurunan kadar air setelah
dengan
penyimpanan
selama 2 hari (Gambar 4 dan 5). Berdasarkan analisa statistik diketahui faktor
konsentrasi garam
penyimpanan
(C) tidak
(A)
dan
memberikan
bahwa
faktor
cara
pengaruh
yang
berbeda nyata terhadap kadar garam produk pindang.
kadar garam (9")
SO
so
80
lama pemasakan (menit) penylmpanan 0 harl
penylmpannn 2 harl
Gambar 7. Histogram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar garam daging ikan. 4.
Kadar Lemak
Kadar
lemak pindang yang dihasilkan
antara 0.59 %
-
berkisar
2.56 % (Lampiran 4a dan 4b). Berda-
sarkan uji BNJ faktor lama pemasakan (B) dan
lama
penyimpanan (D) terhadap kadar lemak (Lampiran 14c
dan
14e) diketahui bahwa kedua perlakuan tersebut
memberikan
pengaruh yang berbeda Tabel
Pada
7
nyata.
terlihat bahwa
kadar
lemak
mengalami penurunan setelah disimpan selama 2 hari. Penurunan
ini mungkin
disebabkan karena
penyimpanan telah terjadi oksidasi lemak. disebabkan tidak
Oksidasi
asam
oleh auto oksidasi radikal
jenuh dalam lemak..Sedangkan menurut
(1981),
selama
lemak ikan memiliki kandungan
lemak Suzuki
asam
lemak
tidak jenuh yang tinggi. Winarno (1988) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya
oksidasi
lemak adalah karena
adanya
panas,
cahaya, logam-logam berat atau enzim lipoksidase. Selain rata-rata
itu karena pindang yang memiliki kadar air yang
dihasilkan
masih
tinggi, maka dengan adanya air, lemak pada
cukup daging
ikan akan mengalami proses hidrolisa menjadi
gli-
serol dan asam lemak bebas karena kegiatan enzim lipase dalam
daging ikan (Zaitsev et
al,
1969).
Enzim lipase tersebut berasal dari aktivitas mikroba
lipolitik yang mungkin
selama penyimpanan.
mengkontaminasi produk
Tabel 7. Rata-rata kadar lemak pada perlakuan lama pemasakan dan lama penyimpanan. lama penyimpanan (hari ke-)
lama pemasakan (menit) 30
60
90
0
1.24
1.89
1.55
2
1.00
1.19
1.20
Dari
Tabel
peningkatan
7 juga dapat
kadar
dilihat
terjadinya
lemak untuk lama
pemasakan
60.
menit
jika dibandingkan dengan lama
pemasakan
30
menit
pada penyimpanan no1 hari. Namun
setelah pindang
sebaliknya
dimasak selama 90 menit
terjadi
penurunan kadar lemak. Menurut Zaitsev et a1 (1969), selama perebusan akan
terjadi
koagulasi protein,
pembebasan
atau
pelarutan lemak dan air, baik air bebas maupun
air
terikat dengan senyawa-senyawa seperti nitrogen dan garam-garam. Adanya fluktuasi kadar lemak
tersebut
mungkin disebabkan oleh perbedaan antara
kecepatan
pembebasan
air
dan pelarutan lemak ke
dalam
air
perebus. Menurut bertujuan
Tanikawa
(1971), perebusan
selain
untuk menghentikan kegiatan enzim,
juga
dapat mengurangi kadar lemak. Oleh sebab itu penurunan kadar
lemak pada pemasakan 90 menit
untuk
penyimpanan hari ke-0 mungkin juga disebabkan oleh perebusan yang terlalu lama.
Lama
pemasakan yang baik agar tidak 60
menit.
pindang perlu dipertahankan karena
selain
kandungan lemak produk adalah Lemak
mengandung terkena untuk
merusak
omega-3
selama
yang dapat mengurangi resiko
artherosklerosis, lemak memperbaiki
cita
juga
rasa
bermanfaat
pindang
Yang
dihasilkan. 5.
Kadar P r o t e i n
Kadar protein produk pindang yang berkisar 5b).
antara 25.02%
-
dihasilkan
41.08% (Lampiran
5a
dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar protein
pindang adalah lama pemasakan dan lama penyimpanan. Sedangkan
faktor konsentrasi garam
dan
cara
penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang
berbeda
nyata.
pindang
Dari Gambar 8 terlihat jelas bahwa
yang mengalami pemasakan selama memiliki
kadar protein
90 menit
yang rendah.
akan
Hal
ini
disebabkan karena terjadinya pelarutan protein dalam
larutan perebus selama pemasakan.
pemasakan
selama 30 menit
terlalu menyebabkan
dan
Sedangkan
60 menit
kerusakan terhadap
ikan.
Hal ini dijelaskan oleh Vorkresensky
bahwa
garam
yang masuk ke dalam
ke
belum
protein
jaringan
(1965) ikan
menimbulkan berbagai perubahan baik fisika maupun kimia yang menyebabkan perubahan
berbagai
unsur
terutama
protein
dalam
daging
ikan.
mendenaturasi larutan koloidal protein dan koagulasi, sehingga daging
Garam terjadi
ikan mengkerut
dan
menyebabkan airny,a terperas keluar. Selain itu, pindang yang telah disimpan selama 2
hari
dari ini
memiliki kadar protein yang
pada pindang yang baru selesai mungkin
lebih
tinggi
dimasak.
berhubungan.dengan adanya
Hal
penurunan
kadar air selama penyimpanan.
kadar protein (90) ...............................................................................................................................
lama pemasakan (menit)
Gambar 8. Histogram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar protein daging ikan. Pindang
yang
dihasilkan
rata-rata memiliki
kadar protein yang lebih tinggi dari pindang pasar, tetapi
lebih
rendah dibandingkan
dengan
protein
ikan tongkol segar karena ikan tongkol segar memiliki kadar air yang lebih tinggi (Tabel 5).
Kadar
air ikan
pindang yang lebih rendah dari pada kadar segar disebabkan karena menurut Tarr
pemanasan
dapat menyebabkan
senyawa-senyawa terlarut karena
ikut
adanya
jaringan
nitrogen
penurunan
bahkan
cairan yang
itu
merembes
(1962), jumlah
seperti
terbawa. Penurunan
air
protein
disebabkan
keluar
dari
ikan. Perembesan cairan dari daging
ikan
disebabkan karena protein kehilangan daya
ikatnya
terhadap air sewaktu terjadi penggumpalan
(Zaitsev
et al., 1969)
.
Perlakuan
pemanasan
yang
baik
agar
tidak
protein ikan adalah selama 60 menit,
merusak
se-
dangkan kadar garamnya adalah 20%.
Dari analisa menunjukkan bahwa pH pindang yang dihasilkan berkisar antara 5.80 analisa
statistik,
mempengaruhi
pH
hanya
-
6.25. Berdasarkan Yan9
perlakuan faktor
lama
dapat
pemasakan
(Lampiran 16c). Sedangkan faktor konsentrasi garam, cara
penyimpanan
dan
lama
penyimpanan
tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Pada
Tabel
peningkatan terjadi menit.
8
dapat
dilihat
bahwa
terjadi
pH pada lama pemasakan 60 menit,
penurunan
lagi
pada
lama
lalu
pemasakan
90
Tabel 8. Rata-rata pH pada perlakuan lama pemasakan. Lama pemasakan (menit) 30
60
90
6.04
6.08
5.99
Menurut Sjachri dan Nur (1977), peningkatan pH
produk
dapat
diantaranya bakteri
beberapa
hal,
adalah adanya degradasi protein
oleh
yang
disebabkan
oleh
menghasilkan basa
Selain
nitrogen.
itu, menurut Zaitsev et a1 (1969), peningkatan penurunan pH selama penyimpanan berhubungan peningkatan
dengan
dan penurunan nilai TVN (Tabel 9).
itu karena selama proses
samping
dan
dapat
terbentuk
maka
pH
pembusukan
senyawa lain yang
bukanlah
indikator
pembusukan (Nitibaskara, 1980)
juga
bersifat
yang
Di
asam
baik
pada
.
7 . Kadar TVN
Kandungan salah
TVN di dalam daging ikan
satu parameter
untuk
menentukan
tingkat Yaw
kemunduran
mutu
mempengaruhi
nilai TVN adalah lama pemasakan
lama
penyimpanan.
garam
dan
cara
pengaruh
yang
dilihat
bahwa
ikan.
merupakan
Faktor-faktor
Sedangkan
faktor
penyimpanan
tidak
konsentrasi memberikan
berbeda nyata. Pada Tabel pindang
yang
belum
dan
9
dapat
mengalami
penyimpanan memiliki
-
24.54
30.00
mg%.
kadar
TVN
Sedangkan
berkisar setelah
antara
disimpan
selama 2 hari, kadar TVN pindang meningkat 35.08
-
kadar
TVN
46.64 mg%, dan bila pada
pindang
menjadi
dibandingkan dengan
yang
dibeli
di
pasar,
pindang yang dibuat di laboratorium memiliki
kadar
TVN
pasar
yang
lebih
kecil
dari
pada
pindang
(Tabel 5). Tabel 9.
Rata-rata kadar TVN daging ikan perlakuan lama pemasakan dan penyimpanan.
lama penyimpanan (hari ke-)
TVN
lama pemasakan (menit) 60
30
90
0
24.54
30.00
25.45
2
46.64
39.77
35.08
Menurut
pada lama
James (1978),
disebabkan
karena
peningkatan
kandungan
denaturasi protein
yang
menghasilkan amoniak, hidrogen sulfida, gugus-gugus amina dan karboksilat. Bila produksi amoniak
lebih
banyak dari asam, maka kadar TVN akan meningkat. Berdasarkan uji BNJ, faktor lama pemasakan dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang
nyata
terhadap kadar TVN (Lampiran 17c
Untuk
pindang yang belum disimpan
hari),
terjadi peningkatan
kadar
berbeda
dan
17e).
(penyimpanan 0 TVN
setelah
dimasak 60 menit. Namun sebaliknya setelah pindang
dimasak selama 90 menit terjadi penurunan kadar TVN. setelah disimpan selama 2 hari,
semakin
pemasakan dapat menurunkan kadar T W .
Adanya
Sedangkan lama
fluktuasi tersebut menurut Aitken dan Conell (1979) disebabkan karena peningkatan
pemanasan
dapat
mengakibatkan
kadar amin volatil, trimetil amin
dan
dimetil amin, dan menurut Apriyantono (1988) perebusan
dapat menurunkan kadar TVN
karena
senyawa
basa volatil yang terbentuk dan yang
sebelumnya
sudah ada dapat
larut
ke
dalam
larutan perebus. Menurut
Connel
(1980), kandungan TVN
ikan
olahan yang masih layak diterima konsumen berkisar antara di
100 mg% sampai 200 mg% nitrogen.
dalam penelitian ini kadar TVN
adalah
yang
62.29 mg% (Lampiran 17a dan
pindang
masih
layak
dikonsumsi
Sedangkan tertinggi
17b)
sehingga
walaupun
telah
disimpan selama 2 hari pada suhu kamar. 8.
Kadar TMA
Trimetilamin komponen
TVN
atau
TMA merupakan
yang juga
parameter kemunduran mutu
dapat
salah
digunakan
satu
sebagai
suatu produk perikanan.
Kadar TMA produk pindang yang dihasilkan untuk penyimpanan 0 hari berkisar antara 5.78
-
9.74 mg%.
Sedangkan setelah disimpan selama 2 hari, kadar TMA
produk
akan mengalami peningkatan menjadi
8.08
-
15.27 mg% (Lampiran 8a dan 8b). Berdasarkan
analisa
statistik,
lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
kadar TMA. Sedangkan
faktor
nyata
konsentrasi
garam, lama penyimpanan dan cara penyimpanan
tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Adanya yang
peningkatan .kadar TMA
telah
disebabkan
disimpan
selama
2
untuk
pindang
hari
mungkin
oleh aktivitas mikroba yang selama penyimpanan
mengkonta-
minasi
produk
karena menurut
Simidu
(1961), trimetilamin (TMA) merupakan
suatu
senyawa yang terbentuk sebagai hasil degradasi dari trimetilamin oksida (TMAO) oleh akitivitas mikroba Pseudomonas, Achromobacter dan Lactobacillus. 9.
Daya Cerna In V i t r o
Jika dibandingan dengan sumber protein lainnya,
memiliki
ikan
keistimewaan
adalah
sedikitnya jumlah
daging
ikan
tenunan
sehingga daya cernanya
hewani
diantaranya
pengikat cukup
pada
tinggi
(Nitibaskara et al, 1982). Berdasarkan nilai
daya
analisa keseluruhan
cerna secara "in vitro" dihasilkan yaitu
pindang
yang
76.10%
sampai
83.03%
diperoleh
untuk
berkisar
(Lampiran 9a
dan
produk antara 9b),
sedangkan berdasarkan uji statistik diketahui bahwa faktor yang memberikan pengaruh berbeda nyata hanya lama
Pada Tabel
10
dapat
dilihat
terjadi penurunan nilai daya
cerna
setelah
penyimpanan.
bahwa
pindang
disimpan
selama
2
hari. Hal
ini
mungkin
disebabkan karena terjadinya degradasi selama penyimpanan yang TVN
menghasilkan
dan TMA. Menurut Borgstrom
protein
ikan
penyimpanan
dapat
dan
mengalami
enzim-enzim
protein
peningkatan daya
(1962),
cerna
penurunan
selama memiliki
pencernaan
reaksi yang spesifik karena berkaitan dengan interaksi
antar
asam amino-asam amino di
dalam
suatu
rangkaian protein. Tabel
10.
Rata-rata daya cerna pada perlakuan lama pemasakan dan lama penyimpanan.
lama penyimpanan (hari ke-)
90
60
78.81
81.27
79.06
2
75.92
78.65
76.77
Tabel
peningkatan
menit.
30
0
Dari
menit
lama pemasakan (menit)
daya
10
juga
terlihat
cerna untuk
bahwa
lama
pemasakan
60
jika dibandingkan dengan lama
pemasakan
30
Namun pada lama pemasakan
90
menit
penurunan daya cerna baik untuk penyimpanan maupun
terjadi
2
hari. Fluktuasi ini
mungkin
terjadi 0
hari
disebabkan
karena
struktur protein yang kompleks belum
cukup
terurai
pada pemasakan 30 menit, namun pada
pema-
sakan 60 menit protein sudah cukup terurai sehingga mudah dicerna. Sedangkan pada
lebih menit, pada
pemasakan
dengan terjadinya peningkatan
pindang
penurunan
yang
daya
kadar
dihasilkan dapat
cerna.
Hal
pengeringan
berkurang
lagi
dan
bila di
garam
menyebabkan
ini dijelaskan
Somaatmadja (1983) bahwa daya cerna ikan dengan
penggaraman, dalam
90
oleh
berkurang
yang
proses
lebih
pengolahan
tersebut ditambahkan gula. lo. Histamin
Berdasarkan lOe),
diperoleh
uji
statistik (Lampiran 20b
hasil yang
berbeda
nyata
perlakuan kadar garam dan lama penyimpanan. pindang
dan
untuk Produk
yang dibuat dengan konsentrasi garam
25%
memiliki kadar histamin yang lebih kecil dari
pada
yang dibuat dengan konsentrasi garam
20%.
pindang Selain
itu
semakin lamanya waktu
pemasakan
dapat menurunkan kadar histamin (Lampiran 20a 20b).
Hal ini mungkin disebabkan karena
juga dan
pemanasan
yang cukup lama dalam suasana bergaram dapat membunuh
spora dan bakteri pembentuk histamin
dapat menurunkan
kandungan zat gizi
walaupun
dari
produk
yang dihasilkan, sehingga dapat menghambat
pemben-
tukan histamin selama penyimpanan. Lampiran
Pada
10a
dan
lob
untuk
percobaan
A2BlClDl
pemasakan
30 menit, disimpan terbungkus hari) serta A2B2C2Dl
penyimpanan
0
garam
lama
25%,
terbuka
dan
terdeteksi
(konsentrasi garam
pemasakan
lama
60
penyimpanan
adanya histamin walaupun
karena kondisi awal
produk
lama
dan
lama
(konsentrasi
yang
disimpan
hari)
telah
produk
belum
penyimpanan. Hal ini mungkin
mengalami
252,
menit, 0
satuan
disebabkan
kurang
sehingga telah terbentuk histamin. Menurut dan
Doyle
(1987), histamin memiliki
segar Gosting
sifat tahan
terhadap panas, oleh karena itu histamin yang sudah terbentuk
ketika masih mentah, setelah
pengolahan
masih tetap ada. Kadar histamin dari produk pindang yang silkan 10a
berkisar antara 1.03
-
3.27
mg%
dan lob). Nilai ini sangat kecil
dingkan
dengan
tongkol
yang
juga
berada
kadar histamin dari
dibeli di pasar dan jauh di bawah
batas
(Lampiran
jika ikan
nilai
diha-
dibanpindang
tersebut
maksimum
kadar
histamin yang diijinkan dalam makanan yang ditetapkan
FDA
telah
(20 mg/100 gr bahan),
sehingga walaupun
disimpan selama dua hari ikan
pindang
yang
dibuat di laboratorium masih sangat layak dikonsumsi dan tidak akan menyebabkan keracunan histamin. Perbedaan kandungan histamin yang jelas antara pindang tongkol yang dibuat di laboratorium pindang
yang
Terbukti
disebabkan baik.
histamin
dengan umumnya tidak mengandung
hari ke nol. Selain'itu pembuatan pindang
laboratorium sangat lalu
mungkin
kesegaran ikan yang dipindang sangat
karena
pada
dibeli di pasar
dengan
baik
ikan
survei
dilakukan
dengan
penanganan
dan bersih. Isi perut
dicuci
lapang
bersih.
ikan
Sedangkan
di Pelabuhan Ratu
di
yang
dibuang,
berdasarkan
pada
penelitian
pendahuluan, umumnya dalam pembuatan pindang secara tradisional, ikan tidak dicuci bersih
dan
tidak
dikeluarkan isi perutnya. Apriyantono
(1988) menyatakan
bahwa
faktor
kesegaran ikan yang paling besar pengaruhnya terhadap
kandungan
dan
pembentukan
histamin
selama
penyimpanan. Perlakuan
yang
dapat menekan
pembentukan
histamin adalah dengan lama pemasakan 90 menit konsentrasi garam 25%. Namun karena lama
pemasakan
90 menit dapat menurunkan kadar protein, lemak daya
cerna serta mungkin komposisi gizi yang
sedangkan
dan
dan lain
ikan merupakan salah satu sumber protein
hewani, maka
dalam pembuatan pindang
lebih
baik
digunakan pemanasan 60 menit. Karena berdasarkan analisa secara umum konsentrasi
garam 20% dan 25% tidak berbeda nyata,
maka
lebih
baik
digunakan konsentrasi garam
agar
tidak terlalu asin sehingga tetap
pindang
konsumen. kadar
masih FDA
Walaupun
dengan konsentrasi
histamin pindang lebih
dengan
20%
konsentrasi
garam
tinggi
garam
berada jauh di bawah batas
yang
sehingga masih aman dikonsumsi
20%
dibandingkan
tetapi
25%,
disukai
jumlahnya' ditetapkan
(Lampiran 10a
dan lob). Pindang
juga
harus
disimpan
tertutup
atau terbungkus untuk
pindang
dengan lingkungan yang
rekontaminasi sarkan
dapat
tidak
kontak
menyebabkan
selama penyimpanan, walaupun
pun
berbeda nyata.
keadaan
mengurangi
analisa statitik pengaruh
kusan atau
dalam
adanya
berda-
pembung-
selama penyimpanan
tidak
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian yang
diperoleh
dapat
ditarik beberapa kesimpulan : 1.
Semakin
lamanya
bergaram
waktu
pemasakan
dalam
dapat menyebabkan penurunan
peningkatan kadar abu, peningkatan
suasana
kadar
air,
garam,.
kadar
kerusakan protein dan lemak. 2.
Semakin
lama waktu penyimpanan
peningkatan
nilai TVN dan
akan
menyebabkan
sebaliknya menurunkan
daya cerna. 3.
Konsentrasi garam yang tinggi dan
lamanya waktu
pemasakan dapat meningkatkan ketahanan produk dari histamin
rekontaminasi mikroba pembentuk penyimpanan, tetapi
akibatnya
selama
terjadi penurunan
kandungan gizi makanan dalam produk. 4.
Faktor
kesegaran bahan baku dan
pengolahan peranan
maupun
penyimpanan
sanitasi sangat
selama
memegang
penting dalam menekan pembentukan
hista-
min. 5.
Metoda
yang paling baik dalam
dengan
memperhatikan faktor gizi
pembentukan konsumen
histamin
dalam
ha1
dan
pembuatan
tetap
organoleptik
pindang
selain menekan dapat yaitu
diterima dengan
menggunakan
konsentrasi garam 20% dan lama
pema-
sakan 60 menit. 6.
Cara penyimpanan pindang sebaiknya ditutup dan sedapat mungkin lingkungan
dihindarkan dari
kontak
dengan
serta tidak disimpan atau tidak
konsumsi pindang yang telah disimpan
meng-
lebih
dari
dua hari.
B.
SARAN
Beberapa saran yang perlu mendapat perhatian perlu dipertimbangkan adalah perlu dilakukannya litian lanjutan yang meneliti tentang cara pindang buhan
pada pindang selama
pertum-
penyimpanan
dapat menekan pembentukan histamin sehingga daya pindang bisa menjadi lebih lama.
pene-
pengemasan
yang terbaik sehingga dapat mencegah
kapang
dan
serta awet
DAFTAR PUSTAKA
Adnan , M. Pangan.
1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Penerbit Agritech. Yogyakarta.
Bahan
Aitken, A. and J.J. Connel. 1979. Fish. In R.J. Priestly, Effects of Heating on Foodstuffs. App. Sci. Publishers LTD, London. p:219-249 Anonymous. 1979. Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting (I). Dirjen Perikanan, Departemen Perikanan RI, Jakarta. A.O.A.C. 1980. Official Methods Analysis, 1 3 ed. ~ ~ In W. Howirt (editor), the Association of official Analytical Chemist. Washington, D.C. Apriyantono, A. 1988. Perubahan senyawa bernitrogen selama penyimikan pindang tongkol (Euthvnnus =) panan. Tesis Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Behling, A.R. dan Taylor, S.L. 1982. Bacterial histamine production as a function of temperature and time of incubation. J. Food Sci. 47:1311. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. 1984. Direktorat Jenderal Perikanan Indonesia, Jakarta. Borgstrom, G. 1962. Nutrition, Sanitation, and Utilization. Di dalam G. Borgstrom (Ed.). Fish as Food. Vol 11. Academic Press. New York. Burgess, G.H.O., C.L. Cutting, J.A. Lovern dan Waterman. 1965. Fish Handling and Processing. Majesty's Stationery Office. Edinburg.
J.J. Her
Clucas, I.J. 1982. Fish Handling, Preservation and Processing in the Tropics : Part I. Tropical Product Institute. London. 141 p. Connel, J.J. 1980. Control of Fish Ltd. London. News (books)
.
Quality.
Fishing
Eitenmiller, R.R., Joseph H. Orr dan Wayne W. Wallis. 1982. Histamine formation in fish : Microbiological and biochemical conditions. Di dalam Roy E. Martin, George J. Flick, Chieko E. Hebard, Donn R. Word (eds) Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. AVI Pub. Co. Inc. Westport, Connecticut.
FDA.
1982. Bacteriological Analytical Manual. Divisi of Microbiology Center For Food Safety and Applied Nutrition, US FDA, AOAC, Arlington, Virginia.
Frazier, W.G. and D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi. 540 p. Gosting, D., and E. Doyle. 1987. Review of the literature for 1986 on food safety and food-borne illness. Di dalam : 1986 Annual Report, Food Research Institute, Department of Food Microbiology and Toxicology, University of Wisconsin, Madison. Hadiwiyoto, S. 1983. ~asil-hasilOlahan Daging dan Telur. Liberty, Yogyakarta.
Susu,
Ikan,
Hardy, R. and J.G.M. Smith. 1976. The Storage of mackerel (Scomber scombrus). Development of histamine and rancidity. J. of the Sci. Food and Agric. 27:595599. Henry, M. 1960. Dosage biologue de L'histamine dans les &.= aliments. Ann Falsif. Expert. Chim. 53:24. lam Eitenmiller, R., Joseph H. Orr dan Wayne W. Wal lis. 1982. Histamine formation in fish : Microbiological and biochemical conditions. Di dalam Roy E. Martin, George J. Flick, Chieko E. Hebard, Donn R. R. Word (eds). AVI Pub. Co. Inc. Westport, Connecticut.
a
Heruwati, E.S., Kamarijani dan J. Soedarsono. 1985. Pindang Bandeng Kudus. 11. Perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan. Lap. Penel. Tekn. Perik. 41:15-20. Hibiku, S. dan W. Simidu. 1959. Studies on putrefaction of aquatic products-26. Spoilage of fish in the presence of carbohydrates (In Japanese with English summary). Bull. Japan Soc. Sci. Fisheries 24 (11):913-915. Di dalam Kimata, M. 1961. The histaFish mine problem. Di dalam George Borgstrom (ed). as Food. Academic Press, New York. Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan I Teknik Pendinginan Ikan. CV. Paripurna. Jakarta. 237 hal. Ilyas, S. dan T.A.R. Hanafiah, 1978. Studi Mengenai Mengamati Beberapa Aspek Proses Pemindangan I. dalam Jurnal Selama Proses Pemindangan Garam. Penelitian Teknologi Hasil Perikanan. No. 2. Thn. 1978.
Ilyas, S. 1979. Beberapa permasalahan dan prospek pemindangan ikan. Makalah Seminar Teknologi Pengolah Ikan Secara Tradisional, Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta. James, J.M. 1978. Modern Food Microbiology. Second Edition. Van Nastrand Reinhold Company, New York. Joedawinata, M.A. 1976. Mempelajari. Pengaruh Perbandingan Pemakaian Garam dan Bata serta Waktu Pengasinan terhadap Kwalitas Telus Asin dari Telus Ayam Tesis Sarjana "White Leghorn" Selama Penyimpanan. Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kimata, M. 1961. The Histamine Problem. In G. Borgstrom (editor), fish as Food vol. I. production, biochemistry and microbiology. p. 329-352. Acad. Press. New York. Klaveren, M. and R. Legendre. 1957. Salted Cod. Edited by. dalam Fish as Food. Volume 111. Borgstrom. Academic Press. New York.
Di G.
Konosu, S dan K. Yamaguchi. 1982. The flavor components in fish and shellfish. dalam Martin, R.E., G.J. Flick, C.E. Hebard and D.R. Ward (Eds.) : Chemistry and Biochemistry of Marine Food Product. AVI publishing Company, Westport, Connecticut.
a
Ma1oen, S. 1984. Ikan. Bahan Kuliah Teknologi Pengolahan Pangan 111. TPG, FATETA,, IPB, Bogor. Moeljanto, R. 1982. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Nasran, S. 1980. Present status dalam usaha pemindangan dalam : Prosiding Seminar Teknologi Pengolahan Di Pindang, 1-2 Desember 1980 di Jakarta. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan, Jakarta. Nitibaskara, R.R. 1980. Pengaruh Faktor-faktor Pengolahan Terhadap Ketahanan Hasil Serta Mutu Protein Laporan Proyek Penelitian. Fakultas Pindang. Perikanan IPB . Bogor. Nitibaskara, R.R., A.N. Assik, W. Zahiruddin, D.R. Sukarsa, D. Kartapura dan R. Suwandi. 1982. Penuntun Praktikum dan Teori Teknologi Hasil Perikanan. Bagian Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor.
.
1988. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Dari Pindang Ikan Kembung Selama Penyimpanan Serta Pengaruh Bakterisidal dari Protamin Terhadap Isolat. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Nitibaskara, R.R., dan D.R. Sukarsa. 1979. Penanganan dan Pengolahan Ikan Secara Tradisional di Indonesia. Dalam rangka kerja sama Rural Credit Project BRI dengan Unit Penataran-IPB.
et al. 1984. Histamine Production in Orejana, F.M. Iced Frigate Mackerel (&&& thazard) and Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis). Institute of fisheries Development and Research (IFDR). UPV-CV. Unpublished. Pan, G.S. 1984. Effects on Histamine Formation in Tuna, Bonito and Mackerel. Dept. of Mar. Fd. Sci. National Taiwan College of Marine Food Science and Technology Keelung Taiwan, ROC. Unpublished. Food Analysis : Pomeranz, Y and C.E. Meloan. 1978. Theory and Practise. AVI Publishing Company, Westport, Connecticut. Shewan, J.M. 1962. The bacteriology of fresh spoiling fish and some related chemical changes. p. 169-197. In Recent Advances in Food Science. Vol. 1. Ed. Haufhorn and Muil Leitch J. Butterworths, London. )i dalam Omura, Y., R.J. Price dan H.S. Olcott. 1978. Histamine forming bacteria isolated from spoiled skipjack tuna and jack mackerel. J. Food Sci. 43: 1779-1781.
Silliker, J.H., R.P. Elliot, A.C. Baird Parker, F.L. Bryan, J.H.B. Christian, D.S. Clasrk, J.C. Olson dan T.A. Robert. 1980. Microbial Ecology of Foods : Factor Affecting Life and Death of Microorganisms. Academic Press, New York. Simidu, W. 1961. Non Protein Nitrogeous Compounds. Di dalam Borgstrom (Ed.) . Fish as Food. Vol I. ~ c a d F mic Press. New York. Sjachri, M. dan M.A. Nur. 1977. Pengolahan ikan secara tradisional (I). Pengaruh beberapa perlakuan terhadap sifat fisik dan kimia dari produk akhir pada Di dalam pengolahan ikan peda cara laboratoris. Jurnal Penelitian Teknologi Hasil ~erikanan-NO. 2, BPTP. Jakarta. Somaatmadja, D. 1983. Industri Pengolahan Ikan Sebagai Sumber Protein Hewani. Departemen Perindustrian, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Balai Besar Penelitian dan Pengembangn Industri Hasil Perta nian. Bogor
Stansby, M.E. 1963. Industrial Fishery Technology. Reinhold Publishing Corporation, New York. 393 hal. Suparno, B. Syachrul dan T.A.R. Hanafiah. 1979. Mengamati Studi Mengamati Proses Pemindangan 11. Berbagai Aspek Selama Proses Pemindangan-air-garam (Cue). Jurnal Penelitian Teknologi Hasil Perikanan No. 1. Hal:37-55.
.
dan J.T. Murtini. 1979. Studi Mengenai Proses Pemindangan IV. Daya Awet dan Mutu Pindang Jurnal Penelitian Air Garam Selama Penyimpanan. Teknologi Hasil Perikanan. No. 2 Th. 1979. Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein : Processing Technology. Applied Science Publishers Ltd, London. Tanikawa, E. 1971. Marine Product in Japan. Koseisha Koseikaku Company. Tokyo. Tarr, H.L.A. 1962. Changes in Nutritive Value Through Handling and Processing Procedures. Di dalam G. Borgstrom (ed) Fish as Food. ~ c a d e m i c ~ r e s s , New York.
.
Taylor, S.L. 1983. Monograph on Histamine Poissoning Codex Alimentarius Commision. FA0 of the United Nations and WHO. Taylor, S.L. and M.W. Speckhard. 1983. Isolation of Histamine Producing Bacteria from Frozen Tuna. Food Research Institute. Mar. Fish. Rev. 45.(4-6):35-59. Vorkresensky, N.A. 1965. Salting of herring. fi dalam G. Borgstrom (ed.) . Fish as Food. Vol 111. Academic Press, London. Winarno, F.G.
1983.
Winarno, F.G. 1988. dia. *Jakarta.
Enzim Pangan. Gramedia, Jakarta. Kimia Pangan dan Gizi.
PT
Grame-
Zaitsev, V., I. Kizevetter, L. Lacunov, T. Makarova, L. Minder and V. Podsevalov. 1969. Fish Curing and Processing. MIR. Publisher, Moscow. 1969. Publ., Moscow.
Fish Curing and
Processing.
MIR.
Lampiran
la.
Data kadar a i r ( % ) .
K o d e sampel
1
2
Rata-rata
I I1 I I1 I I1 I I1
68.04 68.06 66.16 67.56 67.77 69.30 66.36 66.12
68.10 68.47 67.72 67.98 68.07 68.94 67.05 66.90
68.07 68.27 66.94 67.72 67.92 69.12 66.71 66.51
I I1 I I1 I I1 I I1
66.50 66.19 65.25 65.29 65.49 66.47 62.45 62.87
67.23 66.41 64.81 65.01 66.03 65.59 65.26 65.21
66.87 66.30 63.53 65.15 65.76 66.03 64.75 64.04
I I1 I I1 I I1 I I1
66.32 65.93 63.57 63.00 62.34 63.04 62.45 61.19
66.37 65.74 62.85 62.83 62.23 63.79 62.28 62.63
66.35 65.04 63.21 62.92 62.29 63.42 62.37 61.91
A2BlClD2
I I1 I
A2BlC2Dl
I1 I
67.15 67.03 65.79 64.89 65.72 66.41 64.83 63.96
68.01 66.75 64.92 66.01 65.15 65.74 63.95 63.52
67.58 66.89 65.36 65.45 65.44 66.08 64.39 63.74
AlBlClDl AIBICID2 AIBIC2DI AIBIC2D2
AlB2ClDl AlB2ClD2 AlB2C2D1 AlB2C2D2
AlB3ClD1 AlB3ClD2 AlB3C2Dl AlB3C2D2
A2BlClDl
A2BlC2D2
I1 I I1
Lampiran Ib. Lanjutan data kadar air ( % ) Kode sampel A2B2ClDl A2B2ClD2 A2B2C2Dl A2B2C2D2
A2B3ClDl A2B3ClD2 A2B3C2Dl A2B3C2D2
1
2
Rata-rata
I I1 I I1 I I1 I I1
65.64 65.01 63.71 63.89 64.87 64.50 63.48 62.96
65.48 65.17 64.86 64.06 65.37 64.94 64.09 63.42
65.56 65.09 64.29 63.98 65.12 64.72 63.79 63.19
I I1 I I1 I I1 I I1
64.54 63.95 63.48 62.61 63.56 63.37 62.43 61.33
64.22 64.30 63.45 62.30 64.56 64.75 60.87 62.49
64.38 64.13 63.47 62.46 64.06 64.06 61.65 61.91
Keterangan : 1 dan 2 adalah duplo I dan I1 adalah ulangan A 1 = konsentrasi garam 2 0 % A2 = konsentrasi garam 2 5 % B 1 = lama pemasakan 3 0 menit B2 = lama pemasakan 6 0 menit B3 = lama pemasakan 9 0 menit C 1 = pindang disimpan terbungkus C2 = pindang disimpan terbuka D l = lama penyimpanan 0 hari D2 = lama penyimpanan 2 hari
Lampiran 2a.
Data k a d a r abu ( % ) .
Kode sampel AlBlClDl AIBICID2 AIBIC2DI AIBIC2D2
AlB2ClDl AlB2ClD2 AlB2C2Dl AlB2C2D2
1
I I1 I I1
I I1 I I1
I I1 I I1 I I1 1
I1
AlB3ClDl AlB3ClD2 AlB3C2D1 AlB3C2D2
I I1 I I1 I I1
I I1
A2BlClD1 A2BlClD2 A2BlC2Dl A2BlC2D2
I I1 I I1 I I1
I I1
2
Rata-rata
2.81 3.10 3.31 2.89 2.42 3.15 2.81 3.80
3.40 2.86 3.40 2.86 2.54 3.25 3.16 3.78
3.11 2.98 3.36 2.88 2.48 3.20 2.99 3.79
3.00 3.51 3.91 3.80 2.85 2.73 4.24 3.77
2.80 2.20 3.80 3.98 2.13 2.25 4.18 3.71
2.90 2.89 3.86 3.89 2.49 2.49 4.21 3.74
5.63 4.50 6.24 5.66 4.81 4.27 5.49 5.66
4.09 4.13 6.82 4.95 4.70 4.47 5.78 5.95
4.86 4.32 6.53 5.31 4.76 4.37 5.64 5.81
2.91 2.09 3.71 3.27 2.74 2.95 3.30 3.41
2.95 2.56 3.09 3.30 2.89 2.91 3.53 3.97
2.93 2.33 3.40 3.40 2.82 2.93 3.42 3.69
Lampiran 2b.
L a n j u t a n d a t a k a d a r abu ( % )
Kode sampel A2B2C1D1 A2B2ClD2 A2B2C2Dl A2B2C2D2
A2B3ClDl A2B3ClD2 A2B3C2Dl A2B3C2D2
1
2
Rata-rata
I I1 I I1 I I1 I I1
2.02 2.61 4.47 3.90 2.03 2.15 3.99 4.07
2.81 2.18 3.66 3.89 2.81 3.25 3.72 3.68
2.42 2.40 4.07 3.90 2.42 2.70 3.86 3.88
I I1 I I1 I I1
4.65 4.19 5.68 5.03 5.40 4.27 5.06 4.99
4.19 4.73 5.61 4.72 4.46 4.38 4.88 5.27
4.42 4.46 5.65 4.88 4.93 4.33 4.97 5.13
I I1
Lampiran 3a.
Data k a d a r garam ( % ) .
Kode sampel
1
2
Rata-rata
I I1 I I1 I I1 I I1
1.99 2.36 2.97 2.77 1.77 1.67 2.47 2.44
1.27 2.10 2.80 2.75 1.47 1.54 2.52 2.47
1.63 2.23 2.89 2.76 1.62 1.61 2.50 2.46
I I1 I I1 I I1 I I1
2.49 2.53 2.89 3.24 2.29 2.67 2.77 2.54
2.49 2.77 2.93 3.06 2.39 1.97 2.84 2.47
2.49 2.65 2.91 3.15 2.34 2.32 2.81 2.51
AlB3ClD2
I I1 I
AlB3C2D1
I1 I
4.68 6.45 5.84 4.71 4.48 4.83 5.20 4.67
4.68 6.57 5.81 4.69 4.16 4.80 5.16 4 . 60
4.68 6.51 5.83 4.70 4.32 4.82 5.18 4.64
AlBlClDl AIBICID2 AIBIC2DI AIBIC2D2
AlB2ClDl AlB2ClD2 AlB2C2D1 AlB2C2D2
AlB3ClDl
AlB3C2D2
I1 I I1
.
A2BlClD1 A2BlClD2 A2BlC2Dl A2B1C2D2
I I1 I I1 I I1 I I1
2.53 1.86 2.89 2.64 2.16 2.63 2.99 2.80
2.53 1.83 2.47 3.23 2.27 2.51 3.05 2.94
2.53 1.85 2.68 2.94 2.22 2.57 3.02 2.87
Lampiran 3b. Lanjutan data kadar garam ( % ) Kode sampel A2B2ClDl
1
I I1
A2B2ClD2
I I1
A2B2C2D1
I I1
A2B2C2D2
I I1
A2B3ClDl
I I1 I I1 I
A2B3ClD2 A2B3C2D1
I1 A2B3C2D2
I I1
2
Rata-rata
2.72 3.21 3.26 3.78 3.29 3.67 3.77 3.54
2.41 3.32 3.33 3.74 3.29 2.84 3.84 3.47
2.57 3.27 3.30 3.76 3.29 3.26 3.81 3.51
3.04 4.62 5.46 5.87 4.06 3.22 4.76 6.04
3.04 4.68 6.02 5.92 4.01 3.33 5.01 5.97
3.04 4.65 5.74 5.90 4.04 3.28 4.89 6.01
Lampiran 4a.
D a t a k a d a r lemak ( % ) .
K o d e sampel
1
AIBICID2
I I1 I
AIBIC2DI
I1 I
AlBlClDl
AIBIC2D2
AlB2ClDl AlB2ClD2 AlB2C2Dl AlB2C2D2
I1 I I1
I I1 I I1 I I1 I I1
AlB3ClD2
I I1 I
AlB3C2Dl
I1 I
AlB3ClDl
AlB3C2D2
A2BlClDl A2BlClD2 A2BlC2Dl A2BlC2D2
I1 I I1
I I1 I
I1 I I1 I I1
2
Rata-rata
0.72 1.01 0.85 0.97 1.19 0.57 0.90 1.21
0.75 1.09 0.88 1.05 1.23 0.60 1.02 1.18
0.74 1.05 0.87 1.01 1.21 0.59 0.96 1.20
1.64 1.57 0.92 1.86 2.49 1.76 0.71 1.84
1.59 1.60 1.03 1.81 2.44 1.91 0.78 1.81
1.62 1.59 0.98 1.84 2.47 1.84 0.75 1.83
1.91 1.40 1.38 1.16 2.19 1.93 1.32 1.37
1.88 1.48 1.39 1.20 2.27 1.87 1.87 1.43
1.90 1.44 1.39 1.18 2.23 1.90 1.60 1.40
1.88 1.51 1.09 1.27 1.57 1.35 0.71 0.84
1.80 1.62 1.13 0.84 1.53 1.40 0.78 1.23
1.84 1.57 1.11 1.06 1.55 1.38 0.75 1.04
Lampiran 4b. Lanjutan data kadar lemak ( 2 ) Kode sampel A2B2ClDl A2B2ClD2 A2B2C2D1 A2B2C2D2
A2B3ClDl A2B3ClD2 A2B3C2Dl A2B3C2D2
1
2
Rata-rata
I I1 I I1 I I1 I I1
2.57 1.45 0.77 0.74 1.45 2.20 1.65 0.68
2.54 1.48 0.71 0.79 1.48 1.98 1.60 1.27
2.56 1.47 0.74 0.77 1.47 2.09 1.63 0.98
I I1 I I1 I I1 I I1
0.77 2.10 0.90 0.77 1.02 1.04 1.59 0.74
0.83 1.90 1.10 1.23 1.05 1.08 0.96 0.69
0.80 2.00 1.00 1.00 1.04 1.06 1.28 0.72
L a m p i r a n 5a. Data kadar p r o t e i n K o d e sampel
2
Rata-rata
37.66 31.23 40.67 34.20 38.70 35.94 31.51 29.34
38.67 34.78 37.94 37.25 39.99 33.95 30.96 33.51
38.17 33.01 39.31 35.73 39.35 34.95 31.24 31.43
I1
32.02 32.50 39.68 32.83 30.70 38.49 39.55 40.51
34.09 31.41 38.27 31.40 28.28 41.40 42.31 43.09
33.06 31.96 38.98 32.12 29.49 39.95 40.93 41.80
I I1 I I1 I I1 I I1
27.49 26.59 29.06 30.23 29.65 25.44 31.16 27.23
25.41 28.56 28.67 29.68 29.01 26.64 29.95 29.28
26.45 27.58 28.87 29.96 29.33 26.04 30.56 28.26
I I1 I I1 I I1 I I1
30.08 34.54 37.66 36.26 39.09 34.00 39.55 40.51
38.84 29.85 42.24 36.12 40.38 33.56 42.31 43.09
34.46 32.20 39.95 36.19 39.74 33.93 40.93 41.80
1
AIBIC2DI
I I1 I I1 I
AIBIC2D2
I1 I
AlBlClDl AIBICID2
I1
AlB2ClDl AlB2ClD2 AlB2C2Dl AlB2C2D2
AlB3ClDl AlB3ClD2 AlB3C2D1 AlB3C2D2
A2BlClDl A2BlClD2 A2BlC2Dl A2BlC2D2
(%).
I I1 I I1 I I1
I
Lampiran 5b. Lanjutan data kadar protein ( % ) Kode sampel
1
2
Lampiran 6a. Data pH. 1
Kode sampel AlBlClDl AIBICID2 AIBIC2DI
I I1 I I1 I I1
5.90 6.05 6.05 6.20 6.05 6.10
2 5.90 6.05 6.05 6.20 6.05 6.11
Rata-rata 5.90 6.05 6.05 6.20 6.05 6.11
am pi ran 6b. Lanjutan d a t a pH.
Kode sampel
1
2
Rata-rata
Lampiran 7a.
Data kadar TVN ( m g % ) .
K o d e sampel AlBlClDl AIBICID2 AIBIC2DI AIBIC2D2
AlB2ClDl AlB2ClD2 AlB2C2Dl AlB2C2D2
AlB3ClDl AlB3ClD2 AlB3C2Dl AlB3C2D2
A2BlClDl A2BlClD2 A2BlC2Dl A2BlC2D2
1
2
Rata-rata
27.50 21.42 50.12 50.94 21.55 29.99 45.55 59.99
28.07 22.62 51.24 51.40 23.83 28.39 46.33 61.14
I I1 I I1 I I1 I I1
28.64 23.82 52.35 51.85 26.10 26.78 47.11 62.29
I I1 I I1 I I1 I I1
20.98 26.50 40.46 41.08 23.11 22.91 42.29 45.38
27.36 25.59 39.74 46.06 25.22 21.93 44.99 47.15
24.17 26.05 40.10 43.57 24.17 22.42 43.64 46.27
I I1 I I1 I I1 I I1
20.29 26.86 47.18 39.30 25.82 25.14 34.84 42.17
21.71 28.70 51.71 41.17 19.39 25.14 32.28 45.05
21.00 27.78 49.45 40.24 22.61 25.14 33.56 43.61
I I1 I I1 I I1 I I1
21.54 22.01 47.12 39.01 22.60 25.70 43.03 34.62
23.67 23.04 45.98 39.86 24.47 23.68 40.77 35.56
22.61 22.53 46.55 39.44 23.54 24.69 41.90 35.09
.
Lampiran 7 b . Lanjutan data kadar TVN (mg % ) . 2
Rata-rata
I1
19.77 36.32 35.95 32.44 35.22 38.14 38.19 35.62
38.20 35.76 37.63 36.59 32.29 37.30 38.53 34.17
35.69 36.04 36.79 34.52 33.76 37.72 38.36 34.90
I I1 I I1 I I1 I I1
25.60 24.99 28.64 29.60 25.27 28.57 28.49 28.69
30.36 25.56 26.81 27.00 24.77 28.07 29.61 28.67
28.43 25.28 27.73 28.30 25.02 28.32 29.05 28.68
1
Kode sampel A2B2ClDl
I
A2B2ClD2
I1 I I1
A2B2C2Dl
I
A2B2C2D2
I1 I
A2B3ClDl A2B3ClD2 A2B3C2Dl A2B3C2D2
L a m p i r a n 8 a . D a t a k a d a r TMA (mg % ) . K o d e sampel
AlBlClDl AIBICID2 AIBIC2DI AIBIC2D2
I I1 I I1 I I1
I I1
AlB2ClDl
I
AlB2ClD2
I1 I
AlB2C2Dl
I1 I
AlB2C2D2
AlB3ClDl AlB3ClD2 AlB3C2D1
I1 I I1
1 I1 1 I1 I I1
AlB3C2D2
A2BlClDl
I I1
I
I1 A2BlClD2 A2BlC2Dl A2BlC2D2
2
Rata-rata
6.29 7.28 8.69 9.39 6.49 7.60 8.12 14.29
7.07 6.19 8.50 10.33 6.12 6.65 8.93 12.07
6.68 6.74 8.60 9.86 6.31 7.13 8.53 13.18
6.38 7.05 10.30 11.05 6.61 6.19 11.88 12.11
6.83 7.12 10.12 11.88 7.97 7.07 11.88 12.79
6.61 7.09 10.21 11.47 7.29 6.63 11.88 12.45
7.11 7.59 12.11 10.97 6.12 8.64 10.83 11.31
8.17 7.18 18.43 12.18 6.12 7.83 12.64 10.20
7.64 7.39 15.27 11.58 6.12 8.24 11.74 10.76
8.22 7.13 13.45 13.29 7.45 10.92 15.10 11.60
7.29 7.10 12.31 15.56 9.34 8.56 13.78 11.23
7.76 7.12 12.88 14.43 8.40 9.74 14.44 11.42
1
I I1 I I1 I I1
Lampiran 8b. Lanjutan data kadar TMA (mg % ) Kode sampel A2B2ClDl A2B2ClD2 A2B2C2D1 A2B2C2D2
A2B3ClDl A2B3ClD2 A2B3C2Dl A2B3C2D2
1
2
Rata-rata
I I1 I I1 I I1 I I1
6.90 6.60 11.66 13.90 8.47 7.60 10.10 12.99
4.66 7.54 11.10 9.73 9.79 6.65 10.82 12.99
5.78 7.07 11.38 11.82 9.13 7.13 10.46 12.99
I
6.21 8.42 7.24 9.08 8.98 7.52 8.29 10.02
6.44 8.55 8.92 8.21 7.04 7.65 8.11 9.21
6.33 8.49 8.08 8.65 8.01 7.59 8.20 9.62
I1 I I1 I I1 I I1
Lampiran 9a.
Data d a y a cerna i n v i t r o ( % ) .
K o d e sampel
AIBICID2
I I1 I
AIBIC2DI
I1 I
AIBIC2D2
I1 I
AlBlClDl
2
Rata-rata
76.67 82.12 76.95 77.43 78.24 79.48 75.15 76.41
79.91 82.04 74.07 76.99 78.60 81.12 76.30 75.69
78.29 82.08 75.51 77.21 78.42 80.30 75.73 76.05
80.23 78.40 74.02 77.96 78.92 83.09 75.21 76.88
79.15 79.39 75.32 77.52 78.88 81.55 82.47 76.56
79.69 78.90 74.67 77.74 78.90 82.32 78.84 76.72
1
I1 #
AlB2ClDl AlB2ClD2
I I1 I
I1 AlB2CZD1 AlB2C2D2
I I1 I I1
AlB3ClDl AlB3ClD2 AlB3C2Dl AlB3C2D2
A2BlClDl
I I1 I I1 I I1 I I1
76.36 84.74 74.36 76.81 78.66 78.34 76.88 76.21
82.93 80.12 77.19 79.39 82.93 78.12 77.95 75.50
79.65 82.43 75.78 78.10 80.80 78.23 77.42 75.86
I
78.76 79.25 74.02 76.60 81.48 78.17 76.31 75.24
78.83 82.43 75.80 75.99 80.48 79.32 77.71 73.99
78.80 80.84 74.91 76.30 80.98 78.75 77.01 74.62
A2BlC2D1
I1 I I1 I
A2BlC2D2
I1 I
A2BlClD2
I1
Lampiran 9 b . Lanjutan daya cerna in vitro ( % ) . Kode sampel A2B2ClDl A2B2ClD2
I I1 I I1
A2B2C2Dl
I
A2B2C2D2
I1 I I1
A2B3ClDl A2B3ClD2 A2B3C2Dl A2B3C2D2
2
Rata-rata
79.75 81.88 78.76 78.54 87.22 80.82 81.28 76.29
84.16 82.65 76.79 75.54 80.21 84.02 84.73 75.52
81.96 82.27 77.78 77.04 83.72 82.42 83.01 75.91
79.25 81.07 78.59 77.40 87.93 84.63 76.71 76.10
78.10 82.97 76.39 76.93 87.38 79.24 75.00 76.77
78.68 82.02 77.49 77.17 87.66 81.94 75.86 76.44
1
I
I1 I I1 I I1 I I1
L a m p i r a n 1 0 a . D a t a kadar h i s t a m i n ( m g % ) . K o d e sampel
AlBlClDl AIBICID2 AIBIC2DI AIBIC2D2
ALB2ClDl AlB2ClD2 AlB2C2Dl AlB2C2D2
AlB3C1Dl AlB3ClD2
I II I I1 I II I I1
I I1 I I1 I II I I1
I II I I1
AlB3C2Dl
I
AlB3C2D2
II I I1
A2BlClDl A2BlClD2 A2BlC2Dl A2BlC2D2
I II I I1 I II I I1
Rata-rata
1
2
-
-
---
2.52 2.02
2.79 2.32
2.66 2.17
2.21 2.40
2.28 3.02
2.25 2.71
---
2.98 1-03
3.55 -
3.27 1.03
3.21 2.77
2.65 2.52
2.93 2.65
-
--
1.54 2.07
1.54 2.38
-
-
-
2.68
-
-
---
--
-
---
1.83 2.07
2.02 2.49
1.93 2.28
1.11
1.06
-
1.09
1.07 2.38
1.07 1.89
1.07 2.14
-
-
-
2.18 2.51
-
---
-
1.97 2.11
--
---
2.08 2.31
Lampiran l o b . Lanjutan data kadar histamin (mg % ) . Kode sampel
2
-
--
1.30
1.59
A2B2ClDl
I
A2B2ClD2
I1 I II
A2B2C2Dl
I
1.88 -
A2B2C2D2
I1 I I1
1.56 1.80 1.85
A2B3ClD1 A2B3ClD2
I I1
I I1
A2B3C2Dl A2B3C2D2
I I1 I I1
Rata-rata
1
1.68 -
1.31 1.07
-
-
----
1.32 1.39
1.56 1.56 1.62
-
---
1.14 1.07
1.14 1.34
-
1.27 1.49
--
--
1.29 1.28
Lampiran lla. Sidik ragam data kadar air Sumber
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
A B A*B C A* C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D
Sisa
Lampiran Ilb. Uji B N J faktor konsentrasi garam terhadap kadar air (faktor A ) . Perlakuan 1 2
N 24 24
Rata-rata 65.50 64.45
B*) A
Lampiran llc. Uji B N J faktor lama pemasakan terhadap kadar air (faktor B ) . Perlakuan
N
Rata-Rata
Lampiran lld. Uji B N J faktor cara penyimpanan terhadap kadar air (faktor C ) . Perlakuan
N
Rata-rata
P-nyata
Lampiran Ile. Uji BNJ faktor lama penyimpanan terhadap kadar air (faktor D). Perlakuan
*)
N
Rata-rata
Keterangan nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada a = 5 % .
Lampiran llf. Uji BNJ data kombinasi perlakuan terhadap nilai kadar air. Perlakuan
N
Rata-rata 68.17L K 67.24 L IJK 66.56 HIJK 65.32 GHI EF 66.10 GHIJ 64.25 G CDEF 68.52 L 65.76 GHIJ F 65.90 GHIJ F 64.92 GH DEF 62.85 ABC 64.06 BCDEF 67.35 L JK 65.40 GHI EF 64.34 G CDEF 64.14 CDEF 63.06 ABCD 62.97 ABC 66.61 LHIJK 64.07 BCDEF 64.40 G CDEF 63.49 ABCDE 62.14 AB 61.78 A
Lampiran 12a. Sidik ragam data kadar abu. Sumber
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
A B A*B C A*C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D
Sisa
Lampiran 12b. Uji B N J faktor konsentrasi garam terhadap kadar abu (faktor A). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 12c. Uji B N J faktor lama pemasakan terhadap kadar abu (faktor B). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 12d. Uji B N J faktor cara penyimpanan terhadap kadar abu (faktor C). Perlakuan
N
Rata-rata
P-nyata
ΓΏ am pi ran 12e. U j i BNJ f a k t o r lama penyimpanan t e r h a d a p k a d a r abu ( f a k t o r D). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 13a. S i d i k ragam d a t a k a d a r garam. Sumber
A B A*B C A*C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D Sisa
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
1
2 2 1 1
2
2 1 1
2
2 1 1
2
2 24
Lampiran 13b. U j i BNJ f a k t o r k o n s e n t r a s i garam t e r h a d a p k a d a r garam ( f a k t o r A). Perlakuan
N
Lampiran 13c. U j i BNJ f a k t o r lama pemasakan t e r h a d a p k a d a r garam ( f a k t o r B). Perlakuan
N
Rata-rata
P-nyata
Lampiran 13d. Uji BNJ faktor cara penyimpanan terhadap kadar garam (faktor C).
N
Perlakuan
Rata-rata
Lampiran 13e. Uji BNJ faktor lama penyimpanan terhadap kadar garam (faktor D);
N
Perlakuan
Rata-rata
Lampiran 14a. Sidik ragam data kadar lemak. Sumber
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
A
B A*B C A* C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D Sisa
Lampiran 14b. Uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap kadar lemak (faktor A). Perlakuan
N
Rata-rata
P-nyata
Lampiran 14c. Uji BNJ faktor lama pemasakan terhadap kadar lemak (faktor B). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 14d. Uji BNJ faktor cara penyimpanan terhadap kadar lemak (faktor C). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 14e. Uji BNJ faktor lama penyimpanan terhadap kadar lemak (faktor D). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 15a. Sidik ragam data kadar protein. Sumber
DB
J.K.
K.T.
A B A*B C A*C B*C .A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D
1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 24
1.7864 720.33 16.683 12.772 1.5052 8.5442 43.998 44.969 .95204 3.1261 62.732 .69602 3.7856 20.691 12.708 171.91
1.7864 360.17 8.3417 12.772 1.5052 4.2721 21.999 44.969 .95204 1.5630 31.366 .69602 3.7856 10.346 6.3541 7.1629
Sisa
F-hitung .25 50.28 1.16 1.78 .21 .60 3.07 6.28 .13 .22 4.38 .10 .53 1.44 .89
P-nyata .6220 .OOOO .3291 .I943 .6508 -5587 .0649 .0194 .7186 .8055 .0239 .7579 .4743 .2557 .4249
Lampiran 15b. Uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap kadar protein (faktor A). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 15c. Uji BNJ faktor lama pemasakan terhadap kadar protein (faktor B) . Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 15d. Uji BNJ faktor cara penyimpanan terhadap kadar protein (faktor C). Per lakuan
N
Rata-rata
Lampiran 15e. U j i BNJ faktor lama penyimpanan terhadap kadar protein (faktor D). Perlakuan
N
Rata-rata
am pi ran 16a. Sidik ragam data pH. Sumber
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
A B A*B C A*C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D Sisa
Lampiran 16b. Uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap pH (faktor A). Perlakuan
N
Lampiran 16c. Uji BNJ faktor lama pemasakan terhadap pH (faktor B). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 16d. Uji BNJ faktor cara penyimpanan terhadap pH (faktor C). Perlakuan
N
Rata-rata
P-nyata
Lampiran 16e. Uji BNJ faktor lama penyimpanan terhadap pH (faktor D) . Per lakuan
N
Rata-rata
Lampiran 17a. Sidik ragam data kadar TVN Sumber A B A*B C A*C B*C A*B*C D A*D BAD A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D Sisa
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
1 2 2 1
1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 24
Lampiran 17b. Uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap kadar TVN (faktor A). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 17c. Uji BNJ faktor lama pemasakan terhadap kadar TVN (faktor B). Perlakuan
N
Rata-rata
P-nyata
Lampiran 17d. Uji BNJ faktor cara penyimpanan terhadap kadar TVN (faktor C). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 17e. Uji BNJ faktor lama penyimpanan terhadap kadar TVN (faktor D). N
Perlakuan
Rata-rata
Lampiran 18a. Sidik ragam data kadar TMA. Sumber A B A*B C A*C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D Sisa
DB
J.K.
K.T.
F-hitun9
1 2 2
1 1 2
2 1 1 2 2
1 1 2 2
24
Lampiran 18b. Uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap kadar TMA (faktor A). Perlakuan
N
Rata-rata
P-nyata
Lampiran 18c. Uji B N J faktor lama pemasakan terhadap kadar TMA (faktor B ) . Per lakuan
N
Rata-rata
Lampiran 18d. Uji B N J faktor cara penyimpanan terhadap kadar TMA (faktor C )
.
Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 18e. Uji B N J faktor lama penyimpanan terhadap kadar TMA (faktor D ) . Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 19a. Sidik ragam data daya cerna in vitro. Sumber A B A*B C A*C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D
Sisa
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
P-nyata
Lampiran 19b. Uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap daya cerna in vitro (faktor A). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 19c. Uji BNJ faktor lama pemasakan terhadap daya cerna in vitro (faktor B). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 19d. Uji BNJ faktor cara penyimpanan terhadap daya cerna in vitro (faktor C). -~ ----
~~
Perlakuan
~
~
N
Lampiran 19e. Uji BNJ faktor lama penyimpanan terhadap daya cerna in vitro (faktor D). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 20a. Sidik ragam data kadar histamin. Sumber
DB
J.K.
K.T.
F-hitung
A B A*B C A*C B*C A*B*C D A*D B*D A*B*D C*D A*C*D B*C*D A*B*C*D Sisa
Lampiran 20b. Uji BNJ faktor konsentrasi garam terhadap kadar histamin (faktor A). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 20c. Uji BNJ faktor lama pemasakan terhadap kadar histamin (faktor B). Perlakuan
N
Rata-rata
Lampiran 20d. Uji BNJ faktor cara penyimpanan terhadap kadar histamin (faktor C). Perlakuan 1 2
N
Rata-rata
24 24
.8925 A 1.102 A
P-nyata
Lampiran 20e. Uji BNJ faktor lama penyimpanan terhadap kadar histamin (faktor D). Perlakuan
N
Rata-rata