DARI REDAKSI POIN UNTUK ARTIKEL
Waktu dengan cepat bergulir. Tidak terasa Engineer Weekly telah hadir selama satu bulan. Berbagai topik utama telah ditayangkan, mulai dari kereta cepat, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), hingga isu pendidikan teknik dan profesi insinyur. Beberapa penulis dari kalangan PII telah diundang untuk menyumbangkan berbagai pemikiran agar konten media mingguan online ini semakin kaya dan memenuhi harapan pembaca. Dalam sebuah obrolan ringan baru-baru ini, yang dihadiri oleh beberapa pengurus PII, disepakati bahwa setiap penulis yang tulisannya dimuat dalam Engineer Weekly, akan mendapat poin yang nilainya disesuaikan dengan aturan dalam program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Dengan adanya poin ini, kami berharap semakin banyak insinyur, anggota dan pengurus PII yang aktif menyumbangkan tulisannya di Engineer Weekly. Edisi kali ini akan menyoroti isu inovasi dan berbagai permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Inovasi teknologi dan keinsinyuran dipercaya dapat memercepat pertumbuhan ekonomi, bahkan dapat melepaskan diri dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap).
Dalam sebuah pemeringkatan inovasi dunia, Global Innovation Index, Indonesia menempati urutan 97 dari 141 negara. Posisi ini jauh di bawah negara tetangga, Malaysia, yang menempati peringkat 32, Singapura di peringkat 7, dan Thailand di peringkat 55. Bahkan peringkat Indonesia di bawah Vietnam dan Filipina. Berbagai pertanyaan tentu timbul setelah melihat hasil pemeringkatan tersebut. Apa yang salah dengan yang telah dilakukan? Jawaban tersebut memang, sepertinya, tidak mudah. Banyak faktor yang memengaruhi mandeknya inovasi kita. Beberapa artikel dalam edisi ini akan memberikan gambaran dari beberapa sudut pandang mengapa peringkat Indonesia dalam inovasi belum memuaskan. Memang, pemeringkatan bukanlah segalanya. Namun, itu penting untuk kita bercermin sambil mengajukan pertanyaan: di mana kita sekarang dan mau ke mana? Aries R. Prima Pemimpin Redaksi
Membangun Sistem Inovasi Dr. Ir. Tusy A. Adibroto Peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dalam keseharian, sering kali kita mendengar atau membaca kata ‘inovasi’, tetapi apakah sebenarnya ‘inovasi’ itu? Ada berbagai definisi tentang inovasi yang kesemuanya tidak terlepas dari isu ‘kebaruan’. Ada pihak yang melihat makna inovasi dikaitkan dengan keunggulan suatu produk komersial ataupun layanan publik yang baru. Ada pula pihak lain yang menekankan adanya pengetahuan baru (new knowledge) serta ada juga yang mengatakan bahwa
inovasi itu seperti 2 sisi mata uang. Sisi pertama berkaitan dengan pengetahuan baru hasil kegiatan terkait iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan sisi kedua berkaitan dengan pemanfaatan hasil iptek yang dapat menghasilkan nilai tambah. Sehingga dalam memaknai inovasi, hasil dan manfaat tidak dapat dipisahkan. Jika salah satunya tidak ada maka tidak dapat dikatakan inovasi.
2
Istilah inovasi itu sendiri berasal dari kata Latin ‘innovare’ yang merujuk pada penggunaan cara-cara baru untuk menghasilkan nilai baru. Tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, bahkan sejak beberapa dekade lalu telah mengemukakan konsep mirip inovasi yang dikenal dengan ‘niteni, niroake, nambahake’. Niteni berarti mencari tahu, meneliti, memperhatikan suatu obyek; niroake berarti menirukan, simulasi; dan nambahake artinya mengembangkan, memberi nilai tambah. Sehingga jika dibaca keseluruhannya, konsep tersebut bermakna pengembangan pengetahuan dan penciptaan nilai baru. Untuk itu, suatu produk, proses atau metode organisasi dikatakan inovatif bila memberikan pengetahuan yang baru dan kehadirannya memunculkan sesuatu yang lebih berharga atau lebih valuable bagi pihak-pihak lain. Awalnya inovasi dikaitkan dengan suatu produk komersial baru. Sehingga nilai-nilai itu terkait dengan aspek keekonomian. Kemudian, sesuai dengan perkembangan jaman, kegiatan inovasi telah bergeser ke ranah pelayanan publik, sehingga nilai sosial dari layanan publik menjadi pusat perhatian. Sedangkan bagi perguruan tinggi dan lembaga riset, kebaruan pengetahuan sering menjadi tolok ukur inovasi. Dengan demikian inovasi dapat dilakukan oleh semua orang sesuai dengan potensi dan kemampuannya. Misalnya seorang petani dapat saja berinovasi terkait dengan budidaya produk pertanian, atau industri berinovasi dengan melakukan modifikasi proses produksi terkait dengan efisiensi kerja. Ibu rumah tangga juga dapat berinovasi melalui pengembangan cara mengolah makanan. Bahkan, di Jepang, inovasi yang dilakukan ibu rumah tangga ini bisa mendapatkan paten. Inovasi banyak berhubungan dengan peran pengetahuan dan teknologi yang pada gilirannya terkait dengan peningkatan daya saing yang telah terbukti menjadi tolok ukur kemajuan bangsa. Banyak negara seperti Jepang, Korea Selatan dan juga Cina yang pada beberapa dekade lalu kondisinya sama dengan Indonesia – yang saat ini telah maju pesat pembangunannya karena agenda pembangunannya mengarusutamakan iptek secara konsisten. Penguasaan iptek telah memberi kemampuan pada masyarakat untuk memeroleh kebutuhannya terkait pangan, kesehatan, tempat tinggal, transportasi, energi dan lain-lain. Penguasaan iptek yang terkait dengan ranah ekonomi menghasilkan produktivitas, peningkatan kesejahteraan, berbagai pilihan lapangan kerja, keberlanjutan ekonomi; sedangkan penguasaan
iptek yang terkait lingkungan menghasilkan pemulihan kerusakan lingkungan, keberlanjutan fungsi-fungsi lingkungan sebagai sumberdaya yang dibutuhkan untuk pembangunan. Tolok ukur kemajuan suatu bangsa juga telah bergeser, yang tadinya diukur dengan tingginya pendapatan (GDP) pada kenyataannya hanya menghasilkan segelintir negara-negara maju dan sebagian besar negara-negara yang tetap miskin di dunia. Amartya Sen (1993) mengemukakan tesisnya bahwa tolok ukur kemajuan suatu bangsa hendaknya dikaitkan dengan kapabilitas inovasinya. Ini sesungguhnya merupakan kondisi yang kompleks yang harus dipersiapkan yang melibatkan berbagai komponen seperti keputusan kolektif bangsa, dukungan penguasaan iptek dalam rangka transformasi pengetahuan menjadi suatu artifak/produk, terbangunnya kelembagaan untuk koordinasi interaksi berbagai pihak terkait, kegiatan pembelajaran untuk terus menerus memacu kegiatan industrial, yang dilengkapi dengan ketersediaan material lokal. Kesemua elemen tersebut saling berinteraksi dalam suatu sistem sosial (konstruksi sosial dengan kekuatan budaya, hukum dan organisasi masyarakat) yang biasa dikenal sebagai Sistem Inovasi. Pada perkembangan mutakhir, dengan adanya pendekatan MDGs/SDGs, maka konsep Sistem Inovasi juga menjangkau tujuan non-ekonomi seperti pelayanan kesehatan, air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan, keberlanjutan lingkungan yang banyak berkonotasi unsur lokal. Untuk itu komunitas lokal hendaknya mempunyai kapabilitas untuk membuat keputusan kolektif dengan seleksi iptek pada tingkat rumah tangga yang mengedepankan proses pembelajaran yang akan menghasilkan pengembangan produk lokal yang bersifat komparatif. Suasana kondusif dalam berinovasi juga perlu terus ditumbuhkan antara lain dengan memilih SDM yang tepat, membangun jaringan yang luas, melaksanakan pelatihan, sikap dapat mentolerir kesalahan dalam rangka pembelajaran, dan pemberian penghargaan atas upaya inovasi. Indonesia sejak beberapa waktu lalu telah membangun iklim inovasi mulai tingkatan lokal yang dikenal sebagai Sistem Inovasi Daerah, serta juga pada level nasional yang dikenal sebagai Sistem Inovasi Nasional. Semoga saja berbagai komponen Sistem Inovasi yang diusahakan dan dikembangkan seperti yang disebutkan di atas dapat terus menerus dikembangkan secara simultan dan bertahap.
2
Inovasi Material Struktur Pesawat Terbang Vega Hannovianto H.
Mahasiswa S2 Teknik Penerbangan T.U. Berlin, Jerman
Pada 14 Juni 2013, pesawat penumpang terbaru Airbus A350 XWB menjalani penerbangan perdananya dengan sukses di Toulouse-Blagnac, Perancis. Sebelumnya, sejak September 2011, pesawat Boeing 787 yang pertama mulai beroperasi. Kedua pesawat tersebut terkenal akan teknologi inovatif yang terutama diaplikasikan untuk memaksimalkan efisiensi bahan bakar. Tetapi apa saja yang ada di balik inovasi tersebut, sehingga kedua pesawat dapat menjanjikan keiritan bahan bakar? Tentu saja ada perkembangan teknologi pada mesin, aerodinamika, sistem pesawat dan disiplin lainnya. Namun, inovasi yang paling revolusioner terjadi di bidang struktur, walau masih dibutuhkan penelitian lanjutan. Baik A350 maupun Boeing 787 menggunakan material komposit pada kira-kira 50 persen dari berat struktur. Sebelumnya, material yang digunakan adalah aluminium. Komposit berarti dipadukannya dua atau lebih material untuk membentuk material baru dengan sifat-sifat yang lebih unggul dari material asalnya. Pada umumnya terdiri dari serat karbon yang direkat berlapis dengan polymer menjadi satu plat. Hingga kini komposit digunakan antara lain pada mobil balap, perahu layar dan pesawat layang. Kekuatan yang tinggi dengan massa jenis yang rendah merupakan kelebihan material ini, sehingga komponen-komponen pesawat berbadan lebar itu dapat dirancang lebih ringan. Bobot yang ringan berarti konsumsi bahan bakar yang lebih rendah. Material komposit juga tidak bisa berkarat seperti aluminium.
beban berarah sejajar dengan serat kayu, dibandingkan jika bebannya tegak lurus serat kayu. Aspek ini membuat perancangan struktur pesawat bermaterial komposit lebih rumit. Setiap komponen dirancang menurut kemungkinan pembebanan. Namun, pada kenyataannya akan selalu ada beban tidak terduga yang dapat menyebabkan kerusakan struktur. Contohnya, kendaraan pengangkut bagasi yang secara tidak sengaja menabrak dinding pesawat. Badan pesawat yang terbuat dari aluminium mungkin akan bisa menahan beban tersebut, karena kekuatan material yang konstan pada segala arah. Akan tetapi hal ini tidak terjamin pada badan pesawat komposit, karena sifat material untuk kasus pembebanan tersebut tidak tidak dikenal. Oleh karena itu struktur komposit dirancang lebih tebal dari hasil perhitungan, untuk mencegah kerusakan akibat pembebanan tidak terduga. Artinya berat struktur juga akan meningkat. Selain itu, logam merupakan penghantar listrik yang baik, sehingga bagi pesawat yang terbuat dari logam, sambaran petir tidak berakibat terlalu parah dari segi panas dan penumpukkan muatan listrik. Sedangkan komposit merupakan penghantar listrik yang buruk, akibatnya sambaran petir akan membuat kerusakan struktur. Oleh karena itu pesawat berbahan komposit membutuhkan sistem penangkal petir tambahan, yang berakibat kenaikan berat struktur.
Material komposit pada pesawat terbang merupakan langkah yang penting untuk membuat pesawat dengan bobot ringan. Namun, masih banyak aspek Logam biasa pada umumnya bersifat isotropik, sama yang perlu dikaji bila komposit dimaksudkan ke segala arah. Komposit tidak isotropik, serupa menggantikan aluminium pada struktur pesawat. dengan kayu yang kekuatan tariknya lebih besar bila
3
Inovasi Prospektif Aries R. Prima – Engineer Weekly
Sejak 2008, Business Innovation Center (BIC) konsisten memublikasikan berbagai inovasi unggulan Indonesia yang berprospek untuk dikembangkan secara komersial dalam sebuah buku. Seperti pendahulunya, buku 107 Inovasi Indonesia yang terbit pada 2015 menampilkan beragam karya inovasi yang merupakan hasil seleksi berlapis yang melibatkan 34 orang juri dan 11 peninjau ahli dengan menggunakan 8 kriteria penilaian, yaitu keaslian ide, kesulitan ditiru, penerimaan oleh konsumen, nilai tambah bagi pemakai, potensi pengembangan, potensi peningkatan skala ekonomi, resiko investasi, dan resiko bisnis. Buku yang diterbitkan atas kerja sama dengan Pusat Inovasi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini dibagi ke dalam beberapa bidang inovasi: Ketahanan Pangan, Energi Baru dan Terbarukan, Transportasi, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Pertahanan dan Keamanan, Kesehatan dan Obatobatan, Material Maju, dan kategori lainnya. Salah satu contoh hasil inovasi prospektif dalam bidang Ketahanan Pangan adalah “Sawah Portabel Otomatis” karya peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB), perguruan tinggi yang menyumbangkan paling banyak inovasi sejak buku Inovasi Indonesia diterbitkan. Berangkat dari permasalahan konversi lahan sawah yang mengakibatkan makin menyusutnya luas sawah di Indonesia, para peneliti menciptakan sawah multiguna yang mudah dipindah-pindahkan, sehingga mudah diangkut dan diletakkan di berbagai tempat dan ketinggian permukaan, serta dapat menjadi sarana urban farming di perkotaan yang minim lahan terbuka. Tinggi muka air pada bak tanam dan saluran irigasidrainase dikendalikan secara otomatis sesuai
dengan set point yang diinginkan. Penggunaan sawah multiguna ini dapat menggantikan nilai ekologis sawah di perkotaan. Inovasi lainnya adalah “Mata di Langit” (Eye in The Sky/e-Sky)) dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, yang dapat memprediksi dan memonitor pertumbuhan padi menggunakan data besar pengineraan jauh (inderaja) yang meliputi resolusi temporal, spektral dan spasial tinggi dengan metode komputerisasi. Informasi ini dimanfaatkan untuk memprediksi lima fase tumbuh tanaman padi: fase persiapan lahan, vegetatif, reproduktif, pematangan, serta panen dan pascapanen. Tingkat akurasi dari inovasi karya Dr. Ir. Sidik Mulyono, M.Eng., Laju Gandharum, S.Si., M.Sc., dan M. Iqbal Habibie, S.Kom,. M.T., dari PTISDA – BPPT ini mencapai 89,58%. Menurut Dr. Ir. Jumain Appe, M.Sc., Direktur Jenderal Penguatan Inovasi, Kementerian Ristek dan Dikti, pengorganisasian pemilihan inovasi dalam buku ini bisa dijadikan model dalam membangun sinergi bagi Sistem Inovasi nasional (SINAS), dimana karya-karya inovasi dari dunia akademis dan litbang diseleksi oleh para juri independen dari kalangan praktisi bisnis dan kewirausahaan, mendapat dukungan pemerintah, dan hasil inovasi dapat diterima dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Selain dukungan kebijakan pemerintah, kalangan swasta diharapkan dapat juga berperan dengan memberi prioritas dan dukungan kepada karya anak bangsa, dari pada mengambil “jalan mudah” dengan mengimpor teknologi yang siap pakai. Inovasi menjadi sangat penting saat ini, dimana Indonesia harus melakukan upaya besar untuk tinggal landas membangun bangsa, menuju ekonomi berbasis inovasi dan teknologi.
4
MOBIL LISTRIK Saatnya Jadi Pemain Aries R. Prima – Engineer Weekly
Dibandingkan dengan mobil berbahan bakar fosil, mobil listrik menawarkan efisiensi yang lebih tinggi. Selain itu tidak ada emisi dan suara bising yang dihasilkan. Inilah mobil masa depan.
komponen dan penunjang perlu dipikirkan. “Industri komponen yang sudah ada perlu disinergikan, salah satunya, dengan cara membuat peta jalan industri mobil listrik,” lanjutnya.
Saat ini perkembangan teknologi kendaraan beremisi rendah, termasuk mobil listrik, berkembang cepat dan bervariasi. “Jika tidak diantisipasi dengan memersiapkan diri, Indonesia hanya menjadi pengguna teknologi yang terus berkembang itu,” ujar I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian.
Kesiapan Sumberdaya Manusia (SDM) dan Inovasi Dalam pembuatan peta jalan (road map), sangat penting untuk memasukkan unsur pelaku, yakni manusia itu sendiri. Hal ini menjadi tantangan terbesar dalam pengembangan mobil listrik nasional. Tanpa kecukupan kualitas dan kuantitas SDM, akan sulit mewujudkan keinginan ini. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya agar SDM yang benar-benar dibutuhkan bisa tersedia, mampu menciptakan berbagai inovasi yang akan meningkatkan daya saing, dan nyaman bekerja dalam lingkungan yang kondusif, agar ‘hengkangnya’ dua pencipta mobil listrik Indonesia ke Malaysia dan pencipta alat terapi kanker, Warsito Teruno, yang ‘diikat’ oleh Singapura tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Seperti yang sudah diketahui, beberapa pihak di Indonesia sudah membuat mobil listrik, termasuk perguruan tinggi. Namun, membuat tidak sama dengan memproduksi, yang membutuhkan sistem yang lebih kompleks. Putu menambahkan bahwa jika telah masuk dalam tahap produksi, industri
Sudah saatnya bangsa Indonesia berbenah, memerbaiki segala kekurangan dengan membuat sistem pengembangan teknologi dan inovasi yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan para pelakunya. Sudah saatnya menjadi pemain, bukan sekadar konsumen.
Dalam sebuah diskusi tentang pengembangan mobil listrik nasional muncul keinginan banyak pihak agar Indonesia bisa menguasai teknologi terkait, melalui berbagai kerja sama dan dukungan banyak pihak. Langkah ini penting agar Indonesia tidak lagi hanya sekadar menjadi penonton dan konsumen, seperti yang terjadi pada era mobil berbahan bakar minyak.
5
RISET-INOVASI-DAYA SAING-HIBAH Dalam satu tarikan nafas Oleh : Bambang Setiadi
pakah tantangan pembangunan nasional yang paling nyata saat ini? Pembangunan iptek yang selama ini kita lakukan meskipun sarana, peneliti dan hasil penelitian terus bertambah, tapi suatu pengukuran yang pernah dilangsungkan tahun 2010 hingga 2012, kontribusi Total Faktor Produksi (TFP) yaitu kualitas infrastruktur, sumberdaya manusia dan tata kelola (governance), terhadap pertumbuhan ekonomi nasional hanya sekitar 0,9% hingga 1,0%. Karena inovasi dan teknologi adalah komponen TFP, maka membahas mengenai pentingnya inovasi sebagai factor pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing terus menjadi bahasan dan tantangan yang paling dekat di depan kita. Pertanyaannya: Apa pilihan strategi yang ada ? Inovasi, dapat dikembangkan melalui penguatan kapasitas teknis, pengembangan kemampuan SDM, menempatkan inovasi sebagai sektor prioritas, memperkuat tampilan managemen iptek dan meningkatkan minat terhadap sains dan teknologi. Suatu kajian dari University of Bonn, melaporkan tampilan pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja dan daya saing suatu negara melibatkan kondisi pasar bagi produk , sistem training dan pendidikan, ekonomi dan tata aturan yang dijalankan, infrastruktur komunikasi dan factor kondisi pasar. Faktor2 itu akan berhubungan langsung dengan jaringan inovasi global, sistem inovasi regional, sistem inovasi nasional dan kluster2 industri yang ada. Seluruh factor itu digerakan dari dalam negeri melalui pembangunan iptek, difusi dan pemanfaatannya. Inti penggeraknya adalah Sistem Ilmu, institusi pendukung, kemampuan unit2 usaha dan lembaga2 riset yang ada. Peran yang sangat penting riset dalam daya saing melalui sector sosio-ekonomi, perbaikan kualitas hidup masyarakat ( stem cell meningkatkan harapan hidup, produktivitas dan ketahanan pangan, menyederhanakan kehidupan ). Kita belajar sejarah, hasil penelitian saat ini dinikmati sebagian besar oleh negara-negara maju. Hal itu sangat erat kaitannya dengan perkembangan iptek
abad 18 dan 19 Eropa bangkit karena penelitian ilmiah yang dipimpin ilmuwan Jerman, Inggris, Prancis dan Italia. (mesin uap, proses manufaktur, mesin dan peralatan mesin, listrik, tekstil, farmasi, agro-bahan kimia, bahan kimia industry dan listrik. Karena itulah R & D tidak dapat dipisahkan dari kapasitas dan kemampuan dari pengembangan dan daya saing bangsa. Karena itulah perencanaan topik2 riset dalam suatu agenda yang terukur menjadi sangat penting karena dana yang terbatas, mengurangi duplikasi, membangun sinergi yang kuat. Riset hanya terukur dan berhasil kalau disiapkan dana sejak mulai dari gagasan, pelaksanaan riset , pra komersialisasi dan komersialisasinya. Pendanaan itu terutama diarahkan untuk mendorong riset dan Pengembangan Teknologi yang dapat memberikan sumbangan dan pemikiran baru melalui pengetahuan terapan yang difokuskan kepada riset yang memberikan dampak ino-vasi yang nyata. mendukung riset yang mampu mengarahkan produk-produk inovasi atau proses inovasi untuk selanjutnya dapat ikembangkan dan dikomersilkan dan/atau untuk membangkitkan pengetahuan ilmiah baru dan memperkuat kapasitas dan kapabilitas riset nasional. Riset dilakukan melalui pembuktian laboratorium, merupakan pengembangan produk atau proses baru, jumlah dana yang akan diberikan disesuaikan dengan kemajuan aplikasi. Dana hibah sangat penting dengan syarat kita memiliki syarat-syarat ini : Kita tahu arah pemanfaatan, kita memiliki visi dan misi, kita juga jelas siapa pelaku yang akan menerima. Selain itu, kita memiliki perencanaan jangka panjang, jelas ada definisi-ruang lingkup-maksud, ada prioritas. ada rencana detil memiliki proses terukur & teratur. Artikel ini mencoba mengulas hal penting dan berat yang harus dilaksanakan suatu negara berbasis knowledge dan inovasi untuk meningkatkan daya saing.Ditulis demikian ringkas dan padat. Seperti satu tarikan napas
6
EDITORIAL
Inovasi dan Keinsinyuran Ir. Rudianto Handojo, IPM Direktur Eksekutif PII
Berbagai indeks inovasi atau laporan tentang daya saing global kadang kala membuat bingung. Dalam Global Competittiveness Report 2015-2016 peringkat Indonesia dalam bidang inovasi, secara keseluruhan, ada di posisi 30 dari 140 negara. Selain itu, sebagai salah satu komponen penilaian inovasi, peringkat kapasitas inovasi Indonesia berada di peringkat 34. Selanjutnya kualitas lembaga penelitian peringkat 23, biaya perusahan untuk R&D peringkat 25 dan kerjasama R&D industriuniversitas peringkat 25. Report ini biasa dikutip pejabat kementerian, untuk menggambarkan keberhasilan. Sebagai bandingan, kita memang kalah dari Singapura (9) dan Malaysia (20). Tapi kita unggul dari China (31), India (42) dan Thailand (57). Bahkan terhadap Spanyol (37) dan Afrika Selatan (38). Negara-negara yang dikenal dengan tradisi inovasi teknologi. Kabar sebaliknya diperoleh dari Global Innovation Index 2015. Peringkat inovasi Indonesia berada di peringkat 97 dari 141 negara. Komponen di dalamnya antara lain Institusi, di peringkat 140, SDM dan Penelitian pada peringkat 87, Output pengetahuan dan teknologi di peringkat 100 dan Output kreativitas di peringkat 78.
tambah dalam kegiatan keinsinyuran secara berkesinambungan. Berdasarkan UU yang sama, pemerintah memiliki tanggung jawab pembinaan keinsinyuran, yang di antaranya adalah meningkatkan kegiatan penelitian, pengembangan, dan kemampuan perekayasaan; mendorong industri yang berkaitan dengan keinsinyuran untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produksi; mendorong insinyur agar kreatif dan inovatif untuk menciptakan nilai tambah. Dorongan inovasi sudah sejak lama digaungkan. Kita pernah mengenal Komite Inovasi Nasional yang disingkat KIN, yang menunjukkan sedemikian pentingnya inovasi bagi negara. Wold Bank menekankan agar Indonesia dapat bergeser dari negara dengan input driven menjadi innovation driven. Bukan sekadar pengguna teknologi, tapi juga yang dapat mengembangkan teknologi. Dalam waktu dekat PII akan membangun kerja sama dengan DRN (Dewan Riset Nasional) untuk mengembangkan sistem penilaian dan pemeringkatan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) di kalangan industri.
Bila banyak perusahaan membanggakan telah berstandar ISO-9000, ISO 14000, ISO 18000 Kalau kita senang dengan peringkat yang tinggi, bahkan ISO 26000 (corporate social responsibility), apalagi untuk menggambarkan keberhasilan, silakan ke depan ada baiknya kita dorong industri untuk gunakan yang pertama. Jika berencana bekerja keras bangga memiliki peringkat menjalankan sistem R&D meningkatkan peringkat, silakan gunakan index yang benar dan unggul. Hal ini dilakukan, tidak lain, kedua. Tapi, dari pada bingung memilih, lebih baik agar semakin banyak industri yang membutuhkan kita fokus pada upaya menambah jumlah insinyur insinyur yang kreatif dan inovatif sebagaimana yang inovatif. dimaksud UU Keinsinyuran. Tidak lagi hanya memelihara berlangsungnya penggunaan lisensi UU Keinsinyuran memberi kewajiban pada insinyur teknologi dari negara lain. untuk, antara lain, mengupayakan inovasi dan nilai
7