JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA
MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA PADA KONSEP ASAM BASA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (Diterima 6 November 2016; direvisi 30 Desember 2016; disetujui 31 Desember 2016) R. Ahmad Zaky El Islami1, Nahadi2, Anna Permanasari3 1
Program Studi Pendidikan IPA, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Email:
[email protected]
2,3
Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Abstract This study aims to determine the effect of guided inquiry learning for students’ scientific literacy skills. The research was conducted at SMAN 24 Kabupaten Tangerang along January-June 2013. The method used was quasi-experimental, research subjects in this study were 77 students, divided into 2 groups: the experimental group and the control group. Research design in this study was the nonequivalent control group design. The instrument used was the science literacy test and observation sheet used. The research shows that students' science literacy for experimental group (mean = 54.49 and standard deviation = 18.67) was lower than the control group (mean = 57.63 and standard deviation of 14.37). After Mann-Whitney test (at the 95% significance level) α values obtained for 0.293 > 0.05. It can be concluded there is no significant difference between the average science literacy experimental group and control group students. Keywords: Guided Inquiry, Science Literacy Skills, acid-bases concepts. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap literasi sains siswa. Penelitian ini dilakukan di SMAN 24 Kabupaten Tangerang pada bulan Januari-Juni 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, subyek dalam penelitian ini terdiri dari 77 siswa, dibagi menjadi 2 kelompok: yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design. Instrumen yang digunakan adalah tes literasi sains dan lembar observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan literasi sains siswa untuk kelompok eksperimen (rata-rata = 54,49 dan simpangan baku = 18,67) lebih rendah daripada kelompok kontrol (rata-rata = 57,63 dan simpangan baku sebesar 14,37). Setelah dilakukan uji Mann-Whitney (pada taraf signifikansi 95%) diperoleh nilai α sebesar 0,293 > 0,05. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata literasi sains siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kata kunci: Inkuiri Terbimbing, Literasi Sains, Konsep Asam Basa
110
literasi sains siswa Indonesia pada PISA
PENDAHULUAN Dewasa dilakukan
ini
telah
banyak
penelitian-penelitian
2009 tersebut bisa menjadi salah satu
di
gambaran bahwa pembelajaran sains di
bidang pendidikan sains yang berkaitan
Indonesia
dengan literasi sains, hal ini dianggap
perbaikan yang berarti.
wajar
dan
cukup
menarik,
membutuhkan
masih
karena
PISA 2000 dan 2003 membagi
manfaat yang dihasilkan dari penelitian-
literasi sains ke dalam tiga domain
penelitian tersebut memberikan hasil
besar, yakni konten sains, proses sains,
positif terhadap kebijakan-kebijakan di
dan konteks aplikasi sains (OECD,
dunia pendidikan IPA khususnya di
2001, OECD, 2004). Sedangkan PISA
Indonesia, misalnya penelitian yang
2006 dan PISA 2009 mengembangkan
dilakukan oleh El Islami (2015) yang
domain literasi sains ke dalam empat
mengaitkan
domain
literasi
sains
dengan
besar
yakni
konten
sains,
kepercayaan diri siswa dan penelitian
kompetensi/proses
oleh
yang
aplikasi sains dan sikap. Domain sikap
melakukan perancangan pembelajaran
pada PISA 2006 dan PISA 2009, terdiri
literasi sains berbasis inkuiri pada
dari mendukung penyelidikan ilmiah,
kegiatan laboratorium, serta penelitian
kepercayaan diri, minat terhadap sains
lainnya
memberikan
dan rasa tanggung jawab terhadap
peningkatan
sumber daya dan lingkungan (OECD,
Rakhmawan
yang
kontribusi
(2015)
dapat
positif
bagi
literasi sains di Indonesia.
sains,
konteks
2007, OECD, 2010). Pada PISA 2009
Hasil terbaru yaitu PISA 2009
definisi literasi sains sama seperti pada
menunjukkan rata-rata literasi sains
PISA 2006, dan membagi literasi sains
siswa Indonesia sebesar 383 dengan
ke dalam empat domain seperti pada
rata-rata literasi sains dari seluruh
PISA 2006, hanya saja pada PISA 2009
negara peserta yang mengikuti PISA
domain sikap tidak dimasukan ke dalam
2009
item tes (OECD, 2010).
sebesar
501.
Hasil
ini
menunjukkan bahwa posisi rata-rata
Depdiknas (2007) telah membuat
literasi sains siswa indonesia masih
sebuah kajian kebijakan kurikulum mata
berada jauh di bawah rata-rata, bahkan
pelajaran IPA yang cukup relevan
berada
negara-negara
dengan fakta-fakta mengenai hasil PISA
peserta PISA 2009 yang memiliki rata-
tentang kondisi rata-rata literasi sains
rata literasi sains rendah yaitu berada
siswa Indonesia. Kajian ini dilakukan
pada rangking 59 dari 65 negara peserta
oleh Pusat Kurikulum Badan Penelitian
(OECD, 2010). Rendahnya rata-rata
dan
pada
deretan
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
111
Pengembangan
Depdiknas El Islami, dkk
mengenai Kurikulum IPA masa depan.
menafsirkan (interpretasi) data dan
Salah satu hasil dari kajian tersebut
informasi (narasi, gambar, bagan,
menghasilkan
kesimpulan
mengenai
tabel) serta menarik kesimpulan.
pembelajaran
sains
berkaitan
Mengacu pada uraian mengenai
dengan literasi sains. Beberapa hal yang
pembelajaran IPA pada kurikulum IPA
direkomendasikan
masa
yang
dalam
naskah
akademik tersebut, diantaranya:
1. Pembelajaran
IPA
menumbuhkan
depan
tersebut,
artinya
pembelajaran IPA masa depan akan
harus
berorientasi pada literasi sains, sikap
dapat
kepercayaan
ilmiah,
diri
keterampilan
ilmiah,
siswa, yaitu membuat siswa percaya
kemampuan
bernalar,
diri bahwa mereka mampu belajar
melakukan
penyelidikan
IPA dan mereka menganggap bahwa
keterampilan
pelajaran IPA bukanlah pelajaran
kepercayaan diri. Selain itu, kemampuan
yang harus ditakuti.
dalam proses
proses
kemampuan ilmiah,
sains,
penyelidikan
dan
maupun
perencanaan dalam penyelidikan ilmiah
2. Membelajarkan IPA harus disertai dengan pengembangan sikap dan
atau
keterampilan ilmiah, sehingga dalam
menjadi satu variabel penting lainnya
pembelajaran
dalam pembelajaran IPA masa depan,
IPA
tidak
hanya
sehingga
membelajarkan konsep-konsep saja.
3. Pembelajaran
IPA
hendaknya
membuat
siswa
mampu
mengembangkan
yang
melakukan
dikenal
peneliti penelitian
dengan
inkuiri
merasa
perlu
yang
dapat
menggabungkan pembelajaran inkuiri dan literasi sains.
kemampuan
Pada
bernalarnya dan dapat merencanakan
penelitian
ini
peneliti
serta melakukan penyelidikan ilmiah,
menerapkan pembelajaran inkuiri pada
serta
menggunakan
mata pelajaran kimia. Pembelajaran
pengetahuan yang dimilikinya untuk
yang berbasis literasi sains tentu dapat
memahami kejadian-kejadian alam
diterapkan dalam konsep kimia sesuai
yang terjadi di sekitarnya.
dengan pendapat Shwartz, et al.(2006)
dapat
dapat
yang dikenal sebagai literasi kimia.
merevitalisasi ”keterampilan proses
Konsep yang akan digunakan dalam
sains” bagi siswa, guru, dan calon
penelitian ini adalah konsep asam basa,
guru sebagai misi utama PBM IPA di
Hal ini dikarenakan konsep asam basa
sekolah
dipandang memenuhi tiga prinsip dasar
4. Pembelajaran
IPA
untuk
kemampuan merencanakan
harus
mengembangkan
pemilihan
mengobservasi,
konten
PISA
yang
dikemukakan oleh Hayat dan Yusuf
penyelidikan,
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
112
El Islami, dkk
(2010) yaitu: (1) Konsep yang diujikan
menerapkan
harus relevan dengan situasi kehidupan
kepada satu kelompok eksperimen, yaitu
keseharian yang nyata. Konsep asam
menerapkan
pembelajaran
basa dapat ditemukan dalam kehidupan
terbimbing
dan
sehari, seperti buah-buahan dan lain
hasilnya dengan satu kelompok kontrol
sebagainya; (2) Konsep asam basa
yaitu menerapkan pembelajaran dengan
diperkirakan
menggunakan
masih
akan
sekurang-kurangnya
relevan
untuk
satu
satu kondisi
perlakuan
inkuiri
membandingkan
pendekatan
konsep
dengan metode praktikum verifikatif,
dasawarsa ke depan; dan (3) Konsep itu
diskusi
harus
dilakukan di sekolah tempat penelitian
berkaitan
dengan kompetensi
dan
proses yaitu pengetahuan tidak hanya
ini dilakukan.
mengandalkan daya ingat siswa dan
Subyek
berkaitan
hanya
dengan
ceramah
yang
penelitian
biasa
dalam
informasi
penelitian ini terdiri dari 77 siswa yang
tertentu. Konsep larutan asam basa
dibagi ke dalam kelompok eksperimen
merupakan salah satu konsep kimia
sebanyak 39 siswa dan kelompok
yang bersifat eksperimental, sehingga
kontrol sebanyak 38 siswa.
kompetensi proses dapat diukur melalui
Desain penelitian yang digunakan
praktikum kimia konsep larutan asam
adalah nonequivalent control group
basa. Berdasarkan paparan tersebut,
design. Pada desain ini kelompok
peneliti
mengkaji
eksperimen maupun kelompok kontrol
bagaimana dampak pembelajaran inkuiri
tidak dipilih secara random (Sugiyono,
terbimbing terhadap literasi sains siswa
2011).
pada konsep asam basa.
penelitian ini adalah metode kuasi
Tabel 1 Desain Penelitian Kelompok Pretes Perlakuan Postes Eksperimen O1 X1 O2 Kontrol O1 X2 O2 Keterangan:
eksperimen yang bertujuan memperoleh
O1 =Tes Awal
informasi yang merupakan perkiraan
O2 =Tes akhir
bagi informasi yang dapat diperoleh
X1 =Pembelajaran dengan menggunakan
dengan
pembelajaran inkuiri terbimbing
tertarik
untuk
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam
metode
eksperimen
yang
sebenarnya (Suryabrata, 2005). Dalam
X2= Pembelajaran dengan menggunakan
penelitian ini peneliti ingin menyelidiki
metode konvensional
peningkatan literasi sains siswa melalui
Penelitian ini dilakukan pada
pembelajaran inkuiri terbimbing pada
bulan Januari-Juni 2013 di SMAN 24
konsep
Kabupaten Tangerang. Instrumen yang
asam
basa
dengan
cara
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
113
El Islami, dkk
digunakan dalam penelitian ini adalah
Berdasarkan data pada Tabel 2
instrumen tes literasi sains sebanyak 20
dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai
soal pilihan ganda dan lembar observasi.
rata-rata pretes dan postes seluruh siswa
HASIL DAN PEMBAHASAN
kelas
eksperimen
secara
berurutan
Penelitian ini dilakukan selama 5
adalah 25,51 dan 54,49 sedangkan pada
kali pertemuan (10 x 45 menit). Pada
Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-
pertemuan pertama dilakukan pretes
rata pretes dan postes seluruh siswa
dengan tujuan untuk mengetahui literasi
kelas kontrol secara berurutan adalah
sains awal siswa selama 30 menit,
26,18 dan 57,63. Peningkatan literasi
kemudian
implementasi
sains siswa dapat ditunjukkan melalui
pertemuan
nilai rata-rata N-Gain. Nilai rata-rata N-
masing-masing pada kelas eksperimen
Gain kelas eksperimen yang diperoleh
dan
proses
sebesar 0,39 dan nilai rata-rata N-Gain
pembelajaran selesai, pada pertemuan
kelas kontrol yang diperoleh sebesar
ke-5 dilakukan pemberian postes untuk
0,43. Dengan demikian literasi sains
mengetahui peningkatan literasi sains
kelas eksperimen maupun kelas kontrol
siswa.
mengalami peningkatan dalam kategori
pembelajaran
kelas
dilakukan hingga
kontrol.
4
Setelah
Dari kegiatan penelitian
yang
sedang (Hake, 1998). Hasil ini didukung
telah dilakukan, diperoleh data skor
oleh beberapa penelitian sebelumnya
pretes, postes, dan N-Gain tentang
yaitu: (1) Penelitian Hastia (2012) yang
literasi sains siswa kelas eksperimen dan
menyimpulkan
kelas kontrol. Berikut adalah Tabel 1
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan
dan Tabel 2 yang menggambarkan
literasi sains siswa pada kategori sedang
literasi sains siswa secara keseluruhan
dengan nilai N-Gain sebesar 0,41; (2)
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Penelitian yang dilakukan oleh Anwar
Tabel 2 Literasi Sains Kelas Eksperimen Data Pretes Postes N-Gain N 39 39 Nilai Min. 5,00 20,00 0,39 Nilai Maks. 45,00 95,00 Rata-rata 25,51 54,49
(2012)
Tabel 3 Literasi Sains Kelas Kontrol Data Pretes Postes N-Gain N 38 38 Nilai Min. 5,00 25,00 0,43 Nilai Maks.55,00 90,00 Rata-rata 26,18 57,63
melakukan
penelitian
menyimpulkan
bahwa
yang
pembelajaran
bahwa
pembelajaran
menyimpulkan inkuiri
bahwa
terbimbing
berbantuan video dapat meningkatkan literasi sains dengan N-Gain sebesar 0,52; (3) Brickman, et al.(2009) pun
berbasis
inkuiri
yang
pembelajaran dapat
lebih
meningkatkan literasi sains mahasiswa;
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
114
El Islami, dkk
Sebelum dilakukan uji hipotesis
Berdasarkan
uji
normalitas
terlebih dahulu dilakukah uji normalitas
terlihat bahwa postes literasi sains siswa
pada data pretes dan data postes literasi
kelas eksperimen berdistribusi normal
sains secara keseluruhan menggunakan
dan postes literasi sains siswa kelas
uji
kontrol
Kolmogorov-Smirnov
dan
uji
tidak
berdistribusi
normal
homogenitas pada data pretes dan postes
sedangkan berdasarkan uji homogenitas
literasi
terlihat bahwa postes literasi sains siswa
sains
menggunakan
secara Lavene
keseluruhan test
dengan
kelas eksperimen dan kelas kontrol
bantuan program SPSS versi 16. Data
homogen. Oleh karena itu, uji hipotesis
hasil uji normalitas dan hasil uji
yang digunakan adalah uji statistik
homogenitas data pretes dan postes
nonparametrik dengan menggunakan uji
kelas eksperimen dan kelas kontrol
Mann-Whitney dengan bantuan program
dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
SPSS versi 16. Data hasil uji perbedaan
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Kontrol Pretes Postes Pretes Postes P-Value 0,058 0,200 0,045 0,001 Ket. Normal Normal Tidak Tidak
rerata pretes dan postes dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretes dan Postes Pretes Postes P-Value 0,745 0,293 Ket. Tidak Berbeda Signifikan
Tabel 5 Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pretes Postes P-Value 0,411 0,109 Ket. Homogen Homogen Berdasarkan
uji
Berdasarkan Tabel 6 pada uji signifikansi
data
pretes
diperoleh
signifikansi (α) sebesar 0,745 > 0,050,
normalitas
maka h0 diterima. Dapat disimpulkan
terlihat bahwa literasi sains awal siswa
bahwa
kelas eksperimen berdistribusi normal
eksperimen dan kelas kontrol tidak
dan literasi sains awal siswa kelas
berbeda nyata secara signifikan. Uji
kontrol
signifikansi untuk melihat pengaruh
tidak
berdistribusi
normal
literasi
sains
awal
kelas
sedangkan berdasarkan uji homogenitas
pembelajaran
terlihat bahwa literasi sains awal siswa
terhadap literasi sains dapat dilakukan
kelas eksperimen dan kelas kontrol
pada data postes literasi sains.
homogen. Oleh karena itu uji perbedaan
inkuiri
terbimbing
Berdasarkan Tabel 6 pada uji
literasi sains awal kelas eksperimen dan
signifikansi
kelas kontrol menggunakan uji statistik
signifikansi (α) sebesar 0,293 > 0,050.
nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Dengan demikian h0 diterima, dan dapat disimpulkan
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
115
data
bahwa
postes
tidak
diperoleh
terdapat
El Islami, dkk
perbedaan yang signifikan antara literasi
ditempatkan sebagai subjek belajar
sains
kelas
sehingga mampu menemukan sendiri
dapat
inti dari materi pelajaran.
kelas
kontrol.
eksperimen
Dengan
dan
demikian
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan oleh
terbimbing tidak memberikan dampak
siswa diarahkan untuk menemukan
yang signifikan terhadap literasi sains
jawaban dari suatu permasalahan
siswa pada konsep asam basa.
yang dipertanyakan sehingga timbul
Terlalu banyaknya siswa dalam
rasa percaya diri. Dalam hal ini guru
kelas yaitu dengan jumlah sebanyak 39
adalah
menyebabkan
motivator belajar bagi siswa.
pembelajaran
inkuiri
terbimbing menjadi kurang efektif. Hal
sebagai
fasilitator
atau
3. Tujuan dari strategi pembelajaran
ini sesuai dengan pendapat Suyanti
inkuiri
(2010) dan Sanjaya (2009) bahwa
kemampuan
pembelajaran
sistematis, logis dan kritis, atau
apabila
inkuiri
proses
akan
efektif
pembelajaran
tidak
adalah
mengembangkan berpikir
mengembangkan
secara
kemampuan
dilakukan pada kelas besar, agar mudah
intelektual sebagai bagian dari proses
dikendalikan. Menurut Suyanti (2010),
mental.
salah satu kekurangan pembelajaran
Menurut
Kuhlthau
dan
Todd
inkuiri adalah penggunaan kelas besar.
(2006) dalam Malihah (2011), inkuiri
Selain kelas besar menjadi satu faktor
terbimbing memiliki 6 karakteristik,
yang menyebabkan inkuiri terbimbing
yaitu:
kurang efektif, kurang meningkatnya
1. Siswa belajar dengan aktif dan
literasi sains dapat pula disebabkan oleh
memikirkan
karakteristik
pengalaman.
strategi
pembelajaran
inkuiri yang kurang sesuai dilakukan
2. Siswa
sesuatu
belajar
pada subyek dalam penelitian ini.
membangun
Berikut
diketahuinya.
apa
berdasarkan
dengan
aktif
yang
telah
pembahasan
mengenai
karakteristik
pembelajaran
3. Siswa mengembangkan daya pikir
inkuiri terbimbing dengan karakteristik
yang lebih tinggi melalui petunjuk
siswa.
atau bimbingan pada proses belajar.
hubungan
Karakteristik pembelajaran inkuiri
4. Perkembangan siswa terjadi pada
menurut Sanjaya (2009):
serangkaian tahap.
1. Menekankan kepada aktivitas siswa
5. Siswa memiliki cara belajar yang
secara maksimal untuk mencari dan menemukan,
artinya
berbeda satu sama lainnya.
siswa
6. Siswa belajar melalui interaksi sosial
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
116
El Islami, dkk
Berdasarkan
karakteristik
terbimbing yang dilakukan didapatkan
terbimbing
bahwa kelompok kelas yang terdiri dari
tersebut, maka pembelajaran inkuiri
siswa yang tidak heterogen membuat
terbimbing tidak cocok diterapkan pada
siswa
siswa yang tidak mampu mencari dan
kesulitan dalam proses pembelajaran
menemukan sendiri inti dari materi
inkuiri terbimbing, dengan demikian
pelajaran,
inkuiri
agar pembelajaran inkuiri terbimbing ini
terbimbing tidak cocok diterapkan pada
efektif dilakukan pada semua siswa
siswa
maka pembelajaran inkuiri terbimbing
pembelajaran
inkuiri
pembelajaran
yang
sulit
diarahkan
untuk
dalam
kelompok
menemukan jawaban dari permasalahan
ini
yang diajarkan, pembelajaran inkuiri
menggunakan kelompok yang heterogen
terbimbing tidak cocok diterapkan pada
yang
siswa
kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
yang
sulit
dikembangkan
haruslah
menjadi
diterapkan
terdiri
dari
siswa
sehingga
inkuiri
cocok
kemampuan rendah dan sedang dapat
tidak
dibantu oleh kelompok siswa yang
diterapkan
pada
tidak
siswa
yang
mampu berinteraksi satu sama lain. Berdasarkan
observasi
yang
dengan
kemampuan berpikirnya, pembelajaran terbimbing
siswa
dengan
memiliki
memiliki kemampuan yang tinggi untuk yang
mengikuti proses pembelajaran inkuiri
dilakukan bahwa pada pembelajaran
terbimbing dengan baik.
konsep ke-3 pertemuan pertama hanya
Disamping
dilakukan
analisis
41% siswa yang dapat mengikuti proses
terhadap literasi sains siswa secara
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
umum, juga dilakukan analisis literasi
baik dan pada pembelajaran konsep
sains berdasarkan setiap aspek literasi
pertama pertemuan ke-2 hanya 30%
sains.
siswa yang dapat mengikuti proses
mengetahui seberapa besar peningkatan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
literasi sains pada setiap aspek literasi.
baik.
bahwa
Berikut adalah grafik data aspek literasi
bertindak
sains yang yang terdiri dari aspek konten
Dengan
karakteristik sebagai
demikian
siswa
subyek
yang
penelitian
pada
untuk
Perbandingan nilai rata-rata N-
inkuiri
Gain pada setiap aspek literasi sains
terbimbing. Berdasarkan
dilakukan
sains.
cocok untuk belajar di kelas dengan pembelajaran
ini
sains, konteks aplikasi sains, dan proses
penelitian ini hanya sebagian yang
menggunakan
Hal
didapatkan bahwa peningkatan literasi pengamatan
di
sains
lapangan bahwa pembelajaran inkuiri
aspek
konten
sains
kelas
eksperimen lebih baik dibandingkan
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
117
El Islami, dkk
dengan kelas kontrol dengan N-Gain
0,40 (kategori sedang). Peningkatan
kelas eksperimen sebesar 0,39 dan N-
literasi sains pada setiap aspek tersebut
Gain
diperkuat oleh penelitian Hastia (2012)
kelas
kontrol
sebesar
0,37.
Sedangkan peningkatan literasi sains
yang
aspek
dan
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat
peningkatan literasi sains aspek proses
meningkatkan literasi sains siswa SMP
sains kelas eksperimen lebih rendah dari
pada semua aspek literasi sains; aspek
kelas kontrol, dengan N-Gain literasi
konten sains dengan N-Gain sebesar
sains aspek konteks aplikasi sains kelas
0,41 (kategori sedang), aspek konteks
eksperimen sebesar 0,38 sedangkan N-
aplikasi sains dengan N-Gain sebesar
Gain
konteks
0,41 (kategori sedang), dan aspek proses
aplikasi sains kelas kontrol sebesar 0,40
sains sebesar 0,42 (kategori sedang).
dan N-Gain literasi sains aspek proses
Begitu pula dengan penelitian Anwar
sains kelas eksperimen sebesar 0,41
(2012)
sedangkan N-Gain literasi sains aspek
pembelajaran
proses sains kelas kontrol sebesar 0,49.
berbantuan media video dapat pada
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa
meningkatkan
pembelajaran inkuiri terbimbing lebih
sains; aspek konten sains dengan N-
baik digunakan untuk meningkatkan
Gain sebesar 0,57 (kategori sedang),
literasi sains siswa pada aspek konten
aspek konteks aplikasi sains dengan N-
sains daripada pembelajaran dengan
Gain sebesar 0,52 (kategori sedang), dan
metode konvensional sedangkan untuk
aspek proses sains sebesar 0,48 (kategori
meningkatkan literasi sains siswa pada
sedang).
aspek konteks aplikasi sains dan aspek
KESIMPULAN
konteks
literasi
aplikasi
sains
sains
aspek
proses sains siswa lebih baik digunakan pembelajaran
dengan
menyimpulkan
yang
Hasil
bahwa
menyimpulkan inkuiri
semua
bahwa
terbimbing
aspek
literasi
implementasi
metode
pembelajaran inkuiri terbimbing ini
konvensional (praktikum yang bersifat
dapat meningkatkan literasi sains siswa.
konfirmasi,
ceramah
diskusi).
Secara keseluruhan literasi sains siswa
Walaupun
demikian,
umum
meningkat dengan N-Gain sebesar 0,39
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat
(kategori sedang), walaupun dengan
meningkatkan literasi sains aspek konten
menerapkan
sains dengan N-Gain = 0,39 (kategori
metode konvensional pun mengalami
sedang), konteks aplikasi sains dengan
peningkatan literasi sains siswa dengan
N-Gain = 0,42 (kategori sedang) dan
N-Gain sebesar 0,43 (kategori sedang).
aspek proses sains dengan N-Gain =
Namun secara statistik berdasarkan hasil
dan secara
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
118
pembelajaran
dengan
El Islami, dkk
uji Mann Whitney didapatkan (α)
heterogen
sebesar 0,293 > 0,050 maka dapat
siswa.
disimpulkan tidak terdapat perbedaan
DAFTAR PUSTAKA
yang signifikan antara rata-rata literasi
Anwar, R. A. A. 2012. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Video untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
sains
siswa
dengan
menggunakan
pembelajaran inkuiri terbimbing dan rata-rata literasi sains siswa dengan menggunakan
metode
Brickman, P. et al. 2009. Effects of Inquiry-based Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence. Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. 3 (2): 1931-4744.
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap literasi sains siswa. Berdasarkan aspek literasi sains, maka disimpulkan bahwa pembelajaran
Depdiknas. 2007. Kajian Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Depdiknas. Jakarta
inkuiri terbimbing lebih baik digunakan untuk meningkatkan literasi sains siswa pada aspek konten sains dengan N-Gain
Hake, R. 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A sixthousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Journal American Association of Physics Teacher. 66 (1): 64-74.
kelas eksperimen sebesar 0,39 (kategori sedang) sedangkan N-Gain kelas kontrol 0,37
(kategori
sedang),
sedangkan pada aspek konteks aplikasi sains dan proses sains, pembelajaran
Hastia, M. 2012. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains SMP. Skripsi.Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
inkuiri terbimbing tidak lebih baik dibandingkan
dengan
kelas
kontrol
dengan N-Gain aspek konteks aplikasi sains kelas eksperimen dan kelas kontrol
Hayat, B. dan S. Yusuf. 2010. Mutu Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta
berturut-turut sebesar 0,38 dan 0,40 sedangkan N-Gain aspek proses sains
El Islami, R. A. Z. 2015. Hubungan Literasi Sains dan Kepercayaan Diri Siswa pada Konsep Asam Basa. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA. 1 (1): 16-25.
kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut sebesar 0,41 dan 0,49.
SARAN
Malihah, M. 2011. Pengaruh Model Guide Inquiry (Inkuiri Terbimbing) terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Laju Reaksi. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.
Perlu dilakukan penelitian serupa pada tema yang lain, selain itu pada penelitian
selanjutnya
meenggunakan
kemampuan
konvensional,
artinya pembelajaran inkuiri terbimbing
sebesar
berdasarkan
kelompok
sebaiknya yang
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
119
El Islami, dkk
Meltzer, D.E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Grains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostice Pretest Scores. American Journal Physics. 70 (12): 1259-1286.
Suyanti, R. D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta : Graha Ilmu
OECD. 2001. Knowledge and Skills for Life First Result from PISA 2000. OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2004. Learning for Tomorrow’s World First Result from PISA 2003. OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2007. Executive Summary PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow’s World: OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2010. PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do Student Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume I): OECD Publishing. Paris-France. Rakhmawan, A. 2015. Perancangan Pembelajaran Literasi Sains Berbasis Inkuiri pada Kegiatan Laboratorium. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA. 1 (1): 143-152. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung. Shwartz, Y., R., Ben-Zvi, & A. Hofstein. 2006. The use of scientific literacy taxonomy for assessing the development of chemical literacy among high-school students. Chem. Educ. Res. Pract. 7 (4): 203-225. Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup Suryabrata, S. 2005. Penelitian. Jakarta: Grafindo Persada
Metodologi PT. Raja
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 e-ISSN 2477-2038
120
El Islami, dkk