JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA
PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI PADA KEGIATAN LABORATORIUM (Diterima 30 September 2015; direvisi 16 Oktober 2015; disetujui 12 November 2015) Aditya Rakhmawan1, Agus Setiabudi2, Ahmad Mudzakir3 1
Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Email:
[email protected] 1
Program Studi Pendidikan IPA, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang 2, 3
Pendidikan Kimia, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Abstract
This research aimed to prove that laboratory activity based inquiry could improve scientific literacy skills of high school student, namely content, context, process, and science attitude aspect in a voltaic cell lesson. The research design used in this research was counterbalanced design. This research used scientific literacy based inquiry instruction for experiment class and inquiry based instruction for control class. Scientific literacy test, enquette, observation sheet, and interview guide were used as instruments in the research, while student worksheet was used as guidance of instruction. Keywords : Laboratory Activity, Counterbalanced Design, Scientific Literacy, Inquiry Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium mampu meningkatkan literasi sains siswa SMA pada aspek konten, konteks, proses dan sikap sains siswa pada submateri pokok sel volta. Desain penelitian yang digunakan adalah desain konterbalans dengan pembelajaran eksperimen menggunakan pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dan pembelajaran kontrol menggunakan pembelajaran inkuiri. Instrumen penelitian berupa tes pilihan ganda untuk mengukur kemampuan literasi sains, selain itu angket, lembar observasi, dan pedoman wawancara, serta LKS sebagai pedoman pembelajarannya. Kata Kunci: Kegiatan Laboratorium, Desain Konterbalans, Literasi Sains, Inkuiri
143
itu melalui pembelajaran yang dilakukan
PENDAHULUAN Kimia
merupakan
salah
satu
siswa harus bisa membuat hubungan
rumpun sains, dimana ilmu kimia pada
yang
awalnya diperoleh dan dikembangkan
kehidupannya
berdasarkan percobaan (induktif) namun
sains di kelas.
pada perkembangan selanjutnya kimia
Tingkat
juga
diperoleh
berdasarkan
dan
dikembangkan
teori
bermakna
antara
dengan
pengalaman pembelajaran
kebermaknaan
yang
optimal dalam pembelajaran sains bagi
(deduktif).
siswa
dapat
diperoleh
jika
siswa
Berdasarkan Permendiknas No. 23 tahun
memiliki kemampuan literasi sains yang
2006
baik. Literasi sains didefinisikan sebagai
tentang
Standar
Kompetensi
Lulusan, salah satu butir menyebutkan
kapasitas
bahwa pembelajaran kimia seharusnya
pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi
dapat
pertanyaan, dan menarik kesimpulan
membuat
siswa
melakukan
untuk
menggunakan
percobaan, antara lain merumuskan
berdasarkan
fakta
dalam
masalah,
menguji
memahami
alam
semesta
variabel,
perubahannya
mengajukan
hipotesis,
dan
menentukan
merancang
dan
merakit
mengumpulkan,
instrumen,
mengolah
akibat
dari
rangka dan
aktivitas
manusia (OECD, 2001). Dalam laporan
dan
PISA
2000
diungkapkan
bahwa
menafsirkan data, menarik kesimpulan,
seseorang yang literat sains
serta
hasil
memiliki pengetahuan dan pemahaman
percobaan secara lisan dan tertulis
konsep sains fundamental, keterampilan
(Republik Indonesia, 2006).
melakukan proses, penyelidikan sains,
mengkomunikasikan
Pembelajaran kimia yang baik adalah
pembelajaran
memberikan
makna
kimia bagi
serta
yang
menerapkan
harus
pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan tersebut
siswa.
dalam berbagai konteks secara luas.
Kebermaknaan ini dapat terjadi jika
OECD-PISA (Organization for
siswa dapat menghubungkan antara
Economic
Cooperation
pengetahuan baru dengan pengetahuan
Development
-
yang telah mereka miliki sebelumnya
International Student Assessment) yang
(Dahar, 1989). Pembelajaran kimia yang
merupakan
kurang
pembelajarannya
internasional yang melakukan studi
dengan kehidupan sehari-hari siswa
lintas negara secara berkala dalam
mengakibatkan pembelajaran tersebut
memonitor capaian peserta didik untuk
jadi kurang bermakna bagi siswa, karena
mengukur berbagai kemampuan literasi
mengaitkan
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
144
and
Programme
suatu
for
organisasi
Aditya Rakhmawan, dkk
peserta didik, yaitu literasi membaca
bidang
(reading literacy), literasi matematika
membutuhkan pemahaman sains yang
(mathematics literacy), dan literasi sains
baik. Ini merupakan bahan evaluasi bagi
(scientific literacy). Hasil studi PISA
kita bahwa proses pembelajaran sains di
2006 yang berfokus pada literasi sains
kelas perlu di tata ulang sehingga
mengungkapkan bahwa literasi sains
mampu
siswa Indonesia menempati peringkat
kemajuan kehidupan yang lebih baik.
ke-50 dari 57 negara peserta dengan
Hal ini dapat dimulai dari mengatasi
skor PISA rata-rata 393 (OECD, 2007).
berbagai
Pada studi sebelumnya, yaitu PISA
pembelajaran sains di kelas.
2000, literasi sains siswa Indonesia
lain
yang
merintis
dan
masalah
Berbagai
sebenarnya
memantapkan
dalam
penelitian
proses
dilakukan
berada pada kelompok bawah dengan
untuk menemukan proses pembelajaran
nilai rata-rata 395 (OECD, 2001).
sains yang efektif dan efisien untuk
Dengan demikian, pada tahun 2006
memperoleh hasil pembelajaran dengan
literasi sains siswa Indonesia ini justru
mutu dan kualitas terbaik. Mamlok dan
mengalami
Rannikmae
penurunan
pencapaian
(Holbrook,
2005)
sebanyak 2 poin semenjak tahun 2000.
berpendapat bahwa pembelajaran akan
Begitu pula dengan tingkat literasi sains
memperoleh
PISA 2003 tidak ada perbedaan dengan
pembelajaran tersebut bermakna bagi
PISA 2006, yaitu dengan skor 393
siswa. Dahar (1989) pun berpendapat
(OECD, 2003; OECD, 2006). Pada
bahwa bila tidak ada makna yang dapat
PISA 2009, skor literasi sains siswa
dibentuk, maka siswa tidak belajar
Indonesia justru turun sebanyak 10 poin
apapun. Pembelajaran yang bermakna
menjadi 383 dibandingkan data PISA
membuat siswa dapat menggunakan
terakhir (OECD, 2010).
pengetahuan sains untuk memecahkan
Hasil studi tersebut menjadi fakta alasan
mengapa
siswa
kita
hasil
yang
baik,
jika
permasalahan dalam kehidupan mereka.
sulit
Hal
ini
sejalan
dengan
pendapat
mendapatkan makna dari pembelajaran
Holbrook (2005) bahwa pembelajaran
sains
menjadi bermakna bagi siswa jika di
yang
mengakibatkan
diberikan. mereka
Hal
ini
mengalami
dalamnya
melibatkan
siswa
dalam
kesulitan dalam menggunakan sains
proses pemecahan masalah saintifik dan
untuk
berbagai
pengambilan keputusan sosio-saintifik.
permasalahan yang terjadi di lingkungan
Untuk itu tipe pembelajaran yang harus
hidup, kesehatan, ekonomi, dan berbagai
diterapkan harus tipe pembelajaran yang
memecahkan
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
145
Aditya Rakhmawan, dkk
berpusat pada siswa, diantaranya peer
yang
discussion,
kegiatan
peer
teaching,
problem
mereka
amati.
Hampir
laboratorium
di
80%
Amerika
based learning, team-based learning,
menggunakan
pembelajaran
berbasis
dan inquiry-based learning (Brickman,
inkuiri. Menurut Whitehead (Gallet,
et al., 2009).
1998), bahwa “...in order to
master
Berbagai penelitian lain yang
knowledge, a student must participate in
mendukung untuk memperoleh model
the pedagogical process...instead of
pembelajaran yang lebih bermakna bagi
being a passive receiver”. Dalam inkuiri
siswa, seperti penelitian Basori (2010),
siswa diajak untuk berpikir sehingga
yaitu tentang kegiatan laboratorium
dapat
berbasis
yang
analitis, dan kritis. Dengan berpikir
pemecahan
masalah
membangun
sikap
produktif,
digunakan
untuk
meningkatkan
maka peserta didik akan mendapatkan
keterampilan
proses
sains
siswa.
pengalaman belajar yang bermakna.
Kemudian penelitian Iswari (2010) yang
Pengalaman belajar yang didapatkan
menggunakan
oleh peserta didik ini akan memberikan
berbasis
kegiatan
pemecahan
laboratorium
masalah
untuk
makna bagi kehidupan sehari-hari siswa
meningkatkan literasi sains siswa. Selain itu,
penelitian
menyimpulkan
Wenning bahwa
nantinya.
(2011)
Berkenaan
dengan
berbagai
pembelajaran
penelitian tersebut, peneliti mencoba
inkuiri merupakan cara yang sangat baik
mengadopsi penelitian Iswari (2010).
bagi siswa untuk memahami konten
Berdasarkan
sains. Dalam penelitian Brickman, et al.,
pemecahan masalah dalam penelitian
(2009) yang menerapkan pembelajaran
Iswari (2010) yang peneliti rasakan
inkuiri lab membuktikan bahwa siswa
berlebihan
mengalami
diterapkan
peningkatan
kemampuan
penyelidikan ilmiah dan literasi sains
pembelajaran
yang
peneliti
lebih
baik
dibandingkan
pembelajaran konvensional. Pembelajaran
dari
coba
laboratorium
sisi
pembelajaran
waktu
bersama literasi
dengan sains,
meredesain berbasis
jika
maka kegiatan
pemecahan
adalah
masalah menjadi kegiatan laboratorium
mampu
berbasis inkuiri. Selain itu redesain
menempatkan peserta didik menjadi
kegiatan pembelajaran ini bertujuan
seorang ilmuwan yang berupaya untuk
untuk memperkuat gagasan Brickman
memahami alam sebagai aplikasi sains
(2009)
dan
membuktikan
bahwa
dan memberikan penjelasan akan apa
pembelajaran
literasi sains
berbasis
pembelajaran
inkuiri
tahapan
yang
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
146
Aditya Rakhmawan, dkk
inkuiri lebih baik dari pembelajaran
depan; (3) konsep berkaitan dengan
inkuiri
meningkatkan
kompetensi proses, artinya pengetahuan
sains
siswa.
tidak hanya mengutamakan daya ingat
Ditambah lagi masih kurangnya literatur
siswa dan mengaitkan informasi tertentu
tentang
saja.
dalam
kemampuan
upaya literasi
pembelajaran
literasi
sains
dalam bentuk kegiatan laboratorium
Berdasarkan
permasalahan
berbasis inkuiri dalam mempengaruhi
tersebut maka tujuan dari penelitian ini
peningkatan literasi sains.
adalah untuk:
Pentingnya
ini
1. Mendapatkan model pembelajaran
menyebabkan peneliti tertarik untuk
yang sesuai pada submateri pokok sel
merancang suatu model pembelajaran
volta dalam upaya meningkatkan
literasi sains dalam bentuk kegiatan
literasi sains siswa.
laboratorium submateri
literasi
berbasis
pokok
sains
inkuiri
pada
volta
untuk
sel
2. Memperoleh
informasi
tentang
keterlaksanaan kegiatan laboratorium
meningkatkan literasi sains siswa SMA.
berbasis
Rancangan desain pembelajaran ini
pokok sel volta dalam peningkatan
diharapkan
literasi sains siswa.
bisa
digunakan
untuk
meningkatkan literasi sains siswa dan lebih
baik
dibandingkan
inkuiri
pada
submateri
METODE PENELITIAN
hanya
Penelitian ini terdiri dari kajian
pembelajaran inkuiri. Submateri pokok
teoretik berupa
sel volta diambil karena tuntutan dari
pengembangan
standar kompetensi dan kompetensi
yang dilanjutkan pada studi eksperimen
dasarnya yang berkaitan dengan upaya
berupa
peningkatan literasi sains siswa. Selain
pembelajaran
itu menurut Hayat dan Yusuf (2010)
Metode
submateri pokok ini dipilih karena
dalam
dipandang memenuhi tiga prinsip dasar
eksperimen dengan desain penelitiannya
pemilihan
(1)
counterbalanced design (Ali, 2010).
kondisi
Desain ini dapat juga disebut desain
konsep
konten
PISA
relevan
yaitu:
dengan
studi
literatur
desain
pembelajaran
implementasi yang
penelitian penelitian
dan
desain
telah yang
ini
disusun. digunakan
adalah
keseharian siswa. Sel volta banyak
rotasi,
crossover,
terdapat di sekeliling siswa, seperti
Desain
ini
baterai, aki, dan sebagainya; (2) konsep
membuktikan
diperkirakan
relevan
peningkatan kemampuan literasi sains
setidaknya untuk satu dasarwarsa ke
siswa berasal dari pembelajaran literasi
masih
tetap
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
147
atau
kuasi
digunakan bahwa
switchover. untuk
bisa
pengaruh
Aditya Rakhmawan, dkk
sains, karena dalam penelitian sosial
sampling. Dua kelas tersebut akan
terdapat banyak faktor yang dapat
mengalami dua kali pembelajaran yaitu
membawa pada kesimpulan yang kurang
pembelajaran
tepat, apakah peningkatan literasi sains
pembelajaran
yang terjadi diakibatkan karena proses
eksperimennya
pembelajaran atau karena faktor lain,
literasi sains dalam bentuk kegiatan
seperti subjek penelitian atau kualitas
laboratorium
berbasis
inkuiri.
pengelolaan kelas.
Pembelajaran
kontrolnya
berupa
Subjek penelitian yaitu kelas XI
pembelajaran
eksperimen
dan
kontrol.
Pembelajaran
berupa
pembelajaran
inkuiri
dalam
bentuk
dari salah satu SMA di Kota Bandung
kegiatan laboratorium. Secara bagan
yang
materi
desain penelitian konterbalans yang
pembelajaran sel volta. Kelas yang
mengacu pada pendapat Ali (2011: 300)
diambil sebanyak dua kelas dengan
dengan
menggunakan
digambarkan seperti pada Tabel 1.
belum
menerapkan
metode
purposive
Tabel 1. Desain Penelitian Konterbalans Kelompok Pretes Topik 1 Kelas A T XE Kelas B T XC
Postes 1 T T
tambahan
Topik 2 XC XE
pretes
dapat
Postes 2 T T
Keterangan : T
= Tes berupa pretes, postes 1 dan postes 2
XE = Pembelajaran eksperimen berupa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri berdasarkan desain pembelajaran yang dirancang XC = Pembelajaran kontrol berupa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri Instrumen yang digunakan dalam
Mengidentifikasi
isu
ilmiah,
2)
penelitian ini terdiri atas tes pilihan
Menjelaskan fenomena ilmiah, dan 3)
ganda, lembar observasi, angket dan
Menggunakan
pedoman wawancara. Aspek literasi
konteks meliputi: 1) Baterai, 2) Sel aki,
sains yang diukur meliputi aspek konten,
3) Sel surya, 4) fuel cell, 5) baterai
konteks, proses dan sikap sains siswa.
lemon, dan 6) tubuh mahluk hidup.
Aspek konten meliputi: 1) Elektrokimia,
Sedangkan
2) Reaksi redoks, 3) Beda potensial sel,
indikatornya meliputi: 1) Menunjukkan
4) Potensial elektroda standar 5) Reaksi
rasa tanggung jawab secara personal
redoks
Larutan
untuk memelihara lingkungan, dan 2)
elektrolit. Aspek proses meliputi: 1)
Menunjukkan kepedulian pada dampak
spontan,
dan
6)
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
148
bukti
aspek
ilmiah.
sikap
Aspek
sains
Aditya Rakhmawan, dkk
lingkungan akibat perilaku manusia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan data angket berdasarkan skala
Likert
kategori
menggunakan
pilihan
jawaban
Desain penelitian yang diterapkan
empat
yaitu
dilakukan
desain
menggunakan
konterbalans dua
kelas
dengan yang
melalui perhitungan persentase atas
mengalami dua pembelajaran secara
setiap pernyataan yang diberikan.
berurutan,
Teknik
analisis
data
yaitu
pembelajaran
yang
eksperimen berupa pembelajaran literasi
dilakukan meliputi uji homogenitas data
sains berbasis inkuiri dan pembelajaran
pretes, uji normalitas data, dan uji
kontrol berupa pembelajaran inkuiri.
signifikansi perbedaan rerata dengan
Desain pembelajaran eksperimen yang
menggunakan Independent Sample t-
dirancang merupakan hasil penyesuaian
Test. Data yang digunakan dalam uji
dari dua tahapan pembelajaran, yaitu
signifikansi perbedaan ini adalah data
tahapan pembelajaran literasi sains dan
N-Gain dari kedua jenis pembelajaran
tahapan pembelajaran inkuiri sehingga
yang digunakan.
diperoleh desain pembelajaran yang baru. Rancangan desain pembelajaran hasil penyesuaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Tahap Pembelajaran Literasi Sains
Tahap Pembelajaran
Kontak
Pendahuluan
Kuriositi
Pertanyaan kuriositi
Elaborasi
Tahap Pembelajaran Inkuiri
Pertanyaan inkuiri
Mengangkat permasalahan
Hipotesis siswa
Mengajukan hipotesis
Kegiatan laboratorium
Pengujian hipotesis
Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan
Merumuskan penjelasan
Nexus
Dekontekstualisasi dan rekontekstualisasi
Analisis proses inkuiri
Gambar 1 Kesesuaian Antara Tahapan Pembelajaran Literasi Sains dengan Tahapan Pembelajaran Inkuiri
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
149
Aditya Rakhmawan, dkk
Desain pembelajaran eksperimen
lebih
antusias
dalam
pembelajaran
seperti yang dapat dilihat pada Gambar
eksperimen dibandingkan pembelajaran
1 tersebut mengkombinasikan antara
kontrol. Pada tahap kontak dan kuriositi,
pembelajaran
peneliti
literasi
sains
dan
menilai
siswa
kelas
A
pembelajaran
inkuiri,
sehingga
memberikan respon yang lebih baik
memberikan
karakteristik
terhadap
dibandingkan siswa kelas B. Hal ini
desain pembelajaran yang dirancang: (1)
terjadi karena konteks yang diangkat
Eksplanasi
kedua
pada topik kelas A lebih banyak siswa
pembelajarannya dirancang berdasarkan
yang mengalaminya dibandingkan topik
pada struktur materi pembelajaran; (2)
di kelas B. Tahap elaborasi, siswa kelas
Pembelajaran eksperimennya dirancang
A yang melakukan praktikum secara
menggunakan
peta
konsekuensi
langsung, lebih aktif dalam bertanya dan
pembelajaran
dalam
meningkatkan
berdiskusi dibandingkan siswa kelas B
kemampuan
literasi
sains
siswa
yang hanya melakukan demonstrasi.
(Holbrook, 1998); (3) Berorientasi pada
Melalui tahap pengambilan keputusan,
konteks nyata yang seringkali terjadi
terlihat perubahan cara berpikir siswa
dalam
yang
konten
kehidupan
pada
sehari-hari;
(4)
lebih
Berorientasi dalam membangun sikap
keputusan
dan
pemahaman
kesadaran
lingkungan;
terhadap
logis yang
berdasarkan diberikan
jika
dibandingkan dengan hipotesis yang
membangun sikap inkuiri siswa; (6)
diangkat siswa saat tahap kuriositi.
Bertujuan untuk membuktikan bahwa
Tahap nexus, siswa kelas B lebih banyak
pembelajaran
bertanya
lebih
Berorientasi
mengambil
dalam
inkuiri
(5)
siswa
mampu
literasi sains baik
berbasis
dan
berkomentar
tentang
dibandingkan
berbagai hal berkaitan dengan fuel cell
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
dalam kehidupan sehari-hari. Banyak
dalam
kemampuan
hal yang ditanyakan siswa karena topik
literasi sains siswa. Proses pelaksanaan
ini berkaitan dengan teknologi yang
desain pembelajaran yang dirancang
menurut
secara garis besar telah terlaksana
Selanjutnya
dengan baik di kedua kelas. Secara
tahap
umum, peneliti menilai berdasarkan
pembelajaran di kelas A dan kelas B.
meningkatkan
mereka
sangat
tahap evaluasi
akhir
dari
setiap
menarik. menjadi topik
pengamatan dan hasil angket, siswa
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
150
Aditya Rakhmawan, dkk
Berdasarkan hasil angket, secara umum
siswa
lebih
pembelajaran
dengan
laboratorium
berbasis
dibandingkan klasik
di
dengan kelas.
pembelajaran literasi sains
memilih
inkuiri
kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
inkuiri
dalam
pembelajaran
Beberapa
lebih
baik
berbasis
dibandingkan
meningkatkan
kemampuan
literasi sains siswa.
siswa
Dari beberapa tahapan pembelajaran
berpendapat bahwa dengan adanya tahap
yang
kontak
dapat
laboratorium berbasis inkuiri di kedua
membangkitkan motivasi mereka untuk
kelas ini, secara umum siswa terlihat
belajar. Siswa juga merasa bisa lebih
lebih aktif pada tahap kuriositi dan tahap
memahami
elaborasi. Hal ini bisa terlihat dari
dalam
pembelajaran
materi
dilakukan
dalam
kegiatan
dengan
kegiatan
dibandingkan
dengan
keaktifan
memahami materi yang diberikan di
berbagai
kelas. Beberapa siswa beranggapan
permasalahan yang diangkat. Pada tahap
bahwa diskusi itu perlu dilakukan,
elaborasi siswa sangat aktif dalam
karena melalui kegiatan diskusi mereka
bertanya
bisa memahami materi dengan lebih
pemahaman
baik. Sebagian besar siswa setuju bahwa
laboratorium berlangsung. Hal ini sangat
pembelajaran
dilakukan
wajar terjadi karena siswa merasa butuh
bermanfaat karena berkaitan erat dengan
untuk memenuhi rasa keingintahuan
kehidupan di sekitar mereka, khususnya
mereka.
yang terasa dalam keseharian mereka
DAFTAR PUSTAKA
seperti isu-isu lingkungan dan energi.
Ali, M. 2011. Memahami Riset dan Perilaku Sosial. CV Pustaka Cendekia Utama. Bandung.
laboratorium
yang
KESIMPULAN Desain pembelajaran yang dirancang memiliki
karakteristik
pengembangan
sesuai
kemampuan
literasi
konteks nyata yang seringkali terjadi kehidupan
kesadaran
lingkungan, membangun
siswa
berorientasi sikap
komentar
dan
mengajukan berdasarkan
mengkonfirmasi selama
kegiatan
sehari-hari, Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
berorientasi dalam membangun sikap dan
dalam
Brickman, P. et al. 2009. Effects of Inquiry-based Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. 3(2): 1-22.
untuk
sains siswa, yakni berorientasi pada
dalam
siswa
inkuiri
terhadap Hayat, B., dan S. Yusuf. 2010. Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
dalam siswa,
bertujuan untuk membuktikan bahwa JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
151
Aditya Rakhmawan, dkk
Iswari, Y. D. 2011. Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan Masalah Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis. IPA SPS UPI, Bandung.
OECD. 2007. Executive Summary PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow’s World: OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2010. PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do – Student Performance in Reading, Mathematics and Science. OECD Publishing. Paris-France.
Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dirjen Pendidikan Dasar. Sekretariat Negara. Jakarta
Wenning, C.J. 2011. Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses. Journal Physics Teacher Education Online. 6(2):2-8.
Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sekretariat Negara. Jakarta Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sekretariat Negara. Jakarta. Holbrook, J. 2005. Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education International. 6(1):1-12. OECD. 2001. Knowledge and Skills for Life: First Results from the OECD Programme for International Student Assessment (PISA) 2000. OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2001. Knowledge and Skills for Life First Result from PISA 2000. OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2004. Learning for Tomorrow’s World First Result from PISA 2003. OECD Publishing. Paris-France.
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 e-ISSN 2477-2038
152
Aditya Rakhmawan, dkk