PENINGKATAN LITERASI SAINS MELALUI PEMANFAATAN LABORATORIUM IPA DI SMP Widha Nur Agastya Dosen Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Hasyim Asy’ari Abstrack This study is a qualitative research library research with triangulation source documents used as a reference for the discussion. The discussion in this is to increase science literacy through the use of science laboratories in secondary school. As has been done PISA study in 2015 that Indonesia in the field of science was ranked 9th from the bottom. Reviews of this study are expected to contribute to the solution of science that can be used as a reference resource for future researchers. The position of the science laboratory in the SMP can be used as a tool to improve science literacy in Indonesia. Increased utilization of laboratory science in junior high, in terms of governance are as follows: 1) the availability of laboratory, 2) the availability of SOP (Standard Operating Procedure), 3) the availability of the order of minimum security for laboratory users. For a school that is not in the lab, the teacher can take advantage of secondhand goods which can be used for simple laboratory, besides that teachers can use virtual laboratories practice in the learning process. Keywords: Science Laboratory, Virtual Laboratory, Science Literacy. Pendahuluan Pendidikan merupakan hak bagi siswa di Indonesia, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan kewajiban bagi penyelenggara pendidikan. Menurut PP No. 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas PP nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional Pendidikan, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sarana dan prasarana pendidikan merupakan rang belajar, tempat berolahraga, tempat ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, dan lain-lain yang menunjang proses pembelajaran. Pada PP tersebut dijelaskan bahwa laboratorium merupakan sarana dan prasarana yang seharusnya ada dalam sebuah sekolah. Menurut Direktur Pembinaan SMP Bpk. Dr. Supriano, M. Ed. direktorat Pembinaan SMP, direktorat jenderal dikdasmen kemendikbud. Berdasarkan data Dapodik bulan Februari 2016 di Indonesia terdapat 37.168 sekolah tingkat SMP (Negeri dan Swasta), dengan Jumlah Rombel 342.682 dan Jumlah Ruang Kelas sebanyak 336.959 ruang. Sesuai data, ruang yang mengalami rusak berat adalah 28.394 serta rusak sedang 20.652. jumlah sekolah yang belum mempunyai ruang perpustakaan 10.213 sekoah, yang belum mempunyai laboratorium IPA 17.392 sekolah. Dan yang belum mempunyai laboratorium Komputer adalah 21.847 sekolah. Rencana yang dilakukan untuk memenuhi sarana dan prasarana sekolah pada tahun 2016 tersebut adalah 788 laboratorium IPA. Terdapat 19.776 sekolah tingakt SMP (Negeri dan Swasta) yang sudah mempunyai laboratorium ipa, hal ini sudah melebihi 50% pemerintah menyediakan laboratorium yang menunjang pembelajaran siswa tingkat SMP. Menurut studi PISA tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia terletak pada peringakat ke-9 dari bawah untuk tingkat science nya (Result fromPISA 2015 Indonesia, OECD 2016: 4), seperti pada tabel 1.1. Hasil PISA 2015 Negara ASEAN.
NEGARA DI ASEAN SINGAPORE VIET NAM THAILAND INDONESIA
Tabel 1.1 Hasil PISA 2015 Negara ASEAN SCIENCE (OECD AVERAGE: 493) 556 525 421 403
PERINGKAT KE1 8 54 62
Tabel 1.1 mengingatkan kita bahwa sangat perlunya peningkatan literasi sains pada siswa Indonesia, agar dapat mengejar ketinggalan dengan negara ASEAN lainnya yang berada di atas negara kita. Selain itu, studi tersebut menunjukkan bahwa masih kurangnya pemanfaatan sarana laboratorium IPA yang sudah ada, karena pemanfaatan Laboratorium IPA merupakan salah satu hal yang dapat mendukung peningkatan literasi sains terutama untuk siswa SMP. Menurut data yang disampaikan oleh Direktur Pembinaan SMP maka, menunjukkan 53,2% penyediaan sarana laboratorium IPA di tingkat SMP, berarti pemamfaatan yang kurang maksimal menjadi kendalanya yang harus dibenahi oleh kita sebagai pendidik. Untuk menganalisisnya diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kekurangmaksimalan pemanfaatan laboratorium IPA yang terdapat di SMP. Secara garis besar, dapat kita lihat bahwa kurang lebih pendidik kita kurang memanfaatkan laboratorium yang tersedia di lingkungan sekolah. Berdasarkan data tersebut dapat kita analisis secara mentah, bahwa pembelajaran hanya berpusat pada pengetahuandan pemahaman yang ada, perlunya praktikum untuk mengenal dan menunjang pembelajaran sangat dibutuhkan sedini mungkin. Seperti teori perkembangan kognitif pada anak yang dicetuskan oleh Piaget, menyatakan bahwa: pada umur 11-dewasa merupakan tingkat operasional formal, dimana pada periode ini anak timbul operasional baru. Anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks, sehingga pada periode ini anak mempunyai rasa ingin tahu untuk membuktikan dan menganalisis hal baru (Ratna Wilis, 1989: 155). Bermula dari pemaparan tersebut dan kaitan kajiannya secara perkembangan kognitif perlunya memberikan fasilitas yang menunjang untuk pembelajaran sehingga siswa tidak hanya memahami dan mengetahui saja, tetapi dapat membuktikan dan menganalisis penyebab yang terjadi pada suatu teori itu dimunculkan. Selain itu, untuk mendukung adanya pembuktian dan analisis pada suatu teori membutuhkan sarana dan prasarana yang memadahi. Salah satunya adalah laboratorium. Fasilitas laboratorium telah digunakan pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), penggunaan laboratorium ini dapat dijadikan untuk mendukung adanya literasi sains pada siswa di Indonesia. Laboratorium IPA di sekolah Laboratorium merupakan salah satu alat yang paling mudah untuk memfasilitasi pembelajaran, sehingga secara historis, pengalaman dalam laboratorium ipa dipandang sebagai sebuah tempat untuk menggambarkan, menunjukkan, dan memverifikasi konsep dan hukum yang diketahui (Hofstein & Lunetta, 982; NRC, 2005 dalam Campbell, Todd & Bohn, Chad, 2008: 37).Dengan pengalaman dalam laboratorium dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam bentuk praktis (M.Y. Hamidu, A.I Ibrahim, dan A. Mohammed, 2014: 82). Pemanfaatan dan peningkatan kualitas laboratorium yang di miliki oleh SMP sangat diperlukan dalam pembelajaran, sehingga siswa terbiasa untuk berpikir tingkat tinggi. Pemerintah Indonesia sedang mencanangkan untuk merangsang siswa dengan soal ber tipe Higher Order Thinking Skills (HOTS). Hal ini dapat digunakan untuk meningkatkan literasi sains yang terdapat di Indonesia. Literasi sains merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap studi PISA yang diikuti oleh 72 negara di dunia. Secara istilah, Menurut Norris dan
Phillips, 2003 dalam dalam Holbrook dan Rannikmae (2009: 276) literasi sainsmengandung berbagai komponen sebagai berikut: a) Pengetahuan tentang isi substantif ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk membedakan antara sains dan non-sains. b) ilmu untuk memahami dan aplikasi. c) pengetahuan tentang apa yang dianggap sebagai ilmu. d) Kemerdekaan dalam mempelajari ilmu. e) kemampuan untuk berpikir ilmiah. f) kemampuan untuk menggunakan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah. g) pengetahuan yang dibutuhkan untuk partisipasi cerdas dalam masalah berbasis ilmu pengetahuan. h) memahami hakikat ilmu, termasuk hubungannya dengan budaya. i) apresiasi dan kenyamanan dengan ilmu pengetahuan, termasuk heran dan rasa ingin tahu. j) pengetahuan tentang resiko dan manfaat dari ilmu pengetahuan. Beberapa komponen tersebut sangat mendukung dan relevan dengan adanya laboratorium IPA di sekolah. Untuk memajukan pendidikan di Indonesia, salah satunya perlu pemanfaatan laboratorium di SMP hal ini untuk merangsang daya berpikir anak. Sebuah teori yang ada dan teori yang belum ditemukan sangat berpotensi untuk dibahas sebagai perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak menutup kemungkinan bahwa anak SMP lah yang menemukan teori baru tentang ilmu pengetahuan. Laboratorium yang terdapat di SMP biasanya masih sederhana, tetapi dapat digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi pada anak. Laboratorium IPA di sekolah, sangat diperlukan untuk menunjang karya tulis imiah siswa, sehingga merangsang siswa untuk berpikir lebih kreatif. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka banyak pelatihan pengelolaan laboratorium IPA sekolah, dilingkungan dinas pendidikan daerah. Untuk calon guru IPA, banyak perguruan tinggi di Indonesia yang telah berhasil meluluskan mahasiswa nya untuk menjadi calon guru. Perguruan tinggi yang membuka program studi pendidikan IPA seharusnya mampu membekali mahasiswanya untuk terampil mengelola laboratorium. Untuk mengetahui keberhasilan mahasiswa dalam memperoleh perkuliahan tentang tata kelola laboratorium / organisasi laboratorium tidak hanya mengandalkan dari nilai akhir yang diperoleh mahasiswa tetapi berdampak pada kompetensi lulusan sebagai calon guru IPA. Hal ini dapat diketahui dari studi lacak alumni yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mengingat sangat pentingnya kegunaan laboratorium di SMP, maka pemanfaatan sarana dan prasarana perlu ditingkatkan lagi. Terdapat beberapa ulasan dalam paper Toplis dan Allen (2012:3-5) menjelaskan pentingnya Laboratorium, yaitu: a)motivational reasons, pembelajaran menggunakan laboratorium dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar terhadap sains. b) practical work aids learning of theory, pembelajaran melalui praktek kerja (praktikum) dapat membantu menjelaskan terhadap teori yang telah diajarkan. Tetapi alangkah baiknya siswa membangun pemahaman terhadap suatu teori menggunakan praktikum, sehingga siswa dapat memahami secara utuh suatu konsep dari sains. c) practical work teaches students to act like real scientist, keterampilan siswa dalam menggunakan peralatan laboratorium, seperti seorang ilmuwan yang benar-benar bekerja untuk menemukan sebuah teori, sehingga siswa sangat memerlukan untuk membangun pengetahuan. d) teaching “practical skills”, secara tidak langsung pembelajaran di laboratorium akan memberikan siswa bekal keterampilan untuk praktek. Setelah melakukan praktek diharapkan siswa dapat menemukan konsep, sehingga pembelajaran dilaboratprium berasaskan “I do and I understand, but not I understand and I do”. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Subamia, Artawan dan Wahyuni (2014: 446), menghasilkan bahwa terdapat keterbatasan ruang dan fasilitas laboratorium, keterbatasan alatalat dan bahan-bahan praktikum, ketidaktersediaan tenaga laboran, belum ada SOP tata kelola
dan tata laksana laboratorium, ketidakmampuan guru mengelola pembelajaran sesuai dengan ketersediaan waktu efektif, hambatan psikologis guru yang belum merasa puas jika tidak banyak berceramah, dan keterbatasan laboratorium SMP. Kebanyakan guru masih menggunakan praktikum yang sudah tertera di dalam buku teks IPA SMP. Dan buku itu masih digunakan untuk tahun sebelum dan sesudahnya, sehingga perkembangan materi dalam praktikum tidak signifikan. Seharusnya guru membuat panduan praktikum sendiri, sehingga setiap tahun dapar direvisi untuk dilakukan pengembangan terhadap ilmu pengetahuan yang ada. Dari penelitian tersebut menggambarkan bahwa kualitas penggunaan laboratorium sebagai sarana penunjang pembelajaran belum dapat diandalkan. Seharusnya Standar Operasional Prosedur (SOP) dimiliki oleh sekolah ketika mengadakan Laboratorium IPA Di sekolahnya. SOP minimal yang harus dirancang sebagai rambu-rambu umum untuk dilaksanakan dan ditaati oleh pengguna laboratorium. Faktor keamanan yang perlu diperhatikan karena siswa SMP mempunyai rasa ingin tahu yang lebih besar, karena baginya peralatan laboratorium merupakan hal baru. Metodologi Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan analisis deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori yang relevan pada penelitian yang dikaji. Sumber data yang digunakan sebagai teori tersebut adalah buku, jurnal ilmiah, website, serat sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawaban kebenarannya. Objek Penelitian yang digunakan adalah laboratorium IPA di SMP. Data yang dikumpulkan merupakan pustaka dan dokumen. Analisis data yang digunakan adalah triangulasi data dari berbagai sumber data yang telah di ulas sebelumnya, triangulasi data dalam qualitative research methods meliputi interviews, surveys and reflective journals atau catatan lapangan. Tetapi karena studi ini dilakukan secara kepustakaan maka teknik analisis data nya menggunakan sumber dokumen yang ada (Oliver-Hoyo, Maria and Allen, DeeDee, 2006: 43). Pembahasan Pentingnya sarana dan prasarana sekolah, khususnya dapat merangsang anak agar tertarik kerja ilmiah dilaboratorium. Pemberian sarana dan prasarana berupa laboratorium sangat dibutuhkan di tingkat pendidikan dasar. Laboratorium sekolah dapat mendampingi program terealisasinya peningkatan literasi sains di Indonesia.Terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan untuk pemanfaantan laboratorium sekolah,bagi sekolah yang sudah mempunyai fasilitas laboratorium, jika dilihat dari segi tata kelola laboratorium: 1) tersedianya laboran pada laboratorium sekolah. Laboran ini bertugas untuk menjaga dan merawat laboratorium, mulai dari pelaporan kebersihan peralatan laboratorium, pelaporan data bahan yang tersedia dilaboratorium, laporan pemakaian laboratorium. Semua yang terdapat dalam laboratorium menjadi tanggung jawab laboran tersebut. 2) tersedianya SOP (Standar Operasional Prosedure).SOP digunakan sebagai aturan umum penggunaan alat dan bahan, serta penyimpangan kembali setelah alat tersebut digunakan dan dibersihkan. 3) tersedianya tata tertib keamanan bagi pengguna laboratorium. Setiap laboratorium harus mempunyai standar keamanan minimum. Seperti disyaratkan bagi yang memasuki laboratorium mengggunakan jas laboratorium, kaos tangan lateks, kacamata laboratorium (jika diperlukan), masker sekali pakai (jika diperlukan). Semua yang meliputi tata kelola laboratorium, terlebih dahulu harus dikenalkan kepada siswa sebelum memasuki laboratorium. Karena laboratorium ini terdapat
pada sekolah menengah pertama, maka pendampingan dan pengawasan guru masih sangat diperlukan. Pembelajaran di laboratorium (praktikum), sangat berguna untuk membangun pengetahuan anak dalam memahami suatu konsep. Seperti teori belajar konstruktivisme, siswa dirangsang untuk memahami suatu konsep melalui beberapa contoh yang mereka sebutkan sendiri atau guru dapat memberikan contohnya. Sebaiknya guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di laboratorium, sedangkan pembelajaran tersebut bersifat menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasikan. Jika pembelajaran masih bersifat membuktikan dan memahami, serta mengetahui saja, maka kemampuan siswa untuk membangun pengetahuan masih sangat kurang. Kebanyakan guru, masih menggunakan tema praktikum yang tertera di buku teks, tanpa memodifikasi nya. Sedangkan praktikum yang terdapat didalam buku teks masih bersifat mengetahui dan memahami. Alangkah baiknya jika seorang guru memberikan praktikum terlebih dahulu sebelum memberikan teori, agar siswa dapat membangun konsep nya secara mandiri pada saat praktikum. Contoh, Tabel 1.2. praktikum kromatografi sederhana pada pelajaran IPA SMP. Tabel 1.2 Praktikum Kromatografi Sederhana pada Pelajaran IPA SMP Praktikum Kromatografi Tujuan: 1) Untuk mengetahui susunan suatu warna dasar dan warna campuran 2) Untuk mengetahui teknik pemisahan warna yang tepat 3) Untuk mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam pemisahan warna Alat: Bahan: a) Gelas beker ukuran 50 ml a) Spidol 12 warna b) Lidi atau kawat b) Minyak goreng 50 ml c) Isolasi c) Air d) Kertas saring d) Alkohol (antiseptik) e) Kertas buram f) Kertas HVS g) Kertas karton h) Gunting Cara Kerja: 1. Siapkan gelas beker pada meja kerja, kemudian isilah dengan minyak goreng 20 ml 2. Rangkaikan kertas saring yang dipotong memanjang pada lidi, kemudian tempelkan dengan isolasi 3. Berikan 1 titik spidol pada ujung kertas, kemudian gantungkan kertas ke dalam gelas beker, usahakan ujung kertas yang terkena spidol menempel pada larutan yang terdapat dalam gelas beker. 4. Amatilah apa yang akan terjadi, catatlah! 5. Gantilah dengan semua variasi kertas, dan larutan yang sudah ada 6. Analisislah dan simpulkan apa yang terjadi 7. Diskusikan dengan teman yang berbeda kelompok.
Sumber: doc. Pribadi. Contoh tersebut dapat digunakan pada praktikum anak SMP, setelah diberikan praktikum, maka guru mengklarifikasi dengan teori yang sudah ada. Peran guru dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk diaplikasikan dalam praktikum sangatlah penting, sehingga dari tahun ke tahun ilmu akan terus diperbaharui. Hal inilah yang dapat digunakan untuk meningkatkan literasi sains pada siswa SMP, karena pada taraf ini siswa diajak dan dirangsang agar menggunakan pemikiran ilmiahnya untuk memecahkan masalah yang terdapat disekitar kita. Kebiasaan yang diterapkan oleh guru ketika memberikan pembelajaran dengan merangsang tingkat kognitif analyze, evaluate, dan create. Ketiga tingkat kognitif itulah yang dapat merangsang higher order thinking skill pada siswa. Agar menjadi kebiasaan maka guru hendaknya melakukan dari hal kecil yaitu melalui intruksi cara kerja dan pembahasan dalam
panduan praktikum IPA yang mengajak siswa untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Dengan demikian, guru akan sangat mudah mengembangkannya dalam model pembelajaran dan dalam instrumen penilaian yang di berikan kepada siswa. Jika sekolah tempat seorang guru mengabdi belum terdapat laboratorium, maka dapat menggunakan alat-alat sederhana yang dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran praktikum. Alat-alat IPA yang dapat digunakan untuk praktikum dapat berupa pemanfaatan barang-barang bekas, seperti yang terbuat dari plastik yang dapat didaur ulang ketika selesai menggunakan untuk praktikum. Namun penggunaan barang bekas yang berupa plastic tidak dapat digunakan untuk zat / bahan yang bersifat pekat, karena dapat bereaksi dengan tempat yang digunakan. Keterbatasan ini dapat ditanggulangi dengan menggunakan peralatan lain.Sebagai solusi yang memungkinkan dapat digunakan laboratorium virtual, seperti penelitian yang dilakukan oleh George dan Kolobe (2014: 113) untuk mensuport pembelajaran siswa dapat menggunakan program tanpa mengurangi kualitas, yaitu dengan menggunakan simulasi computer dan video demonstrasi untuk mengetahui fenomena abstrak sebuah ilmu pengetahuan. laboratorium virtual ini dapat menggunakan program animasi macromedia flash. Seorang guru dapat merancang praktikumnya melalui animasi tersebut. Mulai dari perubahan warna, bahan dan alat dapat dibuat dalam animasi tersebut. Jika guru tidak menguasai pembuatannya maka dapat memesan untuk dibuatkan dengan konsep yang telah disusun oleh guru yang mengampu pelajaran IPA. Semua bentuk pengganti yang digunakan guru untuk mengembangkan pembelajaran dapat digunakan untuk meningkatkan literasi sains yang terdapat di Indonesia. Penutup Untuk memanfaatkan laboratorium IPA yang terdapat di SMP, seorang guru harus mampu mengembangkan beberapa praktikum yang kreatif. Kreatif disini dapat berupa dari segi pengembangan materi dan alat yang digunakan agar ilmu pengetahuan dari tahun ke tahunnya selalu di perbaharui. Literasi sains di tingkat SMP perlu di tingkatkan agar tingkat pemahaman terhadap sains selalu bertambah. Modifikasi materi pada praktikum IPA yang perlu dikembangkan adalah dari segi bioteknologi. Tidak ada alasan untuk mengembangkan suatu ilmu pengetahuan dengan alasan pemerintah. Tetapi dengan adanya beberapa program yang dapat digunakan sebagai pengganti, tidak selamanya mencukupi kebutuhan suatu sekolah. Semua program tersebut hanya membantu, agar siswa dapat kreatif untuk membangun pengetahuannya maka pemerintah harus memberikan sarana dan prasarana yang menunjang kebutuhan siswa agar dapar meningkatkan literasi sains di Indonesia untuk studi PISA selanjutnya. Daftar Pustaka Campbell, Todd and Bohn, Chad. 2008. Science Laboratory Experiences of High School Student Across One State in The U.S.: Descriptive Research from The Classroom. Science Educator. Spring 2008, Vol.17, No. 1. George, Mostho J and Kolobe, Mamontsi. 2014. Exploration of the Potential of Using a Virtual Laboratory for Chemistry Teaching at Secondary School Level in Lesotho. A. Afr. J. Chem., 2014, 67, 113-117. http://journals.sabinet.co.za/sajchem/. Holbrook, Jack and Rannikmae Miia. 2009. The Meaning of ScientificLiteracy. International Journal of Environmental and Science Education Vol.4, No. 3, Juli 2009, 275-288.
Indira, syahda sukma. 2016. Informasi ini disampaikan oleh direktur Pembinaan SMP. Dr. Supriano, M.Ed dalam acara pembukaan workshop Sosialisasi dan Penandatanganan Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) Program Pembangunan RKB, Perpustakaan, Laboratorium IPA dan Rehabilitasi ruang belajar pada tanggal 1 sd 3 Mei 2016 di Jakarta. Diakses secara online pada tanggal 2 Februari 2017 di http://ditpsmp.kemdikbud.go.id/home/news/9. M.Y, Hamidu dkk. 2014. The Use of Laboratory Method in Teaching Secondary School Student: a key to Improving the Quality of Education. International Journal of Scientific & Engineering Research, Volume 5, Issue 9, September-2014. Oliver-Hoyo, Maria and Allen, DeeDee. 2006. The Useof Triangulation Methods in Qualitative Educational Research. Journal Of College science teaching. January/February 2006, Page: 42-47. PP No 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Programme for International Student Assessment (PISA) Result from PISA 2015. Diakses secara online dihttps://www.oecd.org/pisa/PISA-2015-Indonesia.pdf pada tanggal 6 Februari 2017. Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar: Jakarta: Erlangga Subamia, I Dewa Putu, dkk. 2014. Analisis Kebutuhan Tata Kelola Tata Laksana Laboratorium IPA di SMP di Kabupaten Buleleng. Jurnal Pendidikan Indonesia. Vol. 3, No. 2, Oktober 2014. Toplis, Rob and Allen, Michael. 2012. ‘I do and I understand?’ Practical Work and Laboratory Use in United Kingdom Schools. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 2012, 8 (1), 3-9.