1|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juli 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPA DI SD Mutiara Eka Betari1, Novi Yanthi2, Deti Rostika3 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan literasi sains siswa di SD Negeri Cileunyi 05. Penelitian ini menitikberatkan pada usaha peneliti untuk meningkatkan kemampuan literasi sains dalam pembelajaran IPA.Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan literasi sains siswa melalui pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada konsep daur air dan peristiwa alam di kelas V SD. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan model PTK yang digunakan adalah PTK model John Elliot yang terdiri dari 3 siklus yang setiap siklusnya dilakukan tiga tindakan. Instrumen yang digunakan adalah soal-soal literasi sains dengan jenis soal yang bervariasi untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa dan kuesioner untuk mengukur dimensi sikap dalam literasi sains dan juga lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD sebanyak 35 orang. Hasil yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas menunjukan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model yang cocok diaplikasikan dalam pembelajaran IPA untuk mengembangkan literasi sains siswa. Pada siklus I rata-rata nilai kemampuan literasi sains sebesar 48,72. Nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa pada siklus II adalah 60,00. Pada siklus III nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa mencapai 75,36. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Maka peneliti merekomendasikan untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa.
Kata kunci
: Kemampuan Literasi Sains, Model Pembelajaran Berbasis Masalah, IPA SD.
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
2|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juli 2016
THE INCREASE SCIENCE LITERACY SKILLS THROUGH THE APPLICATION OF PROBLEM BASED LEARNING IN SCIENCE LEARNING AT PRIMARY SCHOOL Mutiara Eka Betari1, Novi Yanthi2, Deti Rostika3 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected]
ABSTRACT This research is motivated by the low ability student’s science literacy in SD Negeri Cileunyi 05. The research focuses on reasercher effort to improve student’s scientific literacy ability on science learning. This research aim to discover the improvement of student’s scientific literacy by applying problem based learning model with “Hidrology concept and natural phenomenon for fifth grader” as a study case problem. To achieve the purpose of this research, reasercher using Jhon Elliot’s action research model which consisted of 3 cycles each cycle was carried out three acts. Different types of scientific literacy questions used as Instrument on this research, this question is used for measuring student’s ability on scientific literacy. A questionnaire also been applied to measure atitude dimention of scientific literacy, and observation form to observe the students and teacher in learning proccess. The subject on this research is a 35 people fifth grader students of primary school. The results obtained during the implementation of the action research showed that problem-based learning model is a suitable model applied in science learning to develop scientific literacy. In the first cycle average students’s test score is 48,72, an 60 in the second cycle. In the third cycle, average student’s scoreis 75,36. Therefore the application of problem based learning model able to improveabilty of scientific literacy of the student on science learning. The researchers recommend the use of problem-based learning model as an alternative learning to improve scientific literacy of students.
Keywords
: Scientific literacy, Problem based learning, Primary school’s science.
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
3|Antologi UPI
Volume
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, peningkatan tersebut tentu saja memberikan pengaruh terhadap peningkatan di bidang-bidang yang lain. Dengan pendidikan, seseorang bahkan suatu bangsa dapat menjalankan kehidupannya dengan lebih baik. Mengingat berbagai pengaruh globalisasi kini, aspek kehidupan di dunia terus menerus berubah dan menuntut manusia harus terus menerus pula menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu, setiap orang wajib mendapatkan atau mengikuti pendidikan. Pendidikan menurut undang-undang dasar 1945 tertera pada pasal 31 di jelaskan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya”. Pendidikan dasar merupakan awal pembentukan karakter seseorang. Pada saat inilah seseorang idealnya mendapatkan pendidikan sebaik mungkin, agar pendidikan tersebut tertanam dalam dirinya sehingga ia dapat menjalankan kehidupannya dengan baik sesuai dengan norma yang berlaku dan dapat mengembangkan dirinya agar dapat menjadi seseorang yang berkualitas. Pendidikan dasar formal memiliki tujuan, isi dan bahan pelajaran secara khusus. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) menyebutkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Edisi No.
Juli 2016
Pada tingkat sekolah dasar mata pelajaran IPA memiliki jam pelajaran lebih banyak dibandingkan mata pelajaran yang lainnya. Namun dewasa ini pembelajaran IPA hanya bersifat hafalan semata. Hal ini terjadi karena masih banyak sekolah yang melaksanakan pembelajaran IPA secara konvensional. Pembelajaran masih berpusat pada guru. Pembelajaran di kelas seakan hanya sekedar proses mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Sedangkan berdasarkan tujuan mata pelajaran IPA dalam KTSP, kita ketahui bahwa tujuan mata pelajaran IPA bukan menuntut siswa untuk sekedar tahu dan memahami konsep-konsep IPA, tetapi siswa harus mampu mengaplikasikan pengetahuannya pada lingkungan sekitar. Pendidikan IPA merupakan salah satu pokok pendidikan sebagai wahana peserta didik untuk mengenal sains secara nyata dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan masalah tersebut dan seiring dengan perkembangan pengetahuan, munculah istilah literasi sains. Literasi sains adalah kemampuan seseorang menggunakan kemampuan ilmiah, memahami dan mengaplikasikan (lisan maupun tulisan) pengetahuan sains untuk memecahkan masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan tinggi terhadap diri dan lingkungannya, berpartisipasi aktif dan cerdas menangani masalah berbasis ilmu pengetahuan di masyarakat dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains (Toharudin, 2011; Norris dan Phillips dalam Holbrook, 2009; OECD, 2011). Kemampuan literasi sains harus dibangun oleh guru agar tertanam dalam diri siswa, dengan fakta-fakta sains yang ada, siswa diharapkan mampu memiliki keterampilan-keterampilan tertentu dalam
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
4|Antologi UPI
Volume
pembelajaran, selalu aktif dan turut serta dilingkungannya dan mampu memecahkan masalah serta mengambil keputusan. Hal ini disebabkan pada abad ke-21 ini literasi sains dianggap sebagai hasil belajar kunci dalam pendidikan, karena penguasaan sains dan teknologi menjadi kunci keberhasilan suatu bangsa. Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri Cileunyi 05, ditemukan bahwa siswa Kelas V yang berjumlah 40 orang, KKM mata pelajaran IPA yaitu 7,00. Sebagian besar siswa nilai rata-rata ujian pada mata pelajaran IPA sudah memenuhi KKM. Walaupun demikian, masih terdapat kekeliruan siswa dalam mengerjakan soal yang mengaplikasikan konsep IPA. Siswa juga tidak terbiasa mengerjakan soal-soal literasi sains dengan karakteristik soal yang menuntut siswa memiliki kemampuan dalam memahami bacaan (understanding), menggunakan (using) dan mengidentifikasi (identifying) informasi yang ada di dalam bacaan, dan merefleksi serta mengevaluasi bacaan (reflecting on written text). Siswa hanya menguasai soal-soal yang kontennya dapat mereka ingat saat mereka menghafal. Namun tidak demikian dengan soal-soal aplikasi yang membutuhkan penalaran untuk menghubungkan konsep sains dengan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran, hanya berlangsung proses mentransfer ilmu dari guru kepada siswa, hal tersebut menjadi kunci utama pembelajaran IPA. Pembelajaran tersebut tentu saja tidak akan membuat tujuan pembelajaran IPA terpenuhi. Kecil kemungkinan siswa dapat memahami pembelajaran IPA, apabila siswa tidak memahami maka siswa akan sulit mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuantujuan pembelajaran IPA, siswa juga diharuskan memiliki kemampuan-
Edisi No.
Juli 2016
kemampuan tertentu bukan hanya memahami dan mengaplikasikan konsepkonsep sains. Dengan demikian diperlukan inovasi dalam pembelajaran khususnya pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep sains dan memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan hal tersebut yaitu dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Model ini juga mengarah pada pengembangan pembelajaran abad ke-21 yang relevan juga dengan peningkatan berbagai kemampuan siswa diantaranya kemampuan literasi sains. Abidin (2014) menyebutkan bahwa Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada pengalaman langsung untuk belajar secara aktif mencari dan membangun pengetahuan, juga menghubungkan pengetahuan tersebut dengan kehidupan nyata secara ilmiah. Siswa memecahkan masalah secara langsung dengan mengidentifikasi masalah tersebut dan memberikan solusi yang baik berdasarkan pertimbangan tertentu sehingga pengetahuan yang didapatkan lebih bermakna. Berdasarkan uraian tersebut, penulis mempertimbangkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang cocok dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa karena pengembangan kemampuan literasi sains sejalan dengan tujuan penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. :
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
5|Antologi UPI
Volume
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada konsep Daur Air dan Peristiwa Alam di kelas V SD untuk meningkatkan literasi sains ? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan literasi sains siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada konsep Daur Air dan Peristiwa Alam di kelas V SD? Adapun tujuan yang ingin di capai dari pelaksanaan kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti adalah untuk : 1. Mengetahui penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada konsep Daur Air dan Peristiwa Alam di kelas V SD untuk meningkatkan literasi sains. 2. Mengetahui peningkatan kemampuan literasi sains siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada konsep Daur Air dan Peristiwa Alam di kelas V SD. Mata pelajaran IPA adalah salah satu mata pelajaran wajib di sekolah dasar. Mata pelajaran IPA menjadi salah satu mata pelajaran untuk ujian nasional dalam KTSP. Mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dan sikap-sikap seperti memiliki keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep IPA yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan sikap ilmiah dan keterampilan proses sains dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan, memiliki kesadaran dan berperan serta menjaga lingkungan, memiliki rasa cinta dan menghargai alam dan segala keteraturannya, serta memperoleh dasar pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
Edisi No.
Juli 2016
Berangkat dari tujuan pembelajaran IPA dan tuntutan jaman maka pembelajaran IPA sebaiknya diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang mendukung pengembangan keterampilan berpikir siswa. Greenstein (dalam Darmawan, 2012) menyatakan bahwa “siswa yang hidup pada abad 21 harus menguasai keilmuan, berketerampilan metakognitif, mampu berpikir kritis dan kreatif, serta bisa berkomunikasi atau berkolaborasi yang efektif”. Kemampuan-kemampuan tersebut tentu harus dibangun melalui pembelajaran yang mendukung munculnya kemampuan tersebut. Kemampuan tersebut dapat dibangun melalui pembelajaran berbasis literasi sains. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model yang menghadapkan siswa pada masalahmasalah yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Model ini menggunakan masalah sebagai sumber belajar dengan tujuan agar siswa memperoleh pengetahuan melalui proses berpikir kritis dalam pemecahan masalah. (Toharudin, 2011; Savoie dan Hughes, dalam Wena 2011) Terdapat beberapa kelebihan model pembelajaran berbasis masalah menurut Abidin (2014, hlm.160) disebutkan sebagai berikut: “Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang menyediakan pengalaman otentik yang mendorong siswa untuk belajar aktif, mengkonstruksi pengetahuan, dan mengintergrasikan konteks belajar di sekolah dan belajar di kehidupan nyata secara ilmiah. Model ini menempatkan situasi bermasalah sebagai pusat pembelajaran, menarik dan mempertahankan minat siswa...” Dalam proses pembelajaran, siswa terlibat secara langsung dalam memecahkan masalah melalui tahap-
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
6|Antologi UPI
Volume
tahap tertentu dengan didampingi oleh guru. Siswa mempertimbangkan pemecahan masalah secara multiperspektif sehingga siswa dapat menghasilkan solusi yang baik. Model pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk mencari atau menemukan masalah dalam kehidupan sehari-hari melalui tahapan ilmiah secara aktif. Dengan demikian, guru berperan membimbing dan mengarahkan siswa pada tujuan yang harus dicapai dan prosedur-prosedur belajar yang harus dilakukan siswa baik memberikan pertanyaan, membatasi masalah, memfasilitasi siswa dalam memperoleh informasi dan lain lain. Sintaks untuk model pembelajaran berbasis masalah, menurut Arends (2007) adalah sebagai berikut: a. Fase 1, memberikan orientasi tentang permasalahan yang dihadapi kepada siswa. b. Fase 2, Mengorganisasikan siswa untuk melakukan penelitian dan penyelidikan. c. Fase 3, Membantu investigasi peserta didik secara mandiri dan berkelompok. d. Fase 4, Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit. e. Fase 5, Menganalisis dan mengevaluasi proses dalam rangka mengatasi atau mencari pemecahan masalah. Berdasarkan langkah-langkah pembelajarannya dapat diketahui bahwa model ini melibatkan siswa mulai dari pemerolehan informasi, penemuan masalah, penyelidikan, pemberian solusi dan evaluasi terhadap solusi yang diberikan. Jelas pula tugas guru menjadi fasilitator dalam setiap langkah pembelajaran. Fasilitator yang dimaksud adalah guru memberikan kebebasan pada siswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan gayanya sendiri, guru tinggal menyediakan sumber belajar yang
Edisi No.
Juli 2016
beragam atau mengarahkan siswa pada pemanfaatan berbagai sumber belajar. Adapun beberapa teori belajar yang melandasi model pembelajaran berbasis masalah yaitu Teori Kognitif Piaget (dalam Sanjaya 2014, hlm. 196) yang menyatakan bahwa ‘pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Lalu, John Dewey juga mengemukakan teorinya mengenai belajar yaitu “Learning by doing and experiencing”. Dewey berpandangan bahwa pembelajaran bukanlah sesuatu yang menekankan pada perkembangan intelektual dengan hanya memahami konsep-konsep keilmuan saja. Selanjutnya, Brunner (dalam Suyono, 2012, hlm. 88) mengemukakan konsepnya yaitu “belajar dengan menemukan (Discovery Learning), yang mana siswa mengorganisasikan bahan yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak”. Pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk belajar menemukan pengetahuan dan memecahkan masalah dengan pertimbangan-pertimbangan yang berpijak pada pengetahuan tersebut. Sedangkan, Vygotsky (dalam Arends, 2008, hlm. 47) menyebutkan bahwa: “Intelektual berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalamanpengalaman ini. Dalam usaha menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru”. Abad ke 21 adalah abad pesatnya perkembangan teknologi. Dengan demikian setiap orang memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu sebagai bekal untuk menghadapi keadaan tersebut. Salah satu kemampuan yang
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
7|Antologi UPI
Volume
mewakili kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan adalah kemampuan Literasi Sains. Literasi sains adalah kemampuan seseorang menggunakan kemampuan ilmiah, memahami dan mengaplikasikan (lisan maupun tulisan) pengetahuan sains untuk memecahkan masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya, berpartisipasi aktif dan cerdas didalam masalah berbasis ilmu pengetahuan di masyarakat dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains. (Toharudin, 2011; Norris dan Philips, dalam Holbrook 2009; OECD, 2011) Kemampuan literasi sains siswa dapat diukur. Untuk mempermudah penilaiannya, literasi sains dikelompokan kedalam empat domain yang saling berhubungan. Framework PISA 2015 (OECD, 2013) mengemukakan empat domain dalam literasi sains, yaitu: 1. Domain konteks Domain konteks mencakup bidang-bidang aplikasi sains, antara lain mengenai kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan, dan teknologi. Penilaian PISA mencakup kehidupan umum yang lebih luas dan tidak terbatas dan pada kehidupan di sekolah saja serta siswa harus dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 2. Domain pengetahuan PISA 2015 menjabarkan dimensi pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan konten, dan pengetahuan prosedural. Pada pengetahuan konten, konten yang ada dalam penilaian literasi sains adalah konten yang terdapat di bidang fisika, kimia, biologi dan bumi yang memiliki relevansi dengan keadaan kehidupan nyata, merupakan konsep ilmiah yang penting dan sesuai dengan tingkat
Edisi No.
Juli 2016
perkembangan anak. Sedangkan pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang prosedur ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel. 3. Domain kompetensi PISA 2015 mengemukakan bahwa siswa harus memiliki tiga kompetensi agar memiliki kemampuan literasi sains, ketiga kompetensi tersebut adalah menafsirkan data dan bukti ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah. 4. Domain sikap Penilaian PISA 2015 akan mengevaluasi sikap siswa terhadap ilmu pengetahuan di tiga bidang, yaitu minat ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran lingkungan dan menilai pendekatan ilmiah untuk pertanyaan yang dianggap inti untuk konstruk literasi sains. Sikap dianggap penting karena bila siswa memilki ketiga sikap yang telah disebutkan, siswa tersebut akan lebih bertanggung jawab untuk mengatur kehidupannya di masa yang akan datang. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti ini adalah desain penelitian tindakan kelas (PTK) Model Elliot. Menurut John Elliot dalam Sanjaya (2013, hlm 25) mengemukakan bahwa ‘Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan melalui proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruh yang ditimbulkan’. Alasan peneliti menggunakan model penelitian ini adalah karena model penelitian ini dirasa cocok untuk memecahkan masalah yang ditemukan setelah melakukan kegiatan observasi. Adapun masalah yang
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
8|Antologi UPI
Volume
ditemukan adalah rendahnya pengembangan kemampuan literasi sains siswa dalam pembelajaran. PTK menurut Elliot terdiri dari enam tahap, tahap-tahap itu adalah ide awal, temuan analisis, perencanaan, pelaksanaan, monitoring implementasi, penjelasan kegagalan implementasi (refleksi). Pada tahap pelaksanaan terdiri dari tiga siklus, yang mana setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Cileunyi 05 Desa Galumpit, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. SD Negeri Cileunyi 05 ini terletak di daerah perkampungan yang padat penduduk. Siswa kelas V yang berjumlah 42 siswa terdiri dari 22 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki namun yang dijadikan subjek penelitian ini adalah siswa yang konsisten hadir pada setiap tindakan. Sedangkan untuk fokus penelitian ini adalah peningkatan kemampuan literasi sains dalam pembelajaran konsep daur air dan peristiwa alam di kelas V melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini dikembangkan instrumen untuk mengumpulkan, melengkapi dan membandingkan data adalah lembar observasi dan catatan lapangan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, lembar penilaian untuk menilai kemampuan literasi sains siswa, dan lembar kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui salah satu domain literasi sains yaitu sikap. Proses Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan teknik analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Proses analisis data kualitatif terhadap data hasil
Edisi No.
Juli 2016
observasi dan catatan lapangan. Proses analisis data kualitatif dimulai dengan mengumpulkan dan mengelompokan data, menyeleksi dan memfokuskan data kemudian mengorganisasikan dengan mendeskripsikan dalam bentuk narasi. Pada proses analisis data kuantitatif dilakukan dengan menganalisis data kemampuan literasi sains siswa dari hasil evaluasi yang telah dilakukan disetiap tindakan, kemudian dicari rata-rata dari setiap siklus. Analisis data dilakukan di setiap akhir siklus untuk dijadikan sebagai refleksi. Rumus untuk menghitung ratarata tersebut, menurut Sudjana (2014, hlm.109) adalah sebagai berikut : Ʃ௫ ܺ=Ʃ Keterangan: X = Rata-rata (mean) Ʃx= jumlah seluruh skor n = banyaknya siswa Data kuantitatif juga diperoleh dari pengisian kuesioner, penilaian kuesioner awalnya akan menghasilkan data kuantitatif dan diolah menjadi data kualitatif. Kemudian skor dari setiap pilihan jawaban pernyataan menurut Sugiyono (2013, hlm. 135) di sesuaikan dengan jenis pernyataan yaitu: Tabel 3.2 Skor Pernyataan Angket Nilai Pernyataan Pilihan Jawaban Positif
Negatif
Sangat setuju (ST)
4
1
Setuju (S)
3
2
Tidak setuju (TS)
2
3
Sangat tidak setuju (STS)
1
4
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
9|Antologi UPI
Volume
Skor perolehan tersebut merupakan skor mentah. Maka untuk merubahnya menjadi nilai, skor harus dikonversi terlebih dahulu. Berikut adalah cara mengubah skor mentah menjadi nilai dengan skala 100 menurut Sudijono (2011) dapat digunakan rumus: Nilai =
ௌ ௌ ெ௦
x 100
Keterangan: Tiap rentang nilai menunjukan rentang perolehan nilai sikap ilmiah siswa x = skor siswa Jika 0 < x ≤ 25 maka sikap siswa kurang baik Jika 26 < x ≤ 50 maka sikap siswa cukup baik Jika 51 < x ≤ 75 maka sikap siswa baik Jika 76 < x ≤ 100 maka sikap siswa sangat baik Hasil penilaian kuisioner tersebut dapat menghasilkan data berupa persentase jumlah siswa dengan sikap siswa dalam satu kelas, diperoleh dengan rumus: Siswa dengan sikap ilmiah baik = ௌ௦௪ ௗ ௦ x 100 % ௨ ௦௦௪ ௦௨௨
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perencanaan Penelitian Pada tahap perencanaan, peneliti merancang pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah di dalam RPP. Materi pembelajaran pada siklus I adalah proses terjadinya daur air dan hal-hal yang mempengaruhinya. Pada siklus II materi yang diajarkan adalah pembiasaan menghemat air. Selanjutnya siklus III dengan materi ajar peristiwa alam yang terjadi di indonesia dan hal-hal yang mempengaruhinya.
Edisi No.
Juli 2016
Siklus I Pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 10-12 Mei 2016. Pada siklus I terdapat beberapa temuan. Ketika pembelajaran berlangsung pagi hari, siswa menyimak dengan baik tujuan pembelajaran yang disampaikan guru. Namun, saat pembelajaran berlangsung siang hari konsentrasi siswa mulai berkurang. Hal ini membuat peneliti harus lebih memperhatikan dan berusaha agar siswa tetap pada kondisi terbaiknya saat belajar. Siswa terlihat jarang atau tidak terbiasa bekerja dalam kelompok. Siswa juga kesulitan memfokuskan permasalahan karena siswa juga sulit memahami intruksi dari guru. Selain itu, siswa tampak kebingungan dan sering kali menanyakan kejelasan tugas dari guru serta meminta bantuan cara menganalisis informasi penting teks. Peneliti mengamati bahwa siswa kesulitan memahami isi LKS. Dalam kegiatan presentasi, terlihat siswa belum terbiasa berbicara di depan kelas. Dari segi penyampaian, siswa juga kurang memperhatikan istilah-istilah sains. Refleksi Siklus I 1) Peneliti harus benar-benar dengan jelas mengorientasikan permasalahan kepada siswa. Peneliti harus menyampaikannya dengan baik agar mudah dimengerti oleh siswa. 2) peneliti harus membiasakan dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan membacanya. 3) Peneliti harus lebih tegas dalam mengkondisikan siswa agar tidak banyak siswa yang bermain-main saat berdiskusi. 4) Dalam kegiatan presentasi peneliti harus meningkatkan motivasi dan percaya diri siswa agar siswa tidak malu menyampaikan pendapatnya didepan kelas. Peneliti juga harus lebih sigap menanggapi pertanyaan-
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
10 | A n t o l o g i U P I
Volume
pertanyaan yang siswa lontarkan agas presentasi lebih interaktif. 5) Peneliti harus membiasakan agar siswa memperbanyak dan menggunakan istilah-istilah sains dalam pembelajaran IPA sehari-hari. 6) Siswa sulit memahami tugas dan LKS. Peneliti perlu memperbaiki tata bahasa dan memperhatikan pemilihan kata, agar lebih mudah dimengerti oleh siswa. Berdasarkan perolehan nilai siswa pada siklus 1, nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa yaitu 48,72. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa masih rendah. Siklus II Pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 23-25 Mei 2016. Temuan pada tindakan II adalah pada fase ke dua, siswa sudah mulai terbiasa belajar memecahkan masalah meskipun siswa masih perlu bimbingan dalam memfokuskan permasalahan. Siswa sesekali masih meminta bantuan cara mengidentifikasi teks. Pada saat menganalisis teks, disamping ada siswa yang giat mencari data yang benar untuk memecahkan masalah, ada juga beberapa siswa yang mudah bosan menganalisis bacaan. Siswa tampak sedikit kebingungan dan sering kali menanyakan kejelasan tugas dari guru. Temuan juga terlihat pada fase ke tiga. Pada fase ini, siswa masih perlu bimbingan memahami isi LKS. Siswa juga masih kesulitan mengingat istilah sains. Ada beberapa siswa yang mudah bosan menganalisis bacaan. Hal ini dikarenakan siswa tidak terbiasa menganalisis bacaan pada surat kabar atau sumber lain selain buku cetak yang notabene jarang dibaca anak-anak. Pada kegiatan presentasi, siswa antusias mempersiapkan hasil karyanya. Siswa antusias memperhatikan temannya
Edisi No.
Juli 2016
yang sedang melakukan presentasi di depan kelas. Walaupun masih ada siswa yang gugup berbicara di depan kelas dan menjelaskan hasil diskusinya dengan kurang sistematis. Pada fase ke lima, siswa sudah berani memberikan pendapatnya berupa pujian, kritik atau saran. Namun, siswa masih kesulitan dalam mengevaluasi dan menarik kesimpulan. Refleksi Siklus II 1) Peneliti perlu memperbaiki LKS agar lebih mudah dipahami. 2) Peneliti membuat teks dengan bantuan gambar didalamnya agar siswa terbantu untuk memahami teks. 3) Peneliti perlu membimbing siswa dalam kegiatan presentasi kelompok dengan cara mengarahkan kepada halhal penting yang harus disampaikan dalam diskusi tersebut. Berdasarkan perolehan nilai siswa pada siklus II, nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa yaitu 60,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Siklus 3 Pelaksanaan siklus 3 tindakan 1 dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 1-3 Juni 2016. Pada siklus ini, siswa nampaknya sudah terbiasa belajar memecahkan masalah. Sehingga siswa lebih luwes memulai pembelajaran. Selain itu, kegiatan bekerja dalam kelompok semakin efektif untuk memecahkan masalah. Pada fase ke dua saat bekerja secara berkelompok, siswa sudah dapat mengatur kelompoknya sendiri seperti membagi tugas dalam kelompok dan masing-masing individu mengerjakan sesuai dengan tugasnya. Temuanpun didapatkan pada fase ketiga terlihat siswa semakin terlatih dan mandiri dalam
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
11 | A n t o l o g i U P I
Volume
melakukan penelitian dan penyelidikan. Siswa mulai memperhatikan istilahistilah sains dan kemampuan siswa mengingatnya semakin baik. Kemampuan siswa menganalisis teks bacaan terkait sains mengalami peningkatan. Pada fase ke empat saat kegiatan presentasi kelompok, siswa sudah menunjukan rasa percaya diri berbicara di depan kelas. Siswa juga sudah menyampaikan dengan baik hasil diskusinya. Siswa menyampaikannya dengan sistematis, terarah dan memperhatikan istilah sains. Pada fase ke lima, beberapa siswa yang sudah mulai berani mengemukakan pendapatnya, baik itu memberikan saran, pendapat maupun kritik. Refleksi Siklus III Secara keseluruhan pembelajaran IPA pada materi peristiwa alam dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terlaksana dengan baik. Namun ada beberapa temuan-temuan penting yang merupakan kekurangan dalam pembelajaran yang sudah dilaksanakan pada siklus III. Berdasarkan rata-rata nilai yang telah diperoleh pada siklus III yaitu 75,36. Maka penelitian yang dilakukan sudah dirasa cukup dan tidak membutuhkan siklus tambahan. berikut ada berapa hal yang harus diperhatikan 1) Peneliti perlu terus mengembangkan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa dengan tidak membuat siswa bosan atau kurang motivasi, baik dari teks yang berikan kepada siswa atau metode yang digunakan. 2) Masih ada beberapa siswa yang tidak serius pada saat bekerja secara kelompok. Ada beberapa siswa juga Peneliti dan teguran kepada siswasiswa yang tidak memperhatikan. 3) Kemampuan siswa memahami isi teks terkait sains mengalami
Edisi No.
Juli 2016
peningkatan. Namun kemampuan tersebut perlu terus dikembangkan. Pembahasan Selama pembelajaran, peneliti membiasakan siswa agar pada setiap tindakan siswa membaca teks terkait sains. Hal ini peneliti lakukan karena keberhasilan belajar siswa diawali dari pemahaman dan kemampuan siswa dalam menganalisis teks. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Toharudin (2011) bahwa penguasaan konsep-konsep atau materi sains bagi siswa tergantung pula pada penguasaan kemampuan seperti memahami istilah-istilah sains, membaca dalam sains, menulis dalam sains dan mengkomunikasikan sains. Sehingga kemampuan siswa menganalisis teks mengalami perkembangan dari siklus ke siklus. Pada fase kedua yaitu fase mengorganisasikan siswa untuk melakukan penelitian dan penyelidikan. Tugas guru pada fase ini adalah mengarahkan siswa pada tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapinya. Tugastugas belajar tersebut meliputi melakukan pengamatan, percobaan dan menganalisis teks. Pada fase ketiga yaitu fase membantu investigasi siswa secara mandiri dan berkelompok. Pada Fase ketiga ini, siswa mencari data yang relevan dan akurat sebagai sumber rujukan pemecahan masalah atau pemberian solusi. Guru membantu siswa dalam kegiatan ini untuk mendapatkan informasi yang akurat. Pada fase keempat yaitu mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit. Pada fase ini siswa menampilkan karya sebagai representasi jawaban dari pemecahan masalah yang telah siswa pilih. Selanjutnya dalam pembelajaran kemampuan literasi sains juga
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
12 | A n t o l o g i U P I
Volume
menekankan siswa untuk menulis tentang sains. Peneliti mengkondisikan pembelajaran agar sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Jadi, peneliti menekankan aspek menulis tentang sains kepada pembuatan karya dan laporan, baik itu laporan hasil diskusi, laporan hasil analisis teks, laporan pengamatan atau laporan hasil percobaan. Pada fase kelima yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses dalam rangka mengatasi atau mencari pemecahan masalah. Dalam fase ini siswa diminta untuk mengevaluasi solusi dan membuat kesimpulan. Kemampuan literasi sains merupakan kemampuan yang menyeluruh yang harus dimiliki siswa. Sehingga penerapan model pembelajaran berbasis masalah memberikan peluang sangat besar dan baik bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi sainsnya. a. Dimensi Kompetensi Dalam penelitian ini, kompetensi yang dinilai meliputi semua indikator kompetensi yaitu menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah, serta menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Berikut ini adalah diagram rata-rata nilai perindikator aspek kompetensi pada siklus I,II dan III.
Edisi No.
Juli 2016
100 75,87575,28
80 60
49,24848,96
60,55960,5
40 20 0 Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Menjelaskan Fenomena Ilmiah Mengevaluasi dan Merancang Penelitian Ilmiah Menginterpretasikan Data dan Bukti Ilmiah
Gambar 4.1 Diagram Rata-rata Nilai Perindikator Kompetensi Kemampuan Literasi Sains Siklus I,II dan III
Berdasarkan diagram diatas, dapat dilihat bahwa siswa lebih mampu mengerjakan soal-soal menjelaskan fenomena ilmiah dibandingkan soal yang lainnya. Hal ini dikarenakan didalam indikator menjelaskan fenomena ilmiah, siswa diminta untuk mengingat, menjelaskan dan mengaplikasikan suatu pengetahuan. Seperti yang telah diketahui bahwa kemampuankemampuan tersebut merupakan kemampuan yang paling dasar. Sehingga siswa lebih mampu mengerjakan soal-soal tersebut. Sedangkan kompetensi yang lain cukup sulit untuk dicapai siswa, karena keterampilan membaca siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan membaca siswa khususnya membaca pemahaman ini mempengaruhi kemampuan literasi sains siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Norris dan Philip (dalam Pegg, 2010) bahwa ‘ Bahasa
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
13 | A n t o l o g i U P I
Volume
merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan dan ilmu belajar. b. Dimensi Pengetahuan Dimensi pengetahuan yang diteliti pada penelitian ini adalah pengetahuan konten dan prosedural. Berikut ini adalah diagram rata-rata nilai siswa pada pengetahuan konten dan prosedural. 100 80
70,2
60,11
Juli 2016
kuesioner siswa dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 8584,784,7 83,2
82,8
83,2
83
81,7 80
82,9 67,82
49,8
60 40
Edisi No.
Siklus I Siklus II Siklus III Minat terhadap sains dan teknologi
37,4
20 Persepsi dan kesadaran akan masalah lingkungan
0 Siklus 1 Konten
Siklus 2
Siklus 3
Menilai pendekatan ilmiah untuk penyelidikan
Prosedural
Gambar 4.2 Diagram Rata-rata Nilai Pengetahuan Prosedural dan Konten Kemampuan Literasi Sains Siklus I,II dan III
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa siswa lebih mampu mengerjakan soal-soal pengetahuan konten dari pada prosedural. Hal ini disebabkan pengetahuan prosedural berhubungan dengan pengukuran dan pemanipulasian variabel berdasarkan penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini siswa sulit mengabstrakan praktik tersebut dalam soal. c. Dimensi Sikap Dimensi sikap dalam literasi sains diukur dengan penilaian yang berbeda yaitu dengan menggunakan kuesioner. Dimensi sikap tersebut meliputi, minat terhadap sains dan teknologi, menilai pendekatan ilmiah untuk penyelidikan dan persepsi dan kesadaran akan masalah lingkungan. Kuesioner diberikan kepada siswa pada akhir tindakan di setiap siklus. Berikut adalah hasil perolehan skor
Gambar 4.6 Diagram Rata-rata Skor Perolehan Sikap Ilmiah Siswa
Berdasarkan gambar 4.6, dapat dilihat bahwa sikap ilmiah siswa meliputi minat terhadap sains dan teknologi, menilai pendekatan ilmiah untuk penyelidikan dan persepsi dan kesadaran akan masalah lingkungan dalam dalam pembelajaran terus mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Pada Siklus I rata-rata sikap ilmiah siswa adalah sebesar 82. Pada siklus kedua meningkat sebanyak 0,8 % menjadi 82,63. Selanjutnya pada siklus III peningkatan terjadi sebanyak 2,6 % menjadi 84,8. Indikator minat terhadap sains dan teknologi menjadi indikator yang paling dikuasai siswa. Hal ini terjadi karena minat berhubungan dengan ketertarikan. Seperti yang dikemukakan oleh Suryabrata (2007) berpendapat minat adalah kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada sesuatu objek atau menyenangi sesuatu objek. Dalam
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
14 | A n t o l o g i U P I
Volume
konteks pembelajaran khususnya pada penelitian ini, siswa ditempatkan pada kondisi dimana mereka melakukan latihan untuk menyelesaikan permasalahan di kehidupan nyata. d. Dimensi Konteks Penilaian sains PISA, tidak menilai konteks, akan tetapi menilai kompetensi dan pengetahuan dalam konteks tersebut. Dalam penelitian ini dimensi konteks yang diteliti meliputi personal, lokal atau nasional dan global. Hasil evaluasi kemampuan literasi sains siswa menunjukan, siswa mampu menunjukan hasil yang lebih baik dalam menyelesaikan soal pada dimensi konteks personal. Hal ini disebabkan karena pada konteks personal, hal-hal yang dijadikan konteks adalah hal yang berhubungan dengan diri mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Blanchard (dalam Suryanti, 2008) bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman siswa yang sesungguhnya. Berikut ini adalah rata-rata nilai kemampuan literasi sains siswa kelas V SD Negeri Cileunyi 05 yang diperoleh siswa pada siklus I, II dan III.
Edisi No.
Juli 2016
Nilai Evaluasi Kemampuan Literasi Sains 75,36 60 48,72
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 4.1 Diagram Rata-rata Nilai Kemampuan Literasi Sains
Berdasarkan diagram diatas, rata-rata nilai kemampuan literasi sains setiap siklusnya meningkat. Pada siklus I rata-rata nilai kemampuan literasi sains sebesar 48,72. Hasil ini tentu saja menunjukan bahwa kemampuan literasi sains siswa sangat rendah. Hal ini dikarenakan siswa belum pernah mendapatkan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan literasi sains dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah ditambah lagi siswa tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal literasi sains. Nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa pada siklus II adalah 60. Hal tersebut menandakan kemampuan literasi sains siswa meningkat 23 %. Pada siklus III nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa mencapai 75,36. Peningkatan terjadi sebesar 20%. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dikelas
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
15 | A n t o l o g i U P I
Volume
V SD Negeri Cileunyi 05 Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa pada konsep daur air dan peristiwa alam maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada konsep daur air dan peristiwa alam dapat mengembangkan literasi sains. Kegiatan pembelajaran diawali dengan orientasi permasalahan kepada siswa. Permasalahan yang diangkat pada umumnya adalah permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar siswa. Dilanjutkan ke fase kedua, mengorganisasikan siswa untuk melakukan penelitian dan penyelidikan. Pada fase ini peneliti mengarahkan siswa pada kegiatan pembelajaran yang membantu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa yaitu dengan melakukan pengamatan, percobaan dan menganalisis teks terkait sains. Pada fase ketiga yaitu membantu investigasi siswa secara mandiri dan berkelompok. Tugas guru pada fase ketiga ini adalah membimbing siswa dalam kegiatan pembelajaran agar siswa melakukan pengamatan, percobaan atau menganalisis teks dengan benar sampai mendapatkan solusi permasalahan. Setelah itu pada fase keempat, siswa membuat karya sebagai representasi solusi pemasalahan yang sedang dibahas. Karya tersebut dipresentasikan didepan kelas, hal ini bertujuan untuk melatih kemampuan berbicara dalam sains siswa. Setelah karya tersebut ditampilkan pada fase kelima, siswa mengevaluasi pemecahan masalah yang tersebut untuk mempertimbangkan relevansi solusi dengan permasalahan yang dibahas.
Edisi No.
Juli 2016
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan kemampuan literasi sains siswa, terbukti siswa mengalami perkembangan dalam aspek membaca dalam sains, menulis dalam sains, mengkomunikasikan sains, memahami istilah-istilah sains dan menyelesaikan soal-soal literasi sains. 2. Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Pada siklus I ratarata nilai kemampuan literasi sains sebesar 48,72, nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa pada siklus II adalah 60,00, dan pada siklus III nilai rata-rata kemampuan literasi sains siswa mencapai 75,36. Aspek dalam dimensi kompetesi yang paling berkembang pada penelitian ini adalah aspek menjelaskan fenomena ilmiah sedangkan yang kurang berkembang adalah aspek mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah. Pada dimensi pengetahuan, pengetahuan konten adalah pengetahuan yang paling berkembang dibandingkan pengetahuan prosedural. Pada dimensi konteks, konteks personal adalah yang paling berkembang. Sedangkan, pada dimensi sikap, siswa menunjukan minat terhadap sains dan teknologi yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2011). Penelitian pendidikan dalam gamintan pendidikan dasar dan paud. Bandung: Rizqi Press. Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama.
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
16 | A n t o l o g i U P I
Volume
Abidin, Y., Mulyati, T., Yunansah, H. (2015). Pembelajaran literasi: dalam konteks pendidikan multiliterasi, integratif, dan berdiferensiasi. Bandung: Rizqi Press. Akgul, E. M. (2004). Teaching scientific literacy through a science technology and society course: prospective elementary science teachers’ case. The Turkish Online Journal of Educational Technology.3(8), hlm. 58-61 Alsharif, K. (2014). How do teachers interpret the term 'constructivism' as a teaching approach in the riyadh primary schools context?. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 141, hlm. 1009 – 1018 Arends, R. (2008). Learning to teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Dua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arifin, Z. (2009). Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Astuti, W. P., Prasetyo, A.P., Rahayu E.S., (2015). Pengembangan instrumen asesmen autentik berbasis literasi sains pada materi sistem ekskresi. (1). hlm 39-40. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah: standar kompetensi dasar sd/mi. Jakarta: BNSP. Bybee, R. W. (2009). PISA’S 2006 Measurement of scientific literacy: an insider’s perspective for the U.S. Cosner, S. (2011). Supporting the initiation and early development of evidence-Based Grade-Level Collaborationin Urban Elementary Schools: Key Roles and strategies of principals and literacy coordinators. Urban Education. 46(4). hlm. 786–827
Edisi No.
Juli 2016
Eviani. Utami, S. Sabri, T. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Literasi Sains IPA Kelas V SD. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. hlm. 1-13. Greenleaf, C., Litman, C., Hanson, T. L., Rosen, R. (2011). Integrating Literacy and Science in Biology: Teaching and Learning Impacts of Reading Apprenticeship Professional Development. American Educational Research Journal, 48(3), hlm. 647-717 Hermawan, R., Mujono, Suherman, A., (2007). Metode penelitian pendidikan sekolah dasar. Bandung: UPI PRESS. Holbrook, J. & Ramnikmae, M. (2009). The meaning of scientific literacy. The international journal of environmental & science education. 4(3). hlm. 275-288. Hopkins, D. (2008). Classroom Research. Berkshire: McGraw-Hill. Kusumah, W., Dwitagama D,. (2012). Mengenal penelitian tindakan kelas. Jakarta:PT Indeks. OECD.(2013a). PISA 2012 Assesment ans analitycal framework. OECD.(2013b). PISA 2015 Draft Science Framework. Pegg, J. (2010). Integrating Literacy into Elementary Science: Teacher Concerns and Their Resolutions. Electronic journal of literacy through science. (9) Plonczak, I. (2008). Education, citizenship and social justice. SAGE Publications. Vol 3(2) hlm. 167– 181 Majid, A. (2014). Strategi Pembelajaran. Bandung:Remaja Rosdakarya. Nwagbo, C. (2006). Effects of two teaching methods on the achievement in and attitude to biology of students of different
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
17 | A n t o l o g i U P I
Volume
levels of scientific literacy. International journal of educational research. Vol 45 hlm.216–229 Rochiati Wiriatmadja. (2005). Metode penelitian tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rusman. (2012). Model-model pembelajaran. Depok: Rajawali Pers. Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan pembelajaran: teori dan praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Sagala, S. (2003). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sudijono, A. (2011). Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sudjana, N. (2014). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta. Suryabrata, Sumadi. http://Pinarac.wordpress.com/2012/ 04/06/pengertian-minat-belajar. (online). Diakses 09 April 2016. Suryanti, dkk. (2008). Model-model pembelajaran inovatif. Surabaya: UNESA University Press. Suyono. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Edisi No.
Juli 2016
Thurmond, C. K. & Lee, O. (2000). Perceptions of scientific literacy and elementary teacher preparation held by professors and science education professors.Florida Journal Of Education Research, 40(1), hlm. 5-27. Toharudin, U., Hendrawati, S., Rustaman, A. (2011). Membangun literasi sains peserta didik. Bandung: Humaniora. Trianto. (2010). Model pembelajaran terpadu: konsep, strategi, dan implementasinya dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara Undang-undang dasar 1945 Tentang upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Hak Berpendidikan Wena, M. (2011). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer: suatu tinjauan konseptual operasional. Jakarta: Bumi Aksara. West, J., Hopper, P. F. &Hamil, B. (2010).Science literacy: is classroom instruction enough?.National Forum Of Teacher Educational journal, 20(3), hlm. 1-6 Widodo, A., dkk. (2010). Pendidikan IPA di sekolah dasar. Bandung: UPI PRESS.
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1203259 ²Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggungjawab 3 Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung jawab This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.