Haryono, Model Pembelajaran Berbasis…..
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS Haryono* Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains guna meningkatkan kemampuan proses sains dan hasil belajar siswa. Dengan pendekatan “R and D” penelitian dilakukan di Kabupaten Pati, Purbalingga, dan Sukoharjo Jawa Tengah. Tahapan penelitian mencakup pengembangan model dan uji keefektifan model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) keterampilan proses sains siswa dan guru SD pada umumnya rendah (4,08% dan 65,79%), (2) di SD keterampilan proses sains umumnya dikembangkan secara terintegrasi dengan pembelajaran yang berpola deduktif, (3) model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang menterjemahkan keterampilan proses sains ke dalam rangkaian proses pembelajaran di kelas, (4) model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains secara signifikan efektif untuk meningkatkan kemampuan proses sains siswa (dari 46,08% menjadi 67,27%). Abstract: This research aims at developing the instructional model based on science process skill to improve the students’ science process ability and their achievement. Using “R and D” approach the reseach was conducted at Elementary schools within the regencies of Pati, Purbalingga and Sukoharjo Jawa Tengah – Central Java. The Phases cover the model development and mode effectiveness test. The findings indicate that 1) in general the science process skill of the students and the teachers are low (46,08% and 65,79%); 2) it is developed integratedly with the deductively learning pattern; 3) it is defined as a part of classroom learning process; 4) it significantly improves the students’ science ability process. Kata Kunci: model pembelajaran, keterampilan proses sains. Laju perkembangan IPTEK dan proses globalisasi secara tidak langsung telah menuntut prasyarat kemampuan manusia untuk memperoleh peluang partisipasi di dalamnya. Masyarakat masa depan yang terus mengejar kualitas dan keunggulan (Tilaar 1999:53), menuntut manusia bercirikan kreatif kritis, fleksibel, terbuka, inovatif, tangkas (“dexterity”), kompetitif, peka terhadap masalah, menguasai informasi, mampu bekerja dalam “team work” lintas bidang, dan mampu beradaptasi terhadap perubahan (Semiawan 1998:10). Untuk memperoleh peluang partisipasi di dalamnya dibutuhkan kemampuan mengubah tantangan dan atau hambatan menjadi peluang, suatu ketahanmalangan atau Adversity Quotient (“AQ”) yang merupakan kerangka kerja konseptual baru dan piranti yang diperlukan untuk memahami dan mencapai kesuksesan tertentu sebagai hasil dari interaksi antara “Inteligent Quotient” dan “Emotional Quotient” yang tinggi (Stoltz 2000:9). * Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan Program Pascasarjana (PPs) UNNES
1
JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.1, 2006: 1-13
Implikasi dari tuntutan perubahan itu terhadap sistem pendidikan adalah perlunya perubahan kurikulum sekolah dan orientasi proses pembelajaran di kelas / sekolah. Kurikulum yang dibutuhkan untuk mempersiapkan sumber daya manusia abad 21 adalah kurikulum yang berbasis kompetensi (Balitbang Depdiknas 2001:6). Hal ini diperlukan guna lebih membekali peserta didik kemampuan menghadapi tantangan hidup di kemudian hari secara mandiri, cerdas, kritis, rasional, dan kreatif. Pembelajaran dalam konteks mempersiapkan sumber daya manusia abad 21 harus lebih mengacu pada konsep belajar yang dicanangkan oleh Komisi UNESCO dalam wujud “the four pillars of education” (Delors 1996:86), yaitu belajar untuk mengetahui (“learning to know”), belajar melakukan sesuatu (“learning to do”), belajar hidup bersama sebagai dasar untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam keseluruhan aktivitas kehidupan manusia (“learning to life together”), dan belajar menjadi dirinya (“learning to be”). Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito 1989:120). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil 1996:7), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa (Zamroni 2000:30; Semiawan 1998:13). Berkenaan dengan model pembelajaran yang dibutuhkan diatas, model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains diharapkan dapat menjadi alternatif. Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer 1991:112). Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar siswa. Dalam model ini siswa diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Nur 1998:19), dengan demikian siswa diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan 1992:18). Kepada siswa diberikan kesempatan untuk langsung terlibat dalam aktivitas dan pengalaman ilmiah seperti apa yang dilakukan / dialami oleh ilmuwan. Dengan demikian siswa dididik dan dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dengan mengikuti prosedur (metode) ilmiah, seperti terampil melakukan pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, penarikan kesimpulan, dan pengkomunikasian hasil temuan. Model pembelajaran ini merupakan strategi “guided discovery” yang membantu siswa belajar untuk belajar (“learn to learn”), membantu siswa memperoleh pengetahuan dengan cara menemukannya sendiri (Carin & Sund 1989: 94). Di dalam model ini juga tercakup penemuan makna (“meanings”), organisasi, dan struktur dari ide atau gagasan, 2
Haryono, Model Pembelajaran Berbasis…..
sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan siswa dalam menemukan sendiri (“discover”) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi (Houston 1988:208). Dengan demikian siswa lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran. Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (“basic learning tools”) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain and Evans 1990:5). Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa model-model pembelajaran yang menempatkan aktivitas siswa sebagai yang utama, lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersentuhan dengan berbagai objek belajar, dan adanya hubungan baik antara guru dan siswa, dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dan mendorong penggunaan analitis kritis dan partisipasi aktif siswa (Haryono 1997:44; Nur 1997:3; Sopyan 1999:125). Terkait dengan masalah dan kebutuhan akan model pembelajaran yang relevan dengan tuntutan perubahan, penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang efektif untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan sekaligus pencapaian hasil belajar siswa di sekolah. Model dikembangkan untuk lebih memberdayakan siswa dalam proses belajar, dirancang dengan mengacu pada teori dan model yang ada, serta hasil penelitian lapangan. Dengan demikian hasil akhir dari penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains yang aplikabel dan secara empirik telah teruji keefektifannya dalam mengembangkan kemampuan proses sains siswa.
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan Research and Development (R and D), yaitu suatu program penelitian yang ditindaklanjuti dengan program pengembangan untuk perbaikan atau penyempurnaan (Borg and Gall 1989:784-5). Untuk menghasilkan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, ditempuh langkah-langkah sistematis melalui riset dan data awal, perancangan, pengembangan model awal (preliminary form product) dan pengujian lapangan tingkat awal (preliminary field testing). Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu konseptualisasi model dan uji keefektifan model. Untuk konseptualisasi model, dilakukan kajian empiris tentang kemampuan proses sains guru dan siswa SD dan model pengembangan keterampilan proses sains dalam pembelajaran di SD. Dengan rancangan survei dan evaluatif, penelitian dilakukan di Kabupaten Pati, Purbalingga, dan Sukoharjo Jawa Tengah. Berdasarkan hasil kajian empiris tentang model pengembangan keterampilan proses sains 3
JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.1, 2006: 1-13
dalam pembelajaran di SD dan rujukan model teoretik, disusun model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang diasumsikan lebih efektif. Selanjutnya pada tahap uji keefektifan model, penelitian dilakukan dengan desain eksperimen yang diawali dengan penyusunan Buku Panduan Model Pembelajaran Berbasis Keterampilan Proses Sains sebagai acuan bagi guru dalam merancang, melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi. Dengan rancangan one group postest only (Millan 2001:330), model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains diujicobakan untuk pembelajaran sains atau IPA di kelas V pada 2 (dua) SD di Kabupaten Pati, 2 (dua) SD di Kabupaten Purbalingga, dan 1 (satu) SD di Kabupaten Sukoharjo. Untuk keefektifan model dilakukan uji t-test satu sampel dengan standar pencapaian 70%. Secara sederhana langkah dan target yang dicapai dari setiap tahapan penelitian tervisualisasikan dalam flow-chart berikut ini.
LANGKAH I:
LANGKAH II:
LANGKAH III:
LANGKAH IV:
Studi Pustaka dan Hasil-hasil Penelitian yang relevan
Merancang dan Melaksanakan Penelitian Pendahuluan
"Pengembangan / Konseptualisasi Model
"Seminar Lokakarya dan Pelatihan Model bagi Guru Kader
DESKRIPSI: 1. Keterampilan proses sains siswa. 2. Keterampilan proses sains guru. 3. Model pengembangan keterampilan proses sains di sekolah saat ini.
TAHAP I (TH. 2003)
PROTOTYPE MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS
LANGKAH V Uji Model melalui Eksperimen
LANGKAH VI Revisi Model
1. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS (dalam bentuk buku siap publikasi). 2. Deskripsi tentang Keefektiva dan Feasibilitas Model dalam mengembangkan keterampilan proses sains siswa
TAHAP II (TH. 2004)
Bagan 1: Rangkaian Kegiatan Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Keterampilan Proses Sains 4
Haryono, Model Pembelajaran Berbasis…..
Hasil dan Pembahasan Deskripsi Hasil Penelitian Sesuai dengan tahapan penelitian pengembangan yang dilakukan, hasil penelitian ini mencakup kemampuan proses sains siswa dan guru SD, model/pola pengembangan keterampilan proses sains di SD, model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, dan keefektifan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. 1.
Kemampuan proses sains siswa dan guru SD Kemampuan proses sains dasar siswa Kelas IV dan V SD pada umumnya masih rendah, tingkat penguasaan proses sains siswa baru mencapai 46,08% atau dengan rerata sekor 17,51 dari rentang sekor antara 0 – 38. Antara Kelas IV dan V SD tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan di dalam penguasaan keterampilan proses sainsnya (Fo = 0,809 dengan p = 0,369). Sementara kemampuan proses sains guru Kelas IV dan V SD pada umumnya juga masih rendah, tingkat penguasaan proses sains guru baru mencapai 65,79% atau dengan rerata sekor 25,00 dari sekor maksimum 38. Antara kemampuan proses sains yang dikuasai oleh guru Kelas IV dan yang dikuasai oleh guru Kelas V, juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (Fo = 0,242 dengan p = 0,628).
2.
Model atau pola pengembangan keterampilan proses sains di SD Pengembangan kemampuan proses sains siswa dalam pembelajaran di SD masih terbatas, proses pembelajaran yang dikembangkan oleh para guru Kelas IV dan V SD sejauh ini belum kondusif bagi berkembangnya keterampilan proses sains siswa. Meski secara umum pengembangan keterampilan proses sains telah menjadi bagian dari program pembelajaran guru, tetapi belum secara nyata menjadi fokus pembelajaran guru. Pembelajaran keterampilan proses sains dilaksanakan secara terintegrasi dengan penyajian materi pelajaran, dikembangkan dalam konteks sebagai sarana pembuktian konsep atau teori, dengan intensitas kegiatan guru untuk mendorong berkembangnya keterampilan proses sains yang masih rendah, dievaluasi secara terintegrasi dengan evaluasi hasil belajar siswa dalam bentuk tes tertulis dengan fokus pada hasil atau produk proses sains.
3.
Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains didefinisikan/dirumuskan sebagai penerjemahan keterampilan proses sains yaitu perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses pembelajaran. Pembelajaran dirancang untuk lebih memberikan kesempatan kepada siswa dalam menemukan fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru melalui proses peniruan terhadap apa yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan. Secara substantif model pembelajaran ini dikembangkan dalam tiga tahap, yaitu pendahuluan, penyajian (inti), dan penutup dengan pola kegiatan sebagaimana tervisualisasikan dalam bagan pada gambar 2. Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains ini, secara rinci tertuang dalam buku panduan yang berisi tentang konsep, rancangan, pelaksanaan, dan sistem evaluasi dalam pembelajaran berbasis keterampilan proses sains 5
JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.1, 2006: 1-13 Guru menetapkan tujuan pembelajaran (termasuk jenis keterampilan proses sains yang mau dicapai)
Guru mengajukan suatu permasalahan yang harus dicari jawabnya oleh siswa
Siswa menyusun hipotesis/ jawaban sementara yang perlu dikaji lebih lanjut
Siswa melakukan proses sains untuk mengunpulkan data dan menguji hipotesis dengan mengikuti LKS yang disiapkan
Siswa menemukan jawab - hasil dari proses sains
Siswa kurang antusias/tidak tertarik untuk melakukan proses sains
Guru memotivasi siswa untuk melakukan aktivitas proses sains
TERJADI PROSES DISCOVERY
Gambar 2: Tahapan Proses Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains
4.
6
Keefektifan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains Uji keefektifan model dilakukan di SD Margorejo 01 dan SD Pati Kidul 01 Kabupaten Pati, SD Kalimanah 01 dan SD Bojanegara 01 Kabupaten Purbalingga, dan SD Sukoharjo 02 Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Hasil pengukuran terhadap pencapaian hasil belajar IPA (sains) sebagai efek dari treatment berupa penerapan model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains yang dilaksanakan selama kurun waktu dua bulan (Agustus–September 2004), adalah sebagai berikut.
Haryono, Model Pembelajaran Berbasis…..
Tabel 1: Hasil Belajar IPA (Sains) Siswa Kelas V SD dalam Persen Variabel
N
S Min
S Mak
Mean
SEM
SD
Varians
Penguasaan Konsep Sains 192
54.29
77.14
66.35
.6183
8.57
73.40
Penguasaan Proses Sains 192
50.00
78.26
67.27
.5661
9.09
82.65
Penguasaan Sikap Sains
58.75
82.50
69.92
.5684
7.88
62.03
192
Dari tabel itu dapat diketahui bahwa tingkat pencapaian hasil belajar IPA siswa kelas V SD yang memperoleh treatment pembelajaran berbasis keterampilan proses sains sudah relatif lebih baik dibandingkan dengan pencapaian periode sebelumnya. Tingkat penguasan proses sains siswa telah mencapai 67,27%, sudah jauh di atas tingkat pencapaian siswa pada tahun sebelumnya yang baru 46,08%. Selanjutnya hasil uji hipotesis deskriptif dengan standar pencapaian atau mean populasi (µ) 70%, diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 2: Rangkuman Hasil Analisis Uji Hipotesis Variabel
t
df
p
Keterangan
Penguasaan Konsep Sains -5.897
191
.000
Signifikan
Penguasaan proses Sains -4.166
191
.000
Signifikan
Penguasaan Sikap Sains
191
.882
Non Signifikan
-.149
Hasil itu menunjukkan bahwa dengan standar pencapaian hasil belajar IPA (sains) siswa kelas V SD 70% baik dalam hal penguasaan konsep, penguasaan proses, dan sikap sains, secara empirik yang terbukti baru dalam hal penguasaan sikap sains (te = -0,149 dengan p = 0,882). Pembahasan Hasil Penelitian Beberapa hal yang perlu didiskusikan berkenaan dengan hasil temuan di atas adalah: 1.
Rendahnya kemampuan proses sains dasar siswa dan guru SD Tingkat penguasaan kemampuan proses sains siswa SD sebagai kemampuan dasar untuk menemukan dan mengelola pengetahuan baru masih kurang dari 50%. Hal ini perlu menjadi perhatian, terlebih jika dikaitkan dengan keterampilan proses sains menjadi salah satu bidang keterampilan dasar hidup yang berkenaan dengan upaya pengembangan dan penciptaan diri secara maksimum. Keterampilan proses sains merupakan dasar keterampilan akademik, di samping sebagai “basic learning tools” yang merupakan keterampilan untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri secara lebih lanjut. Kemampuan proses sains tidak saja sebagai bagian dari “sains” dalam pengertian “natural science”, tetapi 7
JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.1, 2006: 1-13
juga menjadi alat (“tools”) bagi penyelidikan ilmiah yang dapat digunakan pada semua bidang keilmuan. Dari sisi pembelajaran di SD, rendahnya kemampuan proses sains siswa setidaknya dapat dijelaskan dari aspek proses pembelajaran yang berlangsung dan dari aspek sistem penilaian yang dikembangkan oleh para guru. Dari sisi proses pembelajaran yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh para guru SD tampak belum kondusif bagi perkembangan kemampuan proses sains siswa. Hal ini tampak dari intensitas kegiatan pembelajaran yang mendorong pengembangan keterampilan proses sains siswa, seperti; mengkondisikan siswa untuk mempelajari petunjuk kegiatan siswa atau LKS, membimbing siswa untuk menyusun hipotesis, melakukan proses sains, menyimpulkan hasil proses sains, menyusun laporan hasil proses sains, dan membahas hasil temuan dari proses sains, “masih kadang-kadang” dilakukan oleh para guru, belum merupakan sesuatu yang selalu dilakukan oleh guru dalam proses pembelajarannya. Metode pembelajaran yang paling sering diterapkan oleh guru juga masih berkisar pada ceramah dan tanya jawab, sedangkan metode proyek dan studi lapangan maupun metode penemuan masih jarang dilakukan oleh para guru. Penggunaan alat pelajaran atau media dalam proses pembelajaran lebih sebagai alat bantu mengajar guru, bukan sebagai sumber belajar bagi siswa. Dari sisi sistem evaluasi yang dikembangkan oleh para guru selama ini juga tampak kurang mendorong bagi pengembangan keterampilan proses sains siswa. Evaluasi kemampuan proses sains dilakukan secara terintegrasi dengan evaluasi hasil belajar pada umumnya dalam bentuk tes tertulis. Baru sedikit yang mengembangkan evaluasi kemampuan proses sains dalam bentuk pengamatan, dan fokus penilaian pun masih cenderung pada produk atau hasil dari suatu proses sains bukan pada proses bagaimana siswa melakukan proses sains itu sendiri. Satu hal yang cukup signifikan memberikan kontribusi terhadap masih rendahnya penguasaan kemampuan proses sains siswa tampaknya adalah dari sisi kemampuan guru yang secara umum juga masih rendah. Kemampuan proses sains yang dimiliki oleh para guru, betapapun menjadi landasan dalam perancangan dan pelaksanaan proses pembelajarannya. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa proses pembelajaran yang ada di sekolah tersebut belum kondusif bagi berkembangnya kemampuan proses sains siswa. Kemungkinan terbesarnya adalah karena masih terbatasnya kemampuan proses sains para guru sendiri (yang baru mencapai 65,79%). 2.
Model pengembangan keterampilan proses sains di SD pada umumnya Hasil penelitian menunjukan keterampilan proses sains dikembangkan dalam koteks sebagai sarana pembuktian konsep dan atau teori, dilakukan secara terintegrasi dalam penyajian materi ajar dengan prakarsa dan kendali guru dalam keseluruhan proses pembelajaran masih sangat tinggi. Proses pembelajaran yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh para guru SD cenderung bersifat ekspositorik dengan berpusat pada guru, guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama (Jacobsen, Eggen, & Kauchak 1989:166). Meskipun dalam pelaksanaannya juga digunakan metode selain ceramah dan dilengkapi atau dudukung dengan penggunaaan media, penekanannya tetap lebih pada proses penerimaan pengetahuan (materi pelajaran) bukan pada
8
Haryono, Model Pembelajaran Berbasis…..
proses pencarian dan konstruksi pengetahuan. Model pembelajaran guru yang didalamnya terkandung maksud untuk mengembangkan keterampilan proses sains siswa tersebut, secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu; (a) tahap pendahuluan dimana guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (b) tahap penyajian atau inti dimana guru menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab, kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi untuk memperjelas materi yang disajikan, dan biasanya diakhiri dengan penyampaian ringkasan atau latihan-latihan, kemudian (c) tahap penutup dimana guru melakukan evaluasi berupa tes dan kegiatan tindak lanjut seperti penugasan dalam rangka perbaikan dan pengayaan/pendalaman materi. Secara visual dalam bentuk bagan proses pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru SD tersebut adalah sebagai berikut. Guru merumuskan tujuan pembelajaran
Guru menginformasikan tentang materi dan tujuan pembelajaran
Guru melakukan apersepsi
Siswa memberikan respons
Guru melakukan EKSPOSITORI, menyajikan materi pembelajaran melalui demonstrasi dengan aktivitas proses sains sebagai sarana klarifikasi konsep/teori
Gambar 3: Proses Pengembangan Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran di Kelas/ Sekolah
3.
Buku panduan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains Untuk memperkenalkan dan sekaligus membekali para guru tentang model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, telah dikembangkan/disusun Buku Panduan Model Pembelajaran berbasis Keterampilan Proses Sains. Buku ini berisi tentang ; (a) konsep pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, (b) rancangan pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, (c) pelaksanaan model 9
JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.1, 2006: 1-13
pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, dan (d) sistem evaluasi dalam pembelajaran berbasis keterampilan proses sains. Sebagai pegangan guru dalam merancang suatu model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, melaksanakan dalam praktik pembelajaran di kelas/sekolah, dan melakukan evaluasi terhadap keberhasilan proses pembelajaran, “Buku Panduan Model Pembelajaran Berbasis Keterampilan Proses Sains”, secara substantif telah memenuhi fungsi dan target yang ingin dicapai. Hal ini dapat disimpulkan dari respon guru yang mengikuti sosialisasi untuk implementasi, merasa mudah menangkap isi dan memahami apa yang mesti dilakukan dalam pengembangan program pembelajaran berikut pelaksanaan hingga evaluasinya. Buku panduan yang dikemas dalam bahasa yang relatif sederhana, tidak terlalu teoretis, dan singkat cukup akomodatif terhadap situasi dan kondisi guru yang sarat dengan tugas. Sebagai pembimbing guru, di dalamnya telah disajikan sejumlah contoh aplikatif yang mempermudah guru untuk mengimplementasikan sesuai dengan bidang garapan masing-masing. Buku panduan yang ditawarkan tersebut akan lebih baik jika dilengkapi dengan beberapa ilustrasi gambar. Namun demikian ilustrasi yang dimaksud supaya diperhatikan tingkat relevansi dan kebermanfaatannya, dibandingkan sebagai pelengkap yang justru dapat mengacaukan makna atau justru menimbulkan kesalahan konsep. 4.
10
Keefektifan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains Penerapan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains secara riil mampu meningkatkan pencapaian hasil belajar sains siswa, terutama dalam hal penguasaan keterampilan proses sains. Jika keterampilan proses sains diterima dan diakui sebagai kemampuan dasar hidup siswa terutama dalam membangun kemampuan belajar dan penciptaan diri, model pembelajaran yang dikembangkan ini dapat menjadi salah satu media bagi pengembangannya. Melalui proses pembelajaran yang mengitegrasikan keterampilan proses sains dalam suatu rangkaian proses pembelajaran, memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang beragam dan relatif lebih bermakna. Dengan melakukan proses sains sebagaimana yang dilakukan oleh para saintis dalam penyelidikan ilmiahnya, para siswa dapat mengembangkan berbagai aspek kemampuan untuk belajar lebih lanjut, di samping mengembangkan berbagai sikap ilmiah yang standar. Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains sebagai bentuk strategi pembelajaran, dalam implementasinya menuntut komitmen dari guru dan sekolah secara kelembagaan. Guru dituntut untuk mau belajar dan terus melakukan inovasi dalam praktik pembelajarannya. Model ini menuntut guru untuk berpikir positif dan berupaya mengembangkan berbagai bentuk kegiatan pembelajaran yang lebih memungkinkan siswa beraktivitas melakukan proses sains. Guru harus selalu menyediakan lembar kerja siswa yang dapat menjadi pedoman bagi siswa dalam melakukan aktivitas belajar, dan ini membutuhkan komitmen guru akan panggilan tugas profesionalnya. Dari sisi sekolah sebagai sistem dimana proses pembelajaran dikembangkan guru, model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains membutuhkan kemampuan manajerial kelas yang baik dengan jumlah siswa yang akomodatif dan fasilitas belajar yang memadai.
Haryono, Model Pembelajaran Berbasis…..
Terkait dengan tingkat keefektifan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang dirasakan belum maksimal, dapat dijelaskan dari kondisi lapangan yang belum secara utuh mendukung implementasi model. Dari sisi siswa yang harus dikelola oleh guru dalam suatu program pembelajaran, bagi sekolah yang secara riil dinilai oleh masyarakat sebagai ”sekolah maju”, ”sekolah favorit”, jumlah siswanya rata-rata melebihi kapasitas (di atas 40 siswa). Dengan demikian kondisi ini kurang kondusif bagi terapan model, terlebih jika tidak didukung oleh fasilitas belajar yang diperlukan. Di samping itu para guru belum terbiasa berfungsi sebagai manajer dalam proses pembelajaran dan sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses belajar, sehingga kecenderungan untuk mendominasi aktivitas belajar di kelas masih menjadi hambatan psikologis baik yang disadari maupun tidak oleh para kebanyakan guru, terutama di SD.
Simpulan dan Saran Simpulan dari penelitian ini adalah; (1) Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah bentuk pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam rangkaian proses belajar mengajar guna mengarahkan siswa pada proses konstruksi pengetahuan secara mandiri. Proses pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori, dan sikap tertentu melalui proses sains secara mandiri. Secara rinci model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains ini dituangkan dalam bentuk Buku Panduan yang berisi tentang ; (a) konsep pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, (b) rancangan pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, (c) pelaksanaan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, dan (d) sistem evaluasi dalam pembelajaran berbasis keterampilan proses sains. (2) Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains terbukti cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan proses sains siswa sekaligus pencapaian hasil belajarnya secara keseluruhan. Tingkat pencapaian penguasaan konsep sains, penguasaan proses sains, dan sikap sains siswa yang memperoleh treatment pembelajaran berbasis keterampilan proses sains, masing-masing adalah 66,35%, 67,27%, dan 69,92%. Khusus untuk penguasaan proses sains dengan diterapkannya model ini telah dapat meningkatkan pencapaian siswa menjadi 67.27% dari kondisi sebelumnya yang baru 46.08%. Selanjutnya berdasarkan temuan tersebut, disarankan: (1) Kepada para guru SD untuk lebih memahami tentang makna belajar bagi siswa yang selanjutnya berimplikasi pada pelaksanaan fungsi sebagai pembelajar. Belajar bagi siswa supaya dipahami sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan atau pengetahuan yang dilakukan oleh siswa secara mandiri atau bersama-sama dengan orang lain. Dengan demikian mengajar adalah kegiatan partisipasi guru dalam membangun pemahaman siswa, bukan sekedar transfer informasi dari guru kepada siswa. Dalam konteks inilah model pembelajaran berbasis keterampilan proses mengarahkan pada pembentukan pengetahuan oleh siswa sebagai hasil dari proses pencarian dan penemuannya sendiri. Itu berarti fungsi guru dalam proses pembelajaran di kelas/sekolah lebih sebagai manajer yang mengelola aneka sumber belajar yang ada, dan sebagai fasilisator bagi terjadinya proses belajar bagi siswa. (2) Untuk mendukung terlaksananya Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains dapat dijadikan alternatif untuk melengkapi berbagai model pembelajaran yang direkomendasi 11
JURNAL PENDIDIKAN DASAR VOL.7, NO.1, 2006: 1-13
kan oleh kurikulum. Kurikulum 2004 sangat menganjurkan penerapan model pembelajaran kontekstual, melalui pembelajaran berbasis keterampilan proses sains pembelajaran menjadi sangat kontekstual dengan memberikan pengalaman belajar yang beragam dan lebih bermakna.
Daftar Acuan Beyer, Barry K. 1991. Teaching Thinking Skill: A Handbook for Elementary School Teachers. New York, USA: Allyn & Bacon. Borg, Walter R. and Meredith Damien Gall. 1989. Educational Research. New York: Longman. Carin, Arthur A and Robert B. Sund, 1989. Teaching Science Through Discovery. Columbus, Ohio: Merril Publishing Company. Chain, Sandra E and Jack M. Evan. 1990. Sciencing: An Involvement Approach to Elementary Science Methods. Columbus, Ohio: Merril Publishing Company. Delor, Jacquis. 1996. Learning: The Treasure Within. Paris: UNESCO. De Vito, Alfred. 1989. Creative Wellsprings for Science Teaching. West Lafayette, Indiana: Creative Venture. Haryono. 1997. “Penelitian dan Pengembangan Model Proses Belajar yang Bercirikan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kritis Siswa SD”, Laporan Penelitian Hibah Bersaing III/3 Perguruan Tinggi 1996/1997. Semarang: Lemlit IKIP Semarang. Houston, W. Robert., et all. 1988. Touch the Future Teach. St. Paul, MN: West Publishing Company. Joice, Bruce and Marsha Weil. 1996. Model of Teaching. (Boston: Allyn and Bacon. Millan, James H. Mc. 2001. Research in Education. New York: Addison, Wesley Longman. Nur, Mohamad. 1997. “Pengembangan Model PBM IPA Berorientasi PKP untuk Meningkatkan Daya Nalar Siswa", Executive Summary Hasil-hasil Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi, Buku IV. Jakarta: Ditbinlitabmas Dirjen Dikti Depdikbud. Nur, Mohamad (Editor). 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. Surabaya: SIC. Semiawan, Conny R. dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Semiawan, Conny R. 1998. Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
12
Haryono, Model Pembelajaran Berbasis…..
Sopyan, Ahmad. 1999. “Pengaruh Teknik Pembelajaran Kreatif dan Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar IPA Siswa SLTP”, Disertasi (tidak diterbitkan). Jakarta: PPS UNJ. Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quetient: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang. (Alih Bahasa: T.Hermaya). Jakarta: Grasindo. Tilaar, H. A. R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia. Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.
13