1| A n t o l o g i U P I
Volume
Edisi No.
Juli 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK, TALK, WRITE (TTW) PADA PEMBELAJARAN IPA DI SD Eulis Titin Tijanah1,Novi Yanthi2, Lely Halimah3 S1- Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Kampus Cibiru, Universitas Pendidikan Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi kurangnya pembelajaran yang mengembangkan aktivitas berpikir kritis siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penerapan strategi pembelajaran think, talk, write (TTW) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran IPA dengan menerapkan strategi pembelajaran TTW. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Padahurip Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung. Strategi pembelajaran TTW adalah strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpikir, berbicara serta menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian tindakan kelas dengan model John Elliot yang terdiri dari 3 siklus dan setiap siklus terdiri dari 3 tindakan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa, lembar catatan lapangan, lembar evaluasi dan camera digital. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penerapan strategi pembelajaran TTW dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan menyajikan permasalahan yang bersifat open ended dan teks yang mengandung paragraf argumentatif, serta bersifat artifisial. Perolehan rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I sebesar 62,47, siklus II sebesar 71,53 dan pada siklus III sebesar 77,47. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran TTW telah berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan penerapan strategi pembelajaran TTW sebagai salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Kata Kunci
: Kemampuan Berpikir Kritis, Strategi Pembelajaran Think, Talk, Write, Strategi TTW.
1
penulis penulis penanggungjawab 3 penulis penanggungjawab 2
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Eulis Titin Tijanah¹, Novi Yanthi², Lely Halimah3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Strategi PembelajaranThink, Talk, Write (TTW) Pada Pembelajaran IPA di SD| 2
CRITICAL THINKING SKILLS ENHANCEMENT OF STUDENT LEARNING THROUGH THE IMPLEMENTATION STRATEGY THINK, TALK, WRITE (TTW) ON LEARNING SCIENCE IN ELEMENTARY SCHOOL Eulis Titin Tijanah1,Novi Yanthi2, Lely Halimah3 S1- Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Kampus Cibiru, Universitas Pendidikan Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRACT This research is motivated lack of learning to develop students' critical thinking activities. The purpose of this study was to identify the application of learning strategies think, talk, write (TTW) in improving students' critical thinking skills and determine the increase critical thinking skills in science teaching. This research was conducted in the District Kutawaringin Padahurip Elementary School, Bandung regency. TTW learning strategy is a strategy of learning that encourages students to think, talk and pours his ideas in writing. The method used is the method of classroom action research model John Elliot consisting of three cycles and each cycle consisting of three acts. Instruments used in the study is observation sheet activities of teachers and students, field record sheets, evaluation sheets and a digital camera. The data were analyzed quantitatively and qualitatively. Based on the research results obtained TTW application of learning strategies to improve critical thinking skills will present the issues that are open ended and text that contains paragraph argumentative, and are artificial. Obtaining the average value of the critical thinking skills of students in the first cycle of 62.47, the second cycle of 71.53 and in the third cycle of 77.47. It can be concluded that the learning strategy TTW has succeeded in improving students' critical thinking skills. Therefore, researchers recommend the application of learning strategies TTW as one of the strategies that can be applied in an effort to improve students' critical thinking skills.
Keywords: TTW.
Critical Thinking Skills, Learning Strategy Think, Talk, Write, Strategy
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
3| A n t o l o g i U P I
Volume
Edisi No.
PENDAHULUAN Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SDN Padahurip kelas V khususnya dalam mata pelajaran IPA masih terdapat permasalahan yang esensial, yaitu kurangnya proses pembelajaran yang melibatkan proses berpikir siswa. Hal ini ditandai dengan tidak adanya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, dimana siswa yang mengajukan pertanyaan dan jawaban mengenai materi pembelajaran yang dipelajari kurang muncul. Selain itu, siswa yang mengajukan pertanyaan sering kali hanya menanyakan hal tidak relevan dengan materi yang dibelajarkan. Pemilihan strategi pembelajaran yang kurang relevan dan kurangnya aktivitas berpikir siswa menjadi salah satu faktor penghambat tercapainya tujuan pembelajaran di kelas V SDN Padahurip. Metode pembelajaran yang digunakan pun masih secara ekspositori selama proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru bersifat teacher centered dan guru bertindak mentransfer pengetahuan kepada siswa. Keadaan siswa yang cenderung pasif dan hanya menerima pengajaran dari guru. dapat menjadikan pembelajaran yang diikuti oleh siswa tidak bermaknaserta kurangnya proses berpikir selama pembelajaran berlangsung, terutama kemampuan berpikir kritis siswa yang tidak terlatih. Sedangkan kemajuan teknologi dan informasi abad 21 menuntut seseorang untuk aktif merespon perubahan yang terjadi dengan tanggap, dan memerlukan keterampilan intelektual yang tinggi serta kemampuan mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang perlu dilatih pada siswa. Sesuai dengan pernyataan Educated America Act (Kettler, 2014) yang 1 penulis 2 penulis penanggungjawab 3 penulis penanggungjawab
Juli 2016
menekankan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan hal penting dan diperlukan pada abad ke-21 serta sebagai salah satu ciri mutlak dari pendidikan yang berkualitas. Permasalahan yang muncul menuntut adanya pembelajaran aktif yang mengembangkan dan melatih kemampuan siswa berpikir secara kritis. Oleh karena itu peneliti melaksanakan penelitian yang menerapkan strategi pembelajaran Think, Talk, Write (TTW) yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa khususnya dalam pembelajaran IPA. IPA merupakan salah satu pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir siswa mengenai kehidupan sekitarnya.Sejalan dengan hal tersebut Ardiyanti (2013) menyatakan bahwa proses pembelajaran IPA tidak hanya menyampaikan konsep mengenai materi yang dipelajari, juga harus memberikan pemahaman kepada siswa untuk memahami fenomena IPA melalui pengamatan, demonstrasi dan eksperimen serta siswa dapat menuliskan informasi yang didapat dari peristiwa yang dipelajarinya. Hal tersebut senada dengan pernyataan bahwa karakteristik pembelajaran IPA memerlukan analisis dan kemampuan berpikir kritis terhadap suatu permasalahan sehingga siswa mampu untuk memecahkannya (Dewi, dkk. 2013). Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Santrock (dalam Desmita, 2012) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang melibatkan pemaknaan suatu masalah dengan membuka cara berpikir dengan berbagai perspektif yang berbeda, tidak sepenuhnya menerima secara langsung informasi yang didapat dari orang lain maupun buku, akan tetapi dipikirkan terlebih dahulu melalui perenungan. Sejalan dengan hal tersebut, Ennis (dalam Alghafri dan Ismail, 2014) mengemukakan bahwa berpikir kritis
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Eulis Titin Tijanah¹, Novi Yanthi², Lely Halimah3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Strategi PembelajaranThink, Talk, Write (TTW) Pada Pembelajaran IPA di SD| 4 mengacu pada pemilikiran reflektif dan masuk akal. Oleh karena itu, berpikir kritis merupakan suatu bagian dari kecakapan praktis, yang tidak hanya digunakan di dalam kelas tetapi juga digunakan di luar kelas karena merupakan salah satu aspek penting dalam proses penalaran sehari-hari. Adapun indikator berpikir kritis menurut Ennis (dalam Slamet, 2014) terdiri dari lima yaitu: 1. Memberikan penjelasan sederhana 2. Membangun keterampilan dasar 3. Menyimpulkan 4. Memberi penjelasan lanjut 5. Mengatur strategi dan taktik. Dalam upaya meningkatkan dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa, peneliti menerapkan strategi pembelajaran Think, Talk, Write dalam pembelajaran IPA. Adapun konsep yang dipelajari adalah peristiwa alam. Strategi Think, Talk, Write (TTW) adalah strategi yang dipertama kali diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin (dalam Huda, 2014) strategi ini mendorong siswa untuk berpikir, berbicara dan menuliskan topik tertentu serta memperkenankan siswa untuk memanipulasi ide-ide sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan. Strategi pembelajaran TTW terdiri dari tiga tahap taitu tahap think, tahap talk dan tahap write. Pada tahap think, diawali dengan penyajian permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, serta berkaitan dengan materi yang dipelajari. Kemudian, siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban dengan membuat catatan kecil. Kemudian pada tahap talk dilakukan pembagian kelompok yang terdiri dari 3-4 orang siswa. Pada tahap talk guru memberikan kesempatan kepada siswa agar secara aktif mengemukakan pendapat dan berdiskusi sehingga mampu mengkoneksikan bahasa yang mereka tahu dari pengalaman dan latar belakang mereka sendiri, mampu menganalisis serta
mensintesis ide-idenya. Selain itu berdiskusi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengeksplorasi kata dan menguji idenya melalui tukar pendapat. Siswa dapat mendiskusikan pengetahuan yang ia dapat untuk dipelajari. Selanjutnyapadatahap write, siswa melakukan aktivitas menulis, siswa menuliskan sebuah penyelesaian mengenai suatu masalah melalui proses perenungan. Kegiatan menulis merupakan pengekspresian pengetahuan dan gagasan yang tersimpan dalam diri siswa dan sebagai hasil refleksi dari pengetahuan dan gagasan mereka. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Dixon, dkk., (2005) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengekspresikan kemampuan siswa dalam berpikir kritis yaitu melalui menulis. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau dikenal dengan istilah classroom action research.Desain penelitian yang digunakan pada PTK ini adalah model Elliot. Model Elliot terdiri dari tiga siklus, yang tiap siklusnya terdapat tiga tindakan. Pelaksanaan tindakan dalam model ini dilakukan secara bertahap, dan merupakan kegiatan yang holistik serta tidak bersifat fragmentaris. Penelitian dilaksanakan di SDN Padahurip yang berada di Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung. Adapun subjek penelitian yaitu siswa kelas V yang berjumlah 20 orang siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi, catatan lapangan, lembar evaluasi dan camera digital. Pengolahan data hasil penelitian ditempuh dengan teknik kualitatif dan kuantitatif. Teknik kualitatif dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari lembar observasi, yang dituliskan dalam catatan lapangan dan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
5| A n t o l o g i U P I
Volume
foto. Teknik pengolahan data secara kualitiatif dilakukan dengan mendeskripsikan seluruh kegiatan pembelajaran untuk memberikan gambaran terhadap variabel dalam penelitian. Sedangkan teknik kuantitatif digunakan jika data berupa angka dan dikumpulkan melalui lembar evaluasi. Metode yang digunakan untuk mengolah data tersebut adalah dengan metode kuasistatistik. Adapun analisis data kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari hasil evaluasi. Hasil evaluasi dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata (mean). Untuk menghitungnya digunakan rumus : ∑
̅ = (Sudjana, 2014 hlm. 109) Keterangan: ̅ = rata-rata atau mean ∑ = jumlah seluruh skor = Jumlah siswa Setelah diperoleh hasil kemampuan berpikir kritis siwa, peneliti mengkategorikan kemamuan berpikir kritis yang bertujuan mengetahui peningkatan presentasi kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun kriterianya yaitu terdapat dalam tabel 1 di bawah ini. Skor Kriteria 89% < X ≤ 100% Sangat Tinggi 78% < X ≤ 89% Tinggi 64% < X ≤ 78% Sedang 55% < X ≤ 64% Rendah 0% < X ≤ 55% Sangat Rendah Tabel 1. Kriteria Berpikir Kritis Siswa . (Slamet dalam Pritasari, 2011, hal. 36) Selain dengan menggunakan teknik analisis kuantitif dan kualitatif, dilakukan juga triangulasi data yaitu analisis data yang menggabungkan hasil awal data kuantitatif dan data kualitatif untuk mengecek kebenaran data serta informasi yang diperoleh peneliti. Upaya ini dilakukan untuk melihat gambaran secara
Edisi No.
Juli 2016
utuh dan menyeluruh mengenai data yang dikumpulkan oleh peneliti dan melihat keterkaitan satu dengan yang lainnya dari sudut pandang yang berbeda serta mengurangi keraguan peneliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dalam pembelajaran dengan menerapkan strategi TTW di kelas V SD Negeri Padahurip, peneliti menemukan beberapa temuan-temuan pada setiap siklusnya. Pada tahap think, siswa dituntut untuk mengamati gambar dan video kemudian merumuskan permasalahan yang muncul dari hasil pengamatan. Gambar dan video yang disajikan berkaitan dengan perstiwa-peristiwa alam yang dipelajari. Pada siklus I siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menemukan permasalahan dalam video dan gambar yang ditayangkan. Guru mengulangi tayangan video dan meminta siswa untuk mengamati kembali dengan seksama. Hal tersebut merupakan salah satu upaya guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan permasalahan dan menuangkannya dalam bentuk kalimat pertanyaan. Setelah guru memberikan waktu yang lebih lama, beberapa siswa mulai mampu merumuskan permasalahan yang terdapat dalam gambar dan video. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak dapat secara langsung memahami sesuatu yang ia amati, dan berkaitan dengan proses akomodasi menurut Piaget (dalam Jufri, 2013) yaitu proses mengaitkan pengetahuannya dengan informasi yang didapatkan sehingga ketika merumuskan masalah siswa membutuhkan waktu untuk berpikir. Setelah siswa mempunyai permasalahan yang ingin mereka tanyakan, siswa mengajukkan pertanyaan yang telah dibuatnya kemudian secara bermusyawarah guru dan siswa memilih pertanyaan yang akan
1
penulis penulis penanggungjawab 3 penulis penanggungjawab 2
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Eulis Titin Tijanah¹, Novi Yanthi², Lely Halimah3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Strategi PembelajaranThink, Talk, Write (TTW) Pada Pembelajaran IPA di SD| 6 ditambahkan pada materi yang didiskusikan. Sejalan dengan hal itu, Kuswana (2012) mengemukakan bahwa salah satu komponen dalam pembelajaran untuk membangun kebiasaan berpikir siswa adalah melibatkan siswa dalam mengambilan keputusan. Pada tahap think, siswa dituntut untuk mampu memfokuskan pertanyaan yang diajukannya, namun pada temuantemuan siklus I beberapa siswa membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan gambar atau fokus pembelajaran. Selain itu masih terdapat siswa yang belum mampu membuat pertanyaan berkaitan dengan gambar yang ditayangkan. Sekaitan dengan temuan tersebut, hal yang melatarbelakangi kemampuan siswa dalam memfokuskan pertanyaan adalah siswa belum terbiasa dengan membuat pertanyaan, sehingga guru menjelaskan kepada siswa bagaimana merumuskan permasalahan dengan melakukan bimbingan secara individual. Hal ini sesuai dengan prinsip perbedaan individual yang mempengaruhi cara dan hasil belajar siswa, yang membutuhkan perhatian dan bimbingan secara individual sehingga perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Beberapa temuan pada tahap think siklus I dan II menunjukkan bahwa siswa sudah mulai mampu dalam memberikan penjelasan sederhana, hal tersebut dibuktikan ketika adanya peningkatan hasil evaluasi kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator memberikan penjelasan sederhana pada siklus I. Kemampuan siswa dalam menjawab pun sudah mulai terfokus dan tepat dalam pembelajaran siklus II. Pada siklus II pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa pada tahap think mulai meningkat, diantaranya muncul beberapa pertanyaan yang
diajukan siswa berkaitan dengan pengalaman siswa. Hal tersebut menunjukkan proses asimilasi yang dikemukakan oleh Piaget (Jufri, 2013), dimana terjadinya proses pemahaman mengenai suatu peristiwa berdasarkan pengetahuan yang telah ada pada diri siswa. Ketika siswa bertanya mengenai hubungan permasalahan yang dimunculkan dengan pengetahuan awalnya, maka secara tidak langsung siswa mengalami proses akomodasi dimana siswa mencari kesesuaian skema berdasarkan informasi yang baru. Kemudian ketika siswa mulai bertanya untuk menghilangkan rasa ragunya mengenai peristiwa angin topan yang belum ia lihat sebelumnya, temuan tersebut menunjukkan bahwa siswa melakukan proses berpikir secara kritis untuk mencari dan memprediksi adanya keterkaitan antara informasi baru dengan pengetahuan atau pengalaman yang dimilikinya. Temuan pada tahap think yang berkaitan dengan kurangnya variasi pertanyaan yang dibuat oleh siswa selama penelitian dilakukan, disebabkan karena siswa sering menemukan jenis pertanyaan yang sama ketika mengerjakan soal evaluasi dan LKS yang disediakan, yaitu berkaitan dengan penyebab terjadinya suatu peristiwa, dampaknya bagi mahluk hidup dan lingkungan serta tindakan yang dilakukan ketika terjadinya bencana alam. Namun, guru tetap menghargai pertanyaan yang telah diajukan siswa, agar siswa tetap termotivasi untuk mengajukan pertanyaan kembali. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Santrock (dalam Desmita, 2012) bahwa guru harus menghargai pertanyaan yang diajukan siswa dan memadang siswa sebagai pemikir. Dari temuan tersebut, maka pada tindakan selanjutnya guru meminta siswa membuat pertanyaan selain mengenai menyimpulkan dampak, menganalisis
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
7| A n t o l o g i U P I
Volume
penyebab dan menentukkan tindakan agar pertanyaan yang dibuat siswa cukup bervariasi. Selanjutnya pada tahap talk siswa dikelompokkan ke dalam kelompok yang terdiri dari 3-5 orang. Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen dan berubah pada setiap tindakan. Hal ini bertujuan agar kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat, sesuai dengan pernyataan (Yamin, 2010; Dimyati dan Mudjiono, 2006) bahwa ketika siswa berkelompok secara heterogen, akan tercipta suasana belajar dalam kelompok, dimana siswa yang mempunyai kecerdasan tinggi dapat membantu guru dalam membimbing siswa yang memiliki kemampuan sedang dan sebagai penggerak pemecah masalah kelompok. Sutardi dan Sudirjo (2007) mendukung pernyataan tersebut, dan berpendapat bahwa kelompok yang homogen tidak dapat mengasah proses berpikir siswa, bernegosiasi, berkembang dan berargumentasi antaranggotanya, sebaliknya penentuan kelompok yang sering diubah memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan siswa lainnya. Diskusi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membangun keterampilan dasar siswa yaitu menentukan kredibilitas sumber informasi dari beberapa teks dan paragraf. Kemudian siswa mampu memberikan alasan mengenai pemilihan sumber informasi yang mendukungnya menyelesaikan tugas kelompok. Ketika diskusi kelompok, guru berkeliling untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini selaras dengan pernyataan Gagne (dalam Wena, 2010, hlm. 240) bahwa “kegiatan guru dalam memberikan bimbingan belajar berguna membantu siswa guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan”. Selanjutnya kegiatan siswa dalam berdiskusi yaitu menggeneralisasikan 1 penulis 2 penulis penanggungjawab 3 penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juli 2016
atau menyimpulkan dampak dan penyebab terjadinya suatu peristiwa alam. Pada siklus I siswa belum bisa membuat kesimpulan. Hal ini disebabkan sebagian siswa belum mengerti definisi dari kesimpulan. Sehingga guru menjelaskan definisi dari kesimpulan dan memberikan contoh mengenai kesimpulan namun tidak berkaitan dengan materi yang dipelajari. Dalam hal ini peran guru sebagai mediator sangat diperlukan, agar siswa mampu menyelesaikan berbagai tugasnya. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Sutardi dan Sudirjo (2007) bahwa guru berperan sebagai mediator ketika siswa membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk melakukan akivitas dalam pembelajaran. Pada saat siswa berdiskusi maka siswa secara aktif menghubungkan pengalaman atau pengetahuan awal yang dibawa oleh setiap siswa dalam kelompok, sehingga terlatih untuk tidak sepenuhnya menerima informasi yang ia dapatkan. Pemberian tugas secara kelompok tersebut merupakan salah satu upaya guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bertemali dengan hal tersebut Wijayanti (2015) menjelaskan bahwa peningkatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan pemberian tugas secara individual atau kelompok dalam upaya memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Melalui proses berpikir dan bertukar pendapat siswa mampu mengkritisi permasalahan yang muncul sesuai dengan hasil pemikirannya. Dalam proses diskusi ini siswa mencari kesesuaian antara pengetahuan dan informasi baru yang ia miliki, sehingga ketika siswa mampu menganalisis informasi dan secara kritis memeriksa kebenaran informasi maka ia telah melakukan kegiatan dalam berpikir kritis dan berlajar bermakna. Sejalan dengan hal tersebut, Halimah (2012) menyatakan bahwa diskusi adalah salah
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Eulis Titin Tijanah¹, Novi Yanthi², Lely Halimah3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Strategi PembelajaranThink, Talk, Write (TTW) Pada Pembelajaran IPA di SD| 8 satu metode yang mendorong siswa untuk berpikir kritis. Pada tahap talk siklus I beberapa siswa terlihat diam dan penyelesaian tugas LKS pun didominasi oleh siswa yang mempunyai kecerdasan tinggi. Hal ini dilatarbelakangi karena siswa tidak terbiasa dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga guru menjelaskan terlebih dahulu kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam kelompok. Instruksi tersebut diberikan agar siswa mengetahui tugas-tugasnya dalam kelompok serta meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompoknya ketika mengisi LKS yang diberikan. Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh siswa bertujuan untuk melatih siswa dalam berbicara dan belajar secara aktif memecahkan permasalahanpermasalahan secara langsung. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh John Dewey (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006) mengenai pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar, bahwa belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif baik secara individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa makin terlihat pada siklus II dimana siswa sudah mampu untuk menyimpulkan hasil diskusi, dan mampu berinteraksi dengan kelompok untuk menganalisis asumsi yang ada pada teks dalam LKS. Selain itu munculnya pemikiran kritis siswa mengenai berbagai mitos yang tumbuh di beberapa daerah yang dilanda bencana alam mempengaruhi daya pikir siswa. Setelah kegiatan dalam diskusi kelompok selesai, perwakilan siswa mengkomunikasikan hasil diskusi secara bergantian. Ketika pemaparan hasil diskusi siswa menanyakan kembali mengenai kebenaran mitos tersebut, hal tersebut menandakan bahwa siswa tidak
secara langsung menerima informasi yang ia dapatkan. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk mengajukan pendapat, jika terdapat ketidaksesuaian dengan jawaban kelompoknya. Dalam hal ini guru berperan sebagai pembelajar dalam kegiatan berkelompok dengan melakukan evaluasi hasil belajar kelompok dengan kegiatan tanya jawab untuk meningkatkan keaktifan siswa saat proses pembelajaran, sesuai dengan pernyataan Yamin (2010) bahwa keaktifan siswa dapat merangsang kemampuan berpikir kritis. Pada tahap write, siswa menyimpulkan hasil diskusinya dalam bentuk catatan. Sebagaimana menurut Huinker dan Laughin (Kusuma, 2012) berpikir dan berdiskusi merupakan langkah penting dalam proses membawa pemahaman siswa ke dalam sebuah tulisan. Setelah siswa menuliskan kesimpulan, guru berkeliling melihat sejauhmana siswa mampu menuangkan hasil pemikirannya ke dalam bahasa tulis berdasarkan bahasanya sendiri. Ketika menulis siswa melakukan aktivitas berpikir dan merupakan kegiatan pengekspresian hasil pemikirannya. Selain itu menulis adalah sebuah kendaraan dimana siswa dapat dengan mudah mengekspresikan pemikiran kritis mereka (Dixon, dkk., 2005 hlm. 181). Setelah kegiatan siswa menyimpulkan selesai, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran secara bersama-sama dengan meminta perwakilan siswa menyimpulkan di depan kelas. Pada siklus I kemampuan siswa dalam menyimpulkan tergolong rendah, bahkan siswa pun bertanya mengenai bagaimana untuk menyimpulkan, sehingga guru memberikan contoh namun dalam aspek yang berbeda dengan materi yang diberikan. Sehingga pada siklus II dan siklus III sedikit demi sedikit siswa
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
9| A n t o l o g i U P I
Volume
mulai terbiasa menyimpulkan beberapa materi yang dipelajari. Hasil penelitian berdasarkan evaluasi yang dilakukan guru sebagai peneliti membuktikan bahwa penerapan strategi TTW dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa. Penyajian masalah dalam diskusi kelompok disesuaikan dengan materi yang diajarkan yaitu peristiwa alam. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fisher (dalam Pordel, 2011) bahwa pertanyaan yang merangsang pemikiran kritis adalah pertanyaan mengenai peristiwa tertentu. Selain itu, LKS memuat teks yang memaparkan fakta peristiwa alam dan beberapa argumen, kepercayaan maupun mitos yang tumbuh akibat peristiwa tersebut. Hal tersebut bertujuan agar siswa terlatih menganalisis antara fakta dan argumen dalam teks ketika mereka membaca. Hal ini sejalan dengan pernyataan Khatib (2012) bahwa argumen dapat membina berpikir kritis dan mendorong siswa untuk memecahkan permasalahan yang membutuhkan analisis, sintesis dan evaluasi. Siswa secara aktif dituntut untuk mampu menganalisis argumen sesuai dengan fakta yang terjadi dan tidak secara langsung menerima informasi yang ia dapatkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Muammar (2014) untuk membangun pemikiran kritis, kegiatan harus secara langsung melibatkan siswa memeriksa fakta-fakta yang dianggap benar, dan menentukkan apakah terdapat data atau bukti yang mendukungnya serta tidak segera menerima apa yang dikatakan orang lain sebagai suatu kebenaran. Adapun tema yang dipilih untuk didiskusikan adalah mengenai masalah fenomenal dan kepercayaan suatu 1 penulis 2 penulis penanggungjawab 3 penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juli 2016
masyarakat ketika terjadinya bencana atau peristiwa alam. Oleh karena itu, teks yang dimuat dalam LKS dibuat agar mampu melatih siswa untuk secara kritis memilih informasi yang dapat ia percayai mengenai peristiwa yang terjadi, dan berpikir secara logika apakah informasi yang ia pilih dapat dibuktikan atau tidak. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Norris (dalam Klimoviene, 2006) bahwa teks atau tema yang dipilih harus melatih siswa mengidentifikasi informasi yang dapat dibuktikan atau tidak, selain itu keputusan rasional apa yang harus atau tidak dipercaya. Teks yang dimuat dalam LKS dan soal evaluasi berkaitan dengan isu-isu peristiwa alam yang dipelajari dan dirancang untuk mendorong siswa mengkritisi berbagai hal dalam teks tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Khatib (2012) bahwa teksteks yang digunakan dalam melatih kemampuan siswa berpikir secara kritis adalah teks mengandung isu-isu dangkal dan bersifat artifisial atau buatan. Selain itu, Ennis dan Weir (1985) mendukung pernyataan tersebut dan menjelaskan bahwa karakteristik test yang cocok untuk perpikir kritis adalah tes esai yang memungkinkan siswa untuk mengevaluasi argumen yang terdapat dalam paragraf secara keseluruhan. Test membantu mengevaluasi kemampuan seseorang dalam menilai argumen dan menanggapi argumen secara tertulis. Teks yang mengandung argumen mendorong siswa untuk membuktikan kebenaran mengenai argumen tersebut, sehingga tidak secara langsung menerima informasi. Permasalahan yang dimunculkan dalam kegiatan diskusi adalah permasalahan yang bersifat open ended, dimana masalah tersebut memiliki lebih dari satu jawaban yang benar sesuai dengan sudut pandang siswa. Ketika mengkomunikasikan hasil diskusi, siswa dituntut agar mampu memberikan alasan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Eulis Titin Tijanah¹, Novi Yanthi², Lely Halimah3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Siswa Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran PembelajaranThink, Talk, Write (TTW) Pada Pembelajaran IPA di SD SD| 10 yang memiliki keterkaitan dengan jawaban yang dikemukakan olehnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Widana (2013) yang meyakini bahwa pemecahan masalah secara open ended dapat mendorong siswa berpikir kritis dan terlatih mengkomunikasikan alasan dari jawaban yang dikemukakan. Adapun peningkatan rata-rata rata nilai evaluasi kemampuan berpikir kritis sesuai dengan indikatornya dapat dilihat pada gambar 1.1 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Siklus I
Siklus II
Siklus III
Memberikan Penjelasan Sederhana Membangun Keterampilan Dasar Menyimpulkan Memberikan Penjelasan Lanjut Mengatur Strategi dan Taktik
Gambar 1.1 Diagram Rata-Rata Rata Nilai Per Indikator Kemampuan Berpikir Kritis dalam Setiap Siklus. Berdasarkan Gambar 1.2, dapat dilihat rata-rata rata nilai pada setiap indikator kemampuan berpikir kritis yang diperoleh siswa. Pada indikator memberikan penjelasan sederhana, rata-rata rata nilai yang diperoleh pada siklus I yaitu sebesar 84,10 dan meningkat pada siklus II menjadi 87,30 serta siklus III menjadi 89,40. Kemudian pada indikator membangun keterampilan dasar rata-rata rata
nilai yang diperoleh siswa pada siklus I sebesar 62,90, 2,90, pada siklus II meningkat menjadi 72,00 dan kembali meningkat pada siklus III menjadi 74,67. Pada indikator menyimpulkan perolehan nilai terlihat mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu pada siklus I sebesar 51,00 dan meningkat menjadi 65,00 dan pada siklus III menjadi 78,30. Selanjutnya pada indikator memberikan penjelasan lanjut, pada siklus I rata-rata rata nilai yang diperoleh siswa yaitu sebesar 61,17 dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 68,30 da pada siklus III mengalami penurunan me menjadi 63,60. Namun jika dilihat dari rata rata-rata nilai siklus I ke siklus III mengalami sedikit peningkatan. Rata-rata rata nilai pada indikator mengatur strategi dan taktik mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I sebesar 52,50,, siklus II menjadi 67,10 dan meningkat eningkat kembali pada siklus III menjadi 80,40. Adapun secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dalam setiap siklus. Berikut adalah gambar rata-rata rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Padahurip pada siklus I, siklu siklus II dan siklus III. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
71,53
77,47
62,47 Siklus I Siklus II Siklus III
Rata-Rata Rata Nilai Evaluasi Kemampuan Berpikir Kritis
Gambar 1.2
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
11| A n t o l o g i U P I
Volume
Diagram Rata-Rata Nilai Evaluasi Kemampuan Berpikir Kritis Rata-rata nilai evaluasi yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap siklusnya. Hal tersebut terjadi karena siswa sudah mulai terbiasa mengerjakan soal kemampuan berpikir kritis. Pada setiap tindakan guru memberikan latihan yang berulang kepada siswa dengan memberikan soal evaluasi kemampuan berpikir kritis dalam setiap tindakan, serta dengan memberikan latihan berupa kegiatan diskusi untuk mengisi LKS yang berisi soal kemampuan berpikir kritis. Hal ini selaras dengan pendapat Thorndike (dalam Halimah, 2012, hlm. 12) bahwa belajar terjadi melalui latihan dari tindakan tertentu. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai penerapan strategi TTW pada pembelajaran IPA di kelas V SDN Padahurip, peneliti dapat memberikan kesimpulan terhadap penelitian yang dilakukan. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yakni sebagai berikut. 1. Penerapan strategi pembelajaran TTW dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Tahap pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran TTW terdiri dari tiga tahap sebagai berikut. Tahap thinkguru menyajikan gambar dan video dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa merumuskan permasalahan yang diamati dan dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Permasalahan yang disajikan bersifat open ended dan bertujuan melatih kemampuan siswa memfokuskan pertanyaan. Kemudian siswa secara individu menjawab sendiri pertanyaan yang telah dibuatnya menurut pengetahuan ia miliki.
Edisi No.
Juli 2016
Pada tahap talk, guru mengelompokkan siswa 3-5 orang untuk mendiskusikan pertanyaan yang telah dipilih dan mengisi LKS yang diberikan. Pembagian kelompok bersifat heterogen dan berubah pada setiap tindakan yang dilakukan. Adapun LKS yang diberikan berisi teks dan berkaitan dengan peristiwa alam yang mengandung argumentasi, asumsi dan bersifat artifisial atau sengaja dibuat untuk mengarahkan siswa agar mampu menentukkan kredibilitas sumber, memberikan kesimpulan, dan menganalisis asumsi dalam teks melalui diskusi kelompok. Selain terdiri dari teks, LKS berisi soal esai yang bersifat open ended yang melatih siswa menganalisis argumen yang terdapat dalam paragraf secara keseluruhan. Selain itu diskusi mampu melatih siswa dalam menentukan tindakan serta berinteraksi dengan orang lain pada pembelajaran tentang peristiwa alam. Pada tahap write, siswa menuliskan kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajarinya menurut bahasanya sendiri. Hal ini dilakukan guru agar siswa terbiasa mengekspresikan hasil pemikirannya ke dalam tulisan. 2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa Pembelajaran IPA dengan menerapkan strategi pembelajaran TTW pada konsep peristiwa alam dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun rata-rata nilai evaluasi kemampuan berpikir kritis pada siklus I yaitu 62,47 meningkat pada siklus II menjadi 71,53 dan meningkat kembali pada siklus III menjadi 77,47. Dari ratarata nilai awal dan akhir kemampuan berpikir kritis pada penelitian yang telah dilakukan terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dari kriteria rendah menjadi kriteria sedang. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran TTW adalah strategi yang tepat untuk diteapkan dalam proses
1
penulis penulis penanggungjawab 3 penulis penanggungjawab 2
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Eulis Titin Tijanah¹, Novi Yanthi², Lely Halimah3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Strategi PembelajaranThink, Talk, Write (TTW) Pada Pembelajaran IPA di SD| 12 pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. DAFTAR PUSTAKA Alghafri, A.S.R dan Ismail, H.N.B. (2014). The Effects of Integrating Creatice and Critical Thinking on Schooll Students’ Thinking. International Journal of Science and Humanity, 4 (6) hlm. 518-525. Ardiyanti, F. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Fenomena Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Kaunia, 9 (2), hlm. 27-33. Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Dewi, AP., Sulastri, M., & Agustiana, I.G.A. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas V di Gugus VIII Kecamatan Buleleng. Jurnal Penelitian. Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.
Huda, M. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jufri, W. (2013). Belajar dan Pembelajarn Sains. Bandung: Pustaka Reka Cipta. Kettler, T. (2014). Critical Thinking Skills Amng Elementary School Students:Comparing Identified Gifted and General Education Student Performance. Gifted Child Quarterly, 58(2), 127-136. Khatib, M. (2012). Critical Thinking Skills trough Literrary and NonLiterary Texts in English Classes. International of Linguistics, 4 (4), hlm. 563-580. Klimoviene, G. (2006). Develoving Critical ooperative Learning. Studies About Languages. 9, hlm. 77-85. Kuswana, W.S. (2012). Taksonomi Kognitif Perkembangan Ragam Berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :PT. Rineka Cipta.
Muammar. (2014). Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Membaca Kritis pada Mata Kuliah Bahasa Indonesia. El-Midad, 6(1) hlm. 1-20.
Dixon, F., Cassady, J., & Cross, T., (2005). Effects of Technology on Critical Thinking and Essay Writing and Gifted Adolescents. The Journal of Secondary Gifted Education, Summer, XVI (4), hlm. 180-189.
Pordel, M. (2011). An Investigation of Critical Reading in Reading Textbooks: A Qualitative Analysis. International Education Studies, 4 (3), hlm. 80-87.
Ennis, R.H & Weir, E. (1985). The Ennis-Weir Critical Thinking Essay Test. Pacific Gorup: Midwest Publication. PDF. Halimah, L. (2012). Sikap Profesional Guru dan Keterampilan Dasar Mengajar. Bandung: Rizki Press
Pritasari, A. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA 2 Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Yogyakarta Pada Pembelajaran Matematika Melalui Pemebelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI). (Skripsi). Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
13| A n t o l o g i U P I
Volume
Pengetahuan, Universitas Yogyakarta, Yogyakarta.
Edisi No.
Juli 2016
Negeri
Slamet, A. dkk .(2014). Critical Thinking Ability Analysis Beginning Teacher Candidates of Biology in the Animal Physiology Material At Biology Education Program FKIP Sriwijaya University. International Journal of Science and Research, 3 (7), hlm 1038-1042. Sudjana, N. (2014). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sutardi, D. dan Sudirjo, E. (2007). Pembaharuan Dalam PBM di SD. Bandung: UPI PRESS Wena, M. (2010).Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptuan Operasional. Jakarta:Bumi Aksara. Widana, M. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berorientasi Pemecahan Masalah Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kintamani. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (4), hlm. 1-14. Wijayanti, AI. (2015). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V dalam Pembelajaran IPA di 3 SD Gugus X Kecamatan Buleleng. Ejoural PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, 3(1), hlm. 112. Yamin, M. (2010). Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.
1
penulis penulis penanggungjawab 3 penulis penanggungjawab 2
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.