PENGARUH PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBASIS BLENDED LEARNING TERHADAP LITERASI SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 5 MALANG
Yusakhiril Lukman, Hadi Suwono, Endang Suarsini
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang, Jl.Semarang No.5, Malang, Indonesia. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning terhadap literasi sains dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada bulan desember 2013 diketahui bahwa kemampuan literasi sains siswa masih kurang sehingga mempengaruhi hasil belajar. Salah satu model pembelajaran biologi yang bisa digunakan adalah pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning. Pembelajaran ini terdiri dari pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu. Desain penelitian yang digunakan adalah non randomized control group pre test post test. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 5 Malang dengan kelas eksperimen kelas XI IPA 2 dan kelas kontrol kelas XI IPA 6. Kemampuan literasi sains diukur menggunakan rubrik literasi sedangkan hasil belajar diukur menggunakan pretest dan posttest. Data dianalisis menggunakan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan anakova pada SPSS 16.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning berpengaruh meningkatkan kemampuan literasi sains dan hasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 5 Malang Kata Kunci: inkuiri terbimbing, blended learning, literasi sains, hasil belajar Abstract: The purpose of this study, knowing the effects of guided inquiry learning based blended learning on scientific literacy and learning achievement. Based on the results of observations conducted by researchers on december 2013 it is found that there was a problem on the students' science literacy skills were lacking and can be affected to learning achievement. One of the method can be used is a guided inquiry with blended learning. The Learning such as face to face (offline) and online learning. This study was a quasi-experimental research. This research design was non-randomized control group pre-test post-test. The study was conducted at Senior High School 5 Malang with experimental class XI grade 2 and control class XI grade 6. Ability of scientific literacy was measured using the rubric of literacy while learning achievement measured pretest and posttest. The data were analyzed with the prerequisite test that tested for normality and homogenity test, followed by a hypothesis test with Anacova using SPSS 16.0 for Windows. The result revealed that guided inquiry based blended learning can incrase scientific literacy and learning achievement of students XI grade at senior high school 5 malang. Keywords: guided inquiry, blended learning, scientific literacy, learning achievement.
1
Pendidikan merupakan aspek yang sangat menentukan maju atau mundurnya suatu kehidupan (Bahriah, 2013). Pendidikan sains memiliki potensi yang besar dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Potensi ini dapat terwujud jika pendidikan sains mampu melahirkan siswa yang cakap dalam bidangnya dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, berpikir kreatif, kemampuan memecahkan masalah, bersifat kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. Dunia yang dipenuhi dengan produk-produk kerja ilmiah, literasi sains menjadi suatu keharusan bagi setiap orang. Setiap orang perlu menggunakan informasi ilmiah untuk melakukan pilihan yang dihadapinya setiap hari. Program for International Student Assesment (PISA) tahun 2000, literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pada implementasi kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran IPA dikembangkan dengan pendekatan scientific atau yang lebih dikenal dengan sebutan 5M (mengamati, mengukur, menanya, mencoba, mengkomunikasikan) dan keterampilan proses sains lainnya. Di dalam kurikulum 2013 siswa lebih mengedepankan dan mengembangkan pola pikir serta daya analisis sehingga siswa mampu berpikir untuk memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan tujuan literasi sains yaitu mampu menggunakan metode ilmiah atau mampu melek sains dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. PISA (Program for International Student Assesment) merupakan studi internasional tentang prestasi literasi membaca, literasi matematika, dan literasi sains siswa. PISA diselenggarakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada pertama kali pada tahun 2000, 2003, dan seterusnya. Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi sejak tahun 2000. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir peringkat Indonesia masih tergolong rendah. Kemampuan literasi sains siswa Indonesia tahun 2006 berada pada peringkat ke 50 dari 57 negara. Tahun 2009 literasi sains siswa Indonesia berada pada peringkat 60 dari 65 negara peserta. Tahun 2012 literasi sains siswa Indonesia berada pada tingkat 64 dari 65 negara peserta (OECD-PISA Database, 2012). Data hasil wawancara langsung yang dilakukan pada bulan Desember 2013 di SMA Negeri 5 Malang kelas XI, siswa masih belum sepenuhnya mencapai kemampuan literasi sains tingkat multidimensional. Literasi sains tingkat multidimensional adalah dimana siswa mengembangkan beberapa pemahaman dan penghargaan terhadap sains dan teknologi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (Bybee, 1997). Hasil wawancara lisan mengenai isu-isu sains dan teknologi terhadap lima siswa yang diambil secara acak terlihat bahwa empat dari 5 siswa memahami isu-isu sains, tetapi masih terbatas dalam hal penalaran secara ilmiah. Hal demikian berarti sebagian besar siswa masih belum mencapai tingkat konseptual literasi tetapi hanya mencapai tingkat fungsional literasi. Tingkat konseptual literasi diartikan sebagai siswa mengembangkan beberapa pemahaman dari konsep dan menghubungkan konsep tersebut dengan pemahaman sains siswa secara umum sedangkan tingkat fungsional literasi
2
diartikan sebagai siswa dapat menerangkan sebuah konsep dengan benar, tetapi pemahamannya masih terbatas. Hasil belajar sebagian besar siswa pada mata pelajaran biologi tergolong masih rendah. Hal ini terlihat dari data hasil nilai ulangan tengah semester (UTS) beberapa siswa kelas XI memperoleh nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 75. Sebagian besar siswa menganggap pelajaran Biologi adalah pelajaran yang menghafal. Sebenarnya, Biologi merupakan pelajaran IPA yang menyediakan pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains (BSNP, 2006). Jadi pada hakikatnya materi dalam matapelajaran Biologi itu tidak untuk dihafal melainkan dipahami. Menurut Erniati (2010) salah satu pendekatan yang bisa meningkatkan kemampuan literasi sains siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing. Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing membuat siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga pelajaran akan bermakna bagi siswa. Ciri utama inkuiri terbimbing siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan konsepkonsep materi secara mandiri, kritis, dan logis. Dalam diri siswa akan berkembang dengan sendirinya. Pembelajaran dengan inkuiri terbimbing akan mengubah pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains) dan pembelajaran kritis. Balitbang (2006) menyarankan agar pembelajaran sains dilakukan melalui inkuiri ilmiah, agar terbentuk kemampuan berfikir ilmiah, bekerja ilmiah dan mengkomunikasikan hasil sebagai bentuk kecakapan hidup. Zuriyani (2012) menyebutkan bahwa salah satu kelemahan pembelajaran inkuiri yaitu membutuhkan waktu yang banyak karena guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan misalnya waktu yang telah diatur oleh sekolah. Selain itu, pembelajaran inkuiri juga memerlukan sumber belajar yang cukup banyak. Dengan memanfaatkan fasilitas yang terdapat pada SMA Negeri 5 Malang, solusi untuk mengatasinya yaitu pembelajaran inkuiri ini dipadukan dengan pembelajaran online. Perpaduan antara pembelajaran ini sering dikenal dengan pembelajaran berbasis Blended learning. Blended learning adalah pembelajaran yang memadukan pembelajaran berbasis teknologi dan informasi dengan pembelajaran berbasis kelas. Blended learning memiliki beberapa keunggulan antara lain, pendekatan belajar yang beragam, lebih mudah dalam mengakses pengetahuan, terjadi interaksi sosial, bersifat pribadi, menghemat biaya, dan memudahkan dalam revisi. Siswa tidak hanya mengandalkan materi yang diberikan oleh guru, tetapi dapat mencari materi dalam berbagai cara, antara lain mencari ke perpustakaan, menanyakan kepada teman kelas atau teman saat online, membuka website, mencari materi belajar melalui search engine, portal, maupun blog, atau bisa juga dengan media lain berupa software pembelajaran dan juga tutorial pembelajaran. Melalui pembelajaran ini informasi atau pengetahuan yang diperoleh seolah-olah menjadi milik siswa sehingga tertanam kuat dalam memori jangka panjang . Pembelajaran menggunakan blended learning cenderung menggunakan bahan ajar yang diperoleh dari internet, salah satunya pada materi sistem pertahanan tubuh. Di dalam materi sistem imun terdapat materi yang berupa proses misalnya: proses inflamasi, pembentukan antibodi, pembentukan kekebalan oleh sel, dan lain lain. Materi yang berupa proses tentunya lebih efektif disampaikan kepada siswa melalui media gambar bergerak atau video. Sebuah video tidak mungkin akan diperoleh melalui buku. Oleh karena itu, dengan pembelajaran blended
3
learning siswa mampu memanfaatkan teknologi untuk mengakses video atau bahan ajar elektronik lain dengan mudah. Kemudahan ini membantu guru dalam penyampaian materi ke siswa sehingga tujuan pembelajaran terpenuhi. Sistem imun atau sistem pertahanan tubuh merupakan materi pada mata pelajaran biologi yang terdapat pada Kompetensi Dasar (KD) 3.14 kurikulum 2013. KD tersebut mengaplikasikan pemahaman tentang prinsip-prinsip sistem imun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dengan kekebalan yang dimilikinya melalui program immunisasi sehingga dapat terjaga proses fisiologi di dalam tubuh. Materi ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari makhluk hidup, salah satunya adalah penyakit-penyakit yang menyerang makhluk hidup. Hal ini sejalan dengan pengertian literasi sains sendiri yaitu mampu menerapkan konsepkonsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan penelitian ini. METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain yang digunakan adalah non randomized control group pre test post test. Populasi dan sampel penlitian adalah kelas XI IPA di SMA Negeri 5 Malang, kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol. Penentuan kelas diambil dengan cara uji kesetaraan terlebih dahulu. Desain penelitian dilakukan dengan pemberian pretest dilakukan di awal pembelajaran sebelum diberi perlakuan sedangkan pemberian posttest dilakukan di akhir pemberian perlakuan. Data yang diperoleh dalam penelitian antara lain data kemampuan literasi sains dan data hasil belajar kognitif siswa. Data hasil penelitian kemudian di uji prasyarat dengan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilanjutkan dengan uji hipotesis. HASIL PENELITIAN Hasil kemampuan literasi sains siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol didapatkan dari pemberian pretest dan posttest. Data kemampuan literasi sains dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Data Kemampuan Literasi Sains No 1 2
Rata-rata
Kelas
Pretest 27.50 28.44
Eksperimen Kontrol
Posttest 87.39 74.53
Berdasarkan Tabel 1 di atas rata-rata skor kemampuan literasi sains menunjukkan adanya peningkatan skor kemampuan literasi sains pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan skor kemampuan literasi sains pada kelas eksperimen sebesar 59,89 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 46,09. Hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol didapatkan dari pemberian pretest dan posttest. Data hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
4
Tabel 2. Datahasil Belajar Kognitif No 1 2
Rata-rata
Kelas
Pretest 53,78 53,41
Eksperimen Kontrol
Posttest 88,42 77,29
Berdasarkan Tabel 2 di atas rata-rata skor hasil belajar kognitif siswa menunjukkan adanya peningkatan skor kemampuan literasi sains pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan skor kemampuan literasi sains pada kelas eksperimen sebesar 34,64 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 23,88. Hasil uji hipotesis kemampuan literasi sains kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0,024. Nilai Sig. 0,024 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Maka dapat diketahui bahwa ada pengaruh pemberian perlakuan pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning terhadap literasi sains siswa. Peningkatan literasi sains juga ditunjang dengan data kualitatif yaitu peningkatan berdasarkan rubrik literasi sains Bybee (1997). Pada kelas eksperimen terjadi peningkatan sebanyak 86.11% siswa telah mencapai tingkat multidimensional yang sebelumnya hanya 11.11% siswa. Sedangkan pada kelas kontrol hanya terjadi peningkatan 32.35% siswa telah mencapai tingkat multidimensional yang sebelumnya hanya 11.76% siswa. Jadi, peningkatan literasi sains kelas eksperimen pada tingkat literasi multidimensional lebih besar daripada kelas kontrol. Hasil uji hipotesis hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0,001. Nilai Sig. 0,001 < 0,05 sehingga H 0 ditolak dan H1 diterima. Maka dapat diketahui bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian perlakuan pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning terhadap hasil belajar kognitif. Pembe-lajaran ini dapat meningkatkan nilai kognitif yang lebih tinggi pada kelas eksperimen. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji Anakova menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning menunjukkan bahwa ada pengaruh peningkatan terhadap kemampuan literasi sains siswa. Literasi sains merupakan hubungan konsep-konsep sains yang diperoleh di sekolah kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Peningkatan kemampuan literasi sains kelas eksperimen lebih tinggi dari peningkatan literasi sains pada kelas kontrol. Hasil posttest kelas eksperimen menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan membuat hubungan-hubungan antara sains, teknologi, dan lingkungan. Selain itu penulisan jawaban uraian siswa menunjukkan pemahaman pada analisis, sintesis, tingkat evaluasi yang mencerminkan transformasi jawaban di luar yang disediakan pada buku. Pembelajaran ini mampu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa dikarenakan pada saat pembelajaran tatap muka guru menggunakan inkuiri terbimbing pada setiap kali pertemuan. Pelaksanaan inkuiri terbimbing guru membantu siswa untuk bertindak sebagai ilmuwan (scientist). Tujuan dari penggunaan inkuiri terbimbing ini adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual literasi sains siswa. Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan
5
meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya (Depdikbud, 1997). Hasil pretest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa siswa masih berada pada tingkat literasi nominal dan non literasi. Tingkat nominal memiliki artinya siswa memiliki pemahaman tentang sistem kekebalan tubuh akan tetapi pemahaman siswa masih tergolong miskonsepsi (Bybee, 1997). Hal ini terlihat pada soal uraian nomor 3 (Lampiran 10) yang menanyakan tentang hubungan reaksi demam (inflamasi) dengan obat penurun panas. Bermacam jawaban siswa muncul, sebagian besar siswa menjawab bahwa obat penurun demam tidak mengganggu sistem pertahanan tubuh. Pada materi inflamasi, demam merupakan kondisi dimana suhu tubuh melebihi normal. Demam merupakan suatu tanggapan tubuh terhadap peradangan (inflamasi). Sel leukosit tertentu dapat memproduksi suatu molekul yang disebut pirogen. Pirogen ini yang dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat. Suhu tubuh yang tinggi dapat membantu pertahanan tubuh dengan cara menghambat pertumbuhan beberapa mikroba. Selain itu, demam dapat memudahkan fagositosis dan mempercepat perbaikan jaringan. Jika pemberian obat penurun demam maka akan mempengaruhi sistem pertahanan tubuh yang memberikan efek negatif. Hal ini menandakan bahwa terdapat miskonsepsi pada diri siswa sehingga masuk pada tingkat literasi nominal. Hasil analisis posttest yang telah dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan literasi sains. Setelah diberi perlakuan pembelajaran inkuiri berbasis blended learning sebagian besar siswa berada pada tingkat literasi multidimensional dan konseptual. Tingkat literasi multidimensional merupakan tingkat literasi sains tertinggi dimana siswa mampu memberikan jawaban atas pertanyaan ilmiah dengan kemampuan analisis, sintesis, atau tingkat evaluasi sehingga jawaban siswa menunjukkan transformasi diluar yang disediakan buku teks, sedangkan tingkat konseptual merupakan tingkatan literasi dimana siswa mamu menghubungkan konsep sains dengan fenomena kehidupan sehari-hari (Bybee, 1997). Menurut Oktarisa (2012) pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran yang melatihkan kemampuan literasi sains karena pada pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki prinsip-prinsip: (1) pembelajaran lebih konseptual sehingga siswa mampu menghubungkan konsep yang telah diperoleh di sekolah dengan aplikasi keseharian (2) pembelajaran lebih interaktif (3) pemahaman konsep yang lebih mendalam sehingga siswa benarbenar mengerti mulai dari konsep hingga aplikasi konsep tersebut dalam kehidupan keseharian siswa. Bentuk tertinggi dari suatu pemikiran siswa adalah penalaran (Kusairi, 2013). Literasi sains merupakan pengambilan keputusan-keputusan yang bertumpu pada penalaran sesorang berdasarkan ilmu atau konsep yang dimiliki. Secara sederhana penalaran dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan kesimpulan berdasarkan ilmu yang diperoleh ketika di sekolah. Indrawati (2007) menyatakan bahwa kemampuan bernalar dalam memahami konsep yang dimaksud adalah
6
membandingkan antar konsep (mengidentifikasi konsep, mengklasiikasikan, memberi contoh), mengaplikasikan konsep, dan menyimpulkan suatu konsep. Peningkatan kemampuan literasi sains siswa juga ditunjang dengan adanya pembelajaran blended learning. Pembelajaran blended learning dilakukan diluar jam pelajaran dengan memanfaatkan teknologi internet dan aplikasi jejaring sosial facebook atau jejarong sosial lainnya. Penggunaan teknologi internet dimanfaatkan oleh guru dan siswa untuk saling berkomunikasi terkait dengan materi yang disampaikan pada pembelajaran tatap muka di kelas. Selain itu, dengan adanya pembelajaran blended learning antara guru dan siswa sama-sama memperloeh keuntungan. Beberapa keuntungan pemanfaatan blended learning dalam pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Siswa leluasa untuk mempelajari materi pelajaran secara mandiri memanfaatkan materi-materi yang tersedia secara online (2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan guru atau siswa lain (3) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa di luar jam tatap muka dapat diadministrasikan dan dikontrol dengan baik oleh guru (4) Guru dapat menambahkan materi melalui fasilitas internet (5) Guru dapat meminta siswa membaca materi atau mengerjakan tes yang dilakukan sebelum pembelajaran. (6) Siswa dapat saling berbagi file dengan siswa lain (7) Siswa yang enggan berdiskusi di kelas aktif berdiskusi secara online. Kelas kontrol juga mengalami peningkatan kemampuan literasi sains berdasarkan hasil posttest. Akan tetapi peningkatan kemampuan literasi kelas kontrol masih di bawah kelas eksperimen. Hal ini disebabkan pada setiap pertemuan guru tidak menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing sehingga kemampuan literasi sains masih kurang maksimal. Selain tidak menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing, kelas kontrol juga tidak mendapatkan pembelajaran blended learning sehingga siswa tidak bisa berkonsultasi dengan guru mengenai keterkaitan antara konsep dengan aplikasi konsep pada kehidupan sehari-hari dan hanya mengandalkan buku teks yang dimiliki. Hasil uji Anakova pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning terhadap hasil belajar kognitif menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Maikristina (2012) yang menunjukkan bahwa inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan hasil pretest, sebagian besar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol kesulitan dalam menjawab pilihan ganda dan soal uraian yang berupa pertanyaan literasi sains. Hal ini dikarenakan siswa masih belum menguasai konsep serta belum mendapatkan perlakuan pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning. Hasil posttest kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini dikarenakan bahwa pada kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran inkuiri terbimbing sedangkan kelas kontrol tidak diberi perlakuan pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada setiap pertemuan tatap muka di kelas eksperimen, guru selalu menggunakan pembelajaran inkuiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing ini terbukti mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang topik yang dipelajari dan mengekplorasi jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Guru menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing sedikit berbicara, tetapi sering mengajukan pertanyaan. Dengan pengajuan pertanyaan, guru dapat membantu siswa menggunakan pikirannya. Menurut
7
Redhana (2007) pertanyaan yang sesuai akan dapat membimbing dan memberi isyarat kepada siswa agar mereka dapat menemukan jawaban sendiri. Peningkatan hasil belajar kognitif ini selain menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing, juga ditunjang dengan pembelajaran blended learning. Pembelajaran blended learning dilakukan diluar jam pelajaran dengan memanfaatkan teknologi internet dan aplikasi jejaring sosial facebook atau jejarong sosial lainnya. Penggunaan teknologi internet dimanfaatkan oleh guru dan siswa untuk saling berkomunikasi terkait dengan materi yang disampaikan pada pembelajaran tatap muka di kelas. Pembelajaran blended learning antara guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terjadwal melalui internet, sehingga keduanya dapat menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Selain itu, siswa dapat belajar atau mereview bahan ajar setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan megingat bahan ajar tersimpan dikomputer. Dengan demikian, secara tidak langsung akan merubah peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munawar (2011) tentang model blended learning yang menggabungkan pembelajaran tatap muka di kelas dengan pembelajaran berbasis web terbukti dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas X SMA dalam mata pelajaran Fisika, dan Suhendi (2009), bahwa e-learning dapat meningkatkan pemahaman siswa dan penguasaan konsep serta memperbaiki sikap belajar mahasiswa pada materi pencemaran lingkungan. Bantala (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan e-learning terbukti dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta diklat teknik jaringan komputer dasar. Blended learning dapat membuat kemandirian peserta didik dan lebih efisien waktu. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Kusairi (2013) menyatakan bahwa pembelajaran blended learning mampu meningkatkan penguasaan konsep dan penalaran peserta didik. Bawaneh (2011) menyatakan bahwa blended learning dapat meningkatkan performansi peserta didik. Blended learning yang mengkombinasikan metode tatap muka dan online learning dapat melibatkan peserta didik secara aktif dan memungkinkan peserta didik mendapat umpan balik. Senada dengan hal ini Graham (2005) menyatakan blended learning dapat meningkatkan pedagogi, akses dan fleksibilitas, serta efektivitas biaya. Mujiyanto (2012) menyatakan bahwa blended learning memiliki kelebihan yaitu siswa memiliki banyak waktu belajar dibawah bimbingan oleh guru tetapi juga harus dibatasi agar tidak keluar dari materi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis blended learning berpengaruh terhadap literasi sains dan hasil belajar siswa. Pembelajaran ini dapat meningkatkan literasi sains dan hasil belajar siswa yang lebih tinggi pada kelas yang diberi perlakuan daripada kelas kontrol. Saran Guru harus mempertimbangkan alokasi waktu yang tepat karena pembelajaran inkuiri terbimbing memakan waktu yang cukup banyak. Jika tidak, maka dapat menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari. Guru dapat menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis
8
blended learning pada materi sistem imun pada sekolah yang memiliki kriteria seperti SMA Negeri 5 Malang sebagai sarana pembelajaran yang baik untuk meningkatkan literasi sains dan hasil belajar siswa. Pada saat pembelajaran online, guru diharapkan bisa mengontrol siswa agar diskusi bisa berjalan dengan lancar dan tidak menyimpang dari materi. Siswa bisa memanfaatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan blended learning untuk membantu pemahaman konsep pada materi sistem imun. DAFTAR RUJUKAN Bahriah, E.S. 2013. Literasi Sains. (Online), (http://evisapinatulbahriah. wordpress.com/2012/06/05/literasi-sains/), diakses 3 Januari 2014 Balitbang. 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta: Kemen Han Bantala, A.P. 2010. Penerapan E-Learning (Learning Management System) untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Peserta Diklat Teknik Jaringan Komputer Dasar di PPPPTK Bmti Bandung. Tesis Jurusan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan UPI. Bandung: PPs UPI. Bawaneh, S.S. 2011. The Effects Of Blended Learning Approach On Students’ Performance: Evidence From A Computerized Accounting Course. Interdisciplinary Journal of Research in Business Vol. 1, Issue. 4, April 2011.p 43–50. BSNP. 2006. Standar Isi. Jakarta: Pusat Kurikulum. Bybee. 1997. The Concept of Literacy: A View of the Current Debate as on Outgrowth of the Past Two Centuries. Electronic Journal of Literacy Through Science. Volume 1 Issue 1 Depdikbud. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Erniati, L. 2010. Membangun VOIP Secara Sederhana. Jurnal Kependidikan, 20 (2): 187-201 Faizal, A. 2011. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam Pembelajaran Biologi Melalui Blended Learning Pada Siswa Kelas XI IPA 3 Putra SMA RSBI Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/ 2012. (Online), (biologi.fkip.uns.ac.id/wpcontent/uploads/2011/05/11.001-UPAYA-PENINGKATAN-KEAKTIFANSISWA-MELALUI-IMPLEMENTASI-BLENDED-LEARNING-PADAPEMBELAJARAN-BIOLOGI.pdf), diakses tanggal 30 November 2013. Graham, C.R., Allen, S., Ure, D. (2005). Beneits and challenges of blended learning environments. In M. Khosrow-Pour (Ed.), Encyclopedia of information science and technology I-V. Hershey, PA: Idea Group Inc. Indrawati, S. 2007. Peningkatan kemampuan bernalar siswa didik melalui pembelajaran konstruktivistik. Jurnal pengembangan Manusia. Edisi 5. Kusairi, S. 2012. Implementasi Blended Learning. Malang: Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA UM. Maikristina, N., Dasna I.W., Oktavia. 2012. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Xi Ipa SMAN 3 Malang pada Materi Hidrolisis Garam, (Online), (http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel68099EE989A697168C97626B63B8B4E4.pdf), diakses tanggal 12 Mei 2014.
9
Mujiyanto. 2012. Pengaruh Model Blended Learning terhadap Pemahaman Konsep Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Balikpapan. Thesis tidak diterbitkan, Malang: PPs UM. Munawar, D.H. 2011. Efektivitas Model Blended Learning Dengan Moodle Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika..Tesis Jurusan Pengembangan Kurikulum UPI Bandung. Bandung: PPs UPI. Permendikbud. 2013. Salinan Lampiran Permendikbud No.69 tahun 2013 tentang Kurikulum SMA-MA, (Online), (http://www.ikapidkijakarta.com/ikapiblog/ wp-content/uploads/2013/08/ 07.-B.-Salinan-Lampiran-Permendikbud-No.69-th-2013-ttg-Kurikulum-SMA-MA.pdf) diakses 27 Januari 2014. OECD-PISA. 2000. The PISA 2000 Assesment of Reading, Mathematical and Scientific Literacy, (Online), (http://www.pisa.oecd.org/dataoecd/44/63/ 33692793.pdf), diakses 22 Desember 2013. OECD (2007). Programme for International Student Assessment. PISA 2006 Science competencies for tomorrow’s world. Paris: OECD. Oktarisa, Yuvita. 2012. Makalah Literasi Sains. (Online), (http://ml/scribd.com /doc/139412026/91824507-Literasi-Sains&sa=U&ei =w9BLU5CHMO mS8AGjg4CwCQ&ved=0CB4QFjAF&usg=AFQjCNF4G0eDKgm_gA5qmjMP59 NP9pGh3Q), diakses 22 Januari 2014
Redhana, N. 2007. Meningkatkan Profesionalisme Guru Melalui Pembelajaran Inovatif. (Online), (http://s3.amazonaws.com/ppt-download/ makalahkeynote1redhana-130910062557-phpapp02.pdf?response-contentdisposition=attachment&Signature=UJcKATyu%2Fd2E9ktLqOeisTlNb6U%3D& Expires=1390405325&AWSAccessKeyId=AKIAIW74DRRRQSO4NIKA),
diakses 22 Januari 2014. Suhendi. 2009. Implementasi E-Learning Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Memperbaiki Sikap Belajar Mahasiswa Pada Materi Pencemaran Lingkungan. Tesis Jurusan Pendidikan IPA UPI Bandung. Bandung: PPs UPI. Zuriyani, E. 2012. Literasi Sains dan Pendidikan. (Online), (http://sumsel. kemenag.go.id), diakses 7 Januari 2014. Zuriyani, E. 2012. Strategi Pembelajaran Inkuiri Pada Mata Pelajaran IPA. (Online), (http://sumsel.kemenag.go.id), diakses 8 Januari 2014.
10