Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Penerapan Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Kegiatan Laboratorium *) Amali Putra Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang email :
[email protected] Abstrak. Dalam pelajaran fisika di SMA, agar kompetensi ilmiah siswa meningkat, dapat dilakukan melalui pendekatan ilmiah dalam bentuk kegiatan laboratorium. Hasil penelitian pendahuluan pada SMA Negeri di kota Padang menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan labortorium masih dihadapkan pada berbagai faktor kendala seperti : set alat yang tidak lengkap, alat dan bahan yang tidak tersedia, petunjuk kegiatan yang tidak memadai, alat-alat laboratorium yang rusak, dan sebagainya, sehingga keterlaksanaan kegiatan laboratorium hanya berkisar antara 22 – 50 % dari tuntutan kurikulum. Dari berbagai teori, dan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dengan menggunakan peralatan dan bahan sederhana yang ada di sekitar kita yang dirancang oleh guru untuk menanamkan konsep justru dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran, menjelaskan konsep, memecahkan masalah, berfikir kritis, bertanya, serta hasil belajarnya. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, diperlukan bahan ajar berbasis kegiatan laboratorium yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ilmiah siswa. Kegiatan Laboratorium disusun berdasarkan tuntutan kurikulum, dan disesuaikan dengan alat dan bahan yang umumnya ada di sekolah, serta peralatan sederhana yang dapat dirancang guru. Dengan menggunakan bahan ajar yang disusun, dilakukan penelitian quasi eksperimen dengan menggunakan 1 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol terhadap siswa kelas X semester 1 pada salah SMA Negeri 6 Padang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pencapaian kompetensi siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, Berdasrakan hasil yang diperoleh penerapan pembelajaran fisika lebih efektif dalam mencapai kompetensi ilmiah siswa untuk aspek psikomotor dibandingkan aspek afektif dan kognitif. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pencapaian kompetensi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada taraf kepercayaan 95 % . Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan laboratorium dalam pelajaran fisika dapat memberikan pencapaian kompetensi ilmiah siswa yang lebih baik, mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor dibandingkan hanya dengan pembelajaran konvensional/ekspositori. Kata kunci: fisika, pembelajaran fisika, kegiatan laboratorium, kompetensi lmiah
PENDAHULUAN Fisika adalah bagian dari Sains yang lahir dan berkembang berdasarkan pengamatan ten-tang fakta-fakta di alam dan menghasilkan konsep, prinsip, teori dan hukum hukum fisika. Oleh sebab itu, bentuk pembelajaran fisika yang utama adalah melalui observasi dan eksperimen, dengan menerapkan metodeilmiah (scientific method), merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis
ilmiah (http://id.wikipedia.org/wiki/Metode ilmiah) [1]. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah tersebut dikenal dengan pendekatan ilmiah, yang paling tidak terdiri dari langkah-langkah : merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, melakukan penyelidikan, sampai menarik kesimpulan. Dasar dari pembelajaran fisika adalah pengamatan (observasi), dan sarana yang paling utama siswa belajar fisika adalah laboratorium fisika sekolah dan lingkungan Semirata 2013 FMIPA Unila |227
Amali Putra: Penerapan Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Kegiatan Laboratorium *)
alam sekitarnya yang dapat diamati atau dibawa ke ruang kelas sebagai objek telaah dalam belajar fisika berupa kebendaan: zat, massa, energi dan perubahannya, serta objek fenomena alam lainnya. Carole Escobar et . al (1992) mengemukakan bahwa kegiatan laboratorium fisika di SMA dapat memberikan pengalaman nyata melalui fenomena, sebagai tempat awal siswa untuk pengembangan ide-idenya secara sistematis, dan ajang pengujian kemampuan dasar untuk prediksi penalaran siswa.[2]. Hasil penelitian pendahuluan pada SMA Negeri di kota Padang oleh Amali Putra dkk. (2012) menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan labortorium masih dihadapkan pada berbagai faktor kendala seperti : set alat yang tidak lengkap, alat dan bahan yang tidak tersedia, petunjuk kegiatan yang tidak memadai, alat-alat laboratorium yang rusak, dan sebagainya, sehingga keterlaksanaan kegiatan laboratorium hanya berkisar antara 22 – 50 % dari tuntutan kurikulum [3] Dari hasil penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan Amali Putra, dkk pada kelas X SMA3 Padang, (2006) menunjukkan bahwa dengan menggunakan peralatan dan bahan sederhana yang ada di sekitar kita yang dirancang oleh guru untuk menanamkan konsep justru dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran, menjelaskan konsep, memecahkan masalah, berfikir kritis, bertanya, serta peningkatan hasil belajarnya.[4] Kegiatan laboratorium harus dirancang guna melibatkan pikiran siswa, sehingga siswa memperoleh keterampilan dan rasa percaya diri nya melalui kegiatan-kegiatan: pengukuran besaran fisika, memanipulasi bahan-bahan dan peralatan, mendeskripsikan, hasil pengamatan dan pengukuran, penyajian informasi secara verbal, analisis matematis,inferensi dan penalaran dari pengamatan, serta menarik kesimpulan dan hasil prediksi secara
228| Semirata 2013 FMIPA Unila
rasional. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, dipastikan akan terbangun kompentensi ilmiah siswa dalam pelajaran fisika.[5] Dalam pelaksanaan kegiatan laboratorum, pembelajaran bermakna akan diperoleh siswa apabila semua siswa memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan keterampilan manual dan ketrampilan intelektual yang berhubungan dengan pelajaran fisika. Untuk itu dibutuhkan peralatan dan ruang laboratorium yang memadai agar siswa dapat bekerja secara kelompok dua atau tiga orang. Jumlah siswa tiap kelompok dan ruang laboratorium , sebaiknya harus cukup kecil sehingga memudahkan bagi guru untuk mengawasi kegiatan siswa secara adil dalam waktu yang cukup, baik bagi siswa yang pandai atau siswa yang agak lambat dalam berfikirnya. Apabila diperlukan, untuk mengatasi kekurangan peralatan yang tersedia, kegiatan laboratorium dapat diatasi dengan peralatan dan fenomena yang berhubungan dengan dunia siswa, seperti mainan, peralatan olahraga, alat-alat dan barang-barang rumah tangga yang mudah didapat.[6] Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, penggunaan komputer sebagai media /multimedia dan instrumen modern lainnya, harus merupakan bagian dari peralatan laboratorium, meskipun pembelajaran fisika dapat berlangsung dengan menggunakan peralatan sederhana. Komputer dan alat ukur yang menggunakan teknologi modern dapat menjadi alat yang kuat untuk siswa dalam belajar fisika dan mengem-bangkan keterampilan pengukuran, analisis, serta pengolahan informasi. Simulasi dengan meng-gunakan perangkat komputer seharusnya tidak menggantikan pengalaman laboratorium, tetapi dapat digunakan untuk melengkapi dan memperluas pengalaman siswa, terutama untuk menjelaskan konsep-konsep fisika yang abstrak seperti fisika modern dan fisika mikroskopis. Disamping
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
pemanfaatan lingkungan instrumental dan enviromnmental seperti diuraikan di atas, guru sebagai komponen utama dalam pembelajaran siswa juga harus memiliki kemam-puan analogi dan abstraksi, sehingga konsep-konsep fisika yang abstrak, rumit, dan sulit, bisa dirasakan lebih kongkrit, sederhana dan mudah bagi siswa. Dengan demikian kompetensi siswa menjadi lebih baik. Evaluasi terhadap siswa dalam pelajaran fisika harus mencakup penilaian keterampilan serta pengetahuan yang dikembangkan dalam kegiatan laboratorium. Instrumen yang berkaitan langsung dengan aktivitas di laboratorium haruslah berfungsi untuk menilai kompetensi siswa yang menyangkut aspek kognitif dan aspek proses, dalam bentuk perubahan sikap dan perubahan psikomotor siswa. [7] Peran laboratorium sebagai basis dalam pelajaran fisika seperti disajikan pada Gambar 1.
Melalui aktivitas di laboratorium, diharapkan dapat membangun pemahaman siswa tentang gagasan-gagasan fisika. Pengetahuan ini tidak hanya dapat ditularkan oleh guru, tetapi juga harus dikembangkan oleh siswa dalam interaksi dengan alam dan guru sebagai pendidik. Kegiatan laboratorium haruslah dipandang sebagai bagian yang terintegrasi dari sekuensi belajar siswa. Pemisahan kegiatan laboratorium dari kegiatan pembelajaran di kelas merupakan hal yang tidak diinginkan dalam pelajaran fisika SMA. [8] Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan apakah pembelajaran fisika SMA berbasis kegiatan laboratorium lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional (ekspositori) dalam mencapai kompetensi ilmiah siswa yang lebih baik ? Kompetensi ilmiah yang diteliti mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif mencakup: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek afektif, terutama sikap ilmiah, seperti : kedisiplinan, kejujuran, ketelitian, ketekunan, kerjasama dan tanggung jawab. Sedangkan aspek psikomotor seperti : menggunakan alat, mengikuti prosedur, mengamati, mengukur, menganalisis data, menyimpulkan dan , mengkomunikasikan. Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pertimbangan bagi para pendidik terutama guru fisika dalam merancang pola kegiatan laboratorium yang lebih baik dalam mengembangkan kompetensi siswa. METODE PENELITIAN
Gambar 1.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA 6 Padang pada bulan Juli s.d Nopember 2012 pada dua kelas sampel melalui teknik cluster sampling. Dari 7 kelas X yang ada, terpilih siswa kelas X-3 dan X-5 sebagai sampel yang telah memenuhi persyaratan variansi yang homogen
Semirata 2013 FMIPA Unila |229
Amali Putra: Penerapan Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Kegiatan Laboratorium *)
berdasarkan hasil uji homogenitas varians dan uji kesamaan rata-rata terhadap tes awal yang diberikan. Hubungan antar variabel penelitian diungkapkan oleh diagram pada Gambar 2. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan disain penelitian “Postest Only Control Group Design” seperti dinyatakan pada Gambar 3.
Gambar 2
E
:
K :
-
X
-
-
O-2 O-2
Gambar 3
Keterangan: E : Kelas eksperimen K : Kelas control X : Pelaksanaan Kegiatan Lab O-2 : Pelaksanaan Postest
230| Semirata 2013 FMIPA Unila
Pelaksanaan penelitian ini dibagi atas dua tahap, yaitu ; Tahap Pra Eksperimen dan Tahap Eksperimen. Pada tahap pra eksperimen dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu : Sebelum pelaksanaan penelitian kegiatan yang dilakukan adalah : 1) menjabarkan SK, KD, indikator dan tujuan pembelajaran ; 2) menguraikan materi terkait sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran ; 3) menyusun bahan ajar berbasis kegiatan laboratorium ; 4) menyusun pola langkah-langkah pembelajaran dengan kegiatan laboratorium ; 5) mempersiapkan alat dan bahan bahan yang diperlukan untuk kegiatan laboratorium ; 6) menyusun instrumen untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa ; 7) uji coba instrumen untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas ; 8) menyiapkan 1 orang observer untuk membantu penilaian proses pembelajaran. Materi yang terlibat dalam penelitian ini berkenaan dengan konsep-konsep : Bersaran dan Pengukuran, Penjumlahan Vektor, dan Kinematika Gerak lurus. Instrumen yang dikembangkan untuk penilaian pencapaian kompetensi siswa adalah : a) untuk aspek kognitif, tes pilihan ganda beralasan (plus pembahasan ) dengan bobot nilai 0, 1, dan 2; untuk aspek afektif dan psikomotor dengan variasi bobot penilaian 1, 2, 3, 4, dan 5. Bahan ajar berbasis kegiatan laboratorium yang disusun mengikuti format seperti disajikan pada Tabel 1. Pada tahap eksperimental, skenario pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium dimulai dengan kegiatan siswa untuk menjawab/ permasalahan permasalahan yang diberikan guru dalam bentuk pertanyaan, dilanjutkan dengan diskusi kelompok, diskusi kelas kegiatan pengamatan, dan penjelasan guru seperti disajikan pada Tabel 2
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Tabel 1
HASIL DAN PEMBAHASAN DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Tabel 3
No Kls
Interval
Parameter
Min Max
Kem. Dasar Fisika
1
Eksperim Kognitif Kom. Afektif en Ilmiah
Std. Variance Deviation
28 90 59 48 58 17,57 308,71 22 72 47 38 46 14,157 200,415 10 33 21 20 20 6,146 37,773
Psikomotor
11 33 21 17 19 6,016 36,193
Kem. Dasar Fisika
28 83 52 60 50 16,168 261,415
Kognitif
22 66 42 48 40 12,936 167,339
2 kontrol Kom. Afektif Ilmiah
Psikomotor
Tabel 2
Mean Modus Median
7 25 14 10 13 4,579 20,967 6 20 11 10 10 3,615 13,072
Data yang diperoleh dari hasil peneliri didiskripsikan menggunakan statistik deskriptif Interval, mean, modus, median, standar deviasi, dan variansi disajikan pada Tabel 3 : Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interval nilai dan nilai rata-rata (mean) Kemampuan Dasar Fisika siswa pada kelas eksperimen pada rentang 28 – 90 dengan mean 59 dibandingkan dengan kelas kontrol sebelum pelaksanaan penelitian berada pada rentang 28 – 83 dan mean 52, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Hasil uji Normalitas dan homogenitas kedua data ini telah memenuhi persyaratan normalitas dan homogenitas. Uji hipotesis dilakukan dengan uji t menggunakan teknik statistik SPSS 18, pada taraf kepercayaan 95%. Jika dibandingkan data pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada Tabel 3 untuk ke tiga aspek kompetensi ilmiah siswa, menunjukkan bahwa skor rata-rata aspek kognitif siswa kelompok eksperimen sebesar 47 lebih tinggi dari Semirata 2013 FMIPA Unila |231
Amali Putra: Penerapan Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Kegiatan Laboratorium *)
kelas kontrol yaitu 42. Begitu juga untuk aspek afektif pada kelompok eksperimen sebesar 21 lebih tinggi dari pada kelompok kontrol yaitu 14, dan untuk aspek psikomotor pada kelas eksperimen sebesar 21 dan kelompok kontrol sebesar 11. Perbedaan kompetensi ilmiah untuk aspek kognitif, afektif dan psikomotor antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol masing masingnya adalah sebesar 5, 7 dan 10 poin. Artinya pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium lebih efektif dalam meningkatkan kompetensi ilmiah siswa untuk aspek psikomotor dibandingkan aspek afektif dan aspek kognitif. Hasil uji t hitung dibandingkan dengan t tabel untuk ke tiga aspek kompetensi ilmiah (kognitif, afektif dan psikomotor ) menunjukkan bahwa nilai t hitung > dari t tabel. pada taraf signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho di tolak dan Hi di terima yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara skor kompetensi ilmiah pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol . Data hasil uji t disajikan pada Tebel 4. Tabel 4
Aspek Kompetensi Ilmiah yang diuji
Paired Dif erences 95% Confidence Interval t Std. Std. Error of the Dif erence Mean Deviation Mean Lower Upper
Pair 1 : Aspek Kognitif 5,688 19,904 3,519 Pair 2 : Aspek Afektif 7,438 Pair 3 : Aspek 9,875 Psikolotor
-1,489 12,864 1,616
10,29
df
Sig. (2tailed)
31
0,116
7,911
1,398
4,585
5,319
31
0
7,29
1,289
7,247 12,503 7,663
31
0
232| Semirata 2013 FMIPA Unila
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Sejak lahir siswa telah dibekali dengan kemampuan dasar yang masih dalam wujud potensi yang akan tumbuh dan berkembang bergantung pada pengalaman yang diperolehnya. Kemampuan dasar tersebut terdiri dari kemampuan berpikir, berbuat, dan bersikap. Pengalaman belajar siswa di sekolah, akan menentukan keluasan pengembangan dan tahap peningkatan kemampuan dasar siswa. Seharusnya pembela-jaran sains di sekolah dilakukan dengan berbagai macam pengalaman belajar, seperti inkuiri di laboratorium dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, sehingga pengetahuan sains yang diperoleh siswa dalam bentuk konsep, prinsip, teori dan hukum-hukum tentang sains diperoleh berdasarkan pengalaman belajar yang nyata dan kontekstual.[9] Fisika sebagai bagian dari sains merupakan ilmu yang lahir dan berkembang berdasarkan rasa keingintahuan tentang berbagai fenomena dan benda-benda di alam. Untuk memperoleh pengetahuan fisika adalah adalah melalui langkahlangkah metode ilmiah, yang seharusnya menjadi landasan dalam memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Pengalaman belajar melalui langkahlangkah metode ilmiah akan membentuk kompetensi ilmiah siswa. Dalam belajar fisika,, berpikir merupakan pusat kegiatan manusia yang mendominasi kegiatan ilmiah yang dilakukannya. Oleh karena itu, salah satu komponen kemampuan dasar siswa adalah kemampuan berpikir. [10] Melalui pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium, kompetensi dasar siswa melalui kegiatan berfikir bersikap dan berbuat secara terencana. Ketika siswa berusaha menja-wab permasalahan guru baik secara mandiri maupun berkelompok, kemampuan berfikrnya berkembang, dan ketika melakukan pengamatan gejala
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
dalam kegiatan demontrasi dan eksperimen juga akan terbangun sikap dan psikomotor yang dalam pembelajaran ekspositori.konvensional terabaikan. Sehingga dapat dipastikan bahwa dalam pembelajaran fisika melalui optimalisasi pengamatan gejala dalam kegiatan laboratorium, akan membangun kompetensi ilmiah siswa secara baik secara lengkap baik untuk aspek kognitif, afektif dan psikomotor. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, penerapan pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium dapat memberikan pencapaian kompetensi ilmiah siswa yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional/ekspositori, baik untuk aspek kognitif afektif dan psikomotor. UCAPAN TERIMA KASIH Sehubungan dengan selesainya kegiatan penelitian dan makalah ini, maka kami menyam-paikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Kepala SMA 6 Padang yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut Ibu Dra. Elniswita, M.Kom, yang telah memfasilitasi kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] http://id.wikipe- dia.org/wiki/Metode ilmiah . diaksies 2 Mei 2013 pukul 17 : 35 WIB [2 ] Carole Escobar, Paul Hickman, Robert Morse and Betty Preece. (1992). Role of Labs in High School Physics, November 1992. [3] Amali Putra, Harman Amir (2012]. Ham-batan Hambatan Yang Dialami dalam Pelaksanaan Laboratorium Pada
SMA Negeri di kota Padang : Laporan Penelitian Tahun 2011. [4] Amali Putra. (2006). Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Untuk Meningkatkan Pemahaman, dan Kemampuan Berkomunikasi Siswa : Makalah pada Konferensi Internasional Pendidikan Matematik dan IPA di Jakarta 29 -30 Nopember 2006 [5] Hasan Kaya and Uğur Böyük. (2011). Attitu-de Towards Physics Lessons And Physical Experiments Of The High School Student, European J of Physics Education Vol. 2 No. 1 ISSN 1309 7202, February. 2011. [6] Nyoman Kertiasa.(2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya, Panduan Guru dalam merancang ,mengelola dan mengefektifkan laboratorium dalam pembelajaran, Bandung-Pudak Scientific, 2006 [7]
Kenneth Tobin. (1990). Research on Science Laboratory Activities : In Pursuit of Better Questions and Answers to Improve Learning, School Science and Mathematics, June 1990, p. 414.
[8]
Sutrisno. (2006). Peranan Praktikum Dalam Pelajaran IPA, Makalah dalam kegiatan Peningkatan Kompetensi Guru IPA dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Laboratorium , Padang, Workshop Pengelolaan Kegiatan Laboratorium Kerjasama dengan Indosat tbk, di Padang, 21 s.d 24 Nopember, 2006
[9] Darliana.(2006). Kompetensi Ilmiah dan Kelemahan Pendidikan Sains : Makalah disajikan sebagai widiaiswara di kabupaten Bandung, Jawa Barat. [10] OECD. 2006. Assessing Scientific, Reading and Mathematical Literacy: A framework for PISA 2006. Paris: OECD http://www.oecd. org/ dataoecd/63/35/37464175.pdf Diakses tanggal 4 Mei 213
Semirata 2013 FMIPA Unila |233