MEMBANGUN DARI PINGGIRAN MELALUI FORMULA DANA DESA YANG BERPIHAK PADA MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN HALAMAN 2
CE RI TA U TA M A
halaman 2
CE RI TA D A R I L A PA N G A N UMD KOMPAK MENGANTAR DESA MENUJU KEMANDIRIAN halaman 4
S E K I L A S K O M PA K
halaman 6
MEMBUKA PINTU HARAPAN halaman 6 DATA TERPADU UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN halaman 7
MENDEKATKAN PELAYANAN PUBLIK KEPADA MASYARAKAT halaman 8
MEMFASILITASI KONSULTASI DAN PEMBELAJARAN PEMBANGUNAN MELALUI APLIKASI RUANG DESA halaman 9
P UBL IK A S I B A R U
halaman 10
B E R I TA KO M PA K EDISI
03
BULETIN APRIL 2017
CERITA UTAMA
memiliki variasi jumlah desa puluhan maupun ratusan. Dengan proporsi Alokasi Dasar Dana Desa sebesar 90%, penentuan jumlah dana didasarkan pada jumlah desa tanpa mempertimbangkan jumlah penduduk (termasuk variasi jumlah penduduk miskin) yang dilayani. Proporsi tersebut mengakibatkan ketimpangan Dana Desa per kapita yang tajam antara desa dengan jumlah penduduk miskin terbesar dan desa dengan jumlah penduduk miskin/sangat miskin terkecil.
Pembangunan Prasarana Fisik Seperti Jalan yang Menggunakan Dana Desa
MEMBANGUN DARI PINGGIRAN MELALUI FORMULA DANA DESA YANG BERPIHAK PADA MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN
Kebijakan perpajakan dan kebijakan dana transfer ke daerah (termasuk Dana Desa) dipandang sebagai dua kebijakan yang dapat mengurangi ketimpangan. Dana transfer ke daerah terus mengalami kenaikan bahkan pada tahun 2016 nilai dana transfer daerah lebih besar dari anggaran kementerian/ lembaga. Pada tahun 2017, jumlah dana transfer ke daerah termasuk Dana Desa adalah sebesar Rp 764,9 triliun, yang dialokasikan untuk 34 Provinsi dan 508 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, Dana Desa mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari Rp 20 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 60 triliun di tahun 2017. Namun, besarnya dana transfer ke daerah ternyata belum diikuti oleh penurunan kesenjangan dan kemiskinan antar wilayah. Untuk mengetahui dampak kebijakan distribusi Dana Desa terhadap ketimpangan fiskal antardaerah dan antardesa serta kaitannya terhadap ketersediaan dana untuk penanggulangan kemiskinan, KOMPAK bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melakukan analisis kebijakan Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan.
Analisis kebijakan Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan tersebut menggunakan perspektif keuangan publik dengan mempertimbangkan efisiensi dan keadilan bahwa distribusi Dana Desa yang baik dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (terutama masyarakat miskin dan rentan) tanpa memperburuk kondisi lainnya. Dengan menggunakan perspektif keadilan yang merata, distribusi Dana Desa semestinya dilakukan dengan mempertimbangkan luas dan jumlah penduduk serta kebutuhan masingmasing desa sesuai amanat UU Desa. Temuan utama dari analisis tersebut menunjukkan bahwa kebijakan distribusi Dana Desa yang diterapkan saat ini (kebijakan pengalokasian Dana Desa 90% sebagai Alokasi Dasar dan 10% sebagai alokasi formula) justru telah mempertajam ketimpangan karena mengabaikan keberagaman kebutuhan dalam peningkatan pelayanan dasar dan penanggulangan kemiskinan di desa. Pertimbangan keberagaman antar daerah dan antar desa dalam formula alokasi hanya berbobot 10%. Padahal, satu kabupaten dapat
2 / B E R I TA KOMPA K / E D I S I 0 3
Berdasarkan simulasi cepat menggunakan data Dana Desa tahun 2017, rekomendasi proporsi alokasi dasar diusulkan menjadi 65%. Sedangkan Formula Alokasi Dana Desa sebaiknya mempertimbangkan variabel yang terkait dengan upaya keadilan dan pengentasan kemiskinan, yaitu jumlah penduduk miskin, luas wilayah, indeks pembangunan manusia dan kesulitan geografis, dengan memberikan bobot yang tepat. Selain hasil analisis kebijakan “Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan”, KOMPAK juga menerbitkan catatan kebijakan “Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa” yang menunjukkan bahwa daerah yang tidak dapat memenuhi Alokasi Dana Desa mungkin memiliki hambatan kapasitas fiskal yang serius. Pada saat evaluasi dilakukan pada bulan Juni 2015 ditemukan bahwa 84% Dana Desa digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana fisik pedesaan, sedangkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat hanya sebesar 6,5%. Sisanya untuk kegiatan pemerintahan dan sosial kemasyarakatan. Terdapat kasus di mana pilihan prasarana fisik yang dibangun menggunakan Dana Desa berdampak minim terhadap pengembangan ekonomi desa dan penanggulangan kemiskinan, seperti pembuatan gapura, kantor, atau pagar desa. Penyebab kemiskinan mencakup tidak hanya faktor ekonomi namun juga keterbatasan akses pelayanan dasar. Di sini menjadi penting bahwa Dana Desa juga digunakan untuk kegiatan peningkatan ketersediaan pelayanan dasar dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, selain pembangunan sarana dan prasarana fisik.
CERITA UTAMA
13 dari 15
2
daerah dalam hasil simulasi yang dilakukan bahkan tidak memiliki jumlah dana yang memadai untuk dialokasikan ke semua belanja wajib utama selain Alokasi Dana Desa
13 Namun demikian dari hasil simulasi ditemukan tiga daerah yang memiliki nilai positif dan seharusnya dapat memenuhi kewajiban Alokasi Dana Desa sebagaimana diamanatkan UU.
Simulasi ini setidaknya memperlihatkan bahwa ada daerah yang berdasarkan kapasitas fiskalnya seharusnya mampu untuk mengalokasikan setidaknya 10 persen Alokasi Dana Desa. Hal ini menunjukkan perlunya upaya penegakan ketentuan UU Desa dan PMK 257/2015.
Dialog Kebijakan Dengan Rekomendasi Berbasis Bukti KOMPAK, bekerja sama dengan akademisi dan mitra pembangunan, memfasilitasi dialog kebijakan peninjauan kembali distribusi Dana Desa menggunakan rekomendasi berbasis bukti (evidence based). Kegiatan ini diselenggarakan bersama Bappenas, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Kementerian Dalam Negeri. Menanggapi paparan KOMPAK, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Daerah, Ahmad Muqowam mengatakan, “Saya setuju bahwa formula distribusi Dana Desa harus diubah. Kita harus melihat kembali UU Desa, bahwa distribusi Dana Desa berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemiskinan dan kesulitan geografis. Oleh karena itu, kita harus menyusun formula baru yang berimbang.”
“Pada tahun 2015, kami menerima kajian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai potensi korupsi dan masukan bahwa formula distribusi Dana Desa harus diubah karena tidak mencerminkan keadilan.” kata Ahmad Erani Yustika, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. “Selain itu kita juga perlu menjaga tujuan utama UU Desa dalam pemberdayaan desa. Banyak program yang ditetapkan di musyawarah desa tidak disetujui oleh camat karena tidak sejalan dengan program kecamatan dan kabupaten. Harus ada pembagian peran yang jelas tanpa mengambil kewenangan desa.” Menutup dialog tersebut, Deputi Menteri Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Rahma Iryanti mengatakan, “Penggunaan Dana Desa yang ideal adalah untuk kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan. Dana Desa sebaiknya digunakan untuk mendukung
3 / B E R I TA KOMPA K / ED I S I 0 3
pelayanan terhadap masyarakat sehingga ketimpangan bisa berkurang. Kami sepakat untuk membuat perubahan distribusi Dana Desa yang komposisinya berkeadilan dan memberikan perubahan positif.” Selain menyelenggarakan dialog kebijakan, KOMPAK juga memberikan bantuan teknis untuk menyusun perangkat regulasi distribusi Dana Desa dari kabupaten ke desa, pengelolaan Dana Desa, dan regulasi Alokasi Dana Desa. Terkait hal tersebut, KOMPAK telah menyelenggarakan coaching clinic pengelolaan keuangan desa yang mencakup peraturan serta kebijakan umum pengelolaan keuangan desa serta prioritas penggunaan, pengadaan barang dan jasa, termasuk ketentuan perpajakan. Coaching Clinic tersebut dilakukan di beberapa kabupaten di Provinsi NTB dan Provinsi Jawa Timur. Sebagai hasilnya, saat ini Kabupaten Lumajang, Lombok Utara dan Lombok Timur telah menetapkan peraturan bupati mengenai pengelolaan keuangan desa yang akan digunakan sebagai acuan implementasi.
CERITA DARI LAPANGAN
Tidak berhenti sampai di situ. Pokdarwis bersama warga terus mengeksplorasi potensi sumber daya alam lainnya di Desa Glingseran untuk dikembangkan menjadi objek wisata. Yang terbaru adalah wana wisata flying fox yang baru saja dibuka oleh pihak desa. Koordinator Desa mahasiswa UMD, Dwi Oktavia menyatakan, “Kami melihat kondisi alam di Desa Glingseran ini indah sekali. Pada saat pemetaan potensi desa, kami memasukkan pariwisata sebagai potensinya. Setelah dikomunikasikan dengan masyarakat, ternyata mereka tertarik dan kemudian bergotong royong untuk memaksimalkan potensi yang ada.”
Keindahan Pesona Wisata Air Terjun Sulaiman Sebagai Objek Wisata Baru di Bondowoso
UNIVERSITAS MEMBANGUN DESA (UMD) KOMPAK MENGANTAR DESA MENUJU KEMANDIRIAN
Pagi itu, sejumlah perangkat desa tengah bersiap untuk melaksanakan rapat koordinasi di Balai Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Rapat akan membahas pengembangan pariwisata di desa yang belakangan mulai populer di kabupaten tersebut. Desa ini menunjukkan perubahan yang signifikan dalam hal kesadaran dan kemampuan mereka untuk mengelola potensi wisata desa setelah mendapatkan pendampingan kegiatan Universitas Membangun Desa (UMD). UMD merupakan kerja sama KOMPAK bersama mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Jember (UNEJ). Adapun tujuan kegiatan UMD adalah untuk membangun Sistem Informasi Desa (SID), serta memanfaatkannya untuk mewujudkan desa mandiri dalam data dan informasi, pengenalan potensi desa, serta pemasaran produk unggulan desa.
Salah satu kegiatan UMD di Desa Glingseran adalah pengembangan serta pengelolaan potensi pariwisata melalui pengenalan tata kelola objek wisata yang baik oleh warga. Hal ini disambut baik oleh masyarakat, sehingga mulai terbentuklah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang bertugas untuk mengelola wisata alam secara langsung. Salah satu potensi wisata yang mulai dikelola oleh Pokdarwis adalah objek wisata Air Terjun Sulaiman. Air terjun yang indah ini sudah ada sejak lama, namun selama ini tak ada yang pernah berpikir bahwa air terjun tersebut mampu menjadi sebuah daya tarik untuk menarik wisatawan. Pengelolaan pesona air terjun ini juga mampu menarik perhatian Dinas Pariwisata Bondowoso yang belakangan turut membantu Pokdarwis mempromosikan Air Terjun Sulaiman sebagai objek wisata baru di Bondowoso.
4 / B E R I TA KOMPA K / E D I S I 0 3
Selain itu, ada pula Wisata Taman Rengganis yang konon merupakan lokasi pemandian Dewi Rengganis yang melegenda. Letaknya yang di tengah sungai dengan pemandangan hamparan sawah hijau menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Banyaknya situs megalitikum yang menggambarkan peradaban kuno di Bondowoso juga menjadi daya tarik wisata sejarah yang ditawarkan Desa Glingseran. “Banyak perubahan positif yang terjadi di Desa Glingseran setelah adanya pelaksanaan UMD. Sebelum pendampingan kami belum menyadari bahwa ada banyak potensi alam yang menjanjikan sebagai sumber pendapatan tambahan bagi kami,” kata Sulaedi, Kepala Desa Glingseran. “Setelah kami kerja bakti membersihkan daerah sekitar air terjun bersama masyarakat dan mahasiswa KKN, baru terlihat kalau ternyata air terjunnya indah. Bahkan wisatawan dari luar Bondowoso mulai berdatangan,” tambahnya dengan wajah sumringah. Dampak lain yang muncul pasca pengembangan wisata di desa adalah berkurangnya pengangguran. Hal ini diakui oleh Sulaedi yang menceritakan bagaimana sebelumnya banyak warga desa yang menganggur atau terpaksa merantau untuk mencari pekerjaan.
CERITA DARI LAPANGAN
“Kami sangat merasakan manfaat dari masuknya kegiatan KOMPAK ke desa kami. Sekarang kami memiliki penghasilan tambahan dengan mengoptimalkan potensi desa untuk membuat berbagai produk unggulan desa berbasis komoditi lokal, seperti produksi makanan kecil, virgin coconut oil, dan kerajinan tangan,” jelasnya. Sulaedi berharap, Desa Glingseran bisa menjadi barometer percontohan untuk desa lain agar mampu keluar dari ketertinggalan. Untuk itu Sulaedi dan warganya berkomitmen untuk terus mengembangkan potensi pariwisata desa. Salah satunya adalah dengan memberitakan perkembangan desa melalui situs web resmi www.glingseran-bondowoso. desa.id. Selain itu, pihaknya juga rutin menggalang aspirasi warga untuk kemajuan sektor pariwisata di desa.
Selain UNEJ, KOMPAK juga menjalin kerja sama serupa dengan beberapa universitas lain seperti Universitas Ar-Raniry, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Universitas Alauddin, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Universitas Parahyangan, Provinsi Jawa Barat.
Pelayanan Terpadu Kilat Desa Cermee Tak hanya Desa Glingseran yang menunjukkan perubahan signifikan setelah mendapatkan pendampingan kegiatan UMD. Desa Cermee yang berada di perbatasan Kabupaten Bondowoso dan Situbondo juga mampu membuktikan bahwa mereka dapat bersaing, meski letaknya cukup jauh dari pusat kota. Desa dampingan UMD KOMPAK ini unggul dalam unit pelayanan terpadunya. Kepala Desa Cermee, Sutrisno, mengatakan bahwa saat ini
pelayanan publik di tingkat desa kian efisien setelah diterapkannya Sistem Administrasi Informasi Desa (SAID), yang mampu mengakomodasi kebutuhan administrasi warga yang biasa diurus di tingkat desa. “Sebelum pendampingan, untuk mengurus administrasi memakan waktu lebih lama, karena harus diketik satu persatu. Sekarang warga cukup membawa KTP, menyampaikan permohonannya, kemudian kami tinggal mencetak dan selesai. Proses keseluruhan hanya memakan waktu 5 menit,” kata Sutrisno. Pendampingan yang dilakukan Mahasiswa UMD meliputi tata cara melakukan survei untuk mengumpulkan berbagai data dari warga, melatih aparat desa untuk melakukan validasi data, kemudian memasukkannya ke dalam SAID. Hal ini dilakukan guna memastikan berbagai informasi yang masuk dalam SAID sudah valid dan dapat dipertanggungjawabkan. “Selama 45 hari kami mendampingi perangkat desa. Sudah ada 200 Kepala Keluarga (KK) yang terdata dari sekitar 2400 KK. Pendataan tersebut cukup detil, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan hingga ekonomi seperti jumlah penghasilan per bulan, anak, dan pendidikan,” terang Zein Arrahman, Koordinator Desa UMD Desa Cermee. Walaupun kegiatan UMD telah berakhir, tim validasi data akan terus melakukan survei untuk mengakomodasi seluruh warga Desa Cermee. Manfaat lain dari penerapan SAID adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat, karena pihak desa membuka akses informasi secara luas. Melalui situs resmi desa www. cermee.desa.id, warga dapat mengajukan berbagai kritik, saran dan masukan serta meminta informasi kepada operator situs desa. “Kami juga mempublikasikan sumber dan penggunaan anggaran desa secara transparan dalam bentuk infografis dan dipublikasikan dalam berbagai bentuk seperti baliho dan poster,” ungkapnya.
Kantor Pelayanan Publik Desa Cermee yang Telah Menerapkan Sistem Administrasi Informasi Desa (SAID)
5 / B E R I TA KOMPA K / ED I S I 0 3
SEKILAS KOMPAK
MEMBUKA PINTU HARAPAN Lokakarya Penguatan BUMDes Kabupaten Bantaeng Riska, Direktur BUMDes Sipakate’ne, mengatakan bahwa dirinya terkesan dengan unit produksi yang dimiliki oleh BUMDes Layar Terkembang di Pa’jukukang. Dia mengaku ingin menjadikan pola pemilihan dan pengelolaan unit usaha mereka sebagai contoh untuk BUMDes Sipakate’ne. “Saat ini kami sedang merintis unit produksi keripik ubi jalar dan pisang, serta toko alat tulis kantor dengan dukungan dana desa,” terangnya.
Suasana Lokakarya Penguatan BUMDes di Kabupaten Bantaeng
“Kami memiliki usaha simpan pinjam untuk membantu kebutuhan modal masyarakat desa. Namun usaha kami sulit untuk berkembang lantaran kurangnya manajemen yang baik dan komitmen dari pengurus,” ujar Awaluddin, pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Maccini Baji, Desa Bonto Jai, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. KOMPAK melihat situasi Awaluddin lazim ditemui di 18.000 BUMDes yang tercatat di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa). Konsep BUMDes seringkali belum dipahami oleh sebagian besar masyarakat desa sehingga potensi yang dimiliki belum mampu berkembang maksimal untuk memberi manfaat ada pembangunan desa. Sejatinya, BUMDes adalah usaha desa yang didirikan melalui peraturan desa, yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa dan pengelolanya terpisah dari organisasi pemerintah desa. BUMDes sendiri didirikan untuk menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat desa. Dalam bidang ekonomi, BUMDes diharapkan dapat meningkatkan perekonomian desa, membuka lapangan kerja serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa. KOMPAK menanggapi situasi ini dengan menyelenggarakan pertukaran praktik baik BUMDes di Kabupaten Bantaeng yang berlangsung awal bulan Maret 2017. Tujuan lokakarya dua hari ini adalah untuk memberikan orientasi dan informasi pilihan pengembangan ekonomi perdesaan, termasuk BUMDes, agar BUMDes menjadi salah satu aktor penggerak ekonomi desa. Kegiatan ini diikuti oleh 30 BUMDes berkategori sehat dan cukup sehat. Materi lokakarya mencakup tujuan pembentukan BUMDes, proses pendirian, penentuan jenis usaha, manajemen keuangan, manajemen usaha, manajemen kelembagaan, kemitraan, dan peran pemerintah desa dan pendamping BUMDes. Untuk lokakarya ini KOMPAK mendatangkan narasumbernarasumber yang merupakan pengurus BUMDes, kepala desa serta pendamping dan konsultan BUMDes, dan mengajak peserta untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman. KOMPAK juga mempromosikan peran perempuan dan penyandang disabilitas dalam pengembangan BUMDes.
6 / B E R I TA KOMPA K / E D I S I 0 3
Menurut perempuan yang juga menjadi tenaga penyuluh pertanian ini, kunci keberhasilan BUMDes adalah komitmen pengurus, kemauan untuk belajar, serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat desa. BUMDes Sipakate’ne sendiri pernah mengalami mati suri lantaran jajaran pengurusnya belum memiliki pengalaman dan kemampuan mengelola unit usaha. Kemampuan mengelola BUMDes harus didukung dengan jejaring, kemitraan dan komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, dibutuhkan pengurus yang dapat beradaptasi dengan potensi dan tantangan sektor ekonomi yang terus berkembang. Jejaring dengan pihak-pihak terkait adalah sistem pendukung keberlangsungan BUMDes di masa depan. “Kami mendorong peserta untuk membentuk grup WhatsApp dan memanfaatkan Forum Komunikasi BUMDes Bantaeng sebagai media untuk saling berbagi informasi, konsultasi dan pendampingan antar pelaku BUMDes,” jelas Ton Martono, salah seorang fasilitator yang juga pengurus BUMDes Karangrejek, Gunung Kidul, Yogyakarta. Melalui survei penilaian di akhir lokakarya, terlihat bahwa pengetahuan peserta tentang pengelolaan BUMDes meningkat disamping memberi inspirasi untuk mengembangkan BUMDes di desa masing-masing. Lokakarya ini merupakan sebuah langkah awal untuk mewujudkan BUMDes yang kuat serta dapat mendorong kegiatan perekonomian desa. Upaya KOMPAK ini mendapat tanggapan positif dari fasilitator desa dan pemerintah daerah.
SEKILAS KOMPAK
DATA TERPADU UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN Lokakarya Sinergitas Lintas Pihak Program GERTAK Kabupaten Trenggalek
Sesi Tanya Jawab pada Lokakarya Sinergitas Lintas Pihak Program GERTAK
Pada 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 28 juta atau 10,96 persen dari penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori miskin. Dari jumlah tersebut 4,7 juta orang di antaranya tinggal di Provinsi Jawa Timur. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan penurunan angka kemiskinan menjadi 7-8 persen pada tahun 2019. Pemerintah Indonesia melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. TKPK memiliki tugas untuk melakukan koordinasi dan mengendalikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah. Asisten Ketua Kelompok Kerja Kebijakan, TNP2K, Ardi Adji, mengatakan bahwa kemiskinan berdampak pada terjadinya ketimpangan sosial. “Ketimpangan ini terjadi sejak awal kehidupan mereka dalam hal mendapatkan akses pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi,” Ardi menerangkan. Ketimpangan ini selanjutanya berdampak pada kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, akses pada sumber ekonomi serta kemampuan untuk memperoleh perlindungan melalui sistem jaminan sosial. Pemerintah Kabupaten Trenggalek pada tahun 2016 lalu telah meluncurkan Gerakan Tengok ke Bawah Kemiskinan (GERTAK) sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan. GERTAK mengajak masyarakat yang mengaku miskin untuk melihat ke bawah, apakah
dirinya memang miskin ataukah masih banyak sanak saudaranya yang lebih miskin. Program GERTAK diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan melalui penyediaan bantuan yang tepat sasaran. “Penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu program prioritas pemerintah daerah Kabupaten Trenggalek karena berdampak pada akses ke pelayanan dasar masyarakat,” jelas Sugeng Widodo, Asisten 1 Sekretariat Daerah (Setda) Trenggalek. GERTAK mendasarkan diri pada pendataan masyarakat miskin di tingkat desa dan mengkategorikan definisi masyarakat miskin secara mandiri. Penentuan masyarakat miskin melalui musyawarah desa (Musdes) membantu pemerintah untuk menetapkan kelompok sasaran yang memang tepat untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan pemberdayaan. KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk Kesejahteraan) adalah sebuah program kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia. Guna mendukung pelaksanaan GERTAK, KOMPAK bekerja sama dengan Bappenas dan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Trenggalek, untuk menyelenggarakan Lokakarya Sinergitas Lintas Pihak Program GERTAK pada bulan Maret 2017. Kegiatan ini bertujuan untuk mensinergikan konsep GERTAK dalam strategi penanggulangan kemiskinan, menyusunan Golden Standard dan menguatkan sistem dan prosedur Pendataan Kemiskinan Kabupaten dengan pemanfaatan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT).
7 / B E R I TA KOMPA K / ED I S I 0 3
Lokakarya ini diikuti oleh TNP2K, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), BPS, Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM), Badan Keuangan Daerah, Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), kecamatan dan kelurahan/desa. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek, Ratna Sulistyowati, menyambut baik kegiatan ini sebagai langkah awal untuk menyusun data terpadu berbasis hasil Musdes. “Data terpadu akan memudahkan pemerintah dalam memberikan pelayanan dan pendampingan kepada masyarakat,” tuturnya. Menurutnya, keterpaduan data antara pemerintah pusat dan daerah akan mendukung pelaksanaan program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. “Kami saat ini sedang memadukan 308.006 data BPJS dan PBDT (Pemutahiran Berbasis Data Terpadu) untuk Kartu Indonesia Sehat (KIS),” tambahnya. Keterpaduan data masyarakat miskin akan memudahkan unit-unit pelayanan lini depan pemerintah. Joko Santoso, perwakilan kelompok masyarakat sipil Jimat, Kecamatan Durenan, berharap data yang valid berbasis musyawarah dapat membantu aparat desa untuk menentukan kelompok masyarakat yang berhak mendapat bantuan pemerintah. “Semoga tidak ada lagi raskin (beras miskin) atau bantuan yang dibagi rata hanya karena aparat desa tidak memiliki data akurat untuk jumlah masyarakat miskin di wilayahnya,” harap Joko Santoso. Melalui survei penilaian di akhir lokakarya, peserta mengakui bahwa mereka memiliki pengetahuan lebih baik tentang program GERTAK dan puas dengan lokakarya ini. Pemerintah Kabupaten Trenggalek akan menindaklanjuti masukan peserta dengan berencana menyelenggarakan lokakarya lanjutan guna menyusun golden standard kemiskinan, literasi dan validasi data dari dinas terkait untuk diintegrasikan dalam PBDT. “GERTAK membutuhkan sinergitas antar dinas dan satuan kerja di bawah pemerintah daerah selain keterpaduan data,” jelas Sugeng Widodo. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Wakil Bupati Trenggalek selaku Ketua Tim Penanggulangan Kemiskinan dan Kerentanan (TPKK).
SEKILAS KOMPAK
MENDEKATKAN PELAYANAN PUBLIK KEPADA MASYARAKAT DENGAN PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA CAMAT
akan mendorong terwujudnya kecamatan sebagai pusat pelayanan terpadu.
Bupati Pacitan, Bapak Indartato dalam Pembukaan Lokakarya Peninjauan Peraturan Bupati Terkait Pelayanan Publik dan Pelimpahan Sebagian Kewenangan ke Kecamatan
Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa pelayanan dasar merupakan urusan wajib pemerintah daerah. Di Indonesia, pengelola pelayanan dasar menempatkan titik layanan lini depan mereka di wilayah kecamatan seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dan tenaga operator untuk membantu proses pelayanan administrasi kependudukan. Sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang paling dekat dengan masyarakat, kecamatan dapat berperan penting untuk memastikan warga dapat mengakses pelayanan dasar, sekaligus mendorong pelayanan berkualitas yang terjangkau untuk semua masyarakat, terutama masyarakat miskin dan rentan. Salah satu upaya untuk mendorong penguatan kecamatan sebagai lini depan dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar, KOMPAK telah melakukan lokakarya Pemetaan Peran Kecamatan dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik, bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten mitra KOMPAK (Pacitan, Trenggalek, Lumajang dan Bondowoso) di Jawa Timur. Tujuan kegiatan lokakarya ini adalah terciptanya peran kecamatan yang optimal dalam membangun akses dan meningkatkan mutu pelayanan sehingga pelayanan menjadi cepat, mudah, terjangkau, professional. Hal ini diharapkan
Menindaklanjuti kegiatan tersebut, KOMPAK bekerja sama dengan pemerintah kabupaten mitra KOMPAK di Provinsi Jawa Timur mengadakan Lokakarya Peninjauan Peraturan Bupati Terkait Pelayanan Publik dan Pelimpahan Sebagian Kewenangan ke Kecamatan yang berlangsung pada bulan Februari dan Maret 2017. Di setiap lokakarya, peserta diminta mengisi lembar survei penilaian. Hasil survei memperlihatkan adanya peningkatan pengetahuan peserta terhadap pelayanan publik dan pelimpahan kewenangan kepada kecamatan. Peserta juga mengatakan bahwa lokakarya ini memberi kesempatan kepada mereka untuk berdialog dengan pihak-pihak terkait. Kabupaten mitra KOMPAK di Provinsi Jawa Timur telah memiliki kebijakan tentang pelimpahan kewenangan bupati kepada camat, yaitu: • Peraturan Bupati Pacitan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat • Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 82 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Sebagian kewenangan Bupati kepada Camat • Keputusan Bupati Lumajang Nomor 188.45/325/427.12/2015 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat • Peraturan Bupati No. 59 tahun 2016 Tentang Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan di Kabupaten Bondowoso tentang Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan di Kabupaten Bondowoso Namun demikian, masih perlu dilakukan identifikasi materi pemetaan implementasi, kendala dan tantangan untuk perbaikan pelayanan dasar di kecamatan serta penyusunan rekomendasi perbaikan untuk revisi terhadap peraturan-peraturan bupati yang ada terkait kewenangan yang diberikan kepada kecamatan.
8 / B E R I TA KOMPA K / E D I S I 0 3
“Saya menginginkan pelayanan lebih dekat dengan masyarakat. Hal ini akan dapat dicapai melalui pelimpahan kewenangan yang diperlukan kepada camat.” kata Indartato, Bupati Pacitan, dalam pembukaan Lokakarya Peninjauan Peraturan Bupati Terkait Pelayanan Publik dan Pelimpahan Sebagian Kewenangan ke Kecamatan. Dalam lokakarya tersebut, ditemukan bahwa penyebab utama tidak berjalannya kebijakan pelimpahan kewenangan bupati kepada camat adalah kewenangan yang dilimpahkan tidak rinci dan tidak memiliki target kinerja. Selain itu, kebijakan tersebut disusun tanpa melalui proses partisipatif dan tidak melibatkan pihak pelaksana. Tanpa petunjuk teknis, pembinaan dan pengawasan, serta dukungan anggaran yang memadai dalam penyelenggaraan, pelimpahan kewenangan kepada camat akan terhambat dalam pelaksanaannya. “Kami akan mengusulkan kepada Kementerian Dalam Negeri supaya ada alokasi anggaran dari pusat untuk kecamatan, sehingga camat dapat menyelenggarakan pelayanan umum publik dengan lebih baik lagi.” Kata H. M Budi Sudarmadi, Kepala Sub Bidang Kecamatan Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri. Sebagai tindak lanjut atas lokakarya tersebut, Bupati Pacitan telah melibatkan para pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan pelimpahan kewenangan, jenis-jenis kewenangan yang dapat dilimpahkan sudah diidentifikasi dan lebih terukur dan membentuk tim pelayanan publik kecamatan. Kedepannya, akan dilakukan penguatan kapasitas camat dan aparat kecamatan untuk menjalankan kewenangan tersebut serta memastikan ketersediaan anggaran untuk pelaksanaan. Setelah rangkaian lokakarya tersebut di Provinsi Jawa Timur, pada saat ini, Kabupaten Pacitan telah menyusun konsep Keputusan Bupati tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan ke Camat. Sedangkan Kabupaten Trenggalek dan Bondowoso sudah menghasilkan konsep akhir jenis-jenis kewenangan yang akan dilimpahkan kepada camat. Selain lokakarya tersebut, untuk lebih memperkuat peran kecamatan sebagai lini depan pelayanan dasar, KOMPAK juga mendukung forum koordinasi tingkat kecamatan dan mengembangkan kecamatan dashboard.
SEKILAS KOMPAK
MEMFASILITASI KONSULTASI DAN PEMBELAJARAN PEMBANGUNAN DESA MELALUI APLIKASI RUANG DESA Uji Coba Aplikasi Ruang Desa di 3 Provinsi
Peserta Antusias Mengikuti Uji Coba Pengenalan Aplikasi Ruang Desa
“Aplikasi Ruang Desa membantu proses konsultasi antara pendamping dan perangkat desa. Selain itu, aplikasi ini juga berguna sebagai sarana evaluasi kinerja pendamping desa.“ kata Yusnan, Deputi Koordinator Provinsi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) dalam uji coba aplikasi Ruang Desa di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Aplikasi Ruang Desa bekerja melalui konsultasi langsung berdasarkan permintaan, sarana percakapan SMS gratis, fitur notifikasi masal dan pusat informasi seperti akses pada sumber daya pembelajaran, tutorial video, rujukan pertanyaan umum (FAQ) dan buku panduan cerdas. Menu aplikasi ini disusun sedemikian rupa untuk memungkinkan perangkat desa melakukan konsultasi dengan pendamping. Mereka juga dapat berbagi pembelajaran dan mengakses informasi terbaru terkait pelaksanaan UU Desa. Ruang Desa mampu mengakomodir kebutuhan mereka dalam mendapatkan panduan dan informasi yang cepat serta bertanya pada pihak yang tepat, khususnya di tingkat kabupaten. Sepanjang bulan Maret, aplikasi Ruang Desa memasuki tahap uji coba di tiga daerah yaitu Provinsi NTB, Aceh dan Jawa Timur.
Pada saat ini, lebih dari 250 aparat desa dan fasilitator telah mengunduh aplikasi yang diluncurkan bersama oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendesa), Eko Putro Sandjojo dan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, pada bulan Januari lalu. Rangkaian kegiatan uji coba ini dihadiri oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi, perangkat desa, pendamping desa dan kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta penggerak swadaya masyarakat. Para akademia dari Akademi Paradigta Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) di NTB dan Aceh juga turut bergabung dalam uji coba tersebut agar ke depannya mereka dapat ikut berperan menjawab pertanyaan yang dikirim oleh pemerintah desa melalui aplikasi tersebut. Dalam uji coba aplikasi Ruang Desa di Provinsi NTB, Kepala Badan Pengembangan dan Penelitian, Pelatihan dan Informasi (Balilatfo) Kemendesa, Dr. Ir. H. M. Nurdin mengatakan, “Ruang Desa adalah media interaktif yang memudahkan komunikasi antar aparat desa dengan pendamping desa dalam penyelenggaraan pemerintahan.”
9 / B E R I TA KOMPA K / ED I S I 0 3
“Aplikasi ini dilengkapi tutorial mulai bagaimana membuat perencanaan, penglolaan anggaran, evaluasi pelaporan monitoring, merancang Musrenbangdes, Bumdes, RPJMDes, termasuk Perdes. Melalui Ruang Desa diharapkan bisa memudahkan pemerintah mendapatkan data yang aktual dalam memetakan permasalahan mendesak yang ada di desa,” jelasnya. Sebelum memulai pengenalan aplikasi, para peserta mengikuti diskusi panel mengenai Kebijakan Pendampingan Desa dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Desa serta Relevansi Ruang Desa dalam Pemanfaatan ICT (Information, Communication, and Technology) untuk mendukung Pembangunan Desa. Setelah itu, peserta diberikan orientasi fitur aplikasi dan kemudian melakukan simulasi. “Agenda uji coba pengenalan aplikasi Ruang Desa ini merupakan sebuah langkah awal guna mewujudkan strategi membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah. Aplikasi ini diharapkan menjadi pusat pengetahuan dan dapat menghubungkan pendamping dengan aparat desa.” kata Bito Wikantosa, Kepala Sub-Direktorat Perencanaan Partisipatif, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kemendesa, dalam uji coba aplikasi Ruang Desa di Provinsi Aceh. “Selain dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan pendamping desa, saya juga menggunakan aplikasi ini untuk mengakses peraturan-peraturan pemerintah yang baru terkait UU Desa. Ketersediaan informasi mengenai peraturan pendukung yang selalu diperbarui sangatlah penting seiring dengan permasalahan pembangunan desa yang makin dinamis,” kata Irwandi, Sekretaris Desa Ujong Beusa, Arongan Lambalek, Aceh Barat. “Aplikasi ini dapat membantu aparatur desa dalam melaksanakan pembangunan secara transparan dan akuntabel,” tambahnya. Saat ini aplikasi Ruang Desa sudah mulai digunakan untuk tanya jawab seputar pengadaan barang dan jasa, penggunaan APBDesa, maupun hal terkait pengelolaan keuangan desa.
PUBLIKASI BARU
RENCANA KERJA KOMPAK 2017-2018 Menilik pada kegiatan yang telah dilaksanakan dan pembelajaran KOMPAK pada tingkat nasional dan sub-nasional pada tahun 2016, KOMPAK melakukan konsultasi yang menyeluruh dan perencanaan kerja bersama dengan Pemerintah Australia dan Indonesia yang kemudian diadopsi dalam rencana kerja 18 bulan untuk periode pelaksanaan 2017-2018. Prioritas kunci untuk rencana kerja periode 2017-2018 adalah: •
Memastikan struktur dan sistem yang kuat untuk peningkatan jumlah kegiatan di provinsi lokasi KOMPAK seperti Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Papua dan Papua Barat
•
Menunjukkan perkembangan capaian intervensi KOMPAK
•
Lebih efektif dalam melakukan inovasi dan pendekatan GESI
•
Menyajikan cerita dan pembelajaran KOMPAK dengan lebih baik
ANALISA KEBIJAKAN DANA DESA DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi formula dana desa dan implikasinya terhadap distribusi dana antarwilayah dan antardaerah, serta menganalisis distribusi dana desa dalam kaitannya dengan ketersediaan dana untuk membantu penanggulangan kemiskinan. Evaluasi ini sangat penting mengingat formula dana desa telah digunakan untuk pengalokasian di tahun 2015 dan 2016, serta jumlah dana desa akan terus semakin besar sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memenuhi jumlah yang diamanatkan oleh UndangUndang no.6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). UU Desa mengamanatkan agar anggaran desa yang bersumber dari APBN (Dana Desa) dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memerhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Namun saat ini 90 persen dana desa dibagi rata sebagai alokasi dasar dan 10 persen dibagi berdasarkan empat variabel tersebut di atas. Hasil analisis menunjukkan formula dana desa dapat berkontribusi pada peningkatan ketimpangan, mengingat keberagaman desa yang sangat besar antardaerah, bahkan di dalam suatu wilayah/provinsi. Sementara itu, keberagaman antardaerah yang menggambarkan kebutuhan untuk meningkatkan layanan dan penanggulangan kemiskinan belum disesuaikan dengan baik, karena hanya 10 persen memengaruhi distribusi.
CATATAN KEBIJAKAN PERHITUNGAN KAPASITAS FISKAL KABUPATEN/KOTA UNTUK MEMENUHI JUMLAH MINIMUM ALOKASI DANA DESA KOMPAK mendukung Pemerintah Indonesia dalam melakukan analisis kebijakan pada perhitungan kapasitas fiskal di tingkat kabupaten dan kapasitas kabupaten untuk memenuhi jumlah minimum yang dibutuhkan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan akan menggunakan analisis ini sebagai masukan pada diskusi lebih lanjut terkait mekanisme. Masukkan sanksi dan rekomendasi dari analisis tersebut akan digunakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan desain mekanisme alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) sedang dikembangkan. Adopsi dari rekomendasi dari analisis akan menyebabkan perbaikan langsung dalam kualitas belanja pemerintah daerah. Hal ini akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di Indonesia, pengurangan kemiskinan dan peningkatan mata pencaharian untuk bagian bawah 40% penduduk miskin Indonesia.
LAPORAN PENELITIAN KAJIAN AWAL PELAKSANAAN PROGRAM E-WARONG KUBE-PKH Pada pertengahan 2016 pemerintah meluncurkan program Elektronik Warung Gotong Royong Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga Harapan (e-Warong Kube-PKH) dalam skala uji coba. Program ini merupakan pengalihan bantuan sosial tunai ke bantuan sosial nontunai berbasis digital. Tujuan program ini antara lain, meningkatkan efektivitas bantuan sosial dan memperluas cakupan pelayanan keuangan inklusif. Pada awal November 2016, KOMPAK bekerjasama dengan Bappenas melalui The SMERU Research Institute melakukan kajian awal tentang persiapan dan pelaksanaan program e-Warong Kube-PKH di lima kota/kabupaten (Batam, Balikpapan, Denpasar, Kediri dan Malang). Para pemangku kepentingan menyatakan bahwa program e-Warong Kube-PKH secara operasional layak dilaksanakan. Meskipun demikian, hasil kajian menunjukkan bahwa persiapan pelaksanaannya belum matang, antara lain, karena belum adanya kelengkapan regulasi program seperti pedoman umum, petunjuk teknis operasional maupun kejelasan kerja sama antarpihak.
KOMPAK adalah kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia yang mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pelayanan dasar dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat miskin dan rentan. KOMPAK memfokuskan kegiatannya pada tiga area: 1) Peningkatan akses, kualitas dan penyelenggaraan pelayanan dasar di bidang kesehatan, pendidikan dan identitas hukum; 2) Penguatan tata kelola pemerintah desa dan partisipasi masyarakat di dalamnya, serta pembangunan berbasis masyarakat; 3) Pengembangan peluang-peluang ekonomi produktif terutama di sektor non-pertanian. Buletin ini diterbitkan setiap tiga bulan. Informasi lebih lanjut tentang kegiatan KOMPAK dapat diakses di www.kompak.or.id Tim Komunikasi KOMPAK - Jl Diponegoro 72, Jakarta Pusat 10320 - T: 021 80675000 - E:
[email protected]