Melaksanakan Agenda Pembangunan Baru Kerangka Diskusi Agenda 'baru' Beberapa tahun terakhir muncul semakin banyak pengakuan bahwa pendekatan-pendekatan pembangunan perlu untuk diubah. Para pengkritik bantuan pembangunan (official development assistance/ ODA) berargumentasi bahwa bantuan-bantuan tersebut seharusnya lebih mencerminkan realita politik, ekonomi, kelembagaan dan sosial negara-negara berkembang. Sejalan dengan itu beberapa pemerintahan negara-negara berkembang, seperti Indonesia, sudah mengadvokasi agar mitramitra internasional mendukung perubahan yang didorong secara lokal ketimbang menawarkan modelmodel eksternal. Pada saat yang sama, banyak praktisi dan organisasi di lapangan berupaya menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih eksperimental dan fleksibel untuk meningkatkan hasil pembangunan dan mendukung reformasi kunci. Gerakan-gerakan ini mendapat dukungan lebih besar daripada sebelum-sebelumnya, sebagian diakibatkan oleh pembentukan beberapa komunitas global yang disatukan oleh kesamaan gagasan. Kami menyebut gabungan jejaring, gagasan, pembaharu, praktisi dan peneliti ini sebagai agenda pembangunan baru. Walaupun banyak faktor yang berpengaruh, kita bisa berargumentasi bahwa agenda pembangunan baru memiliki dua akar. Pertama adalah tulisan dari Centre for Global Development yang berbasis di Washington yang dipublikasikan pada tahun 2012, Escaping Capability Traps through Problem-Driven Iterative Adaptation (PDIA).1 PDIA adalah suatu pendekatan yang berupaya untuk bekerja dengan aktoraktor pemerintah yang memiliki pandangan pembaharu untuk mengawal koordinasi, kerjasama dan otorisasi yang diperlukan untuk merancang dan melaksanakan perubahan yang bermakna dan langgeng. Karena tepat sasaran, PDIA memicu terbentuknya jejaring peneliti, pembuat kebijakan dan praktisi yang berkumpul pada Agustus 2014 di bawah gerakan ‘Doing Development Differently’ (DDD - Melaksanakan Pembangunan dengan Cara Berbeda). Kalimat awal dari Manifesto DDD merangkum permasalahan yang mereka coba atasi: Terlalu banyak inisiatif pembangunan yang memiliki dampak yang terbatas. Gedung-gedung sekolah dibangun tetapi anak-anak tidak belajar. Klinik-klinik dibangun tetapi penyakit tetap ada. Pemerintah-pemerintah mengadopsi reformasi tetapi sedikit sekali perubahan yang dirasakan rakyatnya. Semua ini karena progres pembangunan yang nyata itu rumit: solusi tidaklah sederhana atau selalu jelas terlihat, mereka yang akan menerima manfaat terbesar tidak berdaya, mereka yang bisa membuat perbedaan tidak dilibatkan, dan hambatan politik seringkali diabaikan. Banyak inisiatif pembangunan gagal Seringkali, permasalahan pembangunan bukan hanya kompleks dan sulit didefinisikan, tetapi juga memerlukan perubahan fundamental terhadap status quo. Itulah yang bisa kita sebut 'permasalahan pelik'. Permasalahan pelik - kemiskinan, kesenjangan atau perubahan iklim sebagai contoh - disebabkan oleh berbagai faktor, kemungkinan besar dapat diubah, tidak memiliki solusi yang jelas dan upaya untuk mengatasi persoalan-persoalan pelik tersebut bisa mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi yang tak terduga.2 Penyelesaian persoalan secara berkelanjutan memerlukan tindakan kolektif dan perubahan perilaku di kalangan pelaku pembangunan. Laporan Pembangunan Dunia (World Development Report)
1 Center
for Global Development, Escaping Capability Traps through Problem-Driven Iterative Adaptation, Working Tackling wicked problems: A public policy perspective, Australian Public Service Commission, Mei 2012, http://www.apsc.gov.au/publications-and-media/archive/publications-archive/tackling-wicked-problems. 2
tahun ini mengakui bahwa dalam pelaksanaan pembangunan, permasalahan pelik cenderung merupakan tantangan tata kelola: tantangan yang diakibatkan oleh 'cara-cara di mana pemerintah, warga negara dan masyarakat terlibat untuk merancang dan menerapkan kebijakan’.3 Oleh karenanya, mengatasi tantangan tata kelola merupakan inti dari keberhasilan upaya pembaharuan. Kedua, pada tahun 2013, beberapa donor, penasehat tata kelola dan praktisi memberi perhatian khusus pada tantangan politik bagi pembangunan. Dalam pandangan mereka, politik dan kelembagaan harus berada di garda terdepan pemikiran dan praktik pembangunan. Untuk mendorong perubahan dalam praktik-praktik donor, mereka membentuk komunitas praktisi internasional yang berpikir dan bekerja secara politis (Thinking and Working Politically/ TWP) l4. TWP menempatkan politik dan kekuasaan di tempat terdepan dan pusat inisiatif pembangunan: ‘faktor-faktor politik biasanya lebih penting dalam menentukan dampak pembangunan ketimbang besarnya jumlah dana bantuan atau mutu teknis program.’5 Berdasarkan banyaknya bukti-bukti yang menunjukkan keutamaan politik dalam negeri sebagai penentu perubahan,6 komunitas TWP melihat bahwa 'kegagalan tata kelola' sebagian besar ditentukan oleh insentif yang dihadapi oleh pelaku politik, dan pola dasar kelembagaan yang menghasilkan dan melanggengkan insentif ini. Bersama-sama, TWP, PDIA dan DDD, kontras dengan praktik-praktik pembangunan yang lebih tradisional - yang bisa kita sebut sebagai agenda 'pembangunan lama'. Gambar 1: Perbandingan umum agenda pembangunan lama dan baru7 Agenda lama
Agenda baru
Disiplin
Ilmu Ekonomi, manajemen
Ilmu politik dan sosial, ilmu ekonomi kelembagaan, studi kewirausahaan
Motif
Kerangka proyek
Teori sistem, kompleksitas
Filosofi
Idealis
Realis
Waktu
Tetap
Terbuka
Identifikasi masalah
Permasalahan birokrasi, teknis; permasalahan 'konkrit'. Pendekatan top-down untuk identifikasi
Permasalahan lokal yang diperdebatkan, didefinisikan dan dipertajam oleh pelaku lokal dalam proses yang berkelanjutan
Definisi
Kekurangan sumber daya
Keterbatasan cakupan untuk tindakan kolektif; lembaga-lembaga yang resisten terhadap
3 World Bank, World Development Report: Governance and the Law, 2017, p.xiii, https://www.worldbank.org/en/publication/wdr2017. 4 Kepesertaan meliputi perwakilan DFID, DFAT, the World Bank, UNDP, NORAD, ECDPM, the University of Birmingham, the Overseas Development Institute, the University of Melbourne, the Asian Development Bank dan USAID. 5 Thinking and Working Politically, https://twpcommunity.org/. 6 Sebagai contoh: Daron Acemoglu and James Robinson (2012) ‘Why Nations Fail’. New York: Crown Books; Matt Andrews (2013) ‘The Limits of Institutional Reform in Development’, New York, Cambridge University Press; Thomas Carothers and Diane de Gramont (2013) ‘Development Aid Confronts Politics: The Almost Revolution’, Washington DC, Carnegie Endowment; Francis Fukuyama (2012) ‘The Origins of Political Order’, New York, Farrar, Straus and Giroux; Francis Fukuyama (2014) ‘Political Order and Political Decay’, New York. Farrar, Straus and Giroux… 7
Tabel dari Graham Teskey, Penasehat Tata Kelola Senior, Abt Associates.
permasalahan
atau keterbatasan kapasitas
pembaharuan
Paradigma perencanaan
Cetak biru; tujuan-akhir; linear
Sasaran jelas tetapi jalur tidak didefinisikan; perkembangan yang tidak saling berkaitan berdasarkan uji coba
Teori Perubahan
Preskriptif
Adaptif
Pendekatan pelaksanaan
Urutan rasional dalam Rencana Kerja Tahunan yang telah sepenuhnya tersusun
Siklus perencanaan, tindakan, refleksi dan perbaikan yang iteratif (belajar dari pengalaman lokal); mengelola risiko dengan melakukan 'percobaan-percobaan kecil'
Input
Terprogram
Indikatif
Cara kerja
Prinsipal-Agen
Kemitraan, memfasilitasi, menjembatani hubungan, partisipasi masyarakat. Kepemilikan lokal yang dibangun melalui proses
Cara pembelajaran
Evaluasi setelah pelaksanaan (ex-post evaluation)
Siklus pembelajaran dan refleksi yang cepat
Perubahan yang diharapkan
Transaksional, praktek terbaik, difusi top-down untuk inovasi
Transformasional, replikasi praktik baik/ pengaruh positif, kepercayaan sosial, pemberdayaan
Agen perubahan
Resmi, bantuan teknis.
Koalisi, jejaring, pemimpin, penyelenggara lokal
Mitra kunci
Lembaga-lembaga pemerintah pusat, regulator
Pemerintah pusat dan daerah, pelaku lokal menekan lembaga pemerintah inti untuk perubahan
Ukuran keberhasilan
MDGs, SDGs, keluaran (outputs)
Proses, kelembagaan, hasil akhir (outcomes)
Jadi… bagaimana? Ketika kita bekerja lebih erat dalam kemitraan; pemerintah, donor, organisasi pelaksana dan masyarakat sipil, memiliki kepentingan bersama untuk mengatasi tantangan pembaharuan yang pelik ini. Ini berarti mengubah cara kerja, memungkinkan pemerintah dan mitra-mitra untuk mengatasi persoalan pembangunan dengan lebih efektif. Tetapi bagaimana caranya? Sejujurnya, kami tidak tahu. Ini adalah persoalannya. Jadi kami berpikir untuk menyelenggarakan lokakarya dengan komunitas TWP dan DDD. Lokakarya ini dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: •
Bagaimana prinsip-prinsip agenda pembangunan baru dapat secara praktis diterapkan pada serangkaian persoalan pembangunan pelik?
Jadi… bagaimana? Ketika kita bekerja lebih erat dalam kemitraan; pemerintah, donor, organisasi pelaksana dan masyarakat sipil, memiliki kepentingan bersama untuk mengatasi tantangan pembaharuan yang pelik ini. Ini berarti mengubah cara kerja, memungkinkan pemerintah dan mitra-mitra untuk mengatasi persoalan pembangunan dengan lebih efektif. Tetapi bagaimana caranya?
Sejujurnya, kami tidak tahu. Ini adalah persoalannya. Jadi kami berpikir untuk menyelenggarakan lokakarya dengan komunitas TWP dan DDD. Lokakarya ini dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: • • •
Bagaimana prinsip-prinsip agenda pembangunan baru dapat secara praktis diterapkan pada serangkaian persoalan pembangunan pelik? Bagaimana agenda ini dapat dilaksanakan secara operasional dari sudut pandang berbagai aktor yang terlibat? Dan perangkat/teknik/kerangka apa yang ada di luar sana yang bisa membantu kita?
Kami memilah tantangan-tantangan ini menjadi enam komponen dengan beberapa pertanyaan pemandu untuk memulai suatu dialog yang kami harap bisa menarik minat sebanyak mungkin peserta diskusi. Sub-permasalahan ini belum lengkap. Tetapi dengan menjabarkannya dan melihat bagaimana persoalan ini dapat ditangani - kami berharap- bisa membawa kita selangkah lebih maju untuk merubah cara kita bekerja, untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada negara tempat kita tinggal dan bekerja.
1. Bagaimana pendekatan yang harus diambil dalam menimbang antara replikasi dan difusi? Kapan (apabila benar diperlukan) harus mereplikasi model dan kapan mereplikasi proses? Apabila fokusnya adalah pada replikasi proses, seperti apa indikasinya dan bagaimana hal itu dapat dilakukan? Bagaimana agar contoh-contoh pengaruh positif dapat diidentifikasi dan dikembangkan?
2. Bagaimana kita bisa bergerak dari logframes ke ‘searchframes’: pemantauan, evaluasi dan pembelajaran iteratif Bagaimana kerangka kerja proyek dapat dibuat menjadi lebih iteratif? Contoh-contoh apa yang kita miliki mengenai program yang beradaptasi berdasarkan pembelajaran 'real time'? Bagaimana wujud teori perubahan yang adaptif dan iteratif? Praktik-praktik reflektif seperti apa yang diperlukan? Contoh-contoh apa yang kita miliki tentang program yang beradaptasi berdasarkan pembelajaran 'real time'?
3.
Bagaimana kita membangun jejaring, gerakan dan koalisi yang efektif? Apa saja contoh-contoh program yang berhasil membangun jejaring? Tantangan-tantangan apa saja yang ada? Apakah ada peran untuk mitra eksternal dalam pembangunan jejaring? dan apabila ada, apa perannya?
4. Bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara fleksibilitas dan akuntabilitas? Bagaimana mitra-mitra pembangunan mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel untuk akuntabilitas uang publik tanpa bertentangan dengan pentingnya akuntabilitas pemerintah terhadap hasil? Otoritas seperti apa yang harus didorong (dan dibentuk) dari lingkungan kewenangan kita masing-masing? Apabila upaya donor menjadi lebih responsif - responsif terhadap siapa, mengapa dan dengan cara apa?
5. Bagaimana kita bisa mencari orang yang tepat dengan keterampilan yang tepat untuk mengerjakan program-program pembaharuan/ tata kelola? Keterampilan apa yang dibutuhkan? Di mana kita bisa menemukan mereka? Apakah mereka sebaiknya direkrut dari luar atau diidentifikasi dari dalam lembaga? Apabila Anda mau bertaruh, bagaimana cara Anda mendukung pembaharu?
6. Bagaimana kita menyeimbangkan antara melakukan sesuatu seperti biasanya dengan melakukan sesuatu dengan cara baru? Apa yang bisa dipelajari oleh program berbasis gender dari program pembangunan koalisi? Bagaimana wujud dari program gender yang cerdas secara politik?
Selamat datang! Ayo mari kita diskusikan! Kami berharap akan ada lebih dari 100 peserta yang bergabung dalam lokakarya ini, dari organisasi masyarakat, Pemerintah Indonesia, lembaga think tank internasional, komunitas donor, tim organisasi pelaksana dan organisasi yang bekerja di bidang pembaharuan tata kelola. Kami menantikan untuk menghabiskan dua hari bersama-sama dengan Anda untuk mendiskusikan persoalan-persoalan ini dalam lokakarya yang bertujuan menjadi dinamis, iteratif dan adaptif baik dalam bentuk maupun topik yang dibahas. Mohon hadir dengan gagasan, contoh, cerita, perangkat, kerangka kerja dan pendekatan - dan pertanyaan!
Tim Penyelenggara DDD4