MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh: HANIF UMMU HAPSARI 21109006
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2014
i
ii
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.stainsalatiga.ac.id email:
[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
: HanifUmmuHapsari
NIM
: 21109006
Jurusan
: Syariah
Program Studi
: Ahwal Al-Syakhsiyyah
Judul
: Problem Hakim Mediator Dalam Mediasi Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012-2013
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 2September2014 Pembimbing,
Drs.Machfudz,M.Ag
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Hanif Ummu Hapsari
NIM
: 21109006
Jurusan
: Syariah
Program Studi
: Ahwal Al-Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 14 September 2014 Yang menyatakan,
Hanif Ummu Hapsari
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO “Real success is determined by two factors. Firs is faith, and second is action” Kesuksesan sejati ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah keyakinan, dan kedua adalah tindakan.
PERSEMBAHAN Untuk Suamiku tercinta, Triyanto Bapak Ibuku yang selalu memberikan kasih sayang dan doa demi keberhasilanku. Putra tercintaku, ZakiNafisaRamadhan yang selalu menjadi penyemangat hidupku,adik-adikku tersayang, dan Teman Teman AHS 09 yang kebersamaannya selalu saya rindukan.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Alhamdulillahirabbil‟alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. oleh karena itu, penulis mengcapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi,M.Pd., selaku Ketua STAIN Salatiga; 2. Bapak Drs.Machfudz,M.Ag., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini; 3. Bapak Beny Ridwan,M.Hum., selaku Ketua Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga; 4. Bapak Sukron Makmun,S.HI,M.Si., selaku Ketua Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah; 5. Seluruh dosen STAIN Salatiga, yang selama 8 semester telah membagi ilmunya yang sangat bermanfaat; 6. Orang tuaku dan suamiku yang telah turut serta membantu dan memberikan dukungan baik materi maupun non-materi; 7. Teman-teman Syariah angkatan 2009, terutama sabahat peneliti, Ana, Nurul, Dyah, Lia dan Affah; 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Teriring do‟a dan harapan semoga amal baik dan jasa semua pihak tersebut diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT.Amin. Wassalamualaikum wr.wb.
Penulis
vii
ABSTRAK Hapsari Ummu Hanif. 2014. MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013. Skripsi. Jurusan Syariah. Program Studi Ahwal al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs.Machfudz,M.Ag Kata Kunci: Mediasi, Perceraian, Pengadilan Penulisan skripsi ini dilatar belakangi banyaknya proses mediasi perceraian yang gagal di Pengadilan Agama Salatiga. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga,(2) Problem apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga,(3) Bagaimana upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk menjelaskan prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga,(2) Untuk menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga,(3) Untuk menjelaskan upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan, yaitu data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi-informasi melalui wawancara terhadap beberapa hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu memaparkan obyek penelitian apa adanya sesuai dengan keberadaan dan informasi data yang ditemukan. Terkait dengan hal itu, juga dikemukakan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan permasalahanpermasalahan yang dibahas. Dalam hal ini mengenai peran hakim mediator dalam upaya meminimalisir angka perceraian. Kemudian secara cermat menelaah, meneliti dan menganalisa tentang peran hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga terhadap semakin banyaknya angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga yang dilihat dari teori-teori dan pemikiran yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Beberapa hakim mediator dalam melakukan mediasi memang sudah mengikuti aturan PERMA dan pedoman perilaku mediator, (2) Problem yang dihadapi hakim mediator dalam mediasi kasus perceraian pada umumnya adalah karena kebanyakan suami isteri yang mendaftarkan perceraian di Pengadilan Agama keadaan rumah tangganya sudah sangat parah dan sudah tidak bisa didaaikan lagi, kebanyakan dari mereka sebelum mendaftarkan perceraian sudah diupayakan perdamaian oleh pihak keluarga terlebih dahulu, (3) Upaya penyelesaian hakim mediator dalam mengatasi problem medasi yang dihadapi dalam kasus perceraian adalah menasehati para pihak mengenai dampak dari perceraian terutama terhadap anak, apabila yang bercerai sudah mempunyai anak. Dan menyuruh para pihak untuk saling mengoreksi diri sebelum mengambil keputusan untuk bercerai.
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL....................................................................................................... i LEMBAR BERLOGO.................................................................................. ii PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. vi KATA PENGANTAR................................................................................... vii ABSTRAK..................................................................................................... viii DAFTAR ISI................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xi BAB I. PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G.
Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 Rumusan Masalah.............................................................................. 7 Tujuan Penelitian............................................................................... 8 Kegunaan Penelitian.......................................................................... 8 Telaah Pustaka................................................................................... 9 Penegasan Istilah................................................................................ 11 Metode Penelitian.............................................................................. 11 1. Jenis Penelitian.............................................................................11 2. Lokasi penelitian.......................................................................... 12 3. Sumber data................................................................................. 12 4. Prosedur pengumpulan data......................................................... 13 a. Observasi............................................................................... 13 b. Wawancara............................................................................. 13 c. Dokumentasi.......................................................................... 13 5. Analisis data................................................................................ 13 6. Pengecekan keabsahan data......................................................... 14 H. Sistematika Penulisan.................................................................... 14
ix
BAB II. MEDIASI PENELITIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA A. Perceraian dalam islam 1. Pengertian talak........................................................................... 16 2. Hukum talak dalam islam................................................ ……... 20 3. Macam-macam talak................................................................... 22 B. Mediasi pada kasus perceraian........................................................ 29 1. Pengertian mediasi....................................................................... 30 2. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama …................................. 33 a. Tahap pra mediasi.................................................................. 33 b. Tahap proses mediasi............................................................. 33 c. Mediasi mencapai kesepakatan.................................. …...….34 d. Mediasi tidak mencapai kesepakatan.................................... 35 e. Tempat penyelenggaraan mediasi.......................................... 35 f. Perdamaian di tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali................................................................................... 35 C. Mediasi dalam islam................................. ........................................ 36
BAB III. TEMUAN PENELITIAN A. Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga.............................. 43 B. Problem Hakim mediator Pengadilan Agama Salatiga dalam mediasi............................................................................................... 44 C. Upaya yang dilakukan Hakim mediator Pengadilan Agama Salalatiga dalam mengatasi problem mediasi..................................................... 52 D. Analisis…………………………………………………………….. 57
BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................ 64 B. Saran.................................................................................................. 65 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran Riwayat Hidup Penulis
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Lembar konsultasi sripsi
Lampiran II
Nota pembimbing
Lampiran III
Nilai SKK Mahasiswa
Lampiran IV
Permohonan izin penelitian
Lampiran VI
Jawaban permohonan izin penelitan
Lampiran VII Daftar pertanyaan wawancara Lampiran VIII Riwayat hidup penulis
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Keluarga yang sakinah yang penuh mawaddah dan rahmah merupakan dambaan setiap orang. Keluarga sakinah dapat dibangun jika setiap unsur keluarga terutama suami isteri memahami tujuan perkawinan dan mengerjakan hak serta kewajiban masing-masing dengan penuh rasa kesadaran. Mereka saling cinta mencintai, hormat menghormati, dan saling membantu lahir maupun batin. Mereka saling menghargai dan memahami kedudukan dan fungsi masing-masing. Jika ini semua berjalan baik , maka keluarga bahagia yang tenteram, penuh cinta dan kasih sayang akan secara otomatis terbentuk
dalam keluarga. Namun di dalam perjalanan rumah
tangga jika terjadi perselisihan yang pelik (syiqaq) antara pasangan suami isteri , kemudian mereka membawanya ke Pengadilan Agama , maka disini peran seorang mediator sangat diharapkan dapat menengahi permasalahan mereka hingga diupayakan terjadi perdamaian diantara mereka. Pengertian perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 mengandung makna suatu ikatan lahir batin, di mana para pihak yang bersangkutan yaitu antara seorang pria dan wanita telah memiliki komitmen atau kesepakatan untuk hidup bersama sebagai suami istri dengan tujuan membina keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
1
Maha Esa atau sesuai dengan tuntunan agamanya. Undang-Undang Perkawinan telah mensyaratkan asas mempersukar perceraian, yaitu dengan menentukan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang
pengadilan, pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak,dan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Berdasarkan asas mempersukar tersebut, maka seharusnya perceraian merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh suami istri dalam kehidupan rumah tangga setelah upaya perdamaian tidak dapat terlaksana. Walaupun Undang-Undang
Perkawinan
telah
mengatur
secara
jelas
asas-asas
perkawinan, namun kenyataan hidup membuktikan bahwa memelihara keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga bukanlah hal yang mudah dilaksanakan. Kehidupan yang harmonis antara suami istri kadang tidak dapat diwujudkan sehingga tercipta konflik/sengketa antar pribadi suami istri dan berakhir dengan perceraian Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri ( Soemiyati, 1982:12 ) Salah satu upaya perdamaian yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam membantu menyelesaikan perkara perceraian baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah mediasi, dengan bantuan mediator. Mediator adalah pihak yang bersifat berfungsi membantu para pihak dalam
2
netral dan tidak memihak, yang mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa. (Gunawan Wijaya, dkk, 2001). Mediasi secara formal telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia(Perma) No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan terakhir disempurnakan dengan Perma RI No. 1 Tahun 2008, yang menjadikan mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian sengketa yang harus dilakukan dalam setiap pemeriksaan perkara di pengadilan. Ketentuan Perma telah mengatur secara rinci proses mediasi yang dapat dilakukan dengan bantuan mediator sepanjang sidang berlangsung dan belum diputuskan oleh hakim. Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor. 1 Tahun 2008, pengertian Mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 6, yaitu : “ Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator “. Disini disebutkan kata mediator yang harus mencari “berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa “ yang diterima para pihak. Pengertian mediator disebutkan dalam pasal 1 butui 5, yaitu : Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa”. Para pihak akan mengambil keputusan sendiri atas dasar negosiasi dengan pihak lawannya. Mediasi di Pengadilan Agama adalah suatu proses usaha perdamaian antara suami dan isteri yang telah mengajukan gugatan cerai, dimana mediasi ini dijembatani oleh seorang Hakim yang ditunjuk di Pengadilan Agama. Proses mediasi ini dapat dikatakan baru dilaksanakan dalam Pengadilan
3
Agama pada tahun 2008 berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 ( PERMA Nomor. 1/2008 ) Dalam kehidupan rumah tangga sering dijumpai seorang suami atau isteri mengeluh dan mengadu kepada orang lain atau kepada keluarganya, akibat
tidak
terpenuhinya
hak
yang
harus
diperoleh
atau
tidak
dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak atau karena alasan lain, yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara suami isteri tersebut. Dan tidak mustahil dari perselisihan itu akan berbuntut pada putusnya ikatan perkawinan (perceraian). Salah satu sebab dimungkinannya perceraian tersebut adalah syiqaq (terjadinya perselisihan atau persengketaan yang berlarut-larut antara suami isteri). Namun jauh sebelumnya dalam Al Qur‟an Surat An-Nisa‟ ayat 35 yang berbunyi
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
4
Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa salah satu cara menyelesaikan perselisihan atau persengketaan antara suami isteri yaitu dengan jalan mengirim seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah pihak untuk membantu menyelesaikan perselisihan tersebut. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi
membantu
para
pihak
dalam
mencari
berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa.(harijah, 1997:27-28) Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak, ahli di bidang yang disengketakan. Hal ini sejalan dengan firman Allah: An-Nisaa (4 ) : 58. Mediator ditunjuk oleh para pihak ( secara langsung maupun melalui lembaga mediasi ), dan berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Walaupun demikian, ada suatu pola umum yang dapat diikuti pada umumnya dijalankan oleh mediator dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. Sebagai suatu pihak diluar perkara, yang tidak memiliki kewenangan memaksa, mediator berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak. Berdasarkan pada informasi yang diperoleh, baru kemudian mediator dapat menentukan duduk perkara, kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pihak yang bersengketa, dan selanjutnya mencoba menyusun proposal penyelesaian, yang kemudian dikomunikasikan dengan para pihak secara langsung.
5
Dalam hukum islam, mencegah perceraian antara suami dan isteri harus selalu diupayakan, sekalipun konflik sudah sampai ubun-ubun, tetapi terus diupayakan untuk mencegah terjadinya perceraian, salah satunya dengan mediasi. Berkenaan dengan hal ini, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan selanjutnya disebut PERMA No. 1 tahun 2008
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
peran
haikm
dalam
mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hakim sebelum memeriksa perkara lebih lanjut wajib berusaha mendamaikannya, dengan memberi nasihat-nasihat. Namun karena keadaan suami isteri yang bereperkara di pengadilan sudah sangat parah, hati mereka sudah pecah, maka upaya perdamaian selama ini tidak banayak membawa hasil. Dalam penelitian ini penyusun menjadikan Pengadilan Agama Salatiga sebagai subyek penelitian dengan alasan Pengadilan Agama Salatiga setiap tahunnya angka perceraian terus mengalami peningkatan, sehingga dengan penelitian ini dapat diketahui sejauh mana peran dan fungsi lembaga mediasi di Pengadilan Agama Salatiga bereperan aktif dalam menekan jumlah angka perceraian. Secara umum mediasi dapat diterapkan oleh semua lembaga peradilan baik tingkat pertama, tingkat banding maupun tingka kasasi dan PK tidak terbatas hanya di Pengadilan Agama, namun Penulis mencoba mengemukakan di Pengadilan Agama terkait perkara cerai gugat serta cerai talak . Akan tetapi, dalam prakteknya biasanya muncul persoalan-
6
persoalan, baik yang disebabkan oleh pihak tergugat dan penggugat maupun hambatan-hambatan lain dari pihak pebgadilan. Penelitian ini terfokus pada problem yang dihadapi hakim mediator dalam menangani kasus perceraian. Untuk itu penulis mengambil judul “ Problem Yang Dihadapi Hakim Mediator Dalam Mediasi Perceraian Suami Isteri Di Pengadilan Agama Salatiga “.
B. RUMUSAN MASALAH Penelitian ini terfokus pada mediator di Pengadilan Agama Salatiga. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti memfokuskan pada beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga? 2. Kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga? 3. Bagaimana upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian?
7
C. TUJUAN PENELITIAN Dalam penelitian ini tentunya penulis mempunyai tujuan-tujuan tertentu sebagai mahasiswa syari‟ah di STAIN SALATIGA. Sebagai konsekwensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan prosedur mediasi terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga 2. Untuk menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi perceraian di Pengadilan Agama Salatiga 3. Untuk menjelaskan upaya penyelesaian hakim mediator terhadap problem yang dihadapi dalam mediasi kasus perceraian D. KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini semoga bermanfaat untuk; 1. Manfaat Akademik a. Menambah wawasan tentang proses mediasi dalam menangani kasus perceraian. b. Sebagai bahan komparasi bagi peneliti selanjutnya dalam penelitian tentang tingkat keberhasilan mediator dalam menangani kasus perceraian.
8
2. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi: a. Pengadilan Agama yang diteliti agar lebih meningkatkan kinerja mediatornya agar mampu menghadapi hambatan-hambatan yang dialami dalam kasus perceraian. b. Masyarakat agar lebih mengetahui dan memahami proses mediasi yang ada di Pengadilan Agama Salatiga khususnya dalam menangani kasus perceraian E. TELAAH PUSTAKA Berdasarkan penelusuran data yang peneliti lakukan, terdapat beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan terkait peranan mediasi dalam upaya meminimalisir angka perceraian serta skripsi yang mengacu pada SEMA No. 01 Tahun 2002 dan PERMA No. 02 Tahun 2003. Diantara karya ilmiah yang memuat tentang hakim mediasi adalah Skripsi Ainur Rofiq yang berjudul “Penerapan Mediasi di Pengadilan Agama Yogyakarta pasca SEMA No. 01 Tahun 2002”, dalam skripsi ini dijelaskan upaya hakim dalam mendamaikan pihak berperkara melalui jalan mediasi, dengan harapan perceraian dapat dihindarkan dan dapat memulihkan kembali tujuan perkawinan, yang berdasarkan pada SEMA No. 01 Tahun 2002.
9
Skripsi Aeni berjudul “Upaya Perdamaian Hakim dalam Upaya Mencegah Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tahun 2005)” menjelaskan bahwa hakim sebagai pihak netral bagi para pihak yang bersengketa untuk menghentikan persengketaannya yaitu mengupayakan tidak terjadinya perceraian kemudian hakim memberikan nasehat dan menjelaskan konsekuensi yang timbul akibat perceraian, namun tingkat keberhasilan yang dilakukan hakim dalam mengupayakan perdamaian bagi pihak yang berikai masih minim. Skripsi Ahmad Jawahir yang berjudul “ Ketidakberhasilan Usaha Hakim dalam Mendamaikan Perkara Perceraian ( Studi Putusan di Pengadilan Agama Yogyakarta Pada Tahun 2007 ), menjelaskan bagaimana usaha Hakim dalam mengupayakan perdamaian bagi para pihak khususnya perkara perceraian di Pengadilan Agama Yogyakarta. Skripsi ini juga menyebutkan faktor-faktor yang menghambat hakim dalam mendamaikan para pihak yang sudah bulat ingin bercerai, karena keterbatasan waktu dan kemudaratan dalam kehidupan rumah tangga lebih banyak daripada maslahatnya. Berdasarkan penelusuran terhadap beberapa literatur tersebut, belum ada karya ilmiah yang membahas secara khusus tentang upaya mediasi terhadap kasus perceraian dan problem hakim mediator di Pengadilan Agama. Dengan demikian penelitian skripsi ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada dan berguna bagi
10
peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dalam hukum keperdataan. F. PENEGASAN ISTILAH 1. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa 2. Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator 3. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian dan pendekatan Penelitian merupakan penelitian field research ( penelitian lapangan), dalam arti data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi-informasi melalui wawancara
mendalam
(in-depth
interview)
terhadap
sejumlah
responden dari beberapa hakim mediator di lingkungan Pengadilan Agama Salatiga. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu memaparkan obyek penelitian apa adanya
11
sesuai dengan keberadaan dan informasi data yang ditemukan . Terkait dengan hal itu, juga dikemukakan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini mengenai peran hakim mediator dalam upaya meminimalisir angka perceraian.
Kemudian
secara
cermat
menelaah,
meneliti
dan
menganalisa tentang peran hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga terhadap semakin banyaknya angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga yang dilihat dari teori-teori dan pemikiran yang ada. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Salatiga, sebab angka perceraian mengalami peningkatan yang signifikan sehingga sejauh mana fungsi dari lembaga mediator ini dalam upaya meminimalisir an.gka perceraian dapat maksimal dengan baik. 3. Sumber Data a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber, yakni berupa kata-kata dan tindakan dari narasumber. Sumber data utama ini dicatat dan di rekam. Narasumber dipilih dan diurutkan sesuai kapasitasnya. b. Sumber data sekunder, yaitu data-data yang didapatkan dari dokumentasi proses mediasi di Pengadilan Agama serta buku-buku yang relevan dengan penelitian ini.
12
4. Prosedur Pengumpulan Data a. Observasi Mengadakan pengamatan langsung terhadap mekanisme mediasi di Pengadilan Agama Salatiga dan sejauh mana perannya dalam upaya menekan jumlah perceraian. b. Wawancara mendalam Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung (Surakhmad,1990:174). Wawancara dalam penetian ini dengan menggunakan dialog langsung dengan beberapa Hakim mediasi di Pengadilan Agama Salatiga c. Dokumentasi Pengumpulan data dengan melihat dokumen-dokumen terkait seperti dokumen atau arsip Kantor Pengadilan Agama Salatiga. 5. Analisis Data Setelah data terkumpul semua maka penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut. Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Karena dengan analisalah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah peneletian. (Nazir,1998:405)
13
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif penyelidikan yang menuturkan, menggambarkan, menganalisa dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan teknik survai, interview dan observasi. (Surakhmad 1990:139) 6. Pengecekan Keabsahan Data Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Di mana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330).
Pengecekan keabsahan data ini
dilakukan dengan cara membandingkan berbagai dokumen, oservasi dan mencari informasi dari berbagai pihak yaitu pelaku perceraian dan saksi yang terlibat dalam kasus perceraian tersebut. H. SISTEMATIKA PENELITIAN Sistematika penulisan dalam hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab pertama ini penulis memaparkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, fokus penelitian, penegasan istilah, metode pelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan sistematika penulisan.
14
BAB II MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA: Dalam bab kedua ini penulis memaparkan tentang pengertian perceraian, macam-macam perceraian, mediasi pada kasus perceraian, kemudian memberikan gambaran tentang mediasi secara umum dan mediasi di lingkungan Pengadilan Agama pada umumnya serta memaparkan mediasi dalam Islam. BAB III
TEMUAN PENELITIAN : Dalam bab ini penulis
memaparkan tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga, problem mediasi kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, upaya yang dilakukan hakim mediator dalam mengatasi problem-problem mediasi, serta analisis dari hasil temuan penelitian. BAB V PENUTUP : Dalam bab ini penulis memaparkan kesimpulan akhir dari hasil penelitian dan saran yang diberikan penulis kepada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.
15
BAB II MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA A. Perceraian Dalam Islam 1. Pengertian talak Talak diambil dari kata “ithlak” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut syara‟, talak yaitu: َ لر ِب َّ ج َواِ ْن َها ُء ْال َعالَ قَ ِة ا َّ ط ِة ا لز ْو ِجيَّ ِة َ ِ لز َوا
Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. (Ghazaly, 2006:191)Namun ini berlaku untuk talak ba‟in untuk raj‟i seorang suami masih diperbolehkan ruju‟ kepada istri sebanyak dua kali, selama masih dalam masa iddah Lafal talak telah ada sejak zaman Jahiliyah. Syara‟ datang untuk menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini. Penduduk Jahiliyah menggunakannya ketika melepas tanggungan, tetapi dibatasi tiga kali. Hadis diriwayatkan dari Urwah bin Zubair berkata: “Dulunya manusia menalak istrinya tanpa batas dan bilangan.” Seseorang yang
16
menalak istri, ketika mendekati habis masa menunggu, ia kembali kemudian menalak lagi begitu seterusnya kemudian kembali lagi dengan maksud menyakiti wanita, Diriwayatkan bahwa seorang lakilaki pada zaman Jahiliyah menalak istrinya kemudian kembali sebelum habis masa menunggu. Andaikata wanita di talak seribu kali kekuasaan suami untuk kembali masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada Aisyah ra. Mengadu bahwa suaminya menalaknya dan kembali tetapi kemudian menyakitinya. (Azzam, 2009:255) Menurut syara‟ yang dimaksud talak ialah memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau di masa mendatang oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan kedudukan kata-kata tersebut. Menurut bahasa, talak berarti menceraikan atau melepaskan (Umar, 1986:386)Kata “talak” dalam bahasa Arab berasal dari kata “thalaqa- yutahliku-thalaqaqan” yang bermakna melepas atau mengurai tali pengikat. Baik tali pengikat itu bersifat kongkrit seperti pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali perkawinan. Kata talak merupakan isim masdar dari kata thallaqa-yuthaliku-tathliiqan. Jadi kata ini semakna dengan kata taqliq yang bermakna “irsal” dan “tarku”yaitu melepaskan dan meninggalkan. Menurut Sabiq (2009:2) Kata Talak berasal dari kata thalaq adala h alithlaq, artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam syariat Islam, talak artinya melepaskan ikatan pernikahan atau mengakhirinya
17
a.
Dalil disyariatkan talak Dalil disyariatkan talak adalah Alquran, sunnah, dan ijma‟.
Dalam Alquran Allah berfirman:
Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqoroh :229)
Ulama sepakat bolehnya talak, ungkapannya menunjukkan bolehnya talak sekalipun makruh. Akad nikah sebagaimana yang kami sebutkan dilaksanakan untuk selamanya sampai akhir hayat. Agar suami istri dapat membangun rumahtangga sebagai pijakan berlindung dan bersenang-senang di bawah naungannya dan agar dapat mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang baik. (Azzam, 2009:257) Oleh karena itu, hubungan antara suami istri adalah hubungan yang tersuci dan terkuat. Tidak ada dalil yang menunjukkan kesuciannya dari pada Allah menyebutkan akad antara suami istri sebagai janji yang berat (mitsaq ghalizh) sebagaimana firman Allah: Dan mereka (isteri-isterimu telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS.An-Nisa‟(4): 21)Jika hubungan antara suami istri begitu
18
kuat, maka tidak boleh diremehkan dan direndahkan. Segala sesuatu yang melemahkan hubungan ini dibensi Islam karena mengakibatkan luputnya manfaat dan hilangnya maslahat antara pasangan suami istri tersebut. Telah kami isyaratkan pada hadist Rasulullah. َّ لى هللاُ ال )طالَ ْق (رواه ابى داود وابن ما جه والحا كم َ أ َ ْبغ َ َِض ا ْل َحالَ ِل إ
Artiya: Sesuatu perkawinan yang dibenci oleh Allah adalah talak/perceraian. (Ibnu Majah jus 1)
Siapa saja manusia yang menghendaki rusaknya hubungan antara suami istri, dalam pandangan Islam ia keluar dari padanya dan tidak memiliki sifat kehormatan. Rasulullah bersabda: Tidak tergolong kami orang yang merusak hubungan suami istri terhadap suaminya. (Azzam, 2009:257) Sedangkan ijma‟ menyepakati bahwa hubungan suami istri adalah hubungan tersuci dan terkuat, maka hubungan ini tidak boleh diremehkan dan direndahkan. Keduanya harus berusaha menggapai mawadah warrahmah dalam menjalani biduk rumah tangga.
19
2. Hukum Talak Dalam Islam Pada prinsipnya asalnya, talak itu hukumnya makruh berdasarkan sabda Rasulullah Saw.
َّ لى هللاُ ال طالَ ْق َ أ َ ْبغ َ َض ا ْل َحالَ ِل ِإ
Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Azza wajalla adalah talak (Ibnu Majah jus 1) Para ulama berbeda pendapat tentang hukum talak, pendapat yang lebih benar adalah makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkannya, karena talak berarti kufur terhadap nikmat Allah, mengkufuri nikmat Allah haram hukumnya. Talak tidak halal karena darurat misalnya suami ragu terhadap perilaku istri atau hati sang suami tidak ada rasa tertarik pada istri karena Allah Maha Membalikkan segala hati. Jika tidak ada hajat yang mendorong talak kufur terhadap nikmat Allah secara murni dan buruk adab terhadap suami, hukumnya makruh. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum talak secara rinci. Menurut mereka hukum talak terkadang wajib dan terkadang haram dan sunnah. Al-Baijarami berkata: Hukum talak ada lima yaitu adakalanya wajib seperti talaknya talaknya orang yang bersumpah ila‟ (bersumpah tidak mencampuri istri) atau dua utusan dari keluarga suami dan istri, adakalanya haram seperti talak bid‟ah dan
20
adakalanya sunnah seperti talaknya orang yang lemah, tidak mampu melaksanakan hak-hak pernikahan. Demikian juga sunnah, talaknya suami yang tidak ada orang tua yang bukan memberatkan, karena buruk akhlaknya dan ia tidak tahan hidup bersamanya, tetapi ini tidak mutlak karena umumnya wanita seperti itu. Rasulullah telah mengisyaratkan dengan sabdanya: Wanita yang baik seperti burung gagak yang putih kedua sayap dan kedua kakinya. Hadis ini sindiran kelangkaan wujudnya Al-A‟shamm artinya putih kedua sayapnya atau kedua kakinya dan atau salah satunya. Ulama Hanabilah (penganut mazhab Hambali) memperinci hukum talak sebagai berikut haram, mubah, dan kadang-kadang dihukumi sunnah. Talak wajib misalnya talak dari hakam perkara syiqaq, yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak bias didamaikan lagi, dan kedua pihak memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan persengketaan mereka. Termasuk talak wajib ialah talak dari orang yang melakukan ila, terhadap istrinya setelah lewat empat bulan. Adapun talak yang diharamkan,yaitu talak yang tidak diperlukan. Talak ini dihukumi haram karena akan merugikan suami dan istri serta tidak ada manfaatnya.Talak mubah terjadi hanya apabila diperlukan, misalnya karena istri sangat jelek, pergaulannya jelek, atau tidak dapat diharapkan adanya kebaikan dari pihak istri. Apabila pernikahan dilanjutkan pun tidak akan mendapat tujuan apa-apa. Talak
21
mandubatau talak sunnah, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sudah keterlaluan yang telah melanggar perintah-perintah Allah, misalnya meninggalkan sholat atau kelakuannya sudah tidak dapat diperbaiki lagi atau istri sudah tidak menjaga kesopanan dirinya. (Tihami, 2009:250) 3. Macam-macam Talak Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak di bagi menjadi dua yaitu : 1)
Talak Raj‟i Talak Raj‟i yaitu thalaq dimana suami masih mempunyai hak untuk rujuk kepada istrinya, dimana istri dalam keadaan sudah digauli. Hal ini sesuai dengan Qs Al-Baqarah : 229 yang berbunyi :
22
Talak (yang dapat di rujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduaanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah (Tihami, 2009 :233). 2) Talak Ba‟in Talak Ba‟in adalah talak yang memisahkan sama sekali hubungan suami istri. Talak Ba‟in terbagi menjadi dua bagian: a) Talak ba‟in sughra, yaitu talak yangmenghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan nikah baru kepada bekas istrinya. Artinya bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Yang termasuk dalam talak ba‟in sughra ialah : 1)
Talak yang dijatuhkan kepada istrinya sebelum berkumpul
2)
Talak dengan penggantian harta atau yang disebut Khulu‟
3) Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang di penjara, talak karena penganiayaan, atau yang semacamnya Hukum talak bain shugra: 1.
Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri
23
2.
Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat (menyendiri berdua-duaan)
3.
Masing-masing tidak saling mewarisi manakala meninggal
4.
Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah bekas suaminya dengan berpisan tempat tidur dan mendapat nafkah
5.
Rujuk dengan akad dan mahar yang baru
b) Talak ba‟in kubra, ialah talak yang mengakibatkan hilangnya hak ruju‟ kepada bekas istri, walaupun kedua bekas suami istri itu masih ingin melakukanya, baik diwaktu iddah maupun sesudahnya. Yang termasuk dalam thalaq ba‟in kubra adalah: perceraian yang mengandung unsur sumpah seperti ila, zihar, dan li‟an Sebagian ulama berpendapat yang termasuk talak bainkubra adalah segala macam perceraian yang mengandung unsur-unsur seperti: ila, zihar, dan li‟an Hukum talak bain kubra: 1.
Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri
2.
Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat (menyendiri berdua-duaan)
3.
Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah bekas suaminya dengan berpisah tempat tidur dan mendapat nafkah
24
4.
Suami haram kawin lagi dengan istrinya, kecuali bekas istri telah kawin dengan laki-laki lain. Maksudnya apabila seorang suami menceraian istrinya
dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh dikawini lagi sebelum perempuan tersebut menikah dengan laki-laki lain.Apabila suami yang telah terlanjur menjatuhkan talak sampai tiga kali terhadap istri, tiba-tiba menyesal, tidak boleh minta kepada seorang suami untuk mengawini bekas istrinya itu, dengan permintaan setelah berlalu beberapa waktu dan setelah terjadi persetubuhan supaya menceraikan istrinya, guna memungkkinkan kawin lagi dengan suami pertama itu. Dalam hubungan ini hadis Nabi riwayat Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, dan Ibnu Majah dari Ali memperingatkan, „Allah mengutuk laki-laki muhallil (mengawini perempuan untuk menghalalkan perkawinan kembali dengan bekas suaminya lama) dan laki-laki yang menyuruh orang lain kawin sebagai muhallilnya. (Basyir, 1999:81) Di tinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, talak dibagi menjadi tiga macam sebagai berikut: a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat: 1. Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli tidak termasuk talak sunni.
25
2. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah di talak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi‟iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialahtiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid(menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau karena suami meminta tebusan (khulu‟), atau ketika istri dalam haid, semuanya tidak termasuk talak sunni. 3. Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di permulaan, di pertengahan maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid. 4. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni. b. Talak Bid‟i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syaratsyarat talak sunni. Termasuk talak bid‟i: 1. Talak, yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid (menstruasi) baik dipermulaan haid maupun di pertengahannya. 2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud. c. Talak la sunni wala bid‟i, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid‟i yaitu:
26
1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli. 2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid. 3. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil. Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang digunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut: a. Talak Syarih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi. Beberapa contoh talak syarih ialah seperti suami berkata kepada istrinya: 1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya ceraikan sekarang juga. 2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga. Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istri dengan talak syarih maka menjadi jatuhlah talak dengan sendirinya, sepanjang diucapkannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri. b. Talak kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata sindiran, atau samar-samar suami berkata kepada istrinya: 1. Engkau sekarang telah jauh dari diriku.
27
2. Selesaikan sendiri segala urusanmu. 3. Janganlah engkau mendekati aku lagi. 4. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga. 5. Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga. 6. Susullah keluargamu sekarang juga. 7. Pulanglah kerumah orang tuamu sekarang. 8. Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu. 9. Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang. 10. Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian. Ucapan-ucapan tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.Tentang kedudukan talak dengan
kata-kata
kinayah
atau
sindiran
ini
sebagaimana
dikemukakan oleh Taqiyuddin Al-Husaini, bergantung kepada niat suami. Artinya, jika jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh. (Ghazaly, 2006:195)
B. Mediasi Pada Kasus Perceraian Pada prakteknya proses mediasi ini dilakukan jika salah satu pasangan nikah ada yang tidak setuju untuk cerai. Jadi yang mengajukan gugatan cerai si isteri tapi si suami menyatakan bahwa ia tidak mau bercerai pada sidang pertama, maka dilaksanakanlah mediasi tersebut.
28
Secara detail tentang mediasi dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Pada saat sidang pertama majelis hakim akan melengkapi berkas-berkas yang diperlukan dalam persidangan seperti : kelengkapan surat gugatan, surat kuasa, surat panggilan para pihak, dan sebagainya. Selanjutnya hakim akan menjelaskan bahwa sesuai prosedur dimana sebelum dijalankannya proses cerai maka para pihak diwajibkan mengadakan mediasi. Kemudian hakim bertanya apakah para pihak mempunyai mediator? Jika tidak maka hakim akan menentukan seorang mediator untuk memimpin mediasi para pihak. b. Majelis Hakim kemudian menentukan hakim lain untuk menjadi mediator dalam pelaksanaan mediasi tersebut. c. Mediasi dilakukan di ruang khusus di Pengadilan Agama. d. Umumnya mediasi dilakukan maksimal dua kali e. Bila dalam mediasi tidak tercapai perdamaian atau rujuk maka barulah proses perkara perceraian dapat dilaksanakan 1. Pengertian Mediasi Mediasi adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan menggunakan jasa seorang mediator/penengah, sama seperti konsiliasi. Menurut Gary Goodpaster, Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak liar uang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. (Usman, 2003:79)
29
Jadi Mediasi adalah suatu proses dimana kedua belah pihak yang bersengketa atau lebih menunjuk pihak ketiga yang netral dan impartial untuk membantu mereka dalam mendiskusikan penyelesaian sengketa dan mencoba menggugah para pihak untuk menegosiasikan suatu penyelesaian dari sengketa. Selain itu mediasi bersifat pribadi, rahasia, kooperatif dan tidak terikat denag aturan-aturan formal sebagaimana proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Mediasi yang dilakukan oleh para pihak dengan bantuan mediator bertujuan untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak yang saling menguntungkan dan memuaskan bagi pihak-pihak yang bersengketa serta bersifat problem solving, bukan untuk mencari kalah atau menang. Karena itu dalam suatu mediasi mediator hanya menjadi fasilitator yang membantu para pihak dalam mengklarifikasi kebutuhan dan keinginan mereka, menyiapkan panduan membantu para pihak dalam meluruskan perbedaan-perbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat. Mediasi sebagai salah satu alternatif yang sudah lama dikenal dalam islam khususnya dalam hal perkawinan. Mediasi tersebut dilakukan dengan bantuan hakamain yang ditunjuk dari kerabat kedua belah pihak sebagaimana surat An-Nisaa ayat 35. Pengangkatan hakamain dalm penyelesaian
sengketa
perkawinan
khususnya
syiqaq
juga
telah
diintegrasikan dalam proses beracara di Pengadilan Agama. Hal ini dibuktikan dengan diaturnya masalah pengangkatan hakamain dalam
30
Kompilasi Hukum Islam Pasal 76 ayat 2 namun kenyataannya jarang sekali atau hampir tidak ada hakim yang mengangkat hakamain sebagaimana maksud pasal tersebut. Mahkamah Agung RI melalaui peraturan Mahkamah Agung RI nomor 1 tahun 2008 telah mengintegrasikan mediasi kedalam proses beracara di Pengadilan sebagai salah satu instrumen untuk mengatasi penumpukan perkara. Pasal 4 peraturan ini menginsyaratkan bahwa seluruh sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian damai dengan bantuan mediator kecuali sengketa yang diselesaikan melalui proses pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan badan penyelesaian sengketa konsumen dan keberatan atas putusan komisi persaingan usaha. Sengketa perdata yang dimaksud dalam pasal ini termasuklah sengketa perkawinan. Penerapan peraturan Mahkamah Agung RI ini dalam proses penyelesaian sengketa perkawinan sejalan dengan hukum islam, dimana perceraian adalah suatu perbuatan yang paling dibenci Allah. Bahkan pasal 7 ayat 1 Perma ini telah mewajibkan hakim untuk memerintahkan kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui mekanisme mediasi. Selain itu, pasal 2 ayat 4 mengharuskan hakim memasukkan hasil mediasi ke dalam pertimbangan hukumnya dan jika tidak menempuh prosedur mediasi dinggap sebagai pelanggaran terhadap pasal 130 HIR/154 RBg yang berakibat putusan batal demi
31
hukum sebagaimana pasal 2 ayat 3 perma ini. Dengan demikian mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa diluar persidangan menjadi suatu keharusan dalam penyelesaian sengketa perdata. Diwajibkannya mediasi khususnya dalam sengketa perkawinan seperti perceraian membawa manfaat yang besar bagi para pihak karena melalui mediasi akan dicapai kesepakatan dan solusi yang memuaskan dan terselesaikannya problem yang menjadi penyebab keretakan rumah tangga sehingga keutuhan rumah tangga tetap terjaga. Namun perlu diingatkan bahwa sengketa perkawinan (perceraian) yang diajukan ke pengadilan tidak jarang saat hari persidangan yang telah ditentukan hanya dihadiri oleh
satu
pihak
saja
yaitu
pihak
Penggugat/
Pemohon
atau
Tergugat/Termohon tidak diketahui alamat pastinya. Disinilah akan muncul permasalahna apakah persidangan ditunda untuk memanggil Tergugat/Termohon atau pihak yang tidak hadir sebagaimana Pasal 127 HIR/151 RBg, atau ditunda untuk mediasi. 2. Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama (PERMA No.1 Tahun 2008) a. Tahap Pra Mediasi 1. Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi 2. Hakim menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan proses mediasi paling lama 40 hari kerja
32
3. Hakim menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang bersengketa 4. Para pihak memilih mediator dari daftar nama yang telah tersedia pada hari sidang pertama atau paling lama 2 hari kerja berikutnya 5. Apabila dalam jangka waktu tersebut dalam point 4 para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki Ketua Majelis Hakim segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa pokok perkara untuk menjalani fungsi mediator b. Tahap Proses Mediasi 1) Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk Mediator yang disepakati atau setelah ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada Hakim Mediator yang ditunjuk 2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak Mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Majelis Hakim 3) Mediator wajib mempersiapkan jadwal pertemuan Mediasi kepada para pihak untuk disepakati 4) Apabila dianggap perlu Mediator dapat melakukan “Kaukus” 5) Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah Gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau Kuasa Hukumnya telah 2 kali berturut-berturut tidak menghadiri pertemuan Mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati tanpa alasan setelah dipanggil secara patut c. Mediasi Mencapai Kesepakatan
33
1) Jika Mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian maka wajib dirumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan Mediator 2) Jika mediasi diwakili oleh kuKasa Hukum maka para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atau kesepakatan yang dicapai 3) Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberi tahukan kesepakatan perdamaian tersebut 4) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada Hakim untuk dikuatkan dalam bentuk “Akta Perdamaian” 5) Apabila para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian maka harus memuat clausula pencabutan gugatan dan clausula yang menyatakan perkara telah selesai d. Mediasi Tidak Mencapai Kesepakatan 1) Jika Mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, Mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada Hakim 2) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara Hakim pemeriksa perkara tetap berwenang
untuk
mengusahakan
perdamaian
hingga
sebelum
pengucapan putusan 3) Jika mediasi gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan
34
e. Tempat Penyelenggaraan Mediasi 1) Mediator Hakim tidak boleh menyelenggarakan Mediasi diluar Pengadilan 2) Penyelenggaraan mediasi disalah satu ruang Pengadilan Agama tidak dikenakan biaya f. Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali 1) Para pihak yang bersepakat menempuh perdamaian di tingkat Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali wajib menyampaikan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama yang mengadili 2) Ketua Pengadilan Agama yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama (bagi perkara Banding) atau ketua Mahkamah Agung (bagi perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali) tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdamaian 3) Hakim
Banding/Kasasi/Peninjauan
Kembali
wajib
menunda
pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 hari kerja sejak menerima pemberitahuan tersebut 4) Para pihak melalui Ketua Pengadilan Agama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada Majelis Hakim Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali untuk dikuatkan dalam Akta Perdamaian 5) Akta
Perdamaian
ditandatangani
oleh
Majelis
Hakim
Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak dicatat dalam Register Induk Perkara
35
C. Mediasi dalam Islam Mediasi dalam konsep Islam dikenal dengan istilah Shulhu/Ishlah, beberapa ahli fiqih memberikan definisi yang hampir sama meskipun dalam redaksi yang berbeda, artinya yang mudah difahami adalah memutus suatu persengketaan. Dalam penerapan yang kita fahami adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua
orang
yang
saling
bersengketa
yang
berakhir
dengan
perdamaian.Sedangkan Hanabilah memberikan definisi Al-Sulh adalah kesepakatan yang dilakukan untuk perdamaian antara dua pihak yang bersengketa.(al-Mughni,1984:3) Praktik al-Sulh sudah dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW dengan berbagai bentuk untuk mendamaikan suami isteri yang sedang bertengkar, antara kaum muslimin dengan orang kafir, dan antara satu pihak dengan pihak lain yang sedang berselisih. Al-sulh menjadi metode untuk mendamaikan dengan kerelaan masing-masing pihak yang berselisih tanpa dikukan proses peradilan ke hadapan hakim.Tujuan utamanya adalah agar pihak-pihak yang berselisih dapat menemukan kepuasan atas jalan keluar akan konflik yang terjadi. Karena asasnya adalah kerelaan semua pihak. Dalam perkara perceraian al-Qur‟an menjelaskan tentang al-sulh dalam surat an-Nisa‟ ayat 128 sebagai berikut:
36
128. dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz[357] atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[358], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[359]. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [357] Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya. [358] Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali.
37
[359] Maksudnya: tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya, Kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya, Maka boleh suami menerimanya.
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan kisah Saudah binti Zam‟ah isteri Rasulullah SAW disaat ia mencapai usia lanjut, Rasulullah SAW hendak menceraikannya. Lalu Saudah emberikan jatah hariannya kepada Aisyah sebagai tawaran asalkan ia tidak diceraikan. Rasulullah SAW menerima hal tersebut dan mengurungkan niatnya untuk menceraikannya. ( alDimasyqi,1999:426 ) Tafsir ayat ini juga ada dalam kitab Shahih al-Bukhari. Dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan wanita yang takut akan nusyuz atau sikap acuh tak acuh dari suaminya adalah wanita yang suaminya tidak lagi ada kenginan terhadapnya, yaitu hendak menceraikannya dan ingin menikah dengan wanita lain. Lalusi wanita (isterinya) berkata kepada suaminya: ”Pertahankanlah diriku dan jangan engkau ceraikan. Silahkan engkau menikah lagi dengan wanita lain, engkau terbebas dari nafkah dan kebutuhan untukku”. Maka firman Allah dalam ayat tersebut: maka tidak mengapa bagi keduanya mengusahakan perdamaian yang sebenarbenarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagimereka). (al-Bukhori,2000:647)
38
Dari sebab turunnya ayat ini, penulis berpendapat bahwa Saudah saat itu melakukan upaya perdamaian ketika akan terjadi perceraian. Ia berupaya mempertahankan keutuhan rumah tangganya dengan merelakan jatah harinya diberikan kepada Aisyah, isteri Rasulullah SAW yang paling muda. Dalam hal ini memang tidak ada pihak ketiga sebagai mediator, namun apa yang dilakukan Saudah adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang kemudian ditegaskan dalam syariat Islam dengan turunnya surat An-Nisa‟ ayat 128 tersebut. Bentuk perdamaian antara suami isteri yang sedang berselisih terdapat dalam al-Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 35. Ayat ini lebih dekat dengan pengertian dan konsep mediasi yang ada dalam PERMA No.1 Tahun 2008 tentang proses mediasi.
SuratAn-Nisa‟ayat35: )6
35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
39
dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
[293] Hakam ialah juru pendamai
Ayat ini menjelaskan bahwa jika ada syiqaq/persengketaan antara suami isteri, maka Hakim mengutus 2 orang hakam/juru damai. Kedua hakam tersebut bertugas untuk mempelajari sebab-sebab persengketaan dan mencari jalan keluar terbaik bagi mereka, apakah baik bagi mereka perdamaian ataupun mengakhiri perkawinan mereka. Syarat-syarat hakam adalah: 1. Berakal 2. Baligh 3. Adil 4. Muslim Tidak disyaratkan hakam berasaldari pihak keluarga suami maupun isteri. Perintah dalam ayat 35 diatas bersif atanjuran. ( Sabiq,1998:185 )Bisa jadi hakam diluar pihak keluarga yang lebih mampu memahami persoalan dan mencari jalan keluar terbaik bagi persengketaan yang terjadi diantara suami isteri tersebut. Penulis berpendapat bahwa perintah mendamaikan dalam ayat ini tidak jauh berbeda dengan konsep dan praktik mediasi. Dimana hakim
40
mengutus hakam yang memenuhi syarat-syarat seperti layaknya seorang mediator profesional. Seorang hakam juga berhak memberikan kesimpulan apakah perkawinan antara suami isteri layak dipertahankan atau bahkan lebih baik bubar. Tidak berbeda dengan tugas meditor yang melaporkan hasil mediasi dengan dua pilihan, berhasil atau gagal. Konsep islam dalam menghadapi persengketaan antara suami isteria dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, tidak mungkin dilewati tanpa adanya perbedaan sikap dan pendapat yang berakumulasi pada sebuah konflik. Oleh karena itu, islam selalau memerintahkan kepada pemeluknya agar selalu berusaha menghindari konflik. Namun apabila terjadi, perdamain adalah jalan utama yang harus diambil selama tidak melanggar syariat. Penulis berkesimpulan bahwa perdamaian dalam sengketa yang berkaitan dengan hubungan dengan keperdataan dalam Islam termasuk perkara perceraian boleh bahkan dianjurkan untuk dilakukan mediasi. Maka mediasi dalam perkara perceraian tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip islam yang mengutamakan keutuhan rumah tangga. Bahkan menjadikan upaya perdamaian sebagai alternatif penyelesaian sengketa suami isteri agar terhindar dari perceraian dengan tetap mengutamakan kemaslahatan dalam kehidupan rumah tangga.
41
BAB III TEMUAN PENELITIAN
A. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Salatiga diantaranya sebagai berikut : a. Pendaftaran gugatan di Kepaniteraan Pengadilan Agama
42
b. Pembayaran panjar biaya perkara dan penandatanganan Surat Kuasa untuk Membayar (SKUM) c. Penunjukan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara oleh Ketua Pengadilan Agama d. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara menentukan hari sidang dengan penetapan e. Jurusita
Pengadilan
melakukan
pemanggilan
kepada
para
pihak
(Penggugat dan Tergugat) f. Para pihak hadir dalam persidangan g. Ketua Majelis Hakim memberikan penjelasan kepada para pihak untuk melaksanakan mediasi dengan mediator dari hakim Pengadilan Agama atau bisa juga dari luar Pengadilan Agama h. Setelah para pihak memilih mediator kemudian ketua majelis membuat penetapan mediator dan selanjutnya para pihak dipersilahkan untuk menemui mediator yang telah disepakati oleh para pihak untuk kesepakatan kapan dilaksanakannya mediasi. Kalau mediator dari luar Pengadilan Agama, bebas dilakukan dimana dan kapan dengan batas waktu maximal 40 hari setelah sidang, kalau mediator dari hakim Pengadilan Agama, maka harus dilaksanakan dikantor Pengadilan Agama. i. Setelah Mediasi selesai dilakukan, kemudian mediator membuat laporan hasil mediasi kepada ketua majelis
43
j. Kalau mediasinya berhasil maka penggugat diperintahkan untuk mencabut perkaranya dalam sidang berikutnya, kemudian ketua majelis membuat penetapan pencabutan perkara. (Wawancara dengan Bapak Djaenuri, M.H) Beberapa hakim mediator, dalam melakukan mediasi memang mengikuti aturan PERMA dan pedoman perilaku mediator. Saat akan melakukan mediasi pertama-tama memperkenalkan diri dulu dan memberikan pengertian tentang mediasi, lalu para pihak diminta memperkenalkan diri secara singkat. Membaca resume perkara atau surat gugatan untuk mengetahui pokok permasalahan. Lalu mediator bertanya tentang keinginan para pihak apa tujuan bercerai. Mediasi yang dilakukan oleh beberapahakimmediator telah mengikuti aturan yang ada. Contohnya adalah mediasi dilakukan selama 40 (empat puluh) hari, perpanjangan 14 hari kerja. Berapa kali mediasi dilakukan bergantung pada seberapa parah kasus tersebut dan seberapa besar peluang kembali atau tidak B. Problem Hakim Mediator Pengadilan Agama Salatiga dalam Mediasi Dalam BAB III ini penulis juga akan paparkan hasil dari penelitian di lapangan, yakni hasil wawancara kepada beberapa hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga. Yang penulis maksud sebagai hakim mediator disini adalah Hakim di Pengadilan Agama Salatiga yang juga bertindak sebagai Mediator. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mediator yang merupakan Hakim Pengadilan Agama Salatiga, mereka berpandangan bahwa masalah utama kegagalan mediasi adalah :
44
1. Karena masalah pernikahan adalah masalah hati. Hati adalah tempat yang paling tidak menentu dalam diri manusia. Apabila hati ini disakiti, maka, menurut penuturan paramediator, sebaik apapun mediasi yang dilaksanakan tidak akan menuju pada kerukunan rumah tangga kembali, apalagi sebelum bercerai, biasanya para pihak sudah menemukan pengganti, sehingga keinginan untuk bercerai sangat besar. Wawancara di atas menjelaskan bahwa perceraian adalah masalah hati. Masalah hati memang masalah yang sangat individual sehingga sangat sulit untuk diredam. Dalam rumah tangga masalah yang telah mengenai hati tersebut sangat sulit untuk dirukunkan kembali. Ditambah lagi dalam mediasi, sebenarnya masalah rumah tangga yang dialami oleh para pihak sudah sangat memuncak, ibarat gelas, maka sudah pecah. Sehingga para pihak saat berperkara di Pengadilan Agama, mereka sudah berniat untuk bercerai. Hal seperti ini adalah masalah utama sehingga mediasi gagal. 2. Pada masyarakat telah tercipta image atau citra Pengadilan Agama bahwa tiap pasangan yang bermasalah dengan rumah tangga mereka pasti akan bercerai. Hal ini memang sesuai dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama pasal 49. Pasal tersebut menjelaskan tentang kewenangan-kewenangan peradilan agama sebagai lembaga instansi resmi pemerintah yang berwenang cerai. Hal ini bermakna positif apabila dilihat dari segi kinerja lembaga Peradilan Agama yang telah bekerja sebaik mungkin untuk memutus perkara
45
perceraian. Selain daripada itu, pencitraan tersebut juga telah mengakibatkan citra Pengadilan Agama dalam masalah perceraian tidak dapat rujuk kembali. Hal ini kemudian menjadi kendala dalam proses mediasi yang ada di Pengadilan Agama, karena para Penggugat telah dalam gugatannya semula, yaitu, bercerai. Merupakan tugas berat bagi mediator untuk meyakinkan para pihak tentang citra yang telah tertanam dalam pikiran para Penggugat. Salah satu tugas mediator adalah mengarahkan para pihak supaya tidak berkutat pada definisi tertentu, hal ini sangat sulit dilakukan, sebab mediator dan para pihak baru pertama kali bertemu. Sedangkan mediasi dianggap berhasil apabila para pihak mencabut gugatannya. Secara logis, hampir tidak mungkin bagi para pihak untuk mengubah definisinya pada saat mediasi. 3. Kebanyakan dari para pihak yang ingin bercerai berpendidikan rendah. Sehingga para pihak apabila menghadapi masalah rumah tangga, yang tidak lain merupakan masalah hati, lebih memilih untuk menuntaskan masalah tersebut dalam lembaga pengadilan daripada menganalisis masalah tersebut dan menemukan jalan keluarnya sehingga para pihak bisa rukun kembali. 4. Para mediator diminta memediasi para pihak dengan sengketa rumah tangga yang sudah sangat parah. Hal inilah yang menjadikan semua pendekatan, nasehat dan pemahaman lain yang diberikan menjadi siasia. Menurut mediator, berdasarkan surat An-Nisa‟ ayat 35, mediasi
46
seharusnya dilakukan apabila ada khiftum (khawatir) akan ada persengketaan antar suami-istri. Dalam ayat lain, surat An-Nisa‟ ayat 128, apabila istri khawatir suaminya akan nusyuz, maka diadakan perdamaian (mediasi). 5. Para pihak yang bersengketa tidak dapat diajak bekerja sama, dalam artian para pihak tersebut memang tidak berniat (beriktikad baik) dalam melakukan mediasi, menurut penuturan beberapahakimmediatorbahwa para
pihak
tersebut
banyak
yang
tidak
datang.
Kemudian
beberapamediator menngkritisi tentang format mediasi. Dalam format tersebut hanya ada dua pilihan, gagal atau berhasil. Hal ini memang berkaitan dengan pemahaman pengadilan tentang definisi keberhasilan mediasi
yang
dilandasi
PERMA
No.
1
tahun
2008.
Bagi
beberapamediator, hal ini yang harus diluruskan bahwa keberhasilan mediasi bukan hanya cabut gugatan, tetapi juga bila mencapai kesepakatan tertentu. Namun apabila mediator melakukan mediasi di luar petitum gugatan, maka mediator dianggap telah melanggar pasal 3 ayat (3) yang berisi salah satunya dalah ketidakberpihakan mediator. Dalam melakukan mediasi, beberapamediator juga pernah memediasi dengan pengacara, hal ini sesuai dengan Pedoman Perilaku Mediator pasal 17 ayat (2), yang berbunyi: Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Meskipun hal tersebut dibolehkan dalam proses mediasi, namun inti dari mediasi tidak
47
terlaksana. Sebab mediasi pada dasarnya harus dilakukan sendiri oleh para pihak yang berperkara. Ditambah lagi kuasa hukum hanya berpegangan pada surat gugatan, sehingga mediator tidak dapat menjalankan perannya sebagai orang yang mencari alternatif-alternatif penyelesaian masalah secara maksimal. Penulis menggali lebih dalam mengenai wawancara tersebut bahwa meskipun telah melakukan berbagai pendekatan, sebagian besar para pihak yang telah mengajukan gugatan cerai adalah para pihak yang telah mencapai batas mempertahankan perkawinan atau dapat disebut juga keputusan final sehingga hasil akhir yang didapat adalah perceraian. Beberapahakim berpendapat bahwa mediasi hanyalah bagian kecil dari proses peradilan, sehingga para pihak pun melalui tahap mediasi sebagai bagian dari proses perceraian, bukan sebagai sarana untuk rukun kembali.. 6. Ketidak hadiran para pihak. Biasanya para pihak hadir dalam pertemuan pertama mediasi, dalam proses mediasi tersebut para pihak kemudian menjadi berpikir kembali untuk bercerai sehingga mediasi ditunda untuk waktu yang akan datang. Namun, saat mediasi kembali, pihak tidak hadir. Alasannya pun macam-macam, ada yang takut diceraikan, ada yang diwakili oleh pengacara. Para hakim mediator Pengadilan Agama Salatiga, lebih menekankan pada konsep pelaksanaan mediasi daripada acara formal mediasi. Beliau menganggap bahwa mediasi yang diwakili oleh pengacara adalah mediasi dengan tidak hadirnya
48
pihak, sehingga apabila dikaitkan dengan PERMA pasal 14 ayat (1) yang berbunyi: Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau parapihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Pasal tersebut memang melegalkan bahwa mediasi boleh diwakili oleh kuasa hukum, namun inti dari mediasi tidak berjalan. Hal ini kemudian dihindari oleh beliau. Beliau pun menuturkan bahwa rata-rata para pihak yang masuk pengadilan memang dalam kondisi rumah tangga yang sudah parah. Hal seperti ini pun juga menurut pandangan beliau selalu mengarah pada kegagalan mediasi. 7. Para pihak tidak kunjung menemukan kesepakatan, maksudnya selama pertemuan para pihak mengaku pikir-pikir lagi, padahal waktu mediasi dilakukan maksimal dalam waktu 40 (empat puluh) hari dan perpanjangan 14 (empat belas) hari. Sehingga para pihak tidak menemukan kesepakatan dan akhirnya gagal. Pak Djaenuri adalah Hakim mediator yang berpandangan bahwa mediasi dikatakan berhasil meskipun para pihak sepakat untuk bercerai secara baik-baik. SalahsatuMediator juga kerap menemui bahwa para pihak yang beliau mediasi sepakat untuk bercerai secara baik-baik. Buktinya adalah para pihak tersebut masih saling berbicara satu sama lain. Bagi
49
Mediator, sepakat untuk bercerai secara baik-baik adalah keberhasilan mediasi. 8. Para pihak datang ke pengadilan sebenarnya hanya membutuhkan surat secara legal formal. Contoh kasus adalah, ada pihak yang ternyata sudah talak ba‟in. Hal seperti itu memang tidak mungkin diusahakan untuk rujuk kembali. 9. Para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama memang sudah mengalami masalah rumah tangga yang sudah akut. Memang sudah pernah diselesaikan secara kekeluargaan, namun tidak selesai dan merasa jalan satu-satunya adalah bercerai. Penulis menilai bahwa mediator saat melakukan mediasi sudah melakukan peran dan tanggung jawab mereka sebagai seorang mediator. Para mediator tersebut memang telah melakukan diagnosis konflik dengan cara membaca surat gugatan dan melakukan konfirmasi dengan para pihak. Dalam melaksanakan mediasi, beberpamediator juga melakukan kaukus, hal ini sesuai dengan pasal 15 Pedoman Perilaku Mediator. Penulis menilai bahwa saat melakukan mediasi, mediator memang sedapat mungkin tidak berpihak meskipun secara jelas salah satu pihak telah melakukan kesalahan. Menurut pandangan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga selaku mediator, masalah percerai sesungguhnya sebagian besar merupakan masalah hati, sehingga cara paling efektif untuk menyelesaikan hal tersebut adalah mengingatkan kembali hal-hal yang dapat menyentuh hati, selain itu pak Muhdi Kholil
50
juga menerangkan bahwa dalam menghadapi para pihak, kita menghadapinya secara berbeda-beda, bergantung pada kasus masalah. Nasehat
dan
upaya-upaya
tersebut
memang
seringkali
tidak
membuahkan hasil sebab pasangan yang telah berperkara ke Pengadilan Agama memang sudah dalam masalah rumah tangga yang memuncak dan sudah berniat kuat untuk bercerai. Sehingga nasehat apapun yang diberikan oleh mediator, seringkali sudah tidak dapat melunakkan hati para pihak yang bersengketa. Mediator di Pengadilan Agama Salatiga menjalankan fungsi sebagai mediator dengan baik. Ukuran baik tersebut adalah para mediator bertugas sebagai penasehat yang bersifat netral dalam kasus sengketa tersebut dan tidak mempunyai kewenangan apa pun dalam pengambilan keputusan dalam mediasi. (Wawancara dengan beberapa hakim mediator)
C. Upaya yang dilakukan Hakim Mediator Pengadilan Agama Salatiga dalam mengatasi Problem dalam Mediasi 1. Upaya yang dilaksanakan oleh beberapa hakim mediator adalah memberikan pemahaman kepada kedua belah pihak yang bertikai melalui pandangan ilmu agama, ilmu sosial dan lainnya agar bisa rukun kembali dan berumah tangga lagi. Beberapa hakim memandang bahwa
51
selama ini saat mereka melakukan mediasi banyak pihak yang memang lebih menyetujui bercerai secara baik-baik, artinya meskipun bercerai, pembagian harta seperti nafkah dan harta bersama disetujui dalam mediasi. Namun, ada beberapa pula kasus yang meminta hakim untuk memutuskan nafkah dan harta bersama dalam sidang. Dalam kasus lain, seperti sengketa waris, beberapahakim menuturkan bahwa mediasi sengketa waris mempunyai keberhasilan yang besar daripada sengketa perceraian. 2. Memberikan nasihat mengenai masalah rumah tangga. Tiap para pihak yang dihadapi memberikan nasihat yang berbeda-beda, bergantung masalahnya. Biasanya dalam memediasi beberapa mediator juga akan membandingkan rumah tangga para pihak dan rumah tangga orangtua para pihak, apabila rumah tangga orangtua para pihak dapat bertahan lama. Selain itu, beliau juga menerangkan bahwa tiap manusia mempunyai kelemahan dan kelebihan. Beliau juga menerangkan bahwa dalam perceraian hal yang paling berat adalah masalah anak. Sebab, dampak perceraian bagi anak tidak kecil. 3. Memberikan nasehat kepada para pihak yang berperkara dengan menggunakan koreksi diri. Beberapa mediator mengingatkan pada para pihak bahwa tiap manusia mempunyai pikiran mereka sendiri dan memang itu adalah fitrah yang diberikan Allah.
52
4. Dalam melakukan mediasi beberapa mediator membaca resume perkara atau surat gugatan untuk mengetahui pokok sengketa kedua pihak yang akan bercerai, hal ini telah sesuai dengan pasal 13 PERMA No.1 tahun 2008. Beberapa mediator menuturkan bahwa saat melakukan mediasi memberikan pemahaman kepada kedua belah pihak bahwa apa pun yang terjadi, maka hubungan sesama manusia harus tetap dijaga. PERMA No.1 tahun 2008 pasal 15 ayat (4) yang berbunyi “Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan merekadan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.” Berdasarkan pasal tersebutmediator telah memberikan dua pilihan yang sangat baik untuk kebaikan kedua belah pihak. Menurut penilaian penulis, seorang mediator bertanggung jawab terhadap para pihak yang bersengketa ,beliau tidak memaksa kedua belah pihak untuk mediasi yang kedua kali bahwa apabila para pihak sudah bersepekat untuk bercerai. Dalam memediasi beberapamediator juga memenuhi pasal 3 Pedoman Perilaku Mediator yang berbunyi sebagai berikut: (1)
Mediator wajib memelihara dan mempertahankan ketidak berpihakannya, baik dalam wujud kata,sikap, dan tingkah laku terhadap para pihak yang terlibat sengketa.
(2) Mediator dilarang memengaruhi atau mengarahkan para pihak untuk
menghasilkan
syarat-syarat
53
atau
klausula-klausula
penyelesaian sebuah sengketa yang dapat memberikan keuntungan pribadi bagi mediator. (3) Dalam menjalankan fungsinya, mediator harus beriktikad baik, tidak berpihak, dan tidak mempunyai kepentingan pribadi serta tidak mengorbankan kepentingan para pihak. 5. Upaya yang tepat untuk mengatasi kegagalan mediasi adalah didirikan lembaga yang berada di desa atau kelurahan yang bisa didatangi dengan mudah oleh suami-istri yang bersengketa sebelum masalah bertambah parah. Lembaga ini sebaiknya berada di luar Pengadilan Agama. 6. Upaya yang dilakukan adalah menasehati para pihak mengenai akibat perceraian yang terjadi. Dampak dilihat dari sisi agama, sisi hukum dan sisi psikis. Dalam sisi psikis, hal yang ditekankan adalah psikis anak. Dalam wawancara, salah satu mediator mengadakan mediasi hanya sekali hal ini dikarenakan pada sebagian besar para pihak yang berperkara memang sudah sangat berniat untuk bercerai dan Pengadilan Agama mempunyai asas cepat, mudah dan biaya ringan, sehingga mediasi yang dilakukan cukup sekali. Sebelum mediasi dilaksanakan mediator membaca surat gugatan atau permohonan talak. Dalam melakukan mediasi mediator juga menemukan bahwa saat bercerai, istri tidak meminta pembagian harta bersama atau nafkah. Dalam hal ini pun mediator tidak menyatakan keberpihakannya, sehingga beliau tidak pernah melakukan mediasi di luar petitum istri. Sebagian besar para pihak yang pernah dimediasi oleh salah satu hakim mediator ini adalah
54
pihak yang tujuannya hanya satu, yaitu bercerai tanpa memikirkan akibat yang timbul dari perceraian. 7. Beberapa hakim menasehati untuk kebaikan tidak hanya kedua belah pihak, melainkan juga untuk kebaikan anak mereka. Hasil wawancara di atas juga menerangkan bahwa hakim Pengadilan Agama Salatiga yang bertindak sebagai mediator telah berusaha untuk menyeimbangkan antara tuntutan dan kesanggupan 8. Menurut beberapa hakim mediator seharusnya lembaga mediasi berdiri sendiri dan terpisah dari badan peradilan supaya dapat menangani kasus perceraian lebih profesional dan dapat dengan dilaksanakan secara maksimal sesui dengan tujuan mediasi yang sebenarnya 9. Menurut salah satu hakim mediator upaya yang dilakukan untuk mediasi adalah bergantung dengan masalah yang dihadapi oleh masing-masing pasangan.
Menurut
beliau,
umumnya
akar
masalah
adalah
ketidakpahaman tentang fungsi keluarga dan ketidakpahaman hak dan dan kewajiban suami-istri. Sehingga dalam mediasi, beliau menekankan pada sosialisasi fungsi keluarga. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan persuasif. Ada penjelasan pula secara teori mengenai perceraian dilihat dari hukum Islam dan hukum positif. Beliau pun mengingatkan dampak yang terjadi apabila menjadi janda atau duda. Menurut beliau, mediasi juga dapat digunakan sebagai sarana dakwah. Sebab diketahui bahwa sebagian besar para pihak yang berpekara di Pengadilan Agama Kabupaten Salatiga hanya lulusan
55
sekolah dasar (SD), sehingga sosialisasi tentang hak dan kewajiban suami-istri dan fungsi keluarga sangat dibutuhkan. 10. Upaya yang dituturkan oleh hakim mediator yang lain adalah mediator memberikan wawasan bahwa dampak perceraian tidak hanya bagi pasangan suami istri tersebut, tetapi juga berdampak pada anak. 11. Pada saat melakukan mediasi,mediator mengingatkan kembali pada para pihak tentang kenangan indah pernikahan, sehingga diharapkan konflik yang sementara tidak menghancurkan pernikahan yang telah dibangun bertahun-tahun. 12. Selain itu hakim mediator juga mengarahkan dan menguraikan akar permasalahan dan memberikan nasehat pada pihak agar tidak bercerai. Namun, apabila kedua belah pihak memang sudah mengalami masalah rumah tangga yang akut, maka penyelesaian satu-satunya adalah perceraian. Salah satu hakim mediator berpandangan bahwa kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan biasanya memang tidak bisa dirukunkan kembali. Sakit hati memang tidak bisa diganti dengan materi.(Wawancara dengan beberapa hakim mediator)
D. Analisis Upaya hakim mediator dalam mendamaikan suami isteri sangat penting dilakukan di Pengadilan agama Salatiga, demi mencegah terjadinya perceraian, berdasarkan
PERMANo. 1Tahun20/.,MV08,
pada pokoknya menekankan bahwa hakim mediator dalam upaya
56
melakukan perdamaian terhadap para pihak yang bersengketa, dalam sidang mediasi tidak sekedar formalitas, tetapi upaya perdamaian dilakukan secara sungguh-sungguh agar para pihak yang bersengketa dapat mengakhiri perkaranya dengan perdamaian. Menurut
analisa
penulis,
para
mediator
juga
telah
melaksanakan peran dan manfaat mediasi. Terbukti pada saat mediasi, hal-hal yang awalnya tidak diketahui dari masing-masing pihak, menjadi terbuka dalam proses mediasi. Dalam mediasi, para mediator memberikan kesempatan bicara yang sama banyak pada masing-masing pihak untuk mengutarakan maksud hati, beban pikiran dan keinginan masing-masing para pihak. Dalam mediasi, seringkali kata-kata kasar keluar. Hal ini menandakan bahwa kebebasan berbicara yang diberikan oleh mediator kadang disalah artikan. Para mediator tersebut juga melakukan diagnosis konflik dalam menangani perkara. Selain membaca surat gugatan, para mediator juga menanyai para pihak tentang kebenaran gugatan tersebut. Setelah itu mediator menggali kepentingan-kepentingan yang seharusnya terpenuhi dari masingmasing pihak. Adanya tuntutan-tuntutan yang keluar dari salah satu pihak juga dikendalikan oleh mediator supaya tidak melebihi kondisi riil pihak lain. Mengenai mediasi dalam Islam, mediasi yang dilaksanakan dalam Pengadilan Agama, khususnya dalam hal sengketa rumah tangga, Pengadilan Agama menunjuk para mediator yang bersifat netral dan
57
bukan dari pihak atau kalangan keluarga. Sedangkan menurut pandangan para ulama, sengketa rumah tangga lebih utama dilakuka oleh pihak keluarga sendiri. Hal ini dikarenakan pihak keluarga lebih mengetahui seluk-beluk perkara rumah tangga. Sedangkan para mediator yang beracara pada Pengadilan Agama hanya mengetahui permasalahan dari surat gugatan dan bisa jadi belum mengetahui duduk perkara sebenarnya. Dalam Islam, istilah mediator adalah hakam. Hakam tersebut berasal dari pihak suami dan pihak istri. Maksud hakam tersebut tidak lain adalah untuk merukunkan rumah tangga tersebut kembali.
Secara garis besar interview telah melaksanakan tahap pramediasi.
Yaitu
mediator
dengan
memperkenalkan
diri
dan
memperkenalkan pemahaman tentang mediasi kepada para pihak. meskipun, tahap pra mediasi tidak dapat dilaksanakan secara ideal, sebab Pengadilan Agama mempunyai asas cepat. Dalam hal ini asas cepat berkaitan langsung dengan proses peradilan. Dalam praktek, para pihak berpekara umumnya menginginkan kasus cepat selesai. Dalam mediasi, para mediator menjelaskan bahwa mediasi adalah salah satu proses beracara di Pengadilan yang harus ditempuh.
Adapun syarat-syarat mediator, para mediator non-hakim yang telah mempunyai izin dalam bentuk sertifikat mediator untuk melaksanakan tugas kemediatoran tidak ada yang beracara di
58
Pengadilan Agama Salatiga. Sedangkan mediator yang betugas di Pengadilan Agama Salatiga adalah Hakim yang belum mempunyai sertifikat tersebut, namun telah menjalani pelatihan kemediatoran. Syarat-syarat mediator yang dijalankan dalam Pengadilan Agama Salatiga memang jauh berbeda dengan syarat-syarat mediator yang dimaksud dalam Islam. Menurut Imam Nawawi dan Wahbah Zuhaili, syarat hakam adalah laki-laki, sedangkan dalam praktek mediasi di Pengadilan Agama Salatiga, mediator ada juga yang perempuan.
Berdasarkan hasil analisa penulis mengenai keseluruhan wawancara. Para mediator telah melaksanakan pasal 3 Pedoman Perilaku
Mediator,
utamanya
para
mediator
tidak
melakukan
keberpihakan terhadap salah satu pihak, telah menggunakan pendekatan persuasif supaya mediasi tidak gagal. Selain itu, mediator juga melakukan pendekatan persuasif berdasarkan kondisi perkara para pihak. Selain itu, para mediator juga telah menyelenggarakan mediasi dengan baik. Telah hadir tepat waktu dan telah menempati tempat mediasi yang disediakan oleh Pengadilan Agama Salatiga. Pada saat mediasi, mediator juga telah menjelaskan secara singkat perihal mediasi, fungsi mediasi dan biodata singkat mediator.
Adapun cara-cara yang dilakukan oleh hakim mediator untuk mendamaikan para pihak adalah: a. Mengingatkan para pihak akan tujuan dari pada perkawinan
59
b. Memberikan nasehat bagi para pihak agar tidak bercerai c. Mengingatkan akibat yang timbul setelah terjadinya perceraian d. Jika terjadi perceraian maka para pihak tidak dapat berkumpul kembali dengan anak, tidak bebas bertemu anak dan anak sebaliknya juga demikian e. Bagi para pihak yang masih menghendaki untuk rukun kembali diperintahkan untuk bersikap proaktif, artinya suami atau isteri diminta untuk sesering mungkin
menemui/mendatangi rumah
suami/isteri f. Diperintahkan untuk musyawarah keluarga g. Pada sidang berikutnya diperintahkan untuk mendatangkan keluarga guna untuk dimintai keterangan oleh Majelis Hakim Walaupun telah sedemikian parah hubungan perkawinan antara suami isteri dan sudah diupayakan perdamaian oleh pihak keluarga tidak berhasil, mediator tetap harus mengupayakan perdamaian lagi dengan jalan mediasi. Namun proses mediasi sebagian besar tidak berhasil dikarenakan ada beberapa problem yang menyebabkan mediasi itu tidak berhasil.
Adapun hal yang menjadi problem dari kegagalan mediasi adalah mediasi mempunyai porsi yang sangat sedikit dalam beracara di Pengadilan Agama. Mediasi hanya berlangsung sebentar saja, kurang
60
lebih sekitar 15 (lima belas) sampai 30 (tiga puluh) menit atau waktu mediasi bergantung pada kasus para pihak. Mediasi tersebut hanya berlangsung sebentar dibandingkan dengan lamanya sengketa yang dihadapi para pihak. Hal ini tentu sangat tidak sesuai dengan harapan diadakannya mediasi, sebab mediasi diharapkan mampu mengurangi perkara yang masuk dalam tahap peradilan. Adapun cara yang sebaiknya ditempuh adalah mengubah peraturan bahwa tiap orang yang hendak bercerai seharusnya menempuh tahap mediasi terlebih dahulu sebelum masuk dalam tahap peradilan. Sehingga mediasi dapat dilakukan dengan cara yang lebih profesional dan para pihak pun tidak selalu berpikiran untuk bercerai.
Selain itu problem lain yang dihadapi hakim mediator dalam proses mediasi adalah: a. Tingkat kemampuan/pendidikan para pihak yang susah diajak berfikir secara logis sehingga sulit untuk diajak musyawarah khususnya masalah perceraian b. biasanya para pihak dari rumah sudah diupayakan perdamaian oleh pihak keluarga namun tidak berhasil c. Kedua belah pihak sudah bulat ingin bercerai. Karena bagaimanapun usaha yang dilakukan hakim mediator untuk mendamaikan para pihak, jika para pihak tetep kukuh dengan pendiriannya untuk bercerai, maka
61
upaya hakim mediator tetap tidak akan bisa mencegah terjadinya perceraian d. Keterlibatan pihak ketiga atau campur tangan pihak ketiga yang dapat menghambat upaya perdamaian. Seperti keterlibatan kedua keluarga yang mengharapkan pasangan untuk tetap bercerai sebab mereka sudah tidak ada kecocokan lagi e. Keterbatasan waktu, karena keterbatasan jumlah hakim mediator yang bersertifikat menyebabkan yang menjadi hakim mediator adalah hakim biasa, jadi para hakim tersebut sangat sedikit waktu yang diluangkan untuk menjalankan proses mediasi, para hakim harus menyelesaikan perkara-perkara yang disidangkan tiap harinya, padahal hakim mediator harus memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan untuk mendamaikan para pihak melalui cara mediasi. f. Kedua belah pihak tidak hadir dalam sidang mediasi. Dengan demikian maka secara otomatis sidang mediasi tidak dapat dilaksanakan, hal ini sangat mempengaruhi efektifitas upaya hakim mediator agar merubah keinginan para pihak untuk bercerai. Pengadilan Agama Salatiga telah melakukan penyuluhan hukum termasuk mediasi pada wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga. Penyuluhan hukum dilakukan secara bergilir dan dilakukan oleh hakim senior. Sayangnya, penyuluhan ini kurang diminati oleh warga, sebab para hakim saat melakukan penyuluhan hukum memakai bahasa yang
62
formal. Sehingga warga tidak tertarik untuk mengikuti penyuluhan hukum.
63
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Mediasi di Pengadilan Agama Salatiga biasanya dilakukan oleh hakim yang bertindak sebagai mediator. Mediasi harus dilakukan di kantor Pengadilan Agama dalam kurun waktu maximal 40 hari. 2. Problematik mediasi di Pengadilan Agama Salatiga utamanya adalah karena, pertama, sebagian besar mereka berperkara di Pengadilan Agama mengalami masalah rumah tangga yang telah memuncak sehingga mediasi lebih banyak gagal.Kedua, para pihak umumnya sudah sepakat untuk cerai. Ketiga, Perceraian adalah masalah hati, sehingga apabila tersakiti, tidak mudah untuk didamaikan. Keempat, para pihak yang berperkara juga sebenarnya datang ke Pengadilan hanya untuk mendapatkan surat resmi cerai. Kelima, citra Pengadilan Agama adalah perceraian, sehingga para pihak tidak mau berdamai. Keenam, sosialisasi hukum yang diterangkan oleh hakim menggunakan bahasa formal yang tidak dipahami oleh masyarakat. 3. Upaya yang digunakan mediator supaya mencegah kegagalan mediasi adalah dengan menggunakan pendekatan secara persuasif bergantung masalah perkara yang dihadapi para pihak. Umumnya mediator menggunakan pendekatan agama, sosial dan kekeluargaan. Selain itu,
64
proses mediasi dapat diperpanjang apabila mediator menilai para pihak mempunyai kesempatan besar untuk didamaikan. Hakim sebaiknya menggunakan
bahasa
sederhana
yang
dapat
dimengerti
oleh
masyarakat.
B. Saran 1. Hendaknya Pengadilan Agama Salatiga menambah jumlah hakim mediator,
memberikan
tes
dan
pelatihan
kemampuan
dalam
memberikan mediasi, agar hakim mediator dapat menyusun strategistrategi yang tepat supaya para pihak mengurungkan niatnya untuk bercerai 2. Mediator perlu menjaga netralitas, independensi, dan”stepback”. Dalam tahapan mediasi seorang mediator rmesti memegang prinsip dan bersikap yang benar-benar menjaga netralitas dan imparsialnya sebagai seorang penengah. 3. Ada beberapa prinsip seorang mediator yang dapat menjaga netralitasnya dalam menangani sebuah perkara: a. Menunjukkan atensi terhadap persoalan dan terhadap para pihak b. Memberikan waktu yang seimbang kepada para pihak untuk menyampaikan persoalannya c. Memahami perasaan para pihak tanpa terlibat didalamnya
65
d. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang konstruktif terhadap pasangan suami isteri
66
DAFTAR PUSTAKA ______, UU Peradilan Agama. Yogyakarta: Agromedia Pustaka. ______, UU Perkawinan di Indonesia. Surabaya: Arkola. AlQuran.__________________________________ Ibnu Kasir, Abu al-Fida Abu Isma‟il bin „Umar bin Katsir al-Qurasy alDimasyqi, 1999. Tafsir al-Quran al-„azhim. Cet ke-2. Riyad: Dar Thayibah. Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2009. Fiqh Munakahat.Jakarta: Sinar Grafika. Basyir, Ahmad Azhar. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Cet ke9.Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Ghazali, Abdur Rahman. 2006. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Gunawan, Wijaya. 2009. Seri Hukum Bisnis. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Harijah, Damis. 1997. Hakim Mediasi. Mimbar Hukum Muh, Nazir. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghali Indonesia Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah jilid 4. 2009. Jakarta: Cakrawala Publishing.
Surakhmad, Winarno.1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik. Edisi VII. Bandung: CV. Tarsito Soemiyati. 1990. Hukum Prtkawinan Islam. Cet ke-4.Yogyakarta: Liberty. Tihami, Sohari Sahrani. 2009. Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta: Rajawali Pers. Usman, Rahmadi. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung:PT Citra Adytia Bakti. Umar, Anshori. 1981. Fiqih Wanita. Semarang: CV. Asy Syifa‟.
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Apakah yang disebut dengan mediasi ? 2. Siapakah yang bertindak/berwenang memediasi kasus perceraian ? 3. Apakah pengertian mediator itu ? 4. Apakah semua hakim bias menjadi mediator ? 5. Apakah semua hakim di Pengadilan Agama Salatiga sudah memiliki sertifikat sebagai mediator? 6. Apakah
mediator
di
Pengadilan
Agama
Salatiga
sudah
menjalankan tugasnya sesuai dengan pedoman perilaku mediator? 7. Ada berapa kasus perceraian yang masuk di Pengadilan Agama Salatiga selama tahun 2012-2013 ? 8. Dari beberapa kasus tersebut berapa kasus yang berhasil di damaikan melalui jalur mediasi ? 9. Bagaimana prosedur mediasi menurut aturan PERMA No.8 Tahun 2008 ? 10. Bagaimana prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga? 11. Apakah prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga sudah sesuai dengan aturan PERMA No.8 Tahun 2008 ? 12. Problem apa saja yang menyebabkan sebagian besar dari kasus perceraian yang dimediasi mengalami kegagalan ? 13. Problem yang mana yang paling dominan menyebabkan kegagalan dalam mediasi ?
14. Upaya apa saja yang sudah dilakukan oleh mediator untuk mengatasi kegagalan dalam mediasi ? 15. Menurut Bapak upaya mana yang paling tepat untuk mengatasi kegagalan dalam mediasi ?
CURICULUM VITAE
DATA PRIBADI Nama
: Hanif Ummu Hapsari
Tempat Tanggal Lahir
: Boyolali, 08 Juni 1989
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Wates Rt o2/X, Seboto, Ampel, Boyolali
No.HP
: 085740343204
Status
: Menikah
Email
:
[email protected]
DATA PENDIDIKAN 1. TK Aisyiyah Bustanul Atfal Boyolali lulus tahun 1995 2. SD Negeri Sidomulyo 2 Tompak lulus tahun 2001 3. SMP Negeri 1 Cepogo lulus tahun 2004 4. SMA Negeri 3 Boyolai lulus tahun 2007 5. STAIN Salatiga lulus tahun 2014