MANAJEMEN REPRODUKSI TERNAK
Oleh : Moh. Nur Ihsan
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012
PENDAHULUAN Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, dan
berkurangnya bahan
pangan, maka manusia selalu berupaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian, termasuk juga peternakan. Salah satu usaha yang dilakukan manusia untuk mendapatkan bahan pangan dari hewan ialah memanfaatkan dan mengembangkan teknologi baru yaitu Bioteknologi. Bioteknologi mempunyai beberapa arti antara lain: 1. suatu kumpulan teknik yang memungkinkan pemasukan gen-gen asing dengan stabil ke dalam jalur bibit suatu organisme. 2. suatu kumpulan teknik yang memungkinkan individu-individu memberikan suatu sumbangan yang luar biasa kepada lubuk (pool) gamet atau sigot dari beberapa populasi tertentu. 3. teknologi hasil perekayasaan mahluk hidup untuk meningkatkan nilai tambah suatu produk atau proses sehingga lebih bermanfaat guna meningkatkan kesejahteraan umat manusia Dengan demikian pada prinsipnya bioteknologi mahluk hidup (mikroba, tumbuhan dan hewan)
beserta
merupakan pemanfaatan sistemnya,
sehingga
menghasilkan bahan atau sumber daya yang memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan umat manusia. Contoh bioteknologi, khususnya bioteknologi reproduksi adalah inseminasi buatan, transfer embrio, pemisahan jenis kelamin dan sebagainya.
INSEMINASI BUATAN
Inseminasi buatan (IB) adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin hewan betina dengan menggunakan alat-alat yang diciptakan oleh manusia. Beberapa nama lain dari IB antara lain: - Artificial insemination (AI) = Inggris - Kunstmatige inseminatie = Belanda
- Insemination artificiele = Perancis - Kunstliche besamung = Jerman - Kawin buatan (KB); Kawin injeksi (KI), kawin suntik (KS) = Indonesia. Demi suksesnya pelaksanaan IB di lapangan banyak bidang terkait yang harus ditangani karena satu dengan
lainnya
dilepaskan, khususnya untuk menunjang
saling
berkaitan
dan tidak dapat
peningkatan produktivitas ternak. Rangkaian
bidang tersebut meliputi : 1. Seleksi dan pemeliharaan pejantan 2. Penampungan semen 3. Penilaian/pemeriksaan semen 4. Pengenceran semen 5. Penyimpanan/pengawetan semen 6. Pengangkutan semen 7. Pelaksanaan inseminasi 8. Pencatatan dan penentuan hasil inseminasi 9. Bimbingan dan penyuluhan pada peternak. Dari rangkaian kerja diatas yang termasuk ruang lingkup inseminasi buatan hanyalah nomor dua sampai delapan, sedangkan sembilan merupakan rangkaian penting
nomor urutan pertama dan
untuk berhasilnya program inseminasi
buatan. Dengan luasnya jangkauan kerja tersebut sering diistilah kan sebagai artificial breeding. Program inseminasi Buatan dilaksanakan pertama kali di Indonesia, dilatar belakangi oleh suatu keadaan peternakan yang ada, khususnya di Indonesia dan daerah Tropis umumnya sebagai berikut: - Rataan produktivitas rendah - Kualitas dan kuantitas pakan yang rendah dan terbatas - Adanya serangan penyakit yang tinggi - Ketrampilan peternak umumnya masih rendah - Kebutuhan daging meningkat, sehingga pemotongan ternak tinggi. - Angka kelahiran rendah.
- Sektor pemasaran yang sangat tidak menguntungkan dan kurang menunjang. - Modal dan fasilitas pembinaan yang terbatas - dan akhirnya populasi ternak akan menurun. Adanya keadaan peternakan seperti diatas, maka pemerintah mulai merintis teknologi baru yang berupa IB dengan harapan akan dapat memperbaiki keadaan yang telah ada. IB di Indonesia dilaksanakan dengan tujuan: 1. Mencegah menularnya penyakit, khususnya penyakit veneris 2. Untuk meningkatkan angka kelahiran -----> populasi bertambah 3. Peningkatan mutu/produktivitas ternak potong/perah. Menilik tujuan yang dicanangkan, maka sasaran akhir yang ingin dicapai pada pelaksanaan IB adalah : a. Peningkatan pendapatan petani peternak. b. Penyediaan lapangan kerja c. Perbaikan gizi masyarakat. d. Peningkatan kesejahteraan rakyat
Manfaat IB 1. Inseminasi buatan sangat mempertinggi penggunaan pejantan- pejantan unggul. Sebagai contoh pada perkawinan alam seekor pejantan hanya mampu mengawini 50-100 ekor sapi betina per tahun. Sedangkan dengan IB seekor pejantan sanggup melayani 5.000-10.000 sapi betina per tahun. 2. Menghemat biaya dan pemeliharaan pejantan. 3. Mencegah menularnya penyakit veneris. 4. Penyebaran luasan pejantan unggul 5. Meningkatkan efisiensi reproduksi. 6. Manfaat lainnya : - Memungkinkan perkawinan hewan yang berbeda ukuran. - Dapat memperpanjang waktu pemakaian pejantan. - Dapat menghasilkan hibrid yang secara alam tidak kawin secara sukarela.
Zebroid - ----> kuda X zebra. - Menstimulir beternak dan manjemen yang tinggi,. - Perkawinan hewan yang terpisah tempat dan waktu dimungkinkan. Kerugian-kerugian IB a. Efisiensi reproduksi turun jika pelaksanaan IB salah b. Terjadi inbreeding c. Akibat perlakuan semen dapat menurunkan kualitasnya d. Kemungkinan
dapat menyebarkan
abnormalitas
genetik,
misal cystic
ovary, bentuk tubuh yang buruk dan lain-lainnya. e. Kerugian lain: - dapat menyebabkan abortus, bila hewan betina bunting - Belum dapat digunakan dengan baik untuk semua jenis hewan. f. Ternak local dapat punah
SEJARAH PERKEMBANGAN IB Perhatian terhadap proses-proses reproduksi diperkirakan sudah ada, sejak manusia hadir di dunia ini, karena kejadian ini erat kaitannya dengan sex (jenis kelamin).
Bahkan
pertumpahan darah
pertama
kali sebagaimana dikhawatirkan
Malaikat sewaktu terjadi dialog antara Malaikat dengan Allah waktu Allah akan menciptakan manusia, telah terjadi sewaktu Nabi Adam yakni pertengkaran putraputranya akibat sex ini. Memang masalah sex ini akan merupakan hal sangat menarik sejak dahulu sampai sekarang. Bahkan khayalan manusia mengenai perubahan kejadian reproduksi,
mungkin
merupakan
khayalan paling subur dan
sangat
bervariasi
dibanding dengan khayalan yang berhubungan dengan perubahan kejadian lain dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sex selamanya menarik dan menggairahkan untuk diperbicangkan. Ilmu reproduksi merupakan ilmu istimewa, sebab ilmu pengetahuan pertama yang dikenalkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W adalah Ilmu Reproduksi dan diabadikan sebagai nama salah satu surat dari Al Qur'an yakni Surat Al-Alaq. Hal
ini dapat dilihat dalam Wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, sebagaimana tercantun dalam Al Qur'an S.Al-Alaq:1-5. Bila diperhatikan salah satu isi surat tersebut merupakan dorongan terhadap manusia untuk mempelajari Ilmu Reproduksi, khususnya Reproduksi manusia. Perkembangan ilmu reproduksi sendiri adalah sangat lambat sekali. Hal tersebut diakibatkan karena untuk mengetahui seluk beluk reproduksi perlu dukungan oleh ilmu lainnya. Dokumen tertua yang memuat reproduksi adalah tulisan Aristoteles (384-322 SM), dalam bukunya De generations animalium.Dalam buku tersebut disebutkan bahwa anak dalam kandungan ibu terjadi dari kumpulan darah menstruasi, karena setelah sekian lama tidak menstruasi terjadilah kelahiran. Khayalan diatas bukanlah khayalan yang tidak berdasar, melainkan mengikuti jalan pikiran yang pada saat ini disebut sebagai jalan pikiran yang sederhana. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa darah menstruasi
mengumpul dan menggumpal menjadi anak akibat hasil aktivasi
cairan yang berasal dari penis sewaktu ejakulasi. Pendapat ini mengilhami para penafsir Al Qur'an, bahwa Al-Alaq diterjemahkan sebagai segumpal darah. Kesimpulan yang didapat dari dokumen
itu bahwa manusia belum mengenal ovarium hewan
menyusui. Pada zaman Aristoteles ini didapat doktrin Pangenesis yang menyebutkan bahwa semen berasal dari cairan di seluruh tubuh, yang disalurkan ke penis lewat pipa-pipa reproduksi. Pertengahan abad ke-XVI, Fallopius ahli anatomi Itali, menulis secara teliti mengenai pengamatannya terhadap saluran telur pada mammalia. Setelah dia meninggal (th.1562) saluran tersebut diberi nama tuba fallopii. Setelah Fallopius, menyusul seorang bekas
mahasiswanya Coiter menguraikan
pengamatannya mengenai korpus luteum (1573). Tahun 1667, Steno seorang ahli anatomi Denmark, menguraikan tentang testes betina. Testes betina disamakan dengan ovarium hewan bertelur. Tahun 1672, De Graaf seorang ahli fisiologi dan histologi Belanda menguraikan pengamatannya
pada folikel yang masak
dari
testes betina. Folikel masak ini
selanjutnya disebut folikel de GraaAnthony van Leeuwenhoek (1677) menemukan peralatan yang sangat canggih saat itu yaitu mikroskop. Dengan mikroskop tersebut
beliau mengamati bahwa dalam semen manusia selalu didapatkan jasad renik yang selalu bergerak-gerak, dan jasad renik ini disebut animalcules. Sampai saat ini ada tiga kelompok yang berpendapat mengenai kejadian manusia, yaitu: 1. preformationists : embrio terjadi sepenuhnya hanya dari sel telur atau animalcules ----> adanya homunkulus 2. Ovulisme ----> embrio berasal dari sel telur, sedangkan fungsi sel jantan hanya menggertak untuk tumbuh. 3. Animalkulisme -----> embrio berasal dari sel animalcules, sedangkan sel telur hanya berfungsi sebagai wadah tumbuhnya embrio. Teori animalkulisme ini pula yang menganggap bahwa wanita adalah nomor dua, selalu inferior, dibandingkan dengan laki-laki. Dasar teori ini pula yang dipakai banyak ahli tafsir Al Quran yang menterjemahkan nuthfah dengan air mani (semen), yaitu asal
atau bakal manusia. Hal ini sebenarnya kurang dapat dibenarkan
mengingat bahwa manusia tidak akan dapat terjadi hanya dengan air
mani saja tanpa
adanya ovum. Oleh karena itu kata nuthfah dalam Al-Qur'an akan lebih tepat jika diterjemahkan sebagai bibit, dimana bibit ini berasal baik dari ibu maupun dari ayah. Akibat itu semua timbullah teori epigenists yang mengemuka kan bahwa embrio yang terjadi dalam kandungan adalah hasil persatuan bibit dari betina dan anilcules,dan kejadiannya terjadi setahap demi setahap. Namun pendapat sebelumnya tetap kukuh dengan teorinya. Sampai akhirnya tahun 1672 Swammerdam
menerbitkan hasil
pengamatannya mengenai hakekat konsepsi, yang mengemukakan bahwa embrio terjadi dari persatuan telur dengan spermatozoa. Berdasarkan cerita legenda yang banyak ditulis dalam buku-buku reproduksi, IB pada hewan pemeliharaan telah dilakukan sejak beberapa abad lampau. Tersebutlah seorang pangeran Arab, dengan gagah berani, berpakaian kebesaran kerajaan, maju ke medan Perang, dengan pangeran sebelahnya (tetangganya). Pada saat itulah kuda yang menjadi tunggangannya sedang mengalami berahi. Kejadian permulaan abad ke-14. Kemudian dengan
akal cerdik,
ini
sang
diceritakan pada pangeran dengan
menggunakan suatu tampon kapas, mencuri semen dari dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.
Tampon tersebut kemudian dimasukkan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang berahi tersebut. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan terlahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisah awal tentang IB tersebut, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah penggunaan teknik tersebut. Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi ini. Tepatnya pada tahun 1677, Anthovy van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop, dan muridnya Johan Hamm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung banyaknya tersebut animalcules atau animalculae
yang
berarti jasad renik yang mempunyai jasad-jasad renik hewani yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel-sel kelamin jantan tersebut dikenal sebagai spermatozoa. Pada
tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan ahli anatomi Belanda,
Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci. Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan peliharaan dilakukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal dari Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian ia memutuskan untuk melanjutkan percobaannya pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah menunjukkan tanda-tanda berahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enampuluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan anjing jantan yang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian Spallanzani tersebut diulangi oleh P.Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan menggunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal. Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung.
Cairan
yang
melewati
saringan tidak mempunyai daya
membuahi, sedangkan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya
mengenai
pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau atau pada hawa di musim dingin tidak selamanya membunuh bergerak
spermatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaan tidak
sampai dikenai panas dan sesudah itu akan tetap bergerak selama tujuh
setengah jam. Hasil penemuannya, mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi. Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Prancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya. Salah satu usaha mengatasi, Prof.Hoffman dari Stuttgart, Jerman Barat, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan
dengan
spuit
diambil
semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan
diinseminasikan kembali pada uterus hewan tersebut. Namun cara ini diakui tidak praktis untuk dilaksanakan. Tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh 4 konsepsi dari 8 kuda betina yang di IB. Dia menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam penggunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan untuk memajukan peternakan pada umumnya. Penanganan
IB secara serius dilaksanakan di Rusia,
memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka
sebagai usaha untuk
dalam bidang IB di Rusia
adalah Elia I.Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerajaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepsi dari 39 kuda yang di IB, sedangkan dengan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Ivannoff merupakan orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba.
Tahun 1914, Geuseppe Amantea gurubesar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain yang membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali vagina buatan untuk sapi, sedangkan orang yang pertama kali membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F.Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pelaksanaan IB secara besar-besaran dilakukan oleh Milovanow (Rusia) untuk sapi sejak tahun 1931. Prof.Eduard Sorensen, dari Perguruan Tinggi Pertanian dan Kedokteran Hewan Kerajaan di Kopenhagen merupakan orang
penganut teknik IB dan bersama-sama
dengan Jens Gylling-Holm, mengorganisir koperasi IB yang pertama di Denmark (1936). Denmark pula merupakan negara pertama yang memulai dan menganjurkan pekerjaanpekerjaan secara sistematik menganai IB,. Tahun 1938, Prof.Enos J.Perry mendirikan koperasi inseminasi buatan pertama di Amerika Serikat, yang terleatak di New Jersey. Kemajuan pesat dibidang IB ini, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknik pembekuan semen sapi yang disponsori oleh C.Polge, A.U.Smith dan A.S.Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk jangka waktu panjang dengan membekukannya sampai -79oC dengan menggunakan CO2 padat (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasil daya simpan lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -196 oC. Keuntungan unik ditemukannya semen beku adalah dapat mengatasi hambatan jarak dan waktu.
SEJARAH PERKEMBANGAN IB DI INDONESIA Inseminasi buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada permulaan tahun limapuluhan oleh Prof.B. Seit dari Denmark di Fakultas Kedokteran hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa
(RKI)
didirikan beberapa stasiun IB di beberapa daerah di Jateng (Ungaran dan
Mirit/Kedu Selatan), Jatim (Pakong dan Grati), Jabar (Cikole/ Sukabumi) dan Bali (Baturiti). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai pusat IB yang melayani daerah Bogor dan sekitarnya. Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul, sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat akan keuntungankeuntungan yang diperoleh dengan pelaksanaan IB ini. Pada tahun l959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB di Bogor dan sekitarnya yang dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B.Seit, yaitu menggunakan semen cair untuk memperbaiki mutu ternak perah. Pada waktu itu belum terfikirkan IB pada sapi potong. Tahun
menjelang 1965, keadaan keuangan negara
sangat memburuk,
karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempat dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan. Di Jateng kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan IB sejak tahun 1953, dengan tujuan intensifikasi dengan semen sapi
Sumba
Ongole (SO)
onggolisasi
untuk Mirit
dan kegiatan di Ungaran bertujuan
menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan menggunakan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembeniah Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembenihan Ternak Ungaran, dan tahun 1970 Balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan sampai sekarang di daerah jalur susu Semarang-Solo-Tegal. Inseminasi Buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula diadakan pameran pedet (Calf show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu pertama, rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik; kedua, rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi; ketiga, pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepada rakyat setempat.
Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh
peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya hanya dikonsumsi rakyat setempat atau tempat-tempat sejauh susu tersebut dapat diangkut, tanpa timbul kerusakan. Cara penampungan dan pemasaran semacam itu menyebabkan terbatasnya tingkat produksi dan rendahnya harga komoditi. lesu,
Akibatnya produsen susu menjadi
sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami
kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya. Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masasimpan terbatas dan perlu adanya alat simpan (kulkas) sehingga sangat sulit pelaksanaannya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat tersebut sangat kritis sehingga Pembangunan Bidang Peternakan ini kurang dapat perhatian. Dengan adanya program Pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai sejak 1969,
maka bidang peternakanpun ikut dibangun.
Tersedianya dana dan fasilitas Pemerintah akan sangat menunjang perkembangan Peternakan di Indonesia, termasuk program Inseminasi Buatan. Pada permulaan tahun 1973, Pemerintah memasukkan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga sudah hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia. Semen beku yang digunakan selama ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dan Selandia Baru. Sudah pada tempatnyalah bila bantuan cuma-cuma itu dimanfaatkan dengan baik demi untuk memajukan peternakan di Indonesia. Selama masih didapatkan semen beku dalam bentuk bantuan, selama itu pula sangatlah dapat meringankan beban peternak. timbul pertanyaan bagi kita bagaimana seandainya bantuan ini dihentikan dan harus dilaksanakan secara komersial. Inilah suatu pertanyaan yang masih merupakan tanda tanya bagi bangsa Indonesia saat itu. Namun
syukurlah bahwa, jasa baik Pemerintah
Selandia
Baru itu
tetap
diwujudkan, dengan bersedia membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku, yang terletak di daerah Lembang, Jawa Barat,
tahun 1976. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua di Indonesia yakni di Wonocolo, Surabaya, yang perkembangan berikutnya pabrik ini dipindahkan dari Surabaya ke Singosari, Malang (1982). Dengan adanya dua pabrik semen beku di Indonesia tersebut, maka perkembangan IB ini sangat pesat dan bahkan hingga sekarang mampu menjakau hampir di seluruh pelosok tanah air. Semen yang diperoduksikanpun disesuaikan dengan kepentingan dan keperluan wilayah peternakan di Indonesia. Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Jabar, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen
Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun
perkembangannya kurang memuaskan akibat dukungan sponsornya
yang kurang
menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. Jangankan impor semen beku kerbau unggul, bahkan sifat-sifat reproduksi kerbaupun masih banyak yang perlu diteliti. IB pada kerbau pernah juga
diperkenalkan
di Tanah Toraja, Nusa
Tenggara dan di beberapa daerah di Jawa Timur. Perkembangan terakhir IB telah dilaksanakan pada ayam dengan pejantan ayam hutan guna melestarikan dan meningkatkan populasi ayam bekisar yang menjadi salah satu maskot Pemda Jatim (l990). Pelaksanaannya dilakukan oleh FKH Unair, Surabaya. Namun
hasihasil
penelitian
mengenai
ayam
bekisar
ini
masih
ditunggu
perkembangannya, mengingat penelitiannya masih langka, sehingga masih banyak diperlukan penelitian lanjutan, misalnya
cara penampungan semen, pengenceran
maupun teknik inseminasinya. Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974, menunjukkan bahwa angka
konsepsi
yang dicapai selama dua tahun
tersebut sangat rendah yaitu antara 21.3 - 38.92 persen. Dari survey ini disimpulkan juga bahwa titik lemak pelaksanaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada ketrampilan inseminator, tidak juga pada ketidak trampilan zooteknik peternak, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak diakibatkan kekurangan pakan yang menyolok, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi tersebut maka perlu pula adanya penyempurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan penambahan
pengetahuan dan mutu inseminator. Disamping itu perlu
penyuluhan aspek-aspek
pemberian pakan, manajemen, pengendalian penyakit dan adanya perbaikan pemasaran.
TEKNIK PENAMPUNGAN SEMEN Pada prinsipnya telah dicoba beberapa cara untuk penampungan semen ini. Secara umum dapat dibedakan menjadi : 1. Adanya aktivtas sexual, misalnya dengan fistula, vagina bua
tan, dengan kondom
maupun menampung semen dengan menyerapnya dari vagina setelah perkawinan. 2. Tanpa adanya aksi perkawinan, misalnya dengan masase dan elektroejakulasi.
A. Penampungan dari vagina hewan betina Dengan cara ini pada umumnya hanya dapat dikumpulkan sisa-sisa semen dari bagian anterior alat kelamin hewan betina sesudah perkawinan secara alam. Sisa semen dikumpulkan dengan suatu pipet dari gelas. Hasil sangat jelek sebab semen bercampur dengan kotoran-kotoran dari vagina.
B. Penampungan semen dengan kondom Teknik penampungan dengan cara ini hanya terbatas pada hewan tertentu yang secara anatomis bentuk penisnya sesuai dengan bentuk kondom, sehingga cara ini hanya dipakai untuk kuda.
C. Cara masase Cara ini pertama kali diperkenalkan oleh Case (1925). Caranya adalah dengan mengadakan pengurutan (masase) pada vas pelengkap, melalui rektum. Cara ini
deferens dan kelenjar-kelenjar kelamin
sudah tidak dipakai lagi karena semen yang
diperoleh sering bercampur dengan urin dan kuman, disamping diperlukan ketrampilan dan pengalaman dalam melakukan pengurutan. Cara ini masih digunakan untuk ternak
yang secara anatomis memungkinkan, misalnya sapi. Cara ini juga banyak dilakukan untuk ayam dengan mengurut bagian belakang di bawah kloakanya. D. Penampungan lewat fistula urethra Cara ini pernah dicoba dengan membuat suatu lubang (fistula) pada urethra hewan jantan. Semen ditampung pada saat pejantan sedang mengawini betina, dimana semen dialirkan lewat fistula tersebut dan ditampung ditempat yang telah disediakan. Cara ini tidak praktis karena pelaksanaannya sulit disamping pembuatan fistula sering terjadi infeksi, sehingga semen yang diperoleh kurang baik kualitasnya. E. Dengan metode elektroejakulasi Metode ini sangat populer dipergunakan setelah pemakaian vagina buatan, yakni menampung semen
dengan
menggunakan
alat elektroejakulator. Percobaan
pertama alat ini dilakukan oleh Gunn (1936) di Australia pada domba. Metode ini didasarkan adanya rangsangan listrik yang dikenakan pada sunsum tulang belakang yakni antara vertebrae lumbal keempat dan sacral pertama dengan menempatkan suatu elektrode didalam rektum dan elektrode lain pada urat daging belakang. Dengan mengalirkan listrik ke elektrode tersebut secara teratur selama 5-10 detik, maka akan terjadi ejakulasi dan semen siap ditampung dalam tabung gelas. Teknik ini kemudian dimodifikasi untuk sapi sebagaimana diperkenalkan oleh Dziuk et al. (1954). Elektroejakulasi merupakan alat bantu yang sangat berharga disamping vagina buatan pada stasiun IB dalam penampungan semen secara rutin, khsususnya untuk sapi-sapi yang bermutu tinggi tetapi pincang, lumpuh, cidera, lamban atau impoten dan tidak sanggup menaiki pemancing. Bentuk elektroejakulator tergantung dari pabrik yang membuatnya, ada yang mesinnya terpisah dengan probe, bahkan ada pula alat jadi satu dengan probe, sehingga seperti lampu senter yang dijalankan dengan bateri biasa. F. Penampungan dengan vagina buatan Metode penampungan dengan vagina buatan sangat populer dan kini dipakai secara meluas di
pusat-pusat
inseminasi
buatan. Pejantan
dibiarkan
menaiki
pemancing dan berejakulasi sewaktu penis diarahkan ke vagina buatan. Pemakaian
vagina buatan merupakan simulasi yang sempurna terhadap perkawinan secara alam dan semen tertampung dalam kualitas yang jauh lebih baik daripada metode lainnya. Dengan vagina buatan dapat mengatasi kerugian-kerugian
yang diperoleh
dengan pengurutan dan elektrojekulator atau koleksi semen langsung dari dalam vagina hewan betina. Vagina buatan musah dibuat dan sederhana untuk dipakai. Dengan menggunakan vagina buatan akan diperoleh semen yang bersih, maksimal dan spontan keluar. Model-model pertama vagina buatan disempurnakan oleh sarjana Rusia, yang terdiri dua silinder karet kaku atau materi lainnya, dengan panjang kurang lebih 60 cm dan diameter bagian dalamnya 5.5 cm. Didalamnya dilengkapi karet selongsong tipis, dimana bagian ujung-ujungnya dapat dikuakkan sehingga menjepit bagian selongsong luarnya dan untuk lebih kuatnya dapat ditali. Pada salah satu ujung silinder vagina buatan ditautkan satu tabung semen (collection funnel dan collection tube). Sewaktu dipakai antara silinder tebal dan selongsong tipis diisi air hangat beberapa derajat diatas suhu tubuh, lewat kran dan pentil yang tersedia. Disamping itu ditambahkan udara. Secara skematis gambar vagina buatan dapat dilihat dalam gambar 1.
Gambar 1. Model vagina buatan untuk sapi Air panas yang dimasukkan dalam vagina buatan bersuhu
sekitar
50-
60oC,sehingga suhu dalam vagina buatan akab berkisar antara 42-48oC, atau ratarata 45oC. Pengaturan suhu air dan tekanan dalam ruangan antara selongsong dalam dan selongsong luar adalah faktor yang sangat menentukan supaya ejakulasi dapat
berlangsung dengan baik. Waktu memasang inner liner harus dijaga jangan sampai ada lipatan-lipatan karena dapat mepengaruhi ejakulasi. Setelah air panas dan udara dimasukkan dalam ruangan antaraselongsong luar dan dalam, dibagian permulaan vagina buatan diberi pelicin, yang berfungsi memudahkan masuknya penis ke dalam vagina
buatan. Bahan pelicin yang sering
dipergunakan misalnya vaselin putih atau tragacant yang terbuat dari campuran 3 gram serbuk tragacant, 5 ml glyserin dan 50 ml air suling.
Tindakan yang harus diperhatikan waktu penampungan semen Harus menjaga diri jangan sampai diserang/dilukai oleh pejantan.
Pengumpulan
semen jangan dilakukan dalam ruangan yang sempit sehingga bila hewan menyerang harus dapat menghindarkan diri. Pejantan yang besar dan buas harus diberi cincin hidung dari logam yang kuat karena ujung hidup didaptkan banyak syaraf yang sensitif. Pada cincin hidung ini diikat dengan tali, dengan kedua ujung-ujungnya bebas dipegang oleh dua orang, sehingga pejantan mudah dikuasai. Sapi umumnya menendang ke samping (lateral) sehingga penampung harus berdiri di belakang. Pada umumnya sapi jantan menaiki betina dibagian belakang sebelah kiri, sehingga panampung harus berdiri disebelah kanan caudal sapi. Kadang-kadang pejantan saat didekatkan betina tidak segera menaiki betina, namun pejantan tersebut menciumi vulva dan sekitarnya. Tanda bahwa pejantam tersebut akan menaiki betina adalah ereksi, dimana penis dikeluarkan dari preputium. Jika demikian maka pejantan akan segera menaiki betina, sehingga panampung harus bersiap-siap. Dengan tangan kiri diarahkan penis ke vagina buatan. Yang harus dipegang adalah preputimnya, jangan sekali-kali memegang penis sapi, karena bila terjadi demikian sapi akan turun dan tidak melanjutkan ejakulasi. Arahkan vagina buatan yang dipegang tangan kanan, dengan arah tidak horizontal, tetapi ujung bebas vagina buatan harus membentuk sudut 45oC dengan tanah.
Pada waktu pejantan naik harus dijaga jangan sampai kaki penampung diinjak oleh pejantan tersebut. Kesehatan harus dijaga betul. Sapi sebelumnya harus dimandikan. Kotoran-kototan yang berada di sekitar alat kelamin harus dibersihkan atau disikat. Kalau perlu rambut disekitar preputium dipendekkan.
Semen tidak boleh
bercampur
dengan
kotoran/feces dan alat penampung semen harus bersih. Penampung semen harus tenang dan sabar. Jangan sekali-kali menendang atau memukul ataupun memperlakukan pejantan dengan kasar karena dapat mempengaruhi proses ejakulasi. Kurang lebih satu jam sebelum ditampung
pejantan
didekatkan betina untuk
mempertinggi nafsu berahi, sehingga diperoleh kualitas dan kuantitas semen yang lebih tinggi. Jika pejantan pertama kali naik, jangan langsung diambil semennnya, tetapi penis dibelokkan jangan sampai masuk ke vagina betina pemancing, sehingga akhirnya pejantan akan turun dengan sendirinya. Hal ini disebut false mounting. Setelah manaiki untuk kedua kalinya semen baru ditampung. Pada umumnya semen diambil 1-2 kali dengan masa istirahat 10-15 menit. Waktu istirahat hendaknya pejantan dijalan-jalankan. Sebagai pemancing dapat digunakan hewan betina biasa, pejantan yang terlatih atau dapat juga dipakai pantum (patung) sapi.
PEMERIKSAAN SEMEN Hasil
yang
diperoleh dari pemeriksaan dan
gambaran terbaik dan memuaskan
jika
setelah penampungan. Hanya sebagian
semen
penilaian akan memberikan segeradilakukan pemeriksaan
kecil contoh semen yang diperiksa dan
selebihnya dipersiapkan untuk proses selanjutnya. Pemeriksaan
harus
meliputi
keadaan
umum
contoh
semen, volume,
konsentrasi, dan motilitas atau daya geraknya. Observasi ini diperlukan untuk penentuan kualitas semen dan untuk
daya
reproduksi pejantan, dan lebih khusus lagi,
penentuan kadar pengenceran semen. Pemeriksaan lebih mendetail
meliputi
perhitungan jumlah sel-sel
abnormal,
pewarnaan diferensial untuk menentukan
sperma yang hidup dan yang mati, penentuan daya metabolisme spermatozoa dan penentuan resistensi sel-sel sperma terhadap kondisi-kondisi yang merugikan. Macam
dan
aktivitas gerakan spermatozoa
dalam kesanggupan semen dalam membuahi
memegang perananpenting
ovum. Pergerakan spermatozoa ini
dpengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
Bentuk anatomis, misalnya spermatozoa yang berkelainan bentuk ekor, kepala, leher tak akan dapat bergerak dengan normal.
Bahan-bahan dan zat-zat yang terdapat dalam semen, misalnya ion-ion, makanan, enzym dan vitamin.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas semen. Dengan
adanya ketiga faktor tersebut,
pembuahan tidak dapat berlangsung. kromatin masih dapat
Seringkali
maka
kadang- kadang
spermatozoa
dengan
proses kelianan
bergerak dengan normal dan pembuahan dapat terjadi, namun
perkembangan, diferensiasi dan pertumbuhuan zigot atau embrio akan terganggu. Dalam hal ini zigot atau embrio
tidak dapat hidup lama. Keadaan ini sering disebut
sebagai early embryonic death.
Pemeriksaan semen umumnya meliputi : 1. Secara makroskopis 2. Secara mikroskopis 3. Secara biologis 4. Secara biokimia
A. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
a. Volume Volume semen yang diperoleh dapat langsung dilihat pada tabung penampungnya atau pada tabung berskala, dan biasanya dicatat dalam cc. Hal ini penting nantinya untun mentukan berapa kali semen harus diencerkan.
Setiap jenis ternak mempunyai batasan volume tertentu. Pada semen sapi dan domba memiliki volume rendah tetapi konsentrasi spermatozoa tinggi, sehingga memperlihatkan warna krem atau warna susu. Volume semen per ejakulasi berbeda menurut bangsa, umur, ukuran badan, pakan, frekuensi penampungan dan berbagai faktor lainnya. Volume semen sapi bervariasi antara 1.0 - 15.0 cc. Umumnya tinggi rendahnya volume semen tidak ada hubungannya dengan fertilitasnya.
b. Warna Warna semen sapi normal adalah seperti susu atau krem dan
keruh. Kurang lebih didapatkan 10 persen
kekuning-kuningan, yang dibawakan oleh
suatu
disebabkan
keputih-putihan
sapi memiliki
oleh adanya pigmen
semen
warna
riboflavin
yang
gen yang autosomal resesif dan tidak ada pengaruhnya
terhadap fertilitas. Adanya kuman Pseudomonas aerogenosa dalam semen sapi dapat menyebakan warna hijau kekuning-kuningan apabila semen dibiarkan dalam suhu kamar. Adanya gumpalan-gumpalan, kepingan
dan
bekuan
didalam
semen,
menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelnjar-kelenjar pelengkap atau dari ampulae. Semen yang berwarna merah gelap sampai merah muda menandakan adanya darah segar dalam saluran kelamin warna hijau atau
urethra atau penis. Adanya
coklat muda, mungkin semen berkontaminasi dengan feces.
c. Konsistensi. Derajat
kekentalan
atau
konsistensi
menggoyangkan tabung berisi semen secara
semen,
dapat diperiksa dengan
perlahan-lahan.
Pada
sapi, semen
dengan konsistensi kental yang berwarna kream mempunyai konsentrasi 1000- 2000 juta atau lebih per ml; sustu konsistensi seperti susu encer memiliki konsenstrasi 500600 juta per
ml; semen yang cair berawan atau hanya sedikit
kekeruhan
konsentrasinya sekitar 100 juta per ml, dan semen yang konsistensinya jernih seperti air konsentrasi kurang dari 50
juta
per ml., bahkan
kandungan spermatozoanya atau aspermia.
mungkin
sedikit
sekali
d. Bau semen Bau normal semen tiap jenis ternak berbeda. Pada sapi secara normal bau semennya seperti susu. Bau ini penting diketahui untuk mengontrol adanya kelainan pada semen. Misalnya semen yang bercampur nanah akan berbau busuk. Bila tercampur urin akan berbau air kencing.
e. Melihat secara makroskopis banyak spermatozoa hidup. Tabung yang berisi semen dihapakan secara tidak langsung ke sinar matahari atau sinar lainnya, kemudian diputar-putar dengan
sedikit
miring memegangnya.
Bila mengandung banyak spermatozoa hidup akan terlihat bintik-bintik hitam yang bergerak
sangat cepat. Hal ini menunjukkan bahwa spermatozoa yang hidup berkisar
70-80 persen. Bila bintik hitam tersebut tidak
terlalu banyak tetapi masih dapat
dilihat beberapa yang bergerak cepat, maka spermatozoa yang hidup diperkirakan 50-70 persen. Jika spermatozoa yang bintik hitam
hidup kurang dari 50 persen, maka bintik-
ini sukar dilihat dan tidak ada pergerakan.
B. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS Pemeriksaan
mikroskopis umumnya dilaksanakan
makroskopis, dan pemeriksaannya
setelah
pemeriksaan
meliputi: motilitas, konsentrasi
dan melihat
jumlah spermatozoa yang hidup dan yang mati atau abnormalitas semen.
a. Motilitas atau pergerakan Gerakan
spermatozoa dapat
dilihat
berdasarkan gerakan
masa ataupun
gerakan individunya serta lamanya bergerak.
1. Gerakan masa. Spermatozoa
umumnya mempunyai kecenderungan untuk bergerak
bersama-sama ke satu arah, segingga membentuk suatu yang tebal
gelombanggelombang
atau tipis, bergerak cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi
spermatozoa yang hidup didalamnya. Gerakan secara jelas dibawah mikroskop
masa semen dapat
dilihat
biasa dengan pembesaran terkecil (10 x 10)
dengan cahaya
dikurangi. Caranya setetes semen ditaruh diatas obyek
dan
tanpa penutup langsung diperiksa dibawah mikroskop. Berdasarkan penilaian gerakan masa ini maka semen dapat dibedakan: -
sangat
baik (+++), terlihat gelombang-gelombang besar, banyak,
gelap,
tebal dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam dekat waktu hujan, dan bergerak cepat berpindah-pindah tempat; - baik
(++), bila terlihat gelombang-gelombang
kecil, tipis, jarang, kurang
jelas dan bergerak lamban; -
lumayan (+), jika tidak terlihat gelombang-gelombang
melainkan hanya
gerakan-gerakan individual aktif progresif; -
buruk (N=necrospermia atau O = oligospermia), bila hanya ada sedikit atau tidak ada gerakan-gerakan individual.
Secara skematis dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. Gerakan masa semen
2. Gerakan individual. Cara
memeriksanya adalah
dengan
mikroskop pembesaran 45 x 10
pada selapis tipis semen diatas obyek gelas ditutupi gelas penutup maka akan terlihat gerakan individu spermatozoa. Dapat juga semen
diencerkan terlebih
dulu dengan NaCl fisiologis, 100-200 kali. Gerakan individual spermatozoa yang
terbaik adalah
dapan.Adanya
gerakan maju progresif atau gerak aktif maju ke
gerakan melingkar
inverse)
atau mundur (reverse), sering
menunjukkan adanya cold shock atau medianya yang tidak isotonic dengan semen. Gerakan berputar-putar
atau berayun ditempat sering terlihat semen
yang
tua,
dan apabila kebanyakan
spermatozoa
berhenti bergerak dianggap
mati. Berdasarkan gerakan individual ini kualitas semen dibedakan: 0. spermatozoa immotil
atau
tidak bergerak; spermatozoa yang bergerak
kurang dari 20 persen dan yang bergerak maju 0 persen. 1. gerakan berputar ditempat; spermatozoa yang bergerak antara 20 - 40 persen, dengan persentase yang bergerak maju 10 persen. 2. gerakan berayun atau melingkar; spermatozoa yang bergerak antara 40 60 persen, dan yang bergerak progresif kurang dari 50 persen, dan tidak ada gelombang. 3. spermatozoa yang bergerak progresif antara 50-80 persen dan menimbulkan gerakan masa. 4. pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90 persen sperma motil. 5.
gerakan yang sangat progresif dengan gelombang
sangat cepat,
yang
menunjukkan bahwa hampir 100 persen sperma motil aktif.
b. Konsentrasi semen. Pengukuran konsentrasi atau jumlah spermatozoa per mililiter semen sangat penting, karena faktor inilah yang
menggambarkan sifa-sifat
semen dan dipakai
sebagai salah
satu kriteria
volume
dan
penentuan
kualitas
jumlah spermatozoa
semen. Konsenstrasi digabung
yang motil per ejakulasi, akan
dengan
menentukan
berapa jumlah betina yang dapat diinseminasi dengan
ejakulat tersebut. Banyak
metode yang biasanya
konsentrasi
pemakaian
dipakai untuk
menentukan
ini,
namun
tergantung pada kondisi, situasi, kebutuhan, kebiasaan dan tersedia
tidaknya alat yang dipergunakan tersebut. Untuk pemeriksaan rutin di lapangan perlu digunakan
metode yang praktis dan sederhana, sedangkan pemeriksaan
terhadap suatu contoh semen, terutama untuk
insidental
diagnosa atau penelitian sebaiknya
digunakan cara-cara yang lebih akurat. Pemeriksaan konsentrasi semen umumnya dilakukan dengan:
1. Menghitung jarak antar kepala spermatozoa Cara
ini
merupakan metode yang paling praktis
pemeriksaan rutin di lapangan yang
dapat dilakukan
dan sederhana untuk
tanpa
alat
bantu selain
mikroskop. Caranya adalah memperkirakan jarak antara dua kepala spermatozoa dibawah mikroskop pada pembesaran 45 x 10, dengan hasil penilaian sebagai berikut: - Densum (D), atau padat; jika jarak antara dua kepala sperma kurang satu kepala; - Semi
dari panjang
dengan konsentrasi ditaksir lebih kurang 1000-2000 juta per ml.
densum (SD), atau sedang; bila
jarak spermatozoa sama dengan 1
sampai 1.5 kepala, dengan konsentrasi berkisar antara 500-1000 juta per ml. - Rarum (R) atau jarang, jika jarak tersebut melebihi panjang satu kepala atau sama dengan panjang seluruh spermatozoa, dan konsentrasinya berada sekitar 200-500 juta spermatozoa per ml. - Oligospermia (OS) atau sedikit sperma, bila jaraknya melebihi panjang seluruh spermatozoa, dengan konsentrasi kurang 250 juta per ml semen. - Aspermia (A) atau tidak ada spermatozoa, jika samasekali tidak terdapat spermatozoa didalam semen. Penilaian
secara
rutin
dengan metode
ini
umumnya hanya digunakan
terhadap pejantan-pejantan yang sudah dikenal sifatsifat dan kualitas semennya.
2. Menghitung dengan hemositometer Teknik
ini adalah metode penghitungan
alat penghitung sel-sel darah merah atau disesuaikan dengan
petunjuk
yang
langsung spermatozoa dengan
hemocytometer. Cara pemakaian alat ini diberikan
oleh
pabrik pembuatanya,
karena masing-masing mempunyai kekhususan masing-masing. Dalam tulisan ini diambil contoh dari pabrik yang dikeluarkan Neubauer. Cara kerjanya adalah sebagai berikut: Pipet eritrosit diisi dengan semen yang belum diencerkan sampai tanda 0.5. Kemudian larutan 3 persen NaCl diisap sampai tanda 101 pada pipet. Larutan ini berfungsi
mengencerkan
sekaligus
membunuh spermatozoa. Campuran dikocok
hati-hati tetapi cukup cepat menurut angka delapan sampai 2-3 menit. Beberapa tetes
dibuang
dan dikocok lagi. Beberapa tetes dibuang lagi, kemudian suatu
ditempatkan didalam gelas penutup pada kamar
hitung sel darah merah menurut
Neubauer. Didalam kamar, sel spermatozoa dihitung dalam menurut arah diagonal. Karena tiap-tiap
tetes
5 kamar dihitung
kamar mempunyai 16 kamar kecil, maka
didalam 5 kamar terdapat 80 ruangan kecil. Seluruh gelas hemositometer mempunyai 400 ruangan kecil, dengan volume setiap ruangan kecil 0.1 mm3 dan pengenceran 200 kali. Apabila dalam 5 kamar atau 80 ruangan kecil terdapat X spermatozoa, maka konsentrasi
spermatozoa yang diperiksa adalah:
X x 400/80 x 10 x 200 = 10.000 = X x 0.01 juta sperma per mm3
3. Kolorimeter fotoelektrik Alat ini biasanya didapatkan pada laboratorium yang fasilitasnya lengkap. Cara ini merupakan teknik termudah untuk
menentukan konsentrasi spermatozoa
dengan jalan memperkirakan turbiditas atau kepekatan optik suatu contoh dengan kolorimeter fotoelektrik yang telah
semen
dikalibrasikan terhadap konsentrasi
spermatozoa yang telah diketahui. Cara
kerja
alat ini adalah campur 1 bagian semen
dengan
40
bagian
pengencer penyanggah natrium sitrat, kemudian campuran encer tersebut ditempatkan pada suatu
tabung khusus didalam fotelometer. Dengan membaca piringan pada
fotelometer
dan
konsentrasi
sperma yang telah diketahui
membandingkannya dengan suatu daftar yang berisi nilai-nilai sebelumnya
dengan
maka konsentrasi spermatozo ejakulat yang bersangkutan dapat
hemositometer, ditentukan secara
cepat. Metode ini dipakai pada kebanyakan laboratorium inseminasi buatan untuk penentuan menghitung
konsentrasi
spermatozoa
kadar pengenceran.
spermatozoa
sapi
dan
penting untuk
Salah satu alat yang sering digunakan adalah
spectrofotometer, dengan merk dagang spectronic-20. Di laboratorium-laboratorium
modern
penghitungan konsentrasi spermatozoa
dapat dihitung secara sangat cepat dengan menggunakan alat
penghitung sperma
elektronik. Suatu tangan dari alat elektronik ini dicelupkan kedalam larutan semen yang hendak diperiksa dan jumlah spermatozoa yang didalamnya langsung dihiotung
secara elektronik melalui perabaan tangan tersebut. Alat ini bisanya dipergunakan pada pusat inseminasi buatan untuk memeriksa sejumlah besar contoh semen sehari.
c. Persentase spermatozoa yang hidup Cara yang dilakukan untuk mengetahui jumlah spermatozoa yang hidup yang mati adalah dengan
pewarnaan diferensial.
dan
Dasar penggunaan metode ini
adalah adanya perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati dan yang hidup. Zat warna yang sering dipakai adalah eosin dan negrosin. Pada waktu semen segar dicampur dengan zat warna, sel-sel sperma yang hidup tidak atau sedikit sekali menghisap warna sedangkan sel-sel yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas dinding sel meninggi sewaktu mati. Eosin akan mewarnai spermatozoa menjadi merah atau merah muda, sedangkan spermatozoa yang hidup tetap tidak terwarnai. Fungsi zat warna negrosin adalah memberikan latar belakang biru hitam. Zat warna ini aan tetap stabil selama satu tahun atau lebih tanpa penyimpanan didalam lemari es. Cara kerjanya adalah sebagai berikut: Satu tetes zat warna ditempatkan pada suatu gelas obyek yang bersih dan hangat dan satu tetes kecil semen ditambahkan dan dicampurkan secara merata pada zat warna tersebut dengan menggunakan sutau batang gelas steril. Kemudian dibuat preparat ulas dengan obyek gelas yang lain dan segera dikeringkan di dekat nyala api. Setelah kering diperiksa di bawah mikroskop. Dalam pemeriksaan sedikitnya diperiksa 100-200 sel atau terbaik 200 sel, untuk menentukan persentase spermatozoa yang hidup dan mati. Dalam pemeriksaan ini sekaligus dapat diamati spermatozoa yang secara morfologis abnormal. Disamping hal diatas kadang-kadang dengan pewarnaan tgersebut dapat diamati juga adanya kuman-kuman yang mungkin ada di dalam semen, misalnya Vibrio foetus, Trichomonas foetus, Brucella dan sebagainya. Namun untuk mendeteksinya dengan benar masih diperlukan pemeriksaan secara intensif dengan pemeriksaan pembesaran 100 x 10 menggunakan minyak emersi, apalagi bila ada dugaan infeksi kuman, maka semen harus dipupuk dan dilanjutkan pemeriksaan tersebut. Resep yang dapat digunakan untuk pembuatan zat warna eosin-negrosin dapat disusun dengan imbangan sebagai berikut:
R/
eosine
0.2
Na-sitrat Aquades
R/
eosine
1
0.3
negrosine
5
10
Na-sitrat
3
Aquades
100
d. Penilaian Morfologik Seorang yang terlatih dapat menentukan morfologi spermatozoa pada semen yang tidak diwarnai dengan mikroskop biasa. Namun cara ini hanya dapat mengamati morfologi spermatozoa yang jauh berbeda. Cara pemeriksaan terbaik morfologik semen tanpa diwarnai adalah dengan mikroskop fase kontras. Pada umumnya perlu dilakukan pemeriksaan sel-sel sperma dalam keadaan mati dan terikat dengan zat warna untuk dapat dibedakan strukturnya secara gamblang. Pewarnaan adalah penting untuk pembuatan preparat ulas dan memfikser spermatozoa sebelum spermatozoa didinginkan untuk mencegah terjadinya abnormalitas sekunder. Contoh semen sebaiknya dilarutkan dalam NaCl fisiologis sampai konsentrasinya 200 juta sel per ml. Sebelum dibuat preparat ulas supaya spermatozoa yang telah diwarnai supaya tidak terlalu rapat dan memudahkan pengamatan sel-sel spermatozoa secara individual. Zat warna yang biasa digunakan adalah dengan tinta cina atau eosinenegrosin. Untuk tinta cina lima bagian tinta cina dicampur dengan satu bagian semen. Satu tetes campuran semen diletakkan pada obyek gelas dan dibuat preparat ulas. Penilaian : Yang perlu diperhatikan dalam penilaian morfologik adalah bagian kepala spermatozoa, terutama pada acrosomenya, karena acrosome mempunyai peranan penting dalam proses pembuahan. Juga adanya kelainan bentuk kepala, badan dan ekor spermatozoa. Umumnya kelainan morfologik dapat dibedakan menjadi: a. Abnormalitas primer, yakni abnormalitas yang terjadi karena kelainan-kelainan pada tubuli seminiferi dan gangguan testikuler. Abnormalitas primer ditandai oleh kepala yang terlampau kecil (microcephalic) atau terlalu besar (macrocephalic) dengan tandatanda: kepala yang melebar, memanjang, berganda atau berbentuk seperti buah per
(pyriformis); badan atau ekor ganda, pembesaran bagian tengah; ekor atau bagian tengah melingkar. b. Abnormalitas sekunder, terjadi setelah sel atau bakal sel kelamin jantan meninggalkan epitel kecambah pada tubuli seminiferi, selama perjalannya melalui saluran saluran epididymis dan vas diferens, selama ejakulasi dan perjalanannya melalui urethra atau manipulasi terhadap ejakulat termasuk agitasi dan pemanasan yang berlebihan, pendinginan terlalu cepat, karena kontaminasi dengan air, urin atau antiseptik dan sebagainya.
e. Lama Pergerakan Dalam pemeriksaan ini semen diencerkan 15 kali dengan pengencer sitrat kuning telur. Semen disimpan pada suhu 38.5oC. Gerakan semen diperiksa setiap setengah jam sekali dan setiap satu jam. Jika spermatozoa dalam semen mati sebelum 12 jam maka semen tergolong rendah kualitgasnya.
C. PEMERIKSAAN BIOKIMIA Pemeriksaan biokimia dan biologis semen adalah sangat jarang dilakukan mengingat mahal peralatannya dan memerlukan banyak waktu pemeriksaannya. Pemeriksaan umumnya hanya dilakukan pada pejantan yang baru pertama kali diperiksa atau semen yang diduga fertilitasnya menurun. Banyak cara yang dapat digunakan pemeriksaan biokimia ini. Dalam tulisan ini hanya dikemukakan satu contoh yang umum dan mudah dilakukan untuk pemeriksaan semen, yaitu uji dehidrogenasi atau reduksi biru metilen. Semen yang baik akan didapatkan enzim yang banyak, yang mampu menghilangkan warna biru metilen dengan cepat. Pada semen yang jelek pengeluaran enzim tersebut sedikit sehingga warna biru metilen akan dihilangkan dalam waktu yang lama. Uji ini dilakukan oleh Sorensen. Cara kerjanya adalah sebagai berikut: Dalam tabung gelas 1.5 ml diisi semen 0.2 ml dan ditambah pengencer sitrat kuning telur 0.8 ml, kemudian ditambahkan 0.1 ml larutan biru metilen 0.05 persen. Campuran tersebut diaduk sampai merata, kemudian ditempatkan dalam penangas air
pada suhu 40oC, setelah ditutup rapat atau atau ditutup dengan parafin cair yang dituang di atas permukaan tersebut setebal 1 cm. Manfaat penutupan ini adalah untuk menghindari masuknya O2 ke dalam larutan tersebut. Sebagai kontrol ditempatkan juga larutan pengencer sitrat kuning telur 0.8 cc, ditambah biru metilen 0.1 ml tanpa dimasukkan semen dan ditutup dengan parafin. Setelah itu diamati lama waktu terjadinya perubahan warna biru menjadi putih. Semen yang baik kualitasnya akan menghilangkan warna biru itu dalam waktu kurang 10 menit. Ini menunjukkan bahwa semen mengandung spermatozoa lebih 1000 juta per ml, dengan persentase yang hidup lebih 50 persen. Bila semen dapat merubah warna biru dalam waktu 15-20 menit maka semen tersebut mengandung 700-800 juta per ml, dengan persentase spermatozoa yang hidup antara 30-50 persen. Semen yang rendah kualitasnya akan menghilangkan warna biru dalam waktu 25-30 menit. Disini dapat saja semen memiliki kepekatan normal, namun persentase kamtian spermatozoanya tinggi. Semen yang baik dan memiliki fertilitas tinggi adalah semen yang mampu merubah warna biru menjadi putih dalam waktu kurang dari 20 menit.
D. PEMERIKSAAN BIOLOGIS Salah satu conrtoh pemeriksaan biologis semen adalah uji resistensi spermatozoa. Sebagaimana diketahui bahwa daya tahan atau resistensi spermatozoa terhadap lingkungannya merupakan suatu indikasi terhadap mutu semen. Umumnya uji resistensi dilakukan terhadap larutan NaCl dan cold shock. Resistensi terhadap satu persen NaCl sebagaimana yang direkomendasikan Milovanow telah banyak dipakai untuk penilaian semen sehari-hari di Rusia. Roseistensi atau daya ketahanan adalah kemampuan spermatozoa untuk bertahan terhadap pengaruh NaCl satgu persen. Di dalam larutan yang kuat, larutan ini akan menghentikan spermatozoa karena rusaknya pembungkus spermatozoa yang lipoid itu.
Untuk uji ini digunakan tabung erlenmeyer 200 ml dan sebuah pipet 0.02 ml. Dari sebuah buret ditambahkan 10 ml larutan 1 persen NaCl untuk tiap-tiap 0.02 ml semen. Setiap kali penambahan sebanyak 10 ml larutan NaCl. itrasi dilakukan pada suhu kamar (20-25)oC dan seluruh percobaan harus selesai dalam waktu 15 menit. Tiap kali sesudah ditambahkan larutan, harus diaduk sehingga betul-betul tercampur dan segera diperiksa dibawah mikroskop. Penambahan larutan harus diteruskan sampai gerakan maju spermatozoa berhenti sama sekali. Untuk menghitung daya ketahanan dilakukan dengan rumus sebagai berikut : Jumlah larutan yang dipakai (ml) R= Jumlah semen yang dipakai Untuk sapi jantan nilai ketahannya terletak antara 500 sampai 20.000. Semen yang baik untuk keperluan IB harus memiliki daya ketahanan minimal 3000. daya ketehanan semen kuda terletak antara 100-1500, dan yang terbaik untuk IB minimal 500. Disamping resistensi terhadap NaCl, maka resistensi terhadap cold shock telah pula dipakai untuk menentukan kualitas semen. elah diketahui bahwa semen akan rusak jika suhunya diturunkan secara tiba-tiba. untuk uji resistensi ini sejumlah spermatozoa yang diketahui konsentrasinya dikenakan cold shock dengan memasukkan tabung berisi semen kedalam air es selama 10 menit. Jumlah spermatozoa yang masih hisup ditentukan dengan metode pewarnaan diferensial.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS DAN KUANTITAS SEMEN Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan inseminasi buatan adalah kualitas semen yang baik. Kualitas semen yang menurun akan memperkecil terjadinya konsepsi. Di bawah ini dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen
Simulasi atau rangsangan
Untuk mendapatkan kualitas semen yang baik, maka sebaiknya sebelum pejantan ditampung dirangsang dahulu. Banyak semen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi nafsu berahi pada hewan jantan. Hal ini terbukti pada pejantan yang lima menit sebelum ditampung didekatkan betina serta dilakukan false mount ternyata kualitas semennya lebih baik jika semen pejantan yang ditampung tanpa dilakukan gertakangertakan nafsu berahi.
Cara penampungan Dari beberapa cara yang dapat digunakan, akan berpengaruh juga terhadap kualitas dan kuantitas semen yang diperoleh. Cara terbaik untuk memperoleh semen adalah penampungan dengan menggunakan vagina buatan.
Frekuensi penampungan Salah satu tujuan IB adalah mengumpulkan semen sebanyak mungkin. Dengan demikian seekor pejantan akan ditampung semennya sebanyak mungkin. Namun harus diingat bahwa penampungan yang berlebihan, malah akan merugikan IB itu sendiri karena kualitas semen yang diperoleh akan menurun. Dengan demikian testes sebagai organ memproduksi semen perlu juga sesekali diistirahatkan. Namun berapa kali harus ditampung banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pakan yang diberikan, iklim dan jenisa hewannya sendiri. Umumnya untuk kondisi Indonesia pejantan dengan pakan yang baik mampu ditampung satu kali seminggu dengan dua kali penampungan dengan istirahat 15 menit.
Umur dan bobot badan Bratton (l956) mengemukakan bahwa pada pejantan yang berumur lebih 20 bulan kapasitas produksi semennya bertambah dengan bertambahnya umur. Hal ini tentunya berhubungan dengan bertambahnya bobot badan.
Genetis
Berkurangnya libido sexualis pada sapi jantan bangsa Swedia ternyata menurun. Demikian juga pejantan Aberdeen angus ternyata cara pemeliharaan mulai kecil sampai besar dapat mempengaruhi libido sexualis.
Pakan Kebutuhan pakan pejantan secara kualitatif dan kuantitatif untuk reproduksi tidak melebihi kebutuhan untuk pertumbuhan hewan muda atau untuk mempertahankan kehidupan hewan dewasa dalam kondisi yang sehat. Pada tingkatan pakan yang rendah sehingga pertumbuhan hewan muda terhambat atau terjadi penurunan bobot badan pada hewan dewasa, maka akan berakibat terjadinya atropi testes, penurunan jumlah spermatozoa per ejakulat dan kehilangan libido. Pada hewan muda kekurangan pakan akan berakibat keterlambatan pubertas. Kelaparan atau kekurangan pakan akan berakibat kelancaran fungsi reproduksi terganggu, lewat pengaruhnya terhadap sekresi hormon-hormon gonadotropin dari kelenjar hipofise. Dalam hal ini tubuli seminiferi kurang dipengaruhi dibandingkan sel-sel interstitial yang memproduksi testosteron. Dengan demikian kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap akan lebih nyata terganggu daripada pembentukan spermatozoa. Sebaliknya pada tingkatan pakan yang tinggi sering dinyatakan sebagai penyebab infertilitas, terutama pada hewan-hewan yang gemuk, terlampau banyak makan dan hewan yang biasanya dipersiapkan untuk pameran. Pada kondisi manajemen biasa, kekurangan protein jarang sekali terjadi. Difisiensi vitamin juga jarang terjadi sebagai penyebab infertilitas pada ternak besar. Namun jika defisiensi vitamin A yang parah dapat mengakibatkan atropi epithelium seminiferi. Mengenai akibat kekurangan vitamin B, C, D dan E kurang banyak yang dapat membuktikan bahwa kekurangan vitamin tersebut menyebabkan infertilitas. Demikian juga kekurangan mineral jarang mempengaruhi reproduksi.
Suhu dan iklim
Suhu lingkungan yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat mempengaruhi hewan jantan. Fungsi termoregulatoris scrotum dapat terganggu dengan akibat buruk terhadap spermatogenesis. Peninggian suhu testes karena cryptorchidisme dan testes yang tersembunyi, hernia inguinalis, penyakit-penyakit tertentu, demam yang tak kunjung mereda karena penyakit dan peninggian suhu udara karena kelmbaban yang tinggi menyebabkan kegagalan pembentukan dan penurunan produksi spermatozoa. Iklim mempengaruhi kuantitas dan kualitas semen, khususnya pada hewan liar dan hewan-hewan yang berahi bermusim, seperti domba yang berada di daerah beriklim sedang.
Penyakit Penyakit-penyakit umum dan lokal, kronik atau akut, menular atau tidak menular dapat mempengaruhi produksi, kaulitas dan kuantitas semen secara langsung maupun tidak langsung.
Faktor-faktor lain Pengangkutan dan gerak badan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas semen.
FAKTOR LUAR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS SEMEN 1. Cahaya matahari Semen harus diusahakan tidak terkena sinar matahari, karena dapat membunuh spermatozoa. Untuk menghindari dapat dilakukan dengan membungkus tabung penampung semen dengan kain hitam yang tidak tembus cahaya.
2. Zat kimia Zat kimia seperti soda dan alkohol dapat mempengaruhi kualitas semen. Hal ini terutama yang digunakan pada alat-alat untuk menampung dan sehabis dicuci harus bebas dari sisa-sisa bahan kimis tersebut.
3. Urine
Urine yang tercampur dalam semen akan menurunkan kualitasnya sebab urin dapat mematikan spermatozoa
4. Gerakan Semen yang berada di tabung penampung tidak boleh banyak digerakkan karena dapat mematikan spermatozoanya.
5. Logam Logam adalah sangat beracun terhadap spermatozoa. Oleh karena itu alat-alat penampung spermatozoa sebaiknya dibuat dari karet, plastik atau gelas.
5. Kotoran dan bakteri
PENGENCERAN SEMEN Semen setelah ditampung dan diperiksa serta memenuhi syarat-syarat untuk IB, maka semen harus segera diolah dan diencerkan. Pembentukan asam susu harus dicegah secepat mungkin, karena asam susu sangat toxis terhadap spermatozoa. Oleh karena sebagian spermatozoa akan mati selama perjalanan dalam saluran alat kelamin hewan betina sebelum sampai oviduct, maka diperlukan banyak spermatozoa untuk dapat embuahi ovum. Hal ini dapat dibuktikan pada percobaan dengan kelinci. Jika 1020 juta spermatozoa spermatozoa yang
dimasukkan
dalam
cervixnya, maka hanya akan 5000
mencapai oviduct dan dari sejumlah tersebut hanya beberapa
puluh spermatozoa akan bertemu ovum dan hanya beberapa yang menembus zona pellucida dan terakhir hanya satu spermatozoa yang masuk kedalam vitellus untuk membuahi ovum. Agar dapat tercapai tujuan suatu program IB, yaitu penggunaan pejantan yang bebas penyakit dan bermutu fertilisasi optimum spermatozoa
genetik tinggi
harus diawetkan
secara maksimal, maka daya untuk
beberapa lama setelah
penampungan. Untuk itu semen perlu dicampur dengan larutan pengencer yang menjamin
kebutuhan fisik dan kimiawinya dan disimpan pada suhu dan kondisi
tertentu yang mempertahankan kehidupan spermatozoa selama waktu yang diinginkan untuk kemudian dipakai sesuai dengan kebutuhan.
Kadar pengenceran Tujuan penentuan kadar pengenceran adalah agar supaya setiap satuan volume semen yang akan diinseminasikan ke
hewan
betina
harus
mengandung cukup
spermatozoa untuk memberikan fertilitas atau kesuburan yang tinggi tanpa membuang spermatozoa yang pengenceran
berlebihan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, maka kadar
tergantung pada volume ejakulat, konsentrasi dan persentase
spermatozoa yang hidup dan motil progresif. Standar minimum bagi kualitas semen yang dapat dipakai untuk inseminasi buatan adalah minimal mengandung 500 juta sel spermatozoa per ml ejakulat, dengan 50 persen spertozoa yang hidup dan motil. Setiap ml atau setiap dosis inseminasi harus mengandung paling sedikit 5 juta sel spermatozoa hidup dan motil. Dibawah 5 juta, maka fertilitasnya akan menurun. Sebagai contoh pengenceran semen, misalnya suatu
ejakulta
memiliki
volume 5 ml semen dengan nilai D/+++/70 p, maka
perhitungan kadar pengenceran terhadap contoh semen tersebut adalah sebagai berikut: Volume ejakulat = 5 ml Konsentrasi semen = D/+++ = 1000 juta spermatozoa per ml Persentase sperma yang hidup dan bergerak progresif = 70 Jadi : 1 ml semen mengandung 70/100 x 109 atau 7 x 108 spermatozoa motil. Jumlah sperma motil yang dibutuhkan di dalam 1 ml semen sapi yang sudah diencerkan = 5 juta (5 x 106) Sehingga kadar pengenceran semen : 7 x 108/5 x 106 = 140. Dengan demikian contoh semen ini yang mempunyai volume 5 ml dapat diencerkan menjadi 5 x 140 = 700 ml dan dapat menginseminasi 700 sapi betina.
Sebenarnya bila dilihat rumus diatas dengan soerma motil yang dibutuhkan dalam 1 ml semen sapi 5 juta, adalah sangat minimal, sehingga bila semen dibekukan harus dipertimbangkan pula kematian saat dibekukan dan dicairkan kembali, yang itu semua dapat mencapai 50 persen. Oleh karena itu untuk lebih amannya bila semen dibekukan maka konsentrasi spermatozoa motil yang dibutuhkan per ml semen sapi adalah 10 juta,
bahkan
ada
yang
menyarankan 25 juta, mengingat kematian
spermatozoa yang besar. Dari saran diatas akan dapat ditentukan bahwa satu ejakulat dapat diencerkan 350 kali atau 140 kali, tergantung berapa jumlah konsentrasi spermatozoa per ml yang digunakan untuk inseminasi.Dengan demikian dalam satu tahun, seekor pejantan akan mampu melayani 52 (bila satu minggu satu kali) x 140 = 7280 ekor betina atau jika konsentrasi minimal yang dipergunakan akan mampu melayani hewan betina sebanyak 52 x 700 = 36400 ekor atau dengan kata lain seekor pejantan akan mampu mengawini betina antara 5.000 - 10.000 ekor bahkan lebih per tahun.
Fungsi Pengencer Spermatozoa tidak akan mampu bertahan hidup lama, kecuali jika ditambah bebrbagai unsur ke dalam semen tersebut. Unsur-unsur inilah yang membentuk suatu pengencer yang baik, yang berfungsi untuk : 1. menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber enersi bagi spermatozoa. 2. melindungi spermatozoa terhadap cold shock 3. menyediakan suatu penyanggah untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa. 4. mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan eketrolit yang sesuai 5. mencegah pertumbuhan kuman 6. memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina yang dapat diinseminasi dengan satu ejakulat. Beberapa karbohidrat sederhana, seperti glukose, dapat dipergunakan sebagai sumber enersi bagi spermatozoa. Air susu dan kuning telur yang mengandung lecithine dan lipoprotein, berfungsi melindungi spermatozoa terhadap cold shock. Berbagai bahan penyanggah dapat dipakai untuk mempertahankan pH, antara lain penyanggah
sitrat, fosfat dan tris. Penisilin dan streptomisin adalah zat-zat penghambat mikroorganisme. Untuk semen beku, guna melindungi pengaruh letal pembekuan perlu ditambahkan gliserol.
Syarat-syarat pengencer Suatu pengencer yang baik seharusnya memenuhi syarat sebagai berikut: 1. bahan pengencer hendaknya murah, sederhana dan praktis dibuat, namun mempunyai daya preservasi tinggi. 2. Pengencer harus mengandung unsur-unsur yang hampir sama sifat fisik dan kimiawi dengan semen dan tidak boleh mengandung zat-zat yang bersifat toksik atau bersifat racun baik terhadap sperma maupun terhadap alat kelamin hewan betina. 3. Pengencer harus tetap mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi sperma. Pengencer tidak boleh terlalu kental sehingga menghalang-halangi pertemuan antara sperma dan ovum dan menghambat fertilisasi.
4. Pengencer harus memberi kemungkinan penilaian sperma sesudah pengenceran. Sebaiknya sesudah pengenceran, pergerakan spermatozoa masih dapat terlihat dengan mudah agar dapat ditentukan kualitas semen tersebut. Melihat syarat-syarat diatas sebenarnya, saat sekarang sulit ditemukan suatu pengencer yang memenuhi fungsi dan syarat yang sempurna seperti disebutkan diatas. Namun fungsi diatas sebagian besar dapat dipenuhi dari air susu segar dan kuning telur sebagai bahan dasar pengenceran.
Bahan pengencer dan pembuatannya Pengencer-pengecer pertama Sejak tahun 1850 beberapa peneliti telah mencoba membuat pengenc er yang dibuat dari plasma darah, air susu dan cairan-cairan lainnya, tetapi hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Kemudian pada awal tahun 1930-an V.K.Milovanov dari Rusia memelopori pembuatan pengencer semen sapi denga hasil yang cukup baik. Pengencer-pengencer tersebut umumnya hanya memperbanyak volume semen dan tidak dapat mempertahankan daya fertilisasi spermatozoa dalam waktu yang lama.
Pengencer tersebut umumnya terdiri dari garam-garam natrium dan kalium dari asam-asam fosfat, sulfat; glukose dan pepton atau gelatin. Meskipun Milovanov dan Selivanov tahun 1933 telah mengetahui manfaat lecithine dari kuning telur sebagai pelindung
sperma dalam pengencer,
namun
mereka
belum
mencurahkan
perhatiannya, bahkan dia belum nyarankan pemakaianya untuk pengenceran semen sapi.
Pengencer penyanggah kuning telur Fosfat kuning telur (egg yolk phosphate diluter). Pengencer
ini pertama kali dilaporkan berhasil sebagai preservasi motilitas
dan fertilitas semen pada suhu 5o oleh Phillips (1939) dari Universitas Wisconsin. ngencer ini terdiri dari satu bagian kuning telur segar dan satu bagian penyanggah yang terdiri dari 2.0 gr Na2HPO4.12 aquadestilata
H2O
dan
0.2 gr KH2PO4 dalam
100
ml
dengan pH 6.7 sampai 6.8. Pemakaian lapangan pengencer tersebut
menunjukkan angka konsepsi 56.6 persen, untuk semen dari 5 ekor sapi jantan ynag diinseminasikan kepada 1.458 ekor sapi betina selama 5 hari sesudah penampungan. Hasil tersebut menunjukkan suatu prestasi yang luar biasa dibandingkan dengan pengencer
sebelumnya. Dengan hasil tersebut banyak penelitian yang
mengkukuhkan manfaat kuning telur dalam pengenceran semen sapi, domba, kuda dan babi. Pengencer ini sekarang tidak populer lagi, namun tekah membukkan jalan dalam penemuan pengencer
lainnya
yang
sangat
berharga bagi perkembangan
inseminasi buatan.
Sitrat kuning telur (egg yolk citrate diluter). Salisbury et.al (1941), menemukan manfaat natrium sitrat sebagai pengganti penyanggah fosfat dalam pengencer kuning telur untuk preservasi, daya tahan dan fertilitas sperma sapi. Natrium sitrat akan mengikat kalsium dan logam-logam berat lainnya dan menyebabkan
butir-butir
lemak
didalam
kuning telur
sehingga sel-sel spermatozoa secara individual mudah diamati.
mengecil,
Pengencer ini terdiri dari satu bagian kuning telur segar dicampur dengan satu bagian penyanggah natrium sitrat. Penyanggah natrium sitrat yang isotonis dengan semen sapi ialah 2.9 gr Na3C6H5O7.2H2O per 100 ml aquadestilata. Dalam berbagai percobaan, penggunaan semen dalam pengencer fosfat dan sitrat kuning telur untuk inseminasi buatan menunjukkan hasil konsepsi yang sama. Namun demikian karena pengencer
sitrat
perbandingan
kuning
sifat-sifat telur
visual lebih
yang
lebih menguntungkan, maka
populer dan diterima sebagai
terhadap pengencer-pengencer lainnya. Dalam
standar
percobaan pertama
imbangan penyanggah dengan kuning telur adalah sama (1:1). Namun karena harga telur cukup mahal, maka pada kondisi lapangan, hanya sedikit kuning telur yang dipakai. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk penyimpanan pada 5oC kadar terendah kuning telur sebaiknya tidak kurang 20 persen (imbangan kuning telur dan sitrat 1 : 4), untuk menjamin fertilitas optimal dan hasil yang diperoleh 72.3 persen sapi yang tidak kembali minta kawin. Dengan imbangan 1:5 (17 persen) kuning telur masih diperoleh angka 66.2 persen non return. Cara memperoleh kuning telur, telur harus dicuci dengan air, kemudian digosok dengan alkohol 70 persen. Setelah telur kering, kulit telur dipecahkan dengan pisau atau pinset dalam ruangan yang bebas debu. Semua putih telur ditumpahkan dan dipidahkan dari kuning telur. Kuning telur yang masih utuh dan masih terbungkus oleh selaput vitelline ditempatkan pada suatu kertas penyerap atau kertas saring untuk menyerap semua putih telur yang tersisa. Kemudian kuning telur dipecah dan dialirkan kedalam suatu gelas pengukur dan meninggalkan sisa-sisa putih telur dan selaput vitelline pada kertas penyerap atau kertas saring. Sesudah itu barulah larutan penyanggah
dimasukkan
kedalam
gelas pengukur sejumlah perbandingan yang
dibutuhkan. Penyanggah sitratpusat inseminasi buatan.
Pengencer air susu Air susu mentah mengandung bahan yang bersifat racun terhadap spermatozoa. Faktor tksik atau racun tersebut terdapat didalam fraksi protein susu yang mengandung albumin. Ternyata bahan toksik tersebut adalah lactenin, suatu zat anti streptococcus pada air susu. Lactenin bukan satu-satunya bahan toksik yang terkandung didalam
air susu mentah, tetapi merupakan faktor utama yang merusak spermatozoa; air susu juga mengandung berbagai enzim yang rusak pada waktu pemanasan. Dengan adanya racun tersebut, maka penggunaan air susu segar penuh yang dihomogenizer maupun air susu skim sebagai pengencer akan mematikan spermatozoa, apabila air susu tersebut tidak dipanasi terlebih dahulu. Pemanasan air susu diatas 80 oC akan dapat melepaskan gugusan sulfhidril (-SH) yang berfungsi sebgai zat reduktif yang mengatur
metabolisme oksidatif spermatozoa. Demikian juga penambahan zat- zat
yang mengandung gugusan-SH, seperti cystein hydrochrorida kedalam air susu mentah akan segera langsung menghambat atau meniadakan toksisitas lactenin, sama dengan pengaruh gugusan-SH yang dilepaskan dari protein susu dengan jalan pemanasan 87-97oC
selama satu menit atau pada 77-97oC selama 10 menit.
Oleh karena harga air susu relatif lebih murah dibandingkan dengan harga air kuning telur, disamping pembuatannya lebih mudah dan praktis, maka air susu sebagai pengencer telah menjadi lebih populer daripada sitrat kuning telur. Cara pembuatan pengencer ini adalah : air susu sebanyak 300-500 ml dituangkan ke dalam erlenmeyer yang diberi termometer (l00oC) dan ditempatkan dalam suatu bejana yang terbuat dari gelas pyrex yang berisi air yang dipanaskan secara tidak langsung sampai mencapai suhu 95o C. Kemudian nyala api diperkecil dan pemanasan dilanjutkan pada suhu tersebut selama 10 menit. Pemanasan tidak boleh melebihi waktu yang ditentukan. Air susu yang telah dipanasi ini didinginkan kembali dengan mengalirkan sampai mencapai suhu kamar sekitar 20-27 oC atau sampai suhu 32 oC, sesuai denmgan suhu semen yang diencerkan. Kemudian secara perlahan-lahan susu dituang ke dalam tabung lainnya, dengan meninggalkan kepala susu yang mengandung albumin pada dinding erlenmeyer atau melekat pada termometer. Apabila kepala susu hancur menjadi bagian-bagian kecil akibat pemanasan, maka air susu tersebut dapat disaring dengan kain kasa steril.
Pengencer yang mengandung gliserol Gliserol merupakan zat yang dapat berdifusi ke dalam sel spermatozoa dan dapat dimetaboliser dalam proses-proses yang menghasilkan enersi dan membentuk fruktose. Dalam keadaan aerob gliserol berfungsi sebagai penghasil fruktosa, lebih sedikit asam
laktat yang terbentuk, namun spermatozoa menunjukkan aktivitas optimum. Penambahan semen ke dalam semen adalah esensial untuk pembekuan semen. Untuk semen yang tidak dilakukan pembekuan, gliserol akan meningkatkan daya hidup spermatozoa terutama dengan susu sebagai pengencer, tidak pada sitrat kuning telur. Hasil penelitian yang dilakukan di Singosari yang dilakukan Isnaeni dan Nur Ihsan (l990) menunjukkan bahwa persentase hidup spermatozoa sapi tertinggi pada pemberian gliserol dengan kadar 7 persen, kemudian diikuti 10 persen. Dengan demikian pemberian gliserol ini sebaiknya diberikan pada kisaran antara 7-10 persen. Demikian juga untuk semen kambing sebaiknya diberikan gliserol antara 6-7 persen (Nur Ihsan, l997).
Illini variable temperature (IVT) Pengawetan semen dalam suhu kamar telah berhasil dilakukan oleh VanDemark dan Sharma (l957) dari Illinois dengan menambahkan gas CO2 dalam ampul. Gas CO2 berguna untuk menghentikan motilitas dari metabolisme spermatozoa sehingga daya tahan hidup dan fertiliotas spermatozoa dapat diperpanjang. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan IV semen dapat disimpan selama 7 hari.
Cornell University extender (CUE). Pengencer ini terdiri dari stau bagian kuning telur dan 4 bagian penyanggah yang terdiri dari 1.45 persen Na-sitrat, 0.21 persen Na-bikarbonat, 0.04 persen Ka-khlorida, 0.30 persen glukosa dan 0.937 persen glyserin.
Air kelapa kunig telur Di negara-negara-negara tropis banyak didapatkan kelapa, sedangkan persediaan air susu terbatas, sehingga air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai pengencer semen. Penggunaannya dicampur dengan imbangan sama dengan kuning telur. Pengencer ini pernah dicoba sebagai pengencer ayam sebagaimana dilaporkan Hardijanto (l980). Hasilnya menunjukkan bahwa daya hidup spermatozoa dengan penambahan pengawet tersebut antara 9-11 jam, sedangkan yang tanpa pengencer hanya bertahan seperempat jam.
Pengencer TRIS Salah satu pengencer yang digunakan di Indonesia (BIB Singosari) adalah pengencer TRIS. Pengencer tersebut terdiri dari : Tris amino methan: 13.63 g, asam sitrat 7.62 g, laktosa 15 g, fruktosa 3.75 g, raffinosa 27.00 g, akuades steril 755 ml, penisilin 1000 IU dan streptomisin 1 mg per ml bahan pengencer.
Penambahan antibiotika dalam pengencer Penambahan antibiotika dalam pengencer akan meningkatkan daya tahan hidup spermatozoa dan mematikan kuman Vibrio foetus . Umumnya antibiotika yang ditambahkan adalah sulfanil amide 300 mg per 100 ml pengencer sitrat kuning telur; penisilin 1000 IU dan 1000 mikrogram per mililiter pengencer.
PENYIMPANAN SEMEN Semen yang telah ditampung yan kemudian diencerkan, umumnya tidak habis terpakai pada hari tersebut, sehingga perlu diupayakan penyimpanan agar dapat tercapai tujuan inseminasi buatan.
Cara yang dapat ditempuh adalah : 1. Pedinginan. Semen yang telah diencerkan umumnya disimpan pada suhu 4oC dalam lemari es. Namun semen tersebut hanya dapat disimpan selama 4 hari, jika lebih kesuburannya akan menurun, meskipun sampai hari ketujuh spermatozoa masih menunjukkan adanya pergerakan. 2. Pemberian gas CO2 dengan tekanan tinggi. Dengan pemberian gas tersebut gerakan spermatozoa dapat dihambat atau dicegah dengan tanpa adanya pendinginan atau pembekuan. Cara ini dilakukan di Universitas Illinois, USA. Dengan cara ini semen dapat disimpan selama 1-2 minggu. Keuntungan cara ini pengiriman semen tidak perlu didinginkan. Semennya dikenal dengan sebutan Illini variable temperature (IVT).
3. Pembekuan (frozen = semen beku) Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dengan proses biasa, kemudian disimpan dalam bentuk beku atau dibekukan di bawah nol. Berapa jauh titik nol yang dicapai tergantung zat pembeku yang dipergunakan. Dalam pembekuan ini ditemukan dua problem utama yaitu : - Adanya cold shock, terhadap spermatozoa yang dibekukan - Perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan kristal-kristal es. Kedua problem diatas sebagian dapat diatasi dengan penambahan gliserol dalam pengencer.
Keuntungan semen beku 1. Semen pejantan unggul dapat dipakai secara efisien sepanjang tahun. Pembekuan akan memungkinkan hampir 100 persen penggunaan semen seekor pejantan. 2. Keuntungan unik semen beku adalah dapat mengatasi hambatan waktu dan jarak. Semen beku dapat tersedia dimana dan kapan saja dimana bibit pejantan unggul yang tinggi kualitas genetik dalam sifat-sifat tertentu, semen yang tinggi fertilitasnya dan bebas penyakit, sepanjang secara teknis memungkinkan. Daya simpan semen cukup lama (lebih 5 tahun), bila dibekukan dengan nitrogen cair pada suhu -196oC, dan antara 3-4 tahun jika dibekukan dengan gas CO2 padat, pada suhu -79oC. 3. Semen beku memungkinkan perkawinan selektif dengan pejantan-pejantan unggul untuk daerah luas. Semen beku dari Amerika dapat dibawa ke Indonesia, demikian juga semen beku Indonesia dapat dikirinkan ke seluruh pelosok-pelosok tanah air. 4. Biaya pengangkutan semen dari pusat Inseminasi buatan lebih murah.
Kerugian semen beku 1. Kurang lebih 10-20 persen, semen sapi jantan tidak tahan terhadap pembekuan 2. Biaya pembuatan semen beku mahal 3. Kematian selama proses pembekuan tinggi yaitu antara 20-80 persen, dengan rata-rata 50 persen.
4. Jika pemeriksaan kesehatan tidak baik, dengan semen beku dapat menyebarkan luaskan bibit penyakit.
Cara pembuatan semen beku Secara garis besar pembuatan semen beku adalah sebagai berikut : a) Penampungan semen b) Penilaian/evaluasi semen c) Pengenceran :
Pra pengenceran. Setengan pengencer dicampur dengan semen dan setengahnya dicampur dengan gliserol. Kemudian keduanya didinginkan dari 30oC menjadi 5oC.
Pengenceran akhir. Kedua pengencer di atas sedikit demi sedikit dicampur jadi satu. Pengencer yang mengandung gliserol ditambah sedikit demi sedikit dalam 3 bagian dengan interval 20 menit.
d) Pengisian dan penutupan straw (filling dan sealing) Pengisian straw dilakukan dengan mesin pengisi straw otomatis yang berada di dalam kamar pendingin. Straw yang telah diisi langsung ditutup secara otomatis dengan mesin yang sama. Dibiarkan dalam kamar pendingin selama kurang lebih tiga jam. Waktu ini dikenal sebagai waktu ekuilibrasi (equilibration period) yaitu waktu yang diberikan kepada spermatozoa untuk mengadakan keseimbangan dengan cairan pengencer yang mengandung gliserol selama jangka waktu waktu tertentu pada suhu ditas suhu titik beku. e) Pembekuan semen. Semen dingin dipindahkan dari rak ke dalam uap nitrogen cair pada suhu -140oC yang berada di kontainer, selama 9 menit. Kemudian straw dipindahkan dari uap nitrogen cair ke dalam nitrogen cair yang bersuhu -196oC di dalam kontainer. Dalam pembekuan ini terdapat waktu kritis yaitu pada saat penurunan suhu dari 5oC ke 15oC. Waktu tersebut dikenal sebagai critical period, karena pada suhu ini spermatozoa peka terhadap cold shock. f) Penyimpanan Umumnya semen beku disimpan dalam bentuk :
straw yang terdiri dari mini dan midi straw
mini tube
ampul dan pelet
THAWING Thawing adalah melelehkan atau mencairkan kembali semen yang telah dibekukan. Cara thawing berbeda-beda tergantung pada jenis semennya. Prinsip kerja thawing adalah semakin tinggi suhu, semakin cepat waktu yang diperlukan, demikian sebaliknya. Umumnya pelaksaan thawing adalah sebagai berikut : 1. Straw Untuk pelaksanaan thawing pada semen beku yang disimpan dalam bentuk straw dapat dilakukan dengan air hangat, suhu 34oC. Straw diambila dari nitrogen cair (dalam kontainer) langsung dicelupkan ke dalam air hangat tersebut, selama 15 detik untuk straw menengah dan 10 detik untuk straw kecil. Straw kemudian dikeringkan dengan handuk dan siap dipakai. Umumnya thawing yang dilakukan di Australia dan Amerika adalah dengan air es dengan suhu 2-5oC, selama 2-5 menit, sedangkan di Selandia Baru thawing dilakukan dengan air kran, pada suhu antara 15-15oC selama 15 detik.Cara yang umum digunakan di Indonesia adalah cara Selandia Baru yaitu menggunakan air kran atau air sumur selama 15 detik.Semen yang telah dicairkan tidak dapat dibekukan lagi, karena fertilitasnya menurun. 2. Pencairan dalam bentuk ampul Dipakai air hangat dengan suhu 40oC, selama 35-40 detik. Kemudian dikeringkan dengan handuk, lalu digenggam dengan kepalan selama 35-40 detik lagi dan semen siap dipakai. 3. Pencairan dalam bentuk pil atau kapsul Untuk semen beku dalam bentuk pil atau kapsul dicairkan dalam larutan khusus. Larutan umumnya telah disediakan dalam ampul yang berkapasitas 1 ml, dengan isi larutan
0.75-0.90 ml. Larutan dapat berupa air susu atau Na-sitrat atau larutan khusus, Tuchlinski, yang terdiri dari empat bagian glukosa 5 persen dan satu bagian larutan Na-bikarbonat 1.3 persen. Cara thawing : mula-mula larutan dalam ampul dipanaskan dalam air hangat (40oC) juga. Kemudian ampul dibuka dan dimasukkan 1 butir semen beku dan dibirkan sampai mencair. Bila sudah mencair seluruhnya, maka ampul dikeluarkan dari air hangat, dan semen telah siap untuk dipergunakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada nitrogen cair Gas N2 bersifat tidak berwarna, tidak berbau, mengisi volume udara sampai 80 persen. Cairan N2 mempunyai suhu -196oC dan mudah sekali menguap sehingga penyimpanan nitrogen cair harus dalam tempat khusus, yaitu kontainer. Bila bekerja dengan N2 cair, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut : 1. Jangan sampai anggota tubuh terkena cairan/uap dari N2 sebab dapat mengakibatkan luka bakar. Handaknya memakai pakainan khsus seperti masker tutup muka, sepatu atau kaca mata. 2. Jangan menutup rapat lubang leher kontainer sebab gas yang terbentuk dapat meledak. 3. Penyimpanan kontainer hendaknya ditempat yang dingin. Hindari sinar matahari langsung karena dapat memperbesar penguapan. 4. Dalam ruangan yang terdapat nitrogen cair, vetilasi ruangan harus baik, karena bila udara terlalu banyak gas N2 dapat menyebabkan kekurangan O2 sehingga dapat menyebabkan mati lemas. 5. Kontainer yang dipakai untuk menyimpan semen beku harus selalu diperiksa, jangan sampai semen beku tidak terendam dalam nitrogen.
Bahan pengencer dan pembuatannya Pengencer-pengecer pertama Sejak tahun 1850 beberapa peneliti telah mencoba membuat pengenc er
yang
dibuat dari plasma darah, air susu dan cairan-cairan lainnya, tetapi hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Kemudian pada awal tahun 1930-an V.K.Milovanov dari Rusia memelopori pembuatan pengencer semen sapi dengan hasil yang cukup
baik. Pengencer-pengencer tersebut umumnya hanya memperbanyak volume
semen
dan tidak dapat mempertahankan daya fertilisasi spermatozoa dalam waktu yang lama. Pengencer tersebut umumnya terdiri dari garam-garam natrium dan kalium dari asamasam
fosfat,
Selivanov
sulfat;
glukose dan pepton atau gelatin. Meskipun Milovanov dan
tahun 1933 telah mengetahui manfaat lecithine dari kuning telur
sebagai
pelindung sperma dalam pengencer, namun mereka belum mencurahkan perhatiannya, bahkan dia belum nyarankan pemakaianya untuk pengenceran semen sapi.
Pengencer penyanggah kuning telur
Fosfat kuning telur (egg yolk phosphate diluter). Pengencer ini pertama kali dilaporkan berhasil sebagai preservasi motilitas
dan
fertilitas semen pada suhu 5o oleh Phillips (1939) dari Universitas Wisconsin. ngencer ini terdiri dari satu bagian kuning telur segar dan satu bagian penyanggah yang terdiri dari 2.0 gr Na2HPO4.12 H2O dan 0.2 gr KH2PO4 dalam 100 ml aquadestilata dengan pH 6.7 sampai 6.8. Pemakaian lapangan pengencer tersebut menunjukkan angka konsepsi 56.6 persen, untuk semen dari 5 ekor sapi jantan ynag diinseminasikan kepada 1.458 ekor sapi betina selama 5 hari sesudah penampungan. Hasil tersebut menunjukkan
suatu
prestasi
yang luar biasa
dibandingkan
sebelumnya. Dengan hasil tersebut banyak penelitian yang
dengan
pengencer
mengkukuhkan manfaat
kuning telur dalam pengenceran semen sapi, domba, kuda dan babi. Pengencer ini sekarang tidak populer lagi, namun tekah membukkan jalan dalam penemuan pengencer
lainnya
yang
sangat
berharga bagi perkembangan
inseminasi buatan.
Sitrat kuning telur (egg yolk citrate diluter). Salisbury et.al (1941), menemukan manfaat natrium sitrat sebagai pengganti penyanggah fosfat dalam pengencer kuning telur untuk preservasi, daya tahan dan fertilitas sperma sapi. Natrium sitrat akan mengikat kalsium dan logam-logam berat lainnya dan menyebabkan butir-butir lemak didalam kuning telur mengecil, sehingga sel-sel spermatozoa secara individual mudah diamati.
Pengencer ini terdiri dari satu bagian kuning telur segar dicampur dengan satu bagian penyanggah natrium sitrat. Penyanggah natrium sitrat yang isotonis dengan semen sapi ialah 2.9 gr Na3C6H5O7.2H2O per 100 ml aquadestilata. Dalam berbagai percobaan, penggunaan semen dalam pengencer fosfat dan sitrat kuning telur untuk inseminasi buatan menunjukkan hasil konsepsi yang sama. Namun demikian karena sifat-sifat visual yang lebih menguntungkan, maka pengencer sitrat kuning telur lebih populer dan diterima sebagai standar perbandingan terhadap pengencer-pengencer lainnya. Dalam percobaan pertama imbangan penyanggah dengan kuning telur adalah sama (1:1). Namun karena harga telur cukup mahal, maka pada kondisi lapangan, hanya sedikit kuning telur yang dipakai. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk penyimpanan sebaiknya tidak
pada 5oC kadar terendah kuning telur
kurang 20 persen (imbangan kuning telur dan sitrat 1 : 4), untuk
menjamin fertilitas optimal dan hasil yang diperoleh 72.3 persen sapi yang tidak kembali minta kawin. Dengan imbangan 1:5 (17 persen) kuning telur masih diperoleh angka 66.2 persen non return.] Cara memperoleh kuning telur, telur harus dicuci dengan air, kemudian digosok dengan alkohol 70 persen. Setelah telur kering, kulit telur dipecahkan dengan pisau atau pinset
dalam
ruangan
yang
bebas
debu. Semua putih telur ditumpahkan
dan
dipidahkan dari kuning telur. Kuning telur yang masih utuh dan masih terbungkus oleh selaput vitelline ditempatkan pada suatu kertas penyerap atau kertas saring untuk menyerap semua putih telur yang tersisa. Kemudian kuning telur dipecah dan dialirkan kedalam suatu gelas pengukur dan meninggalkan sisa-sisa putih telur dan selaput vitelline pada kertas penyerap atau kertas saring. penyanggah
dimasukkan
kedalam
Sesudah
itu
barulah
larutan
gelas pengukur sejumlah perbandingan yang
dibutuhkan. Penyanggah sitratpusat inseminasi buatan.
Pengencer air susu Air susu mentah mengandung bahan yang bersifat racun terhadap spermatozoa. Faktor tksik atau racun tersebut terdapat didalam fraksi protein susu yang mengandung albumin. Ternyata bahan toksik tersebut adalah lactenin, suatu zat anti streptococcus pada air susu. Lactenin bukan satu-satunya bahan toksik yang terkandung didalam air
susu mentah, tetapi merupakan faktor utama yang merusak spermatozoa; air susu juga mengandung berbagai enzim yang rusak pada waktu pemanasan. Dengan adanya racun tersebut, maka penggunaan air susu segar penuh yang dihomogenizer maupun air susu skim sebagai pengencer akan mematikan spermatozoa, apabila air susu tersebut tidak air susu diatas 80 oC akan dapat melepaskan
dipanasi terlebih dahulu. Pemanasan gugusan
sulfhidril
(-SH)
yang
berfungsi sebgai zat
reduktif
metabolisme oksidatif spermatozoa. Demikian juga penambahan
yang
mengatur
zat- zat yang
mengandung gugusan-SH, seperti cystein hydrochrorida kedalam air susu mentah akan segera langsung menghambat atau meniadakan
toksisitas lactenin, sama dengan
pengaruh gugusan-SH yang dilepaskan dari protein susu dengan jalan pemanasan 8797oC
selama satu menit atau pada 77-97oC selama 10 menit. Oleh karena harga air susu relatif lebih murah dibandingkan dengan harga air
kuning telur, disamping pembuatannya lebih mudah dan praktis, maka air susu sebagai pengencer telah menjadi lebih populer daripada sitrat kuning telur. Cara pembuatan pengencer ini adalah : air susu sebanyak 300-500 ml dituangkan ke dalam erlenmeyer yang diberi termometer (l00oC) dan ditempatkan dalam suatu bejana yang terbuat dari gelas pyrex yang berisi air yang dipanaskan secara tidak langsung sampai mencapai suhu 95o C. Kemudian nyala api diperkecil dan pemanasan dilanjutkan pada suhu tersebut selama 10 menit. Pemanasan tidak boleh melebihi waktu yang ditentukan. Air susu yang telah dipanasi ini didinginkan kembali dengan mengalirkan sampai mencapai suhu kamar sekitar 20-27 oC atau sampai suhu 32 oC, sesuai denmgan suhu semen yang diencerkan. Kemudian secara perlahan-lahan susu dituang ke dalam tabung lainnya, dengan meninggalkan kepala susu yang mengandung albumin pada dinding erlenmeyer atau melekat pada termometer. Apabila kepala susu hancur menjadi bagian-bagian kecil akibat pemanasan, maka air susu tersebut dapat disaring dengan kain kasa steril.
Pengencer yang mengandung gliserol Gliserol merupakan zat yang dapat berdifusi ke dalam sel spermatozoa dan dapat dimetaboliser dalam proses-proses yang menghasilkan enersi dan membentuk fruktose. Dalam keadaan aerob gliserol berfungsi sebagai penghasil fruktosa, lebih sedikit asam
laktat yang terbentuk, namun spermatozoa menunjukkan aktivitas optimum. Penambahan semen ke dalam semen adalah esensial untuk pembekuan semen. Untuk semen yang tidak dilakukan pembekuan, gliserol akan meningkatkan daya hidup spermatozoa terutama dengan susu sebagai pengencer, tidak pada sitrat kuning telur. Hasil penelitian yang dilakukan di Singosari yang dilakukan Isnaeni dan Nur Ihsan (l990) menunjukkan bahwa persentase hidup spermatozoa sapi tertinggi pada pemberian gliserol dengan kadar 7 persen, kemudian diikuti 10 persen. Dengan demikian pemberian gliserol ini sebaiknya diberikan pada kisaran antara 7-10 persen. Demikian juga untuk semen kambing sebaiknya diberikan gliserol antara 6-7 persen (Nur Ihsan, l997).
Pengencer lain Illini variable temperature (IV). Pengawetan semen dalam suhu kamar telah berhasil dilakukan oleh VanDemark dan Sharma (l957) dari Illinois dengan menambahkan gas CO2 dalam ampul. Gas CO2 berguna untuk menghentikan motilitas dari metabolisme spermatozoa sehingga daya tahan hidup dan fertiliotas spermatozoa dapat diperpanjang. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan IV semen dapat disimpan selama 7 hari.
Cornell University extender (CUE). Pengencer ini terdiri dari stau bagian kuning telur dan 4 bagian penyanggah yang terdiri dari 1.45 persen Na-sitrat, 0.21 persen Na-bikarbonat, 0.04 persen Ka-khlorida, 0.30 persen glukosa dan 0.937 persen glyserin.
Air kelapa kunig telur Di negara-negara-negara tropis banyak didapatkan kelapa, sedangkan persediaan air susu terbatas, sehingga air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai pengencer semen. Penggunaannya dicampur dengan imbangan sama dengan kuning telur. Pengencer ini pernah dicoba sebagai pengencer ayam sebagaimana dilaporkan Hardijanto (l980). Hasilnya menunjukkan bahwa daya hidup spermatozoa dengan penambahan pengawet tersebut antara 9-11 jam, sedangkan yang tanpa pengencer hanya bertahan seperempat jam.
Pengencer TRIS Salah satu pengencer yang digunakan di Indonesia (BIB Singosari) adalah pengencer RIS. Pengencer tersebut terdiri dari : Ria amino methan: 13.63 g, asam sitrat 7.62 g, laktosa 15 g, fruktosa 3.75 g, raffinosa 27.00 g, akuades steril 755 ml, penisilin 1000 IU dan streptomisin 1 mg per ml bahan pengencer.
Penambahan antibiotika dalam pengencer Penambahan antibiotika dalam pengencer akan meningkatkan daya tahan hidup spermatozoa dan mematikan kuman Vibrio foetus . Umumnya antibiotika yang ditambahkan adalah sulfanil amide 300 mg per 100 ml pengencer sitrat kuning telur; penisilin 1000 IU dan 1000 mikrogram per mililiter pengencer.
PENYIMPANAN SEMEN Semen yang telah ditampung yan kemudian diencerkan, umumnya tidak habis terpakai pada hari tersebut, sehingga perlu diupayakan penyimpanan agar dapat tercapai tujuan inseminasi buatan.
Cara yang dapat ditempuh adalah : 1. Pedinginan. Semen yang telah diencerkan umumnya disimpan pada suhu 4oC dalam lemari es. Namun semen tersebut hanya dapat disimpan selama 4 hari, jika lebih kesuburannya akan menurun, meskipun sampai hari ketujuh spermatozoa masih menunjukkan adanya pergerakan. 2. Pemberian gas CO2 dengan tekanan tinggi. Dengan pemberian gas tersebut gerakan spermatozoa dapat dihambat atau dicegah dengan tanpa adanya pendinginan atau pembekuan. Cara ini dilakukan di Universitas Illinois, USA. Dengan cara ini semen dapat disimpan selama 1-2 minggu. Keuntungan cara ini pengiriman semen tidak perlu didinginkan. Semennya dikenal dengan sebutan Illini variable temperature (IVT).
3. Pembekuan (frozen = semen beku) Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dengan proses biasa, kemudian disimpan dalam bentuk beku atau dibekukan di bawah nol. Berapa jauh titik nol yang dicapai tergantung zat pembeku yang dipergunakan. Dalam pembekuan ini ditemukan dua problem utama yaitu : - Adanya cold shock, terhadap spermatozoa yang dibekukan - Perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan kristal-kristal es. Kedua problem diatas sebagian dapat diatasi dengan penambahan gliserol dalam pengencer.
Keuntungan semen beku 1. Semen pejantan unggul dapat dipakai secara efisien sepanjang tahun. Pembekuan akan memungkinkan hampir 100 persen penggunaan semen seekor pejantan. 2. Keuntungan unik semen beku adalah dapat mengatasi hambatan waktu dan jarak. Semen beku dapat tersedia dimana dan kapan saja dimana bibit pejantan unggul yang tinggi kualitas genetik dalam sifat-sifat tertentu, semen yang tinggi fertilitasnya dan bebas penyakit, sepanjang secara teknis memungkinkan. Daya simpan semen cukup lama (lebih 5 tahun), bila dibekukan dengan nitrogen cair pada suhu -196oC, dan antara 3-4 tahun jika dibekukan dengan gas CO2 padat, pada suhu -79oC. 3. Semen beku memungkinkan perkawinan selektif dengan pejantan-pejantan unggul untuk daerah luas. Semen beku dari Amerika dapat dibawa ke Indonesia, demikian juga semen beku Indonesia dapat dikirinkan ke seluruh pelosok-pelosok tanah air. 4. Biaya pengangkutan semen dari pusat Inseminasi buatan lebih murah.
Kerugian semen beku 1. Kurang lebih 10-20 persen, semen sapi jantan tidak tahan terhadap pembekuan 2. Biaya pembuatan semen beku mahal 3. Kematian selama proses pembekuan tinggi yaitu antara 20-80 persen, dengan rata-rata 50 persen.
4. Jika pemeriksaan kesehatan tidak baik, dengan semen beku dapat menyebarkan luaskan bibit penyakit.
Cara pembuatan semen beku Secara garis besar pembuatan semen beku adalah sebagai berikut : a) Penampungan semen b) Penilaian/evaluasi semen c) Pengenceran :
Pra pengenceran. Setengan pengencer dicampur dengan semen dan setengahnya dicampur dengan gliserol. Kemudian keduanya didinginkan dari 30oC menjadi 5oC.
Pengenceran akhir. Kedua pengencer di atas sedikit demi sedikit dicampur jadi satu. Pengencer yang mengandung gliserol ditambah sedikit demi sedikit dalam 3 bagian dengan interval 20 menit.
d) Pengisian dan penutupan straw (filling dan sealing) Pengisian straw dilakukan dengan mesin pengisi straw otomatis yang berada di dalam kamar pendingin. Straw yang telah diisi langsung ditutup secara otomatis dengan mesin yang sama. Dibiarkan dalam kamar pendingin selama kurang lebih tiga jam. Waktu ini dikenal sebagai waktu ekuilibrasi (equilibration period) yaitu waktu yang diberikan kepada spermatozoa untuk mengadakan keseimbangan dengan cairan pengencer yang mengandung gliserol selama jangka waktu waktu tertentu pada suhu ditas suhu titik beku. e) Pembekuan semen. Semen dingin dipindahkan dari rak ke dalam uap nitrogen cair pada suhu -140oC yang berada di kontainer, selama 9 menit. Kemudian straw dipindahkan dari uap nitrogen cair ke dalam nitrogen cair yang bersuhu -196oC di dalam kontainer. Dalam pembekuan ini terdapat waktu kritis yaitu pada saat penurunan suhu dari 5oC ke 15oC. Waktu tersebut dikenal sebagai critical period, karena pada suhu ini spermatozoa peka terhadap cold shock. f) Penyimpanan Umumnya semen beku disimpan dalam bentuk :
straw yang terdiri dari mini dan midi straw
mini tube
ampul dan pelet
THAWING Thawing adalah melelehkan atau mencairkan kembali semen yang telah dibekukan. Cara thawing berbeda-beda tergantung pada jenis semennya. Prinsip kerja thawing adalah semakin tinggi suhu, semakin cepat waktu yang diperlukan, demikian sebaliknya. Umumnya pelaksaan thawing adalah sebagai berikut : 1. Straw Untuk pelaksanaan thawing pada semen beku yang disimpan dalam bentuk straw dapat dilakukan dengan air hangat, suhu 34oC. Straw diambila dari nitrogen cair (dalam kontainer) langsung dicelupkan ke dalam air hangat tersebut, selama 15 detik untuk straw menengah dan 10 detik untuk straw kecil. Straw kemudian dikeringkan dengan handuk dan siap dipakai. Umumnya thawing yang dilakukan di Australia dan Amerika adalah dengan air es dengan suhu 2-5oC, selama 2-5 menit, sedangkan di Selandia Baru thawing dilakukan dengan air kran, pada suhu antara 15-15oC selama 15 detik.Cara yang umum digunakan di Indonesia adalah cara Selandia Baru yaitu menggunakan air kran atau air sumur selama 15 detik.Semen yang telah dicairkan tidak dapat dibekukan lagi, karena fertilitasnya menurun. 2. Pencairan dalam bentuk ampul Dipakai air hangat dengan suhu 40oC, selama 35-40 detik. Kemudian dikeringkan dengan handuk, lalu digenggam dengan kepalan selama 35-40 detik lagi dan semen siap dipakai. 3. Pencairan dalam bentuk pil atau kapsul Untuk semen beku dalam bentuk pil atau kapsul dicairkan dalam larutan khusus. Larutan umumnya telah disediakan dalam ampul yang berkapasitas 1 ml, dengan isi larutan
0.75-0.90 ml. Larutan dapat berupa air susu atau Na-sitrat atau larutan khusus, Tuchlinski, yang terdiri dari empat bagian glukosa 5 persen dan satu bagian larutan Na-bikarbonat 1.3 persen. Cara thawing : mula-mula larutan dalam ampul dipanaskan dalam air hangat (40oC) juga. Kemudian ampul dibuka dan dimasukkan 1 butir semen beku dan dibirkan sampai mencair. Bila sudah mencair seluruhnya, maka ampul dikeluarkan dari air hangat, dan semen telah siap untuk dipergunakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada nitrogen cair Gas N2 bersifat tidak berwarna, tidak berbau, mengisi volume udara sampai 80 persen. Cairan N2 mempunyai suhu -196oC dan mudah sekali menguap sehingga penyimpanan nitrogen cair harus dalam tempat khusus, yaitu kontainer. Bila bekerja dengan N2 cair, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut : 1. Jangan sampai anggota tubuh terkena cairan/uap dari N2 sebab dapat mengakibatkan luka bakar. Handaknya memakai pakainan khsus seperti masker tutup muka, sepatu atau kaca mata. 2. Jangan menutup rapat lubang leher kontainer sebab gas yang terbentuk dapat meledak. 3. Penyimpanan kontainer hendaknya ditempat yang dingin. Hindari sinar matahari langsung karena dapat memperbesar penguapan. 4. Dalam ruangan yang terdapat nitrogen cair, vetilasi ruangan harus baik, karena bila udara terlalu banyak gas N2 dapat menyebabkan kekurangan O2 sehingga dapat menyebabkan mati lemas. 5. Kontainer yang dipakai untuk menyimpan semen beku harus selalu diperiksa, jangan sampai semen beku tidak terendam dalam nitrogen.
FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN IB
1. Kualitas semen
YANG
MEMPENGARUHI
Untuk inseminasi buatan, maka kualitas dan kesehatan semen telah dijamin oleh pembuat semen (Balai Inseminasi Buatan). Dengan demikian bila di lapangan didapatkan kualitas semen yang kurang baik, itu disebabkan karena penanganan nya di lapangan, bukan disebabkan oleh pejantannya. Oleh karena itu faktor pejantan ini dapat diabaikan bila mengevaluasi IB.
2. Kesuburan hewan betina Faktor ini sangat menentukan karena bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana, trampilnya inseminator dan tingginya kualitas semen tanpa adanya hewan betina yang subur, maka fertilisasi tidak akan terjadi. Ini berarti terjadi kegagalan inseminasi buatan. Oleh karena itu IB akan berhasil dengan baik jika didukung oleh adanya induk-induk sapi yang sehat dan subur. Sapi-sapi yang tidak subur atau majer sebaiknya segera disingkirkan dari peternakan karena sangat merugikan usaha peternakan. 3. Peran peternak Peternak sebagai pemilik hewan betina harus berperan serta dalam mendukung pelaksanaan IB. Dalam hal ini peran peternak adalah memberikan laporan berahi yang benar dan tepat waktu, sehingga pelaksanaan IB dapat ditentukan dengan benar juga. Disini pengetahuan peternak mengenai sifat-sifat reproduksi sapi perlu ditambah, untuk mensukseskan program IB. Oleh
karena
itu disamping melaksanakan IB, fungsi
inseminator adalah sebagai tenaga penyuluh khususnya masalah reproduksi dan peternakan pada umumnya. Deteksi berahi unumnya dapat dilakukan dengan: Melihat tingkah laku ternak. Umumnya pada sapi tingkah laku berahi mudah dikenali dengan: 4A (abang, anget, abuh, arep); 2B (bengok-bengok, bening); 1C (cingkrak-cingkrak). Dengan detektor berahi, misalnya dengan harness-crayon. Ini umumnya digunakan pejantan pengusik (teaser)
yang divasektomi, meskipun pejantan fertilpun dapat
digunakan. Disamping itu dapat juga dipakai chain - ball mating device. Untuk sapi betina pada ranch yang besar sering digunakan heatmount detector, misalnya Kamar heat-mount detector. 4. Inseminator. Ketrampilan inseminator adalah sangat dituntut demi
suksesnya IB. Umumnya
inseminator yang trampil akan menghasilkan kebuntingan lebih banyak dibandingkan dengan inseminator yang
kurang trampil. Ketrampilan yang diperlukan seorang
inseminator meliputi deteksi berahi, thawing dan penanganan semen, serta pelaksanaan IB yang tepat waktunya.
5. Sarana dan prasarana. Peralatan yang lengkap dan memadai akan mendukung keberhasilan IB. Peralatan seorang inseminator umumnya container, termos, gunting, pinset, seperangkat alat IB (insemination gun) dan sebaginya. Disamping alat diatas demi suksesnya program IB perlu didukung adanya transportasi yang lancar. Hal ini bisa terlaksana bila
setiap
inseminator dilengkapi kendaraan dinas dan adanya sarana jalan yang memadai.
Penentuan waktu yang tepat untuk IB Waktu
optimum
untuk pelaksanaan
IB
harus
diperhitungkan dengan
waktu
kapasitasi, yaitu proses fisiologik yang dialami oleh spermatozoa didalam saluran kelamin hewan betina untuk memperoleh kapasitas atau kesanggupan membuahi ovum. Pada hewan percobaan (tikus dan kelinci) umumnya proses kapasitasi membutuhkan waktu 2-4 jam didalam uterus atau tuba fallopii. Oleh karena itu IB harus dilakukan tidak boleh kurang 4 jam sebelum ovulasi atau tidak boleh melebihi 6 jam setelah akhir berahi.Hal tersebut didasarkan pada lama berahi sapi 18 jam dan ovulasi terjadi 10-12 jam setelah akhir berahi. Pada sapi potong di Indonesia, ada kemungkinan periode berahi yang lebih pendek, sehingga waktu optimum untuk inseminasi akan lebih singkat. Pelaksanaan IB terbaik adalah pada pertengahan berahi sampai 6 jam setelah berahi. Hal ini dapat dilukiskan dalam gambar berikut:
Sebelum estrus
Estrus
Sesudah estrus
(6-10 jam)
(18 jam)
(10 jam)
-mencium sapisapi lain
-Berdiri untuk di naiki
- tak mau dinaiki - keluar lendir transparan
-mencoba menaiki
-sering menguak
dari vulva
sapi lain
-nervous
-vulva basah,me-
-menaiki sapi lain
rah,agak bengkak
-kurang nafsu makan dan kurang menghasilkan susu -terdahulu bangun pagi -vulva basah, oedematous dan merah -keluar lendir transparan
umur ovum
-pupil mata berdilatasi
Di lapangan permulaan datangnya berahi tidak dapat ditentukan dengan pasti. Oleh karena itu digunakan patokan sebagai berikut:
Pertama kali terlihat berahi Pagi Sore
Harus diinseminasi pada Hari yang sama
Terlambat Hari berikutnya
hari berikutnya (pagi-siang)
sesudah jam 15.00 besoknya
TEKNIK INSEMINASI
Ada
dua
teknik
inseminasi yang
pernah
digunakan,
yaitu
menggunakan spekulum atau vagianskop dan rektovaginal. Spekulum atau vaginaskop umumnya digunakan untuk semen cair, sedangkan semen beku menggunakan rectovaginal. 1. Spekulum atau vaginaskop Alat yang digunakan adalah: Spekulum adalah tabung bulat panjang terbuat dari karet keras atau logam atau plastik. Kedua ujungnya
terbuka.
Vaginaskop adalah alat untuk
mebuka vagina. Cateter adalah pipet panjang kurang lebih 50 cm dengan diameter 7-8 mm, dari bahan stain less steel atau plastik. Dengan metode ini dipergunakan lampu yang dipasang didalam lumen spekulum atau pada kening inseminator, dimana lampu tersebut dinyalakan dengan bateri. Metode ini banyak dilakukan tanpa banyak latihan. Caranya adalah: dengan spekulum atau
vaginaskop, mulut cervix dicari. Jika telah
ketemu, semen disemprotkan dalam canalis cervicalis dengan cateter yang telah diisi semen. Dalam pekerjaan rutin diperlukan ketelitian sterilitasnya yaitu dengan membersihkan lendir dan kotoran yang menempel pada lat-alat yang
digunakan. Alat-alat tersebut harus dicuci dengan sabun, kemudian dengan alkohol 95 persen. Permukaan dalam umumnya sulit dibersihkan, sehingga perlu dipanasi diatas api supaya steril. Metode ini dapat
dipakai
pada
peternakan dengan jumlah ternak sedikit, sedangkan untuk jumlah banyak sulit dilaksanakan.
2. Metode rektovaginal Umumnya metode ini dilakukan untuk inseminasi menggunakan semen beku. Peralatan yang harus disediakan : Insemination gun (laras inseminasi) atau pistolete adalah
alat untuk
menyemprotkan semen dalam bentuk straw kedalam alat kelamin betina yang dibuat dari metal stain less steel, dan diselubungi oleh plastic sheat. Secara garis besar insemination dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Seperangkat Insemination gun Plastic sheat adalah selubung plastik pembungkus insemination gun. Container adalah alat untuk menyimpan nitrogen cair yang dapat dipakai untuk menyimpan semen beku, terbuat dari logam stain less steel atau aluminium.
Canister, adalah silinder metal yang memiliki alat berlubang, bertangkai yang bengkok untuk menggantungkan ke leher container. Fungsinya untuk menyimpan goblet besar. Goblet besar adalah silinder plasti dengan alat berlubanglubang, dengan tinggi sama dengan straw, tempat menyimpan straw atau goblet kecil. Dalam goblet besar dapat dimasukkan 225 straw atau 12-15 goblet kecil. Goblet kecil, tabung plastik kecil, berdiameter 1.5 cm dengan alas berlubanglubang, dengan penampang segitiga atau segi enam dan panjang sama dengan tinggi straw. Berfungsi untuk menyimpan straw (13-15 straw). Straw adalah pipa plastik kecil, panjang kurang lebih 15 cm merupakan tempat menyimpan semen beku. Macamnya : straw besar : 1 ml; straw kecil : 0.25 ml; straw menengah : 0.5 ml dan straw mini: 0.1 ml. Straw memiliki dua tutup yaitu : - Tutup straw pabrik
(factory plug) yaitu tutup straw yang
dibuat di
pabrik, biasanya terdiri 3 bagian yaitu atas: tali tutup sintetis; tengah: tepung polyvinyl alkohol dan bawah: tali tutup sintetis. Tutp ini menyumbat salah satu ujung straw. - Tutup straw laboratorium
(laboratory plug)
adalah tutup straw yang
dipasang setelah pengisian semen, yang terbuat dari bahan tepung sintetis yang dikeraskan. Beberapa alat lain seperti: - Semen beku dalam straw - Gunting - termos kecil yang berisi air hangat - tempat thawing - pinset, untuk mengeluarkan straw dari goblet - serbet bersih atau kertas saring, untuk mengeringkan straw setelah thawing - sarung tangan- kaca mata atau pelindung mata - kanji atau sabun atau pelicin lainnya - ember berisi air bersih.
Cara mempersiapkan insemination gun 1. Sediakan peralatan thawing, yang berupa air hangat atau air kran. 2. Container dibuka tutupnya, kemudian dipilih canister yang berisi straw dari semen yang diinginkan. 3. Tangkai canister diangkat sedikit keatas, diketengahkan dan diputar 150 derajat dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam. Canister diangkat sampai permukaan container lebih kurang 2-5 cm. Jangan mengangkat keluar canister dari leher container. 4. Pilih straw dalam goblet, cabut dengan pinset dan segera masukkan ke tempat thawing. Masukkan canister ke tempat semula dan tutup container kembali dengan rapi. 5. Setelah thawing cukup, straw diambil, dibersihkan dan dikeringkan. Perlu dicatat tanda-tanda serta nomor straw yang ada dalam plastik straw. 6. Pegang
straw
secara vertikal pada
penutup
laboratoriumnya. Sentik
perlahan-lahan agar gelembung udara mengumpul diatas semen 7. Pada penutup pabrik, dimasukkan straw ke dalam insemination gun sejauh yang dapat dicapai. Pegang insemination gun tetap vertikal. Gunting tutup laboratorium diatas permukaan semen yang ada gelembung udaranya, sehingga tersisa kurang lebih 0.25 inch straw tetap menonjol keluar insemination gun. 8. Ambil
plastic sheat yang masih bersih. Lewat pangkal
plastic sheat
diselubungkan pada insemination gun yang sudah berisi straw, kemudian dikunci. 9. Doronglah stick (lidi besi) dengan perlahan-lahan sampai semen sedikit tersembul keluar. Dengan demikian insemination gun siap dipakai.
Cara inseminasi Dengan tangan kanan memegang insemination gun, tangan kiri yang bersarung tangan dimasukkan kedalam rektum. Mula-mula punggung tangan kiri diberi pelicin, lalu ujung kelima jari
ditutup rapat, sehingga sewaktu
dimasukkan ke rektum, terikut pula udara yang berada dibelakang ujung jari.
Udara ini akan merangsang rektum sehingga sapi berusaha mengeluarkan kotorannya dari rektum dengan sendirinya. Jika hal tersebut gagal maka inseminator harus mengeluarkan feses dahulu sehingga rectum bersih. Ujung insemination gun dimasukkan ke vagina dan didorong terus dengan miring keatas membentuk sudut 20-30 derajat
supaya ujung
insemination gun tidak terhalang oleh diverticulum sub urethrae. Tangan kiri dimasukkan ke rektum untuk memfiksir cervix. Kadang-kadang didalam vulva terdapat lipatan sirkuler yang dapat menghalangi ujung insemination gun. Ini dapat dihindari dengan mendorong cervix yang telah difiksir dengan tangan kiri ke arah cranial. Yang mengatur perjalan insemination gun adalah kanan kiri dan diusahakan masuk ke mulut cervix atau canalis cervicalis atau uterus. Bila ujung insemination gun telah masuk ke cervix uteri, maka tangan kanan menyemprotkan semen. Insemination gun dikeluarkan dan plastic sheat dibuang. Zat pelicin untuk memasukkan tangan kiri tidak perlu steril, namun pelicin spikulum harus steril. Metode rectovaginal ini sangat murah, tidak memerlukan alat yang disterilkan, sehingga dapat digunakan pada peternakan sapi yang besar. Seringsering seorang inseminator
memegang
pangkal ekor
sapi. Hal ini harus
dihindarkan karena dari ekor tersebut biasanya terdapat sekresi alat kelamin yang sering ditulari oleh kuman-kuman. Metode rectovaginal ini memerlukan banyak latihan.
Tempat deposisi semen Pada
permulaan
perkembangan IB, dianggap
bahwa
sebaiknya
deposisi atau peletakan semen dilakukan jauh didalam uterus supaya menghemat enersi sperma sehingga dapat mencapai tempat pembuahan pada waktu yang tepat. Namun VanDemark dan Moeller (1950) menunjukkan bahwa spermatozoa dapat diangkut dengan cepat ke seluruh saluran hewan betina meskipun dideposisikan didalam cervix. Pengangkutan yang cepat ini berlaku untuk sperma hidup maupun yang mati, pada perkawinan alam
ataupun IB, dan pada keadaan berahi maupun tidak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa inseminasi baik didalam cervix maupun uterus kedalam corpus atau cornua uteri, ketiga-tiganya memberikan hasil konsepsi
yang
hampir sama dengan nilai NR (non return rate) rata-rata 64.0 persen, 64.5 persen dan 64.6 persen, masing-masing untuk deposisi didalam cervix, corpus dan cornua uteri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa salat satu posisi diatas akan memberikan hasil yang cukup baik, khsususnya memakai semen cair. Perbedaan hasil dari ketiga cara diatas adalah tidak nyata. Oleh karena itu dianjurkan semen disemprotkan
didalam
canalis cervicalis, dengen
beberapa alasan: 1. Dinding cervix lebih tebal daripada dinding uterus sehingga dinding uterus lebih mudah terluka oleh ujung kateter atau insemination gun dibandingkan dengan cervix. 2. Lebih kurang 5 persen sapi-sapi bunting menunjukkan gejala berahi kemabali. Jika sapi bunting diinseminasi intra terus akan dapat mengalami abortus. 3. Canalis
cervicalis
merupakan media yang
paling
cocok
bagi
spsermatozoa. 4. Semen yang mengandung Brucella sp. jika diinseminasikan dalam cervix jarang sekali menyebabkan infeksi dalam uterus, tetapi jika diinseminasikan dalam uterus pada umumnya menyebabkan infeksi. Mengingat volume semen yang sangat sedikit pada penggunaan semen beku khususnya straw, maka deposisi semen melalui insemination gun harus dilakukan beberapa milimeter dari ujung dalam cervix pada pangkal corpus uteri. Lipatan anuler transversal cervix dapat merupakan penghalang mekanik terhadap
spermatozoa yang
bergerak maju ke uterus. Lipatan tersebut
berjumlah ratarata 3 buah. Apabila lipatan lipatan tersebut dinyatakan sebagai posisi satu sampai tiga dihitung mulai dari os externa ke os interna, dan pangkal corpus uteri sebagai posisi keempat, maka tempat deposisi atau peletakan semen beku yang terbaik adalah pada posisi keempat (gambar 4).
Gambar 4. Skema alat kelamin hewan betina dan posisi peletakan semen
Angka konsepsi pada posisi 4 adalah tertinggi, sedangkan makin rendah angka posisi, makin rendah pula angka konsepsi, sedangkan makin tinggi angka posisi makin mudah terjadi perlukaan pada endometrium yang dapat menyebabkan pendarahan dinding dalam uterus tersebut atau endometritis atau malah ruptura atau sobekan uterus pada betina bunting atau keguguran atau kematian embrio atau foetus pada betina bunting.
SISTEM PENCATATAN DAN EVALUASI IB
Pencatatan (recording) merupakan faktor penting dalam pelaksanaan IB, bahkan hampir sama pentingnya dengan semen dari pejantan. Pencatatan ini diperlukan untuk: 1. Menilai ketrampilan kerja inseminator dan sampai dimana
inseminator
tersebut menguasai teknik inseminasi. 2. Menilai kesanggupan peternak dalam mendeteksi berahi. 3. Menentukan sebab-sebab kegagalan yang bersumber pada pejantan atau pada hewan betina. 4.
Memberi data untuk penilaian hasil IB dan efisiensi reproduksi.
5. Memperkirakan waktu kelahiran anak yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran. 6. Memberikan identitas induk dan ayah dari anak yang lahir dari hasil inseminasi buatan. Dengan kata lain pencatatan diperlukan untuk menilai maju mundurnya program inseminasi buatan pada satu individu betina, pada sekelompok ternak betina dalam suatu peternakan, pada sekelompok ternak betina dalam suatu daerah atau wilayah inseminasi buatan, bahkan maju mundurnya program inseminasi secara nasional.
Penilaian hasil inseminasi buatan Setiap program peternakan membawa misi mempertahankan tingkatan fertilitas yang tinggi, kapan saja dan dimanapun berada. Makin banyak betina yang kawin berulang (repeat breeders) akan sangat merugikan baik bagi pelaksana IB maupun dan terutama peternak sendiri. Untuk memperoleh informasi secepat mungkin, perlu
digunakan teknik-teknik
penentuan fertilitas yang walaupun kurang sempurna, tetapi telah terbukti dapat memberi gambaran umum untuk penilaian pelaksanaan inseminasi buatan sebagai dasar penentuan kebijaksanaan selanjutnya.
Cara evaluasi IB dapat dilakukan dengan: Non-Return rate (NR) Salah satu ukuran yang sering dan gampang sekali dipakai adalah non-return rate atau persentase hewan yang tidak kembali minta kawin atau bila tidak ada permintaan inseminasi lebih lanjut dalam waktu 28-35 hari atau 60-90 hari. Nilai-nilai tersebut disebut nilai NR pada 28-35 atau nilai NR 60-90 hari.
Nilai terakhir
memberikan gambaran yang lebih
nilai NR pada 60-90 hari adalah
perbandingan
jumlah
tepat. Jadi
tersebut umumnya
sapisapi diinseminasi dengan jumlah sapi-sapi tersebut yang
kemudian kembali minta diinseminasi (repeat breeder) dalam periode tersebut. Bila ditulis dengan rumus adalah sebagai berikut:
Jumlah sapi yang di Inseminasi - jumlah sapi yang kembali di IB NR (%) =
X100 Jumlah sapi yang di IB
Penilaian NR berpegang pada asumsi bahwa sapi-sapi yang tidak minta kawin (non return) adalah bunting. Asumsi tersebut tidak selalu benar. Selain bunting, sapi-sapi betina yang tidak dilaporkan minta kawin kembali kemungkinan telah mati atau dijual, hilang atau mengalami berahi tenang (silent heat), memiliki corpus luteum persistens, yaitu badan kuning pada kandung telur yang seharusnya menghilang tetapi terus menetap secara abnormal, atau karena gangguan lain. Kemalasan peternak untuk melaporkan adanya berahi pada sapi betina dapat menyebabkan tingginya nilai NR tanpa keberhasilan inseminasi. Sebaliknya, sapi-sapi betina yang minta kawin kembali, belum tentu tidak
bunting,
karena kira-kira 3.5 persen sapi-sapi bunting terutama bunting muda, masih memperlihatkan tanda-tanda berahi. Berhubung banyak faktor yang mempengaruhi hasilnya, maka sebaiknya dalam pemeriksaan digunakan sampel paling sedikit 1000 ekor.
Angka konsepsi atau conception rate (CR) Suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil IB adalah persentase sapi betina yang bunting atau conception rate. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan diagnosa kebuntingan dengan palpasi rektal pada hari ke 40-60 sesudah inseminasi. Rumur angka konsepsi adalah sebagai berikut : Jumlah betina yang bunting pada IB pertama yang didiagnosa palpasi rektal CR (%) =
X 100 jumlah seluruh sapi yang diinseminasi
Angka konsepsi tersebut ditentukan oleh tiga faktor yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi. Sebaiknya diperiksa paling sedikit 300 ekor.
Jumlah inseminasi per kebuntingan atau service per conseption (S/C) Untuk membandingkan efisiensi relatif dari proses reproduksi diantara individu sapi betina yang subur, sering dipakai penilaian atau perhitungan jumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi. Nilai S/C normal berkisar antara 1.6 - 2.0. Makin rendah nilai tersebut makin tinggi kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut.
Contoh perhitungan S/C Dalam suatu wilayah IB, misalnya didapatkan akseptor IB 400 ekor. Dari jumlah tersebut pada IB pertama sapi bunting 150, kedua 100, ketiga 75, keempat 50 dan kelima 25 ekor. Dari data diatas, maka jumlah pelayanan IB adalah (150 x 1) + (100 x 2) + (75 x 3) + (50 x 4) + (25 x 5) = 900. Jadi S/C = 900/400 = 2.25
Calving rate. Calving rate adalah persentase jumlah anak yang lahir dari hasil satu kali inseminasi (apakah pada inseminasi pertama atau kedua, dan seterusnya). Cara ini merupakan sistem yang terbaik, karena angka yang diperoleh sedikit sakali dipengaruhi faktor kesalahan. Untuk ini data yang diperlukan cukup 100 ekor.
DAFTAR PUSTAKA Cole H.H. and P.T. Cupps. l977. Reproduction in Domestic Animals. 3rd ed. Academic Press, London. Hafez, E.S.E. l980. Reproduction in Farm Animals. 4th ed. Lea and Febiger, Philadelphia. Hafez, E.S.E. l987. Reproduction in Farm Animals. 5th ed. Lea and Febiger, Philadelphia. Hardijanto. l990. Air Kelapa Muda untuk Kawin Suntik Bekisar. Jawa Pos. 23 Oktober l990. Isnaeni, N. dan M.N. Ihsan. l990. Persentase hidup sel Spermatozoa sapi Peranakan Ongole pada berbagai kadar Gliserol dengan Pengenceran Tris Kuning Telur setelah Pembekuan. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan, 5:33-41. Partodihardjo, S. l980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta. Perry, E.J. l969. The Artificial Insemination of Farm Animals. 4th ed. Oxford & IBH Publishing Co., Calcutta. Salysbury, G.W., N.L. VanDemark and J.L. Lodge. l978. Physiology of Reproduction and Artificial Insemination in Cattle. 2nd ed. W.H. Freeman and Co., San Franscisco. Toelihere, M.R. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.