MANAJEMEN PERPAJAKAN
MODUL 11 Dosen
: Jemmi Sutiono
Ruang
: B-305
Hari
: Minggu
Jam
: 13:30 – 16:00
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2011
Manajemen Perpajakan Jemmi Sutiono
Pusat Bahan Ajar dan Elearning http://www.mercubuana.ac.id
Rekonsiliasi Fiskal Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Perbedaan-pebedaan antara akuntansi dengan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/permanen (permanent differences) dan beda waktu/sementara (timing differences). Standar
Akuntansi
Keuangan
telah
memberikan
gambaran
tujuan
penyusunan laporan keuangan untuk tujuan umum, yaitu memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusankeputussan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber-sumber
daya
yang
dipercayakan kepadanya.
Laporan
keuangan yang disusun menyajikan informasi mengenai perusahaan yang mencakup : a. aset (aktiva atau harta) b. kewajiban c. ekuitas d. pendapatan dan beban e. arus kas Dari informasi itulah dan informasi lainnya yang diperoleh dari catatan laporan keuangan akan dapat membantu dalam memprediksi arus kas pada masa mendatang. Pihak manajemen perusahaan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan ini haruslah menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, serta perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan dengan cara menerapkan PSAK tersebut secara benar yang disertai dengan pengungkapan. Dasar-dasar trsebut yang melandasi dalam penyusunan laporan keuangan komersial, tetapi dari sisi lain atas dasar landasan peraturan perundangan perpajakan dapat menyusun laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan fiskal ini disusun dengan menggunakan pendekatan rekonsiliasi fiskal, sebagai akibat adanya perbedaan orientasi akuntansi dan pembukuan fiskal yang dilandasi peraturan perundang-undangan perpajakan. Pokok-pokok yang direkonsiliasi tidak terbatas pada penghasilan saja, tetapi juga biaya pada suatu periode tertentu. Oleh karena menyangkut pelaporan dalam satu tahun pajak yang nantinya juga dituangkan dalam SPT Tahunan maka periode yang ditetapkan juga satu tahun pajak, yaitu periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember terkecuali Wajib Pajak yang mempunyai tahun buku tidak sama dengan tahun pajak.
1
Rekonsiliasi ini lebih dimaksudkan untuk meniadakan perbedaan antara laporan keuangan komersial yang mendasarkan pada SAK dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Akibat
diadakannya
rekonsiliasi
inilah
memunculkan koreksi atau penyesuaian fiskal positif maupun negatif. Sejak SPT Tahunan 2002, rekonsiliasi ini sudah masuk di dalam lampiran SPT. Penyesuaian fiskal positif yaitu penyesuaian yang bersifat menambah atau memperbesar penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial sebagai akibat timbulnya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya. Perbedaan dapat terjadi saat pengakuan biaya dan pengakuan penghasilan yang berbeda atau perbedaan dalam menggunakan metode sehingga menghasilkan biaya menurut fiskal lebih rendah dibandingkan dengan penghitungan biaya menurut metode akuntansi komersial. Demikian pula penghasilan sebagai objek pajak mungkin tidak dikategorikan sebagai penghasilan dalam akuntansi komersial. Dalam akuntansi Pajak Penghasilan (PPh), laba dibedakan antara laba akuntansi (accounting profit), laba komersial dengan laba fiskal (taxable profit), atau Penghasilan Kena Pajak. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak yang dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan lebih ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi, sedangkan laba fiskal adalah laba/rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan Peraturan Perpajakan dan lebih ditujukan untuk menjadi dasar penghitungan PPh. Tahun 1998, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi PPh. Penerapan PSAK 46 ini diharapkan dapat menjembatani antara Peraturan Perpajakan dengan ketentuan akuntansi.
Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan Beban
PPh
terdiri
atas
beban
pajak
kini
dan
beban
pajak
tangguhan/pendapatan pajak tangguhan. Pajak kini (current tax) adalah jumlah Pph terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada satu periode. Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan pajak tangguhan menimbulkan aset pajak tangguhan.
2
Gambaran umum dalam rekonsiliasi fiskal untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dapat ditunjukkan sebagai berikut: Dokumen
Pembukuan/ Akuntansi
Standar Akuntansi Keuangan
Laporan Keuangan Fiskal
Rekonsiliasi
Dasar Perundangan-undangan perpajakan dan peraturan pelaksanaannya
Neraca
Daftar Perhitungan Laba Rugi
Laporan Keuangan Fiskal
Rekonsiliasi Fiskal
Laba Rugi Fiskal
Beda Waktu
Penghasilan Kena Pajak
Beda Tetap
Pajak Terutang
Pajak yang Harus Dibayar Sendiri SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan
Pajak yang Kurang/Lebih Dibayar
Gambaran tersebut menunjukkan adanya beda tetap dan beda waktu sehubungan dengan rekonsiliasi fiskal yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Perbedaan Waktu Pengakuan (Time Difference) Perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Hal ini berakibat adanya penundaan pengakuan. Sesuai namanya, beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya.
3
Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara pajak dengan akuntansi dalam hal : a. Akrual dan realisasi b. Penyusutan dan amortisasi c. Penilaian persediaan d. Kompensasi kerugian fiskal 2. Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Difference) Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal ini juga menyangkut masalah pendapatan atau beban tetapi tidak berhubungan dengan periode tetapi jumlah itulah yang dipersoalkan. Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya menurut akuntansi dengan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi (pre tax income) berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable income). Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak : a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh final (Pasal 4 ayat 2 UU PPh) b. Penghasilan yang bukan objek pajak (Pasal 4 ayat 3 UU PPh) c. Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran (Pasal 9 ayat 1 UU PPh). Koreksi Positif dan Negatif dari Rekonsiliasi Fiskal Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) yang pembukuannya menggunakan pendekatan akuntansi komersial, yang bertujuan mempermudah mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), dan menyusun
laporan
keuangan
fiskal
yang
harus
dilampirkan
pada
saat
menyampaikan SPT Tahunan PPh. Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan negatif. Koreksi positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah. Koreksi positif biasanya dilakukan akibat adanya : 1. Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense), 2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal, 3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal,
4
4. Penyesuaian fiskal positif lainnya. Koreksi negatif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal berkurang. Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya : 1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, 2. Penghasilan yang dikenakan PPh final, 3. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal, 4. Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal, 5. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya, 6. Penyesuaian fiskal negative lainnya.
Aset Pajak Tangguhan Asset pajak tangguhan (deferred tax asset) timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Asset pajak tangguhan adalah jumlah Pajak Penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.
Kewajiban Pajak Tangguhan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah Pajak Penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Pencatatan dan Penyajian Pengakuan asset dan kewajiban pajak tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Dalam aplikasinya, tarif maksimum PPh digunakan karena alasan kepraktisan. Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah : Keterangan Aset Pajak Tangguhan Pendapatan Pajak Tangguhan
Debet
Credit
XXX XXX
5
Sementara itu jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan adalah : Keterangan Beban Pajak Tangguhan Kewajiban Pajak Tangguhan
Debet
Credit
XXX XXX
Penyajian pajak tangguhan : 1. Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari asset dan kewajiban lainnya dalam neraca. 2. Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari asset pajak kini (tax receivable/prepaid tax) dan kewajiban pajak kini (tax payable). 3. Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset atau kewajiban lancar. 4. Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya disajikan dalam neraca. 5. Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi. 6. Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh dan kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dari utang PPh Pasal 29. 7. PPh final : a. Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yang berhubungan dengan PPh final berbeda dari Dasar Pengenaan Pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak boleh diakui sebagai aset atau kewajiban pajak tangguhan. b. Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, beban pajak diakui proposional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. c. Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai Pajak Dibayar Dimuka dan Utang Pajak. d. Akun PPh final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari PPh final yang masih harus dibayar. 8. Perlakuan akuntansi untuk hal khusus : a. Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada laporan laba rugi periode berjalan. b. Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya ditangguhkan.
6
c. Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya ditangguhkan. PSAK 25 tentang Laba atau Rugi bersih untuk periode berjalan, kesalahan mendasar, dan perubahan kebijakan akuntansi. Penyajian dalam Laporan Keuangan:
Penjualan
Rp. XXX
Harga Pokok Penjualan
Rp. XXX -
Laba Kotor
Rp. XXX
Biaya Usaha
Rp. XXX -
Laba Usaha
Rp. XXX
Pendapatan (Beban) Luar Usaha
Rp. XXX +/-
Laba Sebelum PPh
Rp. XXX
PPh : Pajak Kini
Rp.XXX
Pajak Tangguhan
Rp.XXX
Laba Setelah PPh
Rp. XXX +/Rp. XXX
Pencatatan yang harus dilakukan: Beban PPh kini
Rp. XXX
Utang PPh Pasal 29
Keterangan Aset Pajak Tangguhan Pendapatan Pajak Tangguhan
Rp. XXX
Debet
Credit
XXX XXX
Atau :
Keterangan Beban Pajak Tangguhan Kewajiban Pajak Tangguhan
Debet
Credit
XXX XXX
7
Skema Keterkaitan antara koreksi positif, koreksi negatif, perbedaan temporer, DTA dan DTL
Tax Base (per SPT)
Accounting Base (per book)
Temporary Differences
Taxable Temporary Difference (berasal dari koreksi fiskal negatif) X tax rate
Tax Loss Carry Forward
Deductible Temporary Difference (berasal dari koreksi fiskal positif) X tax rate Future Tax Asset Refundable (potensi penghematan PPh di masa mendatang)
Future Tax Liability (potensi penambahan PPh di masa mendatang) X tax rate Deferred Tax Liability
Net Deferred Tax (Ending)
Deferred Tax Asset
Deferred Tax Expense (Income)
Balance Sheet
Net Deferred Tax (Beginning)
Income Statement
8
Daftar Pustaka Agoes, Sukrisno dan Estralia Trisnawati, 2007, Akuntansi Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.
Diana, Anastasia dan Lilis Setiawati. 2004, Perpajakan Indonesia, Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, andi Yogyakarta, Yogyakarta.
Pardiat. 2005, Akuntansi Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Suandy, Erly, 2008, Perencanaan Pajak, Salemba Empat.
Undang-undang
Republik
Indonesia.
2008,
Nomor
36,
Tentang
Pajak
Penghasilan.
Undang-undang Republik Indonesia. 2007, Nomor 28, Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
Waluyo. 2009, Akuntansi Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Zain, Mohammad, DR. Drs. Ak., 2003, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat.
9